syarifudin, problematika dakwah di maluku

78
Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 0

Upload: syarifudin-amq

Post on 30-Jul-2015

34 views

Category:

Education


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 0

Page 2: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 1

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Sejarah problematika dakwah Muhammad SAW sebagai peletak

dasar ajaran Islam merupakan Nabi yang terakhir, yang diutus Allah

SWT untuk menyempurnakan ajaran tauhid yang telah dibawa oleh para

Nabi sebelumnya. Di mana pada awalnya ajaran tauhid yang telah

dibawa para Nabi sebelumnya masih murni, namun karena jarak waktu

yang panjang atau pertemuan para Nabi dalam satu zaman berbeda-beda.

Maka pencampuran akidah tauhid yang tadinya murni, tercampur-aduk

oleh akidah khurafat, bid’ah, dan penyimpangan. Oleh karena itu,

dengan diutusnya Muhammad sebagai pengemban misi dakwah tauhid,

menjadi tugas utama dalam penyampaian risalah dakwahnya.

Dakwah merupakan jalan menuju Islam maksudnya adalah panggilan

dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia

agar menganut ajaran Islam (agama),1 dengan cara beriman dan

bertaqwa kepada Allah SWT bersikap sesuai dengan garis-garis aqidah

dan syariat serta akhlak Islamiyah, Islam adalah agama yang mencakup

dan mengatur segala aspek kehidupan manusia guna memperoleh ridha

dari Allah SWT.

1‘Abdul Kari>m Zaida>n, Us}u>l al-Da‘wah (Cet. 9; Libanon: Mu>assatur al-

Risa>lah, 2001), h. 7.

Page 3: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 2

Pada permulaan kenabian Muhammad SAW, mencanangkan ide-ide

pokok tentang Islam, kemudian tahap selanjutnya mengajarkan ibadah,

perundang-undangan sosial dan pidana atau hukum Alquran yang

diterapkan oleh Islam. di Mekah ajaran Islam masih bersifat semu, tetapi

dalam periode Madinah ajaran itu menjadi universal. Islam merupakan

kesatuan, keseluruhan, tidak merupakan aspek agama di satu pihak dan

aspek sosial dan politik di pihak lain. Jadi Islam di sini adalah agama

risalah yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW dan agama Islam

adalah agama dakwah artinya agama yang di dalamnya terdapat

kewajiban untuk menyebarluaskan kebenaran dalam mengatur segala

aspek kehidupan orang Mukmin.2

Bila dilihat dari hal tersebut, maka jelaslah bahwa perjuangan

dakwah Rasulullah di Madinah sudah meletakkan dasar-dasar

keagamaan, yang terdiri dari tatacara peribadatan, undang-undang

hukum pidana; sedangkan di Mekah masih dalam tahap pengenalan

tentang ajaran akidah Islam. Oleh karena itu, tantangan dakwah yang

dihadapi Muhammad di Mekah jauh lebih sulit ketimbang dakwah yang

dilakukan di Madinah.

Nah bagaimana kondisi dakwah hari ini khususnya provinsi Maluku

dimana Islam datang di Maluku melewati ruang, waktu, daratan budaya,

2Muhammad Haezan, ‚Dakwah Rasulullah SAW Menurut History Islam

(Periode Mekah-Madinah)‛ (Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Surakarta,

Surakarta 2008), h. 12.

Page 4: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 3

dan berbagai macam corak yang dilewati dalam perjalanan yang panjang

sehingga Islam Sampai di Maluku. Apakah problematika yang dihadapi

oleh umat yang ada di Mekah dan madina dengan di Maluku?

Problematika dakwah di Indonesia termasuk di Provinsi Maluku

sampai saat ini masih berada pada level perbedaan dalam cara

berdakwah, menerima pesan-pesan dakwah, dan pemahaman pada

agama masih sangat bervariasi. Problematika ini lahir adalah sebuah

keniscayaan karena manusia dilahirkan berbeda-beda suku, bahasa, dan

cara memandang sebuah objek sehingga berpotensi berbeda dalam

mengkomunikasikan bahasa agama.

Provinsi Maluku yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya,

bahasa, pemikiran, pemahaman, dan warisan-warisan ajaran agama yang

diproduksi pada masa lalu sampai saat ini masih sangat kental di kota

Ambon dan pelosok-pelosok yang ada di Maluku. Maluku yang memiliki

lima kabupaten kota antara kota Ambon Kabupaten Seram Bagian

Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buuru,

dan Buru Selatan. Semua kabupaten ini banyak didiami oleh komunitas

muslim dan bahkan ada kabupaten yang intensitas dakwahnya sangat

minim sehingga melahirkan kader-kader dan penduduk Islam yang sulit

diatur dalam berbagai aspek. Kondisi ini menjadi problematika dakwah

dewasa ini.

Page 5: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 4

Sebagai contoh di Komunitas Muallaf sampai saat ini

problematika sosial yang dihadapi umat yang ada di Seram bagian

Timur khususnya di komunitas Muallaf belum dapat pelayanan agama

yag maksimal dari mubalig sehingga kabuapten ini telah memberikan

sampah problematika dakwah di Maluku.

Masyarakat muallaf di Seram baian Timur dengan jumlah

penduduk kurang lebih 600 jiwa, tersebar di tiga dusun, yakni Dusun

Solang, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung. Menurut Kepala Desa Solang

Abu Bakar As-Shiddiq mengungkapkan bahwa warga Dusun Solang

semula 100% beragama Kristen Protestan belum mengetahui praktek

ibadah dengan benar sesuai syariat Islam. Hal itu tampak saat

mengambil air wudhu komunitas ini mendahulukan kaki duluan

sehingga membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan.

Komunitas Kristiani di Desa Solang telah tinggal dan beranak-

pinak sejak tahun 1942 dengan menganut agama Kristen protestan.

Akibat dari tragedi kemanusiaan yang berujung pada isu SARA pada

tahun 1999 berdampak juga pada komunitas Kristen yang ada di Desa

Solang yang kemudian masuk Islam secara terpaksa, ketika perang yang

bernuansa SARA antara umat Islam dan Kristen terjadi di Maluku

melahirkan berdampak di Seram Bagian Timur Desa Solang. Untuk

menghindari korban kematian yang berjumlah besar dari komunitas

Kristen mereka berinisiatif masuk Islam demi mengamankan diri dari

Page 6: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 5

serangan laskar jiha>d kaum muslimin di Kabupaten Seram Bagian Timur

(SBT).

Setelah komunitas Kristen ini memeluk Islam, salah satu

Problematika yang dihadapi komunitas muallaf di Desa Solang adalah

belum adanya pembinaan ajaran keislaman secara maksimal, tidak

adanya air bersih untuk beribadah, dan perumahannya belum memenuhi

syarat tinggal rumah sehat. Keadaan ini membutuhkan uluran tangan

dari pihak mubalig, pemberdayaan masyarakat Islam, motivator Islami,

dan BAZNAS. Dalam memberikan pemberdayaan dan pembinaan

melalui pendampingan aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Prilaku keagamaan

secara syari’ah tidak maksimal sehingga praktek keagamaan banyak

yang keluar dari tata tertib ajaran Islam khusunya tata cara beribadah.

Hal itu tampak dalam penerapan ajaran aqidah, syari’ah, dan

akhlaq. Komunitas ini dikenal dengan komunitas kampung muallaf yang

tidak pernah dilakukan pembinaan agama Islam. Rumah ibadah

komunitas ini masih jauh dari kenyamanan beribadah karena pembuatan

masjid tidak sesuai dengan jumlah penduduk. Selain itu jalan menuju

komunitas muallaf ini masih sulit dijangkau. Hal ini juga disebabkan

oleh pemukiman yang jauh dari kota. Jarak dari kota Ambon ke Desa

Solang menggunakan waktu 32 jam menggunakan mobil avanza (sewa)

dengan biaya Rp. 3.900.000 pulang balik.

Page 7: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 6

Mata pencaharian warga muallaf di Desa Solang 98% sebagai

petani, ubi, kacang, dan warung penjual sembako. Fasilitas transportasi

untuk sampai pada desa ini menggunakan transportasi untuk darat dan

laut. Untuk trasportasi darat menggunakan motor, dan mobil, sedangkan

untuk transportasi laut menggunakan perahu dan kapal kayu (katinting).

Jarak tempuh menuju Desa Solang dari Kabupaten Bula selama lima jam

menggunakan bis dengan ongkos per/kepala sebesar Rp. 75.000.3

Transportasi laut per/orang Rp. 60.000,. salah satu aspek lemahnya

pembinaan agama di Desa muallaf ini akibat sulitnya dijangkau dan

minimnya trasnportasi menuju Desa Solang Kabupaten Seram Bagian

Timur. Minimnya transportasi tersebut menjadikan Desa ini semakin

terisolir dari berbagai informasi, hal ini berdampak pada minimnya

pemahaman ajaran Islam sehingga cenderung ajaran Kristen masih

mendominasi dalam pola prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.4

Hal tersebut tampak dalam prilaku keseharian mereka, seperti

kebiasaan melayat jenazah, perkawinan, dan kehidupan muamalah yang

masih diwarnai oleh prilaku yang sangat bertentangan dengan ajaran

Islam yaitu adanya kolaborasi pemahaman agama Islam dan Kristen.

3Hasan Pattikupang warga Desa Waru yang bertetangga dengan Desa

Solangwawancara oleh penulis di 17 Oktober 2012. 4Ibnu Jarir, Staf Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IAIN Ambon,

mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh

penulis di 20 Oktober 2012.

Page 8: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 7

Tidak adanya pembinaan ajaran Islam secara maksimal dari Instansi

yang berkepentingan sehingga tradisi kehidupan Ksisten masih

berpengaruh dalam proses ibadah dan prilaku sehingga sangat urget

perlunya pembinaan.

Desa Solang ini telah memiliki bangunan mushalla bantuan dari

pemerintah Kabupaten Seram bagian Timur (SBT), Sekolah Dasar 1

unit, Taman Pengajian Al-Qur’an (TPQ), 1 unit dengan jumlah santri 78

orang yang diajar oleh satu orang guru. Tenaga guru TPQ juga

merangkap sebagai imam. Sedangkan guru SD 3 orang dan 1 orang PNS.

Profil Desa ini sejak memeluk ajaran Islam sejak tahun 2000 belum

pernah diajarkan Islam secara kaffah, sehingga pemahaman tentang

agama Islam sangat sempit. Realitas struktur sosial komunitas seperti

ini tidak sehat dalam aspek interakasi sosial.

Hal ini jika dibairkan besar kemungkinan kembali pada agama

semula yakni Kristen. Permasalahan yang tampak pada komunitas

muallaf dari aspek pembinaan sosial keagamaan antara lain adalah

permasalahan akidah, syari’ah, akhlaq. Keadaan ini diperparah lagi

dengan belum adanya penerangan listrik, air bersih, yang menjadikan

daerah ini jauh dari sentuhan peradaban.5 Probematika lain yang sangat

memprihatinkan karena mereka belum mendapatkan perlakukan dan

5Muhammad Ilyas (Muallaf Desa Solang) wawancara oleh penulis di rumahnya

Desa Solang tanggal 18 Oktober 2012

Page 9: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 8

pelayanan matriil dan pelayanan spiritual serta pemberdayaan dari

Pemerintah setempat maupun kementrian agama sebagai pencerah

Aqidah, syari’ah, dan akhlaq.

Pendampingan dan pemberdayaan komunitas muallaf ini

tergolong masih sangat minim di Maluku sehingga konsep dan konten

penerapan untuk mentrasformasikan model pembinaan agama masih

belum maksimal. Adapun yang telah memberikan sumbangan khazanah

pembinaan muallaf. Pada tahun 2005; pemberdayaan yang dilakukan

oleh Irene Handoyo komunitas Muallaf di SBT, Konsep pembinaannya

divokuskan pada masyarakat mencari bentuk pembinaan muallaf

sehingga kajiannya masih bentuk konsep sehingga belum ada pembinaan

yang langsung menyentuh komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten

Seram Bagian Timur.

Selain itu dari katalog Lembaga Penelitian IAIN Ambon sejak

lima tahun terakhir belum pernah melakukan penelitian dari tentang

pembinaan muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur

Sehingga pengabdian tentangnya dianggap Baru dan belum pernah ada

pendampingan dan pemberdayaan sebelumnya sehingga akan

memberikan kontribusi baru dan referensi pengabdian kepada

masyarakat di Provinsi Maluku dalam menghadapi pembinaan dan

pemberdayaan komunitas muallaf di Maluku di Desa Solang Kabupaten

Seram Bagian Timur.

Page 10: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 9

Komunitas muallaf di Desa sangat terisolasi dengan komunitas

Islam lainnya sehingga dikhawatirkan komunitas Muallaf ini kembali

menjadi agama kristen karena tidak ada pendampingan dan

pemberdayaan ibadah sehingga perlu pendampingan dan pemberdayaan

untuk mengingatkan pola pemahaman dan praktek beribadah dengan

baik dan benar. Desa muallaf ini tidak dicampur oleh komunitas Islam

lainnya sehingga tidak ada contoh atau teladan yang bisa menjadi

tempat bertanya tentang tata cara ibadah dengan baik dan benar.

Jika hal ini tidak dilakukan pendampingan dan pemberdayaan

aqidah, syari’ah, dan akhlaq maka ia akan terus menjalankan ibadah

shalat dan berwudhu tidak sesuai dengan syari’at yang telah disepakati

oleh para ulama. Misalnya mereka mengambil wudhu dari kaki duluan,

tata cara berkhutbah yang tidak sesuai dengan rukun khutbah, tata cara

melayat jenazah masih menggunakan tradisi kristiani.

Secara geografis Desa solang berada dalam Kecamatan Bula,

Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku. Untuk sampai

di desa tersebut kami menempuh perjalanan darat menggunakan mobil

kurang lebih 60 KM dari Kota Bula. Perjalanan yang cukup jauh

memang dengan kondisi jalan yang belum di aspal.

