struktur tulang belakang fetus mencit (mus …digilib.unila.ac.id/21806/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS
MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
RIMPANG TEKI (Cyperus rotundus L.)
(Skripsi)
Oleh
ETIKA JULITA SARI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS
MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
RIMPANG TEKI (Cyperus rotundus L.)
Oleh
Etika Julita Sari
ABSTRAK
Rumput teki merupakan tumbuhan liar yang dimanfaatkan rimpangnya sebagai
obat tradisional karena memiliki khasiat sebagai antibakteri, dapat menormalkan
siklus haid, dan penyakit pada organ reproduksi wanita. Zat kimia aktif yang
terdapat dalam rimpang teki yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida,
seskuiterpen dan saponin. Dengan adanya berbagai zat kimia tersebut maka
dilakukan penelitian mengenai uji teratogenik ekstrak rimpang teki untuk
mengetahui kelainan pada fetus mencit (Mus musculus L.) secara morfologi yaitu
penurunan berat badan dan panjang fetus serta secara anatomi yaitu kelainan pada
struktur tulang belakang. Penelitian dilaksanakan pada November 2015- Januari
2016 bertempat di Laboratorium Zoologi dan Laboratorim Kimia Organik FMIPA
Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan 4 perlakuan yaitu kontrol diberi 0,4 ml aquabides (A), dosis 45 mg/40
gram BB dalam 0,4 ml aquabides (B), dosis 90 mg/40 gram BB dalam 0,4 ml
aquabides (C), dan dosis 135 mg/40 gram BB dalam 0,4 ml aquabides (D) dengan
pengulangan sebanyak 5 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 90
mg/40 gram BB dan dosis 135 mg/40 gram BB menyebabkan penurunan berat
badan dan menambah panjang fetus mencit secara signifikan apabila
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena di dalam ekstrak rimpang teki
terdapat zat aktif sehingga bersifat sitotoksik. Secara anatomi pemberian ekstrak
rimpang teki tidak menyebabkan kelainan pada struktur tulang belakang fetus
mencit. Hal ini diduga karena di dalam ekstrak rimpang teki terdapat kandungan
kalsium sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan tulang.
Kata kunci: Rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.), teratogenik, mencit
(Mus musculus L.), tulang belakang.
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS
MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
RIMPANG TEKI (Cyperus rotundus L.)
Oleh
ETIKA JULITA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labuhan Ratu 1, Way Jepara,
Lampung Timur pada 13 Juli 1994, sebagai putri
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Sutarto dan Ibu Eni Hidayah. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Braja Sakti pada
tahun 2006, dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
SMPN 1 Way Jepara lulus pada tahun 2009, dan
melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Way Jepara lulus pada tahun
2012. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui Jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Bendahara Bidang Sains dan
Teknologi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) Fakultas MIPA pada tahun
2014-2015. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sains
Dasar Biologi, Biosistematika Tumbuhan, Fisiologi Tumbuhan, Pengenalan Alat
Laboratorium, dan Embriologi Hewan di Jurusan Biologi, Biologi Umum Jurusan
Agribisnis dan Agroteknologi, dan Botani Umum Agroteknologi. Penulis
melaksanakan Kerja Praktik di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Lampung pada tahun 2015.
MOTTO
Jika engkau tak belajar bersabar dalam pahitnya kegagalan, engkau tak akan
sampai pada manisnya keberhasilan
Mario Teguh
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
Q.S. Al-Insyirah: 5-6
Kunci sukses adalah kegigihan untuk memperbaiki diri dan kesungguhan untuk
mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini
Aa Gym
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT, Tiada Tuhan Selain Allah yang telah memberikan nikmat kesehatan, kekuatan, dan kesabaran untukku dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ku persembahkan karya ini sebagai cinta kasihku, tanda bakti, serta rasa terima kasihku yang terdalam kepada orang-orang yang telah berjasa dalam hidupku.
Bapak dan Ibuku yang telah memberikan cinta, kasih, dan sayangnya, selalu mendoakan tiada henti, memberikan semangat dan nasehat, serta pengorbanannya.
Adikku dan sahabat terdekat dalam hidupku serta keluarga besarku yang selalu memberikanku dukungan, dorongan, semangat, dan motivasi.
Guru-guruku, dosen-dosenku dan terutama pembimbingku yang tak pernah lelah dan selalu sabar memberikan bimbingan serta arahan kepadaku
Sahabat-sahabatku yang senantiasa menjadi penyemangat, selalu membantu, tempat berbagi cerita baik suka, duka, susah maupun senang.
Almamater Tercinta
SANWACANA
Dengan mengucap Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Struktur Tulang Belakang Fetus
Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Teki
(Cyperus rotundus L.)”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku pembimbing I sekaligus Ketua
Jurusan Biologi FMIPA Unila yang telah memberi bimbingan dan arahan
dalam melakukan penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Hendri Busman, M.Biomed., selaku pembimbing II yang telah
memberi nasehat, saran, dan bimbingan selama penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai selaku pembahas sekaligus Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan kritik dan koreksi pada penulis
serta membimbing penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan
Biologi.
4. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
5. Kedua orang tuaku, Bapak Sutarto dan Ibu Eni Hidayah yang tak henti-
hentinya memberikan doa, pengorbanan, cinta dan kasih sayang selama
penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila terimakasih atas
bimbingan dan ilmu yang sudah diberikan selama penulis melaksanakan
studi di Jurusan Biologi.
7. Karyawan dan staff serta laboran di Jurusan Biologi yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Adikku tersayang Nadilla Dwi Lestari dan Najlaa Shania Putri serta
seluruh keluarga besarku terimakasih atas doa, cinta dan kasih sayang
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Dito Aditya terimakasih atas doa, semangat dan dukungannya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman seperjuangan tim mencit, Faizatin Nadya Roza dan Puty Orlando
terimakasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama menyelesaikan
skripsi ini.
11. Teman-teman keluarga besar biologi 2012: Imamah, Emil, Dwi, Sayu,
Agus, Mita, Aul, Asri, Laras, Lia, Sabrina, Meri, Lu’lu, Manda, Erika,
Popi, Welmi, Lutfi, Ama, Olin, Ambar, Yelbi, Aida, Heni, Nora, Khorik,
Mustika, Riza, Wina, Putri, Dela, Luna, Pepti, Bebi, Propal, Minggar,
Jevica, Arum, Dewi, Sheila, Catur, Nike, Afrisa, Linda, Naumi, Nindia,
Maria, Nikken, Aska, Indy, Amal, Nisa, Agung, Huda, Marli, Apri, Abdi,
Kadek, terimakasih atas kebersamaan selama ini.
