spondilitis tb.docx

52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau paraplegi Poot. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang. Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah (Admin, 2008, http:/www.medicine and lunex.com) 1

Upload: ruhil-iswara

Post on 29-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Makalas Spondilitis Tuberkulosa

TRANSCRIPT

Page 1: spondilitis tb.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangTuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis

tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik

destruktif yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis

tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau paraplegi Poot. Penyakit

ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak

dijumpai di Negara berkembang.

Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa.

Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia

dibawah usia 20 tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai

pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita

hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu

1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari seluruh

tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya

penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial

ekonomi rendah (Admin, 2008, http:/www.medicine and lunex.com)

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3

juta kematian terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis

tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa

anak-anak, terutama yang berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan

pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga

golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi diseluruh dunia dan

biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan

masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini

spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morniditas dan mortalitas utama

1

Page 2: spondilitis tb.docx

pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana

malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama.

Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan

bahkan kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana

dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu

maupun masyarakat.

Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah

dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut

serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat

memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

Oleh karena itu kami tertarik menyusun makalah inni mengenai asuhan

keperawatan dengan gangguan sistem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosisi

untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang sistematis, menyeluruh dan

berkesinambungan yang bertujuan untuk mencegah, meningkatkan dan

mempertahankan stasus kesehatan klien.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu mengidentifikasikan konsep penyakit dan

asuhan keperawatan dengan penyakit infeksi pada sistem muskuloskeletal :

spondilitis tuberkulosis

2. Tujuan Khusus :

Setelah mendapatkan pembahasan tentang spondilitis tuberkulosis,

mahasiswa dapat :

- Menjelaskan konsep penyakit spondilitis tuberkulosis

- Dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan klien

dengan spondilitis tuberkulosis

- Dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, keluarga

ataupun pasien terhadap penyakit spondilitis tuberkulosis.

2

Page 3: spondilitis tb.docx

C. Ruang Lingkup

Dalam makalah ini yang berjudul spondilitis tuberkulosa, yang terdiri

atas dua penykit, yaitu spondilitis dan tuberkulosa itu sendiri. Pada makalah ini

kami lebih memfokuskan pada sistem muskulo skeletal, yaitu spondilitis.

D. Metode Penulisan

Penulisan dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode

deskriftif yaitu memaparkan atau mendeskripsikan tentang bagaimana asuhan

keperawatan pada klien dengan spondilitis tuberkulosis dengan studi

kepustakaan serta artikel-artikel yang kami dapatkan dari internet.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 4 BAB, yaitu :

BAB I : Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, ruang lingkup, tujuan

penulisan,metode penulisan dan Sistematika penulisan

BAB II : Tinjauan teoritis, menjelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinis,

komplikasi dan intervensi

BAB III : Asuhan Keperawatan Pada klien dengan spondilitis tuberkulosis

BAB IV : Penutup yang berisikan saran dan kesimpulan

Daftar Pustaka

3

Page 4: spondilitis tb.docx

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Infeksi pada korpus vertebra disebut spondilitis. Korpus vertebra

merupakan tempat yang sering terkena osteomielitis hematogenik pada orang

dewasa. Infeksi ini dapat menyebar melalui ligamen yang berdekatan sehingga

sering mengenai 2 korpus vertebra yang berdekatan. Diskus intervebral tidak

memiliki vaskularisasi tapi dapat terinfeksisecara langsung dari abses vertebra.

Infeksi dapat menyebar ke sentral ke dalam kanalis spinalis. Selain itu dapat

juga menyebar ke jaringan lunak ke jaringan paraspinal. Pada daerah servikal,

osteomielitis dapat menyebabkan abses retrofaringeal atau mediastinitis,

empiema, atau perikarditis, dan pada daerah lumbal dapat menyebabkan

peritonotis dan abses subfrenik atau sepanjang fascia otot ilipsoas.

Gambar 1. Spondilitis Tuberkulosa

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis

tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronis

destruktif oleh Mycobacterium tuberkulosa. Tuberkulosa tulang belakang

selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. (Aru

W. Sudoyo, 2009)

4

Page 5: spondilitis tb.docx

Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil. Bakteri

yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis.

(Brooks, 2008)

Percivall pott (1793) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dan deformitas

tulang belakang sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Spondilitis

Tuberkulosis adalah peradangan pada tulang belakang granulomatosa yang

bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberkulosa yang disebut juga

dengan penyakit pott dan juga selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di

tempat lain dalam tubuh.

B. Etiologi

Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok usia 2-10

tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara wanita dan pria.

Tuberkulosa tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di

tempat lain dalam tubuh; 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovine) dan 5-10% oleh

Mycobacterium tuberculosis atipik. Lokasi spondilitis tuberkulosa terutama

pada daerah vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas, sehingga

diduga ada infeksi sekunder dari tuberkulosis traktus urinarius, yang

penyebarannya melalui pleksus Batsori pada vena para vertebralis. (Aru W.

Sudoyo, 2009)

C. Klasifikasi

1. Berdasarkan lokasi Spondilitis tuberkulosa dapat dibagi menjadi :

a. Spondilitis Tuberkulosa Servikal

Spondilitis tuberkulosa servikal adalah suatu proses peradangan

pada vertebra servikalis yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis. Pada

kondisi klinis penyakit in sangat jarang dijumpai, tetapi jika ada,

memberikan implikasi pada asuhan keperawatan klien dengan gangguan

leher.

