tp siti kerja

108
PEMERIKSAAN METASTASIS KEGANASAN HEMATOLOGI PADA LCS DAFTAR ISI BAB 1. Pendahuluan BAB 2. Keganasan hematologi 1. Klasifikasi keganasan hematologi 2. Patofisiologi metastasis keganasan hematologi pada multi organ 3. Diagnosis BAB 3. Metastasis keganasan hematologi pada LCS 1. Patofisiologi metastasis keganasan hematologi pada LCS 2. Indikasi pemeriksaan LCS Patogenesis metastase keganasan hematologi ke LCS BAB 4. Aspek laboratorium pemeriksaan LCS pada keganasan hematologi 1. Pengambilan , pengumpulan sampel LCS 2. Teknik / prosedur pemeriksan LCS dan prinsip pemeriksaan 3. Interpretasi hasil laboratorium 4. Hubungan atau kegunaaan klinik. BAB 5. Ringkasan BAB 6. Penutup

Upload: sri-hadiyah

Post on 07-Aug-2015

191 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tp Siti Kerja

PEMERIKSAAN METASTASIS KEGANASAN HEMATOLOGI PADA LCS

DAFTAR ISI

BAB 1. PendahuluanBAB 2. Keganasan hematologi

1. Klasifikasi keganasan hematologi2. Patofisiologi metastasis keganasan hematologi pada multi organ3. Diagnosis

BAB 3. Metastasis keganasan hematologi pada LCS

1. Patofisiologi metastasis keganasan hematologi pada LCS2. Indikasi pemeriksaan LCS

Patogenesis metastase keganasan hematologi ke LCS

BAB 4. Aspek laboratorium pemeriksaan LCS pada keganasan hematologi

1. Pengambilan , pengumpulan sampel LCS2. Teknik / prosedur pemeriksan LCS dan prinsip pemeriksaan3. Interpretasi hasil laboratorium4. Hubungan atau kegunaaan klinik.

BAB 5. Ringkasan

BAB 6. Penutup

Page 2: Tp Siti Kerja

BAB 1

PENDAHULUAN

Keganasan hematologi adalah proses neoplastik yang mengenai darah

dan jaringan pembentuk darah beserta seluruh komponennya.(1-6). Kelompok

keganasan hematologi dapat dimasukkan dalam pembagian sebagai

berikut :penyakit mieloproliferatif, limfoproliferatif dan imunoproliferatif. Sifat-

sifat keganasan hematologi umumnya adalah monoklonalitas ( seluruh sel ganas

ganas berasal dari mutasi neoplastik satu buah sel), pertumbuhanya progresif,

mendominasi klon sel normal sampai tertekan dan menghilang sama sekali, dan

terjadi instabilitas genetik sehingga terus menerus terjadi perubahan kromosom

yang mempengaruhi sifat keganasan tersebut. Proses neoplastik pada sistem

hemopoitik akan menyebabkan gagal sumsum tulang yang menyebabkan anemi,

gangguan lekosit atau trombosit, proliferasi sel yang beredar secara sistemik,

kelainan imunologi dan hiperviskositas , infiltrasi ke dalam multi organ atau

jaringan termasuk di dalamnya metastasis ke sususnan saraf pusat (SSP).(hkr.

Penyebaran sel kanker pada Sistem Saraf Pusat (SSP) merupakan

masalah yang serius yang menyebabkan gejala neurologik dan kematian yang

cepat. Diagnosis leukemia pada SSP sangat penting karena berhubungan dengan

angka kesakitan dan berimplikasi pada relaps hematologi. Leukemia pada SSP

terjadi sektar 5-10 % ALL pada anak despite terapi profilksis. Pasien – pasien

leukemia menggambarkan remisis sumsum tulang yang lebih panjang drngan

terapi kemopterapi moderen.

Page 3: Tp Siti Kerja

Meningkatnya deteksi keganasan pada liqour cerebrospinal (LCS )

merupakan sebuah informasi klinis yang penting, karena bila teknik diagnostik

terbaru yang digunakan tidak terlalu sensitif, maka akan terjadi keterlambatan

penegakan diagnostik kemudian gejala penyakit menjadi lebih lanjut dan

ireversibel, sehingga pilihan terapi menjadi semakin terbatas atau bahkan tidak

ada. Sel kanker yang menginfiltrasi LCS dapat menyebabkan meningitis

neoplastik, sebuah kondisi fatal dan progresif yang cepat yang ditandai dengan

defisit neurologis [3]. Di seluruh diagnosis kanker, keterlibatan leptomeningeal

dapat ditemukan pada 5% pasien, dan karies merupakan diagnosis yang rendah

dengan median survival dibawah 3 bulan yang ditandai dengan penurunan

neurologis yang cepat [3,4]

Satu pemeriksaan di bidang Neurologi yang sangat penting dan tidak

tergantikan oleh kemajuan teknologi ilmu kedokteran adalah pungsi lumbal dan

pemeriksaan cairan LCS. Sejak diperkenalkan secara ilmiah oleh Quincke pada

tahun 1891 pemeriksaan LCS banyak memberikan hasil penemuan penyakit yang

sangat penting untuk ilmu kedokteran. Volume LCS berkisar 125-150 mL dan

diproduksi di pleksus koroid dengan kecepatan 500 - 600 mL/ hari.

Metode yang kini tersedia untuk mendeteksi penyebaran kanker ke

dalam LCS adalah sitologi, pemeriksaan neurologis, dan neuroimaging. Ketiga

metode ini dapat diterapkan untuk mencapai sebuah diagnosis, tetapi masih

terdapat permasalahan seperti kurangnya sensitivitas, menyebabkan keterlambatan

pengobatan dalam banyak kasus. Sebagai gambaran alat penelitian di bidang

deteksi kanker LCS mengungkapkan berbagai teknologi yang menjanjikan yang

Page 4: Tp Siti Kerja

dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang biologi metastasis kanker

serta untuk mengembangkan metode deteksi klinis yang lebih kuat. Tujuan utama

tinjauann pustaka ini untuk menggambarkan keadaan deteksi sel kanker dalam

LCS pada keganasan hematologi sehingga dapat membantu diagnosis dan terapi

yang cepat dan tepat.

Page 5: Tp Siti Kerja

BAB . 2

KEGANASAN HEMATOLOGI

1.1 KLASIFIKASI KEGANASAN HEMATOLOGI

Klasifikasi untuk keganasan hematologi telah dikeluarkan oleh WHO.

Perbedaan antara klasifikasi WHO dengan klasifikasi dari FAB dapat dilihat di bawah

ini.2

KLASIFIKASI KEGANASAN MIELOID 2,3

FAB WHO

- Chronic myeloproliferative disease

- Myelodysplastic syndromes - Acute myeloid leukemias

- Chronic myeloproliferative disease- Myelodyplastic/myeloproliferative disease - Myelodysplastic syndromes - Acute myeloid leukemias

Dalam klasifikasi WHO beberapa penyakit yang menunjukkan karakteristik

mieloproliferatif dan mielodisplastik diletakkan ke dalam kelompok baru yang

terpisah (Myelodysplastic/myeloproliferative disease).

KLASIFIKASI CHRONIC MYELOPROLIFERATIVE DISEASE

(CMPD)2,3

Keganasan sel stem dengan ganguan pada benih klonal yang berjalan kronik.

Dengan karakteristik berupa splenomegali dan jumlah sel yang tinggi dalam satu atau dua

garis sel.. Sumsum tulang hiperseluler dengan tanda diferensiasi, tidak ada displasia.

FAB WHO

- Chronic myelogenous leukemia (CML)

- Agnogenic myeloid metaplasia with myelofibrosis (MF) (Idiopathic myelofibrosis)

- Polycythemia vera (EV)

- CML Ph+ : t(9;22)(qq34;q11), BCR/ABL

- Chronic neutrophilic leukemia - Chronic eosinophilic leukemia

hypereosinophilic syndrome

Page 6: Tp Siti Kerja

- Essential thrombocytemia (ET) - Chronic idiopathic myelofibrosis - Polycythemia vera - Essential thrombocytemia

Perubahan yang terpenting yaitu, dalam klasifikasi WHO Ph+ dimasukkan dalam

CML. Kasus Ph- (yang menunjukkan tanda-tanda mielodisplastik dan diketahui

mempunyai prognosis yang buruk) dimasukkan dalam atypical CML (aCML), dan dalam

klasifikasi baru tergolong dalam kelompok myelodysplastic/myeloproliferative disease.

KLASIFIKASI MYELODYSPLASTIC/MYELOPROLIFERATIVE DISEASE 2,3

Menurut WHO :

- Pada klasifikasi FAB, CMML tergolong dalam myelodysplastic syndromes

(MDS). Sekitar satu setengah dari kasus menunjukkan proliferatif, tanda

displastik lainnya, tetapi bentuknya berbeda dengan penyakit yang sama.

-

KLASIFIKASI MYELODYSPLASTIC SYNDROMES (MDS)2,3

FAB WHO

Refractory anemia (RA)

Refractory anemia with ringed sideroblast

(RARS)

Refractory anemia wih excess blasts (RAEB)

Refractory anemia with excess blasts in

transformation (RAEB-T)

Refractory anemia

without ringed sideroblasts

with ringed sideroblasts

Refractory cytopenia with

multilineage dysplasia

Refractory anemia with excess blasts

- Atypical myelogenous leukemia (aCML)

- Chronic myelomonocytic leukemia (CMML)

- Juvenile myelomonocytic leukemia (JMML)

Page 7: Tp Siti Kerja

Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) 5q-syndrome

unclassifiable

-

- Perubahan mayor : RAEB-T pada klasifikasi FAB sekarang

dipertimbangkan menjadi leukemia akut, tidak tipe MDS.

- CMML pada klasifikasi FAB, oleh WHO ditempatkan pada kelompok

MPD/MDS. Kelompok baru dibentuk dari kasus yang sebelumnya

diklasifikasikan sebagai Refractory anemia (RA) atau Refractory anemia with

ringed sideroblast (RARS) dimana displasia mempengaruhi lebih dari satu garis

sel, karena kasus ini mempunyai prognosis buruk (Refractory cytopenia with

multilineage dysplasia).

- 5q-syndrome merupakan subgrup yang baru (kehilangan lengan panjang

kromosom 5).

KLASIFIKASI ACUTE MYELOID LEUKEMIAS (AML)2,3

FAB WHO

M0 : minimally differentiated

M1 : myeloblastic leukemia without maturation

M2 : myeloblastic leukemia with maturation

M3 : hypergranular promyelocytic leukemia

M4 : myelomonocytic leukemia

M4Eo : variant, increase in marrow eosinophils

M5 : monocytic leukemia

M6 : erythroleukemia

(DiGuglielmo’s disease)

M7 : megakaryoblastic leukemia

AML with recurrent cytogenetic abnormalities AML with t(8;21)(q22;q22),(AML1/ETO)

AML with abnormal bone marrow eosinophils inv (16) (p13q22)ort(16;16)(p13;q22) (CBF/MYH11)Acute promyelocytic leukemia (AML with

t(15;17) (q22;q12), (PML/RAR) and variants)

AML with 11q23(MLL) abnormalities.

AML with multineage dysplasia AML and myelodysplastic syndrome, therapy related

Alkylating agent related

Topoisomerase II inhibitor – related

AML not otherwise categorized AML minimally differentiated

AML without maturation

Page 8: Tp Siti Kerja

AML with maturation

Acute myelomonocytic leukemia

Acute erythroid leukemia

Acute megakaryoblastic leukemia

Acute basophilic leukemia

Acute panmyelosis with myelofibrosis

Myeloid Sarcoma

Acute Leukemias of Ambiquous Lineage

-- Perubahannya yaitu : leukemia dengan abnormalitas sitogenetik yang menetap

dan yang berkaitan dengan MDS telah dimasukkan ke dalam kelompok yang

terpisah, sisa dari klasifikasi FAB yang lama digolongkan ke dalam kategori

AML not otherwise.

- KLASIFIKASI KEGANASAN LIMFOID 3

- (“REAL” classification of lymphoid malignancies)

- Klasifikasi keganasan limfoid menurut WHO :Bagian 1 : Tipe Non-

Hodgkin

Page 9: Tp Siti Kerja

B cell

Precursor B cell neoplasmPrecursor B lymphoblastic leukemia/lymphoma

(precursor B cell acute lymphoblastic leukemia)

Mature (peripheral) B cell neoplasmsChronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma

B cell prolymphocytic leukemia

Lymphoplasmacytic lymphoma

Splanic marginal Zone lymphoma

Hairy cell leukemia

Plasma cell neoplasms

Plasma cell myeloma

Plasmacytoma

Monoclonal immunoglobin deposition diseases

Heavy chain diseases

Extranodal marginal Zone B cell lymphoma (MALT lymphoma)

Nodal marginal Zone B cell lymphoma

Follicular lymphoma

Mantle cell lymphoma

Diffuse large B cell lymphoma

Burkitt’s lymphoma/Burkitt’s cell leukemia

T cell

Percursor T cell neoplasm Precursor T lymphoblastic lymphoma/leukemia

(precursor T cell acute lymphoma/leukemia)

Mature (peripheral) T cell neoplasmsT cell prolymphocytic leukemia

Page 10: Tp Siti Kerja

T cell large granular lymphocytic leukemia

Aggressive NK cell leukemia

Adult T cell leukemia / lymphoma

Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type

Enteropathy-type T cell lymphoma

Hepatosplenic T cell lymphoma

Subcutaneus panniculitis-like T cell lymphoma

Blastic NK-cell lymphoma

Mycosis fungoides/Sezary syndrome

Primary cutaneous CD-30 positive T-cell lymphoproliferative disorders

Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma

Lymphomatoid papulosis

Borderline lesion

Angioimmunoblastic T cell lymphoma

Peripheral T cell lymphoma, unspecified

Anaplastic large cell lymphoma

-- Bagian 2 : Hodgkin Lymphoma

Nodular lymphocyte-predominant Hodgkin lymphoma

Classical Hodgkin lymphoma

Nodular selerosis Hodgkin lymphoma

Mixed-cellularity Hodgkin lymphoma

Lymphocyte-rich classical Hodgkin lymphoma

Lymphocyte-depletion Hodkgkin lymphoma

-

-

-

-

Page 11: Tp Siti Kerja

1.2. Patofisiologi metastasis keganasan hematologi pada multi organ

Proses neoplastik pada sistem hematologik akan menyebabkan sebagai berikut:

1. Gagal sumsum tulang ( bone marrow failure) mengakibatkan antara lain ;

a. anemi menimbulkan pucat dan lemah

b. gangguan lekosit (netropenia) menimbulkan infeksi yang ditandai oleh

demem, infeksi rongga mulut,tenggorok, kulitsaluran nafas, sepsis

sampai syok septik.

c. Trombositopenia menimbulkan perdarahan kulit, mukosa, gusi dan

epistaksis.

