skripsi proses adaptasi mahasiswa terhadap culture …

113
SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE SHOCK (Studi Deskriptif pada Mahasiswa Bima di Unismuh Makassar) Disusun dan diusulkan oleh UMRAH DEA SAHBANI Nomor Stambuk: 105650000315 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2021

Upload: others

Post on 17-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

SKRIPSI

PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE SHOCK

(Studi Deskriptif pada Mahasiswa Bima di Unismuh Makassar)

Disusun dan diusulkan oleh

UMRAH DEA SAHBANI

Nomor Stambuk: 105650000315

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

Page 2: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

ii

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun dan diusulkan oleh:

UMRAH DEA SAHBANI

Nomor Stambuk: 105650000315

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

Page 3: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

PERSETUJUAN

Proses Adaptasi Mahasiswa Terhadap

Culture Shock (Studi Deskriptif pada

Judul Skripsi

Mahasiswa Bima di Unismuh Makassar)

Nama Mahasiswa : Umrah Dea Sahbani

Nomor Stambuk 1056500003 15 Program Studi : Imu Komunikasi

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Wardah S.Sos, M.A NIDN: 0912088601

Arni, S.Kom, M.I.Kom NIDN: 0930078204

Mengetahui:

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Tlmu Komunikasi

Dr. Hi. Ihvani Malik, S.Sos, M.Si Dr. H. Muh. Tahir, M.Si NBM: 730 727 NBM:811 413

Page 4: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

PENERIMAAN TIM

Telah diterima oleh T'im Penguji Skripsi Fakultas lImu Sosial dan llmu Politik

Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Surat Keputusan/undangan

menguji ujian skripsi Dekan Fisip Universitas Muhammadiyah Makassar, dengan

Nomor: 0171/FSP/A.3-VIII/IV/42/2021 sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana (S.I.Kom) dalam Program Studi Imu Komunikasi di

Makassar pada hari Rabu, 28 April 2021.

TIM PENILAI

Ketua Sekretaris

Dr. Hi. Thvani Malik,S.Sos., M.Si DE. Burhanuddin, S,Sos. V,ST NBM: 730727 NBM: 1084366

Penguji

1. Dr. Amir Muhiddin, M.Si (Ketua)

2. Dra. Diana Rina M, M.Si

3. Ahmad Syarif, S.Sos, M.I.Kom (

4. Arni, S.Kom, M.I.Kom

IV

Page 5: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Umrah Dea Sahbani

Nomor Stambuk : 105650000315

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa

bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan

plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian

hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, April 2021

Yang Menyatakan,

Umrah Dea Sahbani

Page 6: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

vi

ABSTRAK

Umrah Dea Sahbani, Arni dan Wardah. Proses Adaptasi Mahasiswa

Terhadap Culture Shock (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Bima di

Unismuh Makassar)

Perbedaan budaya dapat menimbulkan culture shock pada pihak-pihak yang

terlibat dalam komunikasi antarbudaya. Mahasiswa asal Bima menjadi salah satu

contoh mahasiswa yang mengalami culture shock sejak memutuskan kuliah di

Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi mahasiswa

Bima terhadap culture shock di Unismuh Makassar serta hambatan yang diperoleh

dalam proses adaptasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder

dengan jumlah informan sebanyak 5 orang mahasiswa. Teknik pengumpulan data

menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang

digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Keabsahan

data yang digunakan yaitu triangulasi sumber dan triangulasi waktu.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang dialami

masing-masing mahasiswa Bima dalam lima fase adaptasi budaya. Perbedaan

kondisi sosial budaya mengakibatkan mahasiswa mengalami culture shock di

Makassar. Namun mahasiswa memilih bertahan dan menghadapi segala kondisi

yang ada, sehingga secara keseluruhan semua mahasiswa mampu beradaptasi di

lingkungan budaya baru. Adapun hambatan dalam proses adaptasi mahasiwa

Bima berasal dari dalam diri dan lingkungan.

Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Adaptasi, Culture Shock

Page 7: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

vii

KATA PENGANTAR

Tiada kata indah yang patut diucapkan seorang hamba kepada Sang

Pencipta atas segala cinta kasih-Nya yang tak terhingga dan nikmat-Nya yang tak

berujung sehingga kita mampu melewati hari-hari yang penuh makna dan

memberi kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Proses Adaptasi Mahasiswa Terhadap Culture Shock (Studi Deskriptif Pada

Mahasiswa Bima di Unismuh Makassar)”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah

kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia ke zaman yang terang

benderang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dapat

terwujud atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah tulus

memberikan sumbangsih berupa fikiran, motivasi dan nasehat. Untuk semua itu

dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Teruntuk orang tua penulis, Bapak Junaedi dan Ibu Tati, terima kasih telah

membesarkan dan sabar dalam mendidik penulis dengan penuh cinta serta

senantiasa mendukung setiap keputusan penulis serta tak pernah menyerah dalam

memotivasi dan selalu mendoakan penulis yang tiada henti-hentinya. Terima

kasih untuk ketiga saudara penulis, Umy Dzulhijjah, M. Uyuun Abdil Syawal, M.

Uznul Rabiul Awal yang juga selalu menyemangati penulis dalam proses

penyusunan penelitian ini.

Page 8: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

viii

Selanjutnya pada kesempatan ini, tidak lupa penulis menyampaikan ucapan

terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan

semangat dan bantuannya, terutama kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Dr. H. Muh. Tahir, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Ibu Arni, S.Kom., M.Ikom., selaku Pembimbing I, dan Ibu Wardah,

S.Sos., M.A selaku Pembimbing II yang selalu membantu dan

mengarahkan penulis ditengah kesibukannya sebagai tenaga pengajar dan

kesibukan lainnya. Beliau selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk

penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penghargaan setinggi-

tingginya kepada beliau atas dedikasinya sebagai pembimbing yang telah

menjadi panutan bagi penulis.

4. Seluruh Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan pengetahuan yang sangat

bermanfaat selama masa perkuliahan.

5. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman seperjuanganku

sekaligus sahabatku, Z4/8: Sya, Inun, Kebo, Eca, Bale, Binbin, dan Abang

Arqo yang selalu memberikan doa dan dukungan serta telah menjadi

sahabat yang baik untuk penulis.

Page 9: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

ix

6. Terima kasih juga untuk saudari-saudariku yang tercinta, Inda, Rika, Kim,

Piyu, Abe, Bomlak atas doa dan dukungan yang senantiasa diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan penulis. Penulis

mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para

pembaca guna menambah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan Ilmu

Komunikasi. Semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan semua orang yang telah

hadir dalam hidup penulis.

Billahi Fii Sabililhaq Fastaabiqul Khairat

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Makassar, April 2021

Penulis,

Umrah Dea Sahbani

Page 10: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

x

DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................iii

PENERIMAAN TIM .........................................................................................iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..........................v

ABSTRAK ........................................................................................................vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................vii

DAFTAR ISI .....................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ..xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... .xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................5

D. Kegunaan Penelitian ......................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu .......................................................................7

B. Konsep dan Teori ...........................................................................8

1. Komunikasi Antarbudaya ..........................................................8

2. Adaptasi Budaya .......................................................................13

3. Culture Shock ...........................................................................16

C. Kerangka Pikir ...............................................................................20

Page 11: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

xi

D. Fokus Penelitian .............................................................................20

E. Definisi Fokus Penelitian ................................................................20

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ..........................................................23

B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................23

C. Sumber Data ...................................................................................23

D. Informan Penelitian ........................................................................24

E. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................25

F. Teknik Analisis Data ......................................................................27

G. Pengabsahan Data...........................................................................28

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...............................................29

1. Sejarah Pendirian ......................................................................29

2. Visi ...........................................................................................31

3. Misi ..........................................................................................33

4. Tujuan ......................................................................................33

5. Sasaran .....................................................................................34

6. Kebijakan Strategis ...................................................................34

7. Budaya Organisasi ....................................................................35

8. Prinsip ......................................................................................38

9. Struktur Organisasi ...................................................................39

10. Profil Fakultas dan Program Studi.............................................40

B. Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture Shock ....41

C. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap

Culture Shock ................................................................................73

D. Pembahasan ....................................................................................78

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................89

B. Saran ..............................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................92

LAMPIRAN

Page 12: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Universitas Muhammadiyah Makassar ............39

Gambar 4.2. Profil Fakultas dan Program Studi Unismuh Makassar ...................40

Page 13: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Fase Perencanaan dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock .....................................................................................45

Tabel 4.2. Fase Honeymoon dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock .....................................................................................48

Tabel 4.3. Fase Frustation dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock .....................................................................................59

Tabel 4.4. Fase Readjustment dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock .....................................................................................67

Tabel 4.5. Fase Resolution dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock .....................................................................................71

Tabel 4.6. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture

Shock .................................................................................................................77

Page 14: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kesatuan yang dihuni dengan keanekaragaman

serta kekayaan. Ada berbagai suku bangsa, ras, daerah dan kepercayaan.

Indonesia juga terdiri dari berbagai adat dan budaya daerah yang tersebar

diberbagai wilayah dengan keadaan geografis yang berbeda pula. Keragaman

tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak lagi keberadaannya.

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk, dimana

anggota masyarakat terdiri dari beragam kebudayaan. Keberagaman budaya

tersebut menimbulkan perbedaan dalam kelompok masyarakat yang akan lebih

mudah dipahami apabila terdapat proses komunikasi di dalamnya. Pola

komunikasi yang memungkinkan terjadi dalam proses interaksi tersebut tidak

lain ialah komunikasi antarbudaya.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu

kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-

nilai, adat, kebiasaan (Steward dalam Daryanto, 2016:207). Dalam menjalani

proses komunikasi antarbudaya, pihak-pihak yang berkomunikasi dapat

mengalami keterkejutan budaya karena perbedaan budaya tersebut.

Keterkejutan terhadap suatu budaya dialami seseorang khususnya ketika hidup

dalam lingkungan kebudayaan yang baru. Kondisi ini disebut dengan culture

shock.

Page 15: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

2

Istilah culture shock pertama diperkenalkan oleh seorang antropolog

Canada bernama Calervo Oberg pada tahun 1960. Culture shock disebut

sebagai kondisi yang dialami oleh individu ketika hidup di luar lingkungan

kulturnya yang berbeda dari kulturnya sendiri dalam usaha menyesuaikan diri

terhadap lingkungan baru. Culture shock ditandai dengan adanya perasaan

cemas dan perasaan bingung tentang hal-hal yang harus dilakukan serta cara

melakukan sesuatu karena seseorang kehilangan tanda dan lambang dalam

pergaulan sosial (Ridwan, 2016:197).

Culture shock sering dikaitkan dengan fenomena saat seseorang memasuki

suatu budaya baru yang bukan hanya identik dengan negara asing tetapi bisa

pula merujuk pada agama baru, lembaga pendidikan baru, lingkungan kerja

baru bahkan keluarga baru. Culture shock dalam bahasa Indonesia diartikan

sebagai kejutan budaya. Keterkejutan terhadap suatu budaya akan dialami oleh

individu saat memasuki kehidupan baru dengan suasana, tempat, serta

kebiasaan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Hal tersebut merupakan

hal yang lazim dikarenakan individu tersebut telah lama hidup disuatu tempat

dan telah terbiasa dengan budaya yang ada di tempat asalnya.

Contoh culture shock paling sederhana adalah multikulturalnya mahasiswa

pada suatu universitas. Mahasiswa yang ada di setiap universitas tentu berasal

dari daerah yang berbeda-beda, baik berasal dari dalam Indonesia maupun luar

Indonesia, baik dari dalam daerah maupun luar daerah. Seperti yang terjadi

pada salah satu universitas di kota Makassar yaitu Universitas Muhammadiyah

Makassar (Unismuh Makassar). Mahasiswa Unismuh yang tersebar diberbagai

Page 16: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

3

fakultas berasal dari daerah yang berbeda-beda dan tentunya mereka memiliki

latar belakang budaya yang berbeda pula. Salah satu kelompok mahasiswa

yang berasal dari luar daerah di Unismuh yaitu mahasiswa yang berasal dari

Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Mahasiswa aktif asal Bima di Unismuh sendiri hingga tahun 2020

diketahui berjumlah 33 orang. Mahasiswa yang berasal dari Bima menjadi

salah satu contoh mahasiswa yang mengalami culture shock sejak memutuskan

kuliah dan tinggal di Makassar. Perbedaan budaya antara daerah asal mereka

yaitu Bima dengan lingkungan baru mereka yaitu Makassar menyebabkan

mereka mengalami culture shock. Hal tersebut tentu saja dapat terjadi

dikarenakan setiap daerah memiliki budaya yang berbeda seperti dari segi

bahasa keseharian, kebiasaan masyarakat, adat istiadat serta nilai-nilai yang

dianut di daerah tersebut.

Pernyataan tentang culture shock yang dialami mahasiswa Bima diperoleh

berdasarkan hasil pra penelitian peneliti terhadap beberapa mahasiswa Bima,

dimana para mahasiswa adalah orang-orang yang sebelumnya belum pernah

berkunjung ke Kota Makassar dan sama sekali belum mengetahui kondisi

sosial budaya kota Makassar. Mereka mengungkapkan bahwa mereka

mengalami culture shock sejak tahun pertama kuliah. Salah satu mahasiswa

Bima angkatan 2018 bernama Rajak mengungkapkan bahwa benturan keadaan

sosial budaya yang berbeda secara perlahan mempengaruhi kondisi

psikologisnya, baik dari segi bahasa, pergaulan, serta kebiasaan kultural

masyarakat kota Makassar.

Page 17: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

4

Mahasiswa Bima lainnya bernama Yuliana angkatan 2016

mengungkapkan bahwa perbedaan budaya dari segi bahasa, pergaulan, bahkan

sampai makanan menjadi faktor yang membuatnya mengalami culture shock.

Ia yang sebelumnya sama sekali tidak mengetahui pola-pola budaya di

Makassar membuatnya cukup terkejut setelah memutuskan kuliah di Makassar.

Baginya, hampir semua yang ia temukan di Makassar adalah hal yang baru.

Contoh dalam segi bahasa yaitu penggunaan kata ganti yang umumnya

digunakan masyarakat Makassar yang menurutnya membingungkan karena di

Bima tidak terdapat hal tersebut, serta dialek dan penggunaan diksi tertentu

yang membuatnya terkadang salah dalam menginterpretasikan makna dalam

komunikasi.

Timbulnya masalah culture shock tersebut memicu persoalan penyesuaian

diri mahasiswa atau yang biasa disebut dengan proses adaptasi. Adaptasi

merupakan upaya yang dilakukan setiap individu agar dapat menyatu dengan

segala kondisi di lingkungan baru, demikian pula bagi para mahasiswa asal

Bima. Setelah memutuskan keluar dari lingkungan hidup yang lama dan masuk

ke dalam lingkungan hidup yang baru, maka permasalahan yang berkenaan

dengan kondisi sosial budaya di lingkungan baru perlahan-lahan akan

bermunculan. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya membutuhkan

penyelesaian yang diperoleh melalui proses adaptasi. Adapun proses adaptasi

yang dilakukan masing-masing mahasiswa dalam menghadapi culture shock

tentunya berbeda-beda.

Page 18: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

5

Maka berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, peneliti

tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang proses adaptasi mahasiswa asal

Bima terhadap culture shock berdasarkan fase-fase adaptasi budaya serta

hambatan apa saja yang ditemukan dalam proses adaptasi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan dua

masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana proses adaptasi mahasiswa asal Bima terhadap culture shock?

2. Apa hambatan proses adaptasi mahasiswa asal Bima terhadap culture

shock?

C. TujuanPenelitian

1. Untuk mengetahui proses adaptasi mahasiswa asal Bima terhadap culture

shock.

2. Untuk mengetahui hambatan proses adaptasi mahasiswa asal Bima terhadap

culture shock

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis:

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dalam pengembangan

studi ilmu komunikasi khusunya dalam ruang lingkup komunikasi

antarbudaya serta dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya.

2. Kegunaan Praktis:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman sekaligus

gambaran mengenai culture shock yang merupakan gejala sosial yang

Page 19: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

6

umumnya dialami oleh individu setelah mendiami sebuah wilayah dengan

kondisi kultur yang berbeda seperti yang dialami mahasiswa perantau asal

Bima serta upaya adaptasi yang dapat dilakukan dalam menghadapi culture

shock.

Page 20: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Metode dan Hasil Penelitian Perbedaan

1.

Manap Solihat (2018) “Adaptasi Komunikasi dan

Budaya Mahasiswa Asing

Program Internasional di

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM

Bandung)”

Kualitatif/ Hasil penelitian ini menunjukkan keragaman

bangsa, budaya, dan bahasa

tidak sepenuhnya membawa

permasalahan dalam adaptasi komunikasi para mahasiswa

asing. Namun minimnya

waktu, intensitas dan sarana untuk interaksi menimbulkan

permasalahan komunikasi

antarbudaya.

Penelitian ini fokus pada adaptasi komuni-

kasi antarbudaya

mahasiswa asing dalam

lingkungan belajarnya. Sedangkan peneliti

fokus pada proses

adaptasi mahasiswa Bima terhadap culture

shock di Makassar.

2. Irvan Ansyori (2015) “Pola Komunikasi

Mahasiswa Etnis

Minangkabau yang Mengalami Culture Shock

dalam Interaksi Sosial”

Kualitatif/ Hasil penelitian ini menunjukkan mahasiswa

mengalami kendala dalam

bahasa yang digunakan karena penggunaan bahasa Jawa di

lingkungan kampus lebih

dominan, perbedaan nilai

budaya mengakibatkan rasa canggung untuk berinteraksi

dengan budaya setempat dan

adanya perbedaan pola-pola perilaku kultural.

Penelitian ini fokus pada pola komunikasi

mahasiswa

Minangkabau yang mengalami culture

shock di Surakarta.

Sedangkan peneliti

fokus pada proses adaptasi mahasiswa

Bima yang mengalami

culture shock.

