45 t triwul t 215 1 · desain artistik/tata letak : basuki rahmat fotografer : taufik arsaf, dian...

43
NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 1

Upload: others

Post on 19-Jul-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 1

Page 2: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

2 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 3

DEWAN PEMBINA : Moch. Jasin

DEWAN REDAKSI : Hilmi Muhammadiyah, Abdullah, Maman Saepulloh,

Mukhlis, Rojikin

PENANGGUNG JAWAB : Mohammad Fahri

REDAKTUR : Nurul Badruttamam, Ali Machzumi, Fajar Harnanto

PENYUNTING : Muh. Mumtahin Balya Hulaimy, Zulfa Hanum

DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat

FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady

SEKRETARIAT :Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

Azis Muslim, M. Agus Choliq

ALAMAT REDAKSI : Gedung Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI,

Subbag Ortala Lantai II, Ruang Dapur Reformasi Birokrasi, Jalan RS. Fatmawati No. 33-A Cipete

PO BOX 3867 Jakarta Selatan

TELEPON : (021)75916038, 7591853, 7691849 FAX : 021-7692112

PONSEL : 081932499551, 081398894955 WEBSITE : www.itjen.kemenag.go.id

EMAIL: fokuspengawasan. [email protected]

TIM ITJEN KEMENAG dalam setiap peliputan selalu dilengkapi kartu identitas.

REDAKSI Dari Redaksi

Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 merumuskan 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi, yang dikelompokkan sebagai kerugian keuangan Negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pe-merasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Di Indonesia dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan ren-cana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang di-setujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Anggaran APBN ibarat “kue” yang siap dibagikan kepada K/L/D/I. Hal ini tentunya menjadi hal riskan yang perlu ekstra pengawasan dalam pelaksanaannya. Sebab “kue” ini bukan nominal yang kecil. Secara definitif dari lingkup keuangan negara dijelaskan dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 APBN berasal dari pungutan pa-jak, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; kekayaan pihak lain yang di-peroleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. K/L/D/I berhak atas pembagian dana ini atas nama pembangunan.

Dalam lingkup kementerian, mendapat porsi cukup besar. Hal ini tentu harus diserap dan dikelola den-gan baik. Sebab, kementerian adalah sebuah organisasi yang menyokong pembangunan yang bersinggungan langsung dengan pemerintah. Oleh

sebab itu, dana yang sudah digelontor-kan untuk masing-masing kementerian harus segera diberdayakan dan dike-lola dengan baik. Pemberdayaan dan pengelolaan itu lazim dikenal dengan nama “serapan anggaran”. Dana yang sudah diparsialkan ke masing-masing kementerian harus segera diserap dan dikelola dengan, jika penyerapan lam-bat maka kementerian akan menjadi sulit bergerak dan tidak bisa men-jalankan tugas fungsinya. Akibatnya, akan menghambat hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, penyerapan anggaran harus dioptimalkan, dengan catatan harus diawasi dengan ketat dan komprehensif.

Kementerian wajib mempercepat penyerapan anggaran agar tidak ada lagi alasan keterlambatan agenda pembangunan yang diakibatkan ter-

lambatnya penyerapan. Bahkan lebih buruknya, di akhir tahun anggaran penyerapan dilakukan namun tidak op-timal. Hasilnya, penyerapan anggaran menjadi tidak tepat guna bahkan ber-indikasi disimpangkan (dikorupsi). Hal ini tentunya menjadi hal yang dilema-tis, namun dalam prinsipnya bukan menjadi penghambat bila semua ele-men menjalankan prinsip serapan ang-garan yang transparan, tepat guna dan akuntabel. Hal inilah yang ingin dijadi-kan sorotan dari redaksi, bahwasannya perihal serapan anggaran khususnya di kementerian harus berjalan lancar, cepat, dan efiseien, namun tetap harus mengutamakan akuntabilitas. Posisi APIP dan lembaga pengawasan lainnya harus cekatan dan cermat mengawal proses serapan anggaran tersebut. Selamat membaca.

Kementerian wajib mempercepat

penyerapan anggaran agar tidak ada lagi

alasan keterlambatan agenda pembangunan

yang diakibatkan terlambatnya penyerapan.

PETAKAPENYUSUPAN

ANGGARAN

Kementerian Agama Mendukung Penuh

Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)

Sebagai Usaha Mewujudkan Revolusi Mental Menuju

Indonesia Bebas Dari Korupsi

Page 3: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

4 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 5

DAFTAR ISIDAFTAR ISI

COVER STORY

PENYUSUPAN ANGGARAN & LEMAHNYA PENGAWASAN

HADI RAHMAN : SOSOK BERSAHAJA NAN BERINTEGRITAS

IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA

MENGUAK TABIR ANGGARAN

BEKERJA ITU WAJIBSEHAT ITU HARUS

HAB DAN REFLEKSI PROFESIONALITAS KINERJA PEGAWAI

Pertanggungjawaban keuangan negara sesuai amanat UU yang terejawantahkan dalam APBN/

APBD harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efek-tif, transparan, dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Salah satu problematika penyusupan anggaran yang sulit terditeksi ialah melakukan tindak korupsi atas nama efisiensi. Landasan hukum, penyu-sunan anggaran didasari oleh Pasal 23 UUD 1945 Amandemen Ke empat, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Un-dang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD

Korupsi atas nama efisiensi adalah suatu perbuatan yang dapat merugi-kan masyarakat, demi kepen tingan pribadi kemudian mengatasnamakan kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini seperti diungka-pkan oleh Dani Krisnawati sebagai berikut : “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”

APBN merupakan keuangan ne gara, maka sesuai dengan asas akun tabilitas yang berorientasi pada hasil dalam pengelolaan keuangan negara, setiap K/L wajib menyusun laporan per-tanggungjawaban realisasi anggaran belanja masing-masing.

Di antara etika kerja menurut Islam yang apabila diterapkan maka akan menghasilkan kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah. orang yang mampu menjaga kehormatan­nya dalam bekerja terutama secara moral dan profesional,

Kesehatan merupakan salah satu nikmat yang luar biasa yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dengan sehat kita bisa melakukan semua aktifitas, termasuk tentunya bekerja. Aktivitas karyawan, tentunya harus diimbangi dengan pola hidup yang lebih sehat, agar kondisi tubuh selalu prima.

Dahulu memang ada anggapan bahwa staf khusus adalah “proyek balas budi”. Namun Hadi berpendapat, dirinya bersedia ditunjuk di jabatan ini tak lain hanya untuk mengabdikan dirinya pada negeri.

Persoalan muncul, manakala birokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera dan pe­ngatur keselarasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi tidak menjalani peran pelayanan, melainkan justru menjadi beban bagi masyarakat.

Hal 6 - 20

Hal 18-20

Hal 12-13

54-57

62-63 75-78

25-29

NALAR RELIGIUSANTIKORUPSIKitab­kitab suci banyak dikaji. Tafsir­tafsir klasik dan kontemporer dibukukan sehingga tersebar ajaran kebajikan yang dituahkan agama. Dari segala hal yang terkait ajaran agama tersebut, tidak satu pun yang memerintahkan umatnya untuk mengambil hak milik orang lain secara zalim.

68-69

ROMO EDY : TAK ADA SATUPUN AGAMA YANG MENDUKUNG KORUPSI

Santo Paulus menyatakan dengan sangat jelas bahwa akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari Iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai­bagai duka.

58-61

SURAT PEMBACARedaksi menerima surat anda berupa saran, kritik dan karya pembaca semua untuk di muat di Majalah FOKUS Pengawasan ini. layangkan surat anda ke Redaksi melalui email ke : [email protected] Mohon sertakan identitas lengkap dan alamat anda.

Melaporkan Gratifikasi

Redaksi yang terhormat, Apa yang harus saya lakukan bila tidak dapat menolak gratifikasi sehingga harus menerimanya. Apa saja yang harus saya siapkan untuk melaporkan gratifikasi tersebut? Terima kasih.

Jafar, Jakarta

Jawaban: Langkah terbaik jika anda dapat mengidentifikasi motif pemberian yang merupakan gratifi-kasi adalah menolak gratifikasi terse-but secara santun, sehingga sedapat mungkin tidak menyinggung per-asaan pemberi. Namun, jika keadaan memaksa menerima gratifikasi terse-but, maka sebaiknya gratifikasi yang diterima segera dilaporkan ke KPK melalui Unit Pengendali Gratifikasi

Cara Mendapatkan Password LHKASN

Redaksi yang terhormat, sesuai dengan Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2015 seluruh ASN memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) kepada pimpinan instansi masing-masing melalui aplikasi online di siharka.menpan.go.id. Untuk bisa masuk ke sistem ini diminta username dan password. Bagaimana cara mendapatkan username dan password tersebut?

(UPG) Kementerian Agama dengan alamat JL. RS Fatmawati No. 33A Jakarta Selatan. Telp. 021 75916038, 7697853, 7691849. Fax. 021 7692112.

Laporan Gratifikasi menurut PMA No 24 Tahun 2015 paling sedikit memuat:

• Identitas pelapor terdiri atas nama lengkap, Nomor Induk Pegawai, jabatan, unit kerja, email, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

• Bentuk dan jenis praktik gratifi-kasi yang telah dilakukan, yaitu penolakan, penerimaan, pembe-rian dan/atau atas permintaan;

• Bentuk dan jenis gratifikasi, yaitu spesifikasi wujud dari benda gratifikasi , misalnya uang dan

barang lainnya;

• Waktu dan/atau rentang waktu dan likasi dilakukannya praktek gratifikasi;

• Nama pihak/lembaga pemberi, penerima atau peminta gratifi-kasi;

• Nilai/perkiraan nilai materiil dari gratifikasi;

• Dokumen kelengkapan pendu-kung lainnya.

Penerima gratifikasi wajib melapor-kan kepada UPG dalam waktu pal-ing lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima gratifikasi.

Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat.

Rina, Wonosobo

Jawaban: Username menggunakan NIP masing-masing pegawai. Se-dangkan password bisa didapatkan dengan cara mengajukan usulan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Pengajuan ini dikoordinir oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama. Data yang harus dilengkapi untuk pengajuan password adalah sebagai berikut:

• NIP baru dengan 18 digit angka• Nama Lengkap pegawai• Gelar depan (tidak wajib)• Gelar belakang (tidak wajib)• Golongan Eselon yang hanya

dapat diisi dengan daftar Eselo-nisasi: I/a, I/b, II/a, II/b, III/a, III/b, IV/a, IV/b, V/a, V/b, STAF/FUNGSIONAL UMUM, STAF/FUNGSIONAL TERTENTU AHLI, STAF/FUNGSIONAL TERTENTU TERAMPIL

• Jabatan

• Unit kerja yang diisi dengan Kankemenag kota/kabupaten

• Email ASN yang masih aktif

Pengajuan yang disampaikan oleh Kanwilkemenag ke Inspektorat Jen-deral akan diteruskan ke Kementerian PAN dan RB untuk memperoleh pass-word. Password dari Kementerian PAN dan RB dikirim ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama kemu-dian diteruskan ke Kanwilkemenag untuk dibagikan ke setiap pegawai. Dengan password tersebut, pegawai dapat membuka aplikasi dan mengisi laporan harta kekayaan ASN. Untuk lebih jelas, bisa mengirim email ke [email protected] atau menghubungi hot line/call center LHKASN di nomor: 081318227762, 085780121394, 087876038332.

F KUS UTAMA

MENDEKAT Mengenal Lebih Dekat

Sekitar Kita REFLEKSI

Page 4: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

6 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 7

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

Tantangan utama pengelo­

laan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara adalah

terbatasnya ruang ge rak kapasitas

fiskal akibat dari terbatasnya sumber

pendanaan, sehingga menambah

kompleksitas pemilihan prioritas

pembangunan nasional. Untuk men­

jawab tantangan tersebut, diterapkan

kebijakan penganggaran dengan

meningkatkan kualitas belanja (Qual-

ity of Spending) melalui pemantapan

penerapan sistem penganggaran baru

sebagaimana diamanatkan dalam

Undang­Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keua ngan Negara.

Dalam memperkuat penganggaran

berbasis Kinerja harus disertai dengan

penerapan penganggaran terpadu,

serta kerangka pengeluaran jangka

menengah.

Dinamika yang terus berkembang

dalam proses penyusunan Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara berbasis Kinerja, menuntut

dilakukannya penyempurnaan terha­

dap mekanisme dan landasan hukum

penyusunan RKA­K/L, khususnya agar

dapat menampung tata cara penyusu­

nan rencana kerja dan anggaran dari

Bagian Anggaran Bendahara Umum

Negara yang anggarannya lebih besar

daripada Bagian Anggaran Kementeri­

an/Lembaga. Sehubungan dengan hal

tersebut perlu mengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004

tentang Penyusunan Rencana Kerja

dan Anggaran Kementerian Negara/

Lembaga. Hal­hal baru atau peruba­

han mendasar dalam ketentuan pe­

nyusunan RKA­K/L yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah ini meliputi:

a. Penambahan ketentuan yang

mengatur tentang Bagian Ang­

garan, baik Bagian Anggaran

Kementerian/Lembaga mau­

pun Bagian Anggaran Benda­

hara Umum Negara;

b. Penambahan ketentuan yang

mengatur tentang konsep

PROBLEMATIKASERAPAN

ANGGARAN BERBASIS KINERJA

OLEH : WAWAN SAEPUL BAHRIAUDITOR PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI

Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja,

metode penganggaran yang digunakan adalah

metode tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini

tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih

dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja

atau pengeluaran

foto : Shutterstock.com

Page 5: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

8 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 9

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

anggaran bergulir yang diter­

jemahkan ke dalam dua jenis

atau kelompok kebijakan yang

meliputi kebijakan berjalan dan

Inisiatif baru;

c. Penyempurnaan proses sejak

awal penyusunan RKA­K/L

sampai dengan disahkannya

dokumen pelaksanaan ang­

garan;

d. Penambahan ketentuan yang

mengatur tentang perubahan

RKA­K/L dalam pelaksanaan

APBN; dan

e. Penambahan ketentuan men­

genai pengukuran dan evaluasi

Kinerja anggaran serta pen­

yelenggaraan sistem informasi

yang terintegrasi.

Sebelum berlakunya sistem

Anggaran Berbasis Kinerja, metode

penganggaran yang digunakan adalah

metode tradisional atau item line

budget. Cara penyusunan anggaran ini

tidak didasarkan pada analisa rang­

kaian kegiatan yang harus dihubung­

kan dengan tujuan yang telah diten­

tukan, namun lebih dititikberatkan

pada kebutuhan untuk belanja atau

pengeluaran, dan sistem pertang­

gung jawabannya tidak diperiksa dan

diteliti apakah dana tersebut telah

digunakan secara efektif dan efisien.

Tolok ukur keberhasilan hanya ditun­

jukkan dengan adanya keseimbangan

anggaran antara pendapatan dan

belanja, namun jika anggaran tersebut

defisit atau surplus berarti pelaksa­

naan anggaran tersebut gagal. Dalam

perkembangannya, muncul sistema­

tika anggaran kinerja yang diartikan

sebagai suatu bentuk anggaran yang

sumbernya dihubungkan dengan hasil

dari pelayanan.

Aspek utama budgeting reform

adalah perubahan dari pendekatan

anggaran tradisional ke pendekatan

baru yang dikenal dengan anggaran

kinerja. Anggaran tradisional didomi­

nasi dengan penyusunan anggaran

yang bersifat line-item dan incre-

mentism yaitu proses penyusunan

anggaran yang hanya mendasarkan

pada besarnya realisasi anggaran ta­

hun sebelumnya, akibatnya tidak ada

perubahan mendasar atas anggaran

baru. Anggaran kinerja merupakan

sistem penyusunan dan pengelolaan

anggaran yang berorientasi pada

pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja

tersebut mencerminkan efisiensi dan

efektivitas pelayanan kepada publik

yang berorientasi kepada kepentin­

gan publik.

Menurut Mardiasmo (2002)

“Performance budget pada dasarnya

adalah sistem penyusunan dan pen­

golahan anggaran yang berorientasi

pada pencapaian hasil kerja atau kin­

erja. Kinerja tersebut mencerminkan

efisiensi dan efektifitas pelayanan

publik, yang berarti berorientasi pada

kepentingan publik”. Selanjutnya Mar­

diasmo (2002) menyatakan “Penger­

tian efisiensi berhubungan erat

de ngan konsep produktifitas. Pen­

gukuran efisiensi dilakukan dengan

menggunakan perbandingan antara

output yang dihasilkan terhadap in­

put yang digunakan (cost of output)”.

Proses kegiatan operasional dapat di­

katakan efisien apabila suatu produk

atau hasil kerja tertentu dapat dicapai

dengan penggunaan Sumber Daya

dan Dana yang serendah­rendahnya

(spending well).

Siklus anggaran adalah masa atau

jangka waktu mulai saat anggaran

disusun sampai dengan saat perhi­

tungan anggaran disahkan dengan

undang­undang. Siklus anggaran ber­

beda dengan tahun anggaran. Tahun

anggaran adalah masa satu tahun

untuk mempertanggungjawabkan

pelaksanaan anggaran atau waktu di

mana anggaran tersebut dipertang­

gungjawabkan. Jelaslah, bahwa siklus

anggaran bisa mencakup tahun ang­

garan atau melebihi tahun anggaran

karena pada dasarnya, berakhirnya

suatu siklus anggaran diakhiri dengan

perhitungan anggaran yang disahkan

oleh undang­undang. Siklus anggaran

terdiri dari lima tahap:

1. Tahap penyusunan anggaran;

2. Tahap pengesahan anggaran;

3. Tahap pelaksanaan angga­

ran;

4. Tahap pegawasan pelaksa­

naan anggaran;

5. Tahap pengesahan perhitun­

gan anggaran.

Untuk dapat menyusun Anggaran

Berbasis Kinerja (ABK) terlebih dahulu

harus disusun perencanaan strategik

(Renstra). Penyusunan Renstra dilaku­

kan secara obyektif dan melibatkan

seluruh komponen yang ada di dalam

pemerintahan dan masyarakat. Agar

sistem dapat berjalan dengan baik

perlu ditetapkan beberapa hal yang

sangat menentukan yaitu standar

harga, tolok ukur kinerja dan Standar

Pelayanan Minimal yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang­

undangan. Pengukuran kinerja (tolok

ukur) digunakan untuk menilai keber­

hasilan atau kegagalan pelaksanaan

kegiatan/program/kebijakan sesuai

dengan sasaran dan tugas yang telah

ditetapkan dalam rangka mewujudkan

visi dan misi pemerintah pusat mau­

pun daerah. Untuk melakukan suatu

pengukuran kinerja perlu ditetapkan

indikator­indikator terlebih dahulu

antara lain indikator masukan (input)

berupa dana, sumber daya manusia

dan metode kerja. Agar input dapat

diinformasikan dengan akurat dalam

Anggaran kinerja merupakan sistem

penyusunan dan pengelolaan anggaran

yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja

tersebut mencerminkan efisiensi dan efektivitas

pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada

kepentingan publik.

““

Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) terlebih dahulu harus

disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara

obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan

masyarakat.

foto : Shutterstock.com

Foto : Istockphoto.com | Olah foto : Basuki Rahmat

Page 6: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

10 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 11

suatu anggaran, maka perlu dilakukan

penilaian terhadap kewajarannya.

Dalam menilai kewajaran input den­

gan output yang dihasilkan, peran

Analisa Standar Biaya (ASB) sangat

diperlukan. ASB adalah penilaian ke­

wajaran atas beban kerja dan biaya

yang digunakan untuk melaksanakan

suatu kegiatan.

Penganggaran merupakan ren­

cana keuangan yang secara siste­

matis menunjukan alokasi sumber

daya manusia, material, dan sumber

daya lainnya. Berbagai variasi dalam

sistem penganggaran pemerintah

dikembangkan untuk melayani ber­

bagai tujuan termasuk pengendaalian

keuangan, rencana manajemen, pri­

oritas dan penggunaan dana, serta

pertanggungjawaban kepada publik.

Penganggaran berbasis kinerja di­

antaranya menjadi jawaban untuk

digunakan sebagai alat pengukuran

dan pertanggungjawaban kinerja

pemerintah.

Anggaran dengan pendekatan

kinerja merupakan suatu sistem ang­

garan yang mengutamakan upaya

pencapaian hasil kerja atau output

dari perencanaan alokasi biaya atau

input yang ditetapkan. Anggaran

kinerja yang efektif lebih dari sebuah

objek anggaran program atau or­

ganisasi dengan outcome yang telah

diantisipasi. Hal ini akan menjelaskan

hubungan biaya dengan hasil (result).

Ini merupakan kunci dalam penan­

ganan program secara efektif. Seb­

agai variasi antara perencanaan dan

kejadian sebenarnya, manajer dapat

menentukan input-input resource dan

bagaimana input­input tersebut

berhubungan dengan outcome untuk

menentukan efektivitas dan efisiensi

program.

Menurut Mardiasmo (2002)

pendekatan anggaran berbasis kinerja

disusun untuk mengatasi berbagai

kelemahan yang terdapat dalam

anggaran tradisional, khususnya

kelemahan yang disebabakan oleh

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

tidak adanya tolak ukur yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja

dalam pencapaian tujuan dan sasaran

pelayanan publik. Anggaran dengan

pendekatan kinerja sangat menekank­

an konsep value for money dan pen­

gawasan atas kinerja output.

Pendekatan ini juga menguta­

makan mekanisme penentuan dan

pembuatan prioritas tujuan serta

pendekatan yang sistimatis dan ra­

sional dalam proses pengambilan

keputusan. Anggaran berbasis kinerja

didasarkan pada tujuan dan sasaran

kinerja. Oleh karena itu anggaran di­

gunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Penilaian anggaran berbasis

kinerja didasarkan pada pelaksanaan

value for money dan efektifitas ang­

garan. Pendekatan ini cenderung

menolak pandangan tradisional yang

me nganggap bahwa tanpa adanya

arahan dan campur tangan, pemerin­

tah akan menyalagunakan kedudukan

mereka dan cenderung boros (over

spending).

Menurut pendekatan anggaran

berbasis kinerja, dominasi pemerin­

tah akan dapat diawasi dan diken­

dalikan melalui penerapan internal

cost awareness, audit keuangan dan

audit kinerja, serta evaluasi kinerja

eksternal. Selain didorong untuk

menggunakan dana secara ekonomis,

pemerintah juga dituntut untuk mam­

pu mencapai tujuan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, agar dapat mencapai

tujuan tersebut maka diperlukan

adanya program dan tolak ukur se­

bagai standar kinerja.

Sistem anggaran berbasis kinerja

pada dasarnya merupakan sistem

yang mencakup kegiatan penyusu­

nan program dan tolak ukur kinerja

sebagai instrumen untuk mencapai

tujuan dan sasaran program.

Kegagalan target penyerapan

anggaran memang akan berakibat

hilangnya manfaat belanja. Karena

dana yang telah dialokasikan ternyata

tidak semuanya dapat dimanfaatkan

yang berarti terjadi iddle money.

Padahal apabila pengalokasian ang­

garan efisien, maka keterbatasan

sumber dana yang dimiliki negara

dapat dioptimalkan untuk men­

danai kegiatan strategis. Dalam

konsep dasar ilmu ekonomi, basic

problem yang dihadapi oleh manusia

adalah keterbatasan sumber dana

sebagai alat pemenuhan kebutuhan

yang dihadapkan pada kebutuhan

yang jumlahnya tak terbatas. Basic

problem ini juga dihadapi oleh suatu

negara termasuk Indonesia. Sumber­

sumber penerimaan negara yang

terbatas, dihadapkan pada kebutuhan

masyarakat yang tidak terbatas,

mengharuskan Pemerintah menyusun

prioritas kegiatan dan pengalokasian

anggaran yang efektif dan efisien.

Oleh sebab itu, ketika penyerapan

anggaran gagal memenuhi target,

berarti telah terjadi infesiensi

dan inefektivitas pengalokasian

anggaran. Namun, dalam kerangka

penganggaran berbasis kinerja

atau Performance Based Budget,

pencapaian target penyerapan ang­

garan bukan merupakan indikator

kinerja (performance indicator).

Pemerintah menetapkan lang­

kah kebijakan untuk percepatan pe­

nyerapan anggaran yaitu memberikan

fleksibilitas atau kewenangan yang

lebih luas kepada kuasa pengguna

anggaran (KPA) dalam melakukan

revisi anggaran. Juga meningkatkan

so sialisasi agar tidak terjadi pem­

blokiran, menyusun Pedoman dalam

Pe ngajuan Ijin Kontrak Tahun Jamak

oleh Menteri Keuangan kepada ke­

menterian/lembaga, dan melakukan

revisi/penyempurnaan terhadap Per­

aturan yang berpotensi menghambat

pencairan anggaran.

Anggaran Pendapatan dan Be­

lanja Negara, atau disingkat APBN,

adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan negara Indonesia yang

disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat. Secara sederhana, struktur

APBN dapat ditunjukkan sebagai

Penerimaan Dalam Negeri. Anggaran

Berbasis Kinerja (ABK) ini diharapkan

penggunaan anggaran negara akan

Penganggaran merupakan rencana

keuangan yang secara sistematis menunjukan

alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya.

Berbagai variasi dalam sistem penganggaran

pemerintah dikembangkan untuk

melayani ber bagai tujuan termasuk

pengendaalian keuangan, rencana

manajemen, prioritas dan penggunaan

dana, serta pertanggungjawaban

kepada publik.

lebih terarah, terukur, dan dapat

dipertanggungjawabkan sehingga

fungsi pemerintahan dalam memberi­

kan pelayanan kepada publik dapat

me ngacu prinsip­prinsip Good Gover-

nance.

Apabila pengalokasian

anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang

dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan

strategis.

foto : Shutterstock.com

Page 7: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

12 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 13

Ketersediaan anggaran sebuah

negara mutlak dibutuhkan

dalam menentukan perumu­

san/perencanaan kebijakan pemerin­

tahan dalam periode tahun berjalan,

atau kata lain, Anggaran juga mempu­

nyai pengertian sebagai pernyataan

mengenai estimasi kinerja yang hen­

dak dicapai selama periode waktu ter­

tentu yang dinyatakan dalam ukuran

financial. Di Indonesia dikenal dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), yang merupakan ren­

cana keuangan tahunan pemerintahan

negara yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dan Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

yang merupakan rencana keuangan

tahunan pemerintahan daerah yang

disetujui oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah. Oleh sebab itu, semua

penerimaan yang menjadi hak dan

pengeluaran yang menjadi kewajiban

negara dalam tahun anggaran yang

bersangkutan harus dimasukkan

Disparitas Anggaran antar Kementerian/Lembaga (K/L)

OLEH : NICO ANDRIONOAUDITOR PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI

MENGUAK TABIR ANGGARAN

dalam APBN dan juga semua peneri­

maan yang menjadi hak dan pengelu­

aran yang menjadi kewajiban daerah

dalam tahun anggaran dimasukkan

dalam APBD.

