uas pma - nim 91 (priwitri sanjiwani)

Upload: priwitri-sanjiwani

Post on 29-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UJIAN AKHIR SEMESTERPENGEMBANGAN METODE ANALISISDEVELOPMENT AND VALIDATION OF A PRECISE METHOD FOR DETERMINATION OF BENZALKONIUM CHLORIDE (BKC) PRESERVATIVE, IN PHARMACEUTICAL FORMULATION OF LATANOPROST EYE DROPS

OLEH :PRIWITRI SANJIWANI1008505091

JURUSAN FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS UDAYANA2013BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTerdapat banyak penyakit yang menginfeksi mata yang diterapi dengan berbagai jenis obat dan sistem penghantarannya, salah satunya adalah melalui obat tetes mata. Obat tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai untuk digunakan pada mata (Depkes RI, 1995). Obat tetes mata latanoprost merupakan tetes mata yang secara komersial berada dalam sediaan optalmik dengan larutan jernih, tidak berwarna, larutan isotonik obat dalam air injeksi steril (Mehta et al, 2010). Latanoprost merupakan analog sintetis dari dinoprost (prostaglandin F2) yang berfungsi untuk mengurangi tekanan intra-okular pada pasien dengan glukoma dan hipertensi ocular (Sweetman, 2009). Umumnya pada sediaan tetes mata ini ditambahkan benzalkonium klorida sebagai bahan pengawet (Mehta et al, 2010). Benzalkonium klorida merupakan bahan pengawet yang umum ditambahkan ke dalam sediaan optalmik. Bahan pengawet pada sediaan tetes mata diusahakan seminimal mungkin. Benzalkonium klorida adalah senyawa ammonium kuartener yang digunakan dalam sediaan farmasi sebagai bahan pengawet yang dalam aplikasinya mirip dengan surfaktan kationik (Sweetman, 2009). Konsentrasi benzalkonium klorida pada sediaan optalmik harus berada pada rentang yang diperbolehkan. Benzalkonium klorida pada konsentrasi tinggi bersifat korneotoksik, dapat mengganggu stabilitas lapisan lipid dan membran epitel kornea mata. Benzalkonium klorida dapat merusak lapisan air mata dan permukaan konjungtiva kornea (Sweetman, 2009). Konsentrasi benzalkonium klorida yang diijinkan pada sediaan optalmik adalah antara 0,01 %b/v hingga 0,02 %b/v (Rowe et al, 2009).Karena tingginya frekuensi penggunaan benzalkonium klorida, maka perlu dilakukan analisis sediaan yang mengandung senyawa ini sebagai langkah control kualitas untuk melindungi konsumen dari bahaya. Dalam penelitian sebelumnya, telah dilakukan analisis latanoprost dan benzalkonium klorida dengan metode HPLC, LC-MS, dan MS-MS. Tetapi, analisis kedua senyawa ini dilakukan secara terpisah, tidak untuk analisis bahan pengawet benzalkonium klorida dalam sediaan farmasi latanoprost. Metode HPLC yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya belum menghasilkan pemisahan yang optimal dengan waktu retensi yang cukup lama (15 menit), bentuk puncak analit yang dihasilkan tidak simetris dan melebar (Xiongfeng et al, 2012). Sehingga, perlu dilakukan pengembangan dan analisis metode yang sederhana, presisi, dan akurat untuk kuantifikasi benzalkonium klorida dalam sediaan tetes mata latanoprost dengan RP-HPLC-UV (Mehta et al, 2010).

1.2 TujuanUntuk mengembangkan dan memvalidasi metode yang sederhana, presisi, dan akurat untuk kuantifikasi benzalkonium klorida (BKC) dalam sediaan farmasi tetes mata latanopros dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan detektor UV untuk kontrol kualitas.

1.3 Uraian Masalah1.3.1 Sampel yang dianalisis merupakan sediaan farmasi yang memungkinkan adanya interferen dari eksepien yang ada dalam formulasi.1.3.2 Penetapan kadar BKC telah dilakukan sebelumnya dengan metode HPLC elusi gradien, tetapi dengan waktu retensi yang cukup lama (15 menit). Sehingga perlu dilakukan pengembangan metode kuantifikasi BKC dalam sediaan tetes mata yang sederhana, presisi, dan akurat.1.3.3 Analisis BKC dengan NP-HPLC tidak menghasilkan pemisahan yang optimal yang diketahui dari bentuk puncak yang ideal dan simetris1.3.4 Belum adanya penelitian sebelumnya yang meneliti BKC dalam sediaan latanoprost.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Benzalkonium Klorida[C6H5.CH2.N(CH3)2.C14H29]ClSinonim:Benzalklor-50; Cetal Conc. A dan B; Empigen BAC; Hyamine 3500; Laudamonium; Morpan BC; Quartamon; Zephiran(Moffat et al, 2005).Alkilbenzildimetilammonium klorida; benzalkonii kloridum; BKC; Hyamine 3500; Pentonium; Zephiran(Rowe et al, 2009).

Gambar 1. Struktur Kimia Benzalkonium Klorida (Mehta et al, 2010)Pemerian:Serbuk berwarna putih atau putih kekuningan, gel kental, atau berupa potongan bergelatin. Dalam larutan air menghasilkan larutan jernih, tidak berwarna, atau berwarna kuning pucat, larutan menyerupai sirup, berbuih jika dikocok (Moffat et al, 2005).Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan, gel kental, atau lempengan bergelatin. Benzalkonium klorida bersifat higroskopis, memiliki bau aromatik, dan rasa yang sangat pahit (Rowe et al, 2009).Kelarutan:Sangat mudah larut dalam air, etanol, dan aseton; praktis tidak larut dalam eter (Moffat et al, 2005).pH:Stabil pada pH 5 8 dalam 10%b/v larutan berair. Aktivitas antimikroba berada pada rentang pH 4 - 10 (Rowe et al, 2009).Koefisien partisi:32,9 (oktanol/air) (Rowe et al, 2009).Titik leleh:40 C (Rowe et al, 2009).Fungsi:Bahan pengawet; antiseptik; desinfektan; agen peningkat kelarutan; wetting agent (Rowe et al, 2009). maksimum:210 nm (Mehta et al, 2010).

