zakat madu dalam pandangan ulama -...

87
(Studi Perbandingan Kitab Badâ’i Al-Sonâ'i dan Kitab Al-Majmû’) ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.H) Oleh : AHMAD RIFA’I NIM: 1112043100031 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: nguyennga

Post on 30-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

(Studi Perbandingan Kitab Badâ’i Al-Sonâ'i dan Kitab Al-Majmû’)

ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.H)

Oleh :

AHMAD RIFA’I

NIM: 1112043100031

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

(Studi Perbandingan Kitab Badâ’i al-Sonâ'i dan Kitab al-

Majmû’)

Oleh:

AHMAD RIFA’I

NIM: 1112043100031

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M.Ag

NIP. 196511191998031002 NIP. 196803202000031001

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

ii

Page 3: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN

PANITIA UJIAN SKRIPSI

Ketua

: Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

NIP. 197412172003121002

( . . . . . . . . . . .)

Sekretaris

: Hj. Siti Hanna, S.Ag. Lc, M.A

NIP. 197402162008012013

( . . . . . . . . . . .)

Pembimbing I

: Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag

NIP. 196511191998031002

( . . . . . . . . . . .)

Pembimbing II : Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M.Ag

NIP. 196803202000031001

( . . . . . . . . . . .)

Penguji I : Prof. Dr. H. Abd. Wahab Abd. Muhaimin, Lc., M.A

NIP. 19551015979031002

( . . . . . . . . . . .)

Penguji II

: Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.A

NIP. 19680402000022001

( . . . . . . . . . . .)

Jakarta, 12 April 2017

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 196912161996031001

iii

Page 4: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Maret 2017 M

17 Rajab 1438 H

AHMAD RIFA’I

NIM: 1112043100031

iv

Page 5: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

ABSTRAK

Ahmad Rifa‟i, NIM: 1112043100031, Zakat Madu Dalam Pandangan Ulama

(Studi Perbandingan Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i dan Kitab al-Majmû‟), Program

Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 1437H/2017M. 1-84 halaman.

Skripsi ini membicarakan tentang hukum zakat kekayaan-kekayaan yang

tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan itu adalah

madu, di sini terjadi perbedaan pendapat. Sebagian fuqaha berpendapat tidak ada

zakat madu sedangkan sebagian ulama berpendapat madu wajib dikeluarkan

zakatnya. Dari permasalahan tersebut penulis akan menganalisa pendapat Imam

al-Kasani dalam kitab Badâ‟i as-Sanâ‟i sebagai ulama yang mewajibkan zakat

atas madu, yang bermazhab Hanafi, dan pendapat Imam Nawawi dalam kitab Al-

Majmû‟ yang tidak mewajibkan zakat madu, yang bermazhab Syafi‟i.

Penelitian ini bersifat penelitian keperpustakaan. Sumber primer dalam

kajian ini adalah kitab Badâ‟i as-Sanâ‟i karya Imam al-Kasani dan kitab Al-

Majmû‟, karya Imam Nawawi, sedangkan sumber skunder dikutip dari berbagai

literatur yang ada hubunganya dengan permasalahan yang dibahas. Dalam

pengumpulan data langkah yang diambil adalah mencari literatur yang ada

hubungannya dengan pokok masalah. Dalam analisa data penulis menggunakan

metode Deskriptif Analitik.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa antara Imam al-Kasani dan

Imam Nawawi terdapat kesamaan dalam menentukan hukum zakat madu.

Berdasarkan nash Al-Qur‟an tidak ada yang secara spesifik menjelaskan zakat

madu, yang ada hanya dalam hadis dan pendapat Sahabat di sini akar

perbedaanya. Adapun perbedaan antara keduanya bahwa menurut Imam al-

Kasani zakat madu hukumnya wajib karena ada beberapa Hadis, pendapat

Sahabat, dan qiyas. Bagi Imam Nawawi Hadis yang dikemukakan serta pendapat

tersebut hukumnya lemah sehingga tidak dapat dijadikan dalil wajibnya zakat

madu.

Kata Kunci : Zakat Madu, Qaul Qadim, Qaul Jadid.

Pembimbing : I. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag

II. Ahmad Bisyri Abdul Somad, LC, M.Ag,

Daftar Pustaka : Tahun 1966 s.d 2016

v

Page 6: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

الرحيم بسم اهلل الرمحن KATA PENGANTAR

Segala puji dipanjatkan kehadirat Allah Subhânahu Wata‟âla, yang telah

memberikan kenikmatan tiada tara kepada sekalian makhluk-Nya, yang telah

memberikan anugerah akal kepada manusia sehingga dapat merasakan

keagungan-Nya. Sungguh hanya dengan limpahan pertolongan-Nya akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam

dicurahkan kepada Baginda Agung Nabî akhir zamân Muhammad Sallâllâhu

„Alaihi Wasallam, beserta para handai tolan, sahabat, dan umatnya, terkhusus

para Ulama yang meneruskan estafet keilmuan sehingga ilmu Islam terus berjaya.

Amin.

Dengan segala kerendahan hati penulis sadar bahwa skripsi yang

dihadirkan ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis meyakini

skripsi ini didalamnya terkandung informasi cukup penting, dan mengingatkan

tentang relevansi kitab kuning dalam menghadapi era global yang penuh

problematika berbeda dengan masa sebelumnya. Penulis bersyukur dengan

mendalami pengetahuan melalui pengkajian kitab kuning banyak hikmah yang

penulis dapatkan.

Penulis membenarkan sepenuhnya bahwa skripsi yang dapat dihadirkan

ini bukan sebatas hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi

tulus tiada henti dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas

Syarî‟ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî‟ah dan

Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

vi

Page 7: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi

Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku

Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab;

3. Ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik

Penulis;

4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Bapak Ahmad Bisyri Abdul

Somad, Lc., M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan

arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik;

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî‟ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN)

Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan „Ilmu dan

Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi di Fakultas Syarî‟ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf

Hidâyatullâh Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm Negeri

Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan

do‟a selama penulis menjalani kehidupan ini;

8. Ibu Dra. Hj. Mila Jamila Azhari, MM, Bapak Drs. Hasian Pohan, M.Si,

Bapak Arifendi dan Ibu Hadijah, yang membantu penulis baik moril

maupaun materil.

9. Seluruh keluarga besar Bani Daud yang terus menerus memberikan

semangat yang luar biasa; dan seluruh keluarga besar Yayasan Solawat,

Yayasan Hayatul Islam, Forum Komunikasi Majlis Ta‟lim DKI, dan Partai

Persatuan Pembangunan;

10. Sahabat-sahabat seperjuangan, khususnya teman-teman Mahasiswa/i

vii

Page 8: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

Perbandingan Mazhab Fakultas Syarî‟ah dan Hukum UIN Jakarta angkatan

2012, dan Teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

Angkatan 2012 Komisariat Fakultas Syarî‟ah dan Hukum UIN Jakarta;

Berkat rahmat Allah Subhânahu Wata‟âlâ kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Semoga para pihak yang telah

memberikan bantuan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini

mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT. berlipat ganda. Amin.

Jakarta, 20 Maret 2017 M

17 Rajab 1438 H

Penulis

viii

Page 9: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN............................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................... iv

ABSTRAK..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. ix

PEDOMAN TRANSLITERASI.................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................

A. Latar Belakang Masalah..........................................................

B. Identifikasi Masalah................................................................

C. Batasan dan Rumusan Masalah...............................................

D. Tujuan dan Manfaan Penelitian...............................................

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu.......................................

F. Metode Penelitian....................................................................

G. Sistematika Penulisan..............................................................

1

1

6

7

8

9

10

12

BAB II KONSEP ZAKAT MENURUT MAZHAB HANAFI DAN

SYAFI’I.......................................................................................

A. Konsep Zakat Mazhab Hanafi.................................................

1. Pengertian Zakat.................................................................

2. Hukum Zakat......................................................................

3. Syarat Zakat........................................................................

14

14

14

15

17

ix

Page 10: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

4. Harta Zakat.........................................................................

5. Golongan yang Berhak Menerima Zakat............................

B. Konsep Zakat Mazhab Syafi‟i.................................................

1. Pengertian Zakat.................................................................

2. Hukum Zakat......................................................................

3. Syarat Zakat........................................................................

4. Harta Zakat.........................................................................

5. Golongan yang Berhak Menerima Zakat............................

18

23

24

24

26

26

27

30

BAB III

MATERI KITAB BADÂ’I AL-SONÂ'I DAN KITAB AL-

MAJMÛ’......................................................................................

A. Biografi Penulis Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i..................................

1. Kehidupan dan Pendidikan ................................................

2. Karya-karyanya..................................................................

3. Metode Istinbat Hukumnya................................................

4. Materi Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i.............................................

B. Biografi Penulis Kitab Al-Majmû‟..........................................

1. Kehidupan dan Pendidikan.................................................

2. Karya-karyanya..................................................................

3. Metode Istinbat Hukumnya................................................

4. Materi Kitab al-Majmû‟......................................................

32

32

32

33

33

34

36

36

37

38

39

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF ZAKAT MADU MENURUT

KITAB BADÂ’I AL-SONÂ'I DAN KITAB AL-MAJMÛ’....

A. Zakat Madu menurut Imam al-Kasani dalam Kitab Badâ‟i

al-Sonâ'i...................................................................................

46

46

x

Page 11: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

B. Zakat Madu menurut Imam an-Nawawi dalam Kitab Al-

Majmû‟....................................................................................

C. Analisis Komparatif Zakat Madu Menurut Kitab Badâ‟i al-

Sonâ'i dan Kitab Al-Majmû‟....................................................

1. Persamaan Pendapat Tentang Zakat Madu.........................

2. Perbedaan Pendapat Tentang Zakat Madu.........................

56

63

63

65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................

B. Saran-saran..............................................................................

67

67

68

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 70

xi

Page 12: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

PEDOMAN TRANSLITERASI1

1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis

(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.

Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah

sebagai berikut:

ARAB LATIN

Kons. Nama Kons. Nama

Alif Tidak dilambangkan ا

Ba b Be ة

Ta t Te د

Tsa ts Te dan es س

Jim j Je ط

Cha h Ha dengan dengan bawah ػ

Kha kh Ka dan ha ؿ

Dal d De ك

Dzal dz De dan zet م

Ra r Er ه

Zay z Zet ى

Sin s Es

Syin sy Es dan ye

Shad s Es dengan garis bawah

Dhat d De dengan garis bawah

1 Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat:

FSH-UIN Jakarta, 2012), hal. 43-46.

xii

Page 13: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

xiv

Tha t Te dengan garis bawah

Dzha z Zet dengan garis bawah ظ

„ Ain„ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

Ghain gh Ge dan ha غ

Fa f Ef ؾ

Qaf q ki ق

Kaf k Ka ن

Lam l El ي

Mim m Em

Nun n En

Wawu w We

Ha h Ha ـ

Hamzah ‟ Apostrof ء

Ya y Ye

2. Vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong bahasa Arab

yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf. Transliterasi

vocal tunggal dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan

‒ a fathah

‒ i Kasrah

‒ i dammah

Sedangkan Transliterasi vocal rangkap dalam tulisan Latin dilambangkan

dengan gabungan huruf sebagai berikut:

Page 14: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

xv

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan

ي ‒ ai A dan I

و ‒ au A dan U

3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat

dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf

dan tanda macron (coretan horisontal):

آ â A dengan topi di atas

î I dengan topi di atas ‒ى

û U dengan topi di atas ‒و

4. Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan huruf (اي),

dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

huruf qomariyyah, Misalnya:

al-ijtihad = اإلعزبك

al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = اوفخ

5. T a‟ marb utah mati atau yang dibaca seperti ber-harakat suk un,

transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,

sedangkan t a‟ marb ûtah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”,

misalnya ( الي .( ru‟yah al-hilâl atau ru‟yatul hilâl = هؤ٠خ ا

6. Tasydîd, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

فعخا = al-Syuf‟ah, tidak ditulis asy-Syuf‟ah

Page 15: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang menjadikan madu sebagai salah satu

produk prioritas hasil hutan bukan kayu. Kementerian Kehutanan memasukan

madu sebagai komoditas unggulan untuk dikembangkan. Madu merupakan salah

satu produk hasil hutan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki

banyak manfaat, diantaranya sebagai suplemen kesehatan, kecantikan, anti

toksin, obat luka, dan sebagai bahan baku dalam industri makanan dan minuman.

Dengan luas hutan yang mencapai 136,88 juta ha (Kementerian Kehutanan,

2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar. Sumber daya hutan

itu dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan peternakan lebah madu.

Diperkirakan rata-rata produksi madu seluruh Indonesia sekitar 4000 ton setiap

tahunnya, dan dari produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu

liar di hutan.1

Tidak ada data komprehensif mengenai volume madu di tingkat

internasional. Banyak dari negara-negara produsen madu memanfaatkan

produknya untuk konsumsi dalam negerinya. Madu hutan yang banyak dihasilkan

oleh lebah Apis dorsata ini, merupakan produk hasil hutan non kayu utama di

banyak negara. Madu adalah sumber pendapatan pemerintah, Di beberapa negara

1 Alex Novandra, Peluang Pasar Produk Perlebahan Indonesia, Acara Alih Teknologi,

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 11 September. (Jakarta: Balitbang

Kementan, 2013), h.2.

1

Page 16: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

2

seperti Bangladesh dan Thailand, pengumpulan madu hutan dikendalikan dan

diorganisir melalui izin pemungutan hasil oleh Departemen Kehutanan.

Sedangkan di negara lain, para pemungut hasil hutan dapat mengambilnya cuma-

cuma baik untuk keperluan domestik atau untuk dijual.2

Oleh karena keberadaannya yang memberi banyak manfaat dan memberi

keuntungan kepada pemiliknya, maka pada masa Umar ibnu Khatab mengambil

zakat dari madu. Mengingat pada esensinya zakat, menurut Umar, diambil dari

harta yang orang yang memiliki kelebihan harta untuk didistribusikan kepada

yang kekurangan harta. Dalam hal ini, pemilik madu memperoleh kelebihan harta

dari madunya tersebut.3

Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang tawon akan

dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka membayar „usyr,

maka sarang tawon mereka akan dilindungi. Apabila tidak mau maka tidak akan

mendapat perlindungan.4 Umar menyatakan bahwa lebah itu serangga hujan yang

Allah Azza Wa Jalla siram sebagai rizqi bagi orang yang dikehendakinya, maka

jika mereka pemilik sarang-sarang tawon membayar (zakat) kepadamu

sebagaimana mereka lakukan kepada Nabi Saw., jagalah sarangnya.”5

2 Alex Novandra, Peluang Pasar Produk Perlebahan Indonesia, Acara Alih Teknologi,

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 11 September. (Jakarta: Balitbang

Kementan, 2013), h. 10. 3 Ahmad Munif, Zakat Madu Pad Masa Khalifah Umar Ibn Khatab ra, Bimas Islam,

Vol .7 No.3 (Juni 2014), h. 458. 4 Muhammad Rowasy, Mausu‟ah Fiqh Umar ibn al-Khattab, (Beirut: Maktabah al-

Falah, 1981), h. 362. 5 Imam Kamaluddin, Syarah Fathul Qadir, (Beirut: Dar Al Kutub Al Islmaiyah, 2003),

Juz. II, h. 253.

Page 17: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

3

Akan tetapi, ulama berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan zakat

madu, sebagian berpendapat bahwa madu wajib dikeluarkan zakatnya dan

sebagian lagi berpendapat bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Di

antara ulama yang berpendapat bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya

adalah Imam Malik dan Imam Syafi‟i dengan alasan karena kewajiban tersebut

tidak terdapat dalam hadits yang pasti maupun ijma dan juga karena madu

merupakan cairan yang keluar dari hewan seperti susu, sedangkan susu menurut

ijma tidaklah wajib zakat.6

Pendapat Imam Malik dapat dilihat dalam al-Masâlik fi Syarh al-

Muwattho‟ Mâlik, sebagaimana berikut :

ق ا خ أ ا ا ن (( ث خ ل ل ١ ق ا ل ع ا ن ف أ ٠ ل :)) ا خ ب

ه ب بي ل ع ا ـ بح و ى ل ل ع بـ ا . بح و اي ١ ـ خ ف ١ ؽ ث أ بي ل .

ع ١ ال ع نا : أ م ب ١ ؽ ط و ق ٠ ب ١ ـ ت غ ر ـ ا

ع ه غ ا ج ب و بح و اي ى غ ر ل ا خ ف ١ ؽ ث أ ي ل ع ا ـ ال ف

.بح و اي ١ ـ 7

Artinya :“Masalah kelima : “Hendaknya tidak mengambil zakat dari madu dan

kuda”. Dengan dalil ini Imam Malik dan Imam Syafi‟i berpendapat

tidak ada kewajiban zakat pada madu. Sementara Abu Hanifah

mewajibkannya. Adapun dalil atas pendapat kami ialah bahwa madu ini

makanan yang keluar dari hewan, maka tidak wajib zakat sebagaimana

air susu. Mayoritas ulama pun tidak sependapat dengan Abu Hanifah

dengan menyatakan bahwa tidak boleh madu ditarik zakatnya.”

6 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakâh, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1969), Juz I, h.

