sistem pembangkit hybrid fotovoltaik

Upload: muhammad-alfian

Post on 14-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jiij

TRANSCRIPT

SISTEM PEMBANGKIT HYBRID FOTOVOLTAIK-DIESEL SEBAGAI ALTERNATIF SUPLAI DAYA LISTRIK DI PEDESAAN

SISTEM PEMBANGKIT HYBRID FOTOVOLTAIK-DIESEL SEBAGAI ALTERNATIF SUPLAI DAYA LISTRIK DI PEDESAAN

DR. Ir. Didik Notosudjono Msc.

Dimas Bangun Fiddiansyah.ST.

Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Pakuan, Bogor

E-Mail: [email protected] Abstrak

Sebagian besar Pembangkit listrik yang berada di daerah pedesaan terpencil di Indonesia biasanya disuplai oleh PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Pengimplementasian PLTD yang beroperasi secara tunggal di daerah terpencil mengakibatkan biaya operasional yang tinggi yang disebabkan oleh tingginya biaya bahan bakar (termasuk tingginya biaya transportasi) dan kesulitan penyediaan komponen pemeliharaan. Sistem pembangkit hibrid yang mengkombinasikan fotovoltaik dan PLTD yang diimplementasikan di 6 desa di Sulawesi Tengah adalah merupakan suplai daya alternatif di daerah terpencil yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN. Penelitian ini akan menganalisa performansi pada sulai daya, tekno ekonomi dan dampak lingkungan dalam pengimplementasian sistem pembangkit hibrid yang terletak di desa Bou, salah satu dari enam desa di Sulawesi Tengah. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sistem hibrid fotovoltaik-PLTD dapat menghemat pemakaian bahan bakar minyak sebesar 196,23 liter per hari untuk operasi PLTD selama 24 jam dan 88,23 liter per hari untuk operasi PLTD selama 12 jam. Di lain pihak, sistem hibrid fotovoltaik-PLTD menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih sedikit dibandingkan dengan PLTD yang beroperasi secara tunggal, dimana mampu menekan emisi gas CO2 sebesar 133.215,98 ton/tahun untuk pengoperasian PLTD selama 24 jam dan 31.796,5 ton/tahun untuk pengoperasian PLTD selama 12 jam.

Kata kunci : PLTD, Fotovoltaik, Sistem Pembangkit Hibrid.

I. Latar Belakang

Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga PLTD (PLTD) yang ada di beberapa daerah terpencil, menjadikan masalah baru dengan semakin tingginya biaya operasional terutama untuk biaya bahan bakar yang sampai saat ini cadangannya di Indonesia semakin menipis dan dampak negatif dari polusi yang ditimbulkannya terhadap lingkungan hidup.

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya biaya operasi dan pemeliharaan dari PLTD yang saat ini banyak diterapkan di daerah pedesaan terpencil adalah tidak beroperasinya PLTD tersebut secara optimal dan efektif. Hal ini disebabkan oleh karakteristik beban yang berada di daerah pedesaan yaitu besarnya perbedaan antara beban dasar (base load) yang biasanya terjadi pada siang hari dan beban puncak (peak load) yang terjadi pada malam hari. Pada sistem yang konvensional, yaitu untuk pelistrikan yang hanya menggunakan PLTD pada saat PLTD tersebut dioperasikan pada beban rendah (pada beban dasar) menjadi tidak efisien, karena PLTD sendiri akan bekerja secara optimal pada saat beroperasi pada kapasitas pembebanan 80%-90% dari kapasitas nominalnya (rated capacity) dan pada saat beroperasi pada beban rendah menjadi kurang efisien karena PLTD yang dioperasikan pada beban rendah membuat keperluan akan perawatannya menjadi meningkat (Advance Energy Sistems;1999, 2). Untuk mereduksi penggunaan bahan bakar minyak pada PLTD yang berada di daerah pedesaan, maka dapat dioptimalkan dengan penerapan sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-PLTD. Pembangkit listrik dengan sistem hibrid yang menggabungkan antara sel fotovoltaik dan generator PLTD merupakan salah satu alternatif untuk suplai daya listrik di daerah terpencil yang bertujuan untuk memanfaatkan sel fotovoltaik yang digunakan sebagai suplai daya pada saat beban rendah (beban dasar) dan mengoptimalkan kerja generator PLTD pada kondisi pembebanan nominalnya (80 % - 90 % dari kapasitas nominal). Sistem energi hibrid merupakan gabungan dari dua atau lebih sistem pembangkit tenaga listrik menjadi satu sistem pembangkit (Wachjoe;1999, 2). Penerapan teknik hibrid diharapkan dapat menghasilkan suatu kombinasi sumber daya energi terbarukan yang lebih andal dan efektif. Teknologi pembangkit listrik sistem hibrid fotovoltaik-PLTD yang dikembangkan di beberapa daerah di Sulawesi Tengah sampai saat ini masih relatif baru dimana implementasinya sendiri masih pada tahap percontohan (Pilot Project), baik perkembangannya di Indonesia maupun di Dunia.II. Teori Konsep Sistem Pembangkit Hibrid Fotovoltaik-PLTD