5

Page 6: spondilitis tb.docx

1). Patofisiologi

Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian

terjadi hiperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnyaterjadi kerusakan pada korteks epifisis,

diskus intervertebra dan vertebra disekitarnya. Kemudian, eksudat

(yang terdiri atas serum, leukosit, tulang dan fibrosis dan basil

tuberkulosa) menyebar kedepan dibawah ligamen longitudnal anterior.

Eksudat ini daPAT menembus ligamen dan berekspansi keberbagai

arah disepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah vertebra

servikalis, eksudat berkumpul dibelakang pravertebral dan menyebar

ke lateral dibelakang muskulus sternokledomastoideus. Eksudat dapat

mengalami protrusi kedepan dan kedalam farign yang dikenal sebagai

abses faringeal.

Perubahan struktur vertebra servikals menyebabkan spasme otot

dan kekakuan leher yang meruakan stimulus keluhan nyeri pada leher.

Pembentukan abses faringeal menyebabkan nyeri tenggorokan dan

gangguan menelan sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi dan

masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan

leher menyebabkan keluhan mobilitas leher dan resiko tinggi trauma

sekunder akibat tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan

dekompresi dan stabilisasi servikal pada pasca bedah menimbulkan

post de entree luka pasca bedah dan resiko tinggi infeksi.

6

Page 7: spondilitis tb.docx

2) Patways Spondilitis Tuberkulosa Servikal

7

Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari

kebutuhan

Nyeri tenggorokan dan gangguan menelan

Pembentukan abses faringeal

Hambatan mobilitas resiko tinggi trauma

Nyeri

Kekakuan leher

Spasme otot

Resiko tinggi infeksi

Port de entree

Tindakan dekompresi dan stabilisasi

Kompresi diskus dan kompresi radiks saraf

di sisinya

Perubahan struktur vertebra servikalis

Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan

Invasi hemetogen ke korpus dekat diskus intvertebra daerah servikal

Page 8: spondilitis tb.docx

b. Spondilitis Tuberkulosa Torakolumbal

Spondilitis tuberkulosa adalah suatu proses peradangan pada

kolumna yang disebabkan oleh kuman tunerkulosis yang menyebar

secara hematogen pada kolumna vertebra torakolumbal.

1) Patofisiologi

Infeksi berasal dari bagian sentral, bagian atau daerah epifisial

korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemia dan eksudasi yang

menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi

kerusakan pada korteks epifisis, duktus intravertebra, dan vertebra

serta daerah sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus akan

menyebabkan terjadinya kifosis.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, tulang

yang fibrosis dan basil tuberkulosa) menyebar kedepan, dibawah

ligamen dan berekspansi keberbagai arah di sepanjang garis ligamen

yang lemah.

Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap ada di daerah

toraks setempat, menempati daerah paravertebral, berbentuk masa

yang menonjol dan fusiform. Pada kondisi lanjut, kerusakan kolumna

vertebra menjadi lebih jelas dengan destruksi kolaps vertebra, dan

berbentuk masa kaseosa serta pus. Selanjutnya dapat berbentuk

sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebra.

Destruksi vertebra torakolumbalis menyebabkan perubahan

bentuk toraks sehingga terjadi penurunan ventilasi dan peningkatan

akumulasi sekret yang menyebabkan masalah ketidak efektifan

bersihan jalan nafas. Kompresi diskus dan medula spinalis

menimbulkan keluhan nyeri paraplegia. Adanya paraplegia

menyebabkan hambatan mobilitas fisik, penekanan lokal yang

meningkatkan resiko dekubitus. Adanya intervensi medis berupa

dekompresi dan stabilisasi lamina menimbulkan dampak psikologis

dan adanya port de entree luka pasca bedah menimbulkan resiki tinggi

infeksi. Kompresi lumbal menyebabkan kehilangan kontrol defekasi

8

Page 9: spondilitis tb.docx

dan eliminasi urine. Respon sistemik akibat peningkatan pemakaian

energi menyebabkan pemakaian nutrisi berlebih yang cenderung

terjadi pada klien spondilitis tuberkulosa sehingga timbul perubahan

pada sistem pencernaan berupa mual dan anoreksia yang

mengakibatkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan .

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah paraplegia, nyeri punggung, gangguan

pergerakan tulang belakang, adanya massa pada lumbal atau femur.

Ketidakmampuan kontrol berkemih dan defekasi atau adanya

dekubitus. Kaji adanya riwayat tuberkulosis paru dan penggunaan

obat anti tuberkulosis. Penyakit lainnya seperti hipertensi dan diabetes

miletus juga perlu untuk dikaji. Adanya perubahan berupa paralisis

anggota gerak bawah menimbulkan manifestasi yang berbeda pada

setiap klien yang mengalami spondilitis tuberkulosa dan pada

pengkajian sering didapatkan adanya rasa ansitas.