424-425. 7 Abi Bakar Muhammad bin Abdillah, al-Masâlik fi Syarh al-Muwatho‟ Malik,:

(Beirut: Dar Gharb al-Islamiy, 2007), Juz IV h. 114.

Page 18: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

4

Adapun Imam Syafi‟i melahirkan dua pendapat yang berbeda yaitu Qaul

Qadim dan Qaul Jadid terkait zakat madu ini. Qaul Qadim terdapat dalam

kitabnya yang bernama al-Hujjah yang dicetuskan di Iraq, sedangkan Qaul Jadid

terdapat dalam kitab al-Umm yang dicetuskan di Mesir. Keadaan di Iraq dan di

Mesir berbeda sehingga membawa pengaruh terhadap pendapat-pendapat dan

ijtihad Imam Syafi‟i.8

Adapun ulama yang mewajibkan zakat madu diantaranya adalah Imam

Abu Hanifah dan Imam Ahmad Ibnu Hambal. Menurutnya, madu termasuk harta

yang dikenakan zakat dengan menganalogikan sebagai hasil bumi. Ketentuan

zakatnya adalah sebesar sepersepuluh (10%). Kewajibannya adalah sepersepuluh

ketika panen.9

Sementara itu, terkait hukum zakat madu ini, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) sebagai lembaga fatwa di Indonesia tidak menyatakan secara tegas status

hukum zakat madu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa Fatwa MUI yang

membahas permasalahan zakat dari tahun 1982-2011, yaitu sebagai berikut :10

1. Fatwa Tahun 1982 tentang Intensifikasi Pelaksanaan Zakat;

2. Fatwa Tahun 1982 Mentasharufkan Zakat Kegiatan Produktif dan

Kemaslahatan Umum;

3. Fatwa Tahun 1996 tentang Pemberian Zakat Beasiswa;

4. Fatwa No. 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan;

8 Abi Ishaq Ibrahim, al- Muhadzdzab, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1988), Juz I, h.154.

9 Ibn Abi al-„Izzi, al-Tanbîh „ala Musykilât al-Hidâyah, (Maktabah Syamela), Juz II, h.

868. 10

M.Ichwan Sam, dkk, Himpunan Fatwa Zakat MUI Kompilasi Fatwa MUI tentang

Masalah Zakat Tahun 1982 – 2011 (Jakarta : BAZNAS, 2011) h. 1 – 91.

Page 19: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

5

5. Fatwa No. 4 tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istimar

(Investasi);

6. Fatwa No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat;

7. Fatwa No. 13 Tahun 2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram;

8. Fatwa No. 15 Tahun 2011 Penyaluran Harta Zakat Bentuk Aset Kelolaan;

9. Fatwa No. 14 Tahun 2011 tentang Penarikan, Pemeliharaan & Penyaluran

Harta Zakat;

10. Fatwa tahun 2008 tentang Masail Fiqhiyyah Mu'ashirah (Masalah Fikih

Kontemporer) Masalah Yang Terkait Dengan Zakat.

Adapun zakat madu menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

adalah termasuk sebagai harta yang masih dipersoalkan kewajiban zakatnya,

maka keberadaannya dikembalikan kepada orang yang memiliki harta (Sahibu al-

mâl), pendapat mana yang mau dia ambil.11

Dengan demikian, BAZNAS tidak

memberikan pernyataan secara jelas bagaimana keputusan yang diambil

BAZNAS sendiri terhadap hukum zakat madu ini. Tidak hanya itu, dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat, produk madu ini juga

tidak dinyatakan secara jelas, apakah termasuk harta yang wajib ditarik zakatnya

atau tidak. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 4 ayat (2), bahwa zakat mal ialah:

1. Emas, perak, dan logam mulia lainnya;

2. Uang dan surat berharga lainnya;

3. Perniagaan;

4. Pertanian, perkebunan dan kehutanan;

11 Badan Amil Zakat Nasional, data diakses pada 25 Juni 2016 dari

http://pusat.baznas.go.id/zakat-atas-madu/.

Page 20: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

6

5. Pertambangan;

6. Perindustrian;

7. Pendapatan dan jasa; dan

8. rikaz

Imam al-Kasani dan Imam Nawawi merupakan ulama fikih yang

pendapatnya banyak menjadi rujukan oleh para ulama ketika menelaah fikih

mazhab Hanafi dan Syafi‟i. Zakat madu merupakan salah satu dari sekian

permasalahan fikih yang dibahas dalam kitabnya Badâ‟i al-Sonâ'i fi Tartib As-

Syara‟i dan Al-Majmu‟. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk

mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang zakat madu ini, yang tertuang

dalam karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “ZAKAT MADU DALAM

PANDANGAN ULAMA (STUDI PERBANDINGAN KITAB BADÂ’I AL-

SONÂ'I DAN KITAB AL-MAJMU’).”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka

identifikasi masalahnya sebagai berikut :

1. Madu merupakan produk ekspor dan impor yang memiliki nilai jual tinggi

baik di Indonesia maupun di Negara lain.

2. Pada masa sahabat Umar r.a dengan alasan penjagaan keamanan sarang

tawon, diwajibkan zakat madu ketika dipanen;

3. Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab terkait zakat madu;

Page 21: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

7

4. Masing-masing ulama memiliki dasar argumentasi yang bersumber dari al-

Hadis dalam mengeluarkan pendapat tentang hukum zakat madu;

5. Mengapa Imam Ibnu Malik tidak mewajibkan zakat madu?

6. Mengapa Imam Syafi‟i dalam qaul qadim mewajibkan zakat madu sementara

dalam qaul jadid tidak mewajibkan zakat madu?

7. Bagaiaman metode istinbath yang dilakukan Imam Ibnu Abu Hanifah dan

Imam Ahmad Bin Hambal sehingga berpendapat madu wajib dikeluarkan

zakatnya?

8. Belum ada fatwa MUI yang secara khusus membahas tentang zakat madu

dan produk hewani;

9. Keberadaan status hukum zakat madu dalam undang-undang nomor 23 tahun

2011 tentang zakat tidak dinyatakan secara jelas. Begitu pula pendapat

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang masih memberikan dua

alternatif hukum.

10. Bagaimana pendapat Imam al-Kasani dalam Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i tentang

zakat madu?

11. Bagaimana pendapat Imam Nawawi dalam Kitab al-Majmu‟ tentang zakat

madu?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Page 22: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

8

Berdasarkan Identifikasi Masalah yang penulis kemukakan di atas, agar

permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis membatasinya

hanya sekitar mengenai pandangan Imam al-Kasani tentang hukum zakat madu,

baik dari hasil hutan maupun budidaya serta tentang batasan nisabnya, yang

dijelaskan dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'I, dan pandangan Imam Nawawi terkait

zakat madu ini yang termuat dalam kitabnya al-Majmu‟.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah di atas dan dalam rangka

mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis menyusun

suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat Imam al-Kasani tentang zakat madu?

2. Bagaimana pendapat Imam Nawawi tentang zakat madu?

3. Bagaimana perbedaan dan persamaan pendapat Imam al-Kasani dengan Imam

Nawawi terkait zakat madu ini?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh

penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:

1. Untuk mengetahui lebih jauh pandangan Imam al-Kasani tentang zakat madu.

2. Untuk mengetahui lebih jauh pandangan Imam Nawawi tentang zakat madu.

3. Untuk dapat membandingkan pendapat imam mazhab terkait zakat madu ini.

Adapun manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah:

Page 23: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

9

1. Dalam rangka pengembangan dan memperluas wawasan pengetahuan

mengenai metode istinbath hukum Imam al-Kasani dan Imam Nawawi dalam

menguraikan zakat madu;

2. Dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang metode penyimpulan

hukum Imam al-Kasani dan Imam Nawawi dalam menetapkan hukum zakat

madu; dan

3. Menambah literatur perpustakaan khususnya dalam bidang hukum fikih.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang lainnya,

maka penulis me-review beberapa skripsi terdahulu yang pembahasannya hampir

sama dengan pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis

menemukan beberapa skripsi, yaitu:

1. Skripsi berjudul Hukum Zakat madu (Studi Analisis Pemikiran Yusuf

Qardhawi) yang ditulis oleh Somat.12

2. Skripsi berjudul Analisis Pendapat Imam Syafi‟i tentang Zakat Madu yang

ditulis oleh Istiqomah.13

3. Skripsi berjudul Zakat Madu dalam Fikih Kotemporer (Studi Istinbath Hukum

Yusuf Qardhawi) yang ditulis Nur Makhfudzoh.14

Pembahasan dalam skripsi pertama yang telah penulis kemukakan di

atas difokuskan pada pendekatan Mazhab Syafi‟i tentang zakat madu. Sedangkan

12 Somat, Hukum Zakat madu (Studi Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi), Skripsi

Fakultas Syar‟ah dan Hukum UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, 2010. 13 Istiqomah, Analisis Pendapat Imam Syafi‟i tentang Zakat Madu, Skripsi Fakultas

Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2011. 14 Nur Makhfudzoh, Zakat madu dalam Fikih Kotemporer, Skripsi Fakultas Syari‟ah

dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.

Page 24: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

10

dalam skripsi selanjutnya menggunakan pendekatan fikih kontemporer dari

Yusuf Qardhawi. Sedangkan pembahasan mengenai status hukum zakat madu

tidak begitu banyak disinggung dari sudut pemikiran kitab klasik sebagaimana

kitab Badâ‟i al-Sonâ'i yang bermazhab hanafi dan kitab al-Majmu‟ yang

bermadzhab syafi‟i. Dengan demikian, permasalahan yang penulis angkat dalam

skripsi ini jauh berbeda dengan tiga skripsi tersebut dan belum ada yang

membahasnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research)

dengan menggunakan bahan-bahan tertulis seperti buku, majalah, surat kabar,

dan dokumen lainnya.15

Oleh karena itu, guna mendapatkan data-data yang

dibutuhkan, peneliti menelaah bahan tertulis yang relevan dengan judul skripsi

ini.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer adalah sumber yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (akan

tugas-tugasnya) dari sumber pertamanya.16

Data primer tersebut yaitu Kitab

Badâ‟i al-Sonâ'i fi Tartibis-Syara‟i Juz II karangan Imam al-Kasani, Kitab al-

Majmu‟ Juz VII karangan Imam Nawawi .

15 Abudin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 125 16 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. II (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1998), h. 84-85.

Page 25: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

11

Sedang sumber data berikutnya adalah data sekunder. Data sekunder

yaitu data yang diperoleh dengan cara mengambil beberapa sumber bacaan yang

berkaitan dengan data primer. Sumber data sekunder berguna sebagai pendukung

yang akan penulis gunakan dalam membandingkan maupun melengkapi sumber

data primer, dalam hal ini mencakup juga buku-buku bacaan dan literatur-litertur

lain yang membahas tentang permasalahan zakat madu menurut Imam al-Kasani

dan Imam Nawawi, yang bisa digunakan penulis untuk membandingkan atau

melengkapi sumber data primer.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah

yang dikemukakan, dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan (library

research), yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber tertulis

berupa literatur buku, makalah, artikel dan karangan-karangan lain.17

Dalam

penelitian ini pengambilan data dengan dokumentasi buku-buku yang berkaitan

dengan masalah zakat madu secara umum maupun berkaitan dengan zakat madu

menurut Imam al-Kasani dan Imam Nawawi.

4. Analisis Data

Dalam analisis data penulis akan menggunakan beberapa metode guna

mendapatkan data yang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan. Metode-

metode itu di antaranya yaitu:

a. Deskriptif

17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. VI (Yogyakarta: Gajahmada

University, 1998), h. 133.

Page 26: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

12

Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu subyek, kondisi, sistem pemikiran dan suatu relevansi

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat

gambaran atau lukisan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta,

dan juga untuk mengetahui sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki.18

Dalam analisis ini memaparkan pemikiran Imam Alauddin al-

Kasani dan Imam Nawawi mengenai zakat madu kemudian berusaha

menganalisa istinbath hukum yang digunakan oleh keduanya.

b. Comparatif

Menurut Aswani Sudjud comparatif adalah suatu metode yang akan dapat

menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang ide-ide

orang dan suatu kelompok. Dalam analisis ini akan memaparkan zakat madu

menurut Imam al-Kasani yang dibandingkan dengan pendapat Imam

Nawawi.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini berjumlah lima bab, masing-masing bab

mempunyai hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan, Adapun

sistematikanya tersebut sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang menggambarkan sekilas tentang

latar belakang, kemudian dilanjutkan dengan pokok permasalahan dan tujuan

penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan

sistematika penulisan skripsi.

18 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1998), h.

140-141.

Page 27: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

13

Bab II merupakan penjelasan konsep zakat dalam mazhab Hanafi dan

mazhab Syafi‟i yang meliputi: pengertian, harta zakat dan persyaratannya, dan

golongan yang berhak menerima zakat.

Bab III merupakan penjelasan materi kitab Badâ‟i al-Sonâ'i dan kitab

al-Majmu‟, yang meliputi: biografi dan latar pendidikan, karya-karyanya, metode

Istinbatnya, dan materi kitab tersebut.

Bab IV memuat pandangan Imam al-Kasani dan Imam Nawawi dalam

kitab Badâ‟i al-Sonâ'i dan kitab al-Majmu‟ tentang zakat madu, dan analisis

komparatif antara keduanya.

Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh pembahasan skripsi.

Adapun dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan penutup.

Page 28: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

BAB II

KONSEP ZAKAT DALAM MAZHAB HANAFI DAN SYAFI’I

A. Konsep Zakat Mazhab Hanafi

1. Pengertian Zakat

Pengertian zakat pada beberapa pendapat ulama mazhab hanafi.

dikemukakan secara bahasa dan syara‟. Pengertian zakat menurut bahasa adalah

bahwa zakat merupakan masdar dari kalimat (ىو), artinya tumbuh dan

bertambah, sebab dengan menunaikan zakat dapat membuat harta tumbuh dan

bertambah. Imam al-Barni dalam kitab Tashil ad-Dorûri mengemukakan, zakat

secara bahasa artinya suci dan berkembang.1

Sedangkan pengertian zakat menurut syara‟ adalah sebagai berikut :

a. Menurut Imam Abu Hanifah :

لل ق ق ق بي ق ١ه عيء ر

رعب.2

Artinya: “Zakat adalah memberikan kepemilikan bagian tertentu dari harta

tertentu kepada orang tertentu karena Allah Ta‟ala.”

b. Menurut Imam al-Barni:

ا لل ب ـم١و ب بهع ـ ا بي ع١ بة عيء بؽت ١ه ر

. ع و ه فعخ ع ا ع لطع ا رعب 3

1 Muhammad Asyiq Ilahi al-Barni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman

1411 ), Juz I, h. 114. 2 Al-Syaikh „Abd al-Ghani al-Ghunaimi al-Dimsyaqi al-Maidani al-Hanafi, al-Lubab Fi

Syarhi al-Kitab, (Beirut: al-Maktabah al-„ilmiyah, 1993), Juz I, h. 136.

14

Page 29: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

15

Artinya: “Zakat adalah pemilik nisab memberikan kepemilikan bagian harta

yang telah ditentukan oleh Syari‟ (Allah Swt) untuk menyerahkannya

kepada orang muslim faqir karena Allah Ta‟ala. Bersamaan dengan itu,

terputuslah fungsi harta tersebut dalam segala hal.

Dari definisi secara bahasa dapat diambil kesimpulan bahwa mengapa

dinamakan zakat, sebab zakat dapat menyuburkan harta, dapat menyucikan jiwa

dari sifat kikir dan dosa, juga dapat memberikan keberkahan atas harta yang

dimiliki. Sedangkan dari definisi syara‟ dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Zakat adalah pemberian kepemilikan suatu harta;

2. Orang yang menerima adalah orang muslim faqir yang bukan golongan

keluarga nabi maupun hamba sahayanya;

3. Harta zakat telah ditentukan oleh Allah Swt;

4. Setelah dimiliki maka harta tersebut tidak dapat difungsikan lagi untuk hal

apapun oleh pemilik harta.

2. Hukum Zakat

Ulama Hanafiyah sepakat zakat adalah termasuk rukun Islam, maka

hukum kewajibannya ma‟lumun min addin bi dharuri, yaitu suatu kewajiban

yang sudah seharusnya diketahui oleh umat Islam. Adapun dasar hukum zakat

adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur‟an, diantaranya:

وع١ ع ٱو ٱهوعا ح و ءارا ٱي ح ا ٱ أل١ (34/ 1)اجموح : .

3 Muhammad Asyiq Ilahi Al-Barni, Tashil ad-Dorûri, h. 114.

Page 30: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

16

Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-

orang yang ruku´”.

b. Sunnah, diantaranya:

: ث ي هللا هللا ع١ ب لبي ه هللا ع و ه ع اث ع

الب ي هللا ل ا ه ؾ ا لا ال هللا بكح أ : ع ف ال ال

الح ا زطبع ا١ ا ج١ذ ؽظ ا ب ه وبح ا٠زبء اي

ج١ال . 4

Artinya: “Dari ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW. Bersabda, “Islam itu

didirikan atas lima hal, yaitu: bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain

Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat,

memberikan zakat, haji dan puasa ramadhan”.

c. Ijma‟

Adapun dalil berupa ijma‟ ialah kesepakatan semua (ulama) umat Islam

di semua negara yang menyatakan bahwa zakat adalah wajib, bahkan, para

sahabat Nabi Saw. sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan

mengeluarkan zakat. Dengan demikian barang siapa mengingkari kefarduan zakat

berarti dia kafir tetapi jika karena tidak tahu baik karena baru memeluk Islam

maupun karena dia hidup di daerah yang jauh dari tempat ulama, hendaknya dia

diberitahu tentang hukumnya. Dia tidak dihukumi sebagai orang kafir sebab dia

memiliki uzur.5

d. al-Ma‟qul (logika)

Ada beberapa alasan logis mengapa zakat wajib hukumnya, yaitu :

4 Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qoswainiah, Shahih Sunan Ibnu Majah

I, (Beirut: Darul Faqir, 1995), cet Ke-1, h. 568. 5 Wahbah Al Zuhayly, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Suriah: Darul Fikri, 1984) h. 734.

