tnm keganasan kepala leher

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang termasuk rongga mulut adalah mukosa bukal, gusi, dasar mulut, palatum durum, dua pertiga anterior lidah. Yang termasuk orofaring adalah dasar lidah, tonsil, palatum mole, uvula, dinding posterior dan lateral faring (Forastiere & Marur, 2008). Nasofaring adalah suatu ruangan yang terletak di belakang cavum nasi yang mempunyai atap, dinding posterior dan dinding lateral yang termasuk fosa rosenmuller dan mukosa yang menutupi torus tubarius membentuk orifisium tuba eustachius. Laring dibagi menjadi tiga regio yaitu supraglotik, glotik dan subglotik. Hidung dan sinus paranasal terdiri dari cavum nasi mulai nares anterior hingga koana, disertai juga sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sphenoid. Regio tumor ganas pada telinga dapat dijumpai pada daun telinga, liang telinga luar dan telinga tengah serta tulang mastoid (Forastiere & Marur, 2008). Davis & Welch (2006) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 3 lokasi, yaitu lokasi pertama adalah tumor yang sulit terlihat yaitu hidung dan sinus paranasal, laring, hipofaring, esophagus servikal; lokasi kedua adalah tumor yang dapat terlihat yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi ketiga adalah tumor yang dapat diraba yaitu tiroid, jaringan lunak, kelenjar getah bening, tulang. Sedangkan Carvalvo et al (2002) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 2 lokasi yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat Universitas Sumatera Utara

Upload: rico-novyanto

Post on 25-Jul-2015

140 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TNM Keganasan Kepala Leher

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala dan Leher

Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang termasuk

rongga mulut adalah mukosa bukal, gusi, dasar mulut, palatum durum, dua pertiga

anterior lidah. Yang termasuk orofaring adalah dasar lidah, tonsil, palatum mole, uvula,

dinding posterior dan lateral faring (Forastiere & Marur, 2008).

Nasofaring adalah suatu ruangan yang terletak di belakang cavum nasi yang

mempunyai atap, dinding posterior dan dinding lateral yang termasuk fosa rosenmuller

dan mukosa yang menutupi torus tubarius membentuk orifisium tuba eustachius. Laring

dibagi menjadi tiga regio yaitu supraglotik, glotik dan subglotik. Hidung dan sinus

paranasal terdiri dari cavum nasi mulai nares anterior hingga koana, disertai juga sinus

maksila, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sphenoid. Regio tumor ganas pada telinga

dapat dijumpai pada daun telinga, liang telinga luar dan telinga tengah serta tulang

mastoid (Forastiere & Marur, 2008). Davis & Welch (2006) dalam penelitiannya

membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 3 lokasi, yaitu lokasi pertama adalah

tumor yang sulit terlihat yaitu hidung dan sinus paranasal, laring, hipofaring, esophagus

servikal; lokasi kedua adalah tumor yang dapat terlihat yaitu orofaring dan rongga

mulut; lokasi ketiga adalah tumor yang dapat diraba yaitu tiroid, jaringan lunak, kelenjar

getah bening, tulang. Sedangkan Carvalvo et al (2002) dalam penelitiannya membagi

lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 2 lokasi yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TNM Keganasan Kepala Leher

dengan pemeriksaan THT biasa yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi kedua adalah

lokasi tumor yang hanya dapat dilihat dengan alat khusus yaitu laring dan hipofaring.

Gambar 1. Anatomi Kepala dan Leher (Forastiere & Marur, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TNM Keganasan Kepala Leher

2.2 Epidemiologi

Takiar et al (2010) dalam penelitian mengenai prediksi perkembangan kanker di

Bangalore, menemukan kasus tumor ganas kepala-leher pada tahun 2010 sebesar

175.791 kasus, dan diprediksi kasus tersebut meningkat menjadi 196.065 pada tahun

2015 dan pada tahun 2020 kasus tumor ganas kepala-leher meningkat menjadi 218.421

kasus. Perbandingan kejadian tumor ganas kepala-leher antara pria dan wanita adalah 2

: 1 dan antara tahun 2010, 2015 dan 2020 tidak ada perbedaan yang berarti.

Lebih dari 500.000 kasus baru keganasan pada kepala leher muncul di Amerika

Serikat dan Eropa setiap tahunnya, dan ini adalah penyebab kematian dan kecacatan

yang signifikan. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221,

menemukan jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena kanker kepala dan leher

(79,9%) dibandingkan dengan perempuan (20,1%), dengan distribusi umur terbanyak

dijumpai pada umur 55-59 (18,7%) dan yang paling sedikit dijumpai pada umur <40

tahun (3,7%). Ras yang paling banyak dijumpai adalah ras kulih putih (73,7%) dan yang

paling sedikit adalah ras Asia (0,5%). Pendidikan penderita tumor ganas kepala leher

yang paling dijumpai adalah SD (38,7%) dan paling sedikit adalah tidak berpendidikan

(0,8%) (Hashibe et al, 2009).

