strategi belajar multi level dalam matematika

31
BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2008

Upload: eka-l-koncara

Post on 11-Jun-2015

5.917 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bagi yang butuh unduhan file ini, baik dalam bentuk ‘.doc’, ‘.docx’, ‘.rtf’, atau ‘.pdf’, dapat menghubungi alamat berikut:[email protected]

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

Page 2: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, hanya karena-Nya

penulis akhirnya dapat merampungkan penulisan makalah ini. Makalah

yang diberi judul “BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI BELAJAR

KOOPERATIF MULTI LEVEL” ini disusun guna memenuhi salah satu tugas

pada mata kuliah Penelitian Pendidikan di Semester 7 Universitas

Pendidikan Indonesia.

Dengan makalah ini, penulis berusaha mengupas tentang apa yang

dimaksud dengan strategi belajar kooperatif multilevel dan bagaimana

aplikasinya dalam pembelajaran matematika, serta faktor-faktor apa saja

yang dapat mempengaruhi keberhasilannya.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besar penulis haturkan

kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu dalam

seluruh proses penyusunan makalah ini sejak awal hingga selesai. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Penulis juga menghaturkan beribu maaf atas segala kekurangan

yang sudah barang tentu sangat membutuhkan berbagai perbaikan di

masa mendatang.

Penulis

Purwakarta, Juni 2008

Page 3: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................... 1

B. IDENTIFIKASI, PEMBATASAN, DAN PERUMUSAN MASALAH ...... 5

C. TUJUAN PENULISAN ............................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI ....................................................................... 6

A. KONSTRUKTIVITAS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA ....... 6

B. HAKIKAT ANAK MENURUT TEORI KONSTRUKTIVISME .............. 6

C. HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENURUT TEORI

KONSTRUKTIVISME ................................................................ 10

D. MENGAPA MATEMATIKA DIAJARKAN DI SEKOLAH .................... 12

E. PEMBELAJARAN KOOPERATIF ................................................. 15

F. STRATEGI BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL ....................... 25

G. LANGKAH–LANGKAH BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL ........ 25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 28

Page 4: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para

matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Sedangkan

sasaran penelaahan matematika itu sendiri sebagaimana kita tahu,

tidaklah konkrit melainkan abstrak. Oleh karena itu, untuk menjawab apa

matematika itu, sejumlah tokoh memberi definisi, komentar, atau

pandangan.

Romberg (dalam Jackson, 1992: 750) mengarahkan hasil

penelaahannya tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama,

para sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan penyusun

kurikulum memandang bahwa matematika merupakan ilmu yang statik

dan disipilin ketat. Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini,

matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap

matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan apa itu

matematika, bagaimana cara kerja para matematikawan, dan bagaimana

mempopulerkan matematika.

Selain itu, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa,

struktur logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode

untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai

aktivitas intelektual.

Page 5: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

2

Agak berbeda dengan pendapat di atas, Ernest (1991: 42) melihat

matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga

premis sebagai berikut: (i) The basis of mathematical knowledge is

linguistic language, conventions and rules, and language is a social

constructions; (ii) Interpersonal social processes are required to turn an

individual's subjective mathematical knowledge, after publication, into

accepted objective mathematical knowledge; and (iii) Objectivity itself will

be understood to be social.

Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang

matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes (dalam

Ruseffendi, 1988: 160) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni

kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai

ilmu seni.

Bourne (dalam Romberg, 1992: 752) juga memahami matematika

sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowing how,

yaitu pembelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam

mengskostruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan

lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang

dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk

yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga

tujuan (Dewey dalam Romberg, 1992: 752).

Kitcher (dalam Jackson, 1992: 753) lebih menfokuskan

perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika. Dia

Page 6: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

3

mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen:

(1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan,

(2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan,

(3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum

terpecahkan, (4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan

pernyataan, dan (5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas

matematika dipandang sebagai the science of pattern (Steen dalam

Romberg, 1992: 754).

Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988: 5)

mengemukakan beberapa pengertian matematika. Di antaranya,

matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan

terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu

pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang

berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika

sebagai ilmu bantu dalam mengiterpretasikan berbagai ide dan

kesimpulan. Pengertian matematika sebagai ilmu tentang struktur yang

terorganisir juga dikemukakan oleh Ruseffendi (1988: 261).

