tinjauan pustaka tumor kolon

Upload: marianymelati

Post on 02-Apr-2018

352 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    1/26

    BAB II

    PEMBAHASAN

    1.

    Embriologi dan Anatomi

    1,2

    a. Embriologi

    Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa

    gestasi. Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga

    segmen: foregut, midgut, dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk

    kolon, rektum, dan anus.

    Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum

    proksimal, dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat mingguke-enam masa gestasi, midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan berputar

    270 berlawanan arah jarum jam disekitar arteri mesenterika superior dan akhirnya

    akan menempati tempat terakhirnya, yaitu di dalam kavitas abdomen pada minggu

    kesepuluh masa gestasi.

    Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden,

    rektum, dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika

    inferior. Saat minggu keenam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka)

    terbagi menjadi septum urorektal pada sinus urogenital dan rektum.

    Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai

    darah dari arteri pudenda interna.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    2/26

    2

    Gambar 1. Pada minggu ketiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga bagian, foregut (F)

    pada bagian kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut (M) diantara hindgut dan foregut.

    Tahap perkembangan midgut: herniasi fisiologis (B), kembali ke abdomen (C), fiksasi (D). Pada

    minggu keenam masa gestasi, septum urogenital bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkantraktus urogenital dan intestinal (F, G). (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed.

    Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 2.)

    b. AnatomiKolon berjalan sepanjang katup ileosekal sampai ke anus. Secara anatomis,

    dibagi menjadi kolon, rektum, dan kanalis analis. Dinding dari kolon dan rektum

    terdiri dari lima lapisan: mukosa, submukosa, otot sirkular dalam, otot longitudinal

    luar, dan tunika serosa. Pada kolon, otot longitudinal luarnya terbagi menjadi tiga

    taeniae coli, yang bertemu dengan apendiks pada ujung proksimal dan rektum pada

    bagian distal. Pada rektum distal, lapisan otot polos dalam saling menggabung

    sehingga membentuk sfingter anus internal pada minggu ke duabelas masa gestasi.

    Kolon intraperitoneal dan sepertiga proksimal rektum terlapisi oleh serosa; sedangkan

    bagian tengah dan bawah rektum kurang mengandung serosa.

    c. Posisi KolonKolon mulai berjalan dari awal ileus terminal dan sekum dan berjalan

    sepanjang 3 sampai 5 kaki sampai ke rektum. Perbatasan rektosigmoid dapat

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    3/26

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    4/26

    4

    menyuplai kolon desenden, beberapa cabang arteri sigmoid, yang menyuplai kolon

    sigmoid, dan arteri rektal superior yang menyuplai rektum proksimal.

    Pengecualian pada vena mesenterika inferior, vena-vena pada kolon

    mempunyai terminologi yang sama seperti arteri. Vena mesenterika inferior berjalan

    naik pada retroperitoneum melewati muskulus psoas dan berjalan posterior ke

    pancreas untuk bergabung dengan vena splenika. Pada kolektomi, vena ini di

    gerakkan secara independen dan di ligasi pada ujung inferior pankreas. Drainase vena

    pada kolon transversum proksimal menuju ke vena mesenterika superior yang

    begabung dengan vena splenika untuk membentukvena porta. Kolon transversum

    distal, kolon desenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum terdrainase oleh

    vena mensenterika inferior yang bergerak ke atas menuju vena splenika.

    .

    Gambar 2. Drainase vena pada kolon. Dan rektum (Sumber: Gordon PH, Nivatvongs S [eds]:

    Principles and Practice of Surgery for the Colon, Rectum, and Anus, 2nd ed. St. Louis, Quality Medical

    Publishing, 1999, p 30)

    Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase lmimfatik

    bermulai dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa dan

    limfonodusnya dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    5/26

    5

    epikolik ditemukan pada dinding usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan

    pada arteri disebut limfonodus parakolika. Limfonodus intermediet terletak pada

    cabang utama pembuluh darah besar; limfonodus primer rerletak pada arteri

    mesenterika superior atau inferior.

    Gambar 3. Drainasi limfatik pada kolon (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed.

    Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 21)

    e. Suplai Saraf KolonKolon terinervasi oleh saraf simpatis (inhibisi) dan saraf parasimpatis

    (eksitasi/stimulasi), yang keduanya berjalan paralel dengan arteri. Saraf simpatis

    muncul dari T6 T12 dan preganglion lumbal splanchnikus L1 L3. Inervasi

    parasimpatis pada bagian kanan dan kolon transversum dan berasal dari nervus vagus

    dextra (N. X). Sedangkan inervasi parasimpatik untuk kolon bagian kiri bermulai dari

    nervi erigentes S2 S4. Nervus preganglion parasimpatis bergabung dengan nervus

    postganglion simpatis yang muncul pada akhir foramina sakralis. Serat-serat saraf ini,

    melalui pleksus pelvis, mengelilingi dan menginervasi prostat, uretra, vesika

    semilunaris, vesika urinaria, dan otot dasar panggul. Diseksi rektal dapat mengganggu

    pleksus pelvis dan subdivisinya, menyebabkan disfungsi neurogenik vesika urinaria

    dan seksual (sebanyak 45% kasus). Derajat dan tipe disfungsi tergantung pada derajatkeparahan cedera neurologinya. Ligasi arteri mesenterika inferior yang menyuplai

