skripsi baru

46
ABSTRAK Sindroma ovarium polikistik (Polycystic Ovarian Syndrome / SOPK) merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin. Kelainan ini banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Gejala tersering yang ditimbulkanya antara lain infertilitas karena siklus yang anovulatoar, oligo sampai amenore, obesitas dan hirsutisme. SOPK adalah suatu kondisi di mana ovarium seorang wanita, dan dalam beberapa kasus kelenjar adrenal memproduksi androgen lebih dari normal. Tingginya kadar hormon ini mengganggu perkembangan folikel ovarium dan pelepasan sel telur selama ovulasi. Akibatnya, kantung berisi cairan atau kista, dapat berkembang dalam ovarium ABSTRACT 1

Upload: nanggala-putra-rahanda

Post on 05-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

PCOS

TRANSCRIPT

Page 1: skripsi baru

ABSTRAK

Sindroma ovarium polikistik (Polycystic Ovarian Syndrome / SOPK) merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin. Kelainan ini banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Gejala tersering yang ditimbulkanya antara lain infertilitas karena siklus yang anovulatoar, oligo sampai amenore, obesitas dan hirsutisme. SOPK adalah suatu kondisi di mana ovarium seorang wanita, dan dalam beberapa kasus kelenjar adrenal memproduksi androgen lebih dari normal. Tingginya kadar hormon ini mengganggu perkembangan folikel ovarium dan pelepasan sel telur selama ovulasi. Akibatnya, kantung berisi cairan atau kista, dapat berkembang dalam ovarium

ABSTRACT

1

Page 2: skripsi baru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom ovarium polikistik (SOPK). adalah penyakit ginekologi umum dengan

disfungsi reproduksi, gangguan endokrin, dan metabolise glukolipid yang abnormal.

SOPK adalah salah satu penyebab utama pada infertilitas dan gangguan menstruasi

pada wanita usia subur.1 Infertilitas pada pasien SOPK disebabkan karena kegagalan

terjadinya proses ovulasi, keluarnya sel telur dari ovarium. Sindrom ovarium

polikistik adalah endokrinopati yang paling umum pada wanita, dengan prevalensi

6,5-6,7% di antara wanita premenopause. SOPK awalnya didefinisikan oleh

konferensi NIH pada tahun 1990 sebagai kombinasi anovulasi kronis atau

oilgomenorrhea dan hiperandrogenisme.2

Sindrom ovarium polikistik merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan

adanya proses anovulasi (tidak keluarnya ovum) kronis disertai perubahan endokrin

(seperti hiperinsulinemia dan hiperandrogenemia). Beberapa komplikasi jangka

panjang yang dapat terjadi pada pengidap sindrom ovarium polikistik meliputi

peningkatan risiko diabetes melitus tipe 2, gangguan toleransi glukosa (resistensi

insulin), kadar lipid dalam darah abnormal (dislipidemia), penyakit kardiovaskular,

penebalan dinding rahim, dan infertilitas. Gambaran klinis yang dijumpai pada

umumnya berupa amenorea (tidak ada menstruasi/haid), oligomenorea (haid yang

sedikit), infertilitas (ketidaksuburan), hirsutisme (tumbuhnya rambut berlebihan),

2

Page 3: skripsi baru

adipositas (kegemukan), dan pembesaran kedua ovarium.2 SOPK mencakup kriteria

klinis dan biokimia maupun juga morfologi ovarium. Perempuan dengan siklus

reguler dan hiperandrogenisme diakui bisa menjadi bagian sindroma ini. SOPK dapat

didiagnosis jika ada dua dari tiga kriteria berikut ini: (1) ovarium polikistik (2)

oligo-/anovulasi (3) bukti klinis atau biokimia dari hiperandrogenisme.3

Infertilitas didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan untuk hamil dan memiliki

seorang anak. Suatu pasangan mengalami infertilitas jika tidak terjadi kehamilan

setelah koitus dan tidak menggunakan kontrasepsi selama 12 bulan.4 Pada penelitian

literatur ini penulis mencoba melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

pengaruh Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) terhadap infertilitas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul dalam penelitian

literatur ini adalah : Bagaimanakah pengaruh Sindroma Ovarium Polikistik

terhadap infertilitas ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian literatur ini adalah untuk menjelaskan pengaruh

Sindroma Ovarium Polikistik terhadap infertilitas

3

Page 4: skripsi baru

2. Tujuan khusus

Tujuan secara khusus penelitian literatur ini adalah untuk menjelaskan :

2.1 Definisi, Klasifikasi dan Epidemiologi Infertilitas

2.2 Faktor Penyebab Infertilitas

2.3 Definisi Sindroma Ovarium Polikistik

2.4 Manifestasi Klinis Sindroma Ovarium Polikistik

2.5 Faktor Penyebab Sindroma Ovarium Polikistik

2.6 Patofisiologi Sindroma Ovarium Polikistik

2.7 Cara Menegakkan Diagnosis Sindroma Ovarium Polikistik

2.8 Penatalaksanaan Sindroma Ovarium Polikistik

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah :

1. Bagi penulis

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penulis untuk menjelaskan

tentang hubungan penyakit Sindroma Ovarium Polikistik terhadap Infertilitas.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan bisa sebagai tambahan

kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.

