sistem ekonomi dalam islam

34
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama meupakan tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT. Jadi Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar memperhatikan bahwa perbuatan baik (‘amal sâlih) bagi masyarakat merupakan ibadah kepada Allah dan menghimbau mereka untuk berbuat sebaik-baiknya demi kebaikan orang lain. Ajaran ini bisa ditemukan di semua bagian Al- Qur’an dan ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW sendiri. Prinsip persaudaraan (ukhuwwah) sering sekali ditekankan dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, sehingga karena itu banyak sahabat menganggap harta pribadi mereka sebagai hak milik bersama dengan saudara-saudara mereka dalam Islam. Kesadaran dan rasa belas kasihan kepada sanak keluarga dalam keluarga besar juga merupakan contoh orientasi

Upload: reza-prayoga

Post on 23-Jun-2015

3.288 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Sistem Ekonomi Dalam Islam

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Ekonomi Dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang bebas, tetapi

kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam

bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama meupakan tema umum dalam

organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin

sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling

memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka

mendapatkan ridha Allah SWT. Jadi Islam mengajarkan kepada para pemeluknya

agar memperhatikan bahwa perbuatan baik (‘amal sâlih) bagi masyarakat

merupakan ibadah kepada Allah dan menghimbau mereka untuk berbuat sebaik-

baiknya demi kebaikan orang lain.

Ajaran ini bisa ditemukan di semua bagian Al-Qur’an dan ditunjukkan

secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW sendiri. Prinsip

persaudaraan (ukhuwwah) sering sekali ditekankan dalam Al-Qur’an maupun

Sunnah, sehingga karena itu banyak sahabat menganggap harta pribadi mereka

sebagai hak milik bersama dengan saudara-saudara mereka dalam Islam.

Kesadaran dan rasa belas kasihan kepada sanak keluarga dalam keluarga besar

juga merupakan contoh orientasi sosial Islam yang lain, karena berbuat baik

(ber’amal salih) kepada sanak keluarga semacam itu tidak hanya dihimbau tetapi

juga diwajibkan dan diatur oleh hukum (Islam). Kerukunan hidup dengan

tetangga sangat sering ditekankan baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah; di sini

kita juga melihat penampilan kepedulian sosial lain yang ditanamkan oleh Islam.

Dan akhirnya, kesadaran, kepedulian dan kesiapan untuk melayani dan berkorban

di saat diperlukan demi kebaikan masyarakat keseluruhan amat sangat ditekankan.

Ajaran-ajaran Islam pada umumnya dan terutama ayat-ayat Al-Qur’an berulang-

ulang menekankan nilai kerjasama dan kerja kolektif. Kerjasama dengan tujuan

beramal saleh merupakan perintah Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. Baik

dalam masalah-masalah spiritual, urusan-urusan ekonomik atau kegiatan sosial,

Page 2: Sistem Ekonomi Dalam Islam

Nabi SAW menekankan kerjasama diantara umat Muslim sebagai landasan

masyarakat Islam dan merupakan inti penampilannya

Page 3: Sistem Ekonomi Dalam Islam

BAB II

SISTEM EKONOMI DI DUNIA

II.1 Sistem Ekonomi Kapitalisme

John Adam Smith (lahir di Kirkcaldy, Skotlandia, 5

Juni 1723 – meninggal di Edinburgh, Skotlandia, 17 Juli 1790 pada umur 67

tahun), adalah seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor

ilmu ekonomi modern. Karyanya yang terkenal adalah buku An Inquiry into the

Nature and Causes of the Wealth of Nations (disingkat The Wealth of Nations)

adalah buku pertama yang menggambarkan sejarah perkembangan industri dan

perdagangan di Eropa serta dasar-dasar perkembangan perdagangan

bebas dan kapitalisme. Adam Smith adalah salah satu pelopor sistem

ekonomi Kapitalisme. Sistem ekonomi ini muncul pada abad 18 di Eropa Barat

dan pada abad 19 mulai terkenal disana.

Secara sederhana Sistem Ekonomi Kapitalisme, mengantung 3 (tiga)

prinsip dasar yaitu :

1) Kebebasan memilih harta secara perorangan; dimana setiap negara mengetahui

hak kebebasan individu untuk memiliki harta perseorangan. Setiap individu dapat

memiliki, membeli dan menjual hartanya menurut yang dikehendaki tanpa

hambatan. Individu mempunyai kuasa kuiasa penuh terhadap hartanya dan bebas

Page 4: Sistem Ekonomi Dalam Islam

menggunakan sumber-sumber ekonomi menurut cara yang dikehendaki. Setiap

individu berhak menikmati manfaat yang diperoleh dari produksi dan distribusi

serta bebas untuk melakukan pekerjaan.

2) Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas; Setiap individu berhakuntuk

mendirikan, mengorganisasi dan mengelola perusahaan yang diinginkan. Individu

juga berhak terjun dalam semua bidang perniagaan dan me3mperoleh sebanyak-

banyaknya keuntungan.Negara tidak boleh campur tangan dalam semua kegiatan

ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan, selagi aktivitas yang

dilakukan itu sah dan menurut peraturan negara tersebut. Berdasarkan prinsip

ekonomi dan tuntunannya yaitu persaingan bebas maka, untuk itu tiap individu

dapat menggunakan potensi fisiknya, mental dan sumber-sumber yang tersedia

untuk dimanfaatkan  bagi kepentingan individu tersebut.

3) Ketimpangan ekonomi; Dalam sistem ekonomi kapitalis,modal merupakan

sumber produksi dan sumber kebebasan. Individu-individu yang memiliki modal

lebih besar akan menikmati hak kebebasan yang lebih baik untuk mendapatkan

hasil yang sempurna. Ketidaksamaan kesempatanmewujudkan jurang perbedaan

di antara golongan kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin.

II.2 Sistem Ekonomi Sosialis

Prinsip dasar ekonomi sosialis itu ada tiga antara lain :

1. Pemilikan harta oleh negara; Seluruh bentuk dan sumber pendapatan menjadi

milik negara atau masyarakat keseluruhan. Hak individu untuk memiliki harta

atau memanfaat produksi tidak diperbolehkan. Dengan demikian individu secara

langsung tidak mempunyai hak pemilikan.

2. Kesamaan ekonomi; Sistem ekonomi sosialis menyatakan (walaupun sulit

ditemui di negara komunis) bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi

ditentukan oleh prinsip kesamaan. Setiap individu disediakan kebutuhan hidup

menurut keperluan masing-masing.

3. Disiplin Politik; Untuk mencapai tujuan di atas, keseluruhan negara diletakkan

di bawah  peraturan kaum buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan

distribusi. Kebebasan ekonomi serta hak pemilikan hartya dihapuskan sama

sekali.

Page 5: Sistem Ekonomi Dalam Islam

II.3 Sistem Ekonomi Modern (Kapitalis – Sosialis)

John Maynard Keynes, 1st Baron Keynes of Tilton (Cambridge, 5

Juni 1883 - Sussex, 21 April 1946) adalah seorang ahli ekonomi Inggris. Ide-

idenya yang radikal mempunyai dampak luas pada ilmu ekonomi modern. Ia

menjadi terkenal dengan karyanya; The General Theory of Employment, Interest

and Money (1936) yang merupakan reaksi terhadap Depresi Besar Amerika

Serikat pada tahun 1930-an. Dalam karyanya Keynes menulis bahwa Pemerintah

kadangkala harus menstimulasi pertumbuhan ekonomi, terutama pada

saat konjungtur lemah. Pemikiran dan filsafatnya biasa disebut dengan

istilah Keynesianisme. Pemikiran ini muncul sebagai alterrnatif atas kelemahan 2

sistem ekonomi klasik di atas. Sistem ini merupakan campuran antara sistem

kaptalis dan sosialis.

Page 6: Sistem Ekonomi Dalam Islam

BAB III

SISTEM EKONOMI ISLAM

III.1 Konsep Sistem Ekonomi Islam

Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang

ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di

antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam

tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara

keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia.

Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:

- Qs.Al-Ahzab : 72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).

- Qs.Hud : 61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).

- Qs.Al-Baqarah : 30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah di bumi).

Hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut

diperoleh ketentuannya dengan jalan ijtihad.

III.2 Tokoh Di Balik Sistem Ekonomi Islam

Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad

ibn Khaldun al-Hadrami ( الحض�رمي خل�دون بن محم�د بن ال�رحمن (عب�د lahir 27

Mei 1332/732H, wafat 19 Maret 1406/808H) adalah seorang sejarawan muslim

dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri

ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal

adalah Muqaddimah (Pendahuluan).

Di antara sekian banyak pemikir masa lampau yang mengkaji ekonomi

Islam, Ibnu Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu

Khaldun sering disebut sebagai raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia

bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori

ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih

dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi

Murad secara khusus telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad :

Ibnu Khaldun. Artinya Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun.(1962) Dalam tulisan

tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama

Page 7: Sistem Ekonomi Dalam Islam

ilmu ekonomi secara empiris. Karya tersebut disampaikannya pada Simposium

tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.