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    6/26

    6

    nervus hipogastrium menyebabkan disfungsi saraf simpatis yang dicirikan sebagai

    ejakulasi retrograde dan disfungsi vesika urinaria. Cedera pada saraf simpatis dan

    parasimpatis akan menghasilkan impotensi dan atonia vesika urinaria.

    2. Fisiologi Kolon 1,2Secara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan

    dimana fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni

    flora normal, motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa.

    a. Pencernaan NutrienSaat terjadi proses pencernaan, nutrien yang masuk ke dalam tubuh tercampu

    oleh cairan biliopankreas dan GI. Usus halus mengabsorpsi sebagian besar nutrien,dan juga beberapa cairan garam empedu yang tersekresi ke lumen. Namun untuk

    cairan, elektrolit, dan nutrien yang sulit terabsorpsi oleh usus halus akan diabsorpsi

    oleh kolon agar tidak kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi terlalu

    banyak. Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada.

    Kira-kira sebanyak 30% berat kering feses mengandung bakteri sebanyak 1011 sampai

    1012 bakteri/gram feses. Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri anaerob

    dengan spesies yang terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012

    organisme/mL). Eschericia coli merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108

    sampai 1010 organisme/mL). Flora normal ini berguna untuk memecah karbohidrat

    dan protein serta mempunyai andil dalam metabolism bilirubin, asam empedu,

    estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora normal juga berguna untuk

    menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile. Jumlah bakteri yang

    tinggi dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum yang buruk dan

    dapat menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka post-operasi

    kolektomi.

    b. Urea RecyclingUrea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan

    sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri

    pada ususnya kaya akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum

    adalah gagal hepar. Ketika hepar tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen

    yang diabsorpsi kolon, ammonia masuk ke blood-brain barrier dan menyebabkan

    gangguan neurotransmiter, dimana akan menyebabkan koma hepatik.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    7/26

    7

    c. AbsorpsiTotal luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm2 dan air yang masuk

    kedalam kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon

    hanya sekitar 100 150 mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi,yaitu dari sebanyak 200 mEq/L natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses

    hanya tersisa 2550 mEq/L.

    Epitel kolon dapat memakai berbagai macam sumber energi; namun, n-butirat

    akan teroksidasi ketika ada glutamin, glukosa, atau badan keton. Karena sel mamalia

    tidak bisa menghasilkan n-butirat, epitel kolon bergantung pada bakteri lumen untuk

    memproduksinya dengan cara fermentasi. Kurangnya n-butirat disebabkan oleh

    inhibisi fermentasi akibat antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan kurangnya

    absorpsi sodium dan air sehingga menyebabkan diare.

    Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon

    menyerap asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari ileus

    terminalis, sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika. Ketika

    absorpsi asam empedu pada di kolon melewati batas, bakteri akan mengkonjugasi

    asam empedu. Asam empedu yang terkonjugasi akan mengganggu absorpsi natrium

    dan air, sehingga menyebabkan diare sekretoris atau diare koleretik. Diare sekretoris

    dapat dilihat saat setelah hemikolektomi sebagai fenomena transien dan lebih

    permanen reseksi ileus ekstensif.

    d. MotilitasFermantasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon

    dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum.

    Kolon dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai

    segmen kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri

    merupakan tempat penyimpanan sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon

    diatur oleh system saraf autonom. Sistem saraf parasimpatis mensuplai kolon melalui

    nervus vagus dan nervus pelvikus. Serat-serat saraf saat mencapai kolon akan

    membentuk beberapa pleksus;pleksus subserosa, pleksus myenterika (Auerbach),

    submukosa (Meissner), dan pleksus mukosa.

    Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan,

    gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga isi

    dari usus terdorong kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    8/26

    8

    terdorong ke arah kaudal oleh kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi

    globulus-globulus. Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan

    antara gerakan retropulsif dan tonis.

    3.

    Insidens

    1

    Adenokarsinoma kolon dan rektum merupakan keganasan yang paling umum

    ditemukan pada traktus GI. Lebih dari 150.000 kasus baru di Amerika dan lebih dari

    52.000 pasien meninggal tiap tahunnya, hal ini membuat kanker kolorektal menjadi

    pembunuh kedua pada penyakit kanker di Amerika. (American Cancer Society, 2009).