3. Oktolina Simatupang,

Lusiana A. Lubis dan Haris

Wijaya (2015) “Gaya Berkomunikasi dan

Adaptasi Budaya

Mahasiswa Batak di Yogyakarta”

Kualitatif/ Hasil penelitian ini

menunjukkan sebagian besar

informan berbicara lugas dan eksplisit. Hal ini menunjukkan

gaya komunikasi mereka

cenderung komunikasi konteks rendah. Secara keseluruhan

subjek dapat berinteraksi

dengan baik di Yogyakarta. Keterbukaan dan kesediaan

mereka untuk beradaptasi

dengan budaya baru menolong

mereka untuk bisa merasa nyaman di lingkungan baru.

Penelitian ini fokus pada

gaya berkomunikasi

mahasiswa Batak dalam beradaptasi di

Yogyakarta. Sedangkan

peneliti fokus pada proses adaptasi

mahasiswa Bima yang

mengalami culture shock di Makassar.

Page 21: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

8

B. Konsep dan Teori

1. Komunikasi antarbudaya

1.1. Komunikasi antarbudaya

Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari

pengertian kebudayaan (budaya). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar

dua kata, tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa

studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan

pada efek kebudayaan terhadap komunikasi” (William B.Hart II dalam

Liliweri, 2011:8).

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya

adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi

pada gilirannya budaya yang tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi

anggota budaya bersangkutan (Mulyana dalam Lubis, 2015:319).

Pakar komunikasi mendefinisikan komunikasi antarbudaya dalam banyak

perspektif. Samovar dan Porter memberi pengertian komunikasi antarbudaya

sebagai komunikasi yang terjadi ketika anggota dari satu budaya tertentu

memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Lebih tepatnya,

komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi

budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi

(Samovar, 2014:13).

Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa mendefinisikan bahwa komunikasi

antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan,

misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial (Liliweri,

Page 22: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

9

2018:653). Rogers dan Steinfart mendefinisikan komunikasi antarbudaya

sebagai pertukaran informasi antara individu yang berbeda secara budaya

(Priandono, 2016:58).

Definisi lain yaitu menurut Stewart (Daryanto, 2016:207), komunikasi

antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang

menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat,

kebiasaan.

Pernyataan lain mengenai komunikasi antarbudaya adalah proses

pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada

orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan

menghasilkan efek tertentu (Liliweri, 2011:9).

Berdasarkan beberapa definisi komunikasi antarbudaya di atas, dapat

disimpulkan bahwa sebuah proses komunikasi yang menekankan pada

perbedaan latar belakang budaya pada pelaku komunikasinya disebut sebagai

komunikasi antarbudaya.

1.2. Hakikat komunikasi antarbudaya

a) Enkulturasi

Proses individu-individu memperoleh aturan-aturan budaya komunikasi

dimulai pada masa awal kehidupan manusia tersebut. Melalui proses sosial dan

pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistem saraf dan menjadi

bagian kepribadian dan perilaku individu. Proses memperoleh pola-pola

demikian oleh individu-individu itu disebut enkulturasi (Mulyana dan Rakhmat

dalam Putri, 2015:43).

Page 23: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

10

b) Akulturasi

Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, adalah konsep

mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu

kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan

asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu

lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa

menyebabkan hulangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat

dalam Putri, 2015:44).

Akibat kontak kebudayaan atau peristiwa akulturasi, sering terjadi

perubahan dan perkembangan budaya pada masyarakat setempat, yang

prosesnya dapat menimbulkan sejumlah masalah baik yang positif maupun

negatif. Akibat akulturasi tersebut salah satunya adalah peristiwa dekulturasi.

Dekulturasi adalah tumbuhnya unsur kebudayaan yang baru untuk

memenuhi kebutuhan baru, yang timbul karena perubahan situasi (Kodiran

dalam Susetyo, 2010:5)

1.3. Elemen-elemen dalam komunikasi antarbudaya

Menurut Samovar & Porter dalam (Hajriadi, 2017:18), terdapat tiga

elemen penting dalam komunikasi antarbudaya, ketiga elemen tersebut yaitu:

a) Persepsi

Persepsi adalah dimana individu menyeleksi, mengevaluasi, dan

merangkai stimuli dari luar diri individu. Adapun persepsi kultural dipengaruhi

oleh kepercayaan, nilai dan sistem yang mengatur individu.

Page 24: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

11

b) Proses verbal

Proses verbal mengarah kepada bagaimana kita berbicara kepada orang

lain melalui kata-kata dan juga proses berfikir dalam diri (komunikasi

interpersonal).

c) Proses non-verbal

Proses nonverbal mengarah pada pengguna tanda-tanda nonverbal seperti

bahasa tubuh, nada suara, ekspresi dan jarak fisik ketika berkomunikasi.

Tanda-tanda komunikasi non-verbal berbeda maknanya sesuai dengan budaya

yang berbeda melatarbelakanginya.

1.4. Hambatan-hambatan dalam komunikasi antarbudaya

L.M Barna dalam Moulita (2018:36) mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa faktor penghambat komunikasi antarbudaya diantaranya yaitu:

a) Andaian kesamaan

Kesalahpahaman dapat muncul karena kita sering berpikir bahwa ada

kesamaan di antara setiap manusia di seluruh dunia yang dapat membuat proses

berkomunikasi menjadi mudah. Padahal kenyataannya, bentuk-bentuk adaptasi

terhadap kebutuhan baik biologis maupun sosial serta nilai-nilai, kepercayaan,

dan sikap di sekeliling kita adalah sangat berbeda antara budaya satu dengan

yang lain. Oleh karena tidak adanya satu tolak ukur yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk pemahaman tersebut, maka sebaiknya setiap pertemuan

antarbudaya kita perlakukan secara khusus dengan cara mencari tahu perihal

apa saja yang berhubung kait dengan makna-makna persepsi dan komunikasi

yang dipegang oleh kelompok budaya yang kita hadapi.

Page 25: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

12

b) Perbedaan bahasa

Permasalahan dalam penggunaan bahasa adalah apabila seseorang hanya

memperhatikan satu makna saja dari satu kata atau frasa yang ada pada bahasa

baru, tanpa mempedulikan konotasi atau konteksnya.

c) Kesalahan interpretasi nonverbal

Orang-orang dari budaya yang berbeda mendiami realitas sensori yang

berbeda pula. Mereka melihat, mendengar, dan merasakan hanya pada apa

yang dianggap bermakna bagi mereka.

d) Stereotip dan prasangka

Stereotip merupakan penghalang dalam komunikasi sebab dapat

mempengaruhi cara pandang yang objektif terhadap suatu stimulus. Stereotip

muncul karena ia telah ditanamkan dengan kuat sebagai mitos atau kebenaran

sejati oleh kebudayaan seseorang dan terkadang merasionalkan prasangka.

e) Kecenderungan untuk menghakimi/menilai

Faktor penghalang lainnya untuk memahami orang-orang yang berbeda

budaya adalah kecenderungan untuk menghakimi, untuk menerima, atau

menolak pernyataan dan tindakan dari orang atau kelompok lain, sebelum

memahami pikiran dan perasaan yang disampaikan oleh orang itu sesuai sudut

pandangnya.

f) Kecemasan Tinggi

Seseorang dapat disebut cakap dan kompeten dalam berkomunikasi

antarbudaya apabila seseorang mampu mengatasi berbagai masalah yang ada,

Page 26: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

13

termasuk rasa khawatir atau cemas ketika berinteraksi dengan individu dari

budaya yang berbeda.

2. Adaptasi budaya

Setiap individu yang hidup dalam lingkungan baru akan melalui masa

penyesuaian diri yang disebut dengan adaptasi. Adaptasi yang dimaksud yakni

upaya penyesuaian diri terhadap lingkungan termasuk budaya yang ada di

dalamnya. Menurut Kim (Lubis, 2015:321), adaptasi budaya adalah proses

jangka panjang menyesuaikan diri dan akhirnya merasa nyaman dengan

lingkungan baru. Setiap orang asing di lingkungan yang baru harus

menanggapi setiap tantangan untuk mencari cara agar dapat menjalankan

fungsi di lingkungan yang baru tersebut. Maka dari itu adaptasi merupakan

proses mengalami tekanan, penyesuaian diri dan perkembangan.

Ruben dan Steward (dalam Oriza, 2016:2379) mengungkapkan, ketika

seseorang jauh dari rumah, jauh dari tempat yang selama ini dianggap “rumah”,

jauh dari lingkungan tempat ia tumbuh besar, dan jauh dari kebiasaan-

kebiasaan yang selalu ia lakukan, orang tersebut mau tidak mau akan sadar atau

tidak akan mempelajari hal-hal yang baru untuk bisa bertahan hidup. Ketika

seseorang jauh dari zona nyamannya untuk waktu yang lama, contohnya kuliah

maka akan terjadi transfer nilai yang biasa kita sebut dengan adaptasi budaya.

Young Y. Kim (dalam Oriza, 2016:2380) menguraikan dan

menggambarkan langkah-langkah dalam proses pengadaptasian sebuah budaya,

yakni terdapat empat fase ditambah dengan fase perencanaan.

Page 27: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

14

1. Fase perencanaan

Fase perencanaan adalah fase dimana seseorang masih berada pada kondisi

asalnya dan menyiapkan segala sesuatu mulai dari ketahanan fisik sampai

kepada mental, termasuk kemampuan komunikasi yang dimiliki untuk

dipersiapkan, yang nantinya digunakan pada kehidupan barunya.

2. Fase honeymoon

Fase ini adalah ketika seseorang telah berada di lingkungan baru,

menyesuaikan diri dengan budaya dan lingkungannya. Tahap ini adalah tahap

dimana seseorang masih memiliki semangat dan rasa penasaran yang tinggi

serta menggebu-gebu dengan suasana baru yang akan dijalani. Individu

tersebut mungkin akan merasa asing, rindu rumah dan merasa sendiri namun

masih terlena dengan keramahan penduduk lokal terhadap orang asing.

3. Fase frustation

Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan penasaran yang

menggebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi, jengkel dan tidak

mampu berbuat apa-apa karena realita yang sebenarnya tidak sesuai dengan

ekspetasi yang dimiliki pada awal tahapan.

4. Fase readjustment

Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, dimana seseorang akan mulai

mengembangkan berbagai cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang

ada. Seseorang mulai menyelesaikan krisis yang dialami di fase frustation.

Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian ulang dari seseorang

untuk mencari cara, seperti mempelajari bahasa, dan budaya setempat.

Page 28: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

15

5. Fase resolution

Fase yang terakhir berupa jalan akhir yang diambil seseorang sebagai jalan

keluar dari ketidaknyamanan yang dirasakan. Dalam tahap ini ada beberapa hal

yang dapat dijadikan pilihan oleh orang tersebut, seperti:

a) Flight, yaitu ketika seseorang tidak tahan dengan lingkungannya dan

merasa tidak dapat melakukan usaha untuk beradaptasi yang lebih dari apa

yang telah dia lakukan.

b) Fight, yaitu orang yang masuk pada lingkungan dan kebudayaan baru dan

dia sebenarnya merasa tidak nyaman, namun ia berusaha untuk tetap

bertahan dan berusaha menghadapi segala hal yang membuat dia merasa

tidak nyaman.

c) Accomodation, yaitu tahapan dimana seseorang mencoba untuk menikmati

apa yang ada di lingkungannya yang baru, awalnya mungkin orang

tersebut merasa tidak nyaman, namun dia sadar bahwa memasuki budaya

baru memang akan menimbulkan sedikit ketegangan, maka dia pun

berusaha berkompromi dengan keadaan, baik eksternal maupun internal

dirinya.

d) Full participation, yaitu ketika seseorang sudah mulai merasa nyaman

dengan lingkungan dan budaya barunya. Tidak ada lagi rasa khawatir,

cemas, ketidaknyamanan, dan bisa mengatasi rasa frustasi yang dialami

dahulu.

Page 29: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

16

3. Culture shock

3.1. Culture shock

Pada akhir tahun 1960, Kalervo Oberg memperkenalkan istilah culture

shock untuk pertama kalinya, yaitu kondisi yang dialami oleh individu ketika

hidup di luar lingkungan kulturnya yang berbeda dari kulturnya sendiri dalam

usaha menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Culture shock ditandai

dengan adanya perasaan cemas pada seseorang, serta timbulnya perasaan

bingung tentang hal-hal yang harus dilakukan serta cara melakukan sesuatu

karena ia kehilangan tanda dan lambang dalam pergaulan sosial (Ridwan,

2016:197).

Mulyana dan Rakhmat menjelaskan bahwa pada dasarnya culture shock

adalah berbenturan persepsi, yang diakibatkan penggunaan persepsi

berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai budaya) yang telah dipelajari

orang yang bersangkutan dalam lingkungan baru yang nilai budayanya berbeda

dan belum ia pahami (Rachma, 2016:24).

Sementara Furnham dan Bochner mengatakan bahwa culture shock adalah

ketika seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaaan sosial kultur baru maka

ia tidak dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan perilaku di

lingkungan baru tersebut (Hajriadi, 2017:21).

Culture shock merupakan dinamika dalam proses adaptasi lintas budaya

yang dapat mempengaruhi komunikasi dan perilaku orang yang mengalaminya.

Berada di tengah perbedaan budaya bisa membuat perasaan salah tingkah

sehingga interaksi dan komunikasi menjadi tidak efektif (Shoelhi, 2015:25)

Page 30: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

17

Deddy Mulyana (2015:247) mengungkapkan bahwa meskipun culture

shock sering dikaitkan dengan fenomena memasuki suatu budaya (yang identik

dengan negara) asing. Lingkungan budaya baru yang dimaksud bisa merujuk

pada agama baru, lembaga pendidikan baru, lingkungan kerja baru, atau

keluarga besar baru yang dimasuki lewat perkawinan.

Pengalaman-pengalaman komunikasi dengan kontak interpersonal secara

langsung dengan orang-orang yang berbeda latar belakang budaya, seringkali

menimbulkan frustasi. Individu bisa jadi merasa kikuk dan terasa asing dalam

berhubungan dengan orang-orang dari lingkungan budaya baru yang ia masuki

(Deddy Mulyana dalam Putri, 2015:47)

Samovar dan Daniel dalam (Putri, 2015:47) mengungkapkan bahwa reaksi

yang dihasilkan oleh culture shock juga bervariasi antara satu individu dengan

individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda pula. Reaksi-

reaksi yang mungkin terjadi, antara lain:

a. Antagonis/memusuhi terhadap lingkungan baru.

b. Rasa kehilangan arah dan penolakan.

c. Homesick/rindu pada rumah/lingkungan lama.

d. Rindu pada teman dan keluarga.

e. Merasa kehilangan status dan pengaruh.

f. Menarik diri.

g. Kehilangan kepercayaan diri.

h. Menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka.

Page 31: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

18

3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi culture shock

Menurut pendapat Parrillo dalam (Ridwan, 2016:210), beberapa faktor

yang mempengaruhi culture shock, yaitu sebagai berikut.

a) Faktor pergaulan

Individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan di

setiap tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikannya merasa canggung dalam

menghadapi situasi, tempat tinggal, dan suasana yang baru. Ia akan merasa

terasing dengan orang-orang di sekelilingnya.

b) Faktor teknologi

Teknologi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi timbulnya

masalah culture shock. Individu merasa takut tidak dapat mengikuti

perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya sehingga cenderung akan

merasakan ketakutan. Untuk itu, ia dituntut berpikir keras mengikuti

perkembangan teknologi serta mampu mengaplikasikannya dalam

kehidupannya.

c) Faktor geografis

Faktor geografis identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut,

misalnya perbedaan cuaca, perbedaan letak wilayah, seperti daerah pantai

dengan daerah pegunungan. Hal ini menyebabkan individu tersebut mengalami

gangguan kesehatan.

Page 32: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

19

d) Faktor bahasa keseharian

Bahasa merupakan cermin dari sebuah kebudayaan yang beradab. Individu

yang mengalami culture shock sering menganggap faktor bahasa sebagai salah

satu ketakutan yang cukup besar ketika akan menetap di tempat yang baru.

e) Faktor ekonomi

Ketakutan terhadap biaya hidup yang lebih tinggi merupakan salah satu

faktor penyebab timbulnya culture shock. Apalagi jika ia berasal dari daerah

atau tempat yang tingkat ekonominya lebih rendah daripada tempat barunya.

Untuk itu, ia akan berusaha keras untuk memperoleh penghasilan yang lebih

besar agar mampu bertahan hidup di tempat yang baru.

f) Faktor adat istiadat

Beradaptasi dengan adat istiadat yang baru bukan hal yang mudah bagi

seorang pendatang karena individu cenderung mengalami kekagetan budaya,

terutama dalam hal adat istiadat.

g) Faktor agama

Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam usahanya

menyesuaikan di tempat tinggal yang baru. Individu mengalami ketakutan

tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan yang sangat rentan dan

tidak dapat disatukan dengan mudah.

Page 33: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

20

C. Kerangka Pikir

D. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada bagaimana proses adaptasi mahasiswa asal

Bima terhadap culture shock berdasarkan fase adaptasi budaya serta hambatan

yang diperoleh mahasiswa asal Bima dalam proses adaptasi.

E. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Proses adaptasi

Proses adaptasi adalah proses penyesuaian diri seseorang terhadap

lingkungan dan budaya baru. Tahapan adaptasi terdiri dari beberapa fase yaitu:

- Fase perencanaan, adalah fase awal sebelum individu masuk ke

lingkungan baru dimana individu mempersiapkan segala sesuatu yang

dianggap perlu di lingkungan baru baik dari segi fisik maupun mental.

Proses Adaptasi Mahasiswa Bima terhadap

culture shock di Unismuh Makassar

Hambatan proses

adaptasi mahasiswa

Bima terhadap culture

shock

Proses adaptasi mahasiswa Bima

terhadap culture shock: “Fase adaptasi

budaya: Young Y. Kim (Oriza,

2016:2380):

1. Fase perencanaan 4. Fase readjustment

2. Fase honeymoon 5. Fase resolution

3. Fase frustation

Mampu Beradaptasi

Page 34: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

21

- Fase honeymoon, adalah ketika individu telah berada di lingkungan baru.