12. Teman yang semasa SMA: Pepe, Ani, Imah, Vivi, Wilda, Wisnu, Dora,
terimakasih atas dukungan dan kebersamaan selamanya ini.
13. Teman kosan Eko Wijayanti dan Istiqomah: Ayu, Sukma, Indah, Anna,
Fifi, Desta, terimakasih atas dukungan, keceriaan dan canda tawanya.
14. Kakak tingkat angkatan 2011 dan 2010 yang telah banyak memberikan
pengalaman dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan studi di
Jurusan Biologi.
15. Adik tingkat 2013 dan 2014 terimakasih atas keceriaan, canda tawa, dan
semangatnya.
16. Seluruh Wadya Balad HIMBIO yang telah memberikan semangat dan
tidak dapat disebutkan satu persatu.
17. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah
membantu penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua.
Bandar Lampung, April 2016
Penulis,
Etika Julita Sari
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
D. Kerangka Pikir .............................................................................. 4
E. Hipotesis ........................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ............................................. 6
1. Taksonomi dan Morfologi ....................................................... 6
2. Manfaat Rimpang Rumput Teki .............................................. 7
3. Kandungan Rimpang Rumput Teki ......................................... 8
B. Mencit (Mus musculus L.) ............................................................. 11
1. Taksonomi ............................................................................... 11
2. Morfologi dan Fisiologi Mencit .............................................. 11
3. Perkembangan Fetus Mencit ................................................... 12
C. Toksikologi .................................................................................... 14
D. Teratogenik .................................................................................... 16
E. Berat Badan dan Panjang Fetus ..................................................... 17
F. Tulang Belakang Fetus .................................................................. 18
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 20
B. Alat dan Bahan ............................................................................. 20
C. Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 21
1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji ....................................... 21
2. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Rimpang Teki ................. 22
3. Proses Kopulasi Mencit ......................................................... 22
ii
4. Pembuktian Kopulasi Mencit ................................................. 23
5. Pemberian Perlakuan ............................................................. 23
6. Pengamatan ............................................................................ 25
7. Rancangan Percobaan ............................................................ 26
8. Analisis Data .......................................................................... 26
9. Diagram Alir .......................................................................... 27
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan .......................................................................... 28
1. Berat Badan dan Panjang Fetus .............................................. 28
2. Tulang Belakang Fetus ............................................................ 31
B. Pembahasan ................................................................................... 33
1. Berat Badan dan Panjang Fetus .............................................. 33
2. Tulang Belakang Fetus ............................................................ 37
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... 40
B. Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 41
LAMPIRAN ............................................................................................. 45
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia. ............................... 14
Tabel 2. Hasil Pengamatan Berat Badan Fetus Mencit Setelah Pemberian
Ekstrak Rimpang Teki................................................................. 28
Tabel 3. Hasil Pengamatan Panjang Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak
Rimpang Teki .............................................................................. 30
Tabel 4. Pengamatan Tulang Belakang Fetus Mencit Setelah Pemberian
Ekstrak Rimpang Teki................................................................. 32
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumput Teki dan Rimpang Teki ............................................. 7
Gambar 2. Mencit (Mus musculus L.) ....................................................... 11
Gambar 3. Morfologi Fetus Normal ......................................................... 13
Gambar 4. Anatomi Rangka Mencit (Mus musculus L.) .......................... 18
Gambar 5. Penurunan Berat Badan Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak
Rimpang Teki .......................................................................... 29
Gambar 6. Pertambahan Panjang Badan Fetus Mencit Setelah Pemberian
Ekstrak Rimpang Teki ............................................................ 31
Gambar 7. Fetus (a) Kontrol, (b) Dosis 45 mg/40 gram BB,
(c) Dosis 90mg/40 gram BB, (d) Dosis 135 mg/40 gram BB . 33
Gambar 8. Rotary evaporator .................................................................... 50
Gambar 9. Akuabides ................................................................................ 50
Gambar 10. Ekstrak Rimpang Teki ........................................................... 50
Gambar 11. Larutan Alizarin Red 1%....................................................... 50
Gambar 12. Alkohol 90% ......................................................................... 50
Gambar 13. Alkohol 70% ......................................................................... 50
Gambar 14. Sonde Lambung..................................................................... 50
Gambar 15. Kandang Mencit .................................................................... 50
Gambar 16. Seperangkat alat bedah .......................................................... 51
Gambar 17. Timbangan digital ................................................................. 51
v
Gambar 18. Jangka sorong ........................................................................ 51
Gambar 19. Proses kopulasi mencit .......................................................... 51
Gambar 20. Pemberian ekstrak ................................................................. 51
Gambar 21. Kehamilan hari ke-18 ............................................................ 51
Gambar 22. Mencit dibius dengan kloroform ........................................... 51
Gambar 23. Pembedahan mencit............................................................... 51
Gambar 24. Fetus dikeluarkan dari uterus ................................................ 52
Gambar 25. Fetus mencit .......................................................................... 52
Gambar 26. Pengukuran panjang fetus ..................................................... 52
Gambar 27. Penimbangan berat fetus ....................................................... 52
Gambar 28. Organ dalam fetus dikeluarkan ............................................. 52
Gambar 29. Fetus diproses dengan Alizarin Red ...................................... 52
Gambar 30. Fetus tanpa perlakuan (kontrol)............................................. 53
Gambar 31. Fetus perlakuan dosis 45 mg/40 gram BB (B) ...................... 53
Gambar 32. Fetus perlakuan dosis 90 mg/40 gram BB (C) ...................... 53
Gambar 33. Fetus perlakuan dosis 135 mg/40 gram BB (D) .................... 53
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan, dari jumlah
tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, dan kurang lebih 300
spesies telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional.
Tumbuhan yang memiliki potensi sehingga dapat dikembangkan menjadi
bahan baku obat-obatan adalah tumbuhan yang dapat menghasilkan metabolit
sekunder dan aktivitas biologis tertentu (Anonim, 2007).
Rumput teki (Cyperus rotundus L.) merupakan tumbuhan liar yang hidup di
berbagai tempat terbuka seperti di lapangan rumput, pinggir jalan, tegalan,
atau lahan pertanian sehingga termasuk sebagai gulma (Dalimartha, 2009).
