tata letak

Upload: ramlanvan

Post on 09-Jul-2015

131 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1. Time Study Time study merupakan suatu metoda pengukuran waktu kerja yang dikembangkan oleh F. W. Taylor untuk menentukan suatu sistem kerja yang terbaik. Ada beberapa macam aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Langkah-langkah tersebut adalah : 1. Penetapan tujuan pengukuran. Hal-hal penting yang harus diketahui dan harus ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. 2. Melakukan penelitian pendahuluan. Meneliti waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan pengukuran waktu yang sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. syarat. Membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik, karena membakukan sistem kerja yang dipilih merupakan suatu hal yang Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya apabila kondisi kerja dan cara kerja belum memenuhi

6

penting baik dilihat untuk keperluan sebelumnya, pada saat-saat maupun sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku sudah didapatkan.

3. Memilih operator. Syarat-syarat yang harus dimiliki seorang operator antara lain: bekerja sama. 4. Melatih operator. Hal ini dilakukan agar operator terbiasa dengan kondisi kerja dan cara kerja yang telah ditetapkan (dibakukan), karena yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan. 5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen ini yang diukur waktunya. Beberapa alasan penguraian pekerjaan : Menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. Melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena belum tentu sama Memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku. Memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standar atau tempat Pada saat pengukuran dilakukan, operator mengerti apa saja yang harus dikerjakan. Memiliki kemampuan normal dan dapat diajak

untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya.

kerja yang bersangkutan. Selain itu ada beberapa pedoman penguraian pekerjaan, yaitu:

7

-

Urutkan pekerjaan menjadi elemen-elemennya seterperinci mungkin,

tetapi masih dapat diamati oleh indera pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang digunakan. Elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dari elemen yang lain secara elemen gerakan. harus tepat sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan. jelas. Batas-batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak terjadi keragu-raguan dalam menentukan bagaimana elemen berikutnya bermula. 6. Menyiapkan alat-alat pengukuran. Alat-alat yang digunakan adalah : Jam Henti (stop-watch) Lembaran-lembaran pengamatan Pena atau pensil Papan pengamatan

Setelah langkah-langkah diatas disiapkan secara matang, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan pengukuran waktu. Rumus yang digunakan dalam pengukuran waktu adalah : 1. Mengelompokkan data-data kedalam sub grup-sub grup. 2. Menghitung rata-rata dari harga rata-rata sub grupX =

Xk

dimana : X adalah harga rata-rata dari sub grup ke 1k adalah banyaknya sub grup yang terbentuk

3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian=

( X

i

X

N 1

)

2

dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.

8

Xi

adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran

pengamatam yang telah dilakukan (data) 4. Menghitung standar dari distribusi harga rata-rata sub grup.X = n

dimana : n adalah besarnya sub grup. 5. Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. BKA = X + Zt ( X ) BKB = X Zt ( X ) 6. Uji keseragaman data. Zt N'= 2 2 N X i (X i ) X i 2

7. Menghitung waktu siklus. Dimana : N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan. Xi adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pengamatan yang telah dilakukan (data). 8. Menghitung waktu normal. Wn = Ws x P Dimana : P adalah faktor penyesuaian. 9. Menghitung waktu baku. Wb = Wn + 1 Atau Wb = Wn + (% Kelonggaran x Wn) Dimana : - 1 adalah kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. - % kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruh. Di atas sering disebut-sebut tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu

9

penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Di atas telah dikemukakan bahwa ketidakwajaran harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal. Yang dimaksud kewajaran adalah jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha yang berlebihan sepanjang kerja, menguasai hari kerja yang telah ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Menurut Lawry Maynard dan Stegemarten ada 4 faktor yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu: keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi (bahan untuk penyesuaian). 2.2. Penyesuaian dan Kelonggaran 2.2.1. Penyesuaian Maksud dilakukannya penyesuaian adalah untuk menormalkan ketidakwajaran dalam proses sehingga kecepatan kerja dapat berakibat terlalu singkat atau terlalu cepat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p1) dan sebaliknya jika operator berpendapat bahwa bekerjanya dibawah normal maka harga p lebih kecil dari satu. Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p=1). Biasanya melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat bagaimana operator dapat bekerja apakah bekerjanya secara wajar atau tidak wajar. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar,

10

seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu

Beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian adalah: 1. Cara persentase Cara persentase yang merupakan cara yang paling awal digunakan dalam waktu penyesuaian dan besarnya faktor penyesuaian ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. 2. Cara shumard Cara shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas memiliki nilai sendiri-sendiri.Tabel 2.1. Penyesuaiaan Menurut shumard Kelas Superlast Fast + Fast Fast Excelent Good + Good Penyesuaian (Performance) 100 95 90 85 80 75 70 Kelas Good Normal Fair + Fair Fair Poor Penyesuaian (Cara kerja) 65 60 55 50 45 40

3.

Cara westinghouse

Cara westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu: keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi kerja Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab

11

lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti dikemukakan berikut ini: a. SUPER SKILL Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. Bekerja mendekati sempurna. Terlatih dengan sangat baik Gerakannya cepat karena sudah ahli. Perpindahan dari satu elemen ke elemen lainnya lancar. Secara umum pekerja tersebut dikatakan pekerja yang baik. b. EXCELENT SKILL 1. Percaya pada diri sendiri. 2. Tampak cocok dengan pekerjaannya. 3. Terlihat tTerlatih dengan baik. 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaaan. 5. Menggunakan peralatan dengan baik. 6. Bekerja berirama dan terkoordinasi. 7. Bekerjanya lumayan cepat. c. GOOD SKILL 1. 2. 3. 4. 5. d. AVERAGE SKILL 1. Gerakannya cepat tapi tidak lambat. Kwalitas hasil baik. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada

kebanyakan pekerjaan pada umumnya. Tidak memerlukan banyak pengawasan. Bekerjanya stabil. Gerakannya cepat.

12

2. keraguan. 3. 4. e.FAIR SKILL

Gerakannya

cukup

menunjukan

tiadanya

Bekerjanya cukup teliti. Tampaknya cukup terlatih

1. Tampak terlatih tapi belum cukup baik. 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. 3. Terlihat danya perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4. Tidak cocok dengan pekerjaannyaSebagian waktu terbuang karena kesalahannya d. POOR SKILL 1. pikiran 2. 3. 4. 5. 6. Gerakan-gerakannya kaku. Tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. Sering melakukan kesalahan-kesalahan. Ragu-ragu dalam melakukan gerakan. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. Tidak bisa mengkoordinasikan antara tangan dan

Secara keseluruhan tampak kelas kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih obyektif sesuai dengan kenyataan pada lingkungan yang akan diteliti. Untuk usaha atau effort cara westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang

13

ditunjukan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya: a. 1. 2. 3. EXCESSIVE EFFORT Kecepatan sangat berlebihan Usahanya Kecepatan sangat yang bersungguh-sungguh ditimbulkannya tidak tetapi dapat

membahayakan kesehatannya. dipertahankan sepanjang hari kerja. b. 1. 2. operator biasa. 3. 4. 5. 6. c. 1. 2. 3. 4. d. 1. poor effort. 2. 3. 4. 5. e. FAIR EFFORT Bekerjanya dengan stabil. Menerima saran tetapi tidak melaksanakannya. Setup dilaksanakan dengan baik. Melakukan kegiatan perencanaan Penuh perhatian pada pekerjaannya Banyak memberi saran-saran. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. Gerakan yang salah sangat jarang sekali.. GOOD EFFORT Bekerja berirama. Saat-saat menganggur sangat sedikit. Kecepatannya baik dan dapat EXCELENT EFFORT Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. Gerakan-gerakannya lebih ekonomis daripada

dipertahannkansepanjang hari. Menggunakan peralatan dengan baik. EVERAGE EFFORT Tidak sebaik good effor, tetapi lebih baik dari