Fase ini menjadi tahap awal dari proses adaptasi terhadap budaya dan

lingkungan baru dimana individu masih memiliki semangat dan rasa

penasaran yang tinggi terhadap lingkungan barunya.

- Fase frustation, adalah fase dimana individu mulai menemukan berbagai

masalah di lingkungannya sehingga rasa semangat perlahan menurun

karena individu mulai menyadari realita yang sebenarnya. Fase ini

merujuk pada gejala culture shock yang dialami individu.

- Fase readjustment, adalah fase dimana individu mulai berupaya untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan setelah sebelumnya mengalami fase

frustation. Individu mulai berusaha untuk menyelesaikan masalah yang

ada demi bertahan di lingkungan baru.

- Fase resolution, adalah fase akhir dari proses adaptasi dimana individu

menentukan pilihan sebagai jalan keluar dalam upaya penyesuaian dirinya

terhadap lingkungan baru. Pada fase ini individu diantaranya akan memilih

untuk menerima dan bertahan dengan lingkungan budaya baru atau tetap

bertahan pada budaya tempat asalnya.

2. Culture shock

Culture shock adalah kondisi yang dialami oleh seseorang ketika

memasuki atau hidup di lingkungan baru dengan latar budaya/kultur yang

berbeda dari kultur tempat ia berasal atau tempat dimana ia tinggal

sebelumnya. Culture shock dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor

pergaulan, teknologi, geografis, bahasa, ekonomi, adat istiadat, dan agama.

Page 35: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

22

3. Mahasiswa Bima

Mahasiswa Bima adalah mahasiswa perantau yang berasal dari Kabupaten

Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat yang kuliah di Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Page 36: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk meneliti yaitu dua bulan

(September-November 2020) dengan lokasi penelitian yaitu di lingkungan

Universitas Muhammadiyah Makassar yang terletak di jalan Sultan Alauddin

No. 259, Kelurahan Gunung Sari, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapat pemahaman yang sifatnya

umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan (Ruslan, 2010:215).

Adapun tipe penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif

menurut Nawawi dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek

penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat ini

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Ardial,

2015:262).

C. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini terbagi atas dua, yaitu sumber primer dan

sumber sekunder.

1) Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data (Sugiyono, 2018:225). Adapun sumber data primer

Page 37: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

dari penelitian ini diperoleh dari informan utama yaitu para mahasiswa asal

Bima serta informan pendukung yaitu elemen lain selain mahasiswa di

Unismuh Makassar seperti dosen ataupun pihak lainnya.

2) Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen

(Sugiyono, 2018:225). Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku-buku,

foto, autobiografi, maupun referensi yang terkait dengan penelitian ini.

D. Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan salah satu teknik

sampling non-probabilitas (non acak), yaitu purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling

tahu tentang apa yang kita harapkan (Sugiyono, 2018:218).

Peneliti menggunakan teknik ini untuk menentukan informan utama

berdasarkan karakteristik yang ditentukan peneliti sesuai kebutuhan penelitian.

Maka, mahasiswa yang akan dijadikan sebagai informan utama adalah

mahasiswa dengan kriteria:

- Mahasiswa aktif Unismuh Makassar yang berasal dari Kabupaten Bima

(lahir dan besar di Kabupaten Bima)

- Telah tinggal dan kuliah di Makassar minimal dalam kurun waktu satu

tahun.

- Belum pernah datang maupun tinggal di Makassar sebelumnya.

Page 38: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

25

Adapun alasan peneliti memilih mahasiswa Bima sebagai informan karena

adanya perbedaan karakter dari masing-masing mahasiswa yang berasal dari

Bima dalam proses adaptasinya. Maka dari itu peneliti telah memilih 5 (lima)

orang informan utama yang sesuai dengan kriteria di atas.

Tabel 4.1. Data Mahasiswa Bima yang Menjadi Informan Utama

No. Nama

Mahasiswa Fakultas Prodi/Angkatan

Lama

Menetap

1. Yuyun

Anggriani Agama Islam

Hukum Ekonomi

Syariah/2018 2 tahun

2. Yulianah Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik

Ilmu

Komunikasi/2016 4 tahun

3. Uswatun

Hasanah

Keguruan dan

Ilmu Pendidikan

Pendidikan

Matematika/2016 4 tahun

4. A. Rajak Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik

Ilmu

Pemerintahan/2018 2 tahun

5. Jumriati Keguruan dan

Ilmu Pendidikan

Pendidikan Bahasa

Inggris/2018 2 tahun

E. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana

dalam Hajriadi, 2017:29). Wawancara yang dilakukan peneliti yaitu wawancara

terstruktur dan tidak terstruktur.

Page 39: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

26

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, jika

peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

diperoleh (Sugiyono, 2018:138). Peneliti melakukan wawancara terstruktur

dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas, peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

lengkap untuk pengumpulan data (Sugiyono, 2018:140). Peneliti juga

menggunakan wawancara tidak terstruktur untuk menciptakan situasi yang

lebih nyaman bagi informan dalam memperoleh data tambahan dan lebih

lengkap terkait identifikasi masalah.

2) Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang

berupa peristiwa, tempat, lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Observasi

adalah pengamatan secara langsung yang melibatkan semua indera (Sinarti,

2017:37).

3) Dokumentasi

Dokumentasi bertujuan memperkuat gambaran lapangan bagi penelitian.

Dokumentasi dapat menjadi bukti otentik tentang keabsahan penelitian yang

dilakukan. Dokumentasi dapat berupa pengambilan gambar atapun video

lapangan (Hajriadi, 2017:30).

Page 40: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

27

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Miles dan

Hubermanyang dikutip dari (Sugiyono, 2018:247), yaitu sebagai berikut:

1) Data reduction (reduksi data)

Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2) Dispaly data (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Yang paling

sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu dengan teks yang bersifat

naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami.

3) Conclution drawing (penarikan kesimpulan/verifikasi)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif yaitu penarikan kesimpulan

dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

Page 41: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

28

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

G. Pengabsahan Data

Uji validasi data atau pengabsahan data penelitian ini melalui pendekatan

analisis Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi

teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2018:273).

Pengabsahan data pada penelitian ini menggunakan dua jenis triangulasi

yaitu triangulasi sumber dan waktu. Triangulasi sumber untuk menguji

kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh

melalui beberapa sumber, seperti buku dan referensi lainnya. Sedangkan

triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan

wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Page 42: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Pendirian

Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan pada tanggal 19 Juni 1963

sebagai cabang dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pendirian Perguruan

Tinggi ini adalah sebagai realisasi dari hasil Musyawarah Wilayah

Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara ke-23 di Kabupaten Bantaeng.

Pendirian tersebut didukung oleh Persyarikatan Muhammadiyah sebagai

organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran dakwah amal

ma’ruf nahi munkar, lewat surat Nomor: E-6/098/1963 tertanggal 22 Jumadil

Akhir 1394 H/12 Juli 1963 M. Kemudian akte pendiriannya dibuat oleh

notaries R. Sinojo Wongsowidjojo berdasarkan akta notaris Nomor: 71 Tanggal

19 Juni 1963. Universitas Muhammadiyah Makassar dinyatakan sebagai

Perguruan Tinggi Swasta terdaftar sejak 1 Oktober 1965. Selanjutnya

diperbaharui melalui Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi Republik Indonesia Nomor: 503/KPT/I/2018 tentang perubahan Badan

Penyelenggara Universitas Muhammadiyah Makassar di Kota Makassar dari

Yayasan Perguruan Tinggi Muhammadiyah menjadi Persyarikatan

Muhammadiyah.

Universitas Muhammadiyah Makassar saat ini dipimpin oleh Prof. Dr. H.

Abdul Rahman Rahim, SE, MM. Adapun nama-nama mantan rektor

Universitas Muhammadiyah Makassar sejak terdaftar sebagai perguruan tinggi

Page 43: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

30

swasta sebagai berikut: 1) Drs. H. Abdul Watif Masri (Alm); 2) Drs. Tajuddin

Baso Nur (Alm); 3) Prof. H. Fachruddin Ambo Enre (Alm); 4) Drs. H.

Mahmud Lantana Fahry (Alm); 5) KH. Djamaluddin Amin (Alm); 6) Prof. Dr.

Abd. Rahman Rahim (Alm); 7) KH. Makmur Ali (Alm); 8) Prof. Dr. H. Ambo

Enre Abdullah (Alm); 9) Prof. Dr. H. Irwan Akib, M.Pd.

Awal berdirinya perguruan tinggi ini, membuka dua fakultas yaitu

Fakultas Pendidikan dan Perguruan (menggunakan kurikulum yang sama

dengan IKIP Makassar) dan Fakultas Tarbiyah (menggunakan kurikulum yang

sama dengan IAIN Alauddin Makassar). kedua fakultas yang ada terus

dikembangkan yaitu dengan membuka cabang di beberapa kabupaten/kota di

Sulawesi Selatan. Cabang untuk FKIP berada di Kabupaten Bone, Bulukumba,

Sidrap, Enrekang dan Pare-Pare. Semua cabang tersebut saat ini telah berdiri

sendiri sebagai Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP),

kecuali Pare-Pare yang telah berubah menjadi Universitas Muhammadiyah

Pare-Pare (UMPAR). Sementara untuk cabang Fakultas Tarbiyah yang dibuka

di kabupaten Jeneponto, Sinjai, Enrekang, Maros dan Pangkep telah berdiri

sendiri. Tiga tahun setelah berdiri Universitas Muhammadiyah Makassar

membuka 4 fakultas baru pada tahun 1965 yaitu: 1) Fakultas Ilmu Agama dan

Da’wah (FIAD); 2) Fakultas Ekonomi (Fekon); 3) Fakultas Sosial Polit ik; 4)

Akademi Pertanian. Selanjutnya pada tahun 1987 dibuka Fakultas Teknik,

tahun 1994 dibuka Fakultas Pertanian, tahun 2002 dibuka program pasca

sarjana, dan tahun 2008 dibuka Fakultas Kedokteran.

Page 44: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

31

Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) ini mengemban tugas dan peran

yang sangat besar bagi agama, bangsa, dan negara, baik di masa sekarang

maupun di masa yang akan datang. Sebagai salah satu PTM di kawasan

Indonesia Timur padanya tertanam kultur pendidikan yang diwariskan sebagai

amal usaha Muhammadiyah. Universitas Muhammadiyah Makassar kini

memiliki potensi yang signifikan, modal yang cukup, dan akses yang luas.

Modal yang cukup, tergambar pada upaya mendorong tumbuhnya dana abadi

peningktana aset, dan akses yang luas dibuktikan dengan semakin kuatnya

jaringan internal antara PTM dan Pimpinan Pesyarikatan Muhammadiyah dari

semua tingkatan mulai dari ranting, sampai Pimpinan Pusat. Perluasan kerja

sama eksternal, baik kepada instansi pendidikan, birokrasi, ekonomi, maupun

sosial kemasyarkatan, baik di dalam maupun di luar negeri.

2. Visi

Pernyataan visi Universitas Muhammadiyah Makassar adalah sebagai

berikut. “Menjadi Perguruan Tinggi Islam Terkemuka, Unggul, Terpercaya

dan Mandiri pada Tahun 2024”.

Pernyataan visi tersebut mengandung makna bahwa:

Perguruan Tinggi Islam dimaknai sebagai amal usaha Muhammadiyah

yang bergerak di bidang dakwan dan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan

demikian, Universitas Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan tinggi

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni senantiasa

berorientasi pada pengembangan nilai-nilai islam dalam bingkai Negara

Page 45: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

32

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945.

Terpercaya dimaknai bahwa Universitas Muhammadiyah Makassar selalu

berusaha memelihara citra Muhammadiyah khususnya di bidang pendidikan

yaitu menunaikan amanah masyarakat dalam penyelenggaraan Catur Dhrma

Perguruan Tinggi Muhammadiyah sehingga Universitas Muhammadiyah

Makassar menjadi pilihan utama masyarakat.

Unggul memiliki makna substansif yang bernilai kompetitif tinggi.

Keunggulan Universitas Muhammadiyah Makassar akan dibangun melalui

kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat substansial yang dapat

dikompetisikan, baik dalam ranah nasional maupun internasional. Keunggulan

yang dikembangkan menagarh kepada enam bidang keunggulan yaitu; 1)

Pendidikan, 2) Penelitian, 3) Pengabdian kepada masyarakat, 4)

Kemahasiswaan, 5) Kelembagaan, 6) Al Islam Kemuhammadiyahan. Masing-

masing bidang didorong untuk memiliki keunggulan spesifik sehingga

mempunyai nilai kompetitif yang tinggi.

Mandiri dimaknai sebagai universitas yang mampu mengelola dan

mengembangkan dirinya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh sivitas

akademika, alumni, masyarakat, bangsa, dan negara.

Terkemuka memiliki makna sebagai cita-cita mulai yang terencana dan

terarah untuk (1) memelihara kepercayaan sivitas akademika Universitas

Muhammadiyah Makassar, alumni, dan tempat yang tepat untuk: menuntut

ilmu, mengembangkan, dan menyebarluaskan, sekaligus sebagai tempat

Page 46: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

33

mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT. (2) meraih keunggulan dalam

proses pelaksanaan Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah, dan (3)

mewujudkan kemandirian dalam pengelolaan dan pengembangan diri, serta

mampu mensejahterakan seluruh sivitas akademika Universitas

Muhammadiyah mensejahterakan seluruh sivitas akademika Universitas

Muhammadiyah Makassar, alumni, masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Misi

Misi yang diemban dalam proses penyelenggaraan pendidikan tinggi di

Universitas Muhammadiyah Makassar, yakni:

a. Menyelenggarakan proses pendidikan untuk meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan.

b. Menyelenggarakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang

kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Menumbuhkembangkan dan menyebarluaskan penelitian yang inovatif,

unggul, dan berdaya saing.

d. Menumbuhkembangkan kewirausahaan berbasis kemitraan dan

ukhuwah.

e. Meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan sivitas akademika, alumni

dan masyarakat.

4. Tujuan

Mengacu pada visi dan misi di atas, maka tujuan Universitas

Muhammadiyah Makassar dirumuskan sebagai berikut:

Page 47: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

34

a. Menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, cakap, profesional,

bertanggung jawab dan mandiri.

b. Meningkatnya mutu proses dan hasil pembelajaran yang bermuara pada

kualitas lulusan.

c. Meningkatnya kuantitas dan kualitas hasil penelitian.

d. Terwujudnya unit-unit usaha yang berbasis ekenomi syariah.

e. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pengabdian dan pelayanan pada

masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.

5. Sasaran

Sasaran, indikator, target, dan strategi pencapaiannya dikelompokkan

dalam lima bidang yaitu: (1) Bidang Kelembagaan, (2) Bidang Akademik, (3)

Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi, (4) Bidang Kemahasiswaan dan

alumni, dan (5) Bidang Kaderisasi, Pembinaan Al-Islam Kemuhammadiyahan

(AIK) dan Kerjasama.

6. Kebijakan Strategis

Kebijakan strategis dirumuskan sebagai berikut:

a. Peningkatan akhlaqul karimah (Pendidikan Karakter) dengan

pengembangan kehidupan kampus yan islami yang ditandai dengan

sikap, pandangan, tata kehidupan masyarakat kampus.

b. Peningkatan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan terprogram

melalui pengembangan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada

masyarakat, kerjasama, dan Al Islam Kemuhammadiyahaan.

Page 48: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

35

c. Peningkatan prasarana dan sarana dengan mempertimbangkan urgensi

dan asas manfaat.

d. Peningkatan kualitas caturdarma melalui penguatan lembaga

penjaminan mutu dengan mekanisme PDCA (Plan, Do, Chek, and

Action).

e. Mengoptimalkan pelaksanaan caturdarma sebagai pencitraan akademik

dan ciri khas perguruan tinggi Muhammadiyah.

f. Optimalisasi pengembangan teknologi sistem informasi yang

menunjang pengembangan perguruan tinggi, dan pengendalian mutu.

g. Membangun kerjasama internal dan eksternal dengan PT lain dan

stakeholder.

7. Budaya organisasi

a) Integritas

Integritas (Integrity) yang dimaksud adalah konsistensi dan keteguhan

yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai yang diterapkan

dalam organisasi yang menjadi menjadi gambaran keseluruhan pribadi anggota

organisasi. Nilai integirtas ibarat “nyawa” dari organisasi, karena itu nilai ini

menjadi yang pertama dan utama yang harus dimiliki, dihayati, dan diamalkan

oleh setipa sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Makassar yang

terwujud dalam sikap: jujur, beretika, bertanggung jawab, adil, bermartabat,

dan dapat dipercaya, satu kata dan tindakan, mempunyai rasa memiliki dan

amanah terhadap perguruan, menjaga kepatuhan dan nama baik institusi,

Page 49: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

36

menghargai pihak yang telah berjasa kepada Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Integrity disempurnakan berdasarkan pandangan Islam yang diukur dari

aqidah yanng bersih, ibadah yang benar, akhlak yang kokoh, kekuatan jasmani,

berwawasan luas, melawan hawa nafsu negatif, pandai menjaga waktu, teratur

dalam segala urusan, mandiri, dan bermanfaat untuk orang lain.

Integritas diperjelas dalam Al-Quran An-Nahl ayat 91-92, artinya: “Dan

tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu

membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu

telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).

Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu

seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal

dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah

(perjanjian)mu sebagai alat penipu si antaramu, disebabkan adanya satu

golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.

Sesungguhnya Allah hanya mengujimu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di

hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu

perselisihkan itu. (An0Nahl: 91-92).

b) Profesional

Profesional yang dimaksud adalah semua pegawai dan dosen Universitas

Muhammadiyah Makassar memiliki kemampuan yang tinggi, keterampilan dan

keahlian dalam menjalankan profesi/pekerjaan sesuai dengan keahliannya.

Page 50: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

37

Profesional yang harus dimiliki pegawai Universitas Muhammadiyah Makassar

adalah:

1. Skill yang artinya pegawai tersebut harus benar-benar ashli di

bidangnya.

2. Knowledge yang artinya orang tersebut harus dapat menguasai

minimalnya berwawasan mengenai ilmu yang berkaitan dengan

bidangnya.