Benzalkonium klorida adalah senyawa ammonium kuartener yang digunakan dalam sediaan farmasi sebagai bahan pengawet yang dalam aplikasinya mirip dengan surfaktan kationik. Benzalkonium klorida ditambahkan ke dalam sediaan optalmik selain sebagai bahan antimikroba atau pengawet, juga memiliki efek mengurangi efek berkedip, sehingga dapat meningkatkan waktu kontak sediaan tetes mata dengan organ target (Sweetman, 2009). Pada sediaan optalmik, benzalkonium klorida merupakan bahan pengawet yang paling umum digunakan. Konsentrasi benzalkonium klorida yang diijinkan pada sediaan optalmik adalah antara 0,01 %b/v hingga 0,02 %b/v (Rowe et al, 2009).Benzalkonium klorida pada konsentrasi tinggi bersifat korneotoksik, dapat mengganggu stabilitas lapisan lipid dan membran epitel kornea mata. Benzalkonium klorida dapat merusak lapisan air mata dan permukaan konjungtiva kornea (Sweetman, 2009). Konsentrasi benzalkonium klorida pada sediaan optalmik harus berada pada rentang yang diperbolehkan. Benzalkonium klorida dengan konsentrasi melebihi rentang yang diperbolehkan dapat menyebabkan iritasi mata. Konsentrasi lebih dari 0,03 %b/v yang terpapar pada mata diperlukan penanganan medis segera (Rowe et al, 2009).

2.2LatanoprostC26H40O5Sinonim:Latanaprosti; Latanoprostum; PhXA-41; XA-41. Isopropil (Z)-7-{(1R,2R,3R,5S)-3,5-dihidroksi-2-[(3R)-3-hidroksi-5-fenil-pentil]siklopentil}-5-heptenoat.Bobot Molekul:432,6Koefisien Partisi:4,4 (oktanol/air)(Sweetman, 2009).

Gambar 2. Struktur Kimia Latanoprost (Sweetman, 2009).Latanoprost merupakan analog sintetis dari dinoprost (prostaglandin F2) yang berfungsi untuk mengurangi tekanan intra-okular pada pasien dengan glukoma dan hipertensi ocular. Penurunan tekanan intra-okular ini dimulai sekitar 3 sampai 4 jam setelah penggunaan dan efek maksimal dirasakan setelah 8 sampai 12 jam. Dimana, penurunan tekanan ini berefek hingga minimal selama 24 jam (Sweetman, 2009).

2.3Instrumentasi HPLCKromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) merupakan alat analisis yang penting untuk memisahkan dan mengukur komponen dalam campuran cairan kompleks. Dengan memilih peralatan yang tepat (yaitu kolom dan detektor), metode ini berlaku untuk sampel dengan komponen mulai dari molekul organik dan anorganik kecil serta ion polimer dan protein dengan berat molekul tinggi (Skoog, 1980).Kromatografi cair kinerja tinggi modern merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil sebagai pengganti gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh sifat yang khas diantaranya: Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu, dengan diameter umumnya 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 nm, Laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 2003). Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1-3 mm untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro, Ukuran partikel bahan sorpsi terletak di bawah 50 m, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi, Pelarut elusi dialirkan ke dalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom (Rot and Balschke, 1988).Jika ditinjau dari sistem peralatannya, maka HPLC termasuk kromatografi kolom karena dipakai fase diamnya yang diisikan atau ter packing di dalam kolom. Tetapi bila ditinjau dari proses pemisahannya HPLC dapat digolongkan sebagai kromatografi adsorpsi atau kromatografi partisi. Tergantung pada butiran-butiran adsorban yang ada di dalam kolom, apakah sebagai fase padat yang murni atau disalut dengan cairan (Mulja dan Suharman, 1995). Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya antara lain: Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Mudah melaksanakannya Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis Resolusi yang baik Dapat digunakan bermacam-macam detektor Kolom dapat digunakan kembali Mudah melakukan "sample recovery"(Johnson dan Stevenson, 1978)Analisis BKC tidak dapat dilakukan dengan kromatografi gas karena BKC bukan termasuk golongan senyawa yang bersifat mudah menguap. Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan analisis BKC dengan metode RP-HPLC elusi gradien dan dengan NP-HPLC. Pada elusi gradien (larutan asam format/air/asetonitril-air), pemisahan yang terjadi masih belum optimal, waktu retensi yang dihasilkan relatif lama, yakni selama 15 menit sehingga pemisahan yang terjadi tidak efisien. Selain itu, elusi secara gradien akan menambah biaya analisis.Pada penelitian dengan menggunakan Normal Phase-HPLC puncak yang dihasilkan tidak simetris dan terjadi pelebaran puncak. Hal ini disebabkan karena terjadi interaksi pertukaran ion yang kuat antara analit yang merupakan golongan ammonium kuartener dengan gugus silanol pada fase diam (Xiongfeng et al, 2012).