14

1. 2. pekerjaannya. 3. 4. 5. 6. 7. f. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. dipakai. 8. 9. POOR EFFORT

Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukan pada Kurang sungguh-sungguh. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. Terjadi penyimpangan dari kerja baku. Terlampau hati-hati. Gerakannya tidak terencana. Banyak membuang waktu. Tidak memperlihatkan adanya minat bekerja. Tidak mau menerima saran-saran. Tampak malas dan lambat bekerja. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Tampak kerjanya tidak diatur rapih. Tidak peduli cocok/baik tidaknya peralatan yang Mengubah ubah tata letak kerja. Setup kerjanya terlihat lebih baik.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja mempunyai keterampilan rendah dengan usaha yang sungguh sungguh dan keterampilan sangat tinggi dengan usaha yang tidak/kurang sungguh-sungguh. Yang dimaksud dengan kondisi kerja (faktor manajemen) pada cara westinghosue adalah kondisi fisik lingkungannya seperti pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal, excelent, good, average, fair dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masingpekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri sendiri. Suatu kondisi dianggap good untuk

15

suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang cocok dengan untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor diatas diperlihatkan pada tabel 2.2 dan tabel 2.3. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar diberi harga.Tabel 2.2. Penyesuaian menurut Westinghouse Faktor Keterampilan Lambang Penyesuaiaan A1 0.15 A2 0.13 Excelent B1 0.11 B2 0.08 Usaha Good C1 0.06 C2 0.03 Average D 0 Fair E1 0.05 Tabel 2.3. Lanjutan Penyesuaian menurut Westinghouse Poor Usaha Excessive Excelent Good Average Fair Poor Kondisi kerja Ideal Excelently Good Average Fair Poor Perfect Excelently Good Average Fair Poor E2 F1 F2 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A B C D E F A B C D E F 0.1 0.16 0.22 0.13 0.12 0.1 0.08 0.05 0.02 0 0.04 0.08 0.12 0.17 0.06 0.04 0.02 0 0.03 0.07 0.04 0.03 0.01 0 0.02 0.04 Kelas Superskill

Konsistensi

16

4. operator. 5.

Cara Obyektif

Cara Obyektif adalah cara lagi berdasarkan tingkat kesulitan yang terjadi pada Cara Bedaux dan Sintesa

Pada dasarnya cara bedaux tidak banyak berbeda dengan cara shumard, hanya saja nilai nilanya pada cara bedaux dinyatakan dalam B (huruf pertama bedaux), misalanya 60B. Sedangkan cara sintesa dimana waktu penyelesaian setip elemen gerakan dibandingkan dengan harga yang diperolsh dari tabel data waktu gerakan. 2.2.2. Kelonggaran Dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya, padahal dalam penentuannya harus disesuaikan dan ditentukan kelonggaran terlebih dahulu sehingga dapat mencapai waktu baku yang optimal berdasarkan factor yang berpengaruh pada lingkungan yang diteliti. Kelonggaran diberikan untuk 3 hal yaitu : 1. Kebutuhan pribadi. Yang termasuk kedalamnya antara lain: minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, bercakap-cakap dengan teman kerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan atau kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan ini sangat jelas sekali terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, seseorang tidak bisa dipaksa terus menerus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja stidak ke toilet, sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fsiologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produkstifitasnya menurun. 2. Menghilangkan rasa fatique.

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas.jika fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasikan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih

17

besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan tidak dapat melakukan gerakan kerja sama. 3. Hambatan-hambatan yang tak terhindarkan.. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan . ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula hambatan yang tidak terhindarkan karena berada diluar kekuasaaan pekerja untuk mengendalikannya seperti: lepas dan sebagainya. gudang. Mengasah peralatan potong. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan dari Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat

seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang

Pada tabel 2.4 dibawah ini adalah kelonggaran yang dapat dijadikan acuan berdasarkan kondisi yang berpengaruh:Tabel 2.4. Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruh

FaktorA. Tenaga yang dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 2. Sanagt ringan 3. Ringan 4. sedang 5. Berat 6. Sangat berat 7. Luar biasa berat B. Sikap Kerja 1. Duduk 2. Berdiri diatas dua kaki 3. berdiri diatas satu kai. 4. Berbaring 5. Membungkuk C. Gerakan Kerja 1. Normal 2. Agak terbatas 3.Sulit 4. Pada badan anggota terbatas 5. seluruh anggota badan terbatas

Contoh pekerjaanBekerja dimeja, duduk Bekerja dimeja, berdir Menyekop, ringan Mencangkul Mengayun palu yang berat Memanggul beban Memanggul karung beban Ekivalen beban Tanpa beban 0.00 - 2.25 Kg 2.25 - 9.00 Kg 9.00 - 18.0 Kg 19.0 - 27.0 Kg 27.0 - 50 Kg Diatas 50 Kg

KelonggaranPria 0.0 - 6.0 6.0 - 7.5 7.5 - 12.0 12.0 - 19.0 19.0 - 30.0 30.0 - 50.0 Wanita 0.0 - 6.0 6.0 - 7.5 7.5 - 16.0 16.0 - 30.0

Bekerja duduk, ringan Baadan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan dibungkukan bertumpu pada kedua kai

0.0 - 1.0 1.0 - 2.5 2.5 - 4.0 2.5 - 4.0 4.0 - 10

Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan diatas kepala Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

0 0-5 0-5 5 - 10 5 -10

Tabel 2.5. Lanjutan kelonggaran berdasarkan faktor yang berpengaruhD. Kelelahan Mata 1. Pandangan yang terputus putus 2. Pandangan yang hampir terus menerus 3. Pandangan terus menerus fokus berubah 4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja 1. Beku 2. Rendah 3. Sedang 4. Normal 5. Tinggi 6. Sangat tinggi F. Keadaan Atmosfer 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang baik 4. Buruk G. Keadaan Lingkungan yang baik 1. Bersih sehat dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang 5 - 10 detik 3. Siklus kerja berulang 0 - 5 detik 4. Sangat bising 5. Terasa adanya getaran lantai 6. Keadaan yang luar biasa Membawa alat ukur Pekerjaan pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat pada kain, Pemeriksaaan yang sangat teliti Temperature Dibawah 0 0 - 13 13 - 22 22 - 28 28 - 38 diatas 38 Pencahayaan baik 0.00 - 6.0 6.0 - 7.5 7.5 - 12.0 12.0 - 19.0 Kelemahan normal Diatas 10 10 - 0 5-0 0 -5 5 - 40 Diatas 40 Buruk 0.0 6.0 6.0 7.5 7.5 - 16.0 16.0 30.0 Berlebihan Diatas 12 12 5 80 08 8 - 100 Diatas 100

Ruang yang berventilasi baik Ventilasi kurang baik Adanya debu beracun Adanya debu beracun diharuskan memakai alat

0 0-5 5 10 10 20

0 01 13 05 5 - 10 5 15

2.3.

