tafsir al-qur’an tentang poligami: perbandingan penafsiran...
TRANSCRIPT
i
Tafsir Al-Qur’an Tentang Poligami: Perbandingan
Penafsiran Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid Abu Zayd.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
MUHAMAD ABDUL FATAH
NIM 215-13-007
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhamad Abdul Fatah
NIM : 215-13-007
Fakultas : Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora
Jurusan : Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul “Tafsir Al-Qur‟an Tentang
Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd.” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya
tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk dengan kode etik ilmiah.
Salatiga, 20 September
2017
Yang Menyatakan,
Muhamad Abdul Fatah
v
HALAMAN MOTTO
إ ن مع إلعس يس إ
Sesungguhnya bersama kesulitan
terdapat kemudahan.
(QS. Al-Insyirāh [94]: 6)
Hesitation Make The Strugle Be Fall
* Keraguan Membuat Perjuangan Kita
Menjadi Gagal*
Tunjukanlah Kami jalan yang lurus
(QS. Al-Fatihah:6)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Jika karya ini patut sebagai persembahan maka
akan penulis persembahkan untuk ;
*****
Ayahanda Jonet Ismail dan Ibunda Siti Asmah
Om Muslimin SAg dan Keluarga Besar
*****
Teman-teman Jurusan Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir
IAIN Salatiga Angkatan 2013
*****
Teman-teman Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora IAIN Salatiga
*****
Teman-teman Pon-Pes Ittihadul Asna Klumpit
Salatiga
` *****
Teman-teman P2b Bulu Kalongan Ungaran Timur
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi
ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:
158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا
ba‟ B Be ب
ta‟ T Te ت
ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
)ḥa‟ ḥ ha (dengan titik di bawah ح
kha‟ Kh ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż zet (dengan titik di atas) ذ
ra‟ R Er ر
viii
Zal Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ es (dengan titik di bawah) ص
ḍad ḍ de (dengan titik di bawah) ض
ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
ẓa‟ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ
ain „ koma terbalik (di atas)„ ع
Gain G Ge غ
fa‟ F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
ha‟ H Ha ه
ix
Hamzah ` Apostrof ء
ya‟ Y Ye ي
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta‟addidah متعددة
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة الاولياء
c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة
x
D. Vokal Pendek
___ Fatḥah Ditulis A
___ Kasrah Ditulis I
___ Ḍammah Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
جاهليةDitulis
Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
Ditulis تنسىĀ
Tansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
كريمDitulis
Ī
Karīm
Ḍammah bertemu wawu mati
Ditulis فروضŪ
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya‟ Mati
Ditulis بينكمAi
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
Ditulis قولAu
Qaul
xi
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
Ditulis U‟iddat أعدت
Ditulis La‟in syakartum لئن شكرتم
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān القران
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
Ditulis Al-Syams الشمس
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
xii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيمSyukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang telah
mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak dapat penulis sebutkan satu
persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tafsir Al-
Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW. beserta keluarganya, sahabat serta pengikut-pengikutnya sampai di
yaumul qiyāmah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan,
dan dorongan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orang tua (Ayah Jonet Ismail dan Ibu Siti Asmah) yang dengan
ikhlas menerima dan memperjuangkan kami sebagai anak, untuk terus
bersekolah dan menjadi hamba yang di ridhoi oleh Allah Swt, di dunia dan
di akhirat kelak. Berkat kesabaran ibu, menjadikan saya selalu tabah atas
berbagai ujian yang menjadi jalan untuk mencapai keridhaan yang lebih
tinggi dihadapan Allah dan manusia. Juga tidak lupa, bagaimana ayah
menanamkan bahwa memandang kehidupan tidaklah melulu melalui satu
sudut saja, sebab terdapat berbagai macam sudut pandang, dan hal tersebut
xiii
hanya akan diperoleh dengan memperluas wawasan dan keilmuan. Lalu
kemudian, tidak lupa saya ucapkan terimakasih yang teramat kepada Mbah
Irpan dan Mbah Toyibah, yang telah dengan rela mencukupkan kebutuhan
ananda sebagai cucu, untuk dapat tetap melanjutkan jenjang pendidikan
sampai saat ini yang telah banyak sekali membantu penghidupan saya di
Ponpes Ittihadul asna.
2. Abah Muhammad Royhuddin Mahbub, selaku Guru sekaligus orang tua
Ponpes Ittihadul Asna. Terimakasih karena telah menjadi jalan bagi Tuhan
untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada ananda. Lalu
kemudian terimakasih kepada teman-teman santri Ponpes Ittihadul Asna
yang selalu mendampingi menuntut ilmu dan juga kepada Ustad Ustadzah
yang telah memberikan ilmu kepada saya dan telah membimbing saya
dengan kesabaran dan keikhlasan.
3. Teman-teman seperjuangan, Mahfudz Fawzie, Muhammad Sarifuddin, M
Choirurrohman, Rangga Pradipta, Wahyu Kurniawan, Husain Imaduddin,
Laila Alfiyanti, Triyanah, terimakasih atas empat tahun perjuangan yang
telah kita lewati bersama di IAIN Salatiga.
4. Dr. Benny Ridwan, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan
Humaniora IAIN Salatiga.
5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan
Tafsir, beserta staff-staffnya yang tak pernah menyerah memotivasi kami
sebagai angkatan pertama untuk menyelesaikan skripsi kami. Terimakasih
xiv
juga atas fasilitas perpustakaan IAIN Salatiga yang telah dibuka beberapa
saat sebelum penulis memulai skripsi ini, sehingga fasilitas tersebut sangat
membantu proses penulisan skripsi ini.
6. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. selaku dosen pembibing skripsi yang telah
mengarahkan dan membimbing dari awal hingga akhir, hingga terjadinya
skripsi ini.
7. Dr. Muh. Irfan Helmy, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan kesabarannya berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada saya dalam proses akademik
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Ittihadul Asna Salatiga.
9. Dan tak lupa pada pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk
disebutkan di sini.
Teriring do‟a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis
dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah swt. dan mendapat pahala yang
dilipat gandakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Salatiga, 20 september
2017
Penulis,
Muhamad Abdul Fatah
NIM. 215-13-007
xv
ABSTRAK
Kata Kunci: Poligami
Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal suami menikahi lebih dari satu
istri dalam waktu yang sama, berabad-abad Islam diwahyukan masyarakat manusia di
berbagai belahan dunia telah mengenal dan mempraktekan poligami secara luas di
kalangan masyarakat yunani, persia, mesir kuno. Di arab jauh sebelum Islam
masyarakat telah memperaktekan poligami tak terbatas, sejumlah riwayat
menjelaskan bahwa setelah turun ayat yang membatasi jumlah istri hanya empat
yakni Qs Al-Nisa‟ ayat 3, Nabi segera memerintahkan semua laki-laki yang memiliki
lebih dari empat agar menceraikan istrinya Islam tidak mengajarkan poligami juga
tidak melarangnya, Islam hanya membolehkan dengan syarat yang ketat, Nabi
melakukan perubahan sesuai pentunjuk kandungan ayat. Pertama membatasi jumlah
istri hanya sampai empat kedua menetapkan syarat yang ketat bagi poligami yaitu
harus mampu adil.
Penelitian ini berusaha menemukan bagaimana konsep poligami dalam
perspektif Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dan solusi-solusi yang
ditawarkan melalui penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang poligami untuk
mengatasi permasalah yang ingin dijawab oleh penelitian ini adalah (1) bagaimana
sosio historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd? (2) bagaimana
menurut Muhammad Syahrur dan Nashr hamid Abu Zayd tentang ayat-ayat
poligami? (3)bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid Abu Zayd? . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian
ini menggunakan metode pendekatan tafsir muqaran dengan membandingkan ayat-
ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang poligami sebagai bahan untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini, juga didukung dengan penelitian kepustakaan
library research yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd yang berkaitan dengan poligami..
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Konsep poligami menurut
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd memperbolehkan poligami tetapi
dengan syarat yang ketat terkait berhubungan dengan kemanusiaan yaitu istri kedua
harus janda yang mempunyai anak yatim yang masih kecil (balita) yang ditingal mati
dan kedua harus mempunyai rasa khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak
yatim, jika kedua syarat tersebut tidak ada maka alasan poligami menjadi gugur,
pendapat Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid tersebut berbeda dengan kebanyakan
ulama yang memperbolehkan poligami dalam kondisi isteri mandul, istri sakit yang
tidak dapat disembuhkan. Melihat poligami dalam hukum Islam memang berbeda
pendapat tetapi pada umumnya ulama memperbolehkan poligami sebagai praktik
yang bersyarat ketat yang berbeda, untuk berpoligami dalam konsep Muhammad
Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dengan membatasi maksimal empat istri dan
xvi
syarat keduanya ada rasa khawatir tidak dapat berlaku adil harus terpenuhi agar
membuat dibolehkanya poligami, tetapi jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka
poligami tidak boleh dilakukan, Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
mengingatkan bahwa pada waktu yang sama al-Qur‟an juga mendorong laki-laki
yang memiliki harta untuk mengawini janda yang memiliki anak yang masih muda,
adalah sebuah jalan yang efektif dalam menyiadakan perhatian bagi keluarga yatim,
Oleh karena itu sifat dasar dari ayat poligami sejatinya adalah keadilan pada anak
yatim. Keseluruhan makna dari ayat poligami sama sekali tidak hubungan dengan
para istri itu. Sebagaimana dalam al-Qur‟an dalam surat an-nisa ayat 129-130 tidak
menuntut bahwa istri-istri harus diperlakukan dengan keadilan sepenuhnya karena
mengawini mereka bukanlah demi kepentingan mereka, melainkan lebih karena
kepentingan masa depan anak-anak yatim yang ditinggal oleh ayahnya.
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL: .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING : .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN :...................................................................... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN : .......................................................... iv
HALAMAN MOTTO: ................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN: ................................................................... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI :............................................. vii
KATA PENGANTAR: ................................................................................. xii
ABSTRAK: ................................................................................................... xv
DAFTAR ISI: ................................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN: ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah: ............................................................. 1
B. Pembatasan Masalah: ....................................................................8
C. Rumusan Masalah: ...................................................................... .8
D. Tujuan Penelitian: ....................................................................... .9
E. Kegunaan penelitian: ....................................................................9
F. Kerangka Teori: .......................................................................... .9
G. Telaah Pustaka: .............................................................................9
H. Metode Penelitian: ...................................................................... .12
I. Sistematika Penelitian: ................................................................ .14
xviii
BAB II LANDASAN TEORI: ..................................................................... .15
A. Pendekatan Tafsir Muqaran: ....................................................... .15
B. Tinjauan Umum Tentang Poligami :
...................................................................................................... .18
1. Pengertian Poligami: ...............................................................18
2. Faktor pendorong Poligami: ...................................................22
3. Poligami dalam lintas sejarah: ................................................24
4. Poligami dalam pandangan hukum Islam: ..............................27
BAB III BIOGRAFI MUHAMMAD SYAHRUR DAN NASHR HAMID
ABU ZAYD: .................................................................................................. 36
A. Muhammad Syahrur ...................................................................... .36
1. Biografi Muhammad Syahrur..................................................36
2. Karya-Karya Muhammad Syahrur...........................................38
3. Pemikiran Muhammad Syahrur...............................................40
4. Penafsiran Muhammad Syahrur...............................................43
B. Nashr Hamid Abu Zayd ..
1. Biografi Nashr Hamid Abu Zayd............................................55
2. Karya-Karya Nashr Hamid Abu Zayd......................................58
3. PemikiranNashr Hamid Abu Zayd...........................................59
4. Penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd..........................................62
xix
BAB IV PERBANDINGAN TAFSIR: ........................................................ ..67
A. Temuan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd Tentang Ayat Poligami...........................................................67
1. Karakteristik dari penafsiran Muhammad Syahrur....................67
2. Karakteristik dari penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd ..............70
B Analisa Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
Tentang Ayat Poligami.....................................................................73
1. Persamaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd Tentang Ayat Poligami......................................................73
2. Perbedaan dari Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd Tentang Ayat Poligami......................................................74
BAB V PENUTUP: ...................................................................................... ..78
A. Kesimpulan: ................................................................................ ..78
B. Saran: ........................................................................................... ..81
DAFTAR PUSTAKA: ................................................................................. ..83
LAMPIRAN-LAMPIRAN: ... ...................................................................... ..86
CURRICULUM VITAE: .............................................................................. ..93
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kodrat makhluk bumi yang bernama manusia diciptakan sang
Kholiq ialah hidup berpasang pasangan, oleh Karena itu kapan dan dimana pun
mereka berada, pada saatnya akan saling mencari dan menemukan pasangannya
masing-masing, begitu pula kalau hukum alam untuk menurunkan generasi
sudah berfungsi tak satu manusia yang dapat menghambat.1 Salah satu fungsi
yang tidak dapat dipisahkan dari manusia bahwa mereka adalah makhluk yang
bermasyarakat. Ibnu Khaldun juga pernah mengatakan bahwa manusia pasti
dilahirkan di tengah-tengah masyarakat dan tidak mungkin hidup kecuali
bersama-sama masyarakat itu.2
Dalam agama Islam proses kehidupan bermasyarakat itu diatur dalam
aturan melalui lembaga pernikahan, yang bertujuan membangun keluarga yang
tentram dan penuh kasih sayang antara orang yang ada didalamnya. Hal ini
ditunjukkan dalam firman Allah dalam surat ar-Ruum 30:21
1 Hasan Aedy, Antara Poligami Syari‟ah dan Perjuangan Kaum Perempuan, (Bandung:
Alfabeta 2007), cet. 2, hlm. 82. 2 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam diNegara Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 1.
2
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”.
Oleh karena itu perkawinan merupakan tuntunan naluriah manusia untuk
berketurunan, serta menumbuhkan rasa kasih sayang, Islam menganjurkan agar
orang menempuh perkawinan, dan sengaja membujang tidak dibenarkan.3
Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. istilah
poligami yang digunakan sehari-hari di indonesia, adalah seorang suami yang
mempunyai istri lebih dari satu orang. Dari segi etimologi, poligami berasal dari
kata polygamy, yang berarti suami memiliki pasangan lebih dari seorang.
Poligami pada dasarnya memiliki dua makna, pertama poliandri, yaitu seorang
istri memiliki banyak suami, dalam hukum Islam, perkawinan jenis ini tidak
diperbolehkan. Kedua poligini, yaitu satu orang suami yang memiliki lebih dari
satu istri.
Poligami memiliki akar sejarah yang panjang dalam perjalanan peradaban
manusia itu sendiri. Sebelum Islam datang ke jazirah arab, poligami merupakan
sesuatu yang telah mentradisi bagi masyarakat arab, poligami masa itu dapat
disebut poligami tak terbatas, bahkan lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan
3 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogakarta: Uii Press), hlm. 11.
3
diantara para istri. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan syari‟at
tersebut, meluruskan, membatasi, menetapkan syarat-syarat kebolehanya. Di
antara dalil yang membolehkan poligami adalah tertuang dalam surat an-nisa‟
ayat 3.4
“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya”.
Perhatian penuh Islam terhadap poligami sebagaimana ayat yang Allah
SWT turunkan ini bukannya tanpa syarat, akan tetapi Islam menetapkannya
dengan syarat, yaitu keadilan dan pembatasan jumlah menjadi syarat karena
jika tidak dibatasi, maka keadilan sangat sulit ditegakkan. Jika persyaratan
tersebut tidak terpenuhi, maka Islam melarangnya, dengan dua persyaratan itu
berarti Islam telah memperhatikan hak-hak perempuan khususnya perkawinan.5
4 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.
427. 5 Rodli Makmun, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponorogo: STAiN Ponorogo
Press, 2009), cet. 1, hlm. 19.
4
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan surat an-nisa
ayat 3, jika ada perempuan yatim dalam perlindunganmu dan kamu khawatir
tidak dapat memberinya mahar yang memadai, maka beralihlah kepada wanita
selainnya, sebab wanita lain juga masih banyak, dan Allah tidak akan
mempersulitnya.6
Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian
khusus dari Allah SWT. Sehingga tidak mengherankan kalau dia
meletakkannya pada awal surat an-nisa‟ dalam kitabnya yang mulia. Seperti
yang kita lihat, poligami terdapat pada ayat ketiga dan merupakan satu-satunya
ayat dalam at-tanzil yang membicarakan masalah ini. Akan tetapi, para mufassir
dan para ahli fiqih, seperti biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan
mengabaikan keterkaitan erat di antara masalah poligami dengan para janda
yang memiliki anak-anak yatim.7
Jika kita perhatikan, Allah SWT mengawali surat an-nisa dengan seruan
kepada manusia agar bertaqwa kepada Allah yang juga merupakan tema
penutup surat al-imran sebelumnya, serta kepada mereka seruan untuk
menyambung tali silatuhrahim dengan berpandangan kepada manusia secara
umum, bukan pandangan kelompok atau kesukuan yang sempit, sebagai isyarat
6Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
Cet. 1, hlm. 645. 7 Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam, ( University of Manchester, England), hlm.
427.
.
5
bahwa penciptaan manusia berasal dari nafs yang sama (nafs wahidah) Allah
berfirman;
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.(QS. An-nisa‟ /4:1)”.8
Dalam wawancara dengan beberapa nara sumber kami mendapatkan fakta
yang menarik seputar poligami. Menurut Joko Seorang pelaku poligami, ia
melakukan poligami karena merasa mampu memberi nafkah lahir yang
mencukupi kepada istri-istrinya. Ia merasa nyaman dengan beristri lebih dari
satu orang. Secara agama ia merasa takut berbuat zina jika hanya memiliki satu
istri. Sedang menurut Hamzah seorang pelaku poligami, ia memiliki tiga istri
karena memiliki harta yang cukup dan memiliki libido yang tinggi, dengan tiga
istri yang ada dia merasa terlayani dengan baik oleh istrinya, dia termotivasi
oleh pemahaman Agama Islam yang membolehkan beristri sampai empat
wanita meskipun ia sendiri tidak begitu memahami agama dengan mendalam.
8 (QS. An-nisa‟ /4:1)
6
Sedangkan ustad Umar melakukan poligami dengan memiliki dua istri
karena ingin mengajarkan Agama dengan lebih mendalam kepada wanita yang
dinikahinya, walaupun dia berkondisi sederhana secara ekonomi, tetapi soal
Agama ustad Umar sangat termotivasi dan mendalami dengan menggunakan
dalil dalam surah an-nisa‟, ustad Umar menikahi istri yang kedua karena istri
yang pertama sedang sakit keras dan ustad Umar merasa akan berbuat zina
apabila tidak menikah, makanya ustad Umar menikah lagi dan melakukan
poligami.
