studi tentang hukuman cambuk di malaysia (suatu...
TRANSCRIPT
STUDI TENTANG HUKUMAN CAMBUK DI MALAYSIA
(SUATU TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Pensysaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
OLEH
RABIATUL ADAWIYYAH BINTI MAMAT
NIM: 109045200013
K O N S E N T R A S I S I Y A S A H S Y A R ’I Y Y A H
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta: 10 FABRUARI 2011 M
5 Rabi’ul Akhir 1431 H
Rabiatul Adawiyyah Binti Mamat
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Mulia Maha Pengasih dan
Maha bijaksana yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahNYA kepada penulis
dalam menyiapkan rangka penyelesaian dan menguraikan kandungan skripsi ini.
Seterusnya selawat dan salam kepada junjungan besar kita kepada Nabi
Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat baginda yang telah banyak
berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama ini yang mana telah
menyelamatkan uamt dari alam kegelapan kea lam yang terang benderang.
Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna
memperoleh gelar strata satu (s.1) dalam jurusan Siyasah Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang berjudul “STUDI TENTANG HUKUMAN
CAMBUK DI MALAYSIA (SUATU TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM)”
Untuk penulis menyelesaikan skripsi bukan semata-mata dari penulis
sendiri melainkan dari bantuan, tunjuk ajar, motivasi, petunjuk dan bimbingan dari
pelbagai pihak, baik secara langsung atau secara tidak langsung yang terlibat
dalam proses menyiapkan skripsi ini. Dalam pada itu, penulis mengucapkan
penghargaan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat.
1. Pihak Universiti Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi
penulis peluang dan kesempatan untuk menimba ilmu.
ii
2. Kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik, dosen Fakultas Syariah
Dan Hukum juga selaku pembimbing kepada penulis. Dengan kewenangan
yang di miliki telah memberikan keperayaan kepada penulis untuk menyusun
skripsi ini dan terima kasih atas kesabaran dan masukan yang diberi kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Asmawi, M. Ag. Afwan Faizin, M,A. Masing-masing selaku ketua dan
sekretaris program studi Jinayah Siyasah dan Ibu Sri Hidayati, M. Ag, yang
pernah menjadi sekretaris kami, yang telah banyak membantu dan memberi
motivasi kepada penulis.
4. Seluruh staff pengajar (dosen) Fakultas Syariah Dan Hukum yang telah
banyak menyumbang ilmu dan motivasi sepanjang penulis berada disini.
Selain itu terima kasih juga kepada seluruh staff perpustakaan dan karyawan
yang telah banyak memfasilitas penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada segenap dosen dan petugas (KUDQI) Kolej Universiti Islam Darul
Quran Islamiyyah yang banyak membantu dan memberi jalan untuk penulis
sehingga penulis mampu menyambung pembelajaran di bumi Jakarta ini.
6. Ayahanda Mamat bin Ngah. Ibunda zainab @ mek wook binti Ibrahim. Serta
saudara-saudariku dan sanak saudara yang dikasihi semua. Terima kasih atas
segala pengorbanan dan keyakinan yang dibekalkan untuk penulis yang
kejauahan ini. Sesungguhnya dengan bekal kasih sayang, didikan, dorongan
iii
dan perhatian penuh kesabaran yang diberi tidakkan dapat terbalas
sesempurna yang diberikan.
7. Kepada sahabat-sahabat yang tidak kurangnya memberi semangat dan
dorongan yang tidak terperi dalam membantu penulis mencari dan
mendapatkan informasi yang berguna untuk penulisan skripsi penulis. K.ngah,
ann, k.azie, faizah, hajar, alfiyah, ba’ei, shaidah, najihah, khadijah, adik-adik
junior, sahabat-sahabat seperjuangan dari KUDQI dan IPA yang sama-sama
menunutut di bumi Jakarta. Dan tidak dilupakan kepada teman-teman
Indonesia yang senantiasa memberi tunjuk ajar kepada penulis, najwa, dan
teman-teman lain yang tak sempat penulis menulis namanya. Terima kasih
atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis.
8. Buat guru-guru yang berada di Malaysia yang banyak memberi dorongan dan
partisipasi, buat Kedutaan Besar Malaysia, Malaysian Club UIN MCUJ dan
teman-teman dari universitas-universitas di Jakarta.
Akhirnya, mudah-mudahan segala jasa dan pengorbanan akan
mendapat balasan dari Allah SWT kepada semua yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyiapkan skripsi
ini. Penulis mengucapkan “jazakumullah khaira jaza”.
Semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada
pembaca sekalian. Penulis amat menyedari bahwa dalam penulisan skripsi ini
tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka kritikan dan saran yang
iv
sewajarnya amat diharapkan di dalam rangka pembaikan dan kesempurnaan
penulisan. Ini
“Amin ya Rabbal A’lamin..”
Jakarta, 10 Fabuari 2011 M
Penulis
v
KATA PENGANTAR .....................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................6
D. Review Studi Terdahulu......................................................7
E. Metode Penelitian.................................................................9
F. Sistematika Penulisan..........................................................11
BAB II HUKUMAN DALAM ISLAM
A. Hukuman Bagi Pelanggar Syariat.....................................13
B. Tindak Pidana Yang Diancam Hukuman Cambuk….......16
C. Tatacara Pelaksanaan Hukuman Had……… …………..19
D. Tujuan Cambuk Disyariatkan……………………………28
BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG ISLAM
A. Hukum Islam di Tanah Melayu......................................30
B. Kedudukan Hukum Islam Ketika Penjajahan...............,..33
C. Undang-Undang Islam Dalam Perlembagaan.................36
D. Suasana Pemikiran dan Anutan Fikih Islam…………....41
BAB IV HUKUMAN CAMBUK DALAM MAHKAMAH SYARIAH
A. Wewenang Mahkamah Syariah.....................................42
vi
B. Pelaksanaan Hukuman Cambuk Bagi Kasus Jenayah Syariah
…………………………………………………………. 49
C. Akta Hukuman Cambuk Bagi Negeri Selangor..............50
D. Penilaian Efek Jera Sebatan Di Mahkamah Syariah dan Hukum
Islam ...........................................................................51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................56
B. Saran ...............................................................................57
DAFTAR PUSTAKA……….......................................................................59
LAMPIRAN ……………………………………………….………….62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukuman cambuk merupakan salah satu bentuk hukuman yang
telah wujud dalam pelbagai tamadun sejak zaman silam1. Perundangan Islam
yang ada sejak lebih 1400 tahun yang lalu juga sudah menjalankan hukuman
ini, terutamanya terhadap dua kesalahan hudud yaitu minum arak dan juga
berzina2. Hukuman cambuk ini merupakan jenis hukuman yang bersumber
dari Allah SWT, yang dikategorikan dalam bentuk hukuman hudud.
Al-Quran merupakan salah satu sumber aturan pidana Islam, dan
fuqaha’ berpendapat bahwa terdapat tiga sumber lain selain Al-Qur’an yaitu
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, hukum-hukum yang diambil dari sumber-sumber
tersebut wajib diikuti3.
Misalnya berasaskan kepada prinsip-prinsip yang diwahyukan
dalam al-Quran mengenai kasus zina. Firman Allah ta’ala dalam ٍَAl-Qur’an
surat An-Nur: ayat 2: 24.
"
(٢٤ / ٢: النور )
Artinya :”perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah jika kamu
1Siti Zubaidah binti Ismail, “Dalam Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap
Kesalahan Jenayah Syariah, khusus di negeri kelantan”tesis 2 Ibid
3 Ahmad Hanafi, Asas- Asas Hukum Pidana, (Jakarta, penerbitan Bulan Bintang, 1993).
Cet 5. h. 26
2
beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah perlaksanaan
hukuman kita disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman.”
Hukuman cambuk ini diberlakukan untuk melindungi berbagai-
bagai kepentingan publik yang memuat perlindungan keberagamaan, jiwa,
akal, keturunan, dan harta benda, kepentingan tertentu atau setiap individu.4
Di Malaysia ketika masih menjadi Tanah Melayu pada zaman
lampau yaitu sebelum berlaku penjajahan, mengamalkan undang-undang
islam dan menganut Mazhab Syafi’, bukti kewujudan peruntukan mengenai
hukuman cambuk ini sepertimana yang terpahat pada Batu Bersurat
Terengganu yang bertarikh 22 Fabuari 1303 berkenaan dengan hukuman
terhadap pesalah-pesalah zina.5
Perundangan Islam dipercaya mula diamalkan oleh golongan
masyarakat Islam sejak berkembangnya pemerintahan Kerajaan Melayu
Melaka, keadaannya semakin jelas apabila raja pada masa itu telah memeluk
Islam. Pada peringkat awal pelaksanaan hanya pada soal ibadat dan nikah
kawin. Setelah itu agak menyeluruh pada beberapa bahagian undang-undang
sipil dan jenayah.6
Penggubalan dan pengumpulan hukum kanun melaka ini diyakini
berawal pada zaman Sultan Muhammad Shah (1424-1444M) dan
disempurnakan pada zaman pemerintahan Muzaffar Shah, hukum kanun
4 Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fikih imam syafi’i, (Terbitan Al- Mahira, Cet 1, 2010), h. 259
5difahami dari petikan berikut:"Orang berbuat bala cara laki-laki perempuan satitah
Dewata Maha Raya jika merdeka bujang palu seratus rotan. Jika merdeka beristeri atau
perempuan bersuami ditanam hinggakan pinggang dihambalang dengan batu matikan." 6 Abd monir haji ya’kub, Perkembangan Perundangan Islam, (Penerbitan Sarjana (M)sdn
bhd cetakan pertama 1985). h.66
3
Melaka ini dibagikan peruntukannya kepada dua bagian yaitu hukum adat dan
hukum syara’, terdapat empat peruntukan yang menyentuh hukum syarak
dalam hukum kanun melaka.7
1. Undang-Undang Perkawinan Islam..
2. Undang-Undang Muamalah Islam.
3. Undang-Undang Keterangan Islam.
4. Undang-Undang Jinayah Islam.
Melihat pada hukum atau aturan ini adalah sebagai himpunan
peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tatatertib suatu
masyarakat oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat.
Begitu pun, situasi ini mula berubah dengan kedatangan penjajah
Inggeris. Sekali pun undang-undang Islam ialah undang-undang asas dan
undang-undang negeri Semenanjung Malaysia, tetapi pengaruh orang-orang
British telah membuatkan undang-undang Inggeris berkuat kuasa di
semenanjung Malaysia.8
Dimulai dengan Raja-raja Melayu yang membuat perjanjian
dengan British dan bersetuju menerima nasihat British dalam semua bidang
kecuali agama Islam dan adat melayu. 9 maka terjadilah perubahan dalam
undang-undang yang ada di Tanah Melayu dan sehingga hari ini undang-
undang Inggerislah yang pada praktiknya menjadi hukum asas di Malaysia.
7 Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan
Menjelang Merdeka, h. 4 8 Mahyudin Haji Yahya. Islam Dan Pembangunan Negara. (Penerbit University
Kebangsaan Malaysia1986), cet. pertama 1986, h.12 9 Ahmad Mohammed Ibrahim. Pentadbiran Undang-Undang isla m Di Malaysia.
Terbitan Institute Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) 1997, cet. 1
4
Undang-undang Islam hanya terpakai dalam pentadbiran hal ehwal
perkawinan, perceraian, harta pusaka dan pewarisan, dan hal ehwal amalan
agama yang lain, dan perjalanan hukuman bagi pengadilan adalah
sebagaimana yang telah ditentukan yaitu hanya berkait sekitar hukuman
dalam bentuk ta’zir sama ada denda atau penjara, termasuk juga pada
kesalahan yang sepatutnya dikenakan hukuman had menurut hukum syara’
contohnya berzina jika sabit kesalahan, tetapi hanya dikenakan sanksi denda
atau penjara atau kedua-duanya.10
Dalam Perlembagaan Malaysia memperuntukkan bahwa Dewan
Undangan Negeri hanya boleh menggubal kesalahan jinayah syariah yang
hukumannya tidak melebihi 3 tahun penjara, denda lima ribu ringgit (RM
5000 bersamaan RP 13500000), dan enam kali cambukan. Berdasarkan akta
itu, kadar hukuman cambuk yang sudah ditetapkan adalah enam kali
cambukan saja. hukuman ini termasuk juga dalam tindak pidana yang
seharusnya dikenakan hukuman had.
Mengenai hukuman cambuk syariah inilah yang sering
menimbulkan polemik dalam masyarakat di Malaysia, polemik ini terjadi
karena ketidakfahaman tentang pelaksanaan undang-undang berkaitan cambuk
yang dilaksanakan mengikut undang-undang syariah, malah seringkali
disamakan dengan cambuk di dalam undang-undang jenayah sipil sama ada
dari segi konsep dan pelaksanaan walau pun pada hakikatnya ia adalah sesuatu
yang berbeda.