Prinsip dasar dari sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-PLTD adalah bagaimana suatu system pembangkit hibrid tersebut dapat memanfaatkan modul-modul surya untuk membangkitkan energi listrik seoptimal mungkin sehingga dapat menghemat pemakaian bahan bakar konvensional yang berasal dari PLTD. Sistem hibrid tersebut menggunakan bus tunggal (bus beban AC) dan suatu generator PLTD. Sebuah kontroler (Pengontrol) utama berfungsi untuk mengawasi operasi dari sistem tersebut dan menjaga proses pengisian dan pelepasan muatan dari suatu baterai agar tidak terjadinya kelebihan dan kekurangan muatan melebihi batas yang telah ditetapkan pada sistem penyimpan energi. Alat ini juga mengatur operasi kerja paralel baik dari generator PLTD dan inverter. Inverter dari sistem pembangkit hibrid mampu untuk melakukan kerja operasi dua arah (bidirectional) yang berarti bahwa sistem mempunyai 3 mode operasi.

Sumber: Sumber: http:// www.aes.ltd.Gambar 1. Konfigurasi dari kontroler Static Power Pack

Dengan sistem penyimpanan energi (battery bank), beban ringan atau kecil dapat disuplai dari betere dan sel surya yang dikirim melalui inverter. Pada beban menengah, PLTD secara otomatis dapat bekerja untuk mensuplai beban dan kelebihan energi dari PLTD digunakan mengisi muatan pada baterai. Selama beban puncak, baik baterai maupun PLTD dapat beroperasi secara paralel untuk mensuplai beban. Kentungan utama dari sistem hibrid tersebut bahwa PLTD, inverter dan baterai dapat dioperasikan untuk mengantisipasi bentuk dari perubahan beban untuk menghasilkan unjuk kerja sistem yang optimum.III. Analisa Data

Rancangan Teknis

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di desa Bou, sulawesi Tengah, jumlah rumah yang ada di desa ini adalah sebanyak 199 rumah, dengan rata-rata pemakaian energi sebesar 250 Wh/rumah/hari. Sehingga perhitungan penentuan kapasitas terpasang dari setiap komponen sistem Pembangkit hibrid fotovoltaik-disel sebagai berikut:

1. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk 199 rumah adalah sekitar 49,75 KWh /rumah/hari : 199 rumah x 250 Wh/rumah/hari = 49,75 KWh/hari

2. Kontribusi sumber energi yang berasal dari energi surya yang dalam hal ini digunakan sebagai beban dasar (base load) digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi sebesar 50 %, sehingga kapasitas sumber energi surya :

(50 % x 49,75 ) / (5,1 x 1 x 0,7), hasilnya mendekati 8 kWp, dimana :

Q = Insolasi (radiasi energi matahari) = 5,1 kWh/m2A = Standar radiasi matahari pada 250C (kWh/m2), A = 1

0.7 = Faktor rugi-rugi pada modul surya

3.Kapasitas baterai :

[2 x (49,75 25 kWh) x 1000] / (0,8 x 0,8 x 120 V ) = 650 Ah, dimana hasilnya mendekati 650 Ah, dimana :

Waktu otonomi

= 2 hari

Tingkat pengosongan

= 80 %

Efisiensi baterai

= 80 %

Tegangan nominal DC= 120 V

4. Kapasitas Disel yang harus ditentukan untuk mampu memenuhi kebutuhan beban puncak dalam sistem hibrik fotovoltaik-disel ini adalah sebesar 25 kVA. Dengan mempertimbangkan faktor daya sebesar 0,8 sehingga kapasitas disel adalah sebesar 30 kVA.

5. Berdasarkan teori dan informasi yang diperoleh dari penerapan sistem hibrida sebelum penerapannya di desa Bou-Sulawesi tengah,maka kapasitas inverter sebaiknya sama dengan kapasitas disel , sehingga kapasitas disel 30 kVA.Tabel 1

Penetuan Kapasitas Komponen sistem Hibrid Fotovoltaik-Disel di Desa Bou

Kapasitas Modul SuryaKapasitas BateraiKapasitas InverterKapasitas Disel

8 kWp650 Ah30 kVA30 kVA

Profil Beban di Desa Bou

Di bawah ini adalah contoh profil beban harian yang terdapat di desa Bou, dimana pada umumnya pertumbuhan beban akan meningkat mendekati sore hari.