4

Page 5: skripsi baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi, Klasifikasi dan Epidemiologi Infertilitas

Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan mengandung setelah 1 tahun

berusaha hamil. Secara medis infertilitas dibagi menjadi dua jenis, yaitu Infertilitas

primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah Menunjuk pada pasien

yang belum pernah hamil sama sekali. Infertilitas sekunder digunakan untuk pasien

yang pernah hamil sebelumnya.5 Kira-kira 15% pasangan mengalami infertilitas, yang

dapat berasal dari subfertilitas atau sterilitas (ketidakmampuan hamil kongenital)

pada salah satu pasangan atau keduanya. Wanita menyebabkan 40%-50% kasus

infertilitas. Laki-laki menyebabkan 30% kasus dan menyumbang 20%-30% kasus

pada pasangan. Insiden infertilitas meningkat sekitar 100% dalam 20 tahun terakhir di

negara-negara maju karena meningkatnya penyakit menular seksual (terutama gonore

dan klamidia yang kemudian menyebabkan kerusakan tuba), meningkatnya jumlah

mitra seksual (meningkatkan kemungkinan mendapat PMS), sengaja menunda

kehamilan, penggunaan kontrasepsi dan merokok (>1 bungkus perhari menurunkan

kesempatan hamil sebesar >20%). Infertilitas menyebabkan 10%-20% dari semua

kunjungan ke bagian ginekologi. Penyebab infertilitas dapat disebabkan karena faktor

koitus pria (40%), serviks (5-10%), uterus-tuba (30%), faktor ovulasi (15-20%) dan

faktor peritoneum atau panggul (40%).5

5

Page 6: skripsi baru

B. Faktor Penyebab Infertilitas

Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan oosit

Penyebab utama infertilitas wanita akibat kelainan oosit adalah kegagalan ovulasi

secara teratur atau tidak terjadi ovulasi sama sekali. Berbagai gangguan yang

menyebabkan gangguan ovulasi adalah disfungsi hipotalamus, penyakit pada

hipofisis dan disfungsi ovarium. Penyebab anovulasi pada hipotalamus adalah

kelainan berat badan, latihan fisik yang berat, stres, dan perjalanan jauh. Penyebab

anovulasi pada hipofisis dan endokrin adalah hiperprolaktinemia dan hipertiroidise.

Penyebab pada disfungsi ovarium yang paling sering adalah sindroma ovarium

polikistik dan kegagalan ovarium prematur.4

2. Penyakit tuba Fallopii

Biasanya akibat dari pembentukan jaringan parut inflamasi pada tuba fallopii.

Inflamasi ini dapat disebabkan oleh penyakit peradangan pelvis, apendisitis dengan

ruptur, aborsi septik, pascaoperasi, dan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.

Lokasi penyumbatan tuba yang paling sering adalah ujung tuba yang berfimbria di

bagian distal. Penyumbatan ini biasanya disebabkan perlengketan pada pelvis.4

3. Endometriosis

Endometriosis merupakan kelainan yang sering ditemukan, ditandai oleh adanya

jaringan yang menyerupai endometrium di luar lokasi normalnya pada dinding uterus.

Kelenjar dan stroma endometriosis biasanya responsif terhadap hormon gonad dan

perubahan biokimia yang diinduksi oleh steroid menyebabkan endometrium ektopik

ini sangat mirip dengan kelenjar dan stroma yang terlihat pada endometrium di dalam

6

Page 7: skripsi baru

rongga uterus. Peningkatan produksi prostaglandin oleh lesi endometriotik pada

periode perimenstruasi dan menstruasi dapat menimbulkan inflamasi, fibrosis, dan

adhesi yang merupakan tanda tanda kelainan ini. Wanita dengan endometriosis

memiliki gejala nyeri pelvis, masa adneksa, infertilitas, atau kombinasi dari gejala

tersebut.4

4. Leiomioma uterus

Leiomioma uterus juga dikenal sebagai fibroid atau mioma uterus, merupakan

tumor jinak pada otot polos uterus. Tumor ini merupakan tumor pelvis yang paling

sering pada wanita. Dan mungkin berlokasi pada setiap tempat di dalam dinding

uterus atau dapat bergantung pada tangkai yang mengandung pasokan darah ke tumor

tersebut (leiomioma bertangkai). Leiomioma bertangkai dapat menggantung dari

bagian luar uterus atau dapat menonjol ke dalam rongga endometrium. Leiomioma

yang mengubah bentuk rongga uterus (yang berlokasi di submukosa) atau

menyumbat tuba fallopii sangat mungkin menyebabkan infertilitas.4

C. Definisi Sindroma Ovarium Polikistik

Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan gangguan heterogen dan

endokrinopati paling sering pada wanita usia reproduktif yang ditandai dengan

adanya anovulasi kronik dan hiperandrogenisme, dan menjadi salah satu penyebab

infertilitas pada wanita.6 Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah gangguan

endokrin pada wanita yang terkait dengan resistensi insulin dan penyakit

kardiovaskular. Sindrom ovarium polikistik adalah gangguan endokrin paling umum

terjadi pada 6-10% wanita usia reproduktif.7

7

Page 8: skripsi baru

Gambar 1. Perbandingan ovarium normal dengan ovarium polikistik (A.D.A.M images)

D. Faktor Penyebab Sindroma Ovarium Polikistik

Etiologi dari Sindroma ini tidak sepenuhnya dipahami meskipun resistensi

insulin dan hiperandrogenisme memiliki keterlibatan.8 Sindroma ovarium polikistik

juga berhubungan faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti dislipidemia dan

peningkatan kadar hs-CRP (C reactive sensitif protein), sebuah reaktan fase akut yang

meningkat selama respon inflamasi. Sekitar setengah dari wanita SOPK adalah

obesitas. Jaringan adiposa, terutama lemak visceral dianggap sebagai endokrin aktif

yang menghasilkan beberapa protein yang disebut adipositokin. Adiponektin adalah

faktor adiposa yang diturunkan untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan memiliki

efek antiatherogenic dan anti-inflamasi.7,8 Pada kebanyakan wanita dengan SOPK,

akan dijumpai pengeluaran LH (luteinizing hormone) yang berlebihan. LH

menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis androgen di ovarium. Dijumpai

peningkatan rasio LH terhadap FSH (follicle stimulating hormone).9

8

Page 9: skripsi baru

Penyebab peningkatan pengeluaran LH dari hipofisis dan peningkatan sintesis

hormon steroid seks di ovarium masih belum diketahui. Kadar hormon androgen

yang tinggi menyebabkan kapsul ovarium fibrotik, hirsutisme, akne, seboreik,

pembesaran klitoris, dan pengecilan payudara. Pada perempuan dengan SOPK, tidak

dijumpai gangguan sintesis estrogen, tetapi justru ditemukan produksi estrogen yang

tinggi yang meningkatkan risiko terkena kanker endometrium dan payudara.

