wkc desember 2013

40
Membangun Cinta Persaudaraan Keluarga Chevalier Warta Ametur Ubique Terrarum Cor Iesu Sacratissimum in Aeternum Desember 2013 TAHUN XI • No. 3 Misionaris Awam Keluarga Chevalier Dalam Gereja Masa Kini Percaya Pada Perdamaian Bahagia Bermisi di Sudan Selatan MENUJU BETLEHEM Kosongkan Diri, Kosongkan Hati

Upload: jonastmsc

Post on 27-Mar-2016

280 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Monthly publication of Chevalier Family Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Wkc desember 2013

M e m b a n g u n C i n t a P e r s a u d a r a a nKeluarga ChevalierWarta

Ametur Ubique Terrarum Cor Iesu Sacratissimum in Aeternum

Desembe r 201 3TAHUN XI • No. 3

Misionaris Awam Keluarga Chevalier Dalam Gereja Masa Kini

Percaya Pada Perdamaian

Bahagia Bermisi di Sudan Selatan

MENUJUBETLEHEM

Kosongkan Diri, Kosongkan Hati

Page 2: Wkc desember 2013

DAFTAR ISI DARI REDAKSI03 Sapaan Pimpinan

04 Percaya pada Perdamaian

07 Jalan ke Betlehem

15 Misionaris Awam Keluarga Chevalier dalam Gereja Masa Kini

19 Kosongkan Diri Kosongkan Hati

26 29 Tahun Komunitas Bentara Hati Kudus

28 25 Tahun Pendirian Novisiat Frater Bunda Hati Kudus

32 Bahagia Bermisi di Sudan Selatan

Kemajuan teknologi diharapkan dapat membantu manusia dalam mengerjakan pelbagai macam hal. Salah satu bidang yang amat mempengaruhi kehidupan manusia adalah tekonolgi informasi. Dengan kemajuan teknologi informasi dunia serasa menjadi semakin sempit. Sebuah peristiwa yang terjadi di belahan bumi yang satu dapat dengan segera diketahui oleh orang yang tinggal di belahan bumi yang lain. Orang pun dengan lebih mudah bertukar pesan dan berita. Pesan dan berita yang dahulu perlu waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk tiba di tempat tujuan, kini dapat diterima dalam hitungan detik.

Namun perlu di sadari bahwa tetap manusialah yang menjadi tuan atas teknologi. Dalam situasi-situasi tertentu komunikasi langsung person to person tetap dibutuhkan. Tim Redaksi WKC memohon maaf apabila WKC Edisi November terlambat tiba di hadapan anda. Kesalahpahaman dengan pihak percetakan menyebabkan keterlambatan. Sebelum dicetak pihak percetakan sudah dihubungi bahwa WKC akan dicetak dan file akan dikirim melalui email. Setelah hampir 2 minggu kemudian dicek, ternyata materi untuk dicetak belum diterima (atau...email belum dibuka). Teknologi Informasi memang membantu untuk mengirim materi dengan cepat, tetapi komunikasi person to person tidak boleh ditinggalkan.

Masih berhubungan dengan Teknologi Informasi, untuk para pembaca di luar negeri, akan disediakan edisi digital yang dapat dikirim dengan cepat dan murah. Tentu dengan catatan bahwa komunikasi person to person tetap tidak ditinggalkan.

Tim Redaksi.

Person Person

Cover: Menuju Betlehem The Nativity StoryDiterbitkan oleh: Ametur IndonesiaRedaktur: Joni Astanto MSCKeuangan: Sr. M. Rosina Angwarmase PBHKGrafis & Tata Letak: Joni Astanto MSC Team Redaksi: P. Joni Astanto MSC P. Phillipus Seno Dewantoro MSC Sr. M. Violetha Kereh PBHK Fr. Vincensius BHK P. Patris Jeujanan MSC Sr. M. Evarina PBHK Sr. M. Fransina Ulmasembun TMMDistribusi: Keluarga ChevalierKontributor: P. Joseph Harbelubun MSC P. Jimmy Balubun MSC P. Antonius Dedian MSC P. Lexy Sarkol MSC P. Aris Angwarmase MSC P. Gregorius Hertanto MSC Sr. M. Margaretha PBHK Sr. M. Cornelia PBHK Sr. M. Agusta PBHK Fr. Kardinus BHK Fr. Patrik BHK Sr. M. Paskalina Fun TMM Yan Ponton Petrus Sidharta MaringkaKontributor Luar Negeri: P. Hermas Asumbi MSC (Jepang) P. Angky Welliken MSC (Ekuador) P. Adrianus Budhi MSC (US) P. Alfin Buarlele (Australia) P. Anton Kaseger (Australia) Sr. M. Valentine PBHK (Afrika) Sr. M. Virginia PBHK (Afrika) P. Timoteus Ata MSC (Philippines)Alamat: AMETUR INDONESIA Lantai 1 Gedung Pax Jl. KH. Hasyim Ashari No. 23 JAKARTA 10130 Tlp. : (021) 6326776, 6339881 Fax.: (021) 6326778 email: [email protected] website: www.ameturindonesia.com

to

Page 3: Wkc desember 2013

SAPAAN PIMPINAN

WARA-WARA

Warta Keluarga Chevalier membuka kesempatan untuk siapa saja, baik Imam, Biarawan, Biarawati maupun awam angggota Keluarga Chevalier untuk berkontribusi dalam bentuk tulisan. Tulisan dikirim ke Redaksi melalui email: [email protected] atau [email protected], disertai dengan ilustrasi atau foto. Tulisan yang tidak dimuat tidak dikembalikan.

“PARA PEWARIS” sebagai sebuah kekayaan nyata yang terus menerus dikembangkan sebagai sumbangan kita keluarga Chevalier kepada Gereja dan masyarakat dewasa ini.

Lebih khusus lagi, sebagai mitra kerja bersama dengan Para Misionaris Hati Kudus (MSC), Suster-suster Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK), Tarekat Maria Mediatrix, para Frater Bunda Hati Kudus (BHK) dan Awam Keluarga Chevalier akan tetap memperhatikan serta mempertahankan hubungan kerja sama dalam “Keluarga Chevalier”, karena memiliki semangat yang sama yaitu “SPIRITUALITAS HATI”, seperti juga Bunda Maria Pengantara memiliki Spiritualitas Hati, menyimpan semua rahasia kehidupan Putera-nya di dalam hati, dan menjawab dengan sikap rendah hati dan selalu berpasrah kepada Kehendak Bapa di surga, dengan berkata : “AKU INI HAMBA TUHAN, TERJADILAH PADAKU MENURUT KEHENDAK-MU,” (Lk. 1 : 38 ).

Semoga Roh Kudus senantiasa tetap hidup dan bekerja lewat tangan, hati dan tenaga kita dalam mengembangkan misi kita bersama, mampu melewati berbagai gejolak maupun tantangan, yang juga merupakan “kekuatan”, untuk tetap mempertahankan identitas kita sebagai orang yang terpanggil dan terutus.

Sr. M. Margarethis Kelen TMM

Pemimpin Umum TMM

“Dikasihilah Hati Kudus Yesus di mana-mana, selama-lamanya.”

Keluarga Besar Chevalier yang terkasih, Salam Sejahtera mengawali jumpa kita di warta ini.

Perkenankan saya mengajak kita sekalian keluarga besar Chevalier untuk mengungkapkan rasa syukur kita kepada Tuhan Bapa Penyelenggara kehidupan karena berkat dan rahmat-Nya telah memungkinkan kita untuk hidup dan berada hingga sekarang. Dan tentu kita lebih bersyukur karena bulan Desember ini merupakan bulan istimewa bagi kita keluarga Chevalier karena dua moment penting yang kita Rayakan pada waktu yang sama yakni tanggal, 8 Desember 2013, Para Misionaris Hati Kudus (MSC) merayakan Hari Kelahiran Tarekat MSC dan Para Suster TMM merayakan Pesta Kaul-kaul Religius dalam hidup membiara.

Bulan Desember ini juga adalah masa penantian di mana kita diberi waktu mempersiapkan diri masing-masing untuk menyongsong kedatangan Isa Almasih, Allah Penyelamat kita di Hari Natal, 25 Desember 2013 nanti.

Berangkat dari rasa syukur atas semuanya itu, saya kembali mengajak kita untuk memaknai hari-hari istimewa di bulan ini dengan suasana hati yang siap, untuk semakin mencintai, semakin mengenal, dan semakin menghargai nilai-nilai yang diwariskan oleh

WKC Desember 2013 | 3

Page 4: Wkc desember 2013

BUDAYA CINTA

Setiap kali memasuki bulan Desember setiap insan kristiani bersiap secara batiniah, rohani dan materiil untuk merayakan Natal. Salah satu pesan Natal yang setiap kali diangkat adalah perdamaian, dengan merujuk pada Injil Lukas 2:14 "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Sebagai anak-anak Allah kita sesungguhnya dipanggil dan diutus untuk menjadi pembawa damai. “Ber-bahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

Apa yang dikumandangkan lebih dari 2000 tahun lalu masih relevan untuk dunia kita dewasa ini di pelbagai belahan dunia, termasuk tanah air Indonesia. Kenyataannya, masih banyak hambatan dan ancaman terhadap perdamai-an, seperti kekerasan, konflik, perang, intoleransi, diskrimi-nasi, dsb, di kesekitaran kita, yang mengusik nurani kema-nusiaan kita.

Sidang Raya World Council of Churches (Dewan Gereja-Gereja se-Dunia), yang diselenggarakan pada 30 Oktober – 8 November 2013 di Busan, Korea Selatan, mengambil tema “God of life, lead us to justice and peace” (Tuhan sum-ber kehidupan, tuntunlah kami ke dalam keadilan dan perdamaian). WCC memandang perlu untuk menyerukan suara kenabiannya kepada seluruh warga gereja di atas muka bumi dan kepada seluruh umat manusia, khususnya yang mempunyai kekuasaan ekonomi, militer dan moral untuk bersama-sama membangun dunia yang adil dan damai (Richard Daulay, “Pimpinlah Kami Ke Dalam Damai dan Keadilan”, Suara Pembaruan, Sabtu-Minggu, 16-17 November 2013, hal. A 11).

Pada hari Sabtu, 16 November 2013, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Toleransi merayakan Hari Toleransi Internasional di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Peringatan ini berawal dari keputusan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) untuk mengadopsi Declaration of Principles on Tolerance pada 16 November 1995. Hari Toleransi Internasional di- peringati pertama kali pada 16 November 1996. Pesan utama yang disampaikan pada setiap peringatan Hari Toleransi Internasional adalah promosi praktik toleransi, antikekerasan dan penghapusan diskriminasi di segala bidang (Kompas, Senin – 18 November 2013, hal. 4).

Ada banyak upaya dari masa ke masa yang dilakukan untuk menciptakan perdamaian demi kebaikan umat

manusia. Dalam bukunya “For the Sake of Peace”(2001) yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Demi Perdamaian”, Daisaku Ikeda mengusulkan 7 jalur menuju keharmonisan global, demi tercapainya perdamaian sejati, yakni: jalur penguasaan diri, jalur dialog dan toleransi, jalur komunitas, jalur kebudayaan, jalur bangsa-bangsa, jalur kesadaran global dan jalur perlucutan senjata. Ikeda, yang meraih Medali Perdamaian PBB tahun 1983, yakin bahwa mengikuti 7 jalur tersebut akan membawa umat manusia keluar dari kekacauan di dalam dirinya sendiri dan membuka kemungkinan bagi semua orang untuk hidup berdampingan secara sentosa, suatu keadaan yang selalu didambakan oleh umat manusia.

Di mana-mana di seluruh dunia terdapat elemen-elemen masyarakat yang dengan gigih mempromosikan toleransi dan perdamaian. Di Indonesia ada sejumlah elemen masyarakat yang bergerak untuk mempromosikan toleransi dan perdamaian, seperti Aliansi Masyarakat Sipil, yang antara lain terdiri dari Setara Institute, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN Indonesia), Solidaritas Korban Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Jaringan Gusdurian serta Perhimpunan Masyarakat Setara Indonesia.

Kenyataan di mana-mana masih membuktikan bahwa perdamaian masih sangat dirindukan oleh siapa pun. Pera- yaan-perayaan, seperti Natal, dan pelbagai inisiatif di mana- mana masih diperlukan untuk mengingatkan bahwa perda- maian itu merupakan aspek tak terpisahkan dari hidup seti-ap insan manusia serta dambaan terdalam setiap orang dan bahwa perdamaian adalah milik bersama dan melampaui atau bebas dari SARA (suku, agama, ras, antar golongan).

Kita harus percaya pada perdamaian dan bahwa perda-maian itu mungkin walaupun kita pasti dihadapkan pada pelbagai tantangan, kesulitan dan ancaman. Kenyataannya, tetap ada orang-orang yang tidak menginginkan perdamai-an, tetap ada orang yang ingin merusak perdamaian yang dibangun. Oleh karena itu, madah pujian “damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” tetap layak dikumandangkan dan relevan.

Dengan niat yang baik dan tulus kita mampu menjadi pembangun-pembangun perdamaian (peacebuilders) dan pencipta-pencipta perdamaian (peacemakers). Kita mampu membangun budaya perdamaian; kita mampu menjadikan damai itu indah.

PERCAYA PADA PERDAMAIAN

4 | WKC Desember 2013

P. JOHANIS MANGKEY MSC

Page 5: Wkc desember 2013

SAJIAN UTAMA

“Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan

menepati janji yang telah Kukatakan kepada kaum Israel dan kaum Yehuda. Pada waktu

itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud. Ia akan

melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri,” (Yer 33: 14 - 15).

KEDATANGAN

WKC Desember 2013 | 5

Selamat Tahun Baru! Lho, koq selamat Tahun Baru? Apakah tidak salah? Tidak. Tepat di awal bulan

Desember kita merayakan Tahun Baru. Aneh bukan, kita merayakan Tahun Baru di awal bulan Desember? Tentunya kita ingat bahwa dengan membuka masa Advent kita meninggalkan tahun liturgi yang lama dan memasuki tahun liturgi yang baru. Jadi, selamat Tahun Baru!

Warna liturgi berubah warna menjadi ungu. Di samping altar di gereja dan kapel-kapel terpasang krans (karangan) advent dengan lilin-lilin advent dinyalakan satu persatu. Kita mulai masa Advent lagi.

Advent berarti “kedatangan” – kedatangan Tuhan. Pada level terdalam, kedatangan Tuhan bukan

berarti cuma singgah, mampir minum teh atau kopi, kemudian pergi lagi, melainkan benar-benar tinggal, ‘membenamkan’ diri dalam kemanusiaan dan sejarah manusia. Santo Yohanes menuliskan: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” (Yoh 1: 14). Ia menjadi sama dengan kita, kecuali dalam hal dosa.

Bagi kita, Advent adalah masa persiapan dan pengharapan. Warna ungu dalam liturgi kita melambangkan penantian, antisipasi, dan kesiapsediaan. Lilin-lilin Advent yang kita nyalakan satu per satu setiap minggu menunjukkan bagaimana Sang Terang perlahan-lahan semakin bercahaya di tengah-tengah kita. Bacaan-bacaan dari

Page 6: Wkc desember 2013

SAJIAN UTAMA

6 | WKC Desember2013

Kitab Suci yang kita baca dalam Ekaristi juga berbicara tentang persiapan, harapan, dan kegembiraan karena kedatangan Sang Putera Allah.

Advent sebenarnya mengingatkan kita akan tiga kedatangan Putera Allah. Kedatangan yang pertama menunjuk pada suatu peristiwa dalam sejarah manusia ketika janji kedatangan Sang Juruselamat terpenuhi. Janji dan harapan itu diwartakan oleh para Nabi dalam Kitab Suci. “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menepati janji yang telah Kukatakan kepada kaum Israel dan kaum Yehuda. Pada waktu itu dan pada masa itu Aku akan menumbuhkan Tunas keadilan bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran di negeri. Pada waktu itu Yehuda akan dibebaskan, dan Yerusalem akan hidup dengan tenteram. Dan dengan nama inilah mereka akan dipanggil: TUHAN keadilan kita!” (Yer 33: 14-16). Sabda Tuhan melalui Nabi Yeremia menunjukkan bahwa Allah tak pernah melupakan umat-Nya dan bahwa Ia akan mengutus Sang Juruselamat. Dalam minggu-minggu Advent ini, kita bersatu dengan para pendahulu kita, merasakan kebutuhan riil kita akan Sang Juruselamat yang akan melaksanakan keadilan di dunia kita dan menyembuhkan penyakit-penyakit jaman yang disebabkan oleh kejahatan. Kita tahu bahwa janji itu dipenuhi ketika Yesus Kristus, Putera Allah, lahir di palungan di Betlehem lebih dari 2000 tahun lalu. Maka Kerajaan Allah mulai bersemi, dari benih yang tersemai dalam kemiskinan dan cinta.