10
Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan
Menjelang Merdeka, h. 87
5
Mayoritas pemerintahan negara-negara muslim telah melakukan
perubahan hukum dengan dua cara, yaitu mengganti syari’ah dengan hukum
sekuler dalam masalah-masalah perdagangan, perdata, tata negara dan pidana,
dan hanya menjalankan hukum keluarga dan diwujudkan dalam bentuk hukum
syari’at.11
dan juga melakukan pembaruan dengan tetap mengakui prinsip-
prinsip dan aturan syari’at seperti penerapannya dalam hukum keluarga dan
waris bagi umat Islam.
Penulis dapat menilai bahwa, malaysia juga telah melakukan
perubahan sebagaimana perubahan negara muslim lain, memasukkan hukum
barat dalam perundangan dan menjalankan undang-undang Islam dan hukum
Islam sebagaimana yang telah ditetapkan.
Maka penulis ingin mencoba melakukan penelitian lebih lanjut,
dan terdorong untuk menganalisa lebih dalam melalui skripsi dengan judul
“STUDI TENTANG HUKUMAN CAMBUK DI MALAYSIA (SUATU
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.
1. Pembatasan masalah
Dalam pembatasan masalah ini agar lebih praktis dan terfokus
sehingga para pembaca mendapatkan manfaat dari penelitian ini, maka penulis
membuat batasan hanya kepada pelaksanaan hukuman cambuk dalam hukum
syariah di Malaysia menurut hukum Islam atau tidak.
11
Abdulahi Ahmed An-Naim, Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan Sipil, Hak
Asasi Manusia dan Hubungan Internasional Dalam Islam, Cet ke 4,Yogyakarta, LKIS, 2004).
h.65
6
2. Perumusan Masalah
Supaya tidak menjadi kajian yang melebar, penulis merumuskan
pemasalahan dengan rinci dalam bentuk persoalan berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan dan perjalanan hukuman cambuk di malaysia?
b. Apakah pelaksanaan hukuman cambuk di Malaysia sesuai dengan
aturan hudud?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Pnelitian.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui mengenai seputar hukuman cambuk dalam Islam.
Sebagai suatu hukum hudud yang mempunyai had tertentu atas
kesalahan yang tertentu.
b. Untuk mempelajari dan melihat bagaimana bentuk hukuman cambuk
di Malaysia, apakah sesuai dan mengikut had yang ada dalam hukum
Hudud.
2. Adapun manfaat bagi penelitian ini
a. Agar dapat memberi pengetahuan dan faham kepada masyarakat
tentang keadaan sebenarnya bagaimanakah perjalanan dan pelaksanaan
hukum cambuk dalam Islam ini berlaku.
b. Sebagai sumber kepada pembaca seputar perjalanan dan pelaksanaan
hukuman cambuk di malaysia, supaya dapat mengetahui bagaimana
hukum cambuk di Malaysia berlaku.
7
c. Untuk membuka minda penulis sendiri agar lebih tekun dalam meneliti
khazanah ilmu yang ada, yaitu dalam penelitian tentang hikmah dan
relevansinya pemberlakuan hukum Islam.
D. Review Studi Terdahulu
Review studi yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah untuk
meneliti kajian yang membahas mengenai tema yang hampir sama, namun
substansi yang berbeda. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas
sebagian karya-karya penelitian:
penelitian yang ditulis oleh Mohd Faizal Bin Yunus, mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum, konsentrasi Siyasah Syar’iyyah 2008. Dalam
skripnya yang berjudul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penerapan Sanksi
Jinayah Zina Di Mahkamah Syariah Negeri Terengganu”. Dalam skripsi ini
menguraikan tentang hukum syariah Islam atau lebih rinci tentang hudud
seputar perjalanan dan pelaksanaan yang berlaku di sebuah propinsi yaitu di
Negeri Terengganu
Penelitian yang ditulis oleh Imran Taha mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum, konsentrasi Peradilan Agama 2008 yang berjudul “
Dampak Perlaksanaan Pidana Syariah Islam di Malaysia Terhadap Institusi
Keluarga.(Studi Kasus Cambuk Atas Pelaku Zina Di Kuching Sarawak). Di
dalamnya terdapat penelitian mengenai bagaimana perjalanan kasus zina
dalam hukum Islam dan kesamaan pemberlakuannya di Mahkamah sarawak.
Penelitian yang ditulis oleh Mailiani, mahasiswa Fakultas Syariah
dan Hukum, konsentrasi kepidanaan 2008 dengan judul “Pengaruh
8
Pelaksanaan Hukuman Cambuk Terhadap Moral Generasi Muda Aceh”.
Skripsi ini membahaskan mengenai pengaruh pelaksanaan hukuman cambuk
terhadap moral generasi muda di Aceh.
Penelitian yang ditulis oleh Mulia Warman mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum, konsentrasi Peradilan Agama 2008 Dengan judul
“konsistensi Pelaksanaan Hukuman Cambuk Pada Peradilan Islam Kota
Banda Aceh – NAD.” Skripsi ini membahas mengenai konsistensi penerapan
hukum cambuk di kota banda Aceh, dan praktek eksekusi hukum cambuk di
beberapa negara Islam lainnya. Kemudian efektifitas hukuman cambuk di kota
banda Aceh dalam meningkatkan kesedaran hukum masyarakat.
Tesis Siti Zubaidah binti Ismail, Universiti Malaya, 2005“Dalam
Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap Kesalahan Jenayah
Syariah, (khusus di negeri Kelantan)” di dalam tesis ini terdapat inti mengenai
pemberlakuan dan penerapan hukuman cambuk khusus di negeri kelantan.
Disamping itu terdapat beberapa sumber-sumber yang penulis
rasakan relevan untuk dijadikan rujukan penulis, antaranya adalah:
Buku Pertama, Ahmad bin Mohd Ibrahim, Bahagian Hal Ehwal
Islam Jabatan Perdana Menteri, 1992 ” Hukum Islam di Malaysia” dalam buku
ini menguraikan pelaksanaan undang-undang Islam dan ciri-ciri istimewa
yang ada padanya.
9
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Untuk pengumpulan dan penelitian data dalam skripsi ini, penulis
menggunakan metode penelitian hukum studi normatif dan kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan
menelaah dan menelusuri berbagai literature, karena memang pada
dasarnya sumber data yang hendak digali lebih terfokus pada studi
pustaka.
Penulis mencoba mengumpulkan data-data yang berasal dari sumber-
sumber yang berkaitan dengan hukum pidana Islam yang pernah
diberlakukan di Malaysia dan sedang berlaku, baik berupa buku-buku,
kitab undang-undang , jurnal, ensiklopedi, yang diakses dari internet yang
ada revelansinya dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini,
sebagai data sekunder.
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah seputar perjalanan
hukuman cambuk yang berlaku di Malaysia dan hukum yang ada dalam
Islam apakah ada persamaan dan bagaimana pemberlakuannya.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk mendapatkan data yang lebih faktual, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi normatif doktriner yaitu mengumpulkan dari
bahan-bahan tertulis seperti buku jurnal maupun ensiklopedi, dengan
10
mencari bahan-bahan yang terkait dengan obyek penelitian yang dilakukan
penulis.
4. Sumber Data.
Sumber-sumber data adalah yang meliputi sebagai berikut:
a. Data Primer
Sumber data primer adalah data yang langsung diperoleh dari
sumber yang pertama dan obyek penelitian, yaitu buku Hukum Islam di
Malaysia oleh Ahmad Ibrahim, Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri,
1992 . Di dalamnya terdapat hal yang menceritakan mengenai perjalanan
Hukum Pidana Islam di Malaysia.
b. Data Sekunder:
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperolehi dari sumber
kedua atau sumber pendukung, dari sebuah data yang kita butuhkan. Data ini
akan didapatkan dalam bentuk buku-buku, kitab undang-undang, dokumen,
literatur-literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian, contoh skripsi
Mohd Faizal Bin Yunus bertajuk : “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Penerapan Sanksi Jinayah Zina Di Mahkamah Syariah Negeri Terengganu”
yang ada persamaan dari segi perbahasannya dan penelitiannya.
c. Data Tertier:
Data Tertier merupakan data pelengkap yang terdiri dari kamus.
Jurnal. Artikel dan lain-lain. Yang memberi petunjuk maupun penjelasan
11
terhadap bahan hukum primer dan sekunder.12
Misalnya buku Perkembangan
Perundangan Islam oleh Abd Monir Haji Ya’kub. Dan kitab Undang- Undang
Enakmen no.9 tahun 1995. Enakmen Jenayah Syariah (Selangor) 1995.
5.Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, penulis memulai dengan membaca
seluruh data yang terhimpun dari berbagai sumber, baik primer maupun
sekunder. kemudian langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data dengan
merangkum masalah yang diteliti yaitu analisis bagaimana pemberlakuan
hukum cambuk di Malaysia.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang
menyeluruh, penelitian skripsi ini ditulis berdasarkan sistematika berikut:
BAB PERTAMA Merupakan bab pendahuluan yang mengandung
latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan
sistematika pembahasan.
12
Bambang Sunggono, SH, M.S. Metodologi penelitian hokum, (Jakarta PT Raja
Grafindo Persada. 2003.)Cet 6, h.113
12
BAB KEDUA Diuraikan gambaran umum tentang hukuman bagi
pelanggar syara’, dan menceritakan tentang dasar hukuman cambuk dalam
Pidana Islam, di dalamnya akan terdapat pengertian, dan bentuk-bentuk
hukuman cambuk, tujuannya untuk melihat bagaimana pemberlakuan
hukuman dan pelaksanaannya dalam had yang di tentukan dalam syariah.
BAB KETIGA Bab ketiga ini untuk menceritakan mengenai
hukum Islam yang berlaku di Tanah Melayu, Kemudiannya berlaku
perubahan setelah kedatangan penjajahan, yaitu mahkamah syariah telah
diberikan kewenangan mengikut perkebangan yang ada, tujuannya untuk
mengetahui sejauh mana pemberlakuan hukum Islam sebelum panjajahan dan
selepas kemerdekaan.
BAB KEEMPAT Bab keempat ini akan di uraikan mengenai sanksi
sebat di mahkamah syariah, undang-undang hukuman cambuk yang ada di
Malaysia. Tujuannya untuk melihat sejauh mana pelaksanaan hukum Islam ini
diberlakukan, dan apakah efek jera terhadap hukuman yang diberi wewenang
oleh perlembagaan persekutuan ini.
BAB KELIMA Merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, meliputi
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan disertakan juga saran-saran yang di
harapkan dapat memberi satu komitmen yang berguna kepada agama dan
negara.
13
BAB II
HUKUMAN DALAM ISLAM
A. Hukuman Bagi Pelanggar Syara’
Hukuman untuk orang yang melanggar aturan syara‟ dikatakan
hudud, kata hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang berarti, pemisah
antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain, secara
bahasa had berarti pencegahan, maka hukuman yang dijatuhkan kepada
pelaku-pelaku kemaksiatan disebut hudud, karena hukuman tersebut
dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang dikenai hukuman itu tidak
mengulangi perbuatan yang menyebabkan dia dihukum, had menurut istilah
syara‟ pula adalah pemberian hukuman dalam rangka hak Allah.1
Kesalahan yang dikenakan hukuman had, terdiri daripada berzina,
menuduh zina, mencuri, mabuk, mengacau, murtad, dan memberontak,
terhadap pelaku ini dikenakan hukuman sebagaimana yang ditetapkan Allah
dan Rasul-Nya2
Hudud adalah hukum Allah, tidak berdiri sendiri malah berada
dalam satu sistem Islam yang komprehensif, saling lengkap melengkapi antara
satu komponen dengan satu komponen yang lain. Hudud merupakan salah
satu komponen dari Islam, kaedah pelaksanaan dan tujuan pencegahannya
dibuat "kerana Allah" dan bukan dengan tujuan-tujuan yang lain.
1Sayyid sabiq. Fikih Sunnah. (Pena Pundi Aksara. Cet 1 2006) h. 255
2 Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fikih imam syafi’i, (Terbitan Al- Mahira, Cet 1, 2010), h. 259
14
1. Hukuman dalam Hudud terbagi tiga macam, yaitu hukuman mati,
hukuman potong tangan, dan cambuk, disertai dengan penyaliban atau
pengasingan:3
a. Hukuman mati diberlakukan dalam empat macam tindak kriminal
yaitu;
1) Murtad,
2) Zina muhsan,
3) Meninggalkan shalat karena malas,
4) Dan membegal (merampok).
b. Hukuman potong tangan diberlakukan dalam dua tindak kriminal
yaitu;-
1) Pencurian
2) Dan membegal (merampok) disertai perampasan harta benda.
c. Hukuman cambuk diberlakukan dalam tiga tindak kriminal. Yaitu;
1) konsumsi minuman memabukkan,
2) Menuduh berzina,
3) Dan zina selain muhshan.