Page 31: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

17

Pertama, memberi zakat dapat membantu yang lemah, menolong yang

tak berdaya, dan dapat memacu kepada seseorang agar kuat imannya serta teguh

dalam menjalankan perintah Allah Swt. Bukankah ada kaidah fiqh yang

berbunyi:

. فو فو ١خ ا أكاء ا ا

Artinya: “Suatu hal yang dijadikan perantara dalam menjalankan kefarduan

hukumnya fardu juga”

Kedua, zakat bisa mensucikan jiwa seorang pemberinya dari kotornya

dosa, dan bisa menjadikannya memiliki akhlak mulia, dengan zakat orang akan

memiliki sifat kedermawanan dan kemuliaan. Zakat dapat menghilangkan sifat

kekikiran dan sifat dlan (sangat kikir).

Ketiga, sesungguhnya Allah Swt telah memberi nikmat kepada kaum

kaya dan memberi mereka anugerah dan harta kekayaan yang berlebih dari

kebutuhan pokoknya. Allah Swt memilih mereka mendapat segala kenikmatan

kehidupan daripada yang lain. Oleh karena itu, zakat merupakan bentuk rasa

syukur terhadap apa yang mereka dapatkan.6

3. Syarat Zakat

Terkait syarat zakat, dalam kitab Badai‟ al-Shanai‟ membagi syarat

zakat kepada dua hal. Pertama, syarat yang berkaitan dengan muzakki (orang

yang dibebankan kewajiban zakat), Kedua, syarat yang berkaitan dengan harta

6 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 373.

Page 32: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

18

yang dizakati.7 Berkaitan dengan syarat muzakki, maka mazhab Hanafi memberi

kriteria muzakki sebagai berikut:

1. Islam;

2. Mengerti kewajiban zakat;

3. Baligh;

4. Berakal;

5. Merdeka.

Adapun syarat yang berkaitan dengan harta yang dizakati adalah sebagai berikut:

1. Kepemilikan Yang Sempurna;

2. Tumbuh dan Berkembang;

3. Kekayaan itu lebih dari kebutuhan biasa;

4. Haul (waktu satu tahun).

5. Nisab

4. Harta Zakat

Adapun harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya dalam Mazhab

Hanafi adalah sebagai berikut :

a. Emas dan Perak

Emas dan perak termasuk harta zakat yang diwajibkan mencapai nisab.

Adapun nisab emas dan perak serta berpa kadar zakat yang harus dikeluarkan

menurut mazhab Hanafi adalah sebagai berikut:

7 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 377.

Page 33: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

19

No Bentuk Ketentuan Wajib Zakat

Nisab Kadar Waktu

1 Emas Murni

Senilai

107,76 gr

emas murni

2,5 % Tiap Tahun

2

Perhiasan

perabotan/perlengkapan rumah

tangga dari emas

Senilai

107,76 gr

emas murni

2,5 % Tiap Tahun

3 Perak Senilai 700

gr perak 2,5 % Tiap Tahun

4

Perhiasan

perabotan/perlengkapan rumah

tangga dari perak

Senilai 700

gr perak 2,5 % Tiap Tahun

b. Harta dagang

Ditegaskan dalam kitab Tuhfah al-Fuqaha, bahwa setiap barang yang

diperjualbelikan, wajib dikeluarkan zakatnya apabila memenuhi syarat sebagai

berikut:

1) Mencapai nisab

2) Haul (telah melalui satu tahun)

3) Niat diperdagangkan.8

Nisab zakat harta dagangan adalah senilai 107,76 gram emas murni.

Sedangkan maksud haul bukan hanya dipertengahan saja. Maka barang siapa

yang memiliki harta dagangannya mencapai nishab pada awal tahun, kemudian

pada pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau

mencapai nishab maka ia wajib dizakati, tetapi kalau pada awal ataupun akhir

tahun berkurang maka ia tidak wajib dizakati.9

c. Binatang ternak.

8 „Alauddin As-Samarqandi, Tufhah al-Fuqaha (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1984 )

Juz I, h. 271. 9 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera Basritama,

2204) h.188.

Page 34: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

20

Adapun nishab binatang-binatang ternak yang hendak dikeluarkan

zakatnya tersebut adalah sebagai berikut:

1) Unta

Menurut al-Nakha‟I, al-Tsauri, dan abu Hanifah ababila jumlah unta

lebih dari 120 ekor, maka wajib zakatnya berubah kepada semula. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat tabel berikut.

Nishab Zakat Unta.10

No Nishab Unta Zakat Yang Dikeluarkan

1 5 s/d 9 1 ekor kambing

2 10 s/d 14 2 ekor kambing

3 15 s/d 19 3 ekor kambing

4 20 s/d 24 4 ekor kambing

5 25 s/d 35 1 ekor anak unta betina ( umur 1 tahun lebih )

6 36 s/d 45 1 ekor anak unta betina ( umur 2 tahun lebih )

7 46 s/d 60 1 ekor anak unta betina ( umur 3 tahun lebih )

8 61 s/d 75 1 ekor anak unta betina ( umur 4 tahun lebih )

9 76 s/d 90 2 ekor anak unta betina ( umur 2 tahun lebih )

10 91 s/d 120 2 ekor anak unta betina ( umur 3 tahun lebih )

2) Zakat Sapi atau Kerbau

Nishab sapi dan kerbau, menurut pendapat yang masyhur di kalangan

mazhab yang empat, adalah 30 ekor, di bawah itu tidak ada zakatnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini:

Nishab Zakat Sapi atau Kerbau

No Nisab

Sapi/Kerbau Zakat Yang Dikeluarkan

1 30 s/d 39 1 ekor sapi jantan/betina (umur 1 tahun)

2 40 s/d 59 1 ekor sapi jantan/betina (umur 2 tahun)

3 60 s/d 69 2 ekor anak sapi jantan

4 70 s/d 79 1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun & 1 ekor

anak sapi jantan umur 1 tahun

10

Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, h. 176 .

Page 35: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

21

5 80 s/d 89 2 ekor anak sapi betina (umur 2 tahun)

6 90 s/d 99 3 ekor anak sapi jantan (umur 1 tahun)

7 100 s/d 109 1 ekor anak sapi betina umur 1 taahun & 2 ekor

anak sapi jantan umur 1 tahun

8 110 s/d 119 2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun & 1 ekor

sapi jantan umur 1 tahun

3) Zakat Kambing atau Domba

Nishab untuk zakat kambing, domba atau hewan sejenisnya ditetapkan

berdasarkan hadits dan ijma‟. Menurut hadits Rasulullah zakat kambing/domba

yang digembalakan adalah 40 ekor, dikeluarkan seekor kambing. Jika kambing

tersebut mencapai 40 sampai 120 ekor maka zakatnya 1 ekor kambing.

Untuk lebih jelasnya tentang zakat kambing atau domba, dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

No Nisab Zakat Yang Dikeluarkan

1 40 s/d 120 1 ekor kambing

2 121 s/d 200 2 ekor kambing

3 201 s/d 300 3 ekor kambing

4 301 s/d 400 4 ekor kambing

5 401 s/d 500 5 ekor kambing

6 501 s/d 600 6 ekor kambing

Catatan : Seterusnya, setiap bertambah 100 ekor kambing, maka zakatnya

seekor kambing

Selain binatang ternak di atas yang wajib zakat adalah kuda, tetapi ini

masih menjadi perdebatan di antara mazhab Hanafi sendiri. Menurut, Muhammad

dan Abu Yusuf, kuda tidak wajib zakat, sebagaimana bagal dan kedal. Nisab

zakat kuda adalah dalam setiap satu ekor membayar satu dinar.11

11

Muhammad Asyiq Ilahi Al-Barni, Tashil ad-Dorûri, h. 124.

Page 36: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

22

d. Hasil bumi

Menurut Abu Hanifah, seluruh jenis hasil bumi, baik tanaman maupun

buah-buahan yang menghasilkan nilai ekonomis, wajib zakat 10 % atau 5 %

kecuali kayu api dan bambu karena tidak biasa ditanam orang. Namun demikian,

bila sengaja membudidayakannya, maka wajib dikeluarkan zakatnya, hal itu

sesuai dengan keumuman ayat.12

Untuk melihat lebih jelas, zakat pertanian serta besaran zakat yang akan

dikeluarkan versi mazhab Hanafi, dapat diamati pada tabel di bawah ini:

Nishab Tanaman dan Buah-buahan

No Bentuk Pertanian &

Buah-buahan

Ketentuan Wajib Zakat

Nisab Kadar Waktu

1 Padi, gandum, dsb. - 5 % s/d 10 % Tiap

Panen

2 Biji-bijian: Seperti, Jagung, kacang-

kacangan, dsb - 5 % s/d 10 %

Tiap

Panen

3 Tanaman Hias: anggrek, dan segala

jenis bunga-bungaan - 5 % s/d 10 %

Tiap

Panen

4 Rumput-rumputan: rumput hias,

tebu, bamboo, dsb. - 5 % s/d 10 %

Tiap

Panen

5

Buah-buahan: kurma, mangga, jeruk,

pisang, kelapa, rambutan, durian,

dsb.

- 5 % s/d 10 % Tiap

Panen

6 Sayur-sayuran: bawang, wortel, cabe,

dsb. - 5 % s/d 10 %

Tiap

Panen

7

Segala jenis tumbuh-tumbuhan

lainnya yang bernilai ekonomis

(dibudidayakan)

- 5 % s/d 10 % Tiap

Panen

e. Zakat Barang-barang Tambang dari Perut Bumi

12

Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, Cet. Kedua, (Beirut: Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, 2003) Juz I, h. 149.

Page 37: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

23

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa yang termasuk ke dalam barang

tambang adalah segala sesuatu yang diolah dengan mengunakan api atau dengan

kata lain yang diketok dan ditempah, wajib dikeluarkan zakatnya 20 %. Adapun

barang tambang cair atau padat yang tidak diolah dengan mengunakan api. Tidak

termasuk barang tambang yang harus dikeluarkan zakatnya.13

5. Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Zakat diberikan kepada delapan golongan yang telah dijelaskan dalam

al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60:

ـ إ فخ لث ٱ ع١ب ١ ع ٱ ى١ ٱ فمواء ذ

لل ب ٱ ئ

ٱلل ج١ ـ ١ و ؽ ٱ لبة ٱو ع١ ٱلل ٱلل خ ـو٠ ج١ ٱ ٱث

(00/ 9)ازثخ : .ؽى١

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu‟allaf yang

dibujuk hatinya, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Pengertian delapan golongan di atas secara satu persatu dijelaskan

Muhammad Asyiq Ilahi Albarni, dalam kitab Tashil ad-Dorûri, yaitu:

1. Faqir adalah orang yang memiliki harta kurang dari satu nisab;

2. Miskin adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali;

3. Amil adalah orang yang diberi mandat oleh Imam (pemerintah) untuk

melaksanakan segala kegiatan zakat, seperti mengumpulkan zakat,

menghitung, dan mendistribusikannya;

13

Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, h. 142.

Page 38: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

24

4. Muallaf adalah orang yang masih ragu-ragu memeluk Islam sehingga Nabi

Saw memberi zakat kepada mereka.

5. Riqab adalah budak yang dijanjikan oleh tuannya akan merdeka apabila

melunasi harga dirinya yang ditetapkan;

6. Gharim adalah orang yang terlilit hutang yang tidak sanggup membayar

hutangnya;

7. Fi Sabilillah adalah orang yang keluar mengikuti peperangan dalam

menegakkan Islam akan tetapi terputus kontak dengan komando utama;

8. Ibnu Sabil adalah musafir yang kehabisan bekal perjalanan, meskipun

sebenarnya di kampung halamannya dia kaya.14

B. Konsep Zakat Mazhab Syafi’i

1. Pengertian Zakat

Dalam membuka pembahasan zakat kitab-kitab konvensional mazhab

Syafi‟i diawali dengan menjelaskan pengertian zakat baik dari sudut kebahasaan

maupun hukum syara‟.

Demikian pula, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu‟ ketika membuka

pembahasan zakat. Menurutnya, secara bahasa kata “zakat” suci, berkembang,

dan bertambah. Adapun secara syara‟ pengertian zakat adalah sebagai berikut :

بؾ ع أ ق بي ق ء لفن ئ

خ ق خ طب ئفخ ق 15.

14

Muhammad Asyiq Ilahi Albarni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman,

1987 ), Juz I, h. 130.

Page 39: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

25

Artinya: “Nama bagi penarikan suatu harta tertentu dengan kriteria tertentu

untuk diserahkan kepada kelompok tertentu.”

Menurut Imam Taqiyuddin :

وائ. خ ث ق بؾ ؾ ل و ٠ ق بي مله ا16

Artinya: “Nama dari sebagian harta tertentu yang diberikan kepada golongan

tertentu dengan beberapa syarat.”

Menurut Al-Syaukani :

اعطبء عيء وع بع ؿ ث ز ؼ١و ؾ بة ا ـم١و ا

ؾ ا١ و از ع ٠. 17

Artinya: “Memberi sebagian dari harta yang sudah sampai nishab kepada orang

fakir dan sebagainya. Dimana harta tersebut tidak disifati dengan suatu

halangan syara‟ yang menghalangi kita dari memberikan harta.”

Menurut Imam Zakaria al-Anshari :

خ . ق ثطو٠مخ ثل بي أ ب ٠قوط ع ا18

Artinya: “Zakat adalah nama dari suatu yang dikeluarkan zakatnya dari harta

atau jiwa dengan jalan tertentu.”

Dari bebarapa pengertian zakat di atas dapat disimpulkan bahwa, zakat

adalah merupakan hak Allah Swt yang berupa harta benda yang harus diberikan

kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dengan beberapa ketentuan yang

harus dipatuhi. Pemberian harta tersebut, diharapkan dapat mensucikan jiwa dari

15

Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 1982),

Juz VI, h. 295. 16 Imam Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar , Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995,

h. 251. 17

Al-Syaukani, Nail al- Authar, (Beirut: Dar al kutub al „arabi, 2000), h. 67. 18

Syaikh al-Islam Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahhab, (Indonesia: Daru

Ahya‟i alkutub al-Arabiyah, t.t), h. 102.

Page 40: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

26

sifat kikir, serta menjadikan harta yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia

menjadi ladang dalam menanam pahala untuk bekal di Akhirat.

2. Hukum Zakat

Dasar hukum kewajiban zakat yang dikemukakan oleh Imam Syafi‟i

dalam kitab al-Umm tidak jauh berbeda dengan kitab fikih mazhab lain, yaitu:

1. Al-Qur‟an, diantaranya:

ث ف١وا ۦ ـ ٱلل ب ءارى ث ٠جق ٱ ن٠ ج ل ٠ؾ

ٱله د س ٱ ١و لل خ م١ ٱ ب ثقا ثۦ ٠ ل ١ط و

فج١و ب رع ث ٱلل (4/180. )اي عوا:

Artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang

Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa

kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah

buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan

kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala

warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa

yang kamu kerjakan.”

2. Al-Hadis, diantaranya:

٠ ض ٠إك ىوبر بي وب ي : ٠م وب و٠وح أ اث ع

ين. ي : اب و ٠م ى ٠طج ؽز ٠ ىث١جزب غبع ألوع خ م١ب ا 19

Artinya: “Barangsiapa yang memiliki harta tapi dia tidak mau menunaikan

zakatnya, pada hari kiamat hartanya itu akan berubah wujud menjadi

seekor ular jantan yang bertanduk dan memiliki dua taring. Ular itu

melilitnya hingga berkata: Akulah harta simpananmu.”

19

Muhammad bin Idris As-Syafi‟i, Al-Umm, (Beirut: Dar Al-Wafa, 2001), Cet.

Pertama, Juz III, h. 5-7.

Page 41: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

27

3. Syarat Zakat

Syarat zakat yang berkaitan dengan muzakki, dalam mazhab Syafi‟i

adalah sebagai berikut:

a. Islam;

b. Merdeka.

Adapun syarat yang berkaitan dengan harta yang dizakati dijelaskan

dalam kitab At-Tadzrib fi al-Fiqh ala Imam As-Syafi‟i, adalah sebagai berikut:20

a. Kepemilikan Yang Sempurna;

b. Haul (waktu satu tahun);

c. Nisab;

d. Tidak memiliki tanggungan hutang bertumpuk;

e. Dapat diserahkan kepada mustahik.