Sebagian besar warga desa adalah mantan Nasrani. Solang sendiri

artinya ‘’hijrah’’ . Masyarakat Solan (di baca Solang) terdiri 83 Kepala

Page 11: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 10

Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 500 jiwa, yang tersebar di tiga

dusun, yakni Dusun Solan, Bonfia Pante, dan Bonfia Gunung.

masyarakat Solang termasuk masyarakat pesisir dimana mata pecaharian

sehari-harinya adalah Petani. warga Dusun Solan semula beragama

Kristen Protestan, Sewaktu konflik Islam-Kristen meletus pada 1999,

masyarakat Solan terdesak. Namun Karena kecintaan mereka terhadap

tanah kelahiran mereka maka atas perintah kepala desa Mereka pun lalu

lari ke gunung.

Kepala desa yang nama islamnya Abu Bakar bemarga Ulialantutin

(nama aslinya Belvamar) ia mendapat tawaran dari pasukan Islam yang

menguasai Solan saat itu, untuk turun gunung secara damai. Menyadari

keadaan warganya, Abu Bakar Ulialantutin akhirnya setuju. Maka di

tahun 2002 Merekapun kembali ke kampung halaman dengan status baru

sebagai kaum Muslimin. Tak hanya itu. Setelah beberapa pekan

menikmati kebebasan dan keamanan sebagai umat Islam, Abu Bakar dan

para pemuka masyarakat lalu mengajak warga Bonfia untuk turun

gunung sebagaimana kaum Solang.

Probelmatika dakwah di Seram Bagian Timur sejak di Desa

Solang khususnya komunitas muallaf pada aspek pembinaan dan

pendampingan. Probematika ini yang dihadapi komunitas muallaf dalam

memahami Islam sekdar mengucapkan syahadat kemudian jarang

dilakukan pemberdayaan ajaran Islam secara komprehensip.

Page 12: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 11

Selain itu belum ada buku panduan Ibadah sebagai panduan dalam

melakukan shalat dan berwudhu dan cara memandikan janazah sehingga

membutuhkan pemdampiangan dan pemberdayaan tata cara pelaksanaan

shalat, menjadi imam, dan teknik pelaksanaan khitbah jumat. Selain itu

pembangunan rumah iabdah secara permanen untuk meningkatkan

kenyamanan dalam beribadah.

Secara syari’ah tampak dalam prilaku aqiqah, cara berwudu, dan

prinsip-prinsip kegamaan lainnya belum difahami secara maksimal

sehingga prilaku keagamaan masih seputar pengucapan syahadat saja.

Desain pendampiangan dan pemberdayaan akan difokuskan pada

pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq sehingga ada perbedaan disaat

memeluk agama Kristen dan memeluk ajaran Islam atau dari ibadah

menggunakan sepatu menuju ibadah melepaskan sepatu. Selain itu

mengajarkan tata cara berwudu, menjadi khatib, tata cara melayat

jenazah, dan ajaran rukun Islam dan rukun iman lainnya. Keprihatinan

Souwakil sebagai Imam di Desa Solang mengungkapkan bahwa adanya

ketidak seimbangan antara pembinaan ajaran Islam dengan jumlah

warga yang begitu besar. Selain itu lemahnya kementerian agama di

Kabupaten Bula mengjangkau Desa Solang sehingga perlu ada

pembinaan dengan berbagai strategis untuk menggerakkan pembinaan

agama Islam di Desa Muallaf (Solang) yang lebih kooperatif dengan

kondisi masyarakat di Desa Solang.

Page 13: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 12

No Uraian Jumlah

1 Jumlah Penduduk 125 KK

2 TPQ 1

3 Guru Mengaji 1 Orang

4 Sekolah Dasar 1 Unit

5 Guru PNS 1 Orang

6 Pekerjaan Tani 98 %

Dari diskusi tersebut tampak bahwa sejak ia menjadi tokoh agama

di Desa Solang pembinaan aqidah, syari’ah, dan akhlaq tidak pernah

dilakukan oleh kementrian agama.6 Adapun proses perkawinan di Desa

Solang ini di lakukan dengan cara nikah sirri oleh imam karena

kesadaran tertib administrasi membutuhkan waktu yang panjang dan

adanya kesulitan pada proses jangkauan kantor urusan agama di

Kabupaten Bula tidak mampu memenuhi kartu nikah akibat

keterbatasan kartu nikah yang ada di Kabupaten tersebut. Jarak yang

ditempuh dari Kabupaten tersebut ke Desa Solang lima sampai tujuh

jam naik mobil jika tidak hujan, tetapi jika hujan maka sulit ditempuh

6S. Swakil (Imam Masjid Desa Solang) wawancara oleh penulis di Desa Solang

tanggal 19 Oktober 2012

Page 14: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 13

dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, serta orang lebih

memilih jalan kaki.

Selain itu prilaku keagamaan dalam proses kematian di Desa

Solang juga dilakukan masih semi Islam dalam artian kerap kali

dimakamkan secara Islam dan juga dimakamkan secara Kristen akibat

sulitnya mendapatkan petugas jenazah. Salah satu tokoh masyarakat

muallaf mengungkapkan bahwa kami di Desa ini yang baru masuk Islam

100% belum tahu secara keseluruhan tata cara melayat jenazah secara

Islami.7 Hal ini tampak bahwa Desa Solong ini sebagai komunitas

muallaf yang permanen karena peningkatan pemahaman agama tidak

berkembang.

Pelajaran agama hanya didapatkan dari seorang imam dari Desa

Waru yang kebetulan mau tinggal dan mengajarkan agama tentang

Islam. Menurut Ilyas salah satu muallaf di Desa Solang mengungkapkan

bahwa pada umumnya komunitas Muallaf di Desa Solang ini 98% belum

tahun mengaji sehingga pada saat melakukan shalat belum ada surat

yang mampu dibaca. Selain itu tata cara berwudu, tata cara perkawinan,

dan tata cara memelihara nasab juga belum diaplikasikan secara Islami.

Keadaan ini ketika melakukan ibadah shalat tata cara shalat, wudu

kadang kali duluan, baru tangan yang terakhir baru tangan terakhir, tata

7Hadi Basalamah, Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon,

mendeskripsikan ketika melakukan observasi awal di Desa Solang wawancara oleh

penulis di 21 Oktober 2012.

Page 15: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 14

cara pernikahan kadang dihamili duluan baru dinikahi sebagaimana

waktu masih memeluk agama Kristen.8 Semua keadaan yang

memprihatinkan ini perlu adanya pembinaan secara komprehensif agar

mereka mampu merasakan cahaya Islam dari pihak yang terkait dengan

pembinaan agama Islam.

Informasi yang dikemukakan oleh Ilyas ini dapat digambarkan

bahwa Desa Solang ini termasuk masyarakat semi Islam karena praktik-

praktek ibadah secara Islami belum difahami secara maksimal. Hal ini

tampak saat melakukan perkawinan, aqikah, melayat jenazah, dan masih

banyak buta huruf aksara Arab. Selain itu pemahaman rukun Iman,

rukun Islam sampai saat ini belum difahami secara komprehensif

sehingga keyakinan mereka sangat rapuh tentang ajaran keislaman. Jika

mereka ini tidak dilakukan pembinaan keislaman maka lambat laun Desa

ini akan kembali pada agamanya semula karena mereka telah terbiasa

dengan pola hidup dalam ajaran kristiani.

A. Kondisi Dampingan yang Diharapkan.

1. Komunitas muallaf yang ada di desa Solang Kabupaten Seram

Bagian Timur dapat berubah secara permanen melakukan ibadah

sesuai syari’at agama Islam. Adanya perubahan signifikan dalam

8Ilyas, Tokoh masyarakat Desa Solang wawancara di rumahnya di Solang 20

Okotber 2012.

Page 16: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 15

pendampingan dan pemberdayaan melalui pembinaan aqidah,

syari’ah, dan akhlaq melalui komunikasi persuasif, empati, yang

dilakukan dalam bentuk praktikum Ibadah dengan tiga klaster

yaitu orang tua, remaja, dan anak-anak.

2. Dapat membaca panduan berupa kunci ibadah yang mudah dibaca

sesuai daya nalar komunitas muallaf di Desa Solang kawasan

pesisir di Kabupaten Seram Bagian Timur. Memberikan CD

panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara melayat jenazah,

dan buku penunjang lainnya yang berhubungan dengan ilmu

terapan keislaman.

3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami

tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan

pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik

secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao

melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara

berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu

serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk.

B. Strategi yang Dilakukan

Model pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan

pada komunitas muallaf di Desa Solang Kabupaten Seram Bagian Timur

Page 17: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 16

yang berada dikawasan pesisir dilakukan dengan tiga model

pendampingan antara lain:

1. Memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang ada disekitar Desa

Solang misalnya Penyuluh agama, Guru, Imam, dan Guru TPQ di

Kabupaten Seram Bagian Timur. Membuat ouline pendampingan

dan pemberdayaan tentang tata cara pembinaan praktek ibadah

sesuai syari’at agama Islam.

2. Strategi pendampingan dan pemberdayaan yang akan dilakukan

adalah memutar film praktikum ibadah, khubah jumat, cara

melayat jenazah, tata cara berwudhu, thahara pada orang tua,

remaja, dan anak-anak. Selain itu memebrikan buku panduan

berupa kunci ibadah yang mudah diakses dan dibaca sesuai daya

nalar komunitas muallaf di Desa Solang yang merupakan

masyarakat pesisir di Kabupaten Seram bagian Timur.

Memberikan CD panduan ibadah, buku khutbah, buku tata cara

melayat jenazah, dan buku penunjang lainnya yang berhubungan

dengan ilmu terapan keislaman.

3. Dari 125 KK jumlah komunitas muallaf 90 KK dapat memahami

tata cara beribadah dengan baik melalui pendampingan dan

pemberdayaan yang dilakukan melalui praktikum ibadah baik

secara langsung mapun dalam bentuk tayangan video atao

melalui CD player. Selain itu memberikan video tata cara

Page 18: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 17

berwudhu dan pelaksaan ibadah shalat jumat, dan lima waktu

serta tata cara mengurus janazah dalam bentuk Compac Disk.

Selain pendampingan pada komunitas muallaf di Desa Solang

Kabupaten Seram Bagian Timur juga melakukan pemberdayaan

entrepreneuship untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat miskin

pada komunitas muallaf di Desa Solang. Strategi pemberdayaan

kewirausahaan menggunakan konsep David C. Korten bahwa terapi

mental seseorang membutuhkan konten pembinaan material dan

spiritual sebagai spirit kebutuhan manusia. Paradigma ini juga sesuai

tujuan hidup manusia muslim dalam pandangan hidup menurut Al-

Gazali bahwa kehidupan di dunia itu adalah selamat di dunia dan

selamat di akhirat.9 Kesejahteraan dan ketaqwaan juga perlu

diberdayakan melalui pemberdayaan pembuatan mesin penetasan ayam

kampung dengan melakukan kerjasama dengan dinas peternakan di

Serang Bagian Timur.

Bentuk pemberdayaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan

komunitas muallaf yang ada di Desa Solang yakni membuat penetasan

telur ayam kampung dan melakukan pembibitan kangkung cabut untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat muallaf di Desa Solang kabupaten

Seram bagian Timur.

9A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan dan Pemberdayaan Islam (Cet.

I; PT. Grafindo Persada, 2005), h. 230.

Page 19: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 18

Tulisan ini berusaha mendialogkan teks agama pada masyarakat

multikultural sebagai bentuk transformasi sosial. Untuk mendialogkan

agama tersebut membutuhkan epistemologi dakwah multikultural yang

selama ini ditafsirkan hanya sebatas tekstual. Pandangan ini sesuai

dengan Nashr terhadap sebagian ulama yang terkurung pada peradaban

teks Al-Quran. Hemat Nashr hanya didominasi oleh paradigma tekstual

belaka (monointerpretaif), sehingga diperlukan epistemologi tekstual,

kontekstual dan antartekstual untuk mendialogkan pesan-pesan Tuhan.10

Hal ini penting dikomunikasikan untuk mendapatkan metode

dakwah pada masyarakat multikultural terhadap problem marjinalisasi,

penindasan, dan ketidakadilan terhadap normatifitas paham

keagamaan.11

Problematika ini membutuhkan epistemology dakwah

pada masyarakat multikultural untuk membuka ruang bagi umat dari

kurungan teks yang ia pital sendiri untuk mengkomunikasikan pesan-

pesan agama pada masyarakat multikultural yang lebih komunikatif.

10

Marcel Danesi, Messages, Signs, and Meanings: A. Basic Textbook and Semiotics and Coomunication Theory Third Edition. (Canadian Press Inc, 2004). h. 17.

11Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64.

Page 20: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 19

Kurungan teks yang telah membudaya pada struktur masyarakat

multikultural menurut Max Weber yang dikutip Dede bahwa manusia

adalah hewan yang terkurung dalam jejaring makna-makna yang ia

pintal sendiri,12

Paradigma Weber dan Nasr ini hemat penulis perlu

penjelajahan makna dibalik teks. Dalam artian teks perlu dieksplorasi

maknanya.

Publikasi dakwah dewasa ini pada masyarakat multikultural masih

banyak kendala sehingga membutuhkan kajian filosofis-metodologis.

Problematika tersebut akibat dari tumpang tindih warisan teologi dan

aliran pemahaman, warisan kultural, kepentingan yang bercampur aduk

dengan agama sehingga sulit menyanring, kemurnian agama yang

sesungguhnya karena telah didoktrin oleh kebenaran yang dibentuk oleh

sejarah turun temurung yang mengkibatkan agama tidak berkembangan

secara natural. Hal ini berdampak pada aplikasi dakwah sehingga sulit

didialogkan karena telah terkontaminasi oleh problematika sejarah yang

panjang.13

Dalam konteks masyarakat multikultural yang hidup dalam satu

komunitas yang saling berhubungan dan ketergantungan antara satu

12

Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam

(Volume III tahun 2005). h. 39. 13

Ursula King, Historical Phenomenological Approach to the Study of religion

dalam Frank Whaling contemporary Approaches to the Studi of religion Vol.II The

Social Science (Berlin: Moutan Publishers, 1984) h. 106-109- 139, 140

Page 21: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 20

dengan yang lain sangat urgent untuk melakukan dialog faham, aliran,

kredo, pedoman hidup, dan idiologi klasik tentang agama sehingga sulit

mendeteksi agama yang murnih dari warisan integrasi kultural dan

kepentingan.14

Ada kecendrungan paham yang tidak memiliki kekuasaan

terdegradasi oleh paham yang mengikuti pengikut besar, sehingga

paham lain cenderung disepelehkan.