2. Proliferasi sel mieloid dan limfoid dalam sumsum tulangyang kemudian

beredar secara sistemik.

3. Infiltrasi ke dalam organ atau jaringan sehingga menimbulkan

organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)

4. Kelainan imunologik terdiri dari:

a.gangguan pembentukan antibodi

b. gangguan imun seluler

e. Pengaruh produk tumor terdiri atas:

a. hiperviskositas

b. peningkatan osteoklas menimbulkan lesi tulang( nyeri tulang dan

strernum)

c. gagal ginjal yang timbul akibat asam urat yang meningkat

Page 12: Tp Siti Kerja

Komplikasi keganasan hematologi pada multi organ

Faktor predosposisi ( kelainan kromosom,defek imunologik,defek hematologik)

Faktor etiologi ( virus, lingkungan ( radiasi, bahan kimia,dll)

Mutasi somatik sel induk

Proliferasi neoplastik dan differensiation arrest

Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang

Gagal sumsum tulang

Anemi, perdarahan

infeksi

Sel leukemia Inhibisi haemopoiesis normal

Infiltrasi ke multi organ

hiperkatabolik

Asam urat

gout

Gagal ginjal

Katabolisme

Keringat malam

Tulang

Nyeri tulang

Darah

Sindrom hiperviskositas

RES

Limfadenopat,ihepatomegali,splenomegali

Ekstra meduler lain

Meningitis, lesi kulit, pebesaran testis

Page 13: Tp Siti Kerja

BAB .3

METASTASIS KEGANASAN HEMATOLOGI PADA LCS

1.1. PATOGENESIS

Leptomenings secara anatomi didefinisikan sebagai piamater dan

arachnoid, pembungkus jaringan yang melingkupi otak dan medulla spinalis.

Invasi ke leptomenings atau cairan serebrospinal oleh kanker disebut sebagai

metastasis lemptomeningeal (Kokkoris, 1983). Metastasis leptomeningeal adalah

sebuah istilah umum yang mewakili meningitis karsinomatosa (metastasis yang

disebabkan oleh karsinoma), meningitis limfomatosa (metastasis yang disebabkan

oleh limfoma), meningtis leukemia (metastasis yang disebabkan oleh leukemia),

dan gliomatosis meningeal (penyebaran ke cairan serebrospinal yang disebabkan

oleh tumor glia ganas). Oleh sebab itu, metastasis leptomeingeal dapat

diakibatkan oleh penyebaran tumor otak primer, seperti yang sering terlihat pada

medulloblastoma dan tumor neuroektodermal terkait lainnya, atau oleh metastasis

SSP dari tumor sistemik, yang seringkali dijumpai pada adenokarsinoma

(misalnya paru-paru dan payudara), limfoma dan leukemia (Chamberlain 1992;

Metastasis leptomeingeal merupakan komplikasi yang semakin sering

terjadi, diperkirakan terjadi pada sekitar 5% dari semua pasien dengan kanker.

Metastasis leptomeningeal yang berasal dari tumor solid lebih sering dijumpai

pada pasien dengan kanker sistemik stadium lanjut, dan oleh sebab itu metastasis

ini ada bersama dengan kanker sistemik yang aktif, sementara meningitis

leukemia dan limfomatosa seringkali merupakan lokasi pertama rekurensi tumor

tanda bukti adanya penyakit sistemik (Kaplan dkk, 1990). Pada sekitar 5-10%

pasien, metastasis leptomeningeal merupakan permulaan gambaran klinis kanker;

dalam kasus ini, penentuan derajat/staging penyakit sistemik dibuat untuk

menentukan tumor primer dan pola metastasisnya . Tidak seperti kanker lain yang

mengenai sistem saraf, metastasis leptomeningeal secara klinis manifestasinya

pleomorfik, dan indeks kecurigaan tinggi diperlukan untuk mendiagnosisnya pada

Page 14: Tp Siti Kerja

waktu yang tepat. Karena sel tumor bersirkulasi dalam cairan serebrospinal,

metastasis leptomeningeal dapat mengenai seluruh SSP, tetapi lebih sering

mengenai satu dari tiga regio SSP: (1) hemisfer serebri, (2) nervus cranialis, (3)

medulla spinalis dan radix-nya .

Secara klinis suspek metastasis leptomeningeal didiagnosis dengan

pemeriksaan cairan serebrospinal untuk mengetahui adanya sel ganas dan dengan

pemeriksaan neuroradiografi antara lain CT scan dengan kontras atau MRI dengan

gadolinium-enhanced, CT-myelografi, MRI medulla spinalis dengan kontras, dan

pemeriksaan aliran radionuklid dalam LCS Pola neuroradiografi yang sesuai

dengan gejala dan tanda yang mencurigakan secara klinis diperlukan untuk

membuat diagnosis; namun konfirmasi hasil yang positif dengan pemeriksaan

analisis sitologi tumor dalam cairan serebrospinal masih menjadi standar

diagnostik.

Metastasis leptomeningeal biasanya mengenai seluruh neuraxis, sehingga

terapinya dirancang agar dapat mencapai seluruh kranium dan spasium

subarachnoid medulla spinalis. Karena metastasis leptomeningeal seringkali ada

bersama dengan penyakit berat yang lain, terapi radiasi yang melibatkan

lapangan/daerah intra atau ekstraaxial digunakan tanpa memandang apakah

penyakit lainnya ini secara klinis bergejala. Untuk beberapa obat, penetrasi

kemoterapi sistemik ke dalam cairan serebrospinal buruk; oleh sebab itu

diperlukan pemberian obat intracavitas regional. Sayangnya, bahkan penyebaran

regional obat di dalam cairan serebrospinal dapat menjadi problematik karena

penetrasinya hanya sampai jarak yang pendek ke dalam parenkim otak dan tumor;

penetrasi obat ke dalam nodul yang berdiameter 2-3 mm masih mungkin baik

(Blasberg dkk, 1977), tetapi penetrasi dosis obat efektif ke dalam nodul 5 mm

tidak dapat dicapai pada sebagian besar kasus.

Page 15: Tp Siti Kerja

Komplikasi neurologis

Komplikasi neurologis sering terjadi pada keganasan hematologi. Di sini,

keterlibatan menings, otak, dan medulla spinalis disebut sebagai fenomena

paraneoplastik yang langka.

Keterlibatan Meningeal

Menings merupakan tempat yang sering terlibat dalam neoplasma hematologi,

termasuk ALL, AML, dan NHL (103, 104, 105 dan 106). Sindroma klinis yang

dihasilkan pada umumnya terkait dengan tekanan intrakranial yang meningkat:

sakit kepala, letargi, mual, dan muntah. Selama sindrom meningeal ini

berlangsung, papilledema dan tanda dan gejala iritasi meningeal, seperti kaku

kuduk dan Kernig sign dan Brudzinski sign akan muncul. Kejang dan perubahan

status mental merupakan gejala lanjutan yang terjadi belakangan. Kumpulan

gejala ini dalam hubungannya dengan keterlibatan menings telah dikenal sebagai

sindroma meningeal dan hal ini berbeda pada pasien-pasien AL dengan

keterlibatan meningeal yang tanpa gejala pada saat didiagnosis. Palsi/kelumpuhan

saraf kranial terdapat pada sekitar 20% pasien dengan klinis sindroma meningeal

(107). Keterlibatan nervus trigeminalis dapat mengarah pada "sindrom dagu mati

rasa" (numb chin syndrom), sindrom yang jarang ini telah dilaporkan mungkin

terkait dengan keterlibatan hipotalamus. Sindroma ini meliputi hiperfagia dan

obesitas sebagaimana pada kelainan insulin dan sekresi hormon pertumbuhan

(108, 109). SSP adalah "tempat suci" dimana sebagian besar obat buruk

penetrasinya, dan kekambuhan meningeal terisolasi bahkan dapat terjadi setelah

terapi sistemik yang agresif (110). Pada ALL, dan pada AML dan NHL

derajat/stadium yang lebih rendah, terapi profilaksis digunakan untuk mencegah

kekambuhan meningeal terisolasi.

Strategi khusus antara lain penggunaan kemoterapi intratekal, kranial atau radiasi

kraniospinal, dan kemoterapi dosis tinggi dirancang untuk menembus ke dalam

cairan serebrospinal (CSF). Keterlibatan meningeal sering terjadi pada ALL dan

Page 16: Tp Siti Kerja

muncul pada saat didiagnosis atau di setiap saat dalam perjalanan penyakit. Pada

akhir tahun 1960-an, Evans dkk menjelaskan terjadi insidensi keterlibatan

meningeal sebanyak 3.8% per bulan selama tahun pertama menurun menjadi 2%

pada tahun kedua dan tahun ketiga (110a). Pavlovsky dkk melaporkan bahwa

risiko keterlibatan meningeal serupa pada pasien AML dan ALL pada usia yang

cocok/sesuai (111).

Keterlibatan meningeal ditemukan pada 7 dari 39 pasien yang baru didiagnosis

dengan AML yang diperiksa lumbal pungsi (LP) sebagai bagian dari evaluasi

rutin; sebagai catatan, ketujuh pasien tersebut mengalami myelomonositik akut

leukemia (112). Pada myelomonositik akut leukemia, terutama ketika terjadi

eosinofilia dan ada inversi kromosom 16, tampaknya memiliki insiden tinggi

keterlibatan meningeal (113, 114). Penggunaan dosis tinggi cytarabin (ara-C)

konsolidasi tampaknya dapat menurun (115). Infiltrasi menings terjadi pada

beberapa jenis NHL (105, 116, 117). Keterlibatan SSP dikaitkan dengan limfoma

derajat tinggi dan penyakit ekstranodal (118). Hal ini terutama sering terjadi pada

limfoma sel-T limfoblasik (119, 120); small noncleaved "Burkitt-like" NHL

(limfoma non hodgkin ‘mirip-Burkitt’ sel kecil yang tidak-membelah), dan

limfoma Burkitt. Profilaksis SSP pada umumnya menjadi komponen terapi untuk

penyakit ini (Bab 89). Dalam serangkaian kasus di National Cancer Institute,

keterlibatan meningeal telah dilaporkan pada 24% pasien dengan small

noncleaved "Burkitt-like" NHL (121). Penyakit meningeal dapat terjadi dalam

hubungannya dengan limfoma Burkitt bahkan ketika penyakit ini terbatas pada

rahang (122). Insidensi keterlibatan meningeal pada limfoma sel-mantel (mantle)

adalah bervariasi (123, 124 dan 125).

Walaupun keterlibatan meningeal jarang terjadi pada tipe lain NHL, NHL sinus

dan testis memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terjadinya penyebaran

meningeal baik pada saat didiagnosis ataupun saat terjadi kekambuhan (115, 116).

Keterlibatan limfomatosa menings sering terjadi pada pasien dengan infeksi HIV

(126, 127 dan 128) atau gangguan limfooproliferatif posttransplantasi (129). Hal

ini mungkin juga berlaku untuk pasien yang terinfeksi HIV dengan HD (130).

Page 17: Tp Siti Kerja

Neoplasma hematologi lain sesekali melibatkan menings. CML pada fase kronis

atau lebih sering pada fase blas dapat melibatkan menings (131, 132). Keterlibatan

meningeal tampaknya lebih sering pada fase blas bentuk limfoid (133, 134).

Sangat jarang terjadi keterlibatan meningeal pada MM dan leukemia plasma sel

(135, 136), CLL (137), dan HD (130)

Diagnosis keterlibatan meningeal dengan neoplasma hematologi dibuat dengan

pemeriksaan LP dan pemeriksaan cairan serebrospinal. LP sebaiknya dilakukan

secara dini pada pasien yang berisiko atau pasien dengan gejala sindroma

meningeal. Pada pasien trombositopenia, ada risiko kecil untuk terjadinya

hematoma sebagai komplikasi dari LP, dan direkomendasikan untuk dilakukan

transfusi platelet segera sebelum prosedur ini. Pemberian terapi methotrexate

(MTX) atau ara-C pada saat LP pada pasien yang diduga menderita sindrom

meningeal sangat beralasan, yaitu untuk menghindari kebutuhan diulanginya LP

jika hasil sitologi kembali positif. Ditemukannya sel tumor dalam cairan

serbrospinal dengan pemeriksaan sitologi membuktikan keterlibatan meningeal.