9

Page 10: spondilitis tb.docx

2) Patways Spondilitis Tuberkulosa Torakolumbal

10

Nyeri punggung

Aktual/resiko tinggi kerusakan integritas

jaringan

Dekubitus

Penekanan lokal pada jaringan

Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan

Asupan nutrisi tidak optimal

Reaksi sistemik peningkatan laju

metabolisme

Perasaan nyeri, ketidaknyamanan,

perubahan gambaran diri

Pembentukan abses paravertebral, lumbal,

femur

Pemenuhan informasi/ penkes

Penurunan mobilisasi secara

umum

Hambatan mobilitas

Paraplegia

Resiko tinggi trauma

Gangguan eliminasi

Ketidakmampuan kontrol miksi dan defekasi

Kompresi diskus dan kompresi medula spinalis

Resiko tinggi infeksi

Port de entree luka pascabedah

Ansietas

Asuhan keperawatan perioperatif

Tindakan dekompresi dan stabilisasi

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Akumulasi sekret pada jalan nafas

Penurunan ekspansi pernafasan dan batuk

afektif

Kifosis pada torakal

Destruksi vertebra yang berdekatan

Invasi tuberkulosis secara hematogen ke korpus dekat diskus intervertebra torakolumbal

Page 11: spondilitis tb.docx

2. Berdasar stadium

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium, yaitu :

1. Stadium implamasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, bila daya tahan tubuh klien

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung

selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah

paradiskus dan pada anak-anak umumnya terjadi pada daerah sentral

vertebra.

2. Stadium destruksi awal

Setelah stadium implamasi, terjadi destruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6

minggu.

3. Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra, dan

terbentuk massa kaseosa serta pus yang terbentuk cold abscess (abses

dinngin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.

Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum sderta kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah

depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang

menyebabkan terjadinya kifosis dan gibus

4. Stadium gangguan neurologi

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang

terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.

Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis

tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Tuberkulosa paraplegi atau pott paraplegi dapat terjadi secara diam-diam

atau lambat bergantung pada keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang

masih aktif, paraplegi terjadi karena tekanan ekstradural dari abses

paravertebral atau akibat kerusakan sangsung sumsum tulang belakang

oleh adanya graanulasi jaringan.Paraplegi pada penyakit yang sudah

11

Page 12: spondilitis tb.docx

aktif/sembuh terjadi oelh karena tekanan pada jembatan tulang kanallis

spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari

jaringan granulasi tuberkulosa.Tuberkulosis paraplegi terjadi secara

perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan

gangguan vaskuler vertebra. Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan

derajat IV disebut sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium

implamasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen karena kerusakan

vertebra yang masif sebelah depan.

D. Patofisiologi

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi

bermulai dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus

vertebra. Kemudian menjadi hiperemia dan eksudasi yang menyebabkan

osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi pelunakan pada korteks

epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada

bagian depan korpus ini akan menybabkan terjadinya kifosis.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, tulang yang

fibrosis, serta hasil tuberkulosis) menyebar ke depan, di bawah ligamentum

longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan

berekspansi ke berbagai arah sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah

vertebra servikalis, eksudat terkumpull di belakang paravertebral dan menyebar

ke lateral di belakkang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat

mengalami protrusi ke depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses

faringeal. Abses dapat berjalan mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum

pleura. Abses pada vertebra torakalis, biasanya tetap tinggal pada daerah torak

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan

fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga

timbul paraplegia.abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti

muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinale pada bagian

medial pada. Eksudat juga dapat menyebar ke daeraah krista iliaka dan

12

Page 13: spondilitis tb.docx

mungkin dapat mengikutipembuluh darah femoral pada trigonum skarpei atau

regio gluteal.

Pathway Spondilitis Tuberkulosis

13

6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit

7. ansietas

8. Ketidak efektifan koping individu dan keluarga

Respons perubahan psikologis

Respons perubahan psikologis

3. nyeri

2. ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Akumulasi sekret meningkat

Penurunan kemampuan maksimal dalam

melakukan respirasi, abtuk efektif

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kuang dari kebutuhan tubuh

Asuapan nutrisi tidak adekuat

Gangguan dalam proses menelan

Gangguan mobilitas leher sehingga leher menjadi kaku dan pembentukan

abses pada faring

1. Hambatan mobilitas fisik

5. Gangguan eliminasi urine

Stimulus nyeriPerubahan vertebra

menjadi kifosis

Paraplegia, stimulus nyeri pada pinggang, gangguan dalam mengomunikasikan

proses eliminasi eine

Kompresi radiks saraf pada

vertebratorakalis

Perubahan vertebta

Peubahan diskus intervertebralis sevikal

Penekanan korda dan radiks saraf oleh pembesaan

abses/tulang yang bergeser

Kerusakan korpus vertebra dan terjadi angulasi vertebra ke depan

Kerusakan korpus vertebra dan terjadi angulasi vertebra ke depan

Perubahan pada vertebra lumbalis

Perubahan pada vertebra torakalis

Perubahan pada vertebra servikalis

Perkijuan jaringan tulang dan pembentukan abses dingin menjalar ke bagian lunak para vertebralis

Perusakan tulang dan perjalanan infeksi ke ruang diskus dan ke vertebra yang berdekatan

Infeksi secara hematogen tuberkulosis paru ke dalam korpus vertebra dekat diskus intervertebralis

Page 14: spondilitis tb.docx

E. Manifestasi Klinis

Spondilitis tuberkulosis tidak tampak pada tahun pertama kehidupan.