Advent juga mengingatkan kita akan kedatangan

yang lain, yang sekarang juga sedang kita nantikan. Itu adalah kedatangan-Nya di akhir jaman, ketika Kerajaan Allah akan terpenuhi secara definitif dan komplet. Kita merindukan saat itu, saat akhir dari ketidakadilan, kebencian, kekejaman, keserakanan dan kejahatan-kejahatan lain yang menunjukkan bahwa dunia kita masih perlu diubah dengan cinta Allah. Kita menantikan Kristus untuk datang dan memenuhi Kerajaan-Nya yang sebenarnya sudah dimulai sejak Ia hidup menyejarah di bumi ini.

Namun, Advent juga mengarahkan perhatian kita kepada kedatangan-Nya saat ini di dalam kehidupan kita. Kita adalah umat yang berziarah, sambil setiap hari membangun Kerajaan Allah dalam kehidupan kita, dalam keluarga, dalam komunitas, dalam masyarakat kita. Kristus datang dalam sakramen-sakramaen, dalam doa, dan dalam diri orang-orang yang menjadi bagian hidup kita. Kehadiran Kristus itu juga kita rayakan di sini dan di sini dengan harapan dan kegembiraan. Itu semua menguatkan kita dalam kelemahan dan menghibur kita dalam kesedihan; mendorong kita untuk tetap bertumbuh dalam cinta Allah dan cinta kita kepada sesama. Kehadiran-Nya memenuhi kita dengan harapan dan memampukan kita membawa terang bagi dunia yang tenggelam dalam kekelaman. Sejauh mana usaha kita membangun Kerajaan-Nya sekarang ini? Terlebih sebagai anggota Keluarga Chevalier, bukankah kita berjanji agar Cinta-Nya meraja?

Bersama umat Kristen di seluruh dunia mari kita berdoa, Maranatha! Datanglah Tuhan Yesus! Datanglah Kerajaan-Mu! Semoga Cinta-Mu meraja! Jonast

Page 7: Wkc desember 2013

Itulah warta yang kita dengar pada awal Masa Advent. Dan selama empat minggu berikutnya,

kita berjalan, berziarah menuju Hari Natal saat kita disegarkan kembali dan diperbaharui. Perjalanan, peziarahan, sebuah gambaran yang sangat membantu kita untuk memahami hidup kita dengan tahap-tahap dan titik-titik tertentu dalam rentang waktu. Kita beranjak dari tahap yang satu menuju yang lain hingga sampai ke tujuan kita. Sering kali perjalanan itu sendiri yang membentuk kita dan mempersiapkan kita bagi apa yang akan kita jumpai ketika kita sampai pada tujuan. Sering kali perjalanan itu sendiri sama pentingnya dengan tujuan yang hendak kita tuju. Demikian juga peziarahan Advent mempersiapkan kita untuk menyambut dan

menerima Sang Juruselamat.Merenungkan kisah-kisah dalam Injil, kita dapat

menjumpai 3 perjalanan atau jalan yang berbeda menuju ke Betlehem. Setiap jalan membawa orang-orang yang berbeda menuju tujuan mereka melalui pengalaman-pengalaman yang berbeda pula. Baiklah kiranya, kita merenungkan sejenak perjalanan-perjalanan tersebut seperti digambarkan oleh Injil dengan harapan bahwa kita pun dapat secara lebih baik memahami perjalanan kita sendiri.

Barangkali Maria dan Yusuf sebenarnya tidak ingin meninggalkan rumah mereka di utara. Mereka berharap bahwa Maria akan melahirkan anak yang dikandungnya di tempat tinggal mereka di antara saudara-saudara dan sahabat-sahabat mereka. Tetapi

SAJIAN UTAMA

WKC Desember 2013 | 7

“Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” (Yes 40: 3; Mat 3: 3).

JALAN KE BETLEHEM

Page 8: Wkc desember 2013

dekrit Kaisar Roma yang memerintahkan setiap orang harus mendaftarkan diri dalam sensus penduduk, dan tidak ada pengecualian bagi siapapun. Jadi mereka harus mengadakan perjalanan menuju kota asal keluarga Yusuf, entah itu mengenakkan atau tidak. Dengan siapa mereka berjalan dan apa tantangan serta kesulitan yang mereka hadapi hanya dapat kita bayangkan. Di Betlehem, ketika mereka tidak menemukan tempat penginapan, mereka tinggal di sebuah kandang hewan. Di tempat itulah Maria melahirkan Puteranya ke dunia, dan dia tahu bahwa janji malaikat kepadanya telah terpenuhi. Jalan kesusahan dan ketidakpastian seketika menjadi jalan kebahagiaan, damai dan harapan.

Akan tetapi ada orang-orang lain yang mengadakan perjalanan ke Betlehem pada malam itu. Alasan perjalanan mereka berbeda dan mereka melalui jalur yang berbeda, rute yang lebih singkat, dan dengan penemuan yang tak terduga. Di padang Efrata, di luar kota Betlehem, para gembala menggiring kawanan ternak mereka. Apa yang mereka inginkan adalah melalui malam itu dengan tenang, tanpa masalah tanpa ancaman bagi ternak mereka. Tetapi, malam itu mereka dikejutkan oleh malaikat yang memaklumkan kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud,” Luk 2: 10 – 11). Dan lihatlah paduan suara malaikat mengumandangkan madah pujian: “Kemuliaan bagi Allah di tempat

yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.!” (Luk 2: 14). Gembala-gembala itu adalah orang-orang sederhana. Bisa jadi mereka kurang memperhatikan kewajiban agama; dan tentu saja tidak pernah mereka mengharapkan kabar dan wahyu ilahi seperti itu. Tetapi mereka bergegas juga meninggalkan ternak mereka dan menempuh jalan mereka ke kota. Malaikat telah memberikan tanda: “Inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan,” (Luk 2: 12). Tanda yang terlalu sederhana bagi seseorang yang diutus Allah! Betapa kerendahan hati, kejujuran dan iman memampukan orang-orang sederhana itu untuk menyambut bayi miskin itu dan memahami bahwa dalam diri bayi sederhana itu janji Allah terpenuhi. Jalan keraguan dan keingintahuan mereka seketika menjadi jalan iman dan harapan.

Kita tahu kisah tentang orang-orang lain lagi yang mengadakan perjalanan ke Betlehem. Mereka adalah para majus, yang peka membaca peristiwa yang tidak biasa. Dari negeri mereka di timur, mereka melihat bintang yang tidak biasa, yang menunjukkan kelahiran seorang raja, seorang pemimpin agung. Kita juga tidak tahu apa yang mereka hadapi dalam perjalanan, tetapi kita dapat membayangkan kesulitan, halangan-halangan, dan bahaya yang mereka hadapi dalam menapaki jalan yang tidak mereka kenal di negeri asing. Mereka tiba di Yerusalen dan raja setempat tentunya ingin juga mengetahui berita tentang raja

SAJIAN UTAMA

8 | WKC Desember 2013

Kerendahan hati, kejujuran dan iman memampukan orang-orang sederhana untuk menyambut Bayi miskin itu dan mema-hami bahwa dalam diri Bayi sederhana itu janji Allah terpenuhi.

Page 9: Wkc desember 2013

yang baru lahir. Tak seorang pun tahu. Mereka hanya mendengar ramalan tentang seorang Mesias, seorang pemimpin religius yang misterius, yang menurut tradisi telah dinanti-nantikan kedatangannya oleh umat. Para majus itu tidak tahu lebih jauh tentang seorang yang harus lahir di Betlehem sebagai seorang Penyelamat. Namun ketika mereka meninggalkan Yerusalem, lihatlah bintang yang menuntun mereka dari negeri yang jauh kembali menampakkan diri dan menghantar mereka menuju sebuah rumah yang jauh dari mengesankan. Di dalamnya, mereka menjumpai bayi itu bersama Maria. Bagaimana mereka dapat mengenali bahwa bayi miskin dan lemah itu adalah raja yang mereka cari sampai-sampai mereka harus mengadakan perjalanan begitu jauh? Kita tidak tahu bagaimana mereka mengerti, tetapi mereka paham sepenuhnya. “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur,” (Mat 2: 11). Jalan keingintahuan dan jalan keputusasaan dengan seketika berubah menjadi jalan terang dan iman.

Kita pun diundang untuk berziarah, mengadakan perjalanan ke Betlehem di

Hari Raya dan Masa Natal ini. Setiap orang dengan perjalanan hidup masing-masing, dengan pengalaman, halangan, beban, harapan masing-masing. Tak seorang pun tahu bahwa jalannya adalah jalan yang pasti benar. Masing-masing dari kita berjalan di jalan kita masing-masing. Tetapi kita tak berjalan sendiri. Kita berjalan bersama Maria dan Yusuf. Kita berjalan bersama para gembala dan para majus. Kita berjalan bersama dengan mereka yang telah mendahului kita. Kita berjalan bersama dengan orang-orang lain. Apa yang akan kita temui dalam perjalanan untuk sekali lagi menemukan bayi mungil, Putera Allah yang menjadi manusia di hari Natal ini? Akankah jalan impian, kekhawatiran, ketakutan, kekecewaan, keputusasaan, luka-luka, beban, kesedihan, kebahagiaan dan harapan kita menjadi jalan iman yang menguatkan dan memberi terang bagi hidup kita? Percayalah, semua itu telah terjadi sebelumnya! Jonast

SAJIAN UTAMA

WKC Desember 2013 | 9

Jalan keingintahuan menjadi jalan iman bagi ketiga majus dari timur.

Jalan apakah yang harus kita tempuh untuk menjumpai Cinta Allah yang menjelma?

Page 10: Wkc desember 2013

SAJIAN UTAMA

10 | WKC Desember 2013

Visi Pater Chevalier akan Yesus Kristus, dalam relasi-Nya dengan Bapa dan umat manusia mengalami perkembangan yang nyata. Perkembangan visi itu nampak dalam pandang-

annya tentang Inkarnasi. Ia memahami Inkarnasi sebagai pernyataan utama kasih Allah. Che-valier amat terkesan secara mendalam oleh misteri Inkarnasi, dan memandangnya sebagai pusat rencana penciptaan dan keselamatan Allah. Ia menggambarkan bagaimana sejak awal mula saat menciptakan alam semesta, Ia memandang Yesus, Sabda yang menjelma seba-gai model: “Dalam materi, ada semacam pengetahuan, suatu permulaan dari cinta. Dalam atmosfir dan dalam air, beribu-beribu macam binatang saling mengenal, saling mengasihi: suatu rancangan pertama, suatu kerangka awal, sempurna dalam dirinya, mengagumkan, mempesona, namun hanya suatu sketsa di kejauhan, masih jauh dari modelnya,” Yesus Kris-tus (SCJ 1900, hal 62, seperti dikutip dalam Hans Kwakman, 2013, Karisma Jules Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier, hal. 37). Dengan menciptakan umat manusia dan hati se-tiap manusia, Bapa mempersiapkan Inkarnasi Putera-Nya (SCJ, 1900. Hal. 139-140 dan 148. Hans Kwakman, 2013, hal. 38).

Untuk mencecap misteri Inkarnasi Hati Ilahi itu, marilah kita bermenung bersama André Mayor MSC, dalam doa hari ke-4 dari rangkaian doa dalam A Fifteen - Days Prayer Program With Jules Chevalier, Founder of The Missionaries of The Sacred Heart, terjemahan bahasa Inggris oleh Marie-France Urruty. Terjemahan dalam bahasa Indonesia (bagian ke-4 ini saja) sudah diusahakan semaksimal mungkin.

ENGKAU TELAH MENYEDIAKAN TUBUH BAGIKU(IBRANI 10: 5)

Yesus datang ke dunia untuk memenuhi perutusan-Nya; Ia mengikuti Hati-Nya, hati yang sepenuhnya tercurah bagi kita. Ia mendengarkan suara Hati-Nya dan tak pernah ia mengadili atau mendendam. Ia ingin menebus dosa-dosa kita. Sepatah kata saja mungkin sudah cukup, tapi Ia bertanya kepada Hati-Nya dan Hati-Nya menjawab, bahwa untuk menyatakan cinta, Ia harus lahir sebagai seorang bayi mungil di palungan, miskin dan lemah… (Ftes MR 35).

Page 11: Wkc desember 2013

SAJIAN UTAMA

WKC Desember 2013 | 11

“Sejak awal mula adanya waktu, Allah […] berencana untuk menyatakan Cinta-Nya kepada kita, cinta yang adalah esensi terdalam-Nya,” demikian kata Chevalier (SCJ 3).

Allah tak dapat berhenti pada umat manusia saja, melalui Cinta-Nya, Ia harus menyalakan Terang yang diperintahkan-Nya pada pagi pertama, saat alam semesta diciptakan. Ketika dalam gelap gulita Ia bersabda, “Jadilah Terang!” ia berseru kepada Yesus. Yesus sendiri bersabda, “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8, 12 - M I 418). Ya, Allah yang amat mencintai kita, “bertualang” dengan “menjadi Sabda” (Sang Sabda telah menjadi daging) dan “mendirikan kemah-Nya” didunia (Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita; Yoh 1: 14).

Sang Sabda Telah Menjadi Manusia

Itulah ungkapan cinta yang berani: belum pernah ada yang seperti itu sebelumnya. Sungguh sudah terjadi, dari hari ke hari, “penciptaan terus menerus” di mana Allah “menunjukkan kuasa yang tak terbatas, dengan menjadikan yang ada dari ketiadaan” (SCJ 70) namun karya penciptaan itu menghasilkan ciptaan-ciptaan yang terbatas dan tak sempurna. Itu tidak sesuai dengan cinta Allah atau kabar-baik-Nya. Dengan dalam, Chevalier menangkap wahyu yang akan datang tentang suatu misteri yang tak terkatakan, yakni Inkarnasi: “Putera Allah… menampakkan diri di tengah-tengah kita dengan hati yang dipenuhi dengan belarasa, cinta dan simpati” (SCJ 209). Ia membuat

kita serupa dengan Allah dengan mempersatukan kodrat kita dengan-Nya; Ia menganugerahi kita karunia dan rahmat, dan mengikat kita dalam persahabatan dengan-Nya. “Dengan perantaraan Kristus, kita memiliki Hati Allah…” (M I 120). Cinta-Nya tiada batas! Ia mendamaikan yang tak dapat didamaikan: “Allah tak dapat diciptakan, ciptaan tak dapat menjadi Allah, tapi Yesus sekaligus Allah dan Manusia” (SCJ 70).

Maka timbullah pertanyaan yang menggoda: “Dapatkah Allah memberikan bukti yang lebih baik tentang cinta-Nya?” (M I 25). Pertanyaan itu selalu mendapat jawaban yang sama: “Tidak! Allah

tidak dapat melakukannya lagi!” Memang, Inkarnasi itu lebih dari ungkapan “dari tiada menjadi ada, tetapi dari ketiadaan menjadi Allah!” Betapa istimewa! (SC 70). Chevalier, dalam kegirangan berseru: kini, dengan perantaraan Yesus, kuasa Allah benar-benar melampaui segala batas. Kuasa Allah melampaui kemustahilan. Hati itu diciptakan untuk mengasihi secara ekstrim. Hidupnya sungguh merupakan ibadah yang permanen. Itulah sebabnya dapat dikatakan “….Hati-Nya yang sudah terbakar oleh cinta, tidak seperti hati lainnya yang pernah ada…” (SCJ 181).

Page 12: Wkc desember 2013

SAJIAN UTAMA

12 | WKC Desember 2013

Dalam Yesus, segala keajaiban yang dapat dilakukan oleh Tuhan bertemu, atau…”Manusia-Allah itu adalah karya-Nya yang paling agung”. Kuasa teragung dari kuasanya yang tak terbatas dan dari kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas… (SCJ 70). Segera setelah Ia dikandung dalam rahim Perawan Maria, Hati-Nya yang manusiawi dicangkokkan pada pribadi yang patut dipuji dari Sabda Ilahi: “Ia menjadi Hati Allah dan untuk alasan tersebut, menjadi sumber segala rahmat….”(M I 690).

Dengan perantaraan-Nya, kemanusiaan, dunia rohani dan kebertubuhan, mempersembahkan diri kepada Allah….”dan “mempersembahkan kepada Allah syukur yang pantas” (SCJ 73). Ia adalah Allah, dan Ia adalah manusia: dalam Dia, keduanya bersatu dalam cara yang paling sempurna. “Itu lebih dari sekedar perpaduan, melainkan kesatuan: Hati Ilahi itu adalah tempat pertemuan antara cinta Allah yang turun menuju penciptaan dan cinta ciptaan yang naik menuju Allah. Seperti cinta-Nya yang tak terbatas, saya katakan sekali lagi: Allah tak dapat melakukan lebih dari itu” (SCJ 72).