Ronis et al (2008) menemukan 316 pasien tumor ganas kepala dan leher selama

periode 2007, dengan frekuensi terbesar ditemukan pada laki-laki (79,4%) sedangkan

perempuan (20,6%). Rata-rata umur yang ditemukan 58,6±10,2, dengan range umur 25-

86 tahun. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras non Hispanic white (88,3%)

diikuti oleh ras Hispanic/non white (11,7%). Distribusi pendidikan pada penderita

tumor ganas THT-KL adalah 147 penderita (46,5%) (SMA) dan 169 penderita (53,5%)

(Perguruan Tinggi).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TNM Keganasan Kepala Leher

Adeyemi et al (2008) yang melakukan studi retrospektif di sarana kesehatan

primer dan sekunder di Nigeria periode 1991-2005 menemukan 778 kasus tumor ganas

THT-KL dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata

pasien adalah 43,8±19,6 tahun. Adeyemi dan kawan-kawan tidak menemukan

perbedaan yang signifikan antara umur rata-rata laki-laki dengan perempuan (p=0,198).

Piccirillo dan Yung (2008) pada penelitiannya menemukan 183 kasus tumor

ganas THT-KL periode 1997-1998, dengan kasus terbanyak dijumpai pada laki-laki

(71,6%) diikuti oleh perempuan (28,4%). Ras kulit putih (84,2%) paling banyak

menderita tumor ganas THT-KL, diikuti ras kulit hitam (28%). Kelompok umur 51-60

tahun (30,1%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti kelompok umur

61-70 tahun (25,7%), dan umur 71-80 (25,1%).

Kasus baru keganasan kepala dan leher diperkirakan sebanyak 644.000 kasus

pertahunnya di seluruh dunia, dimana dua pertiga dari jumlah kasus baru itu muncul di

negara berkembang. Angka kejadian keganasan kepala dan leher di Amerika Serikat

sebesar 3,2% (39.750) dari seluruh keganasan (Jemal et al, 2005). Insidensi kanker

kepala leher 3 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (Hayat et al,

2007).

Sihotang (2007) di RSUP HAM dalam penelitiannya terhadap 22 penderita

tumor ganas THT-KL, menemukan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (77,3%),

dengan kelompok umur tersering adalah <50 tahun (54,6%). Suku terbanyak yang

dijumpai adalah suku Batak (50%).

Studi retrospektif di laboratorium patologi anatomi RS dr. Kariadi Semarang

periode 2001-2005 menemukan 448 kasus tumor ganas kepala dan leher, dengan

perbandingan pria dan wanita adalah 1,2 : 1. Distribusi kelompok umur yang tersering

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TNM Keganasan Kepala Leher

adalah < 50 tahun sebesar 235 penderita (52,45%), diikuti 50-59 tahun sebesar 97

penderita (21,65%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah >70 tahun (8,93%)

(Wiliyanto, 2006).

Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Bhurgri et al (2006) menemukan

insidensi tumor ganas THT-KL pada laki-laki sebesar 21% dan pada perempuan sebesar

11% pada dua periode (1995-1997 dan 1998-2002). Umur rata-rata yang ditemukan

adalah 53±5 tahun. Pada studi ini ditemukan lokasi terbanyak adalah rongga mulut baik

pada laki-laki maupun perempuan, diikuti oleh tumor ganas laring.

Studi cross sectional pada pasien tumor ganas THT-KL di berbagai daerah di

brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana 88% nya adalah

laki-laki. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras eropa (84,2%), dengan rentang

umur 15–82 tahun dan rata-rata umur adalah 58 tahun (Carvalho et al, 2002)

The national cancer data base pada tahun 1998 di amerika serikat melaporkan

dijumpai 295.022 kasus keganasan kepala dan leher periode 1985-1994. Ras yang

paling banyak dijumpai adalah amerika-afrika, umur paling banyak dijumpai keganasan

adalah 60-69 tahun (27%), dengan perbandingan pria dengan wanita adalah 1,5:1

(Hoffman et al, 1998).

Iro dan Waldfahrer (1998) melakukan Studi retrospektif di divisi bedah kepala-

leher Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990 dengan hasil menemukan 3247

kasus keganasan kepala dan leher, dengan rata-rata umur penderita 58,2±12 tahun, dan

jumlah penderita laki-laki sebanyak 2883 penderita, perempuan sebanyak 364 penderita.

Studi prospektif oleh badan kanker nasional amerika serikat periode 1

September 1983 – 28 Februari 1987 di tiga negara bagian, menemukan 649 pasien yang

didiagnosa tumor ganas kepala dan leher. Laki-laki lebih banyak ditemukan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TNM Keganasan Kepala Leher

penelitian ini sebesar 71,2% sedangkan perempuan sebesar 28,8%. Umur yang paling

banyak ditemukan adalah umur 56-71 tahun (65,6%). Ras kulit putih lebih banyak

ditemukan (95,8%) dibandingkan ras bukan kulit putih (4,2%). Dari segi pendidikan,

pasien lulusan SMA lebih banyak ditemukan (50%) (Deleyianis et al, 1996).

