tinjauan yuridis terhadap peningkatan perceraian …

116
1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR EKONOMI DI PENGADILAN AGAMA MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh : APRILIA SARI DUMENGGAN NASUTION NIM: 150200344 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

1

1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN

KARENA FAKTOR EKONOMI DI PENGADILAN

AGAMA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

APRILIA SARI DUMENGGAN NASUTION

NIM: 150200344

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

2

2

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

3

3

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

i

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT. Yang Maha Esa

dan Maha Kuasa atas segalanya, yang tak pernah berhenti memutuskan rahmat-

Nya dari segi kesehatan, kesempatan dan kemudahan dalam memahami ilmu yang

diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini

berjudul ”TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN

PERCERAIAN KARENA FAKTOR EKONOMI DI PENGADILAN

AGAMA MEDAN”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini

masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya baik dari segi isi maupun

penyajiannya. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis sering mendapat kendala

yang menjadikan penulisan skripsi menjadi terhambat, namun atas izin Allah

SWT. Segala rintangan tersebut dapat diatasi dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Terima kasih yang tidak dapat diungkapkan hanya dari sekedar kata-kata kepada

kedua orang tua penulis Ahmad Yuni Nasution, S.H dan Risa Nirmala S.Pd yang

selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, semangat dan nasehat kepada

penulis agar selalu mengerjakan skripsi ini dengan penuh semangat. Dan juga

kepada adikku yang menambah semangat penulis dalam penulisan skripsi ini Fitri

Ariska Malona Nasution yang selalu memberikan candaan dan selalu meminta

penulis untuk segera wisuda.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis juga mendapat banyak

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan

dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah

diberikan, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

i Universitas Sumatera Utara

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

ii

ii

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Zulfi Chairi, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan,

nasihat, serta bimbingan di dalam pelaksaan penulisan skripsi ini.

7. Bapak EkoYudhistira Kalo, SH., M.Kn selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan,

nasihat serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

8. Kepada seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

9. Kepada seluruh staf administrasi dan pegawai yang turut serta membantu

saya dalam proses administrasi selama saya menuntut ilmu di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kepada sahabat (Ayu Sartika,Zakia Ulfa) yang telah senantiasa

mendengarkan keluh kesah selama penulisan skripsi.

ii Universitas Sumatera Utara

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

iii

iii

11. Kepada sahabat (Mardhiyah Dwitami, Rini Ayuni, Sri Lutfiyah, Regina

Arnahas) yang tanpa kenal lelah menyemangati dan memberikan nasehat

kehidupan sehingga penulis tetap semangat

12. Kepada adik-adikku tersayang (Rahmita Khairunnisa, Juwita Antasari,

Hotmida Yoshi, Eva Amalia) yang telah menemani penulis dari awal

perkuliahan sampai penulisan skripsi ini, yang selalu memberikan

dorongan, motivasi dan informasi-informasi tentang perkuliahan

13. Kepada teman-teman seangkatan (Mutiarani, Ayu Anisa, Elvira Hardi)

yang telah memberikan warna-warni dunia kampus

14. Kepada teman klinis ( Annisya Anwar, Nadya Aprilia, Eva Amalia, Faridah

Hanum, Egi Nilasari, Dhafiya Yumna,Mino Putramin Alifka, Aditya,

Sigit, Ichsan, Yudha) yang telah memberikan pelajaran tentang pentingnya

kerja sama dan warna-warni dunia perklinisan

15. Teristimewa kepada Raymondsyah Panggabean, A.Md lelaki hebat yang

telah banyak membantu dan memberikan dorongan serta motivasi dari

awal memasuki gerbang perkuliahan hingga menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

iii Universitas Sumatera Utara

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

iv

iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 12

C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 12

D. Manfaat Penulisan .................................................................................. 12

E. Keaslian Penulisan ................................................................................. 13

F. Tinjauan Kepustakaan ............................................................................ 14

G. Metode Penelitian ................................................................................... 16

H. Sistematika Penulisan ............................................................................. 19

BAB 2 KONSEP DASAR PERCERAIAN .............................................. 21

A. Pengertian Perceraian ............................................................................. 21

B. Macam – macam Perceraian ................................................................... 26

C. Akibat Hukum Perceraian ...................................................................... 40

BAB III TINGKAT PERCERAIAN DI PENGADILAN

AGAMA MEDAN ..................................................................................... 50

A. Faktor- Faktor Perceraian menurut Peraturan Perundang – Undangan.. 50

B. Tingkat Perceraian di Pengadilan Agama Medan .................................. 58

BAB 4 FAKTOR EKONOMI SEBAGAI ALASAN

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA MEDAN ........................ 71

A. Indikator Kesejahteraan.......................................................................... 72

B. Nafkah Keluarga ..................................................................................... 79

C. Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Perceraian di Pengadilan Agama

Medan ..................................................................................................... 90

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 102

A. Kesimpulan............................................................................................. 102

B. Saran ....................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA

iv Universitas Sumatera Utara

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

v

v

ABSTRAK

Aprilia Sari Dumenggan Nasution*

Zulfi Chairi**

Eko Yudhistira***

Perceraian atau biasa disebut talak adalah melepaskan ikatan tali

pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Kasus perceraian

yang terjadi di kota Medan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan

terjadinya perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai sosial yang berkembang

ditengah masyarakat. Kondisi ekonomi yang tidak stabil menimbulkan gejolak di

tengah masyarakat dan mempengaruhi tingginya angka perceraian di Pengadilan

Agama Medan. Di dalam skripsi ini yang menjadi permasalahan yang akan

dibahas adalah bagaimana konsep dasar perceraian di Indonesia, bagaimana

tingkat perceraian di Pengadilan Agama Medan, dan bagaimana faktor ekonomi

sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Medan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode penelitian hukum normative-empiris. (penelitian hukum kepustakaan dan

penelitian hukum praktikal) yang merupakan penelitian yang mengkaji studi

dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa

pendapat para sarjana dan penelitian yang mengkaji berdasarkan data yang

diperoleh dari Pengadilan, wawancara dalam bentuk kuisioner yang dibagikan

kepada pihak-pihak yang akan bercerai di lingkungan Pengadilan Agama Medan.

Hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Agama Medan ditemukan

bahwa terdapat kenaikan angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir di

Pengadilan Agama Medan. Sejalan dengan kenaikan jumlah perkara yang diputus

terlihat angka cerai gugat jauh lebih tinggi dibanding angka cerai talak Merujuk

pada data perceraian di Pengadilan Agama Medan, angka cerai gugat pada

Januari-September 2018 mencapai 76,015% dibanding cerai talak yang mencapai

23,985%. Hasil penelitian ditemukan bahwa 75% pasangan yang telah menikah

menyatakan bahwa faktor pemicu pertengkaran adalah masalah ekonomi. Bahwa

perceraian karena ekonomi terjadi karena dipengaruhi oleh faktor eksternal dan

faktor internal yang meliputi kurangnya rasa bersyukur dari pihak suami ataupun

istri yang menyebabkan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat

ini, tidak ada kerja sama yang baik antara suami dan istri, perbedaan cara pandang

tentang suatu kebahagiaan, suami tidak memiliki pekerjaan yang tetap,

penghasilan istri lebih tinggi daripada suami, dan menyebarnya hedonisme dan

feminisme.

Kata Kunci: Perceraian, ekonomi, alasan perceraian

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

v Universitas Sumatera Utara

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan cikal bakal kehidupan masyarakat, dan sebagai

sunnatullah untuk membentuk kehidupan berkeluarga yang semakin indah,

bernilai serta mulia. Pernikahan itu sendiri merupakan hubungan bathiniah yang

hakiki, berlandaskan cinta dan berpondasikan sebuah kejujuran dan kerjasama

yang senantiasa di isi dengan kebersamaan dan kasih sayang untuk membentuk

sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Telah diketahui bahwa Islam

banyak memberikan anjuran untuk menikah. Allah SWT menyebut di dalam

banyak ayat Al- Quran. Di antaranya firman Allah SWT dalam Surah Al-Anbiyaa

ayat 89 :

“Dan (ingatlah kisah) Zakariya, tatkala ia menyeru Rabb-nya: „Ya Rabb-ku

janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkau-lah Waris

Yang Paling Baik.‟” [Al-Anbiyaa‟/21: 89].

Dan hadits-hadits mengenai hal itupun sangatlah banyak diantaranya adalah :

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu

„alaihi wa sallam bersabda:

. ك

1

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

2

2

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh

agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh

yang tersisa.”.

Pernikahan merupakan bagian dari karunia Allah kepada para hamba-Nya,

karena melalui pernikahan kita dikaruniai keturunan. Oleh karena itu ketika

seseorang memutuskan untuk menikah tidak lain dan tidak bukan hanyalah

semata-mata mengharap ridho Allah SWT dalam membentuk sebuah keluarga

sehingga tatanan kehidupan tetap eksis dan berkelanjutan.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyebutkan, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang

bahagia, kekal dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk

keluarga bahagia berkaitan erat dengan keturunan karena salah satu tujuan

seseorang menikah adalah untuk memperoleh keturunan, yang pemeliharaan,

kasih sayang dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab penuh kedua

orang tuanya hinga anak beranjak dewasa. Untuk itu, suami istri haruslah saling

membantu dan mendukung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga

sehingga dapat tercapai kesejahteraan baik secara spiritual maupun material.

Perkawinan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai

hubungan yang sangat erat dengan nilai nilai religiousisme sehigga perkawinan

bukan saja mengenai unsur lahir (jasmani) tetapi juga ada unsur rohani (spiritual),

sehingga keluarga yang bahagia adalah sebuah keluarga yang berlandaskan pada

nilai-nilai agama.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

3

3

Perkawinan, menurut Sajuti Thalib, adalah perjanjian suci membentuk

keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Unsur perjanjian di

sini untuk memperlihatkan segi kesenjangan dari perkawinan serta menampakkan

pada masyarakat ramai sedangkan sebutan suci untuk pernyataan segi

keagamaannya dari suatu perkawinan.1

Mohd. Idris Ramulyo membenarkan bahwa dipandang dari segi hukum,

perkawinan itu merupakan suatu perjanjian, sebagaimana ditegaskan dalam Al-

Qur‟an Surah An-Nisa‟ ayat 21 yang esensinya perkawinan adalah “perjanjian

yang sangat kuat” yang disebut dengan istilah “miitsaaghan ghaliizhan”. Selain

itu, sebagai alasan untuk menyatakan bahwa perkawinan itu merupakan suatu

perjanjian ialah karena adanya : pertama, cara mengadakan ikatan perkawinan

telah diatur terlebih dahulu, yaitu dengan akad nikah dan rukun atau syarat

tertentu; dan kedua, cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga

telah diatur sebelumnya, yaitu dengan prosedur talak, kemungkinan fasakh,

syiqaq, dan sebagainya.2

Perkawinan menurut hukum Islam sebagai suatu perjanjian yang sangat

kuat atau misaqon ghaliza, juga ditegaskan dalam pengertian yuridis perkawinan

menurut Pasal 2 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia, yaitu “Perkawinan menurut hukum Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqon ghaliza untuk menaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Perkawinan bertujuan

1 Sajuti Thalib,Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1982,

hlm.47

2 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam:Suatu Analisis Undang-Undang No.1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, PT.Bumi Aksara , Jakarta, 2004, hlm. 16

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

4

4

untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,

warahmah”.

Tujuan ideal perkawinan baik menurut hukum nasional (Undang-Undang

No.1 Tahun 1974), hukum Islam dan hukum adat adalah untuk membentuk

keluarga yang bahagia akan tetapi dalam realitanya sulit untuk dapat

diwujudkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

kehidupan berumah tangga baik itu secara internal maupun eksternal. Dalam

hubungan berumah tangga setiap pasangan pasti mengharapkan hubungan yang

langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan. Masalah demi

masalah pasti akan selalu ditemukan. Namun, sebagai pasangan suami-istri harus

berusaha untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada secara bersama-

sama.. Dewasa ini banyak dtemukan pasangan suami istri yang menganggap

permasalahan yang timbul tidak dapat diselesaikan lagi kecuali dengan bercerai.

Faktor ketidakcocokan dalam sejumlah hal, suami yang tidak bertanggung jawab,

ekonomi, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, berbeda persepsi dan

pandangan hidup sering kali dijadikan alasan untuk bercerai.

Perceraian atau biasa disebut talak adalah melepaskan ikatan tali

pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Kata “Thalaq”

dalam bahasa arab berasal dari kata “thalaqayatlhuqu-thalaaqan” yang artinya

melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkrit seperti

tali pengikat kuda maupun yang bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.

Talak merupakan isim mashdar dari kata “thalaqa-yathuqu-thalaaqan” jadi kata

ini semakna dengan kata “thaliq” yang bermakna “irsal” dan ”tarku” yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

5

5

melepaskan dan meninggalkan.3 Menurut Subekti perceraian adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu.4

Allah telah mensyariatkan pernikahan untuk membangun mahligai rumah

tangga yang bahagia, terbangun atas dasar cinta dan kasih sayang di antara kedua

belah pihak, serta untuk mendapatkan keturunan. Jika cinta dan kasih sayang ini

sudah tidak ada, maka seiring dengan berjalannya waktu niat dan janji antara

keduanyapun dapat ikut pudar disebabkan perangai jelek dari salah satu pihak atau

dari kedua belah pihak yang baru diketahui setelah menikah. Hal ini dapat

menyebabkan hubungan tidak harmonis sehingga menimbulkan perpecahan yang

seyogyanya sulit ditemukan didalam rumah tangga yang harmonis.

Allah berfirman didalam Surah Al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi : ”Dan

jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh Allah Maha

Mendengar, Maha Mengetahui”. Islam mengizinkan perceraian kendatipun Allah

sangat membenci perceraian. Perceraian dianggap sebagai jalan terakhir yang

dapat diambil oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Sebagaimana Ibnu Umar ra. Menuturkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: “Perkara halal yang paling dibenci Allah ta‟ala adalah

perceraian.”(HR. Abu Dawud dan Hakim) Hakim menilai hadits ini shahih.5

Prinsipnya, seorang pria dan seorang wanita yang mengikat lahir dan

bathinnya dalam suatu perkawinan sebagai suami dan istri mempunyai hak untuk

3Nikmah Marzuki, Problematika Perceraian Masyarakat Kabupaten Bone, Jurnal Hukum

Keluarga Islam Vol.II, Watampone,2016, hlm 35

4 Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT. Internusa, Jakarta,1985,hlm.42

5Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Al-I‟tishom, Jakarta, 2008, hlm. 420.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

6

6

memutuskan perkawinan sebagai suami istri lewat jalan perceraian sebagaimana

yang telah diatur dengan undang-undang. Di dalam Pasal 39 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa untuk melakukan

perceraian harus ada alasan yang cukup membuktikan bahwa pasangan suami istri

tidak dapat lagi hidup bersama dengan rukun. Perceraian hanya dapat dilakukan di

depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan yang bersangkutan telah

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Perceraian didalam hukum Indonesia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat pada Pasal 38 sampai 41 dan

dijabarkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam Pasal 20

hingga Pasal 34 ayat 2 terkait pengajuan gugatan perceraian yang diajukan atas

inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan Negeri. Diatur juga didalam Kompilasi

Hukum Islam.

Perkembangan hukumnya kemudian, proses hukum khusus gugatan

perceraian yang diajukan oleh dan atas inisiatif istri di Pengadilan Agama telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama.

Menurut Mohd. Idris Ramulyo, talak adalah suatu bentuk perceraian yang

umum banyak terjadi di Indonesia, sedangkan cara-cara lain dan bentuk lain

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

7

7

kurang dikenal. Akibatnya, seakan-akan kata kata talak telah dianggap

keseluruhan penyebab perceraian di Indonesia6. Talak yang dijatuhkan suami

disebut cerai talak, sedangkan talak yang dijatuhkan oleh istri disebut cerai gugat.

Hubungan suami istri dalam rumah tangga masing-masing mempunyai hak

dan kewajiban. Suami merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban

memenuhi segala kebutuhan keluarga, sementara istri merupakan ibu rumah

tangga yang berkewajiban mengurus suami dan anak-anaknya. Hak dan kewajiban

suami istri diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan telah diatur juga di dalam Kompilasi

Hukum Islam Pasal 77 sampai dengan Pasal 84.

Kasus perceraian yang terjadi di kota Medan terus meningkat setiap

tahunnya seiring dengan terjadinya perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai

sosial yang berkembang ditengah masyarakat. Kondisi ekonomi suami yang tidak

memiliki penghasilan yang tetap sementara istri tidak memiliki penghasilan dan

cenderung melimpahkan urusan mencari nafkah kepada suami. Kondisi ekonomi

suami yang lemah juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah sehingga

sangat susah untuk mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan suami bekerja

serabutan sehingga penghasilan tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga.

Dilain pihak kecendrungan yang sering terjadi ketika suami tidak mampu

memenuhi kebutuhan keluarga, istri tidak berusaha membantu menopang

kebutuhan keluarga.

6 Mohd. Idris Ramulyo, Opcit, hlm 101

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

8

8

Bahkan bagi keluarga yang istri ikut andil dalam bekerja seringkali

kesenjangan pendapatan yang diperoleh selama berumah tangga menjadi salah

satu hal yang mempengaruhi meningkatnya pengajuan gugatan perceraian dari

pihak istri., Istri merasa bahwa suami kurang bertanggung jawab dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari, sehingga merasa bahwa dirinyalah yang sangat

berperan aktif didalam perekonomian keluarga.

Dalam kondisi lain sering juga ditemukan suami yang tidak bertanggung

jawab terhadap kebutuhan keluarga dan tidak bekerja keras untuk memenuhi

kewajibannya. Suami yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga justru

bersantai dan tidak peduli dengan kehidupan dan kebutuhan rumah tangga

sehingga kewajiban dan tanggung jawab dalam mencari nafkah sepenuhnya

dibebankan kepada istri.

Selain faktor eksternal peningkatan perceraian juga berasal dari dalam diri

suami maupun istri yakni berupa rasa egois, tidak ada yang mau mengalah, tidak

ada rasa tanggung jawab dalam diri suami, kurangnya rasa bersyukur, dan tidak

ada kerja sama yang baik diantara suami dan istri.

Hal ini dapat memperkeruh suasana didalam rumah tangga dan

menyebabkan istri dengan pertimbangan yang tidak matang merasa bahwa dirinya

tidak dapat bertahan dalam kondisi ekonomi keluarga yang seperti itu dan jalan

keluar yang dianggap paling mudah adalah dengan bercerai.