Mulai timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat.Kemudian terjadi

pada semua umur.Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal dipunggung

yang belum jelas lokasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan

digerakkan atau tergerak. Pada tahap yang agak lanjut nyeri dipunggung itu

ditambah dengan nyeri intercostal yang bersifat radikular.Nyeri itu terasa

bertolak dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan

berhenti tepat digaris tengah dada.Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik

punggungnya kuat – kuat.Anak menghindari penekukan tubuh waktu

mengambil sesuatu dilantai jika terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk

menjaga punggungnya untuk tetap lurus. Rasa nyeri akan membaik bila dia

beristirhat.

Tanda – tanda pada tingkatan yang berbeda :

1. Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar

kepalanya dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan

merasa nyeri pada leher atau pundaknya. Jika terjadi abses, pemebengkakan

dengan fluktuasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher

dibelakang otot sternum mastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut

(faring)

2. Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region toraks). Dengan adanya

penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam

gerakan memutar dia lebih sering menggerakkan kakinya dari pada

mengayunkan pinggulnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menekuk

lutunya sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat

pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (Gibus)

diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat

3. Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan

muncul sebagai pembengkkan yang lunak pada dinding dada (abses dingin

yang sama dapat menyebabkan tuberculosis kelenjar getah bening

14

Page 15: spondilitis tb.docx

interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal

yang menyebabkan paralisis.

4. Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal),

dimana juga berada dibawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar

pada oto sebagai mana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan

tampak sebagai pembengkakan lunak di atas atau dibawah ligamentum pada

lipatan paha atau di bawahnya tetap pada sisi dalam bagian paha (abses

psoas).

5. Pada pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang

demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan

Berdasarkan derajatnya, Manifestasi klinis spondilitis tuberkulosis

sebagai berikut :

Derajat Manifestasi Klinis

I

II

III

IV

Kelemahan pada abggota gerak bawah terjadi setelah

melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini

belum terjadi gangguan saraf sensorik.

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah, tetapi klien

masih dapat melakukan pekerjaan

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

membatasi gerak aktivitas klien serta hipostesia/anastesia

Terjadi gangguan saraf sensori dan motorik disertai gangguan

defekasi dan miksi

F. Komplikasi

1. Pottds paraplegiaa

a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus

maupun sequester atau infasi jaringan granulasi pada media spinalis.

15

Page 16: spondilitis tb.docx

Paraplegiaa ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi

medula spinalis dan saraf.

b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dan

jaringan granulasi atau perlengketan tulang (ankilosing) diatas kanalis

spinalis.

2. Ruptur abses paravertebra

a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga

menyebabkan empiema tuberkulosis.

b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas

membentuk psoas abses yang merupakan coldapsces (lindsay. 2008).

3. Cidera Corda Spinalis (Spinalis Cord Injury)

Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena

pustuberkulosa, sequestra tulang, sequester dari diskus intervertebralis atau

dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan

granulasi tuberkulosa. Jika cepat diterapi sering berespon baik. MRI dan

Mieolografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau

karena infasi dura dan korda spinalis.

G. Penatalaksanaan

1. Medis

Pada prinsipnya, penatalaksanaan teberkulosa tulang belakang harus dilakukan

segera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah

paraplegia. Penatalaksanaan terdiri atas :

a. Terapi konservatif (tirah baring, memperbaiki keadaan umum klien,

pemasangan brace pada klien yang dioperasi ataupun yang tidak dioperasi,

pemberian obat antiteberkulosa. Obat-obatan yang diberikan terdiri atas :

1) INH dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan dosis

maksimal 300 mg. Dosis orang pada anak-anak 10 mg/kg berat badan.

2) Asam para-amino salisilat, dosis orang 8-12 mg/kg berat badan

3) Etambutol, dosis orang 15-25 mg/kg berat badan untuk anak-anak dan

pada orang dewasa 300-400 mg perhari.

16

Page 17: spondilitis tb.docx

4) Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi.

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang efektif dan mencegah

terjadinya kekebalan kuman teberkulosis terhadap obat yang diberikan,

perawat memberikan kombinasi beberapa obat tuberkulostatik.

Regimen yang dipergunakan dalan di Amerika dan Eropa adalah

INH dan Rifampisin selama 9 bulan atau INH + Rifampisin + Etambutol

diberikan selama 2 bulan yang dilanjutkan dengan pemberian INH +

Rifampisin selama 7 bulan. Di korea, kombinasi antara INH + Rifampisin

diberikan selama 6-12 bulan atau INH + Etambutol diberikans elama 9-18

bulan. Standar pengobatan di Indonesia yang berdasarkna program P2TB

paru adalah :

1) Kategori 1. Untuk klien baru BTA positif dan BTA negatif/Rontgent

positif, obat diberikan dalam dua tahap, yaitu :

a) Tahap I : diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH

300 mg dan Pirazinamid 1500 mg. Obat diberikan setiap

hari selama 2 bulan pertama (60 kali)

b) Tahap II : diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat

diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan

(54 kali)

2) Kategori 2. Untuk klien baru BTA positif yang pernah minum obat

selama lebih dari sebulan, termasuk klien dengan BTA positif yang

kambuh/gagal obat yang diberikan dalam dua tahap, yaitu :

a) Tahap I : diberikan Streptomisin 750 mg, (injeksi), INH 300 mg,

Rifampisin 450 mg. Pirazinamid 1500 mg dan

Etambutol 750 mg. Obat diberikan setiap hari.