    Insidensinya terbagi rata antara pria dan wanita dan tetap berada pada angka yang konstan

    selama 20 tahun terakhir. Deteksi dini dengan pengembangan peralatan kedokteran yang

    mutakhir dianggap dapat membantu untuk mortalitas kanker kolorektal dala beberapa

    tahun terakhir.

    4. Epidemiologi (Faktor Risiko) 3Identifikasi faktor risiko untuk perkembangan kanker kolorektar merupakan hal

    yang penting untuk menentukan program screeningdan surveilans pada populasi dengan

    faktor risiko.

    a. UsiaUsia merupakan faktor risiko yang dominan pada kanker kolorektal, dengan insidens

    yang meningkat pada umur >50 tahun (sebanyak 90% kasus). Umur ini dijadikan

    dasar rasionalitas untuk melakukan skrining pada orang dengan gejala yang

    asimptomatis. Namun kanker kolorektal dapat terjadi pada seluruh usia, maka jika ada

    gejala seperti perubahan keadaan usus, perdarahan rektum, melena, anemia tanpa

    sebab yang jelas, atau penurunan berat badan maka diperlukan pemeriksaan yang

    lebih mendetail.

    b. Faktor HerediterKira-kira, sebanyak 20% kanker kolorektum muncul dengan adanya riwayat keluarga

    yang pernah menderita kanker kolorektal. Pemahaman dan penelitian yang lebih luas

    terhadap pemeriksaan genetik dapat berkontribusi untuk diagnosis dini. Karena

    pertimbangan medikolegal dan etika yang terlibat dengan pemeriksaan ini, seluruh

    pasien harus dilakukan konseling genetik jika memang ada suspek keluarga yang

    dulunya terkena kanker kolorektal.

    c. Faktor Diet dan Lingkungan

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    9/26

    9

    Observasi kanker kolorektal karsinoma lebih sering muncul pada populasi dengan

    faktor diet lemak hewan yang tinggi dan rendahnya intake serat, sehingga terdapat

    sebuah hipotesis bahwa faktor tersebut berkontribusi untuk menimbulkan kanker. Diet

    yang tinggi unsaturated fatty acid atau polyunsaturated fatty acid meningkatkan

    risiko kanker kolorktal, sedangkan diet yang tinggi asam oleat (minyak zaitun,

    minyak kelapa sawit, dan minyak ikan) tidak meningkatkan risiko. Pada penelitian

    dengan hewan menunjukkan lemak tersebut bersifat toksik langsung terhadap mukosa

    kolon sehingga mungkin dapat menyebabkan perubahan maligna. Sebaliknya, diet

    yang tinggi serat sayur nampaknya bersifat lebih protektif. Intake kalsium, selenium,

    vitamin A, C, dan E, karotenoid, dan fenol dapat mengurangi kejadian kanker

    kolorektal. Studi ini menjadi dasar preventif primer untuk mengeradikasi kanker

    kolorektal dengan cara mengatur diet dan gaya hidup. (Janne PA, 2000 dan Calle EE,

    2003).

    d. Inflammatory Bowel Disease (IBD)Pasien dengan penderita kolitis kronis mempunyai faktor risiko untuk terkena kanker

    kolorektal (Eaden JA, 2001). Telah ditarik sebuah hipotesis bahwa inflamasi kornis

    akan membuat perubahan struktur pada mukosa kolon menjadi struktur maligna dan

    hal ini juga dipengaruhi dengan derajat berat inflamasinya. Pada ulseratif pankolitis,

    risiko terkena kanker meningkat sebanyak 2% setelah 10 tahun, 8% setelah 20 tahun,

    dan 18% setelah 30 tahun. Kolitis daerah sebelah sinistra tanpa alasan yang jelas

    mempunyai risiko yang relatif rendah. Akibatnya, pasien dengan kolitis

    direkomendasikan agar diperiksa kolonoskopi dengan biopsy mukosa acak 8 tahun

    setelah terdiagnosis pankolitis dan 12 15 tahun kemudian pada pasien dengan

    pankolitis sinistra.

    e. Faktor Risiko LainMerokok dapat meningkatkan risiko terkena adenoma kolon, terutama ketika merokok

    lebih dari 35 tahun. Pasien dengan uterosigmoidestomi juga mempunyai peningkatan

    faktor risiko adenoma maupun karsinoma (Woodhouse CR, 2002). Akromegali,

    dimana terjadi peningkatan growth hormone dan insulin-like growth factor I, juga

    menambah faktor risiko.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    10/26

    10

    5. Patogenesis 1,3a. Defek Genetik

    Selama dua dekade terakhir, penelitian ilmiah memfokuskan tentang defek genetik

    dan abnormalitas molekular yang berhubungan dengan progresi dan perkembangan

    adenoma dan karsinoma kolorektal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (K-

    ras) dan/atau aktivasi tumor-suppressor genes [APC, DCC (deleted in colorectal

    carcinoma), p53]. Karsinoma kolorektal diperkirakan berkembang dari polip adenoma

    dengan akumulasi mutasi-mutasi ini (gambar 4).