Sebanyak 1.626 pasangan di Kota Medan bercerai sejak Januari hingga

September 2018. Jumlahnya meningkat dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu

sebanyak 2..896 pasangan di Kota Medan bercerai pada tahun 2017. Secara

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

9

9

historis angka perceraian di Kota Medan bersifat fluktuatif. Berdasarkan jumlah

perkara yang sudah diputus, tahun ini angka perceraian diperkirakan meningkat

antara 10-20 persen. Panitera di Pengadilan Agama Bapak Zumrik menyebutkan

bahwa pasangan yang bercerai didominasi usia 25 hingga 45 tahun, dan bahkan

ada yang sudah menikah lebih dari 20 tahun juga mengajukan gugatan cerai.7

Tabel 1

Perbandingan antara Cerai Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama

Kota Medan

No Jenis Perkara Tahun

2016

Tahun

2017

Tahun 2018 (Hingga

September)

1 Cerai Talak 2961 2896 1586

2 Cerai Gugat 2327 2292 1206

Sumber Data : Pengadilan Agama Medan

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat perceraian yang diajukan istri

(cerai gugat) mendominasi peningkatan angka perceraian setiap tahunnya. Hal ini

disebabkan karena telah berubah dan bergesernya nilai-nilai sosial yang ada

ditengah masyarakat. Dahulu perceraian dan menjadi seorang janda dianggap

sebagai suatu hal yang memalukan, sehingga istri lebih memilih bertahan demi

keutuhan keluarga daripada bercerai meskipun masalah yang dihadapi berat.

7 Hasil Wawancara dengan Bapak Zumrik selaku Panitera Pengadilan Agama Medan pada

tanggal 13 September 2018 Pukul 13.30 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

10

10

Namun, dizaman yang serba canggih ini perceraian telah dianggap biasa dan

bukan suatu hal yang aneh.

Seiring dengan perubahan nilai-nilai sosial dan semakin banyak wanita

yang sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, maka menurut A. Reni

Widyastuti, perempuan sebagai istri tidak tinggal diam, dan tidak mau

diperlakukan sewenang-wenang oleh laki-laki, maka pihak perempuan akan

menggunakan hak-haknya dengan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan.8

Wahyu Ernaningsih menjelaskan bahwa pergeseran nilai ini merupakan

fenomena sosial yang menyangkut budaya (culture) di tengah masyarakat yang

menganggap lebih modern dan mapan. Keberanian istri dalam mengajukan gugat

cerai mengindikasikan perkembangan positif kesadaran perempuan akan hak-

haknya yang mulai meningkat, tetapi yang menjadi tidak kalah pentingnya adalah

apakah nilai-nilai yang terkandung didalam budaya yang ada didalam masyarakat

saat ini juga merupakan perkembangan positif, dan benarkah pemahaman tentang

hukum, utamanya tentang hak dan kewajiban, perkawinan, serta paradigma

gender telah dipahami secara benar.9

Dapat dilihat pergeseran nilai-nilai sosial yang terjadi ditengah masyarakat

tidak dapat terlepas dengan meluasnya paham feminisme dan kesetaraan gender.

paham feminisme merupakan suatu paham yang memperjuangkan kesetaraan,

kesamaan dan keadilan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Perempuan

berani mensejajarkan posisinya dengan pria, menyadari haknya dan berani

8 A.Reni Widyastuti, “Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan terhadap Perempuan

dari Tindak Kekerasan di Era Globalisasi”, Jurnal Mimbar Hukum, FH UGM, Yogyakarta,

2009, hlm.395

9 Wahyu Ernaningsih, “Gambaran Kelabu Perceraian di Kota Palembang”, Sumber Cahaya,

No.46 Tahun XVI, September 2011, FH Universitas Sriwijaya, Indralaya, hlm. 2725

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

11

11

menunjukkan kemampuannya. Perempuan tidak lagi mau diperlakukan sewenang-

wenang oleh laki-laki, sehingga jika ada perbuatan yang tidak dapat di tolerir lagi

maka wanita tidak takut untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan. Hal ini

tentunya sangat bertolak belakang dengan perempuan di masa lalu yang sangat

malu untuk diceraikan suaminya apalagi menjadi seorang janda di usia muda. Di

masa lalu status menjadi seorang janda mendapatkan kesan yang sangat negative

ditengah masyarakat. Seorang janda akan selalu menjadi bahan pergunjingan di

tengah pergaulan masyarakat, sehingga wanita lebih takut untuk menjadi seorang

janda. Namun, sekaramg wanita tidak takut lagi dan merasa dirinya mampu dan

mnunjukkan wanita bukan makhluk yang lemah.

Selain predikat janda yang dipandang negative, ketergantungan istri

kepada suami juga menyebabkan istri enggan meminta cerai. Ketergantungan

secara ekonomi dapat mempengaruhi nasib anak-anak membuat wanita sering

berfikir panjang sebelum bercerai. Rasa khawatir, tak berdaya dan lemah

membuat wanita lebih memilih untuk bertahan, tetapi pergeseran nilai-nilai sosial

itu telah terlihat dizaman yang serba canggih. Hal itu dapat dilihat dengan

banyaknya wanita mengejar karir dan ikut membantu suami mencari nafkah,

sehingga wanita tidak lagi merasa khawatir, cemas, dan bergantung kepada suami.

Wanita merasa dirinya mandiri dan mampu menghidupi anak-anak jika ia dan

suami berpisah.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan

mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

12

12

YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR

EKONOMI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA MEDAN”.

B. Rumusun Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka permasalahan

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep dasar perceraian di Indonesia ?

2. Bagaimanakah tingkat perceraian di Pengadilan Agama Medan ?

3. Bagaimanakah faktor ekonomi sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama

Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui konsep dasar dari Hukum Perceraian di Indonesia

b. Untuk mengetahui faktor penyebab tingginya angka perceraian di

Pengadilan Agama Medan

c. Untuk mengetahui hubungan kesejahteraan ekonomi keluarga dengan

peningkatan perceraian di Pengadilan Agama Medan

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa :

a. Teoritis

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

13

13

Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan

bidang hukum tertentu khususnya perdata mengenai meningkatnya

perceraian karena faktor ekonomi di wilayah hukum Pengadilan Agama

Medan.

b. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan masukan dalam rangka

menilai isi peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dan

memberikan saran terhadap isi peraturan perundang-undangan tersebut,

selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan dilakukan revisi

peraturan perundang-undangan.

c. Bagi Pengadilan

Hasil penelitian ini diharapkan bagi Pengadilan Agama Medan dapat

memberikan masukan dan saran yang bermanfaat bagi Pengadilan.

d. Bagi Masyarakat Umum

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan penjelasan bagi

masyarakat umum tentang hal-hal yang berhubungan dengan perceraian,

sehingga memperoleh pandangan mengenai pentingnya menjaga kerja

sama diantara suami dan istri.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan hukum/skripsi ini merupakan hasil karya dan bukan merupakan

duplikasi ataupun plagiasi dari karya ilmiah lainnya namun pada dasarnya ada

kemiripan judul tapi tidak dengan kemiripan materi. Penelitian dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

14

14

mengambil panduan dari beberapa buku, jurnal ilmiah dan sumber sumber terkait

lainnya Hal ini dapat dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan

sebagai berikut :

1. Nama : Mohammad Ridwan Hakim, Nim : 07310019, Fakultas Syari‟ah IAIN

Syekh Nurjati Cirebon Tahun 2012. Judul : Perceraian Karena Faktor Ekonomi

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu Tahun 2011)

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana konsep dasar perceraian ?

2. Faktor-Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perceraian di

Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu tahun 2011 ?

3. Bagaimana gambaran perceraian karena faktor ekonomi di Pengadilan

Agama Kabupaten Indramayu tahun 2011 ?

F. Tinjauan Kepustakaan

Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri yang

didalamnya menyangkut banyak aspek seperti emosi, sosial, dan pengakuan

secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku layaknya perkawinan.

Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan mensyaratkan bahwa untuk melakukan

perceraian harus terdapat cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan

hidup rukun sebagai suami istri. Adapun alasan-alasan yang dapat dipergunakan

untuk menuntut perceraian terurai dalam Pasal 19 Perauran Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Penyebab-penyebab tersebut diantaranya :

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

15

15

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi pertengkaran dan perselisihan dan

tidak aka nada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga

Alasan perceraian yang tertuang didalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomo 9 Tahun 1975 terdapat banyak kesamaan dalam Pasal 116 Kompilasi

Hukum Islam, hanya saja didalam Pasal 116 ditambahkan 2 point sebagai alasan

terjadinya perceraian, yaitu :

1) Suami melanggar taklik talak

2) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga

Tingkat perceraian

Dalam praktiknya alasan-alasan tersebut bersifat alternative, artinya pemohon

dapat mendasarkan perceraian atas permasalahan yang dihadapinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

16

16

Ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

perceraian.Meningkatnya biaya kebutuhan hidup menyebabkan kebutuhan akan

ekonomi semakin meningkat.

Tanggung jawab suami adalah suatu bentuk kesadaran akan kewajibannya

dalam rumah tangga dan diperlukan kerja sama diantara suami dan istri.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian hukum yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi adalah

metode penelitian hukum normative-empiris. (penelitian hukum kepustakaan

dan penelitian hukum praktikal) yang merupakan penelitian yang mengkaji

studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana dan

penelitian yang mengkaji berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan,

wawancara dalam bentuk kuisioner yang dibagikan kepada pihak-pihak yang

akan bercerai di lingkungan Pengadilan Agama Medan.

Sifat dari penelitian skripsi adalah bersifat deskriptif analisis, deskriptif

berarti bahwa penelitian menggambarkan suatu peraturan hukum dalam

konteks teori-teori hukum serta pelaksanaannya. Sedangkan analisis hukum

penelitian akan menjelaskan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis

terhadap aspek pelaksanaannya.10

10 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005

hlm 126.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

17

17

2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer diperoleh secara langsung dari narasumber tentang obyek

yang diteliti. Menurut Soerjono Soekanto data primer adalah data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat.11

Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan :

1. UUD 1945 Pasal 28 (b) tentang setiap orang berhak membentuk

keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Perkawinan.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

4. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang No.1 Tahun 1975 tentang Perkawinan.

5. Kompilasi Hukum Islam

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Selain itu juga menggunakan data dari hasil wawancara berbentuk

kuisioner yang dibagikan kepada pihak yang akan bercerai diwilayah

Pengadilan Agama Medan.

b. Data Sekunder Data yang memberikan penjelasan terhadap bahan

primer, diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung

yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang

dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Bahan

hukum sekunder yaitu berupa buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis,

11 Soejono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT.RajaGrafindo

Persada, Edisi 1-9, 2006 hlm.12.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

18

18

dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum, yang berkaitan dengan

peningkatan kasus perceraian diwilayah hukum Pengadilan Agama

Medan12

.

c. Data Tersier data yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yaitu berupa

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, Literatur,

Website, yang berkaitan dengan peningkatan kasus perceraian diwilayah

hukum Pengadilan Agama Medan.13

3. Metode Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer

yang berupa Peraturan Perundang-undangan, bahan hukum sekunder

yang berupa pendapat hukum dan bahan pendapat hukum hasil

penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, serta makalah

tentang perkawinan dan perceraian.

b. Wawancara dalam bentuk kuisioner adalah suatu metode pengumpulan

data yang dilakukan kepada narasumber secara langsung baik terhadap

satu orang maupun lebih dengan proses Tanya-jawab tentang obyek yang

diteliti, berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya

dalam bentuk kuisioner.

12 Peter Mahmud Marzaki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup, 2005,

hlm.195-196.

13

Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,

2003, hlm.114.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

19

19

Adapun kuisioner dibagikan kepada para pihak yang akan bercerai di

lingkungan Pengadilan Agama Medan khususnya pihak yang bercerai

karena faktor ekonomi dan suami yang tidak bertanggung jawab.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan pada Pengadilan Agama Medan, beralamat

di jalan Sisingamangaraja Km. 8,8 No.198, Timbang Deli, Medan Amplas,

Kota Medan, Sumatera Utara

5. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh

responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang

diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.14

Penarikan kesimpulan

untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika

berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca,

menafsirkan, dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas, kaidah

yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

penulisan yang dirumuskan.15

H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 3 (tiga) bab yang

saling berkaitan, yakni:

14

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm.47.

15

Lexy J Moleong, Op. Cit. hlm. 127

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

20

20

BAB I: Pendahuluan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : Membahas tentang pengertian perceraian, macam-macam perceraian,

proses hukum perceraian di Pengadilan Agama, akibat hukum perceraian dan

pandangan masyarakat terhadap perceraian

BAB III : Membahas tentang tingkat perceraian di kota Medan, alasan perceraian

menurut peraturan perundang-undangan, faktor ekonomi sebagai alasan

perceraian

BAB IV : Membahas tentang Indikator kesejahteraan, hubungan usia dengan

kesejahteraan ekonomi, hubungan kesejahteraan ekonomi dengan peningkatan

perceraian

BAB V : Bab yang berisi tentang penutup, bab ini terdiri dari 2 (dua) pembahasan

yaitu kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Terhadap

Peningkatan Perceraian Karena Faktor Ekonomi di Wilayah Hukum Pengadilan

Agama Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

21

21

BAB II

KONSEP DASAR PERCERAIAN

A. Pengertian Perceraian

Dalam suatu perkawinan, apabila antara suami dan istri sudah tidak ada

kecocokan lagi untuk membentuk keluarga yang bahagia baik lahir maupun bathin

dapat dijadikan sebagai alasan yang sah untuk mengajukan gugatan perceraian ke

persidangan pengadilan.16

Kata “cerai” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti v (kata

kerja), Pisah; 2. Putus hubungan sebagai suami istri; talak. Kemudian, kata

“perceraian” mengandung arti: n (kata benda), 1.perpisahan; 2. Perihal bercerai

(antara suami istri); perpecahan. Adapun kata “bercerai” berarti: v (kata kerja), 1.

Tidak bercampur (berhubungan, bersatu, dsb) lagi; 2. Berhenti berlaki-bini (suami

istri).17

Menurut Pasal 207 KUHPerdata perceraian merupakan penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam undang-undang,

sementara pengertian perceraian tidak dijumpai sama sekali didalam Undang-

Undang Perkawinan begitu pula didalam penjelasan serta peraturan

pelaksanaannya.

Pasal 38 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan

16Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek,Sinar Grafika, Jakarta, 2012,hlm 94

17

Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 185

21 Universitas Sumatera Utara

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

22

22

pengadilan, sehingga dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah “Putusnya

Perkawinan”. Perkawinan menurut Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 adalah

“Ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang perempuan sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Perceraian menurut Subekti adalah “penghapusan perkawinan dengan

putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu”.18

Subekti

tidak ada menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu

dengan kematian atau yang disebut dengan istilah cerai mati. Jadi, pengertian

perceraian menurut subekti lebih sempit dari pengertian perceraian menurut Pasal

38 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974.

Menurut R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, perceraian

berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat

tidur yang didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari

suami maupun istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada

perselisihan antara suami dan istri.19

Menurut P.N.H Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu

perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah

satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.20

Islam sendiri telah memberikan penjelasan dan definisi bahwa perceraian

menurut ahli fikih disebut talak atau furqoh. Perceraian atau biasa disebut talak

18 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Internusa, Jakarta, 1985, hlm. 42

19

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, alumni,

Bandung, 1986, hlm 109

20

P.N.HSimanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007,

hlm. 53

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

23

23

adalah melepaskan ikatan tali pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam

dan negara. Kata Thalaq dalam bahasa arab berasal dari kata “thalaqayatlhuqu-

thalaaqan” yang artinya melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat

itu bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda maupun yang bersifat abstrak seperti

tali pengikat perkawinan. Talak merupakan isim mashdar dari kata “thalaqa-

yathuqu-thalaaqan” jadi kata ini semakna dengan kata “thaliq” yang bermakna

“irsal” dan ”tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan.21

Pengertian perceraian sendiri dalam Kompilasi Hukum Islam secara tegas

dijelaskan dalam Pasal 117 yang menyebutkan bahwa perceraian adalah ikrar

suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab

putusnya perkawinan.

Dalam istilah umum, perceraian adalah putusnya hubungan atau ikatan

perkawinan antara seorang pria dan wanita (suami istri), sedangkan secara

terminologis menurut Abdul Rahman al- Jaziri, talak adalah melepaskan ikatan

(hall al- qaid) atau bisa juga disebut mengurangi pelepasan ikatan dengan

menggunakan kata-kata yang telah ditentukan.22

Menurut Sayid Sabiq, talak

adalah melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.23

Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, talak adalah memutuskan tali perkawinan

yang sah, baik seketika maupun dimasa yang akan datang oleh pihak suami

21 Nikmah Marzuki, Loc. Cit, hlm. 185

22

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan , Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta,

Kencana- Prenadamedia Group, 2004, hlm. 207

23 Sayid Sabiq, Op. Cit hlm. 206

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

24

24

dengan menggunakan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan

kedudukan kata-kata tersebut.24

Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif hukum

berikut :25

a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan

Pasal 39 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut:

1) Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan

permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan

Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya

sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan sidang Pengadilan

Agama (vide Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9

Tahun 1975).

2) Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan

gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama,

yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak

jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai Pasal 36).

b. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah pula di

positifkan dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 dan dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan

24 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al- Mar”ah al Muslimah, Fiqh Wanita, Terj. Anshori

Umar, Semarang, Asy-Syifa, hlm. 386

25

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Jakarta,

Sinar Grafika,2013, hlm.19

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

25

25

cerainya diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan

Negeri, yang dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak

saat pendaftarannya pada daftar pencatatan oleh Pegawai Pencatatan di Kantor

Catatan Sipil (vide Pasal 20 dan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 9

Tahun 1975).

Pengertian perceraian menurut hukum adat adalah peristiwa luar biasa,

merupakan problema sosial dan yuridis yang penting dalam kebanyakan daerah.