Dari fenomena yang terjadi tersebut, ada masyarakat kita ada yang
setuju dengan poligami dan ada yang tidak setuju dengan poligami. Yang
setuju beranggapan untuk menyelamatkan perekonomian wanita dan mereka
menentang praktek poligami yang ada sekarang ini, karena efek negativnya
dianggap lebih besar bagi keluarga dan banyak menyakiti perempuan. Namun
sebagian lainya menyetujui poligami dengan alasan tertentu. Kelompok
terakhir ini beralasan bahwa poligami memiliki banyak resiko, tetapi bukan
sesuatu yang dilarang oleh Agama, khususnya Islam.
Berbicara masalah Ulama kontemporer yang sering muncul belakangan
ini, salah satunya yaitu Nashr Hamid Abu Zayd seorang pembaru Islam
kebangsaan mesir, ia berpendapat tentang ketidak bolehan menikahi wanita
lebih dari satu, Nashr Hamid Abu Zayd yaitu dengan kembali pada
pembacaan teks dan hermeneutikanya.
7
Nashr Hamid Abu Zayd mencontohkan undang-undang yang berkaitan
dengan isu perempuan yang terjadi di Tunisia. Salah satu undang-undang
perkawinan yang masih terjadi perdebatan antara kalangan salafi dan liberal,
sebagaimana yang dikutip Nashr Hamid Abu Zayd yakni tentang poligami
atau Undang-undang perkawinan yang ada di Tunisia tersebut sangat tegas
melarang adanya poligami kepada lelaki yang menikah padahal ia mempunyai
istri dan akad nikah sebelumnya belum rusak atau Maka ia dihukum
kurungan selama satu tahun dan dianggap berhutang 240.000 frank, atau
dihukum dengan salah satu dari kedua jenis hukuman itu, walaupun
perkawinan barunya itu belum terjalin dengan sesuai undang-undang
pernikahan.9 Dari sinilah Nashr Hamid Abu Zayd berpendapat bahwa suatu
pernikahan yang dilakukan oleh seorang suami yang lebih dari satu istri
adalah dilarang secara mutlak.
Hal ini bertentangan dengan Ulama salafi yang berpendapat bahwa
undang-undang Tunisia yang mengharamkan poligami berkaitan bahwa secara
tekstual bertentangan dengan firman Allah dalam surat an-nisa /4:3, Menurut
Syahrur poligami harus dikaitkan dengan persoalan perlindungan syah-syah
saja, asalkan anak yatim terpenuhi kebutuhan untuk mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraaan.
9 Nashr Hamid Abu Zayd, Dawair al-khauf:Qiraah Fi Khitab al-Mar‟ah, (Al-markaz ATsaqafi
Al-arobi, 2000), Hlm. 283.
8
Poligami tidak hanya diperbolehkan tapi diajurkan oleh Islam. namun
poligami boleh dilakukan dengan dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu
bahwa isteri kedua, ketiga dan keempat adalah para janda yang memiliki anak
yatim; yang kedua, harus terdapat rasa khawatiran tidak dapat berbuat adil
kepada anak yatim. Sudut pandang ini yang membedakan Muhammad
Syahrur dengan beberapa ahli terdahulu yang menginterprestasikan Al-Qur‟an
dengan beberapa metode penafsiran yang sudah mapan didunia Islam. Syahrur
menjadi kontroversial pada awal tahun 1990-an, ketika ia menerbitkan buku
pertamanya (al-kitab wa al-Qur‟an ).10
Berdasarkan latar belakang ini, penulis bermaksud menganalisa dan
menggali pendapat Muhammad Syahrur tentang poligami, dalam sebuah
karya tulis yang berjudul „‟ Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan
Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd”
B. Pembatasan Masalah
Skripsi ini merupakan kajian disiplin ilmu tafsir Al-Qur‟an yang
berhubungan dengan hukum (tafsir ahkam). Dalam kajian ini penulis
menampilkan pendapat Muhammad Syahrur yang menolak tradisi fiqih sebagai
karya tunggal (monotik) yang tidak akan bertahan lama. Bertitik tolak dari
persoalan tersebut, penulis mencoba menganalisa pendapat Muhammad
Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang poligami dengan memfokuskan
10
Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,
2002), hlm. 132.
9
bahasan pada masalah poligami dalam surat an-nisa‟ menurut pendapat
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin membahas lebih lanjut
tentang “Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟” yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid
Abu Zayd?
2. Bagaimana konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd tentang
ayat poligami dalam surat an-nisa‟.
3. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Setting Sosio Historis Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd.
2. Untuk mengetahui konsep Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
tentang ayat poligami dalam surat an-nisa‟.
3. Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid Abu Zayd.
10
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan
dalam bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan berguna
untuk memperkembangkan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan
kegunaan dari penelitian ini.
Adapun hasil penelitian ini ada dua, yaitu:
1. Kegunaan secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
yang kemudian diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan ilmu
keagamaan khusunya mengenai Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami:
Perbandingan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
2. Kegunaan secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bisa memberi kontribusi agar dapat
memberi solusi kepada masyarakat dalam menjalankan konsep poligami yang
terkandung dalam surat an-nisa‟ bisa dibangun diatas landasan etis yang
dinafasi ajaran religious (Islam) yang bersumber dari Al-Qur‟an.
F. Kerangka Teori
Kerangka teoretik bisa berkaitan dengan objek material maupun objek
formal. Berkaitan dengan yang pertama, maka kerangka teori berisi tentang
kajian yang telah ada seputar materi yang akan kita bahas. Selanjutnya,
kerangka teori tersebut akan dijadikan landasan untuk melihat bagaimana
11
wujud dari objek material yang akan dikaji. terkait objek formal yakni tentang
poligami dan seluk beluknya maka akan penulis sampaikan beberapa pendapat
tentang hal tersebut untuk mendukung penelitian ini.
Sedangkan objek non formal adalah metode yang penulis pakai dalam
meniliti dan mengupas tentang pembahasan poligami ini. metode yang penulis
gunakan adalah maudu‟i untuk pengumpulan ayat atau dalil terkait poligami
dan begitu juga muqaran yaitu dengan cara mengambil sejumlah ayat kemudian
mengemukakan penafsiran para mufasir terhadap ayat yang berkaitan dengan
ayat poligami serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing
yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur‟an.
G. Telaah Pustaka
Setelah penulis sampaikan beberapa hal penting di atas, penulis mencoba
melihat berbagai kajian terdahulu yang dilakukan para tokoh dan penulis lain
yang pernah ada terkait poligami adalah sebagai berikut :
1. Studi komparatif tentang syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan
kompilasi hukum Islam yang ditulis Ummi Athiyah program s1 jurusan al-
ahwal al-syakh shiyyah fakultas syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, dia berbicara tentang analisis perbandingan konsep
syarat istri kedua menurut Muhammad Syahrur dan kompilasi hukum Islam
2. Pemikiran Nasr hamid Abu Zaid tentang poligami dan relevansinya dengan
undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang ditulis oleh Siti
Lailatul Khoiriyah program S1 jurusan al-ahwalasy-sakhsiyyah fakultas
12
Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
dia membahas tentang poligami dalam pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid
sedangkan karya tulis ini berbicara tentang konsep poligami menurut
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dalam surat an-nisa‟
3. Poligami menurut Muhammad Syahrur dalam pandangan hukum Islam yang
ditulis oleh Maria Ulfah program S1 program studi perbandingan madzhab
hukum Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dia
membahas tentang analisis terhadap kerangka berfikir Muhammad Syahrur
tentang poligami dalam kajian ushul fiqih.
4. Buku metodologi fiqih Islam kontemporer yang ditulis oleh Dr.ir.
Muhammad Syahrur yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin, MA.
yang didalamnya juga membahas tentang poligami.
5. Jurnal Konsep poligami menurut Muhammad Syahrur yang ditulis oleh Evi
Mu‟arifah yang membahas tentang pemikiran Muhammad Syahrur tentang
poligami.
6. Rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam
poligami yang ditulis oleh Yassirly Amrona Rosyada program S2 program
magister pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta yang
membahas tentang rekontruksi pemikiran Muhammad Syahrur tentang
keadilan dalam poligami.
13
H. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini berjenis kualitatif (qualitative research), yaitu
penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, pemikiran, tindakan, secara
holistic, dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata atau bahasa,
pada suatu konteks khusus yang sistematis dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.11
Sementara berdasarkan modelnya, penelitian ini masuk dalam
katagori penelitian pustaaka (library research ), yaitu penelitian dengan
identik mempelajari buku-buku. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan
sumber kepustakaan untuk memperoleh data penelitian. Tegasnya, riset
pustaka membatasi kegiatan hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan
saja tanpa melakukan riset lapangan.
2. Sumber data penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data yaitu,
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber
dari buku-buku yang berkaitan dengan Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd. Dan kemudian data sekunder adalah data atau bahan
yang diperoleh dari orang kedua dan bukan data orisinil dari orang
11
Henna Boeije, Analysis in Qualitative Research (London: Sage Publications, 2010), hlm. 5.
14
pertama atau sumber buku yang penulis anggap representatif untuk
dijadikan sebagai bahan tambahan dalam kajian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Data pengumpulan ini diperoleh melalui pengumpulan data
kepustakaan. Dengan cara mengumpulkan berbagai literatur seperti buku-
buku, naskah atau dokumen-dokumen serta informasi lainya yang memiliki
kaitan dengan pembahasan poligami menurut Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd yang penulis angkat. Data yang dikumpulkan
kemudian ditelaah dan diteliti selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan
keperluan pembahasan ini. Kemudian data-data yang telah diklasifikasikan
disusun secara sistematis sehingga menjadi suatu pembahasan yang jelas
yang mudah difahami atau dianalisa.
4. Analisis Data
Setelah penulis mendapatkan data kemudian penulis menganalisa
data tersebut dengan menggunakan metode muqarran, yaitu
membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang tema tertentu
atau membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk
dengan hadis yang makna tekstualnya tampak dengan al-Qur‟an atau kajian
lainya. Dalam menganalisa, penulis mengkaji, memahami setiap materinya.
Kemudian data yang penulis dapatkan, diberikanlah analisis dan tersusun
kerangka yang jelas sesuai data.
15
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian ini,
dan agar tulisan ini lebih tersusun maka penulis menyusun sisitematika
penulisan dalam lima bab dengan sub-sub pada masing-masing bab.
Bab I pendahuluan, yang merupakan garis besar dari keseluruhan pola
berfikir yang dituangkan dalam konteks yang jelas serta padat. Atas dasar
tersebut, deskripsi skripsi ini diawali dengan latar belakang masalah yang
menjelaskan alasan pemilihan judul ini, serta pokok permasalahanya. Dengan
penggambaran secara sekilas, subtansi pemilihan ini sudah dapat ditangkap.
Selanjutnya untuk lebih memperjelas rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, uraian judul, telaah pustaka, metode penelitian,
sistematika penulisan.
Bab II akan berisi tentang landasan teori yang meliputi: pendekatan tafsir
muqaran, pengertian poligami, faktor-faktor pendorong poligami, poligami
dalam lintas sejarah, poligami dalam pandangan hukum Islam
Bab III akan berisi tentang: Biografi Muhammad Syahrur dan Nashr
Hamid Abu Zayd meliputi karya, pemikiran dan penafsiran
16
Bab IV akan berisi tentang perbandingan tafsir, karakteristik, persamaan
dan perbedaan dari Nashr Hamid Abu Zayd dan Muhammad Syahrur dalam
penafsiran poligami dalam surat an-nisa‟.
Bab V penutup, yang akan berisi hasil kajian dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendekatan Tafsir Muqaran
1. Pengertian Tafsir muqaran
Metode tafsir muqaran adalah menejelaskan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan merujuk pada penjelasan para mufasir, Metode muqaran mempunyai
pengertian lain yang lebih luas, yaitu membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an
yang berbicara tentang tema tertentu atau membandingkan ayat-ayat al-
Qur‟an dengan hadist Nabi termasuk dengan hadis yang makna tekstualnya
tampak dengan al-Qur‟an atau kajian lainya.12
2. Langkah yang ditempuh ketika menggunakan metode ini adalah
a. Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur‟an
b. Mengemukakan penjelasan para mufasir baik kalangan salaf atau
kalangan kalaf, baik tafsiranya bercorak bi al-matsur atau bi ar-ra‟yi.
c. Membandingkan kecenderungan tafsir mereka
d. Menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsiranya dipengaruhi oleh
madzhab tertentu.13
3. Ciri-ciri metode muqaran
12
Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhui, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.39. 13
Lihat Cambridge, Advanced Leaner‟s Dictionary, Third Edition
18
a. Ayat-ayat al-Qur‟an yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain,
padahal spintas terlihat bahwa ayat tersebut berbicara tentang persoalan
yang sama.
b. Ayat-ayat yang berbeda kandungan informasinya dengan hadits Nabi.
c. Perbedaan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat yang sama.
Contoh firman Allah QS Ali Imran ayat 126:
-
“dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan
sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu
karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”. (QS Ali Imran ayat 126).14
Ayat diatas sedikit berbeda dengan surah al-Anfal ayat 10. Di sana
dinyatakan:
”dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan
sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan
kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”.(QS al-Anfal ayat 10)
Dalam ayat Ali Imran ayat 126 di atas kata bihi terletak sesudah
qulubukum, berbeda dengan QS al-Anfal ayat 10 yang letaknya sebelum
14
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung : CV Jumanatul Ali-Art,
2005), h.67.
19
qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat (penutup ayat) dibarengi dengan harf
taukid (inna/sesungguhnya) sedang dalam ali imran huruf tersebut tidak
ditemukan.
Dalam tafsir al-Mishbah ketika membahas surat ali imran bahwa surat al-
anfal berbicara tentang peperangan badar sedang ayat al-imran tentang perang
uhud, Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan
dan pikiran mukhatab mitra bicara. Dalam hal ini kaum muslimin dalam perang
badar mereka sangat khawatir karena mereka lemah dari segi pasukan dan
perlengkapan, mereka juga sebelum berperang membela agama dan belum
pernah mendapatkan bantuan malaikat, karena itu disini di informasikan Allah
ditekanya dengan menggunakan (inna), berbeda dengan perang uhud, jumlah
mereka cukup banyak, semangat mereka sanggat menggebu, sampai para
pemuda mendesak agar kaum muslim keluar menghadapi musuh.15
4. Kelebihan dan kekurangan metode muqaran
1. Kelebihan tafsir muqaran
a. Memberikan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca bila
dibandingkan dengan metode lain, karena di dalam penafsiran itu terlihat
bahwa satu ayat al-Qur‟an dapat ditinjau dari segi ilmu pengetahuan
tergantung mufassir.
15
M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang, Lentera Hati, 2003), h.382-383.
20
b. Membuka diri untuk bersifat toleran, terbukanya wawasan penafsir
otomatis akan bisa membuatnya memaklumi perbedaan hingga muncul
sikap toleran atas perbedaan itu.
c. Membuat mufassir lebih berhati-hati, pelantara penafsiran dan pendapat
yang begitu luas disertai latar belakang yang beraneka warna membuat
penafsir lebih berhati-hati dan obyektif dalam menganalisa dan
menjatuhkan pilihan. 16
2 Kekurangan tafsir muqaran
a. Kurang cocok dengan pemula, memaksa pemula untuk memasuki ruang
penuh perbedaan pendapat akan berakibat bukan untuk memperkaya dan
memperluas wawasan tapi bisa membingungkanya.
b. Kurang cocok untuk memisahkan kontemporer, di masa yang kompleks
dan membutuhkan pemecahan yang cepat dan tepat, metode muqaran
kurang cocok karena lebih menekankan pada perbandingan hingga bisa
memperlambat untuk membuka makna yang sebenarnya dan relevan
dengan zaman.
c. Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufassir, penafsir yang
hanya sampai pada memperbandingkan beberapa pendapat dan tidak
menampilkan pendapat yang lebih baik membuat metode ini lebih bersifat
pengulangan dari pendapat ulama klasik.17
16
Idmar Wijaya, Tafsir Muqaran, (Palembang: UiN Muhammadiyah, 2005), h.11. 17
Idmar Wijaya, Tafsir Muqaran, (Palembang: UiN Muhammadiyah, 2005), h.12.
21
B. Tinjauan Umum Tentang Poligami
1. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa yunani, kata ini penggalan dari dua
kata poli atau polus yang artinya banyak dan gamein atau gamos yang artinya
kawin atau perkawinan, Maka kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu
perkawinan yang banyak. Kalau dipahami kata ini menjadi sah untuk
mengatakan bahwa poligami adalah perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam
jumlah yang tidak terbatas.18
Ada istilah lain yang maknanya sama dengan poligami yaitu poligini
berasal dari bahasa Yunani poli artinya banyak dan gini artinya perempuan.
Poligini secara termenologi ialah istilah yang dikenakan bagi seorang laki-laki
yang melakukan praktik banyak nikah dan banyak perempuan.19
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, poligami diartikan sebagai ikatan
perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau menikahi lawan jenis dalam
waktu bersamaan, Sedangkan berpoligami berarti menjalankan atau melakukan
poligami.
Adapun kebalikan dari bentuk perkawinan ini adalah monogami, dimana
suami hanya mempunyai seorang istri.20
18
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto:
STAiN Purwokerto, 2015), h.85. 19
Nur Qomari, Poligini dalam Perspektif Teori Batas Muhammad Syahrur, (Malang:
Universitas Negri Malang, 2008) h.23. 20
Makruf Kholil, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, ( Pekalongan: STAiN Pekalongan ,
2016), h.4.
22
Menurut Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami adalah
perkawinan antara pria dan wanita diwaktu yang sama, selanjutnya menurut
Secombe dan Warner dalam Muryanti poligami dapat dibagi dalam tiga bentuk:
a. Poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang pria dengan beberapa
wanita diwaktu yang sama.
b. Poliandri adalah perkawinan yang dilakukan wanita dengan lebih dari satu
pria diwaktu yang sama.
c. Group Marriage (perkawinan kelompok) adalah perkawinan antara dua lelaki
atau lebih dengan dua wanita atau lebih diwaktu yang sama.