4. Harta Zakat

Harta yang wajib dizakati ada lima macam, yaitu:

1. Binatang ternak

Menurut Imam Syafi‟i binatang ternak yang wajib dizakati ada 3 jenis,

yaitu:

a. Onta

Adapun mengenai onta yang jumlahnya kurang dari lima tidak wajib

dizakati. Sedangkan onta yang jumlahnya 24 ekor ke bawah zakatnya adalah

berupa kambing. Sedangkan untuk 25 sampai 35 ekor, 1 onta betina umur 1

20

Sirajuddin Abi Hafs al-Balqilani, At-Tadzrib fi al-Fiqh ala Imam As-Syafi‟i,

(Riyadh: Dar Al-Qiblatain, 2012), Juz I, h. 299-300.

Page 42: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

28

tahun, kalau tidak ada boleh diganti dengan unta jantan umur 2 tahun, untuk 36

sampai 45ekor, onta betina umur 2-3 tahun ( bintu labun), untuk 46 sampai 60

ekor, onta betina umur 3- 4 tahun ( hiqqoh ), untuk 61 sampai 75 ekor, onta

betina umur 4 - 5 tahun ( jadz‟ah ), untuk 76 sampai 90 ekor, 2 onta betina umur

2-3 tahun, untuk 91 sampai 120 ekor, 2 onta betina umur 3- 4 tahun.21

b. Sapi

Untuk sapi yang jumlahnya hingga 30 ekor, zakatnnya 1 ekor sapi

berumur 1-2 tahun (tabi‟), Untuk 40 ekor , zakatnya 1 ekor sapi betina berumur

2-3 ( musinna ) tahun. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw :

خ . أهثع١ ب رج١ع صالص١ ٠أفن عبما ا و أ 22

Artinya : “ telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW menyuruh Mu‟adz untuk

mengambil (zakat) dari 30 ekor sapi berupa seekor sapi berumur 1

tahun menginjak tahun ke-2 (tabi‟), dan dari 40 ekor sapi diambil

seekor sapi betina berumur 2 tahun menginjak tahun ke-3 (musinna).”

c. Kambing

Kambing –kambing belum wajib dizakati sebelum mencapai 40 ekor.

a. Apabila telah mencapai 40 ekor, maka zakatnya 1 ekor kambing.

b. Apabila telah mencapai 121, maka zakatnya 2 ekor kambing.

c. Apabila telah mencapai 201, maka zakatnya 3 ekor kambing.

d. Apabila telah mencapai 400, maka zakatnya 4 ekor kambing.

2. Mata uang

Mata uang yang wajib dizakati ada dua, yaitu:

21

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, Juz II, h. 5. 22

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, h. 13.

Page 43: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

29

a. Emas

b. Perak

Menurut Imam Syafi‟i bahwa emas diambil zakatnya, baik dalam

keadaan bagus atau jelek, masih berupa dinar sebagai mata uang atau batangan.

Dalam hal ini sama seperti perak. Apabila emas berupa dinar berjumlah 20

mitsqal, kemudian berkurang 1 karat atau lebih sedikit dari itu, maka tidak wajib

dizakati. Sedangkan perak yang kurang dari 5 „uqiyah tidak wajib dizakati dan

bila sudah mencapai 5 „uqiyah maka wajib dizakati, 5 „uqiyah senilai dengan 200

dirham.23

3. Hasil bumi

Menurut Imam Syafi‟i bahwa segala sesuatu yang ditanam, buahnya bisa

dikeringkan, disimpan serta dijadikan makanan pokok, roti, tepung yang bisa

dimasak semua itu wajib dizakati. Selain itu beliau juga mengambil zakat dari biji

gandum, tepung gandum, dan jagung. 24

Nishabnya hasil bumi dan buah – buahan ialah 5 ausuq yaitu 1.600 kati

irak, dan selebihnya dizakati menurut perhitungannya. Dalam jumlah tersebut,

kalau disirami dengan air hujan atau air sungai, maka wajib sepersepuluh (10 %).

Apabila disirami dengan alat penyiram maka wajib zakat separohnya

sepersepuluh ( 5 %).25

4. Harta dagang.

23

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 53. 24

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 46. 25

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 49.

Page 44: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

30

Harta dagang itu diperhitungkan pada akhir tahunnya dengan harga

berapa barang –barang itu telah dibeli. Kemudian dari harga barang–barang itu

dikeluarkan seperempatnya sepersepuluh (2,5 %) seketika. Dan apa yang didapat

dari harta peninggalan orang –orang jahiliyah ( yang terpendam ), maka zakatnya

ialah seperlima ( 20 % ).26

5. Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Golongan yang berhak menerima zakat (Asnaf az-Zakat) ada delapan,

sebagaimana diterangkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Tidak ada perbedaan di

antara mazhab dalam hal ini. Akan tetapi, antara mazhab Hanafi dan Syafi‟i

memiliki beberapa perbedaan dalam hal pengertian delapan golongan tersebut.

Secara satu persatu ke delapan golongan tersebut dijabarkan dalam kitab al-

Anwar li a‟mal al-Abrar, yaitu:

1. Faqir adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak punya pekerjaan

untuk mencukupi kebutuhannya;

2. Miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan namun tidak

mencukupi kebutuhannya;

3. „Amil adalah pelaksana zakat, pencatat, pembagi, pengumpul, penasihat,

penghitung, dan penjaga zakat. Dia bukanlah Imam (Pemimpin Pusat), Hakim,

dan bukan Pemimpin Daerah.

4. Muallaf adalah orang yang baru memeluk Islam sehingga masih lemah

imannya, atau orang yang berpengaruh di antara masyarakat sehingga dengan

diberi zakat diharapkan masyarakatnya tertarik masuk Islam.

26

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, Al-Umm, h. 63.

Page 45: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

31

5. Riqab adalah budak yang dijanjikan oleh tuannya akan merdeka apabila

melunasi harga dirinya yang ditetapkan.

6. Gharim adalah orang yang terlilit hutang yang tidak sanggup membayar

hutangnya. Kategori gharim sebagai berikut:

a. orang yang berhutang untuk kemasalahatan dirinya. Dia diberi zakat

dengan dua ketentuan: 1) Ada kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi,

2) Hutangnya diperuntukan sebagai nafkah;

b. orang yang berhutang untuk mendamaikan pihak yang sedang bersengketa;

c. orang yang menjamin dirinya menanggung beban hutang orang lain.

7. Fi Sabilillah adalah orang yang keluar mengikuti peperangan secara sukarela,

tidak tercatat sebagai pasukan yang nantinya akan mendapatkan bagian dari

rampasan perang.

8. Ibnu Sabil adalah musafir yang kehabisan bekal perjalanan, dengan syarat

bukan perjalanan ma‟siat.27

27

Yusuf bin Ibrahim al-Ardabili, al-Anwar li a‟mal al-Abrar (Kuwait: Dar Ad-Diya‟,

2006), Juz I, h. 290.

Page 46: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

32

BAB III

MATERI KITAB BADÂ’I AL-SONÂ'I DAN KITAB AL-MAJMU’

A. Biografi Penulis Kitab Badâ’i Al-Sonâ'i

1. Kehidupan dan Pendidikan

Penulis kitab Badâ‟i al-Sonâ'i adalah ulama mazhab Hanafi yang

dikenal dengan sebutan Imam al-Kasani. Nama asli Imam al-Kasani adalah

Alauddin Abi Bakar bin Mas'ud al-Kasani. Sebutan Kasani diambil dari istilah

Kasan, sebuah daerah di sekitar Syasy. Dalam kitab Isytabihun Nisbah karya al-

Dzahabi disebutkan bahwa daerah Qasan merupakan daerah yang luas di

Turkistan dan penduduk aslinya sering menyebut daerah tersebut dengan Kasan

yang berarti sebuah daerah yang indah dan memiliki benteng yang kokoh.1

Alauddin al-Kasani merupakan salah satu ulama fiqh angkatan baru

yang memperkuat dan mempertahankan madzhab Imam Hanafi.2 Beliau adalah

salah satu murid dari 'Alauddin al-Samarqandi pengarang kitab Tuhfah yang

kemudian menikah dengan anaknya sang guru yang bernama Fatimah.

Sebelumnya Alauddin al-Kasani sempat menolak pinangan seorang raja

Bizantium. Alauddin al-Kasani memiliki anak sekaligus menjadi muridnya, yaitu

Mahmud Ahmad bin Mahmud al-Ghaznawi yang mengarang kitab al

Muqaddimah al Ghaznawiyah fi al-fiqh al-Hanafi.3

1 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, (Beirut: Dar Al Fikri, 1996) Cet.

pertama, Juz I, h. 3. 2 Sobhi Mahmassani, Filsafatul Tasri' Fil Islami, (Bandung: Al Maarif, 1981), h. 45.

3 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 160.

Page 47: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

33

2. Karya-Karya

Di antara karya-karya Alauddin al-Kasani adalah sebagai berikut:

a) Bada‟i al-Sana‟i fi Tartibil asy-Syara‟i.

Kitab Bada‟i as Sana‟i fi Tartibil al-Syara‟i, adalah syarah dari kitab Tuhfatul

Fuqaha karya al-Samarqondi, Alauddin al-Kasani dinikahkan dengan putrinya

yaitu Fatimah.4

b) Al-Shulton al-Mubin fi Ushul ad-Din.

Kecermelangan Alauddin al-Kasani dalam menguraikan pendapatnya

membuat ia dikenal luas di jamannya dan diberi gelar “Sultan al Ulama”

(penguasa ulama).5

3. Metode Istinbath Hukumnya

Imam Al-Kasani adalah di antara ulama fikih mazhab Hanafi, oleh

karena itu dalam memaparkan sebuah hukum ia mengikuti Imam Abu Hanifah.

Maka, dalam mukadimah kitab Bada‟i ash-Shana‟i, ia memaparkan secara

panjang lebar bagaimana metode Istinbath Imam Abu Hanifah, yang dapat

diringkas sebagai berikut6:

a. Al-Quran

b. Al-Sunnah

c. Pendapat Para Sahabat

d. Al-Qiyâs

e. Istihsân

4 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Islam,

h. 161. 5 Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1997), h.346. 6 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, hal. 59-61.

Page 48: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

34

f. Ijmâ‟

g. Al-„Urf

4. Materi Kitab Badâ’i al-Sonâ’i

Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i merupakan kitab monumental hasil karya syaikh

Abi Bakar Mas'ud bin Ahmad bin Alauddin al Kasani dalam bidan ilmu fiqih.

Kitab Badâ‟i al-Sonâ'i terdiri dari 10 (sepuluh juz) dimana cakupan pembahasan

yang diulas dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'i memuat empat aspek, yakni aspek

peribadatan, aspek muamalat, aspek pidana, serta aspek lembaga peradilan.

Berikut materi yang terdapat dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'i.

Pada juz pertama aspek pembahasan meliputi; kitab tentang bersuci,

tentang berwudu, tentang tayamum, kitab sholat, hingga pasal tentang sujud

tilawah.7

Pada juz kedua, mencakup pembahasan sebagai kelanjutan bab salat,

yaitu pasal tentang sujud Al-Quran, bab jenazah. Pada juz ini pula dijelaskan

mengenai zakat dan berpuasa.8

Pada juz ketiga mencakup pembahasan; kitab i‟tikaf, kitab haji, kitab

pernikahan, pasal rukun nikah, hingga pasal tentang nikah yang batal.9

Pada juz keempat berisikan tentang; kitab sumpah, pasal tentang yang

berkaitan dengan sumpah ketika menjalani rumah tangga, kitab talak, pasal hal-

7 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz I, h. 757. 8 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz II, h. 643. 9 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz III, h. 627.

Page 49: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

35

hal yang berkaitan dengan talak, pasal hukum khulu‟, pasal sumpah ila‟, pasal

talak raj‟i, pasal tentang akibat cerai, pasal tentang iddah.10

Pada juz kelima berisikan tentang; kitab zihar, kitab susuan, kitab

tentang mengasuh, pasal tentang tentang hal-hal yang berkaitan dengan status

budak dalam persoalan perkawinan, kitab akad ijarah.11

Pada juz keenam, isi pembahasannya meliputi; kelanjutan pembahasan

akad ijarah, kitab akad istisna‟, kitab akad syuf‟ah, kitab menyembelih, kitab

berburu, kitab kurban, kitab minuman, kitab iskhtihsan, kitab jual beli, hingga

persoalan barang yang dibeli.12

Pada juz ketujuh berisikan pembahasan sebagai berikut; kelanjutan

pembahasan tentang jual beli, kitab akad kafalah, Kitab akad hawalah, kitab

wikalah, kitab akad suluh, dan kitab syirkah.13

Pada juz kedelapan berisikan muatan sebagai berikut; kitab akad

mudlarabah, kitab hibah, kitab akad rahn, kitab muzâra‟ah, kitab muamalat,

kitab pertanahan, kitab barang hilang, kitab tentang pelarian budak, kitab tentang

binatang buruan, kitab tentang masalah wadîah, kitab tentang „âriyah, kitab

tentang wakaf dan sedekah, kitab tentang dakwaan.14

Pada juz kesembilan berisikan muatan sebagai berikut; kitab persaksian,

kitab menarik persaksian, kitab kode etik hakim, kitab qismah (pembagian harta),

kitab hudud (hukuman pidana), pasal sebab wajibnya hudud, pasal hukum bagi

pemabuk, pasal hukum pelaku penganiayaan, pasal persoalan sekitar

10 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz IV, h. 525. 11

Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz V, h. 573. 12 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VI, h. 621. 13 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VII, h. 549. 14 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz VIII, h. 517.

Page 50: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

36

penganiyaan, pasal argumenatsi hukum pidana, pasal sifat had, pasal persoalan

had, pasal soal ta‟jir, pasal syarat, batasan, dan sifat ta‟jir, kitab pembahasan

pencurian (saraqah), pasal rukun saraqah, pasal syarat saraqah, pasal barang

curian, pasal tempat curian, pasal seputar masalah curian, kitab tentang begal,

hingga pasal hukum anak murtad.15

Pada juz kesepuluh berisikan muatan sebagai berikut; kitab ghasab,

pasal persoalan perusakan barang, kitab tentang al-Hijr (pembatasan melakukan

akad) dan al-Habs (penahanan melakukan akad), kitab al-Ikrah (keadaan

terpaksa), kitab al-Madzun (lepas dari pembatasan akad), kitab al-Iqrar

(pengakuan), kitab tentang jinayat, kitab al-Khunsa (seorang berkelamin dua),

kitab tentang wasiat dan kitab al-Qard (hutang).16

B. Biografi Penulis Kitab Al-Majmu’

1. Kehidupan dan Pendidikan

Kitab al Majmu‟ ditulis oleh ulama besar mazhab Syafi‟i, yang dikenal

dengan panggilan Imam Nawawi. Beliau adalah Imam al-Hafizh Syaikhul Islam

Muhyiddin Abu Zakaria Yahya ibnu Syaraf ibnu Muri ibnu Husain ibnu

Muhammad ibnu Jumu‟ah ibnu Hizam al-Nawawi. Ia dilahirkan di Nawa, sebuah

desa yang terletak antara Hauran dan Syiria yang kemudian berubah menjadi

Damaskus. Nawawi lahir pada bulan Muharram tahun 631 H (1233 M).

Memasuki usia sepuluh tahun, Nawawi mulai belajar menghafal al-

Qur‟an dan belajar ilmu fikih kepada salah seorang guru besar bernama Yasin

15 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz IX, h. 551. 16 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, Juz X, h. 603.

Page 51: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

37

ibnu Yusuf al-Marakisyi.17

Kemudian pada tahun 649 H (1251 M) Imam Nawawi

merantau ke kota Damaskus untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan Dârul

Hadîts. Kemudian pada tahun 665 H (1266 M), Imam Nawawi diberi tugas

mengajar di Madrasah tersebut dalam bidang ilmu pendidikan, tepatnya pada usia

memasuki 34 tahun.18

Pada tahun 676 H (1277 M) tepatnya tanggal 24 Rajab beliau dipanggil

oleh Allah untuk selamanya sebelum sempat menyelesaikan penyusunan kitab

Syarah al-Bukhari (Fathul Bari). Seluruh penjuru Timur Tengah saat itu berduka,

bahkan seluruh penduduk kota Damaskus dan kota sekitarnya menangis atas

berita wafatnya. Beliau wafat dalam usia 48 tahun tanpa meninggalkan harta dan

anak, karena selama hidupnya beliau belum sempat menikah demi

pengabdiannya di dunia keilmuan.19

2. Karya-Karya

Di antara karya-karya Imam Nawawi adalah sebagai berikut:

a) Bidang Hadis, antara lain:

1. Kitab Ṣaḥīh Muslim bi Syarh al-Nawawi;

2. Kitab Riyaḍ al-Ṣāliḥīn;

3. Kitab al-„Arba‟īn al-Nawāwiyah;

4. Kitab „Ulum al-Hadīṡ;

5. Kitab al-Isyārah Ilā al-Mubhamad.

b) Bidang Fikih, anatara lain:

17

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Arbarmedia,

2010), h. 16. 18

Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, h. 16. 19

Muhammad Shaleh Al-Utsaimin, Riyadhus Shalihin, h. 18.