Menurut Djojodiguno, perceraian ini dikalangan orang Jawa adalah suatu hal yang

tidak disukai. Cita – cita orang Jawa ialah berjodohan sekali seumur hidup,

bilamana mungkin sampe kaken-kaken-ninen-ninen, artinya sampai si suami

menjadi aki (kakek) dan si istri menjadi nini (nenek), yaitu orang tua yang sudah

bercucu – cicit.26

Dalam hukum adat, perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat

penting dalam penghidupan masyarakat, sebab perkawinan tidak hanya

menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua

belah pihak, bahkan keluarga mereka masing – masing. Hubungan suami istri

setelah dilangsungkannya perkawinan bukanlah suatu hubungan perikatan yang

berdasarkan perjanjian atau kontrak, tetapi merupakan paguyuban. Paguyuban ini

menurut Djojodiguno disebut paguyuban hidup yang menjadi pokok ajang hidup

suami istri selanjutnya beserta anak – anaknya.27

Allah SWT telah mensyariatkan pernikahan untuk membangun mahligai

rumah tangga yang bahagia, terbangun atas dasar cinta dan kasih sayang di antara

26 Djojodiguno, Asas-Asas Hukum Adat,hlm.56, dalam Muhammad Syaifuddin, Sri

Turatmiyah, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, Jakarta, Sinar Grafika,2013, hlm.25

27

Ibid hlm. 26

Universitas Sumatera Utara

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

26

26

kedua belah pihak, serta untuk mendapatkan keturunan. Jika cinta dan kasih

sayang ini sudah tidak ada, maka seiring dengan berjalannya waktu niat dan janji

antara keduanyapun dapat ikut pudar disebabkan perangai jelek dari salah satu

pihak atau dari kedua belah pihak yang baru diketahui setelah menikah. Hal ini

dapat menyebabkan hubungan tidak harmonis sehingga menimbulkan perpecahan

yang seyogyanya sulit ditemukan didalam rumah tangga yang harmonis.

Berdasarkan uraian tersebut dapatlah diperoleh pemahaman bahwa perceraian

adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri yang dengan menggunakan

lafaz talak atau semisalnya.

B. Macam – Macam perceraian

Didalam ketentuan Pasal 38 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dan Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa

perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan :

1. Putusnya perkawinan karena kematian, yang dimaksud dengan kematian

bukanlah kematian perdata (le mort civile) akan tetapi kematian daripada

pribadi orangnya bahkan yang dimaksudkan oleh undang-undang adalah salah

satu pihak meninggal lebih dahulu daripada pihak lainnya baik itu suami

ataupun istri.

Kematian suami atau istri mengakibatkan perkawinan putus sejak terjadi

kematian. Apabila tidak terdapat halangan-halangan syarat, istri atau suami

yang ditinggal mati berhak mewarisi harta peninggalan yang ditinggalkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

27

27

Istri yang ditinggal mati suaminya harus menjalani masa berkabung 4 bulan 10

hari. Dalam hubungan ini hadits Nabi riwayat Jama‟ah kecuali Turmudzi

berasal dari Ummu Tahiyah mengajarkan :

“Orang perempuan tidak boleh melakukan hidad (berkabung) atas kematian

seorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya (perempuan yang

ditinggal mati suaminya) hendaklah berkabung selama 4 bulan 10 hari….”28

2. Putusnya perkawinan karena perceraian, yang dimaksud dengan perceraian

disini adalah penjatuhan talak yang dilakukan oleh suami kepada istrinya untuk

membedakan dengan perceraian atas dasar gugatan, meskipun dalam Pasal 39

Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 memuat ketentuan bahwa perceraian

hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, setelah Pengadilan yang

bersangkutan telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan tidak

berhasil mendamaikan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian

terbagi atas dua yakni cerai talak dan cerai gugat yang keduanya harus melalui

dan mendapatkan persetujuan dari pihak Pengadilan, meskipun penjatuhan

talak merupakan hak mutlak dari suami namun putusan Pengadilan berguna

untuk memberi kepastian hukum terhadap status dari istri yang telah dijatuhkan

talak oleh suaminya.

Bentuk – bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya perkawinan

yang diatur dalam hukum Islam bermuara pada cerai talak dan cerai gugat yang

telah diatur dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah

28 A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Yayasan Pena, Banda Aceh,

2010, hlm. 117

Universitas Sumatera Utara

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

28

28

No. 9 Tahun 1975, serta Kompilasi Hukum Islam dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1) Cerai Talak

Cerai talak didalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama adalah seorang suami yang beragama Islam yang

akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk

mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Secara harfiyah, talak berarti lepas dan bebas. Dihubungkannya kata talak

dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan, karena antara suami dan istri

sudah lepas hubungannya atau masing – masing sudah bebas. Dalam

mengemukakan arti talak secara terminologis, ulama mengemukakan

rumusan yang berbeda, namun esensinya sama, yakni melepaskan hubungan

pernikahan dengan menggunakan lafaz, talak dan sejenisnya.29

Abdul Ghafur Anshori menjelaskan bahwa dalam hukum Islam hak talak

ini hanya diberikan kepada suami (laki-laki) dengan pertimbangan, bahwa

pada umunya suami lebih mengutamakan pemikiran dalam

mempertimbangkan sesuatu daripada istri (wanita) yang biasanya bertindak

atas dasar emosi. Hal ini dimaksudkan agar terjadinya perceraian dapat

diminimalisir daripada jika hak talak diberikan kepada istri.30

Menurut Kamal Muchtar, ada beberapa alasan yang memberikan hak talak

kepada suami, yaitu sebagai berikut :

29 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (PerspektifFikih dan Hukum Positif)

dalam Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta, 2013,

hlm.117

30

Ibid, hlm. 118

Universitas Sumatera Utara

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

29

29

a. Akad nikah dipegang oleh suami,. Suamilah yang menerima ijab dari

pihak istri waktu dilaksanakannya akad nikah.

b. Suami wajib membayar mahar kepada istrinya waktu akad nikah dan

dianjurkan membayar uang mut‟ah (pemberian sukarela dari suami kepada

istri setelah mentalak istrinya.

c. Suami wajib memberi nafkah istrinya pada masa perkawinannya dan pada

masa iddah apabila ia mentalaknya.

d. Perintah – perintah mentalak dalam Alquran dan Hadis banyak ditujukan

pada suami.31

Syarat – syarat sahnya talak baik yang berlaku untuk suami, istri atau

sighat talak, dijelaskan oleh Soemiyati, sebagai berikut :32

a. Syarat – syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah :

1. Berakal sehat,

2. Telah baligh, dan

3. Tidak karena paksaan.

Sepakat para ahli figh bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak

ialah telah dewasa/Baligh dan atas kehendak sendiri bukan karena terpaksa

atau ada paksaan dari pihak ketiga. Dalam menjatuhkan talak suami tersebut

harus dalam keadaan berakal sehat. Apabila akalnya sedang terganggu, maka

ia tidak boleh menjatuhkan talak. Mengenai talak orang yang sedang mabuk

kebanyakan ahli figh berpendapat bahwa talaknya tidak sah, karena orang

31 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan dalam Muhammad

Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 118

32

Ibid, dalam Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta, 2013,

hlm.119.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

30

30

yang sedang mabuk itu dalam bertindak diluar kesadaran, sedang orang yang

sedang marah kalau menjatuhkan talak hukumnya adalah tidak sah, yang

dimaksud marah disini ialah marah yang sedemikian rupa, sehingga apa yang

dikatakannya hampir – hampir diluar kesadarannya. Adapun dasarnya adalah

hadis Nabi Rasullah SAW bersada :

Tidak sah talak dan memerdekakan (budak) dalam keadaan marah yang tidak

dapat menentukan kehendak dan pilihan. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu

Majah dan Al Hakim).

a. Syarat – syarat seorang istri supaya sah ditalak suaminya ialah istri telah

terikat dengan perkawinan yang sah dengan suaminya ( apabila akad –

nikahnya diragukan kesahannya, maka istri itu tidak dapat ditalak oleh

suaminya), istri harus dalam keadaan suci yang belum dicampuri oleh

suaminya dalam waktu suci itu, dan istri yang tidak sedang hamil.

b. Syarat – syarat pada sighat talak

Sighat talak ialah perkataan/ucapan yang diucapkan oleh suami atau

wakilnya di waktu ia menjatuhkan talak pada istrinya. Sighat talak ini ada

yang diucapkan langsung dengan perkataan yang jelas dan ada yang

diucapkan secara sindiran (kinayah).Sighat talak yang langsung dan jelas,

misalnya suami berkata pada istrinya : “Saya jatuhkan talak satu

kepadamu”. Dengan diucapkan suami perkataan seperti itu jatuhlah talak

satu kepada istrinya saat itu juga dan sah hukumnya, sedangkan sighat

talak yang diucapkan secara sindirian, misalnya suami berkata kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

31

31

istrinya :”Kembalilah keorang tuamu” atau “Engkau telah aku lepaskan

dari aku”. Ini dinyatakah sah apabila :

a. Ucapan suami itu disertai niat menjatuhkan talak pada istrinya.

b. Suami mengatakan kepada hakim bahwa maksud ucapannya itu untuk

menyatakan talak kepada istrinya. Apabila ucapannya itu tidak

bermaksud untuk menjatuhkan talak kepada istrinya, maka sighat talak

yang demikian tadi tidak sah hukumnya.

Talak yang jatuh pada saat suami mengucapkan sighat talak disebut talak

munziz. Misalnya suami berkata : “Aku jatuhkan talakku satu kali kepadamu”

maka talak itu jatuh setelah suami selesai mengucapkan sighat talak tesebut.

Sedangkan talak yang jatuh setelah syarat – syarat dalam sighat talak

terpenuhi disebut talak muallaq. Misalnya, suami berkata kepada istrinya

:”Apabila engkau masih menemui si A, maka di saat engkau bertemu itu

jatuhlah talakku satu atasmu”. Sighat talak yang demikian itu sah hukumnya,

dan talak suami itu jatuh pada istrinya apabila syarat yang dimaksud telah

ada, yaitu istri menemui A.

Muhammad Jawad Mughniyah menjelaskan bahwa disyaratkan bagi orang

yang menalak hal–hal berikut ini :

a) Baligh. Talak yang dijatuhkan anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun

dia telah pandai. Demikian kesepakatan para ulama mazhab, kecuali

Hambali. Para ulama mazhab Hambali mengatakan bahwa talak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

32

32

dijatuhkan anak kecil yang mengerti dinyatakan sah, sekalipun belum

mencapai sepuluh tahun.

b) Berakal sehat. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh orang gila,

baik penyakitnya itu akut maupun jadi – jadian (insidental), pada saat dia

gila tidak sah. Begitu pula halnya dengan talak yang dijatuhkan oleh orang

yang tidak sadar, dan orang yang hilang kesadarannya lantaran sakit panas

yang amat tinggi, sehingga ia meracau. Tetapi para ulama mazhab berbeda

pendapat tentang talak yang dijatuhkan oleh orang mabuk. Imamiyah

mengatakan bahwa, talak orang mabuk sama sekali tidak sah. Sementara

itu, mazhab empat berpendapat bahwa, talak orang orang mabuk itu sah

manakala dia mabuk karena minuman yang diharamkan atas dasar

keinginannya sendiri. Akan tetapi manakala yang dia minum itu minuman

mubah (kemudian dia mabuk) atau dipaksa minum (minuman keras), maka

talaknya dianggap tidak jatuh. Sementara itu, talak orang yang sedang

marah dianggap sah manakala terbukti bahwa dia memang mempunyai

maksud menjatuhkan talak. Akan tetapi, bila ucapan talaknya itu keluar

tanpa dia sadari, maka hukumnya sama dengan hukum talak

yangdijatuhkan orang gila.

c) Atas kehendak sendiri. Dengan demikian talak yang dijatuhkan oleh orang

yang dipaksa (menceraikan istrinya), menurut kesepakatan para ulama

mazhab, tidak dinyatakan sah. Ini berdasar hadis yang berbunyi

:”ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan perbuatannya

karena keliru, lupa dan dipaksa”. Hal itu merupakan kesepakatan para

Universitas Sumatera Utara

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

33

33

ulama mazhab, kecuali Hanafi. Mazhab yang disebut terakhir ini

mengatakan bahwa, talak yang dijatuhkan oleh orang yang dipaksakan

dinyatakan tidak sah. Mahkamah Syariah Mesir memberlakukan keputusan

yang menyatakan tidak berlakunya talak yang dijatuhkan orang mabuk dan

orang yang dipaksa.

d) Betul- betul bermaksud menjatuhkan talak. Dengan demikian, jika seorang

laki – laki mengucapkan talak karena lupa, keliru atau main – main, maka

menurut Imamiyah talaknya dinyatakan tidak jatuh. Abu Zahrah

mengatakan bahwa, dalam Mazhab Hanafi talak semua orang dinyatakan

sah, kecuali anak kecil, orang gila, dan orang yang kurang akalnya.

Dengan demikian, talak yang dijatuhkan oleh orang yang mengucapkan

dengan main – main, dalam keadaan mabuk akibat minuman yang

diharamkan, dan orang yang dipaksa, dinyatakan tidak sah. Dalam Mazhab

Hanafi dijelaskan bahwa talak yang dijatuhkan oleh orang yang

melakukannya karena keliru dan lupa, adalah sah. Mazhab Maliki dan

Syafi‟i sependapat dengan Abu Hanifah dan pengikutnya mengenai talak

yang dijatuhkan secara main – main tidak sah. Imam Syafi‟i dan Abu

Hanifah mengatakan, bahwa talak tidak memerlukan niat. Sementara itu,

Imamiyah menukilkan hadis dari Ahl Al – Bait yang artinya :” Tidak

dianggap jatuh suatu talak kecuali bagi orang - orang yang memang

bermaksud menjatuhkan talak ... dan tidak ada talak kecuali disertai niat”.

Pengarang kitab Al – Jawahir mengatakan :”Kalau seseorang telah

menjatuhkan talak, dan sesudah mengucapkan talaknya itu dia

Universitas Sumatera Utara

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

34

34

mengatakan, “saya tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka

pernyataannya ini diterima sepanjang si istri masih dalam „iddah sebab,

yang demikian itu bisa diketahui siapapun, kecuali melalui

pemberitahuannya sendiri”.33

1. Macam-macam talak

1) Ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak, terdiri dari 2 (dua) macam

talak, yaitu :

a) Talak sunnah, ialah talak yang dibolehkan atau sunnah hukumnya,

yang diucapkan 1 kali dan istri belum digauli ketika suci dari haidh.

Jika talak yang diucapkan berturut – turut sebanyak tiga kali pada

waktu yang berbeda dan istri dalam keadaan suci dari haidh serta

belum digauli pada tiap waktu suci dari haidh itu. Dua kali dari talak

itu telah dirujuk, sedangkan yang ketiga kalinya tidak dapat dirujuk

lagi.

b) Talak bid‟ah, ialah talak yang dilarang atau haram hukumnya, yang

talaknya dijatuhkan ketika istri dalam keadaan haidh, juga talak yang

dijatuhkan ketika istri suci dari haidh lalu disetubuhi oleh suami.

Tergolong Bid‟ah jika suami menjatuhkan talak tiga kali sekaligus

pada satu waktu. Adapun talak satu diiringi pernyataan tidak dapat

rujuk lagi tergolong talak bid‟ah. Jika suami menjatuhkan talak dalam

waktu/keadaan/kondisi tersebut, maka talaknya tetap jatuh dan suami

33 Ibid, hlm 121-122

Universitas Sumatera Utara

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

35

35

sendiri yang berdosa, karena ia melakukan perbuatan yang dilarang

oleh syariat Islam.34

2) Ditinjau dari segi jumlah penjatuhan talak juga terdiri dari dua macam

talak, yaitu sebagai berikut :

a) Talak raj‟i ialah talak yang dijatuhkan satu dua kali oleh suami, dan

suami dapat rujuk kembali kepada istri yang telah ditalak tadi. Dalam

syariat Islam, talak raj‟i terdiri dari beberapa bentuk, antara lain : talak

satu, talak dua dengan menggunakan pembayaran tersebut (iwadl).

Akan tetapi, dapat pula terjadi suatu talak raj‟i yang berupa talak satu,

talak dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum digauli.

b) Talak Ba‟in, ialah talak yang terjadi sehubungan dengan adanya

syiqaq yang mengarahkan suami dan istri mendatangkan hakim dari

keluarga masing – masing sebagai juru damai sesuai dengan Surah

An- Nisa‟ ayat 35. Oleh sebab itu, jika terjadi perselisihan tidak

semestinya langsung mengajukan perceraian, tetapi harus ditempuh

berbagai cara yang dapat mendamaikan dengan mendatangkan hakim

keluarga. Jika hakim keluarga tidak mampu menyelesaikan

perkaranya baru kemudian diajukan ke hakim di pengadilan. Apabila

istri tidak memperhatikan suami memisahkan tempat tidur, dan jika

kedua cara itu belum juga terselesaikan suami dapat memukul dalam

batas – batas kewajarannya. Jadi, menurut tuntutan Alquran tindakan

tersebut tidak melampaui batas sebagaimana ditegaskan dalam Surah

34 Ibid, hlm123

Universitas Sumatera Utara

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

36

36

An – Nisa ayat 34 dan ayat 35. Seandainya terjadi penjatuhan talak

ba‟in abdhul kubro oleh seorang suami, maka dalam hal ini suami

tidak di izinkan lagi untuk rujuk dan atau kawin lagi dengan istri yang

telah ditalaknya.Talak ba‟in kubro terdiri dari beberapa macam, yaitu

karena li‟an atau karena penjatuhan talak untuk ketiga kalinya. Talak

ba‟in kubro dapat terjadi karena li‟an (menuduh zina). Jika perceraian

terjadi karena tuduhan zina, maka suami istri untuk selama – lamanya

tidak boleh kawin lagi. Talak ba‟in dapat pula terjadi karena

penjatuhan talak yang ketiga kalinya. Apabila hal ini terjadi, maka

suami tidak dapat kembali (rujuk lagi tidak dapat menikahi lagi bekas

istrinya, kecuali mantan istrinya telah dinikahi orang lain dan

kemudian ternyata dicerai oleh suami yang belakangan sebagai

muhallil. Talak ba‟in kubro sebagaimana diuraikan diatas, ditegaskan

dalam Surah Al – Baqarah ayat 230.35

3) Khulu‟ (Talak Tebus)

Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa khulu‟ yang terdiri dari lafaz

kha-la-„a secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian.

Dihubungkannya kata khulu‟ dengan perkawinan, karena dalam Al-

Qur‟an Surah Al-Baqarah (2) ayat 187, disebutkan suami itu sebagai

pakaian bagi istrinya dan istri itu merupakan pakaian bagi suaminya.