Sebelum Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih

bersifat normatif, adakalanya dikaji dari perspektif hukum, moral dan adapula dari

perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti

ilmuwan Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir

zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan

hukum.

Sedangkan Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan

negara secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual.

Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting dari materi

kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi.

Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas,

termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum

penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal,

pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur

perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran,

dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat

dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang

menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang

mundur.

Sejalan dengan Shiddiqy Boulokia dalam tulisannya Ibn Khaldun: A

Fourteenth Century Economist”, menuturkan :

Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi

fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia

menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan

Smith dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu

teori tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara

di dalam perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah

menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis yang

mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan

ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…

Page 8: Sistem Ekonomi Dalam Islam

Lafter, penasehat economi president Ronald Reagan, yang menemukan

teori Laffter Curve, berterus terang bahwa ia mengambil konsep Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun mengajukan obat resesi ekonomi, yaitu mengecilkan pajak dan

meningkatkan pengeluaran (ekspor) pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar

dan ibu dari semua pasar dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika

pasar pemerintah mengalami penurunan, maka adalah wajar jika pasar yang

lainpun akan ikut turun, bahkan dalam agregate yang cukup besar.

S.Colosia berkata dalam bukunya, Constribution A L’Etude D’Ibnu

Khaldaun Revue Do Monde Musulman, sebagaimana dikutip Ibrahim Ath-

Thahawi, mengatakan, ”Apabila pendapat-pendapat Ibnu Khaldun tentang

kehidupan sosial menjadikannya sebagai pionir ilmu filsafat sejarah, maka

pemahamannya terhadap peranan kerja, kepemilikan dan upah, menjadikannya

sebagai pionir ilmuwan ekonomi modern .(1974, hlm.477)

Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun dalam pemikiran

ekonomi, maka Boulakia mengatakan, “Sangat bisa dipertanggung jawabkan jika

kita menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang Bapak ilmu ekonomi.”[1]

Shiddiqi juga menyimpulkan bahwa Ibn Khaldun secara tepat dapat disebut

sebagai ahli ekonomi Islam terbesar (Ibnu Khaldun has rightly been hailed as the

greatest economist of Islam)(Shiddiqy, hlm. 260)

Sehubungan dengan itu, maka tidak mengherankan jika banyak ilmuwan

terkemuka kontemporer yang meneliti dan membahas pemikiran Ibnu Khaldun,

khususnya dalam bidang ekonomi. Doktor Ezzat menulis disertasi tentang Ibnu

Khaldun berjudul Production, Distribution and Exchange in Khaldun’s Writing

dan Nasha’t menulis “al-Fikr al-iqtisadi fi muqaddimat Ibn Khaldun (Economic

Though in the Prolegomena of Ibn Khaldun).. Selain itu kita masih memiliki

kontribusi kajian yang berlimpah tentang Ibnu Khaldun. Ini menunjukkan

kebesaran dan kepeloporan Ibnu Khaldun sebagai intelektual terkemuka yang

telah merumuskan pemikiran-pemikiran briliyan tentang ekonomi. Rosenthal

misalnya telah menulis karya Ibn Khaldun the Muqaddimah : An Introduction to

History, Spengler menulis buku Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun,

Boulakia menulis Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist, Ahmad Ali

menulis Economics of Ibn Khaldun-A Selection, Ibn al Sabil menulis Islami

Page 9: Sistem Ekonomi Dalam Islam

ishtirakiyat fi’l Islam, Abdul Qadir Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat”, (Economic

Views of Ibn Khaldun), Rifa’at menulis Ma’ashiyat par Ibn Khaldun ke Khalayat”

(Ibn Khaldun’s Views on Economics) Somogyi menulis buku Economic Theory

in the Classical Arabic Literature, Tahawi al-iqtisad al-islami madhhaban wa

nizaman wa dirasah muqaranh.(Islamic Economics-a School of Thought and a

System, a Comparative Study), T.B. Irving menulis Ibn Khaldun on Agriculture”,

Abdul Sattar menulis buku Ibn Khaldun’s Contribution to Economic Thought” in:

Contemporary Aspects of Economic and Social Thingking in Islam.

III.3 Dasar dan Prinsip dalam Sistem Ekonomi Islam

Berikut ini adalah dasar-dasar sistem ekonomi Islam, yaitu :

1) Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di

akhirat,tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun

rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat

pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan

kelestarian alam tetap terjaga.

2) Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan

dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.

3) Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.

4) Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta,

oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.

5) Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.

6) Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.

7) Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi

ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.

Prinsip dasar sistem ekonomi Islam sendiri secara garis besar dapat kita

jelaskan antara lain sebagai berikut:

1. Kebebasan individu; Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk

berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah

negara Islam. Karena tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat

Page 10: Sistem Ekonomi Dalam Islam

melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan

dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.

2. Hak terhadap harta; Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta.

Walaupun begitu ia memberikan batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak

merugikan ke3pentingan masyarakat umum.

3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar; Islam mengakui adanya

ketidaksamaan ekonomi antara orang perorang tetapi tidakmembiarkannya

menjadi bertambah luas, ia mencoba menjadikan perbedaan tersebut dalam batas-

batas yang wajar, adil dantidak berlebihan.

4. Kesamaan sosial; Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi nia

mendukung dan menggalakkan kesamaan sosial sehingga sampai tahap bahwa

kekayaan negara yang dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu

masyarakat saja. Disamping itu amat penting setiap individu dalam sebuah negara

mempunyai peluang yang sama untuik berusaha mendapatkan berbagai aktifitas

ekonomi.

5. Jaminan sosial; Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah

negara Islam; dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan

pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas dan tanggung jawab utama

bagi sebuah negaranIslam untuk menjamin setiap warga negara, tanpa kecuali

muslim atau non muslim, dalam memenuhi kebutuhannya sesuai fengan prinsip

“hak untuk hidup”. Dan terdapat persamaan sepenuhnya di antara warga negara

apabila kebutuhan pokoknya telah terpenuhi.

6. Distribusi kekayaan secara meluas; Islam mencegah penumpukan kekayaan

pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada

semua lapisan masyarakat.  

7. Larangan menumpuk kekayaan; Sistem ekonomi Islam melarang individu

mengumpulkaqn harta kekayaan secara berlebihan dan mengambil langkah-

langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut supaya

tidak terjadi dalam negara.

8. Kesejahteraan individu dan masyarakat; Islam mengakui kesejahteraan individu

dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang

lain, bukannya salig bersaing dan bertentangan antar mereka. Maka sistem

Page 11: Sistem Ekonomi Dalam Islam

ekonomi Islam mencoba  meredakan konflik ini sehingga terwujud kemanfatan

bersama.

III.4 Strategi Politik Ekonomi islam

Sistem ekonomi Islam telah menetapkan suatu strategi politik yang harus

dilaksanakan agar pemenuhan tersebut dapat berjalan dengan baik. Secara garis

besar strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan

kebutuhan pokok yang berupa barang dengan kebutuhan pokok berupa jasa.

Pengelompokkan ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara pelaksanaan

jaminan pemenuhan kebutuhan pokok antara kebutuhan yang berbentuk barang

dengan yang berbentuk jasa.

Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang Islam

memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan

menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan

tersebut. Sedangkan berkaitan dengan kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan

mekanisme langsung, yakni negara secara langsung memenuhi kebutuhan jasa

pokok tersebut, antara lain :

1). Pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan).

Hukum Islam telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan

pokok (primer) warga negara secara menyeluruh, seperti sandang, pangan dan

papan. Caranya dengan mewajibkan bekerja kepada setiap laki-laki yang

mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya

sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi

tanggungannya. Kalau orang tersebut sudah tidak mampu bekerja,

maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya serta ahli warisnya untuk

memenuhi kebutuhan primernya. Bahkan Islam juga mewajibkan kepada

tetangganya yang muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok tetangganya. Jika

orang-orang yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada atau tidak mampu,

baru negaralah melalui baitul mal yang wajib memenuhinya. Allah berfirman

dalam QS. Al-Jumu’ah : 10

“…Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan

ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.”

Page 12: Sistem Ekonomi Dalam Islam

2) Negara menyediakan lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu

bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan,

namun ia tidak memperoleh pekerjaan sementara ia mampu bekerja dan telah

berusaha mencari pekerjaan tersebut, maka negara wajib menyediakan lapangan

pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat

bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi

tanggung jawab negara.

Rasullah saw bersabda :

“ Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan

diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan

Muslim)

3) Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk

bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika kepala

keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi

tanggungannya.

Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas

pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga dan tidak

mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya,

maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 233

“ Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara

yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang

ayah karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian…”

4) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari

Seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.