2. Dasar Hukuman Cambuk dalam Islam;
Melihat pada etimologi kata cambuk, dera maupun jild
sebagaimana dikatakan, dera bermaksud cambuk4 dan mendera bermaksud
pukulan dengan cambuk, memukul dengan cemeti, melecut. Cambuk pula
berarti alat untuk melecut yang berupa jalinan tali dari serabut atau serat kulit
3 Wahbah Zuhaili,. Fikih imam syafi’i. Terbitan Al- Mahira 2010, cet.1,h. 259
4 Moh E. Hasim, Kamus istilah Islam, (Penerbit Pustaka, Bandung), cet.1. 1987, h.24
15
kayu, sesuatu yang dapat memberikan dorongan kearah lebih baik.
Mencambuk berarti memukul dengan cemeti berkali-kali.5 Cambuk dalam
bahasa arab disebut jald berasal dari kata jalada (جلد) yang beerti memukul
dikulit atau memukul dengan cambuk yang terbuat dari kulit.6
Hukuman cambuk yang terkandung dalam hukum dan perundangan
Islam telah dipengaruhi oleh keadaan hukuman cambuk yang dilaksanakan di
penjara-penjara sekarang. Lebih-lebih lagi dari segi alat pemukul (rotan) cara-
cara pukulan dan kesakitan yang dialami oleh penerimanya dan berbagai
masalah lainnya. Maka disini akan dijelaskan secara ringkas tentang hukuman
cambuk sebagaimana yang dikehendaki oleh Agama Islam terutamanya yang
berhubungan dengan alat cambuk, cara-caranya dan anggota-anggota yang
boleh dipukul (cambuk). Hukuman cambuk yang dikenakan sebagai siksaan
bagi kesalahan jenayah yang menyentuh maruah, akal dan kehormatan7
3. Hukuman cambuk terbagi kepada dua bagian:
a. Cambuk dalam masalah hudud yaitu seksaan yang telah ditetapkan
oleh Allah yang wajib dilaksanakan sebagai menunaikan hak dan
perintah Allah Subhanahu Wataala.8
5 Dilihat artinya dari Kamus lengkap Bahasa Indonesia,
6 Mulia warman, Konsistensi Pelaksanaan Hukuman Cambuk Pada Peradilan Islam Kota
Banda Aceh, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2008 ,h. 43 7 Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua Penyelia Agama,(Kelantan.Terbitan : Jabatan Hal
Ehwal Ugama Islam Kelantan)
http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh pada
24/10/2010. 8 ibid
16
b. Cambuk dalam masalah ta’zir yaitu kesalahan–kesalahan yang
dikenakan dengan satu atau lebih daripada siksaan–siksaan ta’zir,
selain daripada siksaan hudud, qisas, diat dan kaffarah.
Ta’zir bererti dera yang menjadi pengajaran. Syarak tidak
menetapkan sesuatu seksaan atau hukuman tertentu bagi kesalahan ta’zir dan
cukup, serta memadai dengan menetapkan kumpulan hukuman dari serendah
rendahnya kepada seberat-beratnya dan sesudah itu diserahkan kepada pihak
pemerintah untuk memilih dan menentukan mana-mana hukum yang sesuai
mengikut suasana dan keadaan masalah itu sendiri.9
Disini penulis hanya akan membahaskan mengenai hukuman
cambuk yang ada di dalam hudud sahaja
B. Tindak Pidana Yang Diancam Hukuman Cambuk
Sistem hukuman Islam adalah berasaskan kepada prinsip-prinsip
yang diwahyukan oleh Allah di dalam al-Quran yang dihuraikan oleh sunnah
Rasul s.a.w10
maka di dalamnya akan didapati hukuman yang telah ditentukan
Allah, yaitu :
1. Had zina:
Antara maksud ayat yang terkandung hukuman cambuk (dera)
didasarkan kepada firman Allah taala dalam surah annur: (QS:2:24)
(٢ : ٢٤/النور )
9 http://datomuhdasri.blogspot.com/2010/08/pelaksanaan-hukuman-sebatan-di-
mahkamah.html oleh Dato' Haji Muhamad Asri 10
Ibrahim Ahmad. Hukum Islam di Malaysia, (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam
Jabatan Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet pertama, h.1
17
Artinya; "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya dengan seratus kali dera, dan janganlah
kamu kasihan kepada leduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari
oran-orang yang beriman”.
Hukuman bagi penzina dapat dibagi menjadi dua bagian11
a. Dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun bagi penzina yang
belum berkeluarga (ghair muhsan).
b. Rajam bagi yang sudah berkeluarga (muhshan).
Dua hukuman yang telah disebut di atas berdasarkan hadis:
Artinya: diriwayatkan dari ubadah bin Shamit, r.a. dia berkata: Rasulullah
S.A.W.telah bersabda ikutilah perintahku! ikutikah perintahku! Sesungguhnya
Allah telah menetapkan cara hukuman zina bagi kaum wanita, yaitu yang
belum bernikah (yang berzina) dengan lelaki yang belu menikah mereka
terkena hukuman seratus kali pukulan dan diasingkan selaa satu tahun,
sedangkan wanita yang telah menikah dan berzina dengan laki laki yang telah
menikah , maka merala terkena hukuman seratus kali pukulan dan rajam 12
(H.R Muslim)
2. Penuduhan zina (qadzaf)13
.
Pengertian qadzaf dalam arti bahasa
”artinya melemparkan dengan batu dan serupa dengannya.”
Dalam istilah syara‟ qadzaf ada dua macam. Yaitu:-
11
Muslich Ahmad Wardi,ِ Hukum Pidana Islam, (Terbitan sinat Grafika cet.1. maret 2005
dan cet. 2, december 2005), h. 28 12
Al- Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj Al- Qusairi An- nisaburi, Shahih Muslim,
mansurah, darul kutub al-ilmiah, Beirut, Lubnan. 13
Dalam syariat islam ia bermaksud menuduh seseorang melakukan zina tanpa membawa
bukti yang cukup. Hukumannya ialah sebat sebanyak 80 kali.
18
a. Qadzaf yang diancam dengan hukuman had.
b. Qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir.
Disini penulis hanya ingin membicarakan mengenai pengertian
qadzaf yang dikenakan hukuman had yaitu ;
Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau
dengan tuduhan menghilangkan nasabnya.14
Dalam syariat Islam hukuman jarimah qadzaf ini ada dua yaitu:-
a. Hukum pokok, yaitu jild atau dera.
b. Hukum tambahan, yaitu pencabutan hak sebagai saksi.
Berbeza dengan jarimah zina, hukuman jild (dera ) untuk qadzaf ini
hanya delapan puluh kali cambukan15
. Ketentuannya seperti dalam firman
Allah taala: surat An-nur:
.٢٤٤Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu menerima
kesaksian mereka selamanya-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik” (QS: 4: 24)
3. Hukuman bagi peminum arak.
Menurut Imam Malik dan Imam Abu hanifah, hukuman untuk
peminum keras (khamr) adalah dera delapan puluh kali16
, menurut imam
syafi‟i, hukuman untuk jarimah syurbul khammar ini adalah 40 kali dera
sebagai hukuman had, sedangkan 40 kali cambukan lainnya tidak termasuk
14
Sulaiman Rasid, Opcit, h.60 15
Muslich Ahmad Wardi, Pengantar dan asas hukum pidana Islam fikih jinayah, Terbitan
sinar grafika, 2004. cet. 1, h. 146 16
Muslich Ahmad wardi, Hukum Pidana Islam, h.76
19
had melainkan ta‟zir17
yang hanya dijatuhkan apabila dipandang perlu oleh
hakim. Sedangkan jumhur ulama‟ berpendapat bahwa 80 kali cambukan
tersebut semuanya hukum had.18
Larangan untuk meminum minuman keras
hukumannya tercantum di dalam hadis nabi s.a.w:
Dari Abdullah ibn Amr ia berkata; telah bersabda Rasulullah saw. “Barang
siapa yang meminum khamar maka cambuklah ia, apabila ia mengulanginya
lagi maka cambuklah.
Manakala ayat yang menunjukkan larangan meminum minuman yang
memabukkan
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khammar, berjudi, (berkorban untuk untuk berhala), mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
C. Tatacara pelaksanaan hukuman cambuk (had)
1. Pelaksana hukuman Hudud.
Perundangan-undangan Islam tidak mengijinkan menghukumi
penzina selain pemerintah dan seperangkat lembaganya19
. Fuqaha‟ sepakat
bahwa pelaksanaan dilakukan oleh imam atau wakilnya (pejabat yang
ditunjuk). Kehadiran imam (kepala negara) tidaklah menjadi syarat dalam
pelaksanaan hukuman. Bagi Hamba lelaki atau hamba perempuan, hukuman
17
Ta‟zir: mencegah dan menolak agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya, ta‟zir
dimaksudkan sebagai mendidik dan memperbaiki pelaku agar iamenyadari perbuatan jarimahnya
kemudian meninggalkan dan mengehntikan. Muslich Ahmad Wardi, Hukum Pidan Islam, h. 248. 18
Muslich Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Fikih jinayah, h. 147 19
Muhammad „Aashim Al- Haddad, Kejamkah Hukum Islam, Lahor, 1959, h.58
20
hudud berhak dilaksanakan oleh tuan kepada hamba tersebut20
. Hukuman had
harus dilaksanakan secara terbuka dimuka umum 21
sesuai dengan firman
Allah dalam surah An-nur ayat 2 sebagaimana yang disebut dahulu.
2. Cara pelaksanaan hukuman cambuk. (kritiria alat dan cara cambuk)
a. Alat sebat.
Sebat adalah digunakan dalam semua kes di mana hukumannya
telah ditentukan dengan menggunakan sebat yang mempunyai ulu yang
tebal sebesar genggaman jari yaitu lebih besar dari batang tumbuhan dan
lebih kecil dari batang tongkat. Dan batang penyebat itu tidaklah boleh
dibuat dari batang pokok yang masih hijau ataupun yang telah kering,
memakai cambuk yang tidak terlalu lembut atau tidak pula terlalu keras.22
boleh juga mencambuk dengan memakai pelepah, dan cambuk tersebut
harus kering, juga disyaratkan cambuk tersebut tidak boleh mempunyai
ekor lebih dari satu. Dan jumlah pukulan dihitung sesuai dengan
banyaknya ekor cambuk tersebut.
Hadis diriwayatkan dari zaid bin aslam r.a ; “suatu hari seorang
lelaki mengaku dihadapan rasulullah bahwa ia telah melakukan zina. Maka
nabi S.A.W memerintahkan seseorang untuk mengambil cambuk. Lalu
dibawalah kepadanya cambuk yang telah pecah-pecah. Nabi s.a.w
bersabda: “ yang lebih keras dari ini!” kemudian di bawalah kepadanya
cambuk baru yang belum terpotong hujungnya. Nabi bersabda lagi: “ di
20
Dr. Mustofa Al – Khin, dkk, Kitab Fikih Mazhab Syafi’e, jilid 8, Pustaka Salam sdn
bhd 2005, cet.1, h. 1982. 21
Muslich Ahmad Wardi, Hukum pidana Islam, h.57 22
Ibid H. 306
21
antara yang dua ini.” Lalu diberikanlah kepadanya cambuk yang telah
lembut karena sering dipukulkan penunggang kepada hewan
tunggangannya. kemudian barulah Nabi s.a.w memerintahkan mencambuk
pemuda yang mengaku berzina tadi.23
Maka yang dapat difahami bahwa alat sebat tidaklah dalam satu
jenis dan satu bentuk sahaja. Alat sebat bolehlah dijalankan dengan
menggunakan rotan atau pelepah tamar. Sekiranya digunakan rotan dan
sebagainya maka itu hendaklah sederhana ukurannya jangan terlalu muda
atau terlalu tua dan tidak yang berbuku-buku atau pecah-pecah atau
seumpamanya supaya tidak boleh mencederakan atau menyebabkan luka
parah ke atas pesalah. Ini kerana tujuan yang sebenar hukuman sebat
bukan hendak membinasakan pesalah tetapi bertujuan mencegah dan
melarang serta memberi pengajaran kepadanya24
b.Cara melaksanakan sebat
Ketika melaksanakan hukuman sebat hendaklah dengan cara
cambukan yang sederhana. Orang yang menyebat tidak boleh mengangkat
tangannya sehingga ke paras kepalanya atau dengan kata lain ia tidak
boleh mengangkat tinggi tangannya sehingga nampak putih ketiaknya dan
dicambuk berturut-turut supaya sampai kepada matlamat dan tujuannya25
.