Penggunaan kata khulu‟ untuk putusnya perkawinan, karena istri sebagai

pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaiannya itu dari

35 Ibid, hlm124

Universitas Sumatera Utara

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

37

37

suaminya. Dalam arti istilah hukum dalam beberapa kitab fikih khulu‟

diartikan dengan putus perkawinan dengan menggunakan uang tebusan,

menggunakan ucapan talak atau khulu‟. Khulu‟ itu merupakan satu

bentuk putusnya perkawinan namun beda dari bentuk lain dari putusnya

perkawinan itu, dalam khulu‟ terdapat uang tebusan atau ganti rugi

(iwadh).36

Khulu‟ atau talak tebus menurut Soemiyati ialah bentuk perceraian atas

persetujuan suami dan istri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada

istri dengan tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan

cerai dengan khulu‟.37

2) Cerai Gugat

Cerai gugat berarti, putus hubungan sebagai isteri,38

sedangkan gugatan

berarti suatu cara untuk menuntut hak melalui putusan pengadilan.39

Jadi

yang dimaksud cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh

adanya suatu tuntutan dari salah satu pihak (istri) kepada pengadilan dan

perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan. Mengenai cerai

gugat ini, perundang-undangan menyebutkan dalam Pasal 73 ayat 1 UU

No. 7 Tahun 1989, Pasal 132 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 20

36 Ibid, hlm 131

37

Ibid hlm 132

38

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hlm.76

39

Zainul Bahri, Kamus Umum Khusus Bidang Hukum Dan Politik, Bandung, Angkasa,1993,

hlm 75

Universitas Sumatera Utara

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

38

38

ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang perkawinan.

1) UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 73 ayat 1

Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman

penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan

tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.

2) Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 ayat 1

Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal

penggugat kecuali istrri meninggalkan tempat kediaman bersama

tanpa izin suami.

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 Pasal 20

ayat 1

Bahwa gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau

kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman tergugat. Artinya gugatan perceraian dapat dilakukan oleh

seorang istri yang melangsungkan perkawina menurut agama Islam

dan oleh seorang suami atau seorang isteri yang melangsungkan

perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain

agama Islam.

Adapun dalam kitab-kitab fiqh (hukum Islam) perceraian yang

berdasarkan gugatan dari salah satu pihak dan dilakukan melalui proses

Universitas Sumatera Utara

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

39

39

peradilan diistilahkan dengan fasakh. Fasakh artinya merusak atau

melepaskan tali ikatan perkawinan.40

Hal ini berarti bahwa perkawinan itu

diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama atas permintaan salah satu pihak.

Fasakh dapat terjadi karena sebab yang berkenaan dengan akad (sah atau

tidaknya) atau dengan sebab yang datang setelah berlakunya akad.

Pada asasnya fasakh adalah hak suami dan isteri, akan tetapi dalam

pelaksanaannya lebih banyak dilakukan oleh pihak isteri dari pada pihak

suami. Hal ini disebabkan karena agama Islam telah memberikan hak talak

kepada suami.41

Fuqaha dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa

pisahnya suami isteri karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh isteri

disebut talak. Dan setiap pisahnya suami istri karena istri, atau karena suami

tetapi dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.42

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang cerai gugat dan fasakh tersebut,

maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan cerai gugat adalah

perceraian yang disebabkan adanya suatu gugatan lebih dahulu dari pihak

isteri kepada Pengadilan Agama dan perceraian itu terjadi dengan putusan

pengadilan.

40 Al-Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta, Pustaka Amani, 2002, hlm. 271

41

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang,

1987, hlm.213

42

Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Moh. Thalib, Fiqih Sunnah VII, Bandung, Al-Ma‟arif, 1981,

hlm.134

Universitas Sumatera Utara

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

40

40

C. Akibat Hukum Perceraian

Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan menerangkan bahwa

perceraian adalah salah satu bentuk dari sebab putusnya perkawinan. Perceraian

tentunya juga melahirkan konsekuensi tertentu yaitu harta, hak asuh anak

(hadhanah) dan status pernikahan. Secara hukum konsekuensi akibat putusnya

perkawinan karena perceraian tersebut diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang

Perkawinan diantaranya yaitu :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak -

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi

keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat

memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut

memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Selanjutnya, keseluruhan akibat hukum perceraian sebagaimana diuraikan

diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Anak

Menurut Abdurrahman bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh

suami isteri yang akan melakukan perceraian adalah masalah anak yang telah

dilahirkan dalam perkawinan itu. Dalam hal ini perceraian akan membawa akibat

Universitas Sumatera Utara

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

41

41

hukum terhadap anak, yaitu anak harus memilih untuk ikut ayah atau ikut

ibunya.43

Keluarga bagi anak-anak merupakan tempat perlindungan yang aman,

karena ada ibu dan bapak, mendapat kasih sayang, perhatian, pengharapan, dan

Iain-Iain. Jika dalam suatu keluarga yang aman ini terjadi perceraian, anak-anak

akan kehilangan tempat kehidupan yang aman, yang dapat berakibat menghambat

pertumbuhan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut K. Wantjik Saleh karena konsekuensi perceraian adalah seperti itu,

maka anak tetap harus memilih untuk ikut salah satu orang tuanya. Dalam sidang

Pengadilan yang menangani perceraian, untuk anak yang masih belum berumur 12

tahun (belum mumayyiz) biasanya hakim memutuskan ikut dengan ibunya.44

Hal

ini didasarkan pertimbangan bahwa anak dengan umur seperti itu masih sangat

membutuhkan kasih sayang ibunya. Ini bukan berarti ayah tidak sanggup

memberikan kasih sayang yang dibutuhkan anak, akan tetapi seorang ayah

biasanya sibuk bekerja sehingga waktu yang dimiliki untuk memperhatikan anak

kurang.

Akibat lain telah adanya kegoncangan jiwa yang besar, yang langsung

dirasakan oleh anak-anaknya meskipun anak-anak ini dijamin kehidupannya

dengan pelayanan yang baik oleh kerabat-kerabat terpilih. Akan tetapi, kasih

sayang ibunya sendiri dan bapaknya sendiri akan berbeda dan gantinya tidak akan

memberikan kepuasan kepadanya.

43 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Cetakan 4, Akedemia Pressindo, Jakarta, 2004,

hlm. 27

44

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 43

Universitas Sumatera Utara

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

42

42

Menurut Undang-undang Perkawinan meskipun telah terjadi perceraian, bukan

berarti kewajiban suami isteri sebagai ayah dan ibu terhadap anak di bawah umur

berakhir. Suami yang menjatuhkan talak pada isterinya wajib membayar nafkah

untuk anak-anaknya, yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan

anak-anaknya itu, sesuai dengan kedudukan suami. Kewajiban memberi nafkah

anak harus terus-menerus dilakukan sampai anak-anak tersebut baliq dan berakal

serta mempunyai penghasilan sendiri. Baik bekas suami maupun bekas istri tetap

berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan

anak. Suami dan isteri bersama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan

dan pendidikan anak-anaknya. Apabila suami tidak mampu, maka pengadilan

dapat menetapkan bahwa ibu yang memikul biaya anak-anak.

Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan bahwa :

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anakanak mereka sebaik-

baiknya;

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini berlaku sampai

anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Berdasarkan Pasal 105 dan Pasal 106 Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun

1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa :

Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam

Dalam hal terjadinya perceraian :

Universitas Sumatera Utara

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

43

43

(1) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah

hak ibunya;

(2) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk

memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;

(3) Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Pasal 106 Kompilasi Hukum Islam :

(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang

belum dewasa atau di bawah pengampuan, dan tidak diperbolehkan

memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang

mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau

suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.

(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena

kesalahan dan kelalaian dari kewajiban yang tersebut pada Ayat (1).

Adapun Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam, mengatur tentang

pemeliharaan anak ketika ibu kandungnya meninggal dunia dengan memberikan

urutan yang berhak memelihara anak, antara lain :

a) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,

kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan

oleh :

1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu.

2. ayah.

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

44

44

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu.

6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

b) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah

dari ayah atau ibunya

c) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi,

maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan, Pengadilan Agama dapat

memindahkan hak Hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak

Hadhanah pula.

d) Semua biaya Hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut

kemampuannya, sekurang – kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat

mengurus dirinya sendiri (21) tahun.

e) Bilamana terjadi perselisihan mengenai Hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan

(d);

f) Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan

jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak – anak yang turut

padanya.

2. Terhadap Harta Bersama

Pasal 1 butir f Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa yang dimaksud

dengan Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang

diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

45

45

perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun.

Semua harta kekayaan yang diperoleh suami-istri selama ikatan perkawinan

menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh secara sendiri-sendiri

maupun secara bersama-sama. Demikian juga dengan harta yang dibeli selama

ikatan perkawinan berlangsung adalah menjadi harta bersama, tidak menjadi soal

apakah istri atau suami yang membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau

suami mengetahui pada saat pembelian itu, dan juga tidak menjadi masalah atas

nama siapa harta itu didaftarkan.45

Mengenai pengaturan tentang harta kekayaan dalam perkawinan secara tegas

diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam sebagai

berikut :

a. Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri.

b. Pasal 86 Kompilasi Hukum Islam

(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri

karena perkawinan.

(2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian

juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.

45 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, cet. 2, Transmedia

Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 37.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

46

46

c. Pasal 87 Kompilasi Hukum Islam

(1) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh

masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan

masing -masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam

perjanjian perkawinan.

(2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan

hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah, atau

lainnya.

d. Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam

Apabila terjadi perselisihan antara suami-isteri tentang harta bersama, maka

penyelesaian perselisihan itu diajukan ke Pengadilan Agama.

e. Pasal 89 Kompilasi Hukum Islam

Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya

sendiri.

f. Pasal 90 Kompilasi Hukum Islam

Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang

ada padanya.

g. Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam

(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa

benda berwujud atau tidak berwujud.

(2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda

bergerak, dan surat-surat berharga.

(3) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

47

47

(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu

pihak atas persetujuan pihak lainnya.

h. Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam

Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau

memindahkan harta bersama.

i. Pasal 93 Kompilasi Hukum Islam

(1) Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau isteri dibebankan pada

hartanya masing-masing.

(2) Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan

keluarga, dibebankan kepada harta bersama.

(3) Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.

(4) Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta

isteri.

j. Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam

(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih

dari seorang, masingmasing terpisah dan berdiri sendiri.

(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai

isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam ayat (1), dihitung

pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang

keempat.

k. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 ayat (2) Huruf c Peraturan

Pemerintahan No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2), suami atau isteri

Universitas Sumatera Utara

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

48

48

dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas

harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu

melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama

seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.

(2) Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk

kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.

l. Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam

(1) Apabila terjadi cerai mati, maka separo harta bersama menjadi hak

pasangan yang hidup lebih lama.

(2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau

suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya

yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan

Agama.

m. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam

Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama

sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Akibat lain dari perceraian adalah menyangkut masalah harta benda

perkawinan khususnya mengenai harta bersama seperti yang ditentukan dalam

Pasal 37 Undang-undang Perkawinan, bahwa bila perkawinan putus karena

perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Menurut penjelasan resmi Pasal tersebut, yang dimaksud dengan hukumnya

masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lain-lainnya.

bersalah. Namun dalam hal istri tidak bersalah, maka paling tinggi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

49

49

diperolehnya mengenai biaya hidupnya ialah pembiayaan hidup selama ia masih

dalam masa iddah yang lebih kurang selama 90 (sembilan puluh) hari. Tetapi

sesudah masa iddah, suami tidak perlu lagi membiayai bekas isterinya lagi.

Kemudian apabila bekas isteri tidak mempunyai mata pencaharian untuk nafkah

sehari-harinya, maka bekas suami harus memberikan biaya hidup sampai bekas

istrinya itu menikah lagi dengan pria lain.

3. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Suami-Istri

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban mantan

suami atau istri menurut Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974

ialah Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istrinya. Istri

akan memperoleh pembiayaan hidup selama ia masih dalam masa iddah yang

lebih kurang selama 90 (sembilan puluh) hari. Tetapi sesudah masa iddah, suami

tidak perlu lagi membiayai bekas isterinya lagi. Kemudian apabila bekas isteri

tidak mempunyai mata pencaharian untuk nafkah sehari-harinya, maka bekas

suami harus memberikan biaya hidup sampai bekas isterinya itu menikah lagi

dengan pria lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

50

50

BAB III

TINGKAT PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA MEDAN

Dua orang yang mempunyai sifat dan kepribadian yang berbeda disatukan

dalam suatu ikatan perkawinan, tentu bukan suatu hal yang akan terus berjalan

mulus. Pasti ada masa dimana antara suami dan istri akan timbul masalah baik itu

disebabkan oleh suami maupun istri. Al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam

pertama, dalam banyak kesempatan selalu menyarankan agar suami istri bergaul

secara baik dan jangan menceraikan istri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip.

Jika terjadi pertengkaran yang sangat memuncak diantara suami dan istri

dianjurkan untuk bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah

tangga, tidak langsung membubarkan perkawinan mereka, tetapi hendaklah

menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu tetapi seringkali karena masalah

yang ada di antara mereka tidak menemukan jalan keluar yang baik, maka salah

satu pihak langsung mengajukan gugatan perceraian.

A. Faktor- Faktor Perceraian menurut Peraturan Perundang – Undangan

Apabila didalam suatu perkawinan sering timbul ketegangan tidak adanya

ketentraman, suami atau istri melalaikan kewajibannya, tidak mempercayai satu

sama lain mengisyaratkan bahwa tujuan dari perkawinan itu sendiri tidak tercapai.

Oleh karena itu, untuk menghindari perpecahan keluarga yang makin meluas

maka dalam agama Islam terutama mensyaratkan perceraian sebagai jalan keluar

50 Universitas Sumatera Utara

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

51

51

yang terakhir bagi suami istri yang sudah gagal dalam membina rumah tangga. Di

dalam Islam perceraian memang diperbolehkan akan tetapi sesungguhnya itu

adalah perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan oleh

Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu :

Yang halal yang paling dibenci oleh Allah SWT ialah perceraian

Pada dasarnya hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian hanya

satu macam saja yaitu pertengkaran yang sangat memuncak dan membahayakan

keselamatan jiwa yang disebut dengan syiqaq sebagaimana firman Allah SWT

dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisa ayat 35 yang berbunyi :

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengeketaan antara keduanya,

maka kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga laki-laki dan

seorang hakam dari keluarga perempuan, jika kedua orang hakam itu

bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada

suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal”.

Sebelum perceraian terjadi, biasanya akan didahului dengan banyak

konflik dan pertengkaran. Akhir-akhir ini cukup banyak dijumpai permasalahan

mengenai ketidak harmonisan suatu keluarga karena kurangnya kerja sama

diantara suami dan istri yang menimbulkan sangat kuatnya dorongan untuk

bercerai. Kasus perceraian pasangan suami istri sudah mencapai angka yang

sangat mengkhawatirkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

52

52

Bagi orang yang melakukan perceraian tanpa alasan, Nabi Muhammad

SAW berkata dalam Hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasa‟i dan Ibnu Hibban,

yaitu :

Apakah kamu yang menyebabkan salah seorang kamu mempermainkan

hukum Allah, ia mengatakan : Aku sesungguhnya telah mentalak (istriku)

dan sungguh aku telah merujuk(nya).

Berdasarkan kedua hadis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perceraian walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaannya harus

berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang ditempuh

oleh suami istri, apabila cara – cara lain yang telah diusahakan sebelumnya tetap

tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami istri

tersebut.

Alasan-alasan yang dibenarkan menurut Undang-Undang dan menjadi

landasan terjadinya perceraian baik melalui cerai talak maupun cerai gugat

tertuang dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 161 Kompilasi

Hukum Islam. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menyatakan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup

alasan, bahwa antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun.

Lebih lanjut mengenai alasan-alasan perceraian ditentukan dalam Pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Universitas Sumatera Utara

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

53

53

Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena

alasan :

Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan

1. satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya

2. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung

3. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain

4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri

5. Antara suami dan istri terus menerus terjadi pertengkaran dan perselisihan dan

tidak akan ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan perceraian yang tertuang didalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomo 9 Tahun 1975 terdapat banyak kesamaan dalam Pasal 116 Kompilasi

Hukum Islam, hanya saja didalam Pasal 116 ditambahkan 2 point sebagai alasan

terjadinya perceraian, yaitu :

1) Suami melanggar taklik talak

2) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga

Universitas Sumatera Utara

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

54

54

Bila kita telaah lebih lanjut alasan-alasan perceraian tersebut dalam point 1

sampai dengan 4 diintroduksikan oleh Pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata sedangkan point 5 dan tambahan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum

Islam diintroduksikan oleh Hukum Islam, dan point ke 6 dalam Pasal 19 Peraturn

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 diintroduksikan oleh Pasal 52 HOCL.

a. Zinah

Undang-undang sendiri tidak memberikan penafsiran secara khusus, dan

diketahui bahwa alasan-alasan tersebut diambil dari Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata maka pengertian zina dapat kita tafsirkan sebagai “overspel”.

Pengertian zina terlalu luas, yaitu setiap persetubuhan yang tidak didasarkan

atas suatu perkawinan yang sah.

Jadi, zina dapat terjadi antara seorang jejaka dengan seorang gadis, antara

seorang duda dengan seorang janda atau terhadap siapa saja yang perbuatan

tersebut dilakukan tanpa adanya ikatan pernikahan. Didalam undang-undang

yang dimaksudkan zina yang dapat dijadikan alasan untuk bercerai adalah

persetubuhan yang dilakukan secara sadar antara pria dengan wanita yang salah

satu atau kedua-duanya terlibat dalam perkawinan dan persetubuhan itu tidak

dilakukan dengan suami atau istri yang sah.

b. Meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan yang sah

Dalam keadaan normal suami istri bertempat tinggal bersama dalam satu

rumah. Pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa

istri wajib tinggal bersama dengan suami dan ikut padanya dimana sang suami

ingin bertempat tinggal. Bila suami pindah dengan alasan yang sah maka istri

Universitas Sumatera Utara

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

55

55

harus mengikutinya, misalkan suami seorang pegawai negeri sipil yang

dipindah tugaskan ke kota A maka istri harus ikut pindah ke kota A. Jika istri

menolak untuk mengikuti suami tanpa alasan yang jelas maka ia dapat

dianggap meninggalkan suami. Begitupula sebaliknya jika suami mengusir

istrinya ataupun tidak memungkinkannya istri untuk tinggal bersama suami

maka suami dianggap telah meninggalkan istrinya.

Pada prinsipnya meninggalkan tempat kediaman 46

:

1. Harus oleh sebab tindakan penuh kesadaran kehendak bebas (willfully

deserts and absens)

2. Bukan karena ada sesuatu sebab yang memaksa yang tidak dapat dihindari.

Misalnya karena perlakuan suami yang kejam diluar batas perikemanusiaan

yang bisa membawa akibat yang merusak jasmani dan rohani atau yang

dapat mengancam keselamatan jiwa istri.

3. Perbuatan itu harus dilakukan berturut-turut paling sedikit selama 2 tahun

Didalam mempertimbangkan permintaan cerai dengan alasan meninggalkan

tempat kediaman bersama harus dilihat terlebih dahulu faktor-faktor yang

menjadi penyebab peristiwa tersebut terjadi, dan berasal dari pihak siapa

kesalahan itu berasal yang menjadi penyebab pihak lain pergi meninggalkan

tempat kediaman bersama.

