susunan badan peradilan agama.docx

14
SUSUNAN BADAN PERADILAN AGAMA (TINGKAT I) DAN PERADILAN TINGGI AGAMA (TINGKAT BANDING) A. Tingkatan Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama Menurut Undang-Undang Dasar 1945 istilah, “Badan Peradilan”, dengan “ Kekuasaan Kehakiman” atau “Badan Kehakiman”, ketiganya sama. Seperti yang terlihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 yang telah di amendemen berbunyi: Ayat (1): “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan”. Ayat (2): “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan oleh sebuah Mahkamah konstitusi”. Ayat (3): “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam undang-undang.” Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 semula dilaksanakan oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang kemudian diubah 1

Upload: khairul10061

Post on 02-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

SUSUNAN BADAN PERADILAN AGAMA (TINGKAT I) DAN

PERADILAN TINGGI AGAMA (TINGKAT BANDING)

A. Tingkatan Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 istilah, “Badan Peradilan”, dengan “

Kekuasaan Kehakiman” atau “Badan Kehakiman”, ketiganya sama. Seperti yang

terlihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 yang telah di amendemen

berbunyi:

Ayat (1): “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan”.

Ayat (2): “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,

lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan oleh sebuah

Mahkamah konstitusi”.

Ayat (3): “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman

diatur dalam undang-undang.”

Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 semula dilaksanakan oleh Undang-Undang

No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang

kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999, terakhir diganti dengan

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 berbunyi: “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Menurut Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Mahkamah Agung adalah pengadilan Negara tertinggi dari keempat

lingkungan peradilan seperti dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman, dan ia mempunyai kewenangan mengadili pada tingkat

1

Page 2: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat akhir oleh pengadilan di semua

lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Bahkan berwenang

menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-

undang.

Masing-masing lingkungan peradilan terdiri dari tingkat pertama dan tingkat

banding, yang semuanya berpuncak kepada Mahkamah Agung, artinya di bidang

memeriksa dan mengadili perkara, maka susunan badan-badan peradilan di Indonesia

adalah:

1. Lingkungan Peradilan Umum adalah Peradilan Negeri (PN), Peradilan Tinggi

(PT), dan Mahkamah Agung (MA);

2. Lingkungan Peradilan Agama adalah Peradilan Agama (PA), Pengadilan Tinggi

Agama (PTA), dan Mahkamah Agung;

3. Lingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer (Mahmil), Mahkamah

Militer Tinggi (Mahmilti), dan Mahkamah Militer Agung (Mahmilgung), dan

Mahkamah Agung;

4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha Negara

(PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan Mahkamah

Agung (MA);

5. Adapun Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir, putusannya bersifat final.

Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahmil, Mahmilti, dan Peradilan Tata

Usaha Negara disebut tingkat pertama karena pengadilan sehari-hari yang pertama kali

menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara pada lingkungannya

masing-masing

Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Mahmilgung, dan Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara disebut pengadilan tingkat banding karena menerima perkara

yang berasal dari tingkat pertama pada lingkungannya masing-masing. Sedangkan

Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana Kekuasaan Kehakiman berdiri sendiri di

samping Mahkamah Agung, tidak ada banding karena putusannya bersifat final.

2

Page 3: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

Struktur Badan Peradilan di Indonesia

Keterangan:

PTA : Pengadilan Tinggi Agama

PT : Pengadilan Tinggi

PTTUN : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Malmilgung : Mahkamah Militer Agung

PA : Pengadilan Agama

PN : Pengadilan Negeri

PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara

Mahmil : Pengadilan Militer

Mahmilti : Mahkamah Militer Tinggi

Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding disebut Judex Facti, artinya

perkara di tingkat banding akan diperiksa secara keseluruhan, baik tentang fakta

maupun tentang bukti-bukti dan lainnya. Mahkamah Agung tidak lagi melakukan Judex

Facti itu dan karenanya Mahkamah Agung tidak bisa disebut sebagai pengadilan tingkat

ketiga. Intinya, Mahkamah Agung memeriksa yang benar antara pengadilan tingkat

pertama dan tingkat banding yang sudah memeriksa terdahulu terhadap sesuatu perkara

3

Mahkamah Agung MahkamahKonstitusi

MahmilgungPT

PA PTUN

PTTUN

PN Mahmil Mahmilti

PTA

Page 4: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

yang dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi, Mahkamah Agung tidak memeriksa

perkara secara keseluruhan, melainkan hanya terbatas hal-hal tertentu saja.

Mahkamah Agung dalam memeriksa tidak bersifat Judex Facti tujuannya adalah

untuk Uniformitas Hukum karena menjunjung prinsip Negara kesatuan dalam satu

wawasan nusantara dan satu wawasan hukum serta demi keadilan hukum. Tidak ada

uniformitas dan keadilan hukum jika suatu perkara diputus berhenti pada putusan

pengadilan tingkat banding yang bertentangan dengan putusan pengadilan tingkat

pertama; maka harus ada satu lembaga, yaitu Mahkamah Agung yang tunggal untuk

mengadilinya.

