studi islam-perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban islam

Download Studi Islam-Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Peradaban Islam

If you can't read please download the document

Upload: sundari070591

Post on 30-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Studi Islam-Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Peradaban Islam

TRANSCRIPT

26

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Peradaban Islam

A. Pendahuluan

Kajian tentang The Islamic Civilization atau peradaban Islam tidak bisa lepas dari peradaban Arab yang menjadi tempat lahirnya agama Islam. Oleh karena itu, terkadang peradaban ini disebut dengan peradaban Arab, karena pertama kali peradaban ini muncul di kalangan bangsa Arab, sekalipun kemudian meluas dan dikembangkan oleh generasi Islam selain bangsa Arab, baik melalui transfer ilmu, kesamaan tipologi dan standar, maupun bahasa dan tulisannya. Selain itu, peradaban ini disebut peradaban Arab karena sebagian tokoh terbesarnya seperti; Hunain ibn Ishaq, Yohana ibn Masawih, Nabit ibn Qarrah dan Ali Abbas Al-Majusi mereka adalah orang-orang Arab non-muslim.

Sedangkan penyebutannya sebagai peradaban Islam, karena ia sebagai penggagasnya dan selamanya akan menjadi kekuatan yang menggerakkannya dengan dengan ajaran-ajarannya. Di sisi lain, penyebutan sebagai peradaban Islam ini dikarenakan sebagian tokohnya yang terbesar adalah orang Islam non-Arab seperti; Ibnu Sina, Al-Biruni, Abu Bakar Al-Razi, dan Al-Khawarizmi. Muhammad Gharib Gaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, terjemahan Muhyiddin Mas Rida (Jakarta: Pustaka A-Kautsar, 2012), hal. 7-8.

Terlepas dari perbedaan penyebutan tersebut, faktor utama dalam sebuah peradaban besar adalah Ilmu pengetahuan. Sebagai faktor utama dalam perkembangan peradaban, ilmu pengetahuan mendapatkan perhatian yang serius dalam Islam. Masa sebelum kedatangan Islam yang disebut dengan Masa Jahiliyah, misalnya, merupakan argumentasi penting bahwa Islam datang dengan membawa ilmu pengetahuan dan meminimalisir kebodohan. Predikat jahiliyah bukan berarti bangsa Arab sebelum Islam datang tidak memiliki peradaban dan mengenal peradaban-peradaban lainnya. Beberapa abad sebelum Islam muncul, daerah Arab telah mengenal peradaban lembah Nil, peradaban lembah Daljah dan Furat, peradaban Syam, peradaban Yaman, peradaban Tunis, peradaban Bahrain, peradaban Yunani, peradaban India dan peradaban Persia. Ibid., hal. 5.

Ketika Islam datang sebagai agama dengan membawa benih-benih peradaban yang besar dan secara terang-terangan menghimbau untuk mempelajari ilmu dan menjadikannya sebagai jalan utama kehidupan, maka para pecinta ilmu mulai mempelajari warisan peradaban yang telah ada sebelumnya. Dalam lembaran sejarah peradaban Islam, kita bisa melihat hubungan yang harmonis antara agama dan akal, selama lima abad, dimulai dari abad kedelapan sampai abad ketiga belas masehi. Hal tersebut sangat wajar terjadi, karena dalam Islam, akal sebenarnya mempunyai kedudukan yang amat tinggi dan posisi penting dalam Islam.

Substansi Al-Quran sebagai sumber utama agama Islam juga menjadi bukti bahwa Islam sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan. Misalnya, dalam wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. QS. 96:1-5. Kata Iqra, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun, lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan objek yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Lebih lanjut, Shihab menyatakan bahwa kata iqra berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, baik yang tertulis maupun tidak. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2013), hal. 569-570. Makna yang terkandung dalam kitab suci ini sangat dipahami dan diaktualisasikan oleh umat Islam pada masa dahulu sehingga banyak karya-karya besar yang dihasilkan oleh mereka.

Kemajuan yang dicapai Islam selama periode klasik Secara garis besar, fase sejarah Islam dibagi menjadi tiga; a) Periode Klasik yang dimulai sejak tahun 650-1250 M dan merupakan periode kemajuan Islam dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan, b) Periode pertengahan dimulai sejak 1250 1800 M, dengan semakin meningkatnya disintegrasi tidak hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam paham keagamaan dan sektarian, Fase Tiga Kerajaan Besar (kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India) dimulai sejak tahun 1500 1700 M., c) Periode Modern yang dimulai sejak 1800 M sekarang. Lihat: Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek (Jakarta: UI-Press, 1985), hal. 56-88. Lihat pula: Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 22. telah membuat berbagai bangsa tertarik untuk melihat dan mempelajari Islam. Kekaguman atas Islam, misalnya dikemukakan oleh Abraham S. Halkin dalam bukunya The Judeo-Islamic Ages and Ideas of The Jewish People. Abraham S. Halkin, The Judeo-Islamic Ages & Ideas of the Jewish People (New York: The Modern Library, 1956), hal. 218-219. Halkin menyatakan bahwa orang Arab adalah bangsa yang sadar dan berperilaku baik. Sekalipun mereka para pemenang secara militer dan politik, mereka tidak memandang peradaban negeri-negeri yang mereka taklukkan dengan sikap menghina. Kekayaan budaya Syiria, Persia, dan Hindu mereka salin ke bahasa Arab. Para khalifah, gubernur, dan tokoh-tokoh lain menyantuni para sarjana yang melakukan tugas penerjemahan, sehingga kumpulan ilmu pengetahuan non-Islam banyak ditemukan dalam bahasa Arab.

Namun dalam perkembanganya, perjalanan Islam terklasifikasi dalam fase-fase fluktuatif; dari fase penciptaan pondasi, fase kejayaan, fase desentralisasi, fase kemunduran, fase kemajuan material hingga fase kebangkitan, di mana pada tiap fase memiliki karakteristik khas yang membedakannya dengan fase peradaban lainnya.

B. Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan

Islam sebagai agama yang membawa peradaban baru tentu memiliki batasan terhadap peradaban itu sendiri, sehingga tujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari peradaban sebelumnya bisa tercapai. Peradaban Islam memiliki empat karakteristik fundamental; Raghib Al-Sirjany, Madza Qaddama Al-Muslimun li Al-Alam: Ishamat Al-Muslimin fi Al-Hadlorat Al-Insaniyyah (Kairo: Muassasah Iqra, 2009), Juz 1, hal. 49. Pertama, peradaban Islam bersifat universal (al-alamiyah), bahwa peradaban Islam tidak dibatasi oleh letak geografis, generasi, kurun waktu, suku, bangsa dan penyekat-penyekat lainnya. Lihat QS. Al-Hujurat, 13; Al-Anbiya 107, dan Saba, 28. Dalam hadis, secara tegas Nabi Muhammad saw. Menyatakan universalitas risalahnya.

: : ... Abu Bakar Ahmad ibn Al-Husayn Al-Baihaqi, Syuab Al-Iman, Maktabah Syamilah 2, juz 2, hal. 177..

Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdillah Al-Anshary, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, Aku diberikan lima hal yang tidak pernah diberikan kepada seorang Nabipun sebelumku. Setiap Nabi diutus khusus untuk kaumnya saja, sementara aku diutus untuk golongan ras merah, hitam dan seterusnya...

Dalam hadis lain, juga dijelaskan:

... Muhammad ibn Afifi Al-Khudary, Nur Al-Yaqin fi Sirat Sayyid Al-Mursalin (Beirut: Dar Al-Marifah, 2004), hal. 30..

Demi Allah yang Tiada Tuhan selain Dia, Sungguh aku adalah utusan Allah untuk kalian dan untuk seluruh umat manusia.

Kedua, Tawhid. Islam merupakan sebuah sistem yang terbangun dari sebuah komitmen terhadap tawhid, ke-Esaan Allah swt. Sebagai sebuah sistem, tentunya Islam memiliki keterlibatan dan manifestasi-manifestasi historis dalam bentuk hukum, pemikiran teologi, dan kebudayaan. Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), hal. 5. Baca pula: Rolland E. Miller, Christian-Muslim Relations; A Study Program of The Lutheran World Federation 1992-2002 dalam Dialogue and Beyond: Christian and Muslims Together on The Way (Switzerland: The Lutheran World Federation, 2003), hal. 23. Karakteristik ini menguatkan karakteristik pertama, di mana kualitas seseorang dalam Islam bukan didasarkan pada strata sosial, tetapi didasarkan kepada kualitas ketakwaannya kepada yang maha Esa. QS. Al-Hujurat, 13. Hal ini berbeda dengan peradaban lainnya yang mengklasifikasikan masyarakatnya kepada beberapa kelompok; kelas elit, kelas menengah, dan kelas alit.

Ketiga, Al-Tawazun wa al-Wasthiyah (keseimbangan dan moderat). Dalam Islam, harus ada balance antara aspek materi (madiyah) dan non-materi (ruhiyah). Kebahagian, dalam perspektif Islam, hanya bisa diraih dengan mengintegrasikan dan menyeimbangkan antara kedua aspek tersebut. Islam juga mengharuskan umatnya untuk menyeimbangkan antara dimensi akal dan wahyu, ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Raghib Al-Sirjany, Madza Qaddama Al-Muslimun..., hal. 55-56. Kata ilm sendiri dalam al-Quran dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran..., hal. 571. Dalam pandangan al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. QS. Al-Baqarah, 31-32. Manusia, dalam pandangan al-Quran memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Oleh karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula al-Quran menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran..., hal. 572.

Keempat, peradaban Islam memeliki karakter Al-Shibghoh Al-Akhlaqiyah (menekankan pada aspek moral). Dalam sistem kehidupan, Islam memiliki sistem nilai yang luhur dalam setiap aspek kehidupan; ekonomi, budaya, politik, berbangsa, bernegara dan sebagainya.

Abu Bakar Ahmad ibn Al-Husayn Al-Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra (Mekkah: Dar Al-Baz, 1994), Juz 10, hal. 191..

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Ilmu pengetahuan dalam konsep Islam juga harus selaras dengan karakter peradaban Islam. Ilmu Pengetahuan harus berwatak humanis-religius, yang setidaknya didasarkan pada beberapa prinsip berikut: Umar Sulaiman, Islam Kosmopolitan: Ikhtiar Pembumian Nilai-Nilai Transenden-Humanis di Ruang Publik (Yogyakarta: Freshbooks, 2012), hal. 325-331.

Pertama, ilmu pengetahuan dalam Islam dikembangkan dalam kerangkan tauhid atau teologi. Yaitu teologi yang bukan semata-mata meyakini adanya Allah swt. dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan tingkah laku, melainkan teologi yang menyangkut aktivitas mental berupa kesadaran manusia yang paling dalam perihal hubungan manusia dengan Allah swt., lingkungan dan sesama. Lebih tegasnya adalah teologi yang memunculkan kesadaran, yakni suatu matra yang paling dalam diri manusia yang merubah pandangan dunianya dan kemudian menghasilkan pola sikap dan tindakan yang selaras dengan pandangan dunia itu. Oleh karena itu, teologi pada ujungnya akan mempunyai implikasi yang sangat sosiologis, sekaligus antropologis. Syamsul Arifin, et, al, Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta: SIPPRESS, 1996), hal. 21.

Dengan pandangan teologi yang demikian, maka alam raya, manusia, masyarakat dan Tuhan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Alam raya terikat oleh hukum alam (nature of law) yang dalam istilah Islam disebut sunnatullah, aturan Allah. Alam raya ini selanjutnya menjadi obyek kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan seperti ilmu fisika, biologi, kimia dan sebagainya. Demikian pula manusia dalam pandangan Islam adalah merupakan ciptaan Allah. Secara fisik, manusia terikat dengan hukum sunnatullah, dan secara psikis ia terikat dengan nilai-nilai Ilahiah atau kecenderungan kepada agama dan kebenaran. Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 61.

Dengan prinsip tauhid seperti ini, maka seluruh ilmu pengetahuan, baik ilmu yang dasar kajian alam (sains), maupun ilmu yang dasar kajiannya manusia, masyarakat dan wahyu, pada hakikatnya adalah ayat-ayat Allah. Bentuk dan macam ilmu itu berbeda-beda, tetapi semuanya bermuara kepada Yang Satu.

