studi populasi dan habitat kakatua-kecil jambul- … · abstrak iqbal ali akbar studi populasi dan...

28
STUDI POPULASI DAN HABITAT KAKATUA-KECIL JAMBUL- KUNING (Cacatua sulphurea abbotti Oberholser,1917) DI KEPULAUAN MASALEMBU, MADURA IQBAL ALI AKBAR DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: ngokien

Post on 20-Mar-2019

242 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

STUDI POPULASI DAN HABITAT KAKATUA-KECIL JAMBUL-

KUNING (Cacatua sulphurea abbotti Oberholser,1917)

DI KEPULAUAN MASALEMBU, MADURA

IQBAL ALI AKBAR

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Populasi dan

Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti,Oberholser

1917) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Iqbal Ali Akbar

NIM E34110104

ABSTRAK

IQBAL ALI AKBAR Studi Populasi dan Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning

(Cacatua sulphurea abbotti, Oberholser 1917) di Kepulauan Masalembu, Madura .

Dibimbing oleh JARWADI BUDI HERNOWO dan DEWI MALIA

PRAWIRADILAGA

Cacatua sulphurea abbotti adalah subspesies dari Kakatua-kecil Jambul-

kuning (Cacatua sulphurea) sekarang hanya berada di pulau Masakambing,

kepulauan Masalembu. Kondisi populasi dari Subspesies ini sangat

mengkhawatirkan dan terancam kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk

memperkirakan populasi Kakatua-kecil Jambul-kuning dan menganalisis

habitatnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2015 dengan

menggunakan metode Counsentration count dan menghitung populasi di pohon

tidur untuk memperkirakan populasi kakatua jambul kuning, Petak ukur tunggal

untuk analisis habitat dan kajian literatur dan wawancara digunakan untuk

memperoleh data tambahan tentang peran masyarakat. Jumlah kakatua jambul

kuning diamati pada Mei-Juni 2015 adalah sebanyak 19 individu, Namun di

Oktober 2015 Yayasan Konservasi Kakatua Indonesia menghitung 21 kakatua

jambul kuning. Kapuk Randu (Ceiba pentandra) adalah pohon dengan

penggunaan tertinggi oleh kakatua dan memiliki indeks nilai penting tertinggi .

Kata Kunci: Cacatua sulphurea abbotti, kakatua-kecil jambul-kuning, pulau

masakambing

ABSTRACT

IQBAL ALI AKBAR Population Study and Habitat Of Yellow-Crested Cockatoo

(Cacatua sulphurea abbotti, Oberholser 1917) At Masalembu Archipelago,

Madura. Supervised by JARWADI BUDI HERNOWO and DEWI MALIA

PRAWIRADILAGA

Cacatua sulphurea abbotti is a subspecies of yellow-crested cockatoo

(Cacatua sulphurea) now only found on the island of Masakambing, Masalembu

archipelago. The population conditions of this Subspecies have been declining and

at risk of extinction. This study aims to estimate current population of yellow-

crested cockatoo and analyze its habitat. The study was conducted in May and

June 2015 using consentration count method and count the population in the

sleeping trees for estimating the population of yellow-crested cockatoo. Single

sample plot for habitat analysis and literature review and interviews were used to

obtain additional data about the management. The number of yellow-crested

cockatoo observed in May-June 2015 was as many as 19 individuals. However in

October 2015 Yayasan Konservasi Kakatua Indonesia observed 21 yellow-crested

cockatoo. Kapok (Ceiba pentandra) are trees with the highest use by cockatoos

and had the highest importance value index.

Key Word: Cacatua sulphurea abbotti, masakambing island, yellow-crested

cockatoo

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

STUDI POPULASI DAN HABITAT KAKATUA-KECIL JAMBUL-

KUNING (Cacatua sulphurea abbotti,Oberholser 1917)

DI KEPULAUAN MASALEMBU MADURA

IQBAL ALI AKBAR

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah Studi Populasi dan

Habitat Kakatua-Kecil Jambul-Kuning (Cacatua sulphurea abbotti, Oberholser

1917) di Pulau Masakambing, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing saya Bapak Dr. Ir.

Jarwadi Budi Hernowo, M.ScF dan Ibu Dr. Ir. Dewi Malia Prawiradilaga M.Sc

yang telah banyak memberi saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Bapak Upik sekeluarga atas bantuannya selama penulis melakukan

penelitian. Terima kasih pula disampaikan kepada bapak Usman Daeng Mangung

yang telah membantu dalam pengumpulan data di lapangan. Selain itu, kepada

masyarakat di dusun Ketapang, pulau Masakambing yang memberikan banyak

informasi terkait keberadaan Kakatua-kecil Jambul-kuning yang terdapat di pulau

Masakambing Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Keluarga

KSHE48 yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi. Terimakasih juga

kepada Siti Tri Rahayu R atas motivasi yang telah diberikan selama penyelesaian

penulisan ini. Terakhir kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga tercinta, terima

kasih banyak atas segala dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Iqbal Ali Akbar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 2

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil 5

Pembahasan 10

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Kakatua-kecil Jambul-kuning ditemukan berdasarkan hasil

pengamatan 6

2 Indeks Nilai Penting jenis pohon dan palem di lokasi penelitian 7

3 Frekuensi penggunaan jenis sumberdaya oleh kakatua 9

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi pembuatan petak tunggal 3

2 Kakatua bertengger di kebun kelapa (a), Ekosistem Kebun

masyarakat (b),Kakatua yang sedang bertengger di area kebun (c) 7

3 Pohon kelapa untuk tidur kakatua (a), Pohon mati yang digunakan

untuk sarang (b) 8

4 Kelompok Kakatua-kecil Jambul Kuning 10

5 Pasangan kakatua yang sedang menggali lubang sarang 11

6 Penggunaan jenis pohon sebagai sarang (a),Penggunaan lubang

pohon mati (b) Pohon Kapuk sebagai pohon sarang 13

7 Pembuatan pengaman pohon untuk menghalangi Biawak dan

Tikus naik ke lubang sarang 14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung Cacatua sulphurea abbotti merupakan anak jenis Kakatua-kecil

Jambul-kuning (Cacatua sulphurea) yang kini hanya tersisa di pulau

Masakambing, kepulauan Masalembu (Nandika et al, 2013). Kakatua-kecil

Jambul-kuning (Cacatua sulphurea), merupakan burung berukuran sedang yang

memiliki warna dominan putih dan memiliki jambul berwarna kuning atau jingga,

juga memiliki warna kuning atau jingga di pipinya kecuali untuk anak jenis

abbotti. Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea) terdiri dari empat anak

jenis yang memiliki karakteristik dan cirinya tersendiri. Anak jenis tersebut

tersebar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Timor Leste dan Kepulauan

Masakambing. Cacatua sulphurea sulphurea, merupakan anak jenis yang

tersebar di pulau Sulawesi. Cacatua sulphurea citrinocristata, merupakan anak

jenis yang endemik dan tersebar di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Cacatua

sulphurea parvula, merupakan anak jenis yang persebarannya paling luas yaitu

meliputi Nusa Penida (Bali), Lombok, Seluruh kepulauan Nusa Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur serta Timor leste.