Penelitian terakhir tentang sindrom ovarium polikistik mengungkap adanya hubungan

antara hiperinsulinemia dengan peningkatan kadar testosteron plasma. Pengeluaran

insulin memicu sekresi testosteron dari ovarium dan menghambat sekresi sex

hormone binding globulin (SHBG) dari hati. Pada sebagian wanita dengan SOPK dan

anovulatorik, ditemukan peningkatan kadar insulin dalam darah. Namun, perlu

diketahui bahwa SOPK bukan hanya disebabkan oleh kadar insulin yang tinggi. Para

wanita gemuk atau obesitas, anovulasi serta kadar insulin yang tinggi merupakan

faktor risiko terkena penyakit jantung koroner. Hiperinsulinemia berkaitan cukup erat

dengan kadar lipid abnormal dan peningkatan tekanan darah. Kegemukan dan siklus

haid yang anovulatorik merupakan faktor risiko terjadinya hiperplasia endometrium

yang dapat berubah menjadi keganasan. Risiko terkena kanker payudara juga akan

meningkat.9

9

Page 10: skripsi baru

E. Manifestasi Klinis Sindroma Ovarium Polikistik

Manifestasi klinis yang dijumpai pada sindroma ovarium polikistik umumnya

adalah berupa amenorea, oligomenorea, infertilitas, hirsutisme, akne, adipositas, dan

pembesaran kedua ovarium dan juga ditandai oleh siklus haid tidak teratur, anovulasi

kronik, dan hiperandrogenisme.2,7 Wanita yang menderita sindroma ovarium

polikistik mengalami gangguan dalam metabolisme gula yang berakibat terjadi

gangguan menstruasi. Bila sindroma berlanjut, perempuan tersebut akan menderita

hipertensi, diabetes hingga beresiko mengalami stroke dan penyakit jantung koroner.

Karena terjadi gangguan menstruasi, wanita dengan sindroma ovarium polikistik

biasanya mengalami infertil dan beresiko menderita kanker payudara serta kanker

rahim.10

F. Patofisiologi sindroma ovarium polikistik

Penampakan utama pada SOPK adalah hiperandrogenisme dan anovulasi

kronik yang sering dihubungkan dengan resistensi insulin, serta perubahan frekuensi

pengeluaran gonadotropin-releasing hormone dan pengeluaran hormon-hormon

gonadotropin lainnya.11

Hipotalamus dan hipofisis berperan penting dalam pengendalian

perkembangan gonad dan fungsi reproduksi. Fungsi gonad pada wanita secara

langsung dikontrol oleh hormon-hormon gonadotropik hipofisis anterior, follicle-

stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon ini, pada

gilirannya, diatur oleh gonadotropin-releasing hormone (GnRH) hipotalamus yang

sekresinya pulsatif serta efek umpan-balik hormon-hormon gonad. Sedangkan

ovarium sebagai organ reproduksi primer wanita melakukan tugas ganda, yaitu

10

Page 11: skripsi baru

menghasilkan ovum dan menghasilkan hormon-hormon seks wanita seperti estrogen

dan progesteron. Kedua hormon ini bekerja bersama untuk mendorong fertilisasi

ovum dan untuk mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan.12

Selama fase folikel (paruh pertama siklus ovarium), folikel ovarium

mengeluarkan estrogen di bawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen itu sendiri. Kadar

estrogen yang rendah tetapi harus meningkat tersebut menghambat sekresi FSH, yang

menurun selama bagian terakhir fase folikel, dan secara inkomplit menekan sekresi

LH yang terus meningkat selama fase folikel. Pada saat pengeluaran estrogen

mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi memicu lonjakan sekresi LH pada

pertengahan siklus. Lonjakan LH, menyebabakan ovulasi yang matang. Sekresi

estrogen merosot sewaktu folikel mati pada ovulasi.12

Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak

memerlukan stimulasi gonadotropik, namun bantuan hormon diperlukan untuk

membentuk antrum, perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi estrogen.

Estrogen, FSH, dan LH semuanya diperlukan.13

Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen

merangsang proliferasi sel-sel granulosa. Baik FSH maupun LH diperlukan untuk

sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel. Baik sel granulosa maupun sel teka

berpartipasi dalam pembentukan estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen

memerlukan sejumlah langkah berurutan, dengan langkah terakhir adalah perubahan

androgen menjadi estrogen. Sel-sel teka banyak menghasilkan androgen tetapi

kapasitas mereka mengubah androgen menjadi estrogen terbatas. Sel-sel granulosa,

11

Page 12: skripsi baru

dipihak lain mudah mengubah androgen menjadi estrogen tetapi tidak mampu

membuat androgen sendiri. LH bekerja pada sel-sel teka untuk merangsang

pembentukan androgen, sementara FSH bekerja pada sel-sel granulosa untuk

meningkatkan perubahan androgen teka menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH

yang rendah sudah cukup untuk mendorong perubahan menjadi estrogen ini,

kecepatan sekresi estrogen oleh folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam

darah, yang terus meningkat selama fase folikel. Selain itu, sewaktu folikel terus