Kedua, ilmu pengetahuan dalam Islam hendaknya dikembangkan dalam rangka untuk bertakwa kepada Allah swt. hal ini penting ditegaskan, karena dorongan Al-Quran untuk mempelajari fenomena alam dan sosial tampak kurang diperhatikan, sebagai akibat perhatian dakwah Islam yang semula lebih tertuju untuk memperoleh keselamatan di Akhirat. Hal ini mesti diimbangi dengan perintah kepada Allah dalam arti yang luas, termasuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menyesuaikan motivasi pengembangan ilmiah dengan ajaran Islam selain akan meningkatkan kuantitas juga kualitas ilmiah, karena motivasi utama tidak untuk mendapatkan popularitas dan imbalan materi semata atau sekedar ilmu untuk ilmu, melainkan mengembangkan ilmu yang didorong oleh keikhlasan dan rasa tanggung jawab kepada Allah. Dengan cara demikian, tujuan humanis ilmu pengetahuan bisa tercapai dan tidak digunakan untuk tujuan-tujuan yang membahayakan dan merugikan manusia.

Ketiga, reorientasi pengembangan ilmu pengetahuan harus dimulai dengan suatu pemahaman yang segera dan kritis atas epistemologi Islam klasik dan suatu rumusan kontemporer tentang konsep ilmu. Perubahan harus ditafsirkan dalam rangka struktur fisik luarnya, dan infrastruktur dari gagasan epistemologi Islam yang harus dipulihkan secara keseluruhan. Dengan kata lain, pengembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk lahiriahnya, jangan sampai menghilangkan makna spiritualnya, yakni sebagai sarana untuk menyaksikan kebesaran Tuhan. Roger Garaudi menegaskan bahwa setiap ilmu, di samping memiliki makna yang dapat dicerna oleh akal, juga harus memiliki makna yang dapat dirasakan. Ilmu matematika misalnya, memiliki makna intelegible (dapat dipikirkan), juga memiliki makna sensible (dapat dirasakan). Roder Garaudi, Promisses De L-Islam, terjemahan H.M. Rasjidi, dengan judul Janji-Janji Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hal. 56. Angka satu misalnya adalah merupakan permulaan dalam hitungan yang melambangkan adanya Tuhan sebagai awal segala sesuatu. Jika di belakang angka satu terdapat dua belas angka nol, maka menjadi satu triliun. Namun tanpa angka satu di depan angka nol, seberapa banyak angka nol pun tidak ada maknanya.

Keempat, ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan moral dan spiritual. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam sejarah abad klasik, di mana para ilmuwan yang mengembangkan ilmu pengetahuan adalah pribadi-pribadi yang senantiasa taat beribadah kepada Allah dan memiliki kesucian jiwa dan raga. Ibnu Sina misalnya, sebagaimana diinformasikan oleh Mohammad Athiyah Al-Abrasyi, memiliki kebiasaan spiritual saat menemui kesulitan intelektual. Dikatakan: Mohammad Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah Al-Islamiyyah, terjemahan Bustani A. Gani dan Johar Bahry dengan judul Dasar-Dasar Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 107.

Jika Ibnu Sina menemui kesulitan, ia pergi ke masjid kemudian berwudlu, shalat dan berdoa hingga sesuatu yang menutupi kecerdasannya dapat tersingkap.

Kelima, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka integral. Yakni ilmu agama dan ilmu umum walaupun bentuk formalnya berbeda-beda, namun dalam hakikatnya sama, yaitu sama-sama sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Dengan paradigma demikian, maka tidak ada lagi perasaan yang merasa lebih unggul antara satu dengan lainnya. Ilmu-ilmu agama berkaitan dengan pembinaan mental, moral dan ketahanan batin, sedangkan ilmu-ilmu umum berkaitan dengan pembinaan fisik, intelektual dan ketrampilan.

C. Fase Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Peradaban Islam

Harun Nasution menyimpulkan bahwa periode perkembangan sejarah Islam bisa dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu; 1) masa klasik, antara tahun 650-1250 M, 2) masa pertengahan, antara tahun 1250-1800 M, 3) masa modern, sejak tahun 1800 M sampai sekarang. Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Lihat pula: Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1994), hal. 112.

Periode Klasik (650-1250 M)

Di zaman inilah daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus dan terakhir di Baghdad.

Periode klasik ini dimulai dengan periode peletakan pondasi peradaban oleh Nabi Muhammad saw yang kemudian diteruskan oleh khulafaur rasyidin dan dikembangkan era daulah (dinasti) Bani Umayyah. Dalam mendeskripsikan sejarah penyebaran Islam periode khilafah awal, maka analisis weberian dianggap cukup relevan. Max Weber menekankan bahwa faktor ide atau gagasan atau pemikiran merupakan faktor yang sangat menentukan adanya perubahan sosial. Ralph Schroeeder, Max Weber and The Sociology of Culture (London: Sage, 1992), hal. 150-151.

Dalam konteks ini, ide-ide yang terkandung dalam al-Quran mempengaruhi struktur sosial kemasyarakatan dan membentuk struktur baru. Kehadiran Nabi Muhammad dengan nilai-nilai baru telah mempengaruhi struktur sosial masa itu hingga dewasa ini. Bahkan, tatanan dunia secara keseluruhan tidak dapat dilepaskan dari gagasan-gagasan yang terinspirasi dari al-Quran yang dibawa Nabi. Ide-ide atau gagasan pemikiran itu tentunya baru terlihat memiliki arti sosial jika sudah diwujudkan dalam berbagai pergumulan dan perubahan budaya. Dari proses inilah, kemudian peradaban Islam muncul sebagai peradaban baru dalam kancah dunia internasional.

Kehadiran Nabi membawa perubahan dalam tatanan sosial masyarakat Arab. Ide dan gagasan Nabi yang tersurat dalam al-Quran menjadi inspirasi untuk menuju tatanan kehidupan yang lebih mapan dan beradab. Pengaruh nilai dan moralitas al-Quran yang dibawa Nabi termanifestasi dalam sejarah dan peradaban Islam. Sejak mendapatkan wahyu langit dalam uzlah (pengasingan) di gua Hira tahun 610 M., Muhammad mulai berbicara atas nama Allah swt. dan memproklamirkan Islam sebagai agama Tauhid untuk kemaslahatan umat manusia dan rahmat bagi alam semesta. Sejak inilah Nabi mulai membentuk sebuah komunitas masyarakat keagamaan dalam ikatan semangat tawhid. Muhammad mulai mendapatkan perlawanan dan tantangan keras dari masyarakat paganisme di Mekkah dan dianggapnya sebagai orang yang terserang penyakit syaraf, gila dan sebagainya. Muhammad dilahirkan dan dibesarkan di tengah-tengah suku Qurasiy Mekkah, tetapi reformasi teologi, reformasi kultural, dan reformasi sosial yang dibawanya berdasarkan wahyu Allah, dianggap memiliki peran penting dalam membangun tatanan sosial-politik dan tradisi kaum Qurasiy. Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, hal. 19-20.

Komunitas tauhid yang dibangun awalnya hanya terdiri dari segelintir orang yang kemudian disebut dengan generasi muslim awal (al-sabiqun a;-awwalun). Generasi muslim awal ini didominasi oleh kalangan muda. Hal ini secara historis-empiris menunjukkan bahwa ajaran yang dibawa Nabi bersifat reformatif dan counter terhadap tradisi yang stagnan sehingga diikuti oleh kalangan muda. Dalam paradigma sejarah peradaban dan politik, kalangan muda sering diartikan sebagai representasi kalangan kritis, dinamis, dan anti status quo.

Selain itu, hijrah Nabi dan umat Islam yang masih berjumlah sedikit dari Mekkah ke Madinah juga memberikan kontribusi penting dalam proses pembentukan peradaban. Periode Mekkah merupakan periode yang menyakitkan bagi Nabi dan pengikutnya sehingga Nabi melakukan hijrah ke Madinah (Yatsrib) tahun 622 M untuk menyusun kekuatan baru setelah Mekkah dianggap tidak kondusif untuk penyebaran dakwah Islam. Di Madinah, Nabi menyusun kekuatan sosial-politik dan ekonomi untuk menyatakan perang ekonomi kepada pedagang Quraiys. Shwaki Abu Khaleel, Islam on the Trial (Beirut: Dar Al-Fikr, 1991), hal. 52. Secara sosiologis, hijrah merupakan imigrasi dan pemutusan ikatan-ikatan kekerabatan dengan kaum Quraisy Mekkah. Bryan S. Turner, Menggugat Sosiologi Sekuler, terjemahan Mudhofir (Yogyakarta: Suluh Press, 2005), hal. 54. Namun demikian, hijrah tidak hanya merupakan perpindahan Nabi dan umat Islam untuk menghindari tekanan-tekanan dan perlawanan dari kaum kafir Quraisy. Hijrah berdampak positif bagi perkembangan kegiatan intelektual umat Islam. Mereka lebih leluasa untuk mengembangkan pengetahuannya sebagaimana yang memang ditekankan oleh Nabi dalam berbagai hadisnya.

Ekspansi yang dilakukan oleh pemegang estafet pemerintahan selanjutnya -Khulafa Al-Rasyidin, Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah- secara garis besar memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Menurut Ibnu Khaldun, pertumbuhan dan perkembangan ilmu yang amat terkait erat dengan luasnya wilayah dan beragamnya budaya maupun ilmu yang ada di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Abdur Rahman Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun (Beirut: Dar Al-Kotoob Al-Ilmiyyah, t.t.), hal. 344-345. Secara pasti, ekspansi Islam menyebabkan terjadinya kontak antara Islam dengan kebudayaan Barat, atau tegasnya dengan kebudayaan Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, Suria, Mesopotamia dan Persia. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 71.

Pada era klasik ini metode berfikir rasional, ilmiah dan filosofis berkembang dengan pesat. Sentuhan estetika dan filsafat telah menghantarkan peradaban Islam pada puncak kejayaan. Ulama-ulama mujtahid bermunculan, begitu juga para ilmuwan muslim telah menghasilkan karya-karya seni, filsafat dan ilmu pengetahuan secara mengagumkan. Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, hal. 11.

Peran para khalifah tidak bisa dinegasikan dari kemajuan yang dicapai oleh periode ini, terutama pada masa Bani Abbas. Di masa Bani Abbas inilah perhatian kepada ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani memuncak terutama di zaman Harun Al-Rasyid (785-809 M) dan Al-Mamun (813-833 M). Buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penterjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad. Bait Al-Hikmah, yang didirikan Al-Mamun, bukan hanya merupakan pusat penterjemahan tetapi juga akademi yang mempunyai perpustakaan. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan dalam Bait Al-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografi, fisika, astronomi, dan sejarah di samping filsafat. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 70.

Maka kemudian muncul beberapa ilmuwan muslim terkenal dan menjadi kebanggaan dunia Islam seperti; Al-Fazari (Abad VII) sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun Astrolabe (alat yang dahulu dipakai untuk mengukur tinggi bintang-bintang dan sebagainya; Al-Fargani (di Eropa dikenal dengan sebutan Al-Fragnus) adalah pengarang ringkasan tentang ilmu astronomi; Dalam bidang optika, Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Haytham (Abad X) terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata yang mengirim cahaya kepada benda yang dilihat. Menurutnya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya itu, mata bisa melihat benda yang bersangkutan. Ibid., hal. 71.

Dalam bidang Kimia, Jabir ibn Hayyan (w. 813 M) Gharib Gaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka..., hal. 68-77. dikenal sebagai bapak Kimia. Abu Bakar Zakaria Al-Razi (w. 925 M) adalah pengarang buku besar tentang kimia yang baru dijumpai di abad XX dan juga penemu di bidang ilmu kedokteran dan farmasi. Ibid., hal. 107-118.

Di zaman ini pula lahir ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam SyafiI dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum; Imam Asyari, Imam Al-Maturidi, pemuka-pemuka Mutazilah seperti Wasil Ibn Ata, Abu Al- Huzail, Al-Nazzam, dan Al-Zubai dalam bidang teologi; Dzunnun Al-Mishri, Abu Yazid Al-Bustami dan Al- Hallaj dalam mistisisme atau tasawwuf; Al- Kindi, Al- Farabi, Ibn Sina dan Ibnu Miskawih dalam filsafat. Umar Sulaiman, Islam Kosmopolitan..., hal. 265-266.