Masyarakat di berbagai daerah di banyak negara telah lama memanfaatkan
rumput teki sebagai obat tradisional. Bagian rimpang merupakan bagian
yang digunakan untuk pengobatan. Rimpang rumput teki memiliki rasa
pedas, sedikit pahit, dan manis serta bersifat anti esterogen (Lawal dan
Adebola, 2009).
Komponen aktif yang terdapat dalam rimpang teki adalah seskuiterpen.
Senyawa seskuiterpen dalam rimpang teki yaitu α-cyperone, β-selinene,
2
cyperene, cyperotundone, patchoulenone, sugeonol, kobusone, dan
isokobusone. Selain komponen aktif tersebut, rimpang teki juga mengandung
beberapa bahan kimia yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida, dan
saponin (Subhuti, 2005).
Berbagai bahan kimia dalam rimpang teki dapat digunakan sebagai
antibakteri, obat peluruh haid dan kontrasepsi. Kontrasepsi yang
mempengaruhi proses reproduksi dalam hal ini yaitu menghambat ovulasi
terhadap siklus haid pada manusia dan siklus estrus pada mencit
(Mus musculus L.), menghambat penetrasi sperma, menghambat fertilisasi
dan implantasi, sehingga proses kehamilan sulit terjadi dan apabila terjadi
maka kemungkinan fetus akan mengalami kecacatan (Winarno dan Sundari,
1997).
Fetus mengalami fase organogenesis. Fase organogenesis merupakan fase
dimana sel-sel fetus sedang aktif berproliferasi sehingga sangat rentan
terhadap pengaruh dari luar seperti zat yang terkandung dalam makanan,
minuman ataupun obat-obatan. Pengaruh langsung maupun tak langsung
oleh masuknya bahan kimia terhadap perkembangan organ fetus dapat
mengkibatkan kematian fetus, pertumbuhan terhambat dan kelainan
pembentukan tulang. Pembentukan dan perkembangan tulang (osifikasi)
pada fetus mencit terjadi pada hari ke 11 sampai ke 17 kehamilan sehingga
pada masa itu sangat rentan terhadap faktor non genetik penyebab kecacatan
(teratogen) (Rugh, 1968).
3
Dalam upaya pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat maka perlu dilakukan
uji keamanan dari ekstrak rimpang teki. Uji keamanan merupakan suatu uji
dengan memberikan faktor atau zat tertentu untuk melihat ada tidaknya
kelainan pada fetus hewan uji akibat pemberian zat tersebut. Pada penelitian
ini digunakan ekstrak rimpang teki yang diberikan kepada mencit yang
sedang hamil selama periode organogenesis yaitu pada kehamilan hari ke-6
sampai ke-17. Uji teratogenik tersebut diharapkan dapat menjadi dasar bagi
penggunaan rimpang teki sebagai bahan baku obat-obatan agar dapat
diaplikasikan pada manusia sehingga tidak menimbulkan akibat yang
berbahaya (Almahdy, 1999).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan pada fetus
mencit (Mus musculus L.) secara morfologi yaitu penurunan berat badan dan
panjang fetus serta secara anatomi yaitu kelainan pada struktur tulang
belakang setelah pemberian ekstrak rimpang teki (Cyperus rotundus L.)
terhadap induk mencit yang sedang hamil.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah lebih lanjut
mengenai efek teratogenik ekstrak rimpang teki (Cyperus rotundus L.)
terhadap penurunan berat badan dan panjang fetus serta kelainan pada
struktur tulang belakang fetus mencit (Mus musculus L.).
4
D. Kerangka Pikir
Keanekaragaman hayati yang tinggi membuat masyarakat Indonesia mudah
untuk memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan baku obat, salah satunya
adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Rumput teki merupakan
tumbuhan liar yang dapat hidup pada berbagai tempat sehingga termasuk
sebagai gulma. Tanaman ini dimanfaatkan rimpangnya di banyak negara
sebagai obat tradisional karena memiliki khasiat sebagai antibakteri, dapat
menormalkan siklus haid, dan penyakit pada organ reproduksi wanita.
Komponen aktif yang terdapat dalam rimpang teki adalah seskuiterpen.
Senyawa seskuiterpen dalam rimpang teki yaitu α-cyperone, β-selinene,
cyperene, cyperotundone, patchoulenone, sugeonol, kobusone, dan
isokobusone. Zat kimia yang terdapat dalam rimpang teki yaitu alkaloid,
flavonoid, tanin, pati, glikosida, dan saponin. Dengan adanya berbagai zat
kimia tersebut maka diperlukan penelitian mengenai uji teratogenik dari
ekstrak rimpang teki untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada fetus
hewan uji berupa mencit (Mus musculus L.). Penelitian ini didasarkan pada
penelitian Pasaribu (2008) mengenai efek pemberian ekstrak rimpang teki
yang menyebabkan pertumbuhan abnormal pada bagian tubuh fetus mencit.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap penurunan berat badan
dan panjang fetus, serta kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit,
dimana proses pembentukan dan perkembangan tulang (osifikasi) pada fetus
mencit terjadi pada hari ke-11 sampai ke-17 kehamilan sehingga pada masa
itu sangat rentan terhadap senyawa teratogen.
5
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak rimpang teki
(Cyperus rotundus L.) terhadap induk mencit (Mus musculus L.) yang sedang
hamil menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan panjang fetus serta
kelainan pada struktur tulang belakang fetus.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)
1. Taksonomi dan Morfologi
Menurut Sugati, Syamsuhidayat, dan Johnny (1991), taksonomi tumbuhan
rumput teki adalah:
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Cyperales
Suku : Cyperaceae
Marga : Cyperus
Jenis : Cyperus rotundus L.
Rumput teki merupakan tumbuhan liar yang dapat tumbuh di berbagai tempat
seperti di tanah terbuka, pinggir jalan, atau lahan pertanian sehingga termasuk
sebagai gulma. Batang berbentuk segitiga, daun terdiri dari 4-10 helai pada
pangkal batang dengan pelepah daun tertutup tanah. Helaian daun berbentuk
pita, bertulang sejajar, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau mengilap
dengan panjang 10-60 cm dan lebar 2-6 cm. Perbungaan majemuk berbentuk
7
bulir mempunyai 8-25 bunga yang berkumpul berbentuk payung, berwarna
kuning atau cokelat kuning. Buah berbentuk batu berukuran kecil, bentuknya
memanjang sampai bulat telur. Rimpang menjalar, berbentuk kerucut,
berwarna cokelat, dan memiliki panjang 1,5-4,5 cm dengan diameter 5-10 mm
(Dalimartha, 2009). Struktur morfologi rumput teki dan rimpang teki
disajikan pada Gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Rumput Teki, (b) Rimpang Teki (Subhuti, 2005)
2. Manfaat Rimpang Rumput Teki
Rimpang rumput teki memiliki banyak khasiat sehingga banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional yaitu untuk mengobati kejang perut, luka, bisul
dan lecet. Terdapat beberapa aktivitas farmakologi dan biologi rimpang
rumput teki yaitu anti-candida, antiinflamasi, antidiabetes, antidiare,
sitoprotektif, antimutagenik, antibakteri, antioksidan, sitotoksik dan apoptosis,
aktivitas analgesik dan antipiretik (Lawal dan Adebola, 2009).