tumbuh, estrogen yang dihasilkan juga meningkat karena bertambahnya jumlah sel

folikel penghasil estrogen. Pada keadaan SOPK kelainan utama anovulasi tampaknya

karena kelebihan produksi androgen di dalam ovarium yang menyebabkan sejumlah

besar folikel preovulasi gagal untuk merespons FSH. 13

Sel theca yang membungkus folikel dan memproduksi androgen yang

nantinya akan dikonversi menjadi estrogen didalam ovarium menjadi sangat aktif dan

responsif terhadap stimulasi LH. Sel theca akan lebih besar dan akan menghasilkan

androgen lebih banyak. Sel-sel theca yang hiperaktif ini akan terhalang maturasinya

sehingga akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif dan aktifitas aromatisasinya

menjadi minimal.14

12

Page 13: skripsi baru

Akibat ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka terjadi pembentukan

kista-kista dengan diameter antara 2-6 mm dan masa aktif folikel akan memanjang,

sehingga akan terbentuk folikel-folikel berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-

sel theca yang hiperplastik yang mengalami luteinisasi sebagai respon peningkatan

kadar LH.14

Gambar 2.Peningkatan produksi androgen oleh sel theca karena pengaruh LH yang tinggi.14

Hiperespons pada ovarium dan androgen adrenal pada LH dan kortikotropin

menjadi karakteristik wanita yang mengalami SOPK akibat hasil dari peningkatan

stimulasi insulin secara kronik. Terlihat pada gambar bahwa kombinasi dari

peningkatan level androgen dan obesitas akan meningkatkan aromatisasi

ekstraglandular pada jaringan lemak dan menyebabkan pembentukan estrogen

13

Page 14: skripsi baru

(asiklikestrogen) dalam bentuk estrone meningkat yang berdampak umpan balik

positif terhadap LH dan umpan balik negatif terhadap FSH sehingga kadar LH

meningkat dan kadar FSH menurun dalam plasma. Akibat dari peningkatan kadar LH

dalam plasma akan meningkatkan stimulasi stroma pada sel theca dan menjadikan

androgen meningkat.14

Dalam patogenesis SOPK resistensi insulin telah memperoleh peran penting

dalam beberapa waktu. Insulin adalah hormon yang diperlukan oleh sel untuk

mendapatkan energi dari glukosa. Namun kadang-kadang sel tidak menunjukkan

respon yang memadai terhadap aktivitas insulin. Keadaan ini disebut sebagai

resistensi insulin.1,15

Resistensi insulin menyebabkan kenaikan kadar gula darah dan diabetes. Lebih

dari 40% penderita SOPK menunjukkan adanya resistensi insulin, dan lebih dari 10%

diantaranya akan menderita diabetes melitus tipe 2 saat berusia sekitar 40 tahun.

Kadar insulin yang tinggi seperti ini dapat meningkatkan kadar hormon pria sehingga

keluhan SOPK menjadi semakin parah.1,15

Gangguan akibat dari resistensi insulin mengacu pada metabolisme glukosa.

Kompensasi akibat adanya hiperinsulinemia adalah peningkatan kerja insulin dan

menyebabkan efek-efek yang berlebihan pada organ lain termasuk stimulasi sekresi

androgen ovarium oleh sel-sel adrenal. Insulin juga dapat menurunkan produksi sex

hormone-binding globulin (SHBG) di liver.1,15

G. Cara menegakkan diagnosis sindroma ovarium polikistik

14

Page 15: skripsi baru

Cara menegakkan diagnosis SOPK menurut konsensus Rotterdam tahun 2003

mengenai sindrom ovarium polikistik, bahwa kriteria diagnostik untuk SOPK adanya

2 dari 3 keadaan berikut yaitu: oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-tanda

hiperandrogenisme secara klinis maupun biokimia dan ovarium polikistik dimana

keadaan-keadaan tersebut diatas bukan disebabkan oleh hiperplasia adrenal

kongenital, tumor yang mensekresi androgen atau cushing syndrome. Tanda

hiperandrogenisme jika ditemukan adanya hirsutisme (dengan nilai skore ferryman-

gallwey ≥8). Pengukuran biokimia hiperandrogenisme ditentukan dengan serum

androgen (testosteron bebas, testosteron total, dehydroepiandrosteron sulfat, dan

androstenedion). 16

Ada juga kriteria diagnosis yang direkomendasikan oleh The European Society

for Human Reproduction and Embryology dan The American Society for

Reproductive Medicine . Dimana untuk menegakkan diagnosis SOPK apabila

sekurangnya 2 dari kriteria yang ada terpenuhi. Kriteria diagnosisnya adalah:

1. oligo-ovulasi atau anovulasi yang bermanifestasi sebagai oligomenorea dan

amenorrhea.

2. Hiperandrogenisme (secara klinis ada peningkatan androgen) atau

hiperandrogenemia (secara biokimiawi terdapat peningkatan hormon

androgen)

3. Polikistik ovarii ( seperti yang tampak melalui pemeriksaan ultrasonografi.

15

Page 16: skripsi baru

Polikistik ovarii didefinisikan sebagai adanya 12 atau lebih folikel pada sekurangnya

1 ovarium dengan ukuran diameter 2-9 mm atau volume total ovarium > 10 cm3.16

Meskipun banyak wanita dengan SOPK adalah obesitas, obesitas bukan

merupakan bagian dari kriteria diagnostik untuk SOPK. Bahkan banyak wanita yang

ramping juga dapat memiliki SOPK . Wanita dengan SOPK diketahui berada pada

resiko peningkatan resistensi insulin. Pada wanita kurus dengan SOPK, Resistensi

insulin ini dianggap serupa dalam tingkat keparahan dengan pada wanita yang

mengalami obesitas dan tidak memiliki SOPK. Karena resistensi insulin tersebut,

wanita dengan SOPK memiliki resiko terkena diabetes mellitus tipe 2.17

H. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi

dan mengobati SOPK. Pengobatan terapi bertujuan, pertama melancarkan siklus haid

dan mengembalikan kesuburan, kedua merubah gangguan metabolik glukosa dan

metabolisme lipid, ketiga mengidealkan berat badan karena kejadiannya berhubungan

dengan kesakitan. Terapi SOPK dapat dilakukan dengan cara farmakologi maupun

dengan secara operatif.