    Gambar 4. Sekuens adenoma-karsinoma pada kanker kolorektal. (Sumber: Ivanovich JL, Read TE,

    Ciske DJ, et al: A practical approach to familial and hereditary colorectal cancer. Am J Med 107:68-77,

    1999).

    Defek pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) pertama kali ditemukan pada

    pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis (FAP). Dengan menyelidiki

    keluarganya, karakteristik mutasi pada gen APC dapat diidentifikasi. APC gen

    terdeteksi pada 80% penderita kanker kolorektal. Mutasi gen ini hanya ditemukan

    pada adenoma atau karsinoma saja, tetapi tidak pada jaringan disekitarnya. Hal ini

    menandakan bahwa mutasinya adalah mutasi somatik. Karena APC adalah gen

    penekan tumor, pada kehilangan kedua alelnya dapat menghilangkan aktifitas

    penekan tumornya. Mutasi yang terjadi, disebabkan oleh pembentukan kodon stop

    yang terlalu awal, yang menghasilkan protein APC yang terpotong. Pada FAP, tempat

    mutasi berkaitan dengan gambaran klinis penyakit. Contohnya, mutasi pada ujung

    lengan 3 atau 5 menyebabkan pembentukan bentuk FAP yang lemah, sedangkan

    pusat mutasi pada gen memperparah penyakit. Sehingga, pengetahuan tentang mutasi

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    11/26

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    12/26

    12

    DCC merupakan tumor-suppressor gene dan jika kehilangan kedua alelnya akan

    mernyebabkan degenerasi maligna. Peran produk gen DCC berhubungan dengan

    adhesi sel dan interaksi sel dan matriks, yang mungkin penting untuk mencegah

    pertumbuhan tumor, invasi, dan metastasis (Jeffrey A., 2000). Fungsi utamanya

    nampaknya terletak pada system saraf sentral, yang berfungsi dalam migrasi dan

    diferensiasi akson. Observasi tersebut menimbulkan hipotesis bahwa DCC mungkin

    terlibat dalam adhesi dan diferensiasi kanker kolorektal, namun teori ini masih belum

    di buktikan (53). Mutasi pada DCC terlihat pada 70% kasus dan mungkin bisa

    berdampak negatif pada prognosis.

    Tumor-suppressor gene p53 berhubungan dengan beberapa keganasan. Protein p53

    nampaknya menjadi fakor determinan yang paling penting dalam tomorigenesisi

    kolorektal. Kebanyakan gen yang teraktifasi oleh P53 dimungkinkan dapat mencegah

    pertumbuhan. Sehingga, inaktivasi P53 akan menimbulkan pertumbuhan sel yang

    tidak terkontrol. Mutasi pada P53 dapat ditemukan pada setengah kanker manusia,

    membuat gen ini menjadi jalur pusat biokimia dalam keganasan manusia.

    Mutasi gen APC atau hilangnya kromosom 5q (mutasi didapat pada sindroma poliposisadenomatosa)

    Hiperproliferasi sel kripta dan proliferasi klonal sel batang yang menyebabkantimbulnya adenoma kecil

    Aktivasi onkogen K-ras dalam adenoma kecil dan proliferasi penggandaan sel yangbermutasi

    Adenoma intermediet

    Hilangnya DCC, sehingga terjadi proliferasi dengan alterasi genetik multipel

    Adenoma tingkat akhir dengan displasia

    Hilangnya p53 atau mutasi sehingga terjadi proiferasi maligna

    Karsinoma invasif

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    13/26

    13

    Jalur LOH sampai ke perkembangan kanker kolorektal. (Sumber: Allen Jl. Molecular Biology of

    colorectal cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

    b. Jalur GenetikDua jalur utama inisiasi dan progresi tumor dapat dijelaskan menjadi jalurLost of

    Heterozygosity (LOH) dan replication error (RER). Jalur LOH dicirikan dengan

    delesi kromosom dan aneuploiditas tumor dan sedikitnya ada tujuh buah gen yang

    terlibat dalam jalur LOH ini. Delapan puluh persen karsinoma muncul dari mutasi

    pada jalur LOH. Sisanya yang 20% muncul dari jalur RER, yang dicirikan dengan

    kesalahan dalam perbaikan mismatch (kesalahan pasangan) pada replikasi DNA.