Menurut Islam negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-

orang lemah dan butuh, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur

urusan rakyatnya. Dalam hal ini negara akan diminta pertanggungjawaban

terhadap rakyat yang menjadi tanggungannya. Dalam rangka memenuhi

kebutuhan pokok individu masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan

Page 13: Sistem Ekonomi Dalam Islam

pokoknya secara sempurna –baik karena mereka telah berusaha namun tidak

cukup (fakir dan miskin) ataupun terhadap orang-orang yang lemah dan cacat

yang tidak mampu untuk bekerja–maka negara harus menempuh berbagai cara

untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara dapat saja memberikan nafkah

baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban Syar’iy,

dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya.

sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah : 103

“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka…”

III.5 Mekanisme Sistem Ekonomi Islam

Mekanisme ekonomi yang ditempuh Sistem Ekonomi Islam dalam rangka

mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, adalah

dengan sejumlah cara, yakni :

1) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab

kepemilikan (asbabu al-tamalluk) dalam kepemilikan individu (al-milkiyah al-

fardiyah).

2) Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan

kepemilikan (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.

3) Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta

yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat

distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.

Allah SWT berfirman dalam QS At-Taubah : 34

“ Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya

di jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksaan yang pedih ”

4) Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai

kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.

5) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi

pasar. Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk- produk yang

merupakan jenis kepemilikan individu (private property). Sebab dengan adanya

Page 14: Sistem Ekonomi Dalam Islam

monopoli, maka seseorang dapat menetapkan harga jual produk sekehendaknya,

sehingga dapat merugikan kebanyakan orang.

6) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada

penguasa. Judi dan riba menyebabkan uang hanya akan bertemu dengan uang

(bukan dengan barang dan jasa), dan beredar diantara orang kaya saja. Karena

Islam melarang serta mengharamkan aktivitas tersebut.

7) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma) hasil dari

barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara

seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi

kesejahteraan rakyat.

III.6 Berbagai Pandangan Islam

Pandangan Islam Terhadap Harta

Sesungguhnya harta adalah alat untuk tiga tujuan: tabungan (iddikhâr),

belanja (infâq), dan sirkulasi (tadâwul). Islam telah menetapkan hukum-hukum

bagi masing-masing peruntukan harta itu yang menjamin harta tetap sebagai

pelayan manusia untuk dimanfaatkan dan memberikan manfaat kepada orang lain;

bukan sebaliknya, yaitu manusia menjadi hamba dan pelayan harta yang

menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain.

Mengenai hukum tabungan (iddikhâr), seseorang boleh menabung

mengumpulkan biaya untuk keperluannya. Namun, atas harta tabungan harus

ditunaikan zakatnya setelah berlalu satu haul dan telah mencapai nishâb zakat.

Adapun menabung hanya sekadar untuk menabung, menimbun dan

menghimpunnya saja adalah haram (QS 9: 34).

Mengenai belanja (infâq), Islam menetapkan mana pembelanjaan yang

wajib, yang sunah, mubah, makruh dan yang haram. Adapun masalah sirkulasi

(tadâwul), Islam telah mengaturnya melalui dua aspek:

1. Islam menetapkan uang dan membatasinya dengan emas dan perak, bukan

yang lain.

2. Islam menjelaskan berbagai muamalah syar’i yang sah, seperti hukum-

hukum perseroan (syirkah), akad sewa dan tenaga kerja (ijârah),

perdagangan (tijârah), pertanian, mengairi kebun (musâqah), jual-beli,

Page 15: Sistem Ekonomi Dalam Islam

pesanan (salam), penukaran uang (sharf), wakalah, dan seterusnya. Islam

juga menetapkan bahwa industri mengikuti hukum barang yang

diproduksi.

Pandangan Islam Terhadap Uang

Islam telah menentukan emas dan perak sebagai mata uang. Islam telah

menetapkan hanya emas dan perak saja yang menjadi standar mata uang untuk

mengukur barang dan jasa. Berdasarkan asas emas dan perak berlangsung semua

bentuk muamalah. Islam menetapkan standar untuk uang emas (dinar) dan perak

(dirham): 1 dinar=4,25 gram emas murni dan 1 dirham=2,975 gram perak murni.

Pengharaman Riba Secara Keras

Nash-nash syariah telah mengharamkan riba dengan sangat keras. Nash-

nash itu bersifat qath’i ats-tsubût (pasti sumbernya) dan qath’i ad-dilâlah (pasti

pengertiannya), tidak menyisakan ruang bagi ijtihad atau penakwilan (QS 2: 275–

279).