Kewajiban negara untuk me­

nyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar

tagihan pihak ketiga, penerimaan

negara, pengeluaran negara, peneri­

maan daerah, pengeluaran daerah,

kekayaan negara/kekayaan daerah

yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, surat berharga, piu­

tang, barang, serta hak­hak lain yang

dapat dinilai dengan uang. Termasuk

kekayaan yang dipisahkan pada peru­

sahaan negara/ perusahaan daerah;

kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh

pemerintah dalam rangka penyeleng­

garaan tugas pemerintahan dan/atau

kepentingan umum.

Pertanggung jawaban keuangan

negara sesuai amanat UU yang tere­

jawantahkan dalam APBN/APBD harus

dikelola secara tertib, taat pada per­

aturan perundang-undangan, efisien,

ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memper­

hatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Dalam konteks Kementerian/Lembaga

(K/L), kekuasaan pengelola keuangan

negara dikuasakan kepada Menteri/

Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang kement­

erian negara/lembaga yang dipimpin­

nya. pada hakekatnya adalah sebagai

Chief Operational Officer (COO) untuk

suatu bidang tertentu pemerintahan.

Adapun konteks pemerintahan

daerah, kekuasaan keuangan negara

dikuasakan/ diserahkan kepada

gubernur/bupati/walikota selaku

kepala pemerintahan daerah untuk

mengelola keuangan daerah dan

mewakili pemerintah daerah dalam

kepemilikan kekayaan daerah yang

dipisahkan. Hal itu sesuai dengan asas

desentralisasi dalam penyelengga­

raan pemerintahan negara sebagian

kekuasaan Presiden tersebut juga

diserahkan kepada Gubernur/Bupati/

Walikota selaku pengelola keuangan

daerah.

APBN merupakan keuangan ne­

gara, maka sesuai dengan asas akun­

tabilitas yang berorientasi pada hasil

dalam pengelolaan keuangan negara,

setiap K/L wajib menyusun laporan

pertanggungjawaban realisasi ang­

garan belanja masing­masing. Tujuan

pertanggungjawaban realisasi ang­

garan belanja ini dimaksudkan untuk

memberikan informasi akuntabel dan

transparan sesuai Sistem Akuntansi

Keuangan (SAK) merupakan bagian

dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)

yang digunakan oleh Kementerian

Negara/Lembaga untuk memproses

transaksi anggaran dan realisasinya,

sehingga menghasilkan Laporan

Keuangan. Pedoman teknis atas per­

tanggungjawaban keuangan negara

ini tertuang pada PMK Nomor. 171/

PMK 05/2007 tentang Sistem Akun­

tansi dan Pelaporan Keuangan Pemer­

intah Pusat dan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008

tentang Tata Cara Penatausahaan

dan Penyusunan Laporan Pertang­

gungjawaban Bendahara Kementerian

Negara/ Lembaga/ Kantor/ Satuan

Kerja dan Peraturan Direktur Jenderal

Perbendaharaan Nomor PER­47/

PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksa­

naan Penatausahaan dan Penyusunan

Laporan Pertanggungjawaban Benda­

hara Kementerian Negara/ Lembaga/

Kantor/ Satuan Kerja).

Laporan pertanggungjawaban

atas realisasi anggaran yang berse­

mber pada keuangan negara juga

berguna dalam memprediksi sumber

daya ekonomi yang akan diterima

untuk mendanai kegiatan pemerintah

dalam periode mendatang dengan

cara menyajikan informasi kepada

para pengguna laporan tentang indi­

kasi perolehan dan penggunaan sum­

ber daya ekonomi.

Pagu alokasi anggaran tersebut

seolah terjadi disparitas antar K/L

dengan besaran berbeda­beda. Kare­

na adanya beberapa program yang

membutuhkan pagu anggaran besar

untuk segera direalisasikan di tahun

2016. Seperti pada Kementerian Pe­

kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

yang memperoleh alokasi anggaran

terbesar pada RAPBN 2016 (Rp103,81

triliun) adalah dengan melaksanakan

Pertanggungjawaban keuangan negara

sesuai amanat UU yang terejawantahkan dalam

APBN/APBD harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

“Foto : Istockphoto.com | Olah foto : Basuki Rahmat

Page 8: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

14 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 15

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

program­program antara lain: (1) Pro­

gram Penyelenggaraan Jalan; (2) Pro­

gram Pengelolaan Sumber Daya Air;

(3) Program Pembinaan dan Pengem­

bangan Infrastruktur Permukiman; (4)

Program Pengembangan Perumahan.

Begitu juga pada Kementerian

Pertahanan dengan pagu anggaran

RAPBN 2016 sebesar Rp95,91 triliun

untuk melaksanakan berbagai pro­

gram, antara lain: (1) Program Mo­

dernisasi Alutsista dan Non­Alutsista

Matra Darat; (2) Program Modernisasi

Alutsista dan Non­Alutsista serta

Pengembangan Fasilitas dan Sarpras

Pertahanan Negara Matra Laut; (3)

Program Modernisasi Alutsista dan

Non­Alutsista serta Pengembangan

Fasilitas dan Sarpras Pertahanan

Negara Matra Udara; (4) Program

Modernisasi Alutsista/Non­Alutsista/

Sarpras Integratif.

Disparitas pagu anggaran antar

K/L tersebut dikarenakan adanya

program kerja Kementerian/Lembaga

yang berbeda satu sama lainnya ses­

uai komitmen dan kebijakan pemerin­

tah untuk merealisasikannya di tahun

2016 dengan indikator kinerja output

dan outcome yang telah ditentukan

dan terukur. Hal ini akan lebih men­

dorong pemerataan pembangunan

masyarakat dan bangsa di bidang

ekonomi, politik, sosial, budaya dan

pertahanan sesuai prinsip nawa cita

era pemerintahan sekarang. Oleh

karena itu, semua Kementerian/Lem­

baga diwajibkan untuk menyusun per­

encanaan program pembangunan dan

anggaran secara lebih efektif dengan

berbasis kinerja. Selain itu, untuk

mendorong percepatan pertumbuhan

ekonomi masyarakat dengan cara

mempercepat pembangunan infra­

struktur dan juga peningkatan konek­

tivitas nasional serta realokasi belanja

ke sektor­sektor produktif. Hal ini

diharapkan mampu menggerakkan

perekonomian nasional, menjaga daya

beli masyarakat, dan mengendalikan

laju inflasi.

ITJEN Kembangkan Perpustakaan Digital

Perpustakaan adalah salah satu penyedia dan pen-

yalur informasi yang fungsi dan peranannya sangat dibutuhkan oleh seluruh pegawai Itjen, lebih khusus untuk para auditor guna mengembangkan kompetensinya melalui membaca. Oleh sebab itu Perpustakaan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang berada di bawah Sub Bagian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan harus melakukan inovasi dalam memenuhi kebutuhan penyediaan buku yg memadai. Untuk itu Itjen melalui Sub Bagian Hukum dan Peraturan Perundang- undangan mencoba untuk membuat sebuah perpustakaan online, agar mem-permudah akses seluruh karyawan untuk memperoleh bacaan.

Hal ini diungkapkan oleh Ka-subbag Hukum dan Peraturan Perundang-undangan, Mardani Rifianto pada laporan pelaksanaan rapat Peningkatan Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web secara online pada hari Kamis s.d. Jum’at, 4 s.d. 5 Februari 2016 Hadir dalam

rapat tersebut para pejabat eselon IV serta pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama.

Mardani menyampaikan bahwa Per-pustakaan online ini dapat digunakan oleh semua pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang ingin mencari informasi buku yang terdapat di Perpustakaan Itjen. Perpustakaan online ini akan menye-diakan informasi tentang judul buku beserta resume dan ketersediaan buku di perpustakaan. Di samping itu, seluruh pegawai dapat mengakses ini kapan pun dan di mana pun melalui alamat website http://portalitjen.kemenag.go.id/sim-pus/”. Ke depan, perpustakaan Inspe-ktorat Jenderal Kementerian Agama juga akan menyediakan buku dalam bentuk digital (e-Book), ungkap Kasubbag Kum-dang itu melanjutkan.

Hilmi Muhammadiyah, selaku Sekretaris Itjen, dalam arahannya menyampaikan dukungan dan apresiasi atas terobosan ini. Harapan beliau, dengan meningkat-nya minat baca akan berpengaruh signifi-kan terhadap kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, ujarnya.

sumber: itjen.kemenag.go.id

“SIAPA TAKUT !”OLEH : LUDFI ANJAYANIAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV

AWAL TAHUN SERAPAN TINGGI

Lemahnya perencanaan akan berakibat pada sulitnya realisasi pengadaan barang atau jasa sedangkan waktu

serapan sudah semakin sempit. Pada akhirnya,

pengadaan yang tereksekusi malah jauh dari kebutuhan

terkesan asal-asalan.

Kilas

Page 9: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

16 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 17

Rendahnya serapan anggaran

belanja, tidak hanya menjadi

permasalahan di tingkat na­

sional, tetapi juga melanda berbagai

instansi yang ada di daerah. Ada ber­

macam penyebab yang menimbulkan

seretnya serapan anggaran di daerah,

mulai dari “ketakutan” aparat pe­

ngelola anggaran di tingkat instansi,

lambatnya proses tender, lambatnya

pengesahan dokumen pelaksanaan

anggaran, kurangnya SDM yang ber­

sertifikat,  lemahnya perencanaan

awal, kelemahan dalam sistem pen­

gendalian intern di bidang pengadaan

barang dan jasa, serta lambatnya

penerbitan juklak dan juknis pelaksa­

naan kegiatan yang didanai DAK (Swa-

mandiri.wordpress.com).

Sebagai contoh, menurut

Laporan Kinerja Program/Kegiatan

Organisasi Perangkat Daerah Tahun

Anggaran 2010 Triwulan III, realisasi

serapan APBD Tingkat I pada Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat

sampai dengan akhir September

2010 baru mencapai 13,51%. Se­

buah angka yang tergolong rendah.

APBD Tingkat I tahun 2010 yang

dialokasikan untuk Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Barat adalah sebesar

Rp541.598.573.220,00. Dari jumlah

tersebut, per 30 September 2010

baru terserap Rp73.189.817.114,00

atau 13,51% (Swamandiri.wordpress.

com). Jika dibandingkan dengan in­

stansi lain di lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendi­

dikan menempati urutan terbawah

dalam hal serapan APBD Provinsi

per akhir September 2010. Menurut

Prof. Wahyudin Zarkasyi menyatakan,

penyebab utama lemahnya serapan

anggaran di awal tahun ialah masih

adanya rasa khawatir dari para peng­

guna anggaran di instansinya. Aturan

pencairan dana APBD yang dianggap­

nya berbelit dan melalui proses pan­

jang, juga turut menyumbang “seret­

nya” serapan anggaran (Swamandiri.

wordpress.com).

Untuk menyalurkan dana

biaya operasional sekolah, prosesnya

harus terlebih dahulu menyusun pe­

raturan gubernur (Pergub) untuk se­

tiap kegiatan, hal ini dinilai terlalu ru­

mit sehingga kebutuhan yang sifatnya

urgent akan sulit untuk dipenuhi. Bila

terus seperti ini maka akan berdam­

pak pada sulit berkembangnya suatu

capaian kinerja. Untuk mengatasi ken­

dala tersebut, diharapkan adanya ke­

seragaman dari semua pihak, teruta­

ma dari aparat penegak hukum, dalam

menyikapi permasalahan yang ada

dalam setiap pelaksanaan kegiatan di

lingkungan Dinas Pendidikan. Untuk

menyamakan persepsi, sebaiknya,

sebelum suatu kegiatan dilaksanakan

perlu dilakukan pertemuan antara

pihak pelaksana kegiatan dengan

aparat penegak hukum dan aparat

pengawasan, seperti Kepolisian, Ke­

jaksaan, BPK dan BPKP.

Sebagai contoh, di Provinsi

Jawa Barat, agar serapan anggaran

belanja meningkat, Pemprov Jawa

Barat melakukan evaluasi bulanan

khususnya yang terkait serapan ang­

garan di seluruh unit kerja. Hasil

evaluasi dibuat ranking dan setiap

bulan disebarkan ke seluruh unit kerja

perangkat daerah (UPD). Jadi apabila

SPJ belum dibuat pada tanggal 10

bulan berikutnya, maka kinerja Kepala

UPD beserta jajarannya dievaluasi dan

dicatat. Ini merupakan salah satu cara

untuk mendisiplinkan seluruh UPD

dalam membuat dan menyerahkan

SPJ secara teratur (Swamandiri.word-

press.com).

Salah satu yang yang turut me­

nyumbang “macetnya” serapan ang­

garan, khususnya di awal tahun adalah

lemahnya perencanaan. Lemahnya

perencanaan akan berakibat pada

sulitnya realisasi pengadaan barang

atau jasa sedangkan waktu serapan

sudah semakin sempit. Pada akhirnya,

pengadaan yang tereksekusi malah

jauh dari kebutuhan terkesan asal­

asalan.

Selain faktor di atas, adanya

faktor berikut juga menjadikan pe­

nyerapan anggaran khususnya di awal

tahun menjadi terhambat:

1. Proses tender yang lambat,

2. Terlambatnya pengesahan

Dokumen Pelaksanaan Ang­

garan (DPA) SKPD

3. Kualitas SDM yang kurang,

4. Kurangnya pembinaan dari

pemerintah pusat.

5. Sulitnya mencari pegawai

yang bersedia ditunjuk seb­

agai Pejabat Pembuat Komit­

men (PPK);

6. Tidak banyak pegawai yang

mempunyai sertifikat pelati­

han pengadaan barang dan

jasa;

7. Lambatnya pengesahan DPA,

terutama petunjuk pelaksa­

naan (juklak) dan petunjuk

teknis (juknis) dari pusat.

Soal ketakutan penyerapan ang­

garan karena bisa bermasalah secara

hukum dapat diatasi dengan Perpres

soal Percepatan Anggaran yaitu

perpres nomor 4 tahun 2015. Lewat

aturan ini, akan kendala­kendala tek­

nis yang berkaitan dengan pengadaan

akan lebih dijelaskan secara spesifik.

Hal ini akan berakibat eksekusi pe­

ngadaan barang dan jasa bisa lebih

mudah, cepat, dan efisien. Selain dari

pada itu, dalam perpres ini dipisahkan

antara tindak pidana dan kesalahan

administrasi. Jadi tidak ada alasan

lagi penyerapan anggaran berjalan

lambat karena takut ada persoalan

hukum di kemudian hari. Kemudian ti­

dak adanya lagi “pembintangan” pada

proses penurunan anggaran di DPR,

maka hal ini tentunya bisa memper­

lancar turunnya anggaran, dan semua

K/L/D/I seharusnya bisa mempercepat

penyerapan mulai di awal tahun, de­

ngan tetap memperhatikan regulasi

yang berlaku.

Dengan demikian dapat di­

katakan pemerintah pada dasarnya

telah mendorong percepatan serapan

anggaran sedemikian rupa. Namun,

yang menjadi kendala adalah keti­

dakpahaman penguna anggaran akan

regulasi, dan ketakutan berlebih ke­

tika akan menggunakan anggaran itu.

Hal ini jika tidak disadari dan diatasi

akan mengakibatkan pembangunan

menjadi terhambat. Oleh sebab itu,

serapan anggaran tinggi di awal tahun

harusnya menjadi kebiasaan baik, jika

terselenggara dengan baik pula.

Realisasi penyerapan anggaran Kementerian Agama Tahun anggaran 2015, sebagaimana dilansir portal kemenag.go.id, menempati posisi ketiga dari 10 kementerian/lembaga dengan anggaran terbesar. Penyerapan anggaran Kemenag Tahun 2015, mencapai 86,34 %. Hal ini di atas nilai rata-rata nasional, yaitu 86,23 %. Menag berharap, nilai B di atas tidak hanya dipertahankan, namun juga ditingkatkan. Menurutnya, prestasi yang telah dicapai harus menjadi vitamin dan spirit untuk terus menjadi lebih baik dan mampu mendorong layanan publik yang memuaskan, cepat, dan bebas korupsi.

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

foto:kemenag.go.id

PerlunyaRUU Perlindungan Umat Beragama

Kementerian Agama sedang menyusun Rancangan

Undang-Undang (RUU) Perlindun-gan Umat Beragama (PUB). Kepala Badan Litbang dan Diklat Abd. Rah-man Mas’ud menegaskan bahwa RUU PUB diperlukan karena PBM dan SKB dipandang perlu pengua-tan status.

“Alasan konstitusional perlunya RUU PUB adalah dalam Preambule UUD 1945 untuk melindungi sege-nap bangsa Indonesia dan Pasal 29 (2) jaminan kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Selain itu untuk men-jawab kondisi factual kasus-kasus pendirian rumah ibadat yang masih terjadi,” tegas Mas’ud pada Bahtsul Masail tentang Legislasi Perlindu-ngan Umat Beragama” yang dise-lenggarakan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama di Kantor PBNU Lt. 5, Jakarta, Senin (29/02). Hal yang sama sebelumnya juga ditegaskan oleh Rois Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin yang juga menjadi narasumber dalam bahtsul

masail tersebut.

Menurut Mas’ud, Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler, tapi “negara agamis”. Agama dan negara mempunyai relasi sim-biotik yang saling membutuhkan. Pengaturan negara atas ihwal agama semata dalam forum eksternuum dalam kerangka bagaimana negara hadir mengelola keberbagaian agama dan permasalahan sekitarnya.

Kabalitbang Diklat menambahkan, beberapa isu krusial yang menge-muka dalam RUU PUB yakni definisi “agama”, penodaan agama – otori-tas yang memutuskan, dan majelis agama. Mas’ud mengapresiasi PBNU melalui LBM yang secara khusus membahas PUB dan berharap Bahtsul Masail ini membahas dan dapat mem-berikan rekomendasi terkait ketiga isu pokok tersebut.

“Draft RUU PUB dan Naskah Akademik masih dalam proses perumusan dan perbaikan. Masukan banyak pihak seperti Bahtsul Masail ini akan sangat bermanfaat dalam proses legislasi UU ini,” terangnya.

Paradigma mengatur dan mengontrol lebih dominan

dalam perbincangan RUU PUB yang diproyeksikan sebagai alat mengintegrasi dan perekayasa sosial. Dengan demikian, RUU

PUB memang diproyeksikan untuk mengintegrasikan, mengontrol, dan merekayasa masyarakat.

Hal itu tak bisa dilepaskan dari kepentingan orang atau kelompok

yang memegang kekuasaan.

sumber: kemenag.go.id

foto:kemenag.go.id

Kilas

Page 10: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

18 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 19

F KUS UTAMA F KUS UTAMAPetaka Penyusupan Anggaran Petaka Penyusupan Anggaran

Salah satu problematika penyu­

supan anggaran yang sulit terdi­

teksi ialah melakukan tindak

korupsi atas nama efisiensi. Landasan

hukum, penyusunan anggaran didasa­

ri oleh Pasal 23 UUD 1945 Amande­

men Ke empat, Undang­undang No­

mor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, Undang­undang Nomor 17

Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD,

dan DPD, di antaranya berbunyi seb­

agai berikut:

1. Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) sebagai

wujud dari pengelolaan keuan­

gan Negara ditetapkan setiap

tahun dengan Undang­undang

dan dilaksanakan secara ter­

buka dan bertanggung jawab

untuk sebesar­besarnya ke­

makmuran rakyat;

2. Rancangan Undang­undang

(RUU) APBN diajukan oleh

Presiden untuk dibahas bersa­

ma Dewan Perwakilan Rakyat

dengan memperhatikan De­

wan Perwakilan Daerah;

3. APBN disusun dengan berpe­

doman kepada :

a. Rencana Kerja Pemerintah

(RKP);

b. Kerangka Ekonomi Makro

dan Pokok­pokok kebi­

jakan fiskal;

Penyusunan anggaran kita harus

memperhatikan 2 (dua) unsur pen­

ting, yaitu yang berkaitan dengan

biaya variabel (variable cost) serta

yang berkaitan dengan biaya tetap

(fixed costs). Biaya variabel adalah

biaya yang digunakan untuk melak­

sanakan suatu proyek atau aktivitas,

sedangkan biaya tetap merupakan

biaya rutin, yaitu biaya yang selalu

dikeluarkan setiap bulan. Kemudian

dalam penyusunan anggaran perlu

merujuk ke beberapa faktor yang

menjadi dasar penyusunan anggaran,

yaitu : Pertama, berdasarkan total

income or founds available to the

enterprise (keuntungan keseluruhan

atau dana yang tersedia bagi peru­

PENYUSUPAN ANGGARAN

& LEMAHNYA PENGAWASAN

OLEH : KELIK NUGROHOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH I

sahaan). Kedua, competitve necessity

(kebutuhan persaingan). Ketiga, over-

all task or goal set for the organization

(tugas atau tujuan yang ditetapkan

perusahaan). Keempat, profit or suplus

over expense (sisa anggaran setelah

dikurangi pengeluaran).

Siswo Sujanto, pakar dalam bi­

dang keuangan Negara, berpendapat

bahwa perkembangan usaha para pa­

kar dalam menyusun Undang­undang

tentang pengelolaan keuangan Nega­

ra di Republik Indonesia, perdebatan

tentang cakupan/lingkup keuangan

Negara di Indonesia telah berlang­

sung sangat lama, yaitu beberapa saat

setelah Indonesia Indonesia merdeka

dengan dibentuknya Panitia Achmad

Natanegara pada tahun 1945 yang

bertugas menyusun RUU Keuangan

Republik Indonesia (UKRI). Bahkan,

ada suatu masa, diskusi para pakar hu­

kum dan administrasi keuangan pada

saat itu justru menghasilkan suatu

kesepakatan untuk tidak saling ber­

sepakat terhadap lingkup keuangan

Negara.

Saling ketidaksepakatan para pa­

kar dalam masalah lingkup keuangan

Negara dimaksud, di samping menun­

jukkan bukti betapa luasnya dimensi

keuangan Negara, juga beragamnya

aspek pendekatan keuangan Negara

sebagai suatu cabang keilmuan. Hal

ini sebenarnya sudah sangat lama dis­

adari oleh para ahli di Negara Eropa

tempat lahirnya keuangan Negara se­

bagai suatu ilmu. Para ahli keuangan

Negara Prancis bahkan mengatakan

bahwa Finance Publique est unce sci-

ence de carefour, artinya suatu ilmu

yang berada di persimpangan jalan.

Persimpangan antara lain ilmu­ilmu

politik, hukum, administrasi, eko­

nomi, aritmatik, statistik, dan lain

se bagainya. Oleh sebab itu, tidak

mengeherankan bila ketidakluasan

wawasan dalam memandang keuan­

gan Negara sebagai suatu ilmu akan

menyebabkan debat berkepanjangan

yang tidak menghasilkan suatu ke­

sepahaman.”

Makna harfiah dari korupsi,

yaitu kebusukan, keburukan, kebe­

jatan, ketidakjujuran, dapat disuap,

tidak bermoral, penyimpangan dari

kesucian (The Lexicon Webster Diction-

ary). Menurut perpspektif hukum,

definisi korupsi dijelaskan dalam Un­

dang­undang Nomor 31 Tahun 1999

jo Undang­undang Nomor 20 Tahun

Aspirasi masyarakat diharapkan dapat

mengawasi ke mana anggaran

itu digunakan. Pada “fitrahnya”

penggunaan anggaran harus

bertitik berat pada kemaslahatan

masyarakat.

ilustrasi : gettyimages.com

Ilustrasi : Istimewa

Page 11: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

20 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 21

F KUS UTAMA Petaka Penyusupan Anggaran

2001 merumuskan 30 bentuk/jenis

tindak pidana korupsi, yang dikelom­

pokkan sebagai kerugian keuangan

Negara, suap­menyuap, penggelapan

dalam jabatan, pemerasan, perbuatan

curang, benturan kepentingan dalam

pengadaan, dan garatifikasi. Sedang­

kan efisiensi menurut Rahardjo Adis­

asmita adalah komponen­komponen

input yang digunakan seperti waktu,

tenaga dan biaya dapat dihitung

penggunaanya dan tidak berdampak

pada pemborosan atau pengelu­

aran yang tidak berarti (Pengelolaan

Pendapatan dan Anggaran Daerah).

Korupsi atas nama efisiensi

adalah suatu perbuatan yang dapat

merugikan masyarakat, demi kepen­

tingan pribadi kemudian mengatasna­

makan kemaslahatan dan kesejahter­

aan masyarakat. Hal ini seperti diung­

kapkan oleh Dani Krisnawati sebagai

berikut : “Power tends to corrupt, and

absolute power corrupts absolutely.”

Kekuasaan cenderung untuk korupsi

dan kekuasaan yang absolut sudah

pasti korupsi. Korupsi di Indonesia

sudah merupakan “virus” yang dapat

menyebar cepat. “Didukung” oleh

sistem check and balances yang lemah,

maka tindak korupsi hampir sulit di­

hapuskan. Mengingat hal tersebut,

penyusunan anggaran seharusnya kini

lebih melibatkan peranan masyara­

kat. Aspirasi masyarakat diharapkan

dapat mengawasi ke mana anggaran

itu digunakan. Pada “fitrahnya” peng­

gunaan anggaran harus bertitik berat

pada kemaslahatan masyarakat. Hal

ini sejalan dengan Peraturan Peme­

rintah Nomor 1 Tahun 2001 tentang

Pedoman Penyusunan Tata Tertib

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

yang sudah beberapa kali mengalami

beberapa kali perubahan menjadi Pe­

raturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2010 tentang Pedoman Penyusunan

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Tentang Tata Tertib Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. Peranan

masyarakat termaktub pada Pasal 25

(e) PP 1/2001 “DPRD mempunyai ke­

wajiban: memperhatikan dan menya­

lurkan aspirasi, menerima keluhan dan

pengaduan masyarakat, serta men­

fasilitasi tindak lanjut penyelesaian.

Pada prinsipnya tugas anggota legisla­

tif terkait dengan aspirasi masyarakat

sangat berkaitan dengan pengawasan

di bidang anggaran. Hal ini dilakukan

agar tidak terjadi pe n yalahgunaan

penggunaan anggaran yang merugi­

kan masyarakat.

