transplantasi organ tubuh manusia untuk …repository.uinjambi.ac.id/1985/1/skripsi zhafir aiman bin...
TRANSCRIPT
-
i
TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK KEPENTINGAN
MEDIS MENURUT PERSPEKTIF ISLAM (STUDI PERBANDINGAN
ANALISIS METODE ISTINBAT DARI PENDAPAT SYAIKH ABDUL
QADIM ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF AL-QARDAWI).
Skripsi
Oleh:
ZHAFIR AIMAN BIN ABDUL HALIM
SPM 103170037
PEMBIMBING:
Dr. A.A. Miftah,M.Ag
Drs. M.Hasbi Ash-Shiddieqi, M.Ag
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
MOTTO
ًُ ٱۡىُعۡۡسَ ًُ ٱۡىيُۡۡسَ َوََل يُرِيُد ةُِك ُ ةُِك يُرِيُد ٱَّلله
Artinya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu”1
1 Al-Baqarah: 185.
vii
-
viii
PERSEMBAHAN
نِِِٱّلَلِِِبِۡسمِِ ٱنَرِحيمِِِٱنَرۡحم َٰ
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT ata kasih saying dan karunia-Nya
yang telah memberikanku kekuatan serta membekaliku dengan ilmu pengetahuan
sehingga diberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam
selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW semoga kelak kita
mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin.
Teristimewa kupersembahkan karya kecil ini kepada cahaya hidup yang sangat
kusayangi Ibunda (Roslina) dan Ayahda ( Abdul Halim) tercinta, terkasih, dan
yang tersayang sebagai tanda bakti, hormat dan terima kasih yang setulusnya.
Tiada kata yang bisa menggantikan segala sayang usaha doa semangat dan materi
yang telah diberikan untuk penyelesaian tugas akhir ini dibangku kuliah. Semoga
ini menjadi awal untuk membuat Ibunda bahagia.
Seluruh sahabatku yang tercinta, yang berada dijambi Zaid Ikram, Zul ammar,
arif nabil, aizat hasbullah. Terima kasih atas doa cinta kasih sayang dan bantuan
kalian semua selama ini. Terima kasih untuk doa, nasehat, hiburan, kerjasama,
ide, traktiran, tebengan dan semangat yang kalian berikan selama ini. Sukses
untuk kita semua Aamiin..
viii
-
ix
ABSTRAK
Transplantasi organ adalah salah satu metode penyembuhan penyakit yang lahir
dari kemajuan teknologi dalam dunia kedokteran. Namun, dibalik tujuan mulia
pelaksanaannya yaitu mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
pasien, transplantasi ini mengundang pemikiran, diskusi dan perdebatan terutama
dari segi hukum dan agama. Hal tersebut menjadi alasan penulis untuk meneliti
dengan tema transplantasi organ tubuh manusia. Adapun masalah dalam
penelitian ini yaitu transplantasi dalam perspektif hukum kesehatan dan
transplantasi dalam perspektif hukum islam. Penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yaitu yuridis. Pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder yaitu pustaka. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka yang berdasarkan buku yang digunakan oleh dua
pendapat. Pengolahan data dilakukan dengan tahap pemeriksaan data, klasifikasi
data, penandaan data dan sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara
kualitatif. Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa transplantasi
organ tubuh manusia menurut dua pendapat yaitu syaikh Abdul Qadim Zallum
dan Syaikh Yusof Qaradhawi bisa diambil dari orang yang masih hidup atau
orang yang dinyatakan mati dengan memenuhi syarat medis dan administratif
yang wajib dipenuhi oleh calon pendonor yang akan melaksanakan transplantasi
organ. Pelaksanaan transplantasi organ tubuh manusia dalam Hukum Islam
diperbolehkan asalkan perbandingan kemaslahatan yang ditimbulkan lebih besar
daripada kerusakan karena pelaksanaan transplantasi organ. Pendapat yang
bertentangan dari pendapat Abdul Qadim Zallum yang mengharamkanya dengan
sebab bisa membunuh seseorang dan memburukkan sesorang itu.
Kata Kunci: Transplantasi, Organ, Hukum Menerima, Hukum Menolak
ix
-
x
KATA PENGANTAR
ِحْينِ بِْسِن ْحَمِن الرَّ ّللّاِ الرَّ
السَّالَُم َعلَْيُكْن َوَرْحَمةُ هللاِ َوبََرَكاتُهُ
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai.
Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi
nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan
Medis Menurut Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode
Istinbat Dari Pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-
Qardawi)”.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian ilmu hukum tentang undang-undang. Juga memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam
Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan
lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan.
Dan berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat
juga diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima
kasih kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung
maupun secara tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ari, MA., Ph.D Rektor UIN STS Jambi,
Indonesia.
2. Bapak Dr. A.A. Miftah, Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
x
-
xi
xi
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR....….…………………….…ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………....……..…………………….…...iii
NOTA DINAS ……………………………………………………….…………..iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………………………….v
SURAT PENYATAAN………………………………………………………......vi
MOTTO…………………………………...………………….....……………….vii
PERSEMBAHAN…………...…………………………………………………..viii
ABSTRAK……………..………………………………………............................ix
KATA PENGANTAR………………………………………………….…..…….x
DAFTAR ISI……………………………………………………..………...…….xii
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………..xv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………..………………………….4
D. Batasan Masalah ……………………………………………………………5
E. Kerangka Teori……………………………………………………………...6
F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...14
G. Metode Pernelitian…………………………………………………………16
H. Sistematika Penulisan……………………………………………………...19
BAB II :BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG.
A. Biografi Syaikh Abdul Qadim Zallum…………………...........................21
1. Riwayat Hidup Abdul Qadim Zalim………………………………….21
2. Pendidikan Dan Aktivitas Abdul Qadim Zallum……………………..23
3. Karya-Karya Abdul Qadim Zallum…………………………………..29
xii
-
xiii
B. Biografi Syaikh Yusof Al-Qardawi……….…….….................................31
1. Riwayat hidup Yusuf Qardawi………………………………………..31
2. Pendidikan Dan Aktivitas Yusuf Qardhawi…………………………..33
3. Karya-karya Yusuf Qardhawi…………………………………………36
BAB III :IJTIHAD TRANSPLANTASI ORGAN SYAIKH ABDUL QADIM
ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF QARADHAWI.
A. Ijtihad Syaikh Abdul Qadim Zallum………………....…………….....38
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup….........38
2. Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor
Hidup………………………………………………………..39
3. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal…41
4. Keadaan Darurat………………………………………….....45
5. Dasar Metode Menurut Abdul Qadim Zallum………..…..…50
B. Ijtihad Syaikh Yusuf Qaradhawi…………..……………………........51
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.............51
2. Mewasiatkan Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia……...54
3. Dasar Metode Menurut Yusuf Qaradhawi…….…………….57
BAB IV : TARJIH IJTIHAD TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH
A. Kekuatan dan kedudukan dalil ..…………………………………...…59
B. Analisis diantara dua pendapat dalam konteks zaman sekarang .........64
BAB V : PENUTUP
A. .Kesimpulan………………………...………………………................68
B. Saran-Saran …………………...…………………………...................68
C. KataPenutup…………………………………...……….......................69
DAFTAR PUSTAKA……………………………...................................................
LAMPIRAN………………………………..............................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………….......................................................
xiii
-
xiv
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA
SAIFUDDIN.
SWT : Subhanahuwata‟ Ala.
SAW : Sallallahu‟alaihiwasallam.
RA. : Radiallahu”An.
NO : Nomor.
Q.H : Al-Quran dan Hadis
Cet. : cetakan.
Hlm. : Halaman
xiv
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah menimbulkan
perubahan besar dalam kehidupan sosial, terutama dalam hal penanganan
berbagai penyakit yang pada asalnya sulit diobati atau ditanggulangi. Dengan
adanya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, telah dilakukan berbagai
terobosan dalam bidang pengobatan dan hasilnya semakin memberikan
kepuasan konsumen salah satunya transplantasi organ. Tranplantasi organ
merupakan pencangkokan atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu bagian ke bagian yang lain pada
tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang
rusak atau tidak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup
maupun telah meninggal.2
Dalam Islam, perbahasan mengenai transplantasi organ tidak
mempunyai pokok khusus dalam sumber utama hukum iaitu al-Quran dan al-
Sunnah. Ini karena pemindahan dan pemberian organ merupakan
perkembangan teknologi dalam ilmu perubatan yang bermula sekitar abad ke-
2 Abdullah Fahim b Ab Rahman, “Peranan Pegawai-pegawai Agama Dalam Rawatan Pemindahan Organ”, dalam Dr Ismail Ibrahim(ed.), Islam dan Pemindahan Organ.,( Kuala
Lumpur: Institut Kemajuan Islam Malaysia, 1998).
-
2
20. Maka dengan itu perkara ini telah menjadi perbahasan para ulama Islam
semenjak tahun 1950-an. 3
Secara umum transplantasi organ yang dikaitkan dalam sumber hukum
Islam untuk segala urusan itu berdasarkan konteks yang diambil dari maslahah
mursalah yaitu setiap mendatangkan kebaikan atau yang membawa
kemanfaatan dan menolak kerusakan. Sumber asal dari metode transplantasi
organ yang diambil dari Al-Qur‟an pada ayat berikut:
ا َٓ يَُّأ ا ِِف ٱنلهاُس َيَٰٓ ٍَ ِ ّ ًۡ وَِشَفآءٞ ل ّبُِك َِ ره ٌّ ِٔۡعَظثٞ ٌه كَۡد َجآَءحُۡكً
ُدورِ ٌِِنَِي ٱلصُّ ۡؤ ٍُ ٗدى َورَۡۡحَثٞ ّىِۡي ُْ ٥٧َو
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman4
Berdasarkan ayat diatas ramai para ulama kotemporer menganggap bahwa
dalil tersebut merupakan dalil bagi mengharuskan transplantasi organ.