    Beberapa gen telah terdeteksi dalam kesalahan perbaikan DNA RER, yaitu hMSH2,

    hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi hanya pada salah satu gen ini,

    cukup untuk membuat mutasi sel, yang mungkin dapat timbul pada proto-onkogen

    atau tumor suppressor gen. Mismatch ini membuat terus meningkatnya kesalahan

    eplikasi, sehingga terjadi instabilitas mikrosatelit (pertumbuhan sel kanker ditempat

    lain yang berdekatan) dan malfungsi gen. Jika telah terbentuk mikrosatelit yang

    tidakstabil, maka akan mudahnya terjadi mikrometastasis di tempat lain akibat

    struktur sel-sel mikrosatelit yang mudah lepas.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    14/26

    14

    Jalur RER sampai ke perkembangan kanker kolorektal. (Sumber: Allen Jl. Molecular Biology ofcolorectal cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181-202)

    Mutasi atau mismatch pada gen-gen yang bertugas memperbaiki kerusakan gen

    Akumulasi mutasi somatik di dalam mikrosatelit

    Gangguan fungsi mikrosatelit

    Gangguan fungsi gen yang mengandung atau diregulasi oleh mikosatelit (Gen reseptor TGR-Beta tipe-II)

    Akumulasi perubahan-perubahan genetik pada gen-gen yang berhubungan dengan karsinoma

    Sekuens adenoma-karsinoma

    (umumnya tidak melibatkan APC, MCC, K-ras, DCC, p53)

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    15/26

    15

    Faktor-faktor molekular yang berhubungan dengan perkembangan keganasan kolorektal. Faktor

    Genetik muncul pada saat lahir yang menginisiasi karsinogenesis atau dapat disebabkan oleh faktor

    lingkungan yang menyebabkan kerusakan genetik dan karsinogenesis. (Sumber: Allen Jl. Molecular

    Biology of colorectal cancer: a clinicians view. Perspect Colon Rectal Surg 1995;8:181 -202)

    6. Manifestasi Klinis 3Presentai timbulnya keganasan kolon dapat dibagi menjadi tiga kategori umum: onset

    gejala kronis yang asimtomatis, obstruksi intestinal akut, atau perforasi akut. Presentasi

    yang paling sering timbul adalah onset gejala kronis yang asimtomatis (7792%), diikutioleh obstruksi (6 - 16%), dan perforasi dengan peritonitis local atau difus (27%).

    Faktor Genetik Faktor lingkunganField effect

    Mutasi Inisial

    Meningkatnyakecepatan mutasi

    Mutasi (inaktifasi)kedua

    Gen APC

    Jalur LOH

    Mutasi somatik atauhilangnya alel K-ras,

    DCC, p53

    Pertumbuhan

    klonal

    Karsinoma

    Metastasis

    Gen MMR

    Jalur RER

    Instabilitasmikrosatelit (TGF-beta, dan lainnya)

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    16/26

    16

    a. GejalaPerdarahan pada anus merupakan gejala yang paling umum pada keganasan

    kolorektal. Namun, pasien dan dokter lebih cenderung berpikir bahwa perdarahan

    pada anus diakibatkan oleh hemoroid. Perdarahan dapat terjadi secara samar tau dapat

    terlihat feses yang berwana hitam, merah marun, ungu hitam, atau merah segar

    tergantung pada lokasi keganasan. Perdarahan samar dapat mempunyai gejala anemia

    defisiensi besi dan kelelahan.

    Perubahan buang air besar merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada

    urutan kedua, dengan pasien yang mengeluh konstipasi atau diare. Konstipasi bisa

    terjadi pada keganasan yang terletak pada kolon sebelah kiri karena diameter kolon

    sinsitra lebih kecil dan feses lebih padat ketika mencapai kolon di sebelah kiri

    daripada di sebelah kanan. Pasien juga mengeluh perubahan yang bertahap pada

    bentuk feses. Karsinoma pada kolon dextra umumnya tidak ditemukan perubahan

    buang air besar, namun banyaknya jumlah mukus yang dihasilkan oleh tumor dapat

    menyebabkan diare, namun jika keganasannya terletak di katup ileosekal dapat

    menyebabkan obstruksi.

    Nyeri abdomen juga sering ditemukan sebagaimana pasien mengeluh perubahan

    buang air besar. Obstruksi pada kolon sinistra dapat menimbulkan gejala nyeri perut,

    juga nausea dan vomitus, dan mereda dengan gerakan usus. Keganasan pada kolon

    dextra dapat berupa nyeri perut yang sulit dilokalisasikan. Gejala umum lain yang

    jarang ditemukan adalah kelelahan, penurunan berat badan, demam, massa pada

    abdomen, dan gejala-gejala tambahan pada traktus urinarius (frekuensi, penumaturia,

    dan fekaluria). Jika ditemukan bakteremia dengan Streptococcus bovis berarti sugestif

    tinggi adanya keganasan kolorektal.

    b. TandaObsrtruksi intestinal akut merupakan tanda yang ditemukan pada 15% dari 23.500

    penderita. Pada pemeriksaan fisik, mungkin agak sulit ditemukan adanya massa pada

    abdomen karena usus yang terdistensi, baik keganasan primer maupun metastasis.