Cara memukul hendaknya seperti kata Umar bin Khatab r.a. “janganlah
23
Ismail Muhammad bakar, Al-Fiqh Al –Wadih, Penerbit Berlian Publications SDH BHD,
Cet. 1, 2008, H. 306 24
Disusun oleh: Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua Penyelia Agama, Kelantan.
Terbitan: Jabatan Hal Ehwal Ugama Islam Kelantan.
http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh pada
24/10/2010. 25
Ibid
22
kamu mengangkat tangan kamu dalam memukul sehingga mengakibatkan
ketiakmu kelihatan.” (maksudnya pukulan itu tidak sepenuh tenaga26
.
Maka petugas hukuman dera tidak boleh sampai mengayunkan tangannya
tinggi lalu memukul si pelaku dengannya tetapi tidak juga terlalu rendah
menghayunkan tangannya.
Cambuk sebagaimana yang wajib menurut hukum syara‟ ialah
suatu jenis cambuk sederhana dengan cemeti yang tidak terlampau ringan
dan tidak terlampau berat.” Dalam hubungan ini sayidina Ali berkata:
“pukullah diantara dua jenis pukulan yang tidak keterlaluan, pukulan itu
janganlah terlalu ringan atau terlampau berat, dengan menggunakan
cemeti yang tidak terlampau lembut dan tidak terlampau keras”. maka cara
yang sederhana harus dikekalkan. Walau bagaimanapun, cambuk tidak
boleh dijalankan dengan menggunakan tongkat atau cemeti yang
diujungnya ada besi. Menyebat dengan satu dirrah (cemeti ringan) tidaklah
memadai dengan hukum had (yaitu jinayah yang lebih besar) walaupun ia
digunakan dalam ta‟zir. (yaitu hukuman dalam kasus jenayah yang lebih
ringan.27
c. Anggota-anggota yang boleh dipukul
Pukulan hendaklah diatur supaya kena dan merata pada anggota
tubuh badan pesalah itu kecuali muka, kepala dan dada ditegah sama
sekali memukulnya dan tidaklah boleh dicambuk hanya setempat sahaja.
Dalam hal ini para fuqoha juga bersependapat bahwa ketika memukul
26
Muhammad Aaashim Al-Haddad, Kejamkah hukum Islam, .79 27
Ibrahim Ahmad. Hukum Islam di Malaysia,h. 12
23
tidak dengan pukulan yang melukai dan membuat pedih, tidak pula dalam
satu tempat bahkan hendaknya diseluruh tempat permukaan kulit,
berpindah-pindah agar pukulannya tidak terlalu sakit, dan tempat-tempat
yang dapat mematikan sebaik-baiknya tidak dipukul.28
Pukulan cambuk itu hendakalah dikenakan keatas semua anggota
badan kecuali anggota yang mudah membawa mudharat, tangan orang
yang kena cambuk tidaklah boleh diikat, ataupun ditelanjangkan pakaian
dari tubuhnya. Tetapi walau bagaimanapun pukulan cambuk itu hendaklah
diulangi secara bertubi-tubi supaya ia meraung-raung kesakitan akibat dari
cambukan itu dan cambukan itu dikenakan keatasnya sebagai hukuman
yang boleh dijadikan contoh. 29
d.Keadaan pesalah.
1) Ketika menjalani hukuman.
Pelaksanaan cambuk atau dera bagi lelaki dilakukan dalam
keadaan berdiri, manakala perempuan dalam keadaan duduk30
agar
auratnya tidak terbuka ketika menjalani hukuman. Tidak boleh
dilucutkan pakaian yang biasa menutupi aurat mereka seperti baju,
seluar, kain sarung dan sebagainya, dikecualikan pakaian-pakain yang
tebal atau beralas yang boleh menghalangnya dari rasa sakit yang
menjadi matlamat utama dan terpenting dalam hukuman cambuk dan
jika mereka berpakaian demikian “tebal” hendaklah diganti dengan
pakaian yang tipis “sederhana”.
28
Ismail Muhammad bakar, Al-Fiqh Al –Wadih, h. 307 29
Ibrahim Ahmad. Hukum Islam di Malaysia, h.13 30
H.A Djazuli ,Hukum Pidana Islam(fiqh siyasah). CV Pustaka Setia, cet. 2, Mei 2010.
24
2) Had bagi pelaku wanita yang sedang hamil.
Bagi pesalah yang mengandung tidak dilaksanakan hukuman had
pada waktu itu, dan hendaklah ditunggu sehingga melahirkan anak,31
baik anak dalam kandungan tersebut hasil zina atau pun bukan zina dan
sembuh dari sakitnya melahirkan, serta suci dari darah nifas dan
tenaganya sudah pulih.
3) Keadaan pelaku yang sakit
Jika didapati pesalah dalam keadaan sakit dan penyakitnya ada
harapan untuk sembuh maka hendaklah ditunggu sehingga dia betul-betul
sembuh kerana jika dijalankan juga semasa pesalah itu sedang sakit akan
bertambah berat penyakitnya dan mungkin boleh membinasakannya. 32
Sebaliknya jika penyakitnya tidak ada harapan langsung untuk
sembuh,dibolehkan dijalankannya hukuman cambuk tanpa harus
menunggu dan membuang waktu lagi, akan tetapi dengan satu syarat,
bahawa rotan yang digunakan tidak akan membinasakannya. Oleh
karena itu hendaklah menggunakan ranting kayu atau rotan yang kecil
atau pun tangkai tamar yang kecil dan jika ukuran ini juga dikhawatirkan
akan membawa maut kepadanya, maka dibolehkan untuk
mengumpulkan seratus ranting kayu atau seumpamanya dan diikat
dalam satu ikatan dan dicambuk dengannya satu kali.
31
H.A Djazuli ,Hukum Pidana Islam(fiqh siyasah). 32
Muhammad „Aashim al haddad, h. 80
25
Cara seperti ini diperintahkan Rasulullah SAW supaya dilakukan
kepada seseorang lelaki yang berzina yang sakit berat tidak mempunyai
harapan untuk sembuh.
Ini kerana pesalah yang sakit merana tidak mempunyai harapan
untuk sembuh, maka dibiarkan tanpa dijalankan hukuman cambuk
kerana penyakitnya atau dilaksanakan sepenuhnya, maka sudah pasti jika
dilaksanakan sepenuhnya akan membawa maut kepadanya dan di dalam
keadaan begini diambil jalan tengah yaitu dicambuk satu kali dengan
seratus mayang tamar seumpamanya yang diikat dengan satu ikatan saja.
e. Waktu dan tempat melaksanakan hukuman.
Pelaksanaan hukuman cambuk ini tidak boleh sampai
menimbulkan bahaya terhadap orang yang terhukum. Karena hukuman
ini bersifat pencegahan. Oleh karena itu, hukuman tidak boleh
dilaksanakan dalam keadaan panas terik atau dalam keadaan dingin.33
Demikian pula hukuman tidak dilaksanakan atas orang yang sedang sakit
sampai ia sembuh, dan wanita hamil sampai ia melahirkan. Dan
hukuman cambuk tidak boleh dikenakan ketika pelaku itu berada dalam
keadaan mabuk yang membawa kepada berlakunya suatu jinayah. Dan
bagi kesalahan hudud adalah dikehendaki supaya dijalankan hukuman
cambuk dihadapan orang-orang mukmin.
Firman Allah
(٢/ ١٨: النىر ) َوْلَيْشَهْد َعَذاَبُهَما َطاِئَفٌة ِمَن اْلُمْؤِمِنيَن:
33
Opcit , h. 80
26
artinya: Dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Dimaksudkan dengan sekumpulan itu mengikut pendapat Mujahid,
”Seorang lelaki dan ke atasnya sehingga sampai kepada seribu orang”,
Manakala Ibnu Zaid pula berkata “Bahawa tidak dapat tidak mesti dihadiri
sekurang-kurangnya oleh empat orang dari kalangan orang-orang yang
beriman sebagai qias dengan empat orang saksi dalam kes zina. Dan pendapat
Ibnu Zaid ini adalah selaras dan sama dengan pendapat Imam Malik dan Imam
Syafie yaitu tidak dapat tidak mesti terdiri daripada sekurang- kurangnya oleh
empat orang daripada kalangan orang- orang yang beriman.
Akhirnya dengan terlaksananya hukuman cambuk tercapailah
kebaikan dan kepentingan umum (orang banyak) kerana Islam memandang
kebaikan dan maslahat orang banyak itu lebih utama dari maslahat
perseorangan dan dengan itu juga terhindarlah kerosakan, keruntuhan moral
dan sebagainya dan seterusnya tercapailah kemuliaan dan kebahagian serta
sentiasa mendapat inayah, rahmat dan pertolongan Allah.
f. Pelaksanaan hukuman cambuk boleh diberhentikan.
Hukuman cambuk dihenti dan tidak boleh dilaksanakan apabila
timbul dan munculnya sesuatu yang boleh menggugurkan hukuman hudud
yaitu:
1. Apabila pesalah menarik balik pengakuannya yaitu sebelum
dilaksanakan hukuman jika hukuman cambuk kerana zina dijatuhkan
berikut dengan pengakuannya, baik pengakuannya itu dibuat secara
langsung atau tidak.
27
2. Apabila saksi-saksi mengubah pendirian dan menarik balik
kesaksian mereka sebelum dilaksanakan hukuman samada secara
beramai-ramai atau sebahagian darinya sekiranya bilangan saksi
yang tinggal kurang dari empat orang.
g. Pembuktian melalui pengetahuan teknologi dan kedokteran masa kini.
Dalam ilmu kedokteran dikenal adanya Kedoktoran Forensik yaitu
cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan fakta-fakta medis pada
masalah-masalah hokum, atau ilmu bedah yang berkaitan penentuan
identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan
peradilan.
Menurut ilmu Kedoktoran Forensik dapat diketahui telah terjadinya
penzinaan atau tidak, bermula dari di ketahuinya selaput dara robek, atau
tanda memar pada vagina, ditemukan air mani dan sperma, yang masih
dapat bergerak pada vagina dalam waktu 4-5 jam post- coital,sperma
ditemukan dalam keadaan tidak bergerak sekitar 24-3 jam post coital,
diketahui golongan darah si pelaku, diketahuinya jenis khromosom atau
genetik, diperolehnya bukti kehamilan sampai pada diketahuinya dan
didapatkannya bukti DNA (Dexocy Ribo Nucliec Acid) yaitu sel yang
terdapat pada sel darah putih yang spesifik pada setiap orang.34
pembuktian dari Ketepatan ujian DNA hampir sempurna yaitu
sehingga 99.9 peratus kerana profil bagi setiap individu adalah unik dan
berbeda serta kemungkinan untuk serupa dengan individu lain hanya satu
34
DR. Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, h.
138
28
daripada satu triliun, DNA dapat kenal pastikan nasab anak kasus zina,
kewujudan asid deoksiribonukleik (DNA) antara keajaiban Allah, uniknya
DNA yang menjadi identiti biologi setiap individu berbeda karena
membolehkan agensi penguatkuasaan seperti polisi mengenal dengan pasti
identitas pemilik DNA.35
Dari sudut lainnya penggunaan teknologi i tu juga dapat
menyelesaikan kes berkaitan penentuan nasab, dengan kata lain ujian
seperti itu dapat menyelesaikan masalah di Mahkamah Syariah dalam
menentukan sama ada seseorang adalah anak kandung atau sebaliknya.
D. Tujuan Cambuk Disyariatkan
Hukuman cambuk adalah diantara hukuman yang disyariatkan
dalam perundangan Islam, di antara tujuan melaksanakannya ialah:36
1. Bagi siapa saja yang dikenakan hukuman atau yang menyaksikan pasti
merasa takut dan gerun untuk mendekati kesalahan atau jinayah itu.
2. Membersihkan masyarakat dari pada perbuatan dan tabiat yang keji dan
hina.
3. Menghindarkan masyarakat daripada melakukan jinayah.
4. Mengamankan masyarakat dari bahaya dan ancaman jenayah.
5. Untuk menjadi contoh teladan yang paling berguna untuk mengatasi
perbuatan dan gejala jinayah.
Sesuatu jinayah itu secara umumnya ada tiga unsur yaitu; 37
36 Portal Mahkamah Rendah Syariah Tapah.
http://mrstapah.blogspot.com/2010/11/hukuman-sebat.html
29
1. Unsur hukum dan undang-undang, yaitu adanya nash-nash yang melarang
dari melakukan jinayah berkenaan dan nash-nash yang menentukan
hukuman terhadapnya.
2. Unsur-unsur fisikal (perbuatan jahat), yaitu adanya perlakuan jinayah
daripada penjenayah berkenaan samada secara melakukan atau
meninggalkan, perseorangan atau kelompok, sudah lengkap atau belum
lengkap (coba melakukannya).
3. Unsur-unsur mental (niat jahat), yaitu adanya pada penjenayah, syarat-
syarat yang membolehkan memikul tanggunggjawab jenayah, seperti
kapasiti, melakukan jenayah secara pilihan sendiri, sengaja ataupun tidak
sengaja dan lain-lain.
