tak ‘kan lagi aku membujukmu · 2017. 9. 20. · tapi ingatlah, sekali lagi jika logam itu memang...

25
PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA Karya: WS. RENDRA Sitti, kini aku makin ngerti keadaanmu Tak ‘kan lagi aku membujukmu untuk nikah padaku dan lari dari lelaki yang miaramu Nasibmu sudah lumayan Dari babu dari selir kepala jawatan Apalagi? Nikah padaku merusak keberuntungan Masa depanku terang repot Sebagai copet nasibku untung-untungan Ini bukan ngesah Tapi aku memang bukan bapak yang baik untuk bayi yang lagi kau kandung Cintamu padaku tak pernah kusangsikan Tapi cinta cuma nomor dua Nomor satu carilah keslametan Hati kita mesti ikhlas berjuang untuk masa depan anakmu Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu Kuraslah hartanya Supaya hidupmu nanti sentosa Sebagai kepala jawatan lelakimu normal suka disogok dan suka korupsi Bila ia ganti kau tipu itu sudah jamaknya Maling menipu maling itu biasa Lagi pula di masyarakat maling kehormatan cuma gincu

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACARNYA –

    Karya: WS. RENDRA

    Sitti,

    kini aku makin ngerti keadaanmu

    Tak ‘kan lagi aku membujukmu

    untuk nikah padaku

    dan lari dari lelaki yang miaramu

    Nasibmu sudah lumayan

    Dari babu dari selir kepala jawatan

    Apalagi?

    Nikah padaku merusak keberuntungan

    Masa depanku terang repot

    Sebagai copet nasibku untung-untungan

    Ini bukan ngesah

    Tapi aku memang bukan bapak yang baik

    untuk bayi yang lagi kau kandung

    Cintamu padaku tak pernah kusangsikan

    Tapi cinta cuma nomor dua

    Nomor satu carilah keslametan

    Hati kita mesti ikhlas

    berjuang untuk masa depan anakmu

    Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu

    Kuraslah hartanya

    Supaya hidupmu nanti sentosa

    Sebagai kepala jawatan lelakimu normal

    suka disogok dan suka korupsi

    Bila ia ganti kau tipu

    itu sudah jamaknya

    Maling menipu maling itu biasa

    Lagi pula

    di masyarakat maling kehormatan cuma gincu

  • Yang utama kelicinan

    Nomor dua keberanian

    Nomor tiga keuletan

    Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta

    Inilah ilmu hidup masyarakat maling

    Jadi janganlah ragu-ragu

    Rakyat kecil tak bisa ngalah melulu

    Usahakan selalu menanjak kedudukanmu

    Usahakan kenal satu menteri

    dan usahakan jadi selirnya

    Sambil jadi selir menteri

    tetaplah jadi selir lelaki yang lama

    Kalau ia menolak kau rangkap

    sebagaimana ia telah merangkapmu dengan isterinya

    itu berarti ia tak tahu diri

    Lalu depak saja dia

    Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan

    asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya

    Ini selalu menarik seorang menteri

    Ngomongmu ngawur tak jadi apa

    asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan

    Kerna begitulah cermin seorang menteri

    Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti

    Siang malam jagalah ia

    Kemungkinan besar dia lelaki

    Ajarlah berkelahi

    dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang

    Jangan boleh menilai orang dari wataknya

    Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan

    Kawan bisa baik sementara

    Sedang lawan selamanya jahat nilainya

    Ia harus diganyang sampai sirna

  • Inilah hakikat ilmu selamat

    Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi

    Jangan boleh ia nanti jadi propesor atau guru

    itu celaka, uangnya tak ada

    Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara

    supaya tak usah beli beras

    kerna dapat dari negara

    Dan dengan pakaian seragam

    dinas atau tak dinas

    haknya selalu utama

    Bila ia nanti fasih merayu seperti kamu

    dan wataknya licik seperti saya–nah!

    Ini kombinasi sempurna

    Artinya ia berbakat masuk politik

    Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen

    Atau bahkan jadi menteri

    Paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta

    Jakarta, 1972.

  • Dari Ibu Seorang Demonstran

    Karya: Taufiq Ismail

    “Ibu telah merelakan kalian

    Untuk berangkat demonstrasi

    Karena kalian pergi menyempurnakan

    Kemerdekaan negeri ini”

    Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada

    Atau gas airmata

    Tapi langsung peluru tajam

    Tapi itulah yang dihadapi

    Ayah kalian almarhum

    Delapan belas tahun yang lalu

    Pergilah pergi, setiap pagi

    Setelah dahi dan pipi kalian

    Ibu ciumi

    Mungkin ini pelukan penghabisan

    (Ibu itu menyeka sudut matanya)

    Tapi ingatlah, sekali lagi

    Jika logam itu memang memuat nama kalian

    (Ibu itu tersedu sedan)

    Ibu relakan

    Tapi jangan di saat terakhir

    Kau teriakkan kebencian

    Atau dendam kesumat

    Pada seseorang

    Walapun betapa zalimnya

    Orang itu

  • Niatkanlah menegakkan kalimah Allah

    Di atas bumi kita ini

    Sebelum kalian melangkah setiap pagi

    Sunyi dari dendam dan kebencian

    Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan

    Serta rasul kita yang tercinta

    pergilah pergi

    Iwan, Ida dan Hadi

    Pergilah pergi

    Pagi ini

    (Mereka telah berpamitan dengan ibu dicinta

    Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka

    Dan berangkatlah mereka bertiga

    Tanpa menoleh lagi, tanpa kata-kata)

    1966

  • Sajak Anak Muda

    Karya: W.S Rendra

    Kita adalah angkatan gagap

    yang diperanakkan oleh angkatan takabur.

    Kita kurang pendidikan resmi

    di dalam hal keadilan,

    karena tidak diajarkan berpolitik,

    dan tidak diajar dasar ilmu hukum.

    Kita melihat kabur pribadi orang,

    karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

    Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

    karena tidak diajar filsafat atau logika.

    Apakah kita tidak dimaksud

    untuk mengerti itu semua?

    Apakah kita hanya dipersiapkan

    untuk menjadi alat saja?

    Inilah gambaran rata-rata

    pemuda tamatan SLA,

    pemuda menjelang dewasa.

    Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.

    Bukan pertukaran pikiran.

    Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,

    dan bukan ilmu latihan menguraikan.

    Dasar keadilan di dalam pergaulan.

    serta pengetahuan akan kelakuan manusia,

    https://archeilia.wordpress.com/2012/03/21/sajak-anak-muda-karya-w-s-rendra/https://archeilia.wordpress.com/2012/03/21/sajak-anak-muda-karya-w-s-rendra/

  • sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

    tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

    Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.

    Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,

    tidak bisa kita hubung-hubungkan.

    Kita marah pada diri sendiri.

    Kita sebal terhadap masa depan.

    Lalu akhirnya,

    menikmati masa bodoh dan santai.

    Di dalam kegagapan,

    kita hanya bisa membeli dan memakai,

    tanpa bisa mencipta.

    Kita tidak bisa memimpin,

    tetapi hanya bisa berkuasa,

    persis seperti bapak-bapak kita.

    Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.

    Di sana anak-anak memang disiapkan

    untuk menjadi alat dari industri.

    Dan industri mereka berjalan tanpa henti.

    Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?

    Kita hanya menjadi alat birokrasi!

    Dan birokrasi menjadi berlebihan

    tanpa kegunaan –

    menjadi benalu di dahan.

    Gelap. Pandanganku gelap.

    Pendidikan tidak memberikan pencerahan.

    Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.

    Gelap. Keluh kesahku gelap.

    Orang yang hidup di dalam pengagnguran.

  • Apakah yang terjadi di sekitarku ini?

    Karena tidak bisa kita tafsirkan,

    lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

    Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?

    Apakah ini? Apakah ini?

    Ah, di dalam kemabukan,

    wajah berdarah

    akan terlihat sebagai bulan.

    Mengapa harus kita terima hidup begini?

    Seseorang berhak diberi ijasah dokter,

    dianggap sebagai orang terpelajar,

    tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.

    Dan bila ada tirani merajalela,

    ia diam tidak bicara,

    kerjanya cuma menyuntik saja.

    Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?

    Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

    dianggap sebagai bendera-bendera upacara,

    sementar hukum dikhianati berulang kali.

    Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi

    dianggap bunga plastik,

    sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

    Kita berada di dalam pusaran tata warna

    yang ajaib dan tak terbaca.

    Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.

    Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.

    Dan bila luput,

    kita memukul dan mencakar

    ke arah udara.

  • Kita adalah angkatan gagap.

    Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.

    Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

    Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.

    Kita adalah angkatan yang berbahaya

  • Sajak Putih

    Karya: Chairil Anwar, 1944

    buat tunanganku Mirat

    Bersandar pada tari warna pelangi

    kau depanku bertudung sutra senja

    di hitam matamu kembang mawar dan melati

    harum rambutmu mengalun bergelut senda

    Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

    meriak muka air kolam jiwa

    dan dalam dadaku memerdu lagu

    menarik menari seluruh aku

    hidup dari hidupku, pintu terbuka

    selama matamu bagiku menengadah

    selama kau darah mengalir dari luka

    antara kita Mati datang tidak membelah…

    Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,

    dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!

    Kucuplah aku terus, kucuplah

    dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…

    (1944)

  • SURAT CINTA

    Karya: W.S Rendra

    Kutulis surat ini

    kala hujan gerimis

    bagai bunyi tambur mainan

    anak-anak peri dunia yang gaib.

    Dan angin mendesah

    mengeluh dan mendesah

    Wahai, Dik Narti,

    aku cinta kepadamu!

    Kutulis surat ini

    kala langit menangis

    dan dua ekor belibis

    bercintaan dalam kolam

    bagai dua anak nakal

    jenaka dan manis

    mengibaskan ekor

    serta menggetarkan bulu-bulunya.

    Wahai, Dik Narti,

    kupinang kau menjadi istriku!

  • Sebelum Hujan Jadi Kalender Basah

    Karya: Sulaiman Djaya

    Sebelum hujan jadi kalender-kalender basah

    di matamu kubayangkan pohon-pohon dan cuaca

    saling berbagi rahasia

    senja yang tak lagi belia

    Aku pandangi dinding malam

    dari jendela kaca

    bersama seneon lampu kamar

    ketika dingin mencuri

    bintang-bintang di galaksi

    dan di meja lembab

    maut pun menulis puisi.

    Barangkali kau akan berpikir

    waktu sebenarnya

    adalah apa yang membuat kita

    menjadi lebih akrab

    pada segala yang tak terduga.

    Aku pernah bertanya ‘di manakah Tuhan berada’

    ketika firman-firman suci diubah jadi senjata?

    Namun segera aku jadi bosan

    kepada mereka yang tertipu majelis-majelis

    di abad ini. Sayang, kutulis puisi ini,

    ketika kita mencintai kebenaran

    dari segala kebetulan

    yang justru acapkali membuat kita heran.

    Kemarin, ketika gerimis

    seperti kasidah para darwis, aku teringat

  • bagaimana kau membacakanku sekomposisi larik

    tentang hidup yang jadi indah

    karena selalu mempermainkan kita

    dengan hasrat dan teka-teki

    yang membuat kita marah atau bergairah

    entah karena apa?

    Dan di Desember yang kesekian kali ini,

    barangkali, di esok nanti

    kita akan lagi-lagi menulis puisi

    dari keluguan atau gairah yang tak kita mengerti.

    2015

  • P L E D O I

    Karya: Rois Renaldi

    Tenang.

    Aku tidak di sini. Kepentingan di mataku

    mati.

    Duduklah

    di singgasanamu. Duduk manis.

    Kekuasaan

    tidak menghinakanku. Tidak memuliakanku.

    Aku tidak dalam belenggumu.

    Tubuh yang kau rajam ini

    rangka. Aku terlepas dari kehendak

    dan ketakutan.

    Akulah

    yang mengungkungmu. Kematianku

    yang begitu kau damba

    tidak akan membuatmu bebas. Tidak

    ada jalan bagimu

    untuk berjarak dariku.

    Kemana pun

    kau berlari, aku arah yang mengantarmu

    kepada kenyataan yang bergerak

    di antara masa lalu dan masa depan.

    Hari ini bagimu

    hanya ada aku.

    Tidak peduli, kini, musim apa,

  • semua yang tumbuh di kepalamu

    gugur seketika. Tinggal aku

    yang hidup di sana.

    Aku yang mengakar

    dan menjalar!

    Kau telanjangi aku, tapi hidup ini lebih telanjang.

    Dalam telanjang begini jubah agungmu

    tampak sungguh lucu. Aku tidak kedinginan.

    Kau yang menggigil.

    Tidak. Di tanganmu aku tidak tersiksa.

    Kaulah

    yang tersiksa. Kesakitan-kesakitanku

    mengganggu waktu tidurmu.

    Menghilangkan

    napsu makan.

    Aku yang ingin kau kuasai,

    telah menguasaimu.

    Ketika

    kau mengakhiri hari ini dengan darahku

    kau budak

    dalam kemerdekaanku!

    Banten, 2014

  • DIAN MUSIM KELANA

    Karya: Chavcay Saifullah

    o, dua renjana membumbung

    sepasang kekasih memeluk hujan di balik cinta berdentang

    langit masih mendung

    namun tidak begitu gelap

    kerinduan hangat yang lama dijaga

    lidah waktu menjulur ke batas-batas tangis

    yang perempuan terbang seperti merpati

    yang lelaki berkelahi seperti ayam jantan

    dian malam itu hampir padam

    namun masih juga terjaga

    sepasang kekasih jadi unggas malam yang bingung

    yang betina terkulai di atas kasur

    yang jantan mencari ramuan orang desa

    keduanya menatap kelam

    suara-suara resah tak bertuan terbentur dinding

    terkoyak tetesan peluh yang netes dari bibir tak lagi merah

    sepasang kekasih bertaruh nama di pojok kamar

    keduanya tak lagi menyebut dosa

    dian musim kelana

    di akhir rindu dan tangis sepi

    sepasang merpati terbang pulang ke sarang masing-masing

    keduanya lama ditunggu waktu

    yang betina berjalan gontai kehabisan darah

    yang jantan berjalan cepat menghapus dosa

    namun angin sore yang ribut

    tetap mencatat kisah sepasang merpati

    pada tugu kelana yang resah

    di suatu akhir tahun yang lapar

  • Jakarta, aku pulang!

    Karya: Chavcay Saifullah

    Jakarta, aku pulang!

    sore ini aku kembali dalam pelukmu

    mari kita minum kopi hitam sambil mencicipi singkong rebus

    tenang saja, aku tak kaget dengar kabar banjir kiriman

    aku ini kelahiran jakarta

    sudah lama kudengar soal-soal seperti itubanjir kiriman adalah soal sepele

    ciliwung marah, jati luhur ngambek, cisadane pundung

    itu semua soal sepele

    persis seperti kabar jebolnya bendungan katulampa di bogor

    atau mampatnya jutaan sampah di manggarai

    jakarta, aku pulang!

    sejak menjelma sarang tawon

    memerankan pasar yang gemerlap

    kau terus dihujani nafsu dan amarah

    hujan korupsi, peluru, darah, dan tangis menyatu

    menghantam sekujur tubuhmu

    doa-doa tak kuat lagi jadi tiang

    kau dijadikan daratan penimbun barang

    jakarta, aku pulang!

    sore ini aku kembali dalam tangismu

    sudah sekian tahun kulihat airmatamu

    orang-orang terlalu karut marut

    jerit bayi-bayi tak lagi menembus sunyi

    jakarta, aku pulang!

    aku ingin menggambar belati di antara

    kopi hitam dan singkong rebus

  • namun apa daya

    belati itu masih saja bersarang di jantung bayi-bayimu

  • Dalam Do’aku

    Karya : Sapardi Djoko Damono

    Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang

    semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening

    siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening

    karena akan menerima suara-suara

    Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,

    dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang

    hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya

    mengajukan pertanyaan muskil kepada angin

    yang mendesau entah dari mana

    Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung

    gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,

    yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu

    bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan

    terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

    Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang

    turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat

    di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya

    di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

    Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,

    yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit

    yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia

    demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi

    bagi kehidupanku

    Aku mencintaimu.

  • Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan

    Keselamatanmu

  • Hujan Bulan Juni

    Karya: Sapardi Djoko Damono

    Tak ada yang lebih tabah

    dari hujan bulan Juni

    dirahasiakannya rintik rindunya

    kepada pohon berbunga itu

    tak ada yang lebih bijak

    dari hujan bulan Juni

    dihapusnya jejak-jejak kakinya

    yang ragu-ragu di jalan itu

    tak ada yang lebih arif

    dari hujan bulan Juni

    dibiarkannya yang tak terucapkan

    diserap akar pohon bunga itu

  • Sajak Cinta

    Karya: Mustofa Bisri

    Sajak Cinta

    cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya

    cinta romeo kepada juliet si majnun qais kepada laila

    belum apa-apa

    temu pisah kita lebih bermakna

    dibanding temu-pisah Yusuf dan Zulaikha

    rindu-dendam kita melebihi rindu-dendam Adam

    dan Hawa

    aku adalah ombak samuderamu

    yang lari-datang bagimu

    hujan yang berkilat dan berguruh mendungmu

    aku adalah wangi bungamu

    luka berdarah-darah durimu

    semilir sampai badai anginmu

    aku adalah kicau burungmu

    kabut puncak gunungmu

    tuah tenungmu

    aku adalah titik-titik hurufmu

    huruf-huruf katamu

    kata-kata maknamu

    aku adalah sinar silau panasmu

    dan bayang-bayang hangat mentarimu

    bumi pasrah langitmu

    aku adalah jasad ruhmu

  • fayakun kunmu

    aku adalah a-k-u

    k-a-u

    mu

  • Taman Bunga di Mata Gadis Kecilku

    Karya: Ibnu PS Megananda

    Katanya pagi awannya ungu

    Ia berangkat mandi nikmati embun

    Tubuhnya menggigil kecil kaki menapak

    Tempat tinggal yang becek salah musim

    Rimba dan kali yang hilang diwajah sucinya

    Gadis kecilku bicara vakansi

    Dan bercerita hukum pasti tentang alam

    -gunung dan telaga pasti rindang

    -kali dan laut meriah ikannya

    Teman-temannya mengangguk di kota sesak asap

    Jendela gedung-gedung kaca menyilau mata

    Ia tak pernah bertanya pada tv

    Berita yang menyesakkan

    Ia percaya pada bapaknya, emaknya

    Dianggap melindungi dan menjaga embun

    Karena melihat bunga-bunga yang ditanam

    Ia terkejut saat bunga-bunga itu menghilang

  • -bapak dimana taman bunga kita?

    -itu bukan taman bunga, tapi pasar bunga!

    -lalu?

    -gantinya rupiah

    -apa rupiah lebih indah taman bunga?

    Aku membisu dungu