Power tends to corrupt,

and absolute power corrupts

absolutely.

foto: eddymesakh.com

PRESTASI KERJAPEGAWAI NEGERI SIPIL

PENILAIANSebagai Suatu Kebijakan Manajemen Aparatur Sipil Negara

OLEH : MARDANI RIFIANTOKASUBBAG HUKUM& PERUNDANG-UNDANGAN““

Ilustrasi : Istimewa

Page 12: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

22 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 23

Sejak era reformasi bergulir,

agenda reformasi birokrasi

menjadi program inti yang tidak

pernah berhenti dikumandangkan

dalam setiap penyusunan rencana

kerja pemerintah. Namun untuk

melakukan reformasi birokrasi, harus

dianalisa persoalan­persoalan dasar

yang menjadi permasalahan pada

birokrasi pemerintahan. Mengutip

hasil penelitian Miftah Thoha, ma­

salah yang berada di dalam birokrasi

pemerintah itu dibagi atas bagian:

1. Masalah­masalah kelembagaan

birokrasi yang menyangkut

organisasi lembaga birokrasi

pemerintah

2. Sistem yang digunakan untuk

menjalankan birokrasi pemerin­

tahan ini

3. Penataan manajemen sumber

daya manusia pelaku sistem dan

lembaga tersebut.

Melihat sumber daya manusia

sebagai pelaku dalam birokrasi,

maka program reformasi birokrasi

dibidang Aparatur Sipil Negara, me­

lalui kebijakan manajemen Aparatur

Sipil Negara merupakan agenda yang

harus dilakukan. “Dengan demikian

Undang­Undang Aparatur Sipil Negara

merupakan langkah terobosan menu­

ju reformasi birokrasi”.

Kebijakan Manajemen Aparatur

Sipil Negara (ASN) yang dilakukan

Badan Kepegawaian Negara didasar­

kan pada rencana transformasi penge­

lolaan ASN. Transformasi pengelolan

ASN dimulai pada Tahun 2000 melalui

pembentukan Birokrasi yang berlan­

daskan pada peraturan perundang­

undangan (Rule Based Bureaucracy),

dengan melakukan administrasi

kepegawaian secara baik. Kebijakan

ini berlanjut dengan pengelolaan ASN

melalui birokrasi yang berdasarkan

kinerja (Performance Base Bureau­

cracy), dengan melakukan pengem­

bangan manajemen Sumber Daya

Manusia (SDM). Target kebijakan ini

diharapkan dapat dicapai pada Tahun

2025 melalui terbentuknya pemerin­

tahan yang dinamis (Dynamic Gover-

nance), dengan melakukan pengem­

bangan potensi (human capital).

Salah satu kebijakan manajemen

ASN adalah mewujudkan sistem merit

dan manajemen ASN dengan ciri­ciri

adanya seleksi dan promosi secara

adil dan kompetitif, menerapkan

prinsip fairness dalam semua urusan

manajemen kepegawaian, melakukan

penggajian, reward and punishment

berbasis kinerja, standard integritas

dan perilaku untuk kepentingan pub­

lic, manajemen SDM secara efektif

dan efisien, melindungi pegawai

dari intervensi politik dan tindakan

semena­mena, serta adanya lembaga

independen yang menjaga pelaksa­

naan sistem merit.

Implementasi dari sistem merit

adalah memberikan penghargaan dan

mengenakan sanksi berdasarkan pada

kinerja. Skema manajemen penilaian

kinerja pegawai mendasarkan pada

penilaian yang obyektif, terukur, akun­

tabel, partisipasi, dan transparan.

Skema Manajemen Penilaian Kin­

erja Pegawai menurut Yulina Setiawa­

ti (Deputi Bidang Pembinaan Manaje­

men Kepegawaian KEMENPAN & RB)

Penilaian prestasi kerja diciptakan

Unsur-Unsur SKP Pelaksanaan Penilaian Keberatan

• Kegiatan tugas jabatan• Angka kredit• Target• Tugas tambahan• Kreatifitas

• Pejabat penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja

• PPK sebagai Pejabat Penilai atau Atasan Pejabat Penilaitertinggi

• PejabatPenilaiwajibmempertimbangkanmasukandaripejabatpenilaiyangsetingkat

• PenilaiandilakukanpadasetiapakhirbulanDesember

• Hasil penilaian disampaikan pada PNS yang bersangkutan

• PNS wajib menandatangani dan mengembalikan pada Pejabat Penilai paling lambat 14 hari kalender

• ApabilaPNSyangdinilaitidakmaumenandatangani maka hasil penilaian tersebut tetap dianggap sah

• Pejabat penilai menyampaikan pada atasan pejabat penilai paling lambat 14 hari kalender

• Hasil penilaian berlaku setelah mendapat pengesahan dari Atasan Pejabat penilai

• Keberatan atas hasil penilaian diajukan kepada Atasan Pejabat Penilai paling lambat 14 hari kalender

• Atasan Pejabat Penilai meminta penjelasan pada Pejabat penilai dan PNS yang keberatan

• Atasan Pejabat Penilai memutuskan dan menetapkan hasilpenilaiandanbersifatfinal

untuk mewujudkan pembinaan ASN

berdasarkan sistem prestasi kerja dan

sistem karir, apalagi penilaian pelaksa­

naan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

(PNS) sebagaimana diatur dalam Per­

aturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1979 tentang Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan PNS dirasa sudah tidak se­

suai lagi dengan semangat reformasi

birokrasi dan kebijakan manajemen

ASN. Berdasarkan pemahaman terse­

but, prestasi kerja dapat dijabarkan

sebagai suatu hasil kerja yang dicapai

oleh setiap pegawai sesuai dengan

sasaran kerja dan perilaku kerjanya,

dimana sasaran kerja merupakan

rencana kerja dan target yang akan

dicapai oleh seorang pegawai.

Dalam praktek dilapangan, proses

penilaian pelaksanaan pekerjaan

PNS yang lebih dikenal sebagai DP3,

tidak lagi dirasa optimal, dan menjadi

terkesan bersifat formalitas saja.

Penilaian DP3 PNS lebih berorientasi

pada penilaian kepribadian (personal-

ity) dan perilaku (behavior) terfokus

pada pembentukan karakter individu

dengan menggunakan kriteria behav-

ioural, belum terfokus pada kinerja,

peningkatan hasil, produktivitas (end

result) dan pengembangan peman­

faatan potensi.

Belajar dari kekurangan pada

proses penilaian pelaksanaan peker­

jaan PNS, metode Penilaian Prestasi

Kerja PNS menggabungkan anatar

penilaian Sasaran Kerja Pegawai dan

Perilaku Kerja. Terkait penilaian

sasaran kerja bagi setiap pegawai,

maka harus dibuat suatu rencana

kinerja (performance planning) oleh

setiap pegawai. Performance planning

should involve setting targets to each

employee. Melalui rencana kinerja,

pegawai yang bersangkutan diberi

keleluasaan untuk menyusun rencana

kerja dan target yang akan dicapainya.

That using individual targets is better

way to assess performance. Jika ia

mampu bekerja lebih optimal, maka

hasilnya juga lebih baik dan pencapa­

Penilaian DP3 PNS lebih berorientasi pada penilaian kepribadian

(personality) dan perilaku (behavior)

terfokus pada pembentukan karakter

individu dengan menggunakan kriteria

behavioural, belum terfokus pada kinerja,

peningkatan hasil, produktivitas (end result)

dan pengembangan pemanfaatan potensi.

ian angka kreditnya akan menjadi

lebih besar dibanding dengan PNS lain

yang memasang rencana kerja dan

target seadanya. Dari sini dapatlah

terlihat sisi penilaian yang memang

didasarkan pada penilaian berbasis

kinerja. SKP, sebagai pengganti PAK

dan Perilaku Kerja, sebagai pengganti

DP3 dihitung dengan prosentase 60%

banding 40%.

Terkait penilaian perilaku kerja,

apabila format DP3 hanya mengenai

8 (delapan) komponen penilaian,

maka dalam Penilaian Perilaku Kerja

meliputi 6 (enam) aspek, yaitu orien­

tasi pelayanan, integritas, komitmen,

disiplin, kerjasama, dan kepemimpi­

nan yang dinlai melalui pengamatan

oleh atasan pejabat PNS yang dinilai.

Ini berarti jika Sasaran Kerja lebih

bersifat kuantitatif, maka Penilaian

Page 13: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

24 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 25

Perilaku Kerja lebih bersifat kualitatif.

Dengan kata lain, penilaian prestasi

kerja seorang PNS memang semes­

tinya bersumber dari kewajiban­

kewajiban yang diembannya sesuai

peraturan yang berlaku. Rencana

kerja tahunan merupakan rencana

yang memuat kegiatan tahunan dan

target yang akan dicapai sebagai

penjabaran dari sasaran dan program

yang telah ditetapkan oleh instansi.

Salah satu penataan sistem dalam

rangka reformasi birokrasi adalah

menerapkan sistem penilaian kinerja.

Implementasi dari penataan sistem

reformasi birokrasi dibidang kepega­

waian adalah mewujudkan profe­

sionalisme PNS, yang salah satunya

adalah melakukan pengukuran kinerja

individu. Skemanya adalah sebagai

berikut :

Penilaian prestasi kerja pegawai

dilakukan dengan mengacu pada

prinsip­prinsip dasar yang jelas.

Prinsip objektif, berarti penilaian

harus esuai dengan keadaan yang

sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh

penilaian subjektif penilai. Prinsip

terukur, berarti penilaian dapat diukur

secara kualitatif dan kuantitatif.

Prinsip akuntabel, berarti seluruh

hasil penilaian harus dapat diper­

tanggungjawabkan kepada pejabat

yang berwenang. Prinsip partisipasi,

berarti seluruh proses penilaian meli­

batkan penilai dan yang dinilai. Se­

lanjutnya prinsip transparan, berarti

proses dan hasil penilaian bersifat

terbuka. Berdasarkan prinsip­prinsip

yang mendasarinya, penilaian prestasi

kerja pegawai merupakan implemen­

tasi manajemen kinerja (performance

“Salah satu penataan sistem dalam rangka reformasi

birokrasi adalah menerapkan sistem penilaian kinerja.

Implementasi dari penataan sistem reformasi birokrasi

dibidang kepegawaian adalah mewujudkan profesionalisme PNS

management). Pada akhirnya refor­

masi bidang kepegawain, yang salah

satu impelemtasinya adalah Penilaian

Prestasi Kerja Pegawai, dimaksudkan

untuk membentuk ASN yang profe­

ssional dan berkinerja, sehingga dapat

mewujudkan birokrasi yang bersih,

kompeten, sejahtera, dan melayani.

IMPLEMENTASI

DI INDONESIA

REFORMASIBIROKRASI

OLEH : AGUS SUSANTOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV

Persoalan muncul, manakala birokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera dan pengatur keselarasan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi tidak menjalani peran pelayanan, melainkan justru

menjadi beban bagi masyarakat.

Page 14: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

26 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 27

Penelusuran jejak birokrasi di

Indonesia dapat memberikan

arah orientasi birokrasi dalam

pelayanan publik. Perjalanan sejarah

dapat dimulai dari jaman kerajaan,

masa kolonoial dan kemudian masa

kemerdekaan. Menyimak situasi dan

kondisi birokrasi di Indonesia masa

kini, untuk membuat proyeksi ke

masa depan, kita dapat melakukankan

secara tepat kalau kita mengenali

sejarahnya. Potret yang menelusuri je­

jak­jejak sejarah tersebut akan dapat

memberikan gambaran mengapa

struktur, postur dan kultur birokrasi

menjadi seperti sekarang ini.

Kondisi Birokrasi Negara Kesatu­

an Republik Indonesia (NKRI) memiliki

akar­akar sejarah yang merentang

jauh ke masa lalu, pada jaman kera­

jaan­kerajaan di Nusantara. Tentu saja

pada saat itu belum dikenal birokrasi

pemerintahan sebagaimana yang ada

setelah NKRI menginjak abad ke­21.

Selaras dengan jamannya, birokrasi

kerajaan masih relatif “sederhana”

dibandingkan birokrasi kontemporer

masa kini. Karenanya penglihatan ter­

hadap masa lampau harus ditempat­

kan pada konteks jamannya.

Apa yang disebut Nusantara

lebih luas dari penamaan wilayah yang

sekarang berada di wilayah hukum

pemerintahan Republik Indonesia.

Periode Nusantara adalah kehidupan

seluruh masyarakat di kawasan yang

sekarang disebut Asia Tenggara. Ber­

bagai studi akademik menunjukkan,

karakter­karakter masyarakat lama di

Asia Tenggara mirip satu sama lain,

sehingga karakter umum birokrasi

yang dibahas berikut ini didapati di

semua masyarakat yang berdomisili di

Asia Tenggara.

Mesin pemerintahan kerajaan­

kerajaan Nusantara berjalan sesuai

dengan karakter utama tata negara

(statecrft) pada masa itu. Prinsip

kedaulatan kerajaan adalah lebih

berdasarkan pada jumlah penduduk

(cacah jiwa) dan bukan semata­mata penguasaan

tertitorial, sebagaimana ditegaskan oleh per­

janjian Westphalia 1648 yang menjadi dasar dan

tonggak negara­negara modern. Karenanya stati­

tik kependudukan di kerajaan Nusantara banyak

yang dicatat secara cermat, tetapi batas­batas

kekuasaan tertitorial suatu kerajaan pada umum­

nya kurang jelas.

Birokrasi kerajaan­kerajaan Nusantara diba­

ngun sepenuhnya atas prinsip­prinsip kekera­

batan yang bersifat patron klien (patron client).

Raja menjadi “Bapak Negeri” dengan kewenangan

politik dan administrasi yang didelegasikan ke

struktur hirarkhi pemerintahan. Dalam kontek

hubungan ini, Raja menjadi patron dan birokrat

menjadi klien. Tetapi infrastruktur birokrasi pada

gilirannya adalah patron bagi klien mereka, yaitu

masyarakat umum.

Birokrasi merupakan representasi negara.

Karena itu kekuasaan dan kekuatannya besar

sekali, menyentuh hampir setiap sudut kehidu­

pan sehari­hari warganegaranya. Kebijakan yang

dibuat oleh Birokrat sangat mempengaruhi sendi­

sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, bahkan merasuk hingga ke atas tem­

pat tidur warganegaranya. Misalnya, aturan me­

ngenai keluarga berencana (KB) identik dengan

mengatur hubungan suami isteri di tempat tidur,

atau di tempat lain.

Warga yang hidup di suatu negara harus

mau menerima kebijakan yang telah dibuat oleh

birokrasi, baik karena terpaksa maupun sukarela.

Dengan kekuasaan dan kekuatan seperti itu, bi­

rokrasi menjadi mesin pemerintah yang berada di

garis terdepan dalam hubungannya antara negara

dan rakyatnya. Karena negara seharusnya ber­

tujuan menyejahterakan rakyat, maka birokrasi

pun seharusnya juga menjadi mesin peningkatan

kesejahteraan rakyat. Peran ini dilakukan melalui

tugas­tugas pelayanan publik.

Persoalan pertama muncul, manakala bi­

rokrasi tidak mampu menjadi mesin penyejahtera

dan pengatur keselarasan kehidupan bermasyara­

kat, berbangsa dan bernegara. Atau birokrasi

tidak menjalani peran pelayanan, melainkan

justru menjadi beban bagi masyarakat. Birokrasi

tidak mampu melayani, tetapi minta dilayani oleh

warganegara.

Yang lebih buruk lagi, manakala birokrasi

menjadi mesin politik dan alat dari suatu rejim

politik atau ekonomi, sehingga menjadi represif.

Persoalan ini jauh sebelumnya diungkap oleh

Mosca dan Burnham, bahwa kebanyakan ma­

syarakat birokratik lebih sebagai masyarakat yang

diperintah oleh birokrasi, ketimbang sebagai ma­

syarakat yang telah berubah menjadi birokrasi itu

sendiri.

Birokrasi sebagai suatu organisasi yang

tidak dapat memperbaiki tingkah lakunya den­

gan cara belajar dari kesalahannya, terbukti dari

bagaimana peraturan­peraturan organisasi dapat

digunakan oleh para individu di dalamnya demi

kepentingannya mereka sendiri, sehingga ber­

bagai interest yang berbeda­beda itu berusaha

mempertahankan posisinya. Akibatnya muncul

kekakuan dan kejumudan dalam organisasi.

ilustrasi : Helder Oliviera

Kebanyakan masyarakat birokratik lebih sebagai

masyarakat yang diperintah oleh birokrasi,

ketimbang sebagai masyarakat yang telah

berubah menjadi birokrasi itu sendiri.

ilust

rasi

: Hel

der O

livie

ra

Page 15: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

28 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 29

Birokrasi melambangkan ba­

nyaknya ketidak sempurnaan dalam

struktur dan pemfungsian organisasi­

organisasi besar. Gejala­gejala bi­

rokrasi meliputi antara lain, terlalu

percaya pada presiden, inisiatif yang

kurang, penundaan(lamban dalam

segala urusan), formulir berserakan

(terlalu banyak formalitas), duplikasi

usaha dan departementalisme.

Seharusnya, di dalam praktek

dan secara lebih spesifik, peran bi­

rokrasi sebagai pengatur keselarasan

dapat diwujudkan dalam pembangu­

nan kesepakatan (consensus building),

yaitu pemufakatan antara negara,

sektor swasta dan masyarakat. Ke­

tiga pihak ini merupakan pemangku

kepentingan (stakeholders) utama

dalam proses kemajuan suatu bangsa.

Keseimbangan peran ketiganya meru­

pakan pendorong gerak masyarakat

ke depan.

Peran tersebut harus dijalankan

oleh birokrasi karena fungsinya

sebagai agent perubahan dan pem­

baharuan, serta sebagai fasilitator

pembangunan. Sebagai agent pe­

rubahan, birokrasi tidak boleh ber­

henti mengambil inisiatif perubahan

melalui pengambilan keputusan atau

kebijakan berdasarkan kewenangan

negara yang dimilikinya. Disinilah

muncul persoalan kedua, yaitu jika

birokrasi lamban, mampet dan tidak

inovatif.

Sebagai fasilitator, bi­

rokrasi harus dapat memfasilitasi

kepentingan­kepentingan yang mun­

cul dari masyarakat, sektor swasta,

maupun kepentingan negara. Dalam

paradigma lama mengenai kenegara­

an (statecraft), birokrasi adalah satu­

satunya aktor negara, sehingga semua

peran dijalaninya. Tetapi kompleksitas

akibat perkembangan negara modern

semakin mendorong diberikannya

peran­peran di luar birokrasi, misalnya

sektor swasta.

Dalam rangka optimalisasi

peran birokrasi yang demikian, maka

kebijakan birokratisasi, regulasi, dan

sentralisasi, serta sebaliknya, yaitu

debirokratisasi, deregulasi dan de­

sentralisasi harus selalu dilakukan

dan pelaksanaannya dikawal oleh

publik, mengingat bahwa peningkatan

pelayanan kepada masyarakat juga

harus terus­menerus ditingkatkan dan

diusahakan.

Untuk melihat proses­proses itu,

telaah atas birokrasi kontemporer,

khususnya di Indonesia, dan perkem­

bangannya pada masa depan secara

sederhana dapat dipilih berdasarkan

tiga wilayah (domain), yaitu postur,

struktur dan kultur. Di atas lanskap

permasalahan birokrasi inilah harus

dipetakan petunjuk arah supaya dapat

dicari alternatif­alternatif solusi bagi

berbagai persoalan masa kini maupun

masa mendatang. Ketiganya dapat di­

kaji dengan, pertama­tama, pemetaan

masalah yang diruntut melalui sejarah

birokrasi di Indonesia. Sejarah mem­

berikan latar demensi waktu (longi-

tudinal), sehingga dapat dipe roleh

perspektif perubahan­perubahan

yang telah berlangsung. Sejarah juga

memberi penjelasan kausalitas menu­

ruti alur peristiwa dan waktu.

Reformasi Birokrasi dapat diren­

canakan dan diancangkan ke depan.

Paradigma yang dianut artikikel ini

adalah bahwa reformasi birokrasi

seperti itu merupakan suatu kenisca­

yaan. Sesuatu yang tidak dapat, dan

tidak boleh ditolak, karena hakekat

penyelenggaraan pemerintahan yang

baik (good governance) terletak pada

fungsi pelayanan publik yang diemban

oleh birokrasi.

Dalam satu perspektif, kete­

ladanan kepemimpinan di dalam

pelaksanaan reformasi birokrasi,

merupakan salah satu variabel

penting. Keberadaan keteladanan

kepemimpinan menjadi faktor yang

menentukan di dalam proses refor­

masi birokrasi. Tanpa keteladanan

kepemimpinan, tidak akan mungkin

reformasi birokrasi akan dapat dica­

pai. Kepemimpinan merupakan aspek

yang sangat mendasar, jika diruntut

setiap organisasi mesti didalamnya

ada kegiatan menejerial yang dipasti­

kan di dalamnya terdapat kepemimpi­

nan dan setiap kepemimpinan pasti

terdapat human relations.

Ujung dari proses Reformasi Bi­

rokrasi adalah mesin pelayanan publik

yang efisien, efektif, dan akuntabel.

Rejim­rejim politik dan ekonomi

boleh­ bahkan harus berganti­ganti

sesuai dengan perkembangan dan pe­

rubahan jaman, tetapi mesin birokrasi

pemerintahan harus tetap bekerja

menurut prinsip­prinsip pelayanan

publik sebagaimana seharusnya. Bi­

rokrasi Indonesia masa depan adalah

birokrasi yang melayani publik, bukan

melayani orang perorang atau seke­

lompok orang, dan bukan birokrasi

yang dilayani oleh publik. Bahkan

birokrasi tidak boleh melayani suatu

rejim politik. Dalam konteks yang

lebih luas, birokrasi adalah represen­

tasi pemerintahan , dan pemerintahan

adalah representasi dari birokrasi.

Oleh karenanya, reformasi birokrasi

tidak berhenti pada suatu titik dimana

birokrasi dapat menjadi publik service

yang handal. Pada tahap lebih lanjut,

birokrasi harus dikembalikan kepada

status dan fungsi utamanya sebagai

representasi tersebut. Artinya suatu

negara yang memilih filosofi etatisme

dan negara kesejahteraan (welfare

state) harus mengarahkan birokrasi­

nya supaya menjadi instrumen

pemerintahan yang bertujuan

mengendalikan seluruh kehidu­

pan negara, berbangsa, dan

bermasyarakat.

Pilihan idieologi se­

perti mengandaikan serta

mensyaratkan peran proaktif

birokrasi dalam seluruh sektor

kehidupan, termasuk sektor­

sektor swasta. Dulu negara­

negara komunis dan sosialis

menganut jalan ini, sehingga

nuansa atau bobot kedikta­

toran suatu rejim kepemimpinan nasi­

onal ditolerir, sejauh negara (pemerin­

tah dan birokrasinya) mampu mening­

katkan kesejahteraan warganya.

Selain itu, terdapat “varian” pili­

han alternatif idielogis dan filosofis,

sebagaimana diajukan dalam teori­

teori dan konsep­konsep “reinventing

the government”, “state incorporated”

dan lain sebaginya. Secara umum,

konsep alternatif ini bertujuan un­

tuk menjadikan pemerintahan dan

birokrasinya seolah­olah sebagai pe­

rusahaan swasta, khusnya dalam ber­

hadapan dengan dunia luar. Salah satu

landasan pemikirannya adalah, negara

seharusnya bukan hanya bertindak

sebagai fasalitator saja, melainkan se­

baiknya sebagai ekselerator kemajuan

ekonomi dan kesejahteraan.

Akhirnya, pilihan apapun atas

filosofi kenegaraan, Reformasi Bi­

rokrasi hanya akan menjadi angan­

angan belaka kalau elite politik

tidak secara serius mendukung dan

mengimplementasikan gagasan­

gagasan pe nyempurnaan ke dalam

program operasional. Reformasi

Birokrasi hanya dapat dilakukan me­

lalui keputusan politik dan kehendak

politik (political will). Tanpa political

will, Indonesia hanya akan menelusuri

khayalan, angan­angan, sebagaimana

ditulis oleh John Lennon dalam lirik

lagu Imagine.

birokrasi adalah representasi

pemerintahan, dan pemerintahan adalah

representasi dari birokrasi. Oleh karenanya, reformasi

birokrasi tidak berhenti pada suatu titik dimana birokrasi dapat menjadi

public service yang handal.

Page 16: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

30 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 31

Pelaksanaan pemilihan kepala

daerah (Pilkda) serentak ses­

uai Undang­undang Nomor

1 Tahun 2005 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang­undang Nomor 1 2014 ten­

tang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota menjadi Undang­undang

yang mengamanatkan penyeleng­

garaan pemungutan suara serentak

dalam pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,

serta Walikota dan Wakil Walikota.

Beberapa waktu yang lalu, bangsa

Indonesia merayakan hajat demokrasi

yang sangat bersejarah, dikatakan

bersejarah karena pemiilihan pilkada

dilaksanakan secara serentak yang

baru pertama kali dilaksanakan sejak

Indonesia merdeka tepatnya pada

usia bangsa Indonesia berusia 70

tahun. Usia yang memang seharus­

nya sudah matang dalam berpikir,

berkata, berbuat dan bertingkah laku

terutama dalam menetapkan pilihan

terhadap pimpinan daerah tempat

tinggalnya, dengan harapan pimpinan

yang dipilihnya akan membawa warga

menuju kehidupan yang lebih baik,

lebih makmur dan lebih sejahtera lahir

dan batin.

Pilkada serentak sebenarnya

mengandung problem baru, paling

tidak untuk tiga perkara. Pertama,

Pilkada serentak akan menimbulkan

konsekuensi tata pemerintahan yang

rumit, sehubungan dengan ber­

akhirnya masa jabatan Gubernur di

beberapa provinsi. Jikalau Pilkada

tidak serentak, maka Gubernur ber­

akhir masa jabatannya barangkali ha­

nya beberapa orang saja, dan pejabat

pelaksana tugas dengan cukup mudah

dipilih dari pejabat eselon satu yang

ada di Kementerian Dalam Negeri.

Tetapi dengan adanya kebijakan Pilka­

da serentak, maka mencari pejabat

pelaksana tugas menjadi tidak mudah.

Walaupun hanya hitungan bulan,

tetapi pejabat pelaksana tugas itu ter­

paksa rangkap jabatan. Apakah “rang­

kap jabatan” itu tidak mengganggu

ilustrasi : Helder Oliviera

NETRALITAS

APARATUR SIPIL NEGARAPOLITIK

OLEH : BETTY SETYAWATIAUDITOR MUDA PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV

tugas utama oknum pejabat yang

bersangkutan? Kalau dia jujur dan ber­

integritas, rangkap jabatan itu tentu

menyebabkan salah satu jabatan akan

terbengkalai. Kedua, jikalau terjadi

sengketa Pilkada di berbagai tempat,

betapa repotnya Mahkamah Konstitu­

si untuk menangani perkara, padahal

Mahkamah Konstitusi dibatasi waktu

untuk menyidangkannya. Ketiga, jika­

lau Pilkada dilaksanakan hanya satu

hari untuk seluruh Indonesia, dan apa­

lagi kalau disamakan tanggal pelaksa­

naannya dengan Pemilu­Pemilu lain­

nya, maka pertanyaannya, buat apa

diadakan lembaga KPUD dan Bawaslu

tingkat provinsi di seluruh Indonesia.