Sensitivitasnya meingkat dengan sentrifugasi cairan serebrospinal (138). Baru-

baru ini, teknik immunofenotipe telah diselidiki (139, 140). Secara khusus,

pewarnaan deoxynucleotidyl transferase terminal sangat membantu dalam

membedakan limfosit reaktif dari limfosit leukemia pada ALL (, 140 141).

Sitogenetika metafase juga telah dilakukan pada sampel cairan serebrospinal.

Kriteria klasik untuk mendiagnosis leukemia meningeal adalah hitung

jumlah sel dalam cairan serebropinal lebih dari 5 sel/mm3 dan adanya

bentuk sel blas yang dikenali pada preparat cytospin. Definisi yang lebih

halus dari leukemia SSP mengklasifikasikan cairan serebrospinal (liquor

cerebrospinal/LCS) menjadi tiga kategori (142). CNS1 menunjukkan LCS

yang jernih. CNS3 mewakili leukemia LCS yang jelas. CNS2 didefinisikan

oleh adanya sel blas dengan hitung jumlah total sel kurang dari 5 sel/mm3.

Adanya sel blas bahkan dengan jumlah sel kurang dari lima sel darah putih

(CNS2) menunjukkan risiko untuk terjadinya keterlibatan meningeal di

masa depan, sebaliknya, beberapa pasien dengan hitung jumlah sel blas

Page 18: Tp Siti Kerja

kurang dari sepuluh saat pemeriksaan LP rutin dan riwayat meningitis

leukemia secara klinis tidak nampak berkembang menjadi meningitis

leukemia (143, 144). Dalam kasus yang ambigu, LP harus diulang dalam 1

sampai 2 minggu. Diagnosis keterlibatan meningeal biasanya mudah, tetapi

mungkin saja ada beberapa kasus yang sulit didiagnosis. Situasi seperti ini

muncul ketika keganasan dan infeksi meningeal terjadi secara bersamaan.

Juga, sulit pula mendiagnosis pasien dengan dengan riwayat keterlibatan

meningeal di masa lalu (145).

Terapi untuk pasien keganasan hematologi dengan keterlibatan meningeal

tergantung pada situasi klinis. Tujuannya dapat untuk kontrol sementara ataupun

eradikasi lengkap keterlibatan meningeal. Dosis tinggi kemoterapi sistemik

(biasanya dengan ara-C atau MTX) dan radiasi kraniospinal berguna untuk

eradikasi penyakit meningeal. Terapi ini dibahas dalam Bab 78 karena keduanya

berhubungan dengan ALL. Prinsip yang sama dapat diterapkan untuk penyakit

yang lain. Di sini, kita membahas terapi intratekal yang dirancang untuk

mengontrol gejala lokal. Terapi andalan untuk sindroma meningeal melibatkan

pemberian agen kemoterapi secara langsung ke dalam LCS (146, 147).

Agen yang paling banyak digunakan adalah MTX, meskipun antimetabolit

lainnya, seperti ara-C dan 6-mercaptopurine, steroid, dan agen-agen alkylating

diaziquone (148) dan thiotepa (149), juga telah diteliti. Deksametason intratekal

secara cepat dapat memperbaiki gejala, mungkin melalui efek anti inflamasi. Obat

ini dapat menjadi sebuah pilihan yang baik untuk pasien dengan penyakit yang

sulit disembuhkan/refrakter dimana efek paliatif jangka pendek menjadi tujuan

terapi. MTX intratekal harus disuntikkan perlahan-lahan setelah LP

atraumatik/tanpa trauma. Segera setelah injeksi, pasien harus diposisikan

terlentang/supine dengan kaki pada tempat tidur ditinggikan untuk meningkatkan

distribusi obat (150). Obat harus steril dan dilarutkan dalam larutan salin atau

larutan garam yang seimbang. Pengawet obat bebas pada umumnya digunakan,

tetapi keuntungan dari pendekatan ini, jikalau ada, masih tidak jelas. Dokter harus

sangat waspada saat pemberian agen intratekal untuk menghindari overdosis.

Page 19: Tp Siti Kerja

Baru-baru ini, persiapan pelepasan ara-C (DepoCyt) secara berkelanjutan telah

disetujui untuk pengobatan meningitis neoplastik. Obat ini diberikan dengan dosis

50 mg, intratekal atau intraventrikular, setiap 2 minggu. Penelitian farmakokinetik

telah menunjukkan konsentrasi terapeutik ara-C bertahan lebih dari 14 hari.

Sebuah penelitian open-label terhadap 110 pasien dengan meningitis neoplastik

yang diterapi selama 1 bulan menunjukkan tingkat respon yang sama dengan yang

diterapi dua kali seminggu dengan MTX intratekal. Efek sampingnya ringan dan

bersifat sementara, antara lain sakit kepala dan arakhnoiditis (151). Agen yang

diberikan secara intratekal didistribusikan ke SSP. Volumenya di dalam SSP

bervariasi menurut usia, bukan menurut ukuran tubuh, sehingga

dosis berbasis usia—bukan luas permukaan tubuh—lebih tepat untuk obat

intratekal (Tabel 72.6) (152). Meningkatkan dosis MTX sampai lebih dari 12 mg

tidak memberikan keuntungan.

TABEL 72,6. Jadwal pengaturan dosis berdasarkan farmakokinetik obat untuk

Metotreksat intratekal

Umur (tahun) Dosis (mg)

<1 6

1 8

2 10

>= 3 12

Jadwal yang optimal maupun rute pemberian MTX (lumbal atau intraventrikular)

masih belum diketahui, begitu juga dengan peran terapi kombinasi seperti "terapi

triple," yang terdiri dari steroid, MTX, dan ara-C (153). MTX yang diberikan

setiap 2 atau 3 hari menginduksi remisi LCS pada sebagian pasien, namun, relaps

sering menjadi masalah (154). Meskipun tidak ada bukti yang jelas tentang

superioritasnya, kebanyakan pasien neoplasma hematologi dengan keterlibatan

meningeal menerima terapi intraventrikular melalui reservoir Ommaya (155).

Cara ini ditoleransi secara lebih baik oleh pasien dan memungkinkan kadar MTX

Page 20: Tp Siti Kerja

dalam LCS lebih dapat diandalkan dan lebih konsisten Perawatan harus diberikan

dengan baik untuk menghindari komplikasi dari reservoir Ommaya (156).

Prosedur ini harus dilakukan dalam kondisi steril untuk menghindari infeksi.

Penggunaan antibiotik perioperatif penting untuk mencegah infeksi. Posisi

reservoir penting diperhatikan untuk mencegah distribusi kemoterapi ke

intraparenkim, yang dapat menyebabkan leukoensefalopati. Sebagian besar pusat

pelayanan kesehatan menggunakan agen-tunggal MTX yang diberikan dua kali

seminggu sampai semua sel leukemia telah hilang.

Konsentrasi protein dalam LCS pada umumnya masih tetap tinggi. Maka menjadi

beralasan untuk memberikan terapi intratekal berkelanjutan, radiasi kraniospinal,

atau konsolidasi sistemik dosis tinggi untuk pasien yang penyakit sistemiknya

dapat dikendalikan. Toksisitas sering terjadi setelah pemberian kemoterapi

intratekal, meskipun sulit untuk menentukan apakah obat atau penyakit itu sendiri

yang menyebabkan komplikasi tertentu. Toksisitas telah dilaporkan pada terapi

dengan MTX, ara-C, dan obat-obatan intratekal yang dikombinasikan dengan

radiasi. Sering dijumpai kejadian arachnoiditis ringan yang transien/sementara

(157). Kejadian ini mungkin berhubungan dengan sakit kepala, mual dan muntah;

paresis dan paraplegia yang reversibel juga pernah dilaporkan. Toksisitas yang

berat dan kadang-kadang ireversibel, antara lain demensia, kejang, koma, dan

kematian, telah dilaporkan tetapi jarang terjadi. Sebuah sindroma demam ringan

dan mengantuk dapat terjadi 5-7 minggu setelah terapi intratekal (157).

Myelosupresi mungkin terjadi setelah kemoterapi intratekal, khususnya pada

pasien dengan gagal ginjal. Risiko lebih tinggi terjadinya leukoensefalopati

dijumpai pada pasien yang berusia lebih tua yang telah menerima iradiasi otak.

KETERLIBATAN OTAK

Penyebab paling umum dari massa otak pada keganasan hematologi adalah NHL;

tumor intraserebral yang berhubungan dengan hiperleukositosis pada AL yang

dibahas sebelumnya. Lesi dapat terjadi dalam hubungan dengan limfoma sistemik

atau dapat bersifat limfoma SSP primer. Limfoma SSP primer umumnya terjadi

Page 21: Tp Siti Kerja

pada pasien yang imunodefisiensi, dapat iatrogenik (misalnya, setelah

transplantasi organ) atau yang terkait dengan infeksi HIV. Frekuensi limfoma SSP

primer tampaknya meningkat cepat pada pasien yang immunocompromised

maupun imunokompeten (158). Meskipun jarang, massa parenkim otak pernah

dilaporkan ditemukan pada HD dan MM.

Kompresi Medulla Spinalis

Tubrukan medulla spinalis dengan tanda-tanda neurologis atau gejala yang terkait

merupakan keadaan darurat medis (Tabel 72.7). Hal ini dapat terjadi jika

neoplasma hematologi melibatkan medulla spinalis, menings, dura, atau vertebra

dengan kompresi medulla spinalis. Komplikasi ini sering terjadi pada pasien

dengan MM dan tidak jarang pula pada pasien dengan NHL dan HD. Limfoma

merupakan penyebab umum dari kompresi medulla spinalis pada anak-anak (159).

Leukemia merupakan penyebab yang langka, review/tinjauan pada tahun 1981

tentang keterlibatan medulla spinalis pada pasien dengan leukemia ditemukan

hanya 70 kasus yang terdokumentasi dengan baik (160), meskipun pasien lainnya

telah mengalaminya semenjak dilaporkan. Kompresi medulla spinalis disebabkan

oleh hematopoiesis extrameduler. Kompresi medulla spinalis dapat terjadi setiap

saat dalam perjalanan penyakit keganasan hematologi.

Page 22: Tp Siti Kerja

BAB 4

ASPEK LABORATORIUM PEMERIKSAAN LCS PADA METASTASIS

KEGANASAN HEMATOLOGI

1.1 Liquor serebrospinalis

Liquor serebrospinal (LCS) adalah cairan tubuh yang mengisi sistem

ventrikel dan sisanya terdistribusi di antara ruang subarachnoid otak dan spinal

cord dan ruang interstitial yang melingkupi elemen-elemen SSP dibentuk oleh

pleksus choroid (50%) dan secara langsung dari dinding ventrikulus (50%). Aliran

cairan serebrospinal melalui foramen Magendie & Luschka ke dalam ruang

subarachnoid dari otak dan korda spinalis. Ini diserap oleh vili arachnoid (90%)

dan secara langsung ke dalam venula otak besar (10%).

Permukaan ventrikel atau ependymal, bersifat permiabel terhadap LCS

maupun molekul-molekul berukuran besar lainnya. Sebaliknya, kompartemen

vaskular otak terpisahkan dari ruang LCS oleh endotil kapiler khusus, dan dapat

berperan untuk mencegah mengalirnya molekul yang berdiameter lebih besar dari

20 angstrom. Lapisan ependyma adalah pembentuk anatomi dasar dari blood-

brain barrier.

Rata-rata produksi LCS pada manusia adalah sekitar 0,3-0,4 ml/menit.

Sehingga volume LCS diperbaharui setiap 5-7 jam. Sekitar 70 % LCS diproduksi

oleh pleksus koroid, dan sisanya terbentuk sebagai hasil dari aktivitas metabolik

otak dan spinal chord parenchyma. Produksi LCS oleh pleksus koroid berawal

sebagai darah kemudian disaring dan dialirkan melalui kapiler koroid. Ultra filtrat

yang dihasilkan kaya dengan protein masuk menuju stroma pleksus koroid dan

Page 23: Tp Siti Kerja

berpindah menuju clefts sel-sel epitil koroid. Pada tahap ini terjadi bermacam-

macam tahapan proses, natrium dipisahkan menuju ventrikel digantikan oleh

kalium melalui pompa sodium-potassium-adenosine triphospahte (Na+-K+-

ATPase), yang diatur oleh sel epitel. Ion-ion klorida dan bikarbonat berpindah

secara pasif menuju LCS sebagai akibat adanya aktivitas anhidrase karbonat pada

sel epitil. Protein selanjutnya menuju sistem ventrikel melalui dua mekanisme

yang memungkikan; pinocytosis dan melalui pori-pori yang kecil. Pemisahan air

dari epitil koroid menuju ventrikel terjadi akibat perbedaan tekanan osmotik pada

sekresi natrium, pemisahan ini lebih dikenal sebagai migrasi pasif. Di samping itu

juga dikenal adanya produksi LCS ekstra koroid (extrachoroidal), sekitar 30 %

LCS terjadi pada LCS parenchyma.7,8

LCS berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk

melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari

luar. Produksi LCS merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,

sirkulasi dan absorpsi. Jumlah cairan serebrospinal dipertahankan tetap dalam

sewaktu, maka LCS diganti 4-5 kali dalam sehari.

Perubahan dalam LCS dapat merupakan proses dasar patologi suatu

kelainan klinik. Pemeriksaan LCS sangat membantu dalam mendiagnosa

penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan

perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan LCS

adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan

diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test

sensitivitas antibiotika.