3. Attitude yang artinya bukan hanya pintar, akan tapi harus memiliki

etika yang diterapkan di dalam bidangnya.

Ciri pegawai yang profesionalis:

1. Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang tinggi.

2. Memiliki kode etik.

3. Memiliki tanggung jawab profesi serta integritas yang tinggi.

4. Memiliki jiwa pengabdian kepada masyarakat.

5. Memiliki kemampuan yang baik dalam perencanaan program kerja.

6. Menjadi anggota organisasi dari profesinya.

c) Enterpreneurship

Enterpreneurship yang dimaksud adalah sesuatu yang ada dalam diri yang

memberikan dorongan semangat dan membuat kita selalu bergerak ke depan,

ingin memiliki masa depan yang lebih baik. Inilah inti sari enterpreneurship

yaitu melakukan inovasi terus menerus, mandiri, visioner, kreatif, realistis,

berani mengambil resiko, pantang menyerah, dan mandiri.

Page 51: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

38

8. Prinsip

Prinsip untuk menunjang budaya organisasi dibingkai dengan prinsip:

“Sipakainge, Sipakalebbi, Sipakatau”

“Malilu Sipakainge”

“Mali Siparappe”

“Rebba Sipatokkong”

“Resofa temmanginggi Namalolomo Naletei Fammasena Dewatae”

9. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Universitas Muhammadiyah Makassar mengacu pada

peraturan yang berlaku secara umum bagi perguruan tinggi di Indonesia, dan

disesuaikan dengan ketentuan khusus bagi perguruan tinggi Muhammadiyah.

Bagan struktur organisasi Universitas Muhammadiyah Makassar digambarkan

sebagai berikut.

Page 52: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

39

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Universitas Muhammadiyah Makassar.

(Sumber: www.unismuh.ac.id)

Page 53: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

40

10. Profil fakultas dan program studi

Gambar 4.2. Profil fakultas dan program studi Unismuh Makassar.

(Sumber: Modul Profil Unismuh Makassar 2019, hal. 12-13)

Page 54: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

41

B. Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture Shock

Individu yang hidup dalam lingkungan baru akan melalui proses

penyesuaian diri atau disebut dengan adaptasi. Namun ketika seseorang hidup

pada lingkungan baru dengan kondisi kebudayaan yang berbeda dari

lingkungan asalnya, tak jarang akan menimbulkan situasi dimana seseorang

merasa tidak mampu untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan

perilaku yang ada di lingkungan baru tersebut. Hal tersebut dikenal dengan

istilah culture shock. Adapun culture shock yang dialami individu umumnya

terjadi dalam masa transisi penyesuaian diri di lingkungan baru.

Mahasiswa asal Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat pada

Universitas Muhammadiyah Makassar merupakan contoh kelompok individu

yang mengalami culture shock setelah memutuskan merantau dan kuliah di

Makassar. Maka dari itu proses penyesuaian diri menjadi upaya penting bagi

mereka agar dapat menyatu dengan segala kondisi di lingkungan baru mereka

yakni di Makassar, termasuk dalam mengatasi permasalahan-permasalahan

yang menyebabkan mereka mengalami culture shock.

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang proses adaptasi mahasiswa asal

Bima terhadap culture shock yang mereka alami dengan mengacu pada empat

fase adaptasi budaya ditambah dengan satu fase (fase perencanaan) yang

dikemukakan oleh Young Y. Kim (dalam Oriza, 2016: 2380) sebagai berikut:

Page 55: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

42

1. Fase perencanaan

Fase perencanaan adalah fase awal sebelum mahasiswa masuk ke

lingkungan baru. Pada fase ini mahasiswa mempersiapkan segala sesuatu yang

dianggap perlu sebelum masuk ke lingkungan baru.

a) Persiapan materiel

Persiapan materiel yang dimaksud ialah segala persiapan yang bersifat

kebendaan. Informan pertama bernama Yuyun selaku mahasiswa program

studi Hukum Ekonomi Syariah menuturkan, “Saya mengurus berkas-berkas

penting untuk pendaftaran seperti SKHU, domisili, surat berkelakuan baik,

KTP, dan lain-lain.” (wawancara, 02/10/20)

Persiapan pertama yang dilakukan Yuyun sebelum merantau ke Makassar

yakni mempersiapkan segala dokumen penting yang dianggap akan dibutuhkan

dalam proses pendaftaran kuliah seperti SKHU, surat berkelakuan baik dan

dokumen penting lainnya.

Informan kedua dari program studi Pendidikan Bahasa Inggris bernama

Jumriati mengemukakan, “Persiapan saya waktu itu untuk merantau ke

Makassar yang pertama itu berkas-berkas untuk masuk universitas, tiket kapal,

pakaian-pakaian.” (wawancara, 29/10/20)

Persiapan yang dilakukan Jumriati sebelum merantau hampir sama dengan

informan pertama yakni mempersiapkan berkas-berkas untuk pendaftaran

kuliah, mempersiapkan beberapa pakaian sebagai salah satu kebutuhan utama,

dan juga tiket kapal.

Page 56: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

43

Informan berikutnya bernama Uswatun dari program studi Pendidikan

Matematika menuturkan, “Paling kayak bahan pokok ji saja.” (wawancara,

28/09/20). Uswatun menjelaskan bahwa salah satu persiapan yang ia lakukan

sebelum merantau ialah mempersiapkan kebutuhan pangan seperti bahan-bahan

makanan dan sejenisnya untuk nantinya dikonsumsi sehari-hari.

Informan selanjutnya yakni mahasiswa dari program studi Ilmu

Komunikasi bernama Yulianah, ia menuturkan, “Untuk persiapannya kalau

finansial sama orang tua lah.” (wawancara, 28/09/20). Bagi Yulianah salah

satu hal yang perlu dipersiapkan sebelum merantau ialah persiapan finansial

atau biaya yang tentunya menjadi penunjang kebutuhan hidup selama di

perantauan.

b) Persiapan mental

Persiapan mental yang dimaksud ialah kesiapan yang berasal dari dalam

diri mahasiswa (secara psikologis) untuk memulai kehidupan di lingkungan

baru. Yuyun mengungkapkan, “Dan juga keberanian supaya saya tidak takut.”

(wawancara, 02/10/20). Persiapan lain yang dilakukan Yuyun ialah mendorong

dirinya untuk bersikap berani agar ia tidak merasa takut untuk memulai

kehidupan di Makassar dalam waktu yang cukup lama.

Informan berikutnya yaitu mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan

bernama Rajak mengemukakan:

“Persiapannya sebelum merantau dulu sih sebelum ke Makassar sempat

bergaul dengan kawan-kawan yang memang kuliah di Makassar.

Semisalkan kondisi Makassar yang panas geografisnya panas sosial

budaya masyarakatnya. Kita sudah tau bagaimana itu Makassar jadi itu

bisa menjadi salah satu persiapan mental kita.” (wawancara, 30/09/20)

Page 57: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

44

Persiapan yang dilakukan Rajak sebelum merantau ke Makassar ialah

dengan terlebih dahulu mencari tahu tentang gambaran kondisi kehidupan di

Kota Makassar melalui teman-teman sepergaulannya di desa yang telah lebih

dulu kuliah di Makassar. Maka dengan adanya informasi tersebut Rajak merasa

terbantu untuk mempersiapkan mentalnya menghadapi kehidupan di kota besar

seperti Makassar.

Informan selanjutnya yaitu Jumriati menuturkan, “Saya memberanikan

diri saja untuk merantau karena saya percaya saya berjodoh untuk menetap

dan kuliah disana.” (wawancara, 29/10/20). Jumriati menjelaskan bahwa

keberanian dan keyakinannya untuk kuliah di Makassar merupakan modal awal

baginya untuk melakukan perantauan.

Selanjutnya yaitu Uswatun mengungkapkan, “Kalau dari segi mental sih

paling minta arahan dulu dari orang tua bagaimana sikap ta di sini supaya

tidak mengganggu orang lain begitu.” (wawancara, 28/09/20). Persiapan

mental dari Uswatun ialah meminta bantuan kepada orang tuanya agar diberi

arahan tentang bagaimana bersikap yang baik di lingkungan orang lain agar

kelak ia tidak menimbulkan masalah yang dapat merugikan dirinya sendiri

maupun orang lain.

Berdasarkan penuturan kelima informan mengenai persiapan awal yang

dilakukan sebelum merantau pada fase perencanaan, dapat dilihat pada tabel

matriks berikut:

Page 58: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

45

Tabel 4.1. Fase Perencanaan dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock

No. Nama Fase Perencanaan

1. Yuyun - Mempersiapkan berkas pendaftaran kuliah

- Memberanikan diri

2. Rajak - Mencari informasi tentang Kota Makassar melalui teman

sepergaulan di Bima yang kuliah di Makassar

3. Jumriati - Mempersiapkan berkas pendaftaran kuliah

- Memberanikan diri

4. Uswatun - Mempersiapkan bahan pokok

- Meminta arahan orang tua

5. Yulianah - Mempersiapkan finansial

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Berdasarkan penuturan informan mengenai fase perencanaan dalam proses

adaptasi dapat disimpulkan bahwa persiapan yang dilakukan mahasiswa dapat

digolongkan menjadi dua yakni persiapan secara materiel dan persiapan secara

mental. Persiapan secara materiel meliputi persiapan yang berhubungan dengan

benda-benda yang diperlukan oleh masing-masing mahasiswa seperti berkas

kelengkapan persyaratan pendaftaran kuliah, pakaian-pakaian, bahan-bahan

makanan, dan biaya hidup (uang). Adapun persiapan mahasiswa dari segi

mental yakni seperti mempersiapkan keberanian diri untuk merantau, mencari

informasi terlebih dahulu mengenai gambaran keadaan lingkungan baru yang

akan dimasuki, serta meminta arahan kepada orang tua. Persiapan yang

Page 59: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

46

dilakukan para mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-

masing individu.

2. Fase honeymoon

Fase kedua adalah fase honeymoon, yaitu ketika mahasiswa telah berada di

lingkungan baru yakni di Makassar, sekaligus menjadi tahap awal dari proses

adaptasi. Pada fase ini suasanan baru yang dirasakan mahasiswa menimbulkan

kesan tersendiri pada masing-masing mahasiswa.

a) Perasaan bahagia

Yuyun mengungkapkan, “Perasaannya senang, bahagia.” (wawancara,

02/10/20). Menurut Yuyun dirinya merasa bahagia setelah berada di Kota

Makassar. Hal senada juga diungkapkan oleh mahasiswa lain yaitu Yulianah, ia

mengungkapkan, “Cukup bahagia dan tentunya bersemangat untuk

menjalankan amanah yang diberikan orang tua.” (wawancara, 28/09/20)

Yulianah menjelaskan bahwa setelah tiba di tempat perantauan dirinya

merasa bahagia dan merasa bersemangat untuk memulai kehidupannya di

Makassar khususnya berkuliah.

Uswatun juga menuturkan hal yang sama, “Ya senang, bersyukur akhirnya

tiba di Makassar.” (wawancara, 28/09/20). Perasaan bahagia juga dirasakan

oleh Uswatun setelah berada di Makassar. Selanjutnya, Jumriati menuturkan

“Perasaan saya setelah di Makassar saya merasa senang karena apa yang

saya inginkan itu sudah terwujud.” (wawancara, 29/10/20)

Senada dengan Yuyun, Yulianah, dan Uswatun, keinginan Jumriati untuk

kuliah di Makassar membuatnya merasa bahagia setelah berada di Makassar.

Page 60: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

47

b) Terkesan dengan keramahan penduduk

Yuyun menuturkan, “Kesannya Makassar seru dan orang-orangnya juga

pada asyik.” (wawancara, 02/10/20). Suasana Kota Makassar yang ramai dan

sepanjang hari dihidupkan dengan beragam aktivitas penduduknya serta

keramahan para penduduk kepada orang lain termasuk kepada para pendatang

membuat Yuyun merasa terkesan dengan Kota Makassar.

c) Terkesan dengan kondisi sosial budaya Makassar

Kondisi sosial budaya sebuah kota metropolitan seperti Kota Makassar

yang dinilai sangat berbeda dengan Kabupaten Bima membuat mahasiswa

Bima merasa terkesan, seperti yang diungkapkan Rajak bahwa:

“Yang menarik sekaligus uniklah semisalkkan menariknya kota Makassar

ini lingkungannya cukup produktif dan sisi uniknya juga adalah kayak

bahasanya. Itu menjadi semangat awal lah untuk kita yang baru di

Makassar untuk belajar bagaimana budaya di Makassar ini.”

(wawancara, 30/09/20)

Aktivitas masyarakat di Kota Makassar yang setiap hari terbilang sibuk,

membuat Rajak menilai Makassar sebagai kota yang produktif. Kesibukan

masyarakat di kota yang terlihat berbeda dengan masyarakat di desa menjadi

hal yang menarik bagi Rajak. Kemudian yang menarik lainnya adalah dari segi

bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat. Sisi menarik yang

ditemukan Rajak pada awal tinggal di Makassar membuatnya bersemangat

untuk mempelajari budaya di Kota Makassar.

Jumriati juga menilai banyak hal menarik dari Kota Makassar. Jumriati

menuturkan:

“Banyak yang menarik dari Kota Makassar menurut saya, seperti gedung-

gedungnya, terus ada grab juga karena di kampung itu saya jarang sekali

Page 61: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

48

naik mobil sedan begitu, dan juga ada pete-pete karena di kampung saya

juga jarang ada pete-pete kayak gitu, dan juga bahasanya dengan orang-

orang di sana beda jauh sekali dengan di sini dan juga aneh saya

dengarnya begitu. Itu sih yang menarik menurut saya.” (wawancara,

29/10/20)

Gedung-gedung tinggi Kota Makassar serta tersedianya transportasi umum

seperti layanan grab dan mobil angkutan umum yang dikenal dengan sebutan

pete-pete, menjadi hal yang menarik bagi Jumriati. Terlebih transpotasi umum

yang terdapat di Makassar masih terbilang jarang ditemukan di desa Jumriati.

Selain dari segi bangunan dan transportasi kota, bahasa keseharian masyarakat

setempat yang meskipun terdengar aneh tetapi menarik bagi Jumriati.

Berdasarkan penuturan kelima informan mengenai perasaan serta kesan

yang didapatkan setelah berada di Makassar dalam fase honeymoon, dapat

dilihat pada tabel matriks berikut:

Tabel 4.2. Fase Honeymoon dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock

No. Nama Fase Honeymoon

1. Yuyun - Terkesan dengan keramahan penduduk

2. Rajak - Terkesan dengan sosial budaya Kota Makassar

- Bersemangat mempelajari budaya Makassar

3. Jumriati - Terkesan dengan sosial budaya Kota Makassar

4. Yulianah - Merasa bahagia

5. Uswatun - Merasa bahagia

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Page 62: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

49

Berdasarkan penuturan informan mengenai fase honeymoon dalam proses

adaptasi dapat disimpulkan bahwa setelah berada di Kota Makassar atau awal

masuk di lingkungan Kota Makassar mahasiswa Bima merasakan hal positif

yang mencakup perasaan bahagia karena telah berada di Makassar, merasa

terkesan dengan keramahan para penduduk, dan merasa terkesan dengan

kondisi sosial budaya Kota Makassar seperti suasana kota yang ramai dengan

bangunan-bangunannya yang tinggi serta bahasa masyarakat setempat yang

dinilai unik.

3. Fase frustation

Fase ketiga adalah fase frustation, yaitu fase ketika mahasiswa mulai

menemukan berbagai masalah di lingkungannya sehingga semangat yang

dirasakan pada fase sebelumnya tidak lagi sama karena mahasiswa mulai

menyadari realita di lingkungan yang sebenarnya.

a) Kebingungan terhadap bahasa

Penggunaan bahasa keseharian oleh masyarakat di masing-masing daerah

seperti penggunaan dialek dan kosa kata yang berbeda menjadi salah satu

permasalahan yang sering dialami oleh para pendatang yang berbeda secara

kultural. Hal tersebut juga dialami oleh mahasiswa Bima. Yuyun sebagai

informan pertama mengungkapkan:

“Saya sempat shock itu karena dari segi bahasanya, banyak menggunakan

kata tambahan seperti ji, mi, ki, ka, dan lain sebagainya yang membuat

saya keliru. Terus karena pengucapan bahasanya juga berbeda jadi saya

tidak mengerti. Jadi pertamanya saya takut terus enggak pede kalau

bicara.” (wawancara, 02/10/20)

Page 63: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

50

Permasalahan pertama yang dialami Yuyun yaitu berkaitan dengan bahasa.

Bahasa keseharian orang Makassar yang sering menggunakan kata imbuhan

hampir disetiap kalimat seperti imbuhan ji, mi, ki, ka, dan lain-lainnya

membuat Yuyun kebingungan saat berkomunikasi. Selain itu, perbedaan suku

kata antara bahasa yang digunakan orang Makassar dengan bahasa yang

biasanya Yuyun gunakan di Bima membuatnya tidak paham sehingga Yuyun

merasa takut dan tidak percaya diri untuk berkomunikasi.

Selanjutnya yaitu Yulianah, ia mengungkapkan:

“Jadi pas pertama masuk dalam lingkungan budaya Makassar itu sendiri

sempat kaget apalagi dalam hal bahasa. Banyak perbedaan logat, kata

ganti, kata bantu. Itu sama sekali hal yang baru buat saya karena di Bima

tidak ada kata bantu seperti itu. Terus kalau orang disini kan juga masih

biasa menggunakan bahasa Indonesia tapi kalau di tempat saya di

kampung betul-betul bahasa asli Bima. Kalau saya dengar logat Makassar

juga bahasanya kayak dibolak balik begitu jadi saya bingung. Jadi

bahasanya memang sangat berbeda sekali. Terus pernah waktu KKP di

Gowa karena memang langsung berhadapan dengan kebudayaan yang

sangat berbeda, berbaur dengan masyarakat yang sangat berbeda

bahasanya jadi mereka bicara saya tidak tau saya bingung. Jadi ya

merasa terasingkan sih dan kayak kebingungan begitu” (wawancara

28/09/20)

Perbedaan bahasa keseharian orang Makassar mulai dari dialek,

penggunaan kata ganti seperti kata “kita” yang umumnya bermakna lebih dari

satu orang tetapi bagi orang Makassar artinya “kamu”, kemudian penggunaan

kata bantu seperti kata imbuhan ji, mi, ki, dan lainnya adalah sesuatu yang

tidak ada dalam bahasa Bima. Serta penempatan kata dalam bahasa keseharian

orang Makassar yang kadang dibolak-balik membuat Yulianah bingung saat

diajak berkomunikasi. Perbedaan lainnya yaitu kebiasaan orang Makassar yang

masih sering menggunakan Bahasa Indonesia saat berbicara sedangkan di

Page 64: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

51

tempat asal Yulianah di Bima, masyarakatnya menggunakan bahasa asli Bima.