Ringkasnya, periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan berpengaruh pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini, menurut Christopher Dawson, bersamaan dengan abad kegelapan di Eropa. Memang sebagaimana dijelaskan oleh Mc. Neill, kebudayaan Kristen di Eropa antara 600-1000 M. sedang mengalami masa surut yang rendah. Di Abad XI, Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di Timur dan melalui Spanyol, Sicilia dan Perang Salib peradaban itu sedikit demi sedikit dibawa ke Eropa. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 74.

Periode Pertengahan (1250-1800 M)

Pada masa pertengahan, yakni antara tahun 1250-1800 M adalah fase kemunduran dari intelektual umat Islam, karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam, sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Umar Sulaiman, Islam Kosmopolitan, hal. 266. Di zaman ini, desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat yang berakibat pada hilangnya khilafah secara formil. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan dan ini berlaku sampai kerajaan Usmani mengangkat khalifah baru di Istanbul di abad ke-16. Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hal. 82.

Perbedaan antara Sunni dan Syiah dan demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata. Dunia Islam terbagi dua, bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir, dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusat; dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat. Kebudayaan Persia mengambil bentuk internasional dan dengan demikian mendesak lapangan kebudayaan Arab.

Di samping itu, pengaruh tarekat-tarekat bertambah mendalam dan bertambah meluas di dunia Islam. Pendapat yang ditimbulkan di zaman disintegrasi bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum di zaman ini. Perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan sedikit sekali. Tetapi sebaliknya, Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki Islam. Ibid., hal. 83.

Pada periode pertengahan ini, terdapat masa tiga kerajaan Besar (1500-1800 M). Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Tahun 1500-1700 M dianggap sebagai fase kemajuan II dalam sejarah peradaban Islam. Ibid., hal. 84. Literatur dalam bahasa Turki di zaman inilah mulai muncul. Di masa-masa sebelumnya, pengarang-pengarang Turki menulis dalam bahasa Persia. Di zaman Sultan Salim I dan Sultan Sulaiman dikenal dua pengarang; Fuzuli dan Baki, yang kemudian disusul di abad ke-18 oleh Nedim dan Syeikh Ghalib. Dalam bidang arsitek, sultan-sultan mendirikan istana-istana, masjid-masjid, benteng-benteng dan sebagainya.

Di India, bahasa Urdu juga meningkat menjadi bahasa literatur dan menggantikan bahasa Persia yang sebelumnya dipakai di kalangan istana sultan-sultan di Delhi. Para penulis besar pertama dalam bahasa ini adalah Mazhar, Sauda, Dard, dan Mir (abad 18). Sayangnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan sangat kurang sekali dibandingkan dengan masa-masa kejayaan Islam I. Kemajuan Islam II ini lebih ditekankan pada kemajuan dalam aspek politik. Ibid., hal. 85-86.

Tahun 1700-1800 M disebut sebagai fase kemunduran II kerajaan Islam. Pada tahun-tahun ini kondisi kekuatan militer dan politik umat Islam menurun. Di bidang ekonomi, juga terpuruk akibat hilangnya monopoli dagang antara Timur dan Barat. Ilmu pengetahuan di dunia Islam mengalami stagnasi. Tarekat-tarekat diliputi oleh suasana khurafat dan supertisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sikap fatalistis, sehingga dunia Islam dalam keadaan mundur dan statis. Sementara, pada masa itu Barat mengalami kebangkitan. Penetrasi Barat, yang kekuatannya bertambah besar, ke dunia Islam yang didudukinya kian lama bertambah mendalam. Akhirnya, di tahun 1978 M, Napoleon menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini ke tangan Barat, menginsafkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban yang lebih tinggi dari peradaban Islam. Ibid., hal. 87-88.

Periode Modern (1800 M - dan seterusnya)

Periode Modern (1800 M - dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat mengilhami kebangkitan. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Pada era ini, sebagaimana diungkapkan Al-Faruqi, kondisi umat Islam sangat tidak menggembirakan sekalipun dalam kuantitas besar umat Islam berdomisili di tanah yang subur dengan sumber daya alam yang melimpah. Ismail Raji Al-Faruqi, Tawhid, terjemahan Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka, 1982), hal. vii. Bangsa Eropa melakukan hegemoni ekonomi atas bangsa-bangsa Timur dan Islam. Dan bahkan pada abad 19, Eropa secara terang-terangan menjadikan dirinya sebagai imperialisme dunia karena telah didukung oleh kekuatan politik, kekuasaan dan militer.

Setelah umat Islam menyadari ketertinggalannya, maka kemudian muncul upaya dekonstruksi oleh para pemikir Islam untuk membangkitkan ketertiduran umat Islam. Etika politik kebangsaan pun dibangun seiring dengan pembangunan dan reformasi teologi. Upaya-upaya itu antara lain mengajak umat Islam untuk melakukan shifting paradigm (loncatan paradigma) dengan memunculkan keberanian menafsirkan ajaran-ajaran dasar agama dengan interpretasi-interpretasi baru yang lebih segar dan progresif sesuai perkembangan zaman. Ini dimaksudkan agar nilai luhur Islam tidak usang oleh dinamika perubahan yang berjalan begitu cepat. Dari sini, bermunculan ide-ide keagamaan baru seperti tajdid (pembaruan), revivalisme (puritanisme, kembali ke ajaran dasar al-Quran dan al-Sunnah), dan bahkan muncul juga sekularisme yang kontroversial.

Pada periode ini, muncul banyak para pemikir Islam yang handal. Mereka menjadi pioner pembaharuan dalam Islam. Ajaran Islam dirasionalisasikan dan difahami dalam konteks ke-kini-an dan kemodernan. Islam difahami tidak hanya difahami dari sudut pandang lokal, tetapi juga dalam perspektif universal dan kontekstual. Sejarah mencatat munculnya para pemikir Islam di dunia Arab, seperti di Arab, Mesir, dan Turki. Demikian juga di India dan Pakistan. Tidak ketinggalan di Indonesia dan dunia Islam lainnya.

Sejarah juga mencatat, para pemikir dan tokoh pembaharuan Islam yang sangat popular. Pemikiran dan ide pembaharuannya terus dipelajari. Bahkan pengaruhnya dapat dirasakan sampai sekarang. Di dunia Arab, dikenal tokoh Muhammad bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Mustafa Kemal Attaturk, Hassan Hanafi, Muhammad Syahrur, Abdul halim Mahmud, dan sebagainya. Di India dan Pakistan, dikenal tokoh pembaharu seperti Muhammad Iqbal, Ali Jinah, Kalam Azad, Ahmad Khan, Jamaluddin al-Afghani, dan lain-lain. Demikian juga yang terjadi di Indonesia. Tokoh pembaharuan yang cukup popular, dapat disebutkan diantaranya : Harun Nasution, Nurcholis Madjid, Munawir Sadjali, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan sebagainya.

Secara garis besar, gerakan pembaharuan pemikiran di dunia Islam, dapat dipahami dalam empat model gerakan sebagai berikut:

Gerakan Wahabiyah atau Salafiyah.

Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) di Jazirah Arabia. Tumbuh dan lebih berkembang di Hijaz sebagai jantung umat Islam sedunia, ketika itu. Gerakan ini dipandang sebagai gerakan puritanisme Islam. Gerakan yang hampir serupa tumbuh di India yang dipelopori oleh Syah Waliyullah dan Syekh Ahmad Sihrin di India Amien Rais dalam John J. Donohue, Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-Masalah, terjemahan (Jakarta: Raja Grafindo Press, 1995), hal. x.. Menurut Harun Nasution Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 25., Muhammad bin Abdul Wahab bukan hanya seorang teoris yang sangat memahami ajaran Islam, tetapi ia dipandang sebagai seorang pemimpin yang dengan aktif dan progresif berusaha menyebarkan dan mewujudkan pemikirannya. Sedangkan Syah Waliyullah dan Syekh Ahmad Sihrin dipandang sebagai tokoh yang menentang sufisme secara sangat tajam.

Gerakan-gerakan ini muncul bukan karena pengaruh Barat, tetapi sebagai reaksi terhadap faham Tauhid Islam (Aqidah) yang telah dirusak oleh hadirnya ajaran-ajaran yang menyimpang, seperti mempercayai keramat, merajalelanya bidah, khurafat, dan tahayul serta kemusyrikan. Untuk melepaskan umat islam dari kesesatan ini, tokoh ini berpendapat bahwa umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya (asli), yakni Islam yang dianut oleh Nabi saw, sahabat, tabiin sampai abad ke-3 Hijriyah. Sumber ajaran islam hanyalah al-Quran dan al-Hadits. Untuk memahami ajaran yang terkandung dalam dua sumber tersebut, maka dipergunakan ijtihad. Oleh karena itu, pintu ijtihad belum tertutup, bahkan harus tetap dibuka;

Dalam pandangan Amien Rais Amien Rais dalam John J. Donohue, Islam dan Pembaharuan..., gerakan Wahabiyah sering dianggap terlalu revolusioner oleh karena gagasan-gagasan yang disampaikannya terlalu radikal menurut ukuran zamannya. Sekalipun dipengaruhi oleh pikiran reformatif Ibnu Taimiyyah, gerakan Wahabiyah tidak sepenuhnya merupakan duplikat fikiran-fikiran Ibnu Taimiyyah.

Terdapat beberapa perbedaan mendasar. Pertama, jika Ibnu Taimiyyah menyerang sufisme, maka serangannya tidak frontal. Sedangkan gerakan Wahabiyah menyerang sufisme tanpa ampun, sekalipun harus diakui bahwa berkat jasa kaum Wahabiyah-lah pembabatan bidah, khurafat, tahayul yang merajalela di dunia Islam pada masa lalu berhasil secara mengesankan. Kedua, sikap agak kaku terhadap rasionalisme, Ibnu Taimiyyah juga melakukan kritik terhadap rasionalisme, tetapi kritik itu tidak berakibat memojokan penalaran rasional terhadap usaha perbaikan terhadap berbagai dimensi kehidupan kaum muslimin. Barangkali kelemahan kaum Wahabi adalah semangat agak anti terhadap rasionalismenya, sehingga semboyan ijtihad yang dikumandangkannya tidak begitu efektif, berhubung tidak diberikannya tempat secara wajar bagi intelektualisme. Akan tetapi harus kita catat, adanya pengaruh positif bagi masyarakat muslim di dunia, terutama prinsip egalitarianisme yang diserukan gerakan ini. Ibid., hal. xii. (Amien Rais, dalam John Donohue, 1995 : xii).

Gerakan Pembaharuan (Modernisme)

Gerakan ini dirintis dan dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897). Kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan dilanjutkan oleh muridnya, Rasyid Ridla (1865-1935). Gerakan ini tumbuh dan berkembang di Mesir, ketika itu (bahkan sampai sekarang) menjadi pusat intelektualisme Islam. Gerakan ini sesuai dengan namanya- berusaha mengadopsi kemajuan Barat dan menyesuaikannya (adaptasi) dengan peri-kehidupan umat Islam. Gerakan ini menolak selalu bersandar pada kejayaan Islam masa lalu dan lebih memilih hikmah-hikmah yang dapat diambil dari masa itu, kemudian menghidupkannya kembali di tengah-tengah kaum Muslimin. Hal ini bisa diwujudkan dalam pemikiran politik, social, budaya, agama, dan sebagainya. Secara langsung maupun tidak langsung, hasil pemikirannya disebarkan melalui berbagai tulisan, terutama dalam majalah dan ceramah-ceramah di berbagai tempat dan waktu.