Page 24: Tp Siti Kerja

Fungsi LCS

Secara khusus LCS mempunyai fungsi :

1. LCS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada

LCS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi

mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem

saraf.

2. LCS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam

tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari

keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak.

3. LCS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti

CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai

sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri,

materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan

melalui villi arakhnoid.

4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari

lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan

ke LCS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan LCS dengan

mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat

pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau

masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan

mengembang sekitar 30%.5,9

Page 25: Tp Siti Kerja

Persiapan pasien

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan

laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari

tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi

yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang

keliru bagi pasien.

Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi

klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan

instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap

hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan

penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi

bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-

analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang

hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup

variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi,

menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif),

usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi,

ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap

beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme

biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.10,11,12

Page 26: Tp Siti Kerja

Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah tindakan mengambil cairan serebrospinal.

Indikasi

Kejang atau twitching, paresis atau paralisis termasuk paresis N. VI, koma, ubun-

ubun besar menonjol, kaku kuduk dengan kesadaran menurun, tuberkulosis milier,

leukemia, mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis, sepsis, demam yang tidak

diketahui sebabnya, pengobatan meningitis kronik karena limfoma dan

sarkoidosis, pengobatan tekanan intrakranial meninggi jinak (benign intracranial

hypertension), memasukkan obat-obatan tertentu.

Kontraindikasi

Syok/renjatan, infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal, peningkatan

tekanan intrakranial (oleh tumor, space occupying lession, hidrosefalus),

gangguan pembekuan darah yang belum diobati

Komplikasi

Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, jarum pungsi patah,

herniasi, tertusuknya saraf oleh jarum pungsi.

Alat dan Bahan

1. Sarung tangan steril

Page 27: Tp Siti Kerja

2. Duk berlubang

3. Kassa steril, kapas, dan plester

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%

6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Prosedur

1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal

(dahi ditarik ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik

ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan

tempat tidur.

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan

menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis

antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi

dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak

boleh pada bayi.

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm

dengan larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup

dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.

4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah

memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik

pungsi tersebut selama 1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan

jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan

Page 28: Tp Siti Kerja

mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit

dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan

gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada

umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.),

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran

cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke

kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.13,14,15

Pada hampir semua kasus, pungsi lumbal dilakukan secara elektif

(terprogram), dilakukan pada pagi hari pada pasien yang telah dipuasakan

sepanjang malam. Hal ini disebabkan karena pada pagi hari seluruh staf

laboratorium dan konsultan berada did tempat, sehingga dapat melakukan

pemeriksaan secepatnya, serta evaluasi kadar glukosa LCS yang terbaik bila

dibandingkan dengan kadar gula darah puasa. Selain itu bisa dilakukan pungsi

lumbal emergency, yang dilakukan pada pasien dengan suspek meningitis,

perdarahan subarachnoid atau leukemia yang mengenai susunan saraf pusat. 16

Pemeriksaan LCS

Peringatan/perhatian awal

1. Jangan menunda pemeriksaan LCS

Sel-sel akan mudah lisis dengan cepatGlukosa akan dirombak.

Page 29: Tp Siti Kerja

2. Bekerja dengan hati-hati dan ekonomis

Seringkali hanya sedikit LCS yang dapat ditampung dan tersedia untuk

pemeriksaan. LCS diperoleh dengan prosedur yang sulit, sehingga jangan

menyia-nyiakan setiap tetes LCS.

3. LCS dapat mengandung organisme virulen

Gunakan pipet dengan tutup kapas / katun non absorben atau gunakan ‘bulb’

karet untuk mengalirkan LCS ke dalam pipet.16

Gambar 1.

Rongga SSP yang berisi LCS17

Page 30: Tp Siti Kerja

Gambar 2.

Lokasi dilakukan pungsi lumbal17

.

Persiapan penderita, misalnya : puasa, obat-obatan yang harus dan tidak boleh

diminum, serta persiapan-persiapan khusus lainnya jika ada.

Pengambilan sampel LCS, biasanya dilakukan sendiri oleh para dokter

spesialisnya masing-masing, seperti halnya untuk cairan bronkus, cairan

lambung, cairan otak, dsb.18

Cara menampung Bahan Pemeriksaan

Disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan dugaan jenis

penyakit. Untuk melakukan berbagai macam pemeriksaan, jarang diperlukan

lebih dari 15 ml. Tabung pemeriksaan harus sangat bersih dan jernih, karena

hasil pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia menjadi tak berarti

karena tabung-tabung yang tidak memenuhi syarat.

Page 31: Tp Siti Kerja

1. Bila tanpa pemeriksaan bakteriologis, disiapkan paling sedikit 3 tabung untuk

menampung LCS.

a. Tabung pertama : menampung beberapa tetes LCS yang keluar pertama

dari jarum pungsi. Jangan dipakai untuk pemeriksaan, karena mungkin

sekali mengandung sedikit darah karena tindakan pungsi.

b. Tabung kedua : 2-4 ml.

c. Tabung ketiga : 2-4 ml (sama banyak dengan tabung kedua).

Tabung kedua dan ketiga digunakan untuk pemeriksaan non bakteriologis.

2. Jika hendak dilakukan pemeriksaan bakteriologis, maka tabung ketiga harus

steril. Laboratorium dapat menyediakan tabung yang telah berisi medium

biakan khusus bila dikehendaki.

3. Selalu sediakan tabung yang berisi larutan Natrium Citrat 20% (0,01 ml

larutan Natrium Citrat untuk 1 ml LCS). Tabung ini digunakan bila

diperkirakan LCS akan membeku, misalnya LCS yang mengalir keruh,

xanthokromia atau bercampur darah.16

Macam Pemeriksaan LCS

I. Pemeriksaan makroskopis

1. Warna

2. Kekeruhan

3. Sedimen

4. Bekuan

II. Pemeriksaan mikroskopis

1. Hitung Jumlah Sel

2, Hitung Jenis Sel

3. Bakteriologis

III. Pemeriksaan Kimia

1. Protein

2. Glukosa

3. Chlorida

Page 32: Tp Siti Kerja

4. Calsium

5. LDH

6. Asam Laktat

7. Pemeriksaan khusus untuk meningitis tuberkulosa

8. Glutamin

IV. Pemeriksaan Serologis

V. Pemeriksaan Bakteriologis. 16

Tahap pra analitik :

Tahap ini dimulai dari adanya permintaan akan pemeriksaan laboratorium hingga

sampel yang akan diperiksa memasuki laboratorium.

Dalam tahap ini, diperlukan kerja sama dengan petugas medis yang lai berada di

luar laboratorium seperti perawat ruangan. Tahap ini meliputi 2 aspek, yaitu

:

persiapan penderita & pengambilan sampel

1.4.INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN LCS

Tahap analitik

Tahap ini dimulai dari datangnya sample ke laboratorium kemudian

diproses dan dilakukan pemeriksaan sample sampai mengeluarkan hasil. Tahap ini

selalu menjadi perhatian, dan memerlukan biaya yang mahal, terutama dengan

adanya upaya otomatisai peralatan yang ada. Dalam tahap ini termasuk kalibrasi

alat, penggunaan larutan control, larutan standard dan dilakukannya quality

control baik external maupun internal.18,19

A. Pemeriksaan Makroskopis

Page 33: Tp Siti Kerja

Pada pemeriksaan makroskopis harus selalu dibandingkan antara tabung

pemeriksaan yang berisi LCS dengan tabung kontrol yang serupa berisi aquadest.

1. Warna

Cairan serebrospinal normal tidak berwarna seperti aquades. Penilaian dilakukan

dengan latar belakang putih. Adanya warna pada cairan ini biasanya menunjukkan

hal abnormal.

Implikasi klinis :

Warna abnormal :

a. Darah / merah

Darah yang disebankan oleh perdarahan subarachnoid dan serebral akan sama

pada ketiga tabung. LCS yang tampak tak berwarna atau tidak keruh bukan

berarti mengesampingkan kemungkinan perdarahan. Bila dalam LCS hanya

mengandung < 400 eritrosit/ul LCS, maka darah dan kekeruhannya tidak

dapat dilihat dengan mata telanjang.

b. Keabu-abuan : karena leukosit dalam jumlah besar, misalnya pada radang

purulen.

c. Coklat : disebabkan perdarahan yang lama, karena eritrosit mengalami

hemolisis. Contohnya pada meningitis melanomatosis.

d. Xanthokromia

Warna yang ditunjukkan kekuningan atau pink pucat sampai dengan orange

atau kuning pada supernatan LCS yang telah dipusingkan.

Pengamatan harus dilakukan segera mungkin (maks 1 jam) pasca pungsi

sebelum eritrosit lisis (1-4 jam) untuk menghindari positif palsu.

Pigmen yang menyebabkan xanthokromia berasal dari :

I. Oksihemoglobin

II. Methemoglobin

III. Bilirubin (> 6 mg/dL), karena :

- eritrosis dalam LCS mengalami lisis

Page 34: Tp Siti Kerja

- plasma, terjadi peningkatan kadar bilirubin direk dengan barier darah-

LCS normal atau adanya peningkatan bilirubin indirek yang berasosiasi

dengan peningkatan permeabilitas barier darah-LCS.

IV. Peningkatan kadar protein pada LCS (> 150 mg/dL), biasanya LCS

mempunyai tendensi untuk membeku.

V. Kontaminasi desinfektan merthilate

VI. Karotenoid

VII. Melanin dalam LCS yang berasal dari melanosarcoma meningeal.16

Xanthokromia biasanya menandakan adanya perdarahan, misalnya

pada perdarahan subarakhnoid akibat oksihemoglobin (warna pink pucat

atau oranye pucat) yang terlihat 2-4 jam setelah perdarahan dan mencapai

puncaknya + 24-36 jam dan berangsur-angsur menghilang setelah 4-8 hari.

Xanthokromia yang disebabkan bilirubin (berwarna kuning) mulai terlihat

pada LCS + 12 jam setelah perdarahan dan mencapai puncaknya + 2-4 hari

dan berangsur menghilang setelah 2-4 minggu. Warna xanthokrom

bertingkat mulai 1+ sampai 4+.

Xanthokromia dalam keadaan normal bisa terjadi pada LCS bayi prematur.

Hal ini disebabkan barier darah-LCS belum matur, kadar bilirubin yang

meningkat atau peningkatan kadar protein. Pemeriksaan xanthokromia lebih

sensitif dan spesifik bila diperiksa menggunakan metode spektofotometri

dibandingkan pemeriksaan makroskopis (visual) saja, disebabkan :

1. Dapat mendeteksi methemoglobin pada pasien hematom subdural,

meskipun LCS

diperiksa secara makroskopis tampak jernih.

2. Dapat membedakan xanthokrom karena peningkatan kadar bilirubin atau

protein.16

Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian hasil :

Page 35: Tp Siti Kerja

1. Darah pada spisemen LCS bisa disebabkan trauma dari pungsi lumbal,

dan ini harus dibedakan dengan darah yang berasal dari perdarahan

subarachnoid.

a. Pada saat pungsi

Bila darah akibat dari trauma pungsi, darah nampak tidak homogen

dengan aliran LCS yang semakin lama semakin jernih.

b. Pemeriksaan makroskopis :

- Warna

Warna darah akibat trauma pungsi biasanya secara berangsur akan

berkurang, sehingga pada tabung ketiga darah berkurang dan LCS

lebih jernih (warna darah lebih muda). Bila dipusingkan maka

supernatan akan tampak jernih, tidak berwarna xanthokromia.

- Bekuan darah

Bekuan darah akibat trauma pungsi akan membeku setelah LCS

didiamkan beberapa saat atau mengendap bila dipusingkan.

2. Kontaminasi LCS dengan cairan desinfektan akan mempengaruhi warna

spisemen LCS.

a. Kuning: hiperbilirubinemia, hemolisis.

b. Oranye: hiperkarotenemia, hemolisis.

c. Merah muda: hemolisis.

d. Hijau: hiperbilirubinemia, meningitis bakterial

Page 36: Tp Siti Kerja

Gambar 3. Gambar 4. Pemeriksaan Makroskopis17 Xanthochromia17

normal

Gambar 5. Kemungkinan Perdarahan SSP17

2. Kekeruhan

Pada keadaan normal, LCS jernih, sejernih aquadest.

Bila tidak terjadi kekeruhan, maka bila disebelah belakang tabung ada tulisan,

maka tulisan tersebut akan jelas terbaca menembus LCS.

Bertambahnya jumlah sel (pletositosis) tidak selalu disertai dengan kekeruhan,

misalnya pada encephalitis, meningitis tuberkulosa, meningitis syphilitica, tabes

dorsalis dan poliomielitis. Kekeruhan biasanya berhubungan dengan leukosit yang

banyak, terutama netrofil. Selain itu juga disebabkan darah dan kuman-kuman.

Page 37: Tp Siti Kerja

Pada meningitis, kekeruhan bervariasi dari yang minimal hingga hampir penuh

oleh pus. Pada infeksi cryptokokal, kekeruhannya disebabkan oleh sel-sel yeast.

Pada umumnya jumlah sel menunjukkan tingkat kekeruhan LCS, sebagai berikut :

a. < 200 sel / ul : tidak terlihat kekeruhan

b. 200-500 sel / ul : agak keruh

c. > 500 sel / ul : keruh.

Bisa terjadi keadaan yang sangat keruh.

3. Sedimen

Normal tidak ada sedimen, walaupun LCS telah dipusingkan. Adanya sedimen

berarti abnormal. Jumlah sedimen sebanding kekeruhan LCS.