Walaupun begitu, terdapat khilaf atau perbedaan pendapat dalam perkara ini.
Menurut pendapat Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontemporari dari
Mesir, di dalam kitabnya berjudul fatwa kotemporer masa kini menjelaskan
bahwa hukum tranlantasi organ adalah harus bagi seseorang yang berada dalam
3 Bahagian Fatwa, Jabatan Mufti Negeri Perlis. (2011). Derma organ: Satu kebajikan.
Kertas kerja dibentangkan semasa Seminar Pendidikan Fatwa Isu Pendermaan Organ anjuran
Jabatan Mufti Negeri Perlis dengan kerjasama Jabatan Kesihatan Negeri Perlis pada 20 Jun 2011 4 Yunus: 57
-
3
situasi darurat. 5
Beliau banyak juga karang kitab fiqih dan fatwa-fatwa yang
masa kini yang bisa dirujuk untuk digunakan.
Namun begitu, terdapat perbedaan pendapat dari ulama kotemporer
yang lain, Syaikh Abdul Qadim Zallum ulama yang tertua lahir di palestina
yang telah mengarang kitabnya problem kotemporer dalam pandangan islam
menjelaskan larangan melakukan transplanstasi organ karena ia bisa membawa
kemudharatan.6
Antara karyanya yang merupakan pendapat berbeda dengan ulama‟ lain
tapi beliau banyak mengarang kitab berkenaan pemerintahan dan mempunyai
beberapa karangan kitab berkaitan fiqh untuk dirujuk. Beliau merupakan
ulama‟ yang telah wafat lebih awal yaitu pada tahun 2003 dari Syaikh Yusof
Al-Qaradhawi dan berbeda menetapkan hukumnya.
Maka, dengan kesedaran ini penulis tertarik untuk membahaskan
penyelesaian terhadap problematika yang timbul daripada akibat hukum yang
mengguna organ tubuh berasas maslahah mursalah telah mengangkat judul
Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut
Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode Istinbat Dari
Pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-Qardawi).
5 3 Yusuf al-Qaradawi.” Fatwa Masa Kini (Jilid 7 & 8)”. Kuala Lumpur: Pustaka Salam.
(1995). Hlm. 365. 6 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 20.
-
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang permasalahan diatas,
maka yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Apakah dasar dan metode syaikh Abdul Qadim Zallum menolak
transplatasi organ untuk kepentingan medis?
2. Apakah dasar dan metode Syaikh Yusof Al-Qaradhawi membolehkan
transplatasi organ untuk kepentingan medis?
3. Manakah yang lebih rajih di antara dua pendapat tersebut dalam konteks
zaman sekarang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan di atas, maka dapatlah
disimpulkan tujuan penelitian seperti berikut, yaitu :
1. Tujuan Penelitian
1) Ingin mengetahui dasar dan metode syaikh Yusof Al-Qaradawi
membolehkan transplatasi organ untuk kepentingan medis
2) Ingin mengetahui dasar dan metode Syaikh Abdul Qadim Zallum
menolak transplatasi organ untuk kepentingan medis.
3) Ingin mengetahui pendapat dua pendapat itu yang lebih rajih dalam
konteks kekinian
-
5
2. Kegunaan Penelitian
a) Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta memperluas
wawasan dan pemahaman mengenai permasalahan-permasalahan punca
atau sebab seorang itu memberi organ tubuh manusia, dikarenakan
mungkin sebagian masyarakat tidak mengetahui akibat dari hukum
menggunakan organ tubuh tersebut disebabkan kurangnya pencerahan
tersebut pada zaman kini.
b) Supaya penelitian ini dapat menjadikan ia sebagai salah satu rujukan
ilmiah yang bermanfaat untuk memperkasakan lagi ilmu pengetahuan.
c) Penelitian ini untuk melengkapi persyaratan gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah di Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
D. Batasan Masalah
Dalam permasalahan ini, penulis hanya membahaskan serta
membataskan tentang akibat, hukum penggunaan dan pengalihan organ
manusia dalam fatwa malaysia. Penggunaan ini dikaji dari analisa konsep
maslahah mursalah yang menjadi pokok unutuk pengkajian dari fatwa
malaysia tentang penggunanan organ tubuh manusia dari segi medis dan juga
penggunaan membantu merawat penyakit.
-
6
E. Kerangka Teori
1) Teori Ijtihad
a) Dasar Ijtihad.
Ijtihad sebagai salah satu sendi syari'at yang besar banyak
dijumpai dalil-dalilnya dalam Al-Qur'an yang mendesak untuk
meriggunakan pikiran dan .mengharuskan mengambil i'tibar, seperti
firman Allah:
ُروَن ٖم َيَخَفهه ۡٔ َٰلَِم ٓأَلَيَٰٖج ىَِّل إِنه ِِف َذSesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.7
Ayat-ayat Al-Qur'an ini merupakan dalil hukum sebagai
dasar wajibnya berijtihad. Selain itu ada juga ayat Al-Qur'an yang secara
terbuka menyatakan pengakuanriya terhadap prinsip ijtihad dengan
menggunakan metode al-qiyas, yaitu firman Allah:
ٓ ا َُزنۡلَآ إََِلَۡم إِنهَِ ۡىِهَتََٰب ٱأ ًَ َبنۡيَ ۡۡلَقِّ ٱة ََٰم نلهاِس ٱِِلَۡحُك َرى
َآ أ ٍَ ِ ه ٱة ُ َّلله
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,8
Berdasaikan ayat-ayat Al-Qur'an di atas, ijtihad hams dilakukan
untuk menemukan hukum-hukum yang ada alasannya agar bisa
7 Ar-Ra’d: 3 8 An-Nissa: 105
-
7
diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang lain.9 Hal ini
disebabkan Al-Qur'an sebagai sumber utama hukum Islam hanya memuat
ayat-ayat ahkam yang jumlahnya relatif sedikit, dan pada umumnya
hanya memuat norma-norma dasar yang bersifat umum atau global. Dari
6000 lebih ayat Al-Qur'an hanya sekitar 3,5-17,8% saja yang memuat
aturan-aturan hukum, dan itupun termasuk hukum-hukum ibadah
(ubudiyah) dan kekeluargaan (ahwal asSyakhsiyah). Demikian
pulajumlah hadits ahkam yang juga relatif tidak begitu banyak.10
b) Posisi Dan Peran Ijtihad.
Dalam batas-batas tersebut, setiap hasil ijtihad yang dilakukan
secara benar adalah diakui Allah sebagai hukum-Nya. Sementara dalam
nash-nash yang mengandung pengertian relatif, maka kebenaran
dimaksudkan dalam ruang lingkup yang relatif tersebut. Karena apabila
kebenaran hasil ijtihad itu berada di luar ruang lingkup yang relatif itu,
maka kebenaran hasil ijtihad itu tidak termasuk kebenaran yang
dikehendaki Allah. Sedangkan dalam masalah-masalah yang sama sekali
tidak ada nashnya. maka kebenaran itu hanya dalam ruang lingkup
prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Dengan adanya batasan-batasan ini terhindarlah dari, kemungkinan
terjadinya berbagai macam hasil ijtihad yang dianggap benar.11
9 Muhammad Amin,” Ijtihad Ibn Taimiyah dalam Bidang Fiqh Islam”, (1975, Jakarta), 1991, hlm. 39 10 Ibid., hlm. 40. 11 Muhammad salam Madkur; al-Ijtihad fi al-Tasyri' alIslamiy, CetakanPertama,Dar el-Nahdhahel-Arabiyah, TanpaKota, 1984, hlm. 149
-
8
Dalam menetapkan macam-macam ijtihad para ahli ushul fikih
membahagikan metode istinbat hukum kepada tiga diformulasikan
menjadi metode bayani, metode ta’lili dan metode istislahi,12
yaitu
seperti berikut:
1) Metode Bayani
Metode bayani, yaitu metode ijtihad untuk menemukan
hukum yang terkandung dalam nash, namun sifatnya dhanni, baik dari
segi ketetapannya maupun dari segi penunjukannya. Lapangan ijtihad
bayani ini hanya dalam batas pemahaman terhadap nash dan
menguatkan salah satu diantara beberapa pemahaman yang berbeda.
Dalam hal ini, hukumnya tersurat dalam nash, namun tidak
memberikan penjelasan yang pasti. Metode di sini hanya memberikan
penjelasan hukum yang pasti dari nash itu.13
2) Metode Ta’lili
Metode ta’lili adalah ijtihad qiyasi yaitu ijtihad untuk
menggali dan menetapkan hukum terhadap suatu kejadian yang tidak
ditemukan dalilnya secara tersurat dalam nash baik secara qath’i
maupun secara dhanni, juga tidak ada ijma yang telah menetapkan
hukum suatu kejadian (peristiwa) dengan merujuk pada kejadian yang
telah ada hukumnya, karena ada dua peristiwa itu ada kesamaan dalam
illat hukumnya. Dalam hal ini mujtahid menetapkan hukum suatu
12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 286. 13
Ibid,. hlm. 286.