Beberapa macam bentuk perkawinan tersebut pada masa lalu banyak
dikenal oleh masyarakat atau manusia, tetapi kemudian agama dan budaya
Islam hanya memperbolehkan untuk melakukan poligami sehingga dalam
skripsi ini, poligami dibatasi dalam pengertian poligini yaitu perkawinan
seorang lelaki dengan beberapa wanita diwaktu yang sama.21
Dalam Islam, poligami diartikan perkawinan seorang suami dengan istri
lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang istri dalam waktu
yang sama, batasan ini didasarkan pada Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3 yang berbunyi:
21
Nurus Sa‟adah, dkk., Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama, (Yogakarta: Jurnal UiN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015 ) h.485
23
“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawi22
nilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.S An-nisa‟ (4) ayat 3).23
Dari ayat itu ada sebagian Ulama yang memahami bahwa dari batasan itu
ada yang berpendapat boleh lebih dari empat istri bahkan sampai sembilan istri,
namun batasan empat istri yang paling banyak diikuti para Ulama dan
dipraktikan dalam sejarah dan Nabi Muhammad SAW yang melarang
melakukan poligami lebih dari empat istri.24
Dalam pengertian poligami ada pergeseran dan penyempitan makna dan
sering disebutkan dalam suatu perkawinan antara seorang suami dengan lebih
dari satu istri, hal ini terjadi karena masyarakat telah dibakukan dengan
perkawinan, dan pada massa sekarang ini perkawinan yang diterapkan
masyarakat adalah perkawinan poligami dan monogami, sedangkan untuk
perkawinan poliandri jarang diterapkan oleh masyarakat karena didalam agama
22
Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), h.250. 23
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Semarang: Toha Putra, 2000), h.142. 24
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.
3-4
24
Islam tidak dibolehkanya seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu
dalam waktu bersamaan.
2. Faktor-Faktor Pendorong Poligami
Perkawianan dan pernikahan dalam Islam dilakukan atas dasar
yang halal, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur‟an, merupakan bukti
maha kebijaksanaan AllAH. Firmanya yang berbunyi:
.
“dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria
dan wanita QS an najm 53 :45”.25
Menurut Islam perkawinan bukan sekedar penyaluran naluri seks, tetapi
perintah agama agar orang yang melangsungkan pernikahan tetap terjaga
ketaqwaanya. Firman AllAh:
“.dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). QS Ali imran (3): 14”.26
25
H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) h. 296 26
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Jumanatul J-Art,
2005), h.52.
25
Itulah sebabnya Agama mengatur cara melangsungkan perkawinan
dengan menentukan syarat, rukun, cara dan pemutusan jika pernikahan itu tidak
berlangsung lama,27
Pada dasarnya seorang menginginkan perkawinan yang
abadi sampai ajal menjemput, dengan penuh kasih sayang dan keharmonisan,
dan pada umunya wanita menginginkan perkawinan yang monogami bukan
poligami, namun masalah yang dihadapi tidak dapat diduga yang menyebabkan
seorang laki-laki melakukan poligami.
Faktor-faktor yang mendorong berpoligami
1. Kemandulan atau penyakit lain dimana suami tidak dapat menyalurkan
kebutuhan biologisnya dan memperoleh keturunan.
Quraish Shihab dalam ijtihadnya, pelakuan yang paling tepat saat itu
poligami. Dari pendapatnya itu, beliau tetap memberikan peringatan dan
poligami bukan ajuran apalagi kewajiban, Menurut Qurash Shihab, dengan
adanya poligami memberikan jalan untuk bisa melampiaskan nafsu karena istri
tidak dapat melampiaskan suami atau sedang keadaan mandul dan menghindar
sifat mudharat yang tidak terkendali, maka cara itu bisa dilakukan kepada
perempuan lain yang dinikahnya secara sah.28
2. Faktor terjadinya poligami menurut Idha Apriliana pada masa pra-Islam.
27
H.E.Hasan saleh, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Press,
2008), h.314-315 28
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur‟an, (Jakarta, Lentera hati,2002), h.342
26
(1). Segi kebutuhan social :a).Faktor ekonomi, Kaum pria dengan banyak istri
akan memberikan keuntungan seperti menjadikan istri sebagai
budak/pekerja, b). Faktor jumlah anak dan suku: Kepentingan untuk
menambah anggota keluarga sehingga dapat memperbesar suku, c). Jumlah
wanita lebih banyak dari pria: Kelebihan wanita dari pria disebabkan
faktor laki-laki lebih banyak dari wanita.
(2). Kebutuhan Pribadi; a).Faktor geografis :Iklim dapat menyebabkan wanita
lebih cepat tua. b). Masa subur: Keterbatasan usia produktif wanita dengan
tahap menoupouse.29
Menurut Mustafa Al-Maragi hal-hal yang diperbolehkan untuk poligami :
(1). Bila seorang suami memiliki istri yang mandul sedangkan ia mengharapkan
anak, terlebih lagi jika orang terpandang raja atau amir,
(2). Bila istri sudah tua dan tidak haid sedangkan suami berkeinginan
mempunyai anak dan mampu memberi nafkah, menjamin kebutuhan
anakya,
(3).-Seorang yang mempunyai nafsu tinggi sedangkan istri kebalikanya, atau
sang istri mempunyai massa haid yang lebih dari bulanya sedangkan sang
suami tidak tahan dan agar terhindar dari berzina,
(4). Seorang wanita yang lebih banyak dari seorang laki-laki akibat
peperangan.30
29
Idha Aprliana, Berbagai Faktor Polgami dikalangan Pelaku dikota Medan, (Medan: Jurnal
Equalty, 2007), h. 116.
27
Prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam
1) Pilihan jodoh yang tepat
2) Perkawinan didahului dengan peminangan
3) Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan
perempuan
4) perkawinan didasari atas dasar suka rela antar pihak.
5) ada persaksian dalam akad nikah
6) perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu
7) kewajiban membayar mas kawin bagi suami
8) mengajukan kebebasan syarat dalam akad nikah
9) laki-laki sebagai tanggung jawab keluarga
10) kewajiban bermasyarakat dalam berumah tangga .31
3. Poligami dalam lintas Sejarah
Poligami adalah masalah yang sudah lama hampir seluruh bangsa
didunia tidak asing dengan poligami, sebelum Islam poligami sudah dikenal
oleh orang hindu, yahudi, arab, bangsa yahudi membolehkan poligami dan
Nabi Musa tidak melarang poligami bahkan tidak membatasi orang
berpoligami, kitab ulangan mewajibkan saudara laki-laki mengawini janda
yang mempunyai anak, meskipun sudah beristri, Nabi Ibrahim juga
mempunyai dua istri.
30
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang, PT Karya Toha Putra,
1993), h.326-327 31
Ahmad Azhar Basyir, MA, Hukum Perkawinan Islam, (Yogakarta: Uii Press), hlm. 17
28
Kitab talmud, Tafsir hukum taurat membatasi jumlah istri dalam
perkawinan poligami, tetapi umat yahudi pada waktu itu kembali
menjalankan poligami dengan tanpa batas jumlah istri, beberapa orang
yahudi ada yang melarangnya tetapi ada yang memperbolehkanya dengan
alasan istri pertamanya mandul.32
Menanggapi masalah ini berkembang di berbagai pendapat dieropa dan
Amerika serikat bahwa sistem poligami akan merusak suami istri serta anak-
anaknya, kondisi seperti ini akan menumbuhkan perilaku buruk pada anak
dan seorang istri senantiasa agar memiliki satu suami tanpa yang lain.
Pandangan orang barat diatas tidak lepas dari backround Agama barat
yang mayoritas menganut agama kriten atau katolik yang melarang
poligami. Setelah agama kristen direvisi sejalan dengan ajaran paulus konsep
monogami dimasukan kedalam filsafat kristen dan menyesuaikan dengan
budaya yunani-romawi, di zaman yunani-romawi dahulu yang sudah
mengembangkan bentuk monogami yang mayoritas bentuknya adalah budak
yang dimanfaatkan secara bebas, karena itulah yang dahulu dinamakan
poligami sebenarnya poligami tanpa batas.33
Didalam Injil perjanjian lama diceritakan bahwa Nabi Daud
mempunyai istri tiga ratus, ketika Islam datang maka dia meletakkan
32
Agus Hermanto, Islam, Poligami dan Perlindungan Kaum Perempuan, (Lampung: Jurnal
IAiN Raden Intan Lampung 2015), h.169 33
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, (Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga, 1990) h.
5-6
29
beberapa persyaratan untuk memperbolehkan poligami antara lain dari segi
jumlah dan maksimal empat, sehingga Ghailan bin Salamah masuk Islam
dengan mempunyai sepuluh istri, maka Nabi Muhammad SAW bersabda
pilihlah empat istri dari sepuluh istrimu yang kamu sukai dan sisanya
ceraikanlah, demikian pula berlaku kepada orang yang masuk Islam yang
istrinya delapan atau lima maka Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan
kepadanya untuk menahan empat saja.34
Konsep awal poligami sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW Pada awal massa Islam, perkawinan yang dilakukan Nabi bukan
merupakan bentuk perkawinan yang dominasi dan hawa nafsu lelaki bagi
perempuan, melainkan perkawinan yang memiliki tujuan sama seperti
perkawinan lainya (monogami). bahkan tujuan poligami ini bertujuan sangat
mulia , sebagaimana dituangkan dalam Al-Qur‟an Q.S An-nisa ayat 4, yaitu
penegak keadilan diantara istri-istri dan hak anak yatim perempuan, baik
dalam hal harta atau perlakuan yang semenang-menang yang sudah
mentradisi pada massa itu. Tidak diberi hak waris, dan ketika mereka anak
yatim dinikahkan mahar dikuasai walinya, dan bahkan ada wali yang tidak
memeperbolehkan anak yatim yang dipemeliharaanya tidak boleh dinikahi
dengan lelaki lain, agar wali menguasai hartanya, oleh karena itu masyarakat
34
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Alih Bahasa H Mua‟mal Hamidy, Poligami, (Jakarta:
Kumpulan artikel, 2006) h 11
30
muslim awal memperaktekan poligami karena kondisi sosial budaya saat itu
yang memadang wajar poligami.35
Dalam konteks sejarah Islam, ayat poligami turun setelah berakhirnya
perang uhud yag memakan korban dunia sebanyak tujuh puluh orang laki-
laki dari tujuh ratus tetara muslim yang ikut berperang, dampaknya sedikit
muslimah menjadi janda dan banyaknya anak yatim yang terlantar, melihat
kondisi sosial pada masa itu cara terbaik menolong janda dan anak yatim
adalah dengan menikahi mereka dengan syarat mampu berlaku adil.
Sedangkan dalam konteks nusantara daerah yang menganut hukum
Islam pada masa itu seperti halnya Aceh keberadaan poligami diakui,
Snouck Hourgonje menurut Makrum, pada abad 19 pernikahan secara
poligami sudah dilakukan secara umum yang dilakukan oleh guru,
bangsawan atau orang yang terpandang karena keshalehanya atau karena
pendidikanya, para putri mereka dengan senang hati dinikahkan walaupun
jadi istri kedua, ketiga atau empat.36
4. Poligami dalam pandangan hukum Islam
Syariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai
empat orang dan wajib berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan
pangan maupun sandang, tempat tinggal, serta yang bersifat benda tanpa
membedakan istri yang kaya dan yang miskin, yang berasal dari keturunan
35
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal
STAiN Purwokerto, 2015) h.88 36
Makrum, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Pekalongan: STAiN Pekalongan, 2016), h.7.
31
yang tinggi maupun yang rendah, dan bila suami kuatir berbuat dzalim dan
tidak dapat berlaku adil maka tidaklah berpoligami, seperti firman Allah
SWT dalam surat An-nisa ayat 3.37
.”dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (surat An-nisa ayat 3).38
Ayat ini diturunkan di Madinah setelah perang uhud, akibat ketidak
disiplinan kaum muslimin mengakibatkan kalah telak. Banyak prajurit muslim
yang meninggal di medan perang, dampaknya banyak janda dan anak yatim,
tidak banyak kondisi anak yatim yang kaya dan miskin, tetapi banyak anak
yatim yang mewarisi harta peninggalan orang tua.
Pada kondisi tersebut muncul niat jahat oleh para wali dengan menikahi
anak yatim yang cantik dan ingin menguasai hartanya, dan banyak anak yatim
yang tidak diberikan hak-haknya seperti mahar dan nafkah tidak diberikan,
37
Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: International
Journal of Child and Gender Studis, 2015) h.28. 38
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),
h.78.
32
bahkan ada harta anak yatim yang dirampas oleh suaminya sendiri untuk
menafkahi istrinya yang lain yang jumlahnya lebih dari batas kewajaran.39
Sayyid Qutb menggambarkan bahwa masa jahiliyah banyak kebiasaan
buruk yang telah berlangsung saat datangnya Islam di Arab, diantaranya hak
anak yatim yang dirampas khususnya anak yatim perempuan dikeluarga, anak
yatim yang kaya ditahan untuk dijadikan istri oleh walinya karena tamak
kepada harta mereka bukan kepada orangnya, atau diberikan kepada anak lelaki
para wali untuk tujuan yang sama agar harta tidak keluar dan jatuh keorang
lain.40
Kebiasaan ini juga berlangsung di awal Islam, hingga Al-Qur‟an datang
dan melarang dan mengahapusnya dengan pengarahan luhur dan hati nurani,
dalam ayat lain QS An-nisa (4:129)
“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” QS An-nisa (4:129).41
39
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, (Purwokerto: Jurnal
STAiN Purwokerto, 2015) h.87 40
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilal Al-Qur‟an, Terj. Ainur Rafiq Shaleh Tahmid, (Jakarta: Rabbani
Press, 2001), jilid 2, hal. 599. 41
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Bandung: CV Penerbit J-Art, 2005),
h.100.
33
.
Secara tepat ayat ini menyatakan tidak akan mungkin seorang lelaki
terhadap istrinya, ayat ini dapat disimpulkan Islam pada dasarnya agama
monogami, oleh karena itu Sayyid Qutb menegaskan bahwa Islam tidak
menumbuhkan poligami tetapi hanya membatasi. Tidak memerintahkan
poligami tetapi menentukan syarat dipelaksanaanya, Islam memberikan
keringanan dalam hal ini untuk menghadapi realitas kehidupan manusia dan
berbagai darurat fitrah manusia, jika tidak demikian maka keringanan yang
diberikan tidak boleh dilakukan.42
Poligami dalam fiqih lebih mengacu pada seorang lelaki yang merdeka
(hurrun) boleh menikahi empat perempuan, sedangkan budak laki-laki (abdun)
hanya boleh menikahi dua orang perempuan, posisi poligami tidak hanya
kesanggupan dari segi fisik dan batin saja, melainkan kemampuan harta juga
sangat diperhatikan. Ketentuan maksimal empat merupakan harga mati karena
seorang yang beristri empat jika ingin menikahi satu wanita lagi maka
ceraikanlah satu istri terlebih dahulu, ada dua pendapat tentang batasan
maksimal poligami menurut jumrul ulama menyimpulkan bahwa lafadz matsna
wa tsulasa wa ruba mempunyai arti bahwa wawu ataf itu berfungsi sebagai li
al takhyir bukan li-al jam‟i, berbeda dengan kalangan madzhab syiah
berpendapat bahwa wawu berfungsi sebagai li al-jam‟i sehinggga batas
maksimal berpoligami sembilan orang.
42
Eka Sri Hilayati, Poligami Menurut Perspektif Pelaku, (Jakarta: UiN Syarif Hidayatullah
2009), h. 26.
34
Wahbah al-Zuhaily dalam Atik Wartini lebih menguatkan pendapat yang
menyatakan bahwa maksimal istri itu empat beliau beralasan bahwa satu bulan
ada empat minggu mempermudah laki-laki untuk membagi waktu buat istrinya,
untuk beristri lebih dari empat ditakutkan berbuat aniaya dan lemah dalam
memenuhi hak istri, untuk lelaki yang takut tidak berbuat adil maka baginya
lebih baik menikah dengan seorang saja, keadilan ini menyangkut pembagian
waktu, jima‟, dan nafaqah. Pendapat maksimal empat ini bukan berarti laki-laki
boleh menikah lebih dari satu, hal ini adalah merupakan pengecualian yang
jarang sekali, dan bahkan mempunyai istri satu itu merupakan hal yang umum
dan paling utama.43
Hukum poligami menurut Muhammad Abduh ulama klasik dari kalangan
mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) Berpendapat berdasarkan QS
An-nisa‟ (4).3 pria muslim dapat menikahi empat wanita tafsir ini telah
mendominasi seluruh pemikiran umat Islam, jadi dalam pengertianya poligami
tidak dilarang asalkan tidak lebih dari empat istri, Akan tetapi Ulama seperti
Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu,
menurutnya diperbolehkan poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam
muncul dan berkembang dengan alasan: pertama, pada saat itu jumlah lelaki
lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita akibat gugur perang antar suku. Maka
sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua,
43
Atik Wartini, Poligami dari Fiqih hingga perundang-undangan, (Jakarta: Jurnal Studia
Islamika 2013), h. 246.
35
pada massa itu umat Islam baru sedikit pemeluknya, dengan berpoligami wanita
akan masuk Islam dan diharapkan dapat memepengaruhi sanak keluarganya.
Ketiga, dengan berpoligami menurut Muhammad Abduh akan terjalin
pernikahan antar suku yang akan mencegah peperangan dan konflik yang
terjadi, Massa ini keadaan telah berubah, poligami menurut Muhammad Abduh
justru akan menimbulkan permusuhan, kebencian antara para istri dan anak,
bahkan Muhammad Abduh mantan syaikh Al-Azhar ini berfatwa bahwa
berpoligami hukumnya haram, dengan alasan pertama, syarat poligami adalah
berbuat adil syarat ini sangat sulit untuk dipenuhi, sebab Allah sudah berfirman
dalam Q.S (4) 129 tentang sulitnya berbuat adil kedua, buruknya kelakuan
suami terhadap istri, karena mereka tidak bisa memberi nafkah secara lahir dan
batin. Ketiga, dampaknya psikologis terhadap anak yang orang tuanya
berpoligami, mereka dikuatirkan akan tumbuh menjadi anak yang tumbuh
dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu dari anak itu bertengkar dengan
suami atau istri suami yang lain.
Muhammad Abduh juga berpendapat hanya Nabi Muhammad saja yang
dapat berlaku adil sementara yang lain tidak, perbuatan yang satu ini bisa
menjadi patokan karena khusus akhlak nabi kepada istrinya, Muhammad Abduh
hanya memperbolehkan poligami kalau istrinya mandul, Menurut Muhammad
Abduh praktek poligami merupakan praktek Ferbudakan, karena Islam tidak
36
mengajarkan itu, fenomena yang terjadi menurut Muhammad Abduh adalah
fenomena Zaman jahiliyyah yang tidak ada hubunganya dengan Islam.44
Menurut Qurasih Shihab Ayat yang menjelaskan poligami, lebih terlihat
dalam Surat An-Nisa‟ ayat ketiga. Dalam ayat itu, banyak membahas masalah
kehidupan dengan jalan keluarnya yang sama sesuai perkembangan zaman. Al-
Qur‟an juga djadikan petunjuk, serta tolak ukur oleh manusia untuk menjadikan
dirinya yang taat akan firman tuhanya.45
Pemahaman beliau ayat ketiga
membahas anak yatim yang terdzolimi. Jika dilihat dari turunya ayat, pada
keadaan zaman dulu sering terjadi kelakuan yang tidak pantas kepada mereka.