2.4 Sistem HPLC1. 2. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.1 DetektorDetektor pada HPLC akan memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang diperlukan sehubungan dengan tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan HPLC. Beberapa persyaratan detektor adalah sebagai berikut: Sensitivitas yang sangat tinggi, dengan rentang sensitivitas 10-8 10-15 g solut per detik Kestabilan dan reprodusibiliti yang sangat baik Memberikan respons yang linier terhadap konsentrasi solut (linarut) Dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400 C Tidak dipengaruhi perubahan temperatur dan kecepatan pelarut pengembang Mudah didapat dan mudah pemakaiannya oleh operator Dapat selektif terhadap macam-macam linarut di dalam larutan pengembang Tidak merusak sampel Dapat menghilangkan zone broadening dengan adanya pengaruh minimal internal volume.(Mulja dan Suharman, 1995)Dalam penelitian ini detektor HPLC yang digunakan adalah detektor UV. Sebuah detektor UV spektrofotometer pada HPLC sering dimodifikasi atau dilengkapi dengan aliran sel kecil, yang memonitor konsentrasi (atau massa) dari analit yang terelusi. Detektor yang umum digunakan di laboratorium tercantum dalam Tabel 1 dengan aplikasi dan tingkat sensitivitas masing-masing.Tabel 1. Jenis Detektor dalam HPLC serta AplikasinyaDetektorAplikasiSensitifitas

UV VisSpesifik untuk senyawa yang memiliki kromofor UVNg

Diode ArraySpesifik seperti pada detektor UV Vis dan mampu memberikan spektra UVNg

FluoresensiSpesifik untuk senyawa yang mampu memberikan fluoresensifg-pg

KonduktifitasSpesifik untuk anion dan kation, asam organik, dan surfaktanNg

Spektrometri MassaBersifat universal dan spesifik, dapat mengidentifikasi strukturfg-pg-ng

(Ahuja dan Dong, 2005)Detektor UV Vis mengukur penyerapan dari analit dalam eluen HPLC. Detektor ini banyak digunakan karena kebanyakan obat-obatan memiliki absorbansi di daerah UV Vis. Selain itu detektor ini sensitif, memiliki rentang linier yang luas, dan relatif tidak terpengaruh oleh suhu atau komposisi fase gerak. Sebuah detektor UV Vis terdiri dari sumber lampu deuterium, dan monokromator (kisi bergerak untuk memilih panjang gelombang melalui celah keluar) untuk memfokuskan cahaya melalui aliran sel kecil. Prinsip untuk deteksi absorbansi didasarkan pada hukum Lambert-Beer dimana:Absorbansi (A) = absorptivitas molar () x pathlengths (b) x konsentrasi (c)Kebanyakan pita absorbansi UV berkaitan dengan transisi elektron molekul orbital *, n*, n* di samping senyawa yang memiliki kromofor dan auksokrom (Ahuja dan Dong, 2005).Lebar pita spektra didefinisikan sebagai lebar dalam satuan nm dari daerah panjang gelombang yang terpilih dan terkait dengan lebar celah optik spektrometer. Peningkatan lebar pita dilakukan dengan memperluas lebar celah sehingga meningkatkan sensitivitas deteksi dengan mengabaikan linearitas. Akurasi panjang gelombang merupakan parameter penting untuk kalibrasi instrumen. Linearitas yang lebih luas dan dasar noise yang lebih rendah sangat penting dalam pencapaian batas kuantitasi (LOQ). Desain aliran sel sangat penting untuk meningkatkan sensitivitas karena sinyal berbanding lurus dengan sel pathlengths. Desain aliran sel yang lebih baik seperti aliran sel yang dilengkapi dengan lensa pemfokus sebagai jendela sel sering digunakan untuk mengurangi pergeseran gradien dasar yang berasal dari perubahan indeks bias dalam fase gerak (Ahuja dan Dong, 2005).

2.4.2 Fase Diam RP-HPLCSejauh ini fase gerak atau eluen merupakan alat untuk mengontrol retensi suatu analit dalam RP-HPLC. Variasi dari komposisi eluen, tipe senyawa organik pemodifikasi, pH, dan konsentrasi buffer memberikan kromatogram dengan pengembangan dan pemisahan yang baik (Kazakevich and Lobrutto, 2007).pH dari fase gerak mempengaruhi ionisasi analit sehingga memperjelas hidrofobisitas dan retensi. Kebanyakan analit dalam sediaan farmasi, API (active pharmaceutical ingredient), bahan tambahan, bahan baku, selama pengembangan dapat terionisasi dan retensinya dipengaruhi oleh pH fase gerak. pH dari fase gerak organik-berair adalah berbeda dengan komponen berair itu sendiri (Kazakevich and Lobrutto, 2007).Dasar untuk retensi analit dalam kromatografi fase terbalik adalah interaksi kompetitif komponen analit dan eluen dengan permukaan adsorben. Interaksi yang lebih kuat dari suatu analit dengan permukaan adsorben memiliki waktu retensi yang semakin lama. Selektivitas atau kemampuan sistem kromatografi untuk membedakan antara analit yang berbeda juga tergantung pada perbedaan dalam interaksi analit dengan permukaan adsorben (Kazakevich and Lobrutto, 2007).Dasar fase diam silika banyak diaplikasikan dalam pemisahan reverse phase dalam analisis sediaan farmasi. Dimana permukaan hidrofobik terbentuk dari ikatan kovalen suatu molekul organosilan pada permukaan silika. Perubahan sifat ini melibatkan reaksi dari alkildimetilklorosilan dengan permukaan silanol silika. Oktadesilsilan merupakan fase diam yang dibuat dari perubahan sifat fase diam silika. Kebanyakan fase diam silika pada sistem reverse phase pengaplikasiannya relatif sempit pada rentang pH yang berlaku. Pada pH di bawah 2, ikatan fase terikat silika pada substratnya rentan terjadi pemisahan hidrolitik. Di atas pH 7, substrat silika rentan terhadap disolusi, khususnya dalam fase gerak berair. Selain itu, senyawa dasar mungkin menunjukkan puncak asimetrik di atas pH 3 disebabkan karena interaksi sekunder antara bentuk terionisasi dari solut dan residu silanols yang diperoleh (Kazakevich and Lobrutto, 2007).Kolom berbasis karbon secara kimiawi stabil pada rentang pH 1-14. Fase ini sangat hidrofobik dibandingkan dengan fase alkylsilane dan dengan demikian berguna untuk pemisahan senyawa polar. Namun jenis fase diam ini kadang-kadang bersifat ireversibel dimana mempertahankan zat terlarut yang bersifat hidrofobik.