Sumber : Analisa Author dan data LSDE

Gambar 2 Profil Beban Harian di Desa Bou, Sulawesi Tengah

Sistem Hibrid Fotovoltaik-PLTD merupakan pembangkit listrik yang dirancang untuk bisa memenuhi kebutuhan beban pada konsumen berdasarkan fluktuasi beban system.Dari data di lapangan menunjukkan bahwa potensi radiasi energi matahari di Sulawesi Tengah adalah sebesar 5,1 kWh/m2. Dengan lama penyinaran efektif radiasi matahari selama 7 jam (lama penyinaran rata-rata di desa Bou, Sulawesi Tengah ) dan dengan menggunakan efisiensi pada kontroler SPP sebesar 0,9, maka akan didapatkan kapasitas energi listrik yang bisa disuplai oleh modul surya ke beban. Perhitungan untuk analisa data dijelaskan sebagai berikut :P= P x Effisiensi

= 3,9105 kW x 0,9

= 3,519 kWE= P x t

= (3,519 kW ) x ( 7 jam )

= 24,636 kWh, dimanaP= Daya yang dibangkitkan oleh modul surya (kW ).

P= Daya yang diterima Bus AC

E= Energi yang dibangkitkan oleh modul surya. (kWh)

t= Lama penyinaran efektif radiasi matahari (jam/ hour)

Efisiensi SPP= 0,9 (asumsi)Analisa Perbandingan Suplai Daya Listrik Antara Sistem Hybrid dan PLTD

Analisa Perbandingan Profil Beban Harian dan PLTD yang Beroperasi Selama 24 Jam

Di bawah ini dijelaskan analisa data perhitungan besarnya energi yang disuplai oleh disel :

W (kebutuhan energi listrik) = 49,4275 kW x 1 h = 49,4275 kWh.

P (daya output sistem PLTD)

= 25 kW x 90 % = 22,5 kW

t (selang waktu operasi PLTD) = 24 jam, sehingga daya yang dibangkitkan oleh disel adalah :

E= P x t = ( 22,5 kW ) x ( 24 jam )

= 540 kWh selama sehari

Dengan karakteristik beban harian yang ditunjukkan pada gambar grafik 5.1. memperlihatkan bahwa karakteristik beban harian di desa Bou yang kebutuhan beban hariannya mencapai 49,4275 kWh, apabila hanya disuplai oleh disel yang dioperasikan selama satu hari secara penuh, maka ada energi yang terbuang satu hari sebesar :

Energi dalam satu hari = 540 kWh - 49,4275 kWh

= 490,5725 kWh/hari

Sumber : Analisa Author dan data LSDE

Gambar 3. Perbandingan Antara Karakteristik Beban Harian Dan PLTDAnalisa Perbandingan Profil Beban Harian dan PLTD yang Beroperasi

selama 12 Jam

Analisa perhitungan Karakteristik beban harian yang disuplai oleh sistem

hibrid fotovoltaik dan disel dan sistem PLTD yang beroperasi selama 12 jam yang dioperasikan mulai dari pukul 18.00 sampai pukul 06.00 dijelaskan melalui perhitungan sebagai berikut :

Energi total beban dalam satu hari (kWh)= 49,4275 x 1 = 49,4275 kWh.

P (daya output sistem PLTD)

= 25 kW x 90 % = 22,5 kWE ( Energi listrik PLTD selama 12 jam)= (22,5 kW). (12 Jam)

= 270 kWhsehingga bisa didapatkan selisih energi yang terbuang pada PLTD yang bisa dihemat dengan sistem hibrid fotovoltaik-disel adalah sebagai berikut :

Selisih Energi= 270 kWh - 49,4275 kWh

= 220,5725 kWh/hari

Sumber : Analisa Author dan data LSDE

Gambar 4. Grafik Perbandingan Antara Karakteristik Beban Harian Dan PLTD Yang Beroperasi Selama 12 Jam

Tabel 2.

Penentuan Besarnya Energi Yang Bisa Dihemat Oleh Sistem Hibrid Pada Berbagai Operasi PLTD

Operasi PLTD Selama 24 JamOperasi PLTD Selama 12 Jam

Energi Yang Dihasilkan (kWh) / hariEnergi yang mampu dihemat / hari(kWh) oleh sistem HibridEnergi Yang Dihasilkan (kWh) / hariEnergi yang mampu dihemat / hari(kWh) oleh sistem Hibrid

540 490,5725 270220,5725

Analisa Operasional Disel pada Sistem Hibrid Fotovoltaik-Disel.

Disel pada sistem hibrid umumnya beroperasi satu kali dalam sehari yaitu ketika kondisi pembebanan telah mencapai 80 % dari kapasitas pembebanan nominal per fasa dan atau kondisi baterai mencapai nilai 50% dari tingkat pengosongan Baterai. Berdasarkan data operasional lapangan dari sistem hibrid menunjukkan bahwa disel yang beroperasi selama 2 jam 45 menit pada waktu malam hari yang dimulai pada pukul 19.37 sampai pukul 22.22. menunjukkan bahwa daya output disel yang beroperasi sebesar 90 % dari kapasitas nominalnya tidak secara optimal semua daya outputnya terserap pada waktu mensuplai beban (jumlah daya listrik yang disuplai ke beban dan digunakan untuk mengisi muatan pada baterai). Gambar grafik 5.6 menunjukkan perbandingan suplai daya listrik pada beban disel dan daya output yang dibangkitkan disel dari suatu sistem hibrid fotovoltaik-disel.