Inkarnasi yang Bertumbuh

“Di tengah kesunyian penuh damai yang menyelimuti malam itu” para gembala berkerumun di sekeliling palungan bersama dengan ibu-Nya dan bala tentara malaikat yang bernyanyi berjaga…. Sepertinya misteri inkarnasi sudah sepenuhnya selesai! “Sang Sabda telah menjadi daging!” (Yoh 10: 5). “Bapa, Engkau telah menyediakan tubuh bagiku,: (Ibr 10: 5). Saat yang unik dan mengusik dalam sejarah Allah dan manusia. Saat doa yang pertama membubung dari hati Putera ke hati Bapa: “Sungguh, Aku datang; …untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku,” (Ibr 10: 7). Apakah segalanya sudah selesai? Belum! Inkarnasi itu masih bayi. Struktur baru (1 Pet 2) yang dimulai oleh Bapa dalam Putera-Nya harus bertumbuh! Orang harus menunggu saatnya ketika semua orang akan menjadi satu tubuh dengan Kristus sebagai kepalanya (kata Paulus), atau Hatinya, kata Chevalier (SCJ 146). Maka, pergilah menghadap-Nya, sujudlah di palungan-Nya, sembahlah Dia: ini barulah biji sesawi, “yang terkecil dari segala benih, tetapi mengandung kemampuan yang menakjubkan untuk bertumbuh dan menjadi besar” (M I 246).

Sejak itu, Yesus akan berusaha agar “benih” dari Bapa berkecambah dan tumbuh. Itulah keyakinan Chevalier saat “mengikuti” Kristus di jalan-jalan Palestina. Chevalier merasa bahwa Yesus tergerak oleh suatu “keinginan untuk mengumpulkan seluruh umat

manusia di sekeliling Hati-Nya dan membawa mereka kepada Bapa” (Bdk 1 Kor 15: 28). Dalam Dia segala karunia ditemukan: “…dengan kata lain, Hati Yesus bukan hanya Hati manusiawi yang kudus tetapi juga Hati Gereja, tubuh mistiknya; dan, karena tubuh mistik itu, bagi Yesus adalah tubuh sejati di mana kita menjadi anggota-anggotanya, masing-masing dari kita dapat berkata kepada Hati ilahi ini: Engkau adalah Hatiku!” (SCJ 81).

Betapa mulia, betapa istimewa bagi manusia! Kita semua perlu waktu untuk dapat berkata bersama Paulus: “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku,” (Gal 2: 20). Sementara itu, Yesus sedang menapaki jalan-jalan kita, bukan hanya di masa lalu, tetapi hari ini, di millennium ketiga ini; di mana saja ia menemukan batu-batu hidup untuk membangun tubuh-Nya (Ef 4: 11 -12) yang digunakan oleh Bapa sebagai “batu penjuru” (1 Pet 2: 5). Tanpa lelah ia terus memanggil: “Mari, ikutilah Aku!” Dan untuk membangun bagi-Nya tubuh yang sehat, Ia menambahkan, “Datanglah kepada-Ku semua kamu semua yang letih lesu dan menderita….” Ia mengusir setan-setan dan menyembuhkan segala penyakit. Ia memanggil kembali: “Datanglah!” Itulah kata-kata favoritnya, hinga tiba saat panggilan-Nya yang terakhir kepada kita: “Mari, datanglah, orang-orang yang dipilih Bapa!”

Catatan:

M 1 Méditations pour tous les jours de l’année, selon l’esprit du Sacré-Coeur (Meditations for every day use, in the spirit of the Sacred Heart), vol. 1, 1892, 744 p.

Ftes MR Manuscrits sur le Sacré-Coeur de Jesus (Manuscripts on the Sacred Heart of Jesus), Fontes MSC, series 1, Opera Jules Chevalier msc, vol. 4, 318 p.

SCJ Le Sacré-Coeur de Jesus (The Sacred Heart of Jesus), 1900, fourth edition.

André Mayor, adalah seorang Misionaris Hati Kudus (MSC). Ia lahir tahun 1932. Ia adalah anggota MSC Provinsi Prancis-Swiss, dan pernah bekerja sebagai direktur seminari dan organisator peziarahan Bunda Hati Kudus di Issoudun selama 12 tahun. Kini ia tinggal dalam sebuah komunitas Misionaris Hati Kudus yang terdiri dari para religius baik pria, wanita, maupun awam.

Page 13: Wkc desember 2013

WKC Desember 2013 | 13

Kita bersyukur kepada Tuhan pada kesempatan ini, saat kita merayakan bersama Pesta Emas

Imamat pastor Hans Kwakman MSC, karena kita tidak hanya merayakan imamat yang sudah dijalaninya selama 50 tahun berselang ini, tetapi kita merayakan berkat Tuhan bagi kita sebagai umat Katolik pada umumnya, dan tarekat MSC pada khususnya, lewat kehadiran seorang pribadi yang memberi dirinya sepenuh-penuhnya untuk pengabdian bagi Tuhan dan pelayanan kepada sesama di mana saja beliau berkarya, entah di tengah umat, di lingkungan pendidikan dan pembinaan imam, dalam kepemimpinan tarekat MSC Indonesia, sampai kepada karyanya sebagai pembina keluarga Chevalier di seluruh dunia yang berkedudukan di Centre International “Cor Novum”, Issoudun, Perancis. Kualitas hidupnya adalah saksi nyata akan dekatnya kehadiran Tuhan kepada kita semua, dan karyanya yang tak kenal lelah, kreatif dan bermutu, menjadi tanda betapa dalamnya kasih Allah untuk kita umat-Nya.

Salah satu dari sekian banyaknya bentuk karya dan pelayanannya adalah penulisan dua buku

yang dipersembahkannya untuk Keluarga Chevalier pada khususnya dan seluruh umat pada umumnya. Buku yang pertama yang ditulis oleh pastor Hans Kwakman adalah buku dalam bahasa Inggris yang berjudul Jules Chevalier’s Charism and the Identity of the Chevalier Family yang diterbitkan oleh Percikan Hati pada tahun 2011, yang lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 2013 ini.

Buku Yang kedua yang diluncurkan pada malam ini, yang juga diterbitkan oleh Percikan Hati, adalah buku yang ditulis oleh pastor Hans Kwakman dalam bahasa Indonesia yang berjudul Spiritualitas Hati Untuk Masa Kini Menurut Karisma Pater Jules Chevalier. Sebenarnya buku ini adalah jilid pertama dari dua jilid. Jilid Pertama, yakni buku yang diterbitkan ini, berfokus pada pengalaman dan perutusan Hati. Sedangkan Jilid kedua, buku yang akan diterbitkan menyusul nanti, berfokus pada pembinaan hati. Namun baik jilid I maupun jilid II ini, kedua-duanya, bermaksud menunjukkan jangkauan dan relevansi Spiritualitas Hati sebagai ‘jalan hidup menurut hati yang dibimbingoleh Roh Kudus’.

Pada tanggal 3 November 2013 yang lalu dluncurkan 2 buku tulisan P. Hans, yakni: Karisma Jules Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier yang merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari Jules Chevalier’s Charism and the Identity of the Chevalier Family dan buku Spiritualitas Hati untuk Masa Kini Menurut Karisma Pater Jules Chevalier. Berikut ulasan tentang buku Spiritualitas Hati untuk Masa Kini Menurut Karisma Pater Jules Chevalier oleh P. Benedictus Estephanus Untu MSC.

SPIRITUALITAS

SPIRITUALITAS HATI UNTUK MASA KINI

Page 14: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

14 | WKC Desember 2013

Buku yang adalah jilid pertama ini terbagi atas dua bagian. Bagian Pertama berbicara tentang Pengalaman Hati. Bagian kedua berbicara tentang Perutusan Hati.

Tergerak oleh kebutuhan banyaknya orang akan spiritualitas, pastor Hans menulis buku ini. Namun di tengah pusparagam pokok yang berkaitan dengan spiritualitas yang disoroti dari aneka sudut, pater Hans mengarahkan kita kepada Spiritualitas Kristiani yakni “cara hidup menurut Roh Kudus”, yang dibentuk oleh iman kepercayaan akan Bapa, Putera dan Roh Kdus sebagai daya pemersatu dan penggerak kehidupan kita. Lebih khusus lagi pastor Hans mengarahkan tulisannya pada spiritualitas Hati bercermin pada hati Yesus yang telah mengajar kita untuk menjadi manusia dalam kebersamaan dengan saudara-saudari kita dalam keluarga Allah. Namun spiritualitas Hati ini justru adalah eskpresi atau perwujudan dari karisma Pater Jules Chevalier. Alasannya secara cukup luas diuraikan dalam buku yang ditulis pastor Hans tentang Karisma Pater Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier, yang terbit dua tahun lalu, dalam mana seluruh hidup dan karya pater Chevalier dibentuk oleh karunia Roh itu.

Mengikuti model pater Chevalier yang kembali ke Injil-Injil untuk merenungkan apa yang dialami oleh Yesus dan bagaimana hatinya tergerak untuk mengulurkan tangan kepada mereka yang susah, pastor Hans juga menggunakan metode yang sama untuk mengambil hati Yesus sebagai model pembinaan hati kita dalam kerangka karisma pater Jules Chevalier. Dengan cara Lectio Divina atau Bacaan Rohani, dengan menggunakan teks-teks Injil yang inspiratif, dan memperjelasnya dengan kekayaan kharisma pater Jules Chevalier, penulis mau mengantar kita kepada pengenalan yang lebih mendalam akan Yesus yang mencinta dengan hati manusiawi-Nya, karena justru

dalam Hati Yesus dinyatakan kehendak Allah dan rencana-rencana Allah mengenai bangsa manusia. Pengalaman Hati Yesus itulah yang didalami sehingga mnejadi model untuk Pembinaan Hati Kita. Selanjutnya setelah merenungkan pengalaman Hati Yesus itu, penulis mengajak kita untuk mengintegrasikan pengalaman Hati Yesus itu ke dalam diri kita, sehingga kita pada gilirannya boleh tergerak untuk merasa terutus dalam hal Menjadi Hati Allah di dunia ini, yang berbelas kasih, maharahim, serentak menjadi misionaris Kerajaan Allah dan dunia baru.

Membaca buku ini, kita akan memahami arti Spiritualitas Hati untuk Masa kini, yakni suatu spiritualitas yang berakar dalam karisma pater Chevalier, yang mengandung suatu visi khusus atas “Devosi kepada Hati Kudus”, yang dikembangkan ke dalam Spiritualitas Hati. Ciri-cirinya adalah hidup yang berpusat pada Yesus, memiliki kepercayaan akan cinta kasih Allah, Hidup Menurut Roh dalam Hati, Berinkarnasi (menjelma) dalam pergaulan, Hormat dan Pujian Bagi Karya Ciptaan Allah, Turun ke Dalam Hati Sendiri, Rasa Prihatin Terhadap Penyakit-penyakit Masyarakat, Berpartisipasi dalam Misi Kristus di mana-mana, Mengikuti Teladan Bunda Maria yang disebut pater Chevalier sebagai Bunda Hati Kudus.

Besarlah apresiasi kita kepada pater Hans yang telah menulis buku ini, karena buku ini akan memberikan kontribusi rohani yang amat berarti bagi keluarga Chevalier di Indonesia bahkan mancanegara. Sebagaimana yang diharapkan penulis dalam menulis buku ini, semoga buku ini dapat mengundang keterlibatan kita semua untuk masuk dalam ‘gerakan hati yang mondial, agar dengan demikian spiritualitas Hati bisa berdampak luas terhadap pembaharuan masyarakat di segala lapisan.

Peluncuran buku-buku karya P. Hans Kwakman MSC dalam kesempatan Pesta Emas Imamat P. Hans, 3 November 2013.

Page 15: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

WKC Desember 2013 | 15

Anggota Keluarga Chevalier , melalui pengalaman hidup dan kesaksian mereka menghasilkan

perbedaan di tengah masyarakat, dalam keluarga, komunitas dan bidang-bidang karya lainnya di tengah masyarakat, di mana cinta, keadilan dan damai masih harus diperjuangkan.

Dari hari ke hari kita menjadi lebih sadar bahwa “Gereja di mana kita menjadi anggotanya bersifat missioner bukan hanya karena aktivitas-aktivitas misionernya, tetapi juga karena usaha untuk mewartakan Kabar Gembira Kristus dan iman dalam konteks setempat,” (Humes, 2006: Disciples and Missionaries of Jesus Christ. To be Christ in the World of Today)

Awam Misionaris Keluarga Chevalier

Menjadi Misionaris Awam dalam Keluarga Hidup

Bakti tidak membuat kita (awam) merasa menjadi biarawan/wati, atau menjadi kelompok pembanding para religius atau hirarki.

Pada mulanya, dalam Gereja, kata “murid” dipakai untuk orang-orang yang mempunyai beberapa fungsi dan kemudian kata itu diganti dengan istilah “umat”. Penulis Gerejani pertama yang memakai istilah “awam” adalah Klemens dari Roma, pada abad ke-2, dalam sebuah surat kepada gereja di Korintus. Nampaknya istilah itu tidak banyak dipakai namun kemudian didapatkan kembali pada abad ke-12. Kini kita juga disebut sebagai murid-murid missioner, (Aparecida Doc V CELAM Aparecida, SP 2007). Kita adalah para murid karena kita lahir dalam perjumpaan yang kuat dan personal dengan Kristus dan dikumpulkan bersama dalam sebuah komunitas. Kita adalah para misionaris sebab sudah seharusnya seorang murid

Awam adalah bagian yang integral dari Keluarga Chevalier. Pater Jules Chevalier menghendaki kepenuhan perutusan dinyatakan dalam sebuah proyek global bersama dengan para religius pria dan wanita, para imam diosesan dan umat awam. Ia secara khusus ingin memiliki sebuah asosiasi umat awam yang secara dekat bersatu dalam spiritualitas dan perutusan, dengan anggota-anggota yang mengikrarkan kaul-kaul (Konstitusi 1877). Sebagai usaha untuk semakin mendorong perkembangan partisipasi awam dalam Keluarga Chevalier, secara bersambung akan dimuat tulisan-tulisan mengenai Awam Keluarga Chevalier. Di bagian pertama ini ditampilkan tulisan Norma Campos Salgado dari Komunitas Bunda Hati Kudus, Pro-Provinsi Rio de Janeiro, Brasil, yang berjudul THE LAY MISSIONARIES OF THE CHEVALIER FAMILY IN THE CHURCH OF TODAY.

MISIONARIS AWAM KELUARGA CHEVALIER DALAM GEREJA MASA KINI

Page 16: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

16 | WKC Desember 2013

sejati menjadi seorang misionaris permanen yang bersemangat.

Identitas seorang awam – identitas seorang Kristen – terdiri dari pribadi manusia, kondisi sebagai orang yang dibaptis, diterima dalam Kristus dan dijadikan nyata oleh Roh Kudus. Setiap orang yang dibaptis dipanggil untuk membaharui komitmen baptisnya, yakni, komitmen untuk hidup dalam dunia seperti Kristus, meneladan sikap dan tindakan Kristus sendiri, dan di atas semuanya mengasihi dengan hati seperti Hati-Nya. (Bingemer, 2003: Day of the Laity. Interview in The Globe)

Panggilan Tuhan untuk melayani sebagai seorang misionaris awam dalam Keluarga Chevalier adalah salah satu bentuk nyata panggilan. Itu menjadi nyata, ketika hari demi hari panggilan itu menjadi semakin jelas ketika kita membuka diri kita dan Mengalami Hati Allah. Panggilan itu juga unik sebab masing-masing berusaha untuk menjadi Hati-Nya yang lembut dan berbelaskasih dalam lingkup waktu dan tempat masing-masing. Kita dipilih, dipanggil untuk mewartakan Injil, tidak memakai surat, atau seseorang yang memanggil atau mengetuk pintu rumah kita. Kita menerima panggilan itu melalui mata dan telinga hati kita dan melalui saudara-saudari kita yang miskin dan terpinggirkan, yang haus akan keadilan dan damai. Panggilan itu ditemukan, dipupuk dan dinyatakan dalam Gereja, yang adalah sebuah organisme hidup, sebab Roh membangkitkan di dalam Gereja, dengan cara yang tak terselami, karisma yang berbeda-beda yang merupakan dasar dari pelbagai macam pelayanan di dunia yang haus akan cinta. Kita memahami bahwa mayoritas dari kita tertarik dan didorong untuk menghidupi karisma Pater Jules Chevalier karena perjumpaan kita dengan para religius biarawan/wati yang terlebih dahulu menghidupi karisma Jules Chevalier. Cara hidup yang berbeda menunjukkan kekhasan kita tetapi karisma

yang sama mempersatukan kita.Dengan demikian kita harus memandang diri

kita sebagai ciptaan-ciptaan yang percaya kepada Allah Bapa dan Putera dan kuasa Roh Kudus yang mencipta, sebagai pribadi-pribadi yang ingin mengetahui kehendak Allah dan mennyatakannya, sebagai pribadi-pribadi yang mengalami saat-saat kebahagiaan dan kesedihan, harapan dan keragu-raguan, mengalami diri sebagai orang berdosa tetapi dikasihi dan diampuni, tanpa melupakan bahwa kita berjalan bersama membangun komunitas. Sebagai anggota awam keluarga ini, hendaknya kita menarik dan mendorong saudara-saudari kita untuk berjalan bersama, menemukan panggilan kita, menjadi wajah nyata Gereja yang hidup dan aktif dalam komunitas. Kita harus bertanggungjawab untuk membantu saudara-saudari kita menghidupi perintah Yesus untuk mengasihi. Kita harus mempunyai sikap yang teguh menghadapi ketidakadilan dan peremehan nilai-nilai. Kita hendaknya hidup sedemikian agar kita menghidupi apa yang kita katakan.

