spondilitis tb

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosa spinal atau yang lebih dikenal dengan nama Pott’s disease of the spine (tuberculosis vertebral osteomyelitis) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan mengenai tulang belakang. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen (Mbata et. al, 2012). Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit yang masih terus diteliti, dan masih dalam pengembangan teknik bedah maupun obat-batan terbaru untuk penatalakasanannya (Beatly, 2011). Insiden spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat serta kondisi sosial di Negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama Asia. Dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama (Alavi and Sharifi, 2010). Pada kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang 1

Upload: hashini-vjkmr

Post on 07-Nov-2015

165 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

spondilitis tb

TRANSCRIPT

36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosa spinal atau yang lebih dikenal dengan nama Potts disease of the spine (tuberculosis vertebral osteomyelitis) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan mengenai tulang belakang. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen (Mbata et. al, 2012). Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit yang masih terus diteliti, dan masih dalam pengembangan teknik bedah maupun obat-batan terbaru untuk penatalakasanannya (Beatly, 2011). Insiden spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat serta kondisi sosial di Negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama Asia. Dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama (Alavi and Sharifi, 2010).

Pada kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki (Zychowicz, 2010).

Dari hasil epidemiologi, spondilitis tuberkulosa merupakan tuberkulosis ekstrapulmonari terbanyak yang menyebabkan komplikasi dan kecacatan pada masyarakat. Deteksi sejak dini diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat spondilitis tuberkulosa. Untuk itu, dibutuhkan penguasaan gambaran klinis dan patofisiologi bagi seorang klinisi agar dapat menentukan pemeriksaan penunjang ataupun terapi yang dibutuhkan untuk spondilitis tuberkulosa.1.2 Rumusan Malasalah

Rumusan masalah pada karya tulis ini adalah :1. Bagaimana patofisiologi dari infeksi primer tuberkulosa sehingga mengakibatkan spondilitis tuberkulosa?2. Bagaimana cara mendiagnosa spondilitis tuberkulosa?

3. Apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada spondilitis tuberkulosa?

4. Apa tatalaksana yang dilakukan pada spondilitis tuberkulosa?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari karya tulis ini adalah :1. Mengetahui patogenesis dari infeksi primer tuberkulosa sehingga mengakibatkan spondilitis tuberkulosa.2. Mengetahui cara untuk mendiagnosa spondilitis tuberkulosa.3. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk spondilitis tuberkulosa.4. Mengetahui tatalaksana yang dilakukan pada spondilitis tuberkulosa.1.4 Manfaat

Manfaat dari karya tulis ini adalah :1. Diharapakan dapat menambah pengetahuan klinisi terkait cara mendiagnosis dan pemeriksaan penunjang untuk spondilitis tuberkulosa. 2. Diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan klinisi dalam penatalaksanaan pasien spondilitis tuberkulosa secara optimal. BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiSpondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae (Savant C et al, 2010).Pada 1779, Percivall Pott, yang memberi nama penyakit ini, menyajikan deskripsi klasik dari tuberkulosis tulang belakang bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott (Tachdjian, M.O., 2010)2.2 Anatomi

Vertebra adalah tulang yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 vertebra pada manusia yaitu 7 ruas vertebra servikal, 12 ruas vertebra thorakalis, 5 ruas vertebra lumbalis, 5 ruas vertebra sakralis yang membentuk os sacrum, dan 4 ruas vertebra coccygealis yang membentuk os coccygeus (Rohen and Decroil, 2009).

Sebuah vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari korpus vertebra, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebra. Arcus vertebra dibentuk oleh dua kaki ataupediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat medulla spinalis. Di antara dua vertebra dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale. Kemudian di antara satu korpus vertebra dengan korpus vertebra lainnya terdapat discus intervertebralis (Currier and Eismont, 1992).

Gambar 2.2 Ciri-ciri vertebra (Currier and Eismont, 1992)1. Vertebra Servikalis

Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

- Korpus vertebra kecil, pendek, dan berbentuk segiempat.

- Foramen vertebra berbentuk segitiga dan besar.

- Processus transversus terletak di sebelah vertebra processus articularis.

- Pada processus transversus terdapat foramen costotransversarium, dilalui oleh arteri dan vena vertebralis.

- Processus transversus mempunyai dua tonjolan, yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkan oleh sulcus spinalis, dilalui oleh nervus spinalis.