Pengalaman lain yang juga pernah dialami ketika ia melaksanakan tugas KKP

di salah satu kabupaten yang secara kultur tidak jauh berbeda dengan Makassar

yaitu di Kabupaten Gowa. Pengalamannya berbaur langsung dengan

masyarakat yang sangat berbeda dari segi budaya khususnya bahasa, membuat

Yulianah merasa asing berada di tengah masyarakat tersebut.

Kebingungan terhadap bahasa juga dialami oleh Jumriati, ia

mengungkapkan:

“Bahasanya yang sangat jauh berbeda bikin saya bingung sampai

sekarang. Karena dulu sebelum ke Makassar saya pikir nda sulit seperti

itu bahasanya. Pertama-tamanya saya kan belum bisa bahasa Makassar

jadi saya hanya mendengarkan mereka saja tidak berani berbicara.

Karena takut berbicara itu jadi saya merasa terkucilkan karena saya

hanya diam saja, nda mau saya berbicara sekalipun. Saya minder karena

tidak bisa sekali bahasa Makassar. Sulit sekali.” (wawancara, 29/10/20)

Bahasa orang Makassar yang sangat jauh berbeda dengan orang Bima

membuat Jumriati hingga kini masih dibuat kebingungan. Semula ia

beranggapan bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Kota Makassar

tidak rumit dan mudah dipahami. Namun setelah ia berada di Makassar ia baru

menyadari bahwa bahasa keseharian orang Makassar sangat sulit.

Ketidakmampuannya berbahasa Makassar membuat Jumriati merasa tidak

percaya diri untuk berkomunikasi sehingga ia lebih memilih untuk diam dan

mendengarkan orang lain berbicara dan hal tersebut membuatnya merasa

terkucilkan.

Page 65: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

52

b) Cita rasa makanan

Permasalahan kedua yang dialami oleh mahasiswa Bima yakni perbedaan

cita rasa makanan. Yulianah menuturkan, “Yang kedua dalam hal

makanannya. Makanan yang pake sagu itu yang kapurung dicampur dengan

bahan-bahan sayuran itu hal yang baru juga karena di Bima tidak ada sagu

jadi saya enggak suka.” (wawancara, 28/09/20)

Menurut Yulianah hal baru lainnya adalah dari segi makanan. Di Makassar

terdapat makanan dengan bahan utamanya terbuat dari sagu yang dikenal

dengan nama kapurung. Walaupun kapurung bukan makanan khas Makassar

tetapi kebanyakan orang Makassar senang memakannya. Kapurung juga salah

satu hidangan yang tergolong mudah dalam pembuatannya sehingga sering

dijadikan sebagai menu makanan dalam acara pertemuan seperti arisan ataupun

perkumpulan yang sifatnya informal. Makanan seperti kapurung yang terbuat

dari sagu dan sayur-sayuran adalah makanan yang tidak disukai Yulianah

karena di Bima tidak terdapat sagu sehingga ia tidak terbiasa dengan rasa dari

sagu ataupun makanan-makanan yang berbahan dasar sagu.

Persoalan makanan lainnya juga diungkapkan oleh Uswatun,

“Masakannya disini berbeda. Kalau disini itu saya lihat masakannya itu

enak sih iya cuma kayak banyak campurannya. Kalau di Bima itu kita

masak, bumbunya ya sederhana saja. Jadi aneh saja rasanya karena

biasanya makan makanan yang bumbunya itu seadanya saja.”

(wawancara, 28/09/20)

Makanan khas Makassar dikenal dengan rasa bumbunya yang kuat serta

kebiasaan orang Makassar menggunakan berbagai jenis bumbu dan rempah

dalam mengolah makanan. Tetapi bagi Uswatun ia tidak terbiasa dengan

Page 66: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

53

makanan yang diolah dengan berbagai macam bumbu karena orang-orang di

Bima hanya menggunakan bumbu seadanya saat memasak sehingga cita rasa

makanan di Makassar dirasa kurang cocok dengan lidah Uswatun.

Permasalahan yang sama juga diungkapkan Jumriati. Ia mengungkapkan,

“Saya baru tau ternyata di Makassar itu makanannya macam-macam seperti

ada pisang epe, kapurung, barobbo, tapi ada beberapa makanan yang rasanya

aneh di lidah saya seperti kapurung itu.” (wawancara, 29/10/20)

Menurut Jumriati hal baru yang ia ketahui setelah tinggal di Makassar

ialah banyaknya jenis makanan yang biasa dimakan ataupun dijual di

Makassar. Namun dari berbagai jenis makanan tersebut terdapat beberapa

makanan yang tidak disukai oleh Jumriati, salah satunya kapurung. Cita rasa

makanan di Makassar yang berbeda dengan yang biasanya dimakan oleh

Jumritati selama di Bima juga menjadi alasan ia tidak menyukai beberapa jenis

makanan di Makassar.

c) Keamanan kota

Faktor keamanan kota juga dinilai sebagai masalah bagi mahasiswa Bima

setelah tinggal di Kota Makassar. Yuyun mengungkapkan, “Saya kira

Makassar itu aman kayak diperkampungan gitu jauh dari kejahatan ternyata

tidak. Ternyata di lorong saya ada begal. Makanya saya tidak berani pulang

larut malam. Jadi keamanannya saya tidak suka, tindak kejahatannya banyak.”

(wawancara, 02/10/20)

Kondisi keamanan di Kota Makassar yang marak terjadi pembegalan

membuat Yuyun tidak berani pulang larut malam saat bepergian di malam hari.

Page 67: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

54

Sebelumnya ia yang menganggap bahwa Kota Makassar adalah kota yang

aman seperti di kampung halamannya merasa terkejut setelah sempat

mengetahui adanya begal di daerah tempat tinggalnya di Makassar.

Kemudian permasalahan lain juga diungkapkan oleh Rajak, “Sedikit

membuat risih ya ini sih kayak geng motor. Saya kalau liat kayak geng motor

begitu lewat ya agak sedikit takut sih. Apalagi pernah liat kejadian di

Pettarani.” (wawancara, 30/09/20)

Maraknya geng motor yang berkeliaran di jalan raya Kota Makassar sudah

menjadi salah satu permasalahan umum di Makassar. Namun bagi Rajak

sendiri, keberadaan geng motor secara nyata yang ternyata mengerikan baru ia

ketahui setelah berada di Makassar, dikarenakan di tempat asalnya di Bima

keberadaan geng motor masih terbilang jarang bahkan tidak pernah. Sebuah

kejadian di salah satu jalan raya di Makassar yang disebabkan oleh geng motor

juga pernah disaksikan langsung oleh Rajak. Hal tersebut menjadikannya

begitu takut jika melihat komplotan geng motor melintas di jalan.

Permasalahan pada keamaan kota lainnya diungkapkan pula oleh

Uswatun. Ia menuturkan, “Kalau dilihat dari segi masyarakatnya sih ini ada

begal, kalau di kampung nda ada begal. Terus ini ada juga si Mr. Black, jadi

ngeri juga.” (wawancara 28/09/20)

Keberadaan begal yang menakutkan serta adanya pelaku penyimpangan

seks yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal Uswatun yang dikenal dengan

sebutan Mr. Black adalah permasalahan yang mengkhawatirkan bagi Uswatun.

Page 68: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

55

Terlebih masalah-masalah tersebut adalah hal yang sebelumnya belum pernah

dialami Uswatun selama di Bima.

d) Kondisi geografis

Kondisi geografis seperti perbedaan cuaca yang dirasakan oleh Mahasiswa

Bima juga menjadi hal yang dikeluhkan setelah tinggal di Makassar. Rajak

mengungkapkan, “Yang berbeda yang lainnya itu seperti cuacanya, jauh lebih

panas ternyata.” (wawancara, 30/09/20). Kondisi geografis Kota Makassar

menurut Rajak terasa lebih panas dibanding dengan di desa tempat asalnya.

Kemudian hal serupa juga diungkapkan oleh Jumriati, “Pemikiran saya

Kota Makassar itu cuacanya dingin terus ternyata panas.” (wawancara,

29/10/20). Permasalahan yang sama juga dirasakan oleh Jumriati yakni cuaca

di Makassar yang dirasa panas, padahal sebelumnya ia mengira bahwa

Makassar adalah kota dengan kondisi geografisnya yang dingin.

e) Gaya pergaulan

Gaya pergaulan yang dimaksud ialah kebiasaan yang dilakukan oleh

pemuda-pemudi atau remaja-remaja di kota dalam bergaul. Gaya pergaulan di

kota dinilai berbeda oleh salah satu mahasiswa Bima yaitu Rajak. Ia

mengungkapkan:

“Dari sisi pergaulannya ku lihat ada beberapa kriteria semisalkan dari

teman-teman satu kelas itu kan atau satu angkatan ada pergaulannya yang

bisa dikatakan sedikit elitis lah dalam pergaulannya kayak nongkrong di

kafe atau warung kopi. Ya ku pikir yang biasa ku temani nongkrong di

tempat biasa sih karena di kampung juga begitu kan.” (wawancara,

30/09/20)

Gaya pergaulan anak-anak di Kota Makassar contohnya pada teman-teman

sekelas maupun teman seangkatan Rajak di kampus dinilai cukup elit

Page 69: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

56

(berkelas), seperti menjadikan kafe atau warung kopi sebagai tempat untuk

menghabiskan waktu bersama teman-teman. Kebiasaan teman-temannya dalam

bergaul tersebut dinilai berbeda dengan kebiasaannya selama di Bima. Saat di

Bima Rajak bersama teman-teman sepergaulannya lebih sering menghabiskan

waktu bersama di rumah atau di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Walaupun kebiasaan nongkrong di kafe atau di warung kopi sudah menjadi hal

yang lazim di Kota Makassar namun hal tersebut adalah hal yang tidak lazim

bagi Rajak.

Rajak juga mengungkapkan bahwa, “Dari beberapa kejadian tentunya

ada lah yang membuat kita kecewa semisalkan kayak pergaulan yang belum

mampu kita sesuaikan secara total.” (wawancara, 30/09/20). Dari apa yang

disampaikan oleh Rajak dapat dijelaskan bahwa ketidakmampuan Rajak dalam

menyesuaikan diri pada gaya pergaulan teman-temannya yang dinilai cukup

elit sempat membuatnya merasa kecewa. Dirinya yang sejak di kampung

halaman terbiasa bergaul bersama teman-teman di tempat sederhana merasa

tidak mampu mengikuti kebiasaan beberapa teman di kampus yang menjadikan

kafe atau warung kopi sebagai tempat berkumpul.

f) Ekonomi

Faktor ekonomi yang dimaksud ialah persoalan biaya hidup. Permasalahan

biaya hidup di Kota Makassar diungkapkan oleh Jumriati. Ia menuturkan,

“Ternyata biaya hidup di Makassar itu tinggi ya, jadi kalau lagi tidak ada

uang itu rasanya susah sekali.” (wawancara, 29/10/20).

Page 70: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

57

Jumriati mengungkapkan bahwa biaya hidup di Makassar terbilang lebih

tinggi dibanding dengan biaya hidup di Bima. Biaya hidup tinggi yang

dimaksud seperti tingginya nilai jual dan biaya yang harus dikeluarkan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari selama di Makassar. Setelah tinggal di

Makassar Jumriati menyadari bahwa biaya hidup yang ia butuhkan tidaklah

sedikit. Terlebih lagi dirinya sedang berada jauh dari orang tua dan sedang

menempuh pendidikan yang juga membutuhkan biaya tersendiri, sehingga ia

akan merasa sangat kesulitan jika sedang kekurangan uang.

g) Homesick

Masalah lain yang dialami mahasiswa Bima yang disebabkan oleh

perbedaan kondisi sosial budaya di Makassar ialah keadaan mahasiswa Bima

yang mengalami homesick atau perasaan rindu rumah. Informan pertama yaitu

Yuyun mengungkapkan, “Sering rindu rumah, rindu orang tua, teman-teman,

saudara. Rasanya sedih. Jadi pernah kepikiran di awal-awal ingin pulang

kembali ke Bima, beda suasananya.” (wawancara, 02/10/20).

Yuyun menuturkan bahwa berada di Makassar membuat dirinya selalu

rindu kepada orang tua, teman-teman, dan saudaranya. Ia juga merasa sedih

setiap kali mengalami homesick. Lalu di masa awal kuliah, ia pernah berpikir

untuk pulang kembali ke Bima karena merasa suasana di Makassar berbeda

dengan di Bima.

Informan berikutnya, Rajak menuturkan:

“Tentunya pernah merasakan kangen rumah bahkan sampai sekarang ya

kalau dibilang kangen ya kangen. Kangen rumah, orang tua, dan saudara

di kampung. Tapi kalau berpikir untuk balik ke Bima sih enggak pernah,

Page 71: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

58

karena sudah ada beberapa teman yang dekat disini.” (wawancara,

30/09/20)

Rajak juga pernah mengalami homesick selama kuliah di Makassar. Ia

merasa rindu pada rumah dan keluarga di kampung halamannya. Meskipun

begitu dirinya tidak pernah berniat untuk kembali ke Bima karena ia memiliki

teman akrab yang membantunya merasa nyaman kuliah di Makassar.

Kemudian berikutnya yaitu Yulianah, menuturkan:

“Pernah homesick, sangat pernah. Setiap tahun sih kayaknya. Pernah

rasanya mau balik ke Bima tapi berpikir-pikir lagi kan udah jauh ke sini

udah mengeluarkan biaya banyak gitu masa pulangnya setengah jalan

gitu. Malu juga kan pulangnya.” (wawancara, 28/09/20)

Homesick adalah hal yang Yulianah setiap tahun. Ia juga pernah memiliki

keinginan untuk pulang kembali ke Bima. Namun karena ia berpikir banyaknya

biaya yang telah dikeluarkan untuk bisa sampai di Makassar, maka ia tidak

ingin berhenti di tengah jalan dan merasa malu jika ia kembali ke Bima

sebelum menyelesaikan pendidikannya.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Uswatun, ia menuturkan, “Aduh

sering banget, sampai sekarang saja masih. Kalau lagi rindu itu pasti nangis

bombay. Tapi kalau berpikir balik sih tidak ji soalnya kalau berpikir balik

kayak usaha orang tua itu kayak sia-sia begitu.” (wawancara, 28/09/20)

Mahasiswa lainnya, Uswatun juga sering mengalami homesick. Ia dibuat

sangat sedih hingga menangis setiap kali merindukan keluarganya. Namun ia

tidak pernah memiliki keinginan untuk kembali ke kampung halamannya

karena baginya hal tersebut akan membuat usaha orang tuanya yang telah

membatunya untuk kuliah di Makassar menjadi sia-sia.

Page 72: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

59

Informan kelima yaitu Jumriati, menuturkan, “Bukan lagi pernah malahan

setiap hari saya rasakan homesick. Mau ketemu sama kampung, sama orang

tua, rindunya setengah mati. Malahan kalau setiap kangen itu kepikiran untuk

pualng kembali ke Bima.” (wawancara, 29/10/20)

Tidak berbeda dengan informan lainnya, Jumriati juga mengalami

homesick bahkan setiap hari. Ia selalu merasakan rindu pada kampung

halamannya dan orang tuanya. Keinginan untuk kembali ke Bima juga selalu

timbul setiap kali ia merasakan homesick.

Berdasarkan penuturan kelima informan mengenai permasalahan yang

dialami dalam fase frustation, dapat dilihat pada tabel matriks berikut:

Tabel 4.3. Fase Frustation dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock

No. Nama Fase Frustation

1. Yuyun

- Kebingungan terhadap bahasa

- Keamanan kota (adanya begal)

- Kehilangan kepercayaan diri untuk berkomunikasi

- Homesick

2. Rajak

- Kebingungan terhadap bahasa

- Kondisi geografis (cuaca lebih panas)

- Gaya pergaulan

- Keamanan kota (adanya geng motor)

- Perasaan kecewa

- Homesick

Page 73: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

60

3. Yulianah

- Kebingungan terhadap bahasa

- Cita rasa makanan

- Merasa terasingkan

- Homesick

4. Uswatun

- Cita rasa makanan

- Kebingungan terhadap bahasa

- Keamanan kota (adanya begal dan pelaku penyimpangan seks

yang berkeliaran)

- Homesick

5. Jumriati

- Kebingungan terhadap bahasa

- Kondisi geografis (cuaca yang panas)

- Cita rasa makanan

- Biaya hidup yang tinggi

- Takut berkomunikasi

- Merasa terkucilkan

- Kehilangan kepercayaan diri

- Homesick

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Berdasarkan penuturan informan mengenai fase frustation dalam proses

adaptasi dapat disimpulkan bahwa berbagai masalah ditemukan dan dialami

oleh para mahasiswa setelah proses adaptasi dengan lingkungan mulai berjalan

dan lingkungan mulai menunjukkan keadaan sosial budaya yang sebenarnya.

Permasalahan tersebut meliputi kebingungan terhadap bahasa yang digunakan

masyarakat setempat, perbedaan kondisi geografis, keamanan di lingkungan

kota, perbedaan cita rasa makanan, perbedaan gaya pergaulan, biaya hidup

yang tinggi, serta sering mengalami homesick.