-
9
kejadian berdasarkan pada kejadian yang telah ada nashnya. Metode
seperti ini adalah melalui metode qiyas dan istihsan.14
3) Metode Istislahi
Ijtihad istislahi yaitu karya ijtihad untuk menggali,
menemukan dan merumuskan hukum syar’i dengan cara menerapkan
kaidah kulli untuk kejadian yang ketentuan hukumnya tidak terdapat
nash baik qath’i maupun dhanni, dan tidak memungkinkan mencari
kaitannya dengan nash yang ada juga belum diputuskan ijma. Dasar
pegangan bentuk ijtihad ini hanyalah jiwa hukum syara‟ yang bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan umat, baik dalam bentuk
mendatangkan manfaat maupun menghindarkan mudharat. Dalam
perkembangan penalaran ushul fikih, corak penalaran istislahi tampak
antara lain dalam metode maslahah mursalah.15
c) Perubahan Sosial
Perubahan sosial secaraumum dapat diartikan sebagai sesuatu
proses pergeseran atau berubahnya struktur/tataran di dalam masyarakat,
meliputi polar pikir yang lebih inovatif, sika serta kehidupan soisalnya
untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat, pada dasarnya
setiap masyarakat yang ada di muka bumu ini dalam hidupnya dapat
14
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 287. 15
Ibid,. hlm. 287.
-
10
dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-
perubahannya.16
Adapun perubahan tersebut,ianya hanya dapat diketahui dengan
melakukan suatu komperasi antara suatu masyarakat pada masa tertentu
yang kemudian dibandingkan dengan keadaan suatu masyarakat pada
waktu lampau. Perubahan-perubahan yang terjadidalam sesebuah
masyarakat pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus.
Ini berarti bahawa setiap masyarakat, pada kenyataannya akan
mengalami perubahan-perubahan. Antara faktor-faktor terjadinya
perubahan sosial adalah:17
i. perubahan kependudukan.
ii. penemuan-penemuan baru.
iii. pertentangan (konflik).
iv. terjadinya pemberotakan atau revolusi dalam masyarakat.
v. perubahan yangdiakibatkan oleh lingkungan fisik.
vi. peperangan
vii. pengaruh kebudayaanmasyarakat lain.
Lebih khusus Ibn Qayyim al-Jauziyyah mengatakan pendekatan sosial
tersebut dirumuskan dalam empat hal yakni:18
i. Sitasi zaman.
ii. Situasi tempat.
16
Baharuddin Agus,”Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta Indonesia, 1999, Hlm. 9 17
Fathurrahman Azari,”Jurnal Dinamika Perubahan Sosial Dan hukum Islam”,
Kalimantan Selatan Indonesia, 2016. Hlm 199. 18
Fathurrahman Azari,”Jurnal Dinamika Perubahan Sosial Dan hukum Islam”,
Kalimantan Selatan Indonesia, 2016. Hlm 217.
-
11
iii. Sebab keadaan dan keinginan.
iv. Adad dan tradisi.
Faktor sosial tersebut Ibn Qayyim al-jauziyyah buat dalam satu
kaidah fiqh, taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-
ahwal wa al-adah (berubahnya fatwa dengan sebab berubahnya masa,
tempat, keadaan/niat dan adat).19
3) Tarjih
a) Metode tarjih
Menurut bahasa, kata “tarjih” berasal dari “rajjaha”. Rajjaha berarti
memberikan pertimbangan lebih dari pada yang lain. Menurut istilah, para
ulama berbeda dalam memberikan rumusan tarjih. Sebagian besar ulama
Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, memberikan rumusan bahwa tarjih
itu perbuatan mujtahid, sehingga dalam kitab Kasyf-ul-Asrar disebutkan
bahwa tarjih itu adalah:20
تقدِيمِانمجتھدِاحدِانطريقينِانمعارضينِنماِفيهِمنِمزيتِمعتبرةِ
ِاالخرِتجععمِانعممِبهِأونيِمن
Artinya : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk
mengemukakan satu di antara dua jalan yang bertentangan,
karena adanya kelebihan nyata untuk dilakukan tarjih itu.
19
Abdul Latif Muda dan Rosmawati Ali,Perbahasan Kaedah-kaedahFiqh, (Petaling Jaya
Malaysia, 2000)‟ Hlm. 32.
20
Asjmuni Abdurrahman, (Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodolog dan Aplikasi),
Yokyakarta; Pustaka Pelajar), 2002, Hlm. 3
-
12
Dalam penjelasan kitab tersebut dikatakan bahwa mujtahid yang
mengemukakan satu dari dua dalil itu lebih kuat dari yang lainnya, karena
adanya keterangan, baik tulisan, ucapan maupun perbuatan yang
mendorong mujtahid untuk mengambil yang mempunyai kelebihan dari
yang lain.21
b) Unsur-unsur Tarjih
Ketentuan ulama ushul menetapkan, bahwa tarjih akan terpenuhi
dengan adanya unsureunsur: Pertama; adanya dua dalil, Kedua, adanya
sesuatu yang menjadikan salah satu dalil itu lebih utama dari yang lain.
Sedangkan untuk dua dalil itu disyaratkan:
1. Hukum yang ditetapkan oleh kedua dalil tersebut saling
bertentangan seperti halal dengan haram, wajib dengan tidak
wajib, maka yang dipilih adalah yang meniadakan. Karena bila
tidak saling bertentangan, maka tidak ada pertentangan.
2. Objek kedua hukum yang saling bertentangan tersebut sama.
Adapun objeknya berbeda-beda, maka tidak ada pertentangan.
3. Masa atau waktu berlakunya hukum yang saling bertentangan
tersebut sama. Apabila masa atau waktunya berbeda, maka tidak
ada pertentangan.
21 Muḥammad Wafâ, Taʻâruḍ al-Adillah, hlm. 41.
-
13
4. Hubungan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama.
Karena mungkin saja dua hukum yang saling bertentangan tersebut
sama dalam objek dan waktu, namun hubungannya berbeda.
5. Kedudukan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama,
baik dari segi asal maupun petunjuk dalilnya.22
c) Aspek Pentarjihan
kita mencermati uraian para ahli ushul, maka dapat dikemukakan aspek
tarjih untuk dalil-dalil manqul dapat dibagi tiga:
1. Yang kembali kepada sanad, dan ini dibagi dua:
a. Yang kembali kepada perawi, yang dibagi menjadi dua pula yaitu
yang kembali kepada diri perawi dan yang kembali kepada
penilaian perawi.
b. Yang kembali kepada periwayatan.
2. Yang kembali kepada matan dan perawi hadis.23
F. Tinjauan Pustaka
Pada kajian terdahulu berkaitan pemberian organ yang dapat ditemui,
adapun mengenai tulisan dalam bentuk skripsi yang membahas tentang
Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentinggan Medis Dalam Perpektif
22 Muhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islami
(Bandung: al-Maʻarif, 1993), hlm. 470- 474. 23
Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodolog dan Aplikasi),
(Yokyakarta; Pustaka Pelajar), 2002, hlm. 3
-
14
Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia (Studi Komperasi Antara Fatwa
Mui Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan) dari Rendika Aris Yudhanto yang membuat kajian berkenaan
hukum menurut perspektif islam dan juga fatwa MUI yang bernomor 36 yaitu
tentang perbandingan antara dua hukum tersebut. Kajian ini bertujuan
membandingkan dan memberi perbedaan yang membahas penggunaan organ
tubuh manusia berkenaan hukum antara keduanya yaitu fatwa MUI dan
perspektif Islam. Kajian ini tidak membahaskan tentang perdebatan pendapat
yang berbeda tetapi ia membahaskan berkenaan berbeda pendapat fatwa MUI
dan Perspektif Islam 24
Seterusnya, skripsi “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Perspektif
Nahdlatul Ulama Dan Perspektif Islam” yang disusun oleh Hasbullah Ma‟ruf
telah membahaskan mengenai konsep yang digunakan Nahdatul ulama dan
perspektif Islam. Skripsi ini melakukan penelitian pada dasarnya melakukan
penelitian menggunakan pendekatan menganalisa pemasalahan transplantasi
organ tubuh menurut Nahdlatul Ulama dan perspektif Islam. Tetapi dalam
kajian ini tidak membandingkan pendapat yang dikaji oleh saya yang hanya
menetapkan hukum dari pendapat Nadratul Ulama sahaja25
24
Rendika Aris Yudhanto “penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentinggan medis
dalam perpektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia (studi komperasi antara fatwa mui
dan Undang-undang republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang kesehatan)” Fakultas
Syari‟ah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2009. 25
Hasbullah Ma‟ruf “Transplantasi organ tubuh manusia perspektif Nahdlatul Ulama dan
perspektif Islam” Fakultas Syari‟ah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2015.
-
15
Seterusnya, skripsi “Pemindahan Organ Reproduktif Daripada
Perspektif Perubatan Dan Fatwa Hukum Islam” yang disusun oleh Mohammad
Naqib bin Hamdan yang membahaskan dalam skripsinya perkembangan
perubatan pada hari ini telah memberikan peluang kepada pelbagai penyakit
yang sukar untuk dirawat. Penulisan ini membahas tentang jenis pemindahan
organ reproduktif dan hukum-hukumnya dengan melihat kepada ulama‟
kontemporaer dan badan fatwa berautoriti di seluruh dunia. Dalam kajian ini ia
membahaskan kajian berkenaan fatwa hukum islam dan tidak ada tentang
perbandingan yang membandingkan pendapat ulama.26
Akhirnya, sebuah jurnul yang membentangkan tentang “Penggunaan
Organ Tubuh Manusia” ini menarik untuk menganalisa judul yang
membolehkan ia membuatkan persepsi yang hukum yang berlaku pada masa
kini contohnya seperti hukum yang baharu dari fatwa yang mengeluarkan
hukum belum ada berdasarkan ushul fiqh dan juga uruf semasa yang berlaku
darurah masa kini.27
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang penulis lakukan, penulis tertarik
dan mencoba untuk membuat penelitian berkaitan hukum terjadinya yang di
bedakan dengan terdahulu ada yang bisa ditanplantasi dan tidak tertapi tiada
perbandingannya, jadi pengkaji telah berminat membuat penelitian
Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut
26
Mohammad Naqib bin Hamdan“Pemindahan organ reproduktif daripada perspektif
perubatan dan fatwa hukum Islam” Jabatan Fiqh & Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti
Malaya, Kuala Lumpur, 2008.