4. Bekuan

Normal tidak ada bekuan, walaupun LCS telah didiamkan beberapa lama. Hal ini

disebabkan LCS tidak mengandung fibrinogen. Maka perlu diperiksa LCS 10

menit setelah pungsi lumbal / penampungan. Bila didapatkan bekuan,

dicantumkan macam bekuannya : halus sekali, berkeping-keping, menyerupai

serat atau kasar dan besar.

Bekuan terbentuk bila terdapat fibrinogen dalam LCS. Keadaan ini biasanya

disertai bertambahnya protein albumin dan globulin (> 1000 mg/dl).

Pada meningitis tuberkulosa terlihat terbentuknya bekuan yang halus dan sangat

renggang yang mulai terbentuk pada permukaan LCS dan “tumbuh” sampai

pertengahan LCS. Pembentukan bekuan ini memerlukan waktu 12 jam/lebih.

Akan tetapi tidak semua meningitis tuberkulosa membentuk bekuan yang halus

dan renggang. Pada peradangan yang menahun, juga mungkin terbentuk bekuan

berupa selaput tipis did atlas permukaan LCS.

Bekuan yang besar atau kasar mengarah pada meningitis purulenta. Bekuan en

masse, yaitu LCS membeku seluruhnya, terlihat pada Sindroma Froin dan pada

perdarahan besar.

Page 38: Tp Siti Kerja

Sindroma Froin adalah suatu penyakit dengan kumpulan gejala dan tanda :

sumbatan subarachnoid, kadar protein LCS sangat meningkat, xanthokromia

(karena peningkatan kadar protein) dan pembentukan gel setelah LCS didiamkan.

Implikasi klinis :

Bekuan terjadi karena darah berasal dari pungsi atau peningkatan protein akibat

dari : sumbatan subarachnoid, meningitis supuratif, meningitis tuberkulosa dan

neurosyphilis.16

B. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis diarahkan ke jumlah dan jenis sel dan adanya bakteri

serta jenisnya secara bakterioskopik.

Secara esensial, tidak ada sel-sel dalam LCS. Bila terdapat sel-sel maka sel

tersebut harus diidentifikasi tipe dan persentasenya dibandingkan dengan jumlah

leukosit yang ditemukan. Hanya terdapat dua jenis sel dalam LCS , yaitu leukosit

dan sel-sel tumor. Bila ditemukan leukosit, harus segera dihitung jumlahnya.

1. Hitung jumlah sel

Pemeriksaan ini bertujuan menghitung konsentrasi atau “hitung jumlah”

menggunakan bilik hitung.

Nilai normal : - Dewasa : 0-5 / mm3 (limfosit) = < 5 x 106 leukosit per liter.

- Neonatus : 0-30 sel / mm3 (segmen)

Pemeriksaan dilakukan < ½ jam setelah penampungan, karena leukosit sangat

mudah rusak dan penyebarannya tak merata, sehingga menjadi tidak homogen.

Dianjurkan mengunakan tabung ketiga, karena dianggap sebagai sampel paling

murni.

Dianjurkan menggunakan bilik hitung Fuch-Rosenthal karena lebih teliti karena

lebih luas dan lebih tinggi daripada bilik hitung Neubauer Improve.

Page 39: Tp Siti Kerja

Material : Bilik hitung, Pipet Pasteur dengan penghisap / pipet leukosit dan

larutan

Turk.

Metode :

1. Tutup bilik hitung dengan kaca penutup (coverglass)

2. Aduk/kocok LCS pelan2 :

a. Bila LCS jernih, maka pemeriksaan tanpa pengenceran ataunpengenceran

ringan (contoh untuk pengenceran 10/9, maka ambil 1 bagian larutan Turk

dan 11 bagian LCS).

b. Bila LCS sangat keruh, buat pengenceran (contoh untuk 1/20 menggunakan

0,02 ml LCS (garis tanda 0,5 pada pipet lekosit) dan 0,95 larutan Turk (pada

Garis bertanda 11 pada pipet leukosit.

3. Pipet dikocok, buang 3 tetes pertama lalu tetesi bilik hitung dg LCS.

4. Diamkan bilik hitung yang telah ditetesi LCS selama 5 menit agar sel-sel

mengendap dan letakkan bilik hitung did bawah mikroskop.

5. Hitung jumlah sel per 1 mm2 dengan pembesaran 10x.

Cairan serebrospinal normal hanya mengandung 0-5 leukosit/mm3. Bila

pelaporan menggunakan SI, harga tersebut tidak berubah (misal : 150 x 106/l).

Bila tanpa pengenceran, gunakan pembesaran obyektif 40 kali untuk

memastikan bahwa sel-sel yang terhitung adalah leukosit. Bila dengan

pengenceran tapi dijumpai sel eritrosit, maka gunakan pembesaran obyektif 40

kali, eritrosit tidak ikut dihitung.

6. Perhitungan

a. Bila menggunakan bilik hitung Fuch-Rosenthal :

Luas bilik hitung F-R 16 mm3, tinggi bilik tersebut 0,2 mm.

- Bila tanpa pengenceran, tidak memerlukan koreksi.

Hitung sel-sel dalam 5 mm3 menggunakan kotak 1,4,7,13 dan 16.

- Bila pengenceran ringan (10/9), maka :

Jumlah sel = n/16 x 5 x 10/9 = 50n / 144 n / 3

n = semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang terbagi.

- Bila pengenceran 20 x, jumlah yang terhitung tiap mm3 dikalikan 20.

Page 40: Tp Siti Kerja

b. Bila menggunakan bilik hitung Neubauer Improve :

Luas bilik hitung NI 9 mm3, tinggi bilik hitung 0,1 mm.

- Bila tanpa pengenceran : n/9 x 10 = jumlah sel /mm3.

- Bila pengenceran ringan (10/9), maka : n/9 x 10 x 10/9 = jumlah sel /

mm3

- Bila pengenceran 20 x , maka : n/9 x 10 x 20 = jumlah sel / mm3 .

c. Koreksi perhitungan bila ada darah dalam LCS :

- Bila ada darah (dari perdarahan subarachnoidmaupun trauma pungsi),

tambahkan 1 leukosit tiap 700 eritrosit.

- Bila terdapat anemia atau lekositosis yang signifikan, maka koreksi

leukosit :

= leukosit dalam LCS -

leukosit (darah) x eritrosit (LCS)

eritrosit (darah)

Gambar 6.

Bilik hitung Neubauer Improve17

Page 41: Tp Siti Kerja

2. Hitung Jenis

Normal : hanya dijumpai limfosit / mononuklear.

Meskipun dalam LCS ada lebih dari dua jenis sel leukosit, namun dalam

praktek sehari-hari hanya dibuat perbedaan antara sel yang berinti satu atau

mononuklear (disebut “limfosit” saja) dan sel polinuklear (disebut “segmen”).

Pengecatan harus dilakukan sesegera mungkin karena LCS yang disimpan lama

akan sukar dicat.

Metode :

A. Bila LCS hanya mengandung sedikit sel (< 200 x 106/l), cairan jernih atau

agak keruh.

1. Pusingkan LCS pada kecepatan tinggi selama 10 menit,

Pindahkan cairan supernatan pada tabung lain (dapat digunakan untuk

pemeriksaan yang lain).

Page 42: Tp Siti Kerja

BAB 2. KEGANASAN HEMATOLOGI

A. JENIS-JENIS KEGANASAN HEMATOLOGIKelompok keganasan hematologi dapat dimasukkan sebagai berikut:1. Peenyakit mieloproliferatif ( myieloproliferative disorders ) terdiri atas

:a. Leukemia mieloid akut dan kronikb. Penyakit mieloproliferatif lain : polositemia vera, mielosklerosis

dengan mieloid metaplasia, trombositemia esensial.2. Penyakit limfoproliferatif terdiri atas;

a. Leukemia limfoid akut dan kronikb. Limfoma maligna ( lymphomas )

3. Penyakit imunoproliferatif ( gamopatimonoklonal). Dua jenis gamopati monoklonal yang sering dijumpai, yaitu : a. Mieloma multipel ( Multiple mieloma)

Page 43: Tp Siti Kerja

b. Makroglobulinemia Waldenstrom.

B. JENIS-JENIS KEGANASAN HEMATOLOGI

Kelompok keganasan hematologi dapat dimasukkan sebagai berikut:

4. Peenyakit mieloproliferatif ( myieloproliferative disorders ) terdiri atas

:

c. Leukemia mieloid akut dan kronik

d. Penyakit mieloproliferatif lain : polositemia vera, mielosklerosis

dengan mieloid metaplasia, trombositemia esensial.

5. Penyakit limfoproliferatif terdiri atas;

c. Leukemia limfoid akut dan kronik

d. Limfoma maligna ( lymphomas )

6. Penyakit imunoproliferatif ( gamopatimonoklonal). Dua jenis

gamopati monoklonal yang sering dijumpai, yaitu :

c. Mieloma multipel ( Multiple mieloma)

d. Makroglobulinemia Waldenstrom.

Page 44: Tp Siti Kerja

dengan tujuan transfer pengetahuan ilmuwan kepada generasi berikutnya dalam

hal strategi deteksi klinis.

The diagnosis of central nervous system(CNS) leukaemia is important because of itsassociated morbidity1

72 and implications forhaematological relapse3

>4. CNS leukaemiaoccur in about 5-10% of children with acutelymphoblastic leukaemia (ALL) despiteprophylactic therapy.' Moreover, as moreleukaemic patients experience longer bonemarrow remissions with modern chemotherapyregimens, CNS leukemia remains a majorlimiting factor for disease controL6 There isa need for a fast and reliable method fordiagnosis of CNS leukaemia. This report reviewsour experience with the use of thecytocentrifuge in the diagnosis of CNSleukaemia at the University Hospital, KualaLumpur. The cytocentrifuge method wasalso compared with the CSF cell count meth

Page 45: Tp Siti Kerja

Cerebrospinal Fluid Examination in Patients with Lymphoma/LeukemiaJohn D. Benson, M.D. (919) 784-3059Timothy R. Carter, M.D. (919) 784-3058Stephen V. Chiavetta, M.D. (919) 784-3060Keith V. Nance, M.D. (919) 784-3286F. Catrina Reading, M.D. (919) 784-3255Vincent C. Smith, M.D. (919) 784-3056John P. Sorge, M.D. (919) 784-3062Keith E. Volmar, M.D. (919) 784-2506Rhonda Humphrey,Practice Manager (919) 784-3063REX PATHOLOGY ASSOCIATES, P.A.Central nervous system (CNS) involvement by lymphoma/leukemia has important prognostic and therapeuticimplications. Lymphomas and leukemias that involve theCNS are most often high-grade neoplasms and includeaggressive B-cell lymphomas (Burkitt or large B-cell),lymphomas associated with immunodeficiency (includingprimary CNS lymphomas), acute lymphoblastic leukemia,and HTLV-1-associated T-cell lymphoma. The frequencyof CNS involvement by lymphoma varies by subtype,ranging from 2 - 27%.1 Among lymphomas, Burkitt andlarge B-cell subtypes are the most common. Low-gradelymphomas and leukemias, such as small lymphocyticlymphoma/chronic lymphocytic leukemia rarely involvethe CNS. CNS involvement by an aggressive B-celllymphoma is often fatal and the risk appears to beparticularly high in patients with immunodeficiency relatedlymphoma.2 Early detection and treatment is necessaryfor successful management. Consequently, there is desireto establish a sensitive and specific analytic method fordetecting occult CNS lymphoma. Cytology and flowcytometry of cerebrospinal fluid (CSF) are the mostcommon methods for evaluating CNS lymphoma. Theadvantages and

Kemampuan untuk mendeteksi dan mengetahui karakteristik sel ganas pada LCS

yang diturunkan dari sel kanker neural dan ekstraneural primer dapat menjawab

pertanyaan paling mendasar tentang biologi penyebaran metastasis melalui

identifikasi dan karakteristik populasi sel kanker tentang kemampuan untuk

menginfiltrasi LCS. Kanker dapat masuk ke LCS melalui jalur hematogen, jalur

langsung dari tumor itu sendiri, atau bermigrasi melalui melalui ruang neural dan

perivaskular [1,2]. Meningkatnya deteksi keganasan LCS merupakan sebuah

informasi klinis yang penting, karena bila teknik diagnostik terbaru yang

Page 46: Tp Siti Kerja

digunakan tidak terlalu sensitif, maka akan terjadi keterlambatan penegakan

diagnostik kemudian gejala penyakit menjadi lebih lanjut dan ireversibel,

sehingga pilihan terapi menjadi semakin terbatas atau bahkan tidak ada. Sel

kanker yang menginfiltrasi LCS dapat menyebabkan meningitis neoplastik,

sebuah kondisi fatal dan progresif yang cepat yang ditandai dengan defisit

neurologis [3]. Di seluruh diagnosis kanker, keterlibatan leptomeningeal dapat

ditemukan pada 5% pasien, dan karies merupakan diagnosis yang rendah dengan

median survival dibawah 3 bulan yang ditandai dengan penurunan neurologis

yang cepat [3,4]

Mekanisme biokimia dan molekuler proses yang tersisa masih belum diketahui.

Penjelasannya dapat secara dramatis meningkatkan kemampuan kita untuk

memprediksi, mengobati, dan mencegah peningkatan ini semakin sering dan

seragam menjadi komplikasi fatal dari kanker. Tujuan utama review ini untuk

menggambarkan keadaan deteksi sel kanker dalam LCS dengan tujuan transfer

pengetahuan ilmuwan kepada generasi berikutnya dalam hal strategi deteksi

klinis.

