tinjauan pustaka oma ra

50
1 Tinjauan Pustaka Otitis Media Akut dan Rhinitis Alergi Nama : Mohamad Faisal NIM : 11.2013.038 Pembimbing : Dr. Wiendy , Sp.THT Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok

Upload: mohamad-faisal

Post on 15-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka OMA RA

TRANSCRIPT

OTITIS MEDIA SUPURASI KRONIK AURIKULA SINISTRA DENGAN RHINITIS ALERGI

Tinjauan Pustaka Otitis Media Akut dan Rhinitis Alergi

Nama : Mohamad FaisalNIM : 11.2013.038Pembimbing :

Dr. Wiendy , Sp.THT

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaRSUD Tarakan Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis, batas belakang aditus ad antrum ,kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas tegmen timpani, batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagin bawah disebut pars tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebu sebagai cone of light ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.

Otitis Media adalah peradangangan sebagian atas seluruh mukosa telinga tengah , tuba eustachius antrum mastoid dan sel-sel mastoid. . Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini teranggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan Fungsi tuba eustachius terganggu salah satunya disebabkan oleh adanya alergi yang sering menyebabkan sumbatan.

OMA dibagi menjadi 5 stadium yaitu, stadium oklusi, stadium presupruasi, stadium supurasi, stdium perforasi dan stadium resolusi.

II. TUJUAN

Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas kepaniteraan di bidang Telinga Hiudng dan Tenggorokan

Tujuan Khusus

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi telinga

2. Mengetahui cara mendiagnosis otitis media akut dan rhinitis alergi

3. Mengetahui etiologi dari otitis media akut dan rhinitis alergi

4. Mengetahui patofisiologi otitis media akut dan rhinitis alergi

5. Mengetahui penatalaksaan otitis media akut dan rhinitis alergi

III. MANFAATManfaat dari penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman serta menambah wawasan kepada penulis dan pembaca mengenai konsep otitis media akut, otiti eksterna dan rhinitis alergi.

BAB II

Anatomi dan Fisiologi

Telinga Telinga terdiri dari tiga bagian; telinga luar, tengah, dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut.1

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus (liang telinga), dan membrana timpani (gendang telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan elastin terbungkus kulit, yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke liang telinga. Daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dengan demikian membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

Telinga TengahTelinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Dinding lateral telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membran timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.

Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang, sementara dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator veli palatini dan tensor palatini yang masing-masing dipersarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.2

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa(membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah.1Telinga dalamTelinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti.1Fisiologi Telinga

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes). Rantai tulang ini bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan getaran dari membran timpani ke jendela oval yang menghubungkan ke telinga dalam. Tulang-tulang pendengaran itu yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi tulang yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergetar. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basilaris dan membra tektorial. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosillia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius.1

Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung, batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior).1Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), dan tepi kartilago septum.1

Gambar 2 Anatomi hidung

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebtu vibrise. Tiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior.1

Pada dinding lateral terdapat tiga buah konka, yaitu konka superior, konka media, dan konka inferior. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidnung terdapat rongga sempit yang disebut meatur. Terdapat tiga meatus, yaitu meatus inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara 6tkonka inferior dan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1

Gambar 3. Dinding lateral nasal

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela.1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung.1

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melaui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan autonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensorius dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisial mayor dan serabut saraf simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.1

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

Gambar 4. Nervus pada dinding lateral nasal

Gambar 5. Nervus pada septum nasal

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.1

Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup.1

Gambar 6. Perdarahan pada hidung

Fisiologi HidungBerdasarkan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fungsi fisiologis hidung adalah :31. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh :

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi Silia Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.4. Indra penghirup Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

OTITIS MEDIA AKUT

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.

Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini teranggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas, Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.

Patologi

Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aeroginosa. Haemophilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.

Stadium OMA

Perubahan mujosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi tas stadium:

(1) Stadium oklusi tuba Eustachius

(2) Stadium hiperemis tuba Eustachius

(3) Stadium supurasi

(4) Stadium perforasi

(5) Stadium resolusi

STADIUM OKLUSI TUBA EUSTACHIUS

Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak nomal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapay dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

STADIUM HIPEREMIS (Stadium Pre-Supurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hipremis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudt yang serosa sehingga sukar terlihat.