Karena itu, sistem keuangan di negara Khilafah tidak mengenal bank dan

lembaga kredit ribawi yang sudah masyhur di dalam Kapitalisme. Ketiadaan

lembaga ribawi ini memiliki tiga dimensi dalam menjamin kehidupan

perekonomian yang aman:

1. Mengarahkan fokus masyarakat pada ekonomi produktif atau sektor riil.

2. Melindungi kaum Muslim dan ahl adz-dzimmah dari kerugian harta

mereka karena riba.

3. Tidak akan memunculkan fenomena kebangkrutan, sebagaimana terlihat

pada bank-bank kapitalis, dan menyisakan kelompok besar orang yang

kehilangan harta mereka atau rekening mereka menguap. Dengan

menghalangi sistem riba dan mengharamkannya secara keras dan tegas,

Islam telah menutup celah-celah yang memungkinkan masuknya krisis

keuangan. Dengan itu kehidupan kaum Muslim akan tetap aman, kokoh

dan kuat terhadap krisis.

Selain itu, Islam mendorong kaum Muslim untuk saling memberi utang di

antara mereka. Lebih dari itu, di antara tugas berbagai institusi (direktorat) di

Page 16: Sistem Ekonomi Dalam Islam

negara Khilafah adalah menyediakan kredit tanpa riba dalam sektor pertanian,

perdagangan dan industri, dalam kerangka program negara untuk

mengembangkan perekonomian dan menjalankan berbagai kebijakannya untuk

memerangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja dan menjamin

produksi barang.

Distribusi dan Kepemilikan Harta

Hukum-hukum distribusi harta dalam Islam mencakup sebuah pemahaman

yang unik, yaitu kepemilikan umum. Islam menetapkan kepemilikan dalam negara

Khilafah ada tiga jenis: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan

kepemilikan negara. Negara adalah pihak yang melindungi dan menjaga ketiga

jenis kepemilikan itu sesuai dengan hukum-hukum syariah.

Kepemilikan umum mencakup:

1. Harta yang dari sisi pembentukannya tidak mungkin dimiliki secara individu,

seperti sungai, danau, laut, dsb.

2. Apa saja yang menjadi hajat hidup orang banyak seperti jalan, masjid, dsb;

termasuk yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:

: ،�� �أل �ك و�ال �م�اء�، ال ف�ي� ��ث �ال ث ف�ي� �اء! ك ر� ش# �م#و�ن� ل �م#س� �ل ا

)ار� و�النKaum Muslim berserikat dalam tiga jenis harta: air, padang gembalaan dan api.

Termasuk dalam cakupan pengertian api adalah seluruh jenis energi yang

digunakan sebagai bahan bakar bagi industri, mesin, dan transportasi. Demikian

pula industri gas yang digunakan sebagai bahan bakar dan industri batubara.

Semua itu adalah kepemilikan umum.

3. Barang tambang yang depositnya banyak dan tidak terputus; baik yang

berbentuk padat, cair maupun gas; baik tambang dipermukaan maupun di dalam

perut bumi. Semuanya merupakan kepemilikan umum.

Negara Khilafah adalah pihak yang mengelola berbagai kekayaan itu baik

dalam hal eksplorasi, penjualan, maupun pendistribusiannya. Negara Khilafah-lah

yang menjamin hak setiap rakyat untuk menikmati haknya dalam kepemilikan

umum tersebut. Negara Khilafah mendistribusikan hasil bersihnya, setelah

Page 17: Sistem Ekonomi Dalam Islam

dikurangi biaya-biaya, dalam bentuk zatnya dan atau dalam bentuk pelayanan

kepada semua warga negara.

Adapun kepemilikan negara ada pada harta yang hak pengelolaannya

berada di tangan Khalifah sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya, seperti harta

fai’, kharâj serta harta orang yang tidak memiliki ahli waris dan semisalnya,

dengan syarat syariah memang tidak menentukan arah pengelolaannya. Khalifah

mengelola kepemilikan negara sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya dalam

berbagai urusan negara dan rakyat. Misal: untuk menciptakan keseimbangan

finansial di tengah masyarakat sehingga harta itu tidak hanya beredar di tangan

orang-orang kaya saja (QS 59: 7). Khalifah boleh memberikan harta itu kepada

orang miskin saja dan tidak memberikannya kepada orang kaya. Hal itu seperti

yang pernah dilakukan Rasulullah dalam pembagian fai’ Bani Nadhir.