Sub-spesies abboti merupakan kakatua yang memiliki jumlah populasi

terkecil yang tersisa di habitat alaminya dengan kondisi habitat yang sempit.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan

Satwa Liar, burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindungi. Cacatua

sulphurea juga masuk ke dalam Appendiks I dalam Convention on International

Trade in Endangered Species of Fauna and Flora (CITES).

Penurunan jumlah populasi kakatua sub-spesies abbotti secara drastis terjadi

hingga tahun 1990-an. Penurunan populasi tersebut diakibatkan oleh perburuan

oleh masyarakat pendatang karena jenis ini dianggap memiliki nilai jual yang

tinggi. Menurut Birdlife International (2001) Subspesies abbotti kini bertahan

dengan populasi yang kritis di tengah habitat yang terisolasi di tengah laut Jawa.

Menurut Setiawan et al.(2001) dalam Nandika et al (2013), anak jenis abbotti

pada tahun 2001 hanya tersisa 5 ekor di habitat alaminya. Namun pada tahun 2013

menurut Nandika & Agustina (data KKI) dalam Nandika et al. (2013) pada kurun

waktu 13 tahun jumlah tersebut telah mengalami peningkatan sebanyak 17 ekor.

Pulau Masakambing di kepulauan Masalembu yang merupakan habitat

Cacatua sulphurea abbotti yang masih tersisa setelah hilangnya habitat alami di

pulau Masalembu di kepulauan tersebut. Kepulauan Masalembu terletak di tengah

laut Jawa dan memiliki jarak yang cukup jauh antar pulaunya menyebabkan tidak

adanya aliran genetik dari spesies Cacatua sulphurea dari habitat kakatua lainnya

yang menjadikan spesies ini terisolasi.

Kondisi populasi Sub-spesies abboti sangat mengkhawatirkan dan beresiko

terhadap kepunahan. Hal ini disebabkan populasi kakatua yang kecil, habitat yang

terpisah jauh di tengah laut serta kemampuan menyebar yang lemah dari spesies

ini sehingga tidak dapat berpindah dan berkembang ke lokasi yang lebih layak

(Indrawan et al. 2007). Oleh karena itu perlu dilakukannya pendugaan ulang

populasi kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti) serta

2

pengkajian kondisi habitat alamiahnya untuk mendukung upaya konservasi dan

perbaikan kondisi populasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menduga jumlah populasi kakatua-kecil jambul-kuning

2. Menganalisa habitat kakatua-kecil jambul-kuning

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar pengembangan populasi

dan pengambilan kebijakan terkait pegelolaan kakatua-kecil jambul-kuning sub-

spesies abbotti yang masih tersisa di alam dalam jumlah yang sangat kecil.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian mengenai Populasi dan Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning

dilakukan di Pulau Masakambing, Kepulauan Masalembu Kabupaten Sumenep,

Jawa Timur . Pengamatan dan pengumpulan data di Pulau Masakambing

dilakukan pada bulan Mei - Juli 2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain alat tulis,

binokuler, alat penunjuk waktu, Kamera, Global Positioning System, Peta Lokasi,

serta pita ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Kakatua-kecil Jambul-

kuning dan habitat yang terdapat di Pulau Masakambing, Kepulauan Masalembu.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan jenis data primer dan

sekunder. Data primer merupakan data yang diambil sekaligus diolah oleh peneliti

bersangkutan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diambil dan diolah

oleh peneliti lain yang digunakan sebagai data tambahan dalam penelitian ini.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

Studi pustaka

Studi Pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data mengenai

populasi dan habitat dari Kakatua-kecil Jambul-kuning yang bersumber dari

peneliti sebelumnya. Data tambahan juga dapat diperoleh dari pihak yang terkait

dengan upaya konservasi Kakatua-kecil Jambul-kuning.

3

Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling

kepada masyarakat dan tokoh yang mengetahui dan memiliki pengetahuan

berkaitan dengan pelestarian dan perusakan baik populasi maupun habitat

kakatua. Hal ini berkaitan dengan pendugaan kesesuaian habitat serta faktor

penentu jumlah populasi tersisa.

Data vegetasi dan komponen habitat

Pengambilan data vegetasi menggunakan metode petak tunggal. Metode

Petak tunggal dibuat pada lokasi vegetasi yang digunakan oleh kakatua, setelah itu

dibuat petak lainnya dengan ukuran yang sama pada empat sisi petak pusat

dengan jarak 20 meter dari petak pusat (Yusran 2015). Menurut Soerianegara dan

Indrawan (1980) dalam Fachrul (2008), Analisis Vegetasi dalam ekologi

tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan struktur tumbuhan.

Petak sampling mengikuti lokasi perjumpaan kakatua dan dilakukan pengambilan

data dengan metode petak tunggal dengan petak berukuran 20x20 meter untuk

tingkat pohon, dengan petak yang lebih kecil didalamnya dengan ukuran 10x10

meter pada tingkat tiang dan 5x5 pada tingkat pancang, sedangkan untuk tingkat

semai menggunakan petak berukuran 2x2 meter (Gambar 1). Data yang diambil

adalah data jenis, tinggi, diameter dan jumlah pada tingkat pohon. Data jenis dan

jumlah pada tingkat tiang, pancang, dan semai.

Gambar 1 Ilustrasi pembuatan petak tunggal

Data habitat yang diambil adalah data berkaitan dengan fungsi habitat dari

Kakatua-kecil Jambul-Kuning. Data ini berupa titik koordinat pohon yang

digunakan oleh kakatua, pohon pakan, dan pohon sarang serta jumlah waktu dan

pola penggunaannya oleh Kakatua-kecil Jambul-kuning. Pola penggunaan habitat

oleh kakatua diambil menggunakan metode Focal Animal Sampling (Altmann

1974), yaitu dengan cara menetapkan satu individu, sepasang atau satu kelompok

satwa yang dicatat frekuensi perilaku harian dan penggunaan habitatnya.

