snake bite

21
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GIGITAN ULAR DI RUANG IGD RUMAH SAKIT PANDANARANG BOYOLALI OLEH: YOYOK YUDIANTO 010110A136

Upload: yhoyho-akhilun-dewa-mimpi

Post on 03-Jan-2016

121 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Snake Bite

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GIGITAN ULAR

DI RUANG IGD RUMAH SAKIT PANDANARANG

BOYOLALI

OLEH:

YOYOK YUDIANTO

010110A136

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2013

Page 2: Snake Bite

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GIGITAN ULAR

DI RUANG IGD RUMAH SAKIT PANDANARANG

BOYOLALI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.

Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular.

Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat

yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang

berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap

suatu organ ; beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ.

Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis

yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.

Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan

toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan

mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat

defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang

toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2. Penyebab

Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang

berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat

menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak

bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada

anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak

terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .

Page 3: Snake Bite

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular

yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah

merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel

darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut

(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,

mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender)

pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-

jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-

jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar

luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).

Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan

saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti

saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh

tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

3. Tanda dan gejala

Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan

ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang

progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau

fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi.

Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu

atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan)

pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada

selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit

seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air

kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran

kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan

lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus).

Page 4: Snake Bite

Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala,

menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa

lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya

mati.

4. Patofisiologi

Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di

bawah mata. Racun ini disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas.

Rahang dapat bertambah sampai 20 mm pada ular berbisa yang besar.

Dosis racun pergigitan bergantung pada waktu yang yang terlewati

setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa.

Respon lubang hidung untuk pancaran panas dari mangsa

memungkinkan ular untuk mengubah ubah jumlah racun yang

dikeluarkan.Racun kebanyakan berupa air. Protein enzim pada racun

mempunyai sifat merusak. Protease, colagenase dan hidrolase ester

arginin telah teridentifikasi pada racun ular berbisa. Neurotoksin

terdapat pada sebagian besar racun ular berbisa. Diketahui beberapa

enzim diantaranya adalah :

(1) hialuronidase, bagian dari racun diamana merusak jaringan

subcutan dengan menghancurkan mukopolisakarida.

(2) fosfolipase A2 memainkan peran penting pada hemolisis

sekunder untuk efek eritrolisis pada membran sel darah merah

dan menyebabkan nekrosis otot.

(3) enzim trobogenik menyebabkan pembentukan clot fibrin, yang

akan mengaktivasi plasmin dan menghasilkan koagulopati

yang merupakan konsekuensi hemoragik. (Warrell, 2005)

Komposisi, Sifat dan Mekanisme “Kerja” Bisa ular

Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga

pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu

jenis toksin saja. Venom yang sebagian besar (90%) adalah protein,

terdiri dari berbagai macam enzim, polipeptida non-enzimatik dan

protein non-toksik. Berbagai logam seperti zink berhubungan dengan

Page 5: Snake Bite

beberapa enzim seperti ecarin (suatu enzim prokoagulan dari

E.carinatus venom yang mengaktivasi protombin). Karbohidrat dalam

bentuk glikoprotein seperti serine protease ancord merupakan

prokoagulan dari C.rhodostoma venom (menekan fibrinopeptida-A

dari fibrinogen dan dipakai untuk mengobati kelainan trombosis).

Amin biogenik seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang

ditemukan dalam jumlah dan variasi yang besar pada Viperidae,

mungkin bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri pada

gigitan ular. Sebagian besar bisa ular mengandung fosfolipase A yang

bertanggung jawab pada aktivitas neurotoksik presinaptik,

rabdomiolisis dan kerusakan endotel vaskular. Enzim venom lain

seperti fosfoesterase, hialuronidase, ATP-ase, 5-nuklotidase,

kolinesterase, protease, RNA-ase, dan DNA-ase perannya belum jelas.

(Sudoyo, 2006)

Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A,

hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,

fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan

destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan

hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.

Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga memudahkan

penyebaran racun. (de Jong, 1998)

Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan

dampak yang ditimbul kannya seperti neurotoksik, hemoragik,

trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin, antikoagulan,

kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain

itu ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat – zat

peradangan lain seperti kinin, histamin dan substansi cepat lambat

Page 6: Snake Bite

Pathway:

Bisa ular masuk ke dalam tubuh

Daya toksik menyebar melalui peredaran darah

Gangguan sistem neorologis Gangguan pernapasan

Gangguan pada sistem

cardiovaskuler

Mengenai saraf yang berhubungan Syok hipovolemik

dengan sistem pernapasan

Koagulopati hebat

Oedem pada saluran pernapasan

Gagal napas

Sukar bernapas toksik masuk

Ke pembuluh darah

hipotensi

5. Komplikasi

a. Syok hipovolemik

b. Edema paru

c. Kematian

d. Gagal napas

6. Pemeriksaan penunjang / diagnostic

Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah,

Hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang,

Page 7: Snake Bite

waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit,

urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk

gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel

darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

7. Penatalaksanaan

a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.

Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-

satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan

pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan

jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket

limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit

sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih

baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling

berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas

setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular

tersebut untuk identifikasi.

b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan

laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan

darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin

parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula

darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan

pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu

pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

c. Derajat envenomasi harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk

menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.

d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan

tangani syok jika ada.

e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas

hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.

f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk

menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.

Page 8: Snake Bite

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian

setelah korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :

a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk

b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan

c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau

kaki

d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar

e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak

a) Primary Survey

Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya

sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas

Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya

penggunaan otot bantu pernafasan

Circulation : kaji nadi, capillary refill Time (CRT < 3 detik)

Disability : Kaji kesadaran Klien, GCS

b) Secondary Primer

Kaji Keadaan Umum klien :

TD, Nadi, RR, Suhu.

Pengkajian Head to Toe :

Data subyektif :

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit sekarang

Status metabolic

Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi

atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang

berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social,

obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa

darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik

oral.

Page 9: Snake Bite

Data Obyektif :

Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,

tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur.

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat

atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma

Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi,

kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,

penyembuhan yang lama, takikardia.

Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi,

nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi

vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola

mata cekung.

Integritas/ Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah

finansial yang berhubungan dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang

Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,

rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK

baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat

berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi

hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),

abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan

menurun, hiperaktif (diare)

Nutrisi/Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak

mematuhi diet, peningkatan masukan

glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari

Page 10: Snake Bite

beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik

(Thiazid)

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,

kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid

(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan

gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas

aseton)

Neurosensori

Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,

kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma

(tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau

mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas

kejang (tahap lanjut dari DKA).

Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat

berhati-hati

Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa

sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum

purulen, frekuensi pernapasan meningkat

Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,

menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,

parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan

(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)

Page 11: Snake Bite

Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada

wanita

Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke,

hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat

sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan

fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).

Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai

pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan

bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan

diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

endotoksin

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada

hipotalamus

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan

tubuh tak adekuat

3. Rencana Tindakan

a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin

Intervensi :

- Auskultasi bunyi nafas

- Pantau frekuensi pernapasan

- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih

tinggi

- Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam

- Observasi warna kulit dan adanya sianosis

- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot

- Batasi pengunjung klien

- Pantau seri GDA

- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)

Page 12: Snake Bite

- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada

hipotalamus

Intervensi :

- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis

- Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur

- Beri kompres mandi hangat

- Beri antipiretik

- Berikan selimut pendingin

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan

tubuh tak adekuat

Intervensi :

- Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi

- Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien

- Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali

- Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika

memungkinkan

- Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari

- Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan

- Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka

atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi

- Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis

- Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut

- Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

4. Evaluasi

a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi

nafas vesikuler

b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis

c. Mendemontrasikan suhu dalam batas normal

Page 13: Snake Bite

d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Page 14: Snake Bite

DAFTAR PUSTAKA

Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma

and Critical Care, University of Tennessee School of Medicine.

www.eMedicine.com

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 :

Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi

Revisi, EGC : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100. 2.

Purwadianto, Sampurna Budi.1979. kedaruratan Medik, Pedoman

Pelaksanaan Praktis.Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Warrell, D.A., 2005. Guidelines for the Clinical Management of Snake

Bite in the South-East Asia Region. World Health Organization.

Regional Office for South-East Asia. World Health House.

Indraprastha Estate. New Delhi 110002. India.