Apa yang harus mereka kerjakan un­

tuk mengisi waktu sepanjang tahun?

Dalam kaitannya peran dan tang­

gungjawab Aparatur Sipil Negara

(ASN) dalam mensukseskan hajat

tersebut di atas, diharapkan dapat

bersikap netral dalam arti tidak secara

terang­terangan memihak salah satu

calon dalam pilkada meskipun secara

pasti dan tidak dipungkiri mempunyai

pilihan calon pimpinan daerahnya

yang sesuai hati nuraninya dan secara

manusiawi mengharapkan orang lain­

pun dapat menentukan pilihan yang

sama dengan dirinya. ASN sebagai

abdi negara menyadari betul bahwa

netralitas menjadi sesuatu yang

mutlak dilaksanakan oleh aparatur

sipil negara (ASN) dalam pemilihan

kepala daerah (Pilkada). Sebagaimana

diamanatkan dalam Undang­undang

Aparatur Sipil Negara yang secara te­

gas menyatakan bahwa aparatur sipil

negara berperan sebagai perencana,

pelaksana dan penyelenggaran tugas

umum pemerintahan dalam peran na­

sional melalui pelaksanaan kebijakan

dan pelayanan publik yang profes­

sional, bebas dari intervensi politik

serta bersih dari praktek KKN. Ada

beberapa hal yang harus diperhatikan

ASN, yaitu sebagai berikut:

• Undang­undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil

Negara Pasal 87 ayat (4) huruf b

menyebutkan bahwa PNS diber­

hentikan dengan tidak hormat

karena menjadi anggota dan/atau

pengurus partai politik;

• Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

Pasal 4 angka 15 menyebutkan

bahwa setiap PNS dilarang mem­

berikan dukungan kepada calon

Kepala Daerah/Wakil Kepala Dae­

rah, dengan cara:

a. Terlibat dalam kegiatan

kampanye untuk mendukung

calon Kepala Daerah/Wakil

Kepala daerah;

b. Menggunakan fasilitas yang

terkait dengan jabatan dalam

kegiatan kampanye.

Kalau PNS dibiarkan tidak ne­

tral maka dampak yang akan terjadi

adalah diskriminasi pelayanan, peng­

kotak-kotakan PNS, benturan konflik

kepentingan dan PNS menjadi tidak

professional. “Di era revolusi men-

tal ini kita ingin memastikan bahwa

seluruh aparatur sipil bekerja secara

profesional, netral dan mampu melay-

ani seluruh kepentingan publik tanpa

membeda-bedakan latar belakang poli-

tiknya. Karena itu netralitas menjadi

sesuatu yang mutlak dilaksanakan oleh

ASN dalam rangka pelaksanaan pe-

milihan kepala daerah langsung” kata

Yuddy Chrisnandi Menteri Pember­

dayaan Aparatur Negara Reformasi

dan Birokrasi.

Aparatur sipil negara berperan sebagai

perencana, pelaksana dan penyelenggaran tugas umum pemerintahan dalam peran nasional melalui pelaksanaan

kebijakan dan pelayanan publik yang professional,

bebas dari intervensi politik serta bersih dari

praktek KKN.

Page 17: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

32 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 33

Tentunya kita sering mendengar

kata integritas, pada awalnya

kata integritas itu terdengar

asing namun seiring waktu berjalan

dan seringnya kata tersebut didengar

maka kita semakin terbiasa dengan

kata tersebut meskipun masih banyak

yang belum terlalu paham apa inte­

gritas itu sendiri sebenarnya? Secara

sederhana integritas diartikan dengan

seberapa konsisten kita terhadap apa

yang telah kita ucapkan dan tercermin

dalam ucapan dan tingkah laku di ke­

mudian hari. Ketika apa yang terucap

dan terjadi telah sesuai dengan apa

yang kita ucapkan sebelumnya maka

kita sudah dapat dikategorikan se­

bagai individu yang berintegritas.

Kumpulan dari individu­indi­

vidu berintegritas apabila melakukan

sinergi yang selaras akan menghasil­

kan sebuah kelompok yang berinteg­

ZONAINTEGRITAS

ritas namun begitu juga sebaliknya.

Akan tetapi untuk dapat disatukan

dan disinergikan secara selaras dibu­

tuhkan katalisator dan campur tangan

berupa aturan ataupun kebijakan

agar integritas yang dihasilkan dapat

berkesinambungan dan presistance

terhadap gangguan.

Dalam sebuah modul dise­

butkan bahwa Zona Integrtas (ZI)

adalah sebutan atau predikat yang

diberikan kepada suatu K/L/Prov/Kab/

Kota yang pimpinannya dan jajaran­

nya mempunyai niat (komitmen) un­

tuk mewujudkan birokrasi yang bersih

dan melayani. Disebutkan juga bahwa

dengan pembangunan unit kerja Zona

Integritas (ZI) diharapkan dapat men­

jadi model pencegahan korupsi yang

lebih efektif, karena pada Unit Kerja

ZI inilah dilakukan berbagai upaya

pencegahan korupsi secara konkrit

Foto : 6second.org | Olah foto : Basuki Rahmat

TANGGUNG JAWAB SIAPA ?

Kementerian Agama sebagai

Kementerian dengan jumlah satker

terbesar di Indonesia tentunya ti­

dak mau tertinggal dengan momen

yang sangat penting bagi tonggak

perubahan menuju Good Governane.

Sebagai wujud konkritnya adalah

dengan terbitnya Instruksi Menteri

Agama Nomor 1 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Pembangunan Zona In­

tegritas Menuju Wilayah Bebas dari

Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih

dan Melayani di Lingkungan Kemen­

terian Agama yang juga merupakan

aplikasi dalam rangka melaksanakan

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun

2004 tentang Percepatan Pemberan­

tasan Korupsi serta memperhatikan

Permenpan dan RB  Nomor 60 Tahun

2012 tentang Pedoman Pembangu­

nan Zona Integritas Menuju WBK dan

WBBM  di Lingkungan Kementerian/

Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Kementerian Agama, pusat maupun daerah, secara bertahap akan segera melaksanakan secara

konsisten lima nilai budaya kerja, program Wilayah Bebas Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi

yang Bersih dan Melayani (WBBM).

OLEH : M. FARID MA’RUFAUDITOR MADYA PADA INSPEKTORAT WILAYAH III

Mengapa Zona Integritas begitu penting? Hal ini dikarenakan dalam mewujudkan WBK perlu dilakukan pembangunan Zona Integritas (ZI)

terlebih dahulu dimana didahului de ngan pernyataan komitmen bersama untuk tidak

melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui penandatanganan dokumen

pakta integritas.

dan terpadu.

Mengapa Zona Integritas

begitu penting? Hal ini dikarenakan

dalam mewujudkan WBK perlu dilaku­

kan pembangunan Zona Integritas (ZI)

terlebih dahulu dimana didahului de­

ngan pernyataan komitmen bersama

untuk tidak melakukan tindak pidana

korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui

penandatanganan dokumen pakta

integritas.

Page 18: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

34 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 35

Pada penghujung tahun 2013

dalam rangka memperingati Hari Anti

Korupsi Sedunia yang jatuh pada tang­

gal 9 Desember, Inspektorat Jenderal

di bawah Pimpinan Moch. Jasin se­

bagai penggerak pencanangan Zona

Integritas (ZI) di Kementerian Agama

menurunkan tim untuk melaksanakan

pencanangan Zona Integritas. Sebagai

awalan, pencanangan dilaksanakan

pada 4 (empat) Provinsi yang ada di

Pulau Jawa yaitu Provinsi Banten,

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa

Timur yang dikoordinir oleh masing­

masing Inspektorat Wilayah yang

membawahinya.

Pencanangan Zona Integritas

(ZI) tidak hanya pada tataran Kantor

Wilayah saja akan tetapi menyelu­

ruh sampai dengan tataran Kantor

Kementerian Agama Kabupaten/

Kota. Hasilnya pun menggembirakan

dimana 90% lebih pegawai Kemen­

terian Agama pada 4 (empat) Provinsi

tersebut telah menandatangani Pakta

Integritas dan melaporkan Laporan

Harta Kekayaan Penyelanggara Nega­

ra (LHKPN) kepada Komisi Pemberan­

tasan Korupsi (KPK).

Tidak cukup sampai disitu,

dalam sebuah kesempatan di awal

tahun 2015 ini Inspektur Jenderal

Kementerian Agama Moch. Jasin

menegaskan seluruh satuan kerja

(satker) Kementerian Agama, pusat

maupun daerah, secara bertahap

akan segera melaksanakan secara

konsisten lima nilai budaya kerja, pro­

gram Wilayah Bebas Korupsi (WBK),

dan Wilayah Birokrasi yang Bersih dan

Melayani (WBBM). Dijelaskan juga

bahwa implementasi akan komitmen

tersebut adalah seluruh satker akan

melaksanakan secara riil 20 item zona

integritas (ZI) dimana setiap satker

juga harus siap untuk dievalusi dalam

setiap semester terkait pelaksanaan

20 item ZI tersebut.

Kedua puluh kegiatan

konkrit itu adalah:  penandatangan

dokumen pakta integritas, pemenu­

han kewajiban LHKPN, pemenuhan

akuntabilitas kinerja, pemenuhan ke­

wajiban pelaporan keuangan, penera­

pan disiplin PNS, penerapan kode

etik khusus, penerapan kebijakan

pelayanan publik, penerapan whistle

blower system tindak pidana korupsi,

pengendalian gratifikasi, penanga­

nan benturan kepentingan, kegiatan

pendidikan/pembinaan dan promosi

anti korupsi, pelaksanaan saran per­

baikan yang diberikan oleh BPK/KPK/

APIP, penerapan kebijakan pembinaan

purna tugas, penerapan kebijakan

pe laporan transaksi keuangan yang ti­

dak sesuai dengan profile oleh PPATK,

rekrutmen secara terbuka, promosi

jabatan secara terbuka, mekanisme

pengaduan masyarakat, pelaksanaan

pengadaan barang dan jasa secara

elektronik, pengukuran kinerja indi­

vidu sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, dan keterbukaan informasi

publik.

Sebagai pilot project awal

setiap Kantor Wilayah Kementerian

Agama diminta menunjuk 3 (tiga)

satker untuk melaksanakan 20 item

zona integritas yang nantinya akan

mendorong satker­satker lainnya un­

tuk melakukan komitmen yang sama.

Rencananya akan dirancang sistem

reward and punishment sebagai hasil

evaluasi bagi satker.

Wilayah bebas dari korupsi

(WBK) adalah sebutan atau predikat

yang layak diberikan kepada suatu

unit kerja pada ZI yang memenuhi

syarat indikator mutlak dan mem­

peroleh hasil penilaian indikator

operasional di antara 80 dan 90.

Wilayah Birokrasi Bersih, dan Melayani

(WBBM) adalah sebutan atau predi­

kat yang diberikan kepada suatu unit

kerja pada ZI yang memenuhi syarat

indikator mutlak dan memperoleh ha­

sil penilaian indikator operasional 90

atau lebih. Untuk mewujudkan WBK,

perlu lebih dahulu dilakukan pem­

bangunan Zona Integritas (ZI), yang

didahului dengan pernyataan komit­

men bersama untuk tidak melakukan

tindak pidana korupsi, kolusi, dan

nepotisme melalui penandatanganan

dokumen pakta integritas. Sedang­

kan selama ini keberhasilan upaya

pencegahan korupsi selama ini dirasa

kurang optimal yang salah satu di an­

taranya adalah Program Wilayah Be­

bas dari Korupsi (WBK) sebagai bagian

dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004.

Inspektorat Jenderal Kemen­

terian Agama yang ditugasi untuk

memberikan dorongan dan dukungan

administratif dan teknis kepada unit

kerja dalam melaksanakan kegiatan

pencegahan korupsi. Akan tetapi

mungkinkah cita­cita mulia ini dica­

pai oleh upaya Inspektorat Jenderal

Kementerian Agama saja? Secara

matematis personil yang ada pada

Inspektorat Jenderal Kementerian

Agama tidak berimbang dengan jum­

lah satker yang sangat besar, sudah

dapat tergambarkan betapa minimnya

daya cakupan yang dapat dilakukan

oleh Inspektorat Jenderal Kemen­

terian Agama.

Oleh sebab itu, sejak awal

telah dibangun sebuah komitmen

bersama untuk turut mensukseskan

pencanangan Zona Integritas di ling­

kungan masing­masing. Efek bola

salju yang diterapkan akan mampu

dan dapat diharapkan yang pada

akhirnya nanti seluruh satker dapat

berkomitmen pada Zona Integritas

(ZI). Memang pada awalnya hanya

3 (tiga) Kantor Kementerian Agama

Kab/Kota di setiap masing­masing

Kantor Wilayah Kementerian Agama

Provinsi. Apabila pilot project tersebut

telah berkomitmen, diharapkan dapat

“menularkan” budaya yang sudah

diterapkan pada satker lainnya, terus

begitu sampai dengan seluruh satker

terjangkau oleh pencanangan Zona

Integritas (ZI).

Intinya adalah sinergi dari

seluruh elemen Kementerian Agama

dalam rangka mewujudkan tercipta

Zona Integritas di Kementerian Aga­

ma. Seberapa besar suksesnya pen­

capaian pencanangan Zona Integritas

(ZI) dan seberapa cepat waktu tem­

puh yang dibutuhkan sangat tergan­

tung pada seberapa besar komitmen

seluruh elemen Kementerian Agama

dalam mewujudkan Zona Integritas

(ZI) minimal di lingkungan kerja ma­

sing­masing.

Menag Lukman Hakim Saifuddin memperhatikan sejumlah pejabat yang dilantik menandatangani Pakta Integritas disaksikan Sekjen Kemenag Nur Syam dan Irjen Kemenag M. Jasin,

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil bersama Irjen Kemenag M Jasin menyaksikan penandatangan Pakta Integritas oleh Pejabat Eselon II, III, dan IV Ditjen PHU sebagai komitmen Pembangunan Zona Integritas

foto : Kemenag.go.id

foto : Kemenag.go.id

90% lebih pegawai Kemen terian Agama di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

dan Jawa Timur telah menandatangani

Pakta Integritas dan melaporkan Laporan

Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK).

Page 19: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

36 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 37

Kabar gembira datang dari ge­

laran penganugerahan Hasil

Laporan Kinerja yang diseleng­

garaakan Kementerian Pendayagu­

naan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi (Kemenpan dan RB) baru­ba­

ru ini di bulan Desember. Apa Sebab?

Dari 86 Kementerian / Lembaga yang

telah dinilai, Kementerian Agama (Ke­

menag) tidak berada dalam 10 besar

diurutan terbawah yang seolah­olah

menjadi “langganan” posisi ditahun­

tahun sebelumnya. Ini merupakan

hasil yang boleh di katakan kemajuan

yang signifikan dan harus diapresiasi

OLEH : ERMA AGUSTINIAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH III

sebagai bentuk semangat untuk terus

memperbaiki laporan kinerja yang

telah sampaikan. Syukur­syukur dapat

masuk ke area sepuluh besar K/L

ditahun­tahun berikutnya, itu meru­

pakan target yang harus diraih untuk

periode tahun­tahun mendatang.

Kemenag telah mendapatkan

predikat B dengan nilai 62,01 (lihat

Tabel 1) dan berada di peringkat 56

didalam laporan perkembangan Nilai

Akuntabilitas Kinerja kementerian/

lembaga. Tentunya perolehan pre­

dikat B ini tidak serta merta mudah

ANTARA LAPORAN KINERJA & HASIL KINERJA

Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari

pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan

kepada setiap instansi pemerintah atas

penggunaan anggaran. Hal terpenting yang

diperlukan dalam penyusunan laporan

kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta

pengungkapan (disclosure) secara

memadai hasil analisis terhadap pengukuran

kinerja.

“Foto : Shutterstock.com

Page 20: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

38 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 39

mendapatkannya. Karena ada banyak

usaha yang dilakukan oleh Kemenag

dalam menyajikan hasil­hasil kiner­

janya kedalam format laporan yang

disarankan oleh Kemenpan dan RB.

Persoalannya adalah, apakah

penilaian tersebut berdasar laporan

dalam arti penyajian ke dalam “Rapor”

atau Akuntabilitas Kinerja sesungguh­

nya yang di lakukan oleh Kemenag.

Adakah Gap antara laporan yang disu­

sun dengan Kinerja yang sesungguh­

nya dicapai. Bisa saja ada kemungki­

nan­kemungkinan yang dapat terjadi.

Mari kita introspeksi!

Kemungkinan pertama,

Laporan Kinerja telah menyajikan

lebih tinggi dari Kinerja sesunggunya.

Kemungkinan kedua, Laporan Kinerja

telah menyajikan lebih rendah dari

kinerja sesungguhnya. Kemungkinan

ketiga Laporan kinerja menyajikan

kinerja sesungguhnya. Kemungkinan

keempat yang paling parah Laporan

Kinerja tidak menyajikan kinerja ses­

ungguhnya.

Melihat pada Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Dan Reformasi Birokrasi Re­

publik Indonesia Nomor 53 Tahun

2014 Tentang Petunjuk Teknis Per­

janjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan

Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja

sudah jelas bahwa Laporan kinerja

merupakan bentuk akuntabilitas dari

pelaksanaan tugas dan fungsi yang

dipercayakan kepada setiap instansi

pemerintah atas penggunaan ang­

garan. Hal terpenting yang diperlukan

dalam penyusunan laporan kinerja

adalah pengukuran kinerja dan evalu­

asi serta pengungkapan (disclosure)

secara memadai hasil analisis terha­

dap pengukuran kinerja.

Ada hal penting yang harus

diperhatikan terkait dengan pengu­

kuran, evaluasi serta pengungkapan

ke dalam laporan Kinerja. Persoalan

berikutnya apakah alat ukur yang

digunakan telah sesuai? Dan evaluasi

telah dilakukan telah menyeluruh?

Pengungkapan sangat tergantung

pada “ kepiawaian”Tim yang menyu­

sun Laporan Kinerja tersebut.

Seharusnya memang se­

luruh satuan kerja yang berada di

Kemen terian Agama selalu merujuk

pada peraturan Kemenpan nomor 53

tersebut yang menyarankan penya­

jian laporan kinerja secara berjenjang

mulai dari satuan kerja yang ada di

daerah sampai ke pusat. Sungguh

ini bukan pekerjaan mudah untuk

mengintegrasikan ke satu bentuk

laporan jika masing­masing satuan

kerja memiliki gayanya sendiri­sendiri

dan tidak teratur waktu penyampaian­

nya.

Empat bab yang ada dalam

Laporan kinerja, yang paling krusial

terletak di bab 3, yakni terkait ten­

tang akuntabilitas kinerja. Dalam

bab ini merupakan inti dari capaian

laporan kinerja. Pada bab ini disaji­

kan capaian kinerja organisasi untuk

setiap pernyataan kinerja sasaran

strategis organisasi sesuai dengan

hasil pengukuran kinerjanya. Untuk

setiap pernyataan kinerja dilakukan

analisis capaian kinerja sebagai beri­

kut: 1. Membandingkan antara target

dan realisasi kinerja tahun ini; 2. Mem­

bandingkan antara realisasi kinerja

serta capaian kinerja tahun ini den­

gan tahun lalu dan beberapa tahun

terakhir; 3. Membandingkan realisasi

kinerja sampai dengan tahun ini den­

gan target jangka menengah yang ter­

dapat dalam dokumen perencanaan

strategis organisasi; 4. Membanding­

kan realisasi kinerja tahun ini dengan

standar nasional (jika ada); 5. Analisis

penyebab keberhasilan/kegagalan

atau peningkatan/penurunan kinerja

serta alternative solusi yang telah

dilakukan; 6. Analisis atas efisiensi

penggunaan sumber daya; 7. Analisis

program/kegiatan yang menunjang

keberhasilan ataupun kegagalan pen­

capaian pernyataan kinerja.

Pada poin Realisasi Ang­

garan dijelaskan bahwa realisasi

anggaran yang digunakan dan yang

telah digunakan untuk mewujudkan

kinerja organisasi sesuai dengan

dokumen Perjanjian Kinerja. Dalam

proses membandingkan antara tar­

get dan realisasi kinerja tahunan,

kinerja beberapa tahun terakhir,

memban dingkan rea lisasi dengan

target jangka menengah sudah sesuai

kondisi yang sebenarnya. Ataukah ada

upaya “penampakan” agar terlihat

ada perkembangan dan “penyembu­

nyian” tidak tercapainya target­target

yang sesungguhnya dengan penyajian

isu lain yang dianggap menarik. Ini

memang hal yang wajar jika ada ung­

kapan “tampilkan yang baik­baik saja”

karena secara organisasi akan menjadi

nilai positif organisasi tersebut. Akan

tetapi de ngan tidak menampilkan dari

sisi yang buruk alan menjadi bume­

rang jika hal tersebut akan menjadi

masalah yang akut jika tidak dapat

diatasi secara internal. Hal­hal lain

kemungkinan penyajian laporan ki­

nerja lebih dari kinerja sesungguhnya

adalah motivasi mendapatkan nilai

lebih baik dari tahun­tahun sebelum­

nya.

Tidak salah, organisasi me­

miliki motivasi untuk mendapatkan

nilai yang lebih baik dari tahun­tahun

sebelumnya namun seyogyanya di­

lakukan dengan cara­cara yang baik

dengan penyajian yang jujur tidak

mengkamuflase hasil yang sesung­

guhnya. Motivasi itu lahir disebabkan

adanya manfaat dari pelaporan jika

mendapatkan nilai yang baik. Jadi,

Satuan kerja harus melakukan penyusunan

selengkap mungkin mengenai target

dan realisasi yang telah dicapai dan

dilaksanakan. Agar tidak terburu-buru dalam

penyusunannya.

Sebagai salah satu bentuk transparansi

dan akuntabilitas serta untuk memudahkan pengelolaan kinerja,

maka data kinerja harus dikumpulkan dan

dirangkum. Pengumpulan dan perangkuman harus memperhatikan indikator kinerja yang digunakan, frekuensi pengumpulan data, penanggungjawab, mekanisme perhitungan

dan media yang digunakan.

Foto : Shutterstock.com

Page 21: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

40 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 41

jelaslah bahwasannya “rapor” laporan

Kinerja secara umum dinilai sebagai

bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan

tugas dan fungsi yang dipercayakan

kepada setiap instansi pemerintah

atas penggunaan anggaran.

Kemungkinan berikutnya

adalah laporan kinerja disajikan lebih

rendah dari yang sengguhnya. Kalau

ini terjadi, bisa saja disebabkan karena

banyak yang seharusnya diungkap­

kan akan tetapi tidak mampu me­

nyajikan sesuai dengan format yang

diberikan Kemenpan dan RB. Hal ini

terjadi karena pada saat penyusunan

pelaporan tidak dilakukan analisis se­

cara menyeluruh karena terbatasnya

waktu dalam proses penyusunannya.

Pelajaran yang diambil dalam hal ini

adalah, satuan kerja harus melakukan

penyusunan selengkap mungkin me­

ngenai target dan realisasi yang telah

dicapai dan dilaksanakan. Agar tidak

terburu­buru dalam penyusunannya,

seharusnya tim penyusun melakukan

pengumpulan data­data sepanjang

tahun, tidak tertumpuk pada akhir­

akhir periode penyusunan Laporan

Kinerja. Kinerja yang sesungguhnya

merupakan realisasi dari target yang

telah diprogramkan sebelumnya. Jika

dilihat dari masing­masing target,

tentu terdapat realisasi yang tercapai

maupun yang tidak tercapai, atau bah­

kan melebihi target. Melebihi target

bisa saja terjadi karena target yang

dibuat terlalu kecil atau tidak “berani”

membuat target besar karen belum

bisa melihat potensi sesungguhnya.

Atau sudah melihat potensi sesung­

guhnya akan tetapi tidak mau “ngoyo”

dalam usaha mencapainya sehingga

target dibuat biasa­biasa saja. Atau

sengaja target dibuat kecil, agar saat

pencapaian “sedang­sedang saja”, hal

tersebut dianggap berhasil.

Kemungkinan berikutnya

adalah laporan Kinerja telah menun­

jukkan dan mengungkapkan Kinerja

sesungguhnya. Artinya bukan saja

hanya di rapor Laporan Kinerja, na­

mun kenyataan di lapangan, organ­

isasi telah berhasil sesuai apa yang di­

laporkan. Ini adalah harapan ideal, ar­

tinya kinerja yang sesungguhnya telah

dihasilkan mampu disajikan kedalam

format yang disarankan dan nilai yang

didapatkan merupakan penggam­

baran dari kerja sesungguhnya yang

telah dilakukan organisasi. Berkaitan

dengan nilai yang di peroleh 62,01

(dengan predikat B) yang berada pada

posisi tengah, idealnya Kemenag telah

memperlihatkan kinerja yang (sudah)

Baik. Hal ini diharapkan adalah pe­

nilaian yang riil dan “sahih” yang tak

perlu lagi dibuktikan oleh khalayak.

Kemungkinan yang terakhir

adalah Laporan Kinerja tidak meng­

gambarkan kinerja sesungguhnya .

Sebenarnya kemungkinan ini terjadi

karena bisa lebih tinggi atau lebih

rendah, seperti kemungkinan per­

tama dan kemungkinan kedua. Namun

maksud penulis adalah, laporan ki­

nerja disajikan ala kadarnya sekedar

memnuhi format yang diberikan oleh

Kemenpan tanpa ada analisis men­

dalam terkait substansi yang seha­

rusnya dilaporkan. Ini bisa saja terjadi

jika organisasi hanya untuk sekedar

memenuhi kewajiban tanpa melihat

esensi dari kewajiban tersebut. Hal ini

bisa saja terjadi karena mungkin indi­

vidu beranggapan ‘yang penting kerja,

kerja, kerja. Sehingga tidak ada waktu

membuat atau menyusun laporan

kinerja secara benar sesuai dengan

format yang telah diberikan. Atau

kemungkinan fokus dari organisasi ti­

dak pada kerja sesuai tugas fungsinya

melainkan hanya pada bagaimana

melakukan penyerapan anggaran

setingi­tinginya.

Pertanyaan yang muncul ke­

mudian adalah, apa peran Inspektorat

Jenderal selaku pengawas internal

yang ditugasi sebagai pereviu dari

Laporan Kinerja Kementerian Agama?

Jawabannya adalah, peran Itjen harus­

lah sebagai garda terdepan yang me­

ngawal capaian kinerja Kementerian

Agama menjadi (harus) riil dan sesuai

target yang telah dibuat. Itjen, dalam

melakukan reviu terhadap Laporan

kinerja harus berdasarkan pada pe­

tunjuk teknis yang telah diberikan

oleh Peraturan Menpan dan RB

nomor 53 tahun 2014. Reviu adalah

penelaahan atas laporan kinerja untuk

memastikan bahwa laporan kinerja

telah menyajikan informasi kinerja

yang andal, akurat dan berkualitas.