2.4.3 Fase gerak RP-HPLCFase gerak yang biasa digunakan dalam sistem HPLC fase terbalik adalah campuran eluen hidro-organik. Yang paling umum digunakan modifiers eluen organik sistem fase terbalik meliputi metanol dan asetonitril dan / atau kombinasi dari keduanya. Modifiers fase gerak lain contohnya adalah tetrahidrofuran, IPA, dan DMSO juga digunakan untuk penyesuaian selektivitas yang kecil, namun, tidak umum digunakan karena keterbatasannya tingginya absorbansi UV Konsentrasi modifiers organik dalam eluen fase gerak adalah faktor penting yang dapat mengatur retensi atau daya migrasi analit di sistem RP-HPLC. Pelarut yang sangat murni (HPLC grade) dianjurkan untuk meminimalkan kontaminasi pada fase diam dan ketidak murnian fase gerak.Pertimbangan pemilihan pelarut yang digunakan fase gerak dalam RP-HPLC adalah kecocokan/compatibility kedua pelarut, kelarutan dari sampel pada fase gerak, polaritas, viskositas, stabilitas, dan pH. Pelarut-pelarut fase gerak harus tercampur sempurna dan tidak terdapat endapan ketika dicampurkan. Buffer fosfat dalam konsentrasi tinggi tidak dapat digunakan jika dicampurkan dengan asetonitril karena dapat menimbulkan endapan yang dapat merusak pompa dan menyumbat kolom fase diam. Sampel yang akan dianalisis juga harus terlarut sempurna dalam fase gerak guna menghindari tebentuknya endapan di dalam kolom.Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fase gerak dalam HPLC adalah UV-cutoff. Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam RP-HPLC termasuk UV-cutoff dapat dilihat dalam tabel berikut:Tabel 2. UV-cutoff beberapa pelarut fase gerakPelarutUV cutoff

Acetonitrile190

Methanol205

Ethanol205

Ethyl acetate256

Asetonitril memiliki UV-cutoff yang sangat rendah (< 190 nm) dan menjadi salah satu hal yang menyebabkan banyaknya penggunaan pelarut ini sebagai fase gerak pada RP-HPLC. Viskositas juga memberi pengaruh penting dalam tekanan yang dioperasikan dalam kolom HPLC (pressure drop). Viskositas tidak memiliki pengaruh linier dan hanya bergantung pada jenis dan konsentrasi dari pelarut organik yang digunakan pada suhu tertentu. Pelarut organik seperti metanol dan isopropanol yang memiliki viskositas tinggi dapat mengurangi tingkat difusi, menghasilkan puncak yang lebih luas maupun menimbulkan tekanan yang besar pada kolom.Pemisahan pada HPLC dihasilkan dari interaksi kompetitif analit pada fase gerak dan fase diamnya. Dari penjelasan tersebut didapatkan pengertian penting bahwa semakin kuat interaksi fase gerak pada fase diam, maka memiliki pemisahan analit yang rendah, yang banyak diistilahkan dengan kekuatan eluen/eluent strength. Dalam pengembangan dari pemisahan dengan RP-HPLC, bagian organik dari fase gerak dianggap manjadi pelarut terkuat. Peningkatan bagian dari fase pelarut organik akan meningkatkan kekuatan eluen dan memungkinkan elusi dari senyawa campuran, menghasilkan faktor retensi analit yang lebih kecil.Kebanyakan dari sediaan farmasi mengandung komponen yang dapat terionisasi seperti amino, piridinal, atau grup karboksil. pH dari fase gerak dan komposisinya akan memegang peranan utama dalam pemisahan dari RP-HPLC dari sediaan farmasi untuk mencapai pemisahan optimal. pH fase gerak memiliki pengaruh penting pada retensi dari senyawa protolitik dan sebagai control dalam pemisahan RP-HPLC. Suatu dapar direkomendasikan untuk mengontrol stabilitas pH dari fase gerak. Secara umum disarankan untuk menambahkan modifiers asam/garam buffers dengan konsentrasi yang sama dalam fase air pada fase organik.Sebuah aturan penting dalam menilai retensi suatu analit dari RP-HPLC adalah pada komponen hidrofob dalam fase gerak, semakin nonpolar maka semakin tertahan pada fase diam. Dengan mengacu pada hal ini, salah satu hal yang dapat disimpulkan adalah banyak komponen senyawa organik terionisasi akan memiliki waktu retensi yang lebih lama dalam bentuk netral dibandingkan bentuk terionkan. Ionisasi suatu analit adalah proses yang tergantung dari pH secara independen, sehingga efek signifikan dari pH suatu fase gerak pada pemisahan RP-HPLC yang memisahkan campuran kompleks sampel yang mengandung komponen asam atau basa dapat diketahui.Ionisasi suatu senyawa secara umum adalah sebagai berikut:HA A- + H+untuk senyawa asamB + H2O BH+ + OH- untuk senyawa basaBentuk netral dan terionkan dari suatu analit memiliki perbedaan mencolok yang dapat dilihat pada sifat kepolarannya dan juga menentukan daya migrasi melewti kolom dengan perbedaan kecepatan migrasi. Kesetimbangan kinetic dari persamaan ionic suatu analit telah ditemukan efeknya pada bentuk puncak yang dihasilkan. Jika kinetic ionisasi berjalan lambat, bentuk ion akan bergerak secara lebih cepat karena terlarut dalam fase gerak dibandingkan bentuk netralnya.Kinetik dari persamaan ionik juga dipengaruhi pada pelarutan analit. Pelarutan analit yang lebih baik, akan menyebabkan kesetaraan kinetic protonasi dan deprotonasi akan berjalan lambat. Pelarutan ini dapat dipengaruhi oleh kekuatan ionik pada eluen. Peningkatan kekuatan ionic pada eluen biasanya dapat meningkatkan ketajaman puncak analit jika pH fase gerak mendekati pKa analit tersebut.Karena pKa analit merupakan suatu konstanta spesifik dari suatu analit yang tetap, maka dapat disimpulkan jumlah bentuk terionkan dan bentuk netral akan bergantung dari pH fase gerak. Lebih dari itu, jika nilai pH fase gerak adalah sekurang-kurangnya 2 unit dari komponen pKa suatu analit, lebih dari 99% dari analit tersebut akan berada dalam bentuk terionkan atau netral. Sedangkan jika nilai pH fase gerak adalah sekurang-kurangnya 1 unit dari komponen pKa suatu analit, maka 90% analit akan berada dalam bentuk terionkan atau netral (Kazakevich and Lobrutto, 2007).Fase gerak dalam optimasi penelitian ini adalah dapar fosfat pH 5,5-asetonitril (40:60 v/v).