Hemat penulis ini kurang berimbang dan tidak adail antara

menjaga keharmonisan dengan publikasi dari konstruksi media

membangun, dan menjual isu-isu yang dipublikasikan secara cepat oleh

media elektronik dan media cetak yang datanya mendadak, tekstual,

spontan tanpa disertai analisis mendalam apa dan bagaimana cara

mengkomunikasikan Al-Quran pada masyarakat multikultural yang

mudah diserap dan dicernah dengan menawarkan pilihan-pilihan bahasa

agama yang lebih komunikatif.

Problematika dari fenomena dakwah tersebut, penulis berusaha

mengeksplorasi Al-Quran Surah Al-Hujurat/49:13 sebagai inspirasi

epistemologi dakwah multikultural dalam pendekatan ilmu dakwah dan

komunikasi sebagai pijakan dalam mengekplorasi pesan-pesan agama

pada masyarakat multikultural. Fokus makalah ini secara spesifik

menelaah secara filosofis bagaimana mengkomunikasikan pesan-pesan

14Ibid., M. Amin Abdullah, h. 5

Page 22: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 21

agama dalam teks Al-Quran pada masyarakat multikultural? Pertanyaan

inilah yang penulis akan eksplorasi dalam pembahasan makalah ini.

II. PEMBAHASAN

A. Landasan Normatif

Pengertian masyarakat multikultural yang dimaksudkan dalam

makalah ini adalah Komunitas masyarakat yang memiliki pemahaman

agama yang dikonstruksi dalam berbagai latarbelakang pendidikan,

etnis, budaya, faham, yang berbeda hidup saling ketergantungan, dan

saling mempengaruhi sesuai klaster sosial yang terbagung secara

natural.15

Definisi ini hemat penulis relevan dengan terjemahan atau

tafsiran kementrian agama tentang surah al-Hujurat/49: 13 yang

memberikan inspirasi tentang pola interaksi komunikasi antar berbagai

etnis.

Sehubungan dengan permasalahan itu penulis mengutip QS Al-

Hujurat/49:13 terjemahan kementerian Agama sebagai pijakan normatif

dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural. Tafsiran pada ayat ini Quraish tentang ( خلقنكنكم) bahwa

masyarakat itu saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.16

15

Soejono Sukanto, Antropologi Budaya (Cet. III; Jakarta: Rineka cipta, 1987),

h. 99. 16

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir tematik atas Pelbagai Persoalan Agama (Cet. I; Mizan Media Utama, 2007), h. 437

Page 23: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 22

Hal ini sesuai dengan pandangan Emile Durkheim ahli sosiolog yang

mengatakan bahwa manusia saling terintegrasi yang memiliki

kepentingan berdasarkan kebutuhan.17

Mengutip pandangan Basman yang dipahami dalam argumentasi

Arkoun bahwa idealnya Al-Quran itu sumber inspirasi teori. Dari

inspirasi Al-Quran inilah sebagai akademisi membangun epistemologi

dakwah yang relevan bagi komunitas masyarakat multikultural.18

Argumentasi Arkoun, pemikiran teologi klasik yang menggumpal dalam

sejarah peradaban Islam, membentuk format ortodoksi, pada gilirannya

mengimbas pada pola berekspresi dalam membahasakan agama.

Pemikiran tersebut tidak bergeming dari bentuk rumusan abad

pertengahan yang belum mengenal tatanan perubahan kehidupan sosial

kemasyarakatan serta perkembangan ilmu pengetahuan modern, baik

dalam bidang kealaman, maupun dalam bidang teknologi informasi

seperti yang dialami oleh masyarakat modern dewasa ini.19

Walaupun

harus diakui bahwa warisan pemikiran yang ada sekarang adalah

17

H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 44-45.

18Basman (45 tahun), Diskusi ilmiah dengan memperdebatkan persoalan

epistemologi dakwah di ruangan Lembaga penelitian IAIN Ambon tanggal 17 juni

2011 jam 09.32 wit.

19Arkoun, Tarikhiyyatu al-Fikri, al-‘arabi al-Islamy, (Beirut: Markaz al-Inma’al-

Qaumy, 1986), h. 87-89. Lihat pula M. Amin Abdullah, Falasafah Kalam, di Era Post Modernisme, (Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 49.

Page 24: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 23

akumulasi dari beberapa pemikiran teologi klasik, dan pemikiran

Yunani.

Terminology Islamologi klasik saat ini sudah perlu didefinisikan

kembali karena Islamologi klasik tidak cukup memiliki fasilitas dalam

menterjemahkan persoalan sosial yang dihadapi masyarakat modern

dewasa ini. Untuk mengisi kekurangan ini, diperlukan ‚epistemology

dakwah‛ untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama dibalik

metateks yang selama ini diperdebatkan secara tekstual belaka. Praktek

ilmiah ini hemat penulis kurang memberikan kontribusi besar terhadap

perbaikan kehidupan manusia, karena itu pesan-pesan agama yang

terkurung dibalik teks sudah saatnya dieksplorasi untuk kebutuhan

manusia modern secara maksimal.

Hal ini telah dibuka gemboknya oleh Nashr Hamid Abu Zayd

yang menyatakan bahwa umat Islam harus keluar dari peradaban teks

jangan berhenti pada pemukaan teks saja.20

Untuk tidak terpenjara oleh

makna tekstual, begitupulan dan bertujuan untuk meciptakan kondisi-

kondisi yang menguntungkan dalam membebaskan pemikiran Islam dari

berbagai tatanan mitologi-mitologi yang menyesatkan.

Atas dasar dialog inilah sehingga penulis memilih paradigma

berpikir Arkoun dalam membangun metode dakwah untuk

20

Nashr Hamid Abu Zayd, Tesktualitas Al-Quran: Kritik terhadap ulumul Qur’an terjemahan (Cet. III; Yogyakarta: LKiS, 2003), h. 1.

Page 25: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 24

mengkomunikasikan bahasa Al-Quran dengan menggunakan ilmu

hermenutika untuk memetakan informasi yang tersembunyi dibalik teks,

yang lebih relevan dengan fakta realitas masyarakat multikultural.21

Untuk mendialokkan ide-ide rahmatalli’alami dalam Al-Quran

khususnya pada masyarakat multikultural. Dalam tafsiran Kementrian

Agama QS al-Hujurat/49:13

Tafsirannya:

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah

ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.22

Dari tafsiran Kementerian Agama khususnya QS al-Hujurat/49:13

di atas, pada prinsipnya ayat tersebut telah terkurung oleh pemaknaan

satu bidang ilmu, tetapi jangan berhenti pada makna itu saja, perlu

dieksplorasi secara tekstual, kontekstual dan antar tektual dalam

berbagai macam pendekatan keilmuan untuk mengungkap, lapisan-

21

M. Arkoun, Al-Fikr al-Islamy: Naqad wa Ittihat, Terjemahan Hashim Salih

(London: Dar al-Saqi), h. 299. 22

Al-Quran Terjemahnya, Al-Juma>natul Ali> Yayasan Penejermah Al-Quran/pentafsir Kementrian Agama, (Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004), h. 518.

Page 26: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 25

lapisan makna untuk memperkaya khazanah, dan wawasan cara

membahasan atau mengkomunikasikan pesan Tuhan.23

pada masyarakat

multikultural dalam berbagai aspek, begitupula ayat lain. Ayat yang

perlu dieksplorasi adalah sebagai berikut:

1. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

2. dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

3. menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

4. bersuku-suku

5. supaya kamu saling kenal-mengenal

Dari kelima pesan QS al-Hujurat/49:13 tersebut perlu diukngkap

secara tekstual, kontekstual dan antartekstual. Untuk

mengkomunikasikan makna dari kelima kalimat tersebut. Tapsiran

hanya sebagian kecil dari makna yang diungkap sementara makna

dibalik metateks tersebut, belum dieksplorasi secara profesionalisme

berdasarkan keilmuan yang memadai seperti disiplin ilmu tafsir, ilmu

hermeneutika, ilmu balagah, ilmu semiotika, dan berbagai macam ilmu

naskah/teks yang dianggap relevan untuk mengungkap pesan-pesan

agama dibalik teks Al-Quran.24

Semakin banyak infrastruktur keilmuan

23

Haidar Bagir, Bahasa Agama: Bahasa Tuhan Bahasa Manusia, kata pengantar

pada bukuKomaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011), h. 64.

24op. cit., Marcel Danesi

Page 27: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 26

dalam memahami ayat Al-Quran semakin banyak solusi dan informasi

yang akan dipublikasikan kepada masyarakat multikultural. Untuk

mengarungi luasnya samudra ilmu yang tersimpan rapih dan kokoh

dibalik teks Al-Quran sudah saatnya dibuka dan dieksplorasi rapi,

sistematis bagi kemasalahantan umat manusia dari penjara

ketidaktahuan.

B. Epistemologi Dakwah

Tak dapat dipungkiri rekaman peristiwa yang dikonstruksi oleh

para ilmuan masa lalu telah banyak memberikan kontribusi pemikiran

keilmuan yang tersebar keseluruh pelosok bumi ini, tetapi sebagai

ilmuan tidak cukup jika hanya mengandalkan pradigma klasik tersebut.

Kelemahan dari warisan keilmuan klasik bisa saja tidak relevan lagi

dengan situasi sekarang ini sehingga perlu redefinisi cara

mengkomunikasikan atau membahasakan pesan-pesan Tuhan dengan

berbagai macam pendekatan untuk mendapatkan banyak pilihan untuk

dijadikan epistemologi dakwah yang berdampak rahmatallilalamin

(rahmat bagi seluruh alam). Jika dipahami secara monointerpretasi tidak

terlalu relevan lagi dengan kondisi sosiologis masyarakatmultikultural

dewasa ini yang memiliki berbagai tantangan akibat akselerasi informasi

Page 28: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 27

yang sangat kompleks.25

Maksudnya terminologi pesan agama pada

masa lalu seperti piqih, dan ushul piqih tidak sama kondisi sosiologisnya

dengan era teknologi informasi dewasa ini.

Era modern membutuhkan cara yang canggih untuk

mengkomunikasikan bahasa agama yang terkoneksi dengan berbagai

macam faham, aliran, idiologi, bahasa, tradisi keilmuan sebagai susunan

warana-warani yang memiliki keindahan dalam mengeksprsikan atau

membahasakan pesan-pesan Tuhan secara tekstual, kontekstual, dan

antartekstual. sebagai pondasi dalam mengkomunikasikan bahasa agama

yang lebih. Hal ini berimplikasi pada kekurangan epistemologi dakwah

multikultural membahasan pesan agama yang lebih komunikatif dalam

peradaban masyarakat moderen.

Pentingnya kajian epistemologi dakwah multikultural ini akan

menjadi dambaan bagi masyarakat modern khususnya praktisi dakwah

dalam mengkomunikasikan bahasa agama kepada manusia secara bijak

dan mudah diserap. Karena sebaik apapun pesan disampaikan tetapi

ditrasformasikan secara tidak bijak maka pesan yang disampaikan

terbuang dan bertengger dipersimpangan jalan. Melakukanm mediasi

adalah jalan tengah untuk menghormati orang lain yang memiliki cara

mengekspresikan agama berbeda dalam tingkatan memahami suatu

pesan teks agama. Perbedaan agama, aliran, faham, idiologi, dan

25

Amin Abdullah

Page 29: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 28

latarbelakang pendidikan. Lapisan masyarakat yang multikultural

membutuhkan kemasan dakwah yang berbasis pada teologi humanis.

Mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural Hemat penulis perlu kekayaan paradigma untuk

melakukan meidasi, dialog, untuk membangun pondasi berpikir dalam

memahami bahasa Tuhan yang tersirat dalam teks dan metateks. Dalam

artian memahami karakter pesan Tuhan secara ruhani dan non ruhani

yang bingkai oleh Aqidah, syari’ah dan Akhlaq.

Hemat penulis tidak relevan lagi mendakwakan agama dengan

gaya mendoktrin tetapi agama ini jika dianalogikan ia laksana mall yang

memiliki banyak fasilitas, kebutuhan manusia, dimana manusia siap

memilih berbagai macam perlengkapan hidup melalui pesan-pesan

agama dalam teks dan metateks untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia.

Pemaksaan kehendak ini dapat berbenturan secara fisik dan

psikologis masih terjadi antara organisasi agama Islam seperti, Jamaah

Islamiyah, NU, Muhammadiyah, HIT, Salafi, Wahda Islamiyah,

Annazir, NII, FPI(Front Pembela Islam) dan aliran Islam lainnya.26

Semua organisasi Islam ini kurang memiliki epistemologi dakwah

komprehensip sehingga terjadi kesenjangan dalam mengkomunikasikan

26

Amar Ahmad, Aliran-aliran Dakwah di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Prenada

Group, 2008), 29.

Page 30: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 29

pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural. Memang harus

diakui hal ini juga tidak terlepas dari warisan teologi klasik yang

digagas oleh Mu’tazila, Asyari’ah, dan Maturidiyah. Tetapi idealnya

warisan itu menjadi kekayaan paradigma dan dijadikan sebagai

kekayaan perspektif untuk memberikan solusi terhadap problematika

sosial pada masyarakat multikultural yang diperhadapkan oleh berbagai

macam informasi yang mengelisahkan umat akibat konstruksi informasi

yang kurang memberikan perbaikan pada masyarakat multikultural.27

Dari fenomena ini kajian epistemology dakwah multikultural

membutuhkan trasformatif epistemologi yang lebih kaya dengan

perspektif untuk memudahkan para praktisi dakwah

mengkomunikasikan pesan-pesan Tuhan yang ada dalam teks agama,

sebagai pijakan metodologi dakwah yang relevan bagi masyarakat

multikulral.