Bagaimana menghidupi Kristianitas sebagai misionaris awam Hati Kudus dalam keluarga, komunitas, dan tempat kerja? Itu tergantung dari tempat di mana kita berada, namun jika ada ruang dalam diri kita bagi Roh Allah dan kasih-Nya, dengan hormat yang dalam terhadap ciptaan, apa pun yang kita lakukan akan mencerminkan jatidiri sebagai pengikut Kristus. Hari demi hari kita menjadi semakin manusiawi dan peka terhadap penderitaan sesama dan suara Gereja. Itu adalah tantangan besar bagi perutusan kita, yang harus dimulai di antara kita sendiri dan meresapi hidup komunitas kita.

Spiritualitas Pater Chevalier hendaknya dihidupi dalam realitas konkret masa kini. Apa yang kita hidupi sekarang tidak sama dengan realitas para awam pada masa Pater Chevalier. Pasti visinya akan cinta, cita-

Panggilan diterima melalui mata dan telinga hati kita dan melalui saudara-saudari kita yang miskin dan terpinggirkan, yang haus akan keadilan dan damai.

Page 17: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

WKC Desember 2013 | 17

citanya untuk menjadi saksi kelembutan dan belas-kasih Allah, karisma dan spiritualitasnya berlanjut hingga kini tetapi mesti kita terjemahkan dalam konteks dan waktu kita masing-masing di abad ke-21 ini.

Awam Keluarga Chevalier dalam Gereja

Manusia masa kini, baik pria dan wanita tidak akan menerima orientasi apapun bila mereka tidak mengerti atau tidak membutuhkannya. Dalam hal apa pun mereka ingin menentukan diri sendiri secara bebas, termasuk bagaimana menyatakan iman, rasa pantas atau tidak, tanpa diawasi oleh orang lain. Pada masa orang tua kita, apa pun diterima begitu saja. Kini ada keinginan untuk perubahan dan bebas sebagai lawan dari kepatuhan. Hal ini terjadi baik dalam bidang politik, ekonomi maupun budaya. Kehidupan menggereja pun tidak lepas dari hal tersebut. Sebagai konsekuensinya, para murid misionaris menjadi lebih kritis, bertanya dan berinovasi. Banyak orang menganggap mereka “memberontak”. Untuk menjadi otonom, kita mencari, dituntut punya kapabilitas, sadar akan nilai-nilai yang sejati dan akan tanggungjawab kita. Di beberapa komunitas perubahan ini sudah nampak. Kita bisa merasakan semangat persaudaraan antara para imam dan umatnya, berusaha mencari cara-cara baru hidup menggereja. Mereka merasa perlu untuk mengubah gambaran tradisional yang tak lagi diterima. Kita semua dipanggil untuk berperanserta dalam transformasi ini, sehingga kita harus belajar tentang dan menghidupi otonomi, belajar berpartisipasi dalam struktur pengambilan keputusan, dialog, mendengarkan, melayani dan tanggungjawab bersama.

Roh Allah sendiri mendorong perubahan-perubahan itu, dimulai sejak Konsili Vatikan II yang mengatakan bahwa kita harus mendengarkan tanda-tanda jaman. Salah satu tanda itu adalah “protagonisme awam”. Kita ketahui bahwa Gereja telah membuka ruang bagi awam tetapi kita tidak tahu bagaimana mengubah ketaatan buta, kurangnya partisipasi, praktek kuasa dan perintah yang sudah dihidupi bertahun-tahun. Kita harus mengatasi ketaatan dan keraguan untuk menerima komitmen di satu pihak, dan kekhawatiran serta rasa tak aman akan kehilangan kuasa pada saudara-saudara kita yang tertahbis di lain pihak. Hal-hal itu menjadi rintangan bagi perjalanan kita. Dengan segala perubahan yang muncul, kita perlu membangun mentalitas serta pemahaman diri yang baru terhadap otonomi. (Blank, 2007: Sheep or Protagonist? The Church and

a new autonomy of the laity in 21st.Century, Sao Paulo, SP Paulus). Meski dokumen-dokumen Gereja sudah berbicara tentang partisipasi, dalam praktek, partisipasi itu terjadi dalam skala kecil saja. Para awam masih sulit mengatasi mentalitas ketaatan yang sudah lama dihidupi. Banyak yang merasa kurang didorong untuk berpartisipasi secara aktif. Sebagian besar hanya membantu Misa dan mendengarkan homili. Memang sudah terasa adanya pembaharuan yang mencerminkan bangkitnya kaum awam dengan aspirasi-aspirasi baru yang dapat dilihat di berbagi tempat, misalnya:• Keinginan untuk bebas, khususnya nampak dalam

persepsi tentang martabat manusia, seperti nampak dalam penolakan akan rasisme dan diskriminasi serta usaha mempertahankan hak-hak asasi manusia dan lingkungan.

• Meningkatnya kehausan untuk berpartisipasi yang menuntut kerjasama antara pelayan-pelayan tertahbis dan non-tertahbis, termasuk dalam pengambilan keputusan dalam Gereja.

• Kehausan akan pembinaan untuk meningkatkan kompetensi dan persiapan bagi tugas-tugas missioner.

• Peningkatan spiritualitas biblis yang semakin dekat dengan kehidupan, kebutuhan untuk menjadi komunikatif dan affektif.

• Peran perempuan yang semakin memperkaya Gereja .

• Kontak dengan media yang semakin mendorong kepekaan terhadap masalah-masalah dunia.

Sebagai Awam Keluarga Chevalier, apa aspirasi-aspirasi kita? Apakah aspiras-aspirasi itu riil atau berhenti sebagai cita-cita belaka? [BERSAMBUNG]

Sejauh mana peran serta kita sebagai Awam Keluarga Chevalier?

Page 18: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

Kini tiba saat yang dinanti-nantikan yakni memasuki karya perutusan. Saya sebagai orang muda akan memulai tugas perutusan untuk pertama kalinya yaitu di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo. Ada satu pertanyaan yang bergetar dalam hati saya. Apakah saya dapat menjadi contoh bagi anak-anak yang akan saya layani? Mereka adalah ujung tombak Gereja, Bangsa dan Keluarga. Tentu mereka membutuhkan bekal yang cukup demi masa depan . Maka pada tanggal 01 Oktober 2013 saya mulai menjalankan tugas perutusan di Panti Asuhan Panti Rini.Tugas saya di Panti adalah: Mendampingi anak-anak saat belajar, latihan menyanyi, mengikuti Perayaan Ekaristi di lingkungan (apabila ada), dan kerja bakti. Di Panti ada 2 orang suster pengasuh yakni: Sr. M. Emerentiana PBHK dan Sr. M. Teresina PBHK, bersama anak-anak berjumlah 30 orang dengan pelbagai tingkat pendidkian di SD, SLTP dan SMK. Setiap anak mempunyai keunikan yang berbeda yang membuat pribadi masing-masing berarti.

Makna Indah

Dalam perjalanan waktu, apa yang menjadi pertanyaan saya sungguh nyata bergema di tengah kehidupan bersama. Demi menjawab realita zaman dan membentuk pribadi menjadi mandiri serta matang, perlu berbagai kegiatan yang mendukung atau mendidik untuk keluar dari diri masing-masing. Maka pendidikan formal tidak menjamin untuk menjadi pribadi yang matang dan dewasa, sehingga sangat

dibutuhkan pendidikan non formal seperti: ketrampilan dan kegiatan-kegiatan praktis lainnya demi terbentuk sikap dan mental mereka.Pendampingan dan pendidikan anak dini sangat di butuhkan untuk pembentukan pribadi. Untuk mencapai pribadi matang dan dewasa perlu melalui berbagai latihan -latihan baik secara fisik maupun spiritual. Maka dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang diberikan dengan berbagai variasai kegiatan, demi tercapai pribadi yang baik, benar, dijiwai oleh spiritualitas Hati.Dengan pengalaman ini, saya juga termotivasi untuk belajar dari mereka masing-masing yang sangat polos.Banyak nilai-nilai positif yang dapat membentuk pribadi dan hidup panggilan saya yakni: sabar, melayani dengan setia, terbuka menerima apa adanya, jujur dan peka terhadap kebutuhan orang lain, menghadapi setiap peristiwa dengan tenang, berelasi lebih luas, pemberian diri. Saya sadar, bahwa untuk membawa sesama kepada keselamatan tidaklah mudah tetapi mulailah dari diri sendiri untuk menjadi contoh Gembala yang baik, seperti Yesus sendiri telah menjadi Gembala yang baik, pasti Ia akan memberi Rahmat untuk melaksanakan karya perutusan demi kerajaan-NYA di tengah dunia ini.

Itulah sekelumit pengalaman yang boleh saya timba selama dua bulan terakhir. Sr. M. Petra Animung PBHK

18 | WKC Desember 2013

JEJAK PERTAMA PERUTUSANKU

Page 19: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

WKC Desember 2013 | 19

Saya bersama Sr. Eufrasia dan Sr. Yuliana mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kursus

tersebut. Banyak hal-hal baru yang saya temukan selama mengikuti kursus ini. Melalui kursus ini saya semakin disadarkan akan rahmat Allah yang sering terlewatkan melalui hal-hal sederhana yang sangat bernilai dalam hidup. Refleksi Minggu I

Hati Yesus Cermin Keselamatan.

Pertama-tama kami diajak untuk melihat keberadaan tubuh kami yang normal untuk bersatu dengan Yesus dan makin rindu pada kehendak-Nya. Refleksi ini semakin menyadarkan saya untuk menjadi air kehidupan bagi sesama dan alam ciptaan. Dalam Yoh. 7:37 dikatakan, “Barangsiapa haus baiklah ia datang kepada-KU dan minum.” Melalui permenungan perikop ini saya merasa semakin disadarkan dan diteguhkan

untuk memberikan kesejukan dan kesegaran bagi sesama yang membutuhkan perhatian. Saya semakin disadarkan untuk menyalurkan sumber-sumber air hidup dalam diri saya melalui sikap, tutur kata dan perbuatan yang menyejukan sesama.

Lambung Yesus Yang Terbuka

Hati Yesus ditikam dengan tombak. Kata penikaman itu sendiri mengandung arti, sedih, sakit, perih, pedih tetapi mengandung unsur penebusan dan keselamatan karena Yesus adalah Bapa yang luar biasa. Walaupun disakiti Yesus tetap memberikan diri-Nya supaya manusia hidup. Dalam refleksi ini saya terdorong untuk berbuat lebih melalui pelayanan dengan lebih solider dan berbela rasa dengan siapa saja.

Kebaktian Kepada Hati Yesus

Kebaktian kepada Hati Yesus diramalkan dalam

KOSONGKAN DIRI, KOSONGKAN HATIPada tanggal 4 – 25 Oktober 2013 di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah diselenggarakan kursus “Peradaban Hati”.

Para Peserta kursus bersama dengan Pater Pembimbing.

Page 20: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

20 | WKC Desember 2013

Yoh 19:37, “Mereka akan memandang Dia yang mereka tikam.” Pada akhirnya manusia disadarkan bahwa Hati Yesus yang ditikam menjadi sumber keselamatan. Hati Yesus yang ditikam itu menjadi ungkapan cinta istimewa dengan Yesus. Dalam bagian ini saya merasa diajak untuk menempatkan Yesus pada posisi yang tertinggi dalam segala dinamika hidup dan panggilan saya. Hendaknya seluruh umat manusia menyadari bahwa Hati Yesus adalah pusat dari segala peziarahan hidup.

Mengapa hal ini diangkat kembali dalam kursus ini? Di Indonesia Devosi Hati Yesus kurang populer dibandingkan Devosi kepada Bunda Maria. Sebagaimana yang kita ketahui seringkali terjadi kekeliruan dalam berkatekese, bahwa penderitaan itu akibat dari dosa. Tetapi kita harus pahami ajaran yang benar bahwa Yesus adalah gembala yang baik sebagaimana sering dilukiskan sebagai gembala yang sedang menggendong domba-dombaNya. Faktor penyebab Devosi Hati Yesus kurang populer adalah karena Devosi Hati Yesus menekankan kesengsaraan sedangkan Devosi kepada Maria lebih menekankan pada peristiwa penampakan dan kegembiraan. Masih minimnya sosialisasi dan informasi tentang Hati Yesus dalam berbagai bidang juga turut andil dalam hal itu. Pada umumnya manusia tidak siap dan takut pada penderitaan. Maka diperlukan sosialisasi tentang Devosi kepada Hati Yesus mulai dari kelompok terkecil seperti,

asrama, sekolah, komunitas basis, paroki sampai dengan tingkat keuskupan. Ketika kita semakin peduli kepada orang yang miskin dan menderita, disitulah penghayatan Spiritualitas Hati terjadi. Sebaliknya disaat kita tidak peduli dengan manusia dan alam ciptaan maka orang itu tidak menghayati Spiritualitas Hati.

Refleksi Minggu II

Kami diajak untuk masuk dalam meditasi kristiani yang membawa kami untuk menyadari nafas dan tubuh kita sebagai anugerah yang luar biasa. Dasar refleksi ini adalah Fil.2:5-11. “Hendaklah kita dalam hidup bersama menaruh pikiran dan perasaan seperti terdapat juga dalam Kristus”. Di sini kami diajak untuk kembali ke latar belakang keluarga dan melihat secara tajam nilai-nilai hidup yang diwariskan kepada kami masing-masing yang akhirnya membentuk karakter dan menjadi kekayaan pribadi dari setiap orang. Saya disadarkan untuk semakin merawat, memelihara

tubuh dengan baik dan benar sambil mensyukuri segala anugerah dan nilai-nilai hidup yang saya dapat dari orang tua yang membentuk saya menjadi pribadi yang unik.

Dalam sesi ini juga kami diberi kesempatan untuk menonton beberapa film antara lain Of Gods and Men. Melalui film-film ini kami diajak untuk semakin peduli dengan orang lain karena kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Di bagian lain peserta diajak untuk melakukan meditasi kesehatan. Peserta diajak untuk berdialog dan berkomunikasi dengan tubuh secara internal. Secara eksternal dalam melakukan sesuatu saya perlu fokus, misalnya dalam bekerja dan mendengarkan sharing dari sesama. Demikian pula dengan meditasi alam. Pada bagian ini peserta diajak untuk mengamati kehadiran Yesus tidak hanya dalam ruang doa, kapel, gereja tetapi juga melalui unsur-unsur alam seperti pohon, air, batu, tanah, udara, kotoran dan sebagainya. Dalam segalanya itu kami diajak untuk lebih hormat dan memuji alam lingkungan. Dengan demikian diharapkan tiap peserta memiliki hati ekologis: masing-masing pribadi mempunyai hati untuk merawat, memelihara dan memanfaatkan alam ciptaan sebagai sahabat dan anugerah dari Tuhan sendiri.

Menyadari kehadiran dan cinta Tuhan dalam alam ciptaan-Nya.

Page 21: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

WKC Desember 2013 | 21

Refleksi minggu III

Dalam minggu ketiga kami dibimbing untuk masuk dalam kontemplasi mendapatkan cinta. Pertama-tama, saya diajak untuk menyadari bahwa saya dicintai sebagaimana adanya oleh Yesus. Dengan demikian saya perlu mencintai diri saya secara benar. Semakin saya mencintai diri saya, maka saya semakin bangga dan happy sehingga saya mampu memberikan diri kepada orang lain dengan sukacita.

Kami belajar dari semangat Paus Fransiskus yang memandang kodrat ciptaan sebagai hal yang positif dan manusia menjadi paling utama yang harus kita rawat dan cintai sebagaimana Yesus mencintai manusia apa adanya.

Dengan kontemplasi Kisah penciptaan, kami diajak untuk menyadari penciptaan benda-benda yang ada dalam alam semesta. Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya untuk dipergunakan oleh seluruh makhluk ciptaan tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan. Dengan demikian saya perlu mensyukuri misalnya saat memandang matahari sebagai sumber penerangan yang luar biasa. Dapat dibayangkan apabila matahari tidak terbit maka gelaplah dunia ini dan terjadi kekacauan di mana-mana. Begitu juga saat memandang pohon yang rindang kita perlu bersyukur bahwa pohon itu diciptakan Tuhan, tumbuh, berkembang dan menjadi besar untuk perlindungan bagi manusia dari panas; ranting dan dahannya menjadi tempat bertengger burung-burung; batangnya dapat di jadikan meja atau kursi dan kayu bakar; sedangkan akarnya dapat menjadi tempat penyimpanan air.

Dalam refleksi pribadi saya dibawa kepada sikap syukur dan terima kasih. Saya bersyukur atas matahari yang menjadi sumber kekuatan dan penerangan yang

luar biasa. Saya merenungkan bahwa pohon besar melambangkan bahwa sayapun bertumbuh dan dapat menjadi tempat bernaung dan berlindung bagi teman sekomunitas, masyarakat, dan siapa saja yang membutuhkan cinta dan perhatian.