STADIUM SUPURASI

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial , serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan necrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedngkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali

STADIUM PERFORASIKarena beberapa sebab sperti terlambatnya pemberian antibitika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya glisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak apat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.

STADIUM RESOLUSI

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpaniBila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi. 6

DIFFERENT DIAGNOSIS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIKOMSK disebut juga otitis media kronik mukosa aktif, oto-mastoiditis kronik, dan timpanomastoiditis kronik. Bentuk berat dari OMSK dapat berupa kolesteatoma, atau komplikasi supuratif lainnya. Istilah grup non OMSK termasuk diantaranya ialah otitis media non supuratif kronik, otitis kronik media efusi (OME), otitis media kronik sekretorik, otitis media kronik seromukus, katarr telinga tengah kronik, otitis media kronik serosa, otitis media kronik mukoid, otitis media dengan efusi persisten, dan glue ear. Semua efusi persisten atau berulang pada telinga tengah ini terjadi dibalik membran timpani yang intak yang mana gejala utamanya ialah ketulian dan bukan pengeluaran sekret telinga.4,5Otitis Media Supuratif Kronik didefinisikan sebagai inflamasi kronis dari telinga tengah dan rongga mastoid, yang dicirikan dengan berulangnya pengeluaran sekret dari telinga atau otorea lewat perforasi membran timpani. Penyakit ini biasanya timbul pada masa kanak-kanak dimana terjadi perforasi spontan membran timpani yang diakibatkan infeksi akut dari telinga tengah yang dikenal sebagai otitis media akut, atau sebagai lanjutan dari bentuk ringan dari otitis media. Infeksi dapat terjadi dalam 6 tahun pertama kehidupan anak, dengan puncak sekitar usia 2 tahun. Kapan tepatnya otitis media akut dikatakan otitis media supuratif kronik masih kontroversial. Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otits media supuratif subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Beberapa sumber menuliskan bahwa kondisi kering dengan membran timpan yang tetap berlubang masih dimasukkan dalam OMSK. Definisi dari WHO sendiri hanya membutuhkan riwayat otorea selama 2 minggu, tetapi para ahli THT cenderung menetapkan durasi yang lebih lama yakni penyakit yang aktif selama lebih dari 3 bulan.1,4EtTIOLOGI

OMSK dapat pula dibedakan dari Otitis Media Akut (OMA) pada temuan bakterinya. Pada OMA, bakteri yang ditemukan di telinga tengah meliputi Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan Micrococcus catarrhalis. Bakteri-bakteri ini adalah bakteri patogen yang berpindah dari rongga nasofaring ke dalam telinga tengah lewat tuba eustachius selama infeksi saluran napas atas. Pada OMSK, bakteri dapat bersifat aerobik (mis. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. Aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, dan Klebsiella) atau anaerobik (mis. Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri yang cukup jarang ditemukan berasal dari kulit liang telinga luar, namun dapat berproliferasi pada keadaan trauma, inflamasi, laserasi, ataupun kelembaban tinggi. Bakteri-bakteri ini dapat masuk ke dalam telinga tengah lewat perforasi kronik. Dari seluruh bakteri-bakteri di atas, P. aeruginosa adalah yang secara khas paling bertanggung jawab terhadap destruksi mendalam dan progresif dari telinga tengah dan struktur mastoid oleh toksin dan enzim-enzim yang dihasilkannya.4PATOFISIOLOGI

Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007). Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.6Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007). Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid .6MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk-pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau pada orang deasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 OC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjdi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Audiometri

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang kooperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara (air conduction) melalui headphone 125, 250, 500,1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan memasang bone vibrator pada prosessus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000,4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan antara 10-1000dB (masing-masing dengan kelipatan 10), secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian. 1Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. 6Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. 6Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran: 6Normal: -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB

Tuli total: lebih dari 90 dB.

Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu:

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif

30-50 dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran yang masih

utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur (Boesoirie S, 2007).

ii) Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom

PENATALAKSANANPengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya:

Pada stadium oklusi pengobatan terutama berujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik( anak