Tentang literatur badan Peradilan Agama sejak berlakunya Undang-undang No.7

Tahun 1989 telah menjadi seragam, yaitu:

a. Peradilan Agama tingkat pertama

b. Peradilan Tinggi Agama bagi tingkat banding.1

Peradilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibukota kabupaten dan

daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. Pengadilan Tinggi

Agama berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah

provinsi tetapi tidak ada kemungkinan adanya pengecualian (Pasal 4).

Peradilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama dan pengadilan Tinggi

Agama merupakan Pengadilan Tingkat Banding (Pasal 6). Pengadilan Tinggi Agama

merupakan pengadilan Tingkat Banding yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara-perkara yang diputus kembali oleh Pengadilan Agama apabila pihak berperkara

mengajukan Banding, dan merupakan pengadilan Tingkat Pertama dan Terakhir

mengenai sengketa keselewenggan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah

hukumnya (Pasal 51).

1 Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., MA., Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 131-136

4

Page 5: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

B. Susunan Badan Peradilan Agama (Tingkat I)

Susunan badan peradilan di lingkungan Peradilan Agama diatur dalam Undang-

Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 6 sampai dengan pasal 48

dan pasal 92 sampai dengan pasal 105. Susunan badan Peradilan Agama terdiri dari:

- Pimpinan;

- Hakim;

- Panitera;

- Sekretaris;

- Juru Sita. (Pasal 9 ayat 1)

1. Pimpinan Pengadilan

Pengadilan Agama dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh seorang Wakil

Ketua. Ketua dan Wakil Ketua pengadilan Agama diangkat dan diberhentikan oleh

Ketua Mahkamah Agung. Untuk dapat menjadi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan

Agama harus mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 10 tahun sebagai hakim

Pengadilan Agama (Pasal 13 ayat 2).

Secara organisatoris ketua sebagai unsur pemimpin, pimpinan diberi kewenangan

oleh pasal 53 ayat (1) untuk mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan

tingkah laku semua organ, termasuk para hakim. Namun khusus pengawasan terhadap

hakim seperti yang diperingatkan pasal 53 ayat (4), harus berupa pengawasan yang

bersifat fungsional dan arti tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa

dan memutuskan perkara.

2. Hakim

Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman (Pasal 11).

Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua Mahkamah

Agung. Sebelum memangku jabatan Ketua, Wakil Ketua, hakim wajib mengucapkan

sumpah menurut agama Islam.

5

Page 6: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

3. Panitera

Panitera Pengadilan Agama dalam melaksanakan tugas dibantu oleh seorang

Wakil Panitera, beberapa Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti dan

beberapa Juru Sita. Wakil Panitera Pengadilan Agama mempunyai sub bagian tertentu

antara lain :

1. Sub kepaniteraan permohonan

2. Sub kepaniteraan gugatan

3. Sub kepaniteraan hukum.

Panitera Pengadilan Agama memiliki beberapa tugas, salah satunya adalah:

Menyelenggarakan administrasi perkara, dan lain lain.

Membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya persidangan di

pengadilan,

melaksanakan penetapan atau putusan pengadilan,

mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.

4. Sekretaris

Sekretaris pengadilan bertugas menangani administrasi umum pengadilan seperti

administrasi kepegawaian yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang

Wakil Sekretaris. Panitera pengadilan merangkap Sekretaris pengadilan. Wakil

Sekretaris mempunyai sub bagian tertentu antara lain, Sub bagian kepegawaian, Sub

bagian keuangan, dan Sub bagian umum.

5. Juru Sita

Pada setiap pengadilan Agama ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita

Pengganti. Tugas Juru Sita ialah melaksanakan perintah yang diberikan oleh ketua

sidang, melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan, membuat berita acara

penyitaan dan menyampaikan pengumuman, teguran dan pemberitahuan penetapan dan

putusan pengadilan. Kewenangan Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya terbatas pada

daerah hukum pengadilan yang bersangkutan.2

2 Abdullah Tri Wahyuni, S. Ag. SH., Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 66-84

6

Page 7: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

C. Susunan Badan Peradilan Tinggi Agama (Tingkat Banding)

Susunan organisasi Pengadilan Tinggi Agama hampir sama dengan susunan

organisasi Pengadilan Agama. Perbedaannya hanya pada juru sita dalam kelompok

fungsional dan panitera muda. Juru sita tidak terdapat dalam struktur organisasi

Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang tidak memiliki

kewenangan untuk melakukan pemanggilan, pemberitahuan, penyitaan, dan eksekusi.