46 Yahya Harahap, Op..Cit hlm140

Universitas Sumatera Utara

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

56

56

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Suami atau istri dapat mengajukan gugatan perceraian jika salah satu pihak

mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih setelah pernikahan

terjadi. Hal ini tidak berlaku sebagai alasan perceraian jika hukuman

dijatuhkan sebelum perkawinan dilakukan sebab dianggap telah mengetahui.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

Kekejaman pada prinsipnya tidak berbeda dengan diberikannya penderitaan

dan tekanan jiwa yang menghancurkan atau membahayakan ketenangan jiwa

dan fikiran yang membawa akibat membahayakan jasmani dan rohani.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan seorang suami

pada 1 waktu mempunyai istri lebih dari 1 apabila :

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

2. Istri mendapat cacat badan/atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan

Undang-Undang memberi jalan keluar kepada pasangan suami istri yang

istrinya memperoleh cacat badan atau penyakit yang menghalangi dirinya

untuk melakukan kewajiban sebagai istri dengan memperbolehkan suami untuk

menikah lagi. Namun hal ini tidak berlaku untuk istri, dan sangat disayangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

57

57

perceraian harus terjadi hanya karena salah satu pihak mendapat cacat badan

atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

Penyebab yang menimbulkan pertengkaran antara suami dan istri pada

umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut 47

:

1) Perselisihan yang menyangkut keuangan, karena istri dianggap boros atau

karena suami dianggap tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

Perselisihan karena keuangan seringkali menjadi penyebab pertengkaran

sehingga kehidupan rumah tangga tidak lagi terasa harmonis.

2) Perselisihan yang menyangkut hubungan seksual

Membawa konflik diantara pasangan suami istri karena salah satu pihak

menolak untuk melakukan hubungan atau karena salah satu pihak merasa

tidak puas sehingga terpaksa mencari kepuasan diluar.

3) Perselisihan yang menyangkut perbedaan agama

Belakangan pernikahan beda agama menjadi hal yang sering terjadi dan

sudah dianggap wajar. Pada umunya sebelum melangsungkan pernikahan

dikalangan pasangan-pasangan intelektual yang berbeda agama memandang

perbedaan agama merupakan persoalan yang ringan karena agama dianggap

sebagai urusan pribadi. Tetapi, tanpa disadari permasalahan akan mulai

timbul seiring berjalannya waktu terlebih ketika mendidik nilai rohani

kepada anak.

47 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-Undangan Perkawinan di

Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 2002, hlm. 134

Universitas Sumatera Utara

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

58

58

4) Perselisihan karena adanya perbedaan pendapat antara suami istri didalam

mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Aplikasi alasan-alasan seperti dalam praktek bersifat alternative, artinya

pemohon dapat mendasarkan perceraian pada salah satu alasan saja, apakah alasan

seperti a,b,c atau yang lainnya tergantung kasusnya.48

Apabila suatu gugatan

perceraian karena alasan syiqaq yakni pertengkaran yang tajam dan terus menerus

antara suami istri. Syiqaq ini mungkin terjadi karena disebabkan kesulitan

ekonomi, sehingga keduanya saling bertengkar.49

B. Tingkat Perceraian di Pengadilan Agama Medan

Tujuan ideal perkawinan baik menurut hukum nasional (Undang-Undang

No.1 Tahun 1974), hukum Islam dan hukum adat adalah untuk membentuk

keluarga yang bahagia, kekal dan abadi akan tetapi dalam realitanya sulit sekali

untuk diwujudkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

kehidupan berumah tangga baik itu secara internal maupun eksternal.

Dalam hubungan berumah tangga setiap pasangan pasti mengharapkan

hubungan yang langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan.

Masalah demi masalah pasti akan selalu ditemukan. Namun, sebagai pasangan

suami-istri harus berusaha untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada

secara bersama-sama.. Dewasa ini banyak dtemukan pasangan suami istri yang

menganggap permasalahan yang timbul tidak dapat diselesaikan kecuali dengan

bercerai.

48 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dan Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Bandung,

1992 hlm.80

49

Aminur Nurudin,Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta,2006, hlm. 212

Universitas Sumatera Utara

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

59

59

Faktor ketidak cocokan dalam sejumlah hal, suami yang tidak bertanggung

jawab, ekonomi, perselingkuhan,kekerasan dalam rumah tangga, berbeda persepsi

dan pandangan hidup sering kali dijadikan alasan seseorang untuk bercerai. Kasus

perceraian yang terjadi di kota Medan terus meningkat setiap tahunnya seiring

dengan terjadinya perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai sosial yang

berkembang ditengah masyarakat. Tingginya angka perceraian di pengadilan

agama khususnya di Pengadilan Agama Medan dalam kurun waktu 2016-

September 2018 dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

Tabel No.1 Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Medan Pada

Tahun 2016

Sumber Data : Pengadilan Agama Medan

Tabel No.2 Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Medan Pada

Tahun 2017

Sumber Data : Pengadilan Agama Medan

No Jenis

Perkara

Sisa

Tahun

Lalu

Tahun

Ini

Jumlah

Perkara Damai

Rincian Perkara yang Diputus

Dicabut Dikabulkan Ditolak TIdak

Diterima Gugur Dicoret Sisa

1 Cerai

Talak 110 524 634

7

32 464 3 13 17 17 88

2 Cerai

Gugat 324 2003 2327 126 1733 12 21 47 47 341

Total 434 2527 2961 7 158 2197 15 34 64 64 429

No Jenis

Perkara

Sisa

Tahun

Lalu

Tahun

Ini

Jumlah

Perkara Damai

Rincian Perkara yang Diputus

Dicabut Dikabulkan Ditolak TIdak

Diterima Gugur Dicoret Sisa

1 Cerai

Talak 88 516 604

10

51 385 3 8 12 13 132

2 Cerai

Gugat 341 1951 2292 139 1672 7 27 30 35 382

Total 429 2467 2896 10 190 2057 10 35 42 48 414

Universitas Sumatera Utara

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

60

60

Tabel No. 3 Jumlah Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Medan Pada

Tahun 2018

Sumber Data : Pengadilan Agama Medan

Sebanyak 1.626 pasangan di Kota Medan bercerai sejak Januari hingga

September 2018 jumlahnya diprediksi akan meningkat dibandingkan tahun lalu.

Tahun lalu sebanyak 2.896 pasangan di Kota Medan bercerai pada 2017. Secara

historis angka perceraian di Kota Medan bersifat fluktuatif. Berdasarkan jumlah

perkara yang sudah diputus, tahun ini angka perceraian diperkirakan meningkat

antara 10-20 persen. Panitera di Pengadilan Agama Medan Bapak Zumrik

menyebutkan bahwa pasangan yang bercerai didominasi usia 25 hingga 45 tahun,

dan bahkan ada yang sudah menikah lebih dari 20 tahun juga mengajukan gugatan

cerai.50

Sementara itu, dewasa ini ada kecenderungan yang mengkhawatirkan

terkait fenomena perceraian di kalangan muslim di Indonesia terutama di Kota

Medan. Sebagaimana diulas dan dilaporkan di dalam tabel hasil penelitian

terdapat kenaikan angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir di Pengadilan

Agama Medan. Sejalan dengan kenaikan jumlah perkara yang diputus terlihat

angka cerai gugat (dimana isteri mengajukan gugatan perceraian) jauh lebih tinggi

dibanding angka cerai talak (dimana suami mengajukan permohonan untuk

50 Hasil Wawancara dengan Bapak Zumrik sebagai Panitera Pengadilan Agama Medan pada

tanggal 13 September 2018 Pukul 13.30 WIB

No Jenis

Perkara

Sisa

Tahun

Lalu

Tahun

Ini

Jumlah

Perkara Damai

Rincian Perkara yang Diputus

Dicabut Dikabulkan Ditolak TIdak

Diterima Gugur Dicoret Sisa

1 Cerai

Talak 132 248 380

2

36 251 4 9 10 - 70

2 Cerai

Gugat 382 824 1206 98 857 7 22 29 - 193

Total 514 1072 1586 2 134 1108 11 31 39 - 263

Universitas Sumatera Utara

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

61

61

menalak isteri). Panitera Pengadilan Agama Medan, Zumrik menyampaikan 2057

kasus perceraian telah dikabulkan dan diputus oleh pihak Pengadilan. Merujuk

pada data perceraian di Pengadilan Agama Medan, angka cerai gugat pada tahun

Januari-September 2018 mencapai 76,015% dibanding cerai talak yang mencapai

23,985%.

TABEL 4

Perbandingan antara Cerai Talak dan Cerai Gugat di Pengadilan Agama

Kota Medan

No Jenis

Perkara

Tahun

2016

Tahun

2017

Tahun 2018

(Hingga September)

Persentase

1 Cerai Talak 634 604 390 11,826%

2 Cerai

Gugat

2327 2292 1236 82,094%

Total 2961 2896 1275

Sumber Data : Pengadilan Agama Medan

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat perceraian yang diajukan istri

(cerai gugat) mendominasi peningkatan angka perceraian setiap tahunnya.

Menarik mencermati temuan-temuan lapangan dalam penelitian ini. beragam

faktor seperti ketidakharmonisan dengan beragam variasinya. Mulai dari

perselingkuhan, tidak memberikan nafkah lahir dan batin, ekonomi hingga

masalah lain seperti kecemburuan. Hal-hal tersebut dewasa ini kian meningkat

karena pergeseran budaya yang semakin terbuka, menurunnya makna dan nilai

perkawinan, serta lemahnya pemahaman agama.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

62

62

Dahulu perceraian dan menjadi seorang janda dianggap sebagai suatu hal

yang memalukan, sehingga istri lebih memilih bertahan demi keutuhan keluarga

daripada bercerai meskipun masalah yang dihadapi berat. Namun, dizaman yang

serba canggih ini perceraian sudah dianggap biasa dan bukan suatu hal yang aneh.

Seiring dengan perubahan nilai-nilai sosial dan semakin banyak wanita

yang sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, maka menurut A. Reni

Widyastuti, perempuan sebagai istri tidak tinggal diam, dan tidak mau

diperlakukan sewenang-wenang oleh laki-laki, maka pihak perempuan akan

menggunakan hak-haknya dengan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan.51

Tabel 5

Pandangan Masyarakat Mengenai Perceraian

Sumber Data : Hasil Wawancara Dengan Masyarakat yang Memiliki Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Medan Tahun 2018

51 A.Reni Widyastuti, “Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan terhadap Perempuan

dari Tindak Kekerasan di Era Globalisasi”, Jurnal Mimbar Hukum, FH UGM, Yogyakarta,

2009, hlm.395

0

2

4

6

8

10

12

14

1

Pandangan Masyarakat tentang Perceraian

Biasa aja Tidak diinginkan

Universitas Sumatera Utara

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

63

63

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada masyarakat, mayoritas

wanita yang sedang menghadapi sidang perceraian di Pengadilan Agama Medan

ditemukan bahwa pada dasarnya perceraian telah dianggap biasa dan bukan hal

yang ditakutkan lagi sebab terdapat dukungan dari keluarga. Hal ini sejalan

dengan yang disampaikan oleh salah satu narasumber yang berinisial ST. Ibu ST

mengatakan bahwa dia baik-baik saja saat memutuskan untuk berpisah dan

bersyukur akhirnya dapat berpisah dengan suami yang dianggapnya tidak pernah

memberi nafkah kepada dirinya dan anak-anak. Bahkan keluargapun mendukung

perceraian ini. Dukungan keluarga dan orang-orang disekitarnya yang membuat

dirinya kuat dan akhirnya memutuskan memilih jalan berpisah. 52

Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Wahyu Ernaningsih, bahwa

pergeseran nilai ini merupakan fenomena sosial yang menyangkut budaya

(culture) di tengah masyarakat yang menganggap lebih modern dan mapan.

Keberanian istri dalam mengajukan gugat cerai mengindikasikan perkembangan

positif kesadaran perempuan akan hak-haknya yang mulai meningkat, tetapi yang

menjadi tidak kalah pentingnya adalah apakah nilai-nilai yang terkandung didalam

budaya yang ada didalam masyarakat saat ini juga merupakan perkembangan

positif, dan benarkah pemahaman tentang hukum, utamanya tentang hak dan

kewajiban, perkawinan, serta paradigma gender telah dipahami secara benar.53

Dapat dilihat pergeseran nilai-nilai sosial yang terjadi ditengah masyarakat

tidak dapat terlepas dengan meluasnya paham feminisme dan kesetaraan gender.

52 Hasil wawancara dengan ibu ST selaku penggugat di Pengadilan Agama Medan pada

tanggal 23 Oktober 2018 pukul 11.30 Wib.

53

Wahyu Ernaningsih, “Gambaran Kelabu Perceraian di Kota Palembang”, Sumber Cahaya,

No.46 Tahun XVI, September 2011, FH Universitas Sriwijaya, Indralaya, hlm. 2725

Universitas Sumatera Utara

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

64

64

Paham feminisme merupakan suatu paham yang memperjuangkan kesetaraan,

kesamaan dan keadilan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Perempuan

berani mensejajarkan posisinya dengan pria, menyadari haknya dan berani

menunjukkan kemampuannya. Perempuan tidak lagi mau diperlakukan sewenang-

wenang oleh laki-laki, sehingga jika ada perbuatan yang tidak dapat di tolerir lagi

maka wanita tidak takut untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan. Hal ini

tentunya sangat bertolak belakang dengan perempuan di masa lalu yang sangat

malu untuk diceraikan suaminya apalagi menjadi seorang janda di usia muda. Di

masa lalu status menjadi seorang janda mendapatkan kesan yang sangat negative

ditengah masyarakat. Seorang janda akan selalu menjadi bahan pergunjingan di

tengah pergaulan masyarakat, sehingga wanita lebih takut untuk menjadi seorang

janda. Namun, sekaramg wanita tidak takut lagi dan merasa dirinya mampu dan

mnunjukkan wanita bukan makhluk yang lemah.

Selain predikat janda yang dipandang negative, ketergantungan istri

kepada suami juga menyebabkan istri enggan meminta cerai. Ketergantungan

secara ekonomi dapat mempengaruhi nasib anak-anak membuat wanita sering

berfikir panjang sebelum bercerai. Rasa khawatir, tak berdaya dan lemah

membuat wanita lebih memilih untuk bertahan, tetapi pergeseran nilai-nilai sosial

itu telah terlihat dizaman yang serba canggih. Hal itu dapat dilihat dengan

banyaknya wanita mengejar karir dan ikut membantu suami mencari nafkah,

sehingga wanita tidak lagi merasa khawatir, cemas, dan bergantung kepada suami.

Wanita merasa dirinya mandiri dan mampu menghidupi anak-anak jika ia dan

suami berpisah.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

65

65

Dilain pihak mereka tidak menyadari bahwa anak yang pada akhirnya

menjadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya. Banyak pasangan bercerai dan

menuntut hak asuh anak dan kemudian anak menjadi objek sengketa. Hal ini dapat

menyebabkan kondisi psikis anak dapat terganggu.

Temuan empirik lainnya dari hasil observasi dan testimoni sejumlaah

mediator yang menangani kasus-kasus perceraian dan aparat lainnya di kantor

Pengadilan Agama Medan. Informasi ini penting diungkapkan sebagai “suara dari

dalam” yang belum tersampaikan dalam catatan peneliti. Bahwa berdasarkan

pengalaman sejumlah mediator dan aparat pengadilan dalam memproses kasus

permohonan perceraian, ada fenomena pihak berperkara melakukan “rekayasa

proses kasus” demi kemudahan atau cepat selesainya proses perceraian. Sang

suami setelah diberi panggilan sidang secara sah dan patut tidak hadir di

persidangan walaupun sudah dua kali dipanggil. Putusanpun dilakukan secara

verstek, karena pihak suami sebagai tergugat tidak hadir. Hal ini terjadi dalam

kasus pasangan suami-isteri yang ingin berpisah dan malas untuk mengikuti

persidangan yang panjang dan lama. Alasan bernuansa teknis ini dapat dipahami

karena berdasarkan pengalaman empirik proses-proses persidangan yang tidak

dihadiri oleh tergugat relatif lebih cepat selesai dibanding jika kedua pihak hadir.

Proses seperti ini tidak mewajibkan adanya mediasi yang memakan waktu lama

dan sang isteripun tidak bisa menuntut banyak dari suaminya, selain perceraian,

sehingga perdebatan antara kedua pihak tidak terjadi dan proses sidangpun akan

lebih cepat dan tentunya proses mediasi yang diharapkan dapat menekan angka

perceraian tidak dapat terlaksana dengan baik. Melambungnya data cerai gugat

Universitas Sumatera Utara

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

66

66

juga tidak lepas dari adanya peraturan perundangan dan fasilitas dari negara

seperti adanya sidang keliling, pembebasan biaya perkara dan pos bantuan hukum

serta kemudahan lainnya yang memberikan akses yang lebih besar bagi

masyarakat, khususnya perempuan. Ketentuan yang semula lebih mempermudah

suami untuk melakukan ikrar talak –sebelum 1974 cukup di KUA, sementara

cerai gugat harus di Pengadilan Agama kini berdasarkan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974, talak dan cerai harus dilaksanakan di depan sidang majlis hakim

PA/MS. Demikian pula, yang semula cerai gugat itu harus di PA/MS yang

mewilayahi domisili suami (UU 1/1974), kini cukup di PA/MS domisili isteri (UU

7/1989).

Tabel 6

Tingkat Kehadiran Kedua Belah Pihak dalam Persidangan

Sumber Data : Hasil Wawancara Dengan Masyarakat yang Memiliki Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Medan Tahun 2018

0

5

10

15

20

25

30

Istri hadir Suami hadir Kedua - duanya hadir

Kehadiran Para PIhak yang Menghadiri

Persidangan Perceraian

Universitas Sumatera Utara

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

67

67

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa tingkat kehadiran dalam proses

persidangan lebih banyak dihadiri oleh pihak istri sehingga berakibat prosedur

mediasi tidak dapat berjalan optimal. Hal itu pula yang seyogyanya menjadi salah

satu penyebab meningkatnya angka perceraian setiap tahunnya. Sidang yang tidak

dihadiri oleh salah satu pihak menyebabkan tidak adanya komunikasi diantara

kedua belah pihak yang berakibat lebih cepatnya proses perkara dan dapat

dijatuhkan putusan verstek.