Dari sisi abstraksi matematika, Newman (dalam, Jackson, 1992:

755) melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; (1) matematika disajikan

dalam pola yang lebih ketat, (2) matematika berkembang dan digunakan

lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan (3) matematika lebih

terkonsentrasi pada konsep.

Page 7: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

4

Untuk mewujudkan proses pembelajaran matematika yang lebih

bermakna dengan hasil prestasi siswa yang tinggi, guru harus kreatif dan

inovatif dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Kegiatan

pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk memberikan pengalaman

belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interksi antar

siswa, siswa dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam

rangka pencapaian kompentensi dasar. Pengalaman belajar yang

dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan strategi pembelajaran yang

bervariasi dan berpusat pada siswa.

Pada pembelajaran matematika di sekolah, sebagian besar guru

masih mendominasi proses mengajar belajar dengan menerapkan

pendekatan pembelajaran konvensional dan metode utama. Pada

umumnya guru memulai pembelajaran, langsung pada pemaparan materi,

kemudian pemberian contoh guru dan selanjutnya mengevaluasi siswa

melalui latihan soal. Siswa menerima pelajaran matematika secara pasif

dan bahkan hanya menghafal rumus–rumus tanpa memahami makna dan

manfaat dari apa yang dipelajari.

Akibatnya prestasi belajar matematika di sekolah masih relatif

rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Seiring

diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diharapkan guru

dapat meningkatkan prestasi siswa khususnya pada pelajaran matematika

dengan berkreasi dan berinovasi menggunakan berbagai macam strategi

pembelajaran yang berkembang saat ini. Kami berusaha untuk mencoba

Page 8: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

5

menawarkan strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran Kooperatif

Multi Level yang merupakan pengembangan dari belajar kooperatif

dengan landasan filosofisnya adalah konstruktivisme.

B. IDENTIFIKASI, PEMBATASAN, DAN PERUMUSAN MASALAH

Banyak unsur yang perlu dikaji dalam hal penggunaan strategi

pembelajaran Kooperatif Multi Level untuk keberhasilan siswa dalam

belajar matematika di sekolah. Tetapi di sini penulis hanya membatasi

pengkajian pada bagaimana penggunaan strategi belajar kooperatif multi

level demi meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Masalah utama yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah faktor-

faktor apa saja yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan siswa

dalam belajar matematika dengan strategi belajar kooperatif multi level.

C. TUJUAN PENULISAN

Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah khazanah keilmuan bagi

pendidik, peserta didik, orangtua, pengguna dan pencinta matematika,

serta pemerintah dalam rangka membantu anak didik mempelajari dan

memahami matematika. Selain itu, tulisan ini diarahkan untuk menambah

hasanah keilmuan tentang matematika sekolah yang selama ini cenderung

kurang disenangi, ditakuti, dihindari, dan bahkan kadang-kadang dibenci

oleh sejumlah anak melalui strategi belajar kooperatif multi level.

Page 9: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. KONSTRUKTIVITAS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun

pengetahuan baru berdasarkan pengalaman atau pengalaman yang sudah

dimiliki.[Jerome Bruner,1999] Selain itu proses pembangunan bisa melalui

Asimilasi atau Akomodasi[MC Mahon.1996] Pembelajaran matematika

dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo[1998] mempunyai ciri–ciri

sebagai berikut :

1. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya.

2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya

sehingga menyatu skemata yang dimiliki siswa.

B. HAKIKAT ANAK MENURUT TEORI KONSTRUKTIVISME

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan

dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental

Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau

teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan

kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan

intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan

intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam

Page 10: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

7

mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor

anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama

(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun

dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah

penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah

menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,

sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133).

Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang

meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru

atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak

diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.

Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh

mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses

berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan

keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak

dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan

anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan

intelektual anak.

Page 11: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

8

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut

pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan

Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa

tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2)

belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

(3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan

dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi

pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5)

kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat

pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih

mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan

bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan

kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga

pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar

tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu

aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri

pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan

perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan

tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau

Page 12: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

9

biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133)

mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap

beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap

manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang

sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari

operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan

hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah

laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh

keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan

tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang

timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme

sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak

dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik.

Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam

konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan

lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky

adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya

pada lingkungan sosial dalam belajar.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam

pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (a) tujuan

pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan

individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk

Page 13: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

10

menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (b) kurikulum dirancang

sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar

kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

(c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara

belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai

mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk

terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

C. HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENURUT TEORI

KONSTRUKTIVISME

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar

konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari

pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara

mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan

kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai

botol-botol kcil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai

dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan

tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut.

Pertama adalahperan aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan

secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara

Page 14: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

11

gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah

mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan

mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar

konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara

pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi

bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman

nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya

keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan

dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan

secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan

lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang

telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu

materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari

seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika

tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan

dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan

sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu

(1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara

mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih

bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)

Page 15: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

12

siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar

pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme,

Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan

rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan

kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,

(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang

pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi

kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi

pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,

(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan

(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih

menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan

pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang

telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih

diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui

asimilasi dan akomodasi.

D. MENGAPA MATEMATIKA DIAJARKAN DI SEKOLAH

Salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab sebelum

mengajarkan matematika di sekolah adalah mengapa matematika perlu

Page 16: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

13

diajarkan di sekolah? Untuk menjawab pertanyaan ini sejumlah pakar

dalam pembelajaran matematika memberikan pendapat, pandangan, atau

komentar sebagai berikut.

Jackson (1992 : 756) mengatakan bahwa secara umum matematika

adalah “penting bagi kehidupan masyarakat.” Oleh karena itu, matematika

dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Sejalan dengan pandangan ini,

Dreeben (dalam Romberg, 1992: 756) mengungkapkan bahwa

matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan

jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat.

Hal ini berarti bahwa seseorang harus mempunyai kesempatan

yang banyak untuk belajar matematika, kapan dan di mana saja sesuai

dengan kebutuhan akan matematikanya sendiri.

Sebaliknya, kaum absolutis berpendapat bahwa algoritma

matematika telah disusun sedemikian rupa dan dilengkapi dengan alat

hitung yang canggih (seperti kalkulator dan komputer). Oleh karena itu,

anak maupun masyarakat tidak perlu belajar banyak tentang matematika

(Burke dalam Romberg, 1992: 757; Finn dalam Romberg, 1992: 757).

Sujono (1988: 15) mengajukan beberapa alasan mengapa

matematika perlu diajarkan di sekolah. Pertama, matematika menyiapkan

siswa menjadi pemikir dan penemu. Kedua, matematika menyiapkan siswa

menjadi warga negara yang hemat, cermat, dan efisien. Selain itu,

matematika membantu siswa untuk mengembangkan karakternya.

Page 17: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

14

Sementara itu, Thorndike (dalam Jackson, 1992: 758) mengatakan

bahwa matematika sangat penting diajarkan di sekolah karena

matematika merupakan bagian penting dari batang tubuh pembelajaran

itu sendiri.

Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, Freudental (dalam

Romberg, 1992: 758) mengatakan bahwa tujuan diajarkannya matematika

di sekolah adalah untuk melengkapi apa yang telah dimiliki oleh para ahli

matematika. Pemahaman yang lebih umum dikemukakan oleh Jacobs

(dalam Jackson, 1992 : 758) dengan mengatakan bahwa matematika

diajarkan di sekolah karena dia merupakan kegiatan atau aktivitas

manusia.

Pandangan yang lebih khusus dikemukakan oleh Stanic (dalam

Romberg, 1992: 759). Dia menegaskan bahwa tujuan pembelajaran

matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir

siswa. Selain itu, peningkatan sikap kreativitas dan kritis juga dapat dilatih

melalui pembelajaran matematika yang sistematis dan sesuai dengan

pola-pola pembelajarannya.

Dari beberapa uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran

matematika di sekolah, di satu sisi merupakan hal yang penting untuk

menigkatkan kecerdasan peserta didik. Namun, di sisi lain terdapat pakar

yang menilai bahwa pembelajaran matematika di sekolah hanyalah

merupakan kebutuhan yng bersifat pelengkap dari apa yang telah

dikembangkan oleh para ilmuan dalam matematika.