Sedangkan jumlah panitera muda pada Pengadilan Tinggi Agama terdiri panitera muda

banding dan panitera muda hukum.3 Oleh karena itu, susunan badan Peradilan Tinggi

Agama terdiri dari:

- Pimpinan;

- Hakim Tinggi;

- Panitera

- Sekretaris (Pasal 9 ayat 2)

1. Pimpinan Pengadilan

Pengadilan Tinggi Agama dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh seorang

Wakil Ketua (Pasal 10). Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat diangkat dengan syarat

mempunyai pengalaman paling kurang 10 tahun sebagai hakim Pengadilan Tinggi

Agama. Dan wakil ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat diangkat dengan syarat

mempunyai pengalaman paling kurang 8 tahun sebagai hakim Pengadilan Tinggi

Agama.

2. Hakim Tinggi

Hakim Tinggi menurut Pasal 10 ayat (3) adalah Hakim anggota

pada pengadilan Tinggi Agama. Berapa banyak jumlah Hakim Tinggi

pada setiap pengadilan tinggi Agama, tidak ditentukan dalam

Undang-undang No. 7 Tahun 1989. Secara realistik jumlah Hakim

Tinggi yang ideal pada setiap pengadilan Tinggi Agama lebih tepat di

dasarkan pada patokan volume perkara. Pada Pengadilan Tinggi

Agama yang besar jumlah volume perkara, wajar untuk

3

7

Page 8: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

menempatkan Hakim Tinggi yang sebanding dengan jumlah perkara.

Menurut pengamatan dan pengalaman, terdapat perbedaan jumlah

volume perkara banding antara satu Pengadilan Tinggi Agama yang

satu dengan yang lain. Oleh karena itu tidak rasional dan tidak

realistik untuk menempatkan Hakim Tinggi yang sama jumlahnya

pada setiap Pengadilan Tinggi Agama.

3. Panitera

Panitera Pengadilan Tinggi Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa

Panitera Muda, dan beberapa orang Panitera Pengganti. Wakil Panitera pengadilan

Tinggi Agama mempunyai bub bagian, antara lain:

- Sub kepaniteraan banding

- Sub kepaniteraan hukum.

Panitera Pengadilan Tinggi Agama hanya mempunyai tugas sebagai pelaksana

administrasi teknik justisiil dan pembantu hakim dalam persidangan tidak meliputi

pelaksanaan penetapan atau putusan pengadilan.

BAB III

8

Page 9: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengadilan Agama di Indonesia merupakan pengadilan yang

mengadili perkara-perkara yang berhubungan dengan Perdata dalam

Islam saja, dalam Pengadilan Agama perkara yang berhubungan

dengan perdata islam dapat di selesaikan melalui Peradilan Agama

tingkat Kabupaten/Kota, yang merupakan pengadilan tingkat pertama

pada proses menangani permasalahan dan pemutusan perkara yang

di ajukan oleh pihak yang berperkara. Sedangkan untuk Pengadilan

Tinggi Agama yang pada persidangannya merupakan pengadilan

banding, dalam hal ini terperkara dapat mengajukan banding setelah

putusan dari pengadilan Agama, dan putusan itu tidak merasa sesuai

dengan apa yang diinginkan maka terperkara boleh mengajukan

banding ke pengadilan tinggi Agama Untuk mendapatkan keadilan

yang sepadan.

Pengadilan yang didalamnya terdapat ketua dan wakilnya serta

di ikuti dengan anggota-anggota yang oleh Mentri Agama di tunjuk

untuk menjabat sebagai bidang yang telah ada didalam pengadilan

Agama, pungsi ketua dan wakil ketua merupakan penanggung jawab

daripada pengadialan, sedangkan untuk hakim yang memutuskan

perkara mempunyai kebebasan dalam hal putusan yang

dipersidangkannya dan tetap merujuk atau berpegang pada Syari’at

Islam dan Undang-undang yang berlaku di indonesia.

Untuk menjadi seorang ketua dan wakilnya, Hakim, Panitera,

sekretaris, dan juru sita mempunyai syarat berlaku untuk semua yang

berada dilingkungan Peradilan Agama maupun Pengadilan Tinggi

Agama. Dan pengangkatannya melalui mentri Agama, sebaliknya

pemberhentiannya juga oleh mentri Agama yang di ajukan oleh

pengadilan Tinggi Agama kepada mentri Agama.

9

Page 10: Susunan Badan Peradilan Agama.docx

Pengambilan sumpah untuk hakim di laksanakan oleh ketua

Pengadialan Agama untuk hakim pengadilan Agama dan hakim

pengadilan tinggi Agama di sumpah oleh ketua Pengadialan Tinggi

Agama.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2007. Kedudukan Kewenangan dan Acara

Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika.

Djalil, A. Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Wahyuni, Abdullah Tri. 2004. Peradilan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

10