System Manufacturing resource Planning (MRP II)

Pada dasarnya system MRP II merupakan suatu sistem informasi manufakturing formal dan eksplisit yang mengintegrasikan fungsi utama dalam industri manufaktur seperti: keuangan, pemasaran, dan produksi. System MRPII mencakup dan mengintegrasikan semua aspek bisnis perusahaan industri manufaktur sejak perencanaan strategic bisnis pada tingkat manajemen puncak top managemen sampai perencanaan dan pengendalian terperinci pada tingkat manajemen menengah dari supervisor, kemudian memberikan umpan balik kepada tingkatmanajerial diatasnya. Sistem MRP II dapat digambarkan secara lengkap melalui suatu diagram seperti tampak dalam gambar 2.1 yang menjelaskan gambaran singkat tentang mekanisme kerja dari sitem MRP II. Pada gambar 2.1. tampak bahwa sistem MRP II berawal dari perencanaan strategic bisnis yang terkait dengan peramalan permintaan, perencanaan keuangan dan pemasaran. Selanjutnya bagian pemasaran, keuangan dan produksi melalui suatu tim kerja sama akan mengembangkan rencana produksi dan jadwal induk produksi yang memenuhi permintaan pasar dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia dalam perusahaan itu. Tim kerja sama ini harus mempertimbangkan sumber-sumber daya keuangan, pemasaran, dan manufakturing ketika mengembangkan rencana produksi dan jadwal induk produksi. Berikutnya dilakukan perencanaan kebutuhan material (Material Requirement Planning = MRP). Kemudian perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity requirement Planning = CRP) dilakukan untuk membandingkan antara pesanan-pesanan produksi yang direncanakan dan dikeluarkan berdasarkan periode waktu, kapasitas berdasarkan periode waktu untuk mengetahui kapasitas yang tersedia itu menjadi kelebihan beban (over load) atau kekurangan beban (under load). Jika rencana kapasitas (capacity plan) dapat diterima, output dari MRP akan menjadi basis bagi pesanan produksi (production orders) untuk diteruskan ke lantai produksi dan basis bagi pesanan pembelian (Purchase Orders) untuk diterusakan ke pemasok eksternal.

Dibawah ini adalah penjelasan tentang sistem Manufakturing Resource Planning II:Manufakturing Resource Planning (MRP II)

Peramalan Permintaan

Perencanaan Strategik Bisnis

Perencanaan Keuangan dan Pemasaran

Manajemen Permintaan Pelayanan pesanan (Order service) Final asemmbly Schedule

Perencanaan Produksi

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya

Penjadwaln Produksi Induk (MPS)

Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

Rekayasa Produk dan manufakturing

Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Perencanaan Kebutuahan Kapasitas (CRP)

Pembelian

Pengendalian aktifitas

Operation Sequencing

Pengendalian dan penjadwalan pemasok

Pengendalian Input Output.

Akutansi dan Keuangan

Gambar 2.1. Sistem Manufacturing resource Planning

2.4.

Operation Process Chart (OPC) Process Chart (OPC) adalah suatu peta kerja yang

Operation

menggambarkan langkah-langkah proses pengerjaan yang akan dialami bahan, berikut pemeriksaan dari awal proses sampai produk tersebut selesai pengerjaanya.Manfaat dari pembuatan OPC yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. Untuk menentukan kebutuhan operator. Untuk mengetahui kebutuhan tiap komponen. Alat untuk menentukan tata letak fasilitas.

4. 5.

Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja. Alat untuk latihan kerja.

Lambang-lambang yang digunakan untuk membuat OPC adalah: Operasi (Operation) Operasi adalah kegiatan dimana bahan diubah bentuk dan ukurannya sesuai dengan keinginan, baik itu dari proses awal bahan baku sampai proses ke bahan jadi. Pemeriksaan (Inspection) Pemeriksaan adalah kegiatan memeriksa benda atau objek, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau membandingkan objek tertentu dengan suatu objek standar. Aktivitas Gabungan Aktivitas gabungan adalah kegiatan dimana antara proses operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dalam selang waktu yang relatif singkat yang dilakukan pada satu tempat dan waktu kerja di dalam satu prosedur proses kerja. Penyimpanan (Storage) Penyimpanan adalah seandainya benda kerja disimpan dalam waktu yang lama dan jika mau diambil kembali biasanya harus berdasarkan rekomendasi atau izin terlebih dahulu. 2.5. Master Production Schedule (MPS)

Sebelum memulai pembahasan tentang penjadwalan produksi induk (Master Poduction Scheduling = MPS) perlu dikemukakan kedua istilah tentang MPS yang digunakan secara bersamaan yaitu: 1. Penjadwalan produksi induk (Master Produksi Scheduling = MPS), dan 2, jadwal produksi induk (Master Produksi Schedule = MPS) merupakan hasil dari aktivitas penjadwalan produksi induk (Master Production Scheduling = MPS).

Pada dasarnya jadwal produksi induk (Master Production Schedule) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk bagian pengganti suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Berdasarkan uraian di atas kita mengetahui bahwa MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan tentang permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk. MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga seyogyanya bagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP (Available TO Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada pelanggan.2.5.1.

Fungsi Master Production Schedule (MPS): 1. 2. 3. 4. Menjadwalkan produksi dan order pembelian untuk item-item MPS Memberikan input dasar bagi sistem MRP Menjadi dasar bagi penentu kebutuhan sumber daya (tenaga kerja, Menjadi dasar dalam membuat janji pengiriman (Delivery

jam mesin, dan lain-lain) melalui RCCP Promises) pada konsumen. 2.5.2. Beberapa karakteristik dari Master Production Schedule (MPS): 1. 2. 3. MPS merupakan pernyataan sebagai sesuatu yang akan diproduksi MPS sebelumnya dinyatakan sebagai produk family dalam MPS merupakan suatu peramalan dengan mempertimbangkan oleh perusahaan perencanaan produksi ketersediaan material dan kapasitas back order serta tujuan dan kebijakan manajemen

4. material2.5.3.

MPS memberikan arah bagi sistem perencanaan kebutuhan

Tujuan Master Production Schedule (MPS): 1. 2. 3. Melalui target tingkat pelayanan terhadap konsumen, Efisiensi penggunaan sumber daya produksi, Mencapai target tingkat produksi.

Penjadwalan produksi di setiap perusahaan dapat berbeda berdasarkan hal ini maka terdapat tiga jenis perusahaan, yaitu: 1. Make to Stock Company Produk diramalkan direncanakan diproduksi dan disimpan terlebih dahulu sebelum perusahan menerima pesanan dari pelanggann dengan demikian lead time antara menerima pesanan dan pengirimannya cukup pendek rencana produksi di tekan sebagai laju produksi sedangkan MPS dinyatakan dalam nomor part dari item akhir yang akan diproduksi. 2. Make to Order Company Dalam perusahaan seperti ini, produksi tidak dijadwalkan sampai ada pesanan dari pelanggan sehingga lead time antara waktu menerima pesanan dan pengirimannya cukup panjang contohnya adalah pabrik pembuatan pesawat terbang. 3. Assembly to Order Company Perusahaan seperti ini membuat komponen dan sub assembly produk akhir sampai ada pesanan dari pelanggan penjadwalan dilakukan dalam dua fase, yaitu fase master scheduling untuk membuat komponen dan produk sub assembly fase assembly produk akhir merupakan tahap assembly komponen dan produk sub assembly menjadi produk akhir, contohnya adalah pabrik mobil. 2.5.4. Rancangan Pembuatan dan Manajemen Master Production Schedule : 2.5.4.1. Rancangan Master Production Schedule (MPS):

1.