2.5Validasi MetodeValidasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Dalam suatu metode analisis, beberapa parameter yang harus dipertimbangkan antara lain:2.5.1Kecermatan (accuracy)Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan hasil analisis dipengaruhi oleh sebaran galat sistematik dalam keseluruhan tahap analisis. Untuk memperoleh kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik seperti dengan menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, serta pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi (spiked placebo recovery), sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) kemudian campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Sedangkan dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit uji ditambahkan ke dalam sampel lalu dianalisis kembali. Selisih kedua hasil kemudian dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004).Kecermatan dalam analisis dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat dengan cara membuat sampel plasebo yang mengandung eksipien obat atau matriks biologi yang digunakan, kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (umumnya 80% - 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui maka dapat dipakai metode adisi (standard addition method). Perhitungan perolehan kebali dapat ditetapkan dengan rumus :

% Perolehan Kembali = Keterangan :CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuranCA = Konsentrasi sampel sebenarnyaC*A = Konsentrasi analit yang ditambahkan(Harmita, 2004).

Rentang kesalahan yang diinjinkan dalam analisis untuk setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat sebagai berikut:Tabel 3. Rentang Kesalahan Perolehan Kembali yang Diijinkan

(Harmita, 2004).

2.5.2Keseksamaan (precision)Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil uji individual dari rata-rata jika prosedur dilakukan secara berulang pada sampel-sampel yang akan dianalisis (Harmita, 2004).Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek, sedangkan ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda misalnya analisis yang dilakukan pada laboratorium yang berbeda serta menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan dikerjakan oleh analis yang berbeda pula (Harmita, 2004).Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap minimal enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan hasil analisis. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dan kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004).

KV = (Harmita, 2004).Akan tetapi kriteria ini tidak mutlak, melainkan tergantung pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004).

Tabel 4. Rentang kepercayaan yang diberikan dari penetapan RSD

(Harmita, 2004).

2.5.3Selektivitas (Spesifisitas)Selektivitas atau spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode dalam mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tersebut. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).

2.5.4Ketangguhan Metode (ruggedness)Ketangguhan metode merupakan derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan sebagainya. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis suatu sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan (Harmita, 2004).

2.5.5Kekuatan (robustness)Validasi kekuatan suatu metode dapat dilakukan dengan cara membuat perubahan terus menerus serta mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).

2.6Solusi Masalah2.6.1Dipertimbangkan untuk dilakukan pemisahan antara analit yang diinginkan dengan interferen yang ada dengan dilakukan ekstraksi. Tetapi karena dilakukan analisis dengan RP-HPLC dimana pemisahan terjadi secara in situ di dalam kolom yang digunakan, maka tidak perlu dilakukan ekstraksi. Tidak adanya interferensi dari eksipien dapat diketahui dari nilai persen perolehan kembali yang dihasilkan, dimana apabila nilai persen perolehan kembali lebih besar dari 80%, maka tidak terdapat interferen yang mengganggu analisis.2.6.2Dilakukan pengembangan metode kuantifikasi BKC dengan mengubah komposisi fase gerak yang digunakan hingga diperoleh pemisahan yang optimum.2.6.3Dilakukan pengembangan metode kuantifikasi BKC dengan RP-HPLC dengan menggunakan kolom Water Spherisorb CN (4,6 mm x 250 mm) dengan ukuran partikel 5 m.2.6.4Dilakukan pengembangan metode kuantifikasi BKC dalam sediaan tetes mata latanoprost yang bertujuan untuk perlindungan konsumen.