27
Pemindahan organ dari perspektif islam(Jabatan Kemajuan Islam Malaysia,2011)
-
16
Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode Istinbat Dari Pendapat
Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-Qardawi).
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan suatu metode, oleh itu dalam penyusunan proposal ini penulis
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Yaitu
menguraikan daripada data yang diperoleh dan menghubungkannya satu
sama lain dan bertentangan untuk mendapatkan kejelasan serta
menguatkan pemahaman.28
Penulis memaksudkan disini ialah mengumpul
dan menganalisis data tentang seorang dalam keadaan dihadapinya pada
keadaan yang tertentu dalam kehidupan manusia dan konsep yang
bertentangan berkaitan dengan kajian yang dibuat berdasarkan
Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut
Perspektif Islam (Studi Perbandingan Pendapat Syaikh Yusof Al-Qardawi
dan Syaikh Abdul Qadim Zallum).
28 Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Bandung :ALFABETA,2017) ,hlm. 126.
-
17
2. Pendekatan Penelitian.
Pendekatan dalam penelitian skripsi adalah pendekatan komperatif
yaitu menguraikan data yang diperoleh dan menghubungkannya satu sama
lain untuk mendapatkan kejelasan serta menguatkan penelitian. Penulis
memaksudkan disini ialah tentang kebiasaan pada keadaan yang
mempunyai keadaan dalam kehidupan manusia yang peluang untuk hidup
amat tipis dan konsep yang berbeda berkaitan dengan apa dipilihnya.
3. Jenis Sumber Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan untuk
memperoleh data informasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu data
primer dan data skunder :
a. Data Primer
Data yang diperoleh secara pustaka daripada kajian yang telah
dikeluarkan daripada pandangan para ulama yang dikaji pandangan
yang berbeda dari ulama.29
kajian berkenaan hasil Transplantasi Organ
Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut Perspektif Islam
yang dikaji dari dua pandangan. Dari sudut menerima yaitu Syaikh
Yusof Qaradawi yang membahas dalam kitabnya halal dan haram,
fatwa kotemporer masa kini yaitu mengenai hukum yang menerima.
Sudut atau metode yang menolak yaitu Syaikh Abdul Qadim
Zallum dalam karyanya hukmu asy syar,i fi alistinsakh
29 Ibid ,hlm. 99.
-
18
naqlula‟dlaa‟,alijtihadi,atfaalulannabi yaitu beberapa problem
kotemporer dalam pandangan hukum islam. Kedua-dua tersebut ada
hujah yang kuat dari segi hukum menerima dan menolak.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh daripada studi kepustakaan seperti melalui
jurnal, buku-buku, majalah, website, dokumentasi, menelaah
perundang-undangan atau bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas. Ianya seperti buku-buku yang
digunakan yaitu, Fiqh Islam Mazhab, fiqih kotemporer dan lain-lain.
4. Instrumen Pengumpulan Data.
a. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan atau observasi merupakan alat pengumpul data yang
biasanya digunakan untuk tujuan penelitian hukum dengan mencatat
perilaku hukum sebagaimana terjadi dalam kenyataan. Pengamatan
yang dilakukan peneliti tidak boleh menyimpang dari sifat dan tujuan
penelitian. Kajian ini dikumpul data yang dikaji berdasarkan metode
dan hukum yang dikaji berdasarkan kedua ulama yang berbeda
pendapat pengeluaran hukum dan metode.
b. Dokumentasi.
Dokumentasi adalah pelengkap daripada teknis pengumpulan data
observasi. Dokumentasi yang diartikan adalah dengan mengambil
sumber data dari orang-orang yang bersangkutan, buku-buku ilmiah,
-
19
jurnal dan apa sahaja sumber informasi dan kepustakaan yang sahih dan
berkaitan.
5. Teknis Analisis Penelitian
Setelah data terkumpul sesuai dengan permasalahan yang ditelitikan
dan kemudian dipelajari serta dipahami, maka penulisan menggunakan
metode penelitian diskriptif komporatif. Yaitu penelitian yang berusaha
menggunakan dan mempertasi segala objek yang sesuai dari segi dalil dan
hukum urf yang sesuai untuk diguna pakai dari dua pendapat atau bahan
yang berbeda.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis telah membahagikan kepada
lima bab dan terdiri dari sub-sub perbahasan. Setiap bab membahskan
permasalahan tertentu namun setiap sub sub dalam bab itu saling terkait
dangan sub sub lainnya. Sistematika penulisannya adalah seperti berikut :
Bab Pertama merupakan pendahuluan yang di dalam subnya terdiri daripada
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
kerangka teori, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua merupakan biografi dan latar belakang para ulama‟ yang dikaji dari
dua sudut yang berbeda dari segi pandangan pengeluaran hukum.
Bab Ketiga ialah mengenai konsep dan dasar metode yang digunakan dari
kedua pendapat ulama‟ yang berbeda pendapat tentang transplantasi organ dari
sudut perspektif Islam dan medis.
-
20
Bab Keempat pula tarjih ijtihad dari dua perbedaan ynag mengguna dalil lebih
kuat dan perbahasan dari dua sudut pandangan yang berbeda dan pandangan
yang sepatutnya digunapakai di negara masa kini.
Bab Kelima merupakan bab terakhir yang berisi huraian penutup yang
berkaitan tentang kesimpulan dan juga rekomendasi kajian yang dijalankan.
Kesimpulan ini ialah kesemua kajian yang diambil dari data, analisis,
penjelasan dan huraian dari bab-bab kemudian diringkaskan dan disatukan
seterusnya dijadikan sebagai pembuktian. Selain itu ia juga berisi saran-saran
dari penulis sendiri.
-
21
BAB II
BIOGRAFI
A. SYAIKH ABDUL QADIM ZALLUM.
1. Riwayat Hidup Abdul Qadim Zallum.
Nama lengkap beliau adalah Al-‟Alim al-Kabir Syaikh Abdul
Qadim bin Yusuf bin Abdul Qadim bin Yunus bin Ibrahim. Syaikh
Abdul Qadim Zallum lahir pada tahun 1342 H – 1924 M. Menurut
pendapat paling kuat, beliau lahir di Kota al Khalil, Palestina.Beliau
berasal dari keluarga yang dikenal luas dan terkenal keberagamaannya
(religius). Ayah beliau rahimahullâh adalah salah seorang dari para
penghapal al-Quran (Hafizh al-Quran). Abdul Qadim Zallum membaca
al-Quran di luar kepala hingga akhir hayat beliau. Ayahanda Syaikh
Zallum bekerja sebagai guru pada masa Daulah al-Khilafah Utsmaniyah.
Beliau menghafal al- Quran hingga akhir hayatnya. Syaikh Abdul Qadim
Zallum tumbuh dan besar di kota al-Khalil dalam asuhan keluarga yang
sangat agamis30
.
Paman ayahanda beliau, yaitu Syaikh Abd al-Gafar Yunus
Zallum,adalah Mufti al-Khalil pada masa Khilafah Usmaniyah.
KeluargaSyaikh Abdul Qadim Zallum termasuk keluarga yang
memelihara dan mengurus Masjid Jami‟ Ibrahimi al-Khalil. Mereka
termasuk keluarga yang memelihara peninggalan Nabi Ya‟qub as.
30 Muhammad Muhsin Radhi, “Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Menegakkan Negara Khilafah”, (Hizb at-Tahrir,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012), Hlm 10
-
22
Keluarga Zallum adalah orang-orang yang menjunjung ilmu di atas
mimbar-mimbar pada hari Jumat (menjadi khathib salat Jumat) dan hari
raya. Mereka adalah orang-orang yang menebar ilmu di berbagai musim
dan perayaan. Dulu Khilafah Usmaniyah mengamanahkan tugas
mengurus Masjid Ibrahim al-Khalil kepada keluarga-keluarga terkenal di
al-Khalil. Adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi keluarga-
keluarga itu mendapat tugas mengurus Masjid al-Ibrahimi al-Khalil.
Syaikh Abdul Qadim Zallum besar dan berkembang di kota al-Khalil ini
hingga mencapai usia 15 tahun.31
Disampaikan oleh orang-orang yang kenal dekat dengan Syaikh
Abdul Qadim Zallum rahimahullah bahwa beliau adalah orang yang
serius setiap waktu, tidak suka bersenda gurau di jalanan kecuali hanya
sesekali, senantisa sibuk dengan urusan kaum muslimin, tidak mengenal
istirahat siang dan malam, hingga di waktu makan dan minum sekalipun.
Beliau senantiasa memikirkan situasi dan kondisi kaum muslimin dan
mengikuti perkembangan beritanya. Beliau tidak merasa tenang, lelah
dan bosan, serta tidak pernah terdengar darinya bahwa suatu hari beliau
mengeluh. Beliau tipe orang yang mampu mengendalikan diri (tenang),
berkemauan keras, tidak pernah terlihat loyo meski dalam posisi sulit
sekalipun, tidak suka bertele-tele dan mencari muka. Beliau seorang yang
zuhud, ahli ibadah, dan sedikit tidur, tidak suka mencela atau memfitnah.
Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan berwibawa, tajam
31 Muhammad Muhsin Radhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Menegakkan Negara Khilafah, (Hizb at-Tahrir,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012), hlm. 89.