Ide-ide atau pemikiran dasarnya adalah sebagai berikut : 1) Kembali kepada sumber dasar ajaran Islam yang sebenarnya, yaitu al-Quran dan al-Hadits; 2) Pintu ijtihad tetap terbuka. Ijtihad perlu dilakukan untuk memahami sumber ajaran Islam (al-Quran dan al-Hadits) yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman (interpretasi baru); 3) Akal (rasio) adalah alat untuk melakukan ijtihad. Menggunakan rasio (akal) dan penalaran menjadi sangat penting dan memiliki posisi yang sangat tinggi; 4) Percaya kepada hukum alam (sunnatullah). Hukum alam tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan modern yang berdasarkan hukum alam, dan Islam yang sebenarnya berdasarkan wahyu adalah dua hal yang tidak bertentangan. Ilmu pengetahuan modern, idealnya sesuai dengan islam. Saat ini yang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah Barat. Maka untuk mencapai kemajuan seperti yang diraih di masa lampau (yang sekarang telah hilang dan dimiliki Barat), umat Islam harus kembali dan mempelajari serta menguasai ilmu pengetahuan; 5) Percaya kepada kebebasan berkehendak dan bertindak (free-will and free-act) seperti faham Qadariyah. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam..., hal. 66.

Westernisme

Westernisme diartikan sebagai faham ke-Barat-Baratan atau berkiblat ke Barat. Faham ini mengajak umat Islam untuk menerima dan mengadopsi pengetahuan Barat dan semua yang berasal dari Barat. Gerakan ini tumbuh dan berkembang di India, salah satu pusat politik Islam (tempat kerajaan Mughal yang besar itu). Gerakan ini dipelopori oleh Sir Ahmad Khan (1817-1989). Ia mendirikan Universitas Aligarh untuk mengembangkan dan menyebarkan ide-idenya. Ide-ide dasarnya sebenarnya memiliki kesamaan dengan ide-ide dasar yang disampaikan oleh Muhammad Abduh. Hanya saja Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam India mengalami kemunduran karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Islam pernah mengalami kemajuan yang luar biasa pada masa klasik, tetapi peradaban dan kemajuan itu telah hilang. Saat ini yang mengalami kemajuan adalah Barat.

Oleh karena itu menurutnya, umat Islam India akan mengalami kemajuan jika bukan hanya mempelajari dengan Barat, tetapi sebaiknya bekerja sama dengan Barat (Inggris). Dasar kekuatan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk mengalami kemajuan, maka umat Islam harus mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Jalan yang harus ditempuh adalah memperkuat hubungan dengan Barat (Inggris) dan mengambil berbagai aspek kemajuan dan ketinggian yang ada di Barat.Ibid., hal. 167.

Sekularisme

Sekularisme tumbuh dan berkembang di Turki sebagai pusat politik islam bekas wilayah Daulah Usmaniyyah (Turki-Usmani). Pelopornya adalah Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938). Mustafa Kemal, sebenarnya adalah seorang Nasionalis pengagum Barat. Ia menginginkan Islam mengalami kemajuan. Oleh karena itu, menurutnya perlu diadakan pembaharuan dalam agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Menurutnya, Islam adalah agama rasional dan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Tetapi agama rasional itu telah dirusak oleh para ulama. Ajaran Islam memerlukan sekularisasi. Usaha sekularisasinya berpusat pada upaya menghilangkan ulama dari kekuasaan Negara dan politik. Yang difahami sebagai ulama adalah orang atau komunitas yang menguasai syariat dan ajaran Islam serta menentukan masalah sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan.

Menurut Attaturk, negara harus dipisahkan dari agama. Inilah esensi dari sekularisasi. Dengan pandangan Mustafa Kemal Attaturk tersebut, ia berpendapat bahwa al-Quran perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, adzan dan khutbah menggunakan bahasa Turki. Madrasah yang sudah ketinggalan zaman ditutup, digantikan oleh fakultas Ilahiyah yang mendidik imam shalat, khatib-khatib, dan mengembangkan berbagai pembaharuan yang diperlukan. Pendidikan agama dan bahasa Arab dihilangkan dari sekolah-sekolah. Nama-nama orang Turki harus mengikuti nama-nama orang Eropa. Hukum syariat tentang perkawinan diganti oleh hukum Barat (Swiss). Wanita mempunyai hak cerai yang sama dengan kaum pria. Diandalkan hukum-hukum baru, seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum perdata, dan lain-lain yang diambil dari hukum-hukum Barat. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hal. 306.

D. Sketsa Histrosis Pembidangan Ilmu Dalam Islam

Sejak periode klasik, bisa dikatakan telah ada pembidangan ilmu yang pada umumnya terbagi kepada ilmu-ilmu agama dan non-agama. Harun Nasution, Islam Rasional, hal. 316. Sebutan untuk ilmu agama beragam; al-ulum al-diniyyah, al-ulum al-naqliyyah, al-ulum al-Syariyyah, al-ulum al-Islamiyyah, dan ulum al-Arab. Untuk ilmu non-agama biasa disebut dengan al-ulum al-dunyawiyyah, al-ulum al-Aqliyyah, al-ulum al-dakhilah, ulum al-Ajam dan ulum al-Awail. Ilmu seperti tafsir, hadis, ilmu kalam, fikih, dan tasawuf adalah kelompok ilmu-ilmu agama. Sedangkan bahasa Arab, sejarah, filsafat, kedokteran, astronomi, matematika, kimia, fisika, kosmografi termasuk kelompok ilmu non-agama.

Imam Syafii, salah satu pendiri Madzhab Fikih, juga melakukan pengelompokan ilmu dari sisi legal knowledgenya. Menurutnya, ilmu ada dua; pertama, ilm ammah (ilmu yang diterima secara umum) dan kedua ilm khasshah (ilmu yang menjadi wilayah orang-orang tertentu). Ilmu Ammah mempunyai nash yang tegas dalam al-Quran dan Hadis Mutawatir di mana tidak terjadi perbedaan periwayatan serta kewajibannya. Ilmu yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah kewajiban shalat lima waktu, puasa Ramadlan, melaksanakan haji bagi yang mmapu, membayar zakat, haramnya zina, membunuh, mencuri, minum khamr. Semua tidak ada perbedaan pendapat di kalangan muslim. Sedangkan yang selain itu, dikategorikan ke dalam ilm khasshah. Muhammad ibn Idris Al-Syafii, Al-Risalat (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, t.t.), hal 357-360. Pembidangan ilmu versi Syafii ini mengantarkan kepada wilayah kesadaran bersama bahwa untuk kelompok pertama tidak terdapat ruang perbedaan pendapat, namun untuk kelompok kedua sangat terbuka ruang perbedaan pendapat yang seluas-luasnya. A. Qadri Azizy menafsirkan pendapat Syafii bahwa yang tidak boleh terjadi perbedaan pendapat dari kelompok pertama dalam pandangan Syafii hanyalah garis besar dari beberapa hal, sedangkan uraian detailnya juga terbuka ruang yang lebar untuk terjadinya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini bisa terjadi karena perbedaan analisis atau kesimpulan penelitiannya. A. Qadri Azizy, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama Islam RI, 2003), hal. 16.

Filosof muslim periode klasik, Al-Farabi (w.339 H) mengelompokkan ilmu menjadi lima bagian, yaitu: Harun Nasution, Islam Rasional, hal. 317.

Ilmu bahasa yang mencakup sastra, nahwu, sharf dan lain-lain.Ilmu logika yang mencakup pengertian, manfaat, silogisme dan sebagainya.Ilmu propadetis (al-talim) yang mencakup ilmu hitung, geometri, optika, astronomi, astrologi, musik dan sebagainya.Ilmu fisika dan metafisika.Ilmu sosial, ilmu hukum dan ilmu kalam.

Ibnu Buthlan (w. 450 H), seorang ahli kedokteran yang mengelompokkan ulama yang wafat sekitar pertengahan abad kesebelas Masehi ke dalam tiga kelompok berdasarkan cabang ilmu yang mereka tekuni; 1) Ilmu-ilmu Keagamaan, 2) Ilmu-ilmu Klasik, dan 3) Ilmu-ilmu Sastra. Mufiq Al-Din Abu l-Abbas Ahmad ibn al-Qasimi ibn Khalifat ibn Yunus Ibn Abi Ushaibiat, Uyun al-Anba fi Thabaqat al-Atibba, Ed. Nizar Ridla (Beirut: Dar Maktabah Al-Hayah, 1965), Juz 1, hal 327. George Makdisi melukiskan keharmonisan ketiga pembidangan ilmu di atas sebagai piramida terbalik, atau dengan segi tiga sama kaki yang terbalik, di sebelah sudut kanan atas adalah ilmu-ilmu keagamaan, di sebelah kirinya ilmu-ilmu awail seperti filsafat dan di bawahnya ilmu-ilmu sastra yang menopang ilmu-ilmu di atasnya. George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh Unibersity Press, 1981), hal. 75.

Ibnu Khaldun (w.808 H) dalam bukunya, membuat dua pembagian besar, yaitu ilmu yang diperoleh melalui pemikiran (thabii) dan ilmu yang diperoleh melalui tradisi (naqli). Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 345. Pertama disebut ilmu filsafat atau akal dan mencakup logika, fisika, metafisika, ilmu hitung, geometri, musik dan astronomi. Kedua disebut ilmu naqli yang mencakup tafsir, hadis, hukum, ilmu kalam, tasawuf dan ilmu bahasa.

Al-Ghazali (w. 1111 M) yang dipuncak ketokohannya lebih intens dalam bidang tasawuf, membagi ilmu kepada ilmu-ilmu syariat dan non-syariat. Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din (t.tp: Dar Al-Ihya al-Kutub Al-Arabiyah, t.t.), hal. 16-18. Cukup menarik, ternyata tidak saja ilmu-ilmu seperti kedokteran dan ilmu hitung yang penguasaannya dihukumi fardlu kifayah, bahkan ilmu-ilmu syariat, seperti ilmu-ilmu al-Quran, tafsir, rijal al-Hadis, ushul Fiqih dan Fiqh, oleh Al-Ghazali juga dihukumi fardlu kifayah. Sedangkan ilmu yang fardlu ain hanya terbatas pada penguasaan ilmu mengenai kewajiban-kewajiban dasar yang dalam penerapannya amat ditentukan oleh waktu, situasi dan kondisi tertentu dari setiap individu.

Klasifikasi ilmu seperti di atas muncul secara wajar, dalam pandangan Ibnu Khaldun, atas fenomena pertumbuhan dan perkembangan ilmu yang amat terkait erat dengan luasnya wilayah dan beragamnya budaya maupun ilmu yang ada di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal. 344-345. Sementara secara epistemologi Islam, klasifikasi seperti itu tidak ada. Namun, perlu digaris bawahi bahwa pengklasifikasian ilmu tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap gairah intelektual di kalangan muslim klasik. Memang secara kasuistik ada saja pertentangan, akan tetapi bukan sebagai pandangan umum (public image), seperti dijelaskan oleh Nurcholis Madjid. Ia menyatakan, sekeras-kerasnya percekcokan intelektual di masa klasik, tidaklah hal itu membawa kepada sikap parokialistik dan sikap anti ilmu... Nurcholis Madjid, Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Makalah Seminar Nasional tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan di IAIN STS Jambi tanggal 18-19 September 1992, hal. 1.

Pada abad 13 Masehi, pemisahan secara tegas terjadi, di mana madrasah tidak lagi memasukkan ilmu-ilmu awail. Akibat tidak dimasukkannya ilmu-ilmu awail ke dalam kurikulum madrasah, penyebaran ilmu-ilmu ini harus bergantung sepenuhnya pada usaha-usaha belajar perorangan. Sayili, Sebab-Sebab Kemunduran Sains dalam Islam, dalam Majalah Al-Hikmah 13, 1994, hal. 85. Hal ini kemudian disinyalir sebagai pemicu sikap antipati dan kecaman terhadap ilmu-ilmu awail terutama filsafat yang telah dicurigai oleh para teolog di abad kesebelas Masehi. Persentuhan Islam dengan Filsafat secara sistematis dimulai ketika terjadi gerakan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab dalam tiga periode. Pertama, dimulai pada masa khalifah Al-Manshur (733-774 M) sampai penghujung masa khalifah Harun Al-Rasyid (786 M). Kedua, di masa Al-Makmun (813 M). Ketiga, di abad kesepuluh Masehi. Lihat, Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 8-10.