BAB IIIMETODE

3.1Rancangan MetodePada penelitian ini metode analisis yang digunakan dalam menganalisis benzalkonium klorida adalah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan detektor UV-Visibel. Dimana, pemisahan akan terjadi secara in situ di dalam kolom HPLC yang digunakan yang selanjutnya komponen-komponen yang telah terpisah akan dideteksi oleh detektor UV-Visibel.Pada penelitian ini dilakukan pengembangan metode dengan memvariasikan faktor-faktor berikut: jumlah asetonitril dan dapar fosfat sebagai fase gerak yang digunakan, variasi kolom, suhu kolom, dan pH dapar. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan kolom RP-HPLC Water Spherisorb (4,6 mm x 250 mm) dengan ukuran partikel 5 m dan fase gerak dapar fosfat pH 5,5 dan asetonitril (40:60 v/v). Fase gerak yang digunakan sebelumnya telah difiltrasi dan didegassing pada kondisi vakum sesaat sebelum digunakan. Laju alir diatur dengan kecepatan 1 ml/menit dengan menjaga suhu kolom tetap pada kisaran 30C. Deteksi dan kuantifikasi dilakukan pada panjang gelombang 210 nm dengan menginjeksikan larutan sampel dan larutan standar dengan menggunakan ASI-100 autosampler injector. Validasi metode yang dilakukan adalah spesifisitas, presisi, stabilitas larutan analit, linieritas, akurasi, dan robustness.

3.2Alat dan BahanAlat: Seperangkat alat HPLC dengan kolom Water Spherisorb CN (4,6 mm x 250 mm) dengan ukuran partikel 5 m reversed phase dan detektor UV Alat ultrasonik pH-meter Beaker glass Erlenmeyer Labu ukur Pipet ukur Pipet tetes Ball filler Syringe Batang pengaduk Botol vial Membran filter nitroselulosa 0,45 m