37
Ibid. Portal Mahkamah Rendah Syariah Tapah.
30
BAB III
PENERAPAN UNDANG-UNDANG ISLAM
A. Hukum Islam Di Tanah Melayu
Perundangan Islam dipercayai mula diamalkan oleh golongan
masyarakat Islam sejak tertubuhnya pemerintahan kerajaan melayu Melaka,
keadaannya semakin jelas apabila Raja pada masa itu telah memeluk Islam. Pada
peringkat awalnya perlaksanaan hanya pada soal ibadah dan perkawinan. Setelah
itu agak menyeluruh pula pada beberapa bagian undang-undang sivil dan
jinayah.1
Terdapat beberapa teks undang-undang Melayu lama yang telah di
kumpulkan, antara teks undang-undang Melayu lama yang boleh menggambarkan
bentuk perundangan yang dipakai pada masa itu yaitu, Hukum Kanun Melaka,
Hukum Kanun Pahang, Undang-Undang Kedah dan Perak.2
Di Melaka, undang-undang yang dilaksanakan adalah undang-undang
Islam yang telah dipakai dan sesuaikan dengan adat Melayu. Teks yang dapat
dikesan dan dipakai oleh pemerintahan melayu Melaka pada waktu itu ada dua
Teks:
1 Abd monir haji ya’kub, Perkembangan Perundangan Islam. Penerbitan Sarjana (M) Sdn
Bhd 1985, cet. 1.h. 66 2 Zaini Nasohah. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan Menjelang
Merdeka. Percetakan Cergas (M) Sdn Bhd 2004, Cet. pertama. h.3
31
1. Undang-Undang Melaka atau Risalah Hukum Kanun3, risalah hukum qanun
ini telah menjadi kompilasi undang-undang Islam yang menjadi rujukan dan
panduan bagi negeri-negeri lain.4
2. Undang-undang Laut Melaka, mengandungi perkara-perkara yang berhubung
dengan peraturan pelayaran dan perniagaan, kesalahan jenyah perdagangan
serta bidang kuasa nakhoda (kapten) kapal .
Penulis memberikan contoh bagi Hukum Kanun Melaka, karena
Hukum Kanun Melaka ini banyak dijadikan rujukan oleh negeri-negeri lain. Teks
Hukum Kanun Melaka ini tidak memuatkan keseluruhan Undang-Undang Islam,
bahkan bercampur dengan undang-undang adat, tetapi bagian perundangan Islam
yang diperuntukkan di dalam teks ini berhubungan dengan perkawinan,
penceraian, jual beli, qisas, dan hudud (jinayah).
Undang-undang Melaka mengenakan hukuman Allah bagi orang yang
membunuh, orang yang mencuri, qadzaf, dan mengenakan hukum diat dan ta’zir.5
Disini apa yang ingin penulis kemukakan mengenai hukuman terhadap
jinayah zina dan meminum minuman yang memabukkan : 6
Pada pasal dalam Kanun Melaka yaitu ;
40.1 Pada hukum zina itu atas dua perkara;
3 Dr Hj Abdullah Ishak. Islam Di Nusantara. khususnya di tanah Melayu), Terbitan Hal
Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri, cet. 2 1992 h. 147 4 Ahmad mohammed Ibrahim. Pentadbiran undang-undag Malaysia, Terbitan Institute
Kefahaman Islam Malaysia (IKIM 1997.), Cet. 1, h. 75 5Ibrahim, Ahmad. Hukum Islam di Malaysia. (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan
Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet. pertama, h. 72 6 Ibid, h.44
32
Satu: muhsan namanya laki-laki atau perempuan yang sudah bersuami
dan nikah yang sah.
kedua: tiada muhsan, laki-laki yang tiada beristeri dan perempuan
yang belum bersuami.
Bermula maka yang muhsan itu dihukum direjam dan di lontar dengan
batu hingga mati. Maka ghair muhsan hadnya didera seratus kali pula dibuangkan
keluar negeri itu setahun.
Syarat muhsan itu 4 perkara ;7
a. Islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Tiada ia gila (tidak gila)
Bermula hamba laki-laki dan hamba perempuan hadnya setengah
daripada merdeka 50 kali palu.
40.2 bermula hukum liwat dan menyertai binatang seperti hukum
zina juga. Jikalau tiada setubuh hingga peluk cium juga, di ta’zirkan oleh hakim
jikalau di hadkan 20 palunya.
Bermula dihukumkan (oleh hakim zina dengan ikrar atau 4 orang
saksi) laki-laki yang merdeka melihat orang zina itu.
Bermula jika 2 orang saksi berkata: “ kami melihat ia zina pada suatu
penjuru” ; 2 orang berkata-kata: “kami melihat ia zina pada penjuru lain,” maka
7 Ibid, h. 44
33
tiada sabit, pada hukum zina itu hendak sekata keempat saksi itu, maka sabit
hukum zina, maka dihukumkan seperti adat dahulu jika adanya.
41 pasal yang keempat puluh esa pada menyatakan hukum Islam
minum arak dan tuak, maka barang siapa minum arak dan tuak atau minum
barang minuman yang memabukkan, jikalau merdeka 40 kali dera akan dia,
jikalau abdi 20 kali deranya.
Bermula dihadkan 2 perkara, suatu dengan ikrar, suatu dengan 2 orang
saksi laki-laki. Tidak dihadkan dengan dicium bau tuak yakni tiada dihukum
padanya.8
Dengan apa yang penulis bawakan dapatlah dilihat bahwa Undang-
Undang Islam ketika itu sudah diterapkan dan dijalankan sesuai dengan hukum
Islam.
B. Kedudukan Hukum Islam Ketika Penjajahan.
Melihat dengan apa yang dibawa mengenai hukuman Islam yang
berjalan di tanah Melayu yaitu Hukum kanun Melaka ini dapat dikatakan sebagai
pengumpulan undang-undang Melayu kuno yang diguna pakai pada masa itu dan
menjelaskan hukum syara’ telah diakui dan di beri tempat dan dapat dilihat
hukum Islam juga sudah ada dijalankan di tanah Melayu.
Sebelum datangnya penjajah undang-undang yang diikuti di negeri-
negeri melayu ialah undang-undang Islam yang menyerap adat melayu yang
sesuai. 9
8 Ibid, h.45
34
Apabila datangnya pengaruh British undang-undang Inggeris telah
dimasukkan dan diterima di negeri-negeri melayu dengan dua kaedah.
Pertama dengan kaedah perundangan melalui perundangan dan
Kedua Pihak berkuasa British telah menasehati Raja-raja Melayu agar
membuat beberapa undang-undang bertulis dan undang itu semua mengikut
contoh undang-undang Inggeris secara langsung atau tidak.10
Dalam berbagai perjanjian yang dibuat Raja Melayu dengan pihak
Inggeris, telah dinyatakan bahwa Raja-Raja Melayu berseruju menerima semua
nasehat Inggeris kecuali dalam hal ihwal Agama Islam dan adat istiadat Melayu.
Walaupun peruntukan tersebut diadakan namun Inggeris pada hakikatnya sama
ada secara langsung maupun tidak langsung telah campur tangan dalam hal ehwal
Islam serta pentadbirannya.
Inggeris Juga telah memasukkan keputusan hakim ke negeri-negeri
selat, negeri-negeri melayu dan negeri-negeri borneo dan akhirnya akta undang-
undang sipil 1956, memperuntukkan bahwa jika tidak ada undang-undang bertulis
yang berkenaan mahkamah hendaklah memakai common law England dan
kaedah-kaedah ekuiti yang ditadbirkan di England.
Undang-Undang Inggeris diperkenalkan secara rasmi dalam tahun
1937, ketika kedudukan Undang-Undang Inggeris bertambah kukuh kedudukan
Undang-Undang Islam pula semakin tergoyah dan terpisah kerana mahkamah-
9 Ahmad mohammed Ibrahim, h. 41
10 Ibid, h.3
35
mahkamah di Malaysia (tidak termasuk mahkamah syariah) akan menjalankan
Undang-Undang Inggeris (Common law and Equity).11
Sekalipun mahkamah
syariah tidak termasuk dalam menjalankan Undang-undang Inggeris tetapi
mahkamah syariah telah diperuntukkan dalam melaksanakan hukuman dalam
kasus jinayah, dengan maksud apa-apa yang ada dibawah mahkamah syariah
adalah yang telah ditetapkan perlembagaan.
Wewenang mahkamah syariah menjatuhkan hukuman adalah tertakluk
kepada peruntukan akta Parlemen, yaitu Akta Mahkamah Syariah (Bidangkuasa
Jinayah) 1965 (Pindaan 1984). Akta ini telah menyekat kebebasan dan kuasa
negeri berkaitan dengan bidangkuasa jinayah Mahkamah Syariah. Akta ini
memperuntukkan Dewan Undangan Negeri hanya boleh menggubal kesalahan
jinayah syariah yang hukumannya tidak melebihi 3 tahun penjara, denda lima ribu
ringgit (RM 5000 bersamaan RP 13500000), dan enam kali cambukan12
. Dalam
hal yang demikian Dewan Undangan Negeri tidak boleh menggubal hukuman
yang lebih dari yang dinyatakan di atas.
Akibatnya undang-undang Islam sebetulnya tidak lagi menjadi
undang-undang asas di Malaysia, dan tempatnya telah diambil alih oleh undang-
undang Inggeris.
C. Undang-Undang Islam Dalam Perlembagaan
1. Islam dalam Perlembagaan.
11
Abd monir haji ya’kub. Perkembangan perundangan Islam. H. 66 12
Pasal 2 Akta No. 355 tentang Mahkamah Syariah (Bidang Kuasa Jenayah) 1965 yang
diamandemen tahun 1984
36
Sumber utama undang-undang Islam ialah Al-Quran, hadis dan selain
itu rujukan juga dibuat kepada kitab-kitab fikih13
, dan undang-undang Islam
dijadikan undang-undang asas dalam undang-undang negeri di Semenanjung
Malaysia.14
Undang-undang Islam ini ditadbirkan di peringkat negeri dan setiap
negeri mempunyai enakmen mengenai pentadbiran undang-undang Islam di
negeri itu. Perlembagaan Persekutuan memperuntukkan bahwa Islam adalah
agama Persekutuan akan tetapi lain-lain agama boleh diamalkan dengan aman dan
damai di mana-mana bagian Persekutuan.
Perlembagaan Persekutuan mengenai Agama Islam : 15
a. Peruntukan perlembagaan tentang agama Islam merupakan satu unsur tradisi
dan perkembangan sejarahnya adalah sebagian dari perkembangan sejarah
konsep pemerintahan beraja.
b. Perkara tiga telah mengisytiharkan Islam adalah agama bagi Persekutuan
Malaysia
c. Walau bagaimanapun agama lain masih boleh diamalkan dengan aman damai
dalam mana-mana bagian persekutuan.
d. Penerimaan Islam sebagai agama resmi persekutuan ini membolehkan
kerajaan pusat atau kerajaan negeri menubuhkan, menyelenggara, dan
membantu pertubuhan-pertubuhan Islam. Berbagai bantuan disediakan
13
Ahmmad Mohammed Ibrahim. Pentadbiran Undang-Undang Di Malaysia. H. 11 14
Mahyudin Hj Yahya. Islam Dan Pembangunan Negara. Penerbit University Kebangsaan,
cet.1, h. 12 15
Shamsul Hamri Sulaiman. Perlembagaan Malaysia. Terbitan Marshall Cavendish
Education Malaysia SDN BHD2006, Cet. 1 h. 39
37
bertujuan untuk ini seperti peruntukan perbelanjaan bagi keperluan-keperluan
majlis-majlis keagamaan
e. Ketua agam Islam bagi tiap-tiap negeri ialah Sultan atau Raja manakala bagi
negeri yang tidak mempunyai Sultan atau Raja, ketua agama Islamnya ialah
yang DiPertuan Agong.
f. Perkara 11 memperuntukkan bahwa tiap-tiap orang berhak menganuti,
mengamalkan dan mengembangkan agama masing-masing tetapi penganut
agama lain tidak dibenarkan menyebarkan pegangan agamanya kepada orang
Islam.
g. Di setiap negeri di Malaysia, undang-undang Islam ditadbir menurut Enakmen
atau Ordinan Pentadbiran Agama Islam.
h. Perlembagaan Persekutuan dalam peruntukan senarai 2 (senarai negeri)
memperuntukkan bahwa Badan Perundangan Negeri mempunyai kuasa
menggubal perkara-perkara tentang undang-undang Islam dan menubuhkan
mahkamah syariah yang mempunyai kuasa keatas orang-orang Islam.