8
3. Kandungan Rimpang Rumput Teki
Rimpang rumput teki memiliki komponen aktif yaitu seskuiterpen. Senyawa
seskuiterpen dalam rimpang rumput teki sejauh ini adalah: α-cyperone, β-
selinene, cyperene, cyperotundone, patchoulenone, sugeonol, kobusone, dan
isokobusone (Subhuti, 2005).
Komposisi kimia dari minyak volatile rumput teki terdiri dari empat tipe
(fourchemotypes) yaitu H-, K-, M-, dan O-. H-tipe dari Jepang mengandung
α-cyperone (36,6%), β-selinene (18,5%), cyperol (7,4%) dan caryophyllene
(6,2%). M-tipe dari Cina, HongKong, Jepang, Taiwan dan Vietnam
mengandung α-cyperone (30,7%), cyperotundone (19,4%), β-selinene
(17,8%), cyperene (7,2%) dan cyperol (5,6%). O-tipe dari Jepang, Taiwan,
Thailand, Hawaii dan Filipina mengandung cyperene (30,8%), cyperotundone
(13,1%) dan β-elemene (5,2%). K-tipe dari Hawaii mengandung cyperene
(28,7%), cyperotundone (8,8%), asetat patchoulenyl (8,0%) dan asetat
sugeonyl (6,9%) ( Lawal dan Adebola, 2009).
Selain komponen aktif tersebut, rimpang teki juga mengandung beberapa zat
kimia yaitu alkaloid sebanyak 0,3-1%, minyak atsiri sebanyak 0,3-1%,
flavonoid 1-3% yang komposisinya bervariasi tergantung daerah asal
tumbuhnya.
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan dari senyawa fenolik yang merupakan
pigmen tumbuhan. Fungsi flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai
antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat
9
flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, antiinflamasi,
mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Barnes, Anderson, and
Philipson, 1996).
Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Beberapa
flavonoid menghambat fosfodiesterase, flavonoid lain menghambat
aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, DNA polimerase dan
lipooksigenase (Robbinson, 1995).
b. Alkaloid
Menurut Harborne (1987), alkaloid merupakan senyawa metabolid
sekunder yang bersifat basa, yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen dengan sepasang elektron bebasnya, dalam bentuk cincin
heterosiklik dan bersifat aktif biologis menonjol. Alkaloid memiliki efek
biologis yang menyegarkan tubuh sampai toksik yang dapat menyebabkan
penyakit jantung, kanker paru-paru, kanker mulut, tekanan darah tinggi,
dan gangguan terhadap kehamilan dan janin.
c. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dihasilkan oleh tiga
unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka
dasar naftalen. Anggota seskuiterpenoid yang penting adalah farnesol dan
alkohol. Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar
diantaranya adalah sebagai antifeedant, antimikroba, antibiotik, toksin,
serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (Robbinson, 1995).
10
d. Tanin
Tanin bersifat fenol, mempunyai rasa sepat. Kadar tanin yang tinggi dalam
tumbuhan dapat membantu mengusir hewan pemangsa tumbuhan dan
mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap nilai gizi tumbuhan
makanan ternak. Tanin mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat
pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkiptase
dan DNA topoisomerase (Robbinson, 1995).
e. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan pada konsentrasi
yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah dan sebagai
antimikroba. Efek penggunaan saponin ialah penghambatan jalur ke steroid
anak ginjal dan dehidrogenase jalur prostaglandin (Robbinson, 1995).
Kandungan nutrisi rimpang rumput teki adalah lemak (29,48 ± 0,28)%,
protein (9,04 ± 0,33)%, abu (2,67 ± 0,21)%, serat (12,63 ± 0,01)% dan
karbohidrat (21,47 ± 0,83)%. Kandungan mineralnya sebagai berikut:
tembaga (28,11 ± 0,02) mg/100g, magnesium (50,76 ± 0,50) mg/100g,
kalium (110,11 ± 0,71) mg/100g, kalsium (16,40 ± 0,32) mg/100 g dan
natrium (110,11 ± 0,71) mg/100g (Oladunni, Abass, dan Adisa, 2011).
11
B. Mencit (Mus musculus L.)
1. Taksonomi dan Morfologi
Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) taksonomi mencit adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Rodentia
Suku : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.
Morfologi mencit (Mus musculus L.) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Mencit (Mus musculus L) (Tetebano, 2011)
2. Morfologi dan fisiologi mencit
Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan pengerat yang memiliki
rambut berwarna keabu-abuan atau putih, mata berwarna merah atau
12
hitam, kulit berpigmen dan perut sedikit pucat. Mencit dewasa pada umur
35 hari dan memiliki waktu kehamilan 19-21 hari. Mencit dapat
melahirkan 6-15 ekor. Mencit jantan dan betina siap melakukan kopulasi
pada umur 8 minggu. Siklus estrus atau masa birahi 4-5 hari dengan lama
estrus 12-14 jam. Fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB.
Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan fertilisasi atau
disebut dengan kopulasi terjadi pada saat estrus, dengan fertilisasi 2 jam
setelah kopulasi. Ciri-ciri terjadinya kopulasi adalah ditemukannya
sumbat vagina, yaitu cairan mani jantan yang menggumpal
(Mangkoewidjojo dan Smith, 1988).
Mencit merupakan hewan percobaan yang efisien karena mudah
dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kehamilan yang
singkat, dan banyak memiliki anak perkelahiran. Mencit dan tikus putih
memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah
membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995).