    Timpani, asites, dan distensi mungkin bisa ditemukan pada pemeriksaan fisik

    abdomen. Rectal toucher hanya jarang dilakukan untuk mengetahui adanya obstruksi,

    namun jarang ditemukan. Keganasan kolorektal harus selalu dicurigai pada pasien

    dengan keluhan obstruksi kolon. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi

    abdomen sederhana dapat menunjang diagnosis. Pemeriksaan tambahan lain untuk

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    17/26

    17

    konfirmasi diagnosis lain adalah barium enema, endoskopi rigid atau flexible, atau

    CT-scan abdomen atau pelvis.

    Perforasi merupakan tanda umum ketiga yang sering ditemukan pada keganasan

    kolorektal. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis lokalis atau difus, dan mampu

    menimbulkan fistula pada organ terdekat seperti vesika urinaria. Jika perforasi

    muncul ke proksimal dari obstruksi, dan juga perforasi pada sekum yang terdilatasi

    proksimal dari karsinoma sigmoid, pasien akan mengeluh peritonitis difus dan sepsis

    sehingga hal ini menjadi indikasi untuk dilakukannya bedah emergensi.

    c. StadiumSistem stadium penting untuk memprediksi hasil, memilih terapi yang akan

    dilakukan, dan perbandingan terapi pada tiap pasien berbeda. Tumor yang dianggap

    invasif berarti harus menembus muskularis mukosa. Sel maligna yang berada tidak

    menembus muskularis mukosa tidak dianggap dapat invasif karena tidak adanya

    linfonodus dan dianggap sebagai carcinoma in situ.

    Banyak system stadium keganasan kolorektal yang ada, contohnya stadium TNM

    (tumor/nodus/metastasis) yang diklasifikasikan oleh American College of Surgeons

    Commission on Cancer.

    Stadium Kedalaman Status Limfonodus Metastasis Jauh

    Stadium 1 T1, T2 N0 M0

    Stadium 2 T3, T4 N0 M0

    Stadium 3 Seluruh T Setiap N (Kecuali N0) M0

    Stadium 4 Seluruh T Setiap N M1

    TX tumor primer, tidak dapat dinilai

    T0 tidak ada bukti adanya tumor primer

    Tis carcinoma in situ

    T1 tumor menginvasi ke submukosa

    T2 tumor menginvasi muskularis propria

    T3 tumor menginvasi menembus muskularis propria ke tunika subserosa atau ke perikolika atau

    ke perirektal

    T4a perforasi tumor ke peritoneum visceral

    T4b tumor langsung menginvasi langsung struktur lain

    NX limfonodus regional tidak dapat dinilai

    N0 tidak ada limfonodus regional yang terkena

    N1 mengenai 1-3 limfonodus perirektal atau perikolik

    N2 lebih dari 4 limfonodus perirektal atau perikolik terkena

    N3 limfonodus regional beserta pembuluh darah besar

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    18/26

    18

    MX adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai

    M0 tidak ada metastasis jauh

    M1 metastasis jauh

    Stadium karsinoma kolorektal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC). (Sumber:

    Greene et al. AJCC Cancer Staging Manual, Sixth Edition (2002) published by Springer Science and

    Business Media LLC, www.springerlink.com).

    7. Temuan Laboratorium 3Hitung darah lengkap/Complete Blood Count (CBC) dapat menunjukkan adanya anemia.

    Tes fungsi hepar dapat menunjukkan hasil yang abnormal jika sudah terjadi metastasis ke

    hepar. Jika terjadi metastasis ke hepar maka kadar CEA juga akan ikut meningkat, namun

    jika tidak ada metastasis, kadar CEA juga akan ikut meningkat.

    8. Imaging Studies 1,3a. Kolonoskopi

    Dengan pemeriksaan kolonoskopi, dokter mampu menilai ukuran tumor, namun tidak

    dengan kedalaman invasi tumor, dan juga lokalisasi kolon. Periksaan kolonoskopi

    bersifat sangat sensitif untuk mendeteksi bahkan polip yang kecil sekalipun (

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    19/26

    19

    9. Pendekatan Diagnosis 4

    Algoritme diagnosis dan terapeutik kanker kolon.4

    10.Diagnosis Bandinga. Ca. rekti 5

    Gejala yang umum ditemukan pada ca. rekti mirip dengan kanker kolon, yaitu:

    perubahan buang air besar, diare atau konstipasi atau perasaan seperti buang air besar

    yang tidak lampias, ada darah saat buang air besar (umumnya darah segar), feses yang

    lebih kecil dari keadaan normal, adanya perasaan tidak enak di abdomen seperti

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    20/26

    20

    kembung, atau terasa penuh, berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, cepat lelah,

    dan muntah.