-
23
penglihatannya, otaknya cemerlang, mampu berpikir cepat, serta
berwawasan luas. Beliau tidak malu bertanya tentang suatu topik pada
orang yang lebih muda jika jawaban ada padanya. Beliau memiliki
karakter kepemiminan sehingga menjadikan beliau sangat istimewa
dalam menjalankannya.
Syaikh Abdul Qadim Zallum meninggal di Beirut pada malam
Selasa tanggal 27 Safar 1423 H (29 April 2003 M) padausia lebih kurang
80 tahun. Majelis takziah diselenggarakan di Diwan Abu Garbiyah al-
Sya‟rawi di al-Khalil. Saat itu Kota al-Khalil belum pernah menyaksikan
pemandangan seperti ini, di mana masyarakat dari berbagai kota dan desa
mengirimkan para utusan dan para penyair. Orang banyak datang
berduyun-duyun mengirimkan ucapan takziah dalam bentuk syair dan
kalimat-kalimat belasungkawa. Deringan telepon susul-menyusul
menyampaikan kepada semua yang hadir. Ada yang dari Sudan, Kuwait,
berbagai penjuru Eropa, Indonesia, Amerika, Yordan, Mesir dan dari
berbagai penjuru dunia lainnya. Hal yang sama juga terjadi di majelis
takziah yang diselenggarakan di Amman dan beberapa tempat lainnya.32
2. Pendidikan Dan Aktivitas Abdul Qadim Zallum.
Syaikh Abdul Qadim Zallum belajar tingkat Ibtidaiyah dan
I‟dadiyah di sekolah alIbrahimiyah di al-Khalil. Kemudian, beliau
melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di sekolah al- Husain bin Ali.
32 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar,
2012).,hlm. 63-64
-
24
Selanjutnya, ayahanda Abdul Qadim Zallum rahimahullâh
memutuskan untuk mengirim Abdul Qadim Zallum ke al-Azhar asy-Syarif
untuk mempelajari Fiqih, agar Abdul Qadim Zallum menjadi pengemban
fiqih tersebut dan merupakan bagian dari orang-orang yang menyeru dan
mengajak kepada Allah SWT. Setelah beliau genap berusia 15 tahun,
ayahanda Abdul Qadim Zallum mengirimkan beliau ke Kairo, yakni ke
Universitas al-Azhar. Hal itu terjadi pada tahun 1939 M. Beliau
memperoleh ijazah al-Ahliyah al-Ula pada tahun 1942 M. Selanjutnya,
Abdul Qadim Zallum memperoleh ijazah Pendidikan Tinggi (Syahâdah al-
Aliyah) Universitas al-Azhar padatahun 1947. Kemudian beliau
memperoleh Ijazah al-Alamiyah dalam bidang keahlian al-Qadha
(peradilan), seperti ijazah doktor sekarang ini, pada tahun1368 H (1949
M).33
Di al-Azar, beliau dicintai oleh rekan-rekannya. Mereka
memanggil beliau dengan sebutan “al-malik”, hal itu karena beliau sangat
menonjol dalam berbagai pelajaran. Ketika kembali ke al-Khalil pada
tahun 1949 M, beliau bekerja dalam bidang perguruan. Beliau diangkat
menjadi guru di Madrasah Bayt al-Lahmi (Bethlehem) selama beberapa
tahun. Kemudian beliau pindah ke al-Khalil pada tahun 1951 dan bekerja
sebagai guru di Madrasah Usamah bin Munqidz. Beliau dikenal dengan
khotbahnya yang berapi-api. Di mana beliau adalah seorang khatib yang
lancar dan fasih bicaranya, yang dalam menyampaikan kebenaran beliau
33 http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/
-
25
tidak pernah takut karena Allah terhadap celaan orang-orang yang suka
mencela.34
Syaikh Abdul Qadim Zallum berjumpa dengan Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani rahimahullâh pada tahun 1952. Lalu Syaikh Zallum pergi ke
al-Quds untuk bergabung dengan Syaikh Taqiyuddin dan melakukan
kajian serta berdiskusi seputar masalah partai (Hizb). Beliau telah
bergabung dengan Hizbut Tahrir sejak awal mula aktivitas Hizb. Beliau
menjadi anggota qiyâdah Hizb sejak tahun 1956 M. Abdul Qadim Zallum
adalah seorang orator ulung sekaligus dicintai oleh masyarakat.
Abdul Qadim Zallum menyampaikan kajian sebelum shalat Jumat
di Masjid al-Ibrahimi di ruang yang disebut al-Yusufiyah. Kajian itu
dihadiri oleh banyak orang. Kemudian Beliau juga menyampaikan kajian
setelah shalat Jumat di Masjid yang sama di ruang yang disebut ash-
Shuhn. Kajian ini juga dihadiri oleh banyak orang. Ketika diumumkan
(rencana) Pemilu Anggota Parlemen pada tahun 1954 M, Abdul Qadim
Zallum mencalonkan diri di Kota al-Khalil, begitu juga pada tahun 19567.
Akan tetapi, di kedua Pemilu itu Abdul Qadim Zallum tidak
berhasil, karena kecurangan terjadi dalam pemilu tersebut seperti
pemalsuan hasil pemilu yang dilakukan oleh Negara. Abdul Qadim Zallum
pernah ditangkap dan dijebloskan ke penjara al-Jafar ash-Shahrawi
(Penjara al- Jafar ash-Shahrawi adalah penjara di Padang Pasir yang
berada di al-Jafar, suatu desa yang berbatasan dengan Desa Ma‟an di
34 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm.64
-
26
bagian selatan Yordania. Penjara ini khusus untuk para tahanan politik).
Abdul Qadim Zallum dipenjara al-Jafar ash-Shahrawi selama beberapa
tahun sampai Allah SWT memberikan karunia dengan pembebasan beliau.
Syaikh Abdul Qadim Zallum rahimahullâh benar-benar merupakan
seorang pembantu terpercaya bagi Amir Pendiri Hizb (Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani rahimahullâh) dan menjadi salah satu anak panah di busur
Amir Pendiri Hizb. Syaikh Taqiyuddin sering mengutus Syaikh Zallum
untuk beberapa tugas besar dan Abdul Qadim Zallum tidak ragu dan
gentar sedikitpun.35
Syaikh Zallum rahimahullah lebih mengedepankan dakwah
daripada keluarga, anak- anak, dan kenikmatan-kenikmatan dunia yang
berlimpah. Ketika disuatu hari beliau berada di Turki, besok di Irak, dan
besoknya lagi di Mesir, kemudian di Lebanon, Yordania dan di
tempattempat lain. Kapan saja amir beliau, yaitu Syaikh Taqiyuddin
rahimahullâh meminta dan memerintahkan Syaikh Zallum, maka Syaikh
Zallum selalu berada di sisi amir dan siap melaksanakan kebenaran (al-
haqq). Salah satu misi Syaikh Zallum di Irak adalah misi yang sangat
penting yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang pilihan di antara
orang-orang pilihan.
Tahun 1958 M beliau meninggalkan Palestina, lalu berkeliling di
beberapa kota-kota besar negeri Islam sambil mengemban dakwah kepada
Allah SWT dalam rangka mengembalikan al-Khilafah ar-Rasyidah ala
35 7 http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/.
-
27
Minhaj an-Nubuwah. Dalam menyampaikan dakwahnya, beliau sedikitpun
tidak merasa takut karena Allah terhadap celaan orang yang suka mencela.
Beliau berkeliling meliputi Libanon, Irak, Mesir, Turki, Kuwait, Arab
Saudi, Arab Afrika, dan lainnya. Beliau menjalankan aktivitasnya ini
dengan penuh kesabaran dan ketekunan, tidak merasa lelah dan apalagi
bosan. Beliau senantiasa dideportasi, dan terkadang dimasukkan penjara,
kemudian dideportasi. Beliau lama tinggal di Irak, sejak tahun 1959 M
hingga tahun 1972 M. Pada tahun 1977 M beliau memimpin Hizbut Tahrir
menggantikan pemimpin sebelumnya, asy-Syaikh Taqiyuddin an-
Nabhaniy rahimahullah. Beliau menjalankan amanat kepemimpinan
dengan penuh kesabaran dan ketekunan, serta menjalankan tugas-tugasnya
dengan sempurna sampai beliau melepaskan jabatan kepemimpinan Hizbut
Tahrir pada bulan Muharram 1424 H atau bulan Maret 2003.36
Abdul Qadim Zallum melaksanakan misi dakwah sesuai yang
dibebankan oleh dan di bawah pengarahan Amir Pendiri Hizb, Syaikh
Taqituddin an-Nabhani. Kondisi beliau Irak atas izin Allah SWT. Ketika
amir pendiri Hizb, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullâh wafat,
Syaikh Zallum terpilih untuk mengemban amanah sesudahnya. Abdul
Qadim Zallum mengemban amanah ini dan menjalankannya dari satu
dataran tinggi ke dataran tinggi yang lain. Beliau lantang berdakwah.
Medan dakwah pun semakin meluas hingga sampai ke Asia Tengah dan
36 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm. 80.
-
28
Asia Tenggara. Bahkan gaung dakwah bergema di Eropa dan benua-benua
lainnya.37
Pada akhir masa Al-‟Alim al-Kabir (Syaikh Abdul Qadim Zallum
rahimahullah), terjadi fitnah pelanggaran, yaitu ketika setan berhasil
menyelusup dan membisikkan ke dalam pikiran sekelompok orang.
Mereka memanfaatkan kelembutan Syaikh Zallum. Mereka
melangsungkan perkara dimalam hari (secara rahasia) dan berupaya
membelokkan perjalanan Hizb dari jalannya yang lurus. Kelompok orang-
orang yang melanggar itu (an-nakitsin) berupaya menciptakan luka yang
dalam di tubuh Hizb.