3. Perkembangan Fetus Mencit
Menurut Roberts (1971) dan Lu (1995) masa kehamilan mencit terdiri dari
3 tahap, yaitu :
a. Tahap blastula
Tahap ini dimulai setelah ovulasi dan dilanjutkan dengan
perkembangan membran zigot primitif di uterus. Pada tahap ini, fetus
13
tidak rentan terhadap senyawa teratogen, tetapi senyawa teratogen akan
menyebabkan kematian fetus akibat matinya sebagian sel fetus.
b. Tahap organogenesis
Tahap organogenesis merupakan tahap pembentukan organ-organ dan
sistem tubuh serta perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada hari ke 6
sampai ke 16 kehamilan. Pada periode ini sel secara intensif
mengalami diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi sehingga fetus
sangat rentan terhadap senyawa teratogen.
c. Tahap pertumbuhan fetus
Tahap ini merupakan tahap terjadinya perkembangan dan pematangan
fungsi jaringan, organ dan sistem yang tumbuh. Sehingga selama tahap
ini, senyawa teratogen tidak akan menyebabkan cacat morfologi, tetapi
dapat mengakibatkan kelainan fungsi seperti gangguan Sistem Syaraf
Pusat (SSP) yang mungkin tidak dapat dideteksi segera setelah
kelahiran.
Morfologi fetus normal mencit disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi Fetus Normal Mencit (Heupel, 2008)
14
Menurut Hafez (1970) dan Schenker & Forkheim (1998), perkembangan fetus
pada Rodentia dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia
Waktu
(Hari)
Tingkatan yang terjadi
1 Stadium pembelahan sel di dalam oviduk
2 Terbentuk morula 16 sel
3 Fetus masuk ke dalam uterus dan membentuk blastula
4-6 Blastomer terimplantasi dan terjadi gastrulasi
6-11 Organogenesis
12-16 Pembentukan somit belakang, mata, dan osifikasi awal dari
skeleton
16-20 Perkembangan fetus
20-21 Kelahiran
C. Toksikologi
Ilmu yang mempelajari tentang racun dan pengaruhnya terhadap makhluk
hidup disebut toksikologi. Toksikologi menitikberatkan pada pengaruh
agensia toksik baik berupa efek senyawa kimiawi, bunyi, cahaya, gelombang
elektromagnetik, dan mikroorganisme terhadap perkembangan terutama
perkembangan embrio (Hutahean, 2002).
Zat kimia dapat dikatakan beracun (toksik) apabila zat tersebut berpotensi
memberikan efek berbahaya terhadap organisme. Sifat toksik dari suatu zat
ditentukan oleh konsentrasi atau dosis, sifat zat, kondisi bioorganisme,
paparan terhadap organisme, dan efek yang ditimbulkan. Apabila
menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu dilakukan identifikasi
dimana timbulnya efek berbahaya tersebut (Wirasuta dan Suadarmana, 2007).
Menurut Loomis (1978), uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, uji
toksisitas subkronis, dan uji toksisitas kronis. Saat ini sudah banyak
15
berkembang bahan-bahan berbahaya yang harus diketahui keamanannya.
Terdapat 6 jenis uji toksisitas spesifik yaitu:
1. Uji Potensi
Uji potensi merupakan uji toksisitas yang menentukan efek suatu zat
dengan adanya zat-zat tambahan yang mungkin secara bersamaan
dijumpai.
2. Uji Teratogenik
Uji teratogenik merupakan uji toksisitas untuk menentukan efek suatu zat
terhadap fetus hewan uji.
3. Uji Reproduksi
Uji reproduksi merupakan uji toksisitas untuk menentukan efek atas
kemampuan reproduktif hewan eksperimental.
4. Uji Mutagenik
Uji mutagenik merupakan uji toksisitas untuk menentukan efek pada
sistem kode genetika.
5. Uji Kemampuan Tumorigenisitas dan Karsinogenisitas
Uji kemampuan tumorigenisitas dan karsinogenisitas merupakan uji
toksisitas untuk menentukan kemampuan zat sehingga menimbulkan
tumor.
6. Uji Perilaku
Uji perilaku merupakan uji toksisitas untuk menentukan efek zat terhadap
berbagai macam perilaku hewan uji.
16
D. Teratogenik
Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan. Kelainan ini
merupakan penyebab utama mortalitas pada fetus yang lahir. Faktor-faktor
yang menyebabkan teratogenesis adalah senyawa kimia, kekurangan gizi,
infeksi virus, ketidakseimbangan hormonal, dan berbagai kondisi stress.
Menurut Lu (1995) mekanisme kerja zat kimia yang bersifat teratogen di
dalam tubuh hewan coba adalah:
a. Gangguan terhadap asam nukleat
Terdapat banyak zat kimia yang dapat mempengaruhi replikasi dan
transkripsi asam nukleat atau translasi RNA. Contohnya: zat pengakil,
antimetabolit, dan intercalating agent.
b. Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas
Senyawa teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang
digunakan untuk metabolisme dengan cara mengurangi persediaan substrat
secara langsung atau bertindak sebagai analog vitamin, asam amino
esensial, dan sebagainya. Ketidakseimbangan osmolaritas dapat
disebabkan oleh hipoksia dan zat penyebab hipoksia (CO, CO2) yang
bersifat teratogen. Hal ini dapat menyebabkan kelainan bentuk dan
iskemia jaringan.
c. Penghambat enzim
Penghambat enzim seperti 5-flourourasil dapat menyebabkan cacat karena
mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel.
17
E. Berat Badan dan Panjang Fetus
Pertumbuhan dan perkembangan fetus pada hewan khususnya mencit diawali
dengan meningkatnya jumlah sel yang diikuti dengan differensiasi dan
perkembangan berbagai sistem organ. Perkembangan fetus juga dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yaitu potensi genetika dan status nutrisi dari kedua
induk. Sumber nutrisi fetus berasal dari induk yang berpindah melalui
plasenta (Muna, Astirin, dan Sugiyarto, 2011).
Berat dan panjang fetus merupakan salah satu parameter yang penting untuk
diamati dalam penelitian teratogenik. Wilson (1973) menyatakan bahwa
penurunan berat dan panjang badan fetus merupakan efek dari pemberian
senyawa yang bersifat teratogenik.
Senyawa teratogen dengan dosis rendah mampu menyebabkan kematian
beberapa sel dan dapat pula menyebabkan pergantian beberapa sel. Apabila
satu atau sekelompok sel rusak oleh gangguan senyawa toksik, maka sel-sel
normal di sekitarnya akan membelah dan menggantikan peran sel-sel yang
rusak tersebut. Pergantian sel-sel yang rusak akan dipertahankan selama
masa organogenesis agar terbentuk morfologi fetus yang normal. Namun
apabila sel-sel rusak tersebut tidak mampu diperbaiki maka akan
menyebabkan malformasi/kelainan sehingga terbentuk fetus dengan
morfologi normal, tetapi berukuran kecil (Ritter, 1977; Muna, dkk., 2011).