Corak praktisi dakwah harus kayah dengan pendekatan dalam

membahasakan pesan-pesan Tuhan dalam Al-Quran dan Sunnah.

Pusaran kebenaran Al-Quran tetap menjadi otonom sehingga

kompetensi keilmuan manusia untuk mengungkap epistemology dari

buah ilmu sangat dibutuhkan sebagai metode dakwah baru yang lebih

relevan dengan kondisi masyarakat multikultural.

27

M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural dalam kumpulan Tulisan Pengukuhan Guru Besar Muhammadiyah

dengan judul Bengawan Muhammadiyah (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 3.

Page 31: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 30

Sumber ilmu dakwah tidak bisa terlepas dari Al-Quran dan Sunnah

sebagai pijakannya indiologi sumber ilmu. Dengan berpedoman pada

sumber ilmu, tidak cukup dengan hanya satu mazhab tetapi

multimazhab yang lahir dari bangunan keilmuan dakwah untuk

mengkomunikasikan bahasa agama kepada umat manusia. Tetapi perlu

dipahami bahwa ‚dakwah‛ dan ‚ilmu dakwah‛ berbeda. Jika dakwah

selalu memilih kata sebaiknya, seharusnya, maka ilmu dakwah harus

tunduk dan patuh pada kaidah-kaidah ilmu yang sifatnya netral dan

tidak memihak.28

Kajian Epistemologi Sultan memberikan gambaran

tentang epsitemologi ilmu dakwah, menurut Sultan objek matrill ilmu

dakwah adalah Al-Quran dan Sunnah sedangkan objek formalnya dalah

transformasi pesan-pesan agama dan prilaku umat.29

Dalam konteks ini

belum ada secara spesifik membangun epistemologi ilmu dakwah yang

secara spesifik menelaah epistemologi dakwah masyarakat

multikultural.

Proses transformasi agama kepada masyarakat multikultural

tentang aqidah, syari’ah dan akhlaq. Objek kajiannya pada masyarakat

multikultural, kecendrungan, faktor-faktor lingkungan, sarana yang

digunakan, sarana yang digunakan, dan metode penerapan. Hal inilah

28

Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I;

IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39. 29

Sultan, Desain Epistemologi Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Prenada Group,

2007), h. 71.

Page 32: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 31

yang perlu dibangun epistemologinya dan diperdebatkan secara ilmiah

sehingga melahirkan sebuah teori khusus metode dakwah pada

masyarakat multikultural.

Ada dua metode berpikir yang selama ini mewarnai cara

membangun epistemologi ilmu dakwah yakni metode filosofis yang

berorientasi pada prophetic philosophy dan teologi berorientasi pada

priestly religion (pendekatan kebiksuan, kepausan, keualamaan, dan

sejenisnya).30

Pendekatan kefilsafatan lebih menekankan pada dimensi

being religion, sedangkan pendekatan keagamaan lebih menekankan

pada dimensi having a religion. Dalam realitas kehidupan sehari-hari

dapat diamati.31

Dalam tradisi membangun epsitemologi kedua

pemikiran ini terus bertarung dalam memberikan corak keilmuan untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural

Dari kedua pola berfikir tersebut terjadi polemic dalam melakukan

konstruksi epistemologi para mutakallimin (teolog) lebih menyukai

bahasa yang dapat difahami dengan rasio. Sedangkan para fhilosof lebih

menekankan pada makna. Bagi para teolog logika bukan cara berpikir

tetapi lebih pada cara berbicara dengan benar. Sedangkan para filosof

lebih menekankan pada apa yang ada dibelakang bahasa yang dapat

30

Karen Armstrong, A. History of Gat: The 4000 year Ques of Judaism, Cristianity and Islam (New York: Alfred A. Knof Inc, 1993), h. 173 dalam Tulisan

Amin Abdullah Rekonsktruksi Metodologis Studi Agama h. 14. 31Ibid., 15.

Page 33: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 32

difahami dengan rasio dan ia bersifat permanen sedangkan bahasa

sewaktu-waktu dapat berubah. Pandangan para teolog dan filosof ini

menunjukkan adanya perbedaan konstruksi epistemology dalam

mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural.

Hal ini hemat penulis merupakan kekayaan cara pandang memahami

sebuah teks dan metateks.

C. Terminologi Dakwah Multikultural

Terminologi epistemologi dakwah multikultural yang

dimaksudkan dalam makalah ini adalah cara membahasakan pesan

Tuhan yang sesuai dengan konteks masyarakat multikultural dalam

menyerap informasi untuk mendapatkan, menyusun informasi yang

relevan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural. Dalam konteks ini Amin Abdullah menawarkan kembali

pada kaidah filsafat yang bersifat kritis, ereflektif, dan comprehensif.32

Sehingga dapat melahirkan epistemologi dakwah pada masyarakat

multikultural applicable dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama

pada masyarakat multikultural.

Epistemologi dakwah masyarakat multikultural dalam kajian ilmu,

proses ontologi adalah instrumen teori ilmu pengetahuan menelaah

32

M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural (Cet. I; Jakarta PSAP, 2005), h. 5. Dalam buku bengawan

Muhammadiyah.

Page 34: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 33

wujud yang ada dari teks Al-Quran dan Sunnah hemat penulis tidak

dapat dimaknai secara tekstual, tetapi pengembangan keilmuannya lebih

pada pemahaman tekstual, kontekstual dan antar tekstual yang ditelaah

secara philosofis sehingga tidak sekedar menerima hasilil pemahaman,

pemikiran, dan doktrin agama yang diwarisakan oleh pendahulu kita

tetapi seorang Mubalig perlu mengemasnya sehingga dapat disuguhkan

bagi jamaah pemahaman agama yang berbasis rahmatalil’alamin dalam

mengkomunikasikan, mengdialogkan, dan membahasakan pesan-pesan

Tuhan dengan bahasa yang lebih komunikatif.

Dalam menyusun epistemologi dakwah hemat penulis perlu

seorang ilmuan keluar dari doktrin teologis, kultural, yang dapat

mengganggu corak keilmuan yang akan dibentuk kemudian melakukan

akumulasi dari sumber-sumber pengetahuan, kemudian melakukan

konstruksi pengembangan epistemologi yang lebih relevan dengan

kondisi masyarakat multikultural dewasa ini.

Untuk mengkomunikasikan dakwah beberapa bentuk yang

digunakan oleh para ilmuan sebagai media pendeteksi pengetahuan

sebagai bentuk karunia Allah yang dapat digunakan oleh manusia dalam

mendapatkan pengetahuan yang akan dijadikan sebagai ilmu kemasan

dakwah dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural dengan bebera pola epistemology cara mendapat ilmu

antara lain adalah:

Page 35: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 34

1. Menurut Muhammad Iqbal: Panca indra/akal, intuisi, sebagai

media pendeteksi ilmu dengan melihat fenomena sehingga lahirlah

pengetahuan kemudian siap diproses pada mesin epsitemologi.33

2. Menurut Mula Sadra: sumber ilmu pengetahuan itu melalui

pendekatan tasawuf, melalui mimpi, ego rendah melebur ke ego

ilahiah dari inspirasi ini dapat melahirkan pengetahuan.34

3. Fuad Rumi sumber ilmu itu berasal dari Allah melalui Al-Quran

dan Sunnah kemudian diferifikasi oleh akal untuk dijadikan

sebagai sumber pengetahuan.35

4. Nasir Mahmud, Al-Quran dan Sunnah, Fakta-fakta empirik, teori-

teori, pendapat, kaidah-kaidah yang sudah ada. Budaya, realitas

sosial, politik, ekonomi dan fakta-fakta sejarah masa lalu.36

5. C.A. Peursen sumber ilmu dakwah berasal dari Etika(nilai

normatif, termasuk nilai keagamaan, Heuristik dan ilmu.37

33

Syarifudin, Epistemologi komunikasi Islam: makalah dipresentasikan pada

program pasca sarjana strata S3 pada tanggal 19 November 2010 wit 09.30. 34

Dede Azwar Nurmansyah, Jurnal Al-huda: Kajian ilmiah ilmu-ilmu Islam

(Volume III tahun 2005). h. 39. 35

Fuad Rumi, Disertasi Epistemologi Berbasis Al-Quran diajukan untuk

mencapai gelar Doktor pada tahun 2010. 36

Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I;

IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39 37ibid

Page 36: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 35

Dari pandangan epistemologi di atas bangunan epistemology

untuk masyarakat multikultural harus gabungan antara kecerdasan

aklaq, intusi, empiris, dan rasional menjadi instrument dalam menyusun

kaidah keilmuan dakwah. Tetapi dalam mengkomunikasikan pesan

agama tersebut perlu dipahami pemahaman secara tekstual, kontekstual,

dan antar tekstual dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama yang

ada dibalik teks.

Kerangka berpikir ilmuan dakwah: Kerangka berpikir deduktif

berangkat dari ayat-ayat Al-Quran serta tafsirannya secara tekstual,

kontekstual dan antartekstual. Kerangka cara pandang inilah yang perlu

di gunakan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama. Langkah

selanjutnya melakukan peneyedikan rasional dan fakta empiris.

Penyelidikan fakta empiris dan rasional yang dilakukan bukan untuk

menguji kebenaran konseptualisasi yang telah ada, tetapi peneyelidikan

itu untuk membuktikan kebenaran pesan teks dan metateks. Penalaran

deduktif ini tidak produktif karena hanya membuktikan apa yang

memang sudah benar(kandungan Al-Quran dan Sunnah). Kegunaannya

adalah untuk menambah keyakinan tetapi tidak memberikan terobosan-

terobosan baru.38

38

Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam (Cet.I;

IAIN Alauddin Press, 1998), h. 39

Page 37: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 36

Kerangka berpikir induktif berangkat dari realitas empiric. Fakta

empirik dikumpulkan dengan ayat-ayat Al-Quran dan sunnah yang

relevan bukan Al-Quran dijadikan sebagai legitimasi untuk pembenaran

temuan ilmiah. Bila temuan tidak ilmiah tidak sejalan dengan

pemahaman terhadap Al-Quran yang selama ini berlaku, maka dilakukan

reinterpretasi untuk memberikan makna-makna baru terhadap ayat Al-

Quran sepanjang dapat dicakup oleh kata yang dimaknai. Akan tetapi,

temuan ilmiah tidak dimaksudkan untuk menghakmi Al-Quran dan

Sunnah.

Apakah berarti hal tersebut tidak ilmiah ? seorang muslim betapun

meyakini Al-Quran dan Sunnah sebagai pijakan tertinggi. Jika

kebenaran Al-Quran ternyata tidak dapat ditemukan berarti keterbatasan

manusia dalam membuktikan kebenaran dalam Al-Quran.39

Berikut ini

penulis berikan skema unt melahirkan sebuah epistemologi dakwah

multikultural.

39Ibid., Nasir Mahmud.

Page 38: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 37

Skema di atas adalah proses membahasakan agama dengan

mendialogkan dengan fakta empiris masyarakat multikultural.

Masyarakat adalah kumpulan manusia yang memiliki lapisan-lapisan

kepercayaan dan budaya yang perlu dikenali strukturnya untuk

memudahkan praktisi Dai dan Muballigh mengkomunikasikan pesan-

pesan agama pada masyarakat multikultural. Jika berbicara tentang

masyarakat berarti bersentuhan dengan paradigma sosiolog dalam

mendefinisikan masyarakat yang terdiri dari kelas-kelas budaya

tersendiri membutuhkan cara mengkomunikasikan bahasa agama pada

masyarakat multikultural dalam klaster budaya.

Dalam paradigm para ahli sosiolog dalam mendefinisikan

masyarakat multikultural sebagai berikut: Karl Marx dikutip Riyadi

mendefinisikan manusia terdiri dari kelas-kelas yang memperjuangkan

sandang, pangan, dan papan. Kritis pemikiran Marx dikutip Riyadi

terhadap pemerintah sebagai bentuk perlawanan kaum proletar dalam

memperjuangkan nasib kaum buruh menjadi kapitalis dan berakhir

Al-Quran dan

Sunnah

Ide dan

Konsep

Prilaku agama

Kemungkinan

Reinterpretasi

Penyelidikan

Ilmiah

Pemahaman

Page 39: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 38

menjadi komunis.40

Lain halnya dengan pemikiran Emile Durkhein yang

dikutip Riyadi melihat realitas masyarakat sebagai konstruksi organik

yang sangat independen terhadap hukum-hukum sendiri dan saling

terintegrasi antara satu dengan lain. Dalam konteks ini membutuhkan

keahlian mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat

multikultural.

Pemikiran Durkhein ini, jika diperhatikan secara mendalam ada

kaitannya dengan pemikiran Max Weber dikutip Riyadi yang terkenal

dengan the protestanik etik kapitalis. Tesis Weber terhadap masyarakat

sangat penting dalam mendesain Masyarakat multikultural menjadi

capital sebagaimana mampu mencerahkan para pastor untuk meraih

sebanyak uang yang dapat digunakan sebagai alat interaksi penguasaan

terhadap masyarakat multikultural yang kurang memiliki uang sebagai

alat tukar yang menggerakkan manusia secara organik.41

Hal ini juga

membutuhkan strategi mengkomunikasikan bahasa agama pada

masyarakat multikultural secara organik.

Selain pandangan para tokoh sosiolog di atas tentang interaksi

masyarakat multikultural Thomas Hobbes juga memiliki definisi

tersendiri tentang masyarakat multikultural. Masyarakat multikultural

40

H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen (Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002), h. 39

41Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen. h. 52

Page 40: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 39

menurut Hobbes dapat terbangun atas kesepakatan-kesepakatan untuk

mencapai kedamaian yang harus ada kekuasaan untuk merawat

masyarakat multikultural sehingga keharmonisan dapat dilestarikan.42

Karena potensi manusia sebagaimana pandangan Adam smith memiliki

kecendrungan individualis dengan membangun kelas-kelas produksi

untuk mendapat prestise pada sesamanya.