    Untuk pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan rectal toucher, barium enema, dan

    fecal occult blood test (FOBT). Untuk FOBT, pemeriksaan ini tidak terlalu spesifik

    karena pada kanker kolon juga terdapat perdarahan yang samar.

    b. Hemorrhoid 3Pada pasien hemoroid, cenderung memiliki gejala yang mirip dengan karsinoma

    kolon, kecuali pada hemoroid eksterna yang cenderung mengalami prolapsus, namun

    bukan rektum, sehingga dapat dilihat pada saat pemeriksaan anus. Penderita hemoroid

    juga dapat ditemukan perdarahan kronis tanpa nyeri sehingga terjadi anemia. Untuk

    menyingkirkan diagnosis ini, diperlukan pemeriksaan rectal toucher, barium enema,

    atau kolonoskopi.

    11.Penatalaksanaan 1a. Prinsip Reseksi

    Tujuan penatalaksanaan karsinoma kolon adalah untuk mengangkat tumor primer

    beserta dengan suplai limfovaskularnya. Karena pembuluh limfe pada kolon

    bersamaan dengan suplai arteri, panjang kolon yang direseksi bergantung pada

    pembuluh darah yang terlibat dalam menyuplai sel kanker. Setiap jaringan yang

    menempel pada sel kanker, seperti omentum, yang telah terinvasi, harus dilakukan

    reseksi en bloc. Jika seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka terapi paliatif menjadi

    pilihannya.

    Adanya sel-sel kanker atau adenoma yang saling berhubungan, atau adanya riwayat

    keluarga dengan neoplasma kolorektal, menandakanbahwa seluruh kolon berisiko

    terkena karsinoma (biasanya disebut jugafield defect) dan dipertimbangkan dilakukan

    kolektomi total atau subtotal. Jika terjadi metachronous tumors (tumor kedua

    daritumor primerkolon) maka dilakukan juga dengan penatalaksanaan yang sama.

    Jumlah limfonodus yang diambil pada pembedahan mampu menentukan kualitas

    reseksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebanyak minimal 12 limfonodus

    yang terangkat memiliki tingkat kesembuhan yang adekuat. Namun pada penelitian

    lain menunjukkan bahwa jumlah limfonodus yang terambil tidak menentukan tingakt

    kesembuhan.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    21/26

    21

    Jika ditemukan metastasis tumor pada saat laparotomi, maka reseksi tumor primer

    tetap dilakukan jika kondisi pasien stabil. Dipertimbangkan agar dilakukan

    anastomosis primer jika kolon terlihat sehat, tidak terlibat karsinomatosis, dan

    keadaan pasien stabil.

    Gambar panjang reseksi pada karsinoma kolon. A. Karsinoma sekum. B. Karsinoma felksura hepatika.

    C. Karsinoma kolon transversum. D. Karsinomafleksura splenika. E. Karsinoma kolon desenden. F.

    Karsinoma kolon sigmoid. (Sumber: Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,Metthews JB, Pollock RE: Schwartzs Principles of Surgery, 9

    thEdition).

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    22/26

    22

    b. Stadium 0 (Tis, N0, M0)Polip yang mengandung karsinoma in situ (high-grade dysplasia) tidak berisiko untuk

    terjadi metastasis limfonodus. Namun adanya high-grade dysplasia, menaikkan

    adanya risiko karsinoma invasif di dalam polip. Akibat hal ini, polip tersebut harus di

    eksisi seluruhnya dan batas patologik di sekitar polip harus terbebas dari area

    displasia. Umumnya polip ini dapat dieksisi dengan endoskopi. Setelah dibedah,

    pasien harus tetap di followup dengan endoskopi untuk meyakinkan bahwa polipnya

    tidak akan timbul kembali dan tidak berkembang menjadi karsinoma kolon. Jika polip

    tidak bias di angkat seluruhnya, maka dapat direkomendasikan unutuk dilakukan

    eksisi segmental.

    c. Stadium I: Polip Maligna (T1, N0, M0)Penatalaksanaan polip maligna tergantung pada tempat munculnya polip dan risiko

    timbulnya metastasis limfonodus. Risiko metastasis limfonodus tergantung pada

    kedalaman invasi. Karsinoma invasif yang terdapat pada kepala polip tanpa mengenai

    batangnya memiliki risiko metastasis yang rendah (

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    23/26

    23

    Gambar letak karsinoma invasif pada polip yang bertangkai dan polip sessile. (Sumber: Brunicardi FC,

    Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Metthews JB, Pollock RE: Schwartzs Princip les of

    Surgery, 9th

    Edition).

    d. Stadium I dan II: Karsinoma Kolon Terlokalisir (T1-T3, N0, M0)Kebanyakan pasien pada karsinoma kolon stadium I dan II dapat disembuhkan

    dengan reseksi. Hanya beberapa pasien yang kembali timbul kanker setelah dilakukan

    reseksi, pengobatan kemoterapi ajuvan tidak dapat mengurangi rekurensi kanker ini.