Lambat laun, terbentuklah kesadaran baru yang sebenarnya amat merugikan umat Islam, yakni apa yang disebut oleh Anees sebagai dikotomi konseptual yang menurutnya dalam batas-batas tertentu sebagai akibat yang wajar dari ajaran sufi. Munculnya istilah ilmu terpuji (mahmud) dan ilmu tercela (madzmum) berakibat pada penekanan pengetahuan keagamaan dan dikorbankannya cabang-cabang pengetahuan lainnya. Menurutnya, hal ini menimbulkan kontradiksi yang besar dan membekas ke dalam kultur umat Islam belakangan yang tidak dapat dihilangkan. Munawar Ahmad Anees, Menghidupkan Kembali Ilmu, Al-Hikmah 3 (Bandung: Yayasan Muthahari, 1991), hal. 77.

E. Penutup

Ilmu Pengetahuan merupakan aspek terpenting dalam perkembangan peradaban. Dalam Islam, ilmu pengetahuan mendapatkan perhatian serius sebagaimana terkandung dalam ayat-ayat al-Quran maupun hadis-hadis Nabi. Pemaknaan dan pemahaman terhadap kedua sumber itu yang menyebabkan perbedaan generasi umat Islam dari awal hingga sekarang. Interptreasi itu pulalah yang menyebabkan gairah inteletual dalam lembaran sejarah peradaban Islam mengalami fluktuasi.

Secara garis besar, perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam dibagi menjadi tiga fase: 1) Periode Klasik (650-1250 M), di mana ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat, muncul karya-karya besar dan temuan-temuan sains yang belum pernah ada sebelumnya. 2) Periode Pertengahan (1250-1800 M), gairah intelektual umat Islam terkikis dan sangat merosot. Tidak ada lagi buah karya atau penemuan sains yang dihasilkan oleh ilmuwan muslim. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan sangat menurun. 3) Periode Modern (1800 M Sekarang), umat Islam mulai menyadari keterpurukan dan ketertinggalannya utamanya dalam bidang sains dan teknologi. Spirit ini melahirkan beberapa model gerakan pembaharuan dalam interpretasi dan implementasi terhadap ajaran Islam. Secara umum, ada empat model gerakan pembaharuan yang muncul; Wahabiyah, Modernisme, Westernisme dan Sekularisme.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Mohammad Athiyah. 1974. Al-Tarbiyah Al-Islamiyyah, terjemahan Bustani A. Gani dan Johar Bahry dengan judul Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn Al-Husayn. 1994. Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra. Mekkah: Dar Al-Baz.

Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn Al-Husayn. Syuab Al-Iman. Maktabah Syamilah 2.

Al-Faruqi, Ismail Raji. 1982. Tawhid, terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka.

Al-Ghazali. t.t. Ihya Ulum Al-Din. t.tp: Dar Al-Ihya al-Kutub Al-Arabiyah.

Ali, Yunasril. 1991. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Al-Khudary, Muhammad ibn Afifi. 2004. Nur Al-Yaqin fi Sirat Sayyid Al-Mursalin. Beirut: Dar Al-Marifah.

Al-Sirjany, Raghib. 2009. Madza Qaddama Al-Muslimun li Al-Alam: Ishamat Al-Muslimin fi Al-Hadlorat Al-Insaniyyah. Kairo: Muassasah Iqra.

Al-Syafii, Muhammad ibn Idris. t.t. Al-Risalat. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Anees, Munawar Ahmad. 1991. Menghidupkan Kembali Ilmu, Al-Hikmah 3. Bandung: Yayasan Muthahari.

Arifin, Syamsul et, al,. 1996. Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan. Yogyakarta: SipPress.

Azizy, A. Qadri. 2003. Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama Islam RI.

Bakri,Syamsul. 2011. Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Fajar Media Press.

Donohue, John J. 1995. Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-Masalah, terjemahan. Jakarta: Raja Grafindo Press.

Garaudi, Roder. 1983. Promisses De L-Islam, terjemahan H.M. Rasjidi, dengan judul Janji-Janji Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Gaudah, Muhammad Gharib. 2012. 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, terjemahan Muhyiddin Mas Rida. Jakarta: Pustaka A-Kautsar.

Halkin, Abraham S. 1956. The Judeo-Islamic Ages & Ideas of the Jewish People. New York: The Modern Library.

Khaldun, Abdur Rahman Ibn. t.t. Muqaddimah Ibn Khaldun. Beirut: Dar Al-Kotoob Al-Ilmiyyah.

Khaleel, Shwaki Abu. 1991. Islam on the Trial. Beirut: Dar Al-Fikr.

Madjid, Nurcholis. September 1992. Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Makalah Seminar Nasional tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan di IAIN STS Jambi.

Makdisi, George. 1981. The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West. Edinburgh: Edinburgh Unibersity Press.

Miller, Rolland E. 2003. Christian-Muslim Relations; A Study Program of The Lutheran World Federation 1992-2002 dalam Dialogue and Beyond: Christian and Muslims Together on The Way. Switzerland: The Lutheran World Federation.

Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.

Nasution, Harun. 1992. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Nasution, Harun. 1994. Islam Rasional. Bandung: Mizan.

Sayili. 1994. Sebab-Sebab Kemunduran Sains dalam Islam, dalam Majalah Al-Hikmah 13.

Schroeeder, Ralph. 1992. Max Weber and The Sociology of Culture. London: Sage.

Shihab, M. Quraish. 2013. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Sulaiman, Umar. 2012. Islam Kosmopolitan: Ikhtiar Pembumian Nilai-Nilai Transenden-Humanis di Ruang Publik. Yogyakarta: Freshbooks.

Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Turner, Bryan S. 2005. Menggugat Sosiologi Sekuler, terjemahan Mudhofir. Yogyakarta: Suluh Press.

Ushaibiat, Mufiq Al-Din Abu l-Abbas Ahmad ibn al-Qasimi ibn Khalifat ibn. 1965. Yunus Ibn Abi Uyun al-Anba fi Thabaqat al-Atibba, Ed. Nizar Ridla. Beirut: Dar Maktabah Al-Hayah.

https://www.academia.edu/4823938/Perkembangan_Ilmu_Pengetahuan_dalam_Peradaban_Islam

2. PDF http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/peradabanislam.pdf" http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/peradabanislam.pdf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Transformasi peradaban menyentuh bangsa Arab. Para sejarawan mencatat terjadinya perubahan besar berupa pencapain luar biasa di bidang sains dan teknologi. Pada awalnya, tak banyak yang bersentuhan dengan ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam mengantarkan mereka pada beragam literatur.Istilah ilmu atau ilmu yang terdapat dalam kitab suci dan hadis, mendorong geliat tradisi keilmuan. Mereka menyerap ilmu pengetahuan dari beragam sumber. Pedagang dan penjelajah Muslim berperan besar dalam memajukan gairah perubahan di kalangan masyarakat Arab Muslim pada masa awal.Mereka berasal dari Makkah, Madinah, dan Yaman. Setelah mengadakan perjalanan melintasi gurun pasir, mereka mencapai Mesir, Mesopotamia, dan Suriah yang dikenal sebagai pusat peradaban kuno. Dari wilayah-wilayah itu, berbagai pemikiran ilmiah maupun teknik instrumen lawas dibawa dan diperkenalkan ke jazirah Arab.Di saat yang bersamaan, muncul kelompok baru di masyarakat Muslim, yakni kalangan terpelajar yang terdiri dari ulama, filsuf, dan cendekiawan. Para tokoh ini sangat tertarik dengan keunggulan peradaban kuno. Mereka menjelma sebagai pendorong utama percepatan kemajuan ilmu di dunia Islam.Hanya dalam waktu singkat, terjadi perkembangan pesat di bidang politik, sosial, budaya, dan pemikiran. Muhammad Abdul Jabar Beg, peneliti tamu di Cambridge Universtity, Inggris, dalam tulisannya The Origins of Islamic Science menyatakan, Muslim tak hanya mengubah cara pikir, tetapi juga pandangan dunia.Menurut dia, sikap ini mendorong mereka mengkaji dan mempelajari warisan peradaban kuno yang mereka temukan. Kegiatan itu terus berlangsung hingga masa kekhalifahan pada abad ke-8 Masehi. Para penguasa memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan bidang ilmu.Buku berjudul Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern karya sejarawan Ehsan Masood mengungkapkan, salah satu ciri periode pembangunan Islam yakni menyerap keunggulan peradaban lain, memodifikasi, dan melakukan inovasi. Islam kemudian melahirkan sejumlah ilmuwan terkemuka di bidang sains dan teknologi.Kota-kota pusat ilmu, bermunculan di seantero dunia Islam, mulai dari Damaskus, Basra, Kordoba hingga Kairo. Kegiatan intelektual mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang ditandai gencarnya gerakan penerjemahan literatur ilmiah asing.Beberapa cendekiawan Muslim klasik secara khusus mencatat fenomena perubahan yang terjadi pada masyarakat Arab, terutama kecenderungan akan pen carian ilmu. Mereka itu antara lain Ibnu Qutaibah, AlKhawarizmi, serta Ibnu Al-Qifti. Karya Ibnu Qutaibah berjudul AlMa'arif mengulas hal tersebut dalam perspektif sejarah.Pada buku ensiklopedia ilmu ini, Ibnu Qutaibah menyingkap beragam pemikiran kuno, termasuk legenda, mitos, dan kepercayaan yang diketahui komunitas Muslim pada masa awal. Terdapat pula kajian terkait ilmu pengetahuan, misalnya, teori penciptaan, astronomi, maupun ilmu bumi.Deskripsi dari Ibnu Qutaibah menjadi rujukan ilmiah para sarjana Muslim berikutnya, bahkan memengaruhi perkembangan sains di dunia Barat. Sedangkan, buku Mafatih AlUlum (Kunci Ilmu), yang disusun AlKhawarizmi, dipandang sebagai karya umat Islam pertama yang meneliti asal mula sains Islam.Gagasan itu lantas diperluas AlQifti lewat karyanya, Tarikh AlHukama. Ia menuliskan secara perinci sebanyak 144 biografi filsuf dan cendekiawan kondang pada masa Yunani kuno hingga masa kekhalifahan. Menurut dia, proses transfer ilmu pada masa awal Islam berlangsung lebih pesat di kawasan Semenanjung Arab.Wilayah itu berdekatan dengan pusat-pusat peradaban kuno. Pengetahuan kuno dalam bidang seni, teknologi, dan pemikiran, disam paikan oleh para hukama (tetua) melalui cerita, dongeng, dan mitos, dari generasi ke generasi. Informasi ihwal pengetahuan dan teknologi itu juga berasal dari para pengembara dan pedagang Islam.Bangsa Arab menye but sains kuno itu dengan Ulum Al Awa'il, yang segera disesuaikan dengan tradisi setempat dan mulai digunakan secara luas. Misalnya, roda dan kapal layar yang dite mukan peradaban Mesopotamia. Begitu pula standar timbangan dari bangsa Sumeria. Sistem angka Arab berasal dari peradaban India kuno. Proses peralihan Al Qifti mencatat, hingga akhir abad ke-7 Masehi, orang-orang Arab melakukan proses peralihan pengetahuan masih secara lisan, belum dengan tulisan ilmiah. Keingintahuan yang besar dan semangat keilmuan yang membuncah mampu meningkatkan intensitas interaksi antara umat Islam dan sains teknologi kuno.Penyebaran agama Islam yang kian luas semakin menambah jumlah orang dari berbagai wilayah untuk memeluk agama ini. Hal itu akan memperbanyak khazanah pengetahuan asing yang dapat diserap. Umat Islam menjadi begitu dekat dengan tradisi, sejarah, dan sains peradaban kuno."Sebagai contoh, Khalifah Khalid bin Yazid mengawali studi kimia yang diperolehnya dari literatur kuno," urai Muhammad Abdul Jabar Beg. Catatan sejarah mengungkapkan, sang khalifah merupakan salah satu pakar kimia pertama di dunia Islam. Ia memiliki peran besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan.Khalifah Khalid bin Yazid mendorong para ilmuwan dari Damaskus, Suriah dan Kairo, serta Mesir untuk menerjemahkan buku-buku bidang kimia, kedokteran, dan astronomi dari literatur Yunani kuno dan Koptik ke dalam bahasa Arab. Selanjutnya, kaum cendekia Muslim mengembangkan pemikiran dan inovasinya sendiri.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/08/134056-mengenal-al-khazin-ahli-matematika-dan-astronomi-islam" http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/08/134056-mengenal-al-khazin-ahli-matematika-dan-astronomi-islam

Fakta Sejarah Penemuan Sains dan Teknologi Islam dan Barat

Posted onOctober 2, 2013

a.Pendahuluan

Dunia Islam sebenarnya telah mewarnai perkembangan sains dan teknologi namun dalam perkembanganya banyak yang tidak tercatat dalam sejarah. Sejarah adalah peristiwa yang sudah terjadi, namun baru ditulis kemudian, jauh setelah kejadian sebenarnya berlalu.Sebagai cerita masa lalu sejarah mudah untuk dimanipulasi, dan disampaikan kepada generasi berikutnya yang hanya bisa menerima mentah-mentah informasi itu sebagai kebenaran. Informasi mengenai penemuan-penemuan sains dan teknologi yang pernah kita terima kebanyakan berasal dari buku-buku pengetahuan Barat.Penemu-penemu yang disebut sebagai yang pertama di dunia itu pun dipuji sebagai orang yang berjasa kepada ilmu pengetahuan dan umat manusia. dari perkembangan tersebut seharusnya mampu kita analisis bahwa islam banyak menyumbangkan sains dan teknologi di dunia ilmu pengetahuan

b.Abad pertengahan, masa kegelapan di Barat

Sejak jatuhnya kekaisaran Romawi tanggal 4 September 476, ketika kaisar terakhir dari kekaisaran Romawi Barat, Romulus Augustus, diberhentikan oleh Odoacer, seorang Jerman yang menjadi penguasa Itali setelah Julius Nepos meninggal pada tahun 480, maka dikatakan Eropa telah memasuki Masa-masa Kegelapan (Dark Ages).Masa-masa Kegelapan ini berlangsung kira-kira dari tahun 476 itu hingga Renaisans, sekitar tahun 1500-an.Renaisans disebut juga masa kelahiran kembali Eropa, atau kelahiran kembali budaya Yunani dan Romawi Purba, berupa kemajuan di bidang seni, pemikiran dan kesusasteraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan.