Sumber : Analisa Author dan data LSDEGambar 5. Grafik Perbandingan Daya Listrik Disel Antara Daya output pada Kapasitas 25 kW dan Daya pada Beban

Pada gambar grafik 5.6 diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu energi yang terbuang pada daya output disel tersebut karena kapasitas disel sebesar 25 KW yang beroperasi sebesar 90 % dari kapasitas nominalnya masih diatas besar daya listrik yang diterima oleh beban sehingga terdapat selisih daya output yang terbuang atau tidak terpakai yang disebabkan oleh karena kapasitas beterai yang tidak bisa menampung semua kelebihan daya output dari disel generator beroperasi. Perhitungan analisa selisih energi yang terbuang pada disel ditunjukkan sebagai berikut :

Besar daya listrik yang dibangkitkan = 22,5 kW

Durasi dari operasi disel

= 2,75 jam

Besar Energi listrik yang beroperasi = (22,5 kW). (2,75 jam)

= 61,875 kWh.

Besar Energi listrik pada beban = 34,55 kWh

Selisih Energi yang terbuang = (61,875 kWh) (34,55 kWh)= 27,325 kWhDari besarnya energi yang terbuang sebesar 27,325 kWh dalam satu hari maka dalam periode satu tahun besarnya energi yang terbuang adalah :

Besar energi yang terbuang dalam satu tahun = 27,325 kWh x 365

= 9973,625 kWh.Dengan mengetahui efisiensi disel dalam membangkitkan energi listrik sebesar 2,5 kWh tiap liternya, maka akan didapatkan besarnya bahan bakar yang dikonsumsi oleh disel saat mensuplai beban, dengan perhitungan sebagai berikut :Jumlah energi pada beban disel

= 61,875 kWh

Efisiensi bahan bakar minyak per liter

= 2,5 kWh / liter

Bahan bakar yang harus dikonsumsi disel = 61,875 kWh

2,5 kWh / liter

=24,75 literMaka besarnya bahan bakar yang dikonsumsi oleh generator disel sebesar 24,75 liter dan untuk menjaga agar tidak terjadi energi yang terbuang sebesar 27,325 kWh dalam sehari sebagaimana berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diambil langkah-langkah peningkatan kinerja pada sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-disel agar sistem hibrid tersebut dapat menghemat besarnya energi yang terbuang akibat pengoperasian dari disel pada sistem hibrid dengan 2 metode peningkatan kinerja. Kedua Metode tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Memperbesar Kapasitas beterei

Untuk meningkatkan kinerja pada sistem hibrid agar tidak ada energi yang terbuang maka dapat dilakukan peningkatan kapasitas sistem penyimpanan, dalam hal ini kapasitas baterai tersebut dapat diperbesar sehingga diharapkan dapat menampung semua kelebihan energi listrik yang berasal dari disel pada saat mensuplai beban konsumen. Analisa perhitungan untuk peningkatan kapasitas baterai tersebut adalah sebagai berikut :

E (energi yang terbuang) = 27,325 kWhEfisiensi kontroler SPP = 0,9

besar energi pada bus DC = 27,325 kWh x 0,9 =24,59 kWh V (tegangan nominal betere) = 120 V

dengan memperhitungkan tingkat pengosongan baterai (DOD)-nya 80 % dan efisiensi baterai diasumsikan 80 % dan waktu otonomi-nya (toton = 2 hari), sehingga kapasitas baterainya adalah sebagai berikut : Q (Kapasitas baterai)

= (E) / [(V) x (0,8) x (0,8)]

= (24,59 kWh) / [(120 V)(0,8)(0,8)]

= 320,2 Ah

untuk mengantisipasi terjadinya energi yang terbuang yang berasal dari kelebihan energi yang disuplai ke beban oleh disel pada sistem hibrid dapat dilakukan dengan cara memperbesar kapasitas baterai penyimpan sebesar Q = 320,2 Ah, sehingga sistem hibrid tersebut memiliki performansi yang lebih baik dengan jalan menghemat besarnya energi yang terbuang tersebut.