Hutagalung dalam penelitiannya menemukan, dari 31.875 penderita baru yang

berobat ke poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, 1001 atau 3,40%

menderita tumor ganas di bagian THT. Proporsi kejadiannya adalah 69,50% menyerang

laki-laki, kelompok umur yang paling sering terkena adalah <50 tahun (61,84%)

(Hutagalung, 1996).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Siahaan, dari 569.948 penderita baru yang

berobat ke poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, 576 atau 0,1%

menderita tumor ganas THT dan kepala leher. Penderita terbanyak adalah laki-laki

(65,27%) dan jenis pekerjaan terbanyak petani-buruh tani (38,54%). Kelompok umur

yang sering terkena adalah <50 tahun (50,86%) (Siahaan, 1996).

2.3 Lokasi Tumor

Berdasarkan AJCC 2006, lokasi tumor pada kepala dan leher adalah di rongga

mulut, orofaring, nasofaring, laring, tiroid, hidung dan sinus paranasal, sedangkan

telinga termasuk dalam tumor kulit.

Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221, menemukan

keganasan kepala leher yang tersering adalah kanker orofaring (36%), diikuti kanker

rongga mulut (26,7%) dan yang terakhir adalah kanker laring(26,4%).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TNM Keganasan Kepala Leher

Penelitian oleh Ronis et al (2008) menemukan 316 penderita tumor ganas THT-

KL, dengan lokasi terbanyak dijumpai adalah Rongga Mulut (21,5%), faring-orofaring-

hipofaring-nasofaring (53,5%) dan laring (25%).

Studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode

1991-2005 oleh Adeyemi et al (2008), menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL

dengan lokasi yang paling sering terlibat adalah rongga mulut dan orofaring (31,1%),

diikuti oleh nasofaring (16,4%) dan hidung sinus paranasal (15%). Umur rata-rata

pasien tumor ganas nasofaring dan rongga mulut signifikan lebih rendah, sedangkan

umur rata-rata pasien tumor ganas hipofaring dan laring lebih tinggi, dibandingkan

dengan regio tumor ganas THT-KL lainnya.

Penelitian oleh Piccirillo dan Yung (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-

KL, menemukan lokasi terbanyak adalah laring (38,3%), kemudian rongga mulut

(31,1%) dan orofaring (30,6%).

Penelitian oleh Sihotang (2007) di RSUP HAM, ditemukan lokasi terbanyak

tumor ganas kepala leher adalah pada nasofaring yaitu 13 penderita dari 22 sampel

(59,10%), diikuti tumor hidung dan sinus paranasalis 13,60%, tumor telinga 9,10%,

tumor lidah 9,10%, tumor laring 4,50%, tumor palatum 4,50% (Sihotang, 2007).

Periode 1 Januari 2001–31 Desember 2005 di RS dr. Kariadi, ditemukan jenis

tumor ganas kepala dan leher tersering adalah tumor ganas nasofaring (25%) dan tumor

ganas kelenjar getah bening leher (25%) (Wiliyanto, 2006).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala

leher, ditemukan lokasi terbanyak adalah tiroid 29%, laring 15%, mukosa orofaring

12%, lidah 10% dan jaringan lunak 9% (Davis & Welch, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TNM Keganasan Kepala Leher

Bhurgri et al (2006), pada studi epidemiologi tumor ganas THT-KL di Pakistan,

menemukan lokasi tumor terbanyak pada penderita berumur diatas 40 tahun adalah

rongga mulut (30 %), nasofaring (28,6%), orofaring (6,3%) dan laring (2,6%).

Penelitian Shiboski, Schmidt, Jordan pada tahun 2005 ditemukan lokasi tumor

pada keganasan kepala leher yang berasal dari rongga mulut, nasofaring, orofaring,

hipofaring dan laring.

Studi cross sectional oleh Carvalho et al (2002) di berbagai daerah di brazil,

menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL. Tumor ganas rongga mulut

paling banyak ditemukan yaitu sebesar 32,4%, diikuti tumor ganas laring sebesar 24,1%

dan tumor ganas orofaring sebesar (20,4%).

Pada RSU Dadi dan RSU dr Wahidin selama periode 10 tahun (1990-1999)

ditemukan 570 keganasan kepala dan leher yang terdiri dari karsinoma nasofaring

(47,98%), hidung dan sinus paranasalis (19,96%), tonsil (10,33%), laring (7,72%) dan

rongga mulut (7%) (Kuhuwael, 2001).

Hasil penelitian Soekamto (2000) tentang insidensi tumor ganas kepala dan leher

di RS. Dr. Soetomo Surabaya antara 1996–2000, mendapatkan tumor ganas tersering

adalah tumor ganas nasofaring (478 kasus atau 28 %) dan tumor ganas laring (257 atau

16%).