    Namun sebanyak 46% pasien setelah reseksi komplit stadium II akan meninggal

    akibat kanker kolon. Akibat hal tersebut, dilakukanlah pengobatan ajuvan pada

    beberapa pasien dengan karsinoma kolon stadium II (pasien yang masih muda dengan

    gambaran radiologi dengan displasia yang tinggi). Data yang ada masih kontroversial

    apakah dengan terapi ajuvan setelah bedah mampu meningkatkansurvival rate.

    e. Stadium III: Metastasis Limfonodus (Seluruh T, N1, M0)Pasien dengan metastasis pada limfonodus berisiko terjadinya metastasis lokal

    maupun jauh dan kemoterapi ajuvan direkomendasikan pada pasien ini. 5-flurouracil

    (5-FU) dan levamisole mengurangi angka kematian sampai 33% dengan efek samping

    yang rendah. Agen kemoteraputik lain seperti capecitabine, irinotecan, oxaliplatin,

    angiogenesis inhibitors, and imunoterapi juga menunjukkan efek yang baik.

    f. Stadium IV: Metastasis Jauh (Seluruh T, Seluruh N, M1)Angka keselamatan pada kanker kolon stadium IV sangat rendah. Namun, tidak

    seperti keganasan lain, pasien dengan metastase yang dapat direseksi dan terlokalisir,

    memiliki keuntungan dari reseksi (metastasektomi). Tempat yang paling sering terjadi

    metastase adalah pada hepar dan 20% diantara pasien yang memiliki metastasis dapat

    direseksi. Angka keselamatan pada pasien ini meningkat (20 40% dalam 5 tahun).

    Tempat kedua yang paling sering terkena metastasis adalah paru, muncul sebanyak

    20% pasien dengan karsinoma kolorektal. Meski hanya beberapa pasien yang mampu

    menjalani reseksi (sekitar 12%), angka keselamatan jangka panjang mencapai 30

    40%.

    Pada pasien karsinoma kolon stadium IV yang tidak dapat direseksi; fokus

    penatalaksanaan tertuju pada terapi paliatif. Umumnya reseksi pada tumor primer

    direkomendasikan agar dapat mencegah komplikasi seperti perdarahan dan obstruksi.

    Namun, bedah abdomen mayor dapat mengurangi efek kemoterapi. Terlebih lagi,kemoterapi regimen baru mempunyai efek yang signifikan dan pengecilan tumor.

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    24/26

  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    25/26

    25

    12.Prognosis 1

    Tabel stadium karsinoma kolorektal dan angka keselamatan selama 5 tahun. (Sumber: Greene et al. AJCC

    Cancer Staging Manual, Sixth Edition (2002) published by Springer Science and Business Media LLC,

    www.springerlink.com)

    Pasien dengan stadium I dan II dapat mencapai angka keselamatan yang sangat baik.

    Adanya metastasis pada limfonodus mengurangi angka keselamatan sebanyak 40%.

    Angka keselamatan selama 5 tahun pada kanker kolorektum stadium IV menurun drastis

    sampai 14%.

    Tabel stadium kanker menurut AJCC. (Sumber: Greene et al. AJCC Cancer Staging Manual, Sixth Edition

    (2002) published by Springer Science and Business Media LLC,www.springerlink.com)

    13.Komplikasi 1Komplikasi yang paling timbul pada kanker adalah metastasis kanker ke organ lain.

    Tempat yang paling sering terjadi metastase adalah pada hepar dan 20% diantara

    pasien yang memiliki metastasis dapat direseksi. Angka keselamatan pada pasien ini

    meningkat (20 40% dalam 5 tahun). Tempat kedua yang paling sering terkena

    metastasis adalah paru, muncul sebanyak 20% pasien dengan karsinoma kolorektal.

    Meski hanya beberapa pasien yang mampu menjalani reseksi (sekitar 12%), angka

    keselamatan jangka panjang mencapai 3040%.

    http://www.springerlink.com/http://www.springerlink.com/http://www.springerlink.com/http://www.springerlink.com/
  • 7/27/2019 Tinjauan Pustaka Tumor Kolon

    26/26

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Metthews JB, PollockRE: Schwartzs Principles of Surgery, 9

    th Edition).

    2. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery, 17th ed., Copyright 2004 Elsevier.3. Norton, JA, et al: Surgery. Basic Science and Clinical Evidence. 2000. Springer.4. MD Anderson Manual of Medical Oncology. 2007. McGraw-Hill Company.5. University of California San Francisco. Rectal Cancer Diagnosis: Conditions and

    Treatments. UCSF Medical Centre.

    http://www.ucsfhealth.org/conditions/rectal_cancer/diagnosis.html

    http://www.ucsfhealth.org/conditions/rectal_cancer/diagnosis.htmlhttp://www.ucsfhealth.org/conditions/rectal_cancer/diagnosis.htmlhttp://www.ucsfhealth.org/conditions/rectal_cancer/diagnosis.html