Mekanisme yang telah diberi­

kan dalam Permenpan dan RB nomor

53 tahun 2014 sudah jelas bagaimana

format dan langkah­langkah yang ha­

rus dilakukan Itjen selaku APIP di Ke­

menag. Setidaknya alat reviu tersebut

jika dijalankan dengan benar oleh TIM

Itjen maka akan mampu memberikan

evaluasi terhadap Laporan Kinerja

yang telah disusun. Ini tentunya ha­

rus dikerjakan dengan waktu yang

tersedia dan dalam proses yang tidak

sebentar. Tendensi utamanya adalah,

kita sebagai ASN Kemenag harus

terus meningkatkan kinerja, sebagai

upaya perwujudan tanggung jawab

pelaksanaan anggaran yang dilak­

sanakan secara akuntabel.

Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran

kinerja dalam rangka menjamin adanya

peningkatan dalam pelayanan publik

dan meningkatkan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi output dan outcome

yang akan dan seharusnya dicapai

untuk memudahkan terwujudnya organisasi

akuntabel.

Indikator kinerja instansi pemerintah harus selaras

antar tingkatan unit organisasi. Indikator

kinerja yang digunakan harus memenuhi kriteria

spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan,

dan sesuai dengan kurun waktu tertentu.

““

Page 22: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

42 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 43

Pedoman penyusunan RKAKL

selalu diperbaiki hampir se­

tiap tahunnya. Sejak tahun

2013 Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah (APIP) Kementerian

Negara/ Lembaga telah diberikan

tugas baru dalam pengawasan, yaitu

reviu RKAKL. Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah (APIP) kement­

erian/ lembaga dalam siklus peren­

canaan dan penganggaran berperan

sebagai reviewer sebagaimana

diamanatkan dalam Peraturan Men­

teri Keuangan (PMK) Nomor 136/

PMK.02/2014 tentang Petunjuk

Penyusunan dan Penelaahan RKAKL.

Dibutuhkan banyak pengembangan

teknik reviu guna peningkatan kuali­

tas RKAKL. Semakin tertib dan ketat

penyusunannya, RKAKL harus sesuai

pedoman dan berdasarkan prinsip

efektif dan efisien serta sesuai den­

gan kebutuhan riil kantor/ satker.

Menurut Firmansyah selaku Auditor

Kementerian Keuangan mengatakan

bahwa Perencanaan dan pengang­

garan yang baik diharapkan dapat

membantu penyerapan belanja

secara efektif. Hal ini karena data

penyerapan pemerintah pusat

menunjukkan bahwa hanya 87, 50

% ­ 92, 37% dari tahun 2008 – 2013

dengan kecenderungan penyerapan

pada November­Desember. Dijelas­

kan pula bahwa rendahnya realisasi

penyerapan dan menumpuknya

penyerapan di akhir tahun mencer­

minkan proses perencanaan yang

kurang baik.

Presiden Joko Widodo

dalam sidang paripurna kabinet,

menginstruksikan kepada seluruh

jajaran pemerintahannya untuk

memastikan penyerapan anggaran

Tahun 2015 di setiap kementerian/

lembaga agar segera direalisasikan.

Para menteri dan kepala lembaga

harus menaikan daya serap angga­

ran dan menjadikan prioritas. Tim

komunikasi presiden, Teten Masduki

dalam keterangan Persnya men­

gatakan bahwa serapan anggaran

REVIU RKA KL:SISIR KEMUBAZIRAN ANGGARAN

K/L baru mencapai 33%. Joko Wido­

do menegaskan harus ada strategi

jangka pendek untuk mempercepat

serapan anggaran, belanja peme­

rintah, baik pusat maupun daerah

harus digelontorkan agar mesin

ekonomi bergerak. Sementara itu

K/L harus berkoordinasi guna men­

sinergikan anggaran, utamanya bagi

program­program yang tersebar di

beberapa K/L seperti bantuan sosial

(bansos) yang rawan penyelewen­

gan.

Tuntutan agar pemerintah

pusat/daerah menghabiskan angga­

ran yang sudah direncanakan untuk

tahun bersangkutan selalu memicu

pengeluaran negara yang terkesan

ngasal, yang penting anggaran habis

namun tidak peduli terhadap efien­

si, efektivitas, optimal tidaknya ser­

ta manfaat yang sebesar­besarnya

bagi masyarakat. Maka tidak aneh,

diakhir tahun anggaran terutama di

bulan Desember makin banyak pe­

kerjaan fisik yang dilaksanakan, ma­

kin banyak kegiatan semacam sem­

inar­seminar hingga menjamurnya

iklan­iklan di televisi. Apakah penge­

luran tersebut membawa dampak

yang positif bagi masyarakat? Selain

itu dampak yang ditimbulkan dari

rendahnya penyerapan anggaran

belanja modal tersebut di atas

adalah jeleknya infrastruktur yang

sudah ada dan tidak ada penamba­

han yang signifikan dari sisi jumlah

proyek infrastruktur baru, belum

terbangunnya infrastruktur dasar

seperti jalan, pelabuhan, pembang­

kit listrik, dan pengolahan air bersih

menyebabkan para investor swasta

baik swasta nasional maupun asing

enggan berinvestasi di daerah yang

berpotensi ekonomi tinggi di luar

Jawa, ujung­ujungnya perekonomi­

an daerah tersebut selamanya akan

tergantung dari APBN dan APBD se­

bagai penggerak utama perekono­

mian, sebagian besar akibat belanja

rutin pemerintah.

Penting kiranya memaksi­

OLEH : M. RANCAH DEWAAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH IV

Foto : Shutterstock.com

Tuntutan agar pemerintah pusat/daerah menghabiskan anggaran yang sudah direncanakan untuk tahun bersangkutan

selalu memicu pengeluaran negara yang terkesan ngasal, yang penting

anggaran habis namun tidak peduli terhadap

efiensi, efektivitas, optimal tidaknya serta manfaat yang sebesar-besarnya

bagi masyarakat.

Page 23: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

44 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 45

malkan fungsi reviu dari proses pe­

nyusunan RKAKL agar tidak terulang

“kemubaziran­kemubaziran” yang

pernah terjadi di masa lalu dengan

pedoman reviu serta memanfaatkan

hasil dari audit yang dilakukan pada

tahun sebelumnya. Apakah penetapan

anggaran setiap satker sudah benar­

benar berdasarkan kinerja atau hanya

membesarkan anggaran saja. Merujuk

pada track record dari satker tersebut

tentunya APIP dapat membentengi

kemubaziran anggaran.

Peraturan Menteri Keuan­

gan Republik Indonesia Nomor 136/

PMK.02/2014 menyebutkan bahwa

RKAKL disusun dengan mengacu pada

pedoman umum RKAKL yang meliputi

pendekatan sistem penganggaran

(penganggaran terpadu, berbasis ki­

nerja, dan kerangka pengeluaran jang­

ka menengah) yang berbasis reviu.

Reviu yang dimaksud adalah

penelaahan atas penyusunan doku­

men rencana keuangan yang bersifat

tahunan berupa RKAKL oleh auditor

APIP KL yang kompeten, untuk mem­

berikan keyakinan terbatas (limited

assurance) bahwa RKA KL telah disu­

sun berdasarkan pagu anggaran K/L

dan atau Alokasi anggaran K/L yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

Renja K/L RKP hasil kesepakatan

pemerintah dengan DPR dalam pem­

bicaraan pendahuluan rancangan

APBN, standar biaya, dan kebijakan

pemerintah lainnya serta memenuhi

kaidah perencanaan penganggaran,

dalam upaya membantu menteri/

pimpinan lembaga untuk menghasil­

kan RKAKL yang berkualitas.

Secara material APIP ha­

rus menguasai referensi peraturan

pelaksanaan reviu RKAKL sebanyak

21 peraturan perundang­undangan.

Selain itu teori mengenai efisiensi,

efektivitas dan ekonomis juga harus

dikuasai. Sebagimana dijelaskan pada

Surat Edaran Kementerian Keuangan

Republik Indonesia Direktorat Jen­

deral Perbendaharaan Nomor SE­2/

PB/2015 Tentang Penyusunan Spend­

ing Review Tahun 2015. Pada keten­

tuan umum dijelaskan bahwa dalam

rangka meningkatkan kualitas belanja

dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dari segi value

for money, diperlukan pengukuran

belanja pemerintah yang dilaksanakan

melalui reviu belanja pemerintah

(Spending Review). Spending Review

menekankan pada efektivitas, efisien­

si dan ekonomis atas penggunaan

belanja pemerintah, meliputi:

1. Mengidentifikasi potensi ruang

fiskal yang dapat digunakan

sebagai bahan perbaikan kebi­

jakan penganggaran.

2. Mengukur kinerja belanja

pemerintah baik dari aspek

ekonomis dan/atau efisiensi

dan/atau efektivitas.

3. Mengidentifikasi program/

kegiatan yang hanya perlu di­

lakukan satu kali sebagai early

warning agar tidak diulang/ di­

lanjutkan pada tahun anggaran

berikutnya.

4. Memberi masukan/ reko­

mendasi untuk perumusan

kebijakan penganggaran (pada

umumnya) dan kebijakan pelak­

sanaan anggaran (pada khusus­

nya) dalam rangka peningkatan

kualitas belanja pemerintah.

5. Memberikan bahan masukan

bagi penyusunan rencana kerja

Kementerian/ Lembaga (K/L)

pada pertemuan tiga pihak (Tri-

lateral Meeting) antara Kemen­

terian Keuangan.

Foto : Shutterstock.com Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id

APBNPERMASALAHAN

OLEH : HARNOKOAUDITOR PADA INSPEKTORAT WILAYAH III

Page 24: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

46 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 47

Anggaran negara adalah urat

nadi dalam menjalankan

suatu pemerintahan. Di Indo­

nesia anggaran negara disusun setiap

tahun dalam Anggaran Pendapatan

Belanja Negara (APBN) yang disetujui

oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pe­

nyusunan APBN bertujuan sebagai pe­

doman pengeluaran dan penerimaan

negara sehingga memberikan keseim­

bangan yang dinamis dalam rangka

melaksanakan kegiatan­kegiatan

kenegaraan demi tercapainya pening­

katan produksi, peningkatan kesem­

patan kerja, pertumbuhan ekonomi

yang cukup tinggi serta pada akhirnya

ditujukan untuk tercapainya masyara­

kat adil dan makmur berdasarkan Pan­

casila dan UUD 1945.

Landasan hukum serta tata

cara penyusunan APBN terdapat di

dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1,

2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD

1945 disebutkan bahwa Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) sebagai wujud dari penge­

lolaan keuangan Negara ditetapkan

setiap tahun dengan undang­undang

dan dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar­

besanya kemakmuran rakyat. Pada

pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa

Rancangan undang­undang angga­

ran pendapatan dan belanja Negara

diajukan oleh Presiden untuk dibahas

bersama DPR dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Dae­

rah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan

apabila DPR tidak menyetujui RAPBN

yang diusulkan Presiden, pemerintah

menjalankan APBN tahun lalu.

Setelah APBN ditetapkan

dengan Undang­Undang, pelaksanaan

APBN dituangkan lebih lanjut dengan

Peraturan Presiden. Berdasarkan

perkembangan, di tengah­tengah

berjalannya tahun anggaran, APBN

dapat mengalami revisi/peruba­

han. Untuk melakukan revisi APBN,

Pemerintah harus mengajukan RUU

Perubahan APBN untuk mendapatkan

persetujuan DPR. Dalam keadaan

PROSES PENYUSUNAN APBN 2016

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI telah membahas dan menyepakatiAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah RI

Januari-Maret 2015

20 Mei 2015

7 Juli 2015

Agustus-Oktober

November 2015

Desember 2015

15 April 2015

28 Mei-6 Juli 2015

14 Agustus 2015

30 Oktober

November 2015

Penyusunan Kapasitas Fiskal

Penyampaian KEM PPKF ke DPR

Keputusan Menteri Keuangan tentangPagu Anggaran K/L

Pembahasan dengan DPR

SB Pagu Indikatif Menteri Keuangandan Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas

Pembicaraan PendahuluanRAPBN TA 2016

Pidato Presiden PenyampaianNota Keuangan & RAPBN 2016

Sidang Paripurna PenetapanRUU APBN Tahun 2016

UU Nomor 14 tahun 2015tentang APBN 2016

Penyerahan DIPA

Januari-Desember 2016Pelaksanaan APBN

Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015tentang Rincian APBN tahun 2016

darurat (misalnya terjadi bencana

alam), pemerintah dapat melakukan

pengeluaran yang belum tersedia

anggarannya. Selambatnya 6 bulan

setelah tahun anggaran berakhir,

Presiden menyampaikan RUU tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan

APBN kepada DPR berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh

Badan Pemeriksa Keuangan.

Pada prakteknya penyusu­

nan APBN tidak berjalan seperti yang

diharapkan. Masih terdapat beberapa

celah korupsi dalam penyusunan

APBN. Banyaknya kasus korupsi

yang melibatkan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi

penilaian negatif pada dewan terhor­

mat tersebut dalam pemberantasan

korupsi di negeri ini. Saat ini tercatat

sekurangnya 46 anggota DPR yang

telah diciduk KPK, ada yang sedang

disidik, disidang, bahkan sudah masuk

penjara. Pertanyaan mendasar yang

ada di benak kita, apa kewenangan

DPR dalam penganggaran yang me­

mungkinkan anggotanya berkesem­

patan atau menciptakan kesempatan

korupsi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN).

Masih sering terjadi anggota

DPR memunculkan pos­pos belanja di

luar rencana dan usulan Pemerintah,

terutama pada saat pembahasan di

Badan Anggaran. Badan Anggaran

dengan kewenangannya dapat meng­

utak­atik angka postur APBN. Dengan

demikian akan ada ruang belanja baru

dan ini harus disebar ke kementerian/

lembaga sebagai belanja. Kondisi ini

juga membuka peluang adanya per­

caloan anggaran dan korupsi. Bagi

Pemerintah, hal ini juga mempersulit

perencanaan. Kementerian/lembaga

tentunya belum mengetahui tam­

bahan target kinerja apa yang harus

dicapai dengan tambahan anggaran

tersebut. Belum lagi pada saat pelak­

sanaanya, tambahan anggaran men­

jadi sorotan para penegak hukum.

Ujung­ujungnya, pengelola anggaran

kementerian/lembaga tidak berani

i10 KEMENTERIAN/LEMBAGA DENGANANGGARAN TERBESAR

APBNP 2015 -- Rp 795 T

TRILIUN RUPIAH

APBN 2016 -- Rp 784 T

KEMENPUPR118,5

104,1

102,399,5

57,173,0

51,363,5

60,357,1

53,349,2

65,048,5

43,640,6

25,739,3

32,831,5

185,7177,9

KEMENHAN

POLRI

KEMENKES

KEMENAG

KEMENDIKBUD

KEMENRISTEK&DIKTI

KEMENKEU

KEMENTAN

K/L LAINNYA

KEMENHUB

melaksanakan tambahan anggaran

tersebut dan anggaran tidak terserap.

Ini kesalahan yang cukup fatal, DPR

berperan sebagai eksekutif, membagi­

bagi anggaran. Bagi Menteri Keuan­

gan, kondisi ini juga membuat kalang

kabut dengan mengutak­atik lagi pos­

tur APBN, menyesuaikan dengan per­

mintaan DPR. Masalah lain yang juga

membuat proses penetapan APBN

tidak mulus ialah ketidakharmonisan

antara hasil pembahasan komisi (DPR

dan kementerian/lembaga sebagai

wakil Pemerintah) dengan Banggar

yang sering menimbulkan ketegangan

internal. Pada akhirnya APBN menjadi sumber : anggaran.depkeu.go.id

Page 25: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

48 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 49

korban. Contoh sederhana, hasil ke­

sepakatan pembahasan berupa jum­

lah anggaran per program antara DPR

dengan komisi kadang kala berbeda.

Ujung­ujungnya kementerian/negara

mengalami kesulitan memproses

anggaran menjadi dokumen pengang­

garan, DIPA.

Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) menemukan enam

celah korupsi penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), khususnya dana alokasi.

Temuan itu berdasarkan kajian KPK

terhadap regulasi dan pelaksanaan

penganggaran nasional dari sisi ekse­

kutif. Celah korupsi pertama, penga­

lokasian dana optimalisasi tak sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan. 15

kementerian/lembaga yang menerima

tambahan belanja tak mengalokasi­

kan dananya pada kegiatan yang se­

belumnya ditetapkan.

Celah kedua, regulasi yang

mengontrol defisit tidak digubris.

Sebagai contoh pada APBN 2014,

terjadi peningkatan defisit sebanyak

Rp 21,15 triliun. Pada RAPBN 2014

jumlahnya masih Rp 154,2 triliun, tapi

ketika disahkan menjadi Rp 175,35

triliun. Padahal perubahan RUU APBN

dapat diusulkan Dewan Perwakilan

Rakyat sepanjang tidak mengakibat­

kan peningkatan defisit. Celah korupsi

ketiga ada pada rencana kerja peme-

rintah yang terus berubah dan tak

terevaluasi dengan benar. Rencana

kerja yang sudah dibahas dengan DPR

tidak ditetapkan kembali. Ini mem­

berikan hasil yang bias untuk perenca­

naan tahun­tahun berikutnya. Proses

penelahaan dana optimalisasi belum

maksimal dalam menyaring program

yang tak sesuai dengan rencana kerja

kementerian. Akibatnya, banyak pro­

gram ditetapkan padahal tak sesuai.

Celah korupsi kelima adalah

mekanisme dan kriteria pembagian

alokasi besaran dana optimalisasi

pada masing­masing kementerian/

lembaga yang tidak transparan. Pem­

BELANJA PEMERINTAH PUSATMENURUT FUNGSI

BELANJA PEMERINTAH PUSATMENURUT JENIS

Pelayanan Umum

Ketertibandan Keamanan

Ekonomi

LingkunganHidup

Perumahandan Fasilitas Umum

Kesehatan

Pariwisatadan Ekonomi Kreatif

Agama

Pendidikan

PerlindunganSosial

Pertahanan

Rp158,1 T

Rp316,5 T

Rp99,6 T

Rp109,8 T

Rp360,2 T

Rp12,1 T

Rp34,6 T

Rp67,2 T

Rp7,4 T

Rp9,8T

Rp150,1 T

24%

8%

8%

27%

3%

1%

1%

1%

5%

11%

12%

BELANJA NEGARA

Belanja Pegawa i Pembayaran Bunga UtangBelanja Barang

Subsidi Belanja Lain Lain

Belanja Modal

Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial

Rp347,5 T Rp325,4 T Rp201,6 T Rp184,9 T

Rp182,6 T Rp4,0 T Rp54,9 T Rp24,7 T

26%

4%

14%25% 15%

0,3%14% 2%

Rp1.325,6 TRp34,7 T

***

** termasuk belanja barang berkarakteristik belanja modal sekitar Rp60 T* termasuk kewajiban Pemerintah untuk pensiunan dan kontribusi jaminan kesehatan PNS

bagian alokasi tersebut diserahkan

ke Badan Anggaran dan Komisi di

DPR yang ditetapkan dalam rapat

internal dan tidak melibatkan pemer­

intah. Dampaknya, kementerian/

lembaga tidak mengetahui alasan

mendapatkan besaran tertentu dalam

alokasi tambahan belanja dan tidak

siap dalam menjalankan program

atau kegiatan. Celah korupsi keenam,

tak ada peraturan tentang kriteria

pemanfaatan dana optimalisasi. Ini

dapat membuka peluang bagi oknum

untuk menambah, mengubah, sekal­

igus menghi langkan poin­poin kriteria

agar mengakomodasi kepentingan

pihak tertentu serta membuat ke­

menterian/lembaga dan komisi­komisi

tidak mematuhi kriteria yang telah di­

sepakati. Pe nyempurnaan mekanisme

pembahasan anggaran kementerian/

lembaga dengan DPR mutlak diper­

lukan.

KPK juga menyarankan

penguatan regulasi terkait kriteria

pengalokasian dan penggunaan dana

optimalisasi dan memformalkan pe­

rubahan rencana kerja pemerintah

agar tidak berubah­ubah. Kemudian,

besaran defisit atas usulan perubahan

APBN oleh DPR harus sudah dikontrol

ketika masih proses pembahasan.

Dalam penyusunan APBN

yang perlu perhatian lebih adalah

masalah dasar terkait minimnya per­

hatian pemerintah dalam hal ekonomi

bangsa yang mencakup stabilitas har­

ga kebutuhan masyarakat, kehidupan

yang layak atau kemiskinan, pekerjaan

yang layak atau pengangguran, kesen­

jangan ekonomi baik di antara rakyat

maupun wilayah, birokrasi bersih

dan melayani, dinamika persaingan

regional dan global serta utang. Hal

tersebut sangat penting dilakukan

mengingat selama ini masih minim in­

formasi yang sampai kepada masyara­

kat perihal proses penyusunan APBN.

Publikasi ini berfungsi sebagai penga­

wasan yang dilakukan seluruh rakyat

sehingga penyelewangan dalam pe­

nyusunan APBN dapat diminimalisasi.

sumber : anggaran.depkeu.go.id

KPK menyarankan penguatan regulasi

terkait kriteria pengalokasian dan penggunaan dana optimalisasi dan memformalkan

perubahan rencana kerja pemerintah

agar tidak berubah-ubah. Kemudian,

besaran defisit atas usulan perubahan

APBN oleh DPR harus sudah dikontrol

ketika masih proses pembahasan.

Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id

Page 26: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

50 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 51

Dalam kegiatan publik khusus­

nya pemerintahan maupun

privat (swasta), pengadaan

barang/jasa menjadi sebuah keharu­

san guna keperluan operasional yang

bersifat rutin seperti bahan baku, ba­

han penolong (supplies), suku cadang,

barang jadi, dan barang modal

(kapital) seperti bangunan, mesin dan

peralatan lainnya.

Kebutuhan akan barang/

jasa tidak dapat dihindarkan guna

menjaga kelancaran operasional dan

untuk menjamin pertumbuhan usaha

atau suatu kegiatan. Sementara itu,

prosesuntuk sampai ke tangan tidak

dapat diperoleh secara instan dan

membutuhkan beberapa tahapan.

Tahapan tersebut dimulai dari proses

pemesanan, proses produksi, packing,

pengiriman barang, sampai dengan

proses barang di gudang hingga siap

digunakan oleh pemakainya. Oleh

sebab itu, sistem pengadaan publik

yang transparan, non diskriminasi,

berkeadilan, efektif dan efisien sa-

ngat penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good gover-

nance).

Salah satu isu dan permasala­

han pokok dalam penyelenggaraan

pengadaan publik yang diakui oleh

berbagai kalangan ialah prilaku dis­

kriminatif, kecurangan, dan korupsi.

Pengadaan adalah kegiatan untuk

mendapatkan barang, atau jasa secara

transparan, efektif, dan efisien sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan

penggunanya. Yang dimaksud barang

disini meliputi peralatan dan juga ba­

ngunan baik untuk kepentingan pub­

lik maupun privat.

Barang/jasa publik adalah ba­

rang yang pengunaannya terkait den­

gankepentingan masyarakat ba nyak

baik secara berkelompok maupun

secara umum, sedangkan barang/jasa

privat merupakan barang yang hanya

digunakan secara individual atau ke­

lompok tertentu.

Terdapat beragam pemahaman

MODUS RASUAH DALAM PROCUREMENT

terkait dengan public procurement,

tergantung dari cara pandangnya.

Mengacu pada pengertian umum

mengenai pengadaan,public procure-

ment dapat dipahami dari sudut pan­

dang obyek pengadaan, pelaksana

pengadaan, dan sumber dana pen­

gadaan.

“Pengadaan Barang dan Jasa”

atau dalam istilah asing disebut se­

bagai procurement muncul karena

adanya kebutuhan organisasi atau

suatu kelompok akan suatu barang

atau jasa, mulai dari pensil, seprei,

aspirin untuk kebutuhan rumah sakit,

bahan bakar kendaraan milik peme­

rintah, peremajaan mobil dan armada

truk, peralatan sekolah dan rumah

sakit, alutista untuk instansi militer,

perangkat ringan atau berat untuk

perumahan, pembangunan, untuk

jasa konsultasi serta kebutuhan jasa

lainnya (seperti pembangunan stasiun

pembangkit listrik atau jalan tol hing­

ga menyewa jasa konsultan bidang

teknik, keuangan, hukum atau fungsi

konsultasi lainnya).

Semua pengadaan yang sum­

ber dananya dari pemerintah baik me­

Semua pengadaan yang sumber dananya dari pemerintah baik melalui APBN, APBD, maupun perolehan dana masyarakat yang dikelola oleh

institusi pemerintah dikategorikan sebagai public procurement. Sesuai dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 serta perubahannya

Perpres Nomor 70 Tahun 2012 pasal 5 tentang pengadaan barang/jasa.

lalui APBN, APBD, maupun perolehan

dana masyarakat yang dikelola oleh

institusi pemerintah dikategorikan se­

bagai public procurement. Sesuai den­

gan Perpres Nomor 54 Tahun 2010

serta perubahannya Perpres Nomor

70 Tahun 2012 pasal 5 tentang pen­

gadaan barang/jasa menerapkan prin­

sip-prinsip pengadaan yaitu: efisien,

efektif, transparan, terbuka, bersaing,

adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Oleh sebab itu, seluruh kegiatan dan

proses pengadaannya harus mengacu

dan mengikuti Perpres Nomor 54 ta­

hun 2010 serta perubahannya Perpres

Nomor 70 tahun 2012.

Transparansi adalah prinsip

yang menjamin akses atau kebebasan

bagi setiap orang untuk memperoleh

informasi tentang penyelenggaraan

pemerintah, yakni informasi tentang

kebijakan, proses pembuatan dan

pelaksanaannya, serta hasil­hasil yang

dicapai.Sehingga transparansi itu

sendiri dapat disimpulkan memiliki

artian sebagai penjamin kebebasan

dan hak masyarakat untuk mengak­

ses informasi yang bebas didapat,

siap tersedia dan akurat. Apabila

Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id

Ilustrasi : Ki Agus/beritagar.id

OLEH : ROFI SARI DEWIAUDITOR MUDA PADA INSPEKTORAT INVESTIGASI

Page 27: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

52 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 53

transparansi tidak dilakukan akan

berakibat kepada tindakan yang tidak

diinginkan atau bisa juga disebut de­

ngan korupsi pada pengadaan barang

dan jasa.