Berkat kebijaksanaan dan keteguhan hati Syaikh Zallum, upaya-
upaya orang-orang yang melanggar (an-nakitsin) tidak bisa lebih, dan
hanya sekadar menciptakan bekas luka yang dangkal dan tidak bertahan
lama. Tubuh Hizb pun dengan cepat sembuh kembali dan menjadi lebih
kuat dari sebelumnya. Kelompok an-nakitsin itu pun mengundurkan diri
dan berada di tempat yang dilupakan.38
Al-‟Alim al-Kabir Syaikh Abdul Qadim Zallum rahimahullah terus
mengemban dakwah dan kepemimpinan Hizb hingga mencapai usia lebih
dari 80 tahun. Saat itu, seakan-akan Abdul Qadim Zallum merasakan
bahwa ajalnya sudah dekat. Karena itu, Abdul Qadim Zallum menyukai
akan berjumpa dengan Allah SWT. Beliau merasa puas dan yakin terhadap
jalan dakwah yang telah beliau pilih dan beliau emban tugas-tugasnya
37 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm.81
38
http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/
-
29
selama dua pertiga usianya. Sekitar 25 tahun Abdul Qadim Zallum
menjadi pembantu terpercaya bagi amir pendiri Hizb, Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani rahimahullâh, dan kurang lebih selama 25 tahun beliau
memimpin perjalanan Hizb sebagai amir. Selanjutnya, Abdul Qadim
Zallum mengundurkan diri dari kepemimpinan Hizb dan menyaksikan
pemilihan amir Hizb sesudah beliau. Beliau mengundurkan diri dari
kepemimpinan Hizb pada hari Senin tanggal 14 Muharram 1424 H /17
Maret 2003 M.12
Abdul Qadim Zallum rahimahullâh senantiasa menyampaikan
dakwah dan berjalan di dalam kebenaran. Tidak takut sedikitpun berada di
jalan Allah SWT, dan terhadap celaan dari orang-orang yang suka
mencela. Abdul Qadim Zallum terus beraktivitas tanpa kenal lelah dan
tidak pernah bersikap lemah di jalan dakwah. Beliau dikenal tawaduk,
berakhlak mulia, memiliki hubungan yang damai dan sejuk terhadap selain
mahram. Beliau dikenal lemah lembut dan mulia.
3. Karya-Karya Abdul Qadim Zallum.
Semasa hidupnya, Abdul Qadim Zallum banyak menulis berbagai
buku. Di antara buku yang ditulis serta boklet yang dikeluarkan Hizbut
Tahrir pada masa beliau, yaitu:
1. Al-Amwal fi al-Dawlah al-Khilafah (Harta Kekayaan dalam
Daulah Khilafah).
2. Perluasan dan revisi atas kitab Nizam al-Hukm fi al-Islam (Sistem
Pemerintahan Islam) karya al-Syaikh Taqiy al-din al-Nabhaniy.
-
30
3. Ad-Dimuqrathiyah Nizam Kufr Yahrumu Ahduha au biquha au ad-
Dakwatu ilaiha. (Demokrasi adalah Sistem Kufur).
4. Hukm al-Syar‟i fi al-Istinsakh wa Naql al-A‟dha‟ wa Umur Ukhra
(Hukum Syariah dalam Masalah Kloning, Pemindahan Organ, dan
Masalah Lainnya).
5. Manhaj Hizb at-Tahrir fi Taghyir (Metode Hizbut Tahrir dalam
Melakukan Perubahan Total).
6. At-Ta‟rif bi Hizb at-Tahrir (Mengenal Hizbut Tahrir).
7. Al-Hamlah al-Amirikiyah li al-Qadha‟ „ala al-Islam (Serangan
Amerika untuk Menghancurkan Islam).
8. Al-Hamlah as-Salibiyah li Jurj Busy „ala al-Muslimin (Serangan
Salib George Bush untuk Menghancurkan Kaum Muslimin).
9. Hazat al-Aswaq al-Maliyah (Kegoncangan Pasar Modal).
10. Hatmiyah Shira‟ al-Hadarat (Keniscayaan Benturan Antar
Peradaban)
11. Kayfa Hudimat al-Khilafah (Bagaimana Khilafah Dihancurkan)
12. hukmuasysyar,i fi alistinsakh naqlula‟dlaa‟,alijtihadi,atfaalulannabi
(beberapa problem kotemporer dalam pandangan hukum islam).
Ini tidak termasuk selebaran-selebaran yang bersifat pemikiran,
ijtihad-ijtihad persoalan fiqih, dan analisa-analisa politik yang
-
31
jumlahnya banyak sekali, yang semuanya dikeluarkan selama beliau
menduduki jabatan kepemimpinan Hizbut Tahrir.39
B. SYAIKH YUSOF AL-QARADAWI.
1. Riwayat hidup Yusuf Qardawi.
Yusuf al-Qardhawi nama penuh adalah Muhammad Yusuf
bin Abdullah bin Ali bin Yusof, lahir di desa Shafat Thurab, Mesir
bagian Barat, pada tanggal 9 September 1926. Desa tersebut adalah
tempat dimakamkannya salah seorang sahabat Rasulullah SAW,
yaitu Abdullah bin Harits r.a. 40
Yusuf al-Qardhawi berasal dari keluarga yang taat
beragama. Ketika berusia 2 tahun, ayahnya meninggal dunia.
Sebagai anak yatim ia hidup dan diasuh oleh pamannya, yaitu
saudara ayahnya. Ia mendapat perhatian cukup besar dari pamannya
sehingga ia menganggap pamannya itu sebagai orang tuanya sendiri.
Seperti keluarganya, keluarga pamannya pun taat menjalankan
agama Islam. Sehingga ia terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu
pengetahuan agama dan Syariat Islam.
Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang
taat beragama, Yusuf al-Qardhawi mulai serius menghafal al-Qur‟an
sejak berusia 5 tahun. Bersamaan dengan itu ia juga disekolahkan
39 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah, Jakarta: Pustaka Al Azhar,
2012), hlm. 65.
40
Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari
Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 5
-
32
pada sekolah dasar bernaung di bawahlingkungan departemen
pendidikan dan pengajaran Mesir untuk mempelajari ilmu umum,
seperti berhitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.41
Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Yusuf al-Qardhawi
akhirnya berhasil menghafal al- Qur‟an 30 juz dalam usia 10 tahun.
Bukan hanya itu, kefasihan dan kebenaran tajwid serta kemerduan
qiraatnya menyebabkan ia sering disuruh menjadi Imam Masjid.
Yusuf Al-Qaradhawi memiliki tujuh orang anak, empat
putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia
membebaskan anak anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai
dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing, dan
hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus
ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki lakinya.
Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika
dalam bidang nuklir di Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar
doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga
masih menempuh S3nya. Adapun yang keempat telah menyelesaikan
pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki
yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di
Amerika, yang kedua belajar di Universitas Dar al-Ulum Mesir.
41 Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 40-44.
-
33
Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada
fakultas teknik jurusan listrik.42
Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita
bisa membaca sikap dan pandangan al-Qaradhawi terhadap
pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di
Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama.
Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan
semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena
Qaradhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu
secara dikotomis. Semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami,
tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya.
Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qaradhawi, telah
menghambat kemajuan umat Islam.43
2. Pendidikan Dan Aktivitas Yusuf Qardhawi
Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang
taat beragama, Yusuf Qardhawi mulai serius menghafal al-quran
sejah usia lima tahun. Bersamaan itu ia juga disekolahkan di
sekolah dasar yang bernaung dibawah lingkungan depertemen
pendidikan dan pengajaran mesir untuk mempelajari ilmu umum
seperti menghitung,sejarah,kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.
Ketika ia berusia tujuh tahun, ia diserahkan ke sekolah dasar
alIlzamiyah yang berada di bawah Departemen Pendidikan Mesir.
42 Ibid
43 Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari
Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 204
-
34
Setelah tamat dari sekolah al-Ilzamiyah, al-Qaradhawi
berkeinginan untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan al- Azhar di
Thantha. Namun pamannya yang berekonomi lemah merasa
keberatan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi
akhirnya pamannya menyetujui keinginan al-Qaradhawi untuk
melanjutkan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
umum di Thantha dengan biaya yang pas-pasan. Pendidikan yang
ditempuhnya dalam waktu yang relatif singkat dengan prestasi
rata-rata terbaik.
Kecerdasannya mulai tampak ketika ia berhasil
menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ushuluddin al-Azhar dengan
predikat terbaik yang diraihnya padatahun 1952-1953. Kemudian
ia melanjutkan pendidikan kejurusan Bahasa Arab selama dua
tahun. Tidak berbeda ketika dia lulus dari Fakultas Ushuluddin, di
jurusan inipun dia lulus dengan rangking pertama di antara lima
ratus mahasiswa. Dia memperoleh ijazah internasional dan
sertifikat mengajar.44
Walaupun latar belakang pendidikan Yusuf al-Qaradhawi
berasal dari Fakultas Ushuluddin yang mengkaji masalah tafsir-
hadits, tidak berarti ia tidak mendalami masalah-masalah hukum
Islam. Sejak masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama,ia
sudah aktif memberikan ceramah dan khutbah di beberapa masjid
44 Muhammad al-Madjzub, (Ulama wa Mufakkirun ‘Araftuhum, Beirut: Dar al-Nafais,
1977), h. 442-443
-
35
di Thantha. Karena sering ditanya masalah agama, maka ia pun
terdorong untuk mentela‟ah buku-buku fikih, ushul fikih dan tarikh
tasyri‟. Yang menjadi rujukan utamanya adalah “Fikih Sunnah”
karya Sayyid Sabiq.