The National Cancer Database periode 1985–1994 di Amerika Serikat

melaporkan, lokasi tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak ditemukan adalah

laring (20,9%), diikuti rongga mulut (17,6%) dan tiroid (15,8%) (Hoffman et al, 1998).

Studi retrospektif oleh Iro dan Waldfahrer (1998) menemukan 3247 kasus

keganasan kepala dan leher di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990.

Lokasi yang paling banyak ditemukan adalah tumor ganas laring (40,7%), diikuti tumor

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TNM Keganasan Kepala Leher

ganas orofaring (23,8%) dan lokasi tumor yang paling sedikit adalah tumor ganas sinus

maksila (1,9%).

Deleyianis et al (1996) dalam penelitiannya dari 649 kasus tumor ganas THT-

KL, menemukan lokasi terbanyak ditemukan tumor ganas adalah rongga mulut (35,4%),

diikuti laring (33,1%) dan yang paling sedikit adalah hipofaring (9,8%).

Dari 712 kasus tumor ganas telinga hidung tenggorok di Bagian THT FK

UI/RSCM selama periode 1988–1992, kasus terbanyak adalah di nasofaring 511

(71,7%), diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 72 (10,1%), laring 71 (10,0%),

telinga 15 (2,1%), orofaring 12 (1,7%), esophagus-bronkus 10 (1,4%), rongga mulut 9

(1,3%) dan sisanya 12 (1,7%) penderita di tempat lain.

Hutagalung dalam penelitiannya menemukan dari 1084 kasus keganasan kepala

dan leher di poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, lokasi yang paling

banyak adalah nasofaring (45,35%), kavum oris (22,67%), laring (14,88%), kavum nasi

(9,09%), sinus paranasal (7,99%) (Hutagalung, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan di poliklinik RSUP Dr. Kariadi

Semarang periode 1991-1995, menemukan lokasi tumor yang paling sering adalah

nasofaring (56,25%), diikuti hidung dan sinus paranasal (11,46%), dan laring (9,03%)

(Siahaan, 1996).

Data terakhir tahun 1990–2001 di FKUI/RSCM Jakarta, ditemukan sejumlah

2007 kasus keganasan di bidang telinga hidung tenggorok, tercatat karsinoma

nasofaring sebanyak 1247 (62,13%) penderita, hidung dan sinus paranasal 179 (8,92%)

penderita, laring 125 (6,23%) penderita, rongga mulut 137 (6,83%) penderita, telinga 54

(2,69%) penderita.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TNM Keganasan Kepala Leher

2.4 Jenis Histopatologi

Karsinoma sel skuamosa dapat timbul pada seluruh mukosa di daerah kepala dan

leher. Shiboski et al (2005) melaporkan jenis histopatologi yang banyak ditemukan pada

keganasan kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa (90%).

The National Cancer Database periode 1985 – 1994 di Amerika Serikat

menemukan jenis histopatologi kanker kepala leher terbanyak adalah karsinoma sel

skuamosa (55,8%), diikuti dengan adenokarsinoma (19,4%) dan limfoma (15,1%)

(Hoffman et al, 1998).

Penelitian Lee et al (2008), jenis histopatologi dari 531 kasus keganasan kepala

dan leher, ditemukan 515 kasus jenis histopatologinya adalah karsinoma sel skuamosa

(Lee et al, 2008).

Adeyemi et al (2008) dalam penelitiannya terhadap 778 kasus tumor ganas

THT-KL, menemukan jenis histopatologi yang paling sering ditemukan adalah

karsinoma sel skuamosa (66,7%), diikuti dengan karsinoma anaplastik (9,3%) dan

karsinoma adenoid kistik (8%).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala

leher, Tipe histologi yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa

(80%) (Davis & Welch, 2006).

Di Pakistan periode tahun 1995-1997 dan 1998-2002 pada studi epidemiologi

yang dilakukan bhurgri et al (2006) menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah

karsinoma sel skuamosa (96,5%).

Hutagalung (1996) dalam penelitiannya tentang tumor ganas THT menemukan

jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (45,94%) diikuti oleh

karsinoma tanpa berdiferensiasi (40,36%).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TNM Keganasan Kepala Leher

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (1996) menjumpai jenis histopatologi

terbanyak pada kasus tumor ganas THT adalah karsinoma epidermoid (60,67%)

kemudian karsinoma anaplastik (30,03%).

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko

Merokok dan minum alkohol adalah faktor etiologi yang sering ditemukan pada

tumor ganas THT-KL. Perokok berat beresiko 5 sampai 25 kali lebih tinggi mengalami

tumor ganas THT-KL dibandingkan dengan yang bukan perokok. Alkohol dapat

meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas THT-KL. Seseorang dengan riwayat

merokok 40 bungkus per tahun dan minum alkohol 5 botol per hari dapat meningkatkan

resiko 40 kali mengalami tumor ganas THT-KL. Efek langsung dari nikotin dan

hidrokarbon polisiklik aromatik dipertimbangkan bersifat karsinogenik. Merokok dan

minum alkohol juga menyebabkan mutasi dari gen supresor tumor p53 (Goldenberg, et

al. 2004).