Sementara itu, kepemilikan individu adalah harta yang pengelolaannya

diserahkan kepada individu, pada selain harta milik umum. Kepemilikan individu

itu terlindungi. Negara tidak boleh melanggarnya. Tidak ada seorang pun yang

boleh merampasnya, termasuk negara sekalipun. Nasionalisasi, yaitu penguasaan

negara terhadap kepemilikan individu, merupakan bentuk perampasan dan

merupakan dosa besar.

Bursa dan pandangan Islam Terhadapnya

Pasar modal dan bursa berjangka komoditas dalam sistem Kapitalisme

berperan penting seperti riba dalam mengkonsentrasikan kekayaan pada tangan

segelintir orang. Lebih dari itu, bursa juga menghalangi sirkulasi harta di sektor

riil, dan mengubahnya menjadi per-ekonomian angka dan kertas (ekonomi non-

riil).

Dalam pandangan Islam, pasar jual beli harus diatur dengan hukum

syariah yang menjamin tidak adanya konflik dan tidak adanya aktivitas memakan

harta dengan jalan yang batil. Di antara hukum-hukum itu adalah:

1. Melarang penjualan barang yang belum dimiliki oleh penjual dan belum

berada di bawah kuasanya seperti yang terjadi dalam bursa berjangka

komoditas.

Page 18: Sistem Ekonomi Dalam Islam

2. Melarang tanâjusy atau spekulasi, yaitu menaikkan tawaran bukan untuk

membeli, tetapi hanya untuk menaikkan harga jual.

3. Melarang jual-beli enam jenis komoditas ribawi (emas dan perak

[termasuk uang], gandum, jewawut, kurma, dan garam) tanpa serah-terima

secara langsung dalam jual-beli antar jenis yang berbeda; dan tanpa serah-

terima langsung dan kesamaan jumlah dalam jual pada jenis yang sama.

4. Melarang sirkulasi saham karena perseroan terbatas (PT) dan sahamnya

adalah batil (tidak sah). Saham itu merupakan surat berharga yang

mengandung campuran antara sejumlah modal yang halal dan keuntungan

yang haram, dalam satu akad yang batil dan muamalah yang batil, tanpa

bisa dibedakan antara harta yang halal dan yang haram. Syariah Islam juga

melarang sirkulasi dan jual-beli obligasi (bonds). Sebab, obligasi

merupakan surat utang yang diinvestasikan dengan riba. Apalagi ada

keharaman jual-beli utang dengan utang. Sirkulasi dan jual beli seluruh

surat berharga ribawi juga dilarang.

Walhasil, pasar jual-beli dalam Islam merealisasikan perdagangan yang

halal, aman serta bebas dari krisis, konflik, spekulasi, gambling, dan penipuan.

Pasar dalam Islam merupakan pasar yang bersih yang senantiasa memperhatikan

hukum-hukum syariah dalam sirkulasi harta.

Page 19: Sistem Ekonomi Dalam Islam

BAB IV

EKONOMI ISLAM DAN TANTANGAN KAPITALISME

IV.1 Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi Yang

Lain

Asumsi dasar dalam interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan dalam

sistem ekonomi Islam asumsi dasarnya adalah syari’ah Islam, diberlakukan secara

menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan

maupun penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk

keperluan jasmaniah maupun rohaniah. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan

asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan

alam.Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat

selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.

Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa

dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh

sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh al-Qur’an.

Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan

kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian

uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai

konsep yang harus dihindari dalam perekonomian.

Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian

ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian

dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam

perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi

lemahnya ekonomi rakyat.

Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi

yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan

tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada

resiko sama sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap

riba dan ummat Islam wajib meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi

Islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (Qs.83:1-6).

Page 20: Sistem Ekonomi Dalam Islam

Orang Islam yang awam sekalipun pasti tahu bahwa memakan harta riba

adalah dosa besar. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa memakan harta

riba termasuk dosa yang paling besar setelah dosa syirik, praktek sihir,

membunuh, dan memakan harta anak yatim. Malah dalam sebuah Hadits lainnya

disebutkan bahwa perbuatan riba itu derajatnya 36 kali lebih besar dosanya

dibandingkan dengan dosa berzina. Rasul SAW bersabda :

“Satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari (perbuatan) riba lebih besar

dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam (setelah masuk Islam)”

(HR Al Baihaqy, dari Anas bin Malik).