Transparency International (TI)

mendefinisikan korupsi sebagai suatu

tindakan penyalahgunaan kekuasaan

yang bertujuan menghasilkan keun­

tungan pribadi. Pengertian “keuntun­

gan pribadi” ini harus ditafsirkan se­

cara luas, termasuk juga di dalamnya

keuntungan pribadi yang diberikan

oleh para pelaku ekonomi kepada ke­

rabat dan keluarganya, partai politik

atau dalam beberapa kasus ditemu­

kan bahwa keuntungan tersebut disa­

lurkan ke organisasi independen atau

institusi amal dimana pelaku politik

tersebut memiliki peran serta, baik

dari sisi keuangan atau sosial. Sejauh

ini, jarang sekali ditemukan penjela­

san terperinci dalam hukum kriminal

tentang definisi korupsi. Umumnya,

hukum kriminal masih mencampur­

adukan tindak kejahatan korupsi

dengan tindak kejahatan lainnya, yang

kemudian juga disebut sebagai tindak

pidana korupsi misalnya, penyuapan

(baik pemberi maupun penerima)

oleh para pejabat pemerintah baik

lokal maupun asing dan perusa­

haan­perusahaan pribadi, pem­

berian uang pelicin, penipuan,

penipuan data dalam ten­

der, penggelapan, pencu­

rian, tender arisan (kolusi

antar sesama peserta tender), suap di

lembaga legislatif, dan lain­lain.

Bentuk Korupsi dalam Proses Pen-gadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa

di pemerintah merupakan salah

satu ladang bagi seseorang berbuat

korupsi. Bentuk yang paling sering

dilakukan dan terang­terangan adalah

penyuapan dan pemberian uang peli­

cin (uang rokok, uang bensin dan se­

bagainya) hingga bentuk lainnya yang

lebih halus dalam bentuk korupsi

politik.

Penyuapan vs Uang Pelicin.

Biasanya, kasus penyuapan dalam

jumlah yang besar diberikan kapada

pejabat senior pemerintah (pembuat

keputusan) untuk menghasilkan kepu­

tusan menguntungkan si penyuap.

Sedangkan Uang Pelicin, biasanya

berupa pemberian uang dalam

jumlah yang lebih kecil, yang

pada umumnya diberikan

kepada pegawai rendahan

dengan maksud untuk

mempercepat atau mempermudah

masalah terutama yang terkait per­

soalan hukum (misalnya dalam peme­

riksaan bagasi oleh pihak bea cukai)

atau uang pelicin untuk memperlan­

car proses pembayaran akibat ket­

erlambatan pembayaran, sebut saja

misalnya pembayaran pajak. Kedua

bentuk kejahatan tersebut termasuk

tindak pidana korupsi yang dilarang di

hampir seluruh negara.

Supply vs Demand.

Biasanya, praktik penyuapan

dapat dilakukan apabila ada perte­

muan antara si pemberi suap dengan

si penerima suap; kasus terakhir (juga

disebut sebagai pemerasan) seringkali

diartikan sebagai “korupsi pasif”, akan

tetapi arti istilah ini menjadi salah

pengertian karena pelaku pemerasan

akan mampu melakukan apa saja ke­

cuali bersikap “pasif”.

Kartel atau Kolusi. Kartel biasanya sering ter­

bentuk oleh para peserta tender

dengan tujuan untuk memanipulasi

pemenang tender, yang menguntung­

kan salah satu anggota kartel terse­

but. Praktik yang juga digolongkan se­

bagai korupsi ini dapat dilakukan den­

gan atau tanpa adanya keterlibatan

pejabat negara didalamnya. Semen­

tara, kolusi biasanya merupakan ben­

tuk kesepakatan dari peserta tender

untuk menetapkan giliran pemenang

tender atau kesepakatan pembayaran

kompensasi kepada pihak yang kalah

dalam tender karena memasukan

penawaran yang lebih tinggi.

Struktur vs Situasional. Korupsi dalam konteks bis­

nis sering berbentuk “struktural”,

yang berarti telah direncanakan dan

dipersiapkan secara matang serta

dijalankan secara sistematik. Sering­

kalinya untuk korupsi “situasional”

adalah tanpa direncanakan, misalnya

ketika seseorang mengemudi kenda­

raan dibawah pengaruh minuman

keras dan kemudian tertangkap oleh

petugas polisi, orang tersebut akan

menawarkan uang suap kepada petu­

gas tersebut dengan tujuan membu­

juknya agar tidak memberikan surat

tilang.

Manifestasi dan risiko korupsi

dalam pengadaan barang dan jasa

dapat berbeda di setiap tahapnya.

Diperlukan strategi yang tepat untuk

mencegah atau meminimalisir potensi

korupsi sehingga dapat dideteksi se­

jak awal. Selain itu, diperlukan adanya

upaya pencegahan dan pengawasan

(atau due deligence) untuk menanggu­

langi munculnya “tanda­tanda baha­

ya” yang diperkirakan akan berpotensi

korupsi.

Aspek penting yang harus di­

pertimbangkan dalam menganalisis

risiko korupsi adalah menemukenali

dan membedakan masalah yang me­

nyebabkan korupsi, apakah disebab­

kan sistem yang tidak efisiensi atau

justru pelaksanaan sistemnya yang

keliru. Apabila keputusan yang di­

hasilkan kurang memuaskan, maka

pendekatan analisis berikutnya harus

ditinjau dari sisi alasan penyebab ke­

jadiannya, terutama jika diduga ada

aksi kejahatan. Tak semua masalah

efisiensi dapat dikaitkan dengan

korupsi, demikian pula sebaliknya.

Disisi lain, hal yang terkadang terli­

hat sebagai tindakan korupsi dapat

disebabkan oleh sebuah kesalahan

kecil atau adanya kelemahan kapa­

sitas pelaksananya. Meski upaya

untuk pencegahan korupsi masih

lemah, namun mungkin kelak akan

diperlukan dalam sebuah reformasi

sistem. Sebagai contoh, jika reformasi

bertujuan mengefisiensikan proses

pengadaan barang dan jasa, tetapi

mengacuhkan aspek transparansi dan

penyebarluasan informasi, dikhawatir­

kan rekomendasi yang dihasilkan akan

menjadi bumerang ketika dilakukan

evaluasi. Demikian pula sebaliknya.

Proses pengadaan barang dan jasa

yang transparan tetapi tidak efisien

juga akan berdampak pada hasil dan

target yang diharapkan karena proses

yang terlalu lama.

Meskipun Indonesia telah

menerapkan aturan pengadaan ba­

rang dan jasa secara ketat, korupsi

dalam pengadaan terus terjadi.Banyak

pejabat yang mengurusi pengadaan

barang/jasa di instansi pemerintah

terjerat perkara korupsi. Pada ke­

nyataannya, tak semua pejabat yang

terseret risiko korupsi berniat melaku­

kan penyimpangan. Ada kemungkinan

karena ketidakpahaman dan ketida­

ktahuan aturan tentang prosedur

pengadaan barang/jasa. Padahal,

pengadaan barang/jasa mengandung

risiko pidana jika tak dijalankan se­

bagaimana mestinya.

Selain itu, perlu juga ditentu­

kan siapa pejabat berwenang yang

bertanggung jawab atas pengadaan

barang/jasa, karena Pelaksana Pe­

ngadaan pada prinsipnya adalah

orang yang membantu Pejabat

Berwenang. Pejabat Berwenang

bertanggung ja wab baik dari segi

administrasi, keuangan dan manfaat

pengadaan barang/jasa sesuai keten­

tuan dan prosedur yang berlaku. Oleh

sebab itu, pejabat berwenang perlu

memiliki integritas moral, disiplin,

dan rasa tanggung jawab yang tinggi

serta kualifikasi teknis dan manaje­

rial.Untuk menciptakan transparansi,

akuntabilitas, serta kompetisi yang

sehat dalam pengadaan barang/jasa

perlu diadakan Sosialisasi Pengadaan

Barang dan Jasa Pemerintah agar

pelaksana pengadaan tidak melaku­

kan kesalahan dalam pengadaan ba­

rang dan jasa.

Dalam menganalisis risiko korupsi adalah

menemukenali dan membedakan masalah

yang menyebabkan korupsi, apakah

disebabkan sistem yang tidak efisiensi atau justru

pelaksanaan sistemnya yang keliru.

Praktik penyuapan dapat dilakukan apabila

ada pertemuan antara si pemberi suap dengan si penerima suap; kasus terakhir (juga disebut

sebagai pemerasan) seringkali diartikan

sebagai “korupsi pasif”

Page 28: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

54 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 55

Hadi RahmanSosok Bersahaja Nan Berintegritas

OLEH : FAJAR HARNANTO

Dahulu memang ada anggapan

bahwa staf khusus adalah “proyek

balas budi”. Namun Hadi berpendapat,

dirinya bersedia ditunjuk di

jabatan ini tak lain hanya untuk

mengabdikan dirinya pada negeri.

foto: dok.itjen kemenag

Pernah seketika makan di kantin, ditanya pegawai lain, loh bapak kan eselon satu kok makan di sini?

Saya jawab sambil bercanda saja, lah memang mampunya di sini. Saya nggak malu kalau orang

lihat saya makan di kantin, atau pulang pergi naik kereta, karena menurut saya saya mau apa

adanya saja.

““MENDEKATMengenal Lebih Dekat

MENDEKATMengenal Lebih Dekat

Staf Khusus menteri dinilai

penting keberadaannya di

sebuah kementerian. Mer­

eka adalah orang yang bekerja di balik

layar seorang menteri. Itu sebabnya,

Menteri Agama Lukman Hakim Saifud­

din mengangkat staf khusus untuk

membantu tugasnya.

Salah satunya adalah Hadi Rah­

man. Berlatar belakang praktisi di

bidang komunikasi dan media, pria

yang usianya terbilang muda ini di­

percaya membantu Menteri Agama

menangani komunikasi publik dan hal

strategis lainnya. Hadi, begitu biasa

disapa, akhirnya dapat ditemui Tim

Majalah Fokus Pengawasan di sela

waktu sibuknya.

Ketika pertama kali diminta men­

jadi staf khusus, Hadi mulanya ragu.

Maklum, saat itu ia sedang konsen

membangun bisnis barunya. Namun,

ia akhirnya menyanggupi tugas itu

karena cocok dengan pemikiran dan

arah kebijakan Menteri Agama Luk­

man Hakim Saifuddin. Hanya saja,

untuk banting setir dari swasta ke

pemerintahan, ia mengaku perlu ber­

adaptasi terlebih dulu.

“Di awal­awal, saya coba membagi

waktu karena gaji di sini amat minim.

Pagi sampai sore men gabdi di Ke­

menterian Agama, malamnya pindah

tempat untuk mencari penghasilan.

Tapi, lama­lama capek dan semakin

sulit dijalani sehingga saya terpaksa

me ngabdi sepenuhnya. Adapun soal

rejeki, biarlah jadi urusan Tuhan,” ka­

tanya sambil meneguk minuman kesu­

kaannya, kopi hitam.

Menurut Hadi, ketulusannya

me ngabdi di Kementerian Agama

dipe ngaruhi opini publik yang

berkembang saat itu bahwa instansi

ini amat korup dan layak dibubarkan.

Hadi ingin mengubah opini buruk itu

menjadi positif karena sesungguhnya

kementerian ini pantas dimuliakan jika

dikelola de ngan baik.

“Kementerian Agama lahir se­

bagai konsekuensi negara Indonesia

yang masyarakatnya relijius. Konsti­

tusi kita juga banyak dipengaruhi un­

sur agama. Jika Kementerian Agama

dibubarkan, maka ruh negara ini akan

hilang,” jelas pria yang sudah malang­

melintang bekerja sejak masa kuliah

ini.

Meskipun masih banyak hal yang

mesti dibenahi, saat ini upaya mem­

perbaiki citra itu sudah on the track.

Beberapa survei menempatkan ke­

menterian ini di posisi atas. Keberhasi­

lan ini tak lepas dari strategi komuni­

kasi yang diterapkan Menteri Agama

berdasarkan masukan staf khusus.

Ya, staf khusus biasanya memberikan

pertimbangan objektif bagi menteri

agar dapat mengambil keputusan dan

mengkomunikasikannya secara tepat.

“Dalam memberikan masukan ke­

pada Menteri Agama, kita harus siap

kapan saja saat dibutuhkan. Seringkali

kita juga harus turun ke lapangan

untuk memetakan persoalan secara

lengkap dan mendalam. Kalau perlu,

kita juga yang menyelesaikan perso­

alannya supaya tidak menumpuk di

Pak Menteri,” ungkapnya mengenai

cara kerja staf khusus.

Inilah salah satu hal yang mem­

bedakan antara staf khusus Menteri

Agama sekarang dengan sebelumnya.

Hadi menepis anggapan bahwa staf

khusus adalah “proyek balas budi

politik”. Sebaliknya, Hadi mengatakan,

menjadi staf khusus berarti mengabdi

kepada negeri. Makanya, ia bukan

hanya berusaha menerjemahkan visi­

misi Menteri, tapi juga menyumbang­

kan pemikiran sendiri yang relevan

dengan pembenahan Kementerian

Agama.

Ketika ditanya, apakah ada keun­

tungan tersendiri ketika menduduki

posisi ini? Hadi menjawab dengan

tegas, dirinya tak berniat dan bermi­

nat menjadikan posisinya sebagai aji

mumpung. Ia sekali lagi menegaskan

bahwa kehadirannya adalah dalam

rangka “mewakafkan diri” untuk men­

gabdi pada negeri melalui Kement­

erian Agama.

“Mungkin posisi ini sangat strat­

egis untuk bermain proyek. Tapi saya

memilih menghindari hal seperti itu

karena akan mengganggu fokus kerja,

menimbulkan konflik kepentingan,

dan mencederai integritas,” tegasnya.

Selain murah senyum, Hadi amat

bersahaja. Humble, begitu kata orang.

Ia seringkali terlihat sedang makan di

kantin belakang, berdiri berdesakan

di kereta listrik, dan mengendarai

sepeda motor ke kantor. Kendaraan

dinasnya lebih sering diparkir di kan­

tor Kemenag di Lapangan Banteng.

Pernah suatu kali ia ditanya seorang

pegawai, “Bapak kan pejabat eselon

satu, kok makannya di kantin sih?”

Dengan santai Hadi menjawab, “Ya,

gajinya hanya cukup buat makan di

sini. Yang penting, nikmati saja.” Na­

mun, sesekali ia juga datang ke kantor

dengan mobil pribadinya yang CBU

(Completely Built In) dan limited edi-

tion.

“Saya itu apa adanya saja. Bahwa

saya sering menempatkan diri sebagai

orang kelas bawah, itu sebenarnya

untuk menjaga kewarasan. Menyerap

keluhan orang bawah sehingga selalu

bisa bersyukur. Kalau kita waras, kita

akan merasa cukup dan enggan ko­

rupsi,” jelasnya.

“Penghasilan kita itu kan insyaal-

lah pasti cukup untuk menutup biaya

hidup, tapi tak akan pernah cukup un­

tuk membiayai gaya hidup. Makanya,

tidak usah banyak gaya, kita cari

berkah saja,” tambahnya berfilosofi.

Dalam kesempatan berbincang

kali ini, ia mengemukakan pendapat­

nya tentang Inspektorat Jenderal

Kementerian Agama. Menurutnya,

Itjen sudah menjalankan tugasnya

dengan baik dan berkontribusi besar

bagi peningkatan performa Kemen­

terian Agama. Namun, ia berharap

proses pencegahan lebih diutamakan

ketimbang penindakan. Ia juga meng­

ingatkan bahwa Itjen dan satuan kerja

lain di Kementerian Agama adalah

satu tubuh yang harus saling meno­

pang dan saling bersinergi untuk ke­

majuan bersama.

“Tugas Itjen itu meliputi tiga

unsur. Selain pengawasan dan penin­

dakan, ada unsur pencegahan. Kalau

selama ini Itjen dianggap keras dalam

penindakan, saya harap sekarang

memperkuat sistem pencegahan. Bu­

kankah lebih baik mencegah daripada

mengobati? Janganlah Itjen itu bertin­

dak seolah KPK Cabang Kementerian

Agama, ha­ha­ha,” katanya sambil ter­

tawa mencairkan suasana.

Page 29: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

56 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 57

MENDEKAT MENDEKATMengenal Lebih Dekat Mengenal Lebih Dekat

foto: dok.itjen kemenag

HADI RAHMANTempat, Tanggal LahirGresik, 2 Juli 1979

AlamatKompleks Wisma Tajur B II No.

4 Ciledug Tangerang 15152

P: 62­812­196­7000

E: [email protected]

REKAM JEJAK• Gelar Jurnalistik dari Fakultas

Komunikasi Mercu Buana, Jakarta

• Lulusan Pesantren Ilmu Al­Quran

(PIQ), Singosari Malang

• 10 tahun menangani pekerjaan konsultan

untuk lembaga donor dan korporasi

• Konsultan untuk Swisscontact pada program:

UKM Mengakses Media, Promosi Bisnis Kecil,

dan Strategi Ekonomi Mikro

• Konsultan komunikasi publik untuk Bappenas

RI­Chemonics pada program LPSE

• Konsultan komunikasi untuk GTZ pada

program pengembangan ekonomi regional:

strategi marketing dan pencitraan daerah;

kerjasama antardaerah; dan mengkondisikan

ekosistem bisnis yang sehat lewat analisis

dampak kebijakan, layanan satu pintu, dan

survei iklim bisnis

• Konsultan kampanye sosial untuk

Kementerian Lingkungan Hidup pada

program Udara Bersih

• Trainer komunikasi untuk IRI pada program

peningkatan kapasitas legislator

• Konsultan komunikasi untuk Chemonics pada

program reformasi birokrasi di Mahkamah

Agung

• Konsultan marketing sosial untuk AIPD­

AUSAID pada program peningkatan kapasitas

pertanian jagung di Nusa Tenggara Timur

• Konsultan pengelolaan media internal PT

Artajasa

• Trainer pengelolaan media internal

Pertamina PHE ONWJ

• Konsultan strategi media untuk PGN

(Persero)

• Konsultan strategi komunikasi bisnis untuk

Sucofindo

Pen

gal

aman

Lai

n

Akt

ivit

asP

eng

alam

an K

erja

Pen

did

ikan

Dat

a D

iri

Aktivitas UtamaStaf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia

Tugas :

Membantu Menteri Agama untuk

membuat kebijakan, mengatasi hambatan

dan mempercepat peningkatan kinerja,

mengawasi implementasi reformasi

birokrasi, mendorong inovasi layanan publik,

mengelola isu strategis, dan merancang

strategi komunikasi.

Aktivitas Organisasi• Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Jakarta – sebagai Koordinator

Hubungan Eksternal

• Dewan Pers – sebagai Penguji Sertifikasi

Kompetensi Jurnalis

• Koperasi Jurnalis Independen – sebagai

Direktur Eksekutif

• CORE (Center of Reform on Economic)

Indonesia, an economic think tank

and research organization & business

advisory – sebagai salah satu pendiri

• 15 tahun sebagai praktisi media

dan komunikasi.

• Meliput ekonomi, hukum, dan

politik

• Mentor untuk redaksi Delta radio,

Mersi FM, and Koran Poskota .

• Pendiri/pengelola portal berita

politik Jurnalparlemen.com &

portsl bisnis Varia.id

Penghargaan• Juara 1 Anugerah Jurnalistik PGN (2011)

• Juara 1 Lomba Karya Tulis Energi ­ PLN (2004)

• Juara 2 Lomba Bahasa Arab Siswa SMA se­Jawa Timur (1996)

• Peserta terbaik di Pelatihan Jurnalistik, IAIN Sunan Ampel ­

Jawa Pos (1996)

Publikasi1. Masaail fi At-Tarawih (1998) – sebagai

penulis

2. Autobigrafi Marsekal Sri Mulyono

Herlambang (2001) – sebagai editor

3. 100 Advokat Terkemuka Indonesia

(2003) – sebagai pembantu editor

4. Seri Panduan Manajer HRD: Aplikasi

Rumusan Upah Sundulan DS (2003) –

editor

5. Perkembangan Panasbumi di

Indonesia (2003) – sebagai penulis

6. Majalah biografi Megawati

Soekarnoputri: Mega, The President

(2004) –co. editor

7. Panduan Hukum Jurnalis (2005) –

penulis

8. Koloni Hukum (2006) – penulis

9. Fikih Jurnalistik (2007) — sebagai

pentashih

10. Handbook for Radio News Director

in Disaster Area (2007) – penulis

perwakilan Indonesia

11. Biografi KH Basori Alwi, Sang Guru

Quran (2007) – editor

12. Biografi Menteri Agama KH

Muhammad Ilyas (2007)– co.editor

13. Mewartakan Usaha Kecil: Panduan

untuk Jurnalis (2008) — editor,

penerbit

14. Perjalanan INDRA – Indonesian Debt

Restructuring Agency (2008) – penulis

15. 10 Tahun Reformasi (2008) – penulis

bidang ekonomi dan hukum

16. Aparat Hukum Melek Pers (2009) –

editor

17. Indonesia for Sale (2009) – editor

18. Biografi & film dokumenter Koes Plus

(2010) – produser eksekutif

19. Biografi Said Budairy ‘Wartawan NU

Itu..’ (2010) – editor

20. Panduan Meliput Terorisme (2010) –

penulis

21. Buku profil Yap Thiam Hien Award

(2012) – pentashih

22. Buku Ekonomi Konstitusi (2013) –

editor

23. Buku ‘PR Ekonomi Presiden Baru’

(2014) – editor

24. Buku ‘Napi Craft – Pemberdayaan

Ekonomi dari Balik Jeruji’ (2014) –

penulis

Page 30: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

58 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 59

Romo Edy: Tidak Ada

Satupun Agama yang Mendukung

Korupsi

foto: dok.itjen kemenag

Majalah Fokus Pengawasan pada ke-sempatan kali ini menghadirkan wa-wancara khusus dengan tokoh Agama Katolik dan juga penggiat anti korupsi yaitu Romo Edy Purwanto Pr, Sekre-taris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Berikut ini wawan-cara lengkap dengan Romo Edy, Kamis (12/3/2015) di Kantor KWI Jakarta.

Bagaimana pandangan Romo Edy terkait dengan kondisi korupsi di Indonesia sekarang ini?

Saat ini kondisi korupsi di In-donesia boleh dikatakan sangat parah. Mengapa demikian, karena praktek atau perilaku koruptif itu sudah mera-suk mulai dari tingkat pusat sampai dengan akar rumput. Saya tidak hanya menyebut hanya sampai di daerah tetapi sudah sampai ke akar rumput. Karena sebut saja ditingkat RT atau RW praktek korupsi itu sudah ada. Walaupun memang jumlahnya tidak spektakuler seperti di tingkat pusat. Memang saya mengatakan kondisinya sudah sangat parah. Bahkan kalau perlu harus dikatakan bahwa di Indo-nesia itu sudah darurat korupsi.

Terkait upaya pencegahan korupsi bagaimana?

Pencegahan yang dilakukan oleh lembaga negara atau lembaga swasta dan oleh masyarakat sendiri boleh dikatakan sudah lumayan. Ada upaya konkret yang dilakukan untuk mendidik warga, masyarakat, para pejabat publik, para aparatur untuk benar-benar menjalankan tugasnya dengan amanah. Dan mereka bertang-gungjawab terhadap apa yang disebut kesejahteraan umum. Sementara ka-lau dilihat dari sisi penindakan saya masih melihat belum cukup merata,

Reporter : ALI MACHZUMIWENDI WIJARWADIABDURRAHMAN SAPUTRA

belum cukup menggembirakan dalam arti saya masih memiliki kesan tebang pilih. Tetapi saya sendiri tidak memi-liki bukti dalam arti data riil bagaima-na kata tebang pilih itu diberi makna atau diberi arti yang sesungguhnya. Tetapi kondisi itu masih secara prib-adi saya rasakan dan mungkin juga dirasakan oleh para pengamat yang kurang lebih tentu juga sama perasaa-nnya dengan saya.

Untuk meminimalisir perilaku koruptif tersebut, peran apa yang bisa dilakukan oleh para pemuka Agama khususnya terkait dengan nilai dan moral Agama Katolik?

Di Gereja Katolik itu se-cara hirarki nilai, pertama dan yang utama adalah sabda Tuhan yang ada di dalam Kitab Suci. Kemudian yang kedua adalah ajaran Gereja yang se-cara resmi disampaikan kepada umat. Dan yang ketiga, tentu saja nilai-nilai umum yang sebenarnya menjadi nilai pribadi-pribadi yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Kalau saya di-minta setidak-tidaknya mengambil

dua saja ayat dari kitab suci yang bisa digunakan untuk selalu mengingatkan umat khususnya umat Katolik apabila dia menjalankan peran publik untuk menjadi pelaksana tugas atau pelak-sana kepemimpinan publik. Saya akan mengambil pertama dari Injil Lukas ketika Yohanes pembaptis itu ditanya oleh cukup banyak orang setelah dia mewartakan pentingnya pertobatan. Lalu dia ditanya oleh para prajurit pada waktu itu yang menyatakan be-gini. “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya dan kami apakah yang harus kami perbuat. Jawab Yohanes kepada mereka ja ngan merampas, jan-gan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu”. Coba kalimat ini kalau direnungkan sekaligus dinternalisa-sikan didalam diri. Kalau disini tadi disebut prajurit, tetapi itu bisa ber-laku umum untuk aparat pemerintah, penegak hukum dan lain sebagainya. Yaitu jangan me rampas, memeras dan cukupkanlah dirimu dengan ga-jimu. Nah, sekarang ini aparat-aparat pemerintah sudah mendapatkan gaji dan dari waktu ke waktu sudah di-

foto: dok.itjen kemenag

Romo Edy bersama tim peliput dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. dari kiri ke kanan: Abdurrahman Saputra, Wendy Wijarwadi, Romo Edy, dan Ali Machzumi.

Page 31: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

60 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 61

upayakan untuk disesuaikan dengan harapan bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk melakukan korupsi. Sedangkan dari Surat Rasul Paulus, saya mengambil dari satu Timotius Bab VI ayat 10 dimana dalam surat itu Paulus mencoba melihat penyakit bersilat lidah dan menge-nai cinta uang. Santo Paulus menyatakan dengan sangat jelas bahwa akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab karena memburu uanglah beberapa orang telah me-nyimpang dari Iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Nah, karena orang itu cinta akan uang bahkan mengejar-ngejar uang itu seolah-olah uang itu menjadi segala-galanya dan dia rela menyimpang dari Imannya dan bahkan dia menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Coba kalau sudah menyimpang. Korupsi dan segala macamnya sehingga akhirnya dia ketahuan. Maka mau tidak mau dia akan dihukum sekian puluh tahun kemudian istilahnya dimiskinkan. Hartanya dirampas dan dikembalikan kepada negara. Hal yang demikian itu sama saja dengan menyiksa diri. Walaupun mungkin spirit dan semangat koruptor itu me ngatakan mereka melaku-kan korupsi itu berharap jangan sampai ketahuan. Tetapi itulah sikap dan semangat yang sama sekali tidak sesuai dengan iman yang ditekuni atau agama yang dipeluk dan diikutinya. Sebab semua Agama tidak ada satupun yang mendukung korupsi. Semua agama pasti mengatakan hiduplah jujur, hiduplah bertanggungjawab dan bekerjalah dengan sebaik-baiknya untuk pengorbanan bagi kepentingan banyak orang.

penegakan zona zero corruption di Ke-menterian Agama. Harus tegas, jujur, bersih dan memang tidak pilih kasih. Jangan like dan dislike dalam penanga-nan atas indikasi korupsi atau apapun di Kementeriannya.