Faktor diet juga berpengaruh terhadap kejadian tumor ganas THT-KL.

Kebiasaan makan makanan yang mengandung nitrosamine meningkatkan resiko

terjadinya karsinoma nasofaring (Shi et al, 2002).

Human Papilloma Virus (HPV) dan Epstein Barr Virus (EBV) adalah virus yang

erat hubungannya dengan kejadian tumor ganas THT-KL, EBV berkaitan dengan

karsinoma nasofaring dan HPV berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan

leher terutama pada orofaring dan laring, dimana 25% dari seluruh karsinoma sel

skuamosa terinfeksi virus HPV (Goldenberg et al, 2004). Selain faktor resiko diatas,

terpajan dengan kromikum, nikel, radium, gas mustard, pewarnaan kulit, serbuk kayu

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TNM Keganasan Kepala Leher

ditempat kerja berhubungan dengan kejadian karsinoma sinonasal (Forastiere & Marur,

2008).

2.6 Diagnosis

2.6.1 Gejala Klinik

Gejala klinis yang ditemukan pada stadium awal tumor ganas THT-KL tidak

spesifik dan dari pemeriksaan THT rutin jarang ditemukan tanda-tanda keganasan.

Kebanyakan kasus datang dengan gejala bervariasi tergantung dari lokasi tumor

(Forastiere & Marur, 2008).

2.6.1.1 Tumor Ganas Nasofaring

Lokasi nasofaring yang tersembunyi di belakang rongga hidung cukup

menyulitkan untuk dapat diperiksa secara rutin, kecuali dengan menggunakan

endoskopi. Letaknya ini pula menyebabkan pertumbuhan tumor pada stadium dini tidak

diketahui atau tidak memberikan gejala yang khas. Umumnya karsinoma itu muncul

pada fossa Rosenmuller sehingga bisa memberikan gejala pada telinga berupa oklusi

tuba, rasa penuh, gangguan pendengaran, tinnitus.

Pada hidung tumor ini memberikan keluhan berupa sumbatan hidung dan

epistaksis. Cepatnya penjalaran ke kelenjar limfatik menyebabkan keluhan pembesaran

leher di lateral atas (kelenjar jugularis profunda superior) yang merupakan keluhan

utama yang mendorong penderita datang berobat pada kasus-kasus yang kami temukan

(80%). Perluasan ke intrakranial menimbulkan sefalgia, kelumpuhan saraf kranialis

terutama nervus VI dan V dengan gejala berupa diplopia dan parestesi pipi karena

terjadi perluasan melalui foramen laserum, dapat juga mengenai nervus III dan IV yang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TNM Keganasan Kepala Leher

menimbulkan gejala optalmoplegia, atau perluasan ke posterior mengenai nervus IX, X

dan XI. Metastase jauh dapat terjadi pada tulang, paru, hepar (Kuhuwael, 2001).

2.6.1.2 Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis

Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di

dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar,

mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi

atau orbita. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya

sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak

tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya

berbau karena mengandung jaringan nekrotik.

Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau

penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perluasan tumor ke

rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus

alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah.

Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh

meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan

penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus

trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat,

oftalmoplegia dan gangguan visus dapat disertai likuorea. Jika peluasan sampai ke fossa

kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke

belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia

dan parestesia daerah yang dipersyarfi nervus maksilaris dan mandibularis. Metastasis

ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat miskin

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TNM Keganasan Kepala Leher

dengan system limfatik kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung

dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastases jauh juga jarang ditemukan

(kurang dari 10%) dan organ yang paling sering terkena adalah hati dan paru

(Armiyanto, Roezin, 2007).

2.6.1.3 Tumor Ganas Orofaring

Gejala awal kurang dirasakan sehingga penderita sering datang terlambat.

Umumnya terjadi pada tonsil dengan gejala disfagia, merasa benda asing, odinofagia,

nyeri alih telinga, trismus bila terjadi perluasan ke rongga faring. Pada tonsil tampak

pembesaran yang unilateral, permukaan tidak rata dan ulserasi (Dhingra, 2007).

2.6.1.4 Tumor Ganas Rongga Mulut

Umumnya pasien tumor ganas ini mempunyai keluhan-keluhan seperti rasa

nyeri di telinga, disfagia, kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus).

Terdapatnya bercak keputihan dan bercak kemerahan yang tidak bisa hilang dengan

pengobatan biasa, harus dicurigai kemungkinan adanya keganasan (Munir, 2007).

2.6.1.5 Tumor Ganas Laring

Pasien dengan karsinoma supraglotis cenderung asimtomatik sampai tumor telah

berkembang dan dijumpai metastasis nodul. Biasanya dijumpai keluhan nyeri

tenggorok, disfagia dan nyeri alih di telinga atau teraba massa kelenjar limfe di leher.