Pandangan metode dakwah Natsir bahwa pesan dakwah memiliki

metodologi hampir sama dengan menaburkan benih di ladang. Untuk

mendapatkan hasil padi yang baik membutuhkan pemilihan bibit(benih)

yang cocok dengan struktur tanah sehingga mendapatkan hasil yang

maksimal.43

Begitupula transformasi pesan-pesan dakwah dalam Al-

Quran dan Sunnah membutuhkan kemasan dakwah yang relevan dengan

daya serap dan struktur masyakarakat multikultural, idealnya perlu

memahami dan mengetahui struktur masyarakat multikultural. Pesan

dakwah yang akan disuguhkan perlu dikemas sehingga berdampak

positif pada objek dakwah yang terdiri dari lapisan-lapisan pemahaman,

doktrin, dan idiologi. Inilah pentingnya adanya epistemologi dakwah

multikultural dalam mengkomunikasikan pesan-pesan agama secara

baik.

42Ibid., H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi

Moderen, h. 55 43

M. Natsir, Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 19.

Page 41: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 40

Dari gambaran masyarakat multikultural tersebut, maka telah

dipahami bahwa masyarakat multikultural dalam berbagai aspek

membutuhkan kemasan informasi tersendiri dalam mentransformasikan

pesan-pesan agama dalam teks dan metateks yang dipahami secara

tekstual, konstektual dan antar tekstual. Jika kerangka berpikir ini telah

diaplikasikan secara cermat abru kemudian melakukan trasforamasi

pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural.

D. Transformasi dakwah multikultural

Beberapa paradigma metode dakwah multikultural yang penulis

perlu deskripsikan untuk menjadi metode perbandingan untuk

pengembangan metodologi dakwah pada era kontemporer. Dalam Al-

Quran yang dapat difahami adalah metode dakwah bil hikmah. Dakwah

bil hikmah adalah metode dakwah yang dilakukan dengan iklas, ihsan,

dengan menggunakan teknik komunikasi yang bijaksana dan

demokrastis dalam menyebarkan informasi.44

Sifat dakwah adalah

memperbaiki dengan menempatkan yang utama dengan mekanisme

mengedepankan rasa dan rasionalisme dalam memahami Al-Quran dan

Sunnah dan diaktualisasikan dalam bentuk amal.

44

Toto Tasmoro, Komunikasi Dakwah (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama,

1987), h. 37.

Page 42: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 41

Bentuk dakwah muaizatul hasanah yakni metode dakwah yang

dilakukan secara dialogis kepada mad’u baik individual, kelompok, dan

massa. Menghindari pemihakan pada satu paham tertentu dan

menyampaikan pesannya dilandasi budipekerti yang luhur dalam

mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat multikultural.

Mujadalah metode dakwah yang dilakukan dengan melakukan

diskusi dengan mengepankan sharing informasi dengan memaksimalkan

pendalam idea tau gagasan yang dikemas dengan cara komunikasi yang

santun tidak memojokkan sehingga dapat mengungkap inovasi dakwah

dalam Al-Quran dan Sunnah sehingga melahirkan ide dan argumentasi

yang baik.

Dalam konteks proses komunikasi yang efektif Sayyid Qutb

memberikan gambaran bahwa dalam proses diskusi perlu dikedepankan

rasa dan rasio dalam mengemukakan pendapat serta menghindari

merendahkan lawan dalam berkomunikasi, sehingga tidak ada kesan ada

yang kalah dalam proses komunikasi.45

Karena tujuan metode dakwah

adalah mencari ide dan gagasan untuk disepakati bersama sehingga

dapat memudahkan dalam melakukan penyebaran informasi kepada

masyarakat multikultural. Begitupula pendapat Yusuf Qardawi dalam

mengemukakan pendapat harus dilandasi prinsip ahsan dan hasan

45

Said bin Ali Wakif Al-Qahthani, Al-Hikmah wa fi al-Dakwah Ilallah Taaha di

Terjemahkan oleh Hasim Ibaidillah (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.21-33.

Page 43: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 42

dengan berusaha mencari titik persamaan dengan menganalisis

perbedaan sehingga melahirkan metode dakwah yang efektif.

Era sekarang adalah era kebebasan yang ditandai oleh semaraknya

konsep demokrasi, ini menunjukkan doktrin keilmuan tidak lagi populer

jika warisan ilmuan klasik difahami sebatas tekstual saja tanpa

memperhatikan kontesktualnya. epsitemologi ilmu yang dibagun oleh

para filosof, teologi, dan ahli piqih sudah saat diperbaharui coraknya

sehingga dapat dipahami dan dilengkapi jika ternyata banyak

kelemahanya untuk menterjemahkan persoalan yang dihadapi umat

desawa ini.46

Paradigma era klasik tidak pernah berhadapan dengan

teknologi komunikasi yang liberal dengan menyuguhkan berbagai

macam informasi tanpa batas mulai dari informasi pribadi yang bukan

pribadi. Media ini telah membentuk dan memengaruhi corak berpikir

manusia modern. Hal ini sesuai dengan pandangan Syekh Ali Mahfuz

yang dikutip oleh Muh. Ali Aziz yang mengatakan bahwa ekspresi

sesorang sangat tergantung pada intensitas informasi yang diterima.47

Semakin banyak informasi baik berarti ekspresi yang muncul setiap

melakukan komunikasi juga baik, begitupula sebaliknya Semakin

banyak input informasi negatif ekspresi yang muncul jika melakukan

46

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. I; Jakarta: Prenada Group,

2007), h. 99. 47Ibid

Page 44: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 43

komunikasi lebih banyak bersifat menekan mengkomunikasikan pesan-

pesan agama pada masyarakat multikultural.

BAB III

PETA PROBLEMATIKA DAKWAH

Laju pertumbuhan sosial tidak sebanding dengan laju

perkembangan maind set penduduk sebagian masyarakat di kota

Ambon sehingga berimplikasi pada benturan pemikiran dalam

beragama, benturan sosial antara pendatang dan pribumi, benturan

politik antara daerah dan pusat, dan benturan antar umat beragama

dalam aspek segregasi pemukiman.

Selain itu ditemukan peran media massa baik elektronik dan

media cetak sebagai kendali sosial juga tidak maksimal mencerahkan

masyarakat menuju kehidupan yang sehat tetapi justru memberikan

ruang perdebatan secara krusial sehingga media sebagai

TEKS AGAMA

ANTARTEKSTUAL TEKSTUAL KONTEKSTUAL

MASYARAKAT

PEMAHAMAN AGAMA DAI

Page 45: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 44

perpanjangan indra permasalahan sehingga diketahui oleh publik

yang idealnya belum pantas diketahui.

Keadaan ini akibat penemuan ilmu pengetahuan dan

Perkembangan sciense teknologi, terutama teknologi komunikasi

dan informasi, telah memberi dampak signifikan pada perubahan

struktur masyarakat perdesaan dan perkotaan yang di dalamnya

terdiri berbagai jenis etnis umat manusia termasuk umat Islam.

Perubahan ini disebut era globalisasi yang memiliki peran besar

merubah cara berpikir, berkomunikasi, dan berprilaku dalam

melakukan interaksi sosial. Hal ini telah tampak di bidang politik,

ekonomi, sosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan.

Selain itu tingkat kemiskinan dan kesengsaraan umat manusia juga

semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem

sosial, budaya, migrasi penduduk, dan pemikiran keagamaan.

Problematika ini membutuhkan satu paradigma dakwah yang

memiliki daya pikir mampu memahami, menjelaskan, dan

membahasakan wahyu sesuai dengan problematika sosial dan

kebutuhan masyarakat sebagai pengguna informasi. Format yang

elegan sesuai kebutuhan masyarakat inilah yang urget

dipercakapkan dalam tulisan ini untuk menjaga masyarakat dari

benturan sosial, peradaban, dan pemikiran terhadap sebuah

perubahan dan penafsiran kembali tentang agama mereka masing-

Page 46: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 45

masing. Hal ini bisa terjadi pada semua agama karena setiap imuan

di bidang agama masing-masing secara otomatis memiliki perubahan

keilmuan ketika ia mengkaji ilmu agamanya yang akan disesuaikan

dengan pertumuhan dan perkembangan science teknologi. Ketika hal

ini tidak diatur regulasinya dengan baik maka akan terjadi destruksi

dalam lapisan-lapisan antar agama, sesama agama, budaya, etnis dan

sistem sosial politik.

Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan,

penodongan, korupsi, pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan

problema mendasar umat Islam saat ini. Ekses yang sangat mendasar

dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman,

sebagaimana disinyalir dalam sebuah ungkapan“Hampir Saja

kefakiran itu menjadi kekafiran“. Dalam menghadapi serbuan

bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji

– janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa menjadi suluh

dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan

umat. Dakwah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi

yang tepat dengan merujuk kepada metode dakwah Rasulullah SAW.

Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan

metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek

dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman

keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat

Page 47: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 46

yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi

dakwah sesuai dengan objeknya.

Materi dakwah yang tepat untuk menghadapi masyarakat

modern ini adalah materi kajian yang bersifat tematik. Artinya Islam

harus di kaji dengan cara mengambil tema – tema tertentu yang

sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan fasilitas yang tepat adalah

dengan menggunakan media cetak dan elektronik. Kenapa demikian?

Karena dengan menggunakan media cetak dan elektronik hasilnya

akan lebih banyak serta jangkauannya lebih luas. Sesuai dengan

uraian di atas, maka kami mencoba untuk membahasnya dalam

makalah dengan judul “Metode Dakwah: Solusi Untuk Menghadapi

Problematika Dakwah Masa Kini (Kontemporer)”.

Resep materi dakwah yang perlu dilakukan di kota Ambon

adalah; Dakwah menjaga Nasab, Keniscayaan Problematika Dakwah,

Dakwah Jama’ah (Kelompok/ Organisasi), Dakwah Syu’ubiyya

(Multikultural), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Islam, Materi

Pemberdayaan Masyarakat Islam.

Pada bab II ini, akan membahas landasan teori peta dakwah.

Dalam pembahasan ini, lebih menekankan pada konstruksi teori sebagai

landasan yang akan dijadikan sebagi instrumen analisis pada bab IV.

Paradigma teori pada bab ini, pada prinsipnya berisi dalil-dalil dari Al-

Quran, Sunnah, dan pandangan para ahli yang memiliki kompetensi

secara ilmiah di bidang dakwah dan ilmu-ilmu penunjang lainnya yang

Page 48: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 47

erat kaitannya dengan kajian ini. Instrumen teori ini sebagai pijakan

ilmiah dalam memetakan, menganalisis probelmatika sistem informasi

dakwah di Pulau Ambon. Penjelasan teori-teori ini penting dipahami

lebih awal untuk mengetahui cara kerja pola pemetaan dakwah di Pulau

Ambon.

A. Pemilihan Teori.

Adapun pilihan teori dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Teori

Dakwah Syekh ‘Ali Mahfuz}: Sistem dakwah amar ma’ruf nahimunkar

dan kesiqa>han informan (Kredibilitas Informan).48

Teori Informasi

Joseph DeVito tentang presepsi seseorang dalam menentukan

ekspresinya tergantung pada intensitas informasi yang dikonsumsi

setiap hari.49

Teori AGIL Talcott Parson yang dikutip oleh Larry May

tentang setting sosial lingkungannya.50

Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal

yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan

pemetaan sosial keagamaan. Struktur sosial adalah jalinan unsur-unsur

yang pokok dalam masyarakat makin banyak melakukan pemetaan

48

Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turuq al-Wa’zhwa al-Khitobah

(Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h.93 Bandingkan dalam Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.83-87.

49Joseph DeVito, Human Communication (New York: Harper Collins Publishers

Inc,1996),h.75. 50

Larry May, Antirasism, Multicultural and Interacial Community: Three Educational Value For Multicultural Society (University Massachusets, Boston,

1991), h. 2.

Page 49: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 48

dakwah makin banyak interpretasi peristiwa cara pemetaan dakwah di

Pulau Ambon.

Unsur-unsur pemetaan sosial menurut Soerjono Soecanto yang

dikutip Wulansari adalah terdiri dari; kelompok sosial, kebudayaan,

lembaga sosial atau istitusi sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan

wewenang.51

Struktur sosial menurut Max Weber terdiri dari kasta,

suku, peringkat sosial, kelompok sosial, agama dan kasta tradisional.52

Paradigma Weber ini menujukkan bahwa realitas sosial keagamaan

termasuk kasta-kasta dalam masyarakat. Realitas ini perlu ditelaah

kondisi sosiologinya sehingga tidak keliru dalam melakukan pemetaan

dan entri pesan dakwah di tengah masyarakat.

Pada bab II ini teori AGIL Talcott Parsons yang akan menjadi

acuan standar dalam menelaah realitas sistem sosial keagamaan di Pulau

Ambon. Paradigma keteraturan sosial Talcot Parson ini sebagai tokoh

sosiolog abad ke-20 ini menjelaskan sistem keteraturan sosial jika

pemetaan sosial keagaman dapat diatur sesuai mekanisme naluri

masyarakat. Ada tiga aspek sub sistem penting dalam masyarakat yang

perlu ditelaah menurut Parson jika ingin mendesain keraturan sistem

masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama; Sistem sosial yang terbentuk dari interaksi antar

manusia. Ini adalah sebuah wilayah dimana manusia memiliki potensi

51

C. Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori (Cet. I; Bandung: Refika

Aditama, 2009), h.43 52

Max Weber, Essays in Sosiologi (Oxford University Press, 1946)

diterjemahkan oleh: Noorkholis dengan judul: Sosiologi (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h. 441.

Page 50: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 49

menciptakan konflik akibat perebutan sumber daya yang langkah, dan

memperjuangkan tujuan yang berbeda-beda. Dalam konteks ini perlu

kebutuhan manusia untuk menciptakan stabilitas komunikasi antar

pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta suatu komunikasi yang

efektif. Kedua : sistem kepribadian dimana setiap manusia memiliki

kebutuhan. Mereka adalah preferensi, hasrat, dan keinginan. Parson

menjelaskan bahwa disposisi kebutuhan ini dibentuk oleh proses

sosialisasi dalam masyarakat. Jika sistem ini dijaga dan diatur tata tertib

informasinya maka dapat membantu atau terjaganya tatanan sub sistem

sosial di tengah masyarakat.53

Ketiga ; sistem budaya (cuture system).