Pemilihan item-item pemilihan tingkat dalam Bill of Material

(BOM) yang digambarkan dalam jadual item (meliputi komponen dan perakitan akhir), 2. 3. 4. 2.5.4.2. 1. 2. 3. Organisasi jadwal induk produksi dengan kelompok produk, Tentukan horizon perencanaan dan arahan hubungan operasional, Plih metode untuk perhitungan. Pembuatan Master Production Schedule (MPS): Dapatkan informasi untuk input peramalan back order (penerimaan Bandingakan draft awal dari MPS, Kembangkan rencana kebutuhan kapasitas kasar (RCCP) pada

pesanan) dan inventory on hand,

MPS untuk memperoleh jadwal yang layak. 2.5.4.3. Pengendalian Master Production Schedule (MPS): 1. Telusuri produksi actual dan bandingkan dengan perencanaan produksi yang ditentukan jika jumlah MPS yang direncanakan dan pengiriman ingin di capai, 2. 3. 4. Hitung ketersediaan yang ada untuk menentukan kebutuhan jika Hitung project on hand jika perencanaan produksi cukup untuk Gunakan hasil diatas untuk menetukan MPS atau kapasitas harus pesanan yang datang dapat dilaksanakan dalam periode yang spesifik, memenuhi pesanan yang akan datang, revisi atau diperbaiki. 2.5.4.4 Informasi untuk membuat Master Production Schedule (MPS): 1. 2. 3. 4. Production plan. Demand data. Inventory status. Ordering policy.

2.5.4.5. 1. 2. 3. 4. 5. 2.5.4.6. (MPS): 1. 2.

Item-Item Master Production Schedule (MPS): Jenis item tidak terlalu banyak. Kebutuhannya dapat diramalkan. Mempunyai BOM, sehingga kebutuhan komponen dapat dihitung. Dapat diperhitungkan dalam penentuan kapasitas. Menyatakan konfigurasi produk yang dapat dikirim. Istilah yang sering digunakan Master Production Schedule Time Bucket, merupakan pembagian Planning Periode yang Time Phased Plan, merupakan penyajian rencana dimana semua

digunakan dalam MPS atau MRP. (Demand, Order, Inventory) disajikan dalam time bucket. Panjang time bucket tergantung produknya (bisa bulanan atau mingguan). 3. Time Fences, Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit, kacau (Disruptive), dan mahal (cost) apabila dibuat pada saat mendekati waktu penyelesaian produk untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan bahwa perubahan-perubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum perubahan itu disetujui. MPS dapat dibagi kedalam beberapa zona waktu dengan menetapkan prosedur berbeda dengan mengatur perubahan jadwal dalam setiap zona waktu (time zone) Time Fences memisahkan zona waktu itu. Dengan demikian time fence dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat bebagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi manufakturing. Batas-batas diantara periode horizon perencanaan akan membantu penyusunan MPS dengan cara mengijinkan petunjuk yang berbeda guna mengatur modifikasi jadwal. Perubahan-perubahan terhadap MPS dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi melewati waktu tunggu kumulatif. Bagaimanpun perubahan-perubahan akan menjadi sulit dan tidak efisien apabila terjadi dalam time finces. Time finces

yang paling umum dikenal adalah Demand Time Fences (DTF) dan planning time finces (PTF), dimana DTF ditetapkan pada waktu final assembly sedangakan PTF ditetapakan pada waktu tunggu kumulatif.

Demand time finces (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planining time fince (PTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya . MPS biasanya dinyatakan sebagai firm planned orders (FPO) dalam PTF. Berdasarkan dua jenis time fence di atas didefinisikan tiga periode manajemen waktu untuk MPS, yaitu: firm (or frozen) periode, slusby period, dan free (or liquid period). dalam firm (or frozen) period, yaitu periode didalam DTF, tidak boleh ada perubahan-perubahan terhadap MPS. Apabila dibutuhkan perubahan-perubahan yang bersifat sangat darurat

(emergency changes) yang harus dibuat, penyusun MPS hanya boleh mengubah setelah memperoleh persetujuan dari manajemen puncak atau manejer manufakturing. Dalam slusby period, yaitu periode dintara DTF dan PTF, penyusun MPS hanya boleh mengubah product mix, dengan tetap memperhatikan ketersediaan dari meterial dan kapasitas. Dalam periode ini penyusunan MPS tidak dapat mengubah tingkat produksi tanpa menjamin bahwa material dan sumber-sumber daya lain dapat disesuaikan untuk mengakomodasi tingkat produksi baru. Dalam free (or liquid) period, yaitu periode diluar PTF, penyusunan MPS dapat secara bebas mengubah tingkat produksi untuk memenuhi perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam permintaan oleh bagian pemasaran.

Melewati PTF, terdapat dua fungsi yang diberikan MPS yaitu: (1) Memberikan suatu input kepada Rough Cut Capacity Planning (RCCP) sebagai dasar bagi pembuatan keputusan tentang perolehan sumber daya jangka panjang yang membutuhkan waktu tunggu panjang, serta (2) memberikan visibility yang lebih besar atas bahan baku dan komponen yang mempunyai waktu tunggu panjang (long-lead-time components and raw material), sehingga memberikan kemampuan kepada fungsi pembelian untuk berhubungan lebih erat dengan pemasok (suppliers). Panjang planning horizon adalah cumulative lead time ditambah beberapa saat untuk melihat hasilnya. MPS mempunyai 2 macam planning horizon: 1. Untuk production scheduling

Procurement

Fabrication

Assembly

Visibility 3-6 monts

Cumulative Lead Time MPS planning horizon

Gambar 2.2. Planning horizon untuk production scheduling.

2.

Untuk produk dengan long lead timePoue e tl a t m r c r mn e d i e S e i lp r oe pca up s Eup e t q i mn V i ii y i bl t s Oey a n er

MSP n i gHrz n P l nn oi o a

Gambar 2.3. Planning horizon untuk produk long lead time.

2.5.4.7. 1.

Orders Planner Order

Ada 3 jenis order dalam MPS: Adalah order yang rencananya akan dilepaskan (released) dan dibuat setelah mempertimbangkan supply-demand. 2. Firm Planned Order

Adalah order yang direncanakan akan dibuat diperusahaan ini tapi belum dilepaskan (released). 3. Orders Adalah order yang sudah dibuat dan diperintahkan untuk dibuat atau dikerjakan atau dibuatkan purchase order atau dibuatkan surat pengiriman. 2.5.4.8. Terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama dan nomor item Periode Ramalan kebutuhan Pesan konsumen yang diterima Tingkat persediaan Jumlah yang dijanjikan Jadwal yang menentukan jumlah dan waktu produksiTabel 2.6. Contoh format MPS Untuk MTSItem No Lead Time Order qty : : : Description Safety Stock DTF PTF Period Forecast A Order PAB ATP MS PO 0 1 2 3 4 : : : : 5 ... ... n

Format Master Production Schedule (MPS):

Tabel 2.7. Contoh format MPS Untuk MTOItem No Lead Time Order qty : : : Description DTF PTF Period Forecast A Order PAB ATP MS PO 0 1 2 3 4 : : : 5 ... ... n Safety Stock :

1. 2.