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali)

dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali)

b) Tahap II : diberi INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermiten)

selama 5 bulan (66 kali)

17

Page 18: spondilitis tb.docx

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum klien

bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala klinis

berupa nyeri dan spasme berkurang, gambaran radiologis ditemukan

adanya union pada vertebra.

b. Terapi operatif. Walaupun pengobatan kemotrapi merupakan pengobatan

utama bagi klien tuberkulosis tulang belakang, tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, misalnya cold abcess

(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

Indikasi penatalaksanaan operatif yang perlu diketahui perawat sebagai

bahan untuk melakukan kolaborasi, meliputi :

a. Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau

kondisi tersebut bertambah berat

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan sistem drainase abses

secara terbuka, penatalaksanaan debridemen, dan bone graf.

c. Pada pemeriksaan radiologi (foto polos, mielografi, CT scan, dan MRI),

didapatkan adanya penekanan langsung pada medula spinalis

d. Koreksi deformitas pada spondilitis tuberkulosa yang telah mengalami

penyebuhan.

2. Keperawatan

a. Pengkajian

1) Anamnesis

a) Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta

pertolongan kesehatan adalah paraparesis, gejala paraplegia,

keluhan gangguan pergerakan tulang belakang, dan adanya nyeri

tulang belakang. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap

tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode

PQRST

18

Page 19: spondilitis tb.docx

Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri

adalah : adanya peradangan pada tulang belakang

Qualiti of pain : Nyeri yang dirasakan klien bersifat menusuk.

Nyeri sering disertai dengan adanya parestesia. Faktor yang

mengurangi nyeri dikaji karena pada beberapa keadaaan,

kualitas dan kuantitas nyeri berkurang dengan menajemen nyeri

keperawatan dengan meliputi pengaturan posisi, ralaksasi nafas

dalam, metode distraksi, menajemen sentuhan dengan masase

ringan disekitar lokasi nyeri.

Region, Radiation, Relief : Kaji apakah nyeri dapat reda, apakar

nyeri menjalar karena pada beverapa kasus, nyeri sering

menjalar ke pinggul dan menjalar ke tungkai. Selain itu, kaji

dimana nyeri terjadi, apakah nyeri terlokalisasi, dan sebatas apa.

Severity (scale) of pain : Nyeri biasanya 1-3 pada penilaian

skala nyeri 0-4

Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah kondisi

nyeri berlangsung terus menerus atau hilang timbul.

b) Riwayat Penyakit sekarang

Keluhan rang didapat hampir sama dengan kejala tuberkulosis

pada umumnya, yatu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang,

berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril)

terutama pada malam hari, serta sakit punggung. Pada anak-

anak sering disertai dengan menangis pada malam hari (night

cries). Pada tuberkulosa vertebra servikalis, dapat ditemukan

nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan, dan

gangguan pernafasan akibat adanya abses retrofaring. Kadang

kala klien datang dengan gejala abses pada daerah paravertebral,

abdominal, inguinal, popliteal, atau bokong.

c) Riwayat penyakit dahulu

Ada keluhan riwayat TB paru dan penggunaan obat

antituberkulosis (OAT). Penyakit lainnya seperti hipertensi,

19

Page 20: spondilitis tb.docx

diabetes melitus juga dikaji untuk mengidentifikasi penyulit

pada penatalaksanaan dan implementasi keperawatan.

d) Pengkajian Psikososiospiritual

Perawat mengkaji mekanisme koping yang digunakan klien

untuk klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit

yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah

memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang

mengalami spondilitis tuberkulosa.

Karena klien harus menjalani rawat inap, kaji apakah keadaan

ini memberi dampak pada status ekonomi klien. Hal ini

dilakukan karena perawatan dan pengobatan memerlukan dana

yang tidak sedikit. Spondilitis tuberkulosa memerlukan biaya

untuk pemeriksaan, penggobatan dan perawatan yang dapat

mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat

mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

Perawat juga memasukkan pengkajian fungsi neurologis

mengenai dampak hambatan mobolitas terhadap gaya hidup

baru individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri

atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh

hambatan mobilitas dalam hubungannya dengan peran sosial

klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi

hambatan mobilitas muskuloskeletaldalam sistem dukungan

individu.

2) Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan

20

Page 21: spondilitis tb.docx

persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B6 (Bone) yang

terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

a) Keadaan umum

Pada keadaan spondilitis tuberkulosa, klien umunya tidak

mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-

tanda vital yang meliputi bradikardi dan hipotensi sering

berhubungan dengan penurunan aktivitas secara umum akibat

adanya hambatan dalam melakuakn mobilitas ekstremitas.

b) B1 (Breathing)

Hasil pemeriksaan fisik sistem ini pada klien spondilitis

tuberkulosa dengan fase penurunan aktifitas yang parah adalah

pada inspeksi di dapatkan bahwa klien batuk, ada peningkatan

produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,

dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada palpasi, ditemukan

taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi

ditemukan adanya resonan pada seluruh lapang paru. Pada

auskultasi, dadapatkans suara nafas tambahan, seperti ronki

pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan

kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan pada

klien spondilitis tuberkulosa dengan penurunan tingkat

kesaadaran koma. Pada klien spondilitis tuberkulosa fase awal,

biasanya tidak didapatkan kelainan pada sistem pernafasan.

c) B2 (Blood)

Pada keadaan spondilitis tuberkulosa dengan komplikasi

paraplegia yang lama di derita, biasanya akan didapatkan

adanya hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik

≤25 mmHg dan diastolik ≤10 mmHG ketika klien bangun dari

posisi baring ke posisi duduk). Pada klien spondilitis

21

Page 22: spondilitis tb.docx

tuberkulosa tanpa paraplegia, biasanya tidak didapatkan

kalainan pada sistem kardiovaskuler.

d) B3 (Brain)

Tingkat kesadaran biasanya komposmentis

(1) Kepala : Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris,

tidak ada penonjolan, sering didapatkan adanya nyeri

belakang kepala.

(2) Leher : Pada spondilitis tuberkulosa yang mengenai

vertebra servikalis, sering didapatkan adanya kekakuan

leher sehingga mengganggu mobilitas leher dalam

melakukan rotasi, fleksi, dan ekstensi kepala.

(3) Wajah : Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Wajah simetris, tidak ada lesi dan

edema.

(4) Mata : Tidak ada ganggguan, seperti konjungtiva tidak

anemis

(5) Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan

normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan

(6) Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping

hidung

(7) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak

terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat

(8) Pemeriksaan fungsi sebrebral. Status mental : observasi

penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental

klien tidak mengalami perubahan.

(9) Pemeriksaan saraf kranial :

22

Page 23: spondilitis tb.docx

(a) Sarraf I. Biasanya pada klien sppondilitis tuberkulosa

tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada

kelainan

(b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi

normal

(c) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada ganggguan

mengangkat kelopak mata, pupil isokor.

(d) Saraf V. Klien spondilitis tuberkulosa umumnya tidak

mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea

biasanya tidak ada kelainan.

(e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris

(f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan

tuli persepsi

(g) Saraf IX dan X. Secara sensorik, kemampuan menelan

baik, tetapi adanya gangguan menelan lebih sering

disebabkan oleh adanya abses faring sehingga

menggganggu klien dalam proses menelan karena

adanya sensasi nyeri menelan.

(h) Saraf XI. Tiidak ada atrofi otot sternokleido-mastoideus

dan trapezius

(i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu

sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

(10) Pemeriksaan Refleks : biasanya tidak terdapat refleks

patologis.

e) B4 (Bladder).

Pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal dan servikal, tidak

ada kelainan pada sistem ini. Pada spondilitis tuberkulosa

daerah lumbal, sering didapatkan keluhan inkontinensia urine,

ketidakmampuan mengomunikasiakan kebutuhan eliminasi

uine.

23

Page 24: spondilitis tb.docx

f) B5 (Bowel).

Inspeksi abdomen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

Palpasi : turgor baik, tidak ada kejang otot abdomen akibat

adanya abses pada lumbal, hepar tidak teraba. Perkusi : Suara

timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi :

Peristaltik usus nornal ±20 kali/menit. Inguinal-genitalia-anus :

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada

kesulitan BAB. Pola nutrisi dan metabolisme : pada klien

spondilitis tuberkulosa sering ditemukan penurunan nafsu

makan dan gangguan menelan dari abses faring sehingga

pemenuhan nutrisi menjadi berkurang.

g) B6 (Bone)

Untuk Spondilitis tuberkulosa servikalis, lebih sering

terjadi pada anak-anak. Keluhan yang sering ditemukan adalah

nyeri leher dan kekakuan. Pada kasus yang tidak diobati, abses

retrofariengal dapat menyebabkan gangguan menelan atau

bengkak pada sisi leher tersebut. Pada pemeriksaan, leher

terasa sangat nyeri dan semua gerakan terbatas. Pada kasus

yang sudah terlambat, dapat terjadi kifosis yang nyata, abses

leher yang berfluktuasi atau pembengkakan retrofaringeal.

Anggota tubuh harus diperiksa untuk mengetahui ada atau

tidaknya defisit neurologis. Pada pemeriksaan diagnostik

radiologi sering didapatkan adanya penyempitan ruang diskus

dan erosi korpus vertebra yang bersebelahan.

(1) Look. Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas

(kifosis) terutama pada spondilitis tuberkulosa daerah

torakal. Pada spondilitis tuberkulosa daerah vertebra

lumbalis, hampir tidak terlihat deformitas, tetapi terlihat

adanya abses pada daerah bokong dan pingkang. Pada

24

Page 25: spondilitis tb.docx

spondilitis tuberkulosa daerah servikal, terdapat kekakuan

leher.

(2) Feel. Kaji adanya nyeri tekan pada daerah spondilitis

(3) Move. Terjadi kelemahan anggota gerak (paraparesis dan

paraplegia) dan ganguan pergerakan tulang belakang.