Jika dilihat pada ayat 3 diatas yang menyebut agama-agama lain
berhak menjalankan hukum agama masing-masing, masyarakat Islam lebih-lebih
lagi perlu menjalankan syariat agama Islam yang telah diwahyukan Allah di
dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.16
2. Bidang kuasa Mahkamah Syariah
16
Ibid, h.40
38
Dari sudut sejarah, Mahkamah Syariah telah dipinggirkan semasa
penjajahan British. Mahkamah Syariah telah direndahkan kedudukannya sehingga
menjadi mahkamah terbawah di dalam hierarki sistem keadilan semasa
pentadbiran British, terutamanya setelah British memperkenalkan Courts
Ordinance dalam tahun 1948. Sementara itu bidangkuasa mahkamah syariah telah
dikikis dan keperluan prasarana telah diabaikan. Layanan ke atas mahkamah
syariah adalah berbeza dengan mahkamah sivil.17
a. Mahkamah Syariah di Negeri-Negeri telah ditubuhkan di bawah Enakmen
Pentadbiran Agama Islam di Negeri-Negeri, selaras dengan Butiran 1 Senarai
II Jadual Kesembilan Perlembagaan Persekutuan. Penubuhannya juga disertai
dengan bidang kuasa eksklusifnya yang tersendiri, yang melibatkan tuntutan
ke atas kes-kes mal dan kasus jinayah setakat yang diperuntukkan dalam
Perlembagaan Persekutuan bagi orang-orang yang beragama Islam.18
Dalam melaksanakan bidang kuasa jinayahnya pula, mahkamah
Syariah pada peringkat awal, tidak diberi kuasa untuk menjatuhkan hukuman
sebat terhadap mana-mana orang yang telah disabitkan atas sesuatu kesalahan
jinayah Syariah. Ini adalah kerana berdasarkan kepada Muslim Courts (Criminal
Jurisdiction) Act 1965 [No. 23 of 1965 ], mahkamah Syariah pada masa itu, di
17
Kertas kerja Pelaksanaan Hukuman sebat Dalam Kes Jinayah Sariah: Cabaran dan
Halanagan. Oleh Zainul Rijal Abu Bakar 18
Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jinayah Syariah : Masalah dan penyelesaiannya
Oleh Mahamad Naser Bin Disa, Timbalan Ketua Bahagian Penyelidikan (Seksyen Syariah), Jabatan
Peguam Negara dengan dan kawan-kawan.Dibentangkan dalam Seminar Hukuman Sebat Jinayah
Syariah anjuran Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009.
39
bawah bidang kuasa jinayahnya, hanya mempunyai bidang kuasa untuk
mendengar dan memutuskan kes-kes jinayah Syariah yang melibatkan kesalahan-
kesalahan yang boleh dihukum dengan penjara tidak melebihi enam bulan dan
denda tidak melebihi seribu ringgit atau kedua-duanya.
b. Walau bagaimanapun, pada tahun 1986, suatu pindaan telah dibuat melalui
Akta A612, yang memberi kuasa kepada mahkamah Syariah untuk mendengar
dan menjatuhkan hukuman terhadap kesalahan jinayah Syariah yang boleh
dihukum dengan penjara tidak melebihi tiga tahun dan denda tidak melebihi
lima ribu ringgit atau hukuman sebat tidak melebihi enam kali sebatan atau
kedua-duanya. Terkini, Akta tersebut telah dikenali sebagai Akta Mahkamah-
Mahkamah Syariah (Bidang kuasa Jinayah) 1965 [Akta 355] dan bidang kuasa
yang melibatkan kesalahan-kesalahan yang dikenakan hukuman tersebut
dikekalkan.19
Dengan bidang kuasa yang diberikan tersebut, hukuman sebat telah
menjadi salah satu daripada hukuman terhadap beberapa kesalahan yang telah
diperuntukkan di bawah enakmen/ordinan/akta kesalahan jinayah Syariah di
Negeri-Negeri dan Wilayah-Wilayah Persekutuan.
19
ibid
40
Sebagaimana yang diperuntukkan oleh Perlembagaan Malaysia. Kuasa
Mahkamah Syariah adalah dibawah enakman negeri. Tetapi tidak melebihi apa
yang telah diperuntukkan.20
1. Sebagaimana dalam Perlembagaan Malaysia 1965.
Kuasa Mahkamah Syariah yang diperuntukkan oleh Perlembagaan
Malaysia 1965 adalah seperti berikut:21
a. Boleh membicara dan menghukum dengan hukuman penjara atau denda
ke atas orang Islam sahaja
b. Denda tidak melebihi RM1000.00 sahaja atau
c. 6 bulan penjara atau
d. Gabungan kedua-duanya (denda dan penjara)
e. (Pindaan)Perlembagaan Malaysia 1984
Kuasa Mahkamah Syariah yang diperuntukkan oleh Perlembagaan
Malaysia 1984 dengan pindaan adalah seperti berikut:
2. Boleh membicara dan menghukum dengan hukuman penjara atau denda ke
atas orang Islam sahaja22
a. Denda tidak melebihi RM5000.00 sahaja atau
b. 3 tahun penjara atau
c. Hukuman rotan tidak melebihi daripada enam kali sebatan atau
20
http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia. di unduh pada 21 december
2010. 16.09 wib. Laman ini diubah buat kali terakhir pada 00:28, 4 Disember 2010. 21
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.0 22
ibid
41
d. Gabungan ketiga-tiganya (denda, penjara dan rotan)
3. Enakmen dan Akta Kekeluargaan Islam di Malaysia
Undang-undang kekeluargaan Islam merupakan suatu akta bagi
mengkanun peruntukan-peruntukan tertentu undang-undang kekeluargaan Islam
mengenai perkahwinan, penceraian, nafkah, penjagaan dan lain-lain yang
berkaitan dengan kehidupan keluarga. Setiap individu di Malaysia boleh merujuk
kepada undang-undang kekeluargaan mengikut negeri masing-masing.23
D. Suasana Pemikiran dan Anutan Fikih Islam
Melihat pada pemikiran Islam di Malaysia terutama fikih, di Malaysia
bersandar pada Mazhab Ahlus Sunnah wal- Jamaah, atau lebih khusus, berta’lid
kepada mazhab yang empat, khususnya Mazhab Syafi’e. Tetapi telah timbul
permasalahan yaitu sekalipun lingkup fikih tradisional agak luas, tetapi tidak
membahas bidang siyasah (politik) kalau ada aspek poltik yang disentuh, lebih
menekankan kedudukan rakyat yang harus menaati pemerintah dan sultan, dan ini
yang menjadi satu pemikiran yang di pegang masyarakat, yaitu rakyat harus
menaati pemerintah untuk kesejahteraan umum.24
Permasalahan kedua yang ada yaitu meskipun banyak perpedoman
kepada hukum-hukum fikih, tetapi dalam banyak hal masih berkompromi dengan
23
Forum Feqh Perundangan dan Pengertian Jinayah. Diunduh pada 21 December 2010.
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.10;wap2. 24
Dr Abdul Rahan Hj Abdullah.pemikiran Islam Di Malaysia . terbitan Gema Insani Press, cet.1 Jakarta 1997, h. 49
42
hukum adat atau tradisi, dan memegang dengan kuat hukum yang ditentukan
penjajah, dan apa yang tertera pada perlembagaan (konstitusi) 25
.
Sebagaimana penulis dapati bahwa hukum pidana Islam tidak dapat
diberlakukan sesuai dengan aturan hukum Islam karena perlebagaan atau
konstitusi telah menetapkan aturannya dan aandeen belum pernah diberlakukan.
25
Dr Abdul Rahan Hj Abdullah.pemikiran Islam Di Malaysia ,h. 49
43
BAB IV
HUKUMAN CAMBUK DALAM MAHKAMAH SYARIAH
Melihat dari sejarah awal tanah Melayu syariat Islam telah
diberlakukan, tetapi apa yang terjadi setelah tanah Melayu dijajah sistem undang-
undangnya turut berubah. Di dalam perlembagaan telah ditetapkan bahwa agama
Islam adalah agama Persekutuan dan agama-agama lain juga boleh berlaku
sebagaimana kepercayaan masing-masing. Namun undang-undang Islam tidak
diberlakukan dengan menyeluruh, sebagaimana undang-undang Islam yang ada
ditanah Melayu sebelum penjajahan.
A. Wewenang Mahkamah Syariah
Sebelum Akta Parlimen 1965 Mahkamah Syariah (bidang kuasa
jenayah) pindaan 1984, Mahkamah Syariah seluruh Malaysia tidak mempunyai
bidang kuasa untuk mengenakan hukuman cambuk terhadap pesalah- pesalah
jenayah syariah dan apabila Akta tersebut dipinda mengikut pindaan Akta A612
dan digazet kuat kuasanya pada 1.1.1986 barulah Mahkamah Syariah seluruh
Malaysia mempunyai bidang kuasa yang lebih sedikit berbanding sebelumnya
iaitu diberi kuasa tiga tahun penjara, denda RM5000.00 ( Rp 13500000 )
mengikut perkiraan sekarang dan 6 1sebatan atau mana-mana kombinasi daripada
1 Pasal 2 Akta No. 355 tentang Mahkamah Syariah (Bidang Kuasa Jenayah) 1965 yang
diamandemen tahun 1984
44
hukuman tersebut. Jelas mahkamah syariah telah ditentukan wewenangnya, tanpa
diberi kebebasan sendiri.
1. Kategori Hukuman Sebatan
Di Malaysia, hukuman cambuk yang dikenakan sebagai suatu
hukuman bagi kesalahan jenayah wujud dalam tiga kategori seperti yang berikut:2
a. Hukuman cambuk bagi kesalahan jenayah yang dijatuhkan oleh
mahkamah sivil seperti kesalahan merogol di bawah seksyen 376 Kanun
Keseksaan [Akta 574], kesalahan mengedar dadah di bawah seksyen 39A
Akta Dadah Berbahaya 1952 [Akta 234] dan kesalahan memiliki senjata
api secara haram di bawah seksyen 8 Akta Senjata Api (Penalti Lebih
Berat) 1971 [Akta 37].
b. Hukuman yang diawardkan oleh Pegawai yang Menjaga di bawah
Peraturan-Peraturan Penjara 2000 [P.U. (A) 325/2000] (Peraturan Penjara)
kerana kesalahan yang dilakukan oleh seorang banduan di dalam penjara
seperti melarikan diri atau cuba melarikan diri di bawah subperaturan
123(b) Peraturan Penjara; dan
c. Hukuman bagi kesalahan jenayah yang dijatuhkan oleh mahkamah
Syariah iaitu di bawah enakmen/ordinan/akta kesalahan jenayah Syariah
Negeri-Negeri/Wilayah-Wilayah Persekutuan seperti kesalahan muncikari
di bawah seksyen 24, kesalahan persetubuhan luar nikah di bawah seksyen
2 Mahamad Naser Bin Disa Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jenayah Syariah:
Masalah dan penyelesaiannya, dibentangkan dalam Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah anjuran
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009.
45
25, kesalahan persetubuhan bertentangan dengan hukum tabii di bawah
seksyen 28 dan beberapa kesalahan lain yang terkandung dalam Enakmen
Jenayah Syariah (Negeri Selangor) 19953 [Enakmen 9 /1995].
4
Pelaksanaan setiap hukuman cambuk yang dijatuhkan bagi setiap
kategori tersebut hanya diberi kuasa kepada pihak penjara. Selain itu terdapat
prosedur khusus yang telah diperuntukkan oleh undang-undang dalam
melaksanakan hukuman cambuk yang telah dijatuhkan bagi setiap kategori
tersebut, prosedur-prosedur tersebut terkandung dalam undang-undang berikut:
1. Kanun Acara Jenayah [Akta 593] (KAJ);
2. Peraturan Penjara;
3. Enakmen/ordinan/akta tatacara jenayah Syariah di bawah model undang-
undang seragam yang telah diluluskan oleh Majlis Raja-Raja dan telah
dikuatkuasakan di kebanyakan Negeri dan Wilayah Persekutuan.5
Berdasarkan peruntukan-peruntukan yang dinyatakan di atas
pelaksanaan hukuman cambuk oleh pihak penjara hendaklah mematuhi prosedur-
prosedur yang telah ditetapkan mengikut mahkamah yang menjatuhkan hukuman
cambuk tersebut, dengan kata lain sekiranya sesuatu hukuman cambuk itu
dijatuhkan oleh mahkamah sivil bagi kesalahan jinayah yang berada di bawah
3 Enakmen Jenayah syariah (Negeri Selangor).
4 Mahamad Naser Bin Disa, opcit.
5 Enakmen Tatacara Jenayah Syariah (Negeri Selangor) 2003 [Enakmen 3/2003] (Enakmen
Tatacara Jenayah Syariah Selangor).
46
bidang kuasa mahkamah sivil, maka KAJ6 dirujuk bagi melaksanakan hukuman
cambuk tersebut.