Page 18: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

15

E. PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. Karakteristik

Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui

berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik

antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya

diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas

kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan

positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa

mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar

berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama,

saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah.

Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri,

mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu

membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif

memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat

penguasaan yang relatif sama atau sejajar.

Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan

oleh Arends (2001), yaitu; (1) Student Teams Achievement Division

(STAD), (2) Group Investigation, (3) Jigsaw, dan (4) Structural Approach.

Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah

adalah; (1) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkatan 2-8

(setingkat TK sampai SD), dan Team Accelerated Instruction (TAI)

Page 19: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

16

digunakan pada pembelajaran matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat

TK).

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama

dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman,

(3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4)

belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok

kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7)

keputusan tergantung pada siswa sendiri, (8) siswa aktif (Stahl, 1994).

Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) serta

Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1)

terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok,

(2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen,

(4) berbagi kepemimpinan, (5) berbagi tanggung jawab, (6) menekankan

pada tugas dan kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8)

peran guru mengamati proses belajar siswa, (9) efektivitas belajar

tergantung pada kelompok.

Proses belajar terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (4-5 orang

anggota), bersifat heterogen tanpa memperhatikan perbedaan

kemampuan akademik, jender, suku, maupun lainnya.

2. Prinsip Dasar

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada

beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan

hasil belajar siswa. Pendekatan yang dimaksud adalah belajar aktif,

Page 20: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

17

konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut

diintegrasikan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu model

pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan

potensinya secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya

keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar,

tidak sekedar aktifitas fisik semata. Siswa diberi kesempatan untuk

berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi

terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara

bersama-sama di dalam kelompok. Siswa dibebaskan untuk mencari

berbagai sumber belajar yang relevan.

Kegiatan demikian memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan

lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan

pengetahuannya.

Pendekatan konstruktivistik dalam model pembelajaran kooperatif

dapat mendorong siswa untuk mampu membangun pengetahuannya

secara bersama-sama di dalam kelompok. Mereka didorong untuk

menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui

diskusi, observasi atau percobaan. Siswa menafsirkan bersamasama apa

yang mereka temukan atau mereka bahas. Dengan cara demikian, materi

pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai transfer dari guru.

Pengetahuan dibentuk bersama berdasarkan pengalaman serta

interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar, sehingga

terjadi saling memperkaya diantara anggota kelompok. Ini berarti, siswa

Page 21: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

18

didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga

pemahaman terhadap fenomena yang sedang dipelajari meningkat.

Mereka didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap

materi atau masalah yang sama, untuk kemudian membangun sudut

pandang atau mengkonstruksi pengetahuannya secara bersama pula. Hal

ini merupakan realisasi dari hakikat konstruktivisme dalam pembelajaran.

Pendekatan kooperatif mendorong dan memberi kesempatan

kepada siswa untuk terampil berkomunikasi. Artinya, siswa didorong untuk

mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan

orang lain dan menanggapinya dengan tepat, meminta feedback serta

mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan baik.

Siswa juga mampu membangun dan menjaga kepercayaan,

terbuka untuk menerima dan memberi pendapat serta ide-idenya, mau

berbagi informasi dan sumber, mau memberi dukungan pada orang lain

dengan tulus. Siswa juga mampu memimpin dan trampil mengelola

kontroversi (managing controvercy) menjadi situasi problem solving,

mengkritisi ide bukan persona orangnya.

Model pembelajaran kooperatif ini akan dapat terlaksana dengan

baik jika dapat ditumbuhkan suasana belajar yang memungkinkan

diantara siswa serta antara siswa dan guru merasa bebas mengeluarkan

pendapat dan idenya, serta bebas dalam mengkaji serta mengeksplorasi

topik-topik penting dalam kurikulum. Guru dapat mengajukan berbagai

pertanyaan atau permasalahan yang harus dipecahkan di dalam

Page 22: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

19

kelompok. Siswa berupaya untuk berpikir keras dan saling mendiskusikan

di dalam kelompok. Kemudian guru serta siswa lain dapat mengejar

pendapat mereka tentang ide-idenya dari berbagai perspektif. Guru juga

mendorong siswa untuk mampu mendemonstrasikan pemahamannya

tentang pokok-pokok permasalahan yang dikaji menurut cara kelompok.

Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan

model pembelajaran kooperatif mampu memotivasi siswa dalam

melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka merasa tertantang

untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama secara kreatif. Model

pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran di berbagai bidang

studi atau mata pelajaran, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak

maupun yang bersifat konkrit.

3. Kompetensi

Kompetensi yang dapat dicapai melalui model pembelajaran

kooperatif antara lain; (1) pemahaman terhadap nilai, konsep atau

masalah-masalah yang berhubungan dengan disiplin ilmu tertentu, serta

(2) kemampuan menerapkan konsep/memecahkan masalah, dan (3)

kemampuan menghasilkan sesuatu secara bersama-sama berdasarkan

pemahaman terhadap materi yang menjadi obyek kajiannya, juga dapat

dikembangkan (4) softskills kemampuan berfikir kritis, berkomunikasi,

bertanggung jawab, serta bekerja sama. Tentu saja kemampuan-

kemampuan tersebut hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk

menghayati berbagai kemampuan tersebut disediakan secara memadai,

Page 23: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

20

dalam arti, model pembelajaran kooperatif diterapkan secara benar dan

memadai.

4. Materi

Materi yang sesuai disajikan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif adalah materi-materi yang menuntut pemahaman

tinggi terhadap nilai, konsep, atau prinsip, serta masalah-masalah aktual

yang terjadi di masyarakat. Materi ketrampilan untuk menerapkan suatu

konsep atau prinsip dalam kehidupan nyata juga dapat diberikan.

Materi dapat berasal dari berbagai bidang studi, seperti bahasa,

masalah-masalah sosial ekonomi, masalah kehidupan bermasyarakat,

peristiwa-peristiwa alam, serta ketrampilan dan masalah-masalah lainnya.

5. Prosedur Pembelajaran

Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran dipilahkan menjadi empat

langkah, yaitu; Orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian

penghargaan. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para

guru dengan berpegang pada hakekat setiap langkah sebagai berikut:

a. Orientasi

Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali

dengan orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama

tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi

pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu,

langkah-langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh

siswa, serta sistem penilaiannya. Pada langkah ini siswa diberi

Page 24: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

21

kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja,

termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem

penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara guru dan siswa, namun

pada akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan

bersama.

b. Kerja Kelompok

Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti

kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk

kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan

suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan

dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi,

observasi, percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya.

Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luasdan

dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan

waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan

kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam

pelajaran. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan

panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Sebaiknya panduan ini

disiapkan oleh guru. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu,

cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota

kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai.

Misalnya, siswa diharapkan dapat mengembangkan media

tepatguna dalam pembelajaran. Untuk itu, siswa secara bersama-

Page 25: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

22

sama perlu berdiskusi, melakukan analisis terhadap komponen-

komponen pembelajaran seperti; kompetensi apa yang diharapkan

dicapai oleh peserta didik, materi apa yang dipelajari, strategi

pembelajaran yang digunakan, serta bentuk evaluasinya. Siswa

juga melakukan eksplorasi untuk mengembangkan media

tepatguna. Eksplorasi dapat dilakukan secara individual atau

kelompok sesuai kesepakatan. Hasil eksplorasi dibahas dalam

kelompok untuk menghasilkan media-media pembelajaran tepat

guna yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru

berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing

kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan

belajar siswa, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan

memberikan bantuan pada saat diperlukan.

c. Tes/Kuis

Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah

mampu memahami konsep/topik/masalah yang sudah dikaji

bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis

untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/

masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan

ranah kognitif, afektif, dan ketrampilan. Misalnya, bagaimana

melakukan analisis pembelajaran. Mengapa perlu melakukan

analisis pembelajaran sebelum mengembangkan media. Siswa

Page 26: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

23

dapat juga diminta membuat prototype media tepatguna yang

memiliki tingkat interaktif tinggi dalam pembelajaran, dsb.

d. Penghargaan Kelompok

Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada

kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes

individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar

dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-

masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat

siswa di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya.

Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan

penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok

yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15

mendapat penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih

dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”.

Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat

penghargaan sebagai “Super Team”. Anggota kelompok pada

periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu

pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal

ini dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok di antara

anggota kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir tatap muka

guru memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas

pada pertemuan itu, sehingga terdapat kesamaan pemahaman

pada semua siswa.

Page 27: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

24

6. Evaluasi

Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai pra-tes,

selama pembelajaran, serta hasil akhir belajar siswa baik individu maupun

kelompok. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan

mengamati sikap, ketrampilan dan kemampuan berpikir serta

berkomunikasi siswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi,

kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan atau

argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab

bersama, merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama

proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan prosedur evaluasi:

b. Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat pemahaman

siswa terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif,

afektif, dan ketrampilan.

c. Penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan

kelompok seperti, kekohesifan, pengambilan keputusan,

kerjasama, dsb.

Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi.

Kriteria ini diperlukan sebagai pedoman guru dan siswa dalam upaya

mencapai keberhasilam belajar, apakah sudah sesuai dengan kompetensi

yang telah ditentukan.

Page 28: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

25

F. STRATEGI BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL

Strategi belajar kooperatif multi level adalah belajar dalam

kelompok kecil dengan menumbuhkan kerjasama sevara maksimal melalui

kegiatan pembelajaran oleh teman sendiri dengn sistim multi level di

dalamnya untuk mencapai kompentensi dasar.

Keunggulan Strategi Belajar Kelompok Kooperatif Multi Level

adalah:

1. Menyajikan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan.

2. Siswa dapat mengaktualkan kemapuannya melalui perannya dalam

kegiatan peer teaching.

3. Memiliki daya serap yang tinggi

4. Guru dapat memperbaiki gaya mengajar.

5. Kegiatan belajar yang semula berpusat pada guru menjadi banyak

berpusat pada murid

G. LANGKAH–LANGKAH BELAJAR KOOPERATIF MULTI LEVEL

Adapun langkah-langkah penerapan strategi belajar kooperatif multi

level menggunakan langkah yang telah dijelaskan pada prosedur

pelaksanaan strategi belajar kooperatif di atas, dengan kemudian

membagi kelompok menjadi tingkatan-tingkatan yang kemudian menjadi

suatu jalur kerjasama belajar, sebagai berikut:

1. Menentukan siswa yang berada di level 1, level 2 dan level 3.

Page 29: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

26

2. Membentuk kelompok.

3. Guru memberikan materi secara keseluruhan dan memberi LKS.

4. Level 1 diberi materi dan LKS.

5. Siswa level 1 memberikan ke siswa level 2.

6. Dengan dibantu siswa level 1. level 2 memberikan LKS ke siswa

level 3.

7. Guru memantau dan mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran.

8. Presentasi.

9. Penilaian akhir.

10. Penghargaan kelompok dan individu.

Page 30: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

27

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Strategi Belajar Kelompok Kooperatif Multi Level telah penulis

praktekan yang hasilnya cukup signifikan. Siswa sangat antusias dalam

proses pembelajaran. Guru tidak terlalu ngotot dalam menjelaskan materi,

bagi anak yang kurang pandai ternyata penjelasan dari teman lebih

mudah diterima.

Akhirnya dalam upaya meningkatkan efektifitas pembelajaran

matematika dapat direkomendasikan sebagai berikut;

1. Pembelajaran matematika yang selama ini menggunakan konvesional

sudah waktunya diganti strategi yang memudahkan anak.

2. Dalam mengajar guru bisa merubah gaya mengajar.

3. Menciptakan lingkungan belajar yang yang membuat siswa tidak takut

salah.

4. Memberikan jaminan belajar yang positif secara emosional.

Page 31: Strategi Belajar Multi Level Dalam Matematika

28

DAFTAR PUSTAKA

Nyoman.Sudana. PARADIGMA PENDIDIKAN. Malang:

Departemen Pendidikan Nasional 2003. Model Pembelajaran

Matematika Sekolah Dasar

Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga.

Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang:

IKIP Malang.

Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru

Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran

Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah

Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suparno, P. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.

Yogyakarta: Kanisius.