2. Memperkecil atau menurunkan kapasitas disel.

Metode yang kedua yang digunakan untuk menghindari terjadinya energi yang terbuang tersebut yaitu dengan cara menurunkan kapasitas disel. Pada kondisi operasional di lapangan terlihat bahwa disel dengan kapasitas 25 kW, ketika beroperasi untuk mensuplai daya daya listrik pada sisi beban terbukti bahwa beban puncak sebesar 7,74 KW masih jauh dari kapasitas disel yang beroperasi 90 % dari kapasitas nominalnya. Studi analisa untuk menurunkan kapasitas disel diperlihatkan pada perhitungan sebagai berikut :

E (besar energi yang terbuang) = 27,325 kWh

Kapasitas disel = 25 kW

Karena disel yang beroperasi sebesar 90 % dari kapasitas daya nominalnya yaitu 22,5 kW, dimana berdasarkan data lapangan disel tersebut beroperasi selama 2,5 jam, sehingga energi yang dihasilkan adalah :

E (besar energi yang dibangkitkan) = (22,5 kW) x (2,75 jam) = 61,875 kWhenergi pada beban disel = 34,55 kWh

Sehingga kapasitas disel seharusnya dibuat 130 % dari kebutuhan beban puncak pada disel tersebut. Berdasarkan data operasional lapangan, beban tertinggi dari operasional disel tersebut adalah 15 kW, sehingga perhitungan untuk mencari kapasitas baterai tersebut adalah sebagai berikut :

Kapasitas disel = (130 %) x (15 kW)

= 19,5 kW

kapasitas disel pada sistem hibrid fotovoltaik-disel berdasarkan perhitungan adalah 19,5 kW atau 24,375 kVA (dengan faktor daya = 0,8).5.5 Analisa Tekno Ekonomi Sistem Hibrid Fotovoltaik dan Disel 5.5.1 Analisa Ekonomis Sistem Hibrid Fotovoltaik-Disel di Desa Bou, Sulteng

Sistem pembangkit listrik hibrid fotovoltaik dan disel yang terpasang di desa Bou, Sulawesi Tengah terdiri dari tiga subsistem yaitu :

1. Sistem Pembangkit hibrid fotovoltaik-disel.

2.Sistem distribusi tegangan rendah 220 Volt yang terdiri dari tiang listrik, kabel listrik dan perlengkapan lainnya.

1. Instalasi rumah yang terdiri dari kabel listrik, 3 buah lampu TL, 1 buah stopkontak dan 1 unit BADIKA.

Untuk daftar penggunaan tarif listrik yang diterapkan di desa Bou, Sulawesi Tengah diperlihatkan pada tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4.

Tarif Listrik Sistem Hibrid di Desa Bou, Sulawesi TengahJenis BiayaDaya 50 WattDaya 100 WattDaya 200 Watt

Biaya sambungRp. 100.000,.Rp. 200.000,.Rp. 300.000,.

Biaya bebanRp. 6500,./ bulanRp. 7500,./ bulanRp. 8500,./ bulan

Biaya Energi 5 kWh pertamaRp. 1500/kWhRp. 1500/kWhRp. 1500/kWh

Biaya Energi 5 kWh keduaRp. 1250/kWhRp. 1250/kWhRp. 1250/kWh

Biaya Energi 5 kWh berikutnyaRp. 1000/kWhRp. 1000/kWhRp. 1000/kWh

Dari data lapangan di desa Bou, Sulawesi Tengah terdapat sebanyak 199 rumah yang terdiri dari : 114 pelanggan listrik dengan daya terpasang 50 Watt, 28 pelanggan listrik dengan daya terpasang 100 Watt, 57 pelanggan listrik dengan daya terpasang 200 Watt. Analisa untuk perhitungan tekno ekonomi diperlihatkan sebagai berikut :

1. Jumlah konsumen di desa Bou, Sulawesi Tengah adalah sebanyak 199 KK (Kepala Keluarga).

2. Biaya pemasangan energi listrik untuk masing-masing pelanggan listrik ditunjukkan pada tabel 5.5 sebagai berikut :

Tabel 5.5Daftar Tarif Biaya Pemasangan berdasarkan kapasitas terpasang

Kapasitas TerpasangJumlah KonsumenBiaya Pemasangan

Energi Listrik

50 Watt114Rp.11.400.000,.

100 Watt28Rp. 5.600.000,.

200 Watt57Rp. 17.100.000,.

19.900 Watt199Rp. 34.100.000,.Total

3.Biaya investasi awal sistem hibrid fotovoltaik-disel = + Rp. 4.000.000.000,0.

2. Biaya energi dari masing-masing konsumen /bulan = + Rp. 10.000,0

3. Pendapatan dari biaya energi pertahun = 12 x Rp. 10.000,. x 199

= Rp. 23.880.000,.

4. Kebutuhan energi selama satu tahun = 199 x 365 hari x 250 Wh/hari

= 18158750 Watt atau 18158,75 kWh.

5. Kebutuhan energi yang disuplai oleh Disel = 50 % x 18158,75 kWh

= 9079,375 kWh/tahun6. Efisiensi disel

= + 2,5 kWh/liter

7. Harga BBM solar

= Rp.2000,.

8. Biaya operasi BBM

= (9079,375 kWh)/(2,5) x Rp.2000,.

= Rp. 7.263.500,.