Page 74: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

61

4. Fase readjustment

Fase selanjutnya setelah melewati fase frustation disebut dengan fase

readjustment, yaitu ketika individu mulai berusaha mengembangkan berbagai

cara untuk beradaptasi dengan keadaan yang ada dan mengatasi permasalahan-

permasalahan yang dihadapi sebelumnya sehingga individu dapat terus

bertahan di lingkungan baru. Pada fase ini mahasiswa Bima mulai

menyelesaikan krisis yang dialami di fase frustation dengan cara sebagai

berikut:

a) Belajar bahasa

Perbedaan bahasa merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh

mahasiswa Bima di Makassar. Bahasa keseharian orang-orang Makassar sulit

dimengerti oleh Mahasiswa Bima karena dinilai sangat berbeda dengan bahasa

di daerah Bima, mulai dari penggunaan suku kata, dialek, dan penggunaan

imbuhan tertentu dalam kalimat seperti imbuhan ji, mi, ki, ka, dan lain

sebagainya. Maka untuk mengatasi permasalahan bahasa yang sulit dimengerti,

mahasiswa Bima berupaya untuk mempelajari bahasa yang biasa digunakan

oleh orang-orang di Makassar. Seperti yang diungkapkan oleh Yuyun:

“Saya perlahan-lahan mulai belajar bahasa Makassar. Saya minta tolong

kepada kakak sepupu saya untuk mengajarkan saya penggunaan dan

penempatan kata tambahan seperti kata ji, mi, ki, dan ka, yang kadang

masih keliru kak.” (wawancara, 02/10/20)

Setelah tinggal di Makassar Yuyun secara perlahan mulai mempelajari

bahasa Makassar. Ia dibantu oleh kakak sepupunya yang sudah lebih lama

kuliah di Makassar, salah satu hal yang diajarkan oleh sepupunya yaitu

penggunaan kata imbuhan atau kata tambahan yang biasa digunakan oleh

Page 75: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

62

orang-orang Makassar di akhir kalimat seperti imbuhan ji, mi, ki, ka, yang tidak

dimengerti Yuyun.

Kemudian mahasiswa lainnya yaitu Rajak menuturkan, “Mencoba juga

untuk mempelajari bahasanya. Apalagi kita tiap hari kuliah kita dibenturkan

dengan logat bahasa yang kayak gitu.” (wawancara, 30/09/20). Seperti halnya

Yuyun, Rajak juga mencoba mempelajari bahasa Makassar agar memudahkan

ia dalam berkomunikasi khusunya dengan teman-teman di kampus yang setiap

hari berkomunikasi dengan menggunakan dialek Makassar.

Berikutnya yaitu Yulianah, ia menuturkan:

“Hal pertama sih memang mempelajari bahasanya karena kendala

utamanya ya memang bahasa. Jadi sebenarnya gampang-gampang susah

sih karena awal-awal itu saya pake bahasa Indonesia yang formal sekali

untuk berkomunikasi. Jadi saya tanya-tanya sama saudara bagaimana ini

kalau dalam segi bahasa.” (wawancara, 28/09/20)

Mempelajari bahasa adalah hal utama yang dilakukan Yulianah dalam

proses adaptasinya di Makassar. Baginya bahasa menjadi kendala utama

selama ia berada di Makassar. Ia yang pada awalnya hanya bisa menggunakan

bahasa Indonesia formal saat berkomunikasi, membuatnya merasa cukup

kesulitan dalam mempelajari bahasa baru. Ia meminta bantuan kepada

saudaranya yang juga berada di Makassar untuk diajarkan bahasa Makassar.

Mempelajari bahasa juga dilakukan oleh Uswatun. Ia menuturkan:

“Kalau untuk bahasanya dipelajari. Sebelumnya kan tidak tau kayak

“kita” itu kan “kamu”, kalau saya kan biasa pake “kamu” tapi teman-

teman tegur bilang jangan pake “kamu” tapi pake “kita”. Kalau itu

diajari sama teman-teman.” (wawancara, 28/09/20)

Uswatun juga berusaha mempelajari bahasa Makassar seperti pengunaan

kata-kata tertentu yang memiliki perbedaan makna. Contohnya kata “kita”

Page 76: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

63

yang dalam bahasa Indonesia artinya menunjukkan dua orang atau lebih namun

dalam bahasa Makassar kata “kita” berarti “kamu”. Penggunaan kata-kata

tersebut dan yang lainnya dipelajari Uswatun dengan bantuan teman-teman

kelasnya .

Selanjutnya yaitu Jumriati menuturkan: “Kayak bahasanya saya terus

berusaha mempelajarinya dan berusaha memakai bahasa Makassar walaupun

masih terbata-bata.” (wawancara, 29/10/20). Seperti keempat informan

lainnya Jumriati juga turut mempelajari bahasa Makassar dan berusaha untuk

menggunakan bahasa Makassar saat berkomunikasi walaupun ia masih terbata-

bata.

b) Memasak sendiri

Perbedaan cita rasa makanan di Makassar dengan makanan yang biasa

dimakan di Bima, membuat mahasiswa Bima memilih untuk mengolah atau

memasak sendiri makanan yang ingin dimakan. Seperti yang dituturkan oleh

Uswatun, “Kalau yang makanan itu saya pilih masak sendiri.” (wawancara,

28/09/20). Uswatun yang tidak terbiasa dengan cita rasa makanan di Makassar

lebih memilih memasak sendiri agar ia bisa memakan makanan yang sesuai

dengan lidahnya.

Selain Uswatun pilihan untuk memasak sendiri juga dilakukan oleh

Jumriati. Ia menuturkan, “Kayak misalnya makanan. Jika itu enak di lidah

saya ya saya makan tapi kalau tidak enak di lidah saya ya saya tidak

memakannya. Tapi saya lebih suka masak sendiri saja.” (wawancara,

29/10/20).

Page 77: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

64

Bagi Jumriati terdapat beberapa jenis makanan di Makassar yang tidak

sesuai dengan seleranya seperti olahan makanan yang terbuat tepung sagu.

Maka dalam hal makanan ia memilih untuk memakan makanan yang sesuai

dengan seleranya atau ia memilih untuk mengolah makanannya sendiri.

c) Meningkatkan keamanan diri

Tindak kejahatan yang masih marak terjadi di Kota Makassar seperti

adanya begal, geng motor dan pelaku penyimpangan seksual menjadi ketakutan

tersendiri bagi mahasiswa Bima selama berada di Makassar. Setelah tinggal di

Makassar dalam beberapa kurung waktu, Mahasiswa Bima pernah dikejutkan

oleh kejadian-kejadian tersebut yang sebelumnya tidak pernah dialami atau

tidak pernah terjadi di tempat tinggal mereka di Bima.

Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi Mahasiswa Bima

khususnya saat mereka bepergian. Untuk itu meningkatkan keamaan diri

menjadi hal yang dilakukan mahasiswa Bima sebagai bagian dari upaya

adaptasi di Makassar.

Yuyun menuturkan, “Saya kalau keluar malam sampai jam 8 takutnya ada

begal atau enggak kalau pulang saya minta diantar sama senior.”

(wawancara, 02/10/20). Ketakutan Yuyun terhadap maraknya begal yang

berkeliaran membuatnya berusaha untuk lebih menjaga diri dengan cara

membatasi aktivitas malam di luar rumah yaitu sampai jam 8 malam atau

dengan meminta bantuan kepada teman sepergaulan atau kakak kelasnya untuk

mengantarnya pulang saat bepergian di malam hari.

Page 78: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

65

Upaya meningkatkan diri juga dilakukan oleh Uswatun, ia

mengungkapkan, “Kalau pulang malam menghindari tempat gelap karena kan

mereka kayak Mr. Black itu biasanya ada di tempat gelap yang sepi.”

(wawancara, 28/09/20).

Setelah pernah mengalami kejadian yang menakutkan yaitu bertemu

dengan pelaku penyimpangan seksual yang dikenal dengan sebutan Mr. Black

di daerah tempat tinggalnya di Makassar, Uswatun berupaya untuk lebih

meningkatkan keamanan diri saat berpergian khususnya di malam hari. Ia

memilih menghindari tempat gelap atau gang-gang sepi saat bepergian agar

tidak mengalami kejadian yang serupa karena pelaku penyimpangan seks

tersebut diketahui sering berkeliaran di tempat-tempat yang sepi.

d) Berani mengenal orang baru

Tantangan lain saat tinggal di lingkungan baru yakni berani mengenal dan

berbaur dengan orang-orang baru. Namun tidak semua orang mudah untuk

membuka diri dengan orang-orang di lingkungan asing khususnya orang-orang

yang berbeda secara kultural dengan diri kita. Hal tersebut dialami oleh salah

satu mahasiswa Bima yaitu Yuyun.

Yuyun menuturkan, “Saya berusaha melatih mental saya biar tidak takut

dengan orang baru.” (wawancara, 02/10/20). Yuyun mengungkapkan bahwa

dirinya sangat pemalu dan penakut termasuk dalam hal mengenal orang baru.

Maka dari itu selama kuliah di Makassar ia terus berupaya untuk

menghilangkan ketakutannya mengenal orang baru dengan cara melatih

Page 79: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

66

mentalnya untuk lebih berani membuka diri terhadap orang-orang baru yang

ditemui.

e) Bergaul dengan teman-teman dari budaya tuan rumah

Cara lain agar dapat beradaptasi dan berbaur di lingkungan baru yaitu

dengan mempelajari budaya melalui orang-orang yang berasal dari budaya di

lingkungan tersebut. Hal tersebut dilakukan oleh salah satu mahasiswa Bima

yaitu Rajak.

Rajak mengungkapkan, “Saya apa yah ya ngikut aja dulu sama teman-

teman dari Sulawesi semisalkan bagaimana caranya disini yang sopan itu

gimana yang baik itu gimana yang buruk itu gimana supaya kita itu

enggak secara spontan semisalkan kita yang belum tau keadaan soal

tradisi soal budaya dan watak masyarakat disini, itu kan enggak bakalan

cocok kalau kita tidak mengikuti beberapa hal itu.” (wawancara,

30/09/20)

Proses memahami lingkungan kebudayaan di Makassar bagi Rajak ialah

mencoba belajar dari teman-teman sepergaulannya di kampus yang berasal dari

Sulawesi khususnya dari Makassar. Melalui teman-temannya Rajak mencoba

mempelajari nilai-nilai baik dan buruk yang berlaku di masyarakat, agar ia pun

dapat bersikap sesuai dengan aturan perilaku di masyarakat setempat karena

sebagai seorang pendatang ia tentunya belum memahami karakter dan

kebiasaan masyarakat di Kota Makassar.

f) Bergaul dengan teman sekultur

Beberapa orang akan merasa lebih nyaman dan aman ketika berada di

sekitar orang-orang yang secara kultural sama dengan dirinya. Hal tersebut

juga akan memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan satu sama lain.

Memilih bergaul dengan orang-orang yang berasal dari kultur yang sama

Page 80: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

67

menjadi salah satu cara bagi mahasiswa Bima yaitu Yulianah untuk dapat

bertahan hidup di Makassar.

Yulianah mengungkapkan, “Kalau bergaul lebih memilih dengan teman-

teman sesama Bima karena lebih nyaman aja rasanya tapi tetap berteman

sama yang lain juga.” (wawancara, 28/09/20). Yulianah mengungkapkan

bahwa dirinya adalah tipe orang yang lebih senang berada di sekitar orang-

orang yang tidak jauh berbeda dengan dirinya. Maka dari itu selama kuliah di

Makassar, ia memilih untuk lebih sering bersilaturahmi dengan teman-teman

sesama dari Bima yang juga kuliah di Unismuh Makassar.

Yulianah merasa lebih nyaman dan cocok bergaul dengan orang Bima. Ia

juga mengungkapkan bahwa ia merasa lebih terbantu dalam menjalani

kehidupannya di Makassar khususnya secara psikis apabila tetap berada dalam

lingkungan orang-orang Bima. Namun disisi lain ia juga tetap berteman dengan

teman-teman di kampus yang bukan berasal dari Bima.

Berdasarkan penuturan kelima informan mengenai upaya yang dilakukan

dalam mengatasi berbagai masalah dalam fase readjustment, dapat dilihat pada

tabel matriks berikut:

Tabel 4.4. Fase Readjustment dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock

No. Nama Fase Readjustment

1. Yuyun

- Belajar bahasa

- Meningkatkan kemanan diri (membatasi waktu aktivitas

malam di luar rumah)

- Melatih mental untuk berani mengenal orang lain

Page 81: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

68

2. Rajak - Belajar bahasa

- Bergaul dengan teman-teman dari Makassar

3. Yulianah - Belajar bahasa

- Bergaul dengan teman-teman sekultur

4. Uswatun

- Belajar bahasa

- Memasak sendiri

- Meningkatkan keamanan diri (menghindari tempat sunyi saat

bepergian)

5. Jumriati - Belajar bahasa

- Memasak sendiri

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Berdasarkan penuturan informan mengenai fase readjustment dalam

proses adaptasi dapat disimpulkan bahwa masing-masing mahasiswa memiliki

cara tersendiri dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan termasuk dalam

menghadapi berbagai permasalahan di fase frustation. Namun karena semua

mahasiswa mengalami kendala bahasa maka mempelajari bahasa masyarakat

setempat adalah upaya yang dilakukan oleh semua mahasiswa. Upaya lainnya

ialah bergaul dengan teman-teman yang berasal dari Makassar untuk

mempelajari kultur tuan rumah, memberanikan diri mengenal orang baru,

memasak sendiri dikarenakan adanya perbedaan cita rasa makanan antara

daerah Bima dengan Makassar, menjaga diri bagi mereka yang khawatir akan

kondisi keamanan di Kota Makassar, serta bergaul dengan teman-teman

sekultur. Dapat dikatakan bahwa bentuk penyesuain diri yang dilakukan sesuai

dengan kebutuhan masing-masing mahasiswa.

Page 82: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

69

5. Fase resolution

Fase terakhir dari proses adaptasi mahasiswa Bima ialah fase resolution.

Fase resolution disebut sebagai jalan akhir dari upaya penyesuaian diri

informan terhadap lingkungan budaya baru. Pada fase ini mahasiswa Bima

menetukan pilihan sebagai jalan keluar dari ketidaknyamanan yang dirasakan

dalam proses adaptasi. Beberapa hal yang dapat dijadikan pilihan antara lain

disebut dengan istilah flight, fight, accomodation, dan full participation.

Peneliti pada fase ini menanyakan sejauh mana kenyamanan yang

dirasakan mahasiswa setelah tinggal dan kuliah di Makassar, sehingga dari

jawaban para informan dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Full participation

Full participation adalah ketika seseorang sudah dapat menerima segala

keadaan yang ada dan tidak meresahkan masalah apapun lagi karena mulai

merasa nyaman di lingkungan dan budaya barunya.

Yuyun sebagai informan pertama menuturkan, “Alhamdulillah saya sudah

nyaman dan saya sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kultur

budaya di Makassar bahkan saya sudah bisa mengerti artinya toleransi.”

(wawancara, 02/10/20).

Yuyun menuturkan bahwa dirinya telah merasa nyaman dengan

lingkungannya. Ia sudah dapat menerima dan menghargai perbedaan kultur

yang dirasakan selama hidup di Makassar.

Informan kedua yaitu Rajak menuturkan, “Karena saya orangnya cukup

adaptif jadi pada akhirnya ya bisa nyaman disini.” (wawancara, 30/09/20).

Page 83: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

70

Rajak menegaskan bahwa dirinya adalah orang yang mudah menyesuaikan diri

dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sehingga meskipun ia berasal dari

daerah dengan budaya yang berbeda tetapi ia telah merasa nyaman tinggal di

Kota Makassar.

Selanjutnya yaitu Uswatun dengan singkat menuturkan: “Nyaman.”

(wawancara, 28/0920). Sama seperti Yuyun dan Rajak, Uswatun juga

menegaskan bahwa dirinya kini telah nyaman hidup di Makassar.

b) Accomodation

Jika ketiga informan yaitu Yuyun, Rajak, dan Uswatun berada pada

pilihan full participation, maka salah satu mahasiswa yakni Yulianah berada

pada pilihan accomodation. Accomodation yang dimaksud ialah ketika

seseorang mencoba menikmati apa yang ada di lingkungan baru. Walaupun

awalnya merasa tidak nyaman namun seseorang berusaha berkompromi dengan

keadaan baik secara eksternal maupun internal dirinya.

Yulianah menuturkan:

“Kalau saya sendiri sih kalau dibanding dengan di kota sih lagi-lagi lebih

suka di kampung daripada di kota kan. Dengan orang-orangnya lebih

suka di kampung, makanannya juga memang lebih baik di kampung. Tapi

karena kuliahnya disini jadi dinikmati saja. Netral sih.” (wawancara,

28/09/20)

Yulianah menuturkan bahwa dirinya lebih menyukai kehidupan di

kampung atau di Bima daripada di Kota Makassar. Ia lebih senang dengan

segala hal yang ada di kampung halamannya seperti orang-orangnya dan juga

makanannya. Tetapi karena ia sendiri telah memutuskan untuk kuliah di

Makassar sehingga ia merasa harus siap menerima keadaan di Kota Makassar.

Page 84: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

71

Ia memilih bersikap netral terhadap lingkungan barunya yang artinya ia tetap

berusaha menikmati keadaan yang ada meskipun kenyamanan yang dirasakan

tidak senyaman saat ia berada di lingkungan asalnya.

c) Fight

Fight yaitu orang yang masuk pada lingkungan kebudayaan baru dan dia

sebenarnya merasa tidak nyaman, namun ia berusaha untuk tetap bertahan dari

segala hal yang membuatnya tidak nyaman. Jumriati berada pada pilihan fight,

ia menuturkan, ”Sebenarnya masih kurang nyaman sih karena cuacanya panas

dan biaya hidup disini itu kan tinggi. Tapi ya karena kuliah disini jadi yah

jalani saja.” (wawancara, 29/10/20).

Jumriati mengungkapkan bahwa dirinya merasa belum sepenuhnya

nyaman hidup di Makassar karena perbedaan kondisi geografis serta tingginya

biaya hidup yang dirasakan selama ini. Namun ia berusaha bertahan dengan

keadaan yang ada termasuk dengan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman.