18
F. Tulang Belakang Fetus
Pada saat fetus, tulang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
disebut dengan istilah osifikasi. Awal dari proses osifikasi ini adalah
terjadinya perubahan jaringan mesenkim pada fetus menjadi jaringan tulang
atau menjadi jaringan kartilago yang selanjutnya akan menjadi jaringan
tulang (Junqueira, Carneiro, dan Kelley, 1998). Menurut Rugh (1968),
osifikasi pada mencit dimulai pada hari ke 11 sampai 17 kehamilan.
Struktur anatomi rangka fetus mencit disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Anatomi Rangka Mencit (Mus musculus L.) (Amsel, 2012)
Pada fetus normal (kontrol) terdapat 7 tulang servik, 13 tulang thorak, 6 tulang
lumbalis, 6 tulang sakral, dan 2 atau 3 tulang kaudal (Sukandar, Fidrianny,
Garmana, 2008).
Menurut Setyawati (2011), pemberian senyawa teratogen pada masa
organogenesis dapat menyebabkan penghambatan pada pertumbuhan tulang.
Adanya senyawa teratogen yang masuk melalui plasenta akan menghambat
19
transfer nutrisi dari induk ke fetus dan menghambat metabolisme nutrisi yang
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan organ fetus termasuk mineral
untuk proses kalsifikasi (pembentukan tulang). Kelainan pada tulang
belakang fetus dapat dilihat dari jumlah tulang dan terdapat pemanjangan atau
pemendekan dari tulang belakang tersebut.
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015-Januari 2016
bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lampung untuk pemeliharaan dan perlakuan hewan uji. Untuk pembuatan
ekstrak rimpang rumput teki dilakukan di Laboratorim Kimia Organik Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit
beserta penutup yang terbuat dari kawat sebanyak 20 unit,wadah pakan
mencit, botol minum mencit, sonde lambung yang dihubungkan dengan
alat suntik digunakan untuk pemberian ekstrak secara oral, mikropipet
untuk mengukur ekstrak rimpang teki, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
erlenmeyer sebagai tempat larutan Alizarin Red, gelas ukur, seperangkat
alat bedah, kertas label, kamera tipe SM-J500G, botol film sebagai tempat
pewarnaan fetus, jangka sorong untuk mengukur panjang fetus, dan
timbangan digital untuk menimbang berat fetus.
21
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah 20 ekor mencit betina dan 20 ekor mencit
jantan berumur 3-4 bulan dengan berat sekitar 40 gram, sekam padi
sebagai alas kandang mencit, pelet sebagai pakan mencit, air minum
mencit, ekstrak rimpang teki, aquabides, kloroform, kapas, alkohol 90%,
larutan KOH 1%, larutan Alizarin Red, dan alkohol 70%.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Hewan Uji
Kandang mencit beserta penutupnya sebanyak 20 unit dibersihkan dengan
alkohol dan diberi alas berupa sekam padi. 20 ekor mencit jantan dan 20
ekor mencit betina disiapkan dalam kondisi yang fertil, berumur 10
minggu, dan berat sekitar 40 gram. Mencit kemudian diaklimatisasi
selama 1 minggu dengan diberi pakan berupa pelet dan air minum setiap
harinya. Aklimatisasi ini bertujuan agar mencit melakukan penyesuaian
kondisi dengan lingkungan sekitar.
Penentuan besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Frederer
(1977), yaitu t(n-1) ≥15. Sehingga setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor
mencit betina yang hamil, yaitu 5 ekor mencit betina hamil tanpa
perlakuan (kontrol), 5 ekor mencit betina hamil dengan perlakuan 45
mg/40 gram BB dalam 0,4 ml aquabides, 5 ekor mencit betina hamil
dengan perlakuan 90 mg/40 gram BB dalam 0,4ml aquabides, dan 5 ekor
22
mencit betina hamil dengan perlakuan 135 mg/40 gram BB dalam 0,4ml
aquabides.
2. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Rimpang Teki
Pada penelitian ini untuk mendapatkan ekstrak rimpang teki digunakan
metode evaporasi. Rimpang teki dibersihkan, dicuci, dan dijemur hingga
kering. Setelah kering, rimpang teki kemudian digiling hingga menjadi
serbuk. Kemudian dilakukan maserasi dengan cara merendam 500 gram
serbuk rimpang teki dalam 2 liter larutan etanol selama 24 jam. Kemudian
disaring menggunakan kertas saring. Cairan hasil saringan tersebut
kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi menggunakan alat rotary
evaporator selama 4 jam dengan suhu 50oC dan tekanan 120 atm. Setelah
itu didapatkan ekstrak rimpang teki sebanyak ± 200ml.
3. Proses Kopulasi Mencit
Satu ekor mencit betina disatukan secara alami dengan satu ekor mencit
jantan ke dalam satu kandang dan diberi pakan berupa pelet dan air
minum. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan
fertilisasi atau disebut dengan kopulasi mencit ini terjadi pada sore
menjelang petang. Hal ini disebabkan proses kopulasi mencit terjadi pada
fase estrus, dimana fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB
(Mangkoewidjojo dan Smith, 1988).
23
4. Pembuktian Kopulasi Mencit
Pada keesokan pagi setelah mencit betina dan jantan disatukan, dilakukan
pengamatan di daerah vagina pada mencit betina. Sumbat vagina
(copulatory plug atau vagina plug) yaitu sumbat kekuningan pada vagina
yang merupakan campuran sekret betina dengan ejakulat jantan yang
mengeras. Apabila ditemukan sumbat vagina, maka mencit dinyatakan
telah melakukan kopulasi dan dihitung sebagai kehamilan hari ke-0
(Silvia, 2011). Selain dilihat dari adanya sumbat vagina, kehamilan
mencit juga dapat diketahui dengan cara mengangkat ekstrimitas depan
mencit dan dilihat apakah kelenjar mammae turun, apabila turun maka
mencit dinyatakan hamil. Selama kehamilan, kelenjar mammae
mengalami perkembangan dan perubahan morfologi untuk mempersiapkan
laktasi saat melahirkan (Leeson, 1986). Mencit betina yang dinyatakan
terbukti kopulasi, dipelihara dalam kandang tersendiri
5. Pemberian Perlakuan
Pemberian ekstrak rimpang teki dilakukan dengan cara dicekok (secara
oral) menggunakan alat sonde lambung mulai dari kehamilan hari ke 6
sampai ke 17 (Silvia, 2011).