Populasi

Penghitungan populasi Kakatua-kecil Jambul-kuning menggunakan metode

Consentration count, dengan anggapan satwa akan berkumpul pada lokasi tertentu

pada satu waktu (Alikodra 1980 dalam Fachrul 2008). Menurut Gitta (2011),

4

Kakatua-kecil jambul kuning hidup berpasangan dan berkumpul menjadi

kelompok-kelompok kecil, maka dari itu metode ini sesuai apabila digunakan

pada kakatua-kecil jambul-kuning. Adapun rencana lokasi titik pengamatan

diambil berdasarkan informasi konsentrasi kakatua yang berada di lokasi yang

berdekatan dengan lokasi kegiatan manusia seperti kebun kelapa, ladang dan

perumahan warga.

Prosedur Analisis Data

Populasi

Jumlah populasi diketahui dari jumlah seluruh individu yang dihitung pada

seluruh titik hitung yang telah ditentukan ( Fachrul 2008), jumlah terbanyak dari

seluruh pengamatan di anggap sebagai jumlah individu yang teramati dalam

lokasi penelitian.

Data habitat dan vegetasi

Analisis vegetasi untuk mendeskripsikan komposisi spesies dengan

menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kerapatan Suatu Spesies (K) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Kerapatan Relatif (KR) = 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠

𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠𝑥 100%

Frekuensi Suatu Spesies (F) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒

𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑙𝑜𝑡𝑥100%

Frekuensi Relatif (FR) = 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖𝑥100%

Dominansi Suatu Spesies (D) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑥100%

Dominansi Relatif (DR) = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠

𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠𝑥100%

Indeks Nilai Penting ( INP ) = KR+FR+DR

Setelah dilakukan analisis terhadap vegetasi dilakukan analisa deskriptif

terhadap penggunaan habitat dari lokasi yang telah dianalis secara kuantitatif

menggunakan analisis vegetasi. Analisis deskriptif dari hasil penandaan pohon

yang digunakan oleh kakatua serta sumber mata air. Selain itu juga dilakukan

analisis terhadap penggunaan pohon dan habitat lainnya untuk aktivitas makan,

bersarang, tempat berlindung dan aktivitas lainnya yang didapat menggunakan

metode Focal Animal Sampling. Analisisnya berupa jumlah persentase pemakaian

sumberdaya tertentu oleh kakatua dan dideskripsikan seberapa besar persentase

kepentingan penggunaannya oleh kakatua. Adapun rumus yang digunakan dalam

penghitungan persentase penggunaan habitat menurut Yuniar (2007) adalah

sebagai berikut :

PH = 𝐵𝑊

𝑆𝑊 𝑥 100%

PH : Persentase penggunaan habitat untuk suatu aktivitas tertentu

BW : Banyaknya waktu yang di gunakan untuk suatu aktivitas tertentu

Selama pengamatan.

SW : Seluruh Interval waktu pengamatan.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kakatua-kecil Jambul-kuning sub-spesies abbotti merupakan satwa

penghuni asli di pulau Masakambing. Jenis ini pada tahun 1990-an masih dapat di

temui di pulau Masalembu dan Masakambing, namun setelah adanya perburuan

besar-besaran terhadap sub-spesies abbotti saat ini hanya dapat di temukan di

pulau Masakambing sebelah utara.

Kondisi umum lokasi penelitian

Kepulauan Masalembu merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari

tiga buah pulau yaitu pulau Masalembu, Masakambing dan Karamaian. Secara

administratif kepulauan ini termasuk wilayah kabupaten Sumenep, propinsi Jawa

Timur. Secara geografis terletak pada 5o02’ – 5o37’ Lintang Selatan dan 114o25 –

114o30’ Bujur Timur. Kepulauan ini terdiri dari tiga gugusan pulau yaitu Pulau

Masalembu (2000 hektar), Pulau Masakambing (500 hektar) dan Pulau Karamaian

(300hektar). Berdasarkan data BPS Kabupaten Sumenep (2015) penduduk

kepulauan ini pada tahun 2013 berjumlah sekitar 22.098 jiwa dan sebanyak 1585

jiwanya berada di kepulauan Masakambing. Komoditas pertanian yang banyak di

kelola oleh masyarkat adalah Pertanian Kelapa, Cengkeh, Jagung dan Kacang,

beberapa di antaranya juga dimanfaatkan oleh kakatua.

Kakatua mendiami pulau Masakambing bagian utara tepatnya di dusun

Ketapang. Kakatua teramati menggunakan ekosistem yang secara garis besar

dibagi kedalam dua kelompok besar tipe habitat, yaitu ekosistem darat yang

diwakili ekosistem pertanian dan pemukiman masyarakat dan ekosistem

mangrove yang diwakili oleh ekosistem hutan mangrove dan ekosistem tambak.

Tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman Kelapa(Cocos nucifera), Cengkeh

(Eugenia sp), Randu (Ceiba petandra) dan tanaman keras lainnya, serta palawija.

Hutan Mangrove sepanjang 14,24 km berada di zona pasang surut. Daerah pesisir

hutan ini didominasi oleh genus Rhizophora apiculata sedangkan daerah batas

pasang terendah didominasi oleh genus Bruguiera gymnorrhiza. Antara zona

Bruguiera dan zona Rhizophora terdapat tumbuhan dari genus Avicennia, yang

didominasi oleh Avicennia marina.

Morfologi

Secara umum Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea)

merupakan spesies burung paruh bengkok berkuran kurang lebih 34 cm, bulu

tubuhnya berwarna putih sedangkan jambulnya berwarna kuning atau jingga,

tergantung anak jenisnya. Namun, anak jenis Cacatua sulphurea abbotti yang

berada di kepulauan Masalembu memiliki ciri pembeda dari anak jenis yang

lainnya yaitu memiliki ukuran tubuh paling besar yaitu 40 cm. Selain itu anak

jenis ini juga memiliki warna kuning pada pipi yang samar dan nyaris tak terlihat

sehingga hal tersebut dapat menjadi pembeda dengan anak jenis lainnya.

Sedangkan untuk membedakan jenis jantan dan betinanya dapat dibedakan dengan

mengamati warna iris. Warna iris coklat kehitaman adalah warna iris untuk

kakatua jantan dan warna iris coklat kemerahan adalah warna iris untuk betina.