Kembalinya budaya Yunani dan Romawi Purba tersebut direbut dari tangan ilmuwan-ilmuwan Islam setelah mengalami perkembangan yang luar biasa.Dengan tanpa malu-malu, plagiator-plagiator Eropa itu mengklaim bahwa penemuan-penemuan sains dan teknologi itu adalah hasil usaha mereka.

c.Fakta-fakta sejarah sebenarnya

Sekarang, saya mencoba mengutipkan untuk anda, fakta sebenarnya yang terjadi, bahwa penemuan-penemuan sains dan teknologi itu sebagian besar berasal dari masa kejayaan Kekhalifahan Islam, oleh para sarjana Muslim.Semoga pengetahuan ini dapat disampaikan kepada anak-cucu kita dan menjadi penyadar bahwa kita sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk menguasai kembali sains dan teknologi, dan tidak hanya menjadi pemakai atau korban teknologi.

1.Sejak 5.000 tahun SM

Masa perkembangan kebudayaan Mesir Purba.Menghasilkan limas-limas (piramida) yang hebat, sistem pengairan yang baik dan sistem bintang yang cukup bagus. Namun ilmu bintang (astronomi) masih tercampur-aduk dengan ilmu perbintangan (astrologi).Ahli-ahli pengetahuan adalah pendeta-pendeta yang tidak mengenal batas antara logika, takhayul, dan kepercayaan, yaitu pemuja tritunggal Apis-Isis-Osiris.

2.Sejak4.000 tahun SM

Masa perkembangan kebudayaan India Purba.India dengan kecenderungan samadinya lebih terkungkung dalam metafisika, monisme (menunggalnya manusia dengan dewata), dan pantheisme (hadirnya dewata di dalam segala yang ada).Mewariskan pengetahuan Astadhyayi, tata bahasa Sanskrit oleh Panini (kurang lebih 400 tahun SM) adalah pembahasan ilmiah ilmu bahasa yang mendahului pembahasan oleh Aristoteles (384-322 SM) dan bernilai jauh lebih tinggi.

3.Sejaklebihdari 2.000 tahun SM

Merupakan masa perkembangan kebudayaan Tiongkok Purba.Dengan pengetahuan bercorak kudus (sacral, scared).Mereka berpikir bahwa segala pemberian berasal dari Thian dan bukan obyektif-empirik, hasil ikhtiar manusia secara sistematik.Cara berpikir manusia Tiongkok Purba pada umumnya masih berdasarkan firasat dan renungan, belum kritik-analitik.

4.Sejak lebih dari 1.000 tahun SM

Berkembangnya kebudayaan Parsi Purba.Penemuan jentera (roda gigi/gir) dalam pembuatan tembikar, dan kini mulai dari jam tangan yang terkecil hingga roket angkasa yang terbesar menggunakan jentera di dalam mesinnya.

5.Sejak 500 tahun SM

Dimulainya kebudayaan Yunani-Romawi.Dengan filsafat anthroposentrik (manusia berada pada pusat segala aktivitas) mereka di dalam banyak hal berlawanan dengan kecenderungan-kecenderungan niskala Mesir Purba, India Purba, Tiongkok Purba, dan Parsi Purba serta bersikap akliah (rational).Kecendrungan berpikir seolah-olah manusia berdiri di luar alam dan melihat alam sebagai suatu yang terpotong-potong, maka lahirlah pengertian jagat besar (makrokosmos) dan jagat kecil (mikrokosmos).Tidak ada batas antara filsafat dan pengetahuan.

6.48 SM 371

Penyerbuan Julius Caesar, kaisar Romawi, pada tanggal 48 SM menghancurkan karya-karya asli ilmu filsafat dan pengetahuan Yunani di perpustakaan-perpustakaan Iskandariah. Kemudian pada 272 M Kaisar Romawi berikutnya, Lucius Domithius Aurelianus, dan Kaisar Theodosius Magnus pada 371 M melakukan hal yang sama.

7.476 M

Awal Eropa memasuki masa kegelapan (Dark Ages), yaitu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi terakhir tanggal 4 September 476 di mana kaisar Romawi Barat, Romulus Augustus, diberhentikan oleh Odoacer.

8.571 M

Kelahiran Nabi Muhammad Saw pada tanggal 12 Rabiul Awal pada Tahun Gajah (bertepatan dengan 20 April 571). Disebut Tahun Gajah disebabkan pada tahun itu Raja Abrahah dari Yaman dengan 60 ribu pasukan bergajahnya ingin menghancurkan Kabah (Baitullah) di Makkah, namun digagalkan Allah Swt dengan serangan burung ababil yang melempari pasukan itu dengan batu berapi (QS.Al-Fiil). Muhammad Saw adalah Rasul terakhir utusan Allah Swt yang membawa risalah kenabian untuk seluruh umat manusia dan alam semesta.

9.610 M

Nabi Muhammad Saw menerima wahyu pertama, yakni Alquran surah Al-alaq ayat 1-5 yang diawali dengan kalimat iqro yang artinya bacalah.Kalimat ini menjadi awal ditemukannya metoda ilmiah, yakni metode empirik-induktif dan percobaan yang menjadi kunci pembuka rahasia-rahasia alam semesta yang menjadi perintis modernisasi Eropa dan Amerika.

Guna penyebaran agama, dikembangkanlah gerakan yang bertujuan membuat melek huruf yang belum pernah ada bandingannya pada masa itu.Kepandaian baca tulis tidak lagi menjadi monopoli kaum cendikiawan.Ini adalah langkah pertama gerakan ilmu secara besar-besaran.

Konsep tentang karantina pertama kali diperkenalkan dalam abad ke-7 oleh Nabi Muhammad Saw, yang dengan bijaksana memperingatkan supaya hati-hati ketika memasuki atau meninggalkan suatu daerah yang terkena wabah penyakit. Sejak abad ke-10, dokter-dokter Islam berinovasi dengan mengisolasi individu-individu penderita penyakit dan mengasingkannya ke arah utara.Sedangkan konsep karantina yang dikembangkan di Venice, Italia pada tahun 1403 bukanlah yang pertama di dunia.

10.660 750 M

Kekuasaan Daulah Umayyah menguasai Damsyik (Spanyol) tahun 629 M, Syam dan Irak tahun 637 M, Mesir sampai Maroko tahun 645 M, Persia tahun 646 M, Samarkand tahun 680 M, seluruh Andalusia tahun 719 M, dan akhirnya tertahan di Poiteier pada tahun 732 M dalam usahanya memperluas pengaruh ke Prancis.

11.700-an(Kompas, navigasi, ensiklopedi geografi, kalender, peta dunia)

Ahli ilmu geografi Islam dan navigator-navigatornya mempelajari jarum magnet mungkin dari orang Cina, namun para navigator itulah yang pertama kali menggunakan jarum magnet di dalam pelayaran. Mereka menemukan kompas dan menguasai penggunaannya di dalam pelayaran menuju ke Barat. Navigator-navigator Eropa bergantung pada juru-juru mudi Muslim dan peralatannya ketika menjelajahi wilayah-wilayah yang tak dikenal. Gustav Le Bon mengakui bahwa jarum magnet dan kompas betul-betul ditemukan oleh Muslim dan orang Cina hanya berperan kecil. Alexander Neckam, seorang Inggris, seperti juga orang Cina, mungkin belajar tentang kompas dari pedagang-pedagang Muslim, namun dikatakan bahwa dialah orang pertama yang menggunakan kompas dalam pelayaran.Dan orang Cina memperbaiki keahlian mereka yang berhubungan pelayaran setelah mereka mulai berinteraksi dengan Muslim selama abad ke-8.

Diceritakan bahwa ilmu geografi dihidupkan kembali abad ke-15, ke-16 dan ke-17 ketika pekerjaan Ptolemius di masa lampau ditemukan. Penjelajah dengan ekspedisi-ekspedisi Portugis dan Spanyol juga mendukung hal ini. Risalah pertama berbasis ilmiah tentang geografi dihasilkan selama periode ini oleh sarjana-sarjana Eropa.

Namun apakah fakta sesungguhnya?Ahli geografi Islam menghasilkan buku-buku yang tak terhitung tentang Afrika, Asia, India, Cina dan orang-orang Indian selama abad ke-8 hingga abad ke-15. Tulisan-tulisan itu mencakup ensiklopedi geografi pertama di dunia, almanak-almanak dan peta jalan. Karya-karya agung abad ke-14 oleh Ibnu Battutah menyediakan suatu pandangan yang terperinci mengenai geografi dunia di masa lampau. Ahli geografi Muslim dari abad ke-10 sampai abad ke-15 telah melampaui hasil dari orang-orang Eropa tentang geografi daerah-daerah ini dengan baik ketika memasuki abad ke-18. Para penjelajah Eropa menyebabkan kehancuran pada lembaga pendidikan, sarjana-sarjana dan buku-buku mereka. Mereka tidak memberikan makna apa pun pada perkembangan ilmu geografi untuk dunia Barat.

12.735 M

Khalifah Abu Jafar Abdullah Al-Manshur mempekerjakan para penerjemah yang menerjemahkan buku-buku kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat dari bahasa Yunani, Parsi dan Sanskrit, di antaranya terdapat Bakhtaisyu Kabir alias Bakhtaisyu ibnu Jurijs ibnu Bakhtaisyu, Al-Fadzj ibnu Naubakht dan anaknya Abu Sahl Tiamdz ibnu Al-Fadzl ibnu Naubakht, serta Abdullah ibnu Al-Muqaffa.

13.740-an

Berbagai bentuk jam mekanik dihasilkan oleh insinyur-insinyur Muslim Spanyol, ada yang besar dan kecil, dan pengetahuan ini kemudian sampai ke Eropa melalui terjemahan buku-buku mekanika Islam ke bahasa Latin. Jam-jam ini menggunakan sistem picu beban. Gambar desain dari beberapa bagian gir dan sistem kerjanya juga ada. Jam seperti itu dilengkapi dengan buangan air raksa, jenis yang kemudian secara langsung dijiplak oleh orang-orang Eropa selama abad ke-15. Sebagai tambahan, selama abad ke-9, Ibn Firnas dari Spanyol Islam, menurut Will Durant, menemukan sebuah alat yang mirip arloji sebagai penanda waktu yang akurat.

Ilmuwan-ilmuwan Muslim juga membangun bermacam jam-jam astronomi yang sangat akurat untuk digunakan dalam observatorium-observatorium mereka.