- Processus spinosus pendek dan bercabang dua (Rohen and Decroil, 2009).2. Vertebra Thorakalis

Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

- Korpus vertebra berukuran sedang, berbentuk seperti jantung, bagian anterior lebih rendah daripada bagian posterior.

- Foramen vertebra bulat.

- Processus spinosus panjang dan runcing.

- Pada processus transversus dan pada korpus vertebra terdapat fovea costalis, tempat perhubungan dengan costa (Rohen and Decroil, 2009).3. Vertebra Lumbalis

Vertebra lumbalis merupakan vertebra terbesar, korpusnya sangat besar dibandingkan dengan korpus vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal melintang, processus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, processus tranversusnya panjang dan langsing, ruas ke lima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral (Rohen and Decroil, 2009).

4. Vertebra Sakralis Terdiri atas 5 ruas tulang yang saling melekat menjadi satu membentuk os sacrum. Os sacrum berbentuk segitiga, dasarnya berada di sebelah cranial, disebut basis ossis sacri, dan puncaknya berada di bagian caudal, disebut apex ossis sacri (Rohen and Decroil, 2009).

5. Vertebra Coccygeus

Terdiri atas 4 ruas yang melekat menjadi satu tulang. Vertebra coccygeus I masih mempunyai sisa-sisa processus transversus, membentuk cornu coccygeus (Rohen and Decroil, 2009).

2.3 EpidemiologiSaat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia. Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per tahun. Diperkirakan 20-30% dari penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Kasus ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka kejadian HIV. Diperkirakan 15% dari kejadian TB tahun 2007 merupakan kejadian koinfeksi dengan HIV (WHO, 2009). Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000 orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun (Hidalgo, 2008). Sekitar 1-2% dari semua kasus tuberkulosis menyebabkan penyakit Pott. Di Belanda antara tahun 1993 dan 2001, TBC tulang dan sendi menyumbang 3,5% dari semua kasus tuberkulosis (0.2-1.1% pada pasien asal Eropa dan 2,3-6,3% pada pasien asal non-Eropa). Menurut WHO, Indonesia adalah Negara yang menduduki peringkat ketiga dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia yang dapat dikaitkan dengan agen infeksi tunggal. Lebih dari 40% kasus TB di seluruh dunia terjadi di bagian Selatan Asia Timur. Di wilayah ini, diperkirakan 3 juta kasus baru TB setiap tahun. Diperkirakan 140.000 orang meninggal akibat TB setiap tahun atau setiap 4 menit ada satu penderita yang meninggal di negara negara tersebut , dan setiap 2 detik terjadi penularan. TB ekstraparu hanya terdapat 10% sampai 15% dari semua kasus TB. TB skeletal terjadi 1% hingga 3% dari kasus TB ekstraparu dan biasanya melibatkan tulang belakang. Dalam TB muskuloskeletal, infeksi paru aktif terlibat sekitar kurang dari 50% kasus. Tulang belakang terlibat pada hingga 50% kasus TB muskuloskeletal (Miller F et al, 2011).

Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dan Sanmugasundarm juga menemukan presentase yang sama dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok 2-10 tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara wanita dan pria. TB tulang belakang, yang berperan dalam lebih dari setengah dari semua tuberculosis tulang dan sendi, biasanya terjadi selama awal masa kanak-kanak (Savant C et al, 2010).Pada masa lalu, spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada kelompok umur 3-5 tahun. Seiring meningkatnya pelayanan kesehatan dan gizi pada anak, pola penyebaran penyakit ini berubah (Eini et al., 2013). Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah 20 tahun sedangkan pada negara maju lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua (Benzagmout et al., 2011) . Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, biasanya pria lebih rentan terkena dibandingkan wanita dengan perbandingan pria: wanita 1,5:2,1 (Moon et al., 2012).

2.4 EtiologiSpondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik. Tipe bovin ditularkan melalui sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, biasanya masuk melalui saluran cerna. Tipe human ditularkan melalui droplet infection (Li and Fung, 2007).Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Lokalisasi tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas setinggi T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-C2 , sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, tapi jarang menyerang arkus vertebra. Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh (Tachdjian, M.O., 2010). 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

2.5 PatogenesisSpondilitis tuberkulosa merupakan infeksi TB sekunder dimana lesi primernya berasal dari luar vertebra. Lesi primer tersebut bisa berasal dari paru, kelenjar limfoid, ginjal dan organ dalam lainnya.