Bahan:-Serbuk baku benzalkonium klorida-Serbuk baku latanoprost-Trietilamin (Analytical Grade)-Kalium dihidrogen orto-fosfat (Analytical Grade)-Asam orto-fosfat (Analytical Grade)-Asetonitril (HPLC Grade)-Aquades (HPLC Grade)3.3Pelaksanaan Metode3.3.1Preparasi DaparDilarutkan sebanyak 2,72 g kalium dihidrogen orto-fosfat dalam 1000 ml aquades. Ditambahkan 1 ml trietilamin dan dilakukan penyesuaian pH hingga diperoleh pH 5,5 dengan menggunakan asam orto-fosfat.3.3.2Preparasi Larutan Stok Benzalkonium KloridaDilarutkan 25 mg serbuk baku benzalkonium klorida dalam 30 ml aquades. Dilakukan sonikasi hingga serbuk larut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda batas, dikocok hingga homogen. Larutan dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Ditambahkan aquades hingga tanda batas, dikocok hingga homogen (diperoleh larutan dengan konsentrasi 5 g/ml). Kesesuaian dari sistem pemisahan yang digunakan dan stabilitas larutan diuji dengan menginjeksikan larutan ini.3.3.3Preparasi Larutan SampelSebanyak 5 ml larutan optalmik yang mengandung 0,01 %b/v benzalkonium klorida dan 0,005 %b/v latanoprost digunakan sebagai larutan sampel yang akan diuji dan dikuantifikasi.3.3.4Pembuatan Larutan Spiked-Placebo dengan APISebanyak 25 mg benzalkonium klorida dilarutkan dalam 30 ml aquades. Kemudian disonikasi hingga larut. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Ditambahkan aquades hingga tanda batas, dikocok hingga homogen. Selanjutnya, 2 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan larutan plasebo hingga tanda batas, dikocok hingga homogen.3.3.5Prosedur Analisis Benzalkonium KloridaPemisahan secara kromatografi dilakukan dengan kolom RP-HPLC Water Spherisorb (4,6 mm x 250 mm) dengan ukuran partikel 5 m dan fase gerak dapar fosfat pH 5,5 dan asetonitril (40:60 v/v). Fase gerak yang digunakan sebelumnya telah difiltrasi dengan menggunakan membran filter nitroselulosa 0,45 m dan didegassing pada kondisi vakum sesaat sebelum digunakan. Laju alir diatur dengan kecepatan 1 ml/menit dengan menjaga suhu kolom tetap pada kisaran 30C. Deteksi dan kuantifikasi dilakukan pada panjang gelombang 210 nm dengan menginjeksikan 10 L larutan sampel dan larutan standar dengan menggunakan ASI-100 autosampler injector.3.3.6Validasi Metodea. SpesifisitasSpesifisitas metode dilakukan dengan mempersiapkan larutan-larutan sebagai berikut: Fase gerak Larutan standar Larutan plasebo (dibuat 3 kali pengulangan) Larutan spiked-placebo dengan API (Active Pharmaceutical Ingredients) pada konsentrasi target Larutan sampelMasing-masing larutan di atas diinjeksikan ke dalam alat HPLC. Dari kromatogram yang dihasilkan diobservasi interferen pada fase gerak dan puncak analit pada larutan plasebo. Kemurnian puncak analit diukur dari larutan plasebo yang mengandung API dan larutan sampel.b.PresisiPresisi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Presisi Instrumental (Kesesuaian Sistem)Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian sistem HPLC yang digunakan sebelum dilaklukan analisis sampel yang sebenarnya. Dilakukan analisis dengan menggunakan larutan standar benzalkonium klorida yang dilakukan 5 kali replikasi. Diamati respon puncak analit yang dihasilkan. Presisi ini dinyatakan dalam %RSD. Parameter lain, seperti tailing factor dan efisiensi kolom berdasarkan jumlah plat teoritis dari puncak analit diobservasi. Presisi MetodePengujian ini dilakukan untuk membuktikan keterulangan hasil uji yang dilakukan dengan metode kuantitatif ini. Dilakukan analisis dengan menggunakan larutan standar benzalkonium klorida yang dilakukan 6 kali replikasi. Diamati respon puncak analit yang dihasilkan. Presisi ini dinyatakan dalam %RSD. Presisi dapat dikatakan baik jika nilai %RSD yang diperoleh kurang dari atau sama dengan 1,5% untuk daerah puncak utama pada masing-masing dari 6 kali analisis yang dilakukan. Presisi IntermediatStudi ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan efek yang diakibatkan dari kejadian acak yang dapat terjadi pada metode analisis. Presisi ini dievaluasi dengan menganalisa sampel yang sama dengan personil yang berbeda dalam 2 hari yang berbeda, dengan kolom dan sistem HPLC yang berbeda.c.LinieritasLinieritas memverifikasi dan menyatakan bahwa suatu larutan sampel berada pada rentang konsentrasi respon analit, yang secara leinear proporsonal dengan konsentras analit. Dibuat 5 larutan seri dari larutan standar benzalkonium klorida dengan konsentrasi masing-masing 50, 75, 100, 125, dan 150 g/ml dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi larutan seri. Dibuat kurva kalibrasi dan dilakukan studi statistic.d.AkurasiDibuat larutan benzalkonium klorida dengan variasi konsentrasi 50, 100, dan 150 % dari konsentrasi analit sebenarnya, larutan kemudian diukur pada kondisi yang sama dengan pengukuran sampel.e. RobustnessValidasi ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: Perubahan suhu 5 C Perubahan panjang gelombang detektor 2 nm Perubahan laju alir fase gerak 10% Perubahan rasio pelarut organik 5% Perubahan pH larutan dapar 0,2 unitf.Stabilitas larutan analitTujuan dilakukannya studi ini adalah untuk menjamin stabilitas dari suatu larutan selama proses analisis, pada suhu 25C. Larutan standard an larutan sampel diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi, dan dicatat kromatogram yang terbentuk pada interval waktu hingga 35 jam. Hasil dinyatakan dapat diterima jika deviasi yang dihasilkan kurang dari 2% dari hasil awal. Respon puncak utama dicatat dan dievaluasi.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode analisis benzalkonium klorida dalam sediaan tetes mata latanoprost dengan metode RP-HPLC agar diperoleh metode yang sederhana, presisi, dan akurat dalam kuantifikasi benzalkonium klorida. Penelitian mengenai kuantifikasi benzalkonium klorida maupun latanoprost sebelumnya telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tersebut tidak meneliti mengenai konsentrasi benzalkonium klorida dalam sediaan farmasi tetes mata latanoprost. Pada penelitian sebelumnya dilakukan penelitian secara terpisah, sehingga perlu dilakukan pengembangan metode analisis untuk mengkuantifikasi benzalkonium klorida. Selain itu metode HPLC ini juga dipilih karena metode HPLC memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode lainnya dalam analisis benzalkonium klorida, yaitu : cepat, resolusi tinggi, sensitivitas detektor, kolom yang dapat digunakan kembali, ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik dan mudah rekoveri sampel (Johnson dan Stevenson, 1991).Prinsip dari metode ini pada umumnya sama dengan metode kromatografi, yaitu didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi solut yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut terhadap fase gerak dan fase diam. Instrumen HPLC memiliki 2 jenis kolom berdasarkan jenis fase gerak dan fase diam yang digunakan, yaitu kolom normal phase dan kolom reversed phase. Dalam penelitian ini digunakan instrumen HPLC dengan jenis kolom reverse phase. Kolom reverse phase merupakan kolom yang fase diamnya bersifat nonpolar sedangkan fase geraknya bersifat polar, kebalikan dari fase normal. Fase diam nonpolar yang paling banyak digunakan adalah jenis C18, C8, dan C2 (Mulja dan Suharman, 1995).Metode yang dipilih adalah metode reverse phase karena senyawa yang dianalisis dalam hal ini benzalkonium klorida memiliki sifat yang non polar (log P = 32,9 (C14)), sehingga senyawa ini dapat terpisah dengan baik di dalam kolom dari pengotor-pengotor yang terdapat di dalam matriks obat tetes mata. Sehingga pemisahan berjalan lebih optimal. Selain itu, kolom reverse phase memiliki gugus oktadesil silika (ODS atau C18) yang mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).Fase gerak yang digunakan pada analisis ini adalah kombinasi dapar fosfat pH 5,5 dengan asetonitril (40:60 v/v). Penggunaan fase gerak ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemisahan analit, karena fase gerak yang merupakan campuran dari beberapa larutan ini memiliki sifat yang cenderung polar. Dengan menggunakan fase gerak yang cenderung polar dan fase diam yang non polar maka senyawa benzalkonium klorida yang bersifat nonpolar akan lebih cenderung tertambat pada fase diam. Sedangkan, zat-zat pengotor yang bersifat polar akan terelusi terbawa fase gerak. Penggunaan buffer fosfat pH 5,5 ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dari benzalkonium klorida ini, karena senyawa ini stabil pada rentang pH 5-8. Hal ini untuk menjamin bahwa senyawa yang dianalisis adalah benar benzalkonium klorida, bukan senyawa degradasinya.Dilakukan pengujian kesesuaian sistem pemisahan dengan menggunakan larutan standar, diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 3. Kromatogram Pengujian Kesesuaian SistemBerdasarkan kromatogram di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem pemisahan yang digunakan dengan RP-HPLC dengan fase gerak dapar fosfat pH 5,5-asetonitril (40:60 v/v) telah mampu memisahkan dan mendeteksi benzalkonium klorida dari matriksnya.Pada penelitian ini dilakukan pengembangan metode dengan memvariasikan faktor-faktor berikut: jumlah asetonitril dan dapar fosfat sebagai fase gerak yang digunakan, variasi kolom, suhu kolom, dan pH dapar. Penggunaan fase gerak dapar fosfat pH 5,5-asetonitril (40:60 v/v) diketahui mampu menghasilkan puncak yang baik serta waktu analisis yang lebih pendek.Selanjutnya dilakukan validasi metode. Spesifitas ditentukan untuk mengetahui kemampuan suatu metode untuk mengukur secara akurat dan spesifik suatu analit tertentu tanpa interferensi dari API, diluen, fase gerak, maupun plasebo. Berdasarkan observasi yang dilakukan, kromatogram BKC yang dihasilkan telah spesifik, dengan bentuk puncak yang tidak terganggu oleh interferen.Presisi yang dilakukan pertama-tama adalah presisi instrumental. Berikut merupakan hasil dari penetapan instrumental:Tabel 5. Data Presisi Instrumental