Tetapi dikatakan kepada kita bahwa sampai abad ke-14, satu-satunya jenis jam yang ada adalah jam air. Di tahun 1335, sebuah jam mekanis yang besar dibangun di Milan, Italia. Dikatakan bahwa jam ini adalah jam berpicu beban pertama di dunia.

14.750 1258

Kekuasaan Daulah Abbasiah di Baghdad (Irak)

15.765

Fakultas kedokteran pertama didirikan oleh Jurjis ibnu Naubakht.

16.800

Ibn Firnas, seorang penemu Muslim Spanyol, tercatat sebagai orang yang pertama membangun dan menguji sebuah pesawat terbang pada tahun 800-an. Roger Bacon belajar tentang pesawat terbang dari referensi-referensi ilmuwan Muslim mengenai pesawat terbangnya Ibnu Firnas. Belakangan yang dikenal adalah penemuan oleh Bacon, ditanggali sekitar 500 tahun kemudian dan Da Vinci sekitar 700 tahun kemudian.

Para ahli matematika Islam yang menemukan aljabar memperkenalkan konsep tentang menggunakan huruf-huruf sebagai variabel-variabel yang tak dikenal dalam persamaan-persamaan sejak abad ke-9. Melalui sistem ini, mereka memecahkan berbagai persamaan-persamaan yang kompleks, termasuk kuadrat dan persamaan pangkat tiga. Mereka menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan dan menyempurnakan teorema binomial.Jadi Francois Vieta, seorang ahli matematika Prancis, bukanlah yang pertama menggunakan lambang-lambang aljabar pada tahun 1591.Dia menulis persamaan-persamaan aljabar dengan huruf-huruf seperti x dan y, dan mengatakan bahwa penemuannya ini mempunyai dampak serupa dengan kemajuan dari penggunaan angka Romawi ke angka Arab.

Dikatakan bahwa selama abad ke-17 Rene Descartes telah menemukan bahwa aljabar bisa digunakan untuk memecahkan persoalan geometris.Tetapi jauh sebelumnya, yakni sejak abad ke-9, para ahli matematika di masa kekhalifahan Islam sudah melakukan hal yang sama. Pertama adalah Thabit bin Qurrah, kemudian diikuti oleh Abu Al-Wafa pada abad ke-10 dengan membukukan kegunaan Aljabar untuk mengembangkan geometri menjadi eksak dan menyederhanakan sains.

Diinformasikan juga kepada kita bahwa tadinya tidak ada perbaikan sejak dibuatnya ilmu bintang selama Abad Pertengahan mengenai gerakan planet-planet sampai abad ke-13. Lalu seorang bijaksana dari Kastil (Spanyol Tengah) bernama Alphonso menemukan Tabel Alphonsine, yang lebih akurat dibanding tabel milik Ptolemius.

Fakta sebenarnya adalah ahli ilmu falak (ilmu bintang) Islam membuat banyak perbaikan-perbaikan atas penemuan Ptolemius sejak abad ke-9. Mereka adalah ahli ilmu falak pertama yang memperdebatkan gagasan-gagasan kuno Ptolemius. Di dalam kritik mereka atas orang-orang Yunani, mereka manyatukan bukti bahwa matahari adalah pusat dari sistem matahari dan bahwa garis orbit bumi dan planet-planet lainnya boleh jadi berbentuk lonjong (elips). Mereka menghasilkan ratusan tabel-tabel astronomikal dengan keakuratan tinggi dan gambar-gambar bintang. Banyak dari kalkulasi mereka sangat akurat sehingga mereka dihormati pada masa itu. Tabel milik Alphonso (Alphonsine Tables) hanyalah sekedar salinan dari pekerjaan ilmu bintang yang dipancarkan ke Eropa melalui Islam di Spanyol.

Disebutkan pula bahwa seorang sarjana Inggris bernama Roger Bacon pada tahun 1268 untuk pertama kali membuat lensa kaca untuk meningkatkan penglihatan. Pada waktu yang hampir bersamaan, kacamata bisa didapat dan telah digunakan di Cina dan Eropa.Tentu saja kacamata sudah muncul sebelum kacamata Roger Bacon selesai pembuatannya, karena Ibnu Firnas dari Spanyol Islam sudah menemukan kacamata pada abad ke-9, dan diproduksi serta dijual di wilayah Spanyol selama lebih dari dua abad. Setiap sebutan kacamata oleh Roger Bacon, maka itu hanyalah sebuah pengaliran kembali pekerjaan Al-Haytham, orang yang memiliki hasil riset yang dijadikan referensi oleh Bacon.

Sarjana-sarjana Islam dari abad ke-9 sampai ke-14 mempelajari dan menemukan ilmu etnografi. Sejumlah ahli geografi Muslim menggolongkan ras-ras, mencatat secara terperinci penjelasan kebiasaan-kebiasaan budaya unik mereka dan penampilan fisiknya. Para ahli Muslim itu menulis ribuan halaman mengenai topik ini. Pekerjaan seorang Jerman bernama Johann F. Blumenbach (1752-1840) yang mengaku sebagai yang pertama menggolong-golongkan ras ke dalam 5 golongan besar (kulit putih, kuning, coklat, merah dan hitam), tidak sebanding dengan pekerjaan-pekerjaan ahli geografi Muslim itu.

17.813 M

Pada masa kekuasaan Khalifah Al-Maimun ibnu Harun Al-Rasyid didirikan Daru Al-Hikmah atau Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia, yang terdiri dari perpustakaan, pusat pemerintahan, observatorium bintang, dan universitas (Daru Al-Ulum.

18.850 M

Ahli kimia Islam menghasilkan kerosin (minyak tanah murni) melalui penyulingan produk minyak dan gas bumi (Encyclopaedia Britannica, Petroleum) lebih dari 1.000 tahun sebelum Abraham Gesner, orang Inggris, mengaku sebagai yang pertama menghasilkan kerosin dari penyaringan aspal.

19.866 M

Kertas tertua yang menjadi contoh untuk dicetak di dunia Barat adalah sebuah naskah Arab berjudulGharib Al-Hadistoleh Abu Ubyad Al-Qasim ibnu Sallam bertanggal Dzulqaidah 252 atau 13 Nopember 12 Desember 866, yang masih tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.

20.900-an

Pabrik kertas muncul di Mesir, kemudian di Maroko tahun 1100 M, dan di Spanyol tahun 1150 M yang sudah berhasil membuat kertas putih dan berwarna.

Bandul ditemukan oleh Ibnu Yunus al-Masri selama abad ke-10, orang yang pertama mempelajari dan mendokumentasikan gerakan bergetarnya. Hasil perhitungannya digunakan dalam jam-jam yang diperkenalkan oleh ahli ilmu Fisika Muslim selama abad ke-15.Baru pada abad ke-17 Galileo yang masih remaja telah menciptakan bandul. Diceritakan bahwa dia melihat cahaya api pada lampunya berayun-ayun tertiup angin, lalu dia pulang ke rumah dan menemukan bandul dengan inspirasi itu.

Dikatakan bahwa trigonometri dikembangkan oleh bangsa Yunani, padahal di masa itu Trigonometri hanya tinggal teori. Teori itu kemudian dikembangkan dan mencapai tingkat kesempurnaan yang modern di tangan sarjana-sarjana Muslim, dan penghargaan untuk itu secara khusus pantas diberikan kepada al-Battani. Dialah yang menguraikan kata-kata fungsi dasar dari ilmu pengetahuan ini, seperti sinus, kosinus, tangen, dan kotangen. Istilah sebelumnya berasal dari terminologi Arab, Jaib untuk sinus yang berarti garis bengkok, istiwa untuk kotangen yang berarti bayangan lurus dari gnomon, dan tangen adalah bayang-bayang melintangnya. Selain menetapkan dengan akurat tabel perhitungan trigonometri dari 0 hingga 90 derajat, dia juga berhasil dengan tepat menghitung satu tahun matahari atau masehi, yaitu 365 hari 5 jam 46 menit dan 24 detik.

Sebelumnya diketahui bahwa persamaan pangkat tiga yang sulit dan masih belum terpecahkan hingga abad ke-16 ketika Niccolo Tartaglia, seorang ahli matematika Italia berhasil memecahkannya.Kenyataannya persamaan pangkat tiga seperti itu dan juga banyak persamaan-persamaan dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi sudah dapat dipecahkan dengan mudah oleh para ahli matematika Muslim sejak abad ke-10.

Selama abad ke-10 atau lebih awal, ratusan ahli matematika Muslim menggunakan dan menyempurnakan teorema binomial. Mereka memulai penggunaannya untuk solusi yang sistematis atas persoalan aljabar.Namun dikatakan bahwa Isaac Newtonlah yang mengembangkan teorema binomial pada abad yang ke-17.

Demikian juga dikatakan bahwa Robert Boyle, dalam abad ke-17, yang pertama mengembangkan ilmu kimia, padahal beberapa ahli kimia Muslim, termasuk Ar-Razi, Al-Jabr, Al-Biruni dan Al-Kindi, melaksanakan eksperimen-eksperimen ilmiah dalam ilmu kimia sekitar 700 tahun sebelum Boyle melakukannya. Durant menulis bahwa orang Islam memperkenalkan metode percobaan pada ilmu pengetahuan ini. Humboldt meyakini bahwa orang Islam sebagai penemu ilmu Kimia.

Paul Ehrlich (abad ke-19) disebut sebagai pencipta obat-obatan kemoterapi, yakni pemakaian obat-obatan yang khusus untuk membunuh mikroba, padahal dokter-dokter Islam telah menggunakan berbagai macam unsur pokok yang spesifik untuk menghancurkan mikroba. Mereka menggunakan belerang (Sulfur) sebagai bahan utama khusus untuk membunuh kuman kudis.Ar-Razi (pada abad ke-10) menggunakan campuran air raksa sebagai antiseptik yang penting.

Banyak ahli kimia Muslim telah menghasilkan alkohol sebagai obat-obatan terapeutik melalui penyulingan sejak abad ke-10 dan melakukan pabriksasi alat-alat penyulingan yang pertama untuk digunakan dalam proses kimiawi. Mereka menggunakan alkohol sebagai bahan pelarut dan antiseptik, jauh sebelum Arnau de Villanova, seorang Spanyol pada tahun 1300, yang mengaku telah membuat alkohol yang pertama di dunia.

Diberitakan bahwa anestesia modern ditemukan pada abad ke-19 oleh Humphrey Davy dan Horace Wells.Sebenarnya anesthesia modern ditemukan, dikuasai dan disempurnakan oleh ahli anestesia Muslim 900 tahun sebelum kedatangan Davy dan Wells. Mereka menggunakan cara oral seperti juga anestesia yang dihirup.

Sejak abad ke-10 dokter-dokter Islam dan ahli bedahnya sudah menggunakan alkohol sebagai pencegah infeksi ketika membersihkan luka-luka, jadi pencegahan infeksi yang dilakukan oleh ahli bedah dari Inggris, Joseph Lister pada tahun 1865 bukanlah yang pertama.Ahli bedah di Spanyol yang Islam menggunakan metoda-metoda khusus untuk memelihara antisepsis sebelum dan selama perawatan. Mereka juga memulai tindakan-tindakan khusus untuk memelihara kesehatan selama periode pasca operasi. Tingkat sukses mereka sangat tinggi, sehingga penjabat-penjabat tinggi di seluruh Eropa datang ke Cordova, Spanyol, untuk meminta pelayanan kesehatan yang dapat diperbandingkan dengan Mayo Clinic di Abad Pertengahan.

Menurut apa yang kita ketahui, William Harvey menemukan sirkulasi darah pada awal abad ke-17. Dia yang pertama dengan benar menguraikan fungsi jantung, pembuluh nadi dan vena. Galen dari Roma telah memperkenalkan ide yang salah mengenai sistem peredaran darah, dan Harvey yang pertama menetapkan bahwa darah dipompa ke seluruh tubuh via oleh kerja jantung dan klep-klep pembuluh darah. Oleh karena itu, dia dihormati sebagai pendiri ilmu tubuh manusia (physiology).