Pada penelitian ini pemberian ekstrak rimpang rumput teki diberikan
secara oral, sehingga persen pemberian aquabides menurut Yorijuly (2012)
yaitu 1 %. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
dengan berat sekitar 40 gram, sehingga rumus perhitungan volume
penggunaan aquabides yaitu:
24
Volume Pemberian= Berat x Persen Pemberian
= 40 gram x 1%
= 40 gram x (1 ml/100 gram)
= 0,4 ml
Menurut Sa’roni dan Wahyoedi (2002) pada tikus putih (Rattus sp.) yang
beratnya 2,5 x berat mencit yaitu 100 gram, diberi perlakuan secara oral
sekali sehari selama 12 hari, adapun dosis ekstrak rimpang teki yang
diberikan adalah:
a. Kontrol dengan perlakuan 1 ml/100 gram BB aquabides (A)
b. Dosis 11,25 mg/100 gram BB dalam 1 ml/100 gram aquabides (B)
c. Dosis 112,5 mg/100 gram BB dalam 1 ml/100 gram aquabides (C)
d. Dosis 337,5 mg/100 gram BB dalam 1 ml/100 gram aquabides (D)
Dosis ekstrak rimpang rumput teki yang dipakai pada penelitian ini
dihitung berdasarkan pemakaian ekstrak rimpang rumput teki pada
penelitian sebelumnya yang menggunakan hewan percobaan yaitu tikus
putih. Dosis yang digunakan untuk tikus 11,25 mg/100 gBB dalam
1ml/100 gBB, artinya dosis yang diberikan setiap pergram berat badan
tikus yaitu sebagai berikut :
= 11,25 mg
100 g
= 0,1125/mg
Maka, konversi dosis dari tikus ke mencit dengan berat badan 40 gram
yaitu :
= 0,1125 mg x 40 g
= 4,5 mg
25
Setelah dikonversikan terhadap mencit, maka pada kehamilan hari ke 6
sampai ke 17 mencit yang hamil diberi perlakuan sebagai berikut:
1. Kontrol, diperlakukan dengan diberi 0,4 ml aquabides (A)
2. Dosis 45 mg/40 gram BB dalam 0,4 ml aquabides (B)
3. Dosis 90 mg/40 gram BB dalam 0,4 ml aquabides (C)
4. Dosis 135 mg/40 gram BB dalam 0,4 ml aquabides (B)
6. Pengamatan
Pembedahan terhadap mencit betina dilakukan dengan menggunakan
seperangkat alat bedah setelah kehamilan hari ke 18. Seluruh mencit baik
dari kelompok kontrol maupun perlakuan dibius menggunakan kloroform.
Mencit dibedah dan fetus dikeluarkan dari uterus, kemudian dibersihkan
dengan air mengalir dan dilakukan penimbangan berat badan dan
pengukuran panjang fetus. Selanjutnya dikeluarkan organ dalam fetus dan
dilakukan preparasi tulang belakang fetus dengan pewarna Alizarin Red.
Pembuatan larutan Alizarin Red dengan cara menambahkan 6 mg bubuk
Alizarin Red ke dalam 1 liter larutan KOH 1% (Manson, Zenick, and
Costlow, 1982).
Alizarin Red merupakan pewarna yang banyak digunakan untuk mewarnai
tulang pada fetus hewan uji. Ruas tulang yang terwarnai merupakan
tulang rawan yang telah mengalami penulangan sehingga akan berwarna
merah tua karena zat warna terikat oleh kalsium pada matriks tulang.
Larutan KOH 1% yang digunakan berfungsi agar otot pada fetus menjadi
transparan dan tulang belakang fetus dapat terlihat dengan jelas
26
(Setyawati, 2011). Pengamatan struktur tulang belakang fetus dilakukan
secara deskriptif untuk melihat ada atau tidaknya kelainan dibandingkan
dengan fetus normal (kontrol).
7. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan masing-masing
perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Dalam penelitian ini
terdapat 20 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1
kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok sebagai perlakuan.
Berikut merupakan susunan rancangan percobaan:
AU1 BU1 CU1 DU1
DU2 AU2 BU2 CU2
AU3 CU5 DU3 BU3
BU4 DU4 CU3 AU4
CU4 BU5 AU5 DU5
Keterangan :
P = Perlakuan yang digunakan (B; C; D)
K = Kontrol (A)
U = Ulangan (U1,U2,U3,U4,U5).
8. Analisis data
Data hasil penelitian berupa anatomi tulang belakang fetus dianalisis
secara deskriptif. Panjang dan berat fetus dianalisis menggunakan
27
Analisis Ragam (ANARA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
efek yang ditimbulkan antar perlakuan. Apabila terdapat perbedaan yang
nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan uji beda nyata terkecil
(BNT) pada taraf 5%.
9. Diagram Alir Penelitian
Hasil
Analisis data
Pengamatan berat dan panjang fetus serta kelainan pada struktur tulang belakang
Pemberian perlakuan berupa ekstrak rimpang teki
Pembuktian kopulasi mencit
Proses kopulasi mencit
Persiapan dan pembuatan ekstrak rimpang teki
Persiapan kandang dan hewan uji berupa mencit
Persiapan penelitian
40
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian
ekstrak rimpang teki pada mencit hamil:
1. Pada dosis 90mg/40 gram BB dan dosis 135mg/40 gram BB
memberikan pengaruh menurunkan berat badan fetus secara signifikan.
2. Pada dosis 90mg/40 gram BB dan dosis 135mg/40 gram BB
memberikan pengaruh menambah panjang fetus mencit secara
signifikan.
3. Tidak menyebabkan kelainan pada struktur tulang belakang fetus
mencit.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:
1. Zat atau kandungan spesifik dalam ekstrak rimpang teki yang dapat
menyebabkan efek teratogen terhadap fetus mencit.
2. Efek teratogenik ekstrak rimpang teki terhadap fetus mencit dengan
pengamatan mengenai kelainan pada seluruh tulang dan organ dalam
untuk memaksimalkan kemungkinan kecacatan yang terjadi pada fetus
mencit.
41
DAFTAR PUSTAKA
Almahdy. 1999. Efek Teratogenik Fraksi Sisa Ekstrak Daun Emilia sonchifolia
(L) DC in ovo. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.
Amsel, S. 2012. Movie Worksheets, What Owls Eat -The Bones of A Mouse.