2.5.1 Patogenesis Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan saluran cerna, dengan perjalanan infeksi berlangsung dalam 4 fase (Ramachandran and Paramasivan, 2003).

1. Fase PrimerBasil masuk melalui saluran pernafasan sampai ke alveoli dan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu mengahancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon (Salter, 1999). Pada sebagian besar kasus, bagian tengah fokus ini mengalami nekrosis perkijuan. Bila basil terbawa ke kelenjar limfoid hilus, maka akan timbul limfadenitis primer. Afek primer dan limfadenitis primer disebut kompleks primer (kompleks Ghon). Selama beberapa minggu pertama juga terjadi penyebaran limfogen dan hematogen ke bagian tubuh lain. Pada sekitar 95% kasus, terbentuknya imunitas seluler berhasil mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, kompleks Ghon mengalami fibrosis progresif, sering diikuti oleh kalsifikasi yang terdeteksi secara radiologis (kompleks Ranke) (Kumar et al., 2007).Secara histologi, begitu imunitas seluler terbentuk, maka akan terbentuk suatu granuloma yang berfungsi sebagai pembatas inflamasi. Granuloma ini disebut juga sebagai miliary tubercle. Miliary tubercle dibentuk dari sel epiteloid dan giant cell yang mengelilingi basil TB. Giant cell merupakan bentukan histologi dari makrofag yang berkumpul jadi satu. Bagian tengah tuberkel mengalami perkejuan atau kaseus karena terjadi proses coagulation necrosis (Kumar et al., 2007; Ramachandran and Paramsivan, 2003).

Gambar 2.3 Histo PA tuberkel tuberculosis (Kumar et al., 2007)

Keterangan: Tampak lesi nekrotik ditengah (perkejuan) dan dikelilingi oleh epiteloid dan Giant cell.2. Fase Miliar

Kompleks primer mengalami penyebaran miliar, suatu penyebaran hematogen yang menimbulkan infeksi diseluruh paru dan organ lain. Penyebaran bronkogen menyebarkan secara langsung kebagian paru lain melalui bronkus dan menimbulkan bronkopneumonia tuberkulosa. Fase ini dapat berlangsung terus sampai menimbulkan kematian, mungkin juga dapat sembuh sempurna atau menjadi laten atau dorman (Ramachandran and Paramsivan, 2003).3. Fase Laten

Kompleks primer ataupun reaksi radang ditempat lain dapat mengalami resolusi dengan membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar tersebut (Ramachandran and Paramsivan, 2003).Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus tersebut umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi yang disebut sebagai fokus Simon. Fase ini berlangsung pada semua organ yang terinfeksi selama bertahun-tahun. Bila terjadi perubahan daya tahan tubuh maka fokus Simon ini dapat memasuki fase ke-4 yaitu fase reaktivasi (Ramachandran and Paramsivan, 2003).

4. Fase ReaktivasiFase reaktivasi dapat terjadi di paru atau diluar paru. Pada paru, reaktivasi penyakit ini dapat sembuh tanpa bekas, sembuh dengan fibrosis dan kalsifikasi atau membentuk kaverne dan terjadi bronkiektasi. Reaktivasi sarang infeksi dapat menyerang berbagai organ selain paru. Ginjal merupakan organ kedua yang paling sering terinfeksi; selanjutnya kelenjar limfe, tuba, tulang, sendi, otak, kelenjar adrenal, saluran cerna dan kelenjar mamma. Meskipun jarang, tuberkulosa kongenital dapat ditemukan pada bayi, ditularkan melalui vena umbilical atau cairan amnion ibu yang terinfeksi (Ramachandran and Paramsivan, 2003).

Gambar 2.4 Perjalanan alami Tuberkulosis (Kumar et al, 2007)2.5.2 Proteksi terhadap Mycobacterium tuberculosisManusia memiliki 2 faktor pertahanan terhadap Mycobacterium tuberculosis yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Smith, 2003). a. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari dalam tubuh. Faktor ini terdiri dari imunitas selular dan imunitas humoral. Dalam melawan tuberculosis, yang pertama berperan adalah imunitas selular, dimana imunitas selular ini dibagi menjadi 2, yaitu innate immunity dan Adaptive immunity. Innate Immunity. Terdiri dari:

Pertahanan fisik dan kimia seperti epitel kulit dan epitel mukosa

Pertahanan oleh sel yaitu oleh makrofag, Natural killer cell, dan Neutrofil Innate immunity berperan penting dalam membunuh Mycobacterium tuberculosis secara langsung.