Perhatian Yusuf al-Qardhawi terhadap kondisi umat Islam
juga meningkat pesat. Berdirinya negara Israel diwilayah Palestina
yang disusul dengan kekalahan Arab melawan Israel, cukup
memprihatikannya, ditambah lagi kondisi mesir pada saat itu
semakin memburuk. Dalam keadaan tersebut Yusuf al-Qardhawi
sering mendengar pidato Imam Hasan al- Banna yang
memukaukan dirinya dari isi penyampaiannya, kekuatan hujjah
keluasan cakrawala serta semangat yang membara. Makin lama
perasaan yang bertumpuk itu mengumpul menjadi kristal semangat
menggejolak sehingga bergumulannya dengan pemikiran Hasan al-
Banna dilanjutkan dengan pertemuan rutin yang amat
mengesankan. Tidak heran bila ia pernah berkomentar antara lain:
tokoh ulama yang banyak mempengaruhi saya adalah Hasan al-
Banna, pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin yang sering saya
ikuti ceramah-ceramahnya.
Yusuf al-Qardhawi adalah seorang ulama yang tidak
menganut suatu mazhab tertentu. Dalam bukunya al-Halal wa al-
Haram ia mengatakan saya tidak rela rasio saya terikat dengan satu
-
36
mazhab dalam seluruh persoalan, salah besar bila hanya mengikuti
satu mazhab.45
3. Karya-karya Yusuf Qardhawi.
Dalam dunia pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf
alQaradhawi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam
kontemporer. Selain memberi kuliah dan seminar, ia telah menulis
sekitar 125 buku dalam berbagai demensi keislaman, seperti: fiqh
dan ushul fiqh, ekonomi Islam, Ulum Alquran dan Sunnah, akidah
dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan
kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam
umum, serial tokoh tokoh Islam, sastra dan lainnya.46
Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai
bahasa termasuk bahasa Indonesia, tercatat, sedikitnya 55 judul
buku Qardhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Di antara karyanya yang populer adalah:
a. Min Hady al-Islam Fatawa Mu‟asirah yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan judul Fatwa-Fatwa
Kontemporer.
b. Fiqh al-Zakat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dan Inggris.
45 Yusuf al-Qardhawi,( Halal dan Haram dalam Islam, terj: H. Mu‟ammal Hamidy,
Surabaya:PT Bina Ilmu,1976), cet 1, hlm. 4.
46
Situs pribadi Yusuf al-Qardhawi www.yusufqardhawi.com diakses pada 2 Otober 2019.
-
37
c. Fiqh al-Auliyat, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia sebagai Fikih Minoritas atau Fiqh of Minorities
dalam bahasa Inggris.
d. Fiqh Maqasid as-Syari‟ah yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia sebagai Fikih Maqasid Syariah.
e. al-Halal wa al-Haram fi al-Islam yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia dengan judul Halal dan Haram Dalam Islam.
-
38
BAB III
IJTIHAD TRANSPLANTASI ORGAN SYAIKH ABDUL QADIM
ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF QARADHAWI.
A. Ijtihad Syaikh Abdul Qadim Zallum.
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.
Syara' membolehkan seseorang pada saat hidupnya dengan
sukarela tanpa ada paksaan siapapun untuk menyumbangkan sebuah organ
tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang
disumbangkan itu, seperti tangan atau ginjal.
Ketentuan itu dikarenakan adanya hak bagi seseorang yang
tangannya terpotong, atau tercongkel matanya akibat perbuatan orang lain
untuk mengambil diyat (tebusan), atau memaafkan orang lain yang telah
memotong tangannya atau mencongkel matanya. Memaafkan pemotongan
tangan atau pencongkelan mata, hakekatnya adalah tindakan
menyumbangkan diyat.47
Sedangkan penyumbangan diyat itu berarti menetapkan adanya
pemilikan diyat, yang berarti pula menetapkan adanya pemilikan organ
tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. Adanya hak milik
orang tersebut terhadap organ-organ tubuhnya berarti telah memberinya
hak untuk memanfaatkan organ-organ tersebut, yang berarti ada
kemubahan menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang lain yang
47Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 20.
-
39
membutuhkan organ tersebut dan dalam hal ini Allah SWT telah
membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan berbagai
diyat. Allah SWT berfirman :
ًُ اىلِصاُص ِِف اىَلخََلۖ اُۡلرُّ ِٔا ُنخَِب َعيَيُك ٌَ ََ آ ي ا اَّله َٓ يَُّيا أ
َ ٍَ ُىثَٰ ه َفُُىثَٰ ةِاأل
ُخيِّ ةِاُۡلّرِ َواىَعتُد ةِاىَعتِد َواأل
ٌََِ أ ُعِِفَ ََلُ
داٌء إََِلِّ بِإِحصاٍنۗ ذَٰلَِم ََتفيٌف َعروِف َوأ ٍَ ََشٌء فَاحِّتاٌع ةِال
ًٌ َلَُّ َعذاٌب أ َِ اعَخدىَٰ ةَعَد ذَٰلَِم فَيَ ٍَ ٌَِ َربُِّكً َورَۡحٌَثۗ َف
"Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat."48
2. Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor Hidup.
Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat
seseorang masih hidup, ialah bahwa organ yang disumbangkan bukan
merupakan organ vital yang menentukan kelangsungan hidup pihak
penyumbang, seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini
dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan
kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya
48 Al Baqarah : 178
-
40
sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri
atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.
49Allah SWT berfirman :
ا ًٍ َ اكَن ةُِكً رَحي ُُفَصُكً ه إِنه اَّللهَ ۚه َوَل حَلخُئا أ
"Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian."50
Allah SWT berfirman pula :
ُ إَِّل َم اَّلله ةِاَۡلّقِ ه ذَٰىُِكً َوّصاُكً َوَل حَلُخئُا انلهفَس اىهيت َحره
ةِِّ ىََعيهُكً حَعلِئنَ "...dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)
yang benar."51
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa saja yang menjatuhkan diri dari sebuah gunung dan
membunuh dirinya sendiri, maka dia akan dimasukkan ke
dalam neraka Jahannam."
49 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 22.
50
An Nisaa' : 29
51
Al An'aam : 151
-
41
3. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal.
Hukum tranplanstasi organ dari seseorang yang telah mati berbeda
dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk
mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah
meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh
mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat.
Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal,
kami berpendapat bahwa tubuh orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh
seorang pun. Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang, sebenarnya
dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu
hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya.
Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya,
sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ
tubuhnya atau mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan
hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan
menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat
untuk menyumbangkannya.52
Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya,
kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya sejak dia
meninggal, hal ini karena Asy Syari' (Allah) telah mengizinkan seseorang
untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli
warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin
52 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 25.
-
42
dari Asy Syari' hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak
mencakup hal-hal lain.
Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak
berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya
setelah kematiannya53
.
Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewariskan
kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian,
para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si
mayit, karena mereka tidak memiliki tubuh si mayit, sebagaimana mereka
juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut54
.
Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa
pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan
disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda
tersebut. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para
ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak
dimiliki oleh selainahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status
mereka. Karena itu, seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak
memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal
untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya55
.
Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya,
maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan
53 Ibid
54 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 26.
55
Ibid
-
43
yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah
telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat
sebagaimana pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah SWT
menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan
menganiaya orang hidup.
Diriwayatkan dari A'isyah Ummul Mu'minin RA bahwa Rasulullah
SAW bersabda :
ٌَ ََعِءَِشَث كَاىَّج كَاَل رَُشُٔل اَّلَله – عييّ وشيً صَل اَّلله – َع
ّيِِج َنَهْۡسِهِ َحيًّا َنْۡسُ ٍَ ًِ اَل رواه اةَ ٌاجّ .َعْظ "Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan
tulang orang hidup."56
Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat
mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar
kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar
kehormatan dan menganiaya orang hidup. Dan sebagaimana tidak boleh
menganiaya orang hidup dengan membedah perutnya, atau memenggal
lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan tulangnya, maka
begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh dilakukan terhadap
mayat. Sebagaimana haram menyakiti orang hidup dengan mencaci maki,
56
bn Majah, Sunan Ibn Majah, hadis nomor 1684, bab Larangan Memecahkan Tulang
Mayat, juz V hlm. 182.
-
44
memukul, atau melukainya, maka demikian pula segala perbuatan ini
haram dilakukan terhadap mayat57
.
Hanya saja penganiayaan terhadap mayat dengan memecahkan
tulangnya, memenggal lehernya, atau melukainya, tidak ada denda
(dlamaan) padanya sebagaimana denda pada penganiayaan orang hidup.
Sebab Rasulullah SAW tidak menetapkan adanya denda sedikit pun
terhadap seseorang yang telah memecahkan tulang mayat di hadapan
beliau, ketika orang itu sedang menggali kubur.
Rasulullah SAW hanya memerintahkan orang itu untuk
memasukkan potongan-potongan tulang yang ada ke dalam tanah. Dan
Rasulullah menjelaskan kepadanya bahwa memecahkan tulang mayat itu
sama dengan memecahkan tulang hidup dari segi dosanya saja. Tindakan
mencongkel mata mayat, membedah perutnya untuk diambil jantungnya,
atau ginjalnya, atau hatinya, atau paru-parunya, untuk ditransplantasikan
kepada orang lain yang membutuhkannya, dapat dianggap sebagai
mencincang mayat.
Dengan penjelasan fakta hukum mengenai pelanggaran kehormatan
mayat dan penganiayaan terhadapnya ini, maka jelaslah bahwa tidak
dibolehkan membedah perut mayat dan mengambil sebuah organnya untuk
ditransplantasikan kepada orang lain. Ini karena tindakan tersebut
dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan mayat serta
merupakan penganiayaan dan pencincangan terhadapnya. Padahal
57 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 27.