BAB 2. KEGANASAN HEMATOLOGI

C. JENIS-JENIS KEGANASAN HEMATOLOGIKelompok keganasan hematologi dapat dimasukkan sebagai berikut:7. Peenyakit mieloproliferatif ( myieloproliferative disorders ) terdiri atas

:e. Leukemia mieloid akut dan kronikf. Penyakit mieloproliferatif lain : polositemia vera, mielosklerosis

dengan mieloid metaplasia, trombositemia esensial.8. Penyakit limfoproliferatif terdiri atas;

e. Leukemia limfoid akut dan kronik

Page 47: Tp Siti Kerja

f. Limfoma maligna ( lymphomas )9. Penyakit imunoproliferatif ( gamopatimonoklonal). Dua jenis

gamopati monoklonal yang sering dijumpai, yaitu : e. Mieloma multipel ( Multiple mieloma)f. Makroglobulinemia Waldenstrom.

Page 48: Tp Siti Kerja
Page 49: Tp Siti Kerja

BAB III

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati

posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting

mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis,

pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit.

Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang

teliti, cepat dan tepat.

Dengan demikian perlu dilakukan pengendalian mutu laboratorium

melalui tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik.

Pada umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap

analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi,

sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari

total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan

pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-

analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses

tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen

ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

Persiapan pasien

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan

laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari

tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi

yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang

keliru bagi pasien.

Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi

klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan

Page 50: Tp Siti Kerja

instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap

hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan

penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi

bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-

analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang

hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup

variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi,

menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif),

usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi,

ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap

beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme

biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.10,11,12

Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah tindakan mengambil cairan serebrospinal.

Indikasi

Kejang atau twitching, paresis atau paralisis termasuk paresis N. VI, koma, ubun-

ubun besar menonjol, kaku kuduk dengan kesadaran menurun, tuberkulosis milier,

leukemia, mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis, sepsis, demam yang tidak

diketahui sebabnya, pengobatan meningitis kronik karena limfoma dan

sarkoidosis, pengobatan tekanan intrakranial meninggi jinak (benign intracranial

hypertension), memasukkan obat-obatan tertentu.

Kontraindikasi

Syok/renjatan, infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal, peningkatan

tekanan intrakranial (oleh tumor, space occupying lession, hidrosefalus),

gangguan pembekuan darah yang belum diobati

Komplikasi

Page 51: Tp Siti Kerja

Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, jarum pungsi patah,

herniasi, tertusuknya saraf oleh jarum pungsi.

Alat dan Bahan

7. Sarung tangan steril

8. Duk berlubang

9. Kassa steril, kapas, dan plester

10. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

11. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%

12. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Prosedur

8. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal

(dahi ditarik ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik

ke arah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan

tempat tidur.

9. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan

menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis

antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi

dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak

boleh pada bayi.

10. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm

dengan larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup

dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.

11. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah

memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik

pungsi tersebut selama 1 menit.

12. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan

jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan

mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit

Page 52: Tp Siti Kerja

dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan

gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada

umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.),

13. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran

cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke

kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

14. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.13,14,15

Pada hampir semua kasus, pungsi lumbal dilakukan secara elektif

(terprogram), dilakukan pada pagi hari pada pasien yang telah dipuasakan

sepanjang malam. Hal ini disebabkan karena pada pagi hari seluruh staf

laboratorium dan konsultan berada did tempat, sehingga dapat melakukan

pemeriksaan secepatnya, serta evaluasi kadar glukosa LCS yang terbaik bila

dibandingkan dengan kadar gula darah puasa. Selain itu bisa dilakukan pungsi

lumbal emergency, yang dilakukan pada pasien dengan suspek meningitis,

perdarahan subarachnoid atau leukemia yang mengenai susunan saraf pusat. 16

Pemeriksaan LCS

Peringatan/perhatian awal

4. Jangan menunda pemeriksaan LCS

Sel-sel akan mudah lisis dengan cepatGlukosa akan dirombak.

5. Bekerja dengan hati-hati dan ekonomis

Seringkali hanya sedikit LCS yang dapat ditampung dan tersedia untuk

pemeriksaan. LCS diperoleh dengan prosedur yang sulit, sehingga jangan

menyia-nyiakan setiap tetes LCS.

6. LCS dapat mengandung organisme virulen

Gunakan pipet dengan tutup kapas / katun non absorben atau gunakan ‘bulb’

karet untuk mengalirkan LCS ke dalam pipet.16

Page 53: Tp Siti Kerja

Macam Pemeriksaan LCS

I. Pemeriksaan makroskopis

1. Warna

2. Kekeruhan

3. Sedimen

4. Bekuan

II. Pemeriksaan mikroskopis

1. Hitung Jumlah Sel

2, Hitung Jenis Sel

3. Bakteriologis

III. Pemeriksaan Kimia

1. Protein

2. Glukosa

3. Chlorida

4. Calsium

5. LDH

6. Asam Laktat

7. Pemeriksaan khusus untuk meningitis tuberkulosa

8. Glutamin

IV. Pemeriksaan Serologis

V. Pemeriksaan Bakteriologis. 16

Tahap pra analitik :

Tahap ini dimulai dari adanya permintaan akan pemeriksaan laboratorium hingga

sampel yang akan diperiksa memasuki laboratorium.

Dalam tahap ini, diperlukan kerja sama dengan petugas medis yang lai berada di

luar laboratorium seperti perawat ruangan. Tahap ini meliputi 2 aspek, yaitu

:

persiapan penderita & pengambilan sampel

Page 54: Tp Siti Kerja

BAB IV

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN LCS

Tahap analitik

Tahap ini dimulai dari datangnya sample ke laboratorium kemudian

diproses dan dilakukan pemeriksaan sample sampai mengeluarkan hasil. Tahap ini

selalu menjadi perhatian, dan memerlukan biaya yang mahal, terutama dengan

adanya upaya otomatisai peralatan yang ada. Dalam tahap ini termasuk kalibrasi

alat, penggunaan larutan control, larutan standard dan dilakukannya quality

control baik external maupun internal.18,19

Page 55: Tp Siti Kerja

A. Pemeriksaan Makroskopis

Pada pemeriksaan makroskopis harus selalu dibandingkan antara tabung

pemeriksaan yang berisi LCS dengan tabung kontrol yang serupa berisi aquadest.

1. Warna

Cairan serebrospinal normal tidak berwarna seperti aquades. Penilaian dilakukan

dengan latar belakang putih. Adanya warna pada cairan ini biasanya menunjukkan

hal abnormal.

Implikasi klinis :

Warna abnormal :

e. Darah / merah

Darah yang disebankan oleh perdarahan subarachnoid dan serebral akan sama

pada ketiga tabung. LCS yang tampak tak berwarna atau tidak keruh bukan

berarti mengesampingkan kemungkinan perdarahan. Bila dalam LCS hanya

mengandung < 400 eritrosit/ul LCS, maka darah dan kekeruhannya tidak

dapat dilihat dengan mata telanjang.

f. Keabu-abuan : karena leukosit dalam jumlah besar, misalnya pada radang

purulen.

g. Coklat : disebabkan perdarahan yang lama, karena eritrosit mengalami

hemolisis. Contohnya pada meningitis melanomatosis.

h. Xanthokromia

Warna yang ditunjukkan kekuningan atau pink pucat sampai dengan orange

atau kuning pada supernatan LCS yang telah dipusingkan.

Pengamatan harus dilakukan segera mungkin (maks 1 jam) pasca pungsi

sebelum eritrosit lisis (1-4 jam) untuk menghindari positif palsu.

Pigmen yang menyebabkan xanthokromia berasal dari :

I. Oksihemoglobin

Page 56: Tp Siti Kerja

II. Methemoglobin

III. Bilirubin (> 6 mg/dL), karena :

- eritrosis dalam LCS mengalami lisis

- plasma, terjadi peningkatan kadar bilirubin direk dengan barier darah-

LCS

normal atau adanya peningkatan bilirubin indirek yang berasosiasi

dengan

peningkatan permeabilitas barier darah-LCS.

IV. Peningkatan kadar protein pada LCS (> 150 mg/dL), biasanya LCS

mempu-

nyai tendensi

untuk membeku.

V. Kontaminasi desinfektan merthilate

VI. Karotenoid

VII. Melanin dalam LCS yang berasal dari melanosarcoma meningeal.16

Xanthokromia biasanya menandakan adanya perdarahan, misalnya

pada perdarahan subarakhnoid akibat oksihemoglobin (warna pink pucat

atau oranye pucat) yang terlihat 2-4 jam setelah perdarahan dan mencapai

puncaknya + 24-36 jam dan berangsur-angsur menghilang setelah 4-8 hari.

Xanthokromia yang disebabkan bilirubin (berwarna kuning) mulai terlihat

pada LCS + 12 jam setelah perdarahan dan mencapai puncaknya + 2-4 hari

dan berangsur menghilang setelah 2-4 minggu. Warna xanthokrom

bertingkat mulai 1+ sampai 4+.

Xanthokromia dalam keadaan normal bisa terjadi pada LCS bayi prematur.

Hal ini disebabkan barier darah-LCS belum matur, kadar bilirubin yang

meningkat atau peningkatan kadar protein. Pemeriksaan xanthokromia lebih

sensitif dan spesifik bila diperiksa menggunakan metode spektofotometri

dibandingkan pemeriksaan makroskopis (visual) saja, disebabkan :

1. Dapat mendeteksi methemoglobin pada pasien hematom subdural,

meskipun LCS

Page 57: Tp Siti Kerja

diperiksa secara makroskopis tampak jernih.

2. Dapat membedakan xanthokrom karena peningkatan kadar bilirubin atau

protein.16

Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian hasil :

2. Darah pada spisemen LCS bisa disebabkan trauma dari pungsi lumbal,

dan ini harus dibedakan dengan darah yang berasal dari perdarahan

subarachnoid.

a. Pada saat pungsi

Bila darah akibat dari trauma pungsi, darah nampak tidak homogen

dengan aliran

LCS yang semakin lama semakin jernih.

b. Pemeriksaan makroskopis :

- Warna

Warna darah akibat trauma pungsi biasanya secara berangsur akan

berkurang,

sehingga pada tabung ketiga darah berkurang dan LCS lebih jernih

(warna darah

lebih muda). Bila dipusingkan maka supernatan akan tampak jernih,

tidak

berwarna xanthokromia.

- Bekuan darah

Bekuan darah akibat trauma pungsi akan membeku setelah LCS

didiamkan

beberapa saat atau mengendap bila dipusingkan.

2. Kontaminasi LCS dengan cairan desinfektan akan mempengaruhi warna

spisemen LCS.

e. Kuning: hiperbilirubinemia, hemolisis.

f. Oranye: hiperkarotenemia, hemolisis.

g. Merah muda: hemolisis.

h. Hijau: hiperbilirubinemia, meningitis bakterial.

Page 58: Tp Siti Kerja

2. Kekeruhan

Pada keadaan normal, LCS jernih, sejernih aquadest.

Bila tidak terjadi kekeruhan, maka bila disebelah belakang tabung ada tulisan,

maka tulisan tersebut akan jelas terbaca menembus LCS.

Bertambahnya jumlah sel (pletositosis) tidak selalu disertai dengan kekeruhan,

misalnya pada encephalitis, meningitis tuberkulosa, meningitis syphilitica, tabes

dorsalis dan poliomielitis. Kekeruhan biasanya berhubungan dengan leukosit yang

Page 59: Tp Siti Kerja

banyak, terutama netrofil. Selain itu juga disebabkan darah dan kuman-kuman.

Pada meningitis, kekeruhan bervariasi dari yang minimal hingga hampir penuh

oleh pus. Pada infeksi cryptokokal, kekeruhannya disebabkan oleh sel-sel yeast.

Pada umumnya jumlah sel menunjukkan tingkat kekeruhan LCS, sebagai berikut :

a. < 200 sel / ul : tidak terlihat kekeruhan

b. 200-500 sel / ul : agak keruh

c. > 500 sel / ul : keruh.

Bisa terjadi keadaan yang sangat keruh.

3. Sedimen

Normal tidak ada sedimen, walaupun LCS telah dipusingkan. Adanya sedimen

berarti abnormal. Jumlah sedimen sebanding kekeruhan LCS.

4. Bekuan

Normal tidak ada bekuan, walaupun LCS telah didiamkan beberapa lama. Hal ini

disebabkan LCS tidak mengandung fibrinogen. Maka perlu diperiksa LCS 10

menit setelah pungsi lumbal / penampungan. Bila didapatkan bekuan,

dicantumkan macam bekuannya : halus sekali, berkeping-keping, menyerupai

serat atau kasar dan besar.

Bekuan terbentuk bila terdapat fibrinogen dalam LCS. Keadaan ini biasanya

disertai bertambahnya protein albumin dan globulin (> 1000 mg/dl).

Pada meningitis tuberkulosa terlihat terbentuknya bekuan yang halus dan sangat

renggang yang mulai terbentuk pada permukaan LCS dan “tumbuh” sampai

pertengahan LCS. Pembentukan bekuan ini memerlukan waktu 12 jam/lebih.

Akan tetapi tidak semua meningitis tuberkulosa membentuk bekuan yang halus

dan renggang. Pada peradangan yang menahun, juga mungkin terbentuk bekuan

berupa selaput tipis did atlas permukaan LCS.