Actual order (pesanan konsumen) Project available balance (proyeksi persediaan/ on hand)

Merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti (Certain). Merupakan proyeksi on-hand inventory dari waktu-kewaktu selama horizon perencanaan MPS, yang menunjukan status Inventory yang diproyeksikan pada akhir dari setiap periode waktu dalam horizon perencanaan MPS. Dalam kasus ini perhitungan PAB dapat dipandang sebagai suatu perbandingan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand). Apabila PAB bernilai negatif berarti pada periode itu produksi atau penawaran (supply) tidak mampu memenuhi permintaan (demand). Sebaliknya untuk lingkungan manufakturing make to stock, kenaikan terus-menerus dalam nilai PAB menunjukkan bahwa nilai inventory dari item yang dijadwalkan itu semakain menumpuk. Berdasarkan informasi PAB, berbagai kebijaksanaan dan tindakan korektif dapat diambil untuk perbaikan terusmenerus dari proses manufakturing. PAB dinyatakan melewati PTF hanya sebagai informasi saja, sementara MPS dan ATF, tidak direncanakan melewati PTF (Planning Time Fence).3. Available

to promise (jumlah yang bisa dijanjikan)

Merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran untuk mampu memberikan jawaban yang tepat pernyataan pelanggan tentang: kapan anda dapat mengirimkan item yang telah dipesan itu ?. Nilai ATP memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan. ATP dapat juga dihitung secara kumulatif untuk memberikan informasi tentang Cumulative ATF pada waktu periode tertentu. ATP = on hand actual order total 4. Master schedule (jadwal produksi) Berupa keputusan tentang kuantitas yang akan diproduksi dan saat diproduksi itu memasuki stock. Ditentukan dengan memperlihatkan ketersediaan material dan kapasitas. Total dari master schedule untuk setiap

individual part harus sama dengan total yang dinyatakan dalam rencana produksi. 5. Planned Order Dihitung apabila PAB minus, perhitungan kebutuhan tergantung pada periode net requirement. PO = F + SS PABt-1 Rumus-rumus yang digunakan dalam penentuan jadwal induk produksi: o Project Available Ballance (PAB) Pada daerah DTF PABt = PABt-1 + MSt - AOt Pada daerah PTF PABt = PABt-1 + MSt Max(AOt,Ft) Pada daerah setelah PTF PABt = PABt-1 + MSt - Ft o Available To Promise (ATP) ATPt = PABnow + MSt - AOsebelum ada MS berikutnya Pada perioda selanjutnya ATPt = MSt - AOsebelum ada MS berikutnya Pada perioda 1

2.6.

Perencanaan Produksi (Production Planning) 2.6.1. Konsep Dasar Manajemen Permintaan Pada dasarnya manajemen permintaan didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun jadwal induk mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu. Dalam manajemen permintaan dikenal dua sumber utama yang berkaitan dengan informasi permintaan produk yaitu: 1. Ramalan terhadap produk (independent demand) yang bersifat tidak pasti (uncertain).

2. demand).

Pesanan-pesanan (orders) yang bersifat pasti (dependent

Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan terhadap material, parts, atau produk yang terkait langsung dengan atau diturunkan dari struktur bill of material untuk produk akhir atau untuk item tertentu. Permintaan untuk material, parts atau produk yang diturukan dari bill of material tidak boleh diramalkan tetapi harus dihitung. Sebagai contoh kita akan memproduksi 100 mobil maka ban yang dibutuhkan untuk mobil tersebut adalah 100 mobil x 5 ban termasuk cadangan = 500 buah ban. Perencanaan produksi merupakan bagian dari rencana strategis perusahaan dan dibuat secara harmonis dengan rencana bisnis (business planning). Perencanaan produksi dapat diartikan menentukan tingkat atau rate produksi pabrik yang dinyatakan secara agregate. Dan tujuannya adalah: 1. 2. 3. 4. produksi. Karakter dari perencanaan produksi biasanya tidak rinci, rencana dibuat untuk familly atau kelompok produk. Dan satuan yang digunakan dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, seperti ton, gallon, waktu produksi standar, satuan uang, dan lain-lain. Namun, hal ini juga tergantung pada tipe bisnis apakah make to order atau make to stok. Pada dasarnya perencanaan produksi dapat dikemukakan melalui empat langkah utama , sebagai berikut: Memproduksi sesuai demand. Memproduksi pada kegiatan konstan. Menentukan kebutuhan sumber daya yang

meliputi: tenaga kerja, material, fasilitas, peralatan dan modal. Menjadi langkah awal bagi seluruh kegiatan

1.

Mengumpulkan

data

yang

relevan

dengan

perencanaan produksi, beberapa informasi yang dibutuhkan adalah jumlah permintaan yang bersifat pasti atsu tidak pasti (diramalkan) selama periode tertentu, selanjutnya adalah backlog (pesanan yang telah diterima pada waktu lalunamun belum dikirim) 2. informasi yang teratur. 3. 4. Menentukan kapasbilitas produksi, berkaitan dengan sumber-sumber daya yang ada. Melakukan partnership meeting yang dihadiri oleh pihak yang bersangkutan. Untuk rencana produksi harus mengacu pada permintaan total, sehingga formula umum untuk rencana produksi adalah: Rencana Produksi = (Permintaan Total Inventory awal) + Inventoru Akhir Untuk mentrasformasikan antara rencana produksi bulanan ke rencana produksi harian menggunakan formula:Rencana Produksi Harian = Rencana Produksi Bulanan Jumlah hari kerja dalam bulan itu

Mengembangkan data yang relevan itu menjadi

Terdapat perbedaan antara sitem MRP II dan JIT, dimana sistem MRPII menetapkan rencana produksi bulanan, mingguan dan Just in time menetapkan rencana produksi harian atau jam. Dalam menghadapi demand yang berfluktuasi, strategi yang digunakan untuk perencanaan produksi meliputi: 1. Produksi bervariasi mengikuti tingkat demand yang terjadi, yaitu: a. b. a. Dengan menambah atau mengurangi tenaga kerja, atau mengubah Dengan melakukan lembur atau mengurangi jumlah tenaga kerja. Dengan menumpuk jumlah tenaga kerja, tetapi melakukan lembur jumlah shift. 2. Produksi pada tingkat konstan, yaitu: atau mengurangi jumlah tenaga kerja.

b. a.

Dengan menambah atau mengurangi sub-kontrak.

3. Kombinasi strategi-strategi diatas. Metode transportasi. - Metode transportasi least cost

Tabel 2.8.Tabel Kapasitas untuk transportasi Periode . Total Demand .. Reguler Time .. . Over Time . .. Sub Contrak .. .

Tabel 2.9.Tabel Perhitungan untuk transportasiPeriode 1 RT OT SC Demand 1 2 Periode 3 4 Capacity

Tabel 2.10. Tabel Summary Period e . Total Demand .. Reguler Time .. Over Time .. .. Sub Contrak . Total Supply . End Inv ..

Ongkos-ongkos yang digunakan dalam perencanaan Produksi: 1. Ongkos penambahan tenaga kerja (Hirring). 2. Ongkos pengurangan tenaga kerja (Lay Off). 3. Ongkos lembur dan pengurangan waktu kerja. 4. Ongkos persediaan dan kekurangan persediaan. 5. Ongkos subkontrak. Rumus-rumus yang digunakan dalam perencanaan produksi: a b c Rencana Produksi Kebutuhan Jam Orang Kebutuhan Tenaga Kerja = demand + INVakhir INV awal = Rencana Produksi x Waktu Baku =KebutuhanJ amKerja Hari kerja Jam kerja

d e f g h i j

Jam Kerja RMH Regular Time Inventory Akhir Tenaga Kerja diperlukan Total Supply Ending Inventoryt 1

=

Demand Waktu Baku Harikerja Jam KerjaRMH Jam Orang/unitt 1

= TK HK t JK = Kebutuhan

= UPRT Demand + Inventory =Kebutuhan Jam Orang HK t JK/hari

= UPRT + UPOT + UPCS =

TotalSuppl y Demand + Inventory

Tujuan dari perencanaan produksi adalah: 1. Mengatur strategi produk a b a b c d e Memproduksi sesuai demand. Memproduksi pada tingkat konstan. Tenaga kerja. Material. Fasilitas. Peralatan. Modal.