Inspektorat Jenderal memiliki Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama, yang menjadi-kan nilai dan moral agama sebagai basis pencegahan perilaku korup-tif dan menyimpang, bagaimana pendapat Romo terkait itu?

Saya sangat setuju. Walaupun sebenarnya kalau saya susun secara hirarkis, nilai-nilai agama dan budaya itu ada pada urutan kedua. Yang per-tama, tindakan preventif pencegahan

terhadap korupsi itu mesti harus di-lakukan berbasis keluarga. Dan untuk nilainya, memang keluarga juga harus menegakkan nilai-nilai agama dan budaya sebagai sarana untuk mendi-dik seluruh warga pada keluarganya itu. Kemudian yang kedua, lembaga budaya. Lembaga budaya di sini yang saya maksudkan adalah masyarakat. Setelah berbasis keluarga kemudian berbasis budaya masyarakat. Yang ketiga, berbasis pendidikan formal. Selama ini kekeliruan keluarga-keluarga itu terlalu mengandaikan bahwa lembaga pendidikan formal itu akan mampu mengatasi segalanya termasuk dalam internalisasi nilai ke-pada anak-anak. Padahal keluarga itu memegang kunci utama. Baru yang ke-empat, lembaga hukum. Yang memang harus secara tegas melakukan penin-dakan. Walaupun mereka juga mem-punyai peran melakukan tindakan-tindakan preventif melalui pendidikan kepada masyarakat. Pendidikan ke-sadaran hukum dan sebagainya. Jadi ingat, bagaimanapun juga lembaga agama termasuk Kementerian Agama secara khusus Inspektorat Jenderal Kementerian Agama harus memper-hatikan keluarga-keluarga sebagai ba-sis utama untuk pendidikan nilai anti korupsi. Dan dari pendidikan nilai tersebut diharapkan anak-anak atau anggota keluarga memiliki kesadaran untuk tidak melakukan korupsi. Itu yang ingin saya usulkan.

foto: dok.itjen kemenag

Harapan Romo ke depan terkait dengan peran Kementerian Agama dalam mem-bimbing umat seperti apa?

Saya melihat ada tiga Kementerian yang bertanggungjawab di dalam pendidikan nilai. Satu, Kementerian Agama. Kedua, Kementerian Pendi-dikan dan Kebudayaan. Dan Ketiga, Kemen terian Hukum dan HAM. Sela-ma ini justru kerap kali disindir-sindir, baik itu pada Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan yang seharusnya menjadi moral gate kiper atau penjaga gerbang moral itu, pada waktu yang lalu disebut-sebut sebagai Kementerian yang korup. Akhir-akhir ini sepertinya sudah tidak terdengar lagi seperti itu. Mungkin sudah ada upaya-upaya riil di Kementerian Aga-

ma maupun di Kementerian Pendidi-kan untuk benar-benar berusaha me-niadakan korupsi itu. Hal itu saya kira merupakan sesuatu yang bagus. Nah, peran seperti apa yang harus dihadir-kan khususnya oleh Kementerian Aga-ma? Saya mau mengatakan Kemen-terian Agama secara internal memang harus benar-benar menjadi wilayah atau menjadi zona zero korupsi. Kalau tadi saya menyatakan bahwa Kementerian Agama harus menjadi moral gate kiper atau penjaga ger-bang moral itu memang benar-benar harus diperhatikan. Supaya harapan masyarakat bahwa di Kemenag zero korupsi itu bisa terwujud. Tentu pem-binaan-pembinaan yang dilakukan internal untuk rekan-rekan di kantor

itu semakin menjadi penting. Dan ru-panya Inspektorat Jenderal itu sudah menjalankan peran ini. Maka kalau saya boleh mengusulkan Inspektorat Jenderal itu harus menjadi lembaga atau bagian yang tegas di dalam struk-tur Kementerian. Memang selama ini Inspektorat Jenderal itu dibawahnya Menteri. Walaupun nantinya akan menjadi kesulitan kalau Menterinya yang melakukan korupsi. Kemudian bagaimana Inspektorat Jenderal atau Inspektur Jenderalnya mengawasi atasannya hal tersebut. Saya rasa sekarang ini tidak ada alasan bahwa bawahan tidak boleh mengoreksi atasannya, bahkan hal itu harus juga dilakukan. Maka tolong Inspektorat Jenderal jadilah garda depan dalam

Tindakan preventif pencegahan terhadap

korupsi itu mesti harus dilakukan berbasis

keluarga. Dan untuk nilainya, memang

keluarga juga harus menegakkan nilai-nilai

agama dan budaya.

Page 32: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

62 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 63

Sekitar Kita Sekitar Kita

OLEH : RUDI KURNIAWANJFU PADA SUBBAG KEUANGAN

Page 33: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

64 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 65

OPINI OPINI

Tujuh puluh tahun silam, tepat-nya pada tanggal 3 Januari 1946, terobosan terbaru dilakukan

negara ini yang saat itu baru sekitar 5 (lima) bulan merasakan kemerdekaan. Pemerintah saat itu dengan resmi mendeklarasikan lahirnya Departe-men Agama (Sekarang Kementerian Agama). Perjalanan awal itu dilanjut-kan dengan dipilihnya H.M. Rasjidi sebagai Menteri Agama pertama di Republik Indonesia. Dalam perjalan-nya, tantangan demi tantangan telah diterima Kementerian Agama. Namun, semua tantangan itu berhasil dilalui dengan sangat baik bahkan menjadi-kan peran Kementerian Agama sema-kin sentral di tengah masyarakat.

Kini, zaman mengantarkan kita ke era teknologi, era global, era keterbu-kaan berbagai informasi. Semua yang tidak siap menerima era tersebut, seo-lah akan terseret lalu ditinggal begitu saja dan habis ditelan masa. Tentu, hal tersebut membuat siapa saja yang hendak berdiri tegak harus dapat mengikuti kemajuan zaman ini.

Salah satu kemajuan yang terjadi saat ini adalah hadirnya Masyarakat Ekonomi Asean atau dikenal dengan nama MEA. MEA adalah kawasan ter-integrasi antara Indonesia dengan negara-negara di wilayah Asia Teng-gara. MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Namun, sebelum MEA dideklara-sikan, perdagangan di antara sesama negara ASEAN sudah bebas dan nyaris tanpa hambatan. Hal tersebut diung-kapkan ekonom negara kita, Faisal Basri dalam opininya yang berjudul Tak Perlu Gentar Menyongsong MEA. Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa tak sebatas perdagangan, mo-bilitas manusia antar negara ASEAN juga tanpa hambatan berarti. Jutaan tenaga kerja Indonesia bekerja di Ma-laysia dan Singapura. Maskapai pen-erbangan ASEAN sudah lama leluasa mendarat di berbagai kota di Indo-

RELEVANSI5 NILAI

BUDAYAKERJA

KEMENAGDI ERA MEA

OLEH : ROIKHATUL AZIZAHAUDITOR PADAINSPEKTORAT WILAYAH I

““

Masuknya era Masyarakat

Ekonomi Asean (MEA) menjadi satu momen peningkatan

pelayanan dan kualitas birokrat

Indonesia.

Ilust

rasi

: MAN

NY F

RANC

ISCO

/str

aits

times

.com

nesia. Bank-bank milik Malaysia dan Singapura dengan mudah kita jumpai di berbagai kota. Tenaga professional seperti akuntan, penasihat keuangan, dan manajer pabrik dari negara luar dengan mudah kita temui di berbagai perusahaan nasional maupun multina-sional.1

Berbagai persiapan terus dilaku-kan negara kita untuk memastikan kerjasama yang terjalin ini akan mem-beri dampak positif/menguntungkan bagi Indonesia, bukan sebaliknya. Salah satu yang sedang mempersiap-kan diri adalah aparatur pemerintah-an. Paradigma lama yang menyebut bahwa aparatur pemerintahan adalah

sebuah profesi yang aman dan nyaman tanpa adanya persaingan dan terke-san minim kreatifitas sudah haruslah dihapus. Kini, yang harus ditanamkan adalah aparatur pemerintahan adalah sosok manusia-manusia yang siap ber-saing dan memiliki berbagai sifat baik dan mampu dijadikan teladan bagi ma-syarakat.

Dalam sebuah kesempatan yang berhasil diliput oleh Liputan6.com, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan bahwa mulai masuknya era Masyara-kat Ekonomi Asean (MEA) menjadi satu momen peningkatan pelayanan

Aparatur negara dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif menghadapi perkembangan

yang dinamis serta tidak lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga dituntut untuk menjadi

pribadi yang tangguh dan memiliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan

negara di ASEAN.

Page 34: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

66 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 67

OPINIOPINI

dan kualitas birokrat Indonesia. Menu-rutnya, sangat penting untuk me-ningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparatur negara agar siap menghadapi ketatnya persaingan MEA, dimana aparatur negara dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif meng-hadapi perkembangan yang dinamis serta tidak lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga dituntut untuk menjadi pribadi yang tangguh dan me-miliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan negara di ASEAN. Serta sebagai upaya untuk membangun penyelenggaraan negara yang lebih efektif, efisien dan inova-tif, diperlukan peningkatan kualitas dari para aparatur negara, khususnya dalam perkembangan dunia yang telah masuk pada era birokrasi yang kom-petitif.

Maka, menarik untuk mempredik-si efektifitas 5 (lima) nilai budaya kerja Kementerian Agama yang dicanangkan oleh Lukman Hakim Saifuddin. Dima-na kelima budaya tersebut merupakan nilai yang diyakini mampu menghada-pi perkembangan zaman guna mewu-judkan birokrat harapan masyarakat.

IntegritasIntegritas adalah keselarasan an-

tara hati, perkataan dan perbuatan. Keselarasan tersebutlah yang mem-buat manusia menjadi lebih bernilai dimata semuanya. Integritas tak akan lekang oleh waktu, tak akan habis di-gerus masa. Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa aktualisasi nilai integritas Kemen-terian Agama telah tercapai, apabila seluruh aparaturnya telah bertekad dan berkemauan keras untuk berbuat yang baik dan benar, berpikiran posi-tif, arif, dan bijaksana dalam melak-sanakan tugas dan fungsi, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menolak tindakan yang berdimensi korupsi, suap dan gratifi-kasi. MEA memang lebih konsen dalam hal perekonomian, namun, birokrasi yang berintegritas, sangat dibutuhkan di era ini, agar kita sebagai bangsa bisa menjaga martabat dan dan selalu men-junjung tinggi nilai-nilai luhur sebagai bangsa yang jujur, bebas korupsi.

ProfesionalitasIndonesia dan negara-negara

ASEAN yang tergabung dalam MEA otomatis akan dipenuhi dengan para pekerja-pekerja professional yang me-miliki keahlian spesifik di bidangnya masing-masing. Setiap individu akan

berlomba-lomba menunjukkan per-forma terbaiknya dan menampilkan setiap kemampuan yang dimilikinya. Setiap individu akan mendapat tempat sesuai dengan kemampuannya. Maka, suatu keharusan jika ingin masuk un-tuk bersaing di era ekonomi global ini, setiap individu harus memiliki skill yang mumpuni.

InovatifAda sebuah ungkapan yang men-

gatakan, “Perubahan adalah sebuah keniscayaan, dan satu-satunya yang ti-dak mengalami perubahan adalah pe-rubahan itu sendiri”. Ungkapan terse-but mengingatkan kita akan kenisca-yaan sebuah perubahan, dan meminta agar kita siap tuk menghadapi peruba-han. Perkembangan zaman akan se-lalu diiringi oleh perkembangan yang lainnya, teknologi salah satunya. Ino-vasi dalam bidang teknologi seakan menjadi pioneer dalam berbagai sendi kehidupan di era modern. Sebagai con-toh, sebagai salah satu pemanfaatan teknologi adalah Sistem Komputeri-sasi Haji Terpadu (Siskohat). Portal Kementerian Agama (www.kemenag.go.id) yang telah berjalan lebih dari 10 tahun dan saat ini telah menginte-grasikan 146 sub domain dari seluruh

Aparatur negara dituntut untuk dapat

bersaing secara kompetitif menghadapi

perkembangan yang dinamis serta tidak

lagi bermalas-malasan. Aparatur negara juga

dituntut untuk menjadi pribadi yang tangguh

dan memiliki kompetensi untuk berkompetisi agar tidak tertinggal dengan

negara di ASEAN.

Aktualisasi nilai integritas Kemen-

terian Agama telah tercapai, apabila

seluruh aparaturnya telah bertekad dan

berkemauan keras untuk berbuat yang baik dan

benar, berpikiran positif, arif, dan bijaksana dalam melaksanakan tugas dan

fungsi

satker. Selain itu, terdapat juga sistem informasi yang telah terintegrasi, an-tara lain: Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (EMIS), Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), Sistem Informasi Masjid (SIMAS), Sistem Informasi Wakaf (SIWAK), Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Sistem Informasi Manajemen Kepega-waian (SIMPEG), elektronik Audit (e-Audit), elektronik Kinerja (e-Kinerja) dan masih banyak lagi. Jumlah terse-but akan terus bertambah seiring per-tambahan waktu dan kemunculan ber-bagai ide inovatif lainnya.

Tanggung JawabKualitas pekerjaan yang baik

hanya akan dihasilkan oleh orang-orang yang memiliki komitmen tinggi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sekarang sudah bukan saatnya lagi mengerjakan suatu pekerjaan dengan setengah hati. Saat ini pun sudah saat-nya paradigma lama yang mengatakan bahwa pekerjaan sebagai aparatur pemerintah adalah profesi aman dan terjamin, sehingga apapun hasil ker-janya tidak dijadikan masalah.

MEA membuat aktivitas antar negara-negara ASEAN seolah tak ada batas. Masing-masing warga negara

yang tergabung dalam MEA bebas mencari pekerjaan dan bersaing ber-sama. Kompleksitas serta spesifikasi yang semakin tajam menghasilkan para pekerja-pekerja dengan kemam-puan yang di atas rata-rata. Hal inilah yang harusnya menjadi konsen peme-rintah sebagai penanggung jawab ter-besar bagi masyarakat di negaranya. Pemerintah harus hadir di tengah ma-syarakat untuk meredakan dan mem-berikan solusi atas kegundahgulanaan sebagian orang yang terlanjut pesimis akan kehidupannya akibat keberadaan MEA. Maka, komitmen tinggi aparatur pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya membuat peme-rintah akan terasa kehadirannya, khu-susnya dalam mengisi MEA. Para inves-tor tentu berharap adanya dukungan positif dari pemerintah sehingga tak akan ada lagi istilah birokrasi rumit. Yang ada adalah birokrasi efektif dan efisien yang dihasilkan dari aparat-aparat yang memiliki tanggung jawab atau komitmen tinggi.

KeteladananAl-Quran menyiratkan bagaimana

keteladanan yang dibangun haruslah dari diri sendiri, sebelum meminta orang lain untuk melaksanakan-nya. Aparatur pemerintah yang ber-jiwa keteladanan adalah mereka yang senantiasa mengerjakan kebaikan dan mencoba memberikan kebaikan itu untuk sesama. Keteladanan juga be-rarti bahwa aparat tersebut mampu memimpin dan mengayomi masyara-kat. kehadiran aparatur pemerintah di tengah-tengah masyarakat adalah se-bagai pelayan, bukan sebagai tuannya.

Dalam kehidupan bermasyara-kat, sikap maupun perilaku aparatur pemerintah haruslah menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. Integri-tas, semangat yang tinggi, optimisme, inovatif dan tingginya komitmen men-jadi sifat dasar yang terbungkus dalam bingkai keteladanan, hingga akhirnya akan hadir sosok aparatur pemerin-tah yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat.

Page 35: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

68 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 69

OPINI OPINI

NALAR ““

RELIGIUSANTIKORUPSI

OLEH : M. MUMTAHIN BALYA HULAIMY JFU PADA SUBBAG ORTALA

Realitas korupsi di Indonesia sungguh memprihatinkan. Bukan rahasia lagi bahwa

korupsi merupakan penyakit yang sampai kini belum ditemukan obatnya. Dilihat dari perspektif tindak korupsi, bangsa ini seolah menjadi bangsa yang sakit tetapi enggan untuk menyembuhkan diri.

Grafik korupsi tidak kunjung turun dari waktu ke waktu. Bah-kan, korupsi menjadi fenomena tersendiri yang adanya menjadi maklum dan wajar di Indonesia ini lantaran korupsi selalu ada di setiap lini kepemerintahan. Leb-ih parahnya lagi, korupsi ibarat jamur di musim penghujan yang rebakannya tak terbendung. Say-angnya lagi, di luar musim itu pun korupsi sudah terlanjur menguat.

Tidak mengherankan jika berita korupsi dan kasus tentang koruptor menjadi berita utama dari sejumlah media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik pun kini bisa hafal bahwa setiap ada kasus korupsi yang menimpa seorang oknum atau partai ter-tentu, pasti akan ada permainan politik. Ujung-ujungnya, ada berita lain yang digunakan sebagai senja-ta (baca: pengalihan isu) sehingga kasus korupsi bisa sejenak atau bahkan selamanya “dilupakan”.

Sementara itu, negara Indone-sia adalah negara dengan seluruh penduduknya memeluk agama. Agama menjadi hal yang begitu sensitif jika diungkap di ruang publik. Hal itu berarti bahwa ma-syarakat Indonesia benar-benar mempertahankan keberadaan agama sehingga agama menjadi patokan dalam berbagai tindakan.

Lebih dari itu, para pejabat dan oknum-oknum yang menempati posisi strategis dalam kepemer-intahan pun mempunyai agama dan meyakini keberadaan Tuhan sesuai dengan agama atau keya-

kinannya. Akan tetapi, posisi stra-tegis tersebut seolah menjadi tabir antara dirinya dengan Tuhannya. Oleh karenanya, Tuhan berusaha “dibuang” dalam hati dan pikirannya untuk sekadar meraup keuntungan melalui korupsi. Agama diibaratkan adalah urat nadi masyarakat di Indo-nesia. Kitab-kitab suci banyak dikaji. Tafsir-tafsir klasik dan kontemporer dibukukan sehingga tersebar ajaran kebajikan yang dituahkan agama. Dari segala hal yang terkait aja-ran agama tersebut, tidak satu pun yang memerintahkan umatnya un-tuk mengambil hak milik orang lain secara zalim. Dan, tindak korupsi merupakan penyimpangan terhadap ajaran agama.

Penting kiranya bahwa agama hendaknya diperankan sebagai kri-tik antikorupsi. Agama bukan seka-dar identitas seseorang, melainkan penerapan ajaran-ajaran kebajikan-nya dalam setiap sendi dan lini ke-hidupan. Adhitya Mulya (2013) me-ngatakan bahwa di dalam Alquran, Injil, Alkitab, Weda, dan Bhagavad Gita tidak ditemukan ajaran un-tuk korupsi. Malah kitab-kitab suci tersebut mengharamkan korupsi. Lantas, di mana letak kesalahannya, ketika seluruh penduduk Indonesia yang beragama ini membuat Indo-nesia menjadi negara korup kelas kakap?

Hal yang menggelitik adalah hasil dari sebuah penelitian yang menyatakan bahwa di Swedia, 23% penduduknya tidak percaya akan ad-anya Tuhan alias ateis. Artinya, aga-ma tidak menjadi persoalan penting di sana. Namun demikian, Swedia justru menjadi negara dengan pe-ringkat tiga dunia yang paling ber-sih dari korupsi. Hal itu merupakan kontradiksi dengan realitas yang ada di Indonesia, yang seluruh pen-duduknya adalah umat beragama tetapi justru menduduki peringkat atas dengan status negara terkorup di dunia. Menggelitik bukan?

hasil dari sebuah penelitian yang

menyatakan bahwa

di Swedia, 23% penduduknya tidak percaya akan adanya

Tuhan alias ateis.

Artinya, agama tidak menjadi persoalan penting di sana.

Namun demikian, Swedia justru menjadi

negara dengan peringkat tiga dunia yang paling bersih

dari korupsi.

Hal itu merupakan kontradiksi

dengan realitas yang ada di Indonesia,

yang seluruh penduduknya adalah umat beragama tetapi

justru menduduki peringkat atas dengan status negara terkorup

di dunia.

Page 36: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

70 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 71

OPINI OPINI

Karl Marx pernah mengatakan bahwa agama itu candu. Sepertinya, pendapat tersebut benar-benar terjadi di Indonesia. Maksudnya, agama dipa-hami hanya sebatas identitas dan dife-rensiasi sosial. Parahnya lagi, agama malah justru ditunjukkan ke publik se-bagai pembenar aksi-aksi kebrutalan semisal terorisme, radikalisme, dan fanatisme buta. Padahal, agama adalah seperangkat aturan yang mengikat manusia agar menjadi pribadi-pribadi yang saleh dan mengamalkan kebaji-kan. Para nabi dan para pencerah budi yang mewariskan agama-agama sung-guh telah mencontohkan kesantunan, membawa pada pencerahan moral-spiritual, dan mengamalkan ajaran ka-sih sayang.

Pada dasarnya, hakikat dari aga-ma adalah membawa kebahagiaan umat manusia, mengajarkan kebaji-kan, dan menghidupkan cahaya spiri-tual umat manusia. Namun demikian, pada realitasnya agama justru menjadi candu yang tidak dihayati dalam ke-hidupan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan politik yang penuh dengan intrik-intriknya, bisa jadi partai poli-tik yang berasaskan agama tertentu justru para personilnya malah bertin-dak korup. Kenyataan tersebut men-gisyaratkan bahwa agama tidak dipa-hami sebagai pemaknaan keberadaan Tuhan. Agama itu sendiri sebenarnya representasi dari keberadaan Tuhan, bukan berupa doktrinal atau dogma semata yang mengikat secara kaku. Tuhan “bersemayam” di dalam agama. Dengan begitu, berkeyakinan terhadap suatu agama berarti mengimani ke-beradaan Tuhan. Sementara itu, Tuhan selalu memberikan bimbingan kepada umat manusia ke jalan yang benar, bu-kan menyuruh untuk menindas dan merampas hak orang lain secara tidak benar kayaknya perbuatan korup.

Sudah seharunya bahwa imple-mentasi agama itu dilakukan. Hal itu begitu mendesak mengingat feno mena korupsi yang semakin marak dan se-lalu saja ada kasus-kasus yang mere-

sahkan masyarakat Indonesia. Sudah seharusnya bahwa Tuhan kembali “di-hidupkan” dalam hati dan otak umat manusia sehingga mereka mampu me-lihat Tuhan dan mengamalkan ajaran-Nya (baca: agama).

Oleh karenanya, agama juga harus difungsikan sebagai kontrol individual dan sosial. Nilai-nilai dan ajaran-aja-ran agama yang merupakan represen-tasi keberadaan Tuhan harus diimple-mentasikan dalam setiap sendi dan lini kehidupan. Sikap religiusitas sung-guh mendesak dilakukan bukan seka-dar pencitraan atau topeng, melain-kan dalam bentuk hakikatnya. Agama adalah pelajaran moral yang sakral. Dengan begitu, keberadaannya henda-knya tidak hanya pada ranah ubudiyah semata, tetapi juga dalam ranah sos-ial. Bukankah agama itu seperangkat aturan demi tegaknya nilai-nilai keba-jikan?

agama harus mampu menjadi kritik. Bahkan

menjadi musuh atas fenomena korupsi yang

sangat marak di Indonesia.

Dr. Zuly Qodir pernah berkata bahwa agama harus mampu menjadi kritik. Bahkan menjadi musuh atas fenomena korupsi yang sangat marak di Indonesia. Jika agama mampu di-hadirkan dan dihidupkan di tengah godaan dunia, maka ada kemungkinan agama mendapatkan tempat yang se-padan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang terpuruk karena ren-dahnya moral dengan perilaku korupsi yang semakin memprihatinkan.

agama dipahami hanya sebatas identitas

dan diferensiasi sosial. Parahnya lagi, agama malah justru

ditunjukkan ke publik sebagai pembenar aksi-aksi kebrutalan semisal terorisme, radikalisme,

dan fanatisme buta.

“ foto: tempo.co

infografis: beritagar.id

Page 37: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

72 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 73

OPINI OPINI

MANAJEMENAUTOPILOT OLEH : FARID MA’RUF

AUDITOR PERTAMA PADA INSPEKTORAT WILAYAH III

Ketika mendengar kata autopilot maka yang terlintas di dalam pikiran kita adalah pesawat

terbang, karena istilah autopilot biasa digunakan dalam dunia penerbangan. Secara umum dapat diartikan bahwa autopilot dalam dunia penerbangan yaitu ketika pesawat terbang berada dalam kondisi terbang secara man-diri tanpa campur tangan dari sang pilot, dimana pesawat terbang mengi-kuti perintah yang telah diprogram sebelumnya oleh sang pilot. Namun bukan berarti pilot lepas tangan be-gitu saja akan tetapi tetap memantau

dan memastikan pesawat terbang se-suai dengan yang telah diprogramkan. Yang menjadi catatan adalah kondisi ini tidak berlaku pada saat pesawat akan take off maupun akan landing, pada kedua kondisi tersebut tetap di-perlukan keterampilan dan kemahiran pilot itu sendiri. Semakin banyak jam terbang pilot maka biasanya akan se-makin menentukan seberapa smooth proses take off dan landing pesawat.

Lantas, pada kondisi bagaimanakah dan sejak kapan istilah autopilot disandingkan dengan istilah manajemen? Kira-kira sekitar tahun

2012 masyarakat mulai mendengar is-tilah negara autopilot, birokrasi auto-pilot, manajemen autopilot. Sayangnya, idiom-idiom tersebut digunakan serta diidentikan dengan suatu kondisi dan keadaan yang kurang baik. Pa salnya ketika itu negara ditengarai berjalan tanpa arah yang jelas, kurang terli-hatnya kehadiran dan campur tangan pimpinan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sehingga autopilot di-identikan dengan berjalan semaunya tanpa output yang jelas juga. Padahal kondisi autopilot seharusnya dapat menjadi tanda bahwa segala sesuatu telah berjalan sebagaimana mestinya. Semua sumber daya telah menggu-nakan dan digunakan sesuai dengan seharusnya, sehingga manajemen dapat lebih fokus pada fungsi kontrol dalam hal pencegahan dan melakukan perbaikan segera apabila diketemukan sesuatu yang kurang sesuai.