Sistem ini membuat orang saling berkomunikasi dan mengkoordinasikan

tindakan-tindakan mereka, dengan mempertahankan ekspresi peran

seperti: 1). Rana simbol-simbol kognitif (misalnya hitung-hitung

matamatis dan laporan keuangan), 2). Simbol-simbol ekspresif ( ekspresi

emosional dan estetika), 3). Standar moral yang berhubungan dengan

benar atau salah. Disini nilai-nilai ini memegan peranan pokok dalam

sebuah masyarakat dalam melakukan konstruksi nilai masing-masing.

Menurut parson sendi-sendi sosial ini perlu interpretasi ilmiah yang

tepat untuk melahirkan keteraturan sistem sosial.54

Teori untuk

memahami unsur-unsur sub sistem sosial kegamaan tersebut dikenal

53

Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First

published in England 1951 by Routledge & Kegan Paul Ltd New edition first published

1991 by Routledge 11 New Fetter Lane London EC4P 4EE Routledge is an imprint of

the Taylor & Francis Group This edition published in the Taylor & Francis e-Library,

2005) h. 45-46. 54

ibid

Page 51: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 50

dengan teori AGIL(Adabtation, Goals, Integration, Laten). Kerangka

kerja untuk menelaah Peta dakwah.

A Adaptation Cara sub sistem masyarakat kota Ambon dalam

memenuhi kebutuhan (hidup) material untuk

bertahan hidup (Sandang, pangan, dan papan).

Ekonomi teramat penting dalam sub sistem ini.

Indikator ini yang akan dilihat, dan bagaimana

peran peta Dakwah untuk menjaga keteraturan

tersebut.

G Goal Pencapaian Tujuan. Sub sistem ini berusahan

dengan hasil atau produk (output) dari sistem

atau kepemimpinan. Politik menjadi panglima

dari sub sistem ini. Realitas sosial di kota

Ambon bagaimana peran peta dakwah dalam

mencapai tujuan dan visi dan misi perserikatan

di kota Ambon dalam melakukan bergaining

politik.

I Integration Penyatuan sub sistem ini berkenaan dengan

menjaga tatanan. Sistem hukum dan lembaga-

lembaga atau komunitas-komunitas yang

memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam

kelompok ini. Ingin menelaah bagaimana

berdakwah untuk menjadikan komunitas taat

pada hukum di kota Ambon

L Latent (latent pattern maintenance and tension management

Mengacu pada kebutuhan masyarakat untuk

mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus

tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga

pendidikan Islam yang ada dalam sub sistem ini

bertugas untuk memproduksi nilai-nilai budaya,

menjaga solidaritas, dan mensosialisasikan

nilai-nilai. Infrastruktur agama termasuk dalam

Page 52: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 51

sub sistem ini.55

Hal inilah yang paling inti yang

perlu ditelaah dalam masyarkat di kota Ambon

yakni Organisasi dakwah sebagai sub sistem

dalam masyarakat di kota Ambon.

Teori ini sebagai panduan untuk menelaah fenomena serta dapat

menginterpretasi peta sosial keagamaan di kota Ambon. Teori ini

sifatnya media untuk mengantar peneliti memahami realitas di lapangan,

dan tidak menutup kemungkinan teori ini kurang presisi, tetapi

setidaknya dapat mengantar penulis untuk menginterpretasi pemetaan

sosial keagamaan di kota Ambon.

Menurut M. Natsir yang dikutip oleh Syarifudin dalam

menyampaikan pesan-pesan agama sebagai seorang Dai dan Mubalig

perlu memahami peta. Ia menganalogikan seperti menanam benih padi

di sawah. Sebelum menanamkan benih disawah tersebut terlebih dahulu

memahami struktur dan kondisi humus tanah, apakah ia cocok atau

tidak. Seorang petani harus cerdas mengolah tanah sehingga bibit yang

tanam bisa tumbuh, berkembang, dan berbuah.56

Analogi berpikir ini

menunjukkan pentinya peta dakwah untuk menghindari kekeliruan

menanam benih-benih kebenaran di tengah masyarakat.

Peta dakwah bisa efektif jika praktisi Dai dan Mubalig

memahami secara komprehensip infrastruktur sistem informasi dakwah

Sistem Perpanjangan Panca menurut Mc Luhan Indra Manusia, Gambar

55

Mudji Sutrisno dan Hendar Purtanto, Teori-Teori Kebudayaan (Cet. VIII;

Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 60 56

Syarifudin, Metode Penelitian Dakwah dan Komunikasi (Cet. I; UIN Alauddin

press, 2010), h. 17.

Page 53: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 52

Visual perpanjangan dari Mata, suara (audio) perpanjangan dari telinga,

fasilitas penunjang media perpanjangan, dari akumulasi dari ekspresi

manusia, melalui telekomunikasi.57

Saluran adalah media untuk

mengirimkan sinyal dari transmiter ke penerima dalam bentuk digital. 58

Media dakwah ini perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah dakwah

baik secara demografi dan topografinya untuk meminimalisasi distorsi

informasi dakwah.

Setelah memahami teori pemetaan sistem dakwah tersebut,

selanjutnya pemetaan proses transformasi dakwah. Proses publikasi ini

menurut Hayyan perlu pendekatan pada mad’u antara lain:

a. Al-Hikmah Sistem Sentimental/Hati (al-Manh}aj al-At}ifi> ) menurut

pandangan Muhammad Abduh: hikmah adalah mengetahui

rahasia, peta keilmuan masyarakat majemuk, dan faedah dalam

tiap-tiap hal, serta menempatkan sesuatu pada tempatnya.59

Konsep ini dapat oleh lembaga Dakwah untuk membahasakan

agama dengan kemasan dakwah dalam berbagai bentuk dengan

memanfatakan teknologi informasi sebagai media publikasi sistem

informasi dakwah yang didesain secara professional demi

57

Marshal McLuhan, Understanding Media: The Extensions of Man (New York:

McGrw Company, 1964). Dalam Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi, Strategi Dan Komunikasi Politik Indonesia (Cet. I; PT. Balai Pustaka, 2003),

h. 93. 58

Saverin Werner J. Dan James W. Tankart, Communication Theories: Origins Methods, and Uses in the Mass Media, diterjemahkan oleh: Sugeng Haryanto, dengan

judul: Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa: Edisi V (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2007), h. 12-13.

59Abu Hayyan, al-Bah}rul Mahit, jilid I h. 392. Juga Zaid Abdul karim al-

Da’wah al-H{ikmah, h. 26.

Page 54: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 53

memudahkan transformasi pesan kepada masyarakat Majemuk di

Kota Ambon.

b. Al-Muaizatul Hasanah Sistem Indrawi/Ilmiah (al-Manh}aj al-hissi )

Melakukan bimbingan, peringatan, nasihat, oleh lembaga dakwah

Muhammadiyah dengan menawarkan pilihan-pilihan kebenaran

yang mudah dijangkau oleh masyarakat majemuk di Kota

Ambon.60

Muaiz}a h}asanah} menurut K.H. Ali Mah}fuz} yang dikutip

oleh Hamid: Nasihat Atau Petua, bimbingan pelajaran perbaikan

hidup, Kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, Pesan-pesan

positif yang dapat menjadi pertimbangan bagi mad’u itu sendiri.61

Dalam hal ini masyarakat majemuk di Kota Ambon yang

dilakukan secara individual, kelompok, dan massa berdasarkan

ketepatan moment dan problematika sosial yang dibutuhkan

masyarakat majemuk.

c. Al-Muja>ddalah Sistem Rasional/dialogis (al-Manh}aj al-Aqli )

mendialogkan agama kepada masyarakat majemuk, sesuai tingkat

keilmuan dan kebutuhan informasi sesuai peta keilmuan dari

masyarakat majemuk, mulai dari kalangan professional (atas),

kalangan menengah, dan kalangan masyarakat awam. Ketiga

struktur masyarakat ini menggunakan ketiga teori di atas dalam

mentransformasikan bahasa agama yang lebih mudah dicerna oleh

60

Lois Ma’luf Munjid, fi al-Lughah wa A’lam (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), h.

907. Lihat Juga Ibnu Mans}ur Lisa>nul al-Arab, Jilid V (Beirut: Da>r Fikr, 1990), h. 466. 61

Abdul Hamid Al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi> Ingkar al-Mungkar (Kuwait: Da>r

al-Dakwah, 1989), h. 260.

Page 55: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 54

masyarakat majemuk baik secara tekstual, kontekstual, dan

antartekstual.

Profil di kota Ambon

Peta Dakwah pada masyarakat di kota Ambon tidak terpisahkan

dengan konfigurasi lapisan-lapisan masyarakat multikultural, karena

termasuk komponen sub sistem informasi dakwah majemuk. Karena

realitas sosial keagamaan konfigurasi masyarakat multikultural. Kota

Ambon sebagai daerah yang didiami oleh 137 etnis dan subetnis serta

135 bahasa etnis menggambarkan sebuah panorama keindahan dan

kekayaan budaya pada masyarakat multikultural di kota Ambon.

Dari struktur masyarakat majemuk tersebut, menggambarkan

adanya dinamika pergumulan sosial keagamaan dan pertukaran budaya

antar etinis yang dimiliki kemajemukan etinis dan cara melakukan

ekspresi komunikasi baik dalam melakukan penyebaran Informasi agama

maupun cara menerima informasi sebagai alat pital untuk

mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kepentingan untuk

mempertahankan hidupnya masing-masing.

Pada masa lalu kota ini menjadi markas besar bangsa-bangsa asing

seperti; Portugis, Arab, India, Cina, Spanyol, dan Belanda. sehingga

banyak bahasa asing yang diserap kedalam bahasa pergaulan masyarakat

multikultural Kota Ambon dalam melakukan interaksi budaya. Bahasa

komunikasi pergaulan ini menjadi bahasa pemersatu yang digunakan

untuk melakukan interaksi yang berhubungan dengan penerimaan dan

Page 56: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 55

penyebaran Informasi bagi komunitas masyarakat multikultural di Kota

Ambon.

B. Peta Struktur Wilayah Pulau Ambon

1. Topografi

Pulau Ambon, dari sudut topografi (wilayah), ia adalah sebuah sub

sistem, untuk mengetahui strategi yang akan digunakan dalam

melakukan peta dakwah. Karena pentingnya hal tersebut perlu di

informasikan topografi (wilayah) kota Ambon. Topografi kota Ambon

sebagian besar berada di daerah yang berbukit yang berlereng terjajal

seluas + 186,90 km2 atau 73 % dan daerah daratan dengan kemiringan

sekitar 10% seluas 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah daratan.

Wilayah daratan tersebar pada 3 kecamatan dan dikelompokkan pada

tuju lokasi. Kota Ambon memiliki sepuluh gunung di antaranya

tertinggi adalah gunung Nona yaitu 600 m dari pewrmukaan laut dialiri

oleh 15 sungai. Sungai yang terpanjang adalah sungai sikula(waisikula)

yaitu 15, 50 km2

2. Demografi

Penyebaran penduduk Pulau Ambon yang terdiri dari lima

Kecamatan. Kota Ambon sebelum dimekarkan wilayahnya pada tahun

1979 luasnya sekitar 4 km2 yang dihuni sekitar +100.000 jiwa. Dari

100.000 jiwa ini bertumpuk di kota sehingga Ambon dikenal sebagai

Page 57: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 56

kota terpadat di dunia versi majalah Budaya pada tahun 1996.62

dan

perputaran regulasi pola hidup masyarakat di kota Ambon sangat

dinamis 24 jam nyaris ramai di pusat perkotaan. Setelah dimekarkan

luas kota Ambon bertambah 377 km2 dengan jumlah penduduk sbelum

konflik + 350.000, jiwa. Letak dan batas wilayah kota Ambon sampai

saat ini telah memiliki 5 kecamatan yang telah tersegregasi oleh

komunitas Muslim dan komunitas Kristen secara komunal yang

dipimpin oleh dua Raja secara garis besar yakni Raja Batumerah dan

Raja Soya.

Letak kota Ambon berada dalam wilayah Pulau Ambon. Secara

geografis terletak pada posisi 30–4

0 lintang selatan dan 128

0 – 129

0

bujur timur. Kota Ambon secara keseluruhan berbatasan dengan

Kabupaten Maluku Tengah, dengan rincian batasan wilayah Petuanan

desa Hitu, Hila, Kaitetu, dan sebelah Timur Desa Suli Kec. Salahutu

Kabupaten Maluku Tengah, dan sebelah barat petuanan Desa Hatu

Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

Selain peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1979 luas

wilayah Kota Ambon seluruhnya 377 Km2 dan berdasarkan hasil surve

Tata Guna tahun 1980 Luas daratan Kota Ambon tercatat 359,45 Km2

yang terbagi menjadi tiga Kecamatan yakni kecamatan teluk Ambon

Baguala dengan luas wilayah 158, 79 Km2, diikuti Kecamatan Sirimau

seluas 112,31 Km2 dan Kecamatan Nusaniwe seluas 88,35 Km

2. Sejak

62

Majalah Budaya Indonesia, Vol/132/1996 di akses pada tanggal 12 Oktober

tahun 2011 jam 10: 30. wit

Page 58: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 57

2007, Kota Ambon dimekarkan menjadi lima wilayah kecamatan,

sebagai berikut:

a) Kecamatan Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di

Karang Panjang Ambon.

b) Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di

Amahusu.

c) Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota

Kecamatan terletak di Passo

d) Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan

terletak di Wayame

e) Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota Kecamatan

terletak di Leahari.

Kelima kecamatan ini, konsentrasi jumlah penduduk muslim di

Desa Batumerah, Desa Waringin, Batu Gantung, Kampung Jawa

Rumatiga dan Talake(tanah lapang kecil), dan Waihaong. Dari lima(5)

Kecamatan ini ditambah desa di Jezirah Leihitu yang menjadi fokus

pembuatan peta dakwah untuk melihat adanya keteraturan sistem

informasi dakwah di tengah masyarakat multikultural di Kota Ambon.