Ada istilah, jika untuk menikah sebuah pasangan harus dipermudah, maka

sebaliknya, untuk perceraian harus dipersulit. Maksudnya, dibuat berjangka waktu

dan melalui tahapan-tahapan perdamaian. Upaya menyelamatkan bahtera rumah

tangga suatu pasangan dalam hubungan perkawinan yang tidak harmonis, sosial,

menjadi tanggung jawab semua pihak. Ada upaya-upaya perdamaian yang dapat

dilakukan oleh sejumlah pihak sesuai kewenangan para pihak dan tata peraturan

perundangan yang ada. Upaya-upaya perdamaian ini penting dilakukan untuk

mengurangi dan menekan jumlah perceraian yang dilaporkan cenderung

meningkat seperti tersebut di atas.

Pertama, dalam proses persidangan, hakim-hakim di Pengadilan Agama

diwajibkan melakukan upaya perdamaian terlebih dahulu kepada pasangan

berperkara yang ingin bercerai dengan menunjuk seorang Mediator. Hal ini sesuai

dengan Hukum Acara Peradilan Agama yang antara lain bersumberkan Hukum

Acara Perdata Umum (Herzien Inlandsch Reglement/Rechtreglement voor de

Buitengewesten atau kerap disingkat HIR/RBg). Disebutkan dalam Pasal 130 HIR

dan Pasal 154 RBg, bahwa pada permulaan persidangan, sebelum pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

68

68

perkara, hakim wajib mendamaikan antara para pihak berperkara. Jika perdamaian

berhasil, oleh hakim dibuat Akta Perdamaian yang mempunyai kekuatan sebagai

putusan. Namun jika tidak berhasil maka dilanjutkan pada tahapan sidang

berikutnya. Namun, dalam prakteknya mediasi kerap kali gagal yang

menyebabkan peningkatan perceraian.

Menurut mediator H. M. Dharma Bakti Nst., S.H., S.E., M.H., keberadaan

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan memiliki

keistimewaan dari PERMA sebelumnya yang juga mengatur tentang mediasi.

Keistimewaannya adalah PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan menekankan lebih jauh tentang pentingnya iktikad baik

dalam mediasi. Iktikad baik itu dapat berupa kesediaan untuk mengikuti proses

mediasi serta sikap yang kooperatif dalam mengikuti proses mediasi tersebut

sehingga mediasi dapat berlangsung serta diharapkan dapat berhasil. Selain itu,

kerap kali ditemukan persidangan yang hanya dihadiri oleh satu pihak yang

menyebabkan proses persidangan menjadi cepat dan usaha untuk mempersatukan

kembalipun tidak optimal dan cendrung tidak ada.54

Mediasi yang diharapkan mampu menekan angka perceraian juga tidak

dapat berhasil tanpa adanya iktikad baik dari kedua belah pihak. Berdasarkan hasil

wawancara dengan para pihak yang berpekara di Pengadilan Agama Medan 75%

menyatakan bahwa tidak ingin kembali sehingga tidak menghadiri dan mengikuti

proses mediasi. Kebulatan tekad untuk berpisah dan keyakinan berpisah adalah

54 Hasil Wawancara dengan H. M. Dharma Bakti Nst., S.H., S.E., M.H.,selaku Mediator di

Pengadilan Agama Medan pada tanggal 17 September 2018 Pukul 12.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

69

69

jalan terbaik membuat para pihak ada yang dengan sengaja tidak menghadiri

persidangan.

Kedua, pembentukan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian

Perkawinan disingkat BP4 adalah organisasi perkumpulan yang bersifat sosial

keagaaman sebagai mitra Kementerian Agama dan Instansi terkait lain dalam

upaya meningkatkan kualitas perkawinan umat Islam di Indonesia untuk

membimbing, membina dan mengayomi keluarga muslimin di seluruh Indonesia.

BP4 didirikan secara resmi pada 3 Januari 1961 dan dikukuhkan oleh Keputusan

Menteri Agama No 85 tahun 1961 bertujuan untuk mempertinggi kualitas

perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang dan mewujudkan rumah

tangga yang bahagia sejahtera menurut tuntunan agama Islam. Keputusan Menteri

itu menyebutkan bahwa BP4 adalah sebagai satu-satunya badan yang bergerak

dalam bidang penasihatan perkawinan, talak dan rujuk dan upaya untuk

mengurangi angka perceraian yang terjadi di Indonesia. Sebelum adanya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ada kerjasama antara

Pengadilan Agama (PA) dan BP4 yaitu agar suami istri yang akan bercerai

sebelum ke Pengadilan Agama hendaknya ke BP4 terlebih dahulu untuk

didamaikan. Bila tidak berhasil yang bersangkutan dikirim ke Pengadilan Agama

oleh BP4. Tetapi dengan Undang-Undang Perkawinan Pasal 39 ayat (1) sebagai

berikut : “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang

berwenang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.”

Universitas Sumatera Utara

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

70

70

Dengan demikian upaya mendamaikan menjadi kewajiban Pengadilan

Agama oleh karena masalah perceraian menjadi kewenangan Pengadilan Agama

konsekuensinya nama BP4 diubah kepanjangannya berdasarkan SK Menag No.30

tahun 1970 menjadi : “Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian.

Sampai sekarang, dengan segala kelebihan dan keterbatasannya BP4 terus

melaksanakan fungsinya sesuai dengan tujuannya dan perkembangan, antara lain

memberikan penasihatan, advokasi, mediasi dan pelatihan.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

71

71

BAB IV

FAKTOR EKONOMI SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA MEDAN

Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat dan

memiliki potensi alam yang sangat banyak. Namun hal ini tidak sejalan dengan

kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini dibuktikan banyaknya pengangguran dan

berbagai masalah dibidang ekonomi.

Kondisi ekonomi masyarakat yang lemah menuntut adanya jalan keluar.

karena kondisi ekonomi masyarakat yang kurang baik, dapat menimbulkan

dampak negative terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat, dampak negatif itu

diantaranya meningkatnya pengangguran, banyaknya anak putus sekolah,

masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuahn pokok sehari-hari (papan,

sandang, pangan).

Kesejahteraan hidup merupakan dambaan setiap manusia, masyarakat

yang sejahtera tidak akan terwujud jika para masyarakatnya hidup dalam keadaan

miskin. Oleh karena itu kemiskinan harus dihapuskan karena merupakan suatu

bentuk ketidaksejahteraan yang menggambarkan suatu kondisi yang serba kurang

dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Tak terkecuali dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah tangga, masyarakat

menengah kebawah memiliki berbagai masalah dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan kehidupnya tidak

71 Universitas Sumatera Utara

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

72

72

jarang memberikan masalah lain. Dampak negatif akibat krisis ekonomi yang

melanda bangsa Indonesia sangat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

Banyaknya kasus orang dewasa yang mengakhiri hidupnya karena tekanan

ekonomi. Bahkan kehidupan keluarga biasanya menjadi tidak tenang ketika suami

yang tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk menafkahi keluarga,

menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang akan berakhir pada perceraian.

A. Indikator Kesejahteraan

Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara financial

oleh keluarga. Input yang dimaksud baik berupa pendapatan, nilai asset keluarga

maupun pengeluaran. Sementara indikator output memberikan gambaran manfaat

langsung dari investasi tersebut pada tingkat individu, keluarga dan penduduk.55

Kesejahteraan tidak hanya diukur dari besarnya pendapatan atau upah

yang diterima, malainkan juga oleh sistem hubungan kerja Kesejahteraan

masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan tentang keadaan kehidupan

masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan masyarakat.56

Dalam pembahasan perilaku ekonomi rumah tangga tujuan dari

pengelolaan ekonomi rumah tangga adalah kepuasan dan kemanfataan atau

kegunaan “utility”. Kepuasan dan kemanfaatan meruapakan istilah lain dari

kesejahteraan (well – being) yang sering digunakan sosiologi dan home ekonomist

namun mengacu pada hal yang sama. Analisis perilaku ekonomi membahas

bagaimana pengelolaan sumber daya rumah tangga, materi dan waktu,

55 Fergusson, D.M. L.J. Horwood, A.L. Beautrais, 1981, The Measurement of Family

Material Well Being, Journal of Marriage and the Family, 43 (3), hlm 715-725.

56 Badrudin, Rudy. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2012,

hlm 25

Universitas Sumatera Utara

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

73

73

pengeluaran untuk berbagai kepentingan (konsumsi pangan, kesehatan,

pendidikan dan hiburan) untuk senantiasa menjaga keseimbangan (equlibrum)

rumah tangga. Selain itu juga membahas dampak harga dan perubahannya,

bahkan dampak harapan pendapatan masa yang akan datang terhadap pengeluaran

masa kini. Pembahasan ini juga meliputi pandangan keluarga (rumah tangga)

terhadap kerja dan liburan, konsep tabungan, human capital sebagai tabungan,

nilai ekononmi fertilitas, nilai ekonomi perkawinan dan perceraian.57

Secara konseptual orang yang telah sejahtera adalah mereka yang telah

terpenuhi kebutuhan fisik maupun kebutuhan non-fisiknya. Mengukur

kesejahteraan masyarakat memang merupakan sesuatu yang sulit, di samping

belum ada ukuran yang standar. Sehingga banyak sekali batasan-batasan

mengenai kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Namun, indikator yang sederhana dan mudah difahami dijelaskan oleh

Moeljarto yang mencakup58

: tingginya tingkat kesehatan, peningkatan gizi,

kesempatan memperoleh pendidikan setinggitingginya, sedikitnya anak dalam

keluarga tetapi berpotensi tinggi, tersedianya lapangan kerja, dan mampu

berpartisipasi dalam pembangunan.

Kondisi tersebut pada saat ini tidak tampak pada sebagian besar

masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, masyarakat masih memerlukan uluran

tangan dari pemerintah untuk dapat mempertahankan hidupnya, terutama

memenuhi kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan akan pangan.

57 Ibid hlm 26

58

Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan : Dilema dan Tantangan, Yogyakarta,

PustakaPelajar, 1996 hlm 47

Universitas Sumatera Utara

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

74

74

Adapun tahapan yang harus diperhatikan dalam meningkatan

kesejahteraan diantaranya: 59

1) Adanya persediaan sumber-sumber pemecahan masalah yang dapat digunakan.

2) Pelaksanaan usaha dalam menggunakan sumber-sumber pemecahan masalah

harus efisien dan tepat guna.

3) Pelaksanaan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat

harus bersifat demokratis.

4) Menghindarkan atau mencegah adanya dampak buruk dari usaha tersebut.

Menurut Dr. Haryono Suyono sekitar 56 % keluarga di Indonesia masih

berada dalam tingkat prasejahtera dan sejahtera satu. Mereka belum tergolong

miskin, tetapi baru bisa memenuhi minimal kebutuhan fisik saja. Pada kondisi

tersebut, mereka mudah sekali jatuh miskin.60

Dalam program pembangunan keluarga sejahtera BKKBN, keluarga

prasejahtera dan keluarga sejahtera satu, lebih tepat disebut sebagai keluarga

tertinggal, karena yang disebut sebagai keluarga prasejahtera adalah keluarga

yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan

ibadah berdasarkan agamanya masing – masing, memenuhi kebutuhan makan

minimal 2 kali sehari, pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah,

bepergian, dan memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan

belum mampu untuk berobat disarana kesehatan modern. Menurut BKKBN

59 Ibid hlm 47

60

Ibid hlm 47

Universitas Sumatera Utara

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

75

75

kriteria keluarga yang dikategorikan sebagai keluarga miskin adalah keluarga pra

sejahtera dan keluarga sejahtera satu. 61

Ada lima indikator yang harus dipenuhi agar suatu keluarga dikategorikan

sebagai keluarga sejahtera satu, yaitu :

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianut

masing – masing.

2) Seluruh anggota keluarga pada umumnya makan dua kali sehari atau

lebih.

3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda dirumah,

sekolah, bekerja dan bepergian.

4) Bagian terluas dari rumah bukan terbuat dari tanah.

5) Bila anak sakit atau PUS (Pasangan Usia Subur) ingin mengikuti KB

dapat pergi ke sarana atau petugas kesehatan serta diberi cara KB

modern.

Mereka yang dikategorikan sebagai keluarga pra sejahtera adalah keluarga

– keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari lima indikator di atas. Keluarga

Sejahtera I merupakan keluarga yang kondisi perekonomiannya hanya bisa

memenuhi kebutuhan dasarnya saja tetapi belim mampu memenuhi kebutuhan

sosial psikologisnya.

Kriteria yang ditetapkan BPS (Biro Pusat Statistik) tentang garis

kemiskinan ialah kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makan 2100

kalori per hari per kapita. Menurut kriteria tersebut sekarang tinggal 11,5 %

61

www.bkkbn.go.id diakses pada tanggal 2 November 2018 Pukul 19.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

76

76

penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan, sedangkan menurut

kriteria BKKBN adalah 40,33 % penduduk Indonesia yang belum sejahtera.62

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa keluarga

sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah,

mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan

seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dengan

lingkungannya.

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki 4 arti dalam istilah umum

sejahtera menunjuk kepada keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang –

orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai.63

Dalam ekonomi, sejahtera

dihubungkan dengan keuntungan benda. Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan

sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera.

Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh

pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak

bekerja atau yang keadaan pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan

dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh dibawah garis

kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari

pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidak mampuan atau kewajiban menjaga

anak yang mencegahnya untuk dapat bekerja.

62 www.bps.go.id diaksespada tanggal 2 November 2018 Pukul 15.00 WIB

63

Moeljarto Tjokriwinoto, Op.Cit hlm 45

Universitas Sumatera Utara

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

77

77

Menurut Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial, kesejahteraan sosial ialah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial. Permasalahan

kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warna

negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karna

belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya masih banyak kita

temukan masyarakat yang tidur dibawah kolong jembatan terutama di kota – kota

besar.

Konsep kesejahteraan menurut Nasikum dapat dirumuskan sebagai

padanan makna, dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari 4 indikator,

yaitu :

1) Rasa Aman

2) Kesejahteraan

3) Kebebasan

4) Jati Diri

Biro Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2000 menerangkan bahwa

bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada

beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan antara lain :

1. Tingkat Pendapatan Keluarga

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dan non pangan

3. Tingkat pendidikan keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

78

78

4. Tingkat kesehatan keluarga

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

Menurut Kolle dalam Bintarto, kesejahteraan dapat diukur dari beberapa

aspek kehidupan antara lain :64

1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi seperti kualitas rumah,

bahan pangan dan sebagainya.

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik seperti kesehatan tubuh,

lingkungan alam dan sebagainya.

3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental seperti fasilitas

pendidikan, lingkungan dan budaya

4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti moral, etika,

keserasian penyesuaian dan sebagainya.

Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan –

pelayanan sosial dan lembaga – lembaga yang bertujuan untuk membaantu

individu dalam kelompok mencapai standar hidup dan kesehatan yang

memuaskan dan relasi – relasi pribadi sosial yang memungkinkan mereka

mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan

kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.65

64 ibid hlm 17 65 Rudy Badrudin, Ekonomi Otonomi Daerah, Yogyakarta, UPP STIM YKPN, 2012 hlm 27

Universitas Sumatera Utara

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

79

79

B. NAFKAH KELUARGA

Relasi dalam keluarga dimulai dengan perkawinan pria dan wanita. Pada

tahap ini sebagai permulaan bagi relasi yang lain, relasi suami istri memberi

landasan dan menentukan warna bagi keseluruhan relasi di dalam keluarga.

Banyak keluarga berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri.

Keluarga menurut konsepsi Islam menguak penggabungan fitrah antara

kedua jenis kelamin. Namun bukannya untuk menggabungkan antara sembarang

pria dan wanita dalam wadah komunisme kehewanan, melainkan untuk

mengarahkan penggabungan tersebut ke arah pembentukan keluarga dan rumah

tangga.66

Pernikahan dilakukan bukannya tanpa syarat, kemampuan secara lahir

batin adalah dua hal utama dalam sebuah pernikahan atau kesediaan memberikan

nafkah kepada keluarga. Dalam rumah tangga suami sebagai kepala keluarga

mempunyai kewajiban sebagai pemberi nafkah kepada anak dan istri, karena itu

dalam Islam upaya suami memberi nafkah kepada keluarga sebagai salah satu

kategori ibadah.

Memberi nafkah merupakan kewajiban suami dan menjadi hak istri dan

anak, tidak serta-merta anak dan istri menuntut secara semena-mena. Kewajiban

suami yang menjadi hak istri itu dilaksanakan sesuai dengan kemampuan suami.

Namun demikian, jika terbukti suami berbuat aniaya, tidak memberi nafkah untuk

anak dan istrinya sesuai dengan kemampuannya, istri diperbolehkan untuk

66 Mahmud Muhammad al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Al-Akhwat Al-

Muslima‟t wa Bina‟ Al-Usrah Al-Qur‟a>niyyah, di terjemahkan oleh Kamran As‟ad,

Mufiliha Wijayatin dengan judul, Membangun Keluarga Qur‟an, Panduan Untuk Wanita

Muslimah (Cet I; Jakarta : Amzah, 2005), hlm 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

80

80

mengambil bagiannya itu sebanyak yang mencukupi untuk diri dan anaknya

secara wajar.

Kewajiban suami dalam memberi nafkah adalah mutlak dilaksanakan

apakah istri memintanya atau tidak. Mungkin saja seorang istri yang sama-sama

bekerja, tidak membutuhkan nafkah dari suaminya. Keberadaan istri yang bekerja,

mampu mencukupi keperluan hidupnya atau berasal dari keluarga berada yang

terus-menerus mendapatkan pasokan dana, tidak lantas mengugurkan, kewajiban

suami sebagai pemberi nafkah.

1. Pengertian Nafkah

Menurut bahasa berasal dari kata infaq, yakni Ikhraj atau digunakan dalam

hal kebaikan.67

Menurut istilah pemberian yang mencukupi dari makanan,

pakaian, tempat tinggal, dan apa yang berkaitan dengannya.68

Secara bahasa

nafkah ( ف ة ن ) diambil dari kata ( ف ق ,yang berarti pengeluaran ( لإ

penghabisan (consumtif) dan infak tidak digunakan kecuali untuk yang baik-baik.

Adapun menurut istilah nafkah adalah segala sesuatu yang dibutuhkan

manusia daripada sandang, pangan dan papan. Nafkah berarti mengeluarkan.