Suara serak, penurunan berat badan, sumbatan jalan nafas merupakan gejala lanjut dari

tumor ganas supraglotis. Tanda awal tumor ganas glottis laring adalah suara serak

karena lesi pada pita suara asli akan mempengaruhi kapasitas getaran. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TNM Keganasan Kepala Leher

menyebabkan tumor ganas laring dapat dideteksi lebih awal. Peningkatan pertumbuhan

ukuran massa akan menyebabkan stridor dan obstruksi laring. Gambaran awal dari

kanker subglotis yaitu stridor atau obstruksi laring. Suara serak mengindikasikan bahwa

perjalanan penyakit sampai ke permukaan bawah pita suara asli, infiltrasi

m.tiroaritenoid atau terlibatnya nervus laringeus rekuren. Secara umum, Tanda dan

gejala tumor ganas laring meliputi suara serak, disfagia, hemoptisis, teraba massa di

leher, nyeri tenggorok, otalgia, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Concus et al, 2008).

2.6.1.6 Tumor Ganas Telinga

Gejala pada tumor ganas pada telinga ditegakkan dengan adanya anamnesis

berupa: mula-mula terjadi perubahan kulit di daerah daun telinga yang diikuti

tumbuhnya benjolan keras, tidak sakit, tampak ulserasi, mudah berdarah. Gejala yang

dapat timbul dapat juga berupa keluhan rasa sakit di dalam liang telinga, keluarnya

cairan dari telinga yang kadang-kadang bercampur darah, rasa penuh dan kurang

pendengaran pada telinga yang sakit, dan keluhan muka perot (Dhingra, 2007).

2.6.2 Pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik, seluruh permukaan mukosa diperiksa secara teliti untuk

melihat adanya ulkus, massa submukosa ataupun permukaan tidak rata. Palpasi

bimanual pada dasar mulut dan palpasi pada leher juga dilakukan. Pemeriksaan kelenjar

getah bening leher juga dilakukan. Region kelenjar getah bening leher dibagi menjadi 5

regio, yaitu :

1. Level I : KGB yang termasuk adalah KGB submental dan submandibula.

2. Level II : KGB yang termasuk adalah KGB jugular atas

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TNM Keganasan Kepala Leher

3. Level III : KGB yang termasuk adalah KGB jugular tengah

4. Level IV : KGB yang termasuk adalah KGB jugular bawah

5. Level V : KGB yang termasuk adalah KGB segitiga posterior

6. Level VI : KGB yang termasuk adalah KGB kompartemen anterior

Gambar 2. Pembagian Regio Kelenjar Getah Bening Leher (Forastiere & Marur, 2008)

Dengan mengetahui letak pembesaran KGB leher, kita dapat menduga letak

tumor primernya. Karsinoma rongga mulut, penyebarannya ke KGB leher level I.

Karsinoma nasofaring penyebarannya ke KGB leher level II dan V. Karsinoma laring

penyebarannya ke KGB leher level II dan III. Karsinoma sinus paranasal dan karsinoma

glotik jarang bermetastase ke KGB leher. Dengan mengetahui ada tidaknya metastase

ke KGB leher, kita dapat menentukan prognosis tumor ganas THT-KL (Forastiere &

Marur, 2008).

Untuk diagnosis pasti dari tumor ganas adalah biopsi jaringan dari mukosa

abnormal atau massa yang kita curigai sebagai tumor ganas. Untuk melihat perluasan

tumor dapat kita lakukan pemeriksaan CT-scan, MRI, ataupun PET scan. Untuk melihat

metastase jauh dapat kita lakukan pemeriksaan foto thoraks, scan tulang, pemeriksaan

fungsi hati, dan USG hepar (Forastiere & Marur, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TNM Keganasan Kepala Leher

2.7 Stadium

Stadium tumor ganas kepala dan leher didasarkan pada sistem TNM oleh AJCC

2006, yang diklasifikasikan sesuai letak anatomi dan perluasan penyakit. Tumor (T)

bervariasi, menurut letak tumor tertentu dan pada region tertentu, sedangkan klasifikasi

untuk N (Nodul) dan Metastase jauh (M) seragam untuk semua tempat. Pengelompokan

stadium ini dapat menjadi stadium awal yaitu stadium I dan II, stadium akhir yaitu

stadium III dan IV.

Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL,

yang datang dengan stadium I sebesar 18,5 %, stadium II sebesar 16,4%, stadium III

sebesar (22,4%), stadium IV sebesar 42,6%.

Ronis et al (2008), dari 316 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien

yang datang berobat pada stadium 0, I dan II adalah 75 penderita dan stadium III, IV

adalah 241 penderita.

Penelitian oleh Bhurgri et al (2006) selama periode 1995-2002 menemukan dua

pertiga kasus datang pada stadium III dan IV.

Pada 31 pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher berumur di < 40 tahun

yang diteliti oleh Pytynia et al (2004), ditemukan 10 pasien (32,3%) datang pada

stadium awal (stadium I dan II) dan 21 pasien (67,7%) datang pada stadium lanjut

(Stadium III dan IV).