(Internet). http://visual. Merriam-webster.com/images/animal
kingdom/rodents-lagomorphs/ rodent/skeleton-rat.jpg. Diakses pada 05
November 2015.
Anonim. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007.
Barnes, J., Anderson, L.A., and Philipson, J.D. 1996. Herbal Medicine, 2nd
edition. London. Pharmacetical Press. p 313
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Pustaka Bunda.
Jakarta. p 157
Dewoto, H.R. 2007. Farmakologi dan Terapi: Vitamin dan Mineral Edisi 5. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta.
Federer, W.T. 1977. Experimental Design Theory And Application, Third Edition.
Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi Bombay Calcuta.
Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharrna, A., dan P.,
Lukmanto. EGC. Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1970. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory
Animals. Lea & Febinger. Philadelphia.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata, K. & I., Soediro. Penerbit ITB.
Bandung.
Herbold, B. 1985. Micronucleus Test on The Mouse to Evaluate for Mutagenic
Effect. Institute of Toxicology. Germany.
Heupel. 2008. Root Cause Analysis Handbook: A Guide to Efficient and Effective
Incident Investigation. Connecticut Philip Jan Rothstein. FBCI.
42
Hutahean, S. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi Perkembangan. FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Junqueira, L.C., Carneiro, J., dan Kelley, R.O. 1998. Histologi Dasar.
Tembayong, J. (Penerjemah). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Lawal, O.A. dan Adebola, O.O. 2009. Chemical Composition of The Essential
Oils of Cyperus rotundus L. From South Africa. Journal Molecules. 14
(150). pp 2909-2917.
Leeson, C.R. 1986. Textbook of Histology. Terjemahan Siswojo, K. EGC. Jakarta.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Terjemahan Imono, A. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko
Edisi II. Penerbit UI. Jakarta. p 155-157.
Mangkoewidjojo dan Smith. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. p 276.
Manson, J.M., Zenick, H., and Costlow, R.D. 1982. Teratology Test Method for
Laboratory Animals. Ravent Press. New York.
Muna, L., Astirin, O.P., dan Sugiyarto. 2011. Uji Teratogenik Ekstrak Pandanus
conoideus Varietas Buah Kuning Terhadap Perkembangan Embrio Tikus
Putih (Rattus norvegicus). Nusantara Bioscience. 2. pp 126-134.
Oladunni, O.M., Abass, O.O., dan Adisa, A.I. 2011. Studies on Physicochemical
Properties of The Oil, Minerals and Nutritional Composition of Nut Grass
(Cyperus rotundus). American Journal of Food Technology.6 (12).
p 74-174
Pasaribu, L. 2008. Malformasi Bagian-Bagian Tubuh Embrio Mencit (Mus
musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus
rotundus L.). (Skripsi). Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.
Lampung.
Ritter, E.J. 1977. Altered Biosynthesis In: Wilson J.G., Fraster F.C. (eds).
Handbook of Teratology. Plenum Press. New York.
Robbinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung. ITB.
Roberts. 1971. Veterinary Obstetricts and Genital Diseases (Theriogenology).
New York. Ithaca.
Rugh, R. 1968. The Mouse : Its Reproduction and Development. New York.
Burger Publishing Company. p 20
43
Sa‘roni dan Wahjoedi. 2002. Pengaruh Infuse Rimpang Cyperus rotundus L.
Terhadap Siklus Estrus dan Bobot Uterus Pada Tikus Putih. Jurnal Bahan
Alam Indonesia. Jakarta. 1 (2).
Sagi, M. 1997. Embriologi Perbandingan Pada Vertebrata. Fakultas Biologi,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Schenker, E.B. and Forkheim, K.E. 1998. Early Development of Mice Embryo In
Microgravity Environment On Sts-80 Space Flight.
http://www.asgsb.org/embryo/htm. Diakses pada: 07 November 2015.
Setiyohadi, B. 2009. Peran Kalsium dan Vitamin D Pada Metabolisme Tulang.
Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
Jakarta.
Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian
Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Jurnal Biologi.
13 (2). pp 41-44.
Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton Fetus
Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda. Jurnal Veteriner. 12
(3). pp 192-199.
Siburian, J. dan Marlinza, R. 2009. Efek Pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi
(Eurycoma Longifolia Jack) Pada Tahap Prakopulasi Terhadap Fertilitas
Mencit (Mus Musculus L.) Betina. Biospesies. 2 (2). pp 24-30.
Silvia, G.A. 2011. Pengaruh Pemberian Suspensi Sari Akar Manis Terhadap
Perkembangan Janin Pada Mencit Bunting. (Skripsi). FMIPA Universitas
Indonesia. Jakarta. p 14-15.
Subhuti, D. 2005. Cyperus Primary Oil Regulating Herb of Chinese Medicine.
Institute For Traditional Medicine. Oregon Portland. p 2.
Sugati, S., Syamsuhidayat, dan Johnny. 1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. p 108.
Sukandar, E.Y., Fidrianny, I., dan Garmana, A.N. 2008. Pengaruh Kombinasi
Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih Dan Ekstrak Rimpang Kunyit Tehadap
Janin Mencit Swiss-Webster. JKM. 8(1). pp 36-44.
Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat Pada Kehamilan. Laboratorium
Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Tetebano, R. 2011. Rancangan Percobaan Racun Sianida Pada Mencit.
http://raslytetebano.files.wordpress.com/2011/01/mencit3.jpg. Diakses pada
5 November 2015.
44
Widyastuti, N., Widiyani, T., dan Listyawati, S. 2006. Efek Teratogenik Ekstrak
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) Pada Tikus
Putih (Rattus norvegicus L.) Galur Winstar. Bioteknologi. 3 (2). pp 56-62.
Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defects. Academic Press. New York.
pp.6-8.
Wilson, J.G. and Warkany, J. 1965. Teratology - Principles and Techniques.
University of Chicago Press. Chicago and London. p 16-18.
Winarno, W.M. dan Sundari, M. 1997. Informasi Tanaman Obat Untuk
Kontrasepsi Tradisional. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Farmasi.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Wirasuta, I.M.A.G. dan Suadarmana, K. 2007. Analisis Toksikologi Klinik:
Tantangan Baru Bagi Farmasi Indonesia. Acta Parmaceutica Indonesia. 32
(2). pp 59-62.
Yorijuly. 2012. Perhitungan Dosis Untuk Hewan Percobaan. http:/yorijuly14.
Wordpress.com/2012/06/02/perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan.
Diakses pada 11 November 2015.