1. Secara farmakologi dapat dilakukan dengan :

1.1 Terapi Metformin

Intoleransi glukosa dapat diatur dengan diet dan olahraga, dan pengontrolan berat

badan adalah yang paling tepat. Metformin dapat mengubah sensitifitas insulin dan

metabolisme glukosa dan memperbaiki hiperandrogenisme dan haid yang tidak

16

Page 17: skripsi baru

teratur. Metformin juga bermanfaat untuk menormalkan lipid. Metformin diberikan

pada dosis yang bervariasi mulai dari 1,5-2,5 mg/hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis.

Efek samping ringan yang dialami seperti gejala gangguan sistem pencernaan (mual,

rasa logam di mulut, dan perubahan frekuensi buang air besar) dapat terjadi pada 5-

10% kasus, tapi obat dapat ditoleransi dengan baik jika peningkatan dilakukan secara

bertahap. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah asidosis laktat yang untungnya

terjadi sangat jarang dan hampir selalu berhubungan dengan kondisi hipoksia yang

menjadi kontraindikasi terapi dengan metformin.18

1.2 Clomiphene citrate

Meskipun sejumlah obat telah digunakan untuk menginduksi ovulasi pada

wanita dengan sindrom ovarium polikistik, clomiphene citrate adalah sederhana, dan

telah terbukti. Clomiphene adalah zat antiestrogenik yang mempromosikan pelepasan

FSH dari kelenjar pituitari, sehingga merangsang perkembangan folikel ovarium dan

ovulation. Pengobatan dengan clomiphene, wanita anovulasi (sekitar setengah dari

mereka yang cenderung memiliki sindrom ovarium polikistik atas dasar adanya

hyperandrogenemia) menghasilkan angka kehamilan kumulatif dari 56% setelah

enam siklus pengobatan. Baru-baru ini, tingkat kehamilan kumulatif dari 73%

dilaporkan ketika pengobatan dengan clomiphene citrate adalah diulang sampai

sembilan siklus ovulasi.19

2. Untuk terapi secara operatif dapat dilakukan :

2.1 Reseksi baji ovarium (Ovarian Wedge Resection)

Reseksi baji ovarium dapat dilakukan secara laparatomi atau laparoskopi.

Reseksi baji ovarium direkomendasi oleh Kistner dan Patton terhadap pasien SOPK

17

Page 18: skripsi baru

yang mengalami ovulasi pada pemberian clomiphene citrat namun tidak terjadi

kehamilan. Keduanya menganjurkan tindakan reseksi baji dilakukan pada pasien

yang tidak mengalami kehamilan setelah 7 atau 8 kali siklus pengobatan dengan

clomiphene citrat. Pada reseksi baji ovarium dilakukan insisi 2 – 3 cm pada korteks

ovarium yang menebal. Insisi dibuat sesuai dengan alur ovarium, dan dihindari

daerah hilus ovarium untuk menghindari terjadinya perdarahan yang banyak. Melalui

lubang insisi bagian medulla diangkat dan sebanyak mungkin korteks ovarium

dipertahankan. Gjonnaess (1984) melakukan prosedur reseksi baji ovarium secara

laparoskopi. Dengan memakai elektrode unipolar dibuat 8 – 15 lubang sedalam 2 – 4

mm pada kapsul pada masing-masing ovarium. Dengan tindakan ini ovulasi dapat

disembuhkan pada 92% pasien dengan angka keberhasilan kehamilan sebesar 80%.15

2.2 Pengeboran (pembuatan lubang) ovarium dengan Laser secara Laparoskopi

(Laparoscopy Laser Ovarian Drilling)

Tindakan pengeboran ovarium dengan laser diperkenalkan dan digunakan

untuk terapi SOPK sejak 15 tahun terakhir. Dasar tindakan ini adalah bahwa laser

memiliki densitas power yang terkontrol sehingga didapat kedalaman penetrasi pada

jaringan sesuai yang diharapkan serta kerusakan jaringan akibat pengaruh panas yang

dapat diprediksi. Pemakaian laser juga akan mengurangi resiko perlengketan.

Beberapa jenis laser yang sering digunakan adalah : karbon dioksida (CO2), argon

dan YAG. Tindakan pengeboran ovarium dengan laser dilakukan dengan laparoskop

dengan diameter 10 mm yang dihubungkan dengan laser CO2. Dapat digunakan CO2

ultrapulsa (40 – 80 W, 25 – 200 mJ) atau CO2 superpulsa (25 – 40 W). Seluruh

18

Page 19: skripsi baru

folikel subkapsular yang tampak divaporisasi dan dibuat lubang ukuran 2 – 4 mm

secara acak pada stroma ovarium. Tahun 1997 tehnik tindakan pengeboran ovarium

dengan laser distandarisasi dengan menggunakan jarum elektrode unipolar yang

ditusukkan kedalam kavum abdomen secara tegak lurus, dibuat 10 – 15 tusukan pada

masing-masing ovarium dengan arus koagulasi sebesar 40-W selama 2 detik pada

masing-masing tusukan. Dengan menggunakan laser YAG, Huber dkk (1988)

melakukan pengeboran ovarium sebanyak 3 – 5 buah pada masing ovarium dengan

panjang 5 – 10 mm dan kedalaman 4 mm. Tindakan ini berhasil memberikan ovulasi

spontan pada 5 dari 8 orang pasien yang diterapi. Danielle (1989) melakukan

pengeboran ovarium dengan menggunakan laser argon, CO2 atau kalium titanyl

phosphate (KTP) dimana dibuat tehnik 2 tusukan (two-puncture technique) untuk

drainage folikel subkapsular yang tampak dan membuat lubang pada stroma ovarium.