Nafkah juga berarti belanja, maksudnya sesuatu yang diberikan oleh suami kepada

istri, seorang bapak kepada anak dan kerabat dari miliknya sebagai keperluan

pokok bagi mereka. Dalam buku syariat Islam kata nafkah mempunyai makna

segala biaya hidup merupakan hak istri dan anak – anak dalam hal makanan,

67 Mu‟jam Maqayisi Al-Lughah, Jilid 5, hal. 455 dan Lisan Al-„Arab, jilid 10, hlm. 538

68

Kassyaf Al-Qina, jilid 13, hlm.113

Universitas Sumatera Utara

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

81

81

pakaian dan tempat kediaman serta beberapa kebutuhan pokok lainnya bahkan

sekalipun si istri itu seorang wanita kaya raya.69

Seorang suami berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya, memenuhi

kebutuhan hidupnya selama ikatan suami istri masih berjalan, si istri tidak nusyuz

atau durhaka dan tidak ada sebab lain yang akan menyebabkan terhalangnya

nafkah begitu pula sebaliknya si istri wajib mematuhi perintah suami dan taat

kepadanya. Kewajiban memberi nafkah tersebut tidak saja dikhususkan untuk istri

namun terhadap orang tua juga berhak dinafkahi jika orang tuanya miskin. Sesuai

dengan penjelasan tersebut seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya

yaitu mencukupi hidup berumah tangga seperti tempat tinggal, nafkah sehari –

hari dan lain sebagainya. Kebutuhan rumah tangga yang wajib dipenuhi oleh

suami meliputi :

1. Belanja dan keperluan rumah tangga sehari – hari

2. Belanja pemiliharaan kehidupan anak – anak

3. Belanja sekolah dan pendidikan anak – anak

2. Syarat wajib nafkah terhadap istri berikut pendapat para ulama:

Menurut Imam Abu Hanifah nafkah wajib jika memenuhi syarat berikut ini:

1) Akad nikahnya sah

2) Istri mampu melakukan hubungan seks

3) Istri menyerahkan dirinya kepada suaminya dengan penyerahan sepenuhnya

4) Istrinya bukan orang murtad (keluar dari agama Islam)

69 Sabri Samin dan Nurmaya Aroeng, Buku Daras “Fikih II” (Cet. I; Makassar: Alauddin

Press, 2010), hlm116

Universitas Sumatera Utara

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

82

82

5) Tidak melakukan sesuatu yang diharamkan terhadap mahram suaminya

Menurut Imam Malik nafkah wajib ada dua macam, sebelum dukhul dan

sesudah dukhul.

Syarat sebelum dukhul yaitu:

a) Mampu melakukan hubungan seks, jika menikah dengan anak kecil yang tidak

mampu melakukan hubungan seks maka maka tidak wajib baginya nafkah

sampai dia mampu

b) Istrinya tidak dalam keadaan sakit parah yang menjadikan suami menjauh

darinya

c) Istri sudah sampai umur baligh.

Adapun syarat setelah dukhul maka suami wajib memberikan nafkah atas

istri baik mampu melakukan hubungan atau tidak, sakit atau tidak baligh atau

belum.

Menurut Imam Syafi‟i nafkah wajib jika memenuhi syarat berikut ini:

1. Istri menyerahkan penuh dirinya kepada suami, misalnya istri mengatakan

saya serahkan diriku sepenuhnya untukmu

2. Mampu melakukan hubungan

3. Tidak durhaka (nusyuz) misalnya istri tidak mau disentuh, dicium dan

melakukan hubungan tanpa alasan yang dibenarkan.

Menurut Imam Ahmad bin Hambal nafkah wajib jika memenuhi syarat

berikut ini:

a. Istri menyerahkan penuh dirinya kepada suami di Negara manapun dia hidup

b. Mampu melakukan hubungan sebagaimana istri pada umumnya

Universitas Sumatera Utara

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

83

83

c. Tidak durhaka (nusyuz ) misalnya istri keluar rumah tanpa izin suami,

bepergian tanpa izin suami, dan tidak mau melakukan hubungan atau istri tidak

mau tidur satu tempat tidur.70

Dari pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa kewajiban seseorang

untuk mengeluarkan nafkah kepada siapa yang berhak menerimanya, seperti

suami berhak untuk memberi nafkah kepada istrinya, anak – anaknya bahkan

nafkah yang utama diberi itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok

kehidupan yakni makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kewajiban memberi

nafkah tersebut diberikan menurut kesanggupan, hal ini dapat disesuaikan dengan

kebutuhan dan kemampuan agar selaras dengan keadaan dan standar kehidupan

mereka.begitu pula terhadap kaum kerabat yang miskin dan anak – anak terlantar

sebuah keluarga sampai pada taraf atau tingkat tertentu wajib memberikan nafkah

oleh yang bertanggung jawab terhadap keluarga itu.

3. Kewajiban Suami

Kewajiban suami merupakan hak istri dan kewajiban istri merupakan hak

suami, cakupan makna kepemimpinan dari surat An-nisa ayat 34 maka dapat

dilihat secara rinci kewajiban suami sebagai kepala keluarga :

1. Patuh kepada Allah SWT dengan menjaga atau melindungi dan membela

segala kepentingan istri dan keluarga dari hal – hal yang dapat mengganggu

ataupu membahayakan kehidupan rumah tangga baik terkait dengan kehidupan

duniawi maupun akhirat.

70 Abdu al-Jaziri,, Al-Fiqh al- Mazahibil, Bandung, al-Arba‟ah, tt, hlm. 423

Universitas Sumatera Utara

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

84

84

2. Seorang suami harus mampu mengatur sekaligus memelihara jalannya roda

kehidupan rumah tangga yang didasarkan pada asas musyawarah.

3. Seorang suami harus bisa memberikan perhatian dan pembinaan kepada istri

dan anak atas dasar kasih sayang.

4. Memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri termasuk sandang pangan dan

papan berdasarkan kadar kemampuannya.

Al-Qur‟an pun menghimbau kaum suami agar melaksanakan hak-hak istri

mereka, baik hak-hak yang wajib maupun sunnah. Rasulullah saw. Juga

memerintahkan agar mereka menasehati para istri dengan cara yang bijak dan

benar.

Hak-hak istri yang harus dijalankan suami bisa dirinci sebagai berikut :

a. Menafkahinya, nafkah ini meliputi nafkah sandang dan pangan.

b. Memperlakukannya dengan baik, yaitu tidak mengabaikan hiburan yang bisa

menyenangkan istri, berbaik sangka pada istri, menjaga rasa malunya sebagai

sesuatu yang tercantik dalam kehidupan wanita, serta memberikan haknya di

tempat tidur, tidak membuka rahasianya pada siapapun, mengizinkannya

berkunjung ke keluarganya dan mengizinkan keluarganya untuk

mengunjunginya di rumah pada waktu-waktu tetentu, membantunya jika ia

membutuhkan dan menghormati kepemilikan pribadi wanita dan tidak

mengutak-atiknya kecuali izinnya.

c. Mengajarinya hal-hal yang dibutuhkannya terkait dengan masalah Agama

d. Mencemburuinya dalam batas kewajaran.71

71 Mahmud Muhammad al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, hlm 187-191

Universitas Sumatera Utara

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

85

85

Hak dan Kewajiban Suami Istri menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 77 adalah:

a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat.

b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak

mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya

dan pendidikan agama.

d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya

e.Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Pasal 79 tentang kedudukan suami istri :

a. Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga

b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.

c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Pasal 8 tentang kewajiban suami :

a. Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi

mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh

suami istri bersama.

b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

86

86

c. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama,

nusa dan bangsa.

d. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman begi istri

2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri

3) Biaya pendidikan bagi anak.

e. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan b

diatas sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat 4 huruf a dan b.

g. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila nuyzuz.

Pasal 81 tentang tempat tinggal :

a. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau

bekas istri yang masih dalam iddah.

b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam

ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.

c. Tempat kediaman di sediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari

gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat

kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai

tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

87

87

d. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta

disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat

perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.

Pasal 83 tentang kewajiban istri :

a. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami

di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

b. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari

dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84 tentang istri nusyuz :

a. Istri dapat dianggap nusyuz jika dia tidak mau melaksanakan kewajiban -

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 kecuali dengan alasan

yang sah.

b. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada

pasal 80 ayat 4 huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal - hal untuk kepentingan

anaknya.

c. Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 diatas berlaku kembali sesudah istri tidak

nusyuz.

d. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas

bukti yang sah.

Pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21, alur globalisasi dan

emansipasi telah merasuki relung-relung kehidupan pola fikir bagi wanita, yang

kemudian mendapat justfifikasi dari masyarakat dan negara, sehingga peran

Universitas Sumatera Utara

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

88

88

wanita dalam masyarakat mengalami perubahan yang sangat pesat. wanita

diharapkan untuk menjadi seorang yang mandiri serta pemberian kebebasan untuk

mengembangkan bakat dan kemampuan yang adanya dengan bertumpu pada

batasan kodratnya sebagai wanita tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya

sebagai ibu rumah tangga.72

Faktor – faktor yang menyebabkan wanita bekerja diluar rumah yakni :

1. Suami kesulitan memberi nafkah istri dan keluarga. Syariat memberi

pilihan kepada istri yang suaminya tidak mampu memberi nafkah

antara mengajukan fasakh atau tetap bertahan sebagai istri. Istri yang

memilih mempertahankan rumah tangganya terpaksa harus bekerja

untuk mendapatkan materi sebagai penopang kehidupannya dan juga

keluarga.

2. Suami dengan pendapatan terbatas sementara istri tidak dapat bekerja

akhirnya kondisi ini mendorong istri bekerja untuk mendapatkan

materi yang bisa meningkatkan hidup pribadi dan keluarga atas

kerelahan hati.

3. Kondisi perekonomian masyarakat sekarang ini mengalami kemajuan

sangat signifikan, menjadi salah satu faktor pemicu perubahan dalam

tata letak penduduk dan peningkatan jumlah partisipasi wanita

dibidang kerja sebagai akibat perubahan – perubahan pada kerangka

perekonomian. Kehidupan dengan peradaban modern termasuk

berbagai organisasi sosial yang ada dibaliknya setelah menjadi

72 Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 273

Universitas Sumatera Utara

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

89

89

fenomena masyarakat yang menonjol. Kebutuhan atas peningkatan

pendapatan keluarga kian meningkat seiring peningkatan biaya –

biaya konsumsi yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan

kawasan – kawasan perkampungan yang secara individu memiliki

kecukupan seadanya.

Wanita di berikan kebebasan untuk menggali potensi intelektual yang di

milikinya untuk memberikan sumbangsihnya dalam peradaban dunia diera

globalisasi. Wanita tidak hanya bergerak dalam satu bidang akan tetapi diberikan

kebebasan untuk beraktifitas diberbagai bidang di ranah publik. Dengan tidak

keluar dari koridor yang telah di syaria‟tkan dalam Hukum Islam. Di era kekinian

dengan berlindung dibalik konsep emansipasi telah memberikan peluang dan

toleransi kepada wanita/istri untuk berkarir dan berkarya yang mempunyai

kedudukan dan derajat yang sama dengan pria, dalam banyak jabatan publik tidak

sedikit wanita/istri yang menduduki posisi penting dan strategis , misalnya

Direktur Utama pada Badan Usaha Milik Negara maupun Daerah, serta Badan

Usaha Milik Swasta, anggota Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif, bahkan

dalam jabatan-jabatan tertentu ditentukan terpenuhinya quota 30 % harus wanita.

Faktor biaya hidup yang semakin meningkat, telah melahirkan kebutuhan dan

keinginan-keinginan baru yang mendesak untuk dipenuhi, tuntutan pendidikan

dan profesi bahkan tidak senangnya para wanita ini berdiam diri di rumah,

kecendrungan itu berdampak pada adanya keinginan untuk menambah

penghasilan ekonomi dalam keluarga yang pada gilirannya memotifasi para istri

yang mempunyai kecerdasan intelektual, kualitas dan kapabilitas dalam bidangnya

Universitas Sumatera Utara

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

90

90

untuk mencari nafkah di luar rumah, baik sebagai pejabat negara, swasta hingga

pada karyawan biasa, realita ini akan melahirkan peran ganda bagi wanita/istri.

C. Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Terjadinya Perceraian di Pengadilan

Agama Medan

Hidup ini merupakan proses pembelajaran menuju lebih baik dan

memahami akan cinta yang Allah SWT berikan buat manusia di dunia ini. Lalu,

apa rahasia terbesar dalam hidup ini ? melewati hari ini dengan penuh makna.

Makna tentang cinta, ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan

ilmu hidup menjadi mudah. Dengan iman hidup menjadi terarah.

Dalam rumah tangga sejatinya seorang suami yang bekerja guna

mencukupi kebutuhan rumah tangga akan membutuhkan kehadiran seorang istri

yang dapat menyenangkan, melegakan, melepaskan rasa lelah dan memberikan

inspirasi serta motivasi baru untuk menunaikan tugas-tugasnya. Tugas istri

semacam ini tidak dapat dilakukan dengan baik jika seorang istri hanya

mementingkan kepentingannya sendiri, dikarenakan istri juga merasakan lelah

dalam menghadapi masalah dan beban mental yang bahkan kemungkinan sama

dengan apa yang dirasakan oleh suaminya. Jika dalam rumah tangga tidak dapat

menempatkan tugas dan fungsinya, baik suami maupun istri akan membawa

dampak yang sangat buruk. Semua anggota keluarga memiliki pandangan sendiri

dikarenakan tidak adanya visi dan misi keluarga yang jelas.

Sejatinya pernikahan adalah menyatukan dua orang yang berbeda baik

dari segi pola fikir, cara memandang kehidupan bahkan sampai kepada pola hidup

Universitas Sumatera Utara

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

91

91

dan pergaulan. Bersatu dalam perbedaan itu yang membuat semuanya menjadi

sulit jika tidak ada penerimaan satu sama lain. Di awal menjalin hubungan

sebelum sampai pada tahap pernikahan para pasangan masih cenderung dibutakan

oleh rasa cinta hingga menutupi semua kekurangan. Keberpura-puraan diawal

hubungan menyebabkan tidak dapat mengevaluasi diri sendiri bahwa apakah

benar dapat menerima sifat pasangan.

Kecenderungan ini juga disebabkan oleh alasan klasik yang sering disebut

dengan “cinta”. Alasan klasik ini menyebabkan munculnya harapan-harapan

tinggi tentang pernikahan yang pada dasarnya justru menyebabkan tertutupinya

sifat asli dari pasangan.

Alasan menikah karena cinta sama klasiknya dengan perceraian karena

faktor ekonomi. Keberhasilan seorang suami dalam karirnya pangkat atau jabatan,

diiringi oleh dukungan motivasi, cinta dan doa seorang istri. Sebaliknya,

keberhasilan karier istri juga didukung oleh pemberian akses, motivasi dan

keikhlasan suami. Seorang suami sebagai kepala keluarga tidak dapat

mendominasi tugas dan fungsinya dalam rumah tangga, sebaliknya juga seorang

istri sebagai ibu rumah tangga tidak dapat memaksakan kehendak sebagai

seseorang yang paling berperan dalam rumah tangga karena kehidupan rumah

tangga membutuhkan partisipasi keduanya sehingga rumah tangga menjadi rukun

dan harmonis.

Khadijah r.a., istri Rasulullah saw., adalah salah satu contoh teladan dari

sosok peran perempuan. Saat Rasulullah saw., menerima wahyu pertama dari

Allah. Rasulullah melihat Jibril dalam bentuk sebenarnya sehingga beliau sangat

Universitas Sumatera Utara

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

92

92

takut. Saat Rasulullah menggigil, ketakutan, Khadijah orang pertama yang

menenangkan dan menghilangkan ketakutan Nabi saw. Khadijah orang pertama

yang masuk Islam dan dia adalah orang pertama di dunia yang membenarkan

Nabi saw., orang pertama yang menerima pesan dakwah, pesan Islam. Khadijah

saat itu juga menolong Rasulullah saw., dan Khadijah juga ikut bersama

mendampingi Rasulullah saw., mengadakan dakwah di kala susah maupun duka

serta bahagia dengan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya.73

Hal tersebut memberikan gambaran akan mulianya seorang perempuan

shalihah yang mampu berperan bersama suami menjadikan rumah tangga ladang

beramal shalih dan beribadah kepada Allah swt. Dalam hal ini dengan tidak

mengesampingkan tugas dan fungsi suami dalam rumah tangga seorang istri yang

shalihah sangat membantu peranan suami tercinta dalam rumah tangga.

Dalam kehdupan sebagian manusia, ada yang sibuk mengumpulkan

sesuatu yang menurutnya berharga, tetapi tidak mampu menikmati setiap proses

pencapaiannya dan mengabaikan disekitarnya. Seorang manusia sering kali

melupakan fase kehidupan yang telah dilewatinya dan hanya fokus pada hasil

yang ingin dicapai. Jika diingat kembali proses hidup yang telah dilewati hingga

dapat berdiri seperti sekarang tentunya banyak hal yang telah terlewati baik itu

proses yang mudah maupun sulit. Proses itulah yang dapat membentuk karakter

manusia.

Pada hakikatnya manusia itu ditakdirkan untuk pantang menyerah. Lihat

saja ketika manusia dilahirkan harus ada proses persalinan baru seorang bayi

73 Wiyanto Suud, Buku Pintar Wanita-Wanita dalam Al-Qur‟an (Cet. I; Jakarta Pusat: Niaga

Swadaya, 2011), Hlm 124.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

93

93

dapat terlahir. Harus ada rasa sakit yang dirasakan seorang ibu untuk dapat

bertemu dengan anaknya. Setelah bayi lahir akan tumbuh dan berkembang hingga

pada tahap akan akan berjalan. Kita sebagai manusia untuk dapat berjalan harus

melalui proses sebelum akhirnya dapat berjalan. Mulai dari merangkak lalu

belajar berdiri kemudian dapat berjalan, ketika sudah dapat berjalanpun kita masih

tertatih. Meskipun sulit untuk dapat berjalan dan harus melewati puluhan kali atau

bahkan ratusan kali jatuh tapi seorang bayi tidak akan menyerah.

Layaknya seorang bayi yang baru dilahirkan, pernikahan juga merupakan

fase kehidupan yang baru. Jika dirunut kembali setiap kali pasangan

melangsungkan pernikahan pasti selalu ada ucapan “Selamat Menempuh Hidup

Baru”. Makna dari ucapan tersebut karena menikah sebenarnya adalah kata lain

dari serah terima tanggung jawab orang tua perempuan kepada calon suami. Arti

hidup baru adalah hidup berdua sebagai suami istri tanpa ada campur tangan dari

orang tua dan mertua.

Pada hakekatnya pernikahan mewajibkan kepada semua pihak untuk siap

meninggalkan cara hidup lama yang telah diberikan orang tua untuk masuk ke

fase hidup yang baru dengan menyandang status suami ataupun istri. Dalam

pernikahan pasti dan akan selalu ditemukan permasalahan, aneh jika tidak

ditemukan permasalahan sama sekali. Setiap permasalahan yang muncul harus

dapat disikapi dengan baik.