Kami juga diberi kesempatan menonton film berjudul Dead Man Walking. Salah satu tokoh yang menarik saya dalam film ini adalah Sr. Helen Prejean. Dia mempunyai kepedulian yang besar kepada Mathew Poncelet yang berada dalam penjara. Mathew sudah tidak mempunyai tempat di hati keluarga dan masyarakat akibat perbuatan kriminal yang dilakukannya. Walaupun Mathew sudah tidak memiliki harapan karena sudah disingkirkan oleh masyarakat tetapi Sr. Helen berjuang meyakinkan Mathew bahwa dia dicintai dengan cinta yang tulus dan memberikan kesadaran kepada Mathew bahwa dia adalah anak Allah. Melalui kalimat yang sederhana Sr. Helen merindukan pertobatan dari Mathew. Pada akhirnya Mathew bertobat.

Sebagai penutup dari rangkaian kursus peserta diajak untuk mengevaluasi serta mengekspresikan liturgi dalam inkulturasi melalui nyanyian , tarian dan puisi

Semakin Mencintai Yesus

Setelah mengikuti kursus ini saya semakin diteguhkan untuk semakin mencintai Yesus dan alam ciptaan dengan hati besar dan jiwa rela berkorban. Saya bangga dan bersyukur karena kursus ini melibatkan banyak tarekat religius dan rohaniwan sehingga Hati Yesus semakin dikenal dan dicintai di seluruh dunia terutama dalam hati kita masing-masing. Sr. M. Editha Meluk PBHK

Para peserta kursus dalam outing di Candi Borobudur.

Page 22: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

22 | WKC Desember 2013

SURAT PIMPINAN MSCUNTUK 8 DESEMBER 2013

Para konfrater yang terkasih,

Kami menyampaikan selamat kepada para konfrater Misionaris Hati Kudus, saat kita merayakan hari

ulang tahun ke 159 Tarekat kita didirikan pada tanggal 8 Desember. Peringatan pada tahun ini bertepatan dengan penutupan secara resmi proses beatifikasi dan kanonisasi Hamba Tuhan Jules Chevalier pada tingkat keuskupan. Perhatian kita sekarang dipusatkan pada Basilika Issoudun saat Uskup Agung Armand Maillard menutup proses tingkat keuskupan dan mengirimkan akta-aktanya ke Roma.

Dalam surat kami setahun lalu kami menggarisbawahi Konstitusi kita no. 11:

“Cinta-Nya (Yesus) adalah sumber inspirasi dan daya dorong kita.” Pengalaman

dicintai oleh Allah mendorong kita untuk membalas cinta-Nya

dan membagikan perasaan-perasaan Hati Kristus.

Pada tahun ini kita ingin melanjutkan refleksi ini dengan mengacu pada Konstitusi no. 12, yang berbicara tentang perutusan, ke mana inspirasi dan daya

dorong kita diarahkan: “Kita hendak berusaha

untuk membawa orang-orang lain kepada Allah dengan kebaikan hati dan

Page 23: Wkc desember 2013

SPIRITUALITAS

WKC Desember 2013 | 23

kelemah-lembutan, mempersatukan mereka dengan Dia dalam cinta dan membebaskan mereka dari rasa ketakutan. Dengan menaruh kepercayaan akan rahmat Allah kita akan rela, apabila perlu, untuk menyerahkan hidup kita bagi mereka.”

Di pelbagai tempat Konstitusi kita berbicara tentang perutusan kita kepada kaum miskin dan “orang-orang kecil”, kepada mereka yang dipinggirkan oleh masyarakat. Diilhami dan didorong oleh cinta yang telah kita kenal, kita ditantang untuk mengikuti teladan Yesus dan memberikan diri kita seutuhnya kepada mereka, bahkan apabila perlu dengan mengorbankan hidup kita. Kita ditantang untuk “membebaskan mereka dari rasa ketakutan”. Orang-orang yang hidup dalam ketakutan tidak dapat mengalami cinta. Cinta Allah melenyapkan ketakutan dan memberikan harapan dan makna bagi hidup manusia. Maksud dan makna kehidupan kita sendiri akan ditemukan di dalam cinta Allah bagi kita dan ketika kita menjadi sakramen-sakramen cinta melalui pelayanan kita kepada orang-orang lain. Kehidupan dan perutusan kita tidak dipusatkan pada diri kita sendiri, tetapi pada Yesus dan “orang-orang kecil”.

Sikap pelayanan penuh kerendahan hati ini dapat ditemukan dalam pelayanan kita tanpa memandang jenis karya yang kita jalankan. Entah kita berkarya di paroki, di sekolah, dengan media, memberi retret atau tidak lagi terlibat dalam pelayanan aktif, selalu ada orang-orang yang lapar akan cinta Allah, yang dapat dijamah jika kita berelasi dengan mereka, sebagaimana dilakukan oleh Yesus. Wanita Samaria dalam Yohanes 4 adalah seorang yang terpinggirkan, tidak bahagia dan dilanda ketakutan, yang harus pergi ke sumur sendirian, karena wanita-wanita lain tidak menginginkan dia bersama mereka. Nampaknya ia secara kebetulan bertemu dengan Yesus, namun cara-Nya berbicara dengan dia, cara-Nya meminta sesuatu dan dialog-Nya yang tidak bersifat menghakimi menjadi jalan yang menghantar wanita ini ke “air hidup” dan ke hidup yang baru tanpa ketakutan.

Para konfrater, semoga perayaan hari ini mengilhami kita untuk membarui dan meneguhkan sikap yang kita bawa dalam pelayanan kita di dalam Gereja. Semoga kita semakin sadar bahwa panggilan dan perutusan kita harus menyatu dengan mereka yang tersingkirkan, untuk mendampingi mereka yang sedang bergumul dalam perjalanan mereka, dan harus bersama dengan seluruh umat Allah.

Rampungnya proses beatifikasi dan kanonisasi Pater Pendiri pada tingkat keuskupan merupakan suatu kesempatan bagi kita untuk menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada para konfrater kita, yang selama bertahun-tahun telah bekerja sedemikian keras untuk mempromosikan proses ini. Dari Pater Jean Bertolini (Prancis), yang mulai mempelajari secara ilmiah bahan-bahan arsip kita tentang Pater Chevalier, sampai kepada Pater Daniel Auguié (Prancis) yang akan mengawal perayaan pada 8 Desember di Basilika, serta kepada banyak orang lain yang telah mengambil peran sehingga semuanya terjadi.

Rasa terima kasih yang khusus disampaikan kepada Pater Raymond Dossmann (Prancis), yang sebagai postulator pertama, merumuskan rencana yang kita upayakan untuk diikuti, kepada Pater Pierre Bally (Prancis), yang telah bekerja dengan beliau dari Issoudun, kepada Pater Philipe Séveau (Prancis), yang menghabiskan banyak waktu untuk mentranskripsikan dan mengatur surat-surat Pendiri serta kesaksian banyak orang yang mengenalnya, kepada Pater Henry Twohig (Irlandia), yang menerjemahkan surat-surat Pendiri ke dalam bahasa Inggris, dan kepada Pater Jean-Jules Chassem, postulator sekarang.

Banyak orang telah mengerjakan konferensi-konferensi dan tulisan-tulisan lain dari Pendiri, khususnya Pater Jan Bovenmars dan Pater Jan Kaandorp dari Belanda. Pater Jean Tostain (Prancis), Pater André Mayor (Prancis) dan Pater Hans Kwakman (Indonesia) telah memberi kontribusi besar melalui buku-buku yang mereka tulis tentang Pater Chevalier. Banyak orang lain telah membantu atas cara lain yang tak terbilang, khususnya para anggota tim Cor Novum dan tim Basilika di Issoudun, yang mendampingi mereka yang datang ke situ untuk mengikuti napak tilas Pendiri dan mengalami cinta Allah sebagaimana Chevalier di masa lalu. Terima kasih kepada semuanya karena membuat kita bangga tentang sosok rendah hati, Jules Chevalier!

Kami juga menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan kepada masing-masing konfrater Selamat Hari Natal 2013 dan Tahun Baru 2014 yang penuh damai.

In Corde Jesu,

Mark McDonald, MSC, Rafael Rodríguez, MSC F.X. Wahyudi, MSC, Carl Tranter, MSC, Chris McPhee, MSCRoma, 8 Desember 8, 2013

Page 24: Wkc desember 2013

Minggu, 3 November 2013, bertempat di Provinsialat MSC Jakarta, telah dilaksanakan

perayaan 50 tahun (Pesta Emas Imamat) P. Johannes Jacobus Maria Kwakman MSC, atau yang lebih kita kenal dengan P. Hans Kwakman. Perayaan dilaksanakan setelah rangkaian Lokakarya dan Seminar Spiritualitas Hati yang diselenggarakan oleh Team Ametur Indonesia di Merauke (27 September – 4 Oktober), di Ambon (7 – 11 Oktober 2013), Manado (14 – 18 Oktober 2013), di Novisiat MSC Sanantasela Karanganyar (21 – 25 Oktober 2013), dan di Purwokerto (28 Oktober – 1 November).

Perayaan Ekaristi dipimpin oleh P. Hans Kwakman didampingi oleh Provinsial MSC Indonesia P. Rolly Untu MSC, Uskup Agung Keuskupan Merauke Mgr. Nicolaus Adiseputra MSC, P. Frederikus Sarkol MSC, P. Berty Tijow MSC, P. Albertus Jamlean MSC dan P. Lambertus Somar MSC dan dihadiri oleh Para konfrater MSC di Jakarta dan sekitarnya, Para Suster PBHK, Para Suster TMM, para donatur, dan tamu undangan lainnya.

Merenungkan perjalanan imamatnya sejak ditahbiskan 1 September 1963 P. Hans mengalami perkembangan dalam penghayatannya akan Spiritualitas Hati. Ketika ditahbiskan motto yang dipakai adalah kata-kata St. Paulus; “Vrede aan u die ver weg was en vrede aan hen die dichtbij waren”, “damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, Ef 2:17. P. Hans ditahbiskan dalam

usia yang masih muda (23 tahun). Ketika ditahbiskan, P. Hans belum tahu di mana akan diutus, entah di negeri Belanda atau di salah satu negeri lain di mana MSC Belanda berkarya. Namun, di manapun ia diutus, ia berniat untuk membawa damai sejahtera kepada umat yang dilayani.

Saat P. Hans ditahbiskan, terjadi peristiwa besar di Amerika, khususnya dalam perjuangan hak asasi manusia. Pada saat itu Martin Luther King, pada tanggal 28 Agustus 1963 memimpin long march menuju Washington menuntut persamaan hak untuk semua orang baik kulit putih maupun hitam. Dalam pidatonya yang terkenal ia mengatakan: “Saya mempunyai sebuah impian…. Impian saya bahwa keempat anak saya pada satu hari akan hidup dalam suatu Negara di mana mereka tidak dinilai menurut warna kulit, melainkan menurut mutu watak mereka, mutu hati mereka…” Apa yang diperjuangkan oleh Martin Luther King itu atas salah satu cara mengandung unsur-unsur yang sekarang kita sebut sebagai spiritualitas hati.

Tahun yang sama, dimulai suatu babak baru dalam Gereja dengan dimulainya Konsili Vatikan II (1963-1965). Salah satu dokumen KVII mengatakan: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu

ANTAR KITA

24 | WKC Desember 2013

PERAYAAN 50 TAHUN IMAMAT P. HANS KWAKMAN MSCPeziarahan Menghidupi Spiritualitas Hati

Perayaan Ekaristi 50 Tahun Imamat dipimpin oleh P. Hans Kwakman MSc, didampingil oleh P. Albert Jamlean MSC, P. Berty Tijow MSC, P. Rolly Untu MSC, Mgr. Nico Adiseputra MSC, P. Fred Sarkol MSC, dan P. Lambert Somar MSC.

Page 25: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

WKC Desember 2013 | 25

pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka… Maka persekutuan (para murid Kristus) … mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya. (Gaudium et Spes 1). Semangat yang sama pun kita temukan dalam penghayatan Spiritualitas Hati.

Pada tahun 1988, ketika merayakan Pesta Perak Imamat di Seminari Hati Kudus Pineleng, Sulawesi Utara, P. Hans memilih motto: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. (Yohanes 14:2). Hal itu mencerminkan pengalamannya disambut dengan ramah dan hati terbuka oleh umat di tempat-tempat tinggal yang beraneka ragam, sejak ia tiba di Manado pada bulan Juni 1968. Selama di Manado P. Hans berkarya di Seminari Tinggi Pineleng, di paroki Warembungan-Sea, mendampingi para Suster Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD), mendampingi para suster Sorores Minores Sancti Josephi (SMSJ) yang dulu disebut Dina Santo Yoseph (DSY), serta mendampingi gerakan Marriage Encounter (ME). Di semua tempat itu P. Hans merasa seperti berada di “rumah Bapa”.

Ketika kemudian pindah ke Jakarta, baik di kota Jakarta sendiri maupun du daerah-daerah yang dikunjungi, P. Hans mengalami keterbukaan dan penerimaan. Kini, sebagai anggota Tim Cor Novum di Issoudun, Perancis, P. Hans mengunjungi pelbagai biarawan/wati serta awam di pelbagai negara. Keterbukaan dan penerimaan yang sama juga dialami. Semua “tempat tinggal” itu menjadi baginya “rumah Bapa”, menjadi “tempat-tempat tinggal-Nya” yang beraneka ragam.

Dalam perayaan 50 tahun imamat, semboyan yang dipilih terdiri dari satu kata saja: Trust . Kepercayaan itu adalah kepercayaan kepada seorang pribadi. Yesus sendiri mengatakan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku,” (Johanes 14:1). Dalam perjalanan hidup sebagai imam selama 50 tahun, ada begitu banyak orang yang telah menerima dan menemani. P. Hans mengucapkan banyak

terima kasih atas penerimaan dan pendampingan tersebut. Tidak dipungkiri bahwa ada juga banyak orang yang telah dikecewakan atau lukai. Kelalaian dan keteledoran menimbulkan rasa sesal tetapi jawaban Allah yang terdengar adalah: “Trust!”, “Percaya!”. Tuhan tidak memandang masa lampau, tetapi selalu membuka masa depan baru dengan cinta-Nya yang tanpa syarat. Dengan mempercayakan diri kepada Allah kita aman dalam tangan Tuhan, walaupun kita terbatas dan lemah.

Mengakhiri permenungannya, P. Hans mengutip kembali kata-kata Martin Luther King: “Impian saya bahwa pada satu hari semua anak Allah, orang hitam dan orang putih, kaum yahudi dan kaum kafir kaum protestan dan kaum katolik, kaum kristen dan kaum muslim, saling berjabat tangan dan menyanyi bersama kata-kata: Akhirnya kita bersaudara, Syukur kepada Allah. Kita akhirnya bersaudara .” Syukur kepada Allah, kita semua bersaudara. Itulah cita-cita Hati Yesus. Itulah semangat Hati Yesus. Itulah Spiritualitas Hati.

Perayaan Pesta Emas Imamat ini secara istimewa ditandai dengan peluncuran dua buku: Karisma Jules Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier (edisi bahasa Indonesia, terjemahan oleh P. Joni Astanto MSC dari buku asli Jules Chevalier’s Charism and the Identity of the Chevalier Family dan Spiritualitas Hati Untuk Masa Kini Menurut Karisma Pater Jules Chevalier. Peluncuran buku didahului dengan penyampaian alasan penulisan buku-buku ini oleh P. Hans Kwakman MSC sebagai penulisnya dan disusul dengan penyampaian komentar atas buku Karisma Jules Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier oleh P. J. Mangkey MSC dan atas buku Spiritualitas Hati untuk Masa Kini Menurut Karisma Pater Jules Chevalier oleh P. B.E. Untu MSC. Ketersediaan dua buku penting ini menambah khazanah sumber spiritualitas hati bagi keluarga Chevalier dan siapa saja yang ingin mendalami dan ikut menghayati spiritualitas ini. Dua buku ini menjadi bacaan wajib untuk semua anggota Keluarga Chevalier untuk lebih memahami karisma Pater Chevalier dan spiritualitas hati serta revelansinya di dunia dewasa ini. Jonast.

Peluncuran 2 buku tulisan P. Hans Kwakman (kiri) dan para imam serta undangan yang hadir dalam perayaan.

Page 26: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

Komunitas ini telah bertumbuh dan berkembang dalam

semangat doa dan karyanya hingga mencapai usianya yang ke-29 tahun. Usia yang tidak lagi muda. Maka sebagai ungkapan syukur atas hidup dan pertumbuhan komunitas doa ini, diadakan perayaan 29 tahun hidup dan berkembangnya, terlebih khusus di Manado. Perayaan 29 tahun ini berlangsung pada hari Minggu, 10 November 2013, di rumah keluarga Bapak Oshin Winata dan Ibu Yanti Langelo, Perkamil. Hadir dalam perayaan ini para anggota Komunitas BHK, Rm. Mourice Loru MSC sebagai Moderator BHK, Rm. Yohanes Sujono MSC sebagai Moderator Kerasulan Skolastikat MSC Pineleng, dan 3 Frater Skolastik MSC, yakni Fr. Yovi Tarukan MSC, Fr. Ambrosius Bille MSC dan Fr. Agus Budiman MSC.