Bekuan yang besar atau kasar mengarah pada meningitis purulenta. Bekuan en

masse, yaitu LCS membeku seluruhnya, terlihat pada Sindroma Froin dan pada

perdarahan besar.

Page 60: Tp Siti Kerja

Sindroma Froin adalah suatu penyakit dengan kumpulan gejala dan tanda :

sumbatan subarachnoid, kadar protein LCS sangat meningkat, xanthokromia

(karena peningkatan kadar protein) dan pembentukan gel setelah LCS didiamkan.

Implikasi klinis :

Bekuan terjadi karena darah berasal dari pungsi atau peningkatan protein akibat

dari : sumbatan subarachnoid, meningitis supuratif, meningitis tuberkulosa dan

neurosyphilis.16

B. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis diarahkan ke jumlah dan jenis sel dan adanya bakteri

serta jenisnya secara bakterioskopik.

Secara esensial, tidak ada sel-sel dalam LCS. Bila terdapat sel-sel maka sel

tersebut harus diidentifikasi tipe dan persentasenya dibandingkan dengan jumlah

leukosit yang ditemukan. Hanya terdapat dua jenis sel dalam LCS , yaitu leukosit

dan sel-sel tumor. Bila ditemukan leukosit, harus segera dihitung jumlahnya.

1. Hitung jumlah sel

Pemeriksaan ini bertujuan menghitung konsentrasi atau “hitung jumlah”

menggunakan bilik hitung.

Nilai normal : - Dewasa : 0-5 / mm3 (limfosit) = < 5 x 106 leukosit per liter.

- Neonatus : 0-30 sel / mm3 (segmen)

Pemeriksaan dilakukan < ½ jam setelah penampungan, karena leukosit sangat

mudah rusak dan penyebarannya tak merata, sehingga menjadi tidak homogen.

Dianjurkan mengunakan tabung ketiga, karena dianggap sebagai sampel paling

murni.

Dianjurkan menggunakan bilik hitung Fuch-Rosenthal karena lebih teliti karena

lebih luas dan lebih tinggi daripada bilik hitung Neubauer Improve.

Page 61: Tp Siti Kerja

Material : Bilik hitung, Pipet Pasteur dengan penghisap / pipet leukosit dan

larutan

Turk.

Metode :

1. Tutup bilik hitung dengan kaca penutup (coverglass)

2. Aduk/kocok LCS pelan2 :

a. Bila LCS jernih, maka pemeriksaan tanpa pengenceran ataunpengenceran

ringan (contoh untuk pengenceran 10/9, maka ambil 1 bagian larutan Turk

dan 11 bagian LCS).

b. Bila LCS sangat keruh, buat pengenceran (contoh untuk 1/20 menggunakan

0,02 ml LCS (garis tanda 0,5 pada pipet lekosit) dan 0,95 larutan Turk (pada

Garis bertanda 11 pada pipet leukosit.

3. Pipet dikocok, buang 3 tetes pertama lalu tetesi bilik hitung dg LCS.

4. Diamkan bilik hitung yang telah ditetesi LCS selama 5 menit agar sel-sel

mengendap dan letakkan bilik hitung did bawah mikroskop.

5. Hitung jumlah sel per 1 mm2 dengan pembesaran 10x.

Cairan serebrospinal normal hanya mengandung 0-5 leukosit/mm3. Bila

pelaporan menggunakan SI, harga tersebut tidak berubah (misal : 150 x 106/l).

Bila tanpa pengenceran, gunakan pembesaran obyektif 40 kali untuk

memastikan bahwa sel-sel yang terhitung adalah leukosit. Bila dengan

pengenceran tapi dijumpai sel eritrosit, maka gunakan pembesaran obyektif 40

kali, eritrosit tidak ikut dihitung.

6. Perhitungan

a. Bila menggunakan bilik hitung Fuch-Rosenthal :

Luas bilik hitung F-R 16 mm3, tinggi bilik tersebut 0,2 mm.

- Bila tanpa pengenceran, tidak memerlukan koreksi.

Hitung sel-sel dalam 5 mm3 menggunakan kotak 1,4,7,13 dan 16.

- Bila pengenceran ringan (10/9), maka :

Jumlah sel = n/16 x 5 x 10/9 = 50n / 144 n / 3

n = semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang terbagi.

- Bila pengenceran 20 x, jumlah yang terhitung tiap mm3 dikalikan 20.

Page 62: Tp Siti Kerja

b. Bila menggunakan bilik hitung Neubauer Improve :

Luas bilik hitung NI 9 mm3, tinggi bilik hitung 0,1 mm.

- Bila tanpa pengenceran : n/9 x 10 = jumlah sel /mm3.

- Bila pengenceran ringan (10/9), maka : n/9 x 10 x 10/9 = jumlah sel /

mm3

- Bila pengenceran 20 x , maka : n/9 x 10 x 20 = jumlah sel / mm3 .

c. Koreksi perhitungan bila ada darah dalam LCS :

- Bila ada darah (dari perdarahan subarachnoidmaupun trauma pungsi),

tambahkan 1 leukosit tiap 700 eritrosit.

- Bila terdapat anemia atau lekositosis yang signifikan, maka koreksi

leukosit :

= leukosit dalam LCS -

leukosit (darah) x eritrosit (LCS)

eritrosit (darah)

Gambar 6.

Bilik hitung Neubauer Improve17

Page 63: Tp Siti Kerja

2. Hitung Jenis

Normal : hanya dijumpai limfosit / mononuklear.

Meskipun dalam LCS ada lebih dari dua jenis sel leukosit, namun dalam

praktek sehari-hari hanya dibuat perbedaan antara sel yang berinti satu atau

mononuklear (disebut “limfosit” saja) dan sel polinuklear (disebut “segmen”).

Pengecatan harus dilakukan sesegera mungkin karena LCS yang disimpan lama

akan sukar dicat.

Metode :

B. Bila LCS hanya mengandung sedikit sel (< 200 x 106/l), cairan jernih atau

agak keruh.

1. Pusingkan LCS pada kecepatan tinggi selama 10 menit,

Pindahkan cairan supernatan pada tabung lain (dapat digunakan untuk

pemeriksaan yang lain).

2. Campur deposit dengan mengetuk dasar tabung,

3. Teteskan deposit LCS pada kaca benda dan biarkan hingga kering pada

hawa udara,

jangan dipanaskan.

4. Fiksasi dengan metanol dan lakukan pengecatan Romanowsky (misal

dengan cat

Giemsa)

5. Identifikasi sel-sel yang tampak did bawah mikroskop sebagaimana

hitung jenis pada

hapus darah tepi.

C. Bila terdapat terlalu banyak sel-sel dalam LCS,

1. Pipet 1 tetes LCS tanpa pemusingan, teteskan pada kaca benda dan

diaduk,

2. Buat usapan / preparat darah hapus tipis dan biarkan kering,

3. Fiksasi dan dicat.

Page 64: Tp Siti Kerja

Implikasi klinis :

I. Peningkatan jumlah sel-sel di LCS, disebut : pleiositosis.

a. 2-10 : boderline atau pleiositosis ringan

> 10 sel/ ul berarti abnormal

b. 25-50 sel : pleiositosis sedang

c. > 50 sel : pleiositosis berat.

Pada anak < 5 tahun jumlah < 20 sel/ul masih dianggap normal.

II. Penyakit tertentu dapat meningkatkan atau menggeser hitung sel yang

normal.

a. Leukosit > 500 biasanya disebabkan infeksi purulen dan predominan sel

granulosit / segmen.

b.Leukosit 300-500 dengan sel predominan sel mononuklear

(limfosit/monosit) :

i. Infeksi viral, misalnya poliomielitis dan meningitis aseptik

ii. Syphilis di LCS

iii. Meningitis tuberculosa

iv. Tumor atau abses (leukosit bisa juga dalam batas normal

v. Meningitis bakterial yang dalam pengobatan

vi. Multiple sclerosis (50% kasus)

vii. Encephalopathy karena penyalahgunaan obat

viii. Sindroma Guillain Barre

ix. Encephalomielitis Disseminata Akut

x. Sarcoidosis dari meningen

xi. Polineuritis

xii. Periarteritis susunan saraf pusat.

c.Leukosit dengan > 40% monosit, dijumpai pasca perdarahan

subarachnoid.16

III. Peningkatan netrofil

a. Infeksi, misalnya :

Page 65: Tp Siti Kerja

i. Meningitis bakterial

ii. Meningoencephalitis viral awal.

iii. Tuberculosis awal

iv. Meningitis mikotik

v. Encephalomielitis amebik

vi. Stadium awal syphilis meningovascular

vii. Meningitis aseptik

viii.Emboli septik krn endokarditis bakterial

ix. Osteomielitis spinal atau tulang tengkorak

x. Empiema subdural

xi. Abses serebral

xii. Plebitis sinus dural atau vena kortikal 16(Nyoman)

Pada pasien meningitis purulen (bakterial), dapat ditemukan jumlah sel

lebih dari 100-1000 leukosit/mm3. Jumlah sel lebih dari normal, tapi kurang

dari 100, dapat ditemukan pada meningitis viral. Penyebab jumlah sel di

LCS meningkat selain infeksi antara lain penyakit keganasan, perdarahan

intraserebral, dan setelah serangan kejang.

Dominasi sel netrofil atau sel polimorfonuklear (PMN) dapat ditemukan

pada meningitis bakterial stadium awal. Dominasi eosinofil cukup sering

berkaitan dengan meningitis atau ensefalitis oleh parasit. Sedangkan

dominasi limfosit-monosit (mononuklear / MN) ditemukan pada meningitis

viral, tuberkulosis, atau fungal.20

b. Non infeksi

Misalnya :

i. Reaksi karena perdarahan susunan saraf pusat

ii. Reaksi terhadap pungsi lumbalmberulang

iii. Injeksi substansi asing pada rongga subarachnoid, misalnya medium

kontras dan

obat kemoterapi.

Page 66: Tp Siti Kerja

iv. Pneumoencephalogram

v. Leukemia granulositik kronik yang metastase ke susunan syaraf pusat

vi. Pungsi lumbal yang terkontaminasi detergen.

vii. Tumor yang mengalami metastasis

viii. Infark.

Reaksi neutrofilik biasanya disebabkan karena organisme piogenik.

IV. Sel-sel lain

1. Sel maligna (limfosit atau histiosit) pada tumor otak primer atau metastase,

terutama

dengan ekstensi meningeal.

2. Peningkatan jumlah sel plasma disebabkan :

a. Proses inflamasi sub akut dan kronis

b. Multiple sclerosis

c. Leukoencephalitis

d. Respon hipersensitivitas lambat

e. Encephalitis viral sub akut

f. Meningitis (tuberculosa atau fungal)

i. beberapa tumor ot

3. Makrofag pada traumatik dan iskemik infark kranial, meningitis tuberculosa

atau mycotik,

reaksi terhadap eritrosit, substansi asing atau lipid dalam LCS.

7. Sel glial, ependimal atau plexus : pasca prosedur bedah atau trauma Susunan

saraf pusat

8. Sel leukemik pada LCS : pasca remisi karena kemoterapi dan pasca

penghentian kemoterapi.

3. Bakterioskopi

Page 67: Tp Siti Kerja

Dengan pemeriksaan bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh petunjuk ke arah

etiologi, sebaiknya di samping itu perlu dilakukan biakan dan percobaan binatang,

dilakukan pulasan dari sedimen LCS.16

Untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi diagnosis infeksi, baik ensefalitis

maupun meningitis, dapat dilakukan kultur LCS terhadap beberapa

mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud antara lain pneumococcus,

meningococcus, Haemophilus influenza (bakteri), Enterovirus (virus),

Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis), dan Cryptococcus neoformans

(fungal). Dalam kasus tertentu mungkin juga perlu diperiksa kemungkinan

toksoplasmosis.20

C. Pemeriksaan Kimia

1. Protein

Pemeriksaan protein merupakan pemeriksaan kimia LCS yang paling penting.

LCS normal pada pungsi lumbal mengandung 18-58 mg% protein (rerata 25 mg

%), kadar tersebut memberikan hasil negatif pada pemeriksaan secara kualitatif.

Kadar protein dipengaruhi tempat pengambilan LCS. Semakin ke arah kranial

kadar protein semakin berkurang. Pada cisternal kadar protein normal : 15-25 mg

%, pada ventrikular kadar normalnya : 5-15 mg%.

Selain itu kadar normal tergantung juga pada usia, misalnya pada usia 65 tahun

sekitar 65 mg%.

Cara pemeriksaan

Ada 3 cara pemeriksaan protein dalam LCS, yaitu : Kuantitatif, Semikuantitatif

dan Kuantitatif.

A. Kualitatif

1. Percobaan busa

Page 68: Tp Siti Kerja

Percobaan busa merupakan tes kasar terhadap kadar protein. LCS normal

hanya berbusa

sedikit saja dan hilang setelah 1-2 menit.

Cara : dalam sebuah tabung reaksi, cairan dikocok kuat-kuat.

Penilaian : - Negatif : timbul busa sedikit dan hilang setelah 1-2 menit.

- Positif : timbul busa banyak dan tidak menghilang setelah

didiamkan selama 5 menit.

2. Percobaan untuk albumin

Reagen : larutan asam asetat 10%.

Cara : - Kocok isi tabung

- Filtrat diasamkan dengan penambahan satu tetes asam asetat

10% kemudian dididihkan.

Penilaian : - Negatif : tidak timbul kekeruhan / hanya sedikit keruh

- Positif satu (1+) : kekeruhan seperti awan dengan sedikit

endapan

- Positif dua (2+) : kekeruhan seperti awan dengan flokulasi

- Positif tiga (3+) : kekeruhan seperti awan dengan flokulasi

banyak.