2. Menentukan kebutuhan sumber daya, meliputi:

3. Menjadi langkah awal bagi seluruh kegiatan produksi. Dalam memproduksi tentu adakalanya demand-nya tidak menentu maka strategi untuk menghadapi demand yang tidak menentu atau berpola musiman dapat digunakan beberapa strategi, yaitu:

2.7.

Perencanaan Kapasitas2.7.1.

Permasalahan Perusahaan secara umum tentang kapasitas

Ketika perusahaan BATA membangun pabrik untuk memproduksi sepatu, para manajernya mempunyai berbagai gagasan tentang jumlah pasang sepatu yang akan dihasilkan pabrik tersebut. Ketika perusahaan ASTRA membangun pabrik perakitan mobil manajernya mempunyai perkiraan tertentu mengenai jumlah mobil yang akan diproduksi. Sebuah rumah sakit dibangun atas dasar jumlah tempat tidur yang terbatas dan pendaftaran sekolah dibatasi oleh jumlah dan ukuran ruang kelas. Fasilitas - fasilitas ini dibangun dengan suatu ukuran atau mempunyai kapasitas tertentu. Penentuan dan perumusan kapasitas organisasi tergantung pada pengertian (definisi) kapasitas itu sendiri dan peralatan peralatan dengan mana para manajer pabrik mengelola kapasitas. Kegiatan penentuan dan pembaharuan kebutuhan-kebutuhan kapasitas ini disebut perencanaan kapasitas Kapasitas suatu fasilitas adalah konsep mendua tidak seperti kapasitas satu botol bir yang berisi satu liter bir dan tidak lebih dalam keadaan apapun juga. Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran suatu kapasitas keluaran dalam periode tertentu, dan merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu. Suatu kapasitas organisasi merupakan konsep dinamik yang dapat diubah dan dikelola. Untuk berbagai keperluan, kapasitas dapat disesuaikan dengan tingkat penjualan yang sedang berfluktuasi yang dicerminkan dalam jadwal produksi induk (master production schedule). Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan tingkat kapasitas yang diperlukan untuk melakukan jadwal produksi, dibandingkan kapasitas yang tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian yang diperlukan terhadap tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Jika terjadi kekurangan kapasitas, hasilnya berupa kekurangan pencapaiaan target produksi, pengiriman produk ke konsumen terlambat dan kehilangan kepercayaan sistem manajemen, sebaliknya jika kapasitas berlebihan dapat mengakibatkan utilisasi sumber rendah, operasi pabrik tidak efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin keuntungan. Hubungan antara kapasitas dengan jadwal induk adalah sangat penting, karena jadwal induk produksi mencerminkan apa yang akan diproduksi organisasi (tidak

perlu apa yang akan dijual), kemampuan untuk memenuhi rencana ini tergantung pada kapasitas yang tersedia sekarang atau dalam jangka pendek diwaktu mendatang atau tergantung pada kemampuannya untuk memperluas kapasitas ini dalam jangka lebih panjang, dan seperti telah kita ketahui jadwal yang realistik menjadi kunci keberhasilan operasi organisasi yang mengakibatkan seluruh sumber daya terikat untuk memuaskan kebutuhan kuantitasnya dan komitmen hari pengiriman. Dalam konteks ini, kapasitas juga berarti: jumlah masukan sumber daya-sumber daya yang tersedia relatif untuk kebutuhan keluaran pada waktu tertentu. Dalam perencanaan kapasitas, waktu adalah sangat penting. Waktu dapat menimbulkan masalah lain dalam konsep kapasitas. Seorang manajer yang membicarakan tentang kapasitas akan membicarakan kuantitas keluaran dalam periode waktu tertentu, tetapi berapa lama ?. Setiap perusahaan akan berbeda-beda dalam menentukan seberapa lama tingkat keluaran yang harus dicapai. Sebagai contoh: bila kita mengatakan bahwa suatu pabrik mempunyai kapasitas X unit, kita tidak mengetahui apakah dicapai dalam satu hari atau dalam enam bulan. Untuk mengindari masalah ini: konsep tingkat pengoperasian terbaik (best operating level) perlu digunakan. Ini merupakan tingkat kapasitas untuk mana proses dirancang dan merupakan volume keluaran dimana biaya rata-rata per unit adalah minimum, seperti ditunjukan dalam gambar berikut ini:Biaya rata-rata perunit keluaran Tingkat pengoperasian terbaik Volume Produksi

Gambar 2.4. Tingkat pengoperasian terbaik

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kapasitas ini mempunyai berbagai pengertian atau definisi yaitu:

1. 2.

Design capacity, yaitu tingkat keluaran persatuan waktu untuk Rated capacity, yaitu tingkat keluaran per satuan waktu yang

mana pabrik dirancang. menunjukan bahwa fasilitas secara teoritik mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. (Biasanya lebih besar daripada design capcity karena perbaikan-perbaikan periodik dilakukan terhadap mesin mesin atau prosesproses. 3. Standard capacity, yaitu tingkat keluaran persatuan waktu yang ditetapkan sebagai sasaran pengoperasian bagi manajemen, suvervisi dan para operator mesin; dapat digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran. Kapasitas standar adalah sama dengan rated capacity dikurangi cadangan keperluan pribadi, tingkat sisa standar, berhenti untuk pemeliharaan standar, cadangan untuk pengawasan kualitas standar, dan sebagainya. 4. Actual dan Operating capacity, yaitu tingkat keluaran rata-rata persatuan waktu selama periode-periode waktu yang telah lewat. Ini adalah kapasitas standar cadangan-cadangan, penundaan, tingkat sisa nyata, dan sebagainya. 5. Peak capacity, yaitu jumlah keluaran per satuan waktu (mungkin lebih rendah daripada rated, tetapi lebih besar daripada standar) yang dapat dicapai melalui maksimasi keluaran, dan akan mungkin dilakukan dengan kerja lembur, penambahan tenaga kerja, menghapuskan penundaanpenundaan, mengurangi jam istirahat, dan sebagainya. Kapasitas atau tingkat keluaran ini pada umumnya dinyatakan dalam satuansatuan sebutan persamaan, seperti batang, ton, kilogram, meter, atau jam kerja yang tersedia, sedangkan satuan-satuan waktu yang sangat penting bagi perencanaan kapasitas dapat dinyatakan dalam satuan, seperti jam, hari, minggu, atau bulan. Dalam praktek diantara pengertian-pengertian kapasitas diatas: perusahaan biasanya menggunakan tingkat kapasitas nyata atau kapasitas pengoperasian yang ditentukan dari laporan-laporan atau catatan-catatan pusat kerja. Bila informasi ini tidak tersedia, rated capacity digunakan dan dapat diperkirakan dengan rumusan:

Rated capacity =

Jumlah mesin

Jam kerja mesin

Presentase penggunaan

Efesiensi sistem

Sebagai contoh, suatu pusat kerja beroperasi 6 hari dalam seminggu dengan basis dua shift (8 jam per shift) dan mempunyai empat mesin dengan kemampuan yang sama. Bila mesin-mesin digunakan 750% dari waktu pada tingkat efesiensi sistem sebesar 90%, tingkat keluaran dalam jam kerja standar perminggu dapat dihitung sebagai berikut: Rated capacity = (4) (8 x 6 x 2) (0.75) (0.90) = 259 jam kerja standar / minggu. Kapasitas yang dinyatakan sebagai suatu rate tersebut (misal, jam standar per minggu) dipengaruhi oleh berbagai faktor; baik tenaga kerja, fasilitas, alternatif urutan pengerjaan, pemeliharaan preventif, dan sebagainya, maupun faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan, seperti kerusakan mesin, tingkat absensi, kekurangan bahan, pengerjaan kembali dan sisa produksi, prestasi kerja, dan masalah peralatan yang tidak biasa. Manajemen operasi yang menekankan pentingnya dimensi waktu kapasitas. Dari sudut pandang ini, kapasitas pada umumnya dibedakan antara perencanaan kapasitas jangka pendek, perencanaan kapasitas jangka menengah, perencanaan kapasitas jangka panjang. Secara lebih terperinci pembedaan perencanaan kapasitas atas dasar lama waktu dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan kapasitas jangka panjang (long range) yang lebih dari satu tahun. Dimana sumber daya - sumber daya produktif memakan waktu yang lama untuk memperoleh atau menyelesaikannya, seperti bangunan, peralatan, atau fasilitas. Perencanaan kapasitas jangka panjang memerlukan partisipasi dan persetujuan dari manajemen puncak. 2. Perencanaan kapasitas jangka menengah yang dalam rencanarencananya dalam bulanan atau kuartalan untuk 6 sampai 18 bulan yang

akan datang. Dalam hal ini, kapasitas dapat bervariasi karena alternatifalternatif seperti penarikan tenaga kerja, pemutusan kerja, peralatan baru, sub contracting dan pembelian peralatan bukan utama. 3. Perencanaan kapasitas jangka pendek yang kurang dari satu bulan. Ini dikaitkan pada proses penjadwalan harian atau mingguan dan menyangkut pembuatan penyesuaiaan untuk menghapuskan variance antara keluaran yang direncanakan dan keluaran nyata. Keputusan perencanaan mencakup alternatif-alternatif seperti kerja lembur, pemindahan personalia, pengantian routing produksi Bagi perusahaan biasanya adalah tidak ekonomik untuk menambah atau mengurangi tenaga kerja dengan naik turunya penjualan. Ini bukan berarti bahwa jumlah karyawan adalah sumber daya kapasitas yang tetap, tetapi penyesuaianpenyesuaian besar (substansial) dapat dibuat tanpa harus menarik lebih banyak orang dan kemudian memutuskan hubungan kerja dengan mereka. Sebagai contoh, anggap bahwa suatu perusahaan untuk memproduksi produk A memerlukan karyawan yang bekerja normal 5 hari kerja selama 40 jam dengan jumlah sebagai berikut: Juni 300 Juli .400 Agustus .600 September .450 Oktober .400 Beban kerja dalam bulan Agustus adalah dua kali lipat bulan juni. Bagaimanapun juga, jumlah orang yang dibutuhkan adalah dalam artian karyawan ekuivalen yang bekerja 40 jam satu minggu. Tetapi jumlah jam per minggunya dapat diubah dan kelebihan jumlah kerja dapat disub kontrakan atau dengan penimbunan persediaan. Berikut ini merupakan sebuah rencana feasible bagi jam kerja pabrik untuk memenuhi kebutuhan penjualan dengan menggunakan tenaga kerja konstan:

Tabel 2.11. Rencana feasible kerja pabrik Bulan Juni Juli Agustus September oktober 350 350 350 350 350 Jumlah jam per minggu 34 46 58 51 46 Karyawan ekuivalen yang dikontrak dari luar 92 -

Pengguanaan kerja lembur, sub kontrak dari luar, atau penimbunan persediaan merupakan keputusan-keputusan manajerial dan tergantung pada biaya relatif masing-masing alternatif. Khusus tentang kerja lembur yang direncanakan untuk menghadapi periode penjualan puncak mempunyai berbagai kebaikan dan kelemahan. Kebaikan kerja lembur adalah menaikan upah karyawan sehingga akan membuat para karyawan lebih senang. Kerja lembur meminimumkan kebutuhan penarikan lebih banyak karyawan dan kemudian memberhentikan mereka. Perubahan jumlah karyawan, naik atau turun. Biasanya menghasilkan produktivitas rendah, disamping itu kadang-kadang perusahaan tidak dapat memperoleh cukup orang dengan keterampilan yang disyaratkan. Kerja lembur bukannya tanpa masalah, salah satu masalah adalah bahwa pendapatan karyawan berfluktuasi karena kerja lembur tidak dapat dilaksanakan secara teratur dan terus menerus. Masalah lain adalah turunya produktivitas bila pekerjaan tidak didasarkan kecepatan mesin atau kecepatan tetap ban berjalan (conveyor) dan bila produksi menurun selama kerja lembur, biaya-biaya tenaga kerja selama jam-jam tersebut menjadi penghalang. 2.7.2. Penentuan Kebutuhan Kapasitas

Pada dasarnya penentuan jumlah unit kapasitas (misal, jam kerja karyawan atau mesin) yang diperlukan selama periode waktu tertentu dibuat melalui perhitungan rasio permintaan terhadap kapasitas satu unit sumber daya. Jadi, bila 500 jam kerja karyawan dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama satu bulan dan

seorang karyawan bekerja 160jam perbulan, maka diperlukan karyawan 3125 karyawan. Dalam praktek, bagaimanapun juga, sejumlah faktor-faktor tambahan harus dipertimbangkan dalam penentuan kebutuhan kapasitas ini. Jumlah total jam sumber daya standar yang dibutuhkan utuk memenuhi permintaan akan X produk dengan Ni setiap jenis produk adalah sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan dan memproduksi setiap unit ditambah waktu untuk mempersiapkan setiap kumpulan, atau: X Hstd = [ Oi(Ti + Si) + Bi.Ni ] i =1 dimana, Hstd Oi Ti Si Bi Ni X = Jumlah total sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan = Jumlah unit keluaran X yang diperlukan = waktu pengoperasian standar per unit X = waktu persiapan standar per unit keluaran X = waktu standar untuk mempersiapkan sekumpulan X = Jumlah kumpulan X yang diperlukan = Jumlah jenis produk

Jumlah sumber daya nyata yang dibutuhkan adalah jam sumber daya standar dibagi efisien dan produktivitas atau: Hact = dimana, Hact Eo Pw Em = Jam sumber daya nyata yang dibutuhkan = Efisiensi Organisasional = Produktivitas operator = Efisiensi mesin, faktor pemeliharaan, faktor mesin rusakH std E o.Pw m .E

Jumlah unit sumber daya yang diperlukan (peralatan, mesin, atau karyawan) adalah sama dengan jam sumber daya nyata yang dibutuhkan dibagi jumlah jam yang tersedia per unit sumber daya. Nr = dimana, Nr Havl = Jumlah unit sumber daya yang dibutuhkan (peralatan, mesin, atau karyawan) = Jumlah jam yang tersedia per unit sumber daya selama periode waktu tertentu. Contoh persoalan: Suatu perusahaan menghadapi permintaan produknya sebesar 200 unit. Ada 22 hari kerja per bulan. Waktu pengoperasian standar per unit sebesar 8 jam, dan ini memerlukan waktu setengah jam untuk persiapan setiap unit 200 Unit produk akan diproses dalam 10 kumpulan. Pada akhir setiap kumpulan, mesin harus diuji dan disesuaikan kembali sebelum kumpulan berikutnya diproses: waktu penyiapan ini memerlukan 4 jam. Efisiensi organisasional diperkirakan 950 %, dari mesin-mesin beroperasi dengan efisiensi dengan efisiensi 90%, ini berarti selama mesin dioperasikan dengan kecepatan wajar, diperlukan waktu penundaan untuk pemeliharaan selama 480 menit perhari. Mesin-mesin dijalankan 8 jam per hari dan para operator mesin bekerja sesuai dengan standar (1.00). Berapa jumlah mesin yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan bulanan. PenyelesaianX Hstd = [ Oi(Ti + Si) + Bi.Ni] i=1H H act avl

Hanya ada 1 produk, sehingga x = 1 dan Hstd Hact = 200 ( 8 + 0,5 ) + 4 ( 10 ) = 1740 Jam standar =H std E .P .E o w m

=

1740 0,95(1,0)0 ,90

= 2035 ,1 jam

nyata

Nr

=

H

act

H avl

=

2 3 ,1 05 2 (8 2 )

=1 ,5 1 6

m esin

2.8. Rough Cut Capasity Planning (RCCP) Rough Cut Capasity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menempatkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang

diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan RCCP, dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi dimasa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan MPS kedalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource Requirements Planning = RCCP) kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberapa hal seperti: RCCP di disagregasikan kedalam level item atau SKU (Stockeeiping Unit), RCCP didisagregasikan berdasarkan periode

waktu harian atau mingguan dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melakukan RCCP yaitu: 1. 2. 3. 4. RCCP. RCCP adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource Requirements Planning = RCCP) kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberapa hal seperti: RCCP di disagregasikan kedalam level item atau SKU (Stockeeiping Unit), RCCP didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melakukan RCCP yaitu: 1. 2. 3. 4. RCCP. Dalam perencanaan kebutuhan kapasitas kasar (RCCP) dapat dilakukan dengan tiga teknik RCCP yaitu: 1. Pendekatan Total Faktor (Capacity Planning Using Overal Factor Approach = CPOF). Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu Menentukan Bill Of Resources. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu Menentukan Bill Of Resources. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan

(lead times).

(lead times).

2. BOLA). 3.

Pendekatan Daftar Tenaga Kerja (Bill Of Labour Approach = Pendekatan Profil Sumber ( Resource Profile Approach).

2.8.1. Pendekatan Total Faktor (Capacity Planning Using Overal Factor Approach = CPOF) CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF mengkalikan waktu total tiap familly terhadap jumlah MPS untuk memperoleh waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu penggunanaan masing-masing sumber dengan mengkalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber. Langkah pembuatan CPOF: 1. Hitung proporsi waktu untuk tiap departemenProporsi waktu = waktu masing - masing departemen waktu tota l

2. Hitung kebutuhan kapasitas total Kapasitas total = Waktu total operasi x MPS untuk masing masing periode 3. Hitung kapasitas untuk masing masing departemen Kapasitas = kebutuhan kapasitas total x proporsi masing-masing departemen 2.8.2. Pendekatan Daftar Tenaga Kerja (Bill Of Labour Approach = BOLA). Sedangkan BOLA adalah jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengkalikan waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk MPS. CPOF dan BOLA mempertimbangkan lead time. Kedua pendekatan ini mengasumsikan bahwa seluruh komponen dibuat bersamaan dengan perakitan. Langkah pembuatan BOLA 1. Pembuatan MPS a. Untuk pembuatan MPS dilakukan pada masing-masing departemen

Tabel 2.12. Jadwal induk untuk produksi dua produk Bulan Produk Produk 1 Produk 2 M1 b11 b21 M2 b12 b22

2. Waktu total pembuatan produk diperoleh dari daftar tenaga kerja (BOLA)Tabel 2.13. Daftar tenaga kerja Produk Stasiun kerja Stasiun kerja 1 Stasiun kerja 2 P1 a11 a21 P2 a12 a22

3. Hitung kapasitas untuk tiap departemen. Maka perencanaan kebutuhan kapasitas kasar (RCCP)Tabel 2.14.

perencanaan kebutuhan kapasitas kasarBulan M1 c11 c21 M2 c12 c22

Stasiun kerja Stasiun kerja 1 Stasiun kerja 2

Perhitungan kapasitas: c11 = a11 . b11 + a12 . b21 c12 = a11 . b12 + a12 . b22 c21 = a21 . b11 + a22 . b21 c22 = a21 . b12 + a22 . b22 2.8.3. Pendekatan Profil Sumber ( Resource Profile Approach). RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP). Langkah pembuatan Pendekatan profil sumber (RPA): 1. Lakukan pembuatan MPS Untuk produksi dua produk jadwal induk (MPS)Tabel 2.15. Jadwal induk untuk produksi dua produk Bulan Produk Produk 1 M1 b11 M2 b12 M2 b13

Produk 2

b21

b22

b23

2. Profil sumberTabel 2.16. Profil sumber Sisa waktu Produk Produk 1 Produk 2 2 a112 b212 2 b11 b21 1 a111 a211 1 b12 b22 0 a110 a210 0 b13 b23

Melakukan perhitungan pada Stasiun kerjaP1 P2 Tabel 2.17.

3. Membuat perencanaan kebutuhan kapasitas kasar perencanaan kebutuhan kapasitas kasarM1 a112 b212 M2 a111 a211 M3 a110 a210 Bulan Stasiun kerja SK 1 SK 2

Contoh Perhitungan: c11 = a11 . b11 + a111 . b12 + a112 . b13 + a210 . b21 + a211 . b22 + a212 . b23 c12 = a110 . b12 + a111 . b13 + a210 . b22 + a211 . b23 c13 = a110 . b13 + a210 . b23 c21 = a120 . b11 + a121 . b12 + a112 . b13 + a220 . b21 + a221 . b22 + a222 . b23 c22 = a120 . b12 + a121 . b13 + a220 . b22 + a221. b23 c23 = a120 . b13 + a220 . b23 Untuk mengetahui yang dibutuhkan stasiun kerja untuk produk 1 pada bulan M1 yaitu dengan mengkalikan jumlah permintaan bulan M1 dengan waktu yang diperlukan stasiun kerja SK 1 pada bulan batas penyerahan, jumlah permintaan untuk bulan M2 dengan yang diperlukan stasiun kerja SK 1 satu bulan sebelum batas penyerahan dan jumlah permintaan M3 dengan waktu yang diperlukan stasiun kerja SK 1 dua bulan sebelum batas penyerahan. Proses diulang untuk produk selanjutnya Keterangan: aik = waktu produksi produk k di stasiun kerja i

n bkj Ci

= jumlah produk = jumlah produk k (MPS) pada periode j. = kapasitas yang dihasilkan

Karena memproduksi waktu produk lebih dari satu maka formula kebutuhan kapasitas stasiun kerja k pada periode j adalah:a ik .

bkj

untuk semua i,j

2.9. Metode Pengukuran Kapasitas 1. Theoritical capacity ( synonym: maximum capacity, design capacity) Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti tiga shift perhari, tujuh hari perminggu, tidak ada down time mesin dan lain-lain. Dengan demikian theoritical capacity diukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau istirahat, down time mesin atau alasan lainnya. Sebagai contoh jika suatu pusat kerja mempunyai 4 mesin dan dijadwalkan untuk beroperasi dalam satu shift selama 8 jam, perode 5 hari per minggu, maka kapasitas teoritis 4 x 8 x 5 = 160 jam kerja / minggu. Jam kerja ini selanjutnya dapat diterjemahkan kedalam unit produksi dengan menggunakan jam kerja standar. 2. Demonstrated capacity ( synonym: actual capacity, effective capacity) Merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja dimasa lalu, yang biasnya diukur dengan menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. Sebagai contoh: jika suatu pusat kerja menghasilkan ratarata 650 unit per periode kerja, sedangkan jam kerja standar adalah 0.2 jam per unit produk maka demonstrated capacity dihitung sebagai 650 unit / periode x 0.2 jam standar / unit = 130 jam standar / periode. 3. Rated capacity (synonym: calculated capacity, Nominal capacity) Diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas yang telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui pengadaan waktu kerja yang tersedia dengan faktor utilisai dan efesiensi.