Perayaan 29 tahun Komunitas BHK diawali dengan Ibadah Sabda yang dipimpin oleh Fr. Ambrosius

Bille MSC, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan atau penjelasan singkat tentang keberadaan Komunitas BHK oleh Rm. Yohanes Sujono MSC, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Rm. Moris selaku Moderator BHK. Rm. Jono membuka bagian penjelasan tentang Komunitas BHK ini dengan menekankan terlebih dahulu bahwa keberadaan Komunitas BHK sungguh-sungguh menjadi bagian dari Keluarga Chevalier. Karena itu, Komunitas BHK adalah Keluarga Chevalier awam yang menjadi bagian dari Komunitas/Tarekat MSC baik komunitas bruder, imam maupun calon imam MSC, Komunitas Para Suster Tarekat PBHK, Komunitas Para Suster TMM, Komunitas Frater BHK yang berpusat di Malang dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan Komunitas/Tarekat Suster-Suster MSC. Setelah itu, beliau menghimbau lebih lanjut tentang hal-hal utama atau prinsip-

prinsip yang hendaknya diingat dan tetap dipegang teguh oleh seluruh anggota Komunitas BHK. Prinsip-prinsip utama itu bersumber dari Teori 5 Faktor dan juga 1 prinsip yang ditambahkan oleh Rm. Jono. Teori 5 faktor itu adalah: Identitas, Kepemimpinan, Struktur, Iklim/Suasana, Tujuan dan Komunikasi. Identitas, Kepemimpinan, Struktur, Iklim/Suasana dan tujuan hendaknya berinteraksi dan berkorelasi satu sama lain. Karena itu, dapatlah disadari bahwa hidup dan berkembangnya komunitas doa ini pun sangat didukung oleh adanya interaksi dan korelasi antara Identitas, Kepemimpinan, Struktur, Iklim/Suasana dan Tujuan. Akan tetapi, Teori 5 faktor itu pun perlu didukung oleh faktor komunikasi. Karena itu, faktor komunikasi ditambahkan oleh Rm. Jono sebagai faktor yang penting dalam menghidupi identitas, menjalankan tugas kepemimpinan,

26 | WKC Desember 2013

29 TAHUN KOMUNITAS BENTARA HATI KUDUSBentara Hati Kudus (BHK) adalah komunitas doa yang dibentuk sebagai wadah bagi orang-orang yang memiliki semangat hidup doa dan pelayanan serta orang-orang yang merasa terdorong untuk menyebarkan kasih Hati Kudus Yesus kepada sesama dengan bernaung di bawah semangat dan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Page 27: Wkc desember 2013

ANTAR KITAberjalan sesuai struktur dan cara kerja serta komunikasi yang turut membangun iklim/suasana demi mencapai satu tujuan yakni agar semakin hari Hati Kudus Yesus semakin dikasihi di seluruh dunia terutama di bumi Manado, Sulawesi Utara, tempat Komunitas ini hidup dan berkarya. Sebagai penutup penjelasan singkat tentang keberadaan Komunitas BHK, Rm. Jono mengapresiasi semua umat yang dengan kemauan, semangat doa dan pelayanan, telah ikut ambil bagian dalam meneruskan dan menumbuhkembangkan komunitas doa ini dan yang tetap terdorong oleh semangatnya untuk terus-menerus membagi dan menyebarkan kasih Hati Kudus Yesus. Apresiasi yang sama diberikan juga oleh Rm. Jono kepada seluruh anggota Komunitas BHK yang dengan penghayatan akan nilai dan karakter kesetiaannya, telah ikut membantu dan memberi dukungan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Komunitas Skolatikat MSC Pineleng. Anggota-anggota yang ada sekarang adalah orang-orang yang sudah lama mangabdikan

dirinya dan bergabung dalam Komunitas BHK semenjak Rm. Jono masih Frater Skolastik.

Sebagai Moderator Komunitas BHK, Rm. Moris mengucapkan juga apresiasi kepada Rm. Jono yang telah berkenan mendukung komunitas doa ini lewat kehadiran dan inspirasinya khususnya dalam dialog dan kerjasama dengan komunitas, meskipun belum lama hadir kembali di Manado. Rm. Moris menekankan kepada para anggota Komunitas BHK tentang pentingnya upaya untuk membenahi kembali strukutur kepemimpinan dan keanggotaan Komunitas doa ini serta mengupayakan cara kerja yang baik dan teratur. Tujuannya agar komunitas doa ini tetap berjalan dalam satu bingkai atau koridor dan arah yang jelas dengan cara kerjanya yang terstruktur dan teratur. Karena itu, sangatlah diharapkan partisipasi dan semangat dari setiap anggota untuk tetap terus bersemangat tanpa kenal lelah dalam melibatkan dirinya pada setiap perkumpulan dan kegiatan-kegiatan doa yang dibuat setiap minggu dan juga terus menerus bersemangat dalam melanjutkan

pelayanan dan kunjungannya kepada orang-orang sakit entah di Rumah Sakit maupun rumah-rumah atau keluarga yang dikenal. Rm. Moris pun mengingatkan akan pentingnya sikap bertanggungjawab dalam menjalankan setiap tugas yang dipercayakan. Semuanya demi penyebaran kasih Hati Kudus Yesus kepada seluruh umat khususnya umat di daerah Sulawesi Utara-Manado.

Selanjutnya, bersama dengan para Romo dan para frater yang hadir, seluruh anggota Komunitas BHK menyanyikan lagu selamat ulang tahun sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat penyertaan Tuhan selama 29 tahun hidup dan berkembangnya Komunitas BHK dan juga ungkapan syukur atas ulang tahun dari Ibu Sumiyati Walakandau, Ketua Komunitas BHK dan Sdr. Gricela yang bertepatan juga pada hari itu. Perayaan ini diakhiri dengan makan siang bersama dengan seluruh anggota BHK yang hadir, keluarga Bapak Oshin Winata dan Ibu Yanti Langelo serta umat lainnya yang berkenan hadir dalam perayaan ini. Fr. Ambrosius Bille MSC

WKC Desember 2013 | 27

Para anggota Komunitas Bentara Hati Kudus bersama P. Mourice Loru MSC dan P. Yohanes Sujono MSC.

Page 28: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

28 | WKC Desember 2013

Fr. Irenius BHK bersama 5 novis tahun pertama.

“Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini”(Luk 9:33). Itulah kutipan Injil Lukas yang menginspirasi perayaan syukur 25 Tahun Pendirian Rumah Novisiat Frater Bunda Hati Kudus di Kapela Novisiat Karangwidoro. Perayaan syukur ini adalah momen istimewa untuk merefleksikan kembali proses pendampingan selama 25 tahun di Novisiat Karangwidoro. Ungkapan pengalaman indah dan pilu mewarnai perjalanan selama 25 Tahun ini. Ketenangan, kesunyian agung turut mewarnai suasana pendampingan bagaikan pengalaman para murid di atas gunung Tabor yang berbahagia di tempat itu. Tetapi Yesus meminta mereka untuk “turun ke realitas hidup yang nyata”. Perayaan syukur ini bukan terfokus pada bangunan semata tapi pada hakikat Novisiat sebagai tempat pendampingan untuk pembentukkan pribadi frater yang utuh-integral selama dua tahun masa pendampingan. Diharapkan selama proses pendampingan ini terbentuklah pribadi frater yang matang, seimbang, kokoh dalam multi-aspek sebagai seorang manusia Kristiani dan manusia religius yang

tahan banting. Buah-buah keintegralan pribadi ini akan nampak dalam tugas perutusan oleh tarekat, ke medan pengabdian, lahan pelayanan di komunitas-komunitas di mana Frater BHK, ada-berada, berkarya, melayani setelah ikrar kaul pertama.

Romo Bone Rampung, Projo dalam refleksinya menegaskan pentingnya masa novisiat sebagai saat peletakkan dasar/fondasi dalam hidup panggilan seseorang. Ia menggarisbawahi bahwa panggilan itu sifatnya pribadi. Formator hanyalah teman seperjalanan yang juga tidak sempurna karena dia sendiri juga masih berusaha memberi makna pada panggilannya. Karena itu, tentu keliru kalau orang sering mempersalahkan para formator, ketika setelah masa novisiat, ada frater yang menunjukkan perilaku anomaly (hidup tidak teratur). Jika itu yang terjadi maka jelas sebagai indikasi para frater bukannya mau menjawab panggilan Tuhan, tetapi mau memenuhi keinginan formator. Kita dipanggil Tuhan dan mau menjawab panggilan Tuhan, bukan dipanggil formator dan menjawab keinginan formator. Jika rasa dan sikap ini ada dalam diri para

25 TAHUNPENDIRIAN RUMAH NOVISIAT FRATER BUNDA HATI KUDUS

Page 29: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

WKC Desember 2013 | 29

Rm. Bone Rampung, Pr memimpin Perayaan Syukur.

DUNIA SEKILAScalon maka baginya formator itu, hanya sebagai teman, socius perjalanan dan bukan polisi lalulintas dalam perjalanan panggilan kita. Dengan ini, tidak berarti, formator tidak penting karena bagaimana pun Tuhan dapat berkarya secara ajaib melalui orang lain dalam segala peristiwa kehidupan. Hendaknya, kita yakin bahwa pendamping utama dalam seluruh dinamika hidup panggilan seseorang adalah Roh Kudus sendiri.

Rm. Bone Pr menegaskan kembali ungkapan Fr. Simon BHK bahwa Novisiat adalah “Dapur Kongregasi”. Ungkapan ini merujuk pada keseluruhan kebijakan, program formasi terhadap para calon sebagai formandi dan kualitas, kemampuan, keahlian formator. Kondisi formandi jelas menjadi bahan pertimbangan formatur dalam menentukan cara mengolahnya secara benar, ibarat tukang masak yang siap menyajikan menu yang bukan saja menarik dalam tampilannya, tetapi tetap berkualitas dalam kandungan gizinya. Dalam konteks mikro Novisiat menjadi dapur untuk Kongregasi BHK tetapi dalam konteks makro berkaitan dengan misi tarekat untuk gereja, novisiat harus menjadi unit produksi bagi lahirnya tenaga-tenaga yang andal. Karena itu, yang menjadi tantangan bagi formandi dan formatur adalah bagaimana proses produksi di dapur ini, di tempat ini dapat berjalan sesuai dengan harapan.

Semoga rahmat kebijaksanaan Tuhan terus melingkupi tempat ini, agar segala masalah yang ditemukan selama 25 tahun silam secara perlahan mendapatkan titik terang. Mari, kita jadikan Novisiat ini sebagai DAPUR tempat pengolahan diri sehingga hidup dan karya kita menjadi menu yang berguna bagi Tuhan dan sesama. Profisiat, Selamat berpesta, Ad Multos Annos. Fr. Vincentius Maria Payong BHK.

Pada 4 September 2013 Pater Andreas Steiner MSC dipilih dan dikukuhkan sebagai Pemimpin Provinsi

Jerman Selatan/Austria menggantikan Pater Walter Licklederer MSC. Sebelumnya Pater Andreas pernah menjadi Pemimpin Provinsi selama dua periode dan digantikan oleh P. Walter. Kita berterima kasih kepada Provinsi Jerman Selatan/Austria yang dengan murah hati telah mendukung Provinsi Indonesia dengan menyediakan beasiswa studi lanjut bagi para konfrater kita Gregorius Hertanto MSC dan kini Stenly Pondaag MSC. Stenly belum lama menyelesaikan studi S2nya di Fakultas Teologi Katolik Universitas Innsbruck, Austria, dan akan melanjutkan ke jenjang doktoral.

Pada 15 Oktober 2013 Paus Fransiskus mengangkat Pater Narciso Abellana MSC menjadi Uskup Romblon,

Filipina Tengah. Tahbisannya sebagai uskup dijadwalkan pada 11 Desember 2013 di Katedral San Jose, Nueva Ecija, Filipina dan akan dikukuhkan sebagai Uskup Romblon pada 9 Januari 2014. Di antara tugas-tugas yang pernah diembannya ialah pembina dan dosen, Pemimpin Provinsi (Provinsial) Filipina dan Asisten Pemimpin Umum MSC di Roma periode 2005-2011. Kita mengucapkan selamat kepada konfrater kita atas kepercayaan mengemban tugas pelayanaan yang baru.

Pada 7 Nopember 2013 Pater Mario Absalón Alvarado Tovar MSC dipilih dan dikukuh-kan sebagai Pemimpin

Provinsi Amerika Tengah (Central America) menggantikan Pater Joaquín Herrera Bayón MSC yang telah menjabat selama enam tahun/dua periode.

Pada 8 Desember 2013 Pro-Provinsi Rio de Janeiro secara resmi akan menjadi Provinsi Rio de Janeiro. Sebelumnya

dua Pro-Provinsi lain, yakni Curitiba dan Amerika Tengah, telah secara resmi menjadi Provinsi. Dengan demikian, tiga Pro-Provinsi yang ada dalam Tarekat kita telah berubah status menjadi Provinsi. Kini, Tarekat kita mempunyai 19 Provinsi dan 3 Uni.

Pada 8 Desember 2013, pkl. 15.00, proses beatifikasi dan kanonikasi Hamba Tuhan Pater Jules Chevalier di

tingkat keuskupan (diosesan) akan ditutup secara resmi di Issoudun. Tahap berikutnya ialah kelanjutan proses ini di tangan Kongregasi untuk Penggelaran Para Kudus di Vatikan. Tahap ini akan memakan waktu yang sangat lama mengingat antara lain penyelidikan yang sangat teliti dari para ahli serta banyaknya permohonan beatifikasi dan kanonisasi dari pelbagai penjuru dunia yang harus ditangani, diteliti dan diputuskan. Juga, proses ini bersifat historis-dokumenter, yakni menggunakan data-data sejarah dan dokumen-dokumen/tulisan-tulisan yang ada baik oleh dan tentang Pater Chevalier dan tidak ada lagi saksi-saksi mata yang dapat memberi kesaksian langsung. Lagipula,

suatu hal krusial lainnya ialah perlunya satu mukjizat

penyembuhan melalui pengantaraan doa Pater Chevalier,

yang perlu untuk beatifikasi.

Page 30: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

30 | WKC Desember 2013

Sosok Rm. Robertus Sumarwata Martasiswaya, MSC sudah tidak asing lagi bagi civitas academica atau

pun bagi para alumi STF-SP (Sekolah Tinggi Filsafat-Seminari Pineleng). Imam MSC senior yang biasa disapa Romo Sis ini adalah dosen Kitab Suci di Sekolah tempat pendidikan calon imam projo Amboina-Manado, MSC, dan para katekis ini. Kurang lebih 27 tahun beliau mengabdi sebagai dosen di lembaga pendidikan tinggi tersebut. Tepat tanggal 28 Oktober 2013 lalu, beliau secara resmi pensiun atau purna bakti sebagai dosen di STF-SP.

Oleh karena itu, bertepatan dengan hari Peringatan Sumpah Pemuda, 25 tahun masa bakti Bapak Welly Lumi, serta peringatan 25 tahun Program Studi (Prodi) Teologi (Kateketik), pihak STF-SP mengadakan misa syukur bersama pada pukul 16.00 WITA di Kapel Seminari Tinggi Pineleng. Misa dipimpin oleh Romo Sis. Hadir juga dalam misa tersebut uskup Manado, Mgr. Josef Suwatan, MSC dan P. Jan van Paasen, MSC serta puluhan imam lainnya yang adalah dosen dan pembina di Seminari Tinggi Pineleng dan Skolastikat MSC Pineleng.

Setelah misa, diadakan seminar yang membahas keberadaan Prodi Teologi (Kateketik) di STF-SP. Tampil

sebagai pembicara adalah Rm. Yoseph Ansow, Pr (Pembina para Katekis), Rm. Terry Ponomban, Pr (Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Manado), serta seorang awam yakni Ibu Joula Petronela Makarawung (alumi STF-SP Prodi Filsafat Agama angkatan ke 32). Berperan sebagai Moderator adalah Rm. Melky Malingkas, Pr (Ketua Panitia 25 tahun Program Studi Teologi). Bahan seminar yang telah dipersiapkan oleh Rm. Terry, Pr dibawakan oleh seorang awam yang juga adalah anggota Komisi Kateketik Keuskupan Manado. Seminar berlangsung dengan baik dan menghasilkan beberapa butir yang sungguh inspiratif bagi perkembangan mutu para katekis ke depan. Di antaranya perlu adanya kerja sama yang semakin intensif antara pihak STF-SP dan Komisi Kateketik Keuskupan Manado.

Setelah seminar, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama dan pentas seni. Pentas seni kali ini tidak hanya dibawakan oleh para mahasiswa/i STF-SP tetapi juga oleh para alumni Prodi Teologi yang kini sudah mengabdi di tengah-tengah masyarakat. Mereka adalah para katekis ulung yang bekerja dalam lingkungan Gereja dan di tengah-tengah masyarakat sebagai tenaga guru, wartawan, juga katekis paroki. Pada malam itu, mereka membawakan tari jajar yang

PURNA BAKTI RM. SUMARWATA MARTASISWAYA MSC DI SEKOLAH TINGGI FILSAFAT SEMINARI PINELENG

Rm. Robertus Sumarwata Martasiswaya MSC mengakhiri masa baktinya di Sekolah Tinggi Filsafat - Seminari Pineleng (STF-SP), sedangkan Bpk. Welly Lumi (paling kanan) sudah 25 tahun berkarya di STF-SP.