Manakala sekiranya hukuman cambuk itu bagi kesalahan yang
dilakukan oleh banduan ketika berada di bawah penjagaan penjara maka prosedur
bagi pelaksanaan hukuman cambuk yang terpakai adalah sebagaimana yang
terkandung dalam Peraturan Penjara, begitu juga bagi kesalahan jinayah Syariah
yang dijatuhkan hukuman cambuk oleh mahkamah Syariah, prosedur yang
terpakai bagi melaksanakan hukuman tersebut adalah sebagaimana yang
terkandung dalam enakmen/ordinan/akta, melihat pada enakmen atau ordinan
bagi kesalahan yang dikenakan hukuman sebatan di mahkamah syariah jika
diteliti pemberlakuannya tidak dilaksanakan. 7
2. Jinayah Syariah Yang Membawa Hukuman Cambuk
Menurut enakmen kesalahan jenayah syariah negeri-negeri, kesalahan
jenayah syariah yang boleh dikenakan cambuk ialah kesalahan-kesalahan seksual
seperti mengadakan persetubuhan luar nikah atau zina, muqaddimah zina atau
perbuatan sebagai persediaan untuk melakukan persetubuhan luar nikah,
perbuatan sumbang mahram atau perhubungan muabbad dan ghair muabbad,
pelacuran, melacurkan isteri atau anak, muncikari, dan persetubuhan bertentangan
dengan hukum tabii (liwat dan musahaqah)8. Selain itu, kesalahan meminum
6 Kanun Acara Jenayah.
7 ibid
8 Musahaqah: Hubungan sejanis antara lelaki dan lelaki.
47
minuman yang memabukkan dan menyebarkan doktrin palsu juga adalah antara
kesalahan lain yang boleh dikenakan hukuman sebat.
Selain daripada peruntukan hukuman cambuk terhadap pelbagai
kesalahan yang diterangkan di atas, Akta l Enakmen Tatacara Jinayah Syariah di
negeri-negeri tersebut iaitu Wilayah Persekutuan, Pahang, Selangor, Perak dan
Sabah menyediakan peruntukan tentang kaedah dan cara bagaimana hukuman
cambuk rotan itu hendak dijalankan, namun begitu, sehingga kini, belum ada satu
negeri pun yang melaksanakannya.9
Kesalahan-kesalahan jinayah syariah yang membawa kepada hukuman
cambuk adalah berbeza antara satu negeri dengan negeri yang lain. Setelah
mencapai kemerdekaan hampir 53 tahun, tetapi masalah penyeragaman undang-
undang dan adanya beberapa perbezaan peruntukan yang terkandung di dalam
enakmen-enakmen atau akta undang-undang jinayah Syariah negeri-negeri di
Malaysia masih berlaku, ini adalah disebabkan banyak negeri yang tidak
memakai undang-undang seragam yang telah diluluskan oleh Majlis Raja-Raja
berkaitan dengan undang-undang kesalahan jinayah syariah.
Isu penyelarasan undang-undang syariah bagi negeri seluruh Malaysia
bukannya satu perkara baru dan banyak usaha telah dilaksanakan untuk
9 http://ppsm1.blogspot.com/2010_02_14_archive.html ,
laman rasmi PPSM. Ahli PPSM terdiri dari pegawai-pegawai kerajaan dalam skim perkhidmatan
Pegawai Syariah yang berkhidmat sebagai Pegawai di JKSM, Hakim Syar'ie, Pendaftar, Ketua
Pendaftar, Pegawai Penyelkidik, Pegawai Sulh dan Pegawai Bahagian Sokongan Keluarga (BSK) di
Mahkamah Syariah negeri-negeri, Seksyen Syariah di Jabatan Peguam Negara, Penasihat Undang-
undang (Syariah) negeri-negeri, Pendakwa Syarie negeri-negeri dan Peguam di Jabatan Biro Bantuan
Guaman.
48
menyeragamkan undang-undang syariah, namun sehingga kini ia masih belum
dapat mencapai matlamatnya, namun sebagaimana dinyatakan terdahulu walau
apapun kesalahan yang boleh membawa hukuman cambukhukuman
cambukmaksimum yang boleh dikenakan adalah tidak melebihi enam kali
sebatan.
Ketidak seragaman dari aspek hukuman yang dikenakan, sebagai
contoh di dalam kes melibatkan kesalahan menghina atau menyebabkan
dipandang hina agama Islam, seksyen 10 Enakmen Jinayah Syariah (Selangor)
1995 memperuntukkan hukuman denda tidak melebihi lima ribu ringgit atau
penjara tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya, manakala seksyen 7 Akta
Jinayah Syariah (Wilayah Persekutuan) 1997 menyatakan hukuman denda yang
sama tetapi penjara hanya tidak melebihi dua tahun atau kedua-duanya.10
Menunjukkan adanya ketidaksamaan undang-undang dari setiap negeri
terjadi, padahal adalah lebih baik undang-undang itu dibuat berseragam, umat
Islam tidak akan ragu-ragu, karena pasti ada timbul kekeliruan apakah negeri ini
menjalankan hukum Islam padahal melihat pada negeri lain tidak
menjalankannya.
10
Enakmen Jinayah Syariah (Selangor) 1995
49
B. Pelaksanaan Hukuman Cambuk Bagi Kasus Jenayah Syariah
1. Statistik yang dilakukan Timbalan Penguasa Penjara, Jabatan
Penjara, ketika mengadakan seminar berkisar Hukuman Sebat
Syariah.
Menurut statistik yang dibuat oleh Tuan Masran Muhamad,
pelaksanaan hukuman sebat rotan bagi jinayah syariah berbanding dengan dengan
kasus jinayah lain adalah 0.04% sahaja (bilangan pesalah jenayah syariah -6,
pesalah jenayah lain - 13,686). Setakat ini hanya enam (6) pesalah lelaki telah
dilaksanakan hukuman cambuk di bawah kesalahan jinayah syariah yaitu di
Penjara Pengkalan Chepa, Kelantan. Jumlah sebatan yang telah dilaksanakan
adalah dua puluh enam (26) sebatan. Berdasarkan statistik Jabatan Penjara
Malaysia pada 16 April 2009, terdapat 114 banduan yang sedang menjalani
hukuman penjara kerana kesalahan di bawah jenayah syariah dan semuanya tidak
melibatkan hukuman sebat rotan. 11
Pelaksanaan hukuman Bagi pesalah jenayah, hukuman sebat
dilaksnakan oleh mana-mana pegawai cambuk yang dilantik oleh Komisioner
Jeneral Penjara, manakala bagi pesalah cambuk jenayah syariah hanya dilakukan
oleh Pegawai Sebat Rotan yang beragama Islam
11
Tuan Masran bin Muhamad, Timbalan Penguasa Penjara, Jabatan Penjara Malaysia.
berjudul, Peranan Institusi Penjara dalam Pelaksanaan Hukuman Sebat bagi kes Jenayah Syariah. Di
Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah di Pusat Konvensyen Antarabangsa Putrajaya (PICC) pada
23 April 2009
50
C. Akta Hukuman Cambuk Bagi Negeri Selangor
Disini penulis membawakan undang-undang cambuk yang dikenakan
di propinsi Selangor, hampir menyamai semua peruntukan cambuk di negeri-
negeri dalam Malaysia.
1. Selangor: (Enakmen Jinayah Syariah (Selangor) 12
NEGERI AKTA/
ENAKMEN/
ORDINAN
JENIS-JENIS
KESALAHAN
HUKUMAN
Selangor Enakmen
Jenayah Syariah
(Selangor)
1. Doktrin Palsu (Sek13
. 7)
2. Mencemarkan Tempat
Ibadat (Sek. 11)
3. Sumbang Mahram (Sek.
22)
4. Melacurkan Diri @
Isteri (Sek. 23)
5. Muncikari (Sek. 24)
6. Persetubuhan Luar
Nikah (Sek. 25)
7. Persediaan Persetubuhan
Luar Nikah
RM 5,000.00
@ penjara
tidak melebihi
3 tahun @
sebat tidak
melebihi 6
kali
@ mana-mana
kombinasi
12
Enakmen no. 9 tahun 1995
13
Sek: syeksen
51
(Sek. 26)
8. Persetubuhan
Bertentangan Dengan
Tabii (Sek. 28)
D. Penilaian Efek Jera Sebatan Di Mahkamah Syariah dan Hukum Islam
1. Pandangan jabatan penjara berhubung pelaksanaan hukuman cambuk bagi kes
jinayah syariah,
Jabatan Penjara Malaysia berpandangan bahawa keberkesanan
hukuman cambuk di bawah jinayah syariah amat ringan berbanding dengan
kesalahan jinayah lain, dari aspek pelaksanaan hukuman cambuk bagi pesalah
jinayah syariah, Jabatan Penjara tidak mengalami sebarang masalah kerana semua
bentuk hukuman cambuk telah diajar kepada pegawai yang melaksanakan
cambuk. Di samping itu, apabila terdapat hukuman yang melibatkan sebatan rotan
di bawah Enakmen Tatacara Jinayah Syariah ia akan dirujuk kepada Bahagian
Keselamatan, Ibu Pejabat Malaysia agar tiada sebarang kesilapan semasa
pelaksanaan.14
Ibu pejabat penjara Malaysia (Bahagian Keselamatan) sentiasa
memantau kes-kes jinayah syariah untuk memastikan ianya dilaksanakan
14
Tuan Masran bin Muhamad, Timbalan Penguasa Penjara, Jabatan Penjara Malaysia.
berjudul, Peranan Institusi Penjara dalam Pelaksanaan Hukuman Sebat bagi kes Jenayah Syariah. Di
52
mengikut Enakmen Tatacara Jinayah Syariah negeri-negeri yang berkaitan,
jabatan penjara Malaysia perlu mengambil langkah yang lebih berhati-hati dalam
melaksanakan hukuman cambuk di bawah Enakmen Tatacara Jinayah Syariah
kerana ia melibatkan tatacara yang berbeda di antara sebuah negeri dengan negeri
yang lain.
Kebersanan dalam hukuman cambuk di mahkamah syariah ini bagi
penulis adalah amat kurang mendapat efek jeranya, apa yang dapat penulis tinjau
seperti yang dikomentari oleh Jabatan Penjara Malaysia, yaitu perjalanan
sepanjang melakukan hukuman sebatan telah dilakukan dengan teliti dan
mengikut syarat yang telah ditetapkan adalah suatu yang bagus, tetapi bagi
penulis lebih baik lagi jika dilakukan dengan Hukum Islam yang benar agar lebih
terkesan.
Yang penulis ingin utarakan yaitu sekiranya hukum Hudud
dilaksanakan dengan sepenuhnya jinayah-jinayah Hudud seperti meminum arak,
berzina dan mencuri yang semakin menjadi-jadi sekarang semestinya
berkurangan, ini kerana hukuman-hukuman ini akan memberi kesan yang
mendalam kepada pelaku tersebut dari segi mental dan fizikal, selain dari
menerima sebatan, mereka juga bisa merasa malu terhadap masyarakat,
berbanding hukuman-hukuman yang dikenakan sekarang, hukuman ini seolah-
olah tidak memberi kesan yang diharapkan.
53
Hukuman yang berbentuk denda atau penjara sebulan dua itu juga
tidak menakutkan mereka untuk mengulangi perbuatan sama, manakan tidak
hukuman ini boleh disepadukan atau diberlakukan satu sahaja, karena peruntukan
berkenaan menggunakan perkataan ‘boleh dihukum’ yang tidak mengikat
mahkamah menjatuhkan hukuman mengikut turutan seperti dalam peruntukan,
Seksyen itu juga menggunakan perkataan ‘atau’ yang diartikan sebagai pilihan.
2. Pengakuan dari pesalah yang dikenakan sebatan di Selangor.
Negeri Selangor pernah melakukan sebatan keatas pesalah wanita yang
melakukan persetubuhan haram, hukuman itu dijalankan secara tertutup mengikut
undang-undang (seksyen) 125(4) Enakmen Tatacara Jinayah Syariah no. 8 Tahun
2002, orang ramai tidak dibenar menyaksikan pelaksanaan hukuman disebat,
yaitu pemberlakuan hukuman cambuk itu hanya berlaku di dalam penjara, dan
dikenakan enam sebatan atau kurang mengikut budi bicara hakim yang
memutuskan perkara, namun hasil wawancara dari liputan akhbar, wanita-wanita
tersebut menyatakan kekesalan mereka dan betapa hukuman yang mereka terima
berkesan dihati, melihat dari sini betapa hukuman sebatan itu ada hikmahnya.15
Bagaimana pula hukuman yang diberlakukan di khalayak ramai, dari
segi pengamatan penulis melihat pada hikmah cambuk dalam Islam pasti akan
memberi kesan bukan hanya pada pesalah tetapi juga penonton yang mana
beragama Islam umumnya, hukuman itu untuk mengembalikan rasa malu yang
15
54
telah hilang dari diri si pelaku dan untuk memberi pengajaran dan rasa gerun
dihati penonton, agar tidak turut mengulangi perbuatan yang sama.