Tetapi 7 abad sebelumnya, yakni pada abad ke-10, Ar-Razi menulis sebuah risalah yang mendalam mengenai sistem pembuluh darah, dan dengan teliti digambarkannya fungsi pembuluh darah dan klep-klepnya. Ibnu An-Nafs dan Ibnu Al-Quff (pada abad ke-13) mendokumentasikan secara penuh tentang sirkulasi darah dan dengan tepat menggambarkan ilmu urai tubuh dari jantung dan fungsi klep-klepnya 300 tahun sebelum Harvey. William Harvey adalah seorang lulusan Universitas Padua yang terkenal di Itali, yang pada waktu itu mayoritas kurikulumnya didasarkan pada teks buku Ibnu Sina dan Ar-Razi.

21.960

Gerbert dAurillac, seorang Perancis, menerjemahkan buku-buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin, dan dengan ini, era penerjemahan buku-buku ilmiah Islam dimulai.Gerbert kemudian menjadi Paus Sylvester II, meskipun begitu dia masih disebut tukan sihir karena kepercayaannya terhadap sains yang sangat ditentang oleh gereja pada masa itu.

22.1000-an

Kaca dan cermin digunakan di Spanyol Islam.Orang-orang Venesia belajar tentang seni membuat peralatan berbahan gelas yang bagus dari seniman-seniman pembuat kaca dari Syria selama abad ke-9 dan ke-10.Namun yang diketahui umum cermin dan kaca diproduksi pertama kali tahun 1291 di Venesia.

Dikatakan pula bahwa pada abad ke-17 Isaac Newton mengadakan penyelidikan tentang prisma, lensa-lensa dan cahaya.Padahal dalam abad ke-11 Al-Haytham telah menetapkan hampir segala sesuatu yang dikemukakan oleh Isacc Newton mengenai ilmu optik itu, jauh berabad-abad sebelumnya, dan Al-Haytham dihormati oleh banyak penguasa pada masa itu sebagai penemu optik.Demikian juga mengenai penyelidikan tujuh variasi warna yang dibiaskan oleh prisma, selain telah lebih dulu dipelajari oleh Al-Haytham, pada abad ke-14 Kamal Ad-Din juga melakukannya.

Ada dugaan kalau Newton sedikit dipengaruhi oleh Al-Haytham. Al-Haytham adalah ilmuwan fisika yang paling banyak dijadikan referensi di Abad Pertengahan. Pekerjaan-pekerjaannya digunakan dan dikutip oleh sebagian besar sarjana-sarjana Eropa selama abad ke-16 dan 17, tidak sebanding dengan Newton dan Galileo seandainya digabungkan.

Dalam abad ke-16 dikatakan bahwa Leonardo Da Vinci menjadi pendiri ilmu geologi ketika ia mencatat fosil-fosil yang ditemukan di pegunungan yang diindikasi sebagai asal-muasal cairan bumi.Tetapi kenyataanya pada abad ke-11, Al-Biruni membuat dengan tepat perngamatan ini dan menambahkannya ke dalam ilmu geologi, termasuk sebuah buku yang sangat besar, ratusan tahun sebelum Da Vinci dilahirkan. Ibnu Sina mencatat hal ini dengan baik.Jadi sangat mungkin kalau Da Vinci pertama kali belajar konsep ini dari terjemahan buku-buku Islam ke dalam bahasa Latin. Da Vinci tidak menambahkan pengetahuan apa pun yang asli dari dirinya.

23.1030

Jauh sebelum Paracelsus (abad ke-16) dikatakan menemukan candu yang disuling untuk anesthesia, dokter-dokter Islam sudah memperkenalkan nilai anestetik dari candu asli selama Abad Pertengahan. Candu mula-mula digunakan sebagai bagian dari anestetik oleh orang Yunani. Paracelus adalah seorang murid yang memperlajari pekerjaan-pekerjaan Ibnu Sina, dan dari situlah hampir dipastikan dia memperoleh ide ini.

24.1050

Konsep keterbatasan materi alam pertama kali ditekuni oleh Al-Biruni, seorang sarjana besar Islam dari Persia dalam tahun 1050.Konsep mengenai wujud materi alam yang bisa berubah namun massanya tetap, seperti air yang jika dipanaskan akan berubah menjadi uap, namun massa total tetap sama.Tapi dikatakan bahwa penemunya adalah Antione Lavoiser pada abad ke-18, padahal Lavoiser adalah seorang murid dari para ahli ilmu kimia dan fisika Muslim pada masanya dan sering mengambil referensi dari buku-buku mereka.

Disebutkan bahwa Nicolas Desmarest pada tahun 1756 adalah orang pertama yang mempelajari tentang pembentukan geologi lembah-lembah, dengan teorinya bahwa lembah-lembah itu dibentuk dalam suatu periode yang lama oleh waktu dan aliran udara.Padahal Ibnu Sina dan Al-Biruni membuat dengan tepat penemuan itu dalam abad ke-11, 700 tahun sebelum Desmarest melakukannya.

Al-Biruni adalah orang yang melakukan eksperimen besar pertama di dunia. Dia menulis lebih dari 200 buku, dan banyak ilmuwan yang mendiskusikan eksperimen-eksperimennya. Hasil karyanya berupa sejumlah literatur ilmiah berbagai bidang ilmu pengetahuan dalam 13.000 halaman, jauh melebihi apa yang ditulis oleh Galileo digabungkan dengan Newton.Jadi tidak benar bahwa Galileo adalah orang pertama yang melakukan eksperimen besar di dunia pada abad ke-17.

25.1121

Al-Khazini, ilmuwan Muslim kelahiran Bizantium atau Yunani tahun 1115 dan wafat 1130 adalah saintis yang serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika serta filsafat.Dia telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, salah satunya adalah kitabMizan al-HikmahatauBalance of Wisdom.Buku yang ditulisnya dalam tahun1121 itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, Al-Khazini menjelaskan sacara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan, hidrostatika dan pusat gravitasi.Al-Khazini dan ilmuwan Muslim lainnya merupakan yang pertama menjeneralisasi teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi.Para ilmuwan Muslim, salah satunya al-Khazini telah melahirkan ilmu gravitasi yang kemudian berkembang di Eropa.

Jelas di sini Isaac Newton sangat terlambat mengemukakan teori Gravitasi di dalam bukunyaPhilosophia Naturalis Principia Mathematicayang dipublikasikan tahun 1687, 500 tahun lebih setelah buku Al-Khazini membahas hal yang sama.Jadi bagaimana dengan cerita apel yang jatuh itu?

26.1130

Gerard da Cremona, orang Italia yang tinggal di Spanyol, menerjemahkan 92 buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin.Buku terjemahannya itu antara lainAl-Asrar(rahasia-rahasia) karya Abu Bakr Muhammad ibnu Zakaria Ar-Razi (bhs.Ltn.Razes, Rases, atau Rhazes), sebuah karya dokter Abu Az-Zahrawi tentang metoda pembedahan, buku karya Abu Muhammad Dhiyauddin Al-Baithar (bhs.Ltn.Alpetagrius) mengenai tumbuh-tumbuhan.

Giovanni Morgagni (1682-1771), orang Itali yang dihormati sebagai bapakpathology(ilmu penyakit) karena dikatakan sebagai orang pertama yang dengan benar menguraikan sifat alami penyakit.Namun jauh sebelum Giovanni melakukannya, para ahli bedah Islam adalah ahli patologi pertama sesungguhnya. Mereka menyadari secara penuh sifat alami penyakit dan menggambarkan berbagai macam penyakit dengan detil modern. Ibnu Zuhr dengan benar menggambarkan sifat alami radang selaput dada (pleurisy), tuberkulosis (TBC) dan radang kantung jantung (pericardistis). Az-Zahrawi dengan teliti mendokumentasikan ilmu penyakit darihydrocephalus(air di otak) dan penyakit-penyakit sejak lahir lainnya. Ibnu Al-Quff dan Ibnu An-Nafs memberi uraian-uraian sempurna tentang penyakit-penyakit peredaran darah. Ahli-ahli bedah Islam lainnya memberi uraian-uraian akurat pertama tentang penyakit berbahaya tertentu, termasuk kanker perut, usus dan kerongkongan. Para ahli bedah Islam ini adalah pemula daripathology(ilmu penyakit), bukan Giovanni Morgagni.

27.1140-an

Para ahli matematik Islam memperkenalkan bilangan negatif untuk digunakan dalam berbagai fungsi aritmetika sedikitnya 400 tahun sebelum Geronimo Cardano mengakui telah memperkenalkannya dalam tahun 1545, dengan mengatakan bahwa angka-angka bisa kurang dari nol.

28.1160

Mata air-mata air Nil yang mengalir melalui danau-danau besar di Khatulistiwa telah ditetapkan dengan seksama oleh Al-Idrisi, sedangkan orang-orang Eropa baru menemukannya pada paruh kedua abad ke-19.

29.1200-an

Informasinya pada tahun 1614, John Napier menemukan logaritma dan tabel logaritmik, namun sejak abad ke-13 para ahli matematika Islam sudah menemukannya dan tabel logaritmik seperti itu sudah umum di dalam dunia pengetahuan Islam pada masa itu.

30.1205

Amir Yaqub dalam pertempuran Mahdiyya telah menggunakan artileri sebagai senjata terakhir.Pada tahun 1273, Sultan Abu Yusuf pada pertempuran Sijilmasa di Maroko Selatan mempergunakan meriam-meriam.Pada tahun 1342, dua orang Inggris, Lord Derby dan Lord Salisbury, hadir pada pertempuran Algericas yang dipertahankan dengan cara yang sama oleh orang-orang Arab.Ketika kedua orang Inggris itu menyaksikan daya efek mesiu, maka mereka membawa penemuan ini ke negeri mereka.

31.1240 1250

Seorang frater Katolik Roma anggota Ordo Fransiskan dari Inggris bernama Roger Bacon datang untuk mempelajari bahasa Arab ke Paris dan Toledo karena ada orang-orang Perancis yang pandai berbahasa Arab di sana.Selain itu di sana terdapat banyak terjemahan buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin dan naskah-naskah asli berbahasa Arab.

Dikatakan bahwa perawatan pertama dengan anesthesia (pembiusan) dilakukan oleh C.W. Long, seorang Amerika pada tahun 1845, padahal 600 tahun sebelum Long melakukannya, seorang Muslim Spanyol, Az-Zahrawi dan Ibnu Zuhr, di antara para ahli bedah Muslim lainnya, sudah melaksanakan ratusan perawatan-perawatan melalui cara pembiusan dengan penggunaan narkotika yang direndam pada spon, yang ditempatkan dengan cara menutup wajah.

32.1250 1257

Roger Bacon pulang ke Inggris dan melanjutkan pelajaran Bahasa Arabnya di Universitas Oxford dengan membawa sejumlah besar buku-buku ilmiah Islam dari Paris.Di antaranyaAl-Manazhierkarya Ali Al-Hasan ibnu Haitsam diterjemahkan Bacon ke dalam bahasa Latin, bahasa ilmiah Eropa pada masa itu.

Terdapat penjelasan-penjelasan mengenai mesiu dan mikroskop pada naskah itu, namun secara tidak jujur dia telah mencantumkan namanya sendiri pada terjemahan-terjemahan itu dan dengan demikian dia telah melakukan plagiat terang-terangan.

Sangat berbeda dengan penerjemah-penerjemah Muslim yang menerjemahkan karya-karya Pythagoras, Plato, Aristoteles, Aristarchos, Euclides dan Claudius Ptolemaios, dan lain-lain dengan tetap menyebutkan nama pengarang-pengarang aslinya.

33.1300-an

Dimulai abad Renaisans (B.PerancisRenaissance) atau kelahiran kembali, di mana ditemukan kembali cerahnya peradaban Yunani dan Romawi (yang dianggap sebagai klasik) ketika keduanya mengalami masa keemasan.Renaisans berlangsung antara abad ke-14 hingga abad ke-17 di Eropa.Tampak di sini, bahwa kebangkitan Eropa yang diawali dengan Renaisans erat hubungannya dengan kembalinya penerjemahan buku-buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin, antara lain Gerbert dAurillac, orang Perancis yang menjadi Paus Sylvester II (tahun 960), Gerard da Cremona, orang Itali (tahun 1130), Seorang frater Katolik Roma, Roger Bacon dari Inggris (tahun 1250).

Dikatakan bahwa tahun 1454, Johan Gutenberg (1398 1468) me