Carvalho et al (2002) dalam studi cross sectional nya di berbagai daerah di

brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana pasien datang

stadium awal (I dan II) sebesar 20,9 %, sedangkan pasien dengan stadium lanjut (III dan

IV) sebesar 79,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pasien stadium

lanjut dan stadium awal dengan letak tumor yang sulit dilihat dengan pemeriksaan biasa

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TNM Keganasan Kepala Leher

(hipofaring, laring) dan letak tumor yang dapat dilihat dengan pemeriksaan

biasa(rongga mulut, orofaring), pada penelitian didapatkan pasien dengan tumor ganas

hipofaring dan laring stadium lanjut (88%) lebih banyak ditemukan dibandingkan

dengan tumor ganas rongga mulut dan orofaring (74,6%) (p<0,001).

Penelitian retrospektif oleh Puspitasari (2011) pada salah satu tumor ganas THT-

KL yaitu tumor ganas nasofaring, menemukan frekuensi penderita tumor ganas THT-

KL stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >48 tahun sebesar 59.5%.

Sedangkan stadium lanjut antara kelompok umur ≤48 tahun dan >48 tahun hanya

berbeda sedikit yaitu 0.6%. Analisa statistik dengan uji Chi-square diperoleh p=0.177

sehingga secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur dengan

stadium. Sementara itu, penelitian case series oleh Nurhalisah (2009) menemukan

bahwa kelompok umur stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >50 tahun

sebesar 52.6% dan stadium lanjut 52.8%.

Studi retrospektif di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990

menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher dan ditemukan pasien yang datang

pada stadium I sebesar 17,9%, stadium II sebesar 18,9%, stadium III sebesar 21,5% dan

stadium IV 41,8% (Iro & Waldfahrer, 1998).

Hoffman et al (1998) dalam penelitiannya terhadap 295.022 kasus tumor ganas

THT-KL, menemukan pasien yang datang pada stadium I (35,8%), stadium II (19%),

stadium III (17,5%), stadium IV (24,8%).

Studi retrospektif oleh hutagalung (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

periode 1991 – 1995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang pada stadium

I sebesar 3,28%, stadium II sebesar 18,35%, stadium III sebesar 38,44% dan stadium IV

sebesar 39,54%.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TNM Keganasan Kepala Leher

Tabel 2.7.1 Staging Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal berdasarkan AJCC 2006 Maxillary Sinus Tis : Carcinoma in situ T1 : Tumor terbatas pada sinus maksila T2 : Tumor menyebabkan erosi tulang termasuk palatum durum dan meatus media, tanpa penyebaran ke dinding posterior sinus maksila. T3 : tumor menginvasi dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutaneus, dinding medial dan dasar orbita, fossa pterygoid, sinus etmoid. T4a : tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa intratemporal, lempeng pterygoid, plate cribiformis, sinus frontal dan sphenoid. T4b : Tumor menginvasi atap orbita, dura, kranial, fosa media kranial, saraf kranial. Nasal Cavity and Ethmoid Sinus Tis : Carcinoma in situ T1 :tumor terbatas pada satu sisi, dengan atau tanpa destruksi tulang. T2 : tumor menginvasi dua sisi termasuk complex nasoethmoidal, dengan atau tanpa destruksi tulang. T3 : tumor meluas ke dinding medial dan dasar orbita, sinus maksila, palatum atau plate cribiformis. T4a : tumor menginvasi orbita anterior, kulit dari hidung dan pipi, ekstensi minimal dari fossa kranial anterior, plate pterygoid, sinus sphenoid dan frontal.

Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm Distant Metastasis (M) M0: tidak ada metastase jauh M1 : ditemukan metastase jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.2 Staging Tumor Ganas Nasofaring berdasarkan AJCC 2006 Nasopharynx T1: tumor terbatas di nasofaring T2: tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau kavum nasi o T2a : tanpa perluasan ke

parafaring o T2b : dengan perluasan ke

parafaring

Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING: NASOPHARYNX 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TNM Keganasan Kepala Leher

T3: tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal T4: tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator Regional Lymph Nodes (N) N0: tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional N1: metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N2: metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N3: metastasis kelenjar limfe o N3a: ukuran > 6 cm o N3b: meluas ke fossa supraklavikular

IIA T2a N0 M0 IIB T1 N1 M0 T2 N1 M0 T2a N1 M0 T2b N0 M0 T2b N1 M0 III T1 N2 M0 T2a N2 M0 T2b N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IVA T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IVB Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.3 Staging Tumor Ganas Rongga Mulut berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<4 T3 : Tumor berukuran ≥4 cm T4a : (bibir) tumor menginvasi tulang, n. alveolaris inferior, dasar mulut, kulit wajah (dagu/hidung) T4a : (rongga mulut) tumor menginvasi tulang, otot-otot ekstrinsik lidah, sinus maksila atau kulit wajah. T4b : Tumor melibatkan ruang masticator, plate pterygoideus, dasar otak, dan/atau arteri karotis interna Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB Any T N3 M0 T4b Any N M0 IVC Any T Any N M1