6

Ukuran populasi

Berdasarkan hasil pemantauan pohon sarang, pemantauan pohon tidur dan

hasil pengamatan individu dipastikan jumlah individu yang mendiami pulau

masakambing adalah 19 individu kakatua (Tabel 1). Jumlah individu kakatua

dihitung berdasarkan jumlah pohon sarang yang terpantau aktif adalah sebanyak 7

sarang yang mengartikan jumlah kakatua yang bersarang adalah sejumlah 7

pasang (14 ekor), sedangkan dai pemantauan pohon untuk tidur ditemukan 11

individu kakatua di pohon kelapa yang tersebar di ekosistem kebun kelapa,

berdasarkan hasil pengamatan pada pagi hari terpantau kakatua muncul dari arah

mangrove sejumlah 8 individu yang diduga juga merupakan kakatua yang

memilih pohon tidur di daerah mangrove. Jumlah kakatua yang ditemukan

berdasarkan hasil pemantauan individu kakatua pada tahun 2013 oleh Konservasi

Kakatua Indonesia-Indonesian Parrot Project terdapat sejumlah 17 individu

(Nandika dkk 2013). Berikut adalah jumlah individu kakatua menurut metode

pemantauanya.

Tabel 1 Jumlah Kakatua-kecil Jambul-kuning ditemukan berdasarkan hasil

pengamatan

Hasil

survei

KKI-IPP

2013

(Nandika

et al2013)

Pemantauan

Sarang

Pemantauan

Individu

Pohon

tidur

pantai

Pohon

tidur

darat

Pemantauan

KKI (Oktober

2015)

Jumlah 17 14 19 8 11 21

Berdasarkan seluruh jenis pemantauan yang dilakukan didapatkan jumlah

individu terbesar yang dapat di pantau selama Mei – Juni 2015 sejumlah 19

individu. Hal ini menunjukkan kepadatan Kakatua-kecil Jambul-kuning di pulau

masakambing mencapai 5,4 individu/Km2. Sedangkan pada Oktober 2015

dilaporkkan oleh Yayasan Konservasi Kakatua Indonesia jumlah individu sebesar

21 individu dengan penambahan 3 individu anakan yang baru keluar sarang.

Habitat

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa bagian, baik fisik maupun

biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup

serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002). Habitat mempunyai fungsi

dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat terdiri atas komponen fisik

(air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang) dan komponen biotik (vegetasi,

mikro dan makro fauna serta manusia) yang membentuk sistem yang dapat

mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi (Alikodra 2002).

Penelitian ini dilakukan di ekosistem kebun dan pemukiman masyarakat

untuk mengetahui penggunaan habitat dan kondisi habitat kakatua yang secara

langsung bersinggungan dengan masyarakat (Gambar 2).

7

(a) (b) (c)

Gambar 2 (a) Kakatua bertengger di kebun kelapa, (b) Ekosistem Kebun

masyarakat. (c) kakatua yang sedang bertengger di area kebun

Kebun masyarakat

Kebun masyarakat di dusun ketapang banyak digunakan kakatua sebagai

tempat berteduh, tempat bersarang, pohon pakan dan tempat tidur. Berdasarkan

hasil analisis vegetasi menggunakan metode petak tunggal secara purposive

mengikuti penggunaan kakatua secara langsung didapatkan hasil seperti berikut

(Tabel 2) :

Tabel 2 Indeks Nilai Penting jenis pohon dan palem di lokasi penelitian

Nama jenis Nama Ilmiah INP(%) Tipe Pemanfaatan

Jenis Pohon

Akasia Acacia auriculiformis 6,21 Tidak teramati

Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi 6,27 Pakan

Cengkeh Eugenia aromaticum 9,27 Tidak teramati

Galompe Pterygota sp. 7,50 Tempat

bertengger/istirahat

Gmelina Gmelina arborea 6,85 Tidak teramati

Jabon Anthocephalussp 6,46 Tidak teramati

Jati Tectona grandis 46,25 Pakan

Kedongdong Spondiasdulcis 16,75 Pakan

Kelor Moringa oleifera 6,46 Pakan

Kayu Jaran Dolichandrone spatacea 17,48 Tidak teramati

Mangga Mangifera indica 21,68 Pakan

Menlinjo Gnetum gnemon 6,33 Tidak teramati

Mimba Azadirachta indica 12,91 Tidak teramati

Randu Kapuk Ceiba pentandra 102,97

Pakan, sarang,

Tempat

bertengger/istirahat

Sukun Artocarpus atilis 18,20 Pakan

Uduk – uduk 8,41 Tidak teramati

Jenis Palem

Kelapa Cocos nucifera 185,39 Pakan,sarang,

Pohon tidur

Lontar Borassus flabellifer 8,82 Pakan

Pinang Aracea catechu 5,79 Pakan

8

Pulau Masakambing sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kepentingan

masyarakat seperti berladang, membuka kebun kelapa hingga pemukiman.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan kakatua memanfaatkan

jenis Kapuk (Ceiba pentandra) dan kelapa (Cocos nucifera) sebagai pohon sarang

dan pakan. Sedangkan jenis pakan yang teramati dilapangan adalah Bunga kelapa

(Cocos nucifera), bunga Kapuk randu (Ceiba pentandra), Buah belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi), buah kedongdong (Spondias dulcis) dan Bunga jati (Tectona

grandis). Menurut Nandika dkk (2013) dan Aziz (2014) Jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh jenis kakatua adalah jenis Widuri, Kelor, Lontar, Buah Kelapa,

Buah Asam Jawa, Bunga belimbing, Buah kedongdong, bunga kapuk, sukun,

buah kelor, galompe dan rumbia.

Jenis pohon sarang yang digunakan kakatua kebanyakan merupakan pohon

yang berdiameter diatas 50 Cm dan sudah mulai rapuh, bahkan teramati kakatua

juga menggunakan pohon mati yang hampir tumbang sebagai pohon sarang

(Gambar 3b). Menurut informasi warga, pada tahun 2014 terdapat dua ekor

kakatua yang mati akibat pohon sarang tumbang pada saat cuaca angin kencang.

Pohon untuk tidur yang digunakan kakatua merupakan jenis kelapa yang

memiliki tinggi rata-rata diatas 30 Meter, hal ini dikarenakan pohon yang

memiliki tinggi tersebut dianggap cukup aman oleh kakatua (Gambar 3a).