Dalam dunia bisnis terdapat istilah pengusaha dan wiraswasta, memang sepintas tidak terdapat per-bedaan terhadap keduanya. Namun dalam sebuah diskusi kewirausahaan dijelaskan bahwa perbedaan kedua istilah tersebut terdapat pada segi “kehadiran” pemilik bisnis itu send-iri. Seorang pebisnis dapat disebut sebagai pengusaha ketika bisnisnya tetap dapat berjalan meskipun tanpa kehadiran dirinya dimana digantikan oleh sistem bisnis yang telah dibangun sebelumnya olehnya. Sedangkan pebi-snis disebut wiraswasta ketika bisnis hanya dapat berjalan ketika dirinya hadir dan mengendalikan langsung bisnis tersebut, ketika pebisnis terse-but berhalangan hadir maka bisnis ti-dak dapat berjalan.

Bila dapat dianalogikan de-ngan hal tersebut, maka perbedaan antara pemimpin dan pimpinan salah satu pembedanya adalah pada “ke-hadiran” dan sistem yang dibangun. Organisasi dapat berjalan dengan baik ketika pimpinan hadir dan mengenda-likan langsung alur kerja organisasi. Sebaliknya, organisasi tetap dapat ber-

jalan dengan baik meskipun tanpa ke-hadiran dari pemimpin. Dimana sum-ber daya manusia telah memiliki tang-gungjawab yang besar dalam menge-lola sumber daya yang ada dan meng-hasilkaan output yang sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi.

Nampak mudah memang, akan tetapi pada prakteknya belum tentu karena tidaklah mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang baik bagi organisasi. Dibutuhkan komitmen besar dalam memimpin organisasi, ke-inginan mendengar, kemampuan me-nyampaikan harapan, sampai de ngan membangun sistem yang baik dan mu-dah diaplikasikan oleh seluruh elemen organisasi. Di dalam memimpin or-ganisasi pun kiranya sama dimana orang-orang yang dipimpin akan lebih cenderung mengikuti atau mencontoh orang yang memimpin. Idealnya pe-minpin harus dapat menjadi teladan bagi yang dipimpinnya atas segala per-buatan dan ucapannya, dengan kata lain pemimpin harus dapat menjadi role model.

Ketika seorang pemimpin telah menjadi role model maka akan lebih mudah baginya untuk memba-ngun sistem pada organisasi yang dip-impinnya. Ketika itu juga bersamaan akan tumbuh rasa hormat dan rasa segan dari orang-orang yang dipim-pinnya, bukan rasa sebaliknya yaitu rasa takut kepada pimpinan. Pada kondisi ideal seperti inilah akan se-makin nampak perbedaan pemimpin dan pimpinan, pemimpin cenderung menggunakan “tangan terbuka” dalam mendelegasikan sebuah instruksi ke-pada bawahan dengan kata lain lebih mengedepankan sisi persuasif atau ajakan serta menimbulkan kesan hangat. Bandingkan cara sebaliknya yang sayangnya paling banyak diterap-kan di masyarakat kita dimana pimpi-nan lebih nyaman menggunakan “jari telunjuk” dalam meminta sesuatu ke-pada bawahan, penerimaan yang dira-sakan bawahan pun akan berbeda.

Sikap “tangan terbuka” dan “jari telunjuk” dapat dimaknai secara harafiah. Secara harafiah sikap “tangan terbuka” merupakan posisi kelima jari terbuka seperti gerakan mengajak un-tuk melakukan sesuatu dan sikap “jari telunjuk” merupakan posisi menunjuk kepada sesuatu hal. Kasat mata terli-hat lebih hangat dan lebih menghar-gai sikap “tangan terbuka” jika diban-dingkan dengan sikap “jari telunjuk”. Secara ma’nawiah adalah kedua sikap tersebut dapat mencerminkan upaya menghargai dan menghormati orang lain ketika meminta orang lain untuk melakukan sesuatu untuk kita.

Sikap seperti apa yang akan kita pilih secara tidak langsung akan mempengaruhi cara kita berkata-kata, menebar senyuman, gerak tubuh. Hal ini juga yang akan mempengaruhi si-kap timbal balik dari orang yang ber-interaksi dengan kita, apabila suatu maksud baik disampaikan dengan baik maka akan maksud tersebut juga akan diterima dengan baik pula. Pada proses pendelegasian tugas dan pem-berian instruksi perintah dalam ber-organisasi juga sama, pemilihan cara dalam memberikan perintah akan mempengaruhi ketulusan bawahan

Organisasi dapat berjalan dengan baik ketika pimpinan hadir dan

mengendalikan langsung alur kerja organisasi.

Sebaliknya, organisasi tetap dapat berjalan

dengan baik meskipun tanpa kehadiran dari

pemimpin.

Pemilihan cara dalam memberikan perintah akan mempengaruhi ketulusan bawahan

dalam melaksanakan tugas atau instruksi yang

diminta bahkan secara tidak langsung akan

mempengaruhi kualitas hasil yang diminta.

Page 38: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

74 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 75

OPINI OPINI

dalam melaksanakan tugas atau in-struksi yang diminta bahkan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hasil yang diminta.

Setiap organisasi pastinya memiliki budaya kerja masing-ma-sing dimana ditentukan oleh sistem dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Demikian juga dengan kementerian agama yang merupakan salah satu institusi publik akan me-miliki budaya kerja yang berbeda de-ngan institusi publik lainnya, demikian juga jika dibandingkan dengan insti-tusi non publik. Perbedaan budaya kerja ini akan berpengaruh terhadap metode dalam membangun sistem kerja yang efektif dan efisien sehingga dapat berjalan secara simultan yang pada akhirnya akan menentukan wak-tu pencapaian bagi institusi tersebut untuk dapat mencapai suatu kondisi autopilot.

Kementerian Agama dapat di-katakan sebagai institusi dengan Satu-an Kerja (satker) terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Sehingga sebenarnya kita cukup berbicara di lingkup Ke-menterian Agama saja sudah sangat luar biasa sekali keanekaragaman bu-daya kerja individu yang bersifat khu-sus yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh geografi, demografi, karak-ter daerah, serta adat istiadat. Meski-pun secara umum Kementerian Agama telah memiliki budaya kerja sendiri yang lebih dikenal dengan 5 (lima ) budaya kerja Kementerian Agama, yai-tu : Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab, dan Keteladanan. Ti-dak dapat dipungkiri bahwa budaya kerja yang khusus tadi terkadang lebih dominan dalam menentukan budaya kerja organisasi dibandingkan dengan budaya kerja Kementerian Agama se-cara umum yang telah disepakati ber-sama. Pada hakikatnya tidak menjadi masalah selama budaya kerja individu yang bersifat khusus tadi tidak berten-tangan dengan budaya kerja Kemen-terian Agama secara umum.

Lantas apa hubungan antara budaya kerja individu dengan mana-jemen autopilot? Seperti disampaikan sebelumnya bahwa kondisi autopilot sangat tergantung dengan seberapa baik manajemen merancang sistem kerja dan mempersiapkan sumber daya manusia-nya. Ketika berbicara sumber daya manusia, maka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat “kemanusiawian” dimana cenderung dipengaruhi letak geografi, demografi, karakter daerah, serta adat istiadat. Karena itulah, manajemen harus bersifat fleksibel menyesuaikan dengan kondisi sumber daya manusia yang ada selama tidak menyimpang dari standar yang telah berlaku secara umum.

Kementerian Agama ha-dir diseluruh penjuru nusantara dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat kecamatan baik dalam bentuk kantor

kementerian, madrasah maupun Kan-tor Urusan Agama (KUA). Ini menjadi sebuah tantangan besar untuk mem-buat satker-satker dapat membangun sistem kerja yang baik dan membentuk sumber daya manusia yang baik. Ten-tunya bukan tantangan yang mudah bagi pemimpin satker untuk mewu-judkannya, dibutuhkan keseriusan dan komitmen besar, sebaliknya, tidak ada hal yang sulit selama kita mau serius dan komitmen melakukannya.

Secara garis besar kondisi au-topilot dapat dicapai ketika sistem dan sumber daya manusia yang ada telah dapat memenuhi fungsi-fungsi mana-jamen, Plan-Do-Action-Controling. Pemimpin yang baik harus mempun-yai peran langsung dan memiliki ke-mampuan memperbaiki ketika terjadi hal-hal berpotensi menggangu proses manajemen. Repetition (pengulangan) yang dilakukan memegang peranan

penting sebagai kunci utama bagi per-cepatan terwujudnya kondisi auto-pilot. Dengan pengulangan ini dapat meminimalkan penumpukan masalah dibelakang hari karena setiap proses manajemen dan pengulangannya se-cara kontinyu dilakukan koreksi. Se-cara otomatis akan meminimalkan wasting time dan wasting money yang sebenarnya dapat ditiadakan dan se-cara otomatis akan “memaksa” sum-ber daya manusia yang terlibat men-jadi terbiasa dengan irama kerja yang dirancang manajemen.

Sesekali waktu pemimpin harus melakukan test case untuk melihat se-berapa jauh dan seberapa baik progess dari manajemen autopilot yang diben-tuk. Test case dapat dilakukan sesuai dengan gaya dan kemampuan mas-ing-masing pemimpin menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing satker. Contoh sederhana yang

Kondisi autopilot sangat tergantung dengan

seberapa baik manajemen merancang sistem kerja dan

mempersiapkan sumber daya manusia-nya.

Secara garis besar kondisi autopilot dapat dicapai

ketika sistem dan sumber daya manusia yang ada telah

dapat memenuhi fungsi-fungsi manajamen,

Plan-Do-Action-Controling.

dapat dilakukan antara lain yaitu:

• Waktu yang dibutuhkan untukmenyelesaikan satu pekerjaan. Pastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan atas suatu peker-jaan, baik pekerjaan yang bersifat pelayanan terhadap masyarakat maupun pekerjaan yang bersifat operasional atau administratif.

• Kualitas pekerjaan yang di-hasilkan. Setiap pegawai memi-liki kapabilitas dan keterampilan masing-masing, bahkan memliki etos kerja yang berbeda-beda tergantung motivasi kerja yang melandasinya. Faktor internal ini akan mempengaruhi kualiatas pe-kerjaan yang diminta, belum lagi faktor eksternal yang dapat mem-pengaruhi suasana kerja masing-masing pegawai.

• Jumlah sumber daya manusia

yang dibutuhkan untukmenye-lesaikansatupekerjaan. Berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu peker-jaan dapat dijadikan tolak ukur baik tidaknya sistem kerja yang telah terbangun.

Setidaknya 3 (tiga) hal tersebut dapat menjadi alat uji sederhana un-tuk menggambarkan seberapa baik sistem kerja yang telah berjalan. Meski pada aplikasi tergantung kreatifitas dari masing-masing pemimpin satker disesuaikan dengan kondisi sistem yang telah dibangunnya. Intinya adalah gambaran yang diperoleh dijadikan bahan untuk melakukan evaluasi dan bahan untuk melakukan perbaikan sistem yang memang membutuhkan perbaikan. Seperti disampaikan se-belumnya, kunci untuk menciptakan manajemen autopilot yang baik yaitu controlling atas plan, do, dan action serta repetation dari semua unsur manajemen. Waktu pencapaian yang dibutukan dan kualitas dari manaje-men autopilot yang buat juga ditentu-kan bagaimana seorang memposisikan diri, apakah sebagai pimpinan ataukah sebagai peminpin?

Kementerian Agama hadir diseluruh penjuru nusantara dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat kecamatan baik

dalam bentuk kantor kementerian, madrasah

maupun Kantor Urusan Agama (KUA).

Ini menjadi sebuah tantangan besar untuk membuat satker-satker

dapat membangun sistem kerja yang baik

dan membentuk sumber daya manusia yang baik.

Page 39: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

76 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 77

OLEH : HERI MUCHTAROMJFU PADA SUBBAG INTERNAL

HAB DAN REFLEKSI PROFESIONALITAS KINERJA PEGAWAI

Kementerian Agama baru saja memperingati Hari Amal Bhak-ti( HAB) yang ke 70. Tema yang

diambil di tahun ini adalah “Menegak-kan Revolusi Mental untuk Kemen-terian Agama yang bersih Melayani”, dalam sambutan menteri agama Luk-man Hakim Saifudin pada peringatan HAB Kemenag yang ke 70 diharap-kan memperkuat komitmen apara-tur Kementerian Agama terhadap Integritas,Etos Kerja dan Gotong Roy-ong diera revolusi mental sekarang ini.

Mengutip dari tema tersebut, di usia yang cukup matang diharap-kan semua civitas kementerian agama harus menjadi, garda depan dalam mereformasi semua bentuk penyim-pangan dan kejahatan di negeri ini, serta memberikan pondasi yang kuat untuk membangun integritas moral yang kokoh bagi seluruh jajaran di lingkungan Kementerian agama dan juga memberikan pelayanan yang sa-

ngat memuaskan kepada masyarakat tanpa adanya

Seperti yang telah kita keta-hui bahwa lima budaya kerja yang me-liputi, integritas, profesionalitas, ino-vatif, tanggung jawab dan ketela da nan harus selalu menjadi pedoman utama dalam mengemban tu gas di Kemenag, dan terbukti Keme nag telah melaku-kan per cepatan reformasi birokrasi yang berjaya meningkatkan kinerja aparatur. Perjalanan membangun Ke-menterian Agama yang profesional, penuh integritas dan sarat dengan ni-lai-nilai kemuliaan adalah sebuah pe-kerjaan yang tidak semudah memba-likkan tangan, tetapi perlu perjua ngan lari secara marathon, bukan sprint. Dari situ dibutuhkan ketekunan, ke-gigihan dan sikap istiqamah untuk terus menggedor nurani diri dengan kesadaran bahwa “hidup ini hanyalah merupakan pengabdian tanpa henti pada Yang Menciptakan Hidup”. Dibu-

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang

kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.

Sesungguhnya pendengaran,

penglihatan dan hati, semuanya itu akan

diminta pertanggungan jawabnya”

(Q.S Al Isra’ 36).

REFLEKSIProfesionalitas Kinerja Pegawai

olah gambar : Basuki Rahmat

Page 40: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

78 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 79

REFLEKSI Profesionalitas Kinerja Pegawai

tuhkan sejenis ketegaran yang terus melengking: menyuarakan kesadaran untuk terus menancapkan etos “Ikhlas Beramal” dalam dunia kerja sehari-hari.

Peringatan HAB bukan meru-pakan rutinitas yang didilaksanakan setiap tahunnya saja, yang dalam rang-kaiannya tidak hanya sebatas melak-sanakan kegiatan semacam upacara, perlombaan yang menyita waktu pada jam kerja, tasyakuran dan perhelatan pentas seni pada puncak acara yang menghabiskan dana tidak sedikit, akan tetapi dalam peringatan Hari Amal Bakti (HAB). Rangkaian kegiatan HAB diharapkan menjadi cambuk dan media intropeksi diri bagi lembaga ini untuk menjadi pelopor bagi kemente-rian atau lembaga lain yang mengede-pankan semangat ikhlas beramal dan profesionalitas dalam bekerja mela-yani masyarakat dan ikut andil dalam membangun Negara tercinta ini, serta menjadi momentum untuk terus me-ningkatkan kinerja dengan prinsip-prinsip profesionalitas dan integritas.

Keprofesionalitasan ini se suai dengan Firman Allah SWT dan juga Ha-dits Nabi SAW, dalam surat Al Isra’ ayat 36 yang artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mem-punyai pengetahuan tentangnya. Se-sungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S Al Isra’ 36). dan Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqân (profesional) dalam pekerjaan-nya” (HR Baihaqi). Seorang dikatakan profesional jika ia mahir dalam bidang pekerjaannya dimana ia mendapatkan penghasilan dari sana. Seorang peker-ja yang ikhlas dan profesional adalah ciri insan yang cerdas dan ahli dalam melakukan sesuatu dan ahli dalam pe-kerjaannya, mampu menunaikan tugas yang diberikan kepadanya secara pro-fessional dan sempurna, dan diiringi adanya perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam setiap pekerjaannya, se-

mangat yang penuh dalam meraih keridhaan Allah di balik pekerjaannya. Model pegawai atau buruh seperti tidak membutuhkan adanya penga-wasan dari manusia; berbeda den-gan orang yang melakukan pekerjaan karena takut manusia, sehingga akan menghilangkan berbagai sarana yang ada, melakukan penipuan terhadap apa yang dapat dilakukan.

Islam tidak hanya melahirkan manusia yang sukses dari sudut pe-ngamalan agama saja tetapi Juga Ingin melahirkan kesuksesan dalam kehidu-pan di dunia dan akhirat. Di antara eti-ka kerja menurut Islam yang apabila diterapkan maka akan menghasilkan kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah. orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam bekerja teru-tama secara moral dan profesional, akan diberi kehormatan lebih tinggi lagi dalam bcntuk jabatan dan pangkat yang lebih tinggi, disegani dan status-nya dalam masyarakat sangat dihor-mati.

Masalah profesionalisme ini juga sangat terkait dengan hak-hak pegawai dalam Islam. Jika Allah telah mewajibkan kepada pegawai untuk bekerja dengan cara yang itqon (profesional) dan cakap di dalamnya; maka baginya memiliki hak, sehingga menjadikan dirinya memiliki kehidu-pan yang mulia, kokoh dan kuat. Dan diantara hak-haknya adalah: Tidak membebani pegawai dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukan dan ti-dak memposisikannya pada pekerjaan yang berat yang tidak mampu dilak-sanakan; dan jika kita ingin memberi-kan pekerjaan yang berat maka hen-daknya kita membantunya dengan diri kita atau mencarikan orang lain untuk dapat membantunya; Rasulullah SAW bersabda: “Dan janganlah kalian mem-bebani mereka dengan apa yang me-reka tidak sanggup, namun jika kalian terpaksa membeba ninya maka bantu-lah mereka” (HR. Bukhari).

Di antara etika kerja menurut Islam yang

apabila diterapkan maka akan menghasilkan

kinerja yang baik, yakni Kerja adalah Ibadah.

orang yang mampu menjaga kehormatannya dalam bekerja terutama

secara moral dan profesional,

ww

w.ke

men

ag.g

o.id

Semarak perayaan HAB ke-70 di lingkungan kementerian agama. Menag menggarisbawahi bahwa lima nilai budaya kerja Kementerian Agama yakni, Integritas, Profesionalitas, Inovatif, Tanggung Jawab dan Keteladanan tidak hanya mampu diteriakkan sebagai slogan semata tapi beberapa nilai tersebut mampu terinternalisasi dan termanifestasikan dalam diri dan aktivitas kerja aparatur Kemenag melalui kegiatan HAB. Berbagai pihak mengapresiasi bahwa kegiatan Malam Tasyakuran HAB beberapa waktu lalu banyak mengandung sisi inovatif dan kreativitas berbeda dengan penyelenggaraan Tasyakuran HAB tahun-tahun sebelumnya.

infografis: Basuki Rahmat

Page 41: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

80 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 81

OLEH : MASYHUDJFU PADA SUBBAG TU INSPEKTORAT WILAYAH I

HIKMAH Standardisasi Akuntabilitas & Kesederhanaan

STANDARDISASI AKUNTABILITAS & KESEDERHANAANMENURUT AJARAN NABI MUHAMMAD SAW

Keteladanan sifat-sifat utama yang harus kita teladani adalah empat sifat Nabi Muhammad

SAW yang sangat mulia, yang harus ditiru dalam berkepemimpinan baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain, yaitu Siddiq (Jujur), Ama-nah (Dipercaya), Tabligh (Komuni-katif) dan Fathanah (Cerdas). Sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun. Beliau selalu memperlaku kan lawannya de-ngan tingkah laku yang terbaik. Berb-agai cara yang dilakukan oleh musuh-musuh beliau untuk menghentikan perjuangannya, tidak pernah berhasil. Beliau tetap tabah, sabar, dan sung-guh-sungguh. Rasulullah SAW dikenal sangat kuat berpegang pada keputu-sannya yang telah disepakati. Menge-tahui kekuatan dan kelemahan, teguh memegang prinsip, dan belajar dari pengalaman, bagaimana belajar dari/dan bekerja dengan orang lain. Beliau menjadi panutan dalam melaksanakan nasihat dan saran-sarannya, sehingga menjadi pribadi yang mulia. Beliau adalah orang yang sangat dermawan kepada siapa pun yang datang dan me-minta pertolongan.

Di antara sifat-sifat yang wajib diteladani dalam kaitannya dengan akuntabilitas yaitu sebagai berikut:

Siddiq (Jujur)

Nabi Muhammad SAW selalu memper-lakukan orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tapi juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau se-lalu konsisten. Tidak ada perbedaan antara kata dan perbuatan. Siddiq be-rarti jujur dalam perkataan dan per-buatan, amanah berarti dapat diper-caya dalam menjaga tanggung jawab, Dalam hal kejujuran pastinya ada kabar yang menjelaskan tentang seru-an Rasululloh SAW kepada ummatnya untuk berlaku jujur disetiap keadaan, dimanapun dan kapanpun itu. Ubaid-illah Ibnush shamit RA. menuturkan bahwa, Rasulullah SAW bersabda, “Ja-min untukku enam perkara dari ka-lian, aku menjamin untuk kalian surga, enam perkara ini adalah bila berbicara jujurlah; tepatilah janji apabila kalian berjanji; apabila kalian dipercayai, tu-naikanlah amanah; jagalah kemaluan kalian (dari kemaksiatan); palinglah pandangan kalian (dari segala yang di-

“Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab: 21: “Sesungguhnya

telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri

tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi

orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT

dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah SWT”.

Page 42: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

82 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015 83

haramkan melihatnya); dan tahanlah tangan kalian (dari mengambil yang haram)”, HR. Imam Ahmad. Berlan-daskan hadits diatas, maka jika ses-eorang sudah menjabat, maka ia mesti melakukan upaya-upaya Good Gover-nance, seperti transparansi, akuntabil-itas, dan responsibilitas atas aktifitas operasional institusi yang dipimpin-nya. Pemerintah yang baik adalah si-kap dimana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan negara yang berkaitan den-gan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam prak-tiknya, pemerintah yang bersih (clean government) adalah model pemer-intahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga menekankan kepada ummatnya untuk senantiasa berada dalam keju-juran dan menjauhi kedustaan dalam bercakap. Abdullah bin Mas’ud RA. menuturkan, Rasulullah SAW bers-abda, ”hendaklah kalian bersikap jujur. Kejujuran mengantarkan kepada ke-baikan, dan kebaikan mengantarkan-nya kepada surga. Dan senantiasa se-seorang bersikap jujur dan terus beru-paya menjaga kejujurannya sampai dengan dicatat disisi Allah SWT bahwa ia adalah seorang yang jujur. Jangan-lah sekali-kali kalian berdusta. Sebab, berdusta akan me ngantarkan kepa-da perbuatan maksiat, dan perilaku maksiat akan mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya, seseorang yang berlaku dusta, dan terus ingin berlaku dusta sehingga disisi Allah SWT ia di-catat seorang pendusta”. HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Jujur menjauhkan orang dari sak wasangka, jauh dari kecurigaan, tanpa adanya beban diawal maupun di kemudian hari. Rumusnya sederhana, “Jujur akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan men-gantarkannya kepada surga”. Dengan kejujuran yang dilandasi sikap istiqa-mah, seseorang akan mampu melewati badai yang selalu menghadang gerak dan langkahnya. Sehingga, menolak kebenaran dan meremehkan orang lain adalah bentuk dari kesombongan

nyatakan kebenaran meskipun konse-kwensinya berat. Beliau sangat tegas pada orang yang melanggar hukum Allah SWT, namun sangat lembut dan memaafkan bila ada kesalahan yang menyangkut dirinya sendiri. Dalam istilah Arab dikenal ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”, katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meski-pun pahit rasanya.

Kesederhanaan

Jika kita membaca sejarah Nabi Muhammad S.A.W, salah satu teladan yang seharusnya diikuti oleh para pe-jabat dan penguasa serta politisi kita yaitu kesederhanaan Rasululloh SAW. Dalam catatan sejarah terbukti men-jadi pedagang yang sukses kala itu, terlebih saat menikah dengan Sayidah Khadijah, seorang pengusaha yang kaya raya, saat itu menjadikan Rasu-lulloh SAW menjadi pengusaha yang kaya raya. Tetapi kekayaanya yang begitu besar hampir semuanya di-belanjakan untuk bangsa dan nega-ranya serta untuk agama dan umatnya. Sedangkan Beliau sendiri dalam ti-durnya hanya menggunakan anyaman pelepah daun kurma. Tidak hanya soal papan tidurnya, dalam makanan, Be-liau juga sangat sederhana. Beliau juga berkali-kali menekankan kepada umatnya khususnya yang menjadi pe-mimpin dan khalifah supaya menguta-makan rakyatnya. Jangan sampai dis-aat masih ada rakyat yang kelaparan tapi pemimpinya justru hidup berge-limang harta. Semua itu sangat di-tekankan karena seorang pemimpin, di akhirat nanti pastinya akan dimintai pertanggungjawabannya selama men-jadi pemimpin. Apa yang diajarkan Ra-sululloh SAW tersebut juga diikuti oleh keempat Sahabat terbaik beliau yang selalu hidup sederhana. Mereka itu adalah Abu Bakar RA, Umar bin Khat-tab RA, Usman bin Affan RA, dan Ali bin Abi Thalib RA. Keempat penerus Khalifah tersebut mewarisi gaya hidup kesederhanaan Rasululloh SAW. Bu-kan karena mereka miskin, para khali-fah tersebut juga terkenal sebagai pen-gusaha yang sukses tapi mereka tetap hidup sederhana.

HIKMAH Standardisasi Akuntabilitas & Kesederhanaan

yang tampak di permukaan.

Tabligh (Komunikatif)

Tabligh merupakan sifat Nabi Mu-hammad SAW yang ketiga. Cara dan metodenya agar ditiru sasaran per-tama adalah keluarga kemudian ber-dakwah ke segenap penjuru. Sebelum mengajarkan sesuatu, beliau melaku-kannya lebih dahulu. Sifat ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak me-nyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Beliau sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih oleh pengikutnya di ke-mudian hari. Akuntabilitas berkaitan dengan sikap keterbukaan (transpar-ansi) dalam kaitannya dengan cara kita mempertanggungjawabkan ses-uatu di hadapan orang lain. Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya me-

““Jujur akan mengantarkan

kepada kebaikan, dan kebaikan akan

mengantarkannya kepada surga”. Dengan kejujuran

yang dilandasi sikap istiqamah, seseorang akan

mampu melewati badai yang selalu menghadang gerak dan langkahnya.

Page 43: 45 T TRIWUL T 215 1 · DESAIN ARTISTIK/TATA LETAK : Basuki Rahmat FOTOGRAFER : Taufik Arsaf, Dian Andriady SEKRETARIAT : Sari Febrianti, Milha Fitri Hawa, Maulana, Ana Nurkhasanah

84 NOMOR 45 TAHUN XII TRIWULAN I TAHUN 2015