Page 52: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

38

1. Kitab al-Majmu‟.

2. Kitab Rauḍah aṭ-Ṭālibīn;

3. Kitab Minhāj;

4. Kitab al-Fatwa;

5. Kitab al-Īḍāḥ fī al-Manāsik.

c) Bidang Tarikh dan Biografi

1. Kitab Ṭabaqāt al-Fuqahaʹ;

2. Kitab Tahẓīb al-Asmaʹ Wa al-Lugāh.

d) Bidang Bahasa

1. Kitab Taḥrīr al-Faẓ al-Tanbīh;

2. Kitab Tahẓīb al-Asma‟ Wa al-Lughāh bagian kedua.

e) Bidang Pendidikan dan Etika

1. Kitab Adab Ḥamalah al-Qur‟an;

2. Kitab Bustān al-„Ārifīn.20

3. Metode Istinbath Hukum

Imam Nawawi adalah ulama mazhab syafi‟i, dengan demikian Kitab Al-

Majmu‟ yang beliau tulis adalah kitab-kitab bermazhab Syafi‟i. Maka, ketika

berbicara mengenai metode istinbath hukum tidaklah terlepas dari metode

istinbath Imam Syafi‟i. Sebagai gambaran tentang metode istinbath imam Syafi‟i,

dapat dilihat dalam kitab Al-Imâm Al-Syâfi‟i: Nâsir as-Sunah wa Wâdhi‟ al-Usul,

disebutkan demikian:

20

Ahmad Farid, 60 Biografi „Ulama Salaf, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet.

pertama, h. 775-776.

Page 53: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

39

ؽ أ ء ؽ ي ـ ٠م ا أ لؽل أثل ع ١ عخ اع ئل و

. م١ب ا بع ع اإل خ ا قجو ـ اىزبة ا 21

Artinya : “Tidak seorang pun diperbolehkan berbicara tentang suatu hal, halal

atau haramnya, kecuali berdasarkan ilmu, yakni berupa kabar dari Al-

Kitâb, As-Sunnah, Al-Ijmâ, dan Al-Qiyâs.”

Dari penegasan di atas dapat kita simpulkan bahwa hanya ada empat

landasan hukum yang diambil Imam Syafi‟i, yaitu al-Kitâb, as-Sunnah, al-Ijmâ,

dan al-Qiyâs. Akan tetapi, dalam kitab ar-Risalah ditambah dengan Istishab.22

4. Materi Kitab Al-Majmu’

Kitab al-Majmu‟ adalah kitab syarah (penjelasan) dari kitab al-

Muhazzab, yang membahas segala persoalan fikih mazhab Syafi‟i. Kitab hasil

karya Imam an-Nawawi ini terdiri 23 (dua puluh tiga) Jilid dimana cakupan

pembahasan yang diulas dalam kitab al-Majmu memuat empat aspek, yakni

aspek peribadatan, aspek muamalat, aspek pidana, serta aspek lembaga hukum.

Berikut materi kitab al-Majmu‟:

Pada juz pertama aspek pembahasan meliputi; kitab tentang bersuci, bab

tentang air dalam bersuci, bab air yang tidak suci, bab air najis, bab air

musta‟mal, bab keraguan menggunakan air najis, bab tentang wadah, bab siwak,

bab sifat wudlu, dan bab mengusap muzzah (khuf).23

21

Abd al-Halim al-Hindi, Al-Imâm Al-Syâfi‟i: Nâsir as-Sunah wa Wâdhi‟ al-Usul

(Beirut: Dar al-Qolam, 1966), h. 225. 22

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Risalah, (Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah,

2005), Juz I, h, 360. 23 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 2008)

Juz I, h. 573.

Page 54: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

40

Pada juz kedua pembahasan meliputi; bab hadas yang membatalkan

wudlu, bab bedoa ketika wudlu, bab tayamum, bab istinjak.24

Pada juz ketiga pembahasan meliputi; kitab shalat, bab waktu-waktu

shalat, bab adzan, bab kesucian badan dan pakaian dalam shalat, bab menutup

aurat, bab menghadap kiblat, bab sifat shalat, bab shalat sunnah, bab sujud

tilawah, bab sujud syukur.25

Pada juz keempat pembahasan meliputi; bab perkara yang membatallkan

shalat dan yang makruh dalam shalat, bab sujud sahwi, bab waktu yang

diharamkan shalat, bab shalat jamaah, bab kriteria imam, bab posisi berdiri imam,

bab shalat orang sakit, bab shalat musafir, bab etika perjalanan, bab shalat khauf,

pasal berhias dengan emas, bab shalat jumat, bab kesunahan shalat jumat dan

tabakkur, bab berucap salam, pasal menjawab salam, pasal mendoakan orang

bersin, pasal berjabat tangan, merangkul, mencium, dll. dalam shalat, bab

beberapa zikir yang sunnah ketika malam dan siang hari juga ketika pada waktu-

waktu tertentu.26

Pada juz kelima pembahasan meliputi; bab shalat „idz, bab merayakan

takbir, bab shalat kusuf, bab shalat istisqa‟, kitab perihal jenazah, bab

memandikan jenazah, bab mengkafani jenazah, bab shalat jenazah, bab

membawa dan menguburkan jenazah, bab ta‟jiyah dan menangisi mayit, kitab

zakat, bab zakat hewan ternak, bab zakat unta, bab zakat sapi, bab zakat kambing,

24 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz II, h. 556. 25 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz III, h. 573. 26 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz IV, h. 491.

Page 55: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

41

bab hewan yang dimiliki dua orang, bab zakat tanaman, bab zakat emas dan

perak.27

Pada juz keenam pembahasan meliputi; bab zakat harta dagang, bab

zakat harta tambang dan harta karun, bab zakat fitrah, bab mempercepat

pembayaran zakat fitrah, bab pembagian zakat, bab sedekah sunnah, kitab puasa,

bab sedekah sunnah dan hari-hari yang dilarang berpuasa, kitab i‟tikaf.28

Pada juz ketujuh pembahasan khusus seputar ibadah haji, yang meliputi

penjelasan terkait rukun haji, tawaf, sa‟i, wukuf, melontar jumroh, mencukur dan

memotong, tentang kesunnahan haji, tentang keharaman sewaktu haji, dan lain

sebagainya.29

Pada juz ketujuh ini terdiri dari pasal dan far‟u. Pembahasan

seputar haji dan umrah dilanjutkan dengan juz kedelapan dengan sedikit

tambahan bab terkait aqiqah.30

Pada juz kesembilan pembahasan meliputi; kitab tentang makanan dan

minuman, bab hewan buruan dan sembelihan, kitab tentang jual beli, bab perkara

yang boleh dijualbeikan dan yang tidak, bab memisah barang jualan yang

tercampur, dan bab riba.31

Pada juz kesepuluh pembahasan meliputi kelanjutan bab jual beli serta

permasalahan yang terkait riba. Dalam juz ini dijelaskan secara panjang lebar hal-

hal yang berkaitan dengan problematika transaksi jual beli. Pada akhir

27 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz V, h. 533. 28

Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VI, h. 520. 29 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VII, h. 490. 30 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz VIII, h. 504. 31 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz IX, h. 516.

Page 56: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

42

pembahasan dalam juz kesepuluh ini disempurnakan dengan persoalan jual beli

tanaman dan buah-buahan.32

Pada juz kesebelas pembahasan masih terkait jual beli namun lebih

spesifik kepada persoalan produk pertambangan (masail ma‟dan) dan segala

macam jual beli yang sifatnya masih di dalam barang itu sendiri. Bentuk jual beli

ini dijelaskan dalam bab jual beli al-Misrah (hewan perah). Pada akhir

pembahasan disertakan sedikit keterangan mengenai pengembalian barang sebab

ada cacat.33

Pada juz keduabelas meliputi tiga pembahasan, yaitu kelanjutan

persoalan pengembalian barang akibat ada cacat, persoalan transaksi gadai, serta

perselesihan antara penggadai dan penerima gadai, dan bab mengenai orang yang

dinyatakan secara hukum failit.34

Pada juz ketigbelas pembahasan meliputi; bab tentang al-Hijr

(pembatasan melakukan akad), kitab as-Suluh (perdamaian), kitab akad hawâlah

(pemindahan hutang piutang), kitab akad Dhaman (tanggungan), akad kafalah

(jaminan), serta penjelasan mengenai akad at-Ta‟min (asuransi).35

Pada juz keempatbelas secara panjang lebar pembahasannnya meliputi

akad syirkah (kerjasama), dan akad wakalah (perwakilan). Imam an-Nawawi

menaruh perhatian terhadap dua akad ini dalam satu juz sebab permasalahan yang

32

Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz X, h. 411. 33 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XI, h. 632. 34 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XII, h. 434. 35 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIII, h. 487.

Page 57: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

43

berkaitan dengan dua akad ini sangat banyak, terutama yang terkait dengan

syirkah, kerjasama dalam bisnis.36

Pada juz kelimabelas pembahasan meliputi; kitab wadiah (jasa

penitipan), kitab as-Syufah (pemilikan barang yang dikongsikan), kitab al-Qirâdl

(utang piutang), kita al-Ijârah (sewa menyewa dan jasa), bab tentang kewajiban

antara dua orang yang melakukan akad ijarah, bab perkara yang mengharuskan

batalnya akad ijarah, bab jaminan barang, bab perselisihan dalam akad ijarah.37

Pada juz keenambelas pembahasan meliputi; kitab ju‟âlah (janji

upah/hadiah), kitab tentang perlombanan, bab keterangan tentang kesalahan

dalam perlombaan, kitab ihya al-Maut (produktifisasi tanah tak bertuan), bab

penggusuran dan pemagaran tanah tak bertuan, bab hukum air di tanah tak

bertuan, kitab luqatah (barang temuan), kitab penemu barang temuan, kitab

wakaf, kitab hibah, bab al-„Umra dan ar-Ruqba, kitab wasiat, bab batasan

sepertiga, bab wasiat kepada umum, bab menarik kembali wasiat, bab bentuk-

bentuk wasiat, kitab al-„Itqi (memerdekakan budak), bab al-Qur‟ah (budak

qurah), bab budak mudabbar.38

Pada juz ketujuhbelas pembahasan meliputi; kitab budak mukatab, bab

barang yang masih hak milik budak mukatab dan yang tidak, bab al-Ada dan al-

„Ajzi (kelebihan dan kekurangan budak), bab catatan yang salah dalam

memrdekakan budak mukatab, bab perselisihan antara sayid dan budak mukatab,

kitab kemerdekaan ibu budak, bab al-Wala‟ (pesangon budak), kitab bagian

waris, bab pewarisan keluarga waris, bab pewarisan keluarga as-Sobah, bab

36 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIV, h. 487. 37 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XV, h. 369. 38 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVI, h. 549.

Page 58: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

44

kakek-nenek, kitab nikah, bab perkara yang mensahkan nikah, bab perkara yang

mengharamkan nikah dan yang tidak, bab khiyar dalam nikah dan penolakan

sebab ada cacat, bab nikah orang musyrik.39

Pada juz kedelapanbelas pembahasan meliputi; kitab mas kawin, bab

perselisihan mempelai atas mas kawin, bab nikah mut‟ah, bab resepsi pernikahan,

bab membangun rumah tangga dan penggiliran istri, bab nusyuz (cemburu), kitab

khulu‟ (gugat cerai), kitab talak, bab jumlah talak dan pengecualiannya, bab

syarat dalam talak, bab keraguan talak dan percekcokan suami-istri, bab talak

raj‟i.40

Pada juz kesembilanbelas pembahasan meliputi; kitab al-Îla (sumpah

bersetubuh), kitab zihar (menyamakan istri dengan ibu kandung), bab denda

zihar, kitab li‟an (menuduh serong), bab nasab, bab orang yang sah lian, kitab

sumpah, bab denda sumpah, kitab al-„Adad (beberapa „iddah).41

Pada juz keduapuluh pembahasan meliputi; kelanjutan „iddah, kitab al-

Ahdad (tidak berhias), bab memiliki dua „iddah, kitab susuan, kitab nafkah, bab

nafkah istri-istri, bab kadar nafkah, bab suami miskin nafkah, bab nafkah wanita

„iddah, bab pengasuhan anak, kitab jinayat, bab keharaman membunuh, bab

pengampunan qisas, bab denda jinayat.42

Pada juz keduapuluh satu pembahasan meliputi; bab perselisihan yang

melukai, bab kafarah membunuh, kitab memerangi pemberontak, bab membunuh

murtad, bab kebiri, kitab jihad, bab rampasan perang, pembagian ghanimah, bab

39

Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVII, h. 549. 40 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XVIII, h. 591. 41 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIX, h. 581. 42 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XX, h. 581.

Page 59: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

45

pembagian seperlima, bab pembagian harta fa‟i, bab pajak, bab hadanah

(perjanjian gencatan senjata), bab pajak tanah perbatasan.43

Pada juz keduapuluh dua pembahasan meliputi; kitab al-Hudûd (sanksi

hukum), bab sanksi hukum zina, bab eksekutor sanksi hukum, bab sanksi pidan

menuduh zina (qadzaf), bab sanksi hukum mencuri, bab sanksi hukum begal, bab

sanski hukum peminum khamar, bab sanski takjir, kitab lembaga hukum, bab

kewenangan lembaga hukum dan prosedur persidangan, bab aturan bagi hakim

dalam menghadapi pihak terkait dalam persidangan, bab sifat putusan hukum,

bab al-Qismah (pembagian rata objek sengketa), bab dakwaan dan alat bukti.44

Pada juz keduapuluh tiga pembahasan diakhiri dengan soal persaksian

dalam pesoalan hukum baik perdata maupun pidana. Pembahasan berikutnya

mengenai al-Iqrar (pengakuan), yang merupakan materi paripurna dari kitab al-

Majmu‟.45

43 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XXI, h. 449. 44 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XXII, h. 631. 45 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, Juz XIII, h. 349.

Page 60: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

46

BAB IV

ANALISIS KOMPARATIF ZAKAT MADU MENURUT KITAB BADÂ’I

AL-SONÂ'I DAN KITAB AL-MAJMU’

A. Zakat Madu Menurut Kitab Badâ’i al-Sonâ'i

Menurut Imam al-Kasani Zakat madu hukumnya wajib, sebagaimana ia

jelaskan dalam kitab Badâ‟i al-Sonâ'i, yaitu:

ب ا اث ع ىوف و ا قز وؽ ـ ه مل ـمل موو ا ع ا

و اع ثػ مه ٠غت ـ١ ك ـب خ أ ىخ ف ل١ اعزجو ـ١ ؿ أ ٠

رؾذ ب ل٠لف ك ـ١ خ ال اعزجبه ل١ ال ـال ثبء ع أ

٠عزج أ ع ب ه ، ى١ خ ا للهف ب اهاك ث ك ـا خ أ ف و ـ١

ه ، وح أهبي ه مه ثع لل أ ع ه ل٠ىبي ع ا ك ل أ

ع ب ـ١ى لوثخ ف لوة و اعزجو ف أ بئز١ ز

صالص ز خ ـوق ـوق و خ أ ف ل اعزجو ـ١ ؾ ب، ١ ف

ب ثبء ع أ ع١ ز ر ع ب ـزى و ب١خ ع ص ال ـ١ى ه

اعزجبه خ . ف ء و ه ث ب ٠مل ضبي أع أ 1

Artinya : “Terkait (hukum zakat) madu, telah dijelaskan oleh Imam al-quduri

dalam Kitab Syarah Mukhtashor al-Karkhi, dari Abi Yusuf, bahwa

ketentuan „lima wasaq‟ dikenakan pula untuk madu. Karena itu, jika

melebihi lima wasaq, wajib dikeluarkan zakatnya 1/10, jika tidak, maka

tidak wajib zakatnya. Hal ini mendasarkan pada al-Ashl (sesuatu yang

1 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'I, (Beirut: Dar Al Fikri, 1996) Cet.I,

Juz II, h. 511.

Page 61: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

47

dijadikan dasar dalam qiyas) yaitu ketentuan „lima wasaq‟ yang

ditetapkan pula (sebagai nisab) pada jenis barang yang tidak bisa

ditakar. Maka dapat dipahami, maksud hadis yang meriwayatkan

dengan bahasa „lima wasaq‟ ialah ukurannya (bukan jenis barangnya),

mengingat madu itu tidak bisa ditakar. Dengan demikian, jika melihat

ukurannya ada pendapat yang menyatakan, batasan nisabnya sepuluh

liter, ada pula lima qirab (satu qirab = 50 man, berarti 5 X 50 = 500

man). Imam Muhammad menyatakan, batasannya lima afraq (satu afraq

= 36 rithl/18 man, maka 90 man). Imam Muhammad mendasarkan

batasan nisab kepada al-Ashl dengan menyamakan kepada segala

sesuatu yang bisa diukur.”

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, zakat madu itu hukumnya

wajib tanpa ada perbedaan pendapat ulama dalam mazhab Hanafi. Perbedaan

pendapat yang terjadi di kalangan mereka bukan terkait hukumnya tetapi

mengenai batasan nisabnya. Ada tiga pendapat dalam hal ini. Pertama, ukuran

nisab zakat madu adalah 10 liter. Kedua, lima qirab, yakni 500 mann. Ketiga,

ukuran nisabnya adalah lima afraq / 90 man.