-
45
melanggar kehormatan mayat dan mencincangnya telah diharamkan secara
pasti oleh syara'.
4. Keadaan Darurat.
Keadaan darurat adalah keadaan di mana Allah membolehkan
seseorang yang terpaksa yang kehabisan bekal makanan, dan
kehidupannya terancam kematian untuk memakan apa saja yang
didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai, darah,
daging babi, dan lain-lain58
.
Apakah dalam keadaan seperti ini dibolehkan mentransplantasikan
salah satu organ tubuh mayat untuk menyelamatkan kehidupan orang lain,
yang kelangsungan hidupnya tergantung pada organ yang akan
dipindahkan kepadanya? Untuk menjawab pertanyaan itu harus diketahui
terlebih dahulu hukum darurat, sebagai langkah awal untuk dapat
mengetahui hukum transplantasi organ tubuh dari orang yang sudah mati
kepada orang lain yang membutuhkannya.59
Mengenai hukum darurat, maka Allah SWT telah membolehkan
orang yang terpaksa yang telah kehabisan bekal makanan, dan
kehidupannya terancam kematian untuk memakan apa saja yang
didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah SWT seperti bangkai,
darah, daging babi, dan lain-lain hingga dia dapat mempertahankan
hidupnya. Allah SWT berfirman :
58 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 28.
59
Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 28-29.
-
46
ِْوه ةِِّ ًَُ اخلزِنيرِ َوٌا أ َم َوَۡل يَخَث َوادله ٍَ ًُ ال َم َعيَيُك ا َحره إٍُِه
ًَ َعيَيِّ ه إِنه َِ اضُطره َغرَي ةاٍغ َوَل َعٍد فاَل إِث ٍَ ِۖ َف ىَِغريِ اَّلله
ًٌ َ َغفٌٔر رَحي اَّلله"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya."60
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan
haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi
kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau
memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan
membunuh dirinya sendiri. Padahal Allah SWT berfirman :
ُُفَصُكًَ ۚه َوَل حَلخُئا أ
"Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian."61
Dari penjelasan di atas, dapatkah hukum darurat tersebut
diterapkan dengan jalan Qiyas pada fakta transplantasi organ dari orang
60 Al Baqarah : 173 61 An Nisaa' : 29
-
47
yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya guna
menyelamatkan kehidupannya.
Jawabannya memerlukan pertimbangan, sebab syarat penerapan
hukum Qiyas dalam masalah ini ialah bahwa 'illat (sebab penetapan
hukum) yang ada pada masalah cabang sebagai sasaran Qiyas yaitu
transplantasi organ harus juga sama-sama terdapat pada masalah pokok
yang menjadi sumber Qiyas yaitu keadaan darurat bagi orang yang
kehabisan bekal makanan baik pada 'illat yang sama, maupun pada jenis
'illatnya. Hal ini karena Qiyas sesungguhnya adalah menerapkan hukum
masalah pokok pada masalah cabang, dengan perantaraan 'illat pada
masalah pokok.
Maka jika 'illat masalah cabang tidak sama-sama terdapat pada
masalah pokok dalam sifat keumumannya atau kekhususannya maka
berarti 'illat masalah pokok tidak terdapat pada masalah cabang. Ini berarti
hukum masalah pokok tidak dapat diterapkan pada masalah cabang.
Dalam kaitannya dengan masalah transplantasi, organ yang
ditransplantasikan dapat merupakan organ vital yang diduga kuat akan
dapat menyelamatkan kehidupan, seperti jantung, hati, dua ginjal, dan dua
paru-paru. Dapat pula organ tersebut bukan organ vital yang dibutuhkan
untuk menyelamatkan kehidupan, seperti dua mata, ginjal kedua (untuk
dipindahkan kepada orang yang masih punya satu ginjal yang sehat),
tangan, kaki, dan yang semisalnya. Mengenai organ yang tidak menjadi
tumpuan harapan penyelamatan kehidupan dan ketiadaannya tidak akan
-
48
membawa kematian, berarti 'illat masalah pokok yaitu menyelamatkan
kehidupan tidak terwujud pada masalah cabang (transplantasi)62
.
Dengan demikian, hukum darurat tidak dapat diterapkan pada fakta
transplantasi. Atas dasar itu, maka menurut syara' tidak dibolehkan
mentransplantasikan mata, satu ginjal (untuk dipindahkan kepada orang
yang masih mempunyai satu ginjal yang sehat), tangan, atau kaki, dari
orang yang sudah meninggal kepada orang lain yang membutuhkannya.
Sedangkan organ yang diduga kuat menjadi tumpuan harapan
penyelamatan kehidupan, maka ada dua hal yang harus diperhatikan.
Pertama, 'Illat yang terdapat pada masalah cabang (transplantasi) yaitu
menyelamatkan dan mempertahankan kehidupan tidak selalu dapat
dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat. Sebab,
tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan
Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya.
Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua
ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang penerima
organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadangkadang
tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-
orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, 'illat pada
masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.
Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam
Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat
62 Ibid
-
49
yang bertentangan dengannya (ta'arudl raajih), yang berlawanan dengan
apa yang dikehendaki oleh 'illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang
-yakni transplantasi organ telah terdapat nash yang lebih kuat yang
berlawanan dengan apa yang dikehendaki 'illat Qiyas, yaitu keharaman
melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan
mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang
dikehendaki oleh 'illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu
kebolehan melakukan transplantasi63
.
Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan
mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan
penyelamatan kehidupan seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru
dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam)
baik dia seorang muslim, ataupun seorang dzimmi, seorang mu'ahid, dan
seorang musta'min kepada orang lain yang kehidupannya tergantung pada
organ yang akan ditransplantasikan kepadanya.64
63 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 30-31.
64
Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.
Hlm. 31.
-
50
5. Dasar Metode Menurut Abdul Qadim Zallum.
Pandangan ijtihad yang digunakan Abdul Qadim Zallum terdapat
dalam beberapa hal yang digunakan bagi mengeluarkan satu metode yang
bole digunapakai. Metode digunakan yaitu bayani, dan juga ta‟lili. Metode
bayani yang digunakan dalam ayat Al-Quran dalam surah An-Nisaa ayat
29 dan Surah An-An‟aam ayat 151, yang menceritakan tentang larangan
membunuh diri sendiri yaitu dalam ayat tersebut hukumnnya haram. Pada
metode bayani ini Abdul Qadim Zallum menemukan hukum yang
terkandung dalam nash, baik dari segi ketetapannya maupun dari segi
penunjukannya. Metode yang dijumpai dari ayat itu dikeluarkan untuk
larangan daripada seseorang itu membunuh diri sendiri tanpa sebab yang
membolehkan untuk membunuh dirinya.
Pada metode ta‟lili, ijtihad qiyasi yaitu ijtihad untuk menggali dan
menetapkan hukum terhadap suatu kejadian yang tidak ditemukan dalilnya
secara tersurat dalam nash baik secara qath’i maupun secara dhanni. Abdul
Qadim Zallum menqiyaskan dalil hadith tersebut:
ّيِِج َنَهْۡسِهِ َحيًّا َنْۡسُ ٍَ ًِ اَل َعْظ
"Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan
tulang orang hidup."65
Dengan hadith tersebut Syaikh Abdul Qadim Zallum
mengqiyaskan tentang larangan berbuat apa-apa kepada mayat karena
65
bn Majah, Sunan Ibn Majah, hadis nomor 1684, bab Larangan Memecahkan Tulang
Mayat, juz V hlm. 182.
-
51
berlakunya satu pencabulan terhadap si mati itu. Dan sebagaimana tidak
boleh menganiaya orang hidup dengan membedah perutnya, atau
memenggal lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan
tulangnya, maka begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh
dilakukan terhadap mayat.
B. Ijtihad Syaikh Yusuf Qaradhawi.
1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.
Ada yang menyatakan bahwa diperbolehkannya seseorang
mendermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itu miliknya. Maka,
apakah seseorang itu memiliki tubuhnya sendiri sehingga ia dapat
mempergunakan sekehendak hatinya, misalnya dengan mendonorkannya
atau lainnya?. Sebagaimana seorang itu tidak bisa melakukan tubuhnya
dengan semau sendiri pada waktu dia hidup dengan melenyapkan dan
membunuhnya, maka dia tidak boleh mempergunakan sebagian tubuhnya
jika sekiranya timbul kemudaratan.
Namun demikian, perlu diperlihat disini meskipun tubuh titipan
Allah S.W.T , tetapi manusia diberi wewenang untuk memanfaatkan dan
mempergunakan sebagaimana harta. Harta hakikat milik Allah SWT
sebagaimana disyariat oleh Al-Quran dalam firman:
ً ُْ ي آحاُكً ه َوآحٔ ِ اَّله ٌَِ ٌاِل اَّلله
-
52
“… dan berikanlah kepada mereka sebagian harta
Allah yang dikurniakan-Nya kepadamu…”66
Akan tetapi, Allah SWT memberi wewenang kepada manusia
untuk memiliki dan membelanjakan harta itu.
Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian harta untuk
kepentingan orang lain yang membutuhkannya, maka diperkenakan juga
seseorang mendermakan sebagian tubuhnya untuk orang lain yang
memerlukannya.
Apabila seorang muslim itu dibenarkan menceburkan dirinya ke
laut untuk menyelamatkan orang lain yang sedang lemas atau masuk
kedalam tengah dijilat api dan memadamkannya, maka mengapa tidak
diperbolehkan seorang muslim mempertaruh sebagian organ tubuh untuk
kemaslahan orang lain yang membutuhkan?
Pada zaman sekarang kita melihat adanya donor darah, yang
merupaka