Kakatua memiliki kebiasaan tidur pada pelepah kelapa yang berlawanan dengan

arah datangnya angin, hal ini berulang kali teramati saat dilakukan pemantauan

terhadap pohon tidur. Kakatua menggunakan pohon kelapa yang berada di lokasi

dekat masyarakat.

(a)

(b)

Gambar 3 Pohon kelapa untuk tidur kakatua (a) Pohon mati yang digunakan untuk

sarang (b)

Mangrove

Habitat mangrove di manfaatkan oleh kakatua sebagai tempat berteduh pada

siang hari, tempat mencari makan dan sebagai lokasi sarang yang aman. Lokasi

mangrove kebanyakan tidak digunakan sebagai tempat tidur dimalam hari kecuali

pada musim bersarang, selain itu ekosistem mangrove yang sebagian masih rapat

tersebut jarang di masuki oleh warga karena hutan mangrove yang digunakan oleh

kakatua merukan hutan masyarakat yang dipercayai masyarakat sebagai lokasi

yang keramat.

Menurut Nandika (2013) kakatua memanfaatkan mangrove dengan jenis

Duluk-duluk, Tanjang merah (Bruiguiera gymnorrhza) dan pidada (Sonneratia

9

sp) sebagai pakan. Sedangkan pohon sarang yang terpantau di daerah mangrove

adalah jenis Tanjang merah (Bruiguiera gymnorrhza).

Penggunaan habitat

Kakatua menggunakan berbagai sumberdaya yang terdapat dalam

habitatnya untuk bertahan hidup dan mempertahankan populasinya. Untuk

mempertahankan populasi dan kehidupan individunya kakatua menggunakan

sumberdaya dari suatu habitat sebagai tempat berlindung dari ancaman, tempat

berteduh, tempat bercengkrama, tempat mencari makan, dan sebagai tempat

berkembang biak. Jenis sumberdaya yang berbeda akan memiliki fungsi dan

kepentingan yang berbeda menurut kebiasaan dari jenis spesies yang

memanfaatkan. Hal ini juga berlaku pada pemanfaatan sumberdaya yang

dilakukan oleh kakatua. Kakatua menggunakan suatu sumberdaya dengan

frekuensi yang berbeda berdasarkan jenisnya (Tabel 3).

Tabel 3 Frekuensi penggunaan jenis sumberdaya oleh Kakatua

Jenis

penggunaan

Jenis Sumberdaya ∑ %

TA PA PG PJ PK TK TP PM PR

Bercumbu

3 2 5 2.89

Berjalan

3 1

2 6 3.47

bermain

1

1 0.58

Bersuara

1

2 7 1 7 15 33 19.08

Bertengger

1 1 1 1 11 1 6 18 40 23.12

Makan

1 1 4

2 8 4.62

Mematahkan

daun/ranting 1

4 5 2.89

mematuk

3

1

4 2.31

mematuk

kelapa 1

1 0.58

Membuang

kotoran 1

1 0.58

memetik

makanan 1 1 4

2 8 4.62

menelisik

6 6 12 6.94

Mengawasi

sekitar 1 1

1

3 6 12 6.94

Mengembang

kan bulu 2 2 1.16

menyerang

musuh 1

1 0.58

Saling

menelisik 1 2 3 1.73

Terbang 31

31 17.92

Total 31 2 2 4 5 35 4 29 61 173

Presentase 17.92 1.16 1.16 2.31 2.89 20.23 2.31 16.76 35.26 100 Keterangan : TA=Tidak ada ; PA= Pohon Asam ; PG=Pohon Galompe; PJ =Pohon Jati ;

PK=Pohon Kedondong; TK=Tanaman Kelapa; TP=Tanaman Pinang; PM=Pohon Mati;

PR=Pohon Randu

10

Pembahasan

Populasi kakatua-kecil jambul-kuning

Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti) memiliki

populasi yang sangat rentan terhadap kepunahan karena memiliki jumlah populasi

yang sangat sedikit. Jumlah populasi yang kecil ini juga diperparah dengan

kondisi habitat yang terus terdegradasi yang merupakan salah satu ancaman

terhadap keberlanjutan dari sub-jenis abbotti ini. Menurut Frankham et.al (2002),

populasi yang kecil rentan terhadap efek genetik yang merugikan, seperti

menurunnya keanekaragaman genetik karena tekan silang dalam, hilangnya sifat

tertentu sehingga hewan mengalami penurunan kemampuan beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan.

Ukuran populasi

Hasil pengamatan selama dilapangan menunjukkan jumlah individu

tertinggi kakatua yang terpantau sejumlah 19 ekor dengan komposisi 8 pasang

kakatua, 2 ekor anakan yang masih belum memasuki koloni, serta 1 individu yang

memisahkan diri dari koloni karena pasangan mati pada tahun 2014. Kakatua di

pulau Masakambing bergerak dalam dua kelompok besar (Gambar 4) dan

berpencar pada siang hari menjadi kelompok-kelompok kecil. Menurut Nandika et

al (2013), jenis kakatua merupakan satwa monogami, pergerakan kakatua hampir

selalu dalam grup kecuali kakatua yang belum memiliki pasangan. Hal tersebut

dapat memudahkan dalam penghitungan jumlah populasi keseluruhan dalam suatu

habitat.

Gambar 4 Kelompok Kakatua-kecil Jambul-kuning

Sex ratio dan struktur umur

Berdasarkan struktur umur Kakatua-kecil Jambul-kuning di pulau

Masakambing berjumlah 9 individu jantan dewasa, 8 individu betina dewasa dan

2 individu Kakatua rema ja. Sex Ratio adalah perbandingan jumlah jantan dan

betina dalam suatu populasi. Sex Ratio pada individu dewasa Kakatua-kecil

Jambul-kuning di pulau Masakambing menunjukkan jumlah jantan dewasa

11

dibanding jumlah dewasa adalah 1:0,89. Menurut Kinnaird et al (2003) jenis

kakatua merupakan jenis burung dengan tipe perkawinan monogami atau satu

jantan untuk satu betina.

Perkembangbiakan

Pasangan kakatua umumnya akan bertelur dan mengerami telurnya pada

bulan Juni-Juli atau Oktober – November sebanyak 1-3 butir (Nandika et al

2013). Hal ini juga terlihat pada saat pengamatan lapangan beberapa pasangan

sudah mulai menggali lubang sarang yang biasanya di tempatkan pada batang

pohon yang sudah lapuk seperti pohon randu, sukun serta tanaman kelapa.