Pergerakan yang berkurang tidak dapat dideteksi di daerah

torak, tetapi mudah diamati pada tulang belakang lumbal;

punggung harus diperhatikan dengan teliti, semestara

gerakan dicoba. Biasanya seluruh gerakan terbatas dan

usaha tersebut menimbulkan spame otot. Uji uang logam

dapat menilai seorang anak yang mengalami spasme

lumbal. Bila anak mengambil uang dari lantai, ia cenderung

membengkokkan pinggul dan lutut, bukan

membungkukkan tulang belakang.

3) Pemeriksaan radiologi

a) Pemeriksaan rontgen

(1) Pemeriksaan foto torak untuk melihat adanya tuberkulosis paru

(2) Pada foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolik, dan

destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus

intervertebralis yang ada diantara korpus tersebut, dan

mungkin dapat ditemukan adanya masa abses paravertebral

(3) Pada foto AP, abses paravertebral pada daerah servikal

berbentuk sarang burung (bird’s nets), di daerah torakal

berbentuk bulbus, dan pada daerah lembal abses terlihat

berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut, terjadi destruksi

vertebra yang lebih hebat sehingga timbul kifosis.

b) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi

dilakuakn bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang.

25

Page 26: spondilitis tb.docx

c) Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu

diskus intervertebtalis dan ligamentum flavum serta lesi dalam

sumsum tulang belakang.

4) Pemeriksaan laboratorium

a) Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis

b) Uji Mantoux positif

c) Pada pemeriksaan biakan kuman, mungkin ditemukan

Mycrobacterium.

d) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional

e) Pada pemeriksaan histopatologis, dapat ditemukan tuberkel.

b. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada klien spondilitis tuberkulosa

meliputi :

1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan paraplegia,

paralisis ekstremitas bawah.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

penumpukan stupum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan

kemampuan batuk

3. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf dan refleks spasme

otot sekunder pada tulang belakang

4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari butuhan tubuh yang

berhubungan dengan gangguan kemampuan menelan makanan,

peningkatan kebutuhan metabolisme

5. Gangguan metabolisme urine yang berhubungan dengan perubahan

dalam mengomnunikasikan eliminasi urine

6. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan

paraplegia, paralisis ekstremitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer

7. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman

terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan/status

ekonomi/fungsi peran.

8. Ketidakefektifan kopin individu dan keluarga.

26

Page 27: spondilitis tb.docx

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Ibu Y, 45 tahun mengalami nyeri di daerah tulang belakang sejak 1

minggu yang lalu. Ibu Y di bawa ke RS dr. Soedarso untuk pemeriksaan lebih

lanjut. Seletah dikaji ibu Y mengakatakan sakit di daerah tulang belakang disertai

nyeri hebat, sehingga tidak bisa beraktivitas, selain itu ibu Y juga mengeluhkan

badan terasa lemah, tidak nafsu makan, dan berat badan menurun, serta sedikit

peningkatan suhu tubuh terutama pada malam hari. Dilakukan pemeriksaan

penunjang ibu Y mengalami TB Tulang (spondilitis) Pengkajian ibu mengalami

riwayat TB Paru sejak 2 tahun yanng lalu. Pada pemeriksaan lab dilakukan

mantoux tes, didapatkan hasil potisif, dan terjadi peningkatan laju endap darah.

Selain itu pada pemeriksaan radiologi, dilakukan pemeriksaan : foto torak

didapatkan adanya tuberkulosis paru dan pada foto polos vertebra, ditemukan

osteoporosis, osteolik, dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus

intervertebralis.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil TTV : TD: 95/70 mmHg N: 55

x/menit S : 37,5 ºC RR : 27x/menit. Klien Mengalami batuk, peningkatan

27

Page 28: spondilitis tb.docx

produksi sputum, penurunan kemampuan batuk dan saat di auskultasi terdengat

suara ronki.

A. Analisa Data

Pathway Spondilitis Tuberkulosis

28

1. nyeriPenurunan kemampuan maksimal dalam

melakukan respirasi, abtuk

3. Hambatan mobilitas fisikStimulus nyeri

Perubahan vertebra menjadi kifosis

Paraplegia, stimulus nyeri pada pinggang, gangguan dalam mengomunikasikan

proses eliminasi eine

Kompresi radiks saraf pada

vertebratorakalis

Perubahan vertebta

Peubahan diskus intervertebralis sevikal

Penekanan korda dan radiks saraf oleh pembesaan

abses/tulang yang bergeser

Kerusakan korpus vertebra dan terjadi angulasi vertebra ke depan

Kerusakan korpus vertebra dan terjadi angulasi vertebra ke depan

Perubahan pada vertebra lumbalis

Perubahan pada vertebra torakalis

Perubahan pada vertebra servikalis

Perkijuan jaringan tulang dan pembentukan abses dingin menjalar ke bagian lunak para vertebralis

Perusakan tulang dan perjalanan infeksi ke ruang diskus dan ke vertebra yang berdekatan

Infeksi secara hematogen tuberkulosis paru ke dalam korpus vertebra dekat diskus intervertebralis

Page 29: spondilitis tb.docx

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf dan refleks spasme otot

sekunder pada tulang belakang

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

penumpukan stupum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan

kemampuan batuk

3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan paraplegia, paralisis

ekstremitas bawah.