Berdasarkan penuturan kelima informan mengenai pilihan akhir dalam

upaya adaptasinya dengan lingkungan pada fase resolution, dapat dilihat pada

tabel matriks berikut:

Tabel 4.5. Fase Resolution dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima

Terhadap Culture Shock

No. Nama Fase Resolution

1. Yuyun Full participation

2. Rajak Full participation

Page 85: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

72

3. Uswatun Full participation

4. Yulianah Accomodation

5. Jumriati Fight

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Berdasarkan penuturan informan mengenai fase resolution dalam proses

adaptasi dapat disimpulkan bahwa tiga orang informan yakni Yuyun, Rajak,

dan Uswatun telah merasa nyaman hidup di Kota Makassar, dengan kata lain

ketiga informan sudah bisa menerima kondisi lingkungan sosial budaya di Kota

Makassar meskipun pada awalnya mereka harus menghadapi beberapa

perbedaan budaya. Maka ketiga informan tersebut berada pada pilihan full

participation. Sedangkan dua informan lainnya yakni Yulianah dan Jumriati

tidak sepenuhnya merasa nyaman karena kondisi sosial budaya dari daerah asal

mereka yaitu Bima terasa lebih baik bagi keduanya. Namun kedua informan

dapat berkompromi dengan keadaan yang ada. Maka kedua informan tersebut

berada pada pilihan accomodation.

Adapun telaah penyesuaian diri dalam perspektif islam terdapat dalam Q.S. Al-

Isra Ayat 15.

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka

sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan

barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya

Page 86: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

73

sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami

tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”

Surah Al-Isra ayat 15 menjelaskan bahwa Allah SWT telah mengingatkan

kepada hamba-Nya untuk menyelamatkan dirinya sesuai dengan hidayah yang

ditunjukkan oleh Allah SWT. Selain itu Allah SWT juga mengingatkan kepada

hamba-Nya bahwa siapa saja yang memilih jalan yang sesat maka akan

menimbulkan kerugian pada dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan proses adaptasi

yang dilakukan oleh manusia, bahwa manusia selalu dituntut untuk menyesuaikan

diri dimanapun ia berada. Sehingga setiap individu dapat hidup dengan baik di

lingkungannya.

C. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture

Shock

Tingkat kemampuan seseorang berbeda-beda dalam hal menyesuaikan

diri. Namun proses penyesuaian diri tidak selalu berjalan begitu saja tanpa

adanya kendala ataupun hambatan. Kendala ataupun hambatan ini pula yang

mempengaruhi kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan

lingkungannya. Terutama jika lingkungan tersebut memiliki kondisi

kebudayaan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya, maka kemungkinan

hambatan yang ditemukan akan jauh lebih besar dikarenakan adanya perbedaan

nilai-nilai budaya antara kedua lingkungan.

Beberapa hal yang menjadi hambatan dalam proses adaptasi dapat berasal

dari dalam diri seseorang maupun dari luar diri seseorang seperti faktor

keadaan lingkungan. Maka pada hasil penelitian ini menjelaskan tentang

Page 87: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

74

hambatan yang ditemukan mahasiswa asal Bima dalam proses adaptasi

terhadap culture shock.

a) Homesick

Homesick diartikan sebagai perasaan rindu rumah. Homesick biasanya

dialami oleh seseorang saat berada jauh dari lingkungan dan orang-orang

terdekat seperti orang tua atau keluarga. Homesick menjadi hambatan bagi

salah satu mahasiswa Bima yaitu Yuyun. Ia menuturkan, “Pastinya

hambatannya sering kangen sama orang tua kangen keluarga.” (wawancara,

02/10/20)

Yuyun menjelaskan bahwa hambatan pertama dalam proses adaptasinya

yaitu karena sering merasakan rindu terhadap orang tua dan keluarganya di

Bima. Perasaan rindu tersebut mengarah pada kondisi homesick yang juga

merupakan reaksi terhadap culture shock. Jadi dengan kata lain, homesick yang

dialami Yuyun bukan hanya sebagai reaksi dari culture shock yang dialaminya

tetapi juga menjadi hambatan baginya untuk berbaur dengan lingkungan

barunya karena selalu teringat pada lingkungan asalnya.

b) Kesulitan memahami bahasa

Persoalan bahasa tidak hanya menjadi faktor mahasiswa mengalami

culture shock, akan tetapi juga menjadi hambatan bagi mahasiswa Bima dalam

beradaptasi. Yulianah mengungkapkan:

“Kalau yang penyesuaian diri sih bahasanya aja sampai sekarang kan

masih belum terlalu fasih gitu kan kalau berbahasa Makassar. Bahkan

sering salah menginterpretasikan sesuatu kayak bahasa gitu. Jadinya

kayak salah paham gitu.” (wawancara, 28/08/20)

Page 88: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

75

Yulianah menjelaskan bahwa yang menjadi penghambat dalam proses

adaptasinya yaitu mengarah pada persoalan komunikasi. Ia belum fasih dalam

menggunakan bahasa Makassar dan belum banyak memahami kata-kata yang

biasa digunakan oleh masyarakat setempat. Kendala tersebut membuatnya

sering mengalami kesalahpahaman karena ia sering salah menafsirkan kalimat

yang dilontarkan orang lain saat berkomunikasi dengan dirinya. Sehingga

untuk berkomunikasi dengan baik ia hanya mampu menggunakan bahasa

Indonesia yang formal.

Mahasiswa lainnya yaitu Uswatun juga mengalami hambatan yang sama,

“Hambatannya itu bahasa. Bahasanya dulu nda dipahami begitu.”

(wawancara, 28/09/20). Sama seperti Yulianah, Uswatun juga mengungkapkan

bahwa faktor penghambat dalam proses adaptasinya yaitu faktor bahasa yang

dulunya belum dipahami sehingga membuatnya cukup sulit untuk

berkomunikasi dengan teman-teman atau orang-orang yang berbahasa

Makassar.

c) Takut berbaur dengan orang baru

Ketakutan berbaur dengan orang baru menjadi penghambat dalam proses

adaptasi bagi mahasiswa Bima yaitu Yuyun. Ia menuturkan, “Kadang juga

takut berbaur dengan orang-orang baru karena banyak di berita keluar bahwa

kejahatan di Kota Makassar sering terjadi.” (wawancara, 02/10/20).

Kabar tentang maraknya tindak kejahatan di Kota Makassar yang sering

didengar Yuyun menimbulkan ketakutan pada dirinya untuk berbaur dengan

orang baru. Ketakutan tersebut membuat dirinya tidak mudah percaya pada

Page 89: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

76

orang asing yang ditemuinya. Sehingga keadaan tersebut menjadi penghambat

baginya dalam beradaptasi, sedangkan berbaur dengan orang baru merupakan

salah satu cara untuk bisa beradaptasi di lingkungan baru.

d) Kultur asal yang kuat

Kuatnya nilai-nilai budaya yang dibawa oleh seseorang sejak lahir

terkadang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima nilai

dan budaya yang lain. Hal tersebut dialami oleh Rajak, ia menuturkan:

“Saya enggak bisa secara total mengubah semisalkan kayak perlakuan

kita kayak kebiasaan kita dengan keadaan yang baru dengan teman-teman

dan masyarakat yang baru. Apalagi kayak saya ini sejak lahir di Bima

terus kan jadi kulturnya bisa dibilang kuat lah.” (wawancara, 30/09/20)

Rajak menjelaskan bahwa faktor kultur yang sudah melekat kuat pada

dirinya sejak ia lahir yakni kultur Bima, membuatnya merasa tidak mudah

untuk mengikuti budaya dan kebiasaan masyarakat di Kota Makassar termasuk

dalam lingkungan pertemanannya yang didominasi oleh orang-orang yang

berasal dari Sulawesi, seperti gaya berbicara dan beberapa kebiasaan tertentu.

Sehingga hal tersebut cukup menyulitkan dirinya untuk bisa menyatu dengan

kebudayaan baru yang ada meskipun ia adalah orang yang mudah berbaur

dengan orang lain.

e) Karakter pribadi

Karakter pribadi yang dimaksud adalah sifat yang dimiliki oleh seseorang

yang membuat seseorang sulit untuk berinterkasi dengan orang lain seperti sifat

pemalu dan pendiam. Karakter inilah yang ada pada diri mahasiswa Bima yaitu

pertama dari Uswatun. Ia menuturkan, “Karena saya pendiam jadi kayak susah

berinteraksi dengan orang lain.” (wawancara 28/09/20).

Page 90: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

77

Karakter Uswatun yang pendiam membuatnya sulit untuk membangun

interaksi dengan orang lain. Hal ini tentu berpengaruh terhadap proses adaptasi

karena menjalin komunikasi dengan orang lain sangat dibutuhkan agar bisa

menyatu dengan lingkungan baru.

Mahasiswa kedua yaitu Jumriati, “Hambatannya itu menurut saya karena

saya pemalu jadi agak malu kenal orang baru, terus saya juga orangnya tidak

berani memulai bicara dengan orang baru.” (wawancara, 29/10/20). Hal yang

menghambat Jumriati dalam proses adaptasinya adalah karena sifat pemalu

yang dimiliki sehingga ia tidak berani memulai komunikasi dengan orang baru

atau orang yang tidak dikenal.

Maka berdasarkan penuturan kelima informan mengenai hambatan dalam

proses adaptasi, dapat dilihat pada tabel matriks berikut:

Tabel 4.6. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture

Shock

No. Nama Jenis Hambatan

1. Yuyun - Homesick

- Takut berbaur dengan orang baru

2. Rajak Kultur asal yang kuat sehingga tidak bisa sepenuhnya

mengikuti kebiasaan dan budaya masyarakat setempat

3. Yulianah - Kesulitan memahami bahasa

4. Uswatun - Kesulitan memahami bahasa

- Karakter pribadi (Pendiam)

5. Jumriati - Karakter pribadi (pemalu)

(Sumber: Hasil olahan data primer, tahun 2021)

Page 91: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

78

Berdasarkan penuturan informan mengenai hambatan dalam proses

adaptasi dapat disimpulkan bahwa masing-masing informan memiliki

hambatan yang berbeda dalam proses penyesuaian diri di Makassar. Hambatan-

hambatan tersebut ada yang berasal dari dalam diri informan seperti karakter

pribadi informan yang pendiam dan pemalu sehingga informan tidak berani

memulai komunikasi dengan orang-orang baru yang ditemui, sering mengalami

homesick, serta adanya ketakutan untuk berbaur dengan orang baru. Ada pula

yang berasal dari lingkungan seperti faktor bahasa dan faktor kultur asal yang

sudah melekat kuat sehingga informan tidak bisa sepenuhnya mengikuti

budaya tuan rumah.

D. Pembahasan

1. Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture Shock

a. Fase Perencanaan

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebelum memasuki lingkungan

hidup baru di Makassar, mahasiswa Bima melakukan persiapan yang merujuk

kepada kondisi mental dan menyiapkan berbagai barang yang dinilai penting

untuk dibawa ke tempat perantauan. Kemudian dari data yang diperoleh, dapat

dikatakan bahwa dalam fase perencanaan ini persiapan yang dilakukan

mahasiswa Bima hanya mencakup dua hal yakni persiapan mental dan

materiel.

Sedangkan dalam uraian teoritis Young Y. Kim menjelaskan bahwa pada

fase perencanaan seseorang menyiapkan segala sesuatu mulai dari ketahanan

fisik sampai kepada mental, termasuk kemampuan komunikasi yang dimiliki

Page 92: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

79

untuk nantinya digunakan pada kehidupan barunya (Oriza, 2016:2380). Namun

dalam fase ini mahasiswa tidak memiliki persiapan yang merujuk kepada

ketahanan fisik dan kemampuan komunikasi ataupun pengetahuan bahasa serta

budaya lainnya dari lingkungan yang akan dimasuki.

Pengetahuan bahasa tidak menjadi salah satu persiapan bagi mahasiswa

Bima mengingat tempat perantauan mereka yakni Kota Makassar masih berada

dalam wilayah negara yang sama dengan daerah asal mereka, sehingga

kemampuan komunikasi yang akan digunakan ialah berdasarkan pada

penggunaan bahasa Indonesia.

b. Fase honeymoon

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa setelah berada di Kota Makassar

mahasiswa berada dalam perasaan yang bahagia. Kemudian dalam kajian

teoritis oleh Young Y. Kim (Oriza, 2016:2380) dijelaskan bahwa fase

honeymoon adalah tahap dimana seseorang masih memiliki semangat dan rasa

penasaran yang tinggi serta menggebu-gebu dengan suasanan baru yang akan

dijalani. Perasaan semangat juga dialami oleh mahasiswa Bima baik perasaan

semangat untuk memulai kehidupan di lingkungan baru atau khususnya untuk

melanjutkan pendidikan di Makassar maupun bersemangat untuk mempelajari

budaya Makassar.

Perasaan semangat tersebut diperoleh dari adanya hal-hal menarik dari

Kota Makassar yang tidak ditemukan mahasiswa di desa tempat asal mereka

serta suasana Kota Makassar sebagai kota besar yang cukup berbeda dengan

suasana di tempat asal mahasiswa di Kabupaten Bima.

Page 93: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

80

Fase ini juga menjelaskan bahwa individu mungkin merasa asing, rindu

rumah dan merasa sendiri namun masih terlena dengan keramahan penduduk

lokal terhadap orang asing (Oriza, 2016:2380). Perasaan terkesan terhadap

keramahan para penduduk juga dialami oleh salah satu mahasiswa Bima

namun hasil penelitian menunjukkan tidak ada mahasiswa yang memiliki

perasaan rindu rumah atau merasa asing/sendiri diawal mereka masuk ke

lingkungan Makassar melainkan hanya ada perasaan bahagia yang dialami oleh

semua mahasiswa

c. Fase frustation

Hasil penelitian yang ditemukan bahwa perbedaan kondisi sosial budaya

yang tampak dalam lingkungan hidup mahasiswa di Kota Makassar menjadi

faktor timbulnya masalah bagi mahasiswa Bima. Kemudian melihat dari

faktor-faktor permasalahan yang dialami oleh mahasiswa Bima yang meliputi

faktor bahasa, faktor makanan, faktor keamanan kota, faktor kondisi geografis,

faktor pergaulan, faktor ekonomi dan ditambah dengan faktor internal diri

mahasiswa (homesick), beberapa faktor seperti faktor bahasa keseharian,

pergaulan, geografis, dan ekonomi merujuk pada faktor yang dapat

mempengaruhi culture shock yang disebutkan oleh Parillo (Ridwan, 2016:210)

dalam kajian teoritis.

Aang Ridwan dalam bukunya berjudul Komunikasi Antarbudaya

menyebutkan, culture shock ditandai timbulnya perasaan bingung tentang hal-

hal yang harus dilakukan serta cara melakukan sesuatu karena ia kehilangan

tanda dan lambang dalam pergaulan sosial (Ridwan, 2016:197). Perasaan

Page 94: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

81

bingung juga dialami mahasiswa Bima dalam lingkungannya dimana mereka

bingung pada penggunaan bahasa kesehariaan orang Makassar baik yang

mereka dengar dari orang-orang di lingkungan kampus maupun di luar

lingkungan kampus. Kebingungan terhadap bahasa menyebabkan mahasiwa

tidak komunikatif dalam berkomunikasi dengan orang-orang Makassar.

Penjelasan mengenai culture shock juga dikemukakan oleh Furnham dan

Bochner, “Culture shock adalah ketika seseorang tidak mengenal kebiasaan-

kebiasaan sosial kultur maka ia tidak dapat menampilkan perilaku yang sesuai

dengan aturan perilaku di lingkungan baru tersebut (Hajriadi, 2017:21)”.

Permasalahan yang dialami oleh mahasiswa Bima timbul dikarenakan

mahasiswa tidak atau belum mengetahui kebiasaan sosial budaya yang tumbuh

dalam lingkungan Kota Makassar. Disamping itu latar belakang budaya yang

telah melekat sejak lahir pada diri mahasiswa Bima berbeda dengan budaya

yang berlaku di lingkungan baru yang dimasuki, sehingga setelah memulai

kehidupan di Makassar mahasiswa Bima tidak sepenuhnya mampu mengikuti

atau menampilkan aturan perilaku yang sama. Seperti menggunakan bahasa

yang sama dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berasal dari budaya

tuan rumah, mengikuti kebiasaan pergaulan, selera makanan, dan sebagainya.

Permasalahan yang dialami mahasiswa juga turut mempengaruhi

psikologis mahasiswa yang mengarah pada timbulnya berbagai reaksi

emosional seperti ketakutan untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang

berbeda secara bahasa, kehilangan kepercayaan diri, timbulnya perasaan

kecewa, merasa terasingkan, rindu pada rumah dan keluarga (homesick),

Page 95: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

82

bahkan sempat berpikir untuk kembali pulang ke kampung halaman. Reaksi-

reaksi tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Samovar dan Daniel

bahwa “Beberapa reaksi dari culture shock yang mungkin terjadi antara satu

individu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda

pula diantaranya ialah homesick/rindu pada rumah/lingkungan lama dan

kehilangan kepercayaan diri (Putri, 2015:47)”.

Merujuk pada hasil penelitian dan berbagai uraian teoritis mengenai

culture shock, dapat dikatakan bahwa permasalahan yang dialami mahasiswa

Bima berkenaan dengan gejala culture shock. Dengan kata lain, fase frustation

adalah fase dimana mahasiwa mengalami culture shock. Culture shock inilah

yang menyebabkan perubahan emosional pada mahasiswa Bima yakni di fase

sebelumnya mahasiswa merasa bahagia dan bersemangat dengan lingkungan

barunya kemudian berubah menjadi perasaan bingung, takut, kecewa, dan

terasingkan setelah mengalami culture shock.