9. Biaya Pemeliharaan per tahun ( termasuk filter : bahan bakar, oli, udara, ganti oli, ganti suku cadang lain, gaji operator danlain-lain) = + Rp. 10.000.000,.

10. Keuntungan : (Rp. 23.880.000,.) ( Rp. Rp. 7.263.500,. + Rp. 10.000.000) = Rp. 6.615.500,.

Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa keuntungan yang didapatkan dari implementasi sistem hibrid fotovoltaik-disel selama satu tahun adalah sebesar Rp.6.615.500, yang berarti secara finansial apabila dibandingkan antara biaya investasi awal dengan keuntungan yang didapatkan pertahunnya ternyata masih belum layak untuk diterapkan di desa Bou, Sulawesi tengah. 5.5.2. Analisa Penghematan Suplai Daya Listrik pada PLTD

5.5.2.1Operasi PLTD selama 24 jam

Analisa perbandingan ekonomi diatas apabila sistem pembangkit hanya menggunakan suplai daya listrik yang berasal dari PLTD saja bisa dihitung berdasarkan pembahasan pada sub bab 4.3.4. di atas. Untuk sistem kelistrikan yang hanya dicatu oleh sistem PLTD yang beroperasi selama 24 jam adalah sebagai berikut

E= P x t = ( 22,5 kW ) x ( 24 jam )

= 540 kWh selama sehari

Energi dalam satu hari = 540 kWh - 49,4275 kWh

= 490,5725 kWh/hari.

Maka dengan memperhitungkan harga BBM solar sebesar Rp.2000,. ( harga solar pada tahun 2001), sehingga biaya operasional yang bisa dihemat jika menggunakan sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-disel adalah sebagai berikut :

Energi yang bisa dihemat/hari= 490,5725 kWh

Efisiensi Disel

= + 2,5 kWh/liter

Besar solar yang bisa dihemat

= (490,5725 kWh)/ (2,5 kWh/liter)

= 196,23 liter

Biaya yang bisa dihemat

= 196,23 liter x Rp.2000,.

= Rp. 392.458,. selama satu hari

Besar biaya BBM selama satu tahun= 365 x Rp. 392.458 = Rp. 143.247.170,.

5.5.2.2Operasi PLTD selama 12 jam

Sistem PLTD yang beroperasi selama 12 jam dalam sehari sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar grafik 5.5 diatas menunjukkan bahwa masih terjadi adanya energi yang tidak terpakai dimana kondisi beban harian yang masih dibawah kapasitas operasional daripada disel. Perhitungan untuk biaya operasional yang bisa dihemat apabila di daerah tersebut menggunakan suplai daya listrik dari sistem hibrid adalah sebagai berikut :

Energi yang bisa dihemat /hari= 220,5725 kWh

Efisiensi Disel

= + 2,5 kWh/liter

Besar solar yang bisa dihemat

= (220,5725 kWh)/ (2,5 kWh/liter)

= 88,23 liter Biaya yang bisa dihemat

= 88,23 liter x Rp.2000,.

= Rp. 176.458,. selama satu hari

Besar biaya BBM selama satu tahun= 365 x Rp. 176.458

= Rp. 64.407.170,.

Tabel 5.6. ini di bawah ini menunjukkan perbandingan besarnya biaya operasi PLTD yang bisa dihemat apabila menggunakan suplai daya listrik dari sistem hibrid fotovoltaik-disel.

Tabel 5.6.

Perbandingan Biaya Operasional PLTD Yang Bisa Dihemat Oleh Sistem Hibrid Fotovoltaik-DiselOperasi PLTD Selama 24 JamOperasi PLTD Selama 12 Jam

Energi yang mampu dihemat / hari(kWh)Biaya Penghematan selama setahunEnergi yang mampu dihemat /hari(kWh)Biaya Penghematan selama setahun

490,5725Rp. 143.247.170,.220,5725Rp. 64.407.170,.

5.6.Analisa Sistem Hibrid Fotovoltaik-Disel Terhadap Hubungannya Dengan Dampak Lingkungan

Perhitungan analisa berikut ini menjelaskan mengenai jumlah energi listrik yang bisa dihemat oleh PLTD yang beroperasi selama 24 jam dan 12 jam Tabel 5.7. di bawah ini memperlihatkan jumlah energi dan besar bahan bakar disel yang bisa dihemat oleh sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-disel yang diaplikasikan di desa Bou, Sulawesi Tengah dengan dari pengoperasian PLTD yang bekerja selama 24 jam dan 12 jam. dengan menggunakan memperhitungkan efisiensi dari disel yang diaplikasikan di lapangan adalah sebesar 2,5 kWh/liter.

Tabel 5.7.