B. Semikuantitatif

Pemeriksaan dimaksudkan untuk menyatakan adanya globulin dan albumin.

Percobaan Pandy

Reagen : Reagen Pandy, yaitu larutan fenol jenuh dalam air (phenolum

liquefacium 10 ml, aquadest 90 ml)

Cara : 1. Masukkan 1 ml reagen Pandy pada tabunh tes

2. Tempatkan tabung di depan papan / kartu hitam

3. Teteskan 3 tetes LCS perlahan-lahan setetes demi setetes

menggunakan pipet dan amati perubahan reagen setiap

penambahan tiap tetes LCS.

4. Baca hasil dengan cepat :

Page 69: Tp Siti Kerja

Negatif : tidak ada kekeruhan / keruh sedikit

1+ : kekeruhan jelas : + 50-100 mg%

2+ : kekeruhan seperti awan : + 100-300 mg%

3+ : kekeruhan seperti awan besar-besar : + 300-500 mg%

4+ : sangat keruh : > 500 mg%.

C. Kuantitatif

Ditetapkan dengan spektrofotometer.

Cara ini mudah dan sering dilakukan dengan hasil lebih bermakna / akurat.

Selain cara pemeriksaan protein yang kasar, dapat pula diperiksa fraksi-fraksi

protein dalam

LCS menggunakan elektroforesis dan imunoelektroforesis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kadar protein LCS berasal dari :

1. Obat-obatan yang bisa menyebabkan peningkatan penilaian kadar protein :

a. Kontaminan obat anestesi

b. Chlorpromazine

c. Salysilates

d. Streptomysin

e. Sulfanilamide

f. Tryptophan

2. Darah akibat trauma yang disertai campuran darah tepi pada LCS akan

meningkatkan penilaian kadar protein (koreksi dilakukanndengan

mengurangi

sebanyak 7 mg% untuk setiap 500 sel darah merah/mm3).

3. Obat-obatan yang menurunkan penilaian kadar protein :

a. Albumin

b. Acetophenetidine

Catatan : Neurosyphilis ditandai : - peningkatan kadar protein

- VDRL yang reaktif (+)

- peningkatan jumlah limfosit (Nyoman)

Page 70: Tp Siti Kerja

Peningkatan protein dapat terjadi akibat infeksi, perdarahan, multiple sclerosis,

dan keganasan. Sedangkan protein yang rendah mungkin ditemukan pada bayi

atau anak berusia di bawah 2 tahun dan pada intoksikasi air.

Hipoproteinemia atau hipoalbuminemia tidak menyebabkan protein LCS

menurun.20

2. Glukosa

Harga normal : 2,5-4,2 mmol/l atau 45-85 mg/100ml

atau kira-kira setengah dari kadar glukosa plasma pada saat LCS

diambil.

Indikasi utama penetapan kadar glukosa LCS adalah persangkaan meningitis.

Pada penderita meningitis yang diobati, penetapan kadar glukosa LCS dapat untuk

tindak lanjut atau untuk menilai prognosis.

Kadar glukosa LCS bervariasi tergantung pada kadar glukosa darah. Pemeriksaan

kadar gula darah harus dilakukan paling lambat 30-60 menit sebelum dialkukan

pungsi lumbal untuk perbandingan kadarnya. Setiap perubahan kadar glukosa

darah akan direfleksikan pada LCS setelah 1-3 jam.

Pengukuran kadar glukosa LCS bermanfaat untuk mengetahui gangguan transpor

glukosa dari plasma menuju LCS oleh sistem saraf pusat, leukosit dan

mikroorganisme. Evaluasi akurat dari kadar glukosa LCS memerlukan kadar

glukosa plasma yang relatif konstan.

Hal-hal yang menyebabkan penyimpangan dari keadaan normal terdiri dari :

Kerusakan barier darah-otak

Adanya sel-sel radang / sel-sel tumor yang menggunakan glukosa dalam

metabolismenya

Difusi yang berlangsung lambat

Glikolisis, dapat terjadi cepat dalam temperatur kamar

Page 71: Tp Siti Kerja

Obat-obatan yang mempunyai reaksi reduksi, misalnya Streptomisin.

Penetapan kadar glukosa LCS dilakukan dengan pemeriksaan secara

spektrofotometrik. Glukosa dalam LCS sangat cepat dirombak, oleh karenanya

pemeriksaan kadar glikosa harus dilakukan sesegera mungkin, bila dilakukan

penundaan harus ditambahkan pengawet fluoride oxalate.

Prinsip : pada meningitis (terutama meningitis purulenta), glukosa dalam LCS

sangat menurun,

Material : sama dengan pemeriksaan glukosa darah,

Metode : sama dengan metode yang digunakan pada pemeriksaan glukosa darah,

hanya digunakan volume LCS 4 kali lebih banyak.

Implikasi klinis :

1. Penurunan kadar glukosa

a. Infeksi piogenik, tuberculosa, jamur,

b. Limfoma dengan penyebaran meningeal,

c. Leukemia dengan penyebaran meningeal,

d. Mumps meningoencephalitis (biasanya normal pada meningoencephalitis

viral),

e. Hipoglikemia / kelaparan.

Catatan : Semua tipe organisme mengkonsumsi glukosa, dan penurunan

kadar glukosa merefleksikan aktivitas bakterial.

2. Peningkatan kadar glukosa berasosiasi dengan diabetes,

3. Kadar glukosa LCS biasanya normal pada beberapa infeksi viral pada otak dan

meningen, pada meningitis aseptik, penyakit degenerasi kronis dan tumor

jinak.

Peringatan klinis :

Tes strip glukosa oksidase tidak mempunyai arti klinis untuk mengenali

kebocoran LCS melalui sekresi nasal atau telinga. Diagnosia rinorrhea dan

otorrhea LCS harus dibuat dengan cara lain, misalnya katun yang diperiksa

radiaktivitasnya setelah pemberian tochnetium-99m.16,20

Page 72: Tp Siti Kerja

Glukosa pada LCS biasanya sama dengan 2/3 kali glukosa darah orang yang

bersangkutan 2-4 jam sebelumnya.Satu-satunya penyebab peningkatan glukosa

pada cairan serebrospinal adalah diabetes melitus. Namun glukosa cairan dalam

kasus ini tidak pernah melebihi 300 mg/dl.

Penurunan glukosa cairan serebrospinal biasanya disebabkan infeksi. Infeksi

bakteri menyebabkan glukosa turun sampai sangat rendah, namun infeksi virus

yang hanya menyebabkan glukosa turun sedikit. Pemeriksaan ini tidak selalu

sensitif menyingkirkan infeksi karena 50% pasien meningitis menunjukkan kadar

glukosa cairan serebrospinal normal.

Selain pemeriksaan rutin di atas, kadang juga diperiksa uji aglutinasi lateks untuk

Haemophilus influenza dan PCR (polymerase chain reaction). Aglutinasi lateks

merupakan uji antigen-antibodi yang bermanfaat pada kasus meningitis

Haemophilus yang sudah mendapat pengobatan sebagian; karena pemeriksaan

kultur pada kasus ini mungkin memberi hasil negatif. Sedangkan PCR merupakan

pemeriksaan paling sensitif untuk berbagai jenis penyebab infeksi sistem saraf

pusat, namun biayanya masih cukup tinggi dan belum tersedia di seluruh

laboratorium.20,22

Pemeriksaan kimia LCS lain

- Asam laktat

Kadar asam laktat dapat memberikan informasi diagnostik spesimen LCS.

Kadar asam laktat LCS normal adalah 10-20 mg/dl. Peningkatan laktat LCS

tanpa peningkatan laktat sistemik menunjukkan adanya peningkatan

metabolisme glukosa oleh mikroorganisme atau leukosit. Pada meningitis

bakterialis dan jamur stadium awal atau yang mendapat terapi parsial, populasi

sel dan kadar glukosa LCS mungkin sulit dibedakan dengan yang dijumpai

pada meningitis virus atau penyakit non infeksi lainnya. Kadar laktat di atas

35 mg/dl jarang terjadi kecuali pada meningitis bakterialis dan jamur.

- Urea

Page 73: Tp Siti Kerja

Kadar urea dalam darah dan LCS hampir sama, dan urea LCS meningkat pada

uremia.

- Glutamin

Glutamin serebrospinal disintesis di susunan saraf pusat dari amonia dan asam

glutamat. Apabila kadar amonia darah tinggi kadar glutamin LCS akan

meningkat, seperti pada keadaan dengan terjadinya gangguan aliran darah hati

yang berat. Kadar glutamin LCS berkorelasi sama atau lebih baik daripada

kadar amonia dalam darah dengan derajat ensefalopati hepatik. Pada

ensefalopati hepatik kadar glutamin meningkat di atas 35 mg/dl.

- Enzim

Enzim-enzim serum seperti laktak dehidrogenase (LDH), alanin

aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) dapat diukur di

cairan spinal dan kadarnya lebih rendah daripada di serum. Enzim yang paling

sering terpengaruh adalah AST, yang meningkat pada penyakit peradangan,

perdarahan dan degeneratif SSP. Kadar enzim LCS tidak diukur secara rutin

karena umumnya kurang bermanfaat dalam mendiagnosis dan memantau

pasien.

- Klorida

Kadara klorida dalam LCS berubah secara pasif untuk mengkompensasi

perubahan kation dan ion bermuatan negatif lainnya. Pengukuran klorida tidak

memberi informasi diagnostik spesifik dan tidak memberi manfaat. Kadar

klorida LCS adalah sekitar separuh dari kadar di serum, karena hanya fraksi

yang tidak terikat ke protein yang bebas masuk ke dalam cairan spinalis.

Kalsium dalam LCS meningkat dengan meningkatnya kadar protein LCS.

Tahap post analitik

Tahap ini meliputi pelaporan hasil dari alat ke dalam lembaran hasil, dan

interpretasi hasil oleh dokter yang berwenang. Ini merupakan keputusan hasil

laboratorium yang telah dikerjakan dengan secermat-cermatnya. Bagi pemohon

Page 74: Tp Siti Kerja

pemeriksaan, laporan ini sangat berguna dalam memberikan kejelasan untuk

menegakkan diagnosis penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Greer JP, Foesrster J , Lukens JN, Rogers GM, Paraskevas F, Glader B ( editor), Wintrobe’s clinical haematology. 11 edition. Philadelphia;: lipincott-willams &Wilkinss, 2004.

2. Bakta IM ,hematologi ringkas, jakata, EGC; 20063. Hoffman R, Benz EJ, Shatil SJ , Furie B, Cohen HJ, Silberstain LE, Mc

Glave P ( editor). Haematology: Basic Principles and practices Third edition. New York: ChurchillLivingstone, 2000.

4. Detection of cancer cells in the cerebrospinal fluid: current methods and future directions Cody L Weston, Michael J Glantz, James Connor*AbstractWeston et al. Fluids and Barriers of the CNS 2011, 8:14 http://www.fluidsbarrierscns.com/content/8/1/14

5. Laboratory Management of body fluid. 9th Quality Seminar and Workshop in Laboratory Medicine 2011, Jakarta.

6. Widyastiti, NS. Cairan Otak. BP Undip Semarang, 20017. New WHO Classification of malignant hematological diseases. Available at url :

http://xenia.sote.hu/depts/pathophysiology/hematology/e/who-classification.html

8. Jaffe ES, Harris LN, Stein H, Vardiman WJ. Pathology and Genetics of Tumours of Haematopoetic and Lymphoid Tissues. In : WHO Classification of Tumours. IARC Press. Lyon. 2001 :10-252

9.Kraan J, et al. Flow cytometric immunophenotyping ofcerebrospinal fluid. Curr Protoc Cytom. 2008 Jul;Chapter 6:Unit6.25.2. Hegde U, et al. High incidence of occult leptomeningeal diseasedetected by flow cytometry in newly diagnosed aggressive B-celllymphomas at risk for central nervous system involvement: the roleof flow cytometry versus cytology. Blood 2005;105:496-502.3. French CA, et al. Diagnosing lymphoproliferative disordersinvolving the cerebrospinal fluid: increased sensitivity using flowcytometric analysis. Diagn Cytopathol 2000;23:369-374.4. Schinstine M, et al. Detection of malignant hematopoietic cellsin cerebral spinal fluid previously diagnosed as atypical orsuspicious. Cancer Cytopathol 2006;108:157-162.5. Glantz MJ, et al. Cerebrospinal fluid cytology in patients withcancer: minimizing false-negative results. Cancer 1998;82:733-739.6. Geisinger, et al. Cerebrospinal fluid. In: Modern Cytopathology.Philadelphia: Churchill Livingstone, 2004, p 313-334.7. Di Noto R, et al. Critical role of multidimensional flow cytometryin detecting occult leptomeningeal disease in newly diagnosedaggressive B-cell lymphomas. Leuk Res. 2008 Aug;32(8):1196-9.8. Nowakowski GS, et al. Clinical significance of monoclonal B cellsin cerebrospinal fluid. Cytometry B Clin Cytometry 2005;63B:23-27.

Page 75: Tp Siti Kerja

9. Roma AA, et al. Lymphoid and myeloid neoplasms involvingcerebrospinal fluid: comparison of morphologic examinationand immunophenotyping by flow cytometry. Diagn Cytopathol2002;27:271-275.10. Bromberg JEC, et al. CSF flow cytometry greatly improvesdiagnostic accuracy in CNS hematologic malignancies. Neurology

1. 2007;68:1674-1679.