Kakatua yang mulai membuat lubang sarang terlihat dari noda coklat pada bulu di

atas paruh yang menandakan pasangan kakatua tersebut telah memulai memulai

mempersiapkan lubang sarang (Gambar 5). Terdapat 6 lubang sarang yang

terpantau sudah mulai kembali dimasuki dan digali oleh kakatua. Hasil

pemantauan menunjukkan sejumlah 6 pasang kakatua sudah berumur tua

sedangkan 2 pasang lainnya masih relatif muda ditunjukkan dengan warna bulu

yang masih relatif bersih dan berwarna putih terang. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa populasi kakatua akan bertambah setelah musim biak sebanyak akan ada 8-

24 ekor anakan baru pada tahun selanjutnya di asumsikan jika persentase tinggi.

Persentase tetas di pengaruhi oleh faktor predasi, gangguan dan daya tetas dari

telur kakatua.

Gambar 5 Pasangan kakatua yang sedang menggali lubang sarang

Faktor pembatas populasi

Ukuran populasi juga di batasi oleh faktor alami seperti daya tetas dan

ketahanan hidup burung muda, faktor predator dan faktor ketersediaan habitat,

serta faktor gangguan tak alami seperti perburuan.

Faktor alami seperti persentase hidup dari anakan kakatua di pengaruhi oleh

beberapa faktor salah satunya predasi. Predasi dapat disebabkan oleh satwa lain

seperti ancaman dari biawak, elang serta tikus yang merupakan predator alami

kakatua yang terdapat di pulau Masakambing.

Sedangkan faktor gangguan seperti perburuan satwa sudah mulai menurun

sejak diberlakukannya peraturan desa yang mengatur tentang konservasi satwa-

12

satwa yang dilindungi beserta habitatnya. Peraturan terhadap kakatua sendiri

dikukuhkan sebagai peraturan desa Masakambing nomor 1 tahun 2009 tentang

Perlindungan terhadap kakatua-kecil jambul-kuning dan habitatnya yang

menyebutkan perlindungan terhadap seluruh komponen habitat kakatua. Selain itu

juga di jelaskan juga adanya pelarangan perdagangan dan perburuan dengan

denda yang telah ditentukan.

Upaya penyelamatan

Penyelamatan terhadap kakatua juga merupakan salah satu upaya untuk

mempertahankan kelangsungan jenis kakatua tersebut. Hal ini terjadi pada tahun

2013 pada saat pohon tumbang dan terdapat anak kakatua yang jatuh dan patah

sayapnya sehingga tidak bisa terbang. Sampai saat ini kakatua tersebut masih

dirawat oleh salah satu warga dan di awasi dari pencurian karena masih adanya

permintaan terhadap jenis kakatua oleh beberapa oknum. Pengawasan sendiri

dilakukan oleh warga dan dibantu oleh LSM yang terkait dengan upaya

konservasi kakatua tersebut.

Selain upaya penyelamatan terhadap anakan yang terjatuh, juga di perbaikan

ekosistem mangrove yang merupakan salah satu habitat kakatua. Pembuatan

artificial nestbox juga pernah dilakukan dengan tujuan peningkatan jumlah sarang

kakatua, namun tidak ada satupun sarang buatan yang dihuni oleh kakatua.

Habitat kakatua-kecil jambul-kuning

Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti) yang mendiami

pulau Masakambing mendiami dua kelompok habitat berdasarkan lokasi, yaitu

habitat yang berada di tepian pantai dan habitat yang berada di tengah pulau.

Habitat pesisir terdiri dari ekosistem mangrove dan tambak yang sudah jarang

dipakai oleh warga. Sedangkan ekosistem darat berupa ekosistem kebun dan

pemukiman warga yang didominasi oleh kebun tanaman warga. Ekosistem yang

berada di tengah pulau sendiri memiliki tingkat gangguan yang lebih besar karena

berdekatan dengan aktivitas manusia.

Vegetasi

Komponen vegetasi yang dapat mengganggu proses berlangsungnya

kehidupan dari kakatua adalah pengaruh jangka panjang berupa sedikitnya

permudaan dari jenis pohon sarang seperti Asam jawa, Sukun dan Kapuk Randu.

Pada tingkat permudaan semai , pancang dan tiang, jenis asam jawa, sukun dan

kapuk randu memiliki nilai INP yang rendah yang mengartikan Kerapatan dan

frekuensi yang lebih rendah dari jenis lainnya. Hal ini dapat mengganggu

kelestarian kakatua penting pada masa mendatang, karena semakin sedikit

permudaan akan mengurangi jumlah pohon sarang dan pakan pada masa yang

akan datang. Sehingga daya dukung lingkungan terhadap populasi kakatua juga

akan semakin menurun

Menurut Nandika et al (2013) dan Aziz (2014) jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh jenis kakatua adalah jenis Widuri, Kelor, Lontar, Buah Kelapa,

Buah Asam Jawa, Bunga belimbing, Buah kedongdong, bunga kapuk, sukun,

buah kelor, galompe dan rumbia. Selain itu juga buah belimbing wuluh, buah

kedongdong, buah mangga, tanaman jagung dan kacang juga sering kali di makan

oleh kakatua. Kebanyakan jenis yang dimanfaatkan sebagai makanan alami

13

kakatua merupakan jenis yang juga dimanfaatkan oleh warga seperti buah

belimbing wuluh, buah mangga, buah kedongdong, buah asam jawa, sukun, buah

kelapa, jagung dan kacang. Pemanfaatan jenis yang sama ini menyebabkan

kakatua di anggap sebagai hama yang mengganggu komoditas pertanian warga

tersebut.

Persarangan

Kakatua di pulau Masakambing menurut Nandika et al (2013) memiliki

kebiasaan bersarang di jenis pohon randu, asam jawa, sukun dan kelapa pada

ekosistem darat sedangkan pada ekosistem mangrove di pohon tanjang merah.

Hasil pemantauan terhadap jenis pohon dan palem menunjukkan bahwa INP

tertinggi adalah jenis Kapuk Randu (Ceiba pentandra) yaitu 102,97% yang

artinya jenis ini memiliki Dominansi, Frekuensi dan kerapatan yang lebih tinggi

dari jenis lainnya. Sedangkan sukun sebesar 18,20% dan pohon asam jawa tidak

terpantau digunakan oleh jenis kakatua, hal ini dikarenakan pohon asam yang

biasa menjadi pohon sarang tumbang. Sedangkan untuk jenis palem-paleman,

jenis kelapa merupakan jenis tertinggi yaitu sebesar 185,39% atau hampir seluruh

jenis palem di Masakambing didominasi oleh jenis kelapa. Hal ini dikarenakan

masakambing merupakan penghasil kelapa sebagai komoditas utamanya.