Hukum wajibnya zakat madu dapat ditemukan dalam beberapa kitab

mazhab Hanafi lainnya, diantaranya sebagai berikut:

1. al-Mabsût

بي )ل ا و م ا ع ا ـ ء ل ( و ا اط و ق ا ه ا ـ ب ه ا ـ ب

و ؿ ١ و و ع ا ١ ف ـ بي ج غ ا ـ أ و ع ا و و م ج بؽ ب ؽ ه ع بـ ا

ب ذ ج ض ٠ ع ا ـ و ع ا بة غ ٠ ا ـ ه ب ا بث ز و هللا رعب ـ

ن ـ ذ ج ض ٠ ١ ـ ء ل ا ه ـ و ع ل أ ا ح به ئ ا

Page 62: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

48

١ ؾ ا ف أ ع ع ا ثو بل و ١ ـ ء ال ـ ا ن ا ٠

.ي م ا ك ى ٠ 2

Artinya : “Tidak ada kewajiban zakat madu yang keberadaan sarangnya berada

di tanah kharaj (pajak non-muslim dzimmi). Sedangkan jika berada di

tanah „usyr, atau berada di pegunungan, maka wajib zakat sepersepuluh

sebagaimana pemiliknya. Imam Syafi‟i r.a mengemukakan dalam

kitabnya, bahwa hadits yang meriwayatkan wajibnya zakat madu tidak

tetap hukumnya juga hadis yang meriwayatkan tidak wajibnya juga

tidak tetap. Ini menunjukan bahwa tidak ada kewajiban sepersepuluh

pada madu. Karena madu terpisah dari hewannya maka tidak

diwajibkan zakatnya sebagaimana kepompong yang terpisah dari

katun.”

2. Syarah Fathul Qadir

Seakan membantah pendapat dari fuqaha mazhab Syafi‟i, yang

menyatakan tidak wajib, menurutnya, Imam Syafi‟i sendiri telah meriwayatkan

suatu hadits yang memberi sinyal wajibnya zakat madu, sebagai berikut :

ه ١ ع ث ب أ و ج ف أ ع بـ ا ث ؽ او ل ج ع ث س و ؾ ا ع ب

ذ ١ ر )) أ بي ل ال بة ث م ث أ ث ل ع ع ١ ث أ ع بة ث م ث أ اج

ا بأ م ع ع ا هللا ي به : ٠ ذ ل ذ أ ـ ١ ع هللا

ع ف ـ ١ ع ، هللا ع١ ج ا ل ع ث هللا ع ه و ى ث أث ع ز ا

ـ و ١ ف ل ا ـ ع ا بح و ا ى ك أ ب ل : ٠ بي ل ل ع ل ب ل ـ

2 Syamsuddin al-Syarkhosi, al-Mabsût (T.th., Dar al-Marifat, Beirut), Juz II, h. 216

Page 63: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

49

و اع د ن ف أ ، ـ و ؟ لبي : اع و ر ا: و ب ، ل بر و ى ك إ ر ل بي

ـ ع ع بع ج هللا ع ـ ه و ع ث ذ ١ ر أ ـ . 3(( ١ ا بد ل ل

Artinya : “Imam Syafi‟i meriwayatkan, “Kami mendapat khabar dari Anas bin

„Iyadh dari Harts bin Abdur Rahman bin Abi Dzubab bin Abi Dzubab

ad-Dusi, ia berkata: Saya mendatangi Nabi Saw, lalu menyerahkan

zakat madu. Aku bilang, “Ya Rasulullah, jadikanlah sebagai zakat

kepada kaumku”, lantas beliau melakukannya, begitupula dilakukan

Abu Bakar, r.a setelah Nabi Saw. Maka ketika Abi Dzubab datang

kepada kaumnya ia berkata, “Hai kaumku”, berikanlah zakat madu,

karena tidak ada kebaikan pada harta yang tanpa zakat. Mereka

bertanya, “Berapa?”. Ia jawab, “Sepersepuluh”. Maka aku pungut dari

mereka sepersepuluh dan Aku serahkan kepada Umar dan beliau

menerimanya dan menjadikan hasilnya dalam zakat Islam.”

3. Radd al-Mukhtàr

ه ب ؾ ال ف ئ ح به ئ ع ب ث ػ و ١ ـ ١ بي ل ش ١ ؽ ع بـ ا

١ ؽ ل ز ل ء و ث اإل ج أ ـ ا ٠ ١ ك ، 4.ؼ ز ف ا ـ ج ب

Artinya : “Penulis menjelaskan “العسل” sebagai isyarat tentang perbedaan

pendapat dengan Imam Malik dan Syafi‟i yang menyatakan tidak ada

kewajiban apapun dalam madu, karena madu dikeluarkan dari hewan

sebagaimana soal kepompong. Dalil kami (tentang wajibnya zakat

madu) telah dijelaskan panjang lebar dalam kitab al-Fath (Fathul al-

Qadir).”

4. Muhgnî al-Muhtâj

ع ) ا ( ـ ) خ بؽ ج ا خ ى ال ن ف أ ب أ و ؾ وب اء (

ن ف أ ١ ع هللا ث ع١ت أ عو خ ع بع ث ا ب ه

5.و ع ا

3 Imam Kamaluddin, Syarah Fathul Qadir, (Dar Al Kutub Al Islmaiyah, Beirut, 2003),

Juz II, h. 252. 4 Ibnu Abidin, Raddul al-Mukhtàr, (Dar Alim Al-Kutub, Riyadh, 2003), Juz III, h.264.

Page 64: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

50

Artinya: “Madu (juga diwajibkan zakat), baik lebahnya dimiliki atau di dapat

dari sarang-sarang liar (mubah) –karena riwayat Ibnu Mazah, dari

umar ibnu syu‟aib- Bahwa Nabi Saw, menarik zakat sepersepuluh dari

madu.”

Jadi, dari tiga teks kitab yang dituturkan di atas dapat disimpulkan

sebagai berikut:

a. Zakat madu hukumnya wajib

b. Zakat madu tidak wajib apabila dihasilkan dari kawasan yang dikenai pajak.

c. Zakat madu tetap harus dipungut meskipun lebahnya milik sendiri ataupun

tidak (madu liar).

Adapun dasar hukum yang dibangun oleh Imam Al-Kasani dan ulama

mazhab Hanafi lainnya adalah menggunakan dua sumber hukum, yaitu al-Hadis,

Qaul Sahaby dan al-Qiyas. Seperti dikemukakan oleh Imam Al-Kasani sebagai

berikut :6

a. Al-Hadis

ع و ـ ا ة اع ع لن ٠ضجذ ع ي : ا م ؾ لب ـمل صجذ ع

هللا ع١ ا ج ١ بهح عبء ا اثب ا ب ه أل رو ئل

وب((. ـمبي : ))اك ع هللا ع١ ؾال ـمبي ا ج ـمبي ا

١بهح: اؽ بب اث ي هللا، ـؾ ٠به .ب

Artinya : “Kami jawab: Jika tidak ada ketetapan hukum menurutmu atas

wajibnya sepersepuluh pada madu, kami nyatakan ada. Lihatlah riwayat

ini! Bahwa Abu Sayyarah pernah mendatangi Nabi Saw, lalu ia berkata,

Kami punya madu, kemudian kata Nabi Saw, Berikanlah

sepersepuluhnya. Lalu Abu Sayyarah berkata: Berilah kami

5 Muhammad Khatib al-Syarbini, al-Muhgnî al-Mukhtâj, (Maktabah Syamîla), Juz IV,

h. 382. 6 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'I, h. 511.

Page 65: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

51

perlindungan wahai Rasulullah. Kemudian Nabi Saw memberikan

perlindungan kepadanya.”

ث أ عل ع اث١ ع١ت ع وث ع ه جبثخ – ـ ثط ب

و، اع ؾ ي هللا هللا ع١ ا ه ا ٠إك وب

اك١٠ ٠ؾ وب و لوة لوثخ ع .

Artinya : “Umar Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya, bahwa

bani Syababah –suku pedalaman daerah fihm- menyerahkan

sepersepuluh madu kepada Rasulullah Saw. Setiap sepuluh kantong

dipungut satu kantong. Rasulullah memberi perlindungan kepada

mereka.”

b. Qaul Sahaby (pendapat sahabat)

و ه ع ب وب عجل هللا ـ ث ف١ب ببن ع زع ا هللا ع

ي ا ه ٠ ١ئ ب إك ب وبب ا: ئ لب ١ئ ب ا ئ١ ٠إك ا أ ، ـأث مفاض

و ه ا ع ف١ب هللا ع: هللا هللا ع١ ـىزت مه

ل هللا رعب هىل ب ئ هي هللا هللا مثبة ؼ١ش ٠ با ؾ ئ

ا ا١ ث١ب ـأك ا ب ث١ ئل ـق اك٠ .ع١ ـأؽ

Artinya : “Ketika Khalifah Umar r.a mengambil kebijakan demikian kepada

Sufyan bin Abdillah At-Tsaqofi (Gubernur Thaif), masyarakat Thaif

menolaknya. Sufyan berkata kepada mereka, “Hal ini adalah sesuatu

yang dijalankan masa Rasulullah Saw. Sufyan melaporkan kepada

Umar akan kejadian ini, kemudian umar mengirim surat kepadanya,

menyatakan bahwa „lebah itu serangga hujan yang Allah Azza Wa Jalla

siram sebagai rizqi bagi orang yang dikehendakinya, maka jika mereka

pemilik sarang-sarang tawon membayar (zakat) kepadamu sebagaimana

mereka lakukan kepada Nabi Saw., jagalah sarangnya.”

Gubernur Thaif Sufyan bin Abdillah melaporkan bahwa pemilik sarang-

sarang tawon akan dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka

Page 66: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

52

membayar „usyr, maka sarang tawon mereka akan dilindungi. Apabila tidak mau

maka tidak akan mendapat perlindungan.7 Tidak hanya hadis di atas, Imam Al-

Kasani juga mengangkat hadis berikut:8

هللا ع١ وزت ا اج و٠وح ه هللا ع أ أث ع

وب عو ه هللا ع أ ع و ع ا ا ع ٠إفن أ ١ ا ا

ونا ه و لوة لوثخ ع و و ع ا ع ا ٠أفن ع ع اث

وح. ج ا١ ب ثب وب مه ؽ١ ٠فع وب ه هللا عب أ عج ب

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw, mewajibkan kepada

penduduk Yaman untuk mengambil sepersepuluh dari madu, dari Umar

r.a bahwa ia pula mengambil sepersepuluh dari madu, setiap sepuluh

kantong dipungut satu kantongya. Seperti ini juga, riwayat dari Ibnu

Abbas, bahwa ia menjalankan hal demikian ketika menjabat di kota

Basrah.

b. Qiyas

Madu wajib dikeluarkan zakatnya juga berdasarkan qiyas (analogi)

dengan zakat buah-buahan dari sisi sama dalam hal tumbuhnya (an-Nama). Buah

keluar dari tumbuhan, madu keluar dari lebah yang mengkonsumsi sari

tumbuhan. Imam Al-Kasani menyatakan:

بئب لعزجبه ؾك ث ي : ـم بء اله ١ ب ل أ

و وبض غو ـىب اه ا أ ل ٠ز ل ب، اعلاك اله .ا ب

Artinya : “Adapun pendapat yang mengatakan madu bukanlah tumbuh dari

bumi, maka jawaban kami, bahwa madu itu serupa dengan hal yang

tumbuh dari bumi, sebab orang-orang biasa mengelompokkannya

7 Muhammad Rowasy , Mausu‟ah Fiqh Umar ibn al-Khattab, (Beirut: Maktabah al-

Falah, 1981), h. 362. 8 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 512.

Page 67: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

53

demikian. Sebab, madu berasal dari sari buah maka madu disamakan

dengan buah (dalam hal zakatnya).”

Ibnu Qudamah pengarang kitab al-mugni „ susu tidak wajib zakat karena

dasarnya (sapi) pemeliharaannya sudah wajib zakat, lain halnya dengan madu.

Oleh karena itu ketentuan yang dapat ditegaskan disini adalah bahwa dasar yang

belum dikeluarkan zakatnya wajib dikeluarkan zakatnya dari produksinya.

Dengan demikian madu, sebagai sesuatu yang dasarnya (lebah) belum

dikeluarkan zakatnya maka ia pun wajib untuk dikeluarkan zakatnya.9

Zakat madu ini wajib dalam pandangan ulama Hanafiyah dengan catatan

ia dihasilkan dari wilayah yang tidak kena pajak, seperti ditegaskan sebagai

berikut:

ـ ب اما وب و. ـب اع اه ـ اما وب ع و ـ ا ع ب ٠غت ا ئ ص

قواط ـال ا أه ى و ـ١ ع ة ا ع ب مووب أ ء ـ١

أىبه ل و ز يخ اض قواط ث ا به أه ء ـ ص ل و اض

ع و ـ ا ع عت ا قواط، ـ ا قواط ٠غت ـ١ ا اه ل

لب ع عب ل٠غز اؽلح قواط ـ أه ا و بع اع 10 .لعز

Artinya : “Zakat madu wajib apabila dihasilkan dari kawasan non pajak. Jika

dari kawasan wajib pajak, maka tidak ada kewajiban zakatnya.

Alasannya, bahwa kewajiban sepersepuluh pada madu itu sebab madu

samahalnya dengan buah, ia dihasilkan dari sari buah. Sedangkan

buah-buahan yang berasal dari kawasan wajib pajak itu tidak ditarik

zakatnya, sebab sudah dibebani dengan bea pajak tanah. Apalagi madu,

maka tidak ditarik zakatnya. Andaikata diwajibkan sepersepuluh pada

madu yang dihasilkan dari kawasan wajib pajak, niscaya kumpul dua

9 Ibnu Qudamah, Al-Mugnî, (Dar Alamul Kutub, Beirut, 1997), Juz III, h. 22. 10 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, (Beirut: Dar Al Fikri, 1996), Juz II,

h. 512.

Page 68: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

54

kewajiban, yakni kewajiban pajak dan zakat. Hal ini tidak sesuai

menurut pendapat kami.

Madu hukumnya wajib sebagaimana keterangan di atas. Akan tetapi,

kewajiban zakat madu tersebut bukan tanpa syarat nisab. Berkaitan dengan syarat

nisab ini ulama Hanafiyah tidak mencapai kesepakatan. Hal ini, dapat kita lihat

dalam Tashil ad-Dorûri ,11

disebutkan demikian :

؟ ع و ـ ا ٠غت اع :

ل أث وضو ع ا و ل ع ا و ٠غت ـ١ اع أه ع ط : ئما افن ا

ؽز رجػ ء ـ١ هللا، ل ؿ هؽ ٠ لبي أث هللا، ؽ١فخ هؽ

وح أ خ ع ؽز رجػ ف ١ء ـ١ هللا: ل ل هؽ ؾ لبي ىلبق ،

ـواق . أ

Artinya : “Soal : Apakah wajib zakat sepersepuluh dari madu. Jawab : Apabila

memanen madu dari kawasan non pajak, wajib baginya membayar zakat

sepersepuluh, sedikit atau banyak hasil panennya. Menurut Imam Abu

Hanifah r.a. Sementara menurut Abu Yusuf r.a, tidak wajib zakat madu

sebelum mencapai 10 azqaq. Muhammad berpendapat, 5 afraq. ”

Meskipun terdapat perbedaan di antara ulama Hanafiyah terkait nisab

zakat madu, Imam al-Kasani nampaknya lebih memilih pendapat yang

menyatakan adanya nisab bagi zakat madu, sebagaimana pendapatnya yang

mensyaratkan nisab pada zakat tanaman. Oleh karena itu, madu yang dihasilkan

wajib dikeluarkan zakatnya sepersepuluh, apabila telah mencapai nisabnya.

11 Muhammad Asyiq Ilahi al-Barni, Tashil ad-Dorûri, (Saudi Arabia: Maktabah Iman

1411 ), Juz I, h. 128.

Page 69: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

55

بء ؾك ثب ي أث ؽ١فخ ل ـ ل وض١و ل١ و ـ ع ٠غت ا

لن و ب ل ـ مه ع و ث بة ١ ا به غو اض ٠غو

ب ـ مه مووب افزالؾ ا ا٠خ ع 12 .و

Artinya : “Wajib mengeluarkan zakat madu sepersepuluh, sedikit atau banyak

hasil panennya. Menurut Imam Abu Haifah. Hal ini disamakan dengan

soal zakat tanaman yang tidak ada syarat nisab. Perbedaan pendapat

atas hal tersebut telah kami paparkan di atas.”

Tidak hanya itu, perbedaan pendapat juga terkait madu yang dihasilkan

dari budidaya maupun dari hasil hutan/madu liar. Imam al-Kasani memberikan

gambaran tentang perbedaan pendapat ini. Beliau berkata:

عل ـ ب ٠ ؽ١فخ أث ل ع ؾ ـمل ه او اف ع ا غجبي ا

جبػ ؼ١و نا ؿ ا ٠ أث الء ع ؾبة اإل أ ه و ع ا ـ١ أ

١ اؾ ؾطت و وب اع ن ـال٠غت ـ١ . 13

Artinya : “Madu dan buah-buahan yang di dapat dari pegunungan (bukan dari

budidaya), menurut Muhammad dari Abu Hanifah juga wajib zakat

sepersepuluh. Ada satu riwayat dari penulis Kitab Al-Imla‟ dari Abi

Yusuf, bahwa hukumnya tidaklah wajib, sebab tidak dimiliki,

sebagaimana kayu bakar dan rerumputan. ”

Mengenai madu ini dalam pandangan Ulama Hanafiyah dari keterangan

di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Madu hukumnya wajib zakat.