Selanjutnya, dilakukan validasi presisi metode yang diperoleh sebesar 0,1 %, dimana batas ambang nilai %RSD yang dapat diterima adalah tidak boleh lebih dari 2% (Harmita, 2004).

Tabel 6. Data Presisi Metode BKC

Selanjutnya, dilakukan pengujian presisi intermediate (kekuatan). Suatu metode dapat dikatakan tangguh bila perbedaan persentase hasil pengujian antara kondisi normal dengan kondisi yang diubah tidak lebih dari 2%. Dari pengembangan metode yang dilakukan diperoleh hasil %RSD sebesar 0,8% dengan perbedaan antara kedua kondisi sebesar 0,6%, sehingga metode ini dapat dikatakan tangguh.Linieritas ditunjukkan dengan persamaan regresi linier yang diperoleh dari larutan standar. Kurva kalibrasi diperoleh denga memplot puncak BKC, AUC dengan konsentrasi larutan standar. Linieritas dapat diterima jika koefisien korelasi kurva tidak kurang dari 0,990 dan bias intersep Y tidak lebih dari 2%. Hasil dari pengembangan metode yang dilakukan menunjukkan linieritas yang baik (dapat diterima). Tabel 7. Data Studi Linieritas

Berikut adalah kurva kalibrasi yang diperoleh:

Gambar 4. Kurva Linieritas BKCAkurasi diukur dari persen perolehan kembali senyawa obat yang dianalisis. Pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam sampel terdapat interferen yang dapat mengganggu analisis analit yang diinginkan. Untuk pengujian ini dibuat larutan dengan konsentrasi 50, 100, dan 150 ppm. Diperoleh rentang persen perolehan kembali antara 98,5% hingga 102% dari jumlah sampel yang diinjeksikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa metode ini sesuai digunakan untuk penetapan senyawa BKC secara akurat. Karena rentang persen perolehan kembali yang baik mulai 98% hingga 102%. Persen perolehan kembali yang bernilai lebih besar dari 80% juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interferen dalam matriks yang dapat mengganggu analisis.Tabel 8. Data Akurasi BKC

Validasi ketangguhan dilakukan dengan perubahan-perubahan parameter, misalnya panjang gelombang deteksi, temperatur kolom, pH fase gerak, perubahan rasio pelarut organik. Selain itu, dilakukan obsservasi parameter kesesuaian sistem seperti jumlah plat teoritis, adanya tailing, dan %RSD. Semua parameter ini berada pada standar yang sesuai, sehingga pengembangan metode analisis ini dapat disimpulkan telah menghasilkan metode yang optimal. Dimana metode analisis yang dilakukan menghasilkan waktu retensi pada kisaran 8 menit.

BAB VKESIMPULAN

5.1Kesimpulan5.1.1Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis BKC dalam sediaan tetes mata latanoprost dengan metode yang dapat menghasilkan hasil analisis yang sederhana, akurat dan presisi sehingga nantinya metode tersebut dapat diaplikasikan untuk pengendalian mutu sediaan (quality control).5.1.2Metode RP-HPLC ini telah menghasilkan hasil yang optimal.5.1.3Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil akurasi yang berada pada rentang 98,2% hingga 102%, nilai presisi yang memenuhi standar (kurang dari 2%).5.1.4 Dari validasi metode yang telah dilakukan, metode HPLC dengan sistem reverse phase ini merupakan metode yang sesuai untuk analisis BKC dengan tujuan pengendalian mutu sediaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S. and M. W. Dong. 2005. Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC. Volume 6. New York : Elsevier Academic Press.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3: 117 135.Johnson,E.L.dan Stevenson,R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB.Kazakevich, Yuri, dan Rosario Lobrutto. 2007. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey: Wiley-Interscience John Wiley & Sons Inc. Publications.Mehta, J., K. Patidar., and N. Vyas. 2010. Development And Validation Of A Precise Method For Determination Of Benzalkonium Chloride (Bkc) Preservative, In Pharmaceutical Formulation Of Latanoprost Eye Drops. E-Journal of Chemistry 7 (1), 11-20.Moffat, A. C., M. D. Osselton, dan B. Widdop. 2005. Clarke`s Analysis of Drugs and Poisons. 3rd editions. London: The Pharmaceutical Press.Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.Rowe, R.C., P.J. Sheskey., and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th edition. London: Pharmaceutical Press.Skoog, D. A. and D. M. West. 1980. Principles of Instrumental Analysis. 2nd Edition. Philadelphia : Saunders College.Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. 36th edition. London: Pharmaceutical Press.Xiongfeng, H., X. Qun., and J. Rohrer. 2012. Rapid Determination of Benzalkonium Chloride in a Cosmetic. Thermo Scientific.