(a) (b)

Gambar 6 Penggunaan Jenis pohon sebagai sarang (a) lubang pohon mati (b)

pohon kapuk yang mati pucuk pohonnya

Tidak seluruh individu dari jenis pohon sarang digunakan untuk membuat

lubang sarang oleh kakatua. Kakatua hanya akan menggunakan jenis pohon

dengan bagian batang sudah lapuk ataupun telah mati pada bagian batang atau

pucuknya (Gambar 6) . Hal ini berkaitan dengan pernyataan Nandika dan

Agustina (2008) dalam Nandika et al (2013), bahwa kakatua akan memilih jenis

pohon yang memiliki tinggi 8-25 m; diameter 28-105 cm; letak lubang 6-15 m

dari tanah; diameter penampang lubang berkisar 12-23 cm; kedalaman lubang 68

cm dan bagian bawahnya dialasi serpihan kayu. Namun pemilihan sarang alami

oleh kakatua memiliki resiko yang besar. Pulau Masakambing yang merupakan

pulau kecil yang berada di tengah laut Jawa memiliki hembusan angin yang

kencang. Hembusan angin yang kencang ini beresiko membuat pohon yang

dipilih kakatua tumbang pada musim angin barat karena lubang pada kayu yang

dibuat oleh kakatua membuat batang semakin rapuh. Hal ini kerap terjadi

14

sehiggga membuat individu kakatua mati karena pohon sarang tumbang beserta

kakatua yang berada dalam lubang sarang.

Gangguan

Ancaman terhadap jenis kakatua tidak hanya terjadi akibat ancaman

perburuan dan perdagangan dari manusia. Ancaman terhadap proses bersarang

kakatua juga berasal dari predator alami kakatua yaitu jenis biawak (Varanus

salvator) yang kerap memakan telur atau anakan kakatua yang masih berada

dalam sarang kakatua. Forshaw dan Cooper (1989) menyatakan bahwa ketika

burung di alam mendapatkan gangguan maka burung akan terbang tinggi dan

berkeliling sambil bersuara keras, hal ini sama dengan perilaku di temukan,

kakatua akan terbang memutar dan mematahkan ranting sambil berteriak ketika

ada ancaman predator. Agista (2001) menyebutkan bahwa jenis predator kakatua

adalah jenis Varanus komodoensis sedangkan di pulau Masakambing memiliki

Varanus salvator yang merupakan kerabat dekat dari komodo. Untuk menghindari

ancaman predator ini, warga Masakambing yang mendukung terhadap upaya

konservasi kakatua melakukan pemasangan pengaman pada pohon sarang berupa

karpet plastik agar biawak tidak dapat memanjat pohon terutama jenis pohon yang

memiliki sarang aktif (Gambar 7).

Gambar 7 Pembuatan pengaman pohon untuk menghalangi biawak dan tikus naik

ke lubang sarang

Pemanfaatan habitat oleh kakatua-kecil jambul-kuning

Pemanfaatan jenis pohon tertentu oleh kakatua memiliki jumlah frekuensi

yang berbeda. Perbedaan frekuensi ini dapat menjadi indikator kepentingan

penggunaan suatu jenis pohon oleh kakatua. Hasil pengamatan menunjukkan jenis

tumbuhan yang paling sering digunakan oleh kakatua adalah jenis pohon randu

(Ceiba pentandra) dan jenis pohon kelapa (Cocos nucifera). Sedangkan jenis lain

yang sering digunakan adalah jenis pohon randu yang sudah mati dan lapuk.

Penggunaan jenis pohon oleh kakatua meliputi penggunaan sebagai pohon pakan,

sarang atau hanya sekedar tempat bertengger. Hasil pengamatan menunjukkan

perilaku terbesar penggunaan oleh kakatua adalah penggunaan sebagai tempat

bertengger/beristirahat. Pohon tempat bertengger/beristirahat dengan frekuensi

terbanyak adalah jenis pohon kapuk randu (Ceiba pentandra) dan kelapa (Cocos

15

nucifera). Selain tempat bertengger Nandika et al (2013) menyebutkan fungsi lain

dari pohon kelapa adalah sebagai pohon sarang dan pohon pakan. Pohon kelapa

juga memiliki fungsi yang sama dengan pohon kapuk randu yaitu pohon tempat

bertengger, tempat bersarang dan pohon pakan (Buah dan Bunga kelapa), selain

itu jenis kelapa juga digunakan sebagai pohon tidur. Hal ini dapat dijumpai selama

pengamatan malam kakatua yang memilih tidur pada ekosistem yang ada

didaratan seluruhnya tidur pada jenis kelapa.

Peran masyarakat

Pulau Masakambing dihuni oleh sekitar 300 kepala keluarga namun tidak

seluruhnya menetap di Masakambing. Sebagaian masyarakat Masakambing

memilih untuk merantau keluar pulau Masakambing dan kembali ketika

memasuki bulan ramadhan. Dulunya, masyarakat yang merantau juga membawa

kakatua sebagai buah tangan ketika kembali lagi keperantauan. Hal ini juga dapat

menajdi akses informasi bagi masyarakat diluar Masakambing untuk mengetahui

informasi keberadaan jenis kakatua tersebut. Masyarakat Masakambing yang tidak

merantau berpenghasilan sebagai nelayan, petani tambak, berladang dan menanam

komoditas pertanian seperti kelapa, cengkeh, kacang dan jagung.

Beberapa komoditas pertanian masyarakat merupakan jenis tanaman yang

digunakan oleh kakatua seperti Kelapa, jagung dan kacang. Namun saat ini

gangguan kakatua sudah bukan merupakan ancaman terhadap keberlangsungan

pertanian masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh kecilnya populasi kakatua yang

ada di desa Masakambing. Menurut warga, dahulu satu koloni dari kakatua dapat

menghabiskan satu petak ladang jagung milik warga setiap harinya. Sebelum

diberlakukannya perdes Masakambing tahun 2009, perburuan kakatua dengan

alasan menjadi hama dan alasan ekonomi merupakan hal yang wajar terjadi.

Perdes Masakambing menjelaskan tentang usaha konservasi kakatua dan

habitatnya, pelarangan akan perusakan populasi dan habitat kakatua.