Jumlah Energi Listrik dan Bahan Bakar Disel Yang Bisa Dihemat

Operasi PLTD Selama 24 JamOperasi PLTD Selama 12 JamOperasi Sistem Hibrid Selama 24 Jam

Energi yang Dibangkitkan oleh PLTD

(kWh)Konsumsi Bahan Bakar Disel (liter)Energi yang Dibangkitkan oleh PLTD

(kWh)Konsumsi Bahan Bakar Disel (liter)Konsumsi Bahan Bakar Disel (liter)

54021627010824,75

5.6.1Perhitungan Bahan Bakar Disel Dengan PLTD yang beroperasi 24 Jam

Analisa perhitungan emisi gas yang bisa diselamatkan dapat dicari dengan metode perhitungan berdasarkan metode IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) sebagai berikut : (Houghton, 1997:1-6)

Emisi gas CO2 = [Vdo * rapat bahan bakar disel * NCVdo * CEFdo * COdo * 44/12]

dimana :NCV= Net CaloricValues (TJ/10^3 tonnes)

CEF= Carbon Emission Faktor (tonnes Carbon/TJ)

CO= Carbon oxidied

Sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut :

Emisi gas CO2 = [216* 12.036 * 1.94* 20.2 * 0.99 * 44 / (12*1000)]

= 369,82 ton

Maka dengan demikian jumlah penyelamatan emisi gas CO2 dengan pengoperasian PLTD selama 24 jam adalah 306,5341 ton dalam sehari, sehingga dalam setahun jumlah emisi gas CO2 yang bias diselamatkan adalah sebagai berikut :

Jumlah emisi gas CO2 = 337,417 ton x 365

= 134.985,93 ton /tahun.5.6.2Perhitungan Bahan Bakar Disel Dengan PLTD yang beroperasi 12 Jam

. Analisa perhitungan emisi gas yang bisa diselamatkan dapat dicari dengan metode perhitungan berdasarkan metode IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) sebagai berikut : (Houghton, 1997:1-6)

Emisi gas CO2 = [Vdo * rapat bahan bakar disel * NCVdo * CEFdo * COdo * 44/12]

Sehingga perhitungan adalah sebagai berikut :

Emisi gas CO2 = [108* 12.036 * 0,97* 20.2 * 0.99 * 44 / (12*1000)]

= 92,456 ton

Maka dengan demikian jumlah penyelamatan emisi gas CO2 dengan pengoperasian PLTD selama 12 jam adalah 92,456 ton dalam sehari, sehingga dalam setahun jumlah emisi gas CO2 yang bisa diselamatkan adalah :

Jumlah emisi gas CO2 = 92,456 ton x 365

= 33.746,44 ton /tahun.5.6.3Perhitungan Bahan Bakar Disel Pada Operasi Sistem Hibrid

Perhitungan emisi gas CO2 pada sistem hibrid dapat dilakukan dengan metode perhitungan berdasarkan metode IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) sebagai berikut : (Houghton, 1997:1-6)

Emisi gas CO2 = [Vdo * rapat bahan bakar disel * NCVdo * CEFdo * COdo * 44/12]

Sehingga perhitungan adalah sebagai berikut :

Emisi gas CO2 = [24,75 liter * 12.036 *0,222 * 20.2 * 0.99 * 44 / (12*1000)]

= 4,84 ton

Maka dengan demikian jumlah emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh sistem hibrid fotovoltaik-disel adalah 1,512 ton dalam sehari, sehingga dalam setahun jumlah emisi gas CO2 yang bisa disumbangkan adalah :

Jumlah emisi gas CO2 = 4,84 ton x 365 = 1769,95 ton /tahun.

5.6.4Perhitungan Selisih Emisi Gas CO2 Yang Bisa Diselamatkan

Dari analisa perhitungan konsumsi bahan bakar disel dari masing-masing pembangkit, maka dengan menggunakan sistem hibrid fotovoltaik-disel dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan emisi gas CO2. Perhitungan untuk selisih emisi gas CO2 untuk penerapan sistem hibrid adalah sebagai berikut :

Jumlah emisi gas CO2 sistem hibrid= 1769,95 ton/tahun

Jumlah emisi gas CO2 PLTD 24 jam= 134.985,93 ton/tahun

Jumlah emisi gas CO2 PLTD 12 jam= 33.746,44 ton/tahun, maka untuk selisih emisi gas CO2 untuk penggunaan PLTD dapat dicari :

Selisih emisi gas CO2 PLTD 24 jam= 134.985,93 - 1769,95 = 133.215,98 ton /tahun

Selisih emisi gas CO2 PLTD 12 jam= 33.746,44 - 1769,95 = 31.796,5 ton /tahun

Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh CDM (lihat Bab II hal. 41) bahwa emisi gas CO2 dapat dikonversikan ke bentuk nominal yaitu 1 ton emisi gas CO2 sebanding dengan nilai nominal sebesar US$ 1,83 (Rp.8500,.). Sehingga berdasarkan perhitungan diatas sistem hibrid tersebut diatas dapat memberikan kontribusi keuntungan berupa keuntungan biaya lingkungan sebagaimana perhitungan di bawah berikut ini :