Teori yang digunakan untuk menelaah keteraturan sistem

pemetaan sosial keagamaan adalah Talcott Parsons sosiolog abad ke 20.

Gambaran cara kerja teori Parson ini misalnya akan mendeteksi cara

masyarakat beradabtasi dengan budaya dan agama, cara mencapai tujuan

yang dilakukan dengan cara berbeda-beda, cara melakukan interaksi

sosial, dan cara memahami agama sebagai media spirit untuk mengatur

Page 59: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 58

tata tertib hidup di tengah masyarakat. Semua instumen ini difokuskan

untuk menelaah kondisi sosial keagamaan masyarakat di Pulau Ambon

dengan jumlah penduduk yang padat dan majemuk.

Pertumbuhan Pulau Ambon meningkat dalam periode tahun 2010

sebesar 284.809 jiwa.63

Pertumbuhan penduduk yang di iringi oleh

problematika sosial juga cukup tajam sehingga Mubalig memiliki peran

strategis melakukan konstruksi informasi agama sebagai media untuk

mengatur tatatertib hidup dan cara beragama yang baik untuk mencapai

keharmonisan dalam melakukan interaksi dengan sesama umat manusia

di Pulau Ambon. Untuk mencapai tata tertib hidup dan keharmonisan

dalam berbangsa dan beragama di Pulau Ambon peran Peta Dakwah

menjadi instumen yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui peta

transformasi sumber informasi di Pulau Ambon.

Hal ini perlu dideteksi karena salah satu indikator dalam

menentukan kebijakan Pemerintah Kementrian agama di Daerah dalam

melakukan pelayanan sosial keagamaan di Pulau Ambon peta dakwah

adalah rujukan yang sangat substansial. Salah satu sub sistem

penyelidikan adalah melakukan pemetaan informasi (maping

information) yang dapat memperbaiki masyarakat di Pulau Ambon dan

sumber informasi yang dapat merusak maind set (Budaya berpikir)

masyarakat di Pulau Ambon yang berimplikasi pada lambatnya

perubahan untuk mencapai Maluku tanah Pusaka yang sejahteran dan

berkeadaban.

63

Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam Angka,

Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.

Page 60: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 59

Problematika kerap kali tidak seimbang dengan pelayanan agama

akibat rasio jumlah Mubalig tidak seimbang dengan problematika sosial

di kota Ambon. Hal ini membutuhkan sistem informasi dakwah yang

dapat melayani umat dengan memaksimalkan infrastruktur KEMENAG

di Daerah dengan memperbaiki sistem informasi dakwah.

4. Kondisi Masyarakat

Masyarakat di Pulau Ambon termasuk masyarakat majemuk

(heterogen) yang tinggal di Pusat Kota Ambon tersebar di lima

kecamatan, tetapi konsentarasi penduduk terbesar dikecamatan

Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau sebagai pusat kota sementara di

jerizirah Leihitu cenderung homogen. Jumlah penduduk kota Ambon

478 jiwa/km2 wilayah. dari kepadatan penduduk komunitas masyarakat

multikultural tersebut sebanyak 934 jiwa km2.64

Berdasarkan hasil registrasi penduduk, jumlah penduduk Kota

Ambon pada tahun 2006 sebanyak 263.146 jiwa, meningkat 0,7 % dari

tahun sebelumnya. Sedangkan data tahun 2010 berjumlah 365.983 jiwa.

Jumlah ini terdistribusi pada lima kecamatan sebagaimana tergambar

pada table berikut ini.

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

Pria Wanita

1 Teluk Ambon 14.154 13.337 27.491

2 Teluk Ambon Baguala 23.141 22.321 45.468

64op. cit., BPS Kota Ambon tahun 2010

Page 61: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 60

3 Nusaniwe 40.993 41.747 82.740

4 Sirimau 50.993 50.563 101.388

5 Leitimur Selatan 4.284 4.612 8.896

Total Jumlah Penduduk 133.397 132.586 265.983

Sumber BPS kota Ambon tahun 2010.

Rasio jumlah penduduk pada tahun (2010:37) pertumbuhan

penduduk dari tahun ketahun sudah mencapai sekitar 3% meskipun

selama konflik kurang dari 1%. Kenaikan jumlah penduduk ini lebih

disebabkan karena imigran lokal dari berbagai dari Bugis, Makassar,

Lombok, Bima, Buton, Sumatra (Dominasi Padang), Jawa, Cina, dan

pendatang dari luar pulau Ambon tetapi masih lingkup provinsi Maluku.

Pertumbuhan jumlah penduduk ini sangat pesat sehingga lahan

pekerjaan di Kota diisi oleh pendantang dari lokal maupun imigran

lokal dari luar Provinsi Maluku.

Kondisi ini ketika dakwah kurang berjalan secara maksimal maka

akan melahirkan konflik psikologis yang cukup tinggi. Dalam aspek

interaksi sosial ketika peta dakwah dan rencana strategis dakwah tidak

jelas maka sulit mendambakan masyarakat yang maju pemikirannya

dalam memenuhi kebutuhan dasar, penunjang, dan kebutuhan lainnya.

Dari data rawan sosial ini termasuk struktur lapisan sosial

masyarakat multikultural yang memiliki dampak terhadap seluruh

aktifitas sosial sistem informasi Dakwah di Kota Ambon. Permasalahn

sosial ini termasuk permasalahan seluruh rakyat Indonesia untuk

meminimalisasi kerawanan sosial untuk menghindari konflik demi

Page 62: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 61

merawat, menjaga, dan melestarikan keharmonisan dalam membangun

sebuah struktur masyarakat multikultural yang lebih kepada kedamaian.

5. Keamanan

Keamanan di kota Ambon bagi orang yang biasa tinggal di Ambon

faktor keamanan cukup kondusif tetapi riak-riak benturan sosial tetap

ada sehingga peran keamanan di Pulau Ambon sangat urget diperkuat

akibat pola kehiudpan yang sangat dinamis sehingga kerap kali terjadi

penturan psikologis dan fisik. Hal ini penting diperhatikan karena

pelaksanaan dakwah bisa maksimal jika keamanan ini dapat dijaga

dengan baik.

Keberhasilan sendi-sendi pereknomian, pelayanan jasa, serta

tugas-tugas pemerintahan lainnya sangat tergantung pada kondisi

keamanan dan ketertiban sebuah Kota. Dalam catatan POLRES Pulau

Ambon dan Pulau-pulau lease pada tahun 2010 data yang mengganggu

KAMTIBMAS sebanyak 369 orang pelaku yang terdiri dari 10 orang

wanita dan 377 laki-laki.65

Dari jumlah perkara ini menunjukkan bahwa, kota Ambon masih

rawan terjadi benturan informasi yang berakhir dengan konflik fisik dan

psikis. Hemat penulis hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh pola

hiudp sektarian dan sistem politik yang belum mapan. Semakin tinggi

materi informasi politik semakin besar peluang terjadinya konflik.

Informasi politik ini juga peran media di kota Ambon cukup signifikan

65Ibid., Badan Pusat Statistik (BPS) Privinsi Maluku (BPS), Maluku dalam

Angka, Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Maluku BPS – Statisttic Provinsi Maluku. h. 51.

Page 63: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 62

dalam melakukan konstruksi informasi di tengah masyarakat.

Argumentasi ini di interpretasi dari hasil terbitan koran yang ada di kota

Ambon 81% materi berita yang diinformasikan kepada masyarakat di

kota Ambon adalah informasi politik.66

Inilah pentingnya dakwah untuk

memberikan keseimbangan informasi di tengah masyarakat.

Data BPS tersebut jumlah kriminal menunjukkan bahwa kota

Ambon masih berada pada tataran rawan konflik. Hal ini disebabkan

lemahnya sendi-sendi sistem informasi dakwah dalam masyarakat.

Publikasi dakwah lebih didominasi pada setiap hari jumat saja.

Ketertiban masyarakat sampai sekarang ini masih dijaga oleh aparat

keamanan baik dari pihak TNI maupun kepolisian khususnya

diperbatasan Islam dan kristen. Realitas sosial masyarakat seperti

menunjukkan jika terjadi kerusuhan belum sepenuhnya dapat

dikendalikan dengan baik.

6. Penyebaran Rumah Ibadah.

Penyebaran rumah ibadah di kota Ambon yang berjumlah 108

termasuk cukup meningkat akibat dari segregasi pemukiman penduduk

dari jumlah rumah ibadah juga yang dibangun baru sesuai jumlah

penduduk di komunitas muslim.

Sirimau yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Karang Panjang

Ambon. Kecamatan Nusaniwe yang Ibu Kota Kecamatan terletak di

Amahusu. Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang Ibu Kota Kecamatan

66

Hasil Penelitian Syarifudin, Pemberitaan Harian Pagi Ambon Ekspres terhadap fenomena politik di kota Ambon (Ambon: Tahun 2010), h. 19.

Page 64: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 63

terletak di Passo Kecamatan Teluk Ambon yang Ibu Kota Kecamatan

terletak di Wayame Kecamatan Leitimur Selatan yang Ibu Kota

Kecamatan terletak di Leahari.

7. Jumlah Mubalig dan Rasio penduduk

Jumlah Mubalig yang aktif di kota Ambon sebanyak 65 orang.

Mubalig ini setiap jumat dan pada bulan suci ramadhan mengisi

khotbah, ceramah, dan pengajian lainya. Jumlah Mubalig di kota Ambon

ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kurang seimbang.

Kondisi melahirkan problematika dakwah yang cukup signifikan karena

informasi agama didominasi oleh informasi materialisme, kapitalisme,

dan sosialisme.

Kondisi masyarakat seperti ini dapat dipastikan akan terjadi

potensi kriminal yang cukup tinggi, pencurian, aborsi, pemerkosaan,

minuman keras, Pesta sebagai biangnya konflik, mudah diadudomba,

perkelahian antar kampung sangat tinggi, cepat terkena isu-isu negatif.

Lemahnya pendidikan agama, TPQ tidak maksimal, Humas kementerian

Agama tidak berfungsi secara maksimal.

8. Lembaga Dakwah melalui pendidikan

1. Pendidikan Umum

Sektor pendidikan adalah indikator sebuah perubahan masyarakat

pada masyarakat multikultural dan lompatan perubahan itu sangat

tergantung pada kantong-kantong pendidikan yang dibangun dan

dikembangkan untuk mencerdaskan pola pikir masyarakat multikultural.

Page 65: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 64

Semua negara-negara yang mencetak peradaban investasi awalnya

adalah memperbaiki kultul pendidikan dengan baik. Wawasan ini

menjadi indikator sebuah kemajuan, semakin lemah kualitas pendidikan

semakin sulit sebuah perubahan muncul dari sebuah bangsa, masyarakat

tersebut. Dengan demikian pendidikan juga perlu dibenahi untuk meraih

sebuah lompatan perubahan yang cepat ke arah masyarakat yang lebih

baik.

Pendidikan adalah proses tranformasi informasi dakwah yang

dapat merubah cara berpikir masyarakat untuk lebih meningkatkan taraf

hidup dan kesejahteraan diduni dan diakhirat. Kota Ambon dengan

jumlah pendidikan Islam 15 sekolah mulai dari TK sampai SD maka,

belum dimaksimalkan untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih

baik dan bermartabat. Hal ini perlu sistem informasi dakwah untuk

mengatur regulasi informasi yang lebih produktif bagi kemakmuran

masyarakat Indonesia di Maluku dan kota Ambon secara khusus sebagai

barometer kemajuan di Provinsi Maluku.

Rasio gambaran pendidikan di Maluku mulai dari taman

pendidikan kanak-kanak sampai pada perguruan tinggi memiliki

perkembangan yang cukup baik. perkembangan ini dapat penulis

deskripsikan pada tabel berikut ini:

NO SEKOLAH

TAHUN 2005

JUMLAH

GEDUNG

MURID GURU

1 TK 54 2.941 226

2 SD 120 36.900 1.932

3 SMP, MTs 38 14.612 1.240

Page 66: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 65

4 SMU

TSANAWIAH

24 13.430 910

5 PT(Perguruan

Tinggi)

9

6 Pascasarjana 1

Dari alumni perguruan tinggi yang dapat diandalkan untuk

melakukan dakwah kepada masyarakat multikultural pada sembilan

perguruan tinggi prsentasi untuk masuk pada jurusan dakwah baik

kristen maupun Islam sangat memprihatinkan. Hal inilah yang

menyebabkan publikasi dakwah di kota Ambon kurang berhasil sehingga

membutuhkan kajian baru tentang hal ini. Dalam konteks ini penulis

akan eksplorasi sistem informasi dakwah pada masyarakat multikultural

di Kota Ambon.

2. Pendidikan Islam

Media dakwah melalui dinamika pendidikan Islam di Pulau

Ambon terbagi menjadi dua bagian secara umum yakni pendidikan yang

berbasis madrasah dan pendidikan yang bersifat pesantren. Peran

pesantren dalam melakukan konstruksi dakwah termasuk sub sistem

yang memiliki peran strategis karena mendidik kalangan anak-anak dan

remaja yang akan menjadi harapan masyarakat Maluku kedepan yang

lebih baik.

Page 67: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 66

Jumlah Madrasah dan kepala sekolah

No Nama Madrasah Kepala sekolah

I MIN

1. Min I Ambon

2. Min II Poka

Kusnadi Hi. Umar, S.Ag

Ahmad Seknun

II MIS

1. MIS Nurul Ikhlas

2. MIS Attohiriyah

3. MIS Cokroaminoto

A.Siyauta

Ramli Kubal

Wuraidah Tuasikal

III MIT

1. MIT Assalam

2. MIT Ishaka

3. MIT Al-Madinah

4. MIT Al-Anshor

Johra Holle, M.Si

Thalha, MA

Rakmi Akohilo

Ansar Manaban, ST

IV MTs dan MTsN

1. MTsN Batu Merah

2. MTs Al-Fatah

3. MTs Al-Anshor

4. MTs Nurul Ikhlas

5. MTs Al-Muhajirin

6. MTs Al-Khairat

Drs. Moh. Fathoni, M.Pd.