Malu itu merupakan bagian dari hukuman yaitu hukuman moral
psikologis karena si pelaku perbuatan zina pada waktu melakukan zina tersebut
sudah tidak beriman dan tidak punya rasa malu, jadi mempermalukan merupakan
hukuman moral psikologis dan berdampak sosial yang efektif untuk preventif atau
mencegah terulangnya kembali perbuatan zina dalam masyarakat, karena
pelaksanaan eksekusi hukuman had zina yang disaksikan orang banyak16
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
””
artinya: Dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (Surah An-Nur : 2)
Ayat di atas menganjurkan pelaksanaan itu di saksikan orang banyak,
mengenai jumlahnya orang yang menyaksikan pelaksanaan hukuman had itu bervariasi,
ada yang mengatakan dua, tiga, empat, tujuh, dan lebih dari itu bahkan ada yang
mengatakan sepuluh orang.
Riwayat Bukhari:
“Tidak akan berzina orang yang berzina apabila ia beriman ketika ia
melakukanperbuatan zina”
Bukankah orang yang melakukan perbuatan zina itu pada waktu
melakukannya tidak punya rasa malu dan tidak punya iman, karena orang yang
16 DR. Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, h.105.
55
punya rasa malu dan punya iman yang lebih kuat dari hawa nafsunya maka dia
tidak akan melakukan perbuatan zina,
dan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari17
Dari abu mas’ud Uqabah bin Amru al-anshari al-Badri RA berkata:
rasulullah SAW bersabda: perkataan kenabian yang pertama yang diterima oleh
manusia adalah: apabila kamu tidak mempunyai rasa malu maka lakukanlah apa
yang kamu maui”
Tafsir hadis ini menjelaskan bahwa sifat malu itu terpuji, dan amat
diperintahkan syara’, orang yang sihat akalnya menyukai rasa malu rasa malu
menghiasi diri sesorang, sebaliknya tanpa rasa malu membuat buruk dirinya,
orang yang tidak memiliki rasa malu bearti kehilangan banyak kebaikan, apabila
orang tidak mmilki rasa malu, maka ia tidak mempunyai sesuatu yang dapat
mendorongnya untuk berbuat baik dan berakhlak mulia serta menjauhkanhya dari
kekuasaan nafsu amarah dimana saja dan kapan saja,18
dan Allah taa’la memberi
balasan terhadap semua perbuatan manusia.
17
Syaikh Abdullah bin Shaleh al –Muhsin, Hadis Arba’in An-Nawawiyah, Terbitan Darut
Tarbiyah 2008, cet. 2, h.89 18
Ibid, h. 90
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah di paparkan dari beberapa bab dalam
pembahasan skripsi yang menekankan judul Studi Tentang Hukuman Cambuk (Di
Malaysia (Suatu Tinjauan Hukum Pidana Islam) maka apa yang dapat diambil dan
dapat memberi beberapa kesimpulan sebagai berikut;
1. Islam telah tersebar di Tanah Melayu, ajaran dan amalannya telah diguna
pakai masyarakat Tanah Melayu seperti undang undang Islam yang dapat
dilihat di dalam hukum kanun melaka, ini menunjukkan bahwa ketika itu
masyarakat sudah dapat menilai undang undang dan peradilan yang mampu
membawa kesejahteraan kepada manusia.
2. Hukum Kanun Melaka yang berisikan undang-undang Islam ini amat sesuai
diguna pakai sebagai kompilasi undang-undang Islam bagi rujukan dan
panduan ngeri-negeri lain pula dalam mengadakan undang-undang Islam.
Dilihat dari sejarah setelah hukum Kanun Melaka ini ada di propinsi lain
mengambil Kanun Melaka sebagai rujukan sehinggalah terjadi penjajahan
yang telah merubah Tanah Melayu.
3. Ketika Tanah Melayu dijajah, berlakulah perubahan dalam perundang-
undangan, pada tahun 1937 undang-undang Inggeris makin kokoh manakala
57
undang-undang Islam sendiri makin terancam. Ketika ini Peradilan Agama
atau Mahkamah Syariah mula dikurangkan kewenangannnya padahal
Mahkamah Syariah merupakan simbol yang menjalankan hukum Islam, dan
seharusnya pejabat atau lembaga yang menjalankan undang undang Islam ini
membuat usul dan bertegas dalam mencapai kata sepakat bersama pemerintah
menjalankan hukum Islam dengan adil.
4. Hukum Hudud yang ditetapkan Allah ini bukan untuk menyusahkan manusia
tetapi banyak efek jeranya yang akan membuatkan diri manusia lebih
menghormati manusia lain. Di dalamnya terdapat hikmah dan rahmat Allah.
Dan dengan cabaran umat sekarang ini maka patutlah kita kembali kepada Al-
Quran dan Hadis.
5. Polemik yang berlaku dalam kasus hukuman sebat dipandang kejam adalah
karena kurangnya pemahaman malah penghayatan disebalik hukuman itu,
malah terjadi dikalangan muslim sendiri, jika ini berlaku di kalangan non-
muslim akan lebih merasa bahwa hukum Islam itu keras, dan menjadi peranan
bagi kerajaan, malah media yang sedang berkembang luas untuk menyebar
dan menyampaikan kepahaman yang sebenar.
B. Saran
1. Perlu diberikan kewenangan kepada Parlimen bagi propinsi maupun DUN
yang mewakili propinsi agar dapat bersama dalam menetapkan undang-
undang, dan seharusnya tidak mengenepikan Syariat.
58
2. Pentingnya ada pemersatuan ulama’ dan para cendikiawan dalam
mengenalkan masyarakat tentang hukum Islam yang sebenarnya. Dan
mendukung kerajaan dengan menyebar dan menerangkan arti sebenar hukum
Islam yang ingin di berlakukan.
3. Mahkmah Syariah maupun lembaga yang menjalankan Hukum Islam haruslah
mempunyai wewenang yang penuh dalam menjalankan hukum agama.
59
DAFTAR PUSTAKA
Al-quran al karim.
Abu Habib, Sa’di. Ensiklopedi Ijma’ (Persepakatan Ulama’ Dalam hukum Islam).
(Jakarta 1987) cet 1.
Ahmed An-Naim, Abdulahi. Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan Sipil, Hak
Asasi Manusia dan Hubungan Internasional Dalam Islam. (Yogyakarta,
LKIS, 2004) Cet ke 4.
Al-Banna, Imam Hassan. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, (Pena Pundi Aksara 2006)
Cet. 1
Ahmad Wardi, Muslich. Hukum Pidana Islam. Terbitan sinat Grafikamaret 2005 , cet
2 december 2005.
……………….. Pengantar dan asas hukum pidana Islam fikih jinayah. Terbitan
Sinar Grafika 2004 , cet. 1.
Al- Haddad, Muhammad ‘Aashim. Kejamkah Hukum Islam. Lahor. 1959. Cet.1
Abu Bakar, Zainul Rijal. Kertas kerja Pelaksanaan Hukuman sebat Dalam Kes
Jenayah Sariah: Cabaran dan Halanagan.
Al – Khin, Dr. Mustofa. Al-Bugho, Dr. Mustofa. Asy- Syarbaji, Ali. Kitab Fikih
Mazhab Syafi’e. jilid 8. Pustaka Salam Sdn Bhd 2005. Cet. 1
Abduh Malik, DR. Muhammad. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP.
Penerbit Bulan Bintang Jakarta 2003. Cet. I.
Abdullah, Dr Abdul Rahan Hj.pemikiran Islam Di Malaysia . terbitan Gema Insani
Press, cet.1 Jakarta 1997,
Disa, Mahamad Naser, Pelaksanaan Hukuman Sebat dalam kes Jenayah Syariah :
Masalah dan penyelesaiannya. Kertas kerja yang dibentangkan dalam
Seminar Hukuman Sebat Jenayah Syariah anjuran Jabatan Kemajuan Islam
Malaysia (JAKIM) pada 23 April 2009, oleh timbalan Ketua Bahagian
Penyelidikan (Seksyen Syariah), Jabatan Peguam Negara dengan kerjasama
Tuan Haji Abdul Walid bin Abu Hassan, Tuan Abas bin Nordin, Cik Noor
Huda binti Roslan dan Puan Fariza Milaqurshiah binti Mahmud
60
Hanafi, Ahmad. Asas- Asas Hukum Pidana. Jakarta, (penerbitan bulan Jakarta 1993)
Cet 5.
haji ya’kub, Abd monir. Perkembangan Perundangan Islam.Penerbitan sarjana (M)
Sdn Bhd 1985, cetakan pertama.
Haji Yahya, Mahyudin. Islam Dan Pembangunan Negara, (Penerbit University
Kebangsaan Malaysia1986). Cetakan pertama
Hasim, Moh E. Kamus istilah Islam. Penerbit Pustaka (bandung 1987). Cet 1.
Hajjaj Al- Qusairi An- nisaburi, Al- Imam Abi Husain Muslim Bin, Shahih Muslim,
mansurah, darul kutub al-ilmiah, Beirut, Lubnan.
Ishak, Dr Hj Abdullah. Islam Di Nusantara. (khususnya di tanah Melayu). Terbitan
Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri Dengan Izin Al-
Rahmaniahah, cet,2 1992
Ibrahim, Ahmad. Hukum Islam di Malaysia. (Terbitan Bahagian Hal Ehwal Islam
Jabatan Perdana Menteri kuala lumpur 1992.) Cet pertama.
Ibrahim, Ahmad mohammed. Pentadbiran Undang-Undang Di Negeri Malaysia,
Terbitan Institute Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) 1997, cet. 1
Ismail, Siti Zubaidah, “Dalam Melaksanakan Hukuman Cambuk Rotan Terhadap
Kesalahan Jenayah Syariah, khusus di negeri Kelantan
Mulia, warman. konsistensi pelaksanaan hukuman cambuk pada peradilan
islam kota banda aceh. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. 2008.
Muhammad, Dato’ HJ Daud (dato’ Aria D’raja, hukuman Sebat Dalam Kes Jinayah
Syariah, dibentangkan pada seminar sehari Seminar Hukuman Sebat Jenayah
Syariah di Pusat Konvensyen Antarabangsa Putrajaya (PICC)
Masran, Tuan. Peranan Institusi Penjara Dalam Perlaksanaan Hukuman Sebat Bagi
Kes Jenayah Syariah.
Muhammad Bakar, Ismail. Al- Fiqh Al –Wadih, Penerbit Berlian Publications SDH
BHD 2008, cet. 1
61
Nasohah, Zaini. Pentadbiran Undang-Undang Islam Di Malaysia Sebelum Dan
Menjelang Merdeka. Percetakan Cergas (M) Sdn Bhd 2004. Cet. pertama.
Rasid, Sulaiman. Fiqh Islam. Sinar Baru Algeisindo 2007. Cet 40.
Sunggono, Bambang,SH, M.S. Metodologi penelitian hukum. Jakarta PT Raja
Grafindo Persada, 2003.Cet 6
Shaleh al –Muhsin, Syaikh Abdullah. Hadis Arba’in An-Nawawiyah. Terbitan Darut
Tarbiyah 2008, cet. II
Sulaiman, Shamsul Hamri. Perlembagaan Malaysia. Terbitan Marshall Cavendish
Education Malaysia SDN BHD 2006. Cet. 1
Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. Fikih imam syafi’i. Terbitan Al- Mahira 2010. Cet. 1
Enakmen No.9 tahun 1995. Jenayah syariah (Negeri Selangor).
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Penerbit PT Kharisma Ilmu. Jilid III
WEBSITE
http://ms.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syariah_di_Malaysia. di unduh pada 21
december 2010. 16.09 wib.
http://sites.google.com/site/hukumjenayah/hukum-sebat-mengikut-islam. di unduh
pada 24/10/2010. Disusun oleh : Haji Daud B. Haji Muhammad, Ketua
Penyelia Agama, Kelantan.Terbitan : Jabatan Hal Ehwal Ugama Islam
Kelantan.
http://halaqah.net/v10/index.php?topic=7538.10;wap2. Forum Feqh Perundangan dan
Pengertian Jenayah. Diunduh pada 21 December 2010.
http://www.islamgrid.gov.my/articles/law/jenayah-pengertian-hukum.php
http://aferiza.wordpress.com/2009/05/08/hukuman-cambuk-kes-syariah-sivil perlu-
diselaraskan/.
http://datomuhdasri.blogspot.com/2010/08/pelaksanaan-hukuman-sebatan-di-
mahkamah.html. oleh Dato' Haji Muhamad Asri. Pelaksanaan Hukuman
Sebatan Di Mahskamah Syariah (Part 1) Friday, August 20, 2010
62