Perceraian walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaannya

harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang

ditempuh oleh suami istri, apabila cara – cara lain yang telah diusahakan

Universitas Sumatera Utara

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

94

94

sebelumnya tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga

suami istri tersebut.

Alasan-alasan yang dibenarkan menurut undang-undang dan menjadi

landasan terjadinya perceraian baik melalui cerai talak maupun cerai gugat

tertuang dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 161 Kompilasi

Hukum Islam. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menyatakan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup

alasan, bahwa antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun.

Lebih lanjut mengenai alasan-alasan perceraian ditentukan dalam Pasal

19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi

karena alasan :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain

Universitas Sumatera Utara

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

95

95

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi pertengkaran dan

perselisihan dan tidak aka nada harapan untuk hidup rukun lagi dalam

rumah tangga

Alasan perceraian yang tertuang didalam pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomo 9 Tahun 1975 terdapat banyak kesamaan dalam pasal 116 Kompilasi

Hukum Islam, hanya saja didalam Pasal 116 ditambahkan 2 point sebagai alasan

terjadinya perceraian, yaitu :

1. Suami melanggar taklik talak

2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga

Aplikasi alasan-alasan seperti dalam praktek bersifat alternative, artinya

pemohon dapat mendasarkan perceraian pada salah satu alasan saja, apakah alasan

seperti a,b,c atau yang lainnya tergantung kasusnya.74

Berdasarkan data yang

diperoleh melalui Pengadilan Agama Medan, terdapat 13 alasan-alasan yang

dijadikan sebagai dalil perceraian

74

Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dan Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 1992

hlm.80

Universitas Sumatera Utara

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

96

96

Tabel 7

Alasan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Medan

No Faktor- Faktor Penyebab Tahun

2016

Tahun 2017 Tahun

2018

(Januari-

September)

1 Krisis Moral (Mabuk,Zina,Madat,

Judi)

38 70 17

2 Tidak Ada Tanggung Jawab 1.254 272 60

3 Dipidana 3 3 -

4 Poligami 22 5 3

5 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 139 107 5

6 Cacat Badan - - 1

7 Ekonomi 61 90 47

8 Perselisihan dan Pertengkaran

Terus Menrus

405 1398 820

9 Kawin Paksa - 1 -

10 Kawin dibawah umur 3 - -

11 Murtad 4 4 2

12 Gangguan Pihak Ketiga 106 - 3

13 Dan Lain-Lain 17 20 4

14 Jumlah Total 2083 1966 1108

Sumber : Data Pengadilan Agama Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

97

97

Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan pengajuan gugatan perceraian di

Pengadilan Agama Medan. Sejak tahun 2016 hingga 2017 perceraian karena

ekonomi terus meningkat. Menurut mediator di Pengadilan Agama Medan alasan

ekonomi kerap kali dijadikan alasan untuk berpisah.

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang diperlukan di setiap

aspek kehidupan. Meningkatnya biaya kebutuhan rumah tangga, sekolah anak dan

biaya lainnya menyebabkan kebutuhan akan ekonomi semakin meningkat. Arus

utama gender sebenarnya menjelaskan bagaimana laki-laki dan perempuan itu

seimbang, sederajat. Ketika kata „tidak bertanggung jawab‟ itu muncul, umumnya

ditimpakan kepada laki-laki. Maka fenomena ini menjadi menarik untuk

mengkritisi kembali arus utama gender. Bagaimana „tanggung jawab‟ menafkahi

secara ekonomi itu menjadi hal yang ditimpakan laki-laki. Akibatnya makna

„tidak bertanggung jawab‟ umumnya ditimpakan laki-laki. Dari hasil kuisioner

yang disebar kepada 30 orang dewasa yang telah menikah, ditemukan bahwa

penyebab terbesar dari perselisihan pernikahan yaitu masalah keuangan.

Keadaan ekonomi yang tidak menentu memicu terjadinya konflik sehingga

pada akhirnya dapat mengakibatkan berkurangnya keharmonisan dalam sebuah

keluarga. Bahkan persoalan ekonomi ini mewarnai sebagian besar kasus

perceraian yang terjadi, Sejumlah kasus juga memperlihatkan bahwa sebagian

besar masalah pernikahan berpangkal pada persoalan ekonomi. Hal ini didukung

dengan hasil wawancara dengan salah satu narasumber berinisial ibu ST. Ibu ST

menyatakan bahwa pangkal permasalahan rumah tangganya muncul sejak

suaminya tidak bekerja dan setiap ibu ST meminta suaminya untuk bekerja,

Universitas Sumatera Utara

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

98

98

mereka selalu berakhir dengan pertengkaran hingga ibu ST juga mendapat

kekerasan fisik dari sang suami.75

Sumber : Hasil kuisioner yang disebar di Pengadilan Agama Medan

Pertengkaran yang terjadi dalam sebuah rumah tangga jika dilihat dengan

lebih detail terutama dipicu oleh kebutuhan ekonomi. Meskipun unsur ekonomi

bukan penyebab utama terjadinya perceraian namun harus diakui bahwa

kebutuhan ekonomi merupakan hal yang cukup utama bagi terjaganya keutuhan

rumah tangga.

Sebuah rumah tangga yang dibangun tentu perlu memenuhi kebutuhan

kehidupannya. Selain kebutuhan ekonomi sebagai ukuran nyata, keluarga juga

dibangun untuk memperoleh ketenangan baik secara psikologis maupun biologis.

Begitu juga kebutuhan terhadap perkembangan anak-anak secara edukatif.

Uang bukan segalanya dalam kehidupan berumah tangga, namun jika tidak

memiliki uang, bisa memicu munculnya sejumlah persoalan serius. Sulitnya

mendapatkan lapangan kerja, banyaknya PHK, tuntutan biaya hidup yang semakin

75 Hasil wawancara dengan Ibu ST selaku penggugat di Pengadilan Agama Medan pada

tanggal 23 Oktober 2018 pukul 11.30 Wib.

0

5

10

15

20

1

Faktor Pemicu Pertengkaran

Ekonomi KDRT Perselingkuhan Beda Pendapat

Universitas Sumatera Utara

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

99

99

meningkat, kenaikan harga kebutuhan pokok, pengaruh gaya hidup hedonis, dan

lain sebagainya, menjadi daftar panjang persoalan ekonomi keluarga.

Dari hasil wawancara dengan masyarakat yang sedang menghadapi perkara

perceraian di Pengadilan Agama Medan Tahun 2018 ditemukan bahwa

permasalahan ekonomi dijadikan alasan untuk bercerai juga disebabkan oleh

beberapa faktor-faktor, yakni :

1. Suami belum memiliki pekerjaan tetap sementara istri tidak bekerja

2. Istri tidak mau membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga

3. Menikah karena alasan cinta

4. Suami malas dan tidak mau bekerja

5. Istri boros

6. Penghasilan istri yang lebih tinggi dari suami

7. Latar belakang keluarga dari masing-masing pihak

8. Persamaan pandangan tentang arti kebahagiaan

9. Suami tidak jujur terhadap penghasilannya

Kondisi ekonomi suami yang tidak memiliki penghasilan yang tetap

sementara istri tidak memiliki penghasilan dan cenderung melimpahkan urusan

mencari nafkah kepada suami. Kondisi ekonomi suami yang lemah juga

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah sehingga sangat susah untuk

mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan suami bekerja serabutan sehingga

penghasilan tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga. Dilain pihak

Universitas Sumatera Utara

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

100

100

kecendrungan yang sering terjadi ketika suami tidak mampu memenuhi kebutuhan

keluarga, istri tidak berusaha membantu menopang kebutuhan keluarga.

Bahkan bagi keluarga yang istri ikut andil dalam bekerja seringkali kesenjangan

pendapatan yang diperoleh selama berumah tangga menjadi salah satu hal yang

mempengaruhi meningkatnya pengajuan gugatan perceraian dari pihak istri., Istri

merasa bahwa suami kurang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan

sehari-hari, sehingga merasa bahwa dirinyalah yang sangat berperan aktif didalam

perekonomian keluarga.

Selain factor eksternal peningkatan perceraian juga berasal dari dalam diri suami

maupun istri yakni berupa rasa egois, tidak ada yang mau mengalah, tidak ada

rasa tanggung jawab dalam diri suami, kurangnya rasa bersyukur, dan tidak ada

kerja sama yang baik diantara suami dan istri.

Hal ini dapat memperkeruh suasana didalam rumah tangga dan menyebabkan istri

dengan pertimbangan yang tidak matang merasa bahwa dirinya tidak dapat

bertahan dalam kondisi ekonomi keluarga yang seperti itu dan jalan keluar yang

dianggap paling mudah adalah dengan bercerai.

Mengukur kebutuhan ekonomi sebuah rumah tangga tidak cukup dengan

mengambil parameter kebutuhan fisik atau hidup minimum seperti ketentuan yang

dikeluarkan pemerintah. Kebutuhan pokok tidak lagi hanya berupa unsur pangan,

sandang dan papan. Kebutuhan lain menyangkut biaya rumah tangga, seperti

rekening telepon, biaya listrik dan pendidikan anak serta biaya untuk kegiatan

Universitas Sumatera Utara

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

101

101

sosial kemasyarakatan yang tak kalah pentingnya. Jumlah pengeluaran untuk

hal-hal tersebut jauh lebih besar daripada pengeluaran untuk kebutuhan pokok.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian memegang peran sangat

penting dalam sebuah rumah tangga. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangga yang lainnya, untuk memenuhi kebutuhan makan saja tidak sedikit

rumah tangga yang mengalami kesulitan. Apalagi jika suami tidak bekerja atau

penghasilan suami yang tidak mencukupi sehingga istri turut serta bekerja.

Pada kondisi ini bagaimanapun kuatnya ketahanan rumah tangga pada

akhirnya dapat berakhir juga. Jika suami dan istri tidak memahami makna

perkawinan dan kurang rasa toleransi dan bekerja sama dalam mengarungi bahtera

rumah tangga. Apalagi pemerintah tidak memiliki mekanisme jaminan sosial bagi

rumah tangga menengah kebawah seperti yang diterapkan di Amerika.

Disamping itu adanya pandangan di tengah masyarakat bahwa faktor

penentu kebahagian dalam pernikahan adalah harta benda yang dimiliki. Hal ini

juga dipengaruhi dari dalam diri manusia itu sendiri yang merasa kurang

bersyukur.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

102

102

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diatas, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan. Di dalam pasal 38

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 113

Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi

karena kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Perceraian walaupun

diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaannya harus berdasarkan suatu

alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri,

apabila cara – cara lain yang telah diusahakan sebelumnya tetap tidak dapat

mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami istri tersebut.

Alasan-alasan yang dibenarkan menurut undang-undang untuk dapat terjadinya

perceraian tertuang dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1974 yang menyatakan bahwa salah satu pihak berbuat zina atau menjadi

pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 9dua) tahun berturut dan

pasal 161 Kompilasi Hukum Islam

2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kenaikan angka perceraian dalam

beberapa tahun terakhir di Pengadilan Agama Medan. Sejalan dengan kenaikan

jumlah perkara yang diputus terlihat angka cerai gugat (dimana isteri

102 Universitas Sumatera Utara

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

103

103

mengajukan gugatan perceraian) jauh lebih tinggi dibanding angka cerai talak.

Panitera Pengadilan Agama Medan, Bapak Zumrik menyampaikan 2057 kasus

perceraian telah dikabulkan dan diputus oleh pihak Pengadilan. Merujuk pada

data perceraian di Pengadilan Agama Medan, angka cerai gugat pada Januari-

September 2018 mencapai 76,015% dibanding cerai talak yang mencapai

23,985%.

3. Faktor ekonomi sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Medan

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Beberapa penyebab faktor

ekonomi sebagai alasan perceraian yang dikemukan oleh pihak-pihak yang

bercerai di Pengadilan Agama Medan merupakan faktor eksternal yang

meliputi, suami yang belum memiliki pekerjaan tetap sementara istri tidak mau

bekerja, penghasilan istri yang lebih tinggi dari suami, suami malas dan tidak

mau bekerja, istri tidak mau membantu suami dalam mencari, adanya turut

campur dari orang tua serta berkembangnya paham hedonisme dan feminisme

Hasil penelitian menunjukkan 75% pasangan yang telah menikah menyatakan

bahwa faktor pemicu pertengkaran adalah masalah ekonomi. Bahwa perceraian

karena ekonomi terjadi selain dipengaruhi oleh faktor eksternal juga

dipengaruhi faktor internal yang sangat mempengaruhi yakni, kurangnya rasa

bersyukur dari pihak suami ataupun istri yang menyebabkan tidak pernah

merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat ini, tidak ada kerja sama yang baik

antara suami dan istri, perbedaan cara pandang tentang suatu kebahagiaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

104

104

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis mengemukakan

saran-saran sebagai berikut :

1. Di Indonesia tingkat pendidikan sangat mempengaruhi dan menentukan

perkerjaan dan besaran gaji yang akan diperoleh. Usia pernikahan yang

diizinkan untuk menikah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yakni pria berusia 19 tahun dan perempuan berusia

16 tahun dinilai terlalu dini. Sehingga generasi muda malas melanjutkan

pendidikannya dan seringkali lebih memilih untuk menikah di usia dini

selepas tamat SMA. Hal ini juga berpengaruh pada tingkat kematangan

emosional seseorang. Usia pernikahan yang diperbolehkan menurut

Undang-Undang haruslah dinaikkan sehingga taraf hidup ketika berumah

tangga telah terpenuhi sehingga ekonomi sebagai alasan perceraian dapat

diminimalisir.Hal ini juga berpengaruh pada tingkat kematangan

emosional seseorang.

2. Pemaksimalan peran orang tua dalam pemberian nasihat pra-nikah serta

peran BP4 dalam pemberian pendidikan tentang pernikahan dan keluarga

yang sakinah mawaddah warahmah bagi pasangan yang akan menikah

dalam upaya meningkatkan kualitas perkawinan umat Islam di Indonesia

untuk membimbing, membina dan mengayomi keluarga muslimin di

seluruh Indonesia

3. Dipersulitnya prosedur perceraian di Pengadilan Agama dan

memaksimalkan peran mediator.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

105

105

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdurrahman. 2004. Kompilasi Hukum Islam. Cetakan 4. Jakarta: Akedemia

Pressindo.

Al-Hamdani. 2002. Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani.

Al-Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqh al- Mar”ah al Muslimah Fiqh Wanita.

Alih bahasa oleh Anshori Umar. Semarang: Asy-Syifa.

Al-Jauhari, Mahmud Muhammad, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Al-Akhwat

Al-Muslimat wa Bina‟ Al-Usrah Al-Qur‟aniyyah, Alih bahasa oleh

Kamran As‟ad, Mufiliha Wijayatin. 2005. Membangun Keluarga Qur‟an,

Panduan Untuk Wanita Muslimah. Cetakan 1. Jakarta: Amzah.

Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM

YKPN.

Bahri, Zainul. 1993. Kamus Umum Khusus Bidang Hukum dan Politik. Bandung:

Angkasa.

Hadist Riwayat At-Tirmidzi No. 2411.

Harahap, Yahya. 1972. Hukum Perkawinan Nasional berdasarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Medan: CV Zahir Treding Co.

Horwood, Fergusson D.M. L.J, A.L. Beautrais. 1981. The Measurement of Family

Material Well Being, Journal of Marriage and the Family.

Husein Muhammad. 2012. Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama

dan Gender. Cetakan VI. Yogyakarta: LKS Printing Cemerlang.

Kassyaf Al-Qina. Jilid 13.

Lisan Al-„Arab. Jilid 10

Marzaki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenadamedia

Grup.

Marzuki, Nikmah. Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

105 Universitas Sumatera Utara

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

106

106

Muchtar, Kamal. 1987. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta:

Bulan Bintang.

Mu‟jam, Maqayisi Al-Lughah. Jilid 5

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. 2004. Hukum Perdata Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana-Prenadamedia Group.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo, Asis Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga.

Bandung: alumni.

Rahman, Abdul. 2012. Perempuan Tanpa Kekerasan dan Diskriminasi. Cetakan 1.

Makassar: Alauddin Universty Press.

Ramulyo, Mohd. Idris. 2004. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta:

PT.Bumi Aksara

Rudy, Badrudin. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM

YKPN.

Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqih Sunah. Jakarta: Al-I‟tishom.

Saleh, K. Wantjik. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Samin, Sabri, Nurmaya Aroeng. 2010. Buku Daras “Fikih II”. Cetakan 1.

Makassar: Alauddin Press.

Sanusi, Nur Taufiq. 2010. Fikih Rumah Tangga “Perspektif al-Qur‟an dalam

Mengelola Konflik Menjadi Harmoni. Cetakan 1. Depok: Elsas.

Sarong, A. Hamid. 2010. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Banda Aceh:

Yayasan Pena.

Sarwono. 2012. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.

Simanjuntak, P.N.H. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta:

Djambatan.

Soekanto, Soejono, Sri Madmuji. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Edisi 1-9.

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakata: PT. Internusa.

Sudarsono. 1992. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

107

107

Suggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Susanto, Happy. 2008. Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian.

Cetakan 2. Jakarta: Transmedia Pustaka. Suud, Wiyanto. 2011. Buku Pintar Wanita-Wanita dalam Al-Qur‟an. Cetakan 1.

Jakarta Pusat: Niaga Swadaya. Syaifuddin, Muhammad. 2013. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika. Thalib, Sajuti. 1982. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas

Indonesia Press. Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Waluyo, Bambang. 1992. Sistem Pembuktian dan Peradilan Indonesia. Bandung:

Sinar Grafika.

Jurnal

Ernaningsih, Wahyu. 2011. Gambaran Kelabu Perceraian di Kota Palembang.

Sumber Cahaya, No.46 Tahun XVI, September 2011, FH Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Horwood, Fergusson D.M. L.J, A.L. Beautrais. 1981. The Measurement of Family

Material Well Being, Journal of Marriage and the Family. Widyastuti, A. Reni. 2009. Peran Hukum dalam Memberikan Perlindungan

terhadap Perempuan dari Tindak Kekerasan di Era Globalisasi. Yogyakarta: Jurnal Mimbar Hukum, FH UGM.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Kompilasi Hukum Islam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 UU Nomor 11 Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

Page 116: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENINGKATAN PERCERAIAN …

108

108

Website

www.bkkbn.go.id diakses pada tanggal 2 November 2018

www.bps.go.id diakses pada tanggal 2 November 2018

Universitas Sumatera Utara