C. Intervensi

1. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf dan refleks spasme otot

sekunder pada tulang belakang

a. NOC :

1) Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh

indikator (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):

(a) Mengenali awitan nyeri

(b) Menggunakan tindakan pencegahan

(c) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

2) Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator (sangat

berat, sedang, ringan atau tidak ada):

(a) Ekspresi nyeri pada wajah

29

Penurunan kemampuan maksimal dalam

melakukan respirasi, abtuk

Page 30: spondilitis tb.docx

(b) Gelisah atau ketegangan otot

(c) Durasi episode nyeri

(d) Merintih dan menangis

(e) Gelisah

b. NIC

Pengkajian

- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya

- Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada

mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif

Pendidikan untuk pasien/keluarga

- Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa

lama akan berlangsung,dan antisipasi ketidaknyamanan akibat

prosedur

- Ajarkan tekhnik nonfarmakologis sebelum,setelah, dan jika

memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri;

sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersama penggunaan

tindakan peredaan nyeri yang lain.

Aktivitas kolaboratif

- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih

berat.

- Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika

keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari

pengalaman nyeri pasien dimasa lalu

30

Page 31: spondilitis tb.docx

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

penumpukan stupum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan

kemampuan batuk

a. Noc:

Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan

oleh perncegahan aspirasi; status pernafasan; kepatenan jalan nafas; dan

status pernafasan : ventilasi tidak terganggu

b. Nic :

intervensi

- Manajemen jalan nafas : Menfasilitasi kepatenan jalan udara

- Pengisafan jalan nafas : Mengeluarkan sekret dari jalan nafas

dengan memasukkan sebuah kateter pengisap kedalam jalan nafas

- Kewaspadaan aspirasi : mencegah dan meminimalkan faktor resiko

aspirasi

- Peningkatan batuk : Meningkatkan inhalasi dalam pada pasien

yang memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratotakalis

dan kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengarahan

tenaga dalam menghembuskan udara

- Pengaturan posisis : Mengubah posisi pasien dan bagian tubuh

pasien secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologi dan

psikologis

- Pemantauan pernafasan : mengumpulkan dan menganasisis data

pasien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas

yang adekuat

31

Page 32: spondilitis tb.docx

- Bantuan ventilasi : Meningkatkan pola nafas spontan yang

optimal, yang memaksimalkan pertukaran oksigen dan

karbondioksida dalam paru

Pendidikan untuk pasien/keluarga

- Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis.

Oksigen, mesin pengisap, spirometer, inhaler)

- Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok

didalam ruang perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya

berhenti berhenti merokok

- Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam

untuk memudahkan pengeluaran sekret

- Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum,

seperti warna, karakter, jumlah dan bau

Kolaborasi

- Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, jika perlu

- Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau

peralatan pendukung

- Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan)

sesuai dengan kebijakan institusi

- Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizel ultrasonik, dan

perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol

institusi

- Beri tahuu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal

3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan paraplegia, paralisis

ekstremitas bawah.

a. NOC :

32

Page 33: spondilitis tb.docx

- Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan oleh indikator berikut

(gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami

gangguan)

- Merlakuakn aktifitas sehari-haris ecara mandiri

b. NIC :

Intervensi

- Kaji kebutuhan terhadap bantuan layanan kesehatan dirumah sakit

- Promosi Mekanika tubuh : memfasilitasi penggunaan postur dan

pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah keletihan

dan ketegangan atau cedera muskulo

- Terapi latihan fisik (ambulasi) : meningkatkan dan membantu

dalam berjalan untnuk memeprtahankan atau mengendalikan fungsi

tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan pemulihan dari

kondisi sakit

- Pengaturan posisi : mengatur posisi pasien untuk bagian tubuh

pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesehahteraan

fisiologis dan psikologis.

33

Page 34: spondilitis tb.docx

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Spondilitis Tuberkulosis adalah peradangan pada tulang belakang

granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberkulosa

yang disebut juga dengan penyakit pott dan juga selalu merupakan infeksi

sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Gejalanya mirip tuberkulosis

paru, ditambah dengan adanya gibbus/kifosis, nyeri pada punggung, dan

gangguan pergerakan tulang belakang. Pemeriksaan kadar LED diperlukan

untuk melihat adanya infeksi. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis

ditemukan penyempitan diskus intervertebralis. Pengobatannya dapat diberikan

terapi konservatif dan operatif.

B. SARAN

34

Page 35: spondilitis tb.docx

Setelah membaca penjelasan tentang spondilitis tuberkulosis, ada

beberapa saran yang ingin kami sampaikan, diantaranya :

Bagi perawat, haruslah tetap melakukan asuhan keperawatan dengan

baik selalu menjaga keamanan diri sendiri, karena bakteri tuberkulosa ini

sangat mudah menular melalui pernafasan, tetapi dengan cara yang sopan,

tanpa menyinggung perasaan klien.

Bagi pembaca umum, masyarakat, keluarga penderita ataupun penderita

itu sendiri, diharapkan dapat menerapkan hal-hal dibawah ini :

-          Hindari kotak langsung orang dengan klien penyakit menular

-          Kurangi/ berhenti merokok

-          Periksakan diri secepatnya apabila terdapat keluhan yang sama

-          Berikan obat pada klien secara teratur dan sesuai dosis

-          Habiskan minum obat antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heater, 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Sudoya, Aru W., Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

Internapublishing

35