Tindakan ini memberikan ovulasi spontan pada 71% kasus. Dari beberapa penelitian

penggunaan laser untuk pengeboran ovarium didapati hasil ovulasi spontan antara 70

– 80% dengan tingkat keberhasilan kehamilan antara 56 – 80%.15

19

Page 20: skripsi baru

BAB III

PEMBAHASAN

Hampir setiap pasangan di dunia menginginkan seorang anak, namun

sayangnya tidak setiap perkawinan dianugerahi keturunan. Di Indonesia terdapat

sekitar 10-15% pasangan mengalami infertilitas. Infertilitas adalah kegagalan

pasangan untuk hamil setelah satu tahun memiliki hubungan seksual yang teratur

tanpa kontrasepsi. Infertilitas bisa primer atau sekunder. Infertilitas primer adalah

istilah yang menggambarkan pasangan yang belum pernah hamil, sedangkan

infertilitas sekunder mengacu pada pasangan yang telah mencapai kehamilan di masa

lalu tapi tidak mampu mendapatkannya lagi. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan

infertilitas dapat disebabkan oleh faktor suami maupun faktor istri. Angka kejadian

infertilitas karena faktor istri mencangkup 40-50% dikarenakan adanya masalah pada

ovarium yang mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi atau anovulasi. Anovulasi

sendiri dapat disebabkan oleh bermacam-macam kelainan seperti kelainan interaksi

susunan saraf pusat (SSP)-hipotalamus, kelainan perangkat hipotalamus-hipofisis,

kelainan pada mekanisme umpan balik, kelainan pada ovarium (Sindroma ovarium

resisten gonadotropin, Sindroma luteinized unruptured follicle (LUF), dan Sindrom

20

Page 21: skripsi baru

ovarium polikistik). Peringkat utama infertilitas yang disebabkan oleh anovulasi

dimiliki oleh sindrom ovarium polikistik, yaitu sebanyak 70%.5

Sindrom ovarium polikistik merupakan salah satu penyebab ketidaksuburan

(infertilitas) karena kegagalan terjadinya proses ovulasi, keluarnya sel telur (ovum)

dari indung telur (ovarium). Sindrom ovarium polikistik didefinisikan sebagai

kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya proses anovulasi (tidak keluarnya

ovum) kronis disertai perubahan endokrin (seperti hiperinsulinemia dan

hiperandrogenemia). Beberapa komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada

pengidap sindrom ovarium polikistik meliputi peningkatan risiko diabetes melitus

tipe 2, gangguan toleransi glukosa (resistensi insulin), kadar lipid dalam darah

abnormal (dislipidemia), penyakit kardiovaskular, penebalan dinding rahim, dan

infertilitas. Sindrom ovarium polikistik biasanya terjadi pada usia reproduktif (antara

15 sampai 40 tahun) dan angka kejadiannya sekitar 5-10%. Penyebab pastinya hingga

kini belum banyak diketahui. Sindrom ovarium polikistik pertama sekali ditemukan

oleh Stein dan Leventhal pada sekitar tahun 1935. Kelainan atau sindrom ini

bukanlah sebuah penyakit, melainkan kelompok gejala. Gambaran klinis yang

dijumpai pada umumnya berupa amenorea (tidak ada menstruasi/haid), oligomenorea

(haid yang sedikit), infertilitas (ketidaksuburan), hirsutisme (tumbuhnya rambut

berlebihan), adipositas (kegemukan), dan pembesaran kedua ovarium. Sindrom

ovarium polikistik ini cukup erat kaitannya dengan peristiwa tidak terjadinya proses

ovulasi (anovulasi). setiap kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya

anovulasi kronis akan menyebabkan terjadinya sindrom ovarium polikistik.3

21

Page 22: skripsi baru

Wanita dengan SOPK baik yang memiliki berat badan normal ataupun yang

mengalami obesitas memiliki masalah besar, yaitu resistensi insulin. Resistensi

insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk beradaptasi dengan

asupan normal glukosa atau ketidakmampuan insulin menghasilkan efek fisiologis

metabolik yang memadai bagi tubuh. Gangguan metabolik inilah yang sesungguhnya

menjadi patofisiologi kunci bagi timbulnya berbagai gejala klinis yang telah

disebutkan sebelumnya. Resistensi insulin merupakan masalah sentral pada wanita

dengan SOPK. Wanita dengan SOPK mengalami masalah jangka pendek dan jangka

panjang sebagai konsekuensi resistensi insulin dan compensatory hiperinsulinemia

yang terjadi. Hampir semua manifestasi klinis SOPK ternyata berkaitan dengan

gangguan ini dan derajatnya bertambah berat seiring dengan perjalanan waktu.

Masalah jangka pendek yang bisa terjadi karena gangguan ini meliputi anovulasi,

hiperandrogenisme, infertilitas dan abortus. Kelainan metabolik pada SOPK apabila

tidak ditangani dengan baik akan berkembang menjadi kelainan metabolik endokrin

yang bersifat kronis dan progresif. Gangguan metabolik pada SOPK diketahui

berkaitan erat dengan kejadian DM tipe 2, hipertensi dan dislipidemia.20

Pada wanita dengan SOPK, akan dijumpai pengeluaran LH (luteinizing

hormone) yang berlebihan. LH menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis

androgen di ovarium. Dijumpai peningkatan rasio LH terhadap FSH (follicle

stimulating hormone). Penyebab peningkatan pengeluaran LH dari hipofisis dan

peningkatan sintesis hormon steroid seks di ovarium masih belum diketahui. Adanya

resistensi insulin merupakan defek primer pada SOPK yang menyebabkan

hiperinsulinemia. Sel theca menjadi sangat aktif dan responsif terhadap stimulasi LH.