2. Dasar hukum wajibnya zakat madu adalah beberapa hadis Nabi Saw, Qaul

Sahaby, dan Qiyas,

12 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 512. 13 Alauddin Abi Bakar al-Kasani, Badâ‟i al-Sonâ'i, h. 513.

Page 70: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

56

3. Madu yang wajib dizakati adalah madu yang tumbuh di tanah non pajak. Jika

berada di tanah yang dibebani pajak, ulama Hanafiyah sepakat tidak wajib.

4. Terdapat perbedaan pendapat tentang nisab bagi zakat madu. Imam Abu

Hanifah menyatakan tidak ada nisab karena disamakan dengan zakat tanaman.

Jadi, apabila madu yang dihasilkan saat panen sedikit atau banyak, maka wajib

zakat sepersepuluhnya. Sebaliknya, ada syarat nisab bagi zakat madu. Imam

Abu Yusuf menyatakan, nisab zakat madu 10 azqaq, sedangkan Imam

Muhammad, 5 afraq.

5. Madu yang dihasilkan dari budidaya maupun dari hutan liar itu sama saja,

keduanya wajib zakat, seperti yang disampaikan oleh Imam Muhammad dari

Imam Abu Hanifah. Akan tetapi, menurut Imam Abu Yusuf madu dari hutan

liar tidaklah wajib.

B. Zakat Madu Menurut Kitab Al-Majmu’

Dalam kitab al-Muhadzab sebagai kitab induk (matan) dari Kitab al-

Majmu‟ disebutkan, bahwa terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama

Syafi‟iyah mengenai hukum zakat madu. Hal ini disebabkan dua pendapat yang

berbeda dari Imam Syafi‟i sendiri, ketika berbicara mengenai hukum zakat madu.

: ع ـ ا افزؿ ل ع ، ٠غت ـ١ أ : ٠ؾز مل٠ ـمبي ـ ا

جبثخ ث : ))أ ب ه – ـ ي هللا ثط ب ا ه ا ٠إك وب

و لوة ع و، : اع ل ع وب ؾ هللا ع١

Page 71: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

57

و لوثخ ((. ع ا ح ـال٠غت ـ١ ثم ١ غل٠ل : لرغت ل لبي ـ ا

. ج١ 14 وب

Artinya : “Terjadi perbedaan pendapat perihal zakat madu, Pertama, dalam qaul

qadim, kemungkinan madu wajib zakatnya. Hal ini tergambar dari

riwayat yang diangkat, yaitu bahwa bani Syababah –suku pedalaman

daerah fihm- menyerahkan sepersepuluh madu kepada Rasulullah Saw.

Setiap sepuluh kantong dipungut satu kantong.”Akan tetapi, dalam qaul

zadid, tidak diwajibkan zakat madu. Karena madu bukan makanan

pokok, maka tidak wajib zakat sepersepuluh sebagaimana telor.”

Pendapat Imam Syaf‟i dalam qaul jadid ini dapat ditemukan dalam kitab

al-umm :

ء ب ث ع أ رط ، ـب اق١ ل ـ ع للخ ـ ا ل بـع لبي ا

قط بة ا و ث لل لج ع ، ١ للبد ا ـ عع لج

رط أ ب ا ء أ و للخ ع ونه ا ق١ ا للخ ع ا ثب ع

ب. ع رط رمج 15

Artinya : ”Bahwasanya tidak ada zakat madu dan tidak ada zakat kuda, tetapi

jika pemiliknya dengan suka rela menyerahkan sedekahnya kepada

petugas, maka boleh diterima sebagai harta sedekah kaum muslimin.

Umar bin Khaththab pernah menerima sedekah kuda dari penduduk

Syam yang menyerahkan kepadanya dengan cara suka rela. Begitujuga

dengan segala jenis harta yang diserahkan oleh pemiliknya (kepada

Baitul Mal) secara suka rela, maka hal itu boleh diterima oleh petugas”.

Dua pendapat antara wajib dan tidaknya zakat madu di kalangan ashab

as-Syafi‟iyah dapat dijumpai dalam beberapa kitab mazhab Syafi‟i, antara lain :

a. Pendapat wajib zakat madu, diantaranya:

14 Abi Ishaq As-Syirazi, Al-Muhadzab,(Beirut: Dar As-Syamiyyah, 1996) Juz I, h. 505. 15

Muhammad bin Idris al-Syafi‟i, al-Umm, (Beirut: al-Idarah, 2001), Cet. Pertama, Juz

II, h. 99.

Page 72: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

58

Menurut Imam Jalaluddin dalam kitab Kanzu ar-Raghibîn

و ف ع اي ز ٠ اي ـ ت غ : ر ٠ ل م ا ـ ( ، اء او ى ( ث ه ا ا

و ف ع بي ث ١ ج ا ب، بء اط بؾ م ا و ى ( ث و م ا ، )

ع ا ) ه هللا ع و ع ع ي ال ، ه ؾ ا ( ل ع ب ث ،

و ف ع اي ال ف ع ه هللا و ى ث ث أ ع ا ي ل ، ـ خ غ ؽ بث ؾ ا

.16 ٠ ل م ا

Artinya : “Dalam qaul qadim dinyatakan, wajib zakat pada zaitun, zafaron,

waras (sejenis zafaron), qurtum (bisa dibaca kasroh maupun dhomah

pada huruf qaf dan tha, sejenis tumbuhan), dan pada madu dari tawon.

Dasar hukum zaitun, riwayat dari Umar r.a, sedangkan selain zaitun

dan zafaron, hadis dari Abu Bakar. Dalam qaul qadim pendapat

Sahabat Nabi termasuk dasar hukum.

Menurut Imam Syamsuddin Muhammad dalam kitab Mughnî al-

Mukhtâj

ع )ا ( ـ ) ب . خ بؽ ج ا خ ى ال ن ف أ ب أ و ؾ وب اء (

ن ف أ ١ ع هللا أ ت ١ ع ث و ع ع بع ث ا ه

17.و ع ا

Artinya : “Wajib zakat madu, baik sarang tawonnya milik sendiri maupun di

dapat dari perburuan. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Majah dari Umar

bin Syuaib, bahwasanya Nabi Saw menarik zakat madu sepersepuluh.

16 Jalaluddin Muhammad al-Mahalli, Kanju al-Raghibin, (Lebanon: Dar al-Minhâj,

2013), Juz I, h. 407. 17 Syamsuddin Muhammad al-Syarbini, Mugni Al-Mukhtaj, (Beirut: Dar al-Kitab al-

Ilmiyah, 2000), Juz II, h. 82.

Page 73: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

59

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian Ulama

Syafiiyah mengikuti pendapat dalam qaul qadim yang menyatakan bahwa madu

wajib zakatnya sebagaimana za‟faron, zaitun, waras, dan qurthum.

Madu yang diwajibkan tersebut di dasarkan dari hadis yang

diriwayatkan oleh Umar bin Syuaib, serta Qaul Sahaby, yaitu kebijakan Umar bin

Khattab dan Abu Bakar ketika menjabat sebagai khalifah.

b. Pendapat tidak wajib zakat madu, diantaranya:

Menurut Imam Yusuf bin Ibrahim dalam kitab al-Anwar

خ ط ؾ ب ، و به ١ ز ف ل ب ثب ر ل ى ٠ : ا ي ال ف ال ى ه ال و ١ ع ا

خ ج اؾ ـ ح وب ى ال اـ................ ـ ح ه ان اـ.......... ا

ه ن ث ي م ج ا ج ؽ و ف اع ق ا ث ال ع ا ه ن ث ب

18 . ١ ـ بح و اي ت غ ر بل

Artinya : “Pertama, Termasuk jenis makanan pokok dalam kondisi stabil, seperti

gandum khintah, gandum syair, beras, jewawut, biji-bijian dst...... Oleh

karena itu tidak wajib zakat hulbah, simsim (jenis biji-bijian), dst. dan

madu, dabsu (sejenis madu), cuka, usfur (jenis tumbuhan) serta bijinya,

tanaman sayuran serta biji-bijiannya, dan biji-bijian dari jenis yang

tidak diwajibkan zakat.

Menurut Imam Abu Mahasin dalam kitab Bahrûl Al-Madzhâb

ن ا ذ ث صب و ١ ؼ و ع ا ١ ـ ن ا ش ٠ ل ؾ : ا ٠ ل م ا ـ بي م ـ ع ب ا ا

ي م ا ع ى ؾ ث ع ط م ٠ أ ى ـ ذ ث صب و ١ ؼ ١ ـ و ع ل أ ١ ـ ه

18 Yusuf bin Ibrahim al-Ardabîli, Al-Anwar li „Amâl al-Abrâr, (Kuwait: Dar Adhiya,

2006), Juz I, h. 274.

Page 74: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

60

ث أ ١ ـ و ا و ١ ق ا ١ ـ هللا ي ه ا ك إ ا ٠ ب و خ بث ج

و ع : ا ل ع وب ؾ هللا ع١ . خ ث و ل ة و ل و ع و ،

ه م ع ل ٠ ل غ ا ـ ؼ ع ه ع ا ـ اع ى ال بق ؾ ا ل ؽ ا بي ل .

و ع ا ت غ ٠ اط و ق ا ه أ و ١ ؼ ـ ل ع : ا خ ف ١ ؽ ث أ بي ل و ع ا

19 . ١ ج ب و و ع ا ١ ـ ت غ ٠ ال ـ د م ث ١ ل ا ؼ ن

Artinya : “Soal madu yang menurut qaul qadim, maka penulis

berpendapat:‟Hadis yang diwajibkan sepersepuluh itu tidak tetap begitu

pula hadis yang menyatakan tidak wajib. Maka dari itu, hukumnya

tidaklah putus. Pendapat yang memilih hadis yang diriwayatkan bahwa

„bani Syababah menyerahkan sepersepuluh madu kepada Rasulullah

Saw. setiap sepuluh kantong dipungut satu kantong‟. Qaul zadid pun

diklaim telah mengunggulkannya. Di tambah, pendapat Imam Ahmad,

Imam Ishaq, Imam Awza‟i yang menyatakan madu wajib seperesepuluh.

Bahkan Imam Abu Hanifah menyatakan, jika madu tersebut di dapat

dari kawasan non pajak, wajib sepersepuluh. Ini adalah kesalahan,

sebab madu bukanlah makanan pokok sebagaimana telur.

Menyikapi dua versi ini, Imam Nawawi menegaskan pendapatnya,

bahwa zakat madu tidak wajib, sebagaimana dalam qaul jadid. Ia menyatakan

kesetujuannya dengan pendapat mayoritas mazhab Syafi‟i. Hal ini dapat dilihat

dari penjelasannya sebagai berikut:

ب و : ا و٠مب ـف١ بع ا – الوضو ؿ لبي ا ث - :

اط و٠ك اض ب : عب امل٠ غل٠ل : لىوبح ؾ١ؼ ا : ا ل ام ـ١

لىوبح ـ ثأ ١ لطع ا ث ل ـ١ ج ا ل ؽب أث أفو ١غ

19 Abu Mahasin al-Royani, Bahru al-Madzhab, (Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyah,

2009), Juz III, h. 115.

Page 75: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

61

نت : ا . ل ل مل٠ ـ ا غل٠ل، لبي : لرغت ـ ا ؾبة ال

ة. ع ع ا ١ ال لرغت عل 20

Artinya : “Tentang hukum zakat madu terdapat dua ketentuan, dan mayoritas –

termasuk pengarang, dan ulama-ulama lain- menyatakan, hukum zakat

madu terdapat dua qaul, pendapat sahihnya adalah qaul jadid, yakni

tidak wajib. Sementara qaul qadim, dua ketentuan, dimana ketentuan

yang kedua adalah tidak wajib zakat pula (sebagaimana qaul jadid).

Ketentuan yang kedua ini yang akhirnya dipastikan oleh Syaikh Abu

Hamid, Imam Bandinaizi, dan ulama lain. Sebagian ulama Syafi‟iyah

menyatakan pula: “Tidak wajib zakat madu, qaul qadim memberi dua

pendapat, tetapi menurut pendapat mazhab: hukumnya tidak wajib

karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.”

Lebih lanjut, Imam Nawawi menjelaskan terkait hadis yang dijadikan

dasar hukum mazhab Hanafi di atas, menurutnya itu semua hadis dhaif, maka

tidak bisa dijadikan landasan hukum. Bahkan Imam al-Bukhârî menyatakan:

“Tidak ada landasan hukum yang sah terhadap wajibnya zakat madu”. Berikut

penuturannya dalam kitab al-Majmu‟:

ب ؼ١و ك اج١م كا ا أث : ـو ع جبثخ ـ ا ب ؽل٠ش ث ا

١ن ع١ؿ لبي از و بك ثا عل ع أث١ ع١ت ع و ث ا٠خ ع ه

ـ ا ج ؼ ع : ل٠ ع : لبي ـ عب ج١م ء لبي ا نا وج١و

ع ـ ىوبح ا جقبه : ))١ (( لبي ا ع ١ن ـ وزبة ))ا از و

20 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 2008)

Juz V, h. 435.

Page 76: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

62

)) ؼ ١ء ٠ الؽبك٠ش ا ز ـ . ١ع الصبه ع أ ؾب ـب

ع١فخ . نااف 21

Artinya : “Adapun hadis Bani Syababah tentang madu, itu juga diriwayatkan

oleh Abu Daud, Al-Baihaqi, dll. dari „Amar Bin Syaib dari bapaknya

dari kakeknya, dengan isnad da‟if. Tirmidzi menyatakan dalam kitab

jami‟nya, tidaklah sah dalam hal ini sangat signifikan. Al-baihaqi

berkata : “Turmudzi dalam kitab Al-„Ilal mengatakan, “Imam Bukhari

pernah berkata, Tidak ada hadis sahih dalam zakat madu”. Oleh karena

itu, dapat disimpulkan, bahwa semua atsar (pendapat sahabat) dan

hadis yang diangkat dalam pasal zakat madu adalah da‟if.

Mendukung pendapat Imam Nawawi di atas, yang menyatakan bahwa

qaul jadid yang sahih, Imam Najmuddin Ahmad dalam kitab kifayah an-Nabîh

memberikan argumentasi sempurna yaitu bukti sejarah. Saat Nabi Saw sendiri

mengutus mua‟adz ke Yaman, Nabi Saw hanya memerintahkan untuk mengambil

empat jenis tumbuhan sebagai zakat, yaitu: gandum khintah, gandum syair,

kurma, dan anggur”.22

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Zakat madu hukumnya dalam qaul qadim wajib, sementara dalam qaul zadid

tidak wajib.

b. Hadis yang digunakan sebagai landasan hukum wajibnya zakat madu adalah

lemah (dhaif).

c. Pendapat mayoritas mazhab Syafi‟i menyatakan zakat madu hukumnya tidak

wajib. Termasuk di dalamnya pendapat Imam Nawawi dalam kitab Al-

Majmu‟.

21 Abi Zakaria Muhyiddin al-Nawawi, Al-Majmu‟, h. 436. 22 Najmuddin Ahmad, Kifâyah al-Nabîh, (Dar al-Kutub, Beirut, 2009), Juz V, h. 366.

Page 77: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

63

C. Analisis Komparatif Zakat Madu Menurut Kitab Badâ’i al-Sonâ'i dan Kitab

Al-Majmu’

1. Persamaan Pendapat Tentang Zakat Madu

Persamaan pendapat tentang zakat madu antara kitab Badâ‟i as-Shonâ‟i

yang mewakili mazhab Hanafi dengan kitab Al-Majmu‟ yang mewakili mazhab

Syafi‟i adalah penggunaan dalil yang dikemukakan, yaitu:

a. Hadis Ibnu Majah dan Sulaiman bin Musa

ؾال ـمبي ١بهح عبء ا ا ج هللا ع١ ـمبي ا اثب ا

و هللا ع١ ا ج : ))اك ع ب ١بهح: اؽ ب((. ـمبي اث

بب ي هللا، ـؾ .٠به

Artinya : “Bahwa Abu Sayyarah pernah mendatangi Nabi Saw, lalu ia berkata,

Kami punya madu, kemudian kata Nabi Saw, Berikanlah

sepersepuluhnya. Lalu Abu Sayyarah berkata: Berilah kami

perlindungan wahai Rasulullah. Kemudian Nabi Saw memberikan

perlindungan kepadanya.”

b. Hadis ‟Abdullah bin ‟Amr

جبثخ ث ي هللا هللا ع١ –أ ا ه ا ٠إك وب ـ ثط ب

و، اع ؾ و لوة لوثخ . ع

Artinya : “Bahwa bani Syababah menyerahkan sepersepuluh madu kepada

Rasulullah Saw. setiap sepuluh kantong dipungut satu kantong‟.

c. Hadis Abu Hurairah

ا ج ٠ هللا ع١ أ أ ١ ا وزت ا ا اع إفل

و ع .ا

Page 78: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

64

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Nabi Saw, mewajibkan kepada

penduduk Yaman untuk mengambil sepersepuluh dari madu.

d. Pendapat Sahabat Umar bin Khatab

ببن ع زع و ه هللا ع ا ع ب وب ث عجل هللا ـ ف١ب

ي ا ه ٠ ١ئ ب إك ب وبب ا: ئ لب ١ئ ب ا ئ١ ٠إك ا أ اض مف، ـأث

هللا ع: و ه ا ع ف١ب هللا هللا ع١ ـىزت مه

مثبة ؼ١ش ٠ با ؾ ل هللا رعب هىل ب ئ هي هللا هللا ئ

ا ا١ ث١ب ـأك ا ب ث١ ئل ـق اك٠ .ع١ ـأؽ

Artinya : “Ketika Khalifah Umar r.a mengambil kebijakan demikian kepada

Sufyan bin Abdillah At-Tsaqofi (Gubernur Thaif), masyarakat Thaif

menolaknya. Sufyan berkata kepada mereka, “Hal ini adalah sesuatu

yang dijalankan masa Rasulullah Saw. Sufyan melaporkan kepada

Umar akan kejadian ini, kemudian umar mengirim surat kepadanya,

menyatakan bahwa „lebah itu serangga hujan yang Allah Azza Wa Jalla

siram sebagai rizqi bagi orang yang dikehendakinya, maka jika mereka

pemilik sarang-sarang tawon membayar (zakat) kepadamu sebagaimana

mereka lakukan kepada Nabi Saw., jagalah sarangnya.”

c. Pendapat Ibnu Abbas

ونا وب مه ؽ١ ٠فع وب ه هللا عب أ عج ب اث ع ه

وح. ج ا١ ب ثب

Artinya : “Seperti ini juga, riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa ia menjalankan hal

demikian ketika menjabat di kota Basrah.