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TNM Keganasan Kepala Leher

Tabel 2.7.4 Staging Tumor Ganas Orofaring berdasarkan AJCC 2006

Oropharynx T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<4 T3 : Tumor berukuran ≥4 cm T4a : Tumor menginvasi laring, otot-otot ekstrinsik lidah, pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula T4b : Tumor menginvasi muskulus pterygoid lateral, plate pterygoid, nasofaring lateral, dasar otak, arteri karotis. Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.5 Staging Tumor Ganas Laring berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) TX Primary tumor cannot be assessed T0 No evidence of primary tumor Tis Carcinoma in situ Supraglottis T1

T

: tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal

2

T

: tumor menginvasi >1 mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (mis : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.

3

Subglottis

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau

T1T

: tumor terbatas pada subglotis 2

T

: tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan

3

T

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli

4a

T

: tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b:

tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

Regional Lymph Nodes (N)

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TNM Keganasan Kepala Leher

menginvasi : area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid. T4a

T

: tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b:

tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

Glottis T1

T

: tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal

1a

T

: tumor terbatas pada satu pita suara asli

1b:

T

tumor melibatkan kedua pita suara asli

2

T

: tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli

3

T

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid.

4a

T

: tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b:

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher

tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran <6 cm N2c : metastase ke bilateral atau kontralateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.6 Staging Tumor Ganas Telinga berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<5 T3 : Tumor berukuran ≥5 cm T4 Tumor menginvasi struktur ekstadermal, seperti tulang rawan, tulang, atau otot

Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 T3 N0 M0

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TNM Keganasan Kepala Leher

Regional Lymph Nodes (N) Mo: tidak dijumpai metastasis ke KGB M1: dijumpai metastasis ke KGB

III T4 N0 M0 Any T N1 M0 IV Any T Any N M1

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor ganas THT-KL, antara lain, melalui radioterapi,

kemoterapi, pembedahan, atau kombinasi ketiganya. Penatalaksanaan yang dipilih

tergantung dari stadium tumor ganas tersebut. Pada stadium awal terapi utama adalah

radioterapi ataupun pembedahan. Pada stadium lanjut terapinya adalah kombinasi dari

kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (Forastiere & Marur, 2008).

Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL,

yang mendapat terapi pembedahan sebesar 37,2%, radioterapi sebesar 10,9%,

kemoterapi sebesar 1,6% dan terapi kombinasi sebesar 50,2%.

Ronis et al (2008) dalam penelitiannya tentang kualitas hidup pasien tumor

ganas THT-KL, 273 pasien (86,4%) menerima terapi radiasi, 205 pasien (64,9%)

menerima terapi kemoterapi dan 160 pasien (50,6%) menerima terapi pembedahan.

Penelitian Pytynia et al (2004), dari 31 pasien berumur <40 tahun yang

menderita keganasan kepala dan leher, yang mendapat terapi radiasi adalah 32,3%, yang

mendapat terapi pembedahan sebesar 22,6%, sedangkan yang mendapat terapi

kombinasi sebesar 45,1%.

Penelitian oleh Hoffman et al (1998) di beberapa negara bagian di Amerika

Serikat, dari 295.022 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan

sebesar 32,4%, radioterapi sebesar 18,9%, kemoterapi sebesar 5,4%, terapi kombinasi

sebesar 43,3%.

Studi prospektif periode 1 September 1983–28 Februari 1987 di tiga negara

bagian terhadap 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher, menemukan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TNM Keganasan Kepala Leher

pasien yang mendapat terapi bedah sebesar 38,5%, terapi radioterapi sebesar 20%,

terapi kemoterapi sebesar 2% dan terapi kombinasi sebesar 39,5% (Deleyianis et al,

1996).

Hutagalung (1996) dalam studi retrospektif di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

periode 1991–1995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi

pembedahan sebesar 6,09%, radioterapi sebesar (39,8%), kemoterapi sebesar 1,69%,

kombinasi sebesar 18,77 %.

Di RSUP dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, dari 576 kasus tumor ganas

THT-KL, yang mendapat radioterapi sebesar 81,6%, kemoterapi sebesar 2,6%,

kombinasi sebesar 11,98% (Siahaan, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TNM Keganasan Kepala Leher

- Suku/Ras

- Umur

- Jenis Kelamin

- Pendidikan

- Keluhan Utama

- Stadium

- Tipe Histopatologi

- Terapi

2.9 Kerangka Konsep

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TNM Keganasan Kepala Leher

Tumor Ganas THT Kepala dan Leher

2.10 Kerangka Kerja

Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian

REKAM MEDIS

1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Pendidikan 4. Suku/Ras 5. Lokasi Tumor 6. Jenis Histopatologi 7. Stadium 8. Penatalaksanaan

Universitas Sumatera Utara