22

Page 23: skripsi baru

Sel theca adalah pembungkus folikel dan memproduksi androgen yang nantinya akan

dikonversi menjadi estrogen didalam ovarium. Sel theca akan lebih besar dan

menghasilkan androgen lebih banyak. Sel-sel theca yang hiperaktif ini akan terhalang

maturasinya sehingga akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif. Akibat

ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka terjadi pembentukan kista-kista dengan

diameter antara 2-6 mm dan masa aktif folikel akan memanjang, sehingga akan

terbentuk folikel-folikel berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-sel theca yang

hiperplastik yang mengalami luteinisasi. Dampaknya akan terjadi anovulasi dan

menyebabkan infertilitas.14,20

Untuk mendiagnosis SOPK dapat menggunakan kriteria diagnosis menurut

konsensus Rotterdam tahun 2003 maupun menurut The European Society for Human

Reproduction and Embryology dan The American Society for Reproductive Medicine

mengenai sindroma ovarium polikistik. Kriteria diagnostik untuk SOPK bila

ditemukan dua dari tiga gejala berikut yaitu : oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-

tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun biokimia dan ovarium polikistik.

Dimana keadaan diatas bukan disebabkan oleh hiperplasia adrenal kongenital maupun

tumor. Yang mana kedua keadaan tersebut dapat mensekresi androgen. Pengukuran

biokimia hiperandrogenisme dapat ditentukan dengan serum androgen (testosteron

bebas, testosteron total, dehydroepiandrosteron sulfat/DEAS, dan androstenedion)

untuk mengetahui apakah terdapat tumor di ovarium dan suprarenal. Kadar DEAS

yang tinggi menggambarkan adanya tumor di kelenjar suprarenal. Kadang-kadang,

perlu juga dilakukan pemeriksaan hormon 17-alfa hidroksi progesteron, kadarnya

yang tinggi menandakan adanya hiperplasia adrenal kongenital (defisiensi enzim 21-

23

Page 24: skripsi baru

hidroksilase). sedangkan tanda hiperandrogenisme secara klinis adalah ditemukan

hirsutisme yaitu  kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan rambut yang

berlebihan pada wanita akibat kadar androgen yang lebih tinggi dari normal. Dan

dengan pemeriksaan ultrasonografi ditemukan adanya 12 atau lebih folikel pada

sekurangnya 1 ovarium dengan ukuran diameter 2-9 mm atau volume total ovarium >

10 cm3.16,17

Setelah sindroma ovarium polikistik didiagnosa maka dapat dilakukan

penatalaksanaan dengan tujuan menghilangkan gejala dan tanda hiperandrogenisme,

mengembalikan siklus haid menjadi normal, memperbaiki fertilitas dan

menghilangkan gangguan metabolisme yang terjadi. Terapi SOPK dapat dilakukan

dengan pendekatan secara non farmakologis dan secara farmakologis. Secara non

farmakologis, penurunan berat badan akan memberikan pengaruh terhadap kadar

hormon dalam sirkulasi. Satu penelitian menerangkan pada 6 orang penderita SOPK

yang mengalami penurunan berat badan rata-rata sebesar 16,2 kg akan menyebabkan

penurunan kadar testosteron, 4 orang diantaranya terjadi ovulasi. Secara farmakologis

dapat diberikan antiandrogen untuk menurunkan produksi testosteron maupun untuk

mengurangi kerja dari testosteron. Contoh obat antiandrogen adalah Cyproterone

acetat yang bersifat kompetitif-inhibisi terhadap testosteron dan dyhidrotestosteron

pada reseptor androgen. Dosis 100 mg perhari pada 5-15 siklus haid. Metformin

dapat mengubah sensitifitas insulin dan metabolisme glukosa dan memperbaiki

hiperandrogenisme dan haid yang tidak teratur. Metformin bertujuan untuk menekan

aktifitas chytochrom P450c-17α ovarium yang akan menurunkan kadar androgen,

LH, dan hiperinsulinemia. Metformin juga bermanfaat untuk menormalkan lipid.

24

Page 25: skripsi baru

Metformin diberikan pada dosis yang bervariasi mulai dari 1,5-2,5 mg/hari dibagi

dalam 2 atau 3 dosis. Terapi pilihan untuk induksi ovulasi dan mengembalikan fungsi

fertilisasi dapat menggunakan Clomiphene citrat. Pada keadaan hiperandrogen pada

wanita dan anovulasi, clomiphene citrat dilaporkan meningkatkan frekuensi siklus

ovulasi sampai 80% dengan rata-rata terjadi kehamilan sekitar 67%. Dosis diberikan

50 mg satu kali pemberian perhari dengan dosis maksimal perhari dapat ditingkatkan

menjadi 200 mg. Terapi secara operatif juga dapat dilakukan untuk menangani

SOPK. Yaitu Reseksi baji ovarium yang dapat dilakukan dengan cara laparoskopi

atau laparatomi yang dilakukan pada pasien yang telah diberikan clomiphene citrat

namun tidak terjadi kehamilan. Terapi operatif yang kedua adalah Pengeboran

ovarium dengan Laser secara Laparoskopi (Laparoscopy Laser Ovarian Drilling).

Dasar tindakan ini adalah bahwa laser memiliki densitas power yang terkontrol

sehingga didapat kedalaman penetrasi pada jaringan sesuai yang diharapkan serta

kerusakan jaringan akibat pengaruh panas yang dapat diprediksi. Pemakaian laser

juga akan mengurangi resiko perlengketan. Dengan melakukan terapi diatas baik

secara farmakologis maupun secara operatif dengan tujuan mampu menormalkan

siklus ovulasi pada penderita SOPK.15

25

Page 26: skripsi baru

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ada pengaruh sindroma ovarium polikistik terhadap infertilitas. Dimana pada

sindroma ovarium polikistik terjadi kegagalan proses ovulasi oleh karena produksi

androgen yang berlebihan di dalam ovarium yang menyebabkan sejumlah besar

folikel preovulasi gagal untuk merespons FSH dan folikel menjadi tidak matang.