Drs. Yamin Ipa

Zamrin Jamdin, S.Pd.

Hj. Nurhayati M, S.Pd.

Mahmut kasim

Hi. Ikram Ibrahim, Lc.

V MAN, MAS, RA.

1. MAN I Ambon

2. MAS Al-Fatah

3. RA Al-Manshura

4. RA As-Salam

5. RA Al-Mawadah

6. RA Ittaqullah

7. RA Perkasa

Drs. M.Shodik

Hj. Murni kabalmay, S.Pd.I

-------

Rugaya Mahulauw, S.Ag

FW Lating

Nurbia H/M A.M.Pd.

RA Rusna Talabuddin

Page 68: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 67

8. RA Al-Hilal Karangjang

9. RA Darul Naim

10. RA Mutiara

Astiana Lagida

Khaerunnisa Karepesina, S.Hi

Siti Khadijah, S.Ag.

Total Jumlah Pendidikan

Islam

26 Duapuluh enam)

3. Jumlah Masjid

Selama ini ‚Masjid-masjid di kota Ambon dibangun megah

(mentereng), tetapi sepi dari pelaksanaan (aktivitas ta’mir masjid).

Karena itu masjid menempati posisi sentral (Islamic Centre), yaitu

sebagai kegiatan ibadah, pusat pembinaan umat Islam, sekretariat

pemerintah Islam, pusat dakwah, pusat pengembangan kebudayaan

Islam, mahkama Islam dan baitul mal (lembaga pemberdayaan ekonomi

umat Islam) sebagai pusat kesejahteraan ekonomi kerakyatan yang

dikembangkan oleh kelompok jama’ah masjid dalam mengatasi

kemiskinan dan buta aksara Al-Quran yang berbasis digital.

Kondisi sosial keagamaan di kota Ambon yang berada di kota

Ambon berada di pesisir pantai dan lereng gunung. Entitas dakwah dan

pembinaan di kota Ambon belum maksimal seperti layaknya masjid-

masjid moderen yang memiliki sumber daya dan fasilitas pengelolaan

masjid yang sudah profesional. Indikasi ini tampak karena rasio jumlah

Mubalig tidak sebanding dengan jumlah penduduk Islam di kota Ambon.

Selain itu belum adanya pembinaan yang sistematis secara kontinyu cara

memakmurkan masjid dengan berbagai aktifitas kegiatan masjid.

Page 69: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 68

Peta dakwah menjadi penelitian di kota Ambon tentang

pengelolaan management sistem informasi secara moderen termasuk di

dalamnya pembelajaran Al-Quran digital sangat urgent dilakukan karena

kota Ambon termasuk pusat kota yang masih rendah metode

pemahaman tentang ilmu pengelolaan management sistem informasi

masjid yang masih rendah.

Hal itu tampak dalam pelayanan umat kurang adanya data

perencaanan dakwah, tidak ada rencana strategis pemberdayaan buta

huruf aksara Al-Quran yang moderen, tema-tema dakwah belum disusun

sesuai kebutuhan umat, dan belum adanya peta dakwah di kota Ambon

berasumsi bahwa hal ini dapat menyulitkan para Mubalig

mentransformasikan dakwanya sesuai kebutuhan masyarakat di kota

Ambon.

Masjid di kota Ambon sebagian belum memiliki "Batiul Mal"

yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang

kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah belum

diberdayakan ekonominya melaui masjid lewat tema-tema pembinaan

kewirausahaan misalnya adanya baitul mal yang bersumber dari Zakat,

Infaq, dan shadaqah.

Realitas ini masyarakat akademis perlu ada kepedulian dan

keprihatinan yang dalam serta adanya kepekaan sosial untuk

memberikan solusi melalui pemberdayaan. Atas dasar argumentasi inilah

sehingga diharapkan LPM kerjasama dengan Dosen, Mahasiswa IAIN

Ambon agar dapat menjadikan kota Ambon sebagai lokasi yang menjadi

Page 70: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 69

pusat pengembangan dakwah, seperti taman baca al-Qur’an lewat

masjid-masjid. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi buta aksara Al-

Quran sebagai persoalan mendasar dalam ajaran Agama. Dari hasil

penelitian ini didapatkan kondisi realitas di kota Ambon adalah:

1. Umat Islam di kota Ambon menjadikan masjid sekedar dijadikan

ibadah ritual saja belum menjadi pusat aktifitas pemberdayaan

umat secara komprehensif.

2. Pemberdayaan dan pembinaan penghulu masjid tentang wawasan

pengelolaan masjid dengan management moderen dan

pemberdayaan Al-Quran Digital di kota Ambon.

3. Belum Adanya RENSTRADAK (Rencana Strategis Dakwah)

bagi masyarakat pesisir (khususnya di Desa larike dan Desa

Wakasihu) yang secara spesifik untuk mencapai target

Pembinaan cara pengurusan janazah, pengembangan TPQ

Digital, dan pembinaan pengelolaah wakaf, zakat, infaq, dan

shadaqah sebagai wadah untuk pembedayaan eknomi masjid

untuk lebih memaksimalkan pelayanan Jamaah di Desa Larike

dan Desa Wakasihu.

Kondisi yang diharapkan.

1. Masyarakat menyadari bahwa perlu ada Rencana Strategis dalam

pelananan Agama secara komprehensip pada umat di kota

Ambon. Masjid bukan saja untuk kegiatan ritual saja, tetapi

masjid adalah media silaturrahmi umat dan tempat penggalian

ide-ide yang dapat menjadikan sebuah Desa lebih maju dan pola

hidupnya lebih bersahaja.

Page 71: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 70

2. Memiliki management moderen, pengelolaan masjid dapat

memberikan sugesti melalui penghulu masjid yang profesional

dibidang pelayanan masjid antara lain: memiliki Imam yang

fasih bacaannya, muazzim, memiliki Guru ngaji yang dapat

mengajarkan Al-Quran dengan baik, serta masjid memiliki

pengurus janazah dan pekuburan yang baik.

3. Masyarakat di kota Ambon memiliki infrastruktur taman

pengajian yang berbasis Al-Quran digital sebagai wadah

penunjang tambahan untuk mempercepat daya serap memahami

Al-Quran yang telah dikemas dalam sebuah program

komputerais.

Realitas sosial keagamaan.

Data yang menggambarkan kota Ambon sebagai masyarakat

multikultural berdasarkan agama sulit didapatkan datanya secara akurat,

setiap kecamatan hanya memprediksi jumlah pemeluk agama. Situs

resmi pemerintah, tidak menyediakan informasi tentang jumlah

penduduk perkecamatan. Data yang penulis dapatkan pada BPS tahun

2007 tentang klaster pemeluk agama berdasarkan kecamatan sebagai

berikut:

No Kecamatan Agama

Islam Protestan Katolik Hindu Buhda Jumlah

1 Nusaniwe 26.146 52.645 4.550 54 26 83.421

Page 72: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 71

2 Sirimau 45.247 54.879 7.332 92 70 107.647

3 T.A.Baguala 32.630 34.161 5.226 51 10 72.078

Sumber: BPS tahun 2010.

Adapun jumlah rumah ibadah sebagai publikasi informasi

keagamaan kepada pemeluk agama dapat dilihat pada tabel berikut:

Masjid Gereja

Protestan

Gereja

Katolik

Hindu Buhda

103 209 7 7 10

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kota Ambon terbagi menjadi lima kecamatan, komposisi

demografi (penduduk) di kota Ambon terkonsentrasi

dikecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau yang merupakan

pusat kota 934 jiwa/km2. Wialyah terluas kecamatan teluk

Ambon Baguala namun jumlah penduduknya paling rendah

478/jiwa, topografi (struktur fisik) wilayah kota Ambon sebagian

besar berada didaerah berbukit, lereng gunung terjal + 186,90

km2 kemiringan 10% -17% dari luas wilayah daratan dan gunung

tertinggi adalah gunung nona 600 m dari permukaan laut. Peta

wilayah demografi dan topografi dakwah di kota Ambon.

Page 73: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 72

2. Rasio penyebaran rumah ibadah dari ke lima kecamatan cukup

merata dan setiap kali khotbah jumat masjid-masjid ini terisi

dengan baik. Adapun jumlah Mubalig tidak berimbang dengan

besarnya jumlah penduduk di kota Ambon. Mubalig yang aktif

sebanyak 68 menghadapi umat sebanyak 332.000 juta jiwa.

Teknologi penyebaran dakwah juga sangat manual lewat mimbar

dan pendidikan saja. Jumlah pendidikan madrasah 26 buah dan

pesantren 10 buah, semua pendidikan ini tetap tidak seimbang

dengan rasio jumlah penduduk dengan konstruksi informasi

dakwah. Regulasi informasi di kota Ambon 86,5 % didominasi

oleh berita politik yang menguasai alam pikiran Masyarakat di

kota Ambon. Kondisi ini hemat penulis kurang sehat sementara

kajian ilmu kurang berkembang, sehingga tantangan dakwah di

kota Ambon cukup memiliki tantangan yang cukup berat.

3. Efektifitas lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berjumlah

26 dan pesantren 10 buah ini juga masih belum efektif jika

menggunakan standar penyebaran teknologi informasi dakwah

secara moderen dalam menyelenggarakan kegiatan dakwah,

wawasan sebagian besar umat di kota Ambon bahwa dakwah

yang mereka kenal hanya di mimbar saja, atas dasar ini maka

pembinaan umat lebih menjadikan masjid sebagai tempat satu-

satunya media yang dapat membicarakan persoalan agama,

sementara di tengah masyarakat kurang menjadi media dakwah.

Page 74: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 73

B. Rekomendasi

1. Sangat urgent adanya RENSTRADAK (Recana Strategis

Dakwah) dikota Ambon untuk mencapai keseimbangan informasi

agama dan informasi politik, ekonomi yang selama ini menguasai

alam pikiran masyarakat di kota Ambon.

2. Perlunya pengembangan dakwah di daerah yang memiliki

komunitas Muslim di Kota Ambon yang kurang memiliki

infrastruktur pelayanan Agama. Perlunya kerjasama antara

penyuluh agama dan peneliti dari IAIN Ambon sehingga

penyuluh memiliki gambaran yang strategis melaksanakan

dakwah.

3. Manajemen sistem informasi dakwah kementrian agama perlu

menata, mengatur regulasi peredaran informasi di maluku, karena

diduga kuat telah merusak alam pikiran sebagian masayrakat

Maluku. Perlu kemasan dakwah yang sesuai problematika sosial

yang dihadapi umat dalam berdakwah. Informasi agama yang

dicermakan harus disesuaikan dengan kebutuhan jama’ah.

Adanya model dakwah yang secara spesifik Pemberdayaan

masyarakat Islam pesisir dan pegunungan yang selama ini kurang

sisentuh dakwah.

Page 75: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 74

III. Kesimpulan

1. Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural dibutuhkan epistemologi dakwah multikultural dari

akumulasi kekayaan epistemology klasik dengan epistemologi

modern, yang ditafsirkan secara tekstual, kontekstual dan antar

tekstual dari Al-Quran dan sunnah.

2. Dalam mengkomunikasikan bahasa agama pada masyarakat

multikultural yang tersimpan dalam teks dan metateks perlu

kekayaan paradigma ilmu tafsir sebagai nalar bayani dan ilmu

hermeneutika dengann menggunakan kerangka piker tekstual,

kontekstual dan antar tekstual sebagai fasilitas untuk

mengetahui makna teks dan metateks dalam

mengkomunikasikan pesan-pesan agama pada masyarakat

multikultural.

Page 76: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 75

Pustaka

Abdullah, M. Amin. Rekonstruksi Metode Studi Agama dalam masyarakat Multikultural dalam kumpulan Tulisan Pengukuhan

Guru Besar Muhammadiyah dengan judul Bengawan

Muhammadiyah Cet. I; Jakarta PSAP, 2005.

Aziz, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah: Edisi Revisi Cet. I; Jakarta:

Prenada Group, 2007.

Amar Ahmad, Aliran-aliran Dakwah di Indonesia Cet. I; Jakarta:

Prenada Group, 2008.

Arkoun, Tarikhiyyatu al-Fikri, al-‘arabi al-Islamy, (Beirut: Markaz al-

Inma’al-Qaumy, 1986), h. 87-89. Lihat pula M. Amin Abdullah,

Falasafah Kalam, di Era Post Modernisme, Cet. I, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1995.

Danesi,Marcel, Messages, Signs, and Meanings: A. Basic Textbook and Semiotics and Coomunication Theory Third Edition. Canadian

Press Inc, 2004.

Hidayat. Komaruddin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika. Cet. I; Bandung: Pustaka Mizan, 2011.

Mahmud. Natsir, Metode Dakwah Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1987.

M. Arkoun, Al-Fikr al-Islamy: Naqad wa Ittihat, Terjemahan Hashim Salih London: Dar al-Saqi, 1987.

Ibnu Mujib dan Yance Rumahuru, Paradigma Trasformatif Masyarakat Dialog: Membangun Pondasi Dialog Agama-agama berbasis Teologi Humanis (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Page 77: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 76

Nasir Mahmud, Bunga Rapai epistemology dan Metode Studi Islam

(Cet.I; IAIN Alauddin Press, 1998.

Sultan, Desain Epistemologi Ilmu Dakwah Cet. I; Jakarta: Prenada

Group, 2007.

Karen Armstrong, A. History of Gat: The 4000 year Ques of Judaism, Cristianity and Islam New York: Alfred A. Knof Inc, 1993.

Soeprapto, H.R. Riyadi. Interaksionisme Simbolik: Perspektif Sosiologi Moderen Cet. I; Pustaka Pelajar, 2002.

Ursula King, Historical Phenomenological Approach to the Study of religion dalam Frank Whaling contemporary Approaches to the

Studi of religion Vol.II The Sosial Science Berlin: Moutan

Publishers, 1984.

Page 78: Syarifudin, problematika dakwah di maluku

Problematika dakwah multikultural di Maluku Oleh: Syarifudin 77