Perdes Masakambing selain menjadi solusi bagi upaya konservasi jenis

Cacatua sulphurea abbotti juga menjadi alasan keresahan warga. Keresahan

tersebut terjadi karena ketakutan warga apabila kondisi populasi kakatua kembali

tinggi, kakatua kembali menjadi masalah terhadap hasil komoditas pertanian

masyarakat yang merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat

Masakambing. Selain perdes Masakambing, pendampingan rutin dari LSM terkait

seperti Yayasan Konservasi Kakatua Indonesia – Indonesian Parrot Projet masih

tetap dilaksanakan. Pendampingan ini berfungsi untuk menciptaan kebanggan

lokal akan kearifan hayati seperti kakatua-kecil jambul-kuning yang merupakan

ras terlangka dari spesies tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei 2015 terpantau jumlah populasi

terbesar adalah 19 ekor kakatua yang terdiri dari 17 ekor dewasa dan 2 ekor

remaja (8 pasang dan 3 ekor individu). Jenis pohon pakan dimanfaatkan oleh

16

kakatua adalah jenis bunga kapuk randu, buah kelapa, bunga kelapa, buah

kedongdong, bunga jati dan buah belimbing wuluh. Pohon kapuk selain menjadi

sumber pakan bagi kakatua juga dipilih sebagai pohon sarang. Selain kapuk randu,

jenis tanaman kelapa juga dimanfaatkan sebagai jenis pohon sarang dan pohon

tidur. Pohon kapuk randu merupakan jenis pohon paling banyak digunakan oleh

kakatua sedangkan jenis lain yang juga digunakan adalah jenis kelapa. Kakatua

memanfaatkan jenis pohon tersebut sebagian besar untuk bertengger dan bersuara.

Saran

Perlu dilakukannya pengkayaan permudaan pada jenis tanaman penting

yang digunakan oleh Kakatua-kecil Jambul-kuning untuk menambah jumlah

individu pohon masa depan. Adapun jenis yang perlu ditambah jumlah

permudaannya adalah jenis Kapuk Randu (Ceiba pentandra) dan Kelapa (Cocos

nucifera). Selain itu perlu juga dilakukan koordinasi oleh masyarakat, pemerintah

dan LSM terkait Konservasi Kakatua untuk mengantisipasi dampak peningkatan

kakatua pada masa depan untuk menghindari terjadinya konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Agista D, Rubyanto D.2001. Telaah Awal Status, Penyebaran dan Populasi

Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea parvula) di Taman

Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.Bogor (ID) : PKHA/Birdlife

International Indonesian Programme.

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I.Bogor(ID): Yayasan Penerbit

Fakultas Kehutanan IPB.

Altmann J. 1974. Observational study of behaviour : sampling methods.

Behaviour XLIX : 49(3):227-67.

Aziz FA.2014. Populasi dan Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning di Bentang

Alam Mbeliling Bagian Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara

Timur [Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Birdlife Internasional. 2001. Threatened Birds of Asia: the Birdlife Internasional

Red Data Book. Cambridge(UK):Birdlife Internasional.

Badan Pusat Statistk Kabupaten Sumenep.2015. Statistik Daerah Kecamatan

Masalembu 2015. Sumenep (ID): BPS Sumenep

Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID) : Bumi Aksara

Forshaw JM, Cooper WT. 1989. Parrots of the world. Australia (AU) : Landshow.

Frankham R, Ballou JD, Briscoe DA.2002. Introduction to Conservation Genetics.

Cambridgeshire (UK) :Cambridge University Press

Gitta A. 2011. Teknik Penangkaran, Aktivitas Harian Dan Perilaku Makan

Burung Kakatua-Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea sulphurea Gmelin,

1788) di Penangkaran Burung Mega Bird And Orchid Farm, Bogor, Jawa

Barat [Skripsi] . Institut Pertanian Bogor

Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta (ID):

Yayasan Obor.

17

Kinnaird MF, Sitompul AF, Walker JS, Cahill AC. 2003. Pulau Sumba.

Ringkasan Hasil Penelitian 1995-2002: Dengan Rekomendasi Konservasi

bagi Rangkong Sumba, Kakatua Cempaka dan Habitatnya. [Memorandum

Teknis 6]. Bogor (ID): PHKA/Wildlife Conservation Society-Indonesia

Program.

Nandika D , Agustina D, Metz S, Zimmermann B. 2013. Kakatua Langka Abbotti

dan Kepulauan Masalembu. Bekasi (ID) : KKI-IPP

Prijono SN. 2008. WG 6 – Case study : Cacatua sulphurea. Mexico : NDF

Workshop Case Studies.

Yuniar A. 2007. Studi Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus,

1766) Di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa

Timur.[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Yusran A. 2015. Populasi Kangkareng Perut Putih Pada Areal Hutan Yang

Berbatasan Dengan Kebun Sawit Di Kotawaringin Barat [Skripsi] Institut

Pertanian Bogor

18

RIWAYAT HIDUP

Mahasiswa yang bernama lengkap Iqbal Ali Akbar dilahirkan di kabupaten

Pamekasan pada tanggal 24 Agustus 1993. Anak Ketiga dari empat bersaudara

dengan ayah bernama Achmad Musajjadi Samadin dan ibu bernama Kurratul

Ainiyah . Penulis menempuh Sekolah Dasar di SDN Bugih 3 Pamekasan pada

tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Pamekasan pada tahun

2005-2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Pamekasan pada tahun

2008-2011. Setelah itu penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor

Departemen Koservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI).

Selama masa perkuliahan, penulis megikuti organisasi kemahasiswaan yaitu

Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

(HIMAKOVA) dan aktif pada biro Kesekretariatan pada kepengurusan 2012/2013

dan 2013/2014, serta aktif pada kelompok pemerhati Gua “Hira” Himakova dan

Kelompok Pemerhati Burung “Perenjak” Himakova. Bersama Himakova, penulis

mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia

(RAFFLESIA) di Cagar Alam Bojong Larang Jayanti, Cianjur (2013). Studi

Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Manusela, Maluku (2013)

serta Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Maluku Utara (2014).

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di

Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal,

Ciamis pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan

Gunung Walat pada tahun 2014, dan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman

Nasional Way Kambas, Lampung Timur pada tahun 2015. Untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul

Studi Populasi dan Habitat Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea

abbotti, Oberholser 1917) di Kepulauan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Jawa

Timur di bawah bimbingan Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo MScf dan Dr Ir Dewi

Malia Prawiradilaga M.Sc