Maka terjadi pembentukan kista-kista dengan diameter antara 2-6 mm dan masa aktif

folikel akan memanjang, sehingga akan terbentuk folikel-folikel berbentuk seperti

kista yang dilapisi oleh sel-sel theca yang hiperplastik dan mengakibatkan wanita

mengalami kegagalan dalam proses ovulasi hingga menyebabkan wanita menjadi

infertil.

B. SARAN

Masyarakat hendaknya mengenal lebih jauh tentang sindroma ovarium

polikistik. Terutama wanita muda usia reproduktif. Informasi mengenai sindroma

ovarium polikistik yang merupakan salah satu penyabab infertilitas pada wanita perlu

dibagikan kepada masyarakat melalui edukasi dan penyuluhan dapat dilakukan oleh

26

Page 27: skripsi baru

tenaga medis, dan kemudian dapat dipublikasikan melalui media kesehatan sehingga

dapat mengurangi angka infertilitas akibat sindroma ovarium polikistik

DAFTAR PUSTAKA

1. Brassard, Maryse. Basic Infertility Including Polycystic Ovary Syndrom. Med Clin N Am 2008; 92: 1163–1192

2. Kandarakis ED. Polycystic ovarian syndrome: pathophysiology, molecular aspects and clinical implications. Expert Reviews. Jan 2008; 10(e3): 1-21

3. Susanto E, Santoso B, Samsulhadi, Widjiati. Korelasi Jumlah Ekspresi Reseptor IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1) dan Kelenjar Endometrium Rattus norvegicus Strain Wistar Model SOPK (Sindroma Ovarium Polikistik) Yang Mendapat Testosteron. Majalah Obstetri & Ginekologi. 2011;19:1-5

4. Heffner L, Schust D. At a Glance Sistem Reproduksi. Erlangga Medical Series. 2006;2:76

5. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. EGC. 2008;9:679-680

6. Ayaz A, Alwan Y, Faroog MU. Efficacy of combined metformin–clomiphene citrate in comparison with clomiphene citrate alone in infertile women with polycystic ovarian syndrome (SOPK). Journal of Medicine and Life. 2013;6:198-201

7. Mohammadi E, Rafraf M, Farzadi L, Jafarabadi MA, Sabour S. Effects of omega−3 fatty acids supplementation on serum adiponectin levels and some metabolic risk factors in women with polycystic ovary syndrome. Asia Pac J Clin Nutr 2012;21(4):511-518

8. Legro RS, Kunselman AR, Bryzski RG, Casson PR, Diamond MP, Schlaff WD, et all. The pregnancy in polycystic ovarium syndrome II (PSOPK II) Trial: Rationale and Design of a doubleblind Randomized trial of clomiphene citrate and Letrozole for the treatment of infertility in women with polycystic ovary syndrome. National Institute of Healty. May 2012;33(3):470-481

9. Baziad A. Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog GnRH. Cermin Dunia Kedokteran. 2012;39:573-5

27

Page 28: skripsi baru

10. Gersak K, Ferk P. Genetics of Polycystic Ovary Syndrome. Gynaecol Perinatol. 2007;16(2):53–57

11. Ahmed, M.I. Naltrexone treatment in clomiphene resistant woman with polycystic ovary syndrome. Human reproduction 2008; 23(11):2564-2569.

12. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC 2011;6:347-9

13. Fairley, Diana H, Taylor A. Anovulation. BMJ 2009; 327: 546-549

14. Hadibroto BR. Sindrom ovarium polikistik. Majalah kedokteran nusantara FKUSU 2005; 38(4): 333-7

15. Yu L, Liao Y, Wu H, Zhao J, Wu L, Shi Y, et all. Effects of electroacupuncture and Chinese kidney-nourishing medicine on polycystic ovary syndrome in obese patients. Journal of Traditional Chinese Medicine. June 2013; 33(3): 287-293

16. Lamb JD, Johnstone EB, Rousseau JA, Jones CL, Pasch LA, Cedars MI. Physical activity in women with polycystic ovary syndrome: prevalence, predictors, and positive health associations. Am J Obstet Gynecol 2011;204:352.e1-6.

17. Stoval DW, Bailey AP, Pastore LM. Assessment of Insulin Resistance and Impaired Glucose Tolerance in Lean Women with Polycystic Ovary Syndrome. Journal of womens health 2011;20:37-43

18. Nestler JE. Metformin for the treatment of the polycystic ovary syndrome. N Engl J Med 2008; 358: 47–54

19. Guzick DS. Treating the Polycystic Ovary Syndrome the Old-Fashioned Way. N Engl J Med 2007; 366:6: 622-4

20. Djuwantono T, Tjahyadi D, Ritonga MA. Isu terkini penanganan yang tepat dampak metabolik sindroma polikistik ovarium. Continuing Medical Education (CME) on Clinical Reproductive Endocrinology for Medical Practice. Okt 2010: 1-20

28

Page 29: skripsi baru

BIODATA MAHASISWA

BIMBINGAN SKRIPSI FK UKI T.A 2013/2014

NAMA : NANGGALA PUTRA RAHANDA

NIM : 1161050028

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : SURABAYA, 25 JUNI 1993

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SLTP : SMP NEGERI 7 DEPOK

2. SLTA : SMA NEGERI 4 DEPOK

3. UNIVERSITAS : UNIVERSITAS KRISTENINDONESIA

JUDUL SKRIPSI :

PENGARUH SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK TERHADAP INFERTILITAS

29

Page 30: skripsi baru

30