PLTD yang beroperasi 24 jam = 134.433,9 ton x Rp.8500,. = Rp. 1.142.688.150,.PLTD yang beroperasi 12 jam = 33.194,41 ton x Rp.8500= Rp. 282.152.485,.Dari besarnya keuntungan dalam bentuk nominal Rupiah yang disumbangkan oleh sistem pembangkit hibrid tersebut, maka sistem hibrid dapat menyumbangkan kepada Negara sebesar Rp. 1.142.688.150,.untuk operasi PLTD selama 24 jam dan Rp. 282.152.485,. untuk operasi PLTD selama 12 jam yang dijadikan sebagai biaya lingkungan apabila mekanisme CDM (Clean Development Mecahanism) diterapkan di Indonesia.Sehingga dengan menggunakan sistem pembangkit hibrid fotovoltaik-disel di di desa Bou, Sulawesi Tengah maka akan menyelamatkan dampak pencemaran emisi gas CO2 yang diakibatkan oleh PLTD sebagaimana diperlihatkan pada tabel 5.8. di bawah ini yang menunjukkan jumlah pencemaran emisi gas CO2 dan jumlah biaya lingkungan yang bisa diselamatkan.

Tabel 5.8.

Jumlah Emisi Gas CO2 yang Bisa Diselamatkan Dengan Suplai Daya Listrik dari Sistem Hibrid

Operasi PLTD Selama 24 JamOperasi PLTD Selama 12 Jam

Emisi Gas CO2 yang Diselamatkan

(ton /tahun)Jumlah Biaya Lingkungan yang disumbangkan (Rp)Emisi Gas CO2 yang Diselamatkan

(ton /tahun)Jumlah Biaya Lingkungan yang disumbangkan

(Rp)

133.215,981.132.335.830,.31.796,5 271.800.165,.

Berdasarkan aspek lingkungan tersebut maka titik impas dari biaya investasi awal sistem hibrid fotovoltaik-disel dapat ditentukan, melihat besarnya jumlah keuntungan dari biaya sosial yang bisa disumbangkan oleh sistem hibrid tersebut yang dijelaskan ilustrasi berikut :

Investasi awal sistem hibrid

: Rp. 4.000.000.000,.

Biaya lingkungan (PLTD 24 jam): Rp. 1.132.335.830,./tahun

Biaya lingkungan (PLTD 24 jam): Rp. 271.800.165,./tahun

Dengan memperhitungkan aspek lingkungan sebagai biaya sosial, maka sistem hibrid yang dioperasionalkan di desa Bou Sulawesi Tengah dapat dapat dinilai layak untuk diimplementasikan berdasarkan aspek lingkungan, mengingat besarnya jumlah biaya sosial yang dapat disumbangkan oleh sistem hibrid tersebut dalam mengurangi dampak pencemaran emisi gas CO2 terhadap lingkungan hidup.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan skripsi mengenai evaluasi sistem hibrid fotovoltaik-disel di Sulawesi Tengah , dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem hibrid fotovoltaik-disel menunjukkan unjuk kerja yang sangat baik karena kapasitas suplai daya pada sistem hibrid yang berasal dari sumber energi surya sebesar 24,636 kWh kWh dan disel sebesar 34,55 kWh (kelebihan energi dari disel sebesar 17,874 kWh disimpan ke baterai) mampu mensuplai kebutuhan beban konsumen sebesar 49,75 kWh secara efektif dan kontinyu, dimana suplai daya pada sistem hibrid tersebut sangat sesuai dengan karakteristik beban yang berada di daerah pedesaan. Untuk meningkatkan kinerja pada sistem hibrid fotovoltaik-disel dapat dilakukan dengan cara menambah kapasitas baterai menjadi 320,2 Ah atau menurunkan kapasitas disel generator menjadi 19,5 kW untuk menghindari kelebihan energi yang terbuang sebesar 27,325 kWh pada saat disel beroperasi.

2. Dari segi investasi, sistem hibrid fotovoltaik-disel masih belum layak untuk diimplementasikan karena tingginya perbedaan antara biaya investasi dan keuntungan. Sedangkan dari segi operasional sistem hibrid tersebut dinilai masih menguntungkan karena dapat menghemat pemakaian bahan bakar solar sebanyak 196,23 liter/hari untuk PLTD yang beroperasi selama 24 jam dan 88,23 liter/hari untuk PLTD yang beroperasi selama 12 jam.

3. Dari aspek lingkungan, sistem hibrid tersebut masih relatif aman terhadap lingkungan hidup karena mampu menyelamatkan pencemaran emisi gas CO2 sebesar 134.433,9 ton/tahun untuk pengoperasian PLTD selama 24 jam dan 33.194,41 ton/tahun untuk pengoperasian PLTD selama 12 jam berdasarkan perhitungan menggunakan metode IPCC (Interngovernmental Panel on Climate and Change).