Adaptive Immunity. Imunitas yang dipengengaruhi oleh sel T dan B limfosit. Adaptive Immunity berperan penting dalam mencegah perluasan dan reaktivasi dari tuberkulosis. Gambar 2.5 Skema Proteksi terhadap Mycobacterium tuberculosisAdaptive Immunity berperan dengan mengaktifkan sitokin pro-inflamatori dan sitokin anti-inflamatori. Sitokin pro-inflamatori terdiri dari TNF- (, IL1-(, IL-6, IL-12, IL-18, IL-15, IFN- (. TNF-( berperan dalam membentuk granuloma, gejala panas, dan dalam mengaktifkan iNOS (inducible nitric oxide synthase) yang berperan dalam merusak DNA bakteri. Kadar TNF-( yang tinggi menandakan kurang berhasilnya terapi. Sedangkan kadar TNF-( yang rendah menandakan pasien mengalami perbaikan.

IL1-( memiliki fungsi yang serupa dengan TNF-( IL-6 berperan sebagai proteksi terhadap Mycobacterium tuberculosis. Kadar IL-6 yang rendah bisa menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap Mycobacterium tuberculosis. IL-12 berperan penting dalam induksi dari produksi IFN-(. Maka dari itu IL-12 disebut sebagai regulator sitokin. IL-12 juga berperan sebagai mediator penghubung antara innate dan adaptive immunity. IL-18 & IL-15 bekerja sinergis dengan IL-12 dimana IL-18 dan IL-15 merupakan stimulator untuk produksi sitokin pro-inflamatori, kemokin, dan faktor transkripsi. IL-15 sendiri berperan dalam menstrimulator sel T serta proliferasi & aktivasi Natural Killer Cell.

IFN-( berperan dalam mengaktifkan makrofag dan merupakan marker dari infeksi tuberkulosis (Smith, 2003). Sitokin anti-inflamatori terdiri dari IL-10, TGF-(, dan IL-4..

IL-10 berperan sebagai down regulator dari IFN-( dan IL-12. IL-10 ini diinduksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan mengakibatkan tidak efektifnya respon imun tubuh dalam melawan Mycobacterium tuberculosis. TGF-( berperan dalam menghambat proliferasi IFN-(, menghambat Antigen presenting cell (APC) oleh makrofag, menghambat produksi sitokin pro-inflamatori, dan menghambat aktivasi imunitas seluler. Sitokin ini juga berperan dalam kerusakan jaringan, pembentukan fibrosis, serta dalam produksi dan deposisi matrix kolagen. IL-4 berperan dalam menekan produksi IFN-( dan aktivasi makrofag dan reaktivasi dari tuberkulosis laten. Peningkatan kadar dari IL-4 ini menyebabkan tuberkulosis menjadi progresif (Smith, 2003).b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar tubuh yaitu obat anti tuberkulosis, imobilisasi tubuh dengan menggunakan jacket bracing dan proses operasi (Drainase abses, debridement, debridement dan fusi, stabilisasi).

Gambar 2.6 Mekanisme imunitas tubuh pada infeksi Mycobacterium tuberculosis (Kumar et al, 2007)Gambar 2.6 memperlihatkan pertahanan tubuh terhadap Mycobacterium tuberculosis. Pada gambar A, setelah strain virulen bakteri masuk ke dalam endosome makrofag (suatu proses yang diperantarai oleh macrophage mannose receptor dan mannose-capped glycolipid ), bakteri mampu menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi endosome yaitu dengan menghentikan maturasi makrofag, membuat PH menjadi tidak asam, dan pembentukan fagolisosom yang tidak efektif. Hasil akhir dari manipulasi Endosom ini adalah bakteri yang mampu berproliferasi tanpa terhambat.

Baru-baru ini, suatu gen yang disebut NRAMP1 (natural resistance-associated macrophage protein 1) diperkirakan berperan dalam aktivitas mikrobisida awal, dan gen ini mungkin berperan dalam perkembangan tuberkulosis manusia. Polimorfisme tertentu pada alel NRAMP1 telah dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insiden tuberkulosis (terutama di antara orang Amerika Afrika). Oleh karena itu, fase terdini pada tuberkulosis primer (