Dalam hal ini Imam Al-Kasani dalam kitab Badâi as-Sanâ‟i

menyatakan, bahwa dalil-dalil tersebut adalah bisa dijadikan landasan hukum

sebab terdapat beberapa riwayat sebagaimana disebutkan. Imam al-Kasani

mengikuti mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa hadis yang menerangkan

tentang zakat madu dapat dijadikan dalil tentang wajibnya memungut zakat

Page 79: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

65

madu. Akan tetapi, Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu‟ secara tegas

menyatakan bahwa dalil-dalil tersebut dianggap lemah dan tidak bisa dijadikan

landasan hukum tentang wajibnya zakat madu.

Sebenarnya, dalam kitab al-Umm, hadis tersebut juga dituturkan oleh

Imam Syafi‟i, sehingga menurut beberapa Ulama Syafi‟iyah Imam Syafi‟i

bependapat mewajibkan zakat madu. Pendapat ini dikategorikan sebagai qaul

qadim. Dengan demikian, terdapat persamaan pemahaman antara Imam Al-

Kasani dan beberap ulama mazhab Syaf‟i terkait hukum zakat madu. Meskipun

dalam qaul jadid Imam Syafi‟i tidak mewajibkan zakat madu, bukan berarti

membatalkan qaul qadim. Karena terdapat kaidah fikih :

ثبإل م عزبك ل٠ 23عزبك.اإل

Artinya : “Ijtihad tidak bisa dianulir oleh ijtihad sejenisnya.”

2. Perbedaan Pendapat Tentang Zakat Madu

a. Penilaian terhadap hadis yang dikemukakan di atas

Imam al-Kasani menilai bahwa hadis yang menyatakan tentang zakat

madu bukan hadis dha‟îf karena diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi Saw.

Disamping itu, penggunaan pendapat sahabat adalah boleh untuk dijadikan

sumber hukum. Seperti, pendapat Sahabat Umar bin Khatab dan Abu Bakar

ketika keduanya menjadi khalifah, serta pendapat Ibnu Abbas ketika menjadi

pemimpin di kota Basrah. Mereka menyamakan zakat madu sebagai harta

23 Abdurrahman Al-Sayuti, al-Ashbah wa al-Naz‟air, (Dar al-Kutub, Beirut, tt.). h. 101.

Page 80: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

66

pertanian („urudu at-tijarâh). Sehingga, pada setiap dipanen dipungut 10 % jika

tidak menggunakan ongkos, dan 5 % jika menggunakan ongkos.

Sementara Imam Nawawi menilai bahwa semua hadis dan pendapat

sahabat dinyatakan lemah sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum. Bahkan,

menurut Imam al-Bukhari tidak sah menggunakan hadis-hadis tersebut untuk

menjadikan wajibnya zakat madu. Begitu pula pendapat Imam at-Tarmidzi yang

menyatakan bahwa zakat madu menggunakan hadis tersebut adalah tidak sah.

b. Penggunaan Qiyas yang berbeda

Menurut Imam al-Kasani bahwa madu sama halnya dengan biji-bijian

dan kurma yang terbentuk dari intisari tanaman dan bunga-bungaan yang terus –

menerus tersimpan. Sedangkan menurut Imam Nawawi bahwa madu adalah

cairan yang keluar dari hewan seperti susu, sedangkan susu menurut ijma‟ tidak

wajib zakat.

c. Penggunaan Qaul Sohabiy (Pendapat Sahabat).

Dalam mazhab Hanafi pendapat sahabat dapat dijadikan dasar hukum.

Pendapat sahabat dijadikan dasar hukum karena mereka adalah penyambung

risalat Nabi Saw. Mereka adalah orang-orang yang terlibat langsung ketika

wahyu turun, yang mengerti konteks wahyu dengan hadis, yang membawa estafet

ajaran Nabi Saw. Sedangkan dalam mazhab Syafi‟i, pendapat sahabat tidak dapat

dijadikan dasar hukum. Hal inilah yang menjadikan perbedaan antara Imam Al-

Kasani yang bermazhab Hanafi dengan Imam Nawawi yang bermazhab Syafi‟i.

Page 81: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

67

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis pembahasan skripsi mulai bab pertama sampai

dengan bab keempat skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hukum zakat madu menurut Imam al-Kasani dalam kitab Badâ‟i as-Sanâ‟i

wajib dikeluarkan. Kewajiban tersebut berdasarkan hadist-hadist berikut:

a. Hadits dari Ibnu Majah, Sulaiman bin Musa, ‟Abdullah bin ‟Amr, dan

dari Abu Hurairah.

b. Pendapat Sahabat dari Umar Ibnu Khatab, Abdullah Ibnu Abbas, dan Abu

Bakar, Sufyan bin Abdillah al-Tsaqafi.

c. Qiyas, bahwa madu sama halnya dengan biji-bijian dan kurma yang

terbentuk dari intisari tanaman dan bunga-bungaan yang terus– menerus

ditimbun.

2. Hukum zakat madu menurut Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu‟

adalah tidak wajib. Menurutnya, semua hadis dan pendapat sahabat yang

dikemukakan oleh Imam al-Kasani adalah lemah untuk dijadikan landasan

hukum. Di samping itu, qiyas zakat madu adalah disamakan dengan susu

yang tidak wajib zakat bukan dengan tumbuh-tumbuhan. Meskipun, dalam

qaul qadim zakat madu disinyalir oleh sebagian ulama Syafi‟iyyah wajib,

tetapi menurutnya tetap tidak wajib baik dalam qaul qadim maupun dalam

qaul jadid.

Page 82: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

68

3. Memahami dari dua pendapat di atas terkait hukum zakat madu, penulis

lebih memilih pendapat dari Imam Al-Kasani yang menyatakan zakat

madu hukumnya wajib dipungut sepersepuluh ketika panen. Argumentasi

yang dibangun oleh Imam Al-Kasani dengan tiga dasar hukum (Hadis,

Qaul Sohabiy, dan al-Qiyas) adalah sesuai dengan metodelogi penggalian

hukum mazhab Hanafi. Meskipun Imam Nawawi tidak menerima tiga

dasar hukum ini sebagai dasar wajibnya zakat madu, tetapi sebagian

ulama dari mazhab syafi‟iy menerimanya.

4. Bila madu itu merupakan komoditas yang diperdagangkan, maka

dikategorikan sebagai harta perdagangan („urud al-Tijârah). Oleh karena

itu, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen setiap setahun jika nilai

perdagangannya telah mencapai nisab, yaitu senilai 85 gr emas.

5. Bila madu itu dikeluarkan zakatnya setiap panen, maka dikategorikan

sebagai harta pertanian („urud al-Zirâah). Zakatnya adalah 10 persen jika

tidak menggunkan biaya, namun jika menggunakan biaya zakatnya

sebesar 5 persen. Pemungutan zakat ini bila madu yang dipanen telah

mencapai nisabnya, yaitu 653 kg.

6. Bila usaha untuk mendapatkan madu hanya untuk dikonsumsi, itu tidak

diwajibkan zakat.

B. SARAN-SARAN

a. Dalam rangka mendorong pengentasan umat dari kemiskinan hendaknya

pemerintah melalui BAZNAS menerbitkan peraturan yang memasukan

madu sebagai komoditas yang diwajibkan zakatnya sesuai dengan

Page 83: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

69

pendapat Imam al-Kasani yang mengacu kepada pendapat dari mazhab

Hanafi. Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi dalam hal

produk madu sebagaiamana data pada bab terdahulu. Maka, dengan

mewajibkan madu sebagai harta zakat, penerimaan zakat oleh Badan Amil

Zakat Nasional (Baznas) bisa bertambah.

b. Penelitian ini hanyalah kelanjutan dari penelitian-penelitian terdahulu

yang telah dilakukan oleh para pencinta ilmu di bidang kajian terhadap

kitab kuning klasik untuk diaplikasikan dalam era kekinian. Maka dari itu,

penelitian ini tidaklah lepas dari tergelincirnya tulisan yang kadang

berakibat fatal sehingga diperlukan penelitian lanjutan.

Page 84: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

70

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka

Al-Qur‟an al-Karim dan Terjemahannya.

Abdul Aziz, Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1997.

Ahmad, Najmuddin. Kifâyah al-Nabîh, Juz V, Beirut: Dar al-Kutub, 2009.

An-Nawawi, Abi Zakaria Muhyiddin. Al-Majmu‟, Juz V Jeddah: Maktabah al-

Irsyad, 2008.

_______ Al-Majmu‟, Juz VI, Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 1982.

An-Nasa‟i, Suanan al-Nasa‟i bi Syarh jalaluddin al-Suyuti, Juz V, Beirut: Dar

al-Ma‟arif, 1991

An-Naysabury. Abu Abdillah, Muslim. Shahih Muslim, kitab Zakat, Riyadh:

Dar Thaibah, 2006.

Al-Ardabîli, Yusuf bin Ibrahim. Al-Anwar li „Amâl al-Abrâr, Juz I, Kuwait:

Dar Adhiya, 2006.

Al-Anshari, Abu Yahya Zakaria. Fath al-Wahhab, Indonesia: Daru Ahya‟i

alkutub al-Arabiyah, T.th.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Syarah Arbain Nawawiyah, Jakarta:

Akbarmedia, 2010.

Al-Balqilani, Sirajuddin Abi Hafs. At-Tadzrib fi al-Fiqh ala Imam As-Syafi‟i,

Juz I, Riyadh: Dar Al-Qiblatain, 2012.

Al-Barni, Muhammad Asyiq Ilahi. Tashil ad-Dorûri, Juz I, Saudi Arabia:

Maktabah Iman, 1987.

Al-Dimsyaqi, „Abd al-Ghani al-Ghunaimi. al-Maidani al-Hanafi, al-Lubab Fi

Syarhi al-Kitab, Juz I, Beirut: al-Maktabah al-„ilmiyah, 1993.

Al-Hindi, Abd al-Halim. Al-Imâm Al-Syâfi‟i: Nâsir as-Sunah wa Wâdhi‟ al-

Usul, Beirut: Dar al-Qolam, 1966.

Al-„Izzi, Ibn Abi. al-Tanbîh „ala Musykilât al-Hidâyah, Juz II, Maktabah

Syamela

Page 85: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

71

Al-Jaziri, Abdurrahman. Al-Fiqh Ala Madzahib Arbaah, Juz I, Cet. II, Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003.

Al-Kasani, Imam Alauddin. Badâ‟i al-Sonâ'I, Juz II, Cet.I, Beirut: Dar Al

Fikri, 1996.

Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad. Kanju Ar-Raghibin, Juz I, Lebanon: Dar

al-Minhâj, 2013.

Al-Syaukani, Nail al- Authar, Beirut: Dar al kutub al „Arabi, 2000.

Al-Syirazi, Abi Ishaq. Al-Muhadzab, Juz I, Beirut: Dar As-Syamiyyah, 1996.

Al-Utsaimin, Muhammad Shaleh Riyadhus Shalihin, Jakarta: Arbarmedia,

2010.

Al-Qardhawi, Yusuf Fiqh al-Zakâh, Juz I, Beirut: Muassasah ar-Risalah,

1969.

Al-Zuhayly, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Juz II, Cet. II, Suriah: Darul

Fikri, 1984.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Edisi

Revisi IV, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Ar-Royani, Abu Mahasin. Bahru al-Madzhab, Juz III, Beirut: Dar al-Kutub

Al-Ilmiyah, 2009.

As-Syarbini, Syamsuddin Muhammad. Mugni Al-Mukhtaj, Juz II, Beirut: Dar

al-Kitab al-Ilmiyah, 2000.

As-Siddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum

Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

As-Syarkhosi, Syamsuddin. al- Mabsut, Juz III, Beirut: Dar al-Marifat, T.th.

As-Samarqandi, „Alauddin. Tufhah al-Fuqaha, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiah, 1984.

As-Sayrazi, Abi Ishaq. al-Muhadzab, Juz I, Beirut: Dar As-Syamiyah, 1992.

As-Syafi‟i, Muhammad bin Idris. Al-Umm, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, 2009.

_______ ar-Risalah, Juz I, Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah, 2005.

Asy-Syarbini, Muhammad Khatib. al-Muhgnî al-Mukhtâj, Juz IV, Maktabah

Syamîla.

Page 86: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

72

Farid, Ahmad. 60 Biografi „Ulama Salaf, Cet. I, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2005.

Hasan, M Ali. Masâil Fiqhiyah, Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003.

Ibrahim, Abi Ishaq. al- Muhadzdzab, Juz I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1988.

_______ as-Sunan al Kubra, Juz IV, Beirut: Dar al-fikr, 1996.

Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtâr, Juz III, Riyad: Dar Ulum al-Kutub, 2003.

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz II, Cet I, Kairo: Dar as-Salam, 1995.

Ibnu Qudamah, Al-Mugnî, Juz III, Dar Alamul Kutub, Beirut, 1997.

Istiqomah, Analisis Pendapat Imam Syafi‟i tentang Zakat Madu, Skripsi

Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang,

2011.

Kamaluddin, Syarah Fathul Qadir, Beirut: Dar Al Kutub Al Islmaiyah, 2003.

Munif, Ahmad. Zakat Madu Pad Masa Khalifah Umar Ibn Khatab RA, Bimas

Islam, Vol .7 No.3, Juni, 2014.

Muhammad, Abi Bakar. al-Masâlik fi Syarh al-Muwatho‟ Malik,: Juz IV,

Beirut: Dar Gharb al-Islamiy, 2007.

Muhammad, Abi Abdillah. Shahih Sunan Ibnu Majah I, cet II, Beirut: Darul

Faqir, 1995.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera

Basritama, 2004.

Makhfudzoh, Nur. Zakat madu dalam Fikih Kotemporer, Skripsi Fakultas

Syari‟ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.

Muhammad, Syamsuddin. Mughni al-Muhtâj, Juz I, Maktabah Syamîlah,

2008.

Mahmassani, Sobhi. Filsafatul Tasri' Fil Islami, Bandung: Al Maarif, 1981.

Nata, Abudin. Metodelogi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. VI, Yogyakarta:

Gajahmada University, 1998.

Page 87: ZAKAT MADU DALAM PANDANGAN ULAMA - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41437/1/AHMAD... · tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an secara qath‟i, di antara kekayan

73

Rowasy, Muhammad. Mausu‟ah Fiqh Umar ibn al-Khattab, Beirut: Maktabah

al-Falah, 1981.

Sam, M.Ichwan, dkk. Himpunan Fatwa Zakat MUI Kompilasi Fatwa MUI

tentang Masalah Zakat Tahun 1982 – 2011, Jakarta : BAZNAS,

2011.

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian, Cet. II, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1998.

Sarwono B. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah madu, Agro Media

Pustaka, Jakarta, 2001.

Somat, Hukum Zakat madu (Studi Analisis Pemikiran Yusuf Qardhawi),

Skripsi Fakultas Syar‟ah dan Hukum UIN Sultan Syarif Kasim, Riau,

2010.

Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1998.

Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995.

Tamartasi, Syamsuddin Muhammad. Tanwir al-Absar, Beirut: Maktabah an-

Nabawiyah, T.th.

Winarno, Madu Teknologi, Khasiat Dan Analisa, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1982.

Zarqa, Mustafa Ahmad. al-Fiqh al-Islam fi Tsambihi al-Jadid, Damaskus:

Jami‟ah Damaskus, 1946.

B. Dari Internet dan Jurnal

Badan Amil Zakat Nasional, data diakses pada 25 Juni 2016 dari

http://pusat.baznas.go.id/zakat-atas-madu/.

Novandra, Alex. Peluang Pasar Produk Perlebahan Indonesia, Acara Alih

Teknologi, Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 11

september, Jakarta: Balitbang Kementan, 2013.