Oleh karena itu, tidak ada satupun perbuatan yang lebih dilaknat Allah

SWT selain riba. Sehingga Allah SWT memberikan peringatan yang keras bahwa

orang-orang yang memakan riba akan diperangi (QS Al Baqarah : 279). Jika pada

awalnya riba yang diharamkan hanya yang berlipat ganda, akan tetapi sebelum

Rasulullah saw wafat, telah diturunkan yaitu ayat-ayat riba (QS Al Baqarah dari

ayat 278-281) yang menurut asbabun nuzul-nya merupakan ayat-ayat terakhir dari

Al Qur-aan. Dalam rangkaian ayat-ayat tersebut ditegaskan bahwa riba, baik kecil

maupun besar, berlipat ganda atau tidak, maka ia tetap diharamkan sampai Hari

Kiamat. Lebih dari itu, melalui ayat 275 dari rangkaian ayat-ayat tersebut, Allah

SWT telah mengharamkan segala jenis riba, termasuklah di antaranya riba

(bunga) bank:

“Mereka berkata (berpendapat bahwa) sesungguhnya jual beli itu sama dengan

riba; padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepada mereka larangan tersebut dari Rabbnya

lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

(dipungut) pada waktu dulu (sebelum datangnya larang ini) dan urusannya

(terserah) Allah. Sedangkan bagi orang-orang yang mengulangi (mengambil

riba), maka orang-orang tersebut adalah penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya” (QS Al Baqarah : 275).

Dalam hal ini, Ibnu Abbas berkata :

“Siapa saja yang masih tetap mengambil riba dan tidak mau meninggalkannya,

maka telah menjadi kewajiban bagi seorang Imam (Kepala Negara Islam) untuk

Page 21: Sistem Ekonomi Dalam Islam

menasehati orang-orang tersebut. Tetapi kalau mereka masih tetap membandel,

maka seorang Imam dibolehkan memenggal lehernya”.

Juga Al Hasan bin Ali dan Ibnu Sirin berkata :

“Demi Allah, orang-orang yang memperjualbelikan mata-uang (money changer)

adalah orang-orang yang memakan riba. Mereka telah diingatkan dengan

ancaman akan diperangi oleh Allah dan RasulNya. Bila ada seorang Imam yang

adil (Kepala Negara Islam), maka si Imam harus memberikan nasehat agar orang

tersebut bertaubat (yaitu meninggalkan riba). Bila orang-orang tersebut menolak,

maka mereka tersebut wajib diperangi”.

Apa sesungguhnya riba itu? Secara global dapatlah disebutkan bahwa

definisi riba adalah : “Tambahan yang terdapat dalam akad yang berasal dari

salah satu pihak, baik dari segi (perolehan) uang, materi/barang, dan atau waktu,

tanpa ada usaha dari pihak yang menerima tambahan tersebut”. Definisi ini

kiranya mampu mencakup semua jenis dan bentuk riba, baik yang pernah ada

pada masa jahiliyah (riba Fadhal, riba Nasi’ah, riba Al Qardh), maupun riba yang

ada pada masa sekarang ini, seperti riba bank yang mencakup bunga dari

pinjaman kredit, investasi deposito, jual-beli saham dan surat berharga lainnya,

dan atau riba jual-beli barang dan uang. Untuk riba yang terakhir ini contohnya

banyak dan dapat berkembang pada setiap masa.

Berdasarkan definisi ini, maka walaupun nama dan jenisnya berbeda

namun riba dapat mencakup banyak macam yang kiranya melebihi 73 macam

menurut keterangan dari Hadits Rasulullah saw. Rasulullah saw melalui

penglihatan ghaib yang bersandarkan kepada wahyu, telah mengetahui bahwa

suatu saat nanti umat Islam akan menghalalkan riba dengan alasan perdagangan

(bisnis), seperti yang tertera pada hadits pembuka tulisan ini. Lebih dari itu, beliau

telah diberitahukan bahwa riba pada masa yang akan datang (misalnya zaman

sekarang dan seterusnya) akan meliputi berbagai aktivitas bidang kehidupan

ekonomi dan keuangan yang akhirnya akan melibatkan seluruh kaum Muslimin.

Sabda Rasulullah saw:

“Riba itu mempunyai 73 macam. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari

macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai)

Page 22: Sistem Ekonomi Dalam Islam

ibu kandungnya sendiri…” (HR Ibnu Majah, hadits No.2275; dan Al Hakim, Jilid

II halaman 37; dari Ibnu Mas’ud, dengan sanad yang shahih).

Juga sabda Rasulullah saw:

“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di

antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang

(berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR

Ibnu Majah, hadits No.2278 dan Sunan Abu Dawud, hadits No.3331; dari Abu

Hurairah).