Namun terdapat perbedaan yang ditunjukkan pada hasil penelitian terkait

fase frustation. Pada kajian teoritis dijelaskan bahwa “Fase frustation adalah

tahap diaman rasa semangat dan penasaran yang menggebu-gebu berubah

menjadi rasa frustasi, jengkel, dan tidak mempu berbuat apa-apa karena realita

yang sebenarnya tidak sesuai dengan ekspetasi yang dimiliki pada tahap awal

(Young Y. Kim dalam Oriza, 2016:2380)”. Namun hasil penelitian

menunjukkan tidak adanya perasaan frustasi dan jengkel yang dialami oleh

mahasiswa Bima dalam fase frustation.

Page 96: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

83

Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat salah satu

faktor yang mendorong mahasiswa mengalami culture shock yang tidak

disebutkan dalam kajian teoritis, yaitu faktor keamanan kota. Faktor keamanan

kota seperti maraknya begal dan geng motor di Kota Makassar menjadi suatu

hal mengejutkan sekaligus menakutkan bagi mahasiswa Bima karena hal

tersebut tidak pernah terjadi di lingkungan asal mereka di Bima.

d. Fase readjustment

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pada fase ini masing-masing dari

mahasiswa Bima menentukan cara untuk bisa beradaptasi dengan keadaan

yang ada dan perlahan-lahan mencoba mengatasi berbagai permasalahan yang

ditemukan di lingkungan. Kemudian dalam uraian teoritis dijelaskan bahwa

dalam fase readjustment seseorang mulai menyelesaikan krisis yang dialami di

fase frustation. Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian ulang dari

seseorang untuk mencari cara, seperti mempelajari bahasa dan budaya setempat

(Young Y. Kim dalam Oriza, 2016:2380).

Pemaparan tersebut sesuai dengan apa yang dialami oleh mahasiswa Bima

pada fase ini yakni para mahasiswa menentukan cara untuk menyelesaikan

masing-masing masalahnya sebagai upaya penyesuaian kembali dengan

lingkungan. Dimana pada fase sebelumnya yakni pada fase honeymoon

mahasiswa memulai proses adaptasinya dengan situasi yang masih dianggap

menyenangkan, namun kemudian mahasiswa mulai menemukan berbagai

masalah di lingkungan yang membuat mereka mengalami culture shock (ini

disebut fase frustation).

Page 97: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

84

Sehingga agar dapat bertahan di lingkungan barunya yakni di Makassar,

mahasiswa memutuskan untuk melakukan berbagai cara untuk mengatasi

permasalahan tersebut sebagai bagian dari upaya penyesuaian kembali

sekaligus penyesuaian yang sesungguhnya dengan lingkungan baru. Salah satu

cara yang dilakukan oleh mahasiswa Bima yaitu mempelajari bahasa dan

budaya setempat.

e. Fase resolution

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pada fase ini jalan terakhir yang

dipilih oleh mahasiswa Bima berdasarkan pada kemampuan masing-masing

mahasiswa untuk membuka diri dan menerima keadaan lingkungan budaya

barunya di Makassar. Tiga orang mahasiswa Bima mampu menemukan

kenyamanan dan kecocokan dalam lingkungan budaya barunya sehingga tidak

ada lagi permasalahan yang dikhawatirkan. Dan jika merujuk pada uraian

teoritis maka apa yang dialami tiga mahasiswa tersebut sesuai dengan

penjelasan dari full paticipation yakni “Full participation adalah ketika

seseorang sudah mulai merasa nyaman dengan lingkungan dan budaya

barunya. Tidak ada lagi rasa khawatir, cemas, ketidaknyamanan dan bisa

mengatasi rasa frustasi yang dialami dahulu.” (Young Y. Kim dalam Oriza,

2016:2380).

Kemudian pilihan lain yang dapat dijadikan pilihan dalam fase ini yaitu

accomodation yaitu “Tahapan dimana seseorang mencoba untuk menikmati

apa yang ada di lingkungannya yang baru, awalnya mungkin orang tersebut

merasa tidak nyaman, namun dia sadar bahwa memasuki lingkungan baru

Page 98: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

85

memang akan menimbulkam sedikit ketegangan, maka ia pun berusaha

berkompromi dengan keadaan baik eksternal maupun internal dirinya.” (Young

Y. Kim dalam Oriza, 2016:2380). Salah satu mahasiswa Bima berada pada

pilihan tersebut dikarenakan apa yang dialaminya sesuai dengan teori tersebut.

Rasa kenyamanan lebih dapat dirasakan jika berada di daerah asalnya yaitu

Kabupaten Bima. Namun mahasiswa tersebut menyadari bahwa sebagai

seorang pendatang ada hal-hal berbeda yang harus diterima dari lingkungan

baru. Sehingga meskipun lebih merasa nyaman di daerah asalnya namun ia

tetap berusaha untuk berkompromi dengan keadaan yang ada.

Pilihan lain bagi salah satu mahasiswa Bima yaitu fight. Beberapa

perbedaan kondisi yang dirasakan mahasiswa Bima di Makassar yaitu kondisi

cuaca yang panas dan tingginya biaya hidup menimbulkan rasa

ketidaknyamanan pada mahasiswa Bima. Namun ia berusaha bertahan dan

menjalani kehidupan meskipun merasakan ketidaknyamanan. Hal yang dialami

oleh mahasiswa Bima tersebut sesuai dengan penjelasan Young Y. Kim “Fight

yaitu orang yang masuk pada lingkungan dan kebudayaan baru dan dia

sebenarnya merasa tidak nyaman namun ia berusaha untuk tetap bertahan dan

berusaha menghadapi segala hal yang membuat dia merasa tidak nyaman.”

(Oriza, 2016:2380)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan

semua mahasiswa mampu beradaptasi dengan lingkungan budaya baru di

Makassar. Hal ini ditunjukkan dari apa yang dialami masing-masing

mahasiswa dalam setiap fase. Mulai dari tahap perencanaan hingga berada

Page 99: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

86

pada tahap yang menempatkan mahasiswa dalam kondisi culture shock

sehingga mendorong mahasiswa untuk menemukan berbagai cara agar dapat

keluar dari kondisi yang tidak nyaman dan dapat menjalankan fungsi di

lingkungan baru. Fase akhir yaitu fase resolution menjadi gambaran yang

menunjukkan bahwa semua mahasiswa memilih bertahan dan tetap

menghadapi segala kondisi yang ada di lingkungan baru.

Penuturan seluruh informan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

dari proses penyesuaian diri masing-masing individu dalam lingkungannya,

termasuk perihal permasalahan yang dihadapi maupun penyelesaian masalah

yang dipilih oleh masing-masing individu. Sehingga dalam penelitian ini setiap

fase yang dihadapi oleh para mahasiswa dapat menggambarkan sebagaimana

yang dikemukakan oleh Kim (Lubis, 2015:321) bahwa adaptasi budaya adalah

proses jangka panjang menyesuaikan diri dan akhirnya merasa nyaman dengan

lingkungan baru.

2. Hambatan Proses Adaptasi Mahasiswa Asal Bima Terhadap Culture Shock

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa dalam tahapan proses adaptasi

mahasiswa Bima terhadap culture shock di Makassar terdapat beberapa

hambatan yang dialami oleh mahasiswa Bima baik hambatan yang bersifat

internal maupun eksternal (lingkungan). Hambatan yang dialami oleh

mahasiswa Bima yaitu kesulitan dalam memahami bahasa yang berpengaruh

terhadap kemampuan mahasiswa dalam menafsirkan sebuah kalimat saat

berkomunikasi.

Page 100: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

87

Kesalahan penafsiran saat berkomunikasi merupakan salah satu hambatan

dalam komunikasi antarbudaya yang dijelaskan dalam uraian teoritis oleh L.M.

Barna. L.M Barna menjelaskan bahwa salah satu hambatan dalam komunikasi

antarbudaya yaitu adanya perbedaan bahasa, dimana permasalahan dalam

penggunaan bahasa terjadi apabila seseorang hanya memperhatikan satu makna

saja dari satu kata atau frasa yang ada pada bahasa baru, tanpa memperdulikan

konotasi dan konteksnya (Moulita, 2018:36). Hal inilah yang dialami oleh

Yulianah.

Adanya perbedaan bahasa yang biasa digunakan antara ia dengan orang-

orang di Makassar, membuatnya sering mengalami kesalahan penafsiran yang

merujuk pada kesalahpahaman saat berkomunikasi. Kesalahan penafsiran

disebabkan karena keterbatasan pengetahuan Yulianah pada kata-kata yang

terkandung dalam sebuah kalimat.

Hambatan lain yang dialami oleh mahasiswa Bima yaitu adanya perasaan

takut berbaur dengan orang baru. Perasaan takut berbaur dengan orang baru

juga berkaitan dengan hambatan komunikasi antarbudaya yang lainnya, yaitu

perihal kecemasan tinggi. Menurut L.M. Barna (Moulita, 2018:36), “seseorang

harus mampu mengatasi berbagai masalah yang ada, termasuk rasa khawatir

atau cemas ketika berinteraksi dengan individu dari budaya yang berbeda”.

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa adanya perasaan cemas atau

khawatir ketika berinteraksi dengan individu khususnya dari budaya yang

berbeda dapat menghambat terbangunnya hubungan komunikasi yang baik.

Page 101: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

88

Tanpa adanya hubungan komunikasi yang baik maka seseorang akan merasa

kesulitan untuk beradaptasi di lingkungan baru.

Adapun hal-hal yang menjadi penghambat dalam komunikasi antarbudaya

dapat dikatakan sebagai penghambat proses adaptasi dikarenakan proses

adaptasi tidak terlepas dari proses komunikasi.

Page 102: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam pembahasan,

maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Proses adaptasi yang dilalui oleh para mahasiswa Bima berdasarkan pada

lima fase adaptasi budaya menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang

dialami masing-masing mahasiswa disetiap fase. Adapun faktor yang

mendorong terjadinya culture shock pada mahasiswa dalam fase frustation

antara lain faktor bahasa, cita rasa makanan, keamanan kota, kondisi

geografis, gaya pergaulan, biaya hidup, serta homesick. Kemudian fase

resolution sebagai fase terakhir yang dilalui oleh mahasiswa menunjukkan

bahwa semua mahasiswa memilih bertahan dan tetap menghadapi segala

kondisi yang ada di lingkungan baru. Sehingga secara keseluruhan semua

mahasiswa mampu beradaptasi dengan lingkungan budaya baru di

Makassar.

2. Tahapan proses adaptasi mahasiswa Bima terhadap culture shock di

Makassar tidak terlepas pula dari hambatan. Hambatan-hambatan tersebut

ada yang berasal dari dalam diri informan seperti karakter pribadi

informan yang pendiam dan pemalu sehingga informan tidak berani

memulai komunikasi dengan orang-orang baru yang ditemui, sering

mengalami homesick, serta adanya ketakutan untuk berbaur dengan orang

baru. Ada pula yang berasal dari lingkungan seperti faktor bahasa dan

Page 103: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

90

faktor kultur asal yang sudah melekat kuat sehingga informan tidak bisa

sepenuhnya mengikuti budaya tuan rumah.

B. Saran

1. Pengalaman culture shock yang dialami oleh para mahasiswa Bima

diharapkan dapat menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk terus belajar

mengenal dan memahami budaya di Kota Makassar sebagai lingkungan

baru yang mereka datangi.

2. Diharapkan bagi orang-orang yang akan masuk dalam lingkungan budaya

baru baik untuk sementara waktu maupun untuk menetap agar

mempelajari atau mencari tahu mengenai budaya di lingkungan tersebut

untuk meminimalisir gejala culture shock terhadap budaya baru serta lebih

memudahkan dalam proses penyesuaian diri nantinya.

3. Mahasiswa perantau asal Bima diharapkan tidak memiliki pandangan yang

negatif akan kebiasaan yang berbeda dengan identitas dirinya, hal ini

bertujuan untuk mempermudah mereka dalam beradaptasi.

4. Mahasiswa yang berjumlah lebih dominan atau yang berasal dari

Makassar/Sulawesi Selatan harus menerima perbedaan logat maupun

kebiasaan yang ada pada identitas mahasiswa asal Bima karena sejatinya

perbedaan itu memberikan warna dalam sebuah hubungan.

5. Bagi setiap individu yang akan melakukan perantauan diharapkan untuk

dapat menerima dan bersikap terbuka terhadap perbedaan-perbedaan yang

ada di lingkungan perantauan, karena hal tersebut merupakan suatu

identitas budaya.

Page 104: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

91

6. Hendaknya mahasiswa perantau yang masih memilih untuk hidup

berkelompok dengan mahasiswa sesama kulturnya karena kenyamanan

yang dirasakan mulai berupaya membuka diri untuk melakukan interaksi

dan komunikasi antarbudaya dengan orang-orang dari budaya tuan rumah.

Hal ini juga akan membantu menanggulangi culture shock yang alami

menuju suatu penyesuaian diri

7. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam melihat culture shock

yang dialami oleh pendatang serta membantu memberikan masukan

mengenai upaya lain dalam menanggulanginya dan dalam mempercepat

proses adaptasi mereka.

8. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lain yang sejenis

pada kondisi atau subjek yang berbeda.

Page 105: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

92

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ardial, 2015. Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Daryanto, dkk, 2016. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Gava Media.

Liliweri, Alo, 2018. Prasangka, Konflik, dan Komunikasi Antarbudaya. Jakarta:

Kencana.

----------------, 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Mulyana, Deddy, 2015. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Priandono, T. E., 2016. Komunikasi Keberagaman. Bandung: Rosdakarya.

Ridwan, Aang, 2016. Komunikasi Antarbudaya: Mengubah Persepsi dan Sikap

dalam Meningkatkan Kreativitas Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia.

Ruslan, Rosady, 2010. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Samovar, L. A., dkk, 2014. Komunikasi Lintas Budaya (Communication Between

Cultures) Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Shoelhi, Mohammad, 2015. Komunikasi Lintas Budaya dalam Dinamika

Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosis Retakama Media.

Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung:

Alfabeta.

Skripsi:

Hajriadi, 2017. Culture Shock dalam Komunikasi Antarbudaya. http://digilib.uin-

suka.ac.id/id/eprint/26434. Diakses pada 30 April 2019.

Putri, I. E., 2015. Mahasiswa Asing di Makassar: Studi Tentang Komunikasi dan

Budaya Mahasiswa Asing dalam Melakukan Interaksi dengan

Mahasiswa Lokal di Universitas Hasanuddin.

Page 106: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

93

Rachma, A. S., 2016. Studi Fenomenologi Gegar Budaya Mahasiswa Asal

Sumatera di Untirta. https://scholar.google.com. Diakses pada 27 Maret

2019.

Sinarti, 2017. Culture Shock Mahasiswa Bugis Sinjai dalam Melakukan Interaksi

Sosial. https://scholar.google.com. Diakses pada 27 Maret 2019.

Jurnal:

Lubis, L. A., dkk, 2015. Gaya Berkomunikasi dan Adaptasi Budaya Mahasiswa

Batak di Yogyakarta. Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Vol. 2 No. 5, Juli

2015. https://scholar.google.com. Diakses pada 06 Maret 2020.

Moulita, 2018. Hambatan Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa.

Jurnal Interaksi, Vol. 2 No. 1, Januari 2018. http://jurnal.umsu.ac.id.

Diakses pada 23 Oktober 2019.

Oriza, V. D., 2016. Proses Adptasi dalam Menghadapi Komunikasi Antar Budaya

Mahasiswa Rantau di Universitas Telkom. e-Proceeding of Management,

Vol. 3 No. 2, Agustus 2016. https://scholar.google.com. Diakses 29

Maret 2019.

Susetyo, B., 2010. Identifikasi Dekulturasi Sebagai Teori Perubahan Kebudayaan

Dalam Musik Indonesia:Kajian Proses Perubahan Rebana Menjadi

Kasidah Modern di Kota Semarang. https://journal.unnes.ac.id. Diakses

pada 23 April 2021.

Sumber lain:

Modul Profil Unismuh Makassar dan Panduan Orientasi Akademik Mahasiswa

Baru Tahun 2019.

www.unismuh.ac.id, diakses pada 30 November 2020.

Page 107: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

LAMPIRAN

Page 108: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …
Page 109: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …
Page 110: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

LIST WAWANCARA

1. Apa saja persiapan saudara sebelum merantau ke Makassar?

2. Bagaimana perasaan dan kesan anda setelah berada di Makassar?

3. Setelah berada di Makassar, adakah hal tertentu yang menarik bagi saudara dari

lingkungan Kota Makassar?

4. Permasalahan apa saja yang saudara alami selama beradaptasi di lingkungan

baru?

5. Pernahkah saudara mengalami homesick?

6. Apa saja yang saudara lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?

7. Apa saja hambatan yang saudara temukan dalam proses adaptasi di Makasaar?

8. Apakah saudara sudah merasa nyaman tinggal di Makassar?

Page 111: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

DOKUMENTASI

Wawancara dengan Yulianah dari Prodi Ilmu Komunikasi (28/09/2020)

Wawancara dengan Uswatun dari Prodi Pendidikan Matematika (28/09/2020)

Page 112: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

Wawancara dengan A. Rajak dari Prodi Ilmu Pemerintahan (30/09/2020)

Informan: Jumriati dari Prodi Pendidikan Matematika

Page 113: SKRIPSI PROSES ADAPTASI MAHASISWA TERHADAP CULTURE …

RIWAYAT HIDUP

UMRAH DEA SAHBANI, Lahir di Kota Ujung Pandang

(Makassar) Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 06

Januari 1997, dari pasangan Ayahanda JUNAEDI dan

Ibunda TATI. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun

2003 di SD Negeri Balang Baru Makassar dan pada tahun

2009 masuk sekolah menengah pertama di SMP Negeri 18

Makassar dan tamat pada tahun 2012. Melanjutkan kembali pendidikan sekolah

menengah atas di SMK Negeri 1 Makassar dan tamat pada tahun 2015. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana (S1) Program Studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar dan selesai tahun 2021. Riwayat Organisasi yang pernah diikuti yakni

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi (HUMANIKOM) dan pernah

diamanahi sebagai Sekretaris Bidang Jurnalistik periode 2016-2017, Ketua

Bidang Organisasi periode 2017-2018, dan Sekretaris Dewan Pertimbangan

HUMANIKOM periode 2018-2019. Penulis juga pernah mengikuti Darul Arqam

Dasar (DAD) pada tahun 2015.