Page 31: Wkc desember 2013

ANTAR KITA

WKC Desember 2013 | 31

juga diikuti oleh Pastor Ricardo Renwarin, Pr. Pada malam itu dipersembahkan pula lagu-lagu daerah Manado serta pertunjukkan main kulintang tunggal oleh Pastor Cardo. Mahasiswa-mahasiswi dengan penuh suka cita mempersembahkan acara-acara menarik dalam konteks gebyar sumpah pemuda, purna bakti Rm. Sis, ultah ke 25 Prodi Teologi, serta pengabdian selama 25 tahun bapak Welly Lumi di STF-SP. Tak ketinggalan para mahasiswa pascasarjana mempersembahkan sebuah lagu khusus untuk Rm. Sis dengan judul “Bermazmurlah”. Fr. Advent Pateh, MSC menyatakan bahwa lagu tersebut khusus dipersembahkan kepada Rm. Sis karena sebagai mahasiswa Fr. Advent dan teman-teman lain pernah diajar oleh Rm. Sis mengenai Kitab Mazmur.

Pada malam penuh suka cita tersebut, Uskup Manado Mgr. Josef Suwatan, MSC memberikan kata sambutan. Dalam sambutannya, dia mengucapkan profisiat kepada para Katekis, Rm. Sis serta kepada bapak Welly Lumi. Kepada para katekis dia berpesan: ”Tetaplah berpegang pada kebenaran dan tak kenal lelah menimba isnpirasi dari Sabda Allah. Mari kita jadikan perayaan 25 tahun ini sebagai momen untuk bersyukur dan berefleksi. Mari berjuang bersama menjadi katekis sejati”. Mengenai Rm. Sis, Uskup Manado mengatakan sebenarnya bukan hanya 27 tahun Rm. Sis mengabdi sebagai dosen Kitab Suci di STF-SP. Sewaktu Rm. G. Widyo-Soewondo, MSC (alm) mengalami kecelakaan, Rm Sis yang kala itu masih belum studi lanjut sudah dipercayakan untuk mengajar Kitab Suci. Pada kesempatan itu juga, Bapak Uskup Manado mengucapkan terima kasih kepada Rm.

Sis atas inisiatifnya membentuk grup Bible Camp untuk para siswa/i SMA dan mahasiswa di daerah sekitar kota Manado.

Rm. Sis dalam kata sambutannya mengamini kata-kata yang disampaikan oleh bapak Uskup Manado. Beliau menyatakan bahwa kecintaannya untuk mendalami Kitab Suci bermula ketika dia merasa kurang dalam pemahaman mengenai Kitab Suci ketika masih frater. “Waktu masih frater, pokok mengenai Kitab Suci kurang digarap”, demikian katanya. Oleh karena itu, Rm. Sis belajar secara otodidak. Secara rendah hati Rm. Sis mengungkapkan hal ini. Pendalaman Kitab Suci secara otodidak dilanjutkan dengan belajar secara lebih mendalam di Roma. Sekembalinya dari Roma, Rm. Sis kembali ke Pineleng dan mengajar mata kuliah yang berkaitan dengan Kitab Suci sampai masa purna baktinya.

Pada kesempatan sambutan itu, Rm. Sis juga menjelaskan mengenai hubungan kerjanya yang sangat baik dengan bapak Welly Lumi di kantor STF-SP. Ketika Rm. Sis menjabat Ketua STF-SP, bapak Welly Lumi sangat membantu kesuksesan berbagai program kerja di lembaga pendidikan tinggi tersebut. STF-SP memberikan penghargaan dan apresiasi yang besar bagi pengabdian dari Rm. Sis dan bapak Welly Lumi. Sebagai tanda penghargaan pihak STF-SP mengenakan cincin dengan logo STF-SP bagi keduanya. Cincin untuk Rm. Sis dipasang oleh Uskup Manado, dan untuk bapak Welly Lumi dipasang oleh Ketua STF-SP, Pastor Ambrosius Wuritimur, Pr. Proficiat kepada Bpk. Welly Lumi dan terima kasih kepada Rm. Sis! Fr. Yongky Wawo, MSC

Rm. Robertus Sumarwata Martasiswaya MSC (Rm. Sis) bersama dengan Bpk Uskup Manado, Mgr. Josef Suwatan MSC (kiri) dan acara pemotongan kue perayaan (kanan).

Page 32: Wkc desember 2013

Pada Awalnya…

Bermisi di negara lain merupakan impianku sejak novis. Motivasi yang ada saat itu hanyalah ingin

belajar bahasa asing (bahasa Inggris) dan ingin tahu budaya di tempat yang berbeda. Keinginan itu selalu terpendam dalam hati. Tetapi saya yakin bahwa suatu saat itu akan menjadi kenyataan. Pada tahun 2009 saya mengungkapkan keinginan itu kepada pimpinan: “Suster, kalau ada tawaran untuk bekerja atau menjadi misionaris di negara lain, saya sangat tertarik, saya bersedia diutus”. Mempertimbangkan bahwa saya masih yunior dan memang belum ada tawaran bermisi ke negara lain maka pimpinan meminta saya untuk menunggu.

Satu tahun kemudian, tepatnya 17 Maret 2010 saya mendapatkan jawaban atas impian tersebut. Satu hari setelah mengikrarkan triprasetya kekal bersama dengan 4 orang teman yang lain, saya diberi tahu bahwa tarekat akan mengutus saya ke daerah misi di Sudan (saat itu Sudan Selatan belum menjadi negara sendiri). Walau setahun yang lalu saya menawarkan diri untuk menjadi misionaris, tetapi ketika mendengar tugas perutusan ini

PASTORALIA

BAHAGIABERMISIDI SUDAN SELATAN

Sejak tahun 1993 Puteri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia bermisi di Afrika. Misi di Afrika Selatan dimulai tahun 1993 dan di Sudan tahun 2005. Berikut ini penuturan pengalaman Sr. M. Va-lentine PBHK yang menjalankan tugas perutusan di Sudan Selatan sejak tahun 2010.

32 | WKC Desember 2013

Page 33: Wkc desember 2013

PASTORALIAtetap saja ada perasaan tidak percaya, ragu, takut bahkan sempat shock juga. Dalam hati muncul pertanyaan kenapa harus misi ke Sudan? Bukankah Sudan merupakan negara yang masih bergolak karena perang saudara? Lalu bagaimana dengan bahasa dan budaya yang ada di sana? Aneka ragam pertanyaan dan kecemasan berkecamuk dalam benakku.

Muncul kebimbangan dalam diriku. Rasa sedih yang dalam juga memenuhi hatiku. Aku harus meninggalkan Indonesia, jauh dari orang tua dan semua orang yang aku cintai. Aku harus meninggalkan budaya, “kemapanan” dan pola hidup yang sudah akrab dengan diriku, ke tempat yang tidak kuketahui sama sekali bahkan tidak pernah kubayangkan. Setiap malam aku hanya menangis. Ketakutan untuk hidup dan tinggal di negara lain, apalagi dengan medan yang tidak gampang membuat aku pesimis. Yah, yang aku rasakan saat itu sangat bertolak belakang dengan perasaan setahun sebelumnya, ketika dengan penuh percaya diri saya menawarkan diri untuk bermisi.

Inspirasi Bapa Abraham…

Keputusan Tarekat sudah final, mengabulkan permohonanku, mengutusku bermisi. Dalam seluruh kepasrahan dan ketakutanku, di hari-hari menjelang keberangkatan, saya merefleksikan kembali perutusan yang baru saja kuterima. Saya ingat kisah Abraham, khususnya pada saat ia akan meninggalkan tempat kelahirannya menuju tanah terjanji. Abraham tidak

tahu kemana dia diutus karena Allah hanya bersabda: “Pergilan dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu,” (Kej 12:1). Bagaimanapun pada akhirnya ia berangkat, Ia percaya pada janji Allah yang setia, Allah tidak akan melupakan dia. Bertolak dari refleksi ini, akhirnya saya pun yakin bahwa Allah yang sama, Allah yang setia akan mendampingi dan menemaniku apapun yang akan terjadi di sana.

Saya bersama dengan Sr. M. Virginia PBHK dan Sr. M. Madeleine PBHK meninggalkan Indonesia tanggal 15 Juli 2010 menuju Nairobi, Kenya. Tiga hari kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Sudan. Akhirnya, kami tiba di tempat misi tanggal 17 Juli 2013. Perjalanan cukup lama karena kami harus menunggu pesawat di perbatasan Kenya dan Sudan, yang saat itu hanya dilayani oleh WFP (World Food Programme: badan PBB yang menangani masalah kelaparan). Sebenarnya ada juga beberapa pesawat komersial tetapi harus mencarternya bila ingin memakainya.

Suka-duka di Tanah Asing…

Satu tahun pertama berada di negeri orang dengan budaya dan bahasa yang sangat asing, dengan alam yang menurutku sangat tidak bersahabat, terasa seperti 10 tahun. Bila musim hujan tiba seluruh badan penuh dengan bintik-bintik dan gatal karena terkena bakteri dari kotoran manusia dan binatang, mungkin juga karena beban psikis dan stress karena

WKC Desember 2013 | 33

Page 34: Wkc desember 2013

PASTORALIA

34 | WKC Desember 2013

lingkungan yang sangat asing. Pada musim panas/kering, hampir setiap saat batuk menyerang akibat dari debu yang berterbangan. Wilayah tempat kami diutus adalah semi padang gurun yang berdebu dengan panas yang tidak tanggung-tanggung, kadang bisa mencapai 48° – 50° celcius bahkan lebih!!!. Dalam situasi yang sulit seperti itu, saya masih bersyukur. Atas kebaikan dan perlindungan Tuhan, saya terhindar dari penyakit Malaria dan Typhoid, dua penyakit yang sangat terkenal di Afrika. Selain menyerang penduduk lokal, kedua penyakit ini bahkan menyerang hampir semua misionaris yang ada di sini.

Dengan segala kesulitan dan keterbatasan yang ada, saya tetap menemukan kebahagiaan dalam perutusan ini. Dalam karya misi ini, saya mendapat tugas untuk mengajar. Menjadi guru di pedalaman Afrika merupakan hal yang menarik sekaligus menantang. Saya ingat salah satu pengalaman di tahun 2011. Ketika saya sedang mengajar di kelas tiba-tiba anak-anak berhamburan lari keluar. Dengan penuh kebingungan saya bertanya kepada mereka: “Kenapa kalian semua lari keluar padahal pelajaran sementara berlangsung?” Salah satu dari mereka menjawab: “Sister, It is raining…”. Saya terdiam sejenak, tidak paham dengan jawaban tersebut, maksudnya apa? Saya baru tersadar setelah menyaksikan mereka menari penuh riang gembira sambil berhujan-hujanan. Ya, turunnya hujan merupakan peristiwa yang mereka tunggu selama ini. Setelah 7 bulan mengalami kekeringan, musim hujan adalah hal

yang sangat membahagiakan bagi mereka dan juga bagi kami. Di musim hujan, kami akan mudah mendapatkan air. Di musim hujan juga ada kesempatan bagi kami untuk bercocok tanam. Karya-karya di Tanah Misi

Komunitas kami berada di sebuah desa kecil, di tengah-tengah hutan. Walau begitu, desa ini cukup ramai karena ada rumah sakit dan sekolah. Komunitas kami merupakan komunitas internasional yang terdiri dari 3 suster dari Australia, 1 suster dari Papua New Guinea dan Sr. Virginia dan saya dari Indonesia. Karya kerasulan kami meliputi

bidang kesehatan, pendidikan (Primary, Secondary dan Adult

Education), pastoral (membantu paroki, pemberdayaan perempuan) dan Feeding Program (bantuan makanan) untuk orang miskin dan pelayanan bagi orang buta serta penderita kusta.

Dalam bidang kesehatan, kami membantu di sebuah rumah sakit milik keuskupan. Sr. Philomeno (dari PNG) bekerja sebagai bidan. Rumah sakit ini dikelola oleh Bruder Comboni bekerjasama dengan para dokter dan perawat yang berasal dari Italia, Meksiko, Amerika Serikat dan Uganda.

Sekolah tempat kami mengajar juga milik keuskupan. Saat ini semua kepala sekolah adalah penduduk lokal. Tentu saja ini menjadi suatu kebanggaan bagi kami semua. Untuk karya ini, selain menjadi staff pengajar, kami juga membantu dalam hal finansial. Salah satu suster kami juga membantu di beberapa sekolah milik pemerintah (sekolah-sekolah ini juga dibantu oleh keuskupan).

Dalam bidang pastoral, secara khusus kami menangani pemberdayaan perempuan. Kami mendampingi dan memberikan pengetahuan dalam bisnis kecil (seperti warung makan) dan juga pendidikan bagi kaum perempuan.

Perempuan/anak gadis di Sudan Selatan sangat sulit mendapatkan pendidikan akibat budaya yang menomorduakan perempuan. Anak gadis biasanya hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 5 SD. Setelah itu, mereka akan dipaksa menikah oleh keluarga.

Serius belajar walalupun dalam keterbatasan. Postur tubuh mereka yang besar-besar merupakan tantangan tersendiri.

Page 35: Wkc desember 2013

PASTORALIA

WKC Desember 2013 | 35

Kadang kala mereka dijodohkan dengan laki-laki yang sudah berumur dan sama sekali tidak mereka kenal. Bahkan tak jarang, mereka dijadikan istri ketiga atau keempat. Biasanya orang tua cepat menjodohkan anak perempuannya dengan alasan ekonomi yaitu untuk mendapatkan sejumlah sapi.

Ada beberapa anak yang mencoba melawan arus dengan melanjutkan pendidikan namun tetap saja kandas di tengah jalan karena paksaan dari orang tua. Ada juga kasus dimana orang tua mengambil anak mereka dari sekolah secara paksa, tanpa memperhatikan dan memperhitungkan perasaan dan masa depan anak-anak mereka. Ungkapan yang sering mereka sampaikan adalah “This is our culture”. Sangat tragis memang, tapi itulah realita yang mereka hadapi dan jalani.

Di secondary school rata-rata mereka sudah menikah. Untuk bisa melanjutkan sekolah, perempuan-perempuan ini pun perlu mendapat ijin dari suaminya. Tentu saja kadang-kadang tidak mudah bagi mereka untuk mendapatkan ijin. Walau begitu mereka terlihat begitu bersemangat mengikuti program-program pendidikan yang kami adakan.

Di desa tempat kami tinggal ada komunitas orang miskin dan buta serta komunitas penderita kusta. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Mereka mendapatkan bantuan makanan (feeding program) dari paroki, para suster dan para donatur yang tergerak membantu mereka. Sering pula terjadi, orang-orang sekitar atau orang dari desa lain datang di depan pagar biara dengan kondisi yang sangat memprihatinkan karena malaria (dan tidak punya uang untuk berobat) atau karena kelaparan. Menyaksikan hal-hal tersebut hati ini rasanya sangat miris. Saya sungguh-sungguh merasakan bagaimana mereka berjuang untuk hidup dalam kondisi yang yang sangat sulit. Dalam refleksi dan permenungan, saya temukan bahwa mereka adalah wajah-wajah Yesus yang menderita yang

butuh sapaan tulus, uluran tangan dan cinta.

Perutusan dan Kebahagiaanku

Selama tiga setengah tahun di tanah misi, tugas utama saya adalah mengajar anak-anak di Primary. Proses belajar dan mengajar bersama mereka adalah hal yang menyenangkan. Namun seringkali hal-hal di luar dugaan muncul dalam proses belajar-mengajar, misalnya, perkelahian dalam kelas yang kadang sulit dilerai dan dihentikan. Dari segi usia bisa dikatakan mereka ini sudah besar. Usia rata-rata anak kelas 4 SD adalah 13 or 16 tahun. Jadi, tenaga mereka lumayan kuat, ditambah lagi postur tubuh mereka yang lumayan tinggi. Nah, terkadang saya baru bisa menghentikan perkelahian tersebut entah dengan teriak sekencang-kencangnya atau dengan ancaman tongkat.

Anak-anak yang saya dampingi ini memang cenderung “liar”. Saya bisa mengerti keadaan ini karena di rumah, orang tua sangat jarang mengajarkan nilai-nila tatakrama kepada mereka. Begitu juga kondisi lingkungan yang sulit serta trauma perang, ikut andil dalam membentuk karakter mereka. Mereka berangkat ke sekolah dengan perut kosong. Kalau WFP mensuplai makanan ke sekolah, mereka bisa makan. Akan tetapi kalau tidak, dengan perut kosong pula mereka akan kembali ke rumah dan menunggu sampai sore tiba untuk bisa makan – itu

Mengajar di bawah pohon pun menyenangkan.

Page 36: Wkc desember 2013

PASTORALIA

36 | WKC Desember 2013

pun kalau mereka punya persediaan bahan makanan. Setiap hari saya pergi ke sekolah dengan menjinjing

tas plastik yang berisi buku tulis yang baru, yang masih kosong. Buku-buku ini saya siapkan untuk berjaga-jaga kalau ada di antara mereka yang tidak memiliki buku. Terkadang anak-anak ini tidak peduli dengan proses belajar. Paham dengan pelajaran atau tidak, bisa menulis atau tidak…mereka tidak peduli. Memberi buku baru adalah salah satu siasat untuk memotivasi mereka, menambah semangat mereka untuk mau belajar. Saya akan memberikan buku yang baru dengan syarat mereka bisa menunjukkan buku lama yang sudah habis terpakai untuk belajar. Ini merupakan salah satu hal yang membahagiakan karena saya bisa turut meringankan setitik dari kesulitan mereka. Selain itu, saya juga terpacu untuk kreatif dalam mensiasati situasi yang ada.

Ada lagi satu pengalaman yang sangat mengesan bagiku. Suatu hari ketika musim hujan tiba, ada beberapa murid yang terlambat tiba di sekolah. Mereka masuk kelas dengan keadaan basah kuyup, sementara murid yang lain sudah mulai belajar. Melihat keadaan mereka yang basah kuyup dan kedinginan, saya sebagai seorang ibu dan guru mereka, merasa iba dan tidak tega. Tapi apa yang bisa saya perbuat?

Setelah diam sejenak, saya mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan spontan muncul ide. Saya lihat ada beberapa anak yang memakai kaos dobel. Saya datangi salah satu dari mereka dan dengan berbisik saya bertanya: “Apakah kamu bisa memberikan satu dari bajumu untuk dipinjamkan ke teman yang basah itu?” Dia mengangguk, segera dia melepas salah satu baju rangkapnya dan diberikan kepada teman yang basah kuyup.

Melihat hal itu, anak-anak yang lain mengikuti secara spontan. Tanpa diminta, dengan rela mereka melepaskan salah satu bajunya dan memberikan kepada yang lain. Dalam hati saya berbisik dengan penuh haru, “Thanks God, untuk pelajaran hari ini bagi kami…di kelas ini kami bisa belajar membaca dan menulis…tetapi lebih-lebih hari ini kami juga belajar berbagi di tengah segala kekurangan kami…”

Selain mengajar di Primary saya juga mendapat kesempatan mengajar di Adult education pada sore hari. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang drop out dari primary kelas 5 atau 6. Jadi usia mereka ini sudah tidak muda lagi, ada yang 28, 35 atau bahkan ada yang sudah di atas 40 tahun. Ada juga dari mereka yang masuk kelompok ini karena sudah terlalu tua untuk masuk ke

Siapa yang akan menyusul untuk menjumpai mereka?

Page 37: Wkc desember 2013

PASTORALIA

WKC Desember 2013 | 37

Primary. Saat pertama kali mengajar di kelompok ini, muncul rasa grogi dan risih terutama karena dari segi usia, mereka lebih tua. Walau secara umur sudah tua, tetapi mereka semua belum begitu lancar membaca. Untuk menguatkan dan memotivasi mereka, kadang saya mengatakan: “Jangan cemas, asal kamu tekun pasti kamu bisa…” Kata-kata itu selain ditujukan kepada mereka sebenarnya juga saya tujukan kepada diri sendiri karena terkadang hati saya lelah menghadapi mereka.

Kebahagiaan terbesar yang saya rasakan selama berada di tanah misi ini terutama ketika bisa berbagi ilmu, sapaan, senyum; ketika saya bisa melayani dan memberikan yang terbaik dari talenta yang Tuhan anugerahkan kepada saya. Kadang saya bertanya dalam hati kenapa saya bisa betah dan bertahan melayani mereka. Sempat teringat juga bagaimana dulu keluarga dan teman-teman meragukan saya. Mereka ragu apakah saya bisa menghadapi kesulitan, apakah saya mampu bertahan di sini. Tetapi ternyata sampai sekarang saya masih bertahan dan bergembira.

Mengenal, mencintai dan melayani mereka dengan sepenuh hati karena saya menemukan Yesus yang hadir

dalam diri mereka. Ini membuat saya sungguh merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang membawa berkat, mengajari dan mengubah saya menjadi pribadi yang sedikit lebih mengerti tentang makna dan arti dari tujuan hidup manusia, seperti yang ditekankan oleh orang tua saya ketika kami masih anak-anak. Mengenal, belajar dan dan mencintai mereka adalah kebahagiaan yang tidak ternilai yang saya rasakan, di sini di tanah misi.

Selama ini, saya sudah menerima begitu banyak cinta. Orang tua dan keluarga sangat mencintai dan menyayangi saya. Para suster di tarekat juga sangat mencintai saya. Sahabat, teman, kenalan…mereka pun juga mengisi sejarah hidup saya dengan aneka macam ungkapan cinta dan kasih. Di sini, di tanah misi ini, saya menemukan cinta yang baru, cinta yang luar biasa, yang mampu mengubah hidup saya…yaitu cinta Yesus sendiri yang hadir dalam wajah-wajah polos yang saya layani setiap hari. This love enables me to survive and to grow as a human, a Christian and a daughter of Our Lady of the Sacred Heart.

Hidup dalam sebuah komunitas Internasional, selain memberi tantangan merupakan suatu kekuatan.

Page 38: Wkc desember 2013

KOLOM

38 | WKC Desember 2013

Mungkin kita pernah melihat atau menyaksikan

sendiri bagaimana burung merpati terbang sambil membawa ranting zaitun. Ia bebas bergerak tanpa sekat pembatas geografis, suku, agama, budaya, status sosial dan bangsa. Dengan bebas ia membawa ranting zaitun sebagai simbol bahwa perdamaian itu universal (Bdk. Ex Latina Claritas tulisan Pius Pandor, hlm. 209). Kita mungkin juga masih ingat Paus Yohanes Paulus II (1920 – 2005) melepaskan 6 ekor burung merpati di Asisi pada tahun 1986. Kegiatan yang berlangsung di Asisi bukan kebetulan, tetapi untuk menghormati Fransiskus Asisi (1181/1182 – 1226) sebagai pencinta damai (Bdk. The Canticle of The Creatures atau Canticle of The Sun dengan syairnya, “Jadikanlah aku pembawa damai….”). Memang damai itu menjadi dambaan umat manusia, dan setiap orang bahkan bangsa senantiasa ingin mengusahakan perdamaian

Kata “damai” berasal dari bahasa Kawi, bědhama yang berarti: senjata, beliung atau kapak. Kemudian muncul kata bedhamen yang berarti: gencatan senjata, usaI perang atau tenang kembali. Kini damai berarti tenang dan tidak ada perang. Mungkin kita ingat akan pepatah Latin yang berbunyi, “Si vis pacem, para belum” – kalau ingin damai, siapkanlah peperangan. Ungkapan ini disanggah Yohanes Paulus II, katanya, “Si vis pacem, para caritatem” – Jika mengingingkan perdamaian siapkanlah cinta kasih. Membaca kata damai, seolah-olah dalam hidup ini hanya menghendaki perang dan damai. Padahal sebenarnya, makna damai itu ada pelbagai macam. Ada orang merasa damai karena hidupnya “tidak bermasalah.” Orang ini juga merasa damai karena relasi dengan

sesamanya “aman-aman” saja.Jelaslah sudah bahwa makna

damai itu tidak saja untuk melukiskan sebuah situasi yang tanpa perang, melainkan memiliki makna yang lebih luas. Agustinus (354 – 430) dalam De Civitate Dei XIX, 12 menegaskan bahwa perdamaian adalah apa yang dirindukan oleh setiap orang bahkan oleh setiap makhluk. Menurutnya ada tiga dimensi perdamaian yakni: dimensi personal yaitu beramai dengan diri sendiri; dimensi sosial yaitu berdamai dengan sesama baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat; dan dimensi teologal yaitu berdamai dengan Allah. Pius Pandor dalam bukunya yang berjudul Ex Latina Claritas menulis, “Tatanan perdamaian berawal dari adanya keselarasan antara

bagian-bagian dalam diri manusia, kemudian bergerak menuju komunitas dunia (civitas terrena) hingga memuncak pada komunitas surgawi atau komunitas Allah (civitas Dei). Dalam komunitas surgawi itu manusia menikmati Allah dan satu sama lain dalam Allah (societas fruendi Deo et invicem in Deo).

Hidup kita di dunia ini berharap sekali untuk damai seperti yang dikatakan Agustinus. Rasa damai itu menjadi impian banyak orang. Dalam Kitab Suci (baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), pax, syalom dan damai seolah-olah menjadi primadona. Sastrawan Romawi Kuno, Ovidius (43 seb.M – 17/18 M) dengan tegas menulis, “Candida pax homines trux decet ira feras” – Yang pantas bagi manusia adalah perdamaian, sementara yang pantas untuk binatang buas adalah kegarangan yang buas. Maka tidak heranlah jika Sang Raja Damai senantiasa dinanti-natikan, “Datanglah ya Raja Damai” (Bdk. Yes 9: 5). Semoga Kedamaian hati senantiasa menyertai kita. Amin.

D A M A IMARKUS MARLON MSC

Page 39: Wkc desember 2013

VARIA AD MULTOS ANNOS01 SR. ANNA RUMANGUN PBHK01 SR. EVELINE TELAUMBAUNA PBHK02 P. ROBERTUS SUMARWATA MSC02 SR. ANGELICA RUMYAAN PBHK02 FR. ADRIANUS FENANLAMPIR MSC03 FR. HENDRIKUS NYONG WAWO MSC04 FR. MATHIAS BATFIAN MSC05 SR. ANNETTA SRI MURDIYATI PBHK05 SR VERONICA NINIK WINARNI PBHK06 SR. THERESITA WULLUR PBHK06 MGR. NICOLAUS ADI SEPUTRA MSC07 FR. LAURENSIUS BHK09 SR. MIKAELLA SIGE PBHK09 BR. MATHIAS SANTOSO MSC09 P. TARSISIUS SISWANTO MSC09 P. GERARDUS VIANY UNTU MSC09 FR. CHARLES BHK10 P. HERIBERTUS MERUNG MSC11 SR. VERONIKA LOLONLUN PBHK12 SR. YOHANNA SRI LESTARININGSIH PBHK12 SR. GERTRUDE SARJIYATI PBHK12 P. FLORIANUS MIRANTO MSC12 P. NATALIS ALEKSANDER SARKOL MSC13 P. JOANES TINGGOGOY MSC13 SR. MARTINA DALSRININGSIH PBHK13 P. JAMES HENDRIK KUMOLONTANG MSC13 FR. VINCENTIUS BHK15 SR. TARCISIA HEMAR PBHK15 SR. SEBASTIANA NOWAN PBHK15 FR. FX. ADVENT PATEH MSC15 FR. MARFEL IGNATIUS KABUHUNG MSC16 FR. RAYMOND EUSEBIUS FASAK MSC17 SR. FRANSINA JANWARIN PBHK17 P. YUSUF YANTO MSC18 FR. PIUS BHK18 SR. MARCELINE JULIYATI PBHK19 SR. ENGELBERTHA LEISUBUN PBHK19 SR. AGATHA YABARMASE PBHK19 P. YOHANES EMANUEL K. TOBY MSC19 FR. UBALDUS BHK20 FR. REVO TREVORUS SULU MSC20 P. HERMAN SINU WUWUR MSC20 FR. YASINTUS BHK20 SR. ARCENITA KRISTINA PBHK21 P. KANISIUS SYENDY KUNTAG MSC22 P. MARTINUS ONI BOLOAWA MSC22 SR. CORNELIA PATA’DUNGAN PBHK23 SR. ELFIRA GUSSA PBHK24 FR. FRANSISKUS BHK25 P. TITUS NATALIS RAHAIL MSC25 FR. EMANUEL NAHAWARIN MSC25 SR. VINSENCIA KUSNIATI PBHK26 P. JACOBUS SABON MSC26 P. JOHANIS STEFANUS NGALA MSC26 SR. VIANNEY SRIYATI KUSWANTINI PBHK27 P. EMMANUEL OHOIWUTUN MSC27 SR. LYDIA RONDONUWU PBHK28 SR. CAROLINE SUDARWATI PBHK28 FR. EVERARDUS RESUBUN MSC30 FR. EFREM BHK30 SR. ANGELA MANGOPANG PBHK30 SR. EUGENIA TRI RAHAYUNINGSIH PBHK31 FR. AMATUS BHK31 FR. SARTO BHK31 SR. MELANIA SUMARIAH PBHK31 SR. IMMACULAE SAMINEM PBHK

Desember 2013

Terima Kasihkepada saudara-saudari yang telah berperan serta menjaga kelangsungan Warta Keluarga Chevalier tercinta ini, melalui pelbagai bentuk dukungan dan kontribusi.Dukungan dana untuk majalah ini dapat disalurkan melalui:

No. Rek. 2620172963A.N. Sulvisius Joni Astanto atau Rosina Angwarmase

WKC Desember 2013 | 39

“Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya se-tiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal,” (Yoh 3: 16).

Salam damai Natal kepada: Bapa Uskup, Para Romo, Bruder, Frater, Suster, Para Donatur, Komunitas-Komunitas Keluarga Chevalier, dan Saudara-Saudari terkasih.Terima kasih atas persaudaraan, dukungan, dan perutusan bersama mewartakan Cinta Tuhan.

Page 40: Wkc desember 2013

Sr. Maria Theresia Sayuti yang biasa dipanggil dengan nama Suster Maria lahir di Magelang pada tanggal 10 Juni 1939. Suster Maria merupakan anak pertama dari 5 bersaudara pasangan keluarga Bpk. Ignatius Karsowinata dan Ibu Aloysia Sujarmi (almarhum). Dari Keluarga sederhana inilah ia bertumbuh dalam iman dan kesederhanaan. Panggilan sebagai suster mulai muncul sejak kelas 6 SD di Sekolah Suster Fransiskanes Muntilan. Kesaksian hidup suster Fransiskanes yang sederhana, rajin, ramah, tidak pilih kasih dan sayang pada anak-anaklah yang membuatnya tertarik ingin menjadi seorang suster. Setelah lulus SD ia melanjutkan sekolah di SGB (Sekolah Guru Bantu) dari tahun 1954 – 1958. Pada tahun 1959, ia mengajar di SD Kota Solo. Belum genap satu tahun mengajar, diputuskannya untuk mewujudkan cita-citanya yaitu masuk dalam pembinaan menjadi Postulan. Selama menjadi Postulan Suster Maria diberi kepercayaan untuk mengajar di SD Maria Purworejo. Pada tahun 1960-1961, menjalani masa Novisiat di Purworejo, masa pembinaan ini dijalani dengan penuh ketekunan, meski sering mendapat tugas pekerjaan untuk membersihkan WC ( kamar mandi), namun pekerjaan ini dijalani dengan penuh kegembiraan, syukur dan tanggung jawab karena ia selalu berprinsip, apapun yang dilakukan semua untuk menyenangkan Tuhan. Tahun 1962 Suster Maria diperkenankan untuk profesi pertama dan langsung ditempatkan untuk mengajar di SD Tegal. Tahun 1967 Suster diterima kaul kekal di Purworejo dan pindah tugas untuk mengajar di SD Cilacap. 1970 Suster pindah tugas mengajar di SD Pius Tegal. Tahun 1990 -2009 Suster diangkat menjadi Kepala Sekolah di Cilacap, Tahun 2010-2005 Kepala Sekolah di SD Maria Purworejo.

Pada tanggal 2 Juli 2012 tahun lalu Suster merayakan Pesta Emas Hidup membiara bersama Sr. Rosalia Kunmaryatin. Mulai tahun 2005 sampai sekarang Suster tinggal di Parakan-Jawa Tengah, menemani para Guru dan karyawan SD St. Maria Parakan sambil menjaga Koperasi sekolah. Motto hidup suster yang selalu menjadi kekuatan dan kegembiraan adalah “setiap hari saya mau menyenangkan Tuhan,” setiap kali mengerjakan sesuatu selalu dikerjakan dengan tuntas, tanggung jawab demi membahagiakan Tuhan. Selain itu Suster Maria juga mau meneladan Bunda Maria yang mempunyai hati yang tenang, tulus, pendoa, siap sedia diutus dan selalu dekat dengan Tuhan. Setiap hari Suster Maria selalu memohon kepada Tuhan agar diberi semangat doa yang dalam. Di usianya yang semakin senja inilah suster selalu memancarkan kedamaian, ketenangan, kepasrahan hati pada Tuhan dan selalu banyak berdoa. Setiap pukul 03.00 WIB suster selalu berdoa secara pribadi baik untuk segala keprihatinan Tarekat dan siapa saja yang membutuhkan doa. Terima kasih Tuhan untuk teladan hidup dan hadiah indah yang Tuhan anugerahkan lewat kehadiran Sr. Maria bagi kami. Sr. Eva PBHK.

APA DAN SIAPA

SR. MARIA THERESIA SAYUTI PBHKSetiap Hari Menyenangkan Tuhan