Penggunaan kata dalam ayat ketiga yakni, (تقسطوا) dan (تعدلوا) yang
makna kedua kata itu sama memiliki arti adil. Namun menurut Quraish Shihab
memiliki arti perbedaan, ketika kata tuqsithu maka arti yang menunjukkan dua
orang atau lebih, yang mana kedua orang tersebut merasa senang dengan
keadilan, sedangkan kata ta‟dilu jika melakukan keadilan pada dua orang atau
lebih maka akan muncul suatu kesimpulan bahwa satu orang akan merasa
senang satu orang akan merasa kecewa atau disebut menyenangkan satu
pihak.46
Berbicara mengenai keadilan yang dimaksud oleh Quraish Shihab secara
ringkas sebagai berikut:
44
Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Journal of
Child and Gender Studis, 2015) h.30. 45
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2007), h.8 46
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta, Lentera Hati,2002), h.338.
37
a. Kalau yakin tidak adil bolehkah? Tidak boleh
b. Kalau menduga tidak berlaku adil, bolehkah? Tidak boleh
c. Kalau yakin berlaku adil, bolehkah? Boleh
d. Apakah boleh itu perintah atau boleh saja? Boleh saja, istilah dalam bahasa
Agama itu mubah atau boleh, bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh.
Maksud dari keadilan diatas adalah laki-laki paham dari segi ekonomi dan
jasmaninya, jangan sampai ketika sakit dengan berpoligami.
Menurut Quraish Shihab tafsir dari kata (ما ملكت أمنكم) yang diterjemahkan
dengan hamba sahaya wanita yang kamu miliki, menunjukan satu kelompok
yang dimana pada waktu itu fonomena umum yang sering terjadi pada
masyarakat di seluruh dunia yakni perbudakan, menurutnya ketika seorang
budak dinikahi seorang budak maka tetap menjadi budak dan anaknya
demikian, berbeda dengan ketika yang menikahi laki-laki merdeka maka akan
mempunyai anak merdeka dan ibunya akan merdeka. 47
Al-Qur‟an telah menutup secara penuh adanya perkembangan
perbudakan, namun masih ada satu jalan yang menurut beliau masih boleh
digunakan yakni tawanan. Hal tersebut dibolehkan, karena pada zaman dahulu
masih adanya gejala perang.48
Dalam fenomena perang zaman dulu, Islam secara bertahap menempuh
sebuah cara pembebasanya. Jika penghapusan itu secara tergesa-gesa, maka
47
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta, Lentera Hati,, 2002), h.339. 48
Ali Asghar Enginerr, Pembebasan Perempuan, (Jogjakarta:Lkis, 2007), hal. 74.
38
akan bisa dipastikan dapat menimbulkan problem sosial yang luar biasa.
Banyak kekurangan kebutuhan sandang, pangan, dan sebagainya.
Penyebutan masna, wasulasa, waruba, Quraish Shihab menyebutkan
sebuah perlakuan adil kepada anak yatim, pendapat mengenai ayat ketiga ini
tentang penguatan tidak akan adanya poligami, karena perbuatan itu sudah
dikenal dan dilakukan oleh berbagai syariat agama. Adat turunya ayat itu ayat
diatas tidak mewajibkan poligami atau mengajurkanya, tetapi hanya berbicara
bolehnya poligami dan itu hanya boleh dilakukan oleh orang yang sangat
membutuhkan dan dengan ketentuan syarat yang tidak ringan.49
Menurut Quraish Shihab, dengan adanya poligami, bisa memberikan jalan
untuk bisa melampiaskan nafsu. Dikarenakan istri tidak bisa membuat kepuasan
pada suami atau sedang keadaan mandul, cara itu bisa dilakukan kepada
perempuan lain yang dinikahinya secara sah.50
Dari sinilah dapat ditarik kesimpulan, bahwa jika ada syarat yang tidak
terpenuhi secara mutlak, maka poligami boleh dilakukan. Hal itu dapat
mengubah keadaan yang saat itu dalam kondisi buruk menjadi baik dengan
melakukan hal tersebut.
49
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta, Lentera Hati, 2002), h.339. 50
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,
(Jakarta, Lentera Hati, 2002), h. 342
39
BAB III
BIOGRAFI MUHAMMAD SYAHRUR DAN NASHR HAMID ABU ZAYD
A. Muhammad Syahrur
1. Biografi Muhammad Syahrur
Muhammad Syahrur lahir di Damaskus pada 11 april 1938, pada
massa penjajahan oleh Perancis, meskipun sudah mendapatkan status
setengah merdeka. Ayahnya bernama Deyb Ibn Syahrur dan ibunya
bernama Siddiqah binti Shalih Filyun, istrinya bernama Azizah,
Muhammad Syahrur mempunyai lima anak: Tariq, Al Fais, Basul, Masul
dan Rima, Muhammad Syahrur memulai pendidikanya tingkat dasar dan
menengahnya di Madrasah Abdurrahman al-kawakib Damaskus, dan
Muhammad Syahrur lulus pada tahun 1957, Setaun kemudian Muhammad
Syahrur pada usia 19 tahun mendapatkan biasiswa ke Uni Soviet dan
tinggal di Saratow daerah Moskow .51
Pada tahun 1964 Muhammad Syahrur mendapat gelar diploma di
bidang teknik sipil, kemudian Muhammad Syahrur kembali kenegara
asalnya dan setaun setelah kelulusanya Muhammad Syahrur diterima
sebagai pengajar di Damaskus, kemudian pada tahun 1967 Muhammad
Syahrur dikirim ke Universitas college dublin didaerah Irlandia untuk
mengambil gelar magister dan doktor dalam bidang teknik sipil, Gelar
51
M Alim Khoiri, Fiqih busana Telaah kritis pemikiran Muhammad Syahrur,
(Yogyakarta, Kalimedia, 2016) cet I h. 63
40
magister dalam bidang teknik sipil dapat diperoleh pada tahun 1972
setelah itu pulang dan kembali mengabdi di Universitas Damaskus, Masa
awal Muhammad Syahrur sebagai dosen bersamaan dengan masa
pencarian jati diri akibat selesai dijajah Perancis, Muhammad Syahrur
adalah seorang pemikir Islam yang banyak pengalaman berkaitan ilmu
yang ditekuninya, karir sebagai ilmuwan dimulai sejak mengajar mata
kuliah mekanik tanah di Universitas Damaskus pada tahun 1964 sampai
1968.52
Pada tahun 1972 sampai 1999 Muhammad Syahrur diangkat menjadi
profesor mekanik tanah di Universitas yang sama, selain itu Muhammad
Syahrur juga sebagai konsultan insiyur di Damaskus sampai dengan tahun
2000, selain itu Muhammad Syahrur seorang yang sukses melakukan
investigasi tanah lebih dari 400 proyek di Syiria, pada tahun 1982 sampai
1983 Muhammad Syahrur pergi kearab untuk bekerja sebagai konsultan
teknik pertahanan, setelah bekerja sebagai konsultan teknik pertahanan
Muhammad Syahrur pulang kembali ke Damaskus untuk mendirikan
konsultan di bidang teknik bersama teman kuliahya yang diberi nama Dar
al-Isyarat al-handasiyah, disamping itu Muhammad Syahrur sering belajar
di bidang filsafat dan fiqh bahasa.53
52
Muhyar Fanani, Fiqh Madani Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern,
(Yogyakarta:LkiS, 2010) , h.33. 53
M Alim Khoiri, Fiqih busana Telaah kritis pemikiran Muhammad Syahrur, (Yogyakarta,
Kalimedia, 2016) cet I h.66.
41
Dalam bidang bahasa Muhammad Syahrur menguasai tiga bahasa
yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris dan juga bahasa Rusia, tiga bahasa itu
yang mengantarkan Muhammad Syahrur sebagai intelektual yang
berwawasan luas,54
dan kepintaranya itu mengatarkan kekiprah
Internasional dengan menjadi juru bicara, Sedangkan didalam bidang
keIslaman Muhammad Syahrur belajar dengan secara otodidak tentang
ilmu-ilmu keIslaman, hal inilah yang menyebabkan sasaran kritik
untuknya, musuhnya sering kali meyerang secara keras akibat tidak
mempunyai latar belakang formal di bidang Islam, hal inilah yang
membuat Muhammad Syahrur kehilangan kesempatan untuk berbicara
dipublik khususnya Agama, seperti mimbar Masjid, jurnal Islam,
Akibatnya Muhammad Syahrur hanya dihadapkan satu pilihan dengan
menulis buku untuk mengungkapkan gagasan dan menjawab musuh-
musuh intelektualnya, Muhammad Syahrur termasuk tokoh yang gigih,
karena dengan banyaknya Ulama yang menyerang tetapi Muhammad
Syahrur terus membumikan gagasanya, dalam membumikan ide itu
Muhammad Syaharur harus bekerja sendirian, karena tidak ada jaringan
akademik atau non akademik yang mendukungnya, karena gagasanya
sangat liberal.55
54
Abul Kalam Azad, India Wins Freedom:, (London: Orient Longman, 1978), h.4. 55
M Alim Khoiri, Fiqih busana Telaah kritis pemikiran Muhammad Syahrur, (Yogyakarta,
Kalimedia, 2016) cet I h. 68.
42
2. Karya-Karya Muhammad Syahrur
Di sela-sela kesibukanya sebagai professional di bidang mekanik
tanah dan teknik bangunan Muhammad Syahrur masih sempat melakukan
penelitian dalam bidang keislaman, dan menerbitkan buku seperti:
a. Kitab wa al-Qur;an Qira‟ah musahirah Buku pertamanya yang
berbicara antara membedakan al-kitab dan Al-Qur‟an, ia mencetuskan
sebuah teori istinbath hukum baru ( nazhariyat al Hudud) misalnya
poligami, pakain perempuan dll.
Dalam penyusunan buku pertama ini ada 3 fase, fase pertama 1970-
1980 pada fase ini Muhammad Syahrur masih kesulitan untuk melepaskan
diri dari paradigma keilmuan Islam lama, menurutnya saat seorang masih
mengikuti madzhab-madzhab klasik, contohnya malikiah, syafi‟iyah dia
akan sulit untuk membangun teori baru yang lebih segar.
Fase kedua 1982-1986 dimana pada fase ini massa perkenalan
dengan madzhab ilmiah dalam bidang bahasa yang bernama Ja‟far Dik Al-
Bab yang memperkenalkan teori lingustik, pada fase ini Muhammad
Syahrur mengerti tak ada sinonim dalam bahasa arab.
Fase ketiga 1986-1990 dimana pada fase ini Muhammad Syahrur
lebih serius dalam menyusun karyanya dan menyusun tema dengan serasi
43
sejak musim panas 1986-1987 dia berhasil menyusun satu bab yang
dianggap berat, tema tersebut di diskusikan bersama ja‟far.56
b. Dirasah Islamiyyah Mu‟ushirah fi ad-Dawlah Wa al-Mujtama berisi
tema kajian antara tahun 1990-1994 dengan 37 halaman membahas
tentang konsepsi keluarga, umat, nasionalisme dll.
Dalam karyanya itu dia menjelaskan sebab sulitnya umat Islam
berkembang dan maju, faktor pemicunya tirani ( al-istibdad).
c. Al-Islam wa al-Iman Manzhumah Al-Qiyam merupakan hasil kajian
antara tahun 1994-1996 dengan tebal 375 halaman yang membahas
tentang konsepsi baru tentang Iman dan Islam serta rukun-rukunya,
dalam karyanya itu membantah pendapat ulama yang mengatakan
bahwa Islam berawal dan berakhir dari pada Muhammad, sedangkan
pendapat Muhammad Syahrur berawal dari Nabi Nuh dan berakhir
pada Nabi Muhammad.
d. Nahw Ushul Jadidah li al-fiqh al-Islami merupakan hasil kajian dari
1996-2000 yang membahas tentang persoalan kontemporer seperti
persoalan warisan, wasiat, poligami dll.57
56
Edi Darmawijaya, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Journal of
Child and Gender Studis, 2015) h.33. 57
M Alim Khoiri, Fiqih busana Telaah kritis pemikiran Muhammad Syahrur, (Yogyakarta,
Kalimedia, 2016) cet I h. 74-77
44
3. Pemikiran Muhammad Syahrur
Pada abad 20 yang di pelopori oleh Jamaluddin al-Afghani kemudian
di susul oleh Muhammad Abduh Bangsa Arab bangkit sebagai bangsa baru
yang 50 tahun setelah itu pada tahun 1954 Jamal Abdel Nasser wafat 1970,
yang dipromosikan gerakan ini adalah untuk mencari jalan dan cara yang
dapat memperkokoh kedudukan mereka di dunia dan massa kini yang sama
sekali berbeda dengan massa sebelumnya.58
Gerakan inilah yang oleh Syahrur di masukan gerakan modernitas,
merupakan lawan dari gerakan Tradisi.59
Dalam upaya melakukan
pembacan ulang terhadap al-Qur‟an Muhammad Syahrur melakukan
pendekatan bentuk lingustik yang ia sebut dengan manhaj al-tarikhi,
menggabungkan metode lingustik yang di bawa oleh Abu Ali al-Farisi yang
merupakan perpaduan teori Ibnu Jinni dan Abdul Qadir al-jurjanji yang
menyimpulkan tiadanya sinomitas dalam bahasa Arab,60
Di jadikanya
pendekatan lingustik oleh Syahrur sebagai metode memahami Qur‟an tidak
lepas dari asumsinya bahwa al-Qur‟an memiliki dua sisi, yakni sastrawi
dan ilmah.
Pertama dipahami dengan pendekatan deskriptif-signifikantif yaitu
dengan memadukan analisis sastra (balaghah) dan nahwu (gramatiika),
58
Hassan Hanafi dan Muhammad Abed al-Jabiri, Membunuh Setan Dunis Meleburkan Timur
dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog terj, Umar Bukhary, (Yogyakarta: Ircisod, 2003), h. 15 59
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2004), h.15 60
Muhammad Syahrur, al-Kitab Wa al-Qur‟an, Qira‟ah Mu‟ashirah, (Damaskus : al-Halli li al-
Tiba‟ah wa al-Nasr Wa al-Tauzi, 1994), h.20-22.
45
kedua pendekatan histori ilmiah yaitu dengan penolakan terhadap sinonim
atau sinomitas contoh al-Kitab, al-Qur‟an dengan keduanya terletak studi
linguistik.61
Penolakan sinomitas menurut Muhammad Syahrur yaitu ayat-ayat al-
Qur‟an yang mencakup kenabian nubuwwah yaitu pengetahuan yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad terkait posisinya sebagai Nabi, di
bagi menjadi dua: Pertama ayat mutasyabih (ayat-ayat ambigu) dan
muhkam (ayat-ayat yang jelas), Menurut Muhammad Syahrur al-Qur‟an
dalam arti bahasa Syahrur al-kitab dibagi dalam tiga macam, pertama umm
al-kitab (ayat-ayat mukhamat), kedua al-Qur‟an wa al-sab al-matsani
(ayat-ayat mutasyabihat), dan ketiga tafsil al-kitab.62
Umm al kitab diturunkan Allah kepada Nabi dalam waktu 23 tahun
dalam bentuk al-inzal dan al-tanzil secara tidak terpisah, memuat ayat
yang berkaitan dalam bidang hukum dan akhlak untuk melakukan ijtihad,
elastisitas pemahan dan penerapan umm al-kitab disebutnya dengan istilah
haniffiyah dengan aspek ( konsistensi hukum) yakni hadad al-adna ( batas
legis maksimal) dan hadad al a‟la ( batas legis minimal) juga diperhatikan,
Berkaitan dengan al-Qur‟an bagian al-mutasyabihat ( ayat yang ambigu)
berisi dua bagian pertama; bagian tetap tidak perubahan (al-juz al tsabit)
yaitu yang mengatur semua alam dari awal sampai kiamat. Kedua; bagian
61
Sahiron Samsuddin, Metodologi Fiqh Kontemporer, ( Yogyakarta: Elsaq Press 2008), h.17.
62 Muhammad Syahrur, al-kitab wa al-Qur‟an Qira‟ah Mu‟asirah, (Damaskus: Dar al-Ahali,
1990), h.51-56.
46
tetap bisa berubah ( al-juz al-mutaghayyir) yaitu faktor alamiah yang
mempengaruhinya, contohnya perubahan angin, jenis kelamin, ayat yang
termasuk ini terbuka untuk ditakwilkan sesuai dengan perkembangan
ilmu.63
Intratekstualitas (al tartil) dan analisa linguistik paradigmo-
sintagmatis, intratekstualitas artinya mengabungkan atau
mengomparasikan ayat yang memilki topik bahasan yang sama, topik yang
muncul dari konsep al-Qur‟an yufassiru ba‟dhuhu ba‟dhan yaitu sebagian
ayat al-Qur‟an menafsirkan ayat yang lain yang lebih dikenal dengan tasfir
tematik (mawdhu‟i).64
Menurut Muhammad Syahrur metodologis ini memiliki dasar dari
Q.S. al-Muzamil:4. Pada ayat itu ada kata tartil yang menurutnya tidak
diartikan membaca (tilawah) sebagaimana yang dipahami sebagian
mufassir. Kata tersebut dalam bahasa arab al-ratl yang berarti barisan
tertentu, atas dasar ini tartil diartikan mengambil ayat yang berkaitan
dengan satu topik tertentu.
Analisis paradigmatis dan sintagamatis yaitu suatu analisis pencarian
dan pemahaman terhadap sebuah konsep makna suatu simbol kata dengan
cara mengaitkan dengan konsep dari simbol yang mendekati atau
berlawanan, dalam hal ini syahrur sepakat dengan Ibnu Faris yang
63
Muhammad Syahrur, al-kitab wa al-Qur‟an Qira‟ah Mu‟asirah, (Damaskus: Dar al-Ahali,
1990), h. 37. 64
Ibid., h.197.
47
mengatakan bahwa dalam bahasa arab tidak terdapat sinonim. Analisis
sintagmatis yaitu setiap kata pasti dipengaruhi oleh kata disekelilingnya.65
4. Penafsiran Muhammad Syahrur
Menurut Muhammad Syahrur dalam menafsirkan ayat poligami ia
mempertimbangkan aspek struktur kalimat (sintagamatis) antara kata
dalam satu ayat berhubungan.66
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu”. (QS.an-nisa ayat 1).
Ayat pertama surat an-nisa Allah mengajak manusia untuk bertaqwa
kepada Tuhanya dan menyambung tali silatuhrahmi antar manusia tanpa
dibatasi oleh batasan keluarga.
65
Alim Khoiri, Fiqh Busana Telaah Kritis Pemikiran Muhammad
Syahrur,(Yogyakarta:Kalimedia, 2016), h.117. 66
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta, Lkis Group, 2010), h.
265.
48
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan
kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-
tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”. (QS.an-
nisa ayat 2).
Ayat kedua surat an-nisa berbicara tentang masalah penyantunan
anak yatim dan larangan memakan harta mereka, dan pada ayat ketiga
Allah melanjutkan pembicaraan mengenai masalah polgami, ayat yang
dijadikan landasan dibolehkanya poligami adalah potongan ayat QS.an-nisa
ayat 3.
“maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”67
(QS.an-nisa ayat 3).
Muhammad Syahrur menolak ayat pemotongan seperti ini, tetapi
lebih memilih mengambil ayat secara lengkap (QS.an-nisa ayat 3).
67
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Semarang: Toha Putra, 2000), h.142.
49
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(QS.an-nisa ayat 3).68
Pertama; membahas terma dasar yaitu qasata dan adala dalam
bahasa arab qasata adalah sebuah terma dasar yang memiliki satu
bentuk tetapi memiliki dua pengertian yang saling bertolak belakang,
arti pertama keadilan dan pertolongan. Dalam firmanya
“sesunguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil
al-muqsitin (QS al-maidah:42)”.
Arti keduanya adalah kezaliman dan penindasan (al-jur) seperti
dalam firmanya, adapun orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran (al-qasituna) maka mereka menjadi kayu api neraka
jahanam (QS al-jin:14).
68
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),
h.78.
50
Terma adala juga mempunyai dua arti yang saling berlawanan.
Arti pertama adalah kelurusan atau kesejajaran sedang arti kedua
kebengkoan.69
Ayat tentang poligami ini memiliki hubungan dengan ayat
sebelumnya karena ada redaksi wa-in yang menghubungkan keduanya,
ayat sebelumnya membicarakan hak-hak anak yatim dalam QS an-
nisa‟ ayat 2, yang dimaksud anak yatim adalah anak yang tidak
memiliki bapak dan masih dibawah umur, sedangkan ibunya masih
hidup dan masih berada usia produktif. Ayat poligami termasuk ayat
hududiyah memberikan batasan minimal dan maksimal baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas.70
a. Batas batas dalam sisi kuantitas
Ayat ini membicarakan pernikahan dengan redaksi fankihu yang
kemudian mengawali dengan jumlah istri dengan angka dua (masna). batas
minimal istri adalah satu dan batas maksimal empat perempuan, proses
peningkatan jumlah ini diawali dengan dua, tiga dan terakhir empat dalam
hitungan bilangan bulat karena manusia tidak bisa dihitung dengan angka
pecahan, kesimpulan batas minimal jumlah perempuan yang dinikahi satu
dan batas maksimal empat. Penyebutan satu persatu jumlah perempuan
dalam redaksi masna wa sulasa wa ruba harus dipahami sebagai penyebutan
69
Sahiron Syamsuddin, Prinsip Dasar Hermeneutika, (Yogyakarta:Elsaq Press, 2007), h.234. 70
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta:Lkis Group, 2010), h.265.
51
bilangan bulat secara berurutan, sehingga tidak dapat dipahami sebagai dua
+ tiga + empat yang berjumlah sembilan. Seandainya ada larangan poligami
kita masih bisa menikah dengan batasan minimal satu orang perempuan,
seandainya poligami dibolehkan dan seorang menikahi empat istri maka
tetap berada hukum tuhan, yaitu tepat pada batas maksimal empat. Dalam
sisi kuantitas pada empat belas abad yang lalu memahami ayat poligami
sebagai ayat yang membatasi istri dari satu hingga empat, tanpa
mempertimbangkan sisi kualitas perempuan yang dinikahi, pelaku poligami
memahami ayat kemudian jika kamu takut berlaku adil maka kawinilah
seorang saja, oleh karena itu mereka membenarkan pemahaman yang
menyatakan bahwa jumlah minimal dalam pernikahan adalah satu istri dan
poligami adalah jalan keluar keadaan yang memaksa.71
b. Batas-batas dari sisi kualitas
Yang dimaksud sisi kualitas adalah Ayat wain khiftum alla tuqsitu fi
al-yatama dalam konteks ini Muhammad Syahrur menghubungkan redaksi
syarat dan redaksi jawaban tersebut, Ayat ini tidak menyebutkan syarat
kualitas bagi istri pertama, jawab syarat fankihu dan redaksi syaratnya yaitu
keadilan kepada anak yatim, ayat ini harus dipahami dengan ayat yang
sedang membicarakan ibu janda dari anak-anak yatim sehingga dapat
disimpulkan bahwa ayat memberikan kelonggaran dari segi jumlah hingga
71
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutka Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), h.232.
52
empat istri, tetapi menetapkan persyaratan istri kedua, ketiga keempat harus
seorang yang berstatus janda yang memiliki anak, Konsekuensinya seorang
laki-laki yang menikahi janda harus memelihara anak yatim yang ikut
bersamanya, sebagai mana ia memelihara anak-anaknya sendiri.72
Kata al-yatim menurut Yowan Tamu dalam bahasa arab dan al-tanzil
wal hakim berarti seorang anak yang belum baligh yang ayahnya meninggal
dan ibunya masih hidup.73
“dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu
makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu)
tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah
ia makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan
harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang
penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas
persaksian itu) QS al-nisa:6”.
72
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutka Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), h.234. 73
Yowan Tamu, Poligami dalam Hermeneutika Muhammad Syahrur, ( Grontalo:Journal
Keilmuan Tafsir Hadis, 2011), h.83.
53
Seorang mampu menikahi tiga janda yang memiliki anak, sehingga ia
harus bertanggung jawab yang sangat besar tentunya kondisi finansial
merupakan tanggung jawab yang sangat besar, dan ada kekhawatiran pada
keseimbangan dan keadilan dalam keluarga, fa-in khiftum alla ta‟dilu fa-
wahidatan yang berarti berlaku adil pada anak sendiri istri pertama dan anak
yatim yang ikut bersama istri lain. Dalam ayat ini pengertian adl ( bertindak adil
antara dua pihak) tampak dengan jelas, yaitu tindakan adil seorang bapak
kepada anak istri pertama dan anak dari istri yang lain. sedangkan tindakan qist
hanya ditunjukan kepada anak yatim. Sebagaimana firman Allah.“wa-in khiftum
alla tuqsitu fil yatama” jika seorang lelaki sudah beristri khawatir tidak dapat
berbuat adil baik terhadap anak sendiri maupun anak yatim, maka hendaklah
menikah dengan satu istri saja.
Yang diperhatikan bahwa yang menjadi pembicaraan dalam masalah
poligami adalah seorang yang yang sudah memiliki istri, maka dalam ayat ini
dimulai masna (kedua). Yang dimaksud dengan fawahidah disini adalah istri
kedua, bukan istri pertama. Seorang yang sudah menikah merasa mampu untuk
melakukan poligami, khusus finansial Allah memberikan dorongan untuk
menikah lagi dengan satu janda yang memiliki anak, pengertian ini ditegaskan
dengan redaksi akhir “zalika adna alla ta‟ulu” kalimat ta‟ulu berasal dari kata
awala yang berarti memiliki banyak keturunan dan banyak melakukan tindakan
ketidak adilan. Seorang laki-laki yang bertangung jawab mendidik anaknya,
54
jika tidak mampu bertanggung jawab dan melantarkan keluarga titik ini tidak
berbuat adil kepada keluarganya.74
Menurut Muhammad Syahrur, kawin lebih seorang istri (poligami)
dibolehkan, menurutnya bentuk poligami itu adalah istri kedua, ketiga, keempat
adalah semua janda yang memiliki anak yatim, ditinggal oleh ayahnya semasa
kecil.75
Menurut Muhammad Syahrur syarat poligami dalam Islam adalah
pertama;isteri kedua, ketiga, keempat adalah janda yang memiliki anak yatim.
Kedua;harus ada kekhawatiran tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim,
menurutnya poligami tidak boleh dilakukan jika tidak terdapat dua syarat itu.76
Muhammad Syahrur tidak sependapat dengan praktek poligami yang
dapat dilakukan oleh umat Islam dan banyak dipahami oleh para ulama dan ahli
hukum Islam, menurutnya selama ini poligami dilakukan begitu saja oleh laki-
laki dan banyak menyalahi ketentuaan undang-undang, Muhammad Syahrur
berkata sesunguhnya kami melihat poligami sebagai perintah Tuhan yang
ditetapkan dengan persyaratan yang telah kami jelaskan sebagai jalan keluar
bagi persoalan masyarakat yang mungkn terjadi dan mungkin tidak. Kami
berpendapat bahwa kita harus melaksanakan perintah tersebut tatkala terjadi
problem dan sebaliknya kita meninggalkan ketika tidak terjadi problem. Yang
74
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutka Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), h.234-240. 75
Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin, Metodologi Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2008), h.430. 76
Muhammad Syahrur , Dirasat Islamiyyat Mu‟ashirah Nahwa Usul Jadidah Li al-Fiqih
Islami, h.430.
55
terikat sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan masyarakat
bersangkutan. Poligami adalah fenomena umum yang diterima oleh banyak
suku bangsa tanpa adanya batas dan persyaratan.77
Salah satu karekteristik Muhammad Syahrur bahwa yang diremondasikan
layak dan memenuhi syarat oleh Allah SWT. Berpoligami adalah laki-laki yang
sudah memiliki istri. Hal ini dia pahami dari bilangan istri dimulai dengan
jumlah dua, kemudian tiga, empat batas maksimal. Dalam batas teori
Muhammad Syahrur batas maksimal tidak boleh dilampui.78
Dengan demikian
rumus poligami Muhammad Syahrur berdasarkan redaksi dan susunan kalimat
ayat 3 surat an-nisa.
1+1=2 (poligami dengan 1 orang istri ditambah 1 orang istri baru)
2+1=3 ( poligami dengan 2 orang istri ditambah 1 orang istri baru)
3+1=4 poligami dengan 3 orang istri ditambah 1 orang istri baru)
Pembatasan jumlah perempuan yang dapat dipoligami dengan empat
orang adalah berdasarkan surat an-nisa ayat 3 dan berdasarkan riwayat dari
salim dari ayahnya bahwa sesungguhnya ghilan bin salamah al-saqafiy masuk
Islam sementara memiliki sepuluh orang istri Nabi Saw bersabda:
ا د بن أبى عربة حد ثنا هن عن معصر د حد ثنا عبدة عن سعلان بن هري عن سالم بن عبدالله عن ابن عمرأن غ عن الز
77
Ibid., h.434. 78
Muhammad Syahrur, Teks Ketuhanan dan Pluralisme dalam Masyarakat Muslim, dalam
Sahiron Syamsuddin . dkk., Hermeneutika Al-Qur‟an Mazhab Yogya....p.261.
56
ة فأس أسلم وله عسر نسوة فى الجا هل قف لمن معه سلمة الثه صلى الله عل ب ر أربعا منهنه فأمرة الن وسلم أن بتخ
Hannad menyampaikan hadist kepada kami; Abdah menyampaikan
hadist kepada kami; dari Said bin Abi Urwah dari Ma‟mar dari az-Zuhriy dari
Salim bin Abdillah dari Ibnu Umar, bahwa Salim bin Abdillah dari Ibnu Umar,
bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam saat itu dia mempunyai
sepuluh orang istri pada massa jahiliyah. mereka pun ikut memeluk Islam
bersamanya. Maka, Nabi Muhammad SAW lantas memerintahkan Ghailan
untuk memilih empat orang diantaranya (Hr at-tirmidzi).79
Muhammad Syahrur juga melihat betapa Allah memuliakan janda dengan
menggunakan kata yang halus ma taba lakum perempuan yang kamu senangi
bukan kata mashi‟tum min an-nisa (wanita yang kamu kehendaki) ini salah satu
penghormatan terhadap perkawinan.80
Muhammad Syahrur melihat bahwa
banyak manusia dengan niat mendapatkan keridhaan Allah, melakukan
poligami padahal dia tidak memiliki biaya untuk menghidupi anak dan istri
pertama. Ditambah dengan istri kedua dengan anak yatim, sehingga
menyebabkan keadaan dengan semakin sulit. Maka pembagian seseorang antara
perhatian anaknya dan anak yatim telah menyebabkan tidak adil diantar
mereka, untuk itu maka Allah berfirman (QS.an-nisa ayat 3).
79
Abu Isa Muhammad bin Isa Saurah bin Musa As-Sulami At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,
Hadis Nomor 1047, Juz 4, (ttp:Maktabah Syamilah), h.332. 80
Sahiron Samsuddin, Metodologi Fiqh Kontemporer, ( Yogyakarta: Elsaq Press 2008), h.430.
57
“jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS.an-nisa ayat 3).81
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk tidak berbuat poligami dan
mencukupkan dengan seorang istri saja ketika keadaan takut dan terjatuh pada
tingkat ketidak adilan, Muhammad Syahrur tidak setuju jika dikatakan konsep
adil pada ayat ini di maksudkan dalam hubungan suami istri (senggama),
Muhammad Syahrur berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang poligami
berkaitan dengan pemahaman sosial kemasyarakatan, bukan konsep biologis
dan berkisar masalah anak yatim dan berbuat baik kepadanya serta berlaku
adil.82
Muhammad Syahrur mendasarkan pada dua syarat adanya berpoligami
seperti yang telah disebutkan di atas bertujuan agar dapat menguraikan berbagai
kesulitan sosial yang dialami perempuan dalam hidup bermsyarakat, antara lain
: 1. Adanya seorang lelaki di sisi seorang janda akan mampu menjaga dan
memeliharanya agar tidak terjatuh dalam perbuatan keji. 2. Pelipat-gandaan
tempat perlindungan yang aman bagi anak-anak yatim di mana mereka tumbuh
dan berkembang di dalamnya, Keberadaan sang ibu di sisi anak mereka akan
dapat menjaga dan melindungi anak agar tidak menjadi gelandangan dan
81
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),
h.78. 82
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), h.240.
58
terhindar dari kenakalan remaja. Hal ini berarti tidak menjelaskan peran
lembaga dan yayasan dalam menampung anak dan sistem adopsi. 83
Muhammad Syahrur berpandangan bahwa bahaya yang muncul dalam
kehidupan masyarakat yang berkenaan dengan urusan keluarga adalah bahwa
saat ini telah memisahkan masalah poligami dari titik ditetapkanya poligami,
yaitu berkaitan anak yatim, pemisah antara masalah poligami dari dasar
dibolehkanya (persoalan anak yatim) telah memperkuat budaya patriarki
dengan memberikan kekuasaan yang luas pada laki-laki untuk menikahi dua,
tiga dan empat perempuan yang dia inginkan. Muhammad Syahrur juga
menolak alasan ketiadaan keturunan dijadikan dasar berpoligami karena
kemandulan bukan masalah yang datang dari pihak isteri tetapi bisa dialami
oleh suami.84
B. NASHR HAMID ABU ZAYD
1. Biografi Nashr Hamid Abu Zayd
Nashr hamid Rizk Abu Zayd lahir di Qahafah dekat kota mesir pada
10 juli 1943 dan wafat dimesir 5 juli 2010 dimakamkan ditempat Nashr
Hamid Abu Zayd lahir, ayahnya aktivis al-ikhwan al-muslimun, pada usia 8
tahun Nashr Hamid Abu Zayd sudah hafal Al-Qur‟an dan dipanggil
syaikh Nashr oleh anak-anak di desanya, ketika Al-Ikhwan Al-muslimin
83
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007),
h.433-444. 84
Yowan Tamu, Poligami dalam Teori Hermeneutika Muhammad Syahrur, (Gorontalo:
Journal Mutawatir, 2011), h.87.
59
menjadi gerakan yang kuat Nashr Hamid Abu Zayd ikut bergabung
gerakan ini pada usia sebelas tahun tepat tahun 1954, ketika usia muda ini
sebenarnya Nashr Hamid Abu Zayd belum diperbolehkan. Tetapi Nashr
Hamid Abu Zayd meminta kepada ketua cabang didesanya untuk
memasukan gerakan ini yang dipimpin oleh Sayyid Qutb, karena nama
Nashr Hamid Abu Zayd tercantum dalam gerakan Al-Ikhwan Al-muslimin
Nashr Hamid Abu Zayd dimasukan kedalam penjara, dan Nashr Hamid
Abu Zayd dipenjara selama satu hari karena usianya dibawah umur dan
akhirnya Nashr Hamid Abu Zayd dilepaskan,85
Pada saat itu Nashr Hamid
Abu Zayd tertarik dengan pemikiran Sayyid Qutb yang ada didalam buku
yang berjudul Al-Islam wa Al-adalah Al-Ijtimaiyah yang artinya Islam dan
keadilan sosial, khususnya dalam penekanan pada keadilan manusiawi
dalam keadilan Islam, pada saat remaja Nashr Hamid Abu Zayd sering
melakukan Adzan Shalat dan kadang Nashr Hamid Abu Zayd menjadi
Imam yang sepertinya dilakukan orang dewasa di Mesir, Nashr Hamid Abu
Zayd menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di thantha, setelah
berusia 14 tahun dan ayahnya meninggal, saat inilah Nashr Hamid Abu
Zayd harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya, Pada
tahun 1968 Abu Zayd mulai studinya di jurusan bahasa dan sastra arab di
Universitas Kairo, dia masuk malam dan siangnya bekerja, dia
85
Hilman Lastief, Nashr Hamid Abu Zaid: Kritik Teks Keagamaan, ( Yogyakarta: Elsaq
Press, 2003), h.84.
60
menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1972 dengan peredikat cumlaude dan
dia diangkat sebagai asisten dosen, dia merubah linguistik dan kritik sastra
menjadi studi Islam, khusunya Al-Qur‟an . pada 1975 Nashr Hamid Abu
Zayd mendapatkan biasiswa untuk melakukan kuliah dua tahun di
American, dua tahun kemudian Nashr Hamid Abu Zayd memperoleh gelar
MA dengan predikat camplaude dari jurusan bahasa dan sastra arab dengan
tesis yang berjudul Al-ittijah Al-aqli fi Al-Tafsir: Dirasah fi Qadhiyyat Al-
majaz f Al-Qur‟an yang artinya rasionalisme dalam Tafsir, sebuah studi
tentang Problem Metafor menurut Mu‟tazillah.86
Pada tahun 1976-1981 Nashr Hamid Abu Zayd mengajar bahasa arab
untuk orang lain selain tetap mengajar di Universitas Kairo, pada tahun
1978 dia mempelajari ilmu sosial khususnya cerita rakyat, pada periode
inilah Nashr Hamid Abu Zayd menjadi akrab dengan hermenuetika barat.
Pada 1981 meraih gelar phd-nya dalam bidang studi Islam dan
bahasa arab dari jurusan yang sama dengan predikat camplaude dengan
menulis disertasi yang berjudul Falsafah al Ta‟wil Dirasah fi Ta‟wil Al-
Qur‟an, yang dipublikasikan pada 1983, Dalam disertasinya ini dia
berpendapat bahwa pengunaan Al Qur‟an untuk kepentingan tertentu bukan
hanya dijumpai dalam madzhab rasionalis mutazilah, Ibnu Arabi seorang
sufi besar Andalusia menggambarkan Islam sebagai Agama cinta
86
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Al-Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2010),
h.117.
61
sempurna, bahwa Islam juga merupakan Agama Iman yang terbuka yang
mencakup Iman-Iman lain, Menurut Nashr Hamid Abu Zayd metodologi
Ibnu Arabi merupakan sebuah produk Andalusia yang mempunyai
beberapa bahasa, budaya, kecenderungan ini mempengaruhi terhadap teks
Al-Qur‟an.87
Pada tahun 1992 Nashr Hamid Abu Zayd menikah pada usia yang ke-
49 istrinya bernama Dr.Ibtihal Ahmad Kamal Yunis, profesor bahasa
Perancis dan dan Sastra perbandingan di Universitas kairo. satu bulan
berikutnya pada tahun 9 mei 1992 Nashr Hamid Abu Zayd mengajukan
promosi profesor penuh, namun Pernikahan ini merupakan tragedi
hidupnya, sebuah perstiwa yang mempengaruhi sejarah mesir dan dunia
Islam secara umum. Nashr Hamid Abu Zayd mengajukan berkas yang
diperlukan dengan melampirkan karya tulis yang sudah diterbitkan.
Enam bulan berikutnya Nashr Hamid Abu Zayd pada tahun 3
Desember 1992, Nashr Hamid Abu Zayd ditolak promosinya sebagai
profesor penuh, karena karyanya di nilai merusak dan menyimpang, isinya
melecehkan ajaran Islam, menghina Nabi Muhammad SAW. dan meghina
Ulama, Nashr Hamid Abu Zayd tidak terima dan protes atas keputusan
itu,88
Pada 2 oktober 1995 Nashr Hamid Abu Zayd pergi dan menetap di
87
Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur‟an Teori Hermeneutika Nashr
Hamid Abu Zad, (Jakarta, Penerbit Teraju, 2003) cet I, h 15-19 88
Busriyanti, Diskursus Gender Dalam Pandangan Nashr Hamid Abu Zayd, (Jember: Dosen
Tetap Jurusan Syariah Stain, 2013), h.100.
62
Leiden Belanda dengan mendapatkan sambutan hangat, ia menjadi profesor
tamu di Universitas Rijk-suniversiteit di leiden pada 26 juli 1995 sampai 27
desember 2000 dan diangkat menjadi profesor. Nashr Hamid Abu Zayd
masih tetap mengunjungi mesir tetapi untuk keluarganya, dan berkunjung
ke Indonesia Nashr Hamid Abu Zayd terkena virus yang tidak diketahui
dan dirawat di rumah sakit kairo yang akhirnya meninggal pada 25 juli
2010.89
2. Karya-Karya Nashr Hamid Abu Zayd
Seiring karir akademik di Universitas Kairo, Nashr Hamid Abu Zayd
menghasilkan karya di bidang studi keIslaman sebagai Berikut:
a. Dirasah fi Qadiyah al-Majas pada tahun 1977 yang artinya rasional
dan Dirasah fi Ta‟wil al-Qur‟an. Kedua karya ini adalah sebuah tesis
dan disertasi untuk memperoleh gelar magister dan Ph.D di Universitas
Kairo.
b. Dirasah Fi Ulum Qur‟an yaitu buku yang membahas tawaran baru
untuk memahami teks, buku ini termasuk respon terhadap proses
dialektika teks dengan realitas dan proses pergaulatan wacana
keislaman. Melalui sikap kritis terhadap wacana tersebut Nashr Hamid
Abu Zayd berpendapat perlu adanya rekontruksi metodologi dalam
menafsirkan al-Qur‟an.
89
Ibid., h.101
63
c. Naqd al-Khitab al-Dini yaitu yang mencoba memasuki diskursus Islam
kontemporer dengan mendefinisikan ulang Agama.
d. Al-Imam al-Ayaf‟i wa Ta‟sis al-Aidiuliyat al-Wasatiyyat yaitu buku
yang merupakan usaha Nashr Hamid Abu Zayd untuk melacak akar
epistimologi al-Syafi‟ beserta nilai ideologis yang mempengaruhinya.
e. Al-Nass al Sulfat al Haqiqat yaitu buku yang membahas tentang
hakikat teks beserta konteksnya, dan juga banyak membahas hubungan
kebudayaan dan ideologi yang turut mempengaruhi teks tertentu.
f. -Isykaliyyat al-Qiraat wa Aliyat al-Ta‟wil buku ini merupakan
buah hasil perdebatanya mengenai persoalan metodologi
interprestasi yang mencoba menawarkan hermeneutika dan
semiotika modern dalam menginterpretasikan teks.90
3. Pemikiran Nashr Hamid Abu Zayd
Nashr Hamid Abu Zayd sangat dipengaruhi oleh Abdul Qahir al-
Jurjani, seorang kritikus sastra yang bermadzhab syafi‟iyah- Asy‟ariyah
yang sangat dikagumi. Dari al-Jurjani berakar pendekatan yang
mengandaikan bahwa Qur‟an adalah perkataan (kalam) yang mengikuti
aturan general sebagaimana perkataan lainya (manusia).91
Selain itu Amin
90
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Al-Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: Elsaq Press,
Mei 2010), Cet I, h.117-118 91
Abdul Qahir al-Jurjani, Dala‟il al-I‟jaz, ( Kairo, Maktabah al-Khanfi 1995) h.95.
64
al-Khauli yang sangat dipengaruhi al-Jurjanji.92
Yang dimana dalam
Manahij al-Tajdid dia melontarkan pendapat terkenal bahwa al-Qur‟an
adalah teks bahasa Arab paling agung (kitab al-arabiyah al-akbar) dan teks
arab yang paling suci juga sangat mempengaruhinya.93
Nashr Hamid Abu Zayd mempunyai dua tujuan dalam melakukan
studi al-Qur‟an dalam tulisanya Mafhum al-nass. Pertama; untuk
mengaitkan kembali studi sastra dan kritis (ad-dirasah al-adabiyyah wa al-
naqdiyyah) menurut studi Islam dan Qur‟an didasarkan teks, studi tentang
Qur‟an sebagai sebuah teks lingustik untuk mengkaji Qur‟an sebagai
sebuah teks bagi Nashr Hamid Abu Zayd.94
Namaun berbeda dengan
pendahulunya Nashr Hamid Abu Zayd lebih dahulu berpendapat bahwa
Qur‟an adalah produk budaya, pendapat yang melahirkan banyak kecaman,
Argumen yang dibangun oleh Nashr Hamid Abu Zayd Tentang Qur‟an
sebagai produk budaya kurang meyakinkan bukan hanya Islamis tetapi juga
Intelektual Barat. Pertama: Nashr Hamid Abu Zayd Menekankan pada
pendekatan sebab akibat dan subjeck-objeck, pendekatan semacam ini
sudah mulai ditinggalkan orang, karena pada level empiris, tidak selalu
sebab yang sama melahirkan akibat yang sama dan juga mendominasikan
92
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2004), h.20. 93
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Al-Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: Elsaq Press,
Mei 2010), Cet I, h.120. 94
Amin al-Khauli, Manahij al Tajdid Fi al-Nahwa wa al-Balaghah wa al-Tafsir wa al-Adab,
(Kairo: Dar al-Ma‟rifah, 1961), h.304-315.
65
subjeck atas objeck, sebenarnya subjeck sebenarnya adalah objek bagi
subjeck yang lain.
Nashr Hamid Abu Zayd mengadopsi teori yang paling dalam bidang
linguistik, semiotik, dan hermeneutika dalam kajian tentang Qur‟an. Kedua;
untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya tentang Islam (al-mafhum al-
mawdhu‟i li al-Islam) yang terhindar dari kepentingan pribadi atau
pandangan pribadi, Nashr Hamid Abu Zayd sadar akan kenyataan bahwa
ada kelompok yang menggunakan Islam sebagai dasar untuk mendukung
tujuan politik dan ekonomi.95
Nashr Hamid Abu Zayd menyebutkan antara nass (teks) dan mushaf
(buku) pertama; teks lebih merujuk kepada makna (dalalah) yang
memerlukan pemahaman, penjelasan. sedangkan yang kedua; mushaf lebih
merujuk kepada benda (syay).
Nashr Hamid Abu Zayd membagi teks menjadi dua yaitu teks primer
dan teks sekunder, teks primer adalah Qur‟an sedangkan teks sekunder
adalah sunnah nabi.96
Menurut Nashr Hamid Abu Zayd tektualitas Qur‟an yang di
epresikan dalam al-Qur‟an ada tiga hal, pertama; kata why dalam Qur‟an
secara semantik secara dengan perkataan Allah (Kalam Allah) dan Qur‟an
adalah sebuah pesan (risalah). Sebagai perkataan dan pesan, Qur‟an
95
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Fiqh Kontemporer, ( Yogyakarta: Elsaq Press 2008), h.21-
22. 96
Abdul Mustaqim, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h.154.
66
meniscayakan dirinya untuk dikaji sebuah teks, kedua; urutan teks surat
dan ayat dalam al-Qur‟an tidak sama dengan urutan kronologis pewahyuan,
urutan kronologis pewahyuan al-Qur‟an merefleksikan historis teks.
Ketiga; Qur‟an terdiri dari ayat mukhamat dan mutasyabihat, ayat
mukhamat ayat yang jelas, yang merupakan induk teks sedangkan
mutasyabihat ayat ambigu yang harus dipahami berdasarkan ayat
mukhamat.
4. Penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd
(QS.an-nisa ayat 3).
“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah)
seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS.an-nisa ayat 3).97
Nashr Hamid Abu Zayd mendiskusikan ayat poligami Qs al-nisa ayat 3
dalam tiga langkah. Pertama; konteks teks ini sendiri dia memulai dengan
membedakan kedatangan praktek hukum yang memiliki tangan kanan
(budak perempuan atau tawanan perang) dalam wacana Islam pada satu sisi
97
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2013),
h.78.
67
dan untuk mempertahankan poligini “maka nikahilah perempuan yang kamu
sukai dua, tiga, empat” pada sisi yang lain Nashr Hamid Abu Zayd ada
sesuatu yang hilang yakni kesadaran historis teks keagamaan, bahwa ia
adalah teks linguistik dan bahwa bahasa adalah produk sosial. Nashr Hamid
Abu Zayd berpendapat bahwa izin poligami bagi laki-laki dengan menikah
empat istri harus diletakan dalam konteks hubungan antar manusia, sebelum
kedatangan Islam.98
Pada periode pra-Islam hukum kesukuan sangat dominan, poligami
tidak dibatasi, dalam konteks ini izin memiliki istri sampai empat harus
dipahami sebagai awal pembebasan. Nashr Hamid Abu Zayd menyarankan
bahwa pembebasan harus dilihat sebagai awal suatu perubahan ke arah
pembebasan perempuan terhadap laki-laki. Dalam konteks ini dalam al-
Qur‟an jika kaum muslimin pada saat itu mendukung cukup menikahi satu
istri. Nashr Hamid Abu Zayd mengatakan Poligami Nabi Muhammad
merupakan praktek umum bagi pemimpin pada zaman pra-Islam, yang
belum dihapus ketika datangnya Islam bahkan oleh Nabi.99
Kedua; meletakan teks dalam konteks al-Qur‟an secara keseluruhan,
Nashr Hamid Abu Zayd berharap bahwa yang tidak terkatan dapat
diungkapkan dengan teks al-Qur‟an menyarankan hanya memiliki satu istri
jika suami tidak bisa berbuat adil. Teks al-Qur‟an yang mengatakan
98
Syaiful Rijal, Pembaruan Hukum Islam Melalui Konsep Al-Takwil Nashr Hamid Abu Zayd,
(Journal STAiN Pamekasan, 2015), h.100. 99
Moch Nur Ichwan, Meretas Keserjanaan Kritis Al-Qur‟an, (Jakarta: Teraju, 2003), h.140.
68
“dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin melakukanya”(QS Al-Nisa‟:129)
Nashr Hamid Abu Zayd menganalisa lingustik dengan mengatakan
bahwa bersikap adil kepada istri tidak bisa dilakukan, pengunaan
pengandaian (klausa kondisional) dan pengunaan jika (kondisional law)
menandakan lawan kata terhadap jawab syarat disebabkan karena adanya
lawan kata dari kondisi syarat, Yang paling diperhatikan pengunaan
pertikel lan (tidak akan pernah) yang berfungsi sebagai awal kalimat
menunjukan bahwa dapat bertindak adil diartikan tidak akan pernah
terjadi. Nashr Hamid Abu Zayd menyimpulkan terdapat negasi ganda:
pertama;negasi total terhadap bertindak adil kepada dua istri atau lebih,
kedua; negasi terhadap kemungkinan memiliki keinginan yang kuat
berlaku adil.100
Nashr Hamid Abu Zayd meminjam distingsi (perbedaan) „adil
dhahir tentang mabda (prinsip), qa‟idah (kaidah) dan hukm (hukum),
keadilan, kebebasan, hak untuk hidup dan kebahagian termasuk mabda,
qa‟idah adalah derivasi dari mabda.
Dalam konteks poligini Nashr Hamid Abu Zayd mengatakan
keadilan adalah mabda (prinsip) sementara untuk memiliki sampai empat
100
Nashr Hamid Abu Zayd, al-Maqasid al-Kulliyah li al-Syari‟ah Qira‟ah Jiddah, (Al-Arabi,
1994), h.112
69
istri adalah hukm (hukum), hukum tidak akan pernah menjadi qa‟idah dan
mabda.
Hukum adalah peristiwa yang tergantung kepada perubahan kondisi
yang melingkupinya, dan ketika terjadi kon-tradiksi antara mabda dan
hukm maka yang terakhir dikalahkan untuk mempertahankan yang
pertama. Nashr Hamid Abu Zayd berpendapat bahwa al-Qur‟an melarang
poligami secara tersamar (al-tahrim al-dhimni).101
Ketiga; Nashr Hamid Abu Zayd mengusulkan sebuah pembaruan
hukum Islam, menurut Nashr Hamid Abu Zayd tidak sesuai pembolehan
yang tidak dibacakan oleh teks, sementara pembolehan poligami dalam
al-Qur‟an adalah sebuah pembatasan dari poligini terbatas yang telah
dipraktekan sebelum Islam. pembatasan tidak berarti pembolehan namun
poligami tidak termasuk pelarangan, berdasarkan atas adil dhahir
poligami harus diperlakukan sebagai hukm yang tidak dapat menjadi
qaidah apalagi mabda, Nashr Hamid Abu Zayd memberikan konklusi
yang mengambang tentang pendapatnya namun apabila diikuti argumenya
tentang pelarangan secara tersamar di atas, poligami sebagai hukm yang
tidak dapat merusak qaidah dan mabda dapat dijelaskan bahwa
pendapatnya poligami harus dilarang.102
101
Moch Nur Ichwan, Meretas Keserjanaan Kritis Al-Qur‟an, (Jakarta: Teraju, 2003), h.141.
102
Ibid., h.142.
70
BAB IV
PERBANDINGAN TAFSIR
A. Temuan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
Tentang Ayat Poligami
1. Karakteristik Penafsiran Muhammad Syahrur
a. Empirik hal ini dikarenakan latar belakang pendidikanya yakni dalam
bidang ilmu-ilmu tehnik kealaman sedangkan ia sendiri kurang belajar
Islam dengan baik dan benar, sehingga ia memahami teks berdasarkan
data empiris yang diperoleh. menurut penulis pemikiran empirik ini di
latar belakangi Muhammad Syahrur yang merupakan lulusan bidang
teknik sipil, begitu juga pendidikannya di Uni Soviet di faculty of
engineering daerah moscow.103
gelar magister dalam bidang mekanik
tanah dan tehnik bangunan yang diperoleh pada tahun 1969 sedang gelar
doktor diperoleh tahun 1972 kedua gelar itu diperoleh di Irlandia.104
Pemikiran bahasa dimulai ketika kuliah di Uni Soviet bertemu
dengan ja‟afar dakk al-bab dengan mendalami ilmu bahasa dengan
berbagai teori linguistik, teori linguistik farra.105
Abu Ali al-Farisi.106
103
Muh Sahiron Syamsuddin, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, h.19 104
Muhyar Fanani, Fiqh Madani Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern, (Yogyakarta:Lkis,
2010), h.346.. 105
Nama lengkap Abu Zakariyya Yahya ibn Ziyad al-Farra(144-207), merupakan tokoh yang
mendapatkan gelar Amir al-Mu‟minin dan penulis kitab Tafsir Ma‟ani al-Qur‟an.
71
Hasil kajian itu membuat kesimpulan bahwa kata sebenarnya hanya
pelayan gagasan, dan di dalam bahasa Arab sesungguhnya tidak ada kata
yang sinonim, Muhammad Syahrur pada kesimpulan bahwa teori
sinomitas kebanyakan hanya rekayasa atau tipuan, karena menurut
Muhammad Syahrur kata bisa menjadi beberapa makna. Faktor yang
menentukan makna adalah konteks dalam suatu teks itu disebutkan.107
b. Rasionalis.
Dalam membangun teori hududnya Muhammad Syahrur
menyatakan bahwa ada dua tugas yang harus dilakukan manusia,
pertama; menemukan hudud Allah dalam al-Qur‟an, Muhamamd Syahrur
mengunakan metode perbandingan ayat satu dengan ayat lain. Pada
langkah ini Muhammad Syahrur terjatuh pada hermeneutika intra
tektualitas dan mengabaikan antar teks, akibatnya Muhammad Syahrur
hanya mengakui teks al-Qur‟an saja dan mengabaikan penafsiran Nabi,
sahabat dan ulama.108
Menurut Muhammad Syahrur al-Qur‟an adalah
teks tanpa konteks apapun maksudnya teks yang berdiri sendiri tanpa ada
keterkaitan sejarah atau masyarakat yang menjadi tujuan pewahyuan itu,
bagi Muhammad Syahrur memahami al-Qur‟an adalah konteks politik.
Kedua; Muhamamad Syahrur dengan mengunakan metode historis ilmiah
106
Abu Ali al-Farisi, al-Hassan ibn Muhammad ibn Abdul Ghafar (228-337H), karyanya al-
Idhah dan al-Hujjah. 107
Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa Al-Qur‟an, h.24. 108
Alim Khoiri, Fiqh Busana Telaah Kritis Pemikiran Muhammad Syahrur,
(Yogyakarta:Kalimedia, 2016), h.217.
72
dengan mengutamakan ilmu kealaman. Yang dimaksud di sini
Muhammad Syahrur membentuk hukum sendiri, membuat ijtihad sendiri.
Dalam menjalankan teori hududnya Muhammad Syahrur
mengunakan analisa paradigma sintagmatik. Yaitu analisa bahasa yang
digunakan untuk memahami makna kata dengan cara memperbandingkan
kata yang memiliki kemiripan makna atau bertentangan, dalam analisanya
tidak mengakui adanya sinomitas dalam bahasa.109
Teori tentang keadaan sinomitas dalam al-Qur‟an merupakan wujud
dari penyembahan terhadap teks, dalam studi al-Qur‟an perbedaan
sinomitas berangkat dari pertanyaan. Apakah bahasa al-Qur‟an tawqifi
(formula tuhan) atau campur tangan manusia, Keyakinan bahwa bahasa
al-Qur‟an sepenuhnya ciptaan Tuhan akan memunculkan tidak adanya
sinomitas di dalamnya, sebab al-Qur‟an sepenuhnya wahyu tuhan,
sebaliknya orang yang mengatakan bahwa terdapat sinomitas akan
mendasarkan pandangan bahwa al-Qur‟an ciptaan manusia, meskipun
kandunganya bersifat ilahi.110
Melalui pendekatan linguistik yang terpusat pada teks Muhammad
Syahrur mampu menafsirkan teks dengan tidak terkesan kaku, tetapi
109
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta, Lkis Group, 2010), h.
265.
110
Rumadi, Renungan Santri dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama, (Jakarta: Erlangga,
2007), h.245.
73
Muhammad Syahrur tidak mengunakan konsep linguistik yang lain
seperti asbabu nuzul.
2. Karakteristik Penafsiran Nashr Hamid Abu Zayd
a. Mengedepankan takwil
Nashr Hamid Abu Zayd tidak bisa meninggalkan al-Qur‟an sebagai
teks linguistik, Nashr Hamid membedakan teks linguistik dengan
membedakan antar tafsir dan takwil. Tafsir adalah mengetahui yang
tersembunyi dengan adanya tafsirah. Takwil artinya kembali ke asal usul
untuk mengungkap arti dan menunjukkan makna dalam konteks
sejarah.111
Dalam sudut pandang Nashr Hamid Abu Zayd takwil berkaitan
dengan istinbat (pengalian makna) dan menekankan pada peran pembaca
untuk mengungkap maksud teks, sedangkan tafsir lebih kepada eksternal
teks yaitu peran pembaca dan penafsir tidak mutlak. Maka harus
memahami ilmu yang termasuk di dalamnya seperti ulumul Qur‟an.
Pandangan itu tafsir berarti bi al-ma‟sur dan takwil bi al-ra‟yi.
b. Rasional
Nashr Hamid Abu Zayd menganggap bahwa al-Qur‟an adalah
risalah (pesan), dan bagian suratnya adalah tanda (ayat), dengan demikian
teks al-Qur‟an adalah sekumpulan tanda yang mengandung pesan dari
tuhan untuk manusia, Nashr Hamid Abu Zayd berpendapat bahwa teks al-
111
Nashr hamid Abu Zayd, Dawair al-Khauf, (Beirut:al-Markaz, al-Saqafi, al-Arabi), h.203.
74
Qur‟an adalah produk budaya karena diturunkan kepada Nabi
Muhammad dengan berbagai budaya lebih dari 20 tahun.112
Nashr Hamid
Abu Zayd memiliki latar belakang pendidikan satra, sehingga ada teori
sastra yang dipelajari mempengaruhi pemikirnya yang menganggap
bahwa karya sastra adalah sebuah struktur produk sejarah yang terus
berlangsung.113
Ini yang memepengaruhi pemikiranya sehingga teks al-
Qur‟an dianggap Produk budaya.
Nashr Hamid Abu Zayd menganggap bahwa Qur‟an diwahyukan
Allah pada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dengan mengunakan
bahasa arab, Nashr Hamid Abu Zayd menganggap bahwa wahyu sebagian
dari budaya tempat yang muncul, Aspek lain yang terkait bahwa al-
Qur‟an produk budaya adalah bahwa teks bukan teks tunggal tetapi teks
plural yang terdiri dari berbagai teks .
c. Berfokus pada sastra/adabi
Nashr Hamid Abu Zayd mempunyai dua tujuan dalam melakukan
studi al-Qur‟an yaitu: pertama; untuk mengaitkan kembali studi al-Qur‟an
dengan studi sastra dan studi kritis yaitu studi Islam dan Qur‟an
didasarkan pada teks, studi al-Qur‟an sebagai sebuah teks linguistik.
Mengkaji al-Qur‟an sebagai teks untuk melakukan teori-teori mutakhir
112
Syaiful Rijal, Pembaruan Hukum Islam melalui Konsep al-Takwil Nashr Hamid Abu Zayd,
(Journal STAiN Pamekasan, 2015), h.99. 113
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h.13.
75
dalam bidang linguistik, hermeneutik dalam kajianya tentang Qur‟an,
kedua; untuk mendefinisikan pemahaman objektif tentang Islam, dari
kepentingan ideologis. Karena Nashr Hamid Abu Zayd sadar akan
kenyataan bahwa selalu saja kelompok yang mengunakan Islam secara
Ideologis untuk mendukung tujuan politik dan ekonomi.114
Nashr Hamid Abu Zayd menyebutkan antara teks dan buku, yang
pertama teks lebih menuju kepada makna, yang memerlukan pemahaman,
penjelasan. Sedangkan yang kedua musfah lebih menuju kepada benda.115
Nashr Hamid membagi teks menjadi dua, primer dan sekunder, teks
primer al-Qur‟an teks sekunder sunnah Nabi. Menurutnya tekstualitas
Qur‟an seperti terekspresikan dalam Qur‟an itu sendiri, pertama; kata
why dalam Qur‟an setara dengan perkataan Allah (Kalam Allah) dan
Qur‟an adalah sebuah pesan. Kedua; urutan surat dan ayat tidak sesuai
dengan kronologis pewahyuan, kemugkinan dalam proses pembacaan
ketiga; Qur‟an terdiri dari ayat muhkamat jelas dan mustasyabihat
ambigu, keberadaan dua ayat itu membuat pembaca menemukan ayat
mukhamat adalah kunci penjelas dari ayat mutasyabihat.116
114
Abdul Mustaqim, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2002), h.153. 115
Abdul Mustaqim, Studi al-Qur‟an Kontemporer, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2002), h.153. 116
Ibid., .154.
76
B. Analisa Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
Tentang Ayat Poligami
1. Persamaan Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
Tentang Ayat Poligami. Muhammad Syahrur maupun Nashr Hamid Abu
Zayd dalam memahami ayat poligami, sama-sama berangkat dari semangat
keadilan dalam al-Qur‟an. Artinya bahwa inti dari Qur‟an surat an-nisa ayat
3 adalah pentingnya menjaga keadilan dalam keluarga. Kata-kata terakhir
dari Qur‟an surat an-nisa ayat 3 mengingatkan bahwa memang sulit untuk
berlaku adil, baik dalam hal ekonomi maupun lainya. Perintah Qur‟an
tentang berlaku adil harus dilihat dari tanggung jawab suami dalam merawat
anaknya, baik dari istri pertama maupun istri ( kedua, ketiga, keempat).
Dalam perkawinan. Dengan kata lain, Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid
Abu Zayd menyimpulkan bahwa, al-Qur‟an melarang laki-laki untuk
menikahi lebih dari satu istri jika mereka tidak dapat merawat dengan asas
keadilan dan kejujuran yang sempurna baik pada sang istri maupun anak-
anaknya. Namun, Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
mengingatkan bahwa pada waktu yang sama al-Qur‟an juga mendorong laki-
laki yang memiliki harta untuk mengawini janda yang memiliki anak yang
masih muda, adalah sebuah jalan yang efektif dalam menyiadakan perhatian
bagi keluarga yatim. Oleh karena itu sifat dasar dari ayat poligami sejatinya
adalah keadilan pada anak yatim. Keseluruhan makna dari ayat poligami
sama sekali tidak hubungan dengan para istri itu. Sebagaimana dalam al-
77
Qur‟an dalam surat an-nisa ayat 129-130 tidak menuntut bahwa istri-istri
harus diperlakukan dengan keadilan sepenuhnya karena mengawini mereka
bukanlah demi kepentingan mereka, melainkan lebih karena kepentingan
masa depan anak-anak yatim yang ditinggal oleh ayahnya. Pada titik inilah
terjadi perbedaan antara penafsiran klasik dengan penafsiran Muhammad
Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
Dari segi sumber sama-sama mengunakan linguistik, Segi penafsiran
Muhammad Syahrur dengan teori hududnya membatasi batas maksimal yang
boleh dipoligami adalah empat dan batas minimalnya adalah satu, sedangkan
Nashr Hamid Abu Zayd batas empat istri diletakan dalam konteks hubungan
antar manusia sebelum kedatangan Islam yang dimana hukum kesukuan
sangat dominan, memiliki empat istri awal dari pembebasan perempuan
terhadap laki-laki.117
2. Perbedaan dari Penafsiran Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
Tentang Ayat Poligami
Menurut Wael B. Hallaq bahwa Muhammad Syahrur memahami ayat
tentang poligami (Qs. an-nisa: 2-3) dengan membagi menjadi dua bentuk
yaitu kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, batasan minimum adalah
pernikahan satu istri, sebaliknya batasan maksimum adalah empat istri.
Sedangkan secara kualitatif, Muhammad Syahrur tidak memahami konteks
wanita dalam ayat tersebut secara general. Syahrur menganggap bahwa ayat
117
Moch Nur Ichwan, Meretas Keserjanaan Kritis al-Qur‟an, (jakarta:teraju, 2003), h.140.
78
tersebut tidak mengizinkan generalisasi, karena ungkapan ayat tersebut erat
hubunganya dengan anak yatim. Sehinga konteks wanita dalam ayat tersebut
adalah para janda yang memiliki anak. Lebih lanjut ayat tersebut
menegaskan bahwa Tuhan tidak menyebut istri pertama, mengesankan
bahwa istri pertama tidak termasuk bagian pembolehan dari aspek
kualitatifnya bukan kuantitatifnya.118
Di sini Syahrur merujuk kepada fakta yang disimpulkan dari teks,
dengan menyatakan bahwa wanita yang dihubungkan dengan anak yatim
adalah mereka yang menjanda. Dengan demikian, menurut Syahrur
kebolehan untuk menikahi kedua, ketiga, keempat berlaku pada kebolehan
untuk menikahi janda muda yang akan membawa anak mereka yang masih
belia dalam perkawinan, Segi penafsiran kedua penafsir itu sebenarnya
sama-sama membolehkan poligami, namun Nashir Hamid Abu Zayd
memberikan syarat yang sangat ketat untuk berlaku dengan membandingkan
QS. An-nisa ayat 3 dengan an-nisa ayat 29 dengan analisis linguistik, kata
adil pada ayat 3 diartikan sebagai fi‟il syarat dan kata orang diartikan jawab
syarat, kemudian dijelaskan dengan QS an-nisa bahwa kata adil itu sesuatu
yang bisa dilakukan manusia, karena pada pengunaan kata lan yang artinya
tidak akan pernah. Dari sini Nashr Hamid sebenarnya ingin mengungkapkan
syarat Berpoligami adalah masalah keadilan, tetapi untuk berbuat adil
118
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Elsaq Press,
2007), h.12-14.
79
seorang tidak akan pernah bisa melakukanya, karena pada ayat ini Nashr
hamid menyimpulkan poligami harus dilarang.119
Dalil yang lain menurut
Nashr Hamid Abu Zayd tentang pelarangan poligami dengan menjelaskan
perbedaan adil dhahir tentang prinsip, qaidah dan hukum. Nashr Hamid Abu
Zayd dengan menjelaskan keadilan adalah prinsip istri empat adalah hukum,
hukum tidak bisa menjadi qaidah dan prinsip. Hukum adalah peristiwa yang
tergantung kepada perubahan kondisi yang melingkupi, terjadi kontradiksi
antara prinsip dan hukum maka yang tekahir dikalahkan.
Muhammad Syahrur memperbolehkan poligami dengan syarat isteri
kedua, ketiga, keempat adalah janda yang memiliki anak yatim dan harus
khawatir tidak dapat berlaku adil kepada anak yatim.120
Dalil yang
memperbolehkanya diawali dengan ayat 3 surat annisa dimulai kata masna
kedua, kemudian yang dimaksud fawahidah disini yang dimaksud istri kedua
bukan pertama. Disini Allah memberikan dorongan untuk menikah lagi
dengan satu janda yang memiliki anak, ditegas dengan redaksi zalika adna
alla ta‟ulu dari kata awala berarti memiliki banyak keturunan dan banyak
melakukan tindakan keadilan.121
Muhammad Syahrur juga memuliakan janda dengan menggunakan
kata halus ma taba lakum perempuan yang kamu senangi bukan kata ma
119
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur‟an,
(Yoyakarta:Nawasea Press, 2009), h.26. 120
Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin, Metodologi Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta:Elsaq
Press, 2008), h.430. 121
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta:Elsaq Press, 2007), h,234-240.
80
shi‟tum min an-nisa perempuan yang kamu inginkan.122
Pada ayat 3 suarat
an-nisa yang dimaksud keadilan Muhammad Syahrur adalah keadilan dalam
hubungan suami istri, bahwa ayat ini berbicara tentang poligami berkaitan
dengan pemahaman sosial kemasyarakatan bukan biologis dan berkisar
masalah anak yatim dan berbuat baik serta berlaku adil.123
Adanya dua syarat itu yang pertama istri kedua harus janda dan harus
khawatir tidak berlaku adil dengan bertujuan:
1. Seorang lelaki disisi janda akan mampu menjaga dan memelihara agar
tidak berbuat keji.
2. Tempat pelindungan yang aman bagi anak yatim untuk tumbuh dan
berkembang.
3. Adanya ibu di sisi anak akan menjaga dan melindungi anak dari
gelandangan dan kenakalan remaja.
122
Sahiron Syamsuddin, Teks Ketuhanan dan Pluralisme dalam Masyarakat Muslim, dalam
Sahiron Syamsuddin. Dkk., Hermeneutika Al-Qur‟an Mazhab Yogya....p.261. 123
Sahiron Syamsuddin, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer,
(Yogyakarta:Elsaq Press, 2007), h.240.
81
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Muhammad Syahrur lahir di damaskus pada 11 april yang merupakan anak
kelima dari seorang tukang celup dari pasangan Deyb ibn Deyb Syahrur dan
Siddiqah binti Shalih Filyun, latar belakangnya Muhammad Syahrur memulai
pendidikanya tingkat dasar dan menengahnya di Madrasah Abdurrahman al-
kawakib Damaskus, dan Muhammad Syahrur lulus pada tahun 1957, Setaun
kemudian Muhammad Syahrur pada usia 19 tahun mendapatkan biasiswa ke
Uni Soviet dan tinggal di Saratow daerah Moskow, Pada tahun 1964
Muhammad Syahrur mendapat gelar diploma di bidang teknik sipil, kemudian
Muhammad Syahrur kembali kenegara asalnya dan setaun setelah kelulusanya
Muhammad Syahrur diterima sebagai pengajar di Damaskus, kemudian pada
tahun 1967 Muhammad Syahrur dikirim ke Universitas college dublin didaerah
Irlandia untuk mengambil gelar magister dan doktor dalam bidang teknik sipil,
Gelar magister dalam bidang teknik sipil dapat diperoleh pada tahun 1972
setelah itu pulang dan kembali mengabdi di Universitas Damaskus, Masa awal
Muhammad Syahrur sebagai dosen bersamaan dengan masa pencarian jati diri
akibat selesai dijajah Perancis, sedangkan Nashr Hamid Abu Zayd lahir di
Qahafah dekat kota mesir pada 10 juli 1943 dan wafat dimesir 5 juli 2010
dimakamkan ditempat Nashr Hamid Abu Zayd lahir, ayahnya aktivis al-ikhwan
82
al-muslimun, pada usia 8 tahun Nashr Hamid Abu Zayd sudah hafal Al-Qur‟an
dan dipanggil syaikh Nashr oleh anak-anak di desanya, ketika Al-Ikhwan Al-
muslimin menjadi gerakan yang kuat Nashr Hamid Abu Zayd ikut bergabung
gerakan ini pada usia sebelas tahun tepat tahun 1954, ketika usia muda ini
sebenarnya Nashr Hamid Abu Zayd belum diperbolehkan. Tetapi Nashr Hamid
Abu Zayd meminta kepada ketua cabang didesanya untuk memasukan gerakan
ini yang dipimpin oleh Sayyid Qutb, Pada saat itu Nashr Hamid Abu Zayd
tertarik dengan pemikiran Sayyid Qutb yang ada didalam buku yang berjudul
Al-Islam wa Al-adalah Al-Ijtimaiyah yang artinya Islam dan keadilan sosial,
khususnya dalam penekanan pada keadilan manusiawi dalam keadilan Islam,
pada saat remaja Nashr Hamid Abu Zayd sering melakukan Adzan Shalat dan
kadang Nashr Hamid Abu Zayd menjadi Imam yang sepertinya dilakukan
orang dewasa di Mesir, Nashr Hamid Abu Zayd menyelesaikan pendidikan
dasar dan menengah di thantha, setelah berusia 14 tahun dan ayahnya
meninggal.
2. Konsep poligami menurut Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd
memperbolehkan poligami tetapi dengan syarat yang ketat terkait berhubungan
dengan kemanusiaan yaitu istri kedua harus janda yang mempunyai anak yatim
yang masih kecil (balita) yang ditingal mati dan kedua harus mempunyai rasa
khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak yatim, jika kedua syarat tersebut
tidak ada maka alasan poligami menjadi gugur, pendapat Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid tersebut berbeda dengan kebanyakan ulama yang
83
memperbolehkan poligami dalam kondisi isteri mandul, istri sakit yang tidak
dapat disembuhkan. Melihat poligami dalam hukum Islam memang berbeda
pendapat tetapi pada umumnya ulama memperbolehkan poligami sebagai
praktik yang bersyarat ketat yang berbeda, untuk berpoligami dalam konsep
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd dengan membatasi maksimal
empat istri dan syarat keduanya ada rasa khawatir tidak dapat berlaku adil harus
terpenuhi agar membuat dibolehkanya poligami, tetapi jika salah satu syarat
tidak terpenuhi maka poligami tidak boleh dilakukan.
3. (a) Persamaan Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd menyimpulkan
bahwa, al-Qur‟an melarang laki-laki untuk menikahi lebih dari satu istri jika
mereka tidak dapat merawat dengan asas keadilan dan kejujuran yang sempurna
baik pada sang istri maupun anak-anaknya. Namun, Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd mengingatkan bahwa pada waktu yang sama al-Qur‟an
juga mendorong laki-laki yang memiliki harta untuk mengawini janda yang
memiliki anak yang masih muda, adalah sebuah jalan yang efektif dalam
menyiadakan perhatian bagi keluarga yatim, Oleh karena itu sifat dasar dari
ayat poligami sejatinya adalah keadilan pada anak yatim. Keseluruhan makna
dari ayat poligami sama sekali tidak hubungan dengan para istri itu.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an dalam surat an-nisa ayat 129-130 tidak menuntut
bahwa istri-istri harus diperlakukan dengan keadilan sepenuhnya karena
mengawini mereka bukanlah demi kepentingan mereka, melainkan lebih karena
kepentingan masa depan anak-anak yatim yang ditinggal oleh ayahnya.
84
(b) Perbedaan penafsiran, menurut Syahrur kebolehan untuk menikahi kedua,
ketiga, keempat berlaku pada kebolehan untuk menikahi janda muda yang akan
membawa anak mereka yang masih belia dalam perkawinan, Segi penafsiran
kedua penafsir itu sebenarnya sama-sama membolehkan poligami, namun
Nashir Hamid Abu Zayd memberikan syarat yang sangat ketat untuk berlaku
dengan membandingkan QS. An-nisa ayat 3 dengan an-nisa ayat 29 dengan
analisis linguistik, kata adil pada ayat 3 diartikan sebagai fi‟il syarat dan kata
orang diartikan jawab syarat, kemudian dijelaskan dengan QS an-nisa bahwa
kata adil itu sesuatu yang tidak bisa dilakukan manusia, karena pada pengunaan
kata lan yang artinya tidak akan pernah. Dari sini Nashr Hamid sebenarnya
ingin mengungkapkan syarat Berpoligami adalah masalah keadilan, tetapi untuk
berbuat adil seorang tidak akan pernah bisa melakukanya, karena pada ayat ini
Nashr hamid menyimpulkan poligami harus dilarang.
B. Saran
Dari beberapa studi yang telah dilakukan penulis atas Muhammad Syahrur
dan Nashr Hamid Abu Zayd, ada beberapa saran sebagai berikut:
1. Pelaku poligami
Bagi seorang yang akan melakukan poligami lebih baik mempertimbangkan
apa yang telah diungkapkan oleh Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu
Zayd yaitu melibatkan anak sebagai alasan untuk melakukan poligami. Sebab
melakukan pengayoman terhadap anak yatim lebih utama dalam permasalahan
85
poligami dan pertimbangkan pelaku poligami bisa adil apa tidak kepada calon
istri yang akan di poligami.
2. Bagi masyarakat
Masyarakat harus lebih mengerti dan bijaksana dalam menanggapi masalah
poligami, sebab masalah poligami adalah hal yang tersurat kebolehanya dalam
al-Qur‟an meskipun dengan syarat yang ketat dan tidak mudah , masyarakat
harus bisa mengambil apa yang di sampaikan oleh Muhammad Syahrur dan
Nashr Hamid Abu Zayd mengenai upaya perlindungan anak yatim dan bersikap
adil kepada wanita yang di poligami, bagi pelaku poligami.
3. Negara
Negara dalam hal pemerintah, hendaknya meninjau kembali undang-undang
tentang perlindungan anak (hak asasi manusia), undang-undang perkawinan
serta kebijakan lain yang mengenai perlindungan anak dan perkawinan,
termasuk surat izin untuk berpoligami di KUA.
86
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zayd, Nashr Hamid, al-Maqasid al-Kulliyah li al-Syari‟ah Qira‟ah Jiddah, Al-
Arabi, 1994.
Aedy, Hasan, Antara Poligami Syari‟ah dan Perjuangan Kaum Perempuan,
Bandung: Alfabeta, 2007.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, Semarang, PT Karya
Toha Putra, 1993.
Al-Khauli Amin, Manahij al Tajdid Fi al-Nahwa wa al-Balaghah wa al-Tafsir wa
al-Adab, Kairo: Dar al-Ma‟rifah, 1961.
Aprliana, Idha, Berbagai Faktor Polgami dikalangan Pelaku dikota Medan, Medan:
Jurnal Equalty, 2007.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogakarta: Uii Press.
Baidowi, Ahmad, Penafsiran Feminis Muslim terhadap Ayat Al-Qur‟an tentang
Poligini, Journal UiN Surakarta, 2009, h.627.
Busriyanti, Diskursus Gender Dalam Pandangan Nashr Hamid Abu Zayd, Jember:
Dosen Tetap Jurusan Syariah STAiN, 2013.
Darmawijaya, Edi, Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, Jakarta:
International Journal of Child and Gender Studies, 2015.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, Semarang: Toha Putra, 2000.
Enginerr, Ali Asghar, Pembebasan Perempuan, Jogjakarta:Lkis, 2007.
Hanafi, Hassan dan Muhammad Abed al-Jabiri, Membunuh Setan Dunis Meleburkan
Timur dan Barat dalam Cakrawala Kritik dan Dialog terj, Umar Bukhary,
Yogyakarta: Ircisod, 2003.
Hariyanto, Dehumanisasi terhadap Perempuan dalam Praksis Poligami, Purwokerto:
Jurnal STAiN Purwokerto, 2015.
Hermanto, Agus, Islam, Poligami dan Perlindungan Kaum Perempuan, Lampung:
Jurnal IAiN Raden Intan Lampung 2015.
Hilaati, Eka Sri, Poligami Menurut Perspektif Pelaku, Jakarta: UiN Syarif
Hidayatullah 2009.
Ichwan, Moch Nur, Meretas Keserjanaan Kritis Al-Qur‟an, Jakarta: Teraju, 2003.
Ichwan, Moch. Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur‟an Teori Hermeneutika
Nashr Hamid Abu Zad, Jakarta, Penerbit Teraju, 2003.
87
Khoiri, M Alim, Fiqih busana Telaah kritis pemikiran Muhammad Syahrur,
Yogyakarta, Kalimedia, 2016.
Kholil, Makruf, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, Pekalongan: STAiN
Pekalongan , 2016.
Lastief, Hilman, Nashr Hamid Abu Zaid: Kritik Teks Keagamaan, Yogyakarta: Elsaq
Press, 2003.
Makmun, Rodli, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, Ponorogo: STAiN
Ponorogo Press, 2009.
Makrum, Poligami dalam Perspektif Al-Qur‟an, Pekalongan: STAiN Pekalongan,
2016
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, Banyuwangi: Jurnal IAiN Sunan Kalijaga,
1990.
Mustaqim, Abdul, Studi al-Qur‟an Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.
______________, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta, Lkis Group, 2010.
Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf, Alih Bahasa H Mua‟mal Hamidy, Poligami,
Jakarta: Kumpulan artikel, 2006.
Qomari, Nur, Poligini dalam Perspektif Teori Batas Muhammad Syahrur, Malang:
Universitas Negri Malang, 2008.
Qutb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilal Al-Qur‟an, Terj. Ainur Rafiq Shaleh Tahmid, Jakarta:
Rabbani Press, 2001.
Rijal, Syaiful, Pembaruan Hukum Islam Melalui Konsep Al-Takwil Nashr Hamid Abu
Zayd, Journal STAiN Pamekasan, 2015.
Sa‟adah, Nurus, dkk., Poligami dalam Lintas Budaya dan Agama, (Yogakarta: Jurnal
UiN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Saleh, Hasan, Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Jakarta: Rajawali Press, 2008.
Shihab, M Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang, Lentera Hati, 2003.
Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir Al-misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur‟an, Jakarta, Lentera hati, 2002.
_____, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 2007.
_____, Muhammad Quraish, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur‟an, (Jakarta, Lentera Hati, 2002
88
Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam diNegara Muslim, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Syahrur, Muhammad, al-kitab wa al-Qur‟an Qira‟ah Mu‟asirah, Damaskus: Dar al-
Ahali, 1990.
_________, al-Kitab Wa al-Qur‟an, Qira‟ah Mu‟ashirah, Damaskus : al-Halli li al-
Tiba‟ah wa al-Nasr Wa al-Tauzi, 1994.
_________, Muhammad , Dirasat Islamiyyat Mu‟ashirah Nahwa Usul Jadidah Li al-
Fiqih Islami, h.430.
Syamsuddin, Sahiron , Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Yogya: Elsaq Press,
2007.
_________________, Studi al-Qur‟an Kontemporer, Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Yogya, 2002.
Syamsuddin, Sahiron, Hermeneutika Al-Qur‟an dan Hadis, Yogyakarta: Elsaq Press,
Mei 2010. Cet. I.
__________, Sahiron, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer,
Yogyakarta: Elsaq Press, 2007.
__________, Sahiron, Metodologi Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Elsaq Press 2008.
__________, Teks Ketuhanan dan Pluralisme dalam Masyarakat Muslim, dalam
Syamsuddin, Sahiron dkk., Hermeneutika Al-Qur‟an Mazhab Yogya....p.261.
Syihabuddin, Ringkasan tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Tamu, Yowan, Poligami dalam Hermeneutika Muhammad Syahrur,
Gorontalo:Journal Keilmuan Tafsir Hadis, 2011.
Wijaya, Idmar, Tafsir Muqaran, Palembang: Universitas Muhammadiyah, 2005.
Wartini, Atik, Poligami dari Fiqih hingga perundang-undangan, Jakarta: Jurnal
Studia Islamika 2013.
Zayd, Nashr Hamid Abu, Dawair al-khauf:Qiraah Fi Khitab al-Mar‟ah, Al-markaz
ATsaqafi Al-arobi, 2000.
.
89
LAMPIRAN
*****
90
Lampiran I
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR Jl. Nakula Sadewa VA No. 9 Telp. (0298) 3419400 Faksimili 323433 Salatiga 50722
Website: www.ushuluddin.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Muhamad Abdul Fatah
NIM : 215-13-007
Judul Skripsi : Tafsir Al-Qur‟an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran
Muhammad Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd.
Pembimbing : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
N
O
Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Tanda Tangan
1
2
3
4
5
6
Selasa 01
Agustus
Senin 14
Agustus
Kamis 24
Agustus
Senin 04
September
Kamis 14
September
Rabu 20
-Proposal Skripsi
Bab I
- Perbaikan Latar
Belakang
Masalah
-Bab II
- Bab III
-Bab IV
-Bab v
-Penutup
-Editing Penulisan
-Perumusan Masalah Tidak
Terlalu Banyak
-Pendekatan dengan Tafsir
Muqaran
-Memaparkan Bab II
sebagai pendekatan
muqaran
-Bab IV Perbandingan
Tafsir
-Editing penulisan al-
Qur‟an
-Tehnik Tulisan
91
September -Simpulan
-Saran
-Foot note
Salatiga, 20 September 2017
Pembimbing
.Dr. Adang Kuswaya M.Ag.
NIP197205311998031002.
92
Lampiran II
DAFTAR SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)
Nama : Muhamad Abdul Fatah
NIM : 215-13-007.
Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora
Dosen Pembimbing : Dr. Adang Kuswaya. M.Ag.
N
O
Hari /Tanggal Nama Kegiatan Nomor
Sertifikat/Sk
Sebagai Point
1
26-27 Agustus
2013
OPAK STAIN Salatiga
“Rekontruksi
Paradigma Mahasiswa
yang Cerdas, Peka dan
Peduli”
NO:020/PAN
OPAK/STAIN/
VIII/ 2013
PESERTA 3
2
2
29 Agustus 2013 OPAK Syariah
“Revitalisasi
Intelektualitas &
Spiritualitas
Mahasiswa Menuju
Kemajuan Indonesia”
NO:10/HMJ
Syar.ST Sltg/VIII/
2013
PESERTA 3
3
16 September
2013
UPT Perpustakaan
“Library User
Education”
NO: Sti.24/K.11-
1/HM.02.2/250/20
13
PESERTA 2
4
18 September
2013
PANITIA PRA-
IBTIDA ”Training
PembuatanMakalah
oleh Lembaga Dakwah
kampus” (LDK) Darul
No: 02/BK-
PAN/LDKDA_ST
AIN-
SLTG/IX/2013
PESERTA 2
93
Amal STAIN Salatiga
5
3 SEPTEMBER
2013
PENYELENGGARA
SEMINAR
NASIONAL
“Epistemologi Tafsir
Kontemporer
Intergrasi”
NO:IN.26/D4/KM.
03.00/082/2015
PANITIA 9
6
13 JUNI 2013 PEMILIHAN UMUM
“Partisipasi Dan
Dedikasinya Dalam
Menyukseskan
Penyelengaraan
Pemilihan Umum
Gubernur Dan Wakil
Gubernur”
No:001/KPUPRO
V-012/09/VI/2013
PANITIA 3
7 5 Desember 2013 SEMINAR
NASIONAL
“Berkerangka Budaya”
NO:Sti.24/JS.5/PP.
00.9/004/2013
PESERTA 6
8 17 MEI 2014 SEMINAR
NASIONAL TAFSIR
TEMATIK “Konsep
Pemimpin Ideal
Menurut Al-Qur‟an”
NO:01/TAF.TEM
ATIK/JQH/V/2014
PESERTA 8
9 14 OKTOBER
2014
KOMISI PEMILIHAN
UMUM “Pemilihan
Umum Presiden Dan
Wakil Presiden”
NO:01/PIAGAM/
KPU/X/2014
PANITIA 3
10 18 OKTOBER
2014
PANITIA IBTIDA‟
LEMBAGA
DAKWAH KAMPUS
“Ikatan Bingkai Cinta
dalam Titian Dakwah
Menuju Insan Kamil”
NO: 11/PAN-
IBTIDA‟/LDK-
DA/STAIN
SLTG/X/2014
PESERTA 2
94
11 24 NOVEMBER
2015
PANITIA
PELAKSANAAN HMJ
ILMU ALQUR‟AN
DAN TAFSIR
NO: 10/A/SEK-
HMPS/1/1436H
PANITIA 3
12 22 APRIL 2015 PENGANGKAT
PENGURUS HMJ
ILMU AL-QUR‟AN
DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB
DAN HUMANIORA
NO:
STI.24.5/J1/PP.00.
9/02/2015
PANITIA 3
13 1 September
2015
PENGANGKATAN
PANITIA MALAM
KEAKRABAN
(MAKRAB) dan Bakti
Sosial (BAKSOS) HMJ
IAT Fakultas
Ushuludin, Adap dan
Humaniora IAIN
Salatiga
NO:
In.26./JI/KM.03/10
b/2015
PANITIA 3
14 30 OKTOBER
2015
SEMINAR
NASIONAL
KEWIRAUSAHAAN
“Jiwa Muda, Berani
Berwirausaha”
NO07/SEM.NAS/
KWU/PAI/IAIN/X
/2015
PESERTA 6
15 31 OKTOBER
2015
SEMINAR
NASIONAL AL-
KHDMAH
“Wacana Islam
Nusantara Dalam
Menjaga Kebinekaan
Dan Keutuhan Nkri”
PESERTA 7
95
16 23 NOVEMBER
2015
SEMINAR
NASIONAL
“Penngkatan
profesionalisme guru
sebagai dalam
pembelajaran di era
globalisasi”
No:13/PAN.SEMN
AS.DEMA.FTIK.I
A
SLTG/XI/201523
NOVEMBER 2015
PESERTA 6
17 10 FEBRUARI
2016
SEMINAR
NASIONAL “
Implementasi Nilai
Pancasila Sebagai
Benteng Dalam
Menolak Gerakan
Radikalisme”
NO:B/238/DEMA/
II/201610
FEBRUARI 2016
PESERTA 6
18 21 Maret 2016 PENGANGKATAN
PENGURUS DEWAN
MAHASISWA
(DEMA) FUADAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGRI (IAIN)
SALATIGA MASA
BAKTI 2016
No:In.26/D4/KM.0
1.02/176/2016
PENGAB
DIAN
MASYAR
AKAT
3
19 4 Mei 2016 BEDAH BUKU
“Agama Baha‟i Dalam
Lintas Sejarah Jawa
Tengah”
NO:B441/IN.21/D
2/KS.01.3/04/2016.
PANITIA 3
20 26 APRIL 2016 Seminar Nasional
FUADAH dan
JEMAAT
AHMADIYAH
INDONESIA
“Khilafah; Tinjuan
Akidah dan Syariah
No:B340/In.21/D4/
KM.03.1/05/2016.
PESERTA 7
21 23 MEI 2016 SEMINAR
NASIONAL
NO.06/A/SEK- PESERTA 8
96
“Metodologi
Penafsiran
Kontemporer”
PAN/07/1437H
22 24 Oktober- 5
November 2016
Daurah Tafsir Program
Praktik Profesi
Mahasiswa (PPM)
diselengarakan Atas
Kerjasama Pusat Studi
Al-Qur‟an (PSQ)
dengan IAIN Tulung
Agung dan IAIN
Salatiga
194/PSQ
Program/Daurah/X
I/2016
PESERTA 20
23 25 MEI 2016 SEMINAR
NASIONAL “Jemaat
Ahmadiyah Indonesia”
NO:B340/IN.21/D
4/KM.03.1/05/201
6
PESERTA 6
24 21 Mei 2016 SEMINAR
NASIONAL
TECHNOPRENEURS
HIIP “start your
journey with
technopreneurship”
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
No:023/SST/PST/
V/16
PESERTA 6
25 13 November
2016
SEMINAR
NASIONAL
EDUPRENEURSHIP
“STARTEGI
MARKETING KUNCI
SUKSES WIRAUSAHA
NO:3/PAN-
SEMINAR
NASIONAL
KEWIRAUSAHA
AN/20163
PESERTA 6
26 21 Maret 2016 PENGANGKATAN
PENGURUS DEWAN
MAHASISWA
(DEMA) FUADAH
INSTITUT AGAMA
No:In.26/D4/KM.0
1.02/176/2016
PERLENG
KAPAN.
3
97
Salatiga, 16 september 2017
Menyetujui
Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Dr.M. Ghufron, M. Ag.
NIP. 19720814 2003121001
ISLAM NEGRI (IAIN)
SALATIGA MASA
BAKTI 2016.
TOTAL 137
98
Lampiran III
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama / Name : Muhamad Abdul Fatah
Alamat / Address : Jl. Bulu -Dempul Kalongan, Ungaran
Timur
Kode Post / Postal Code : -
Nomor Telepon / Phone : 085726925154
Email : [email protected]
Jenis Kelamin / Gender : Laki-laki
Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 25 oktober 1994
Status Marital / Marital Status : Belum Menikah
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam
Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan :
Periode Sekolah / Institusi / Universitas
2001 - 2007 MI Mendiro
2007 - 2010 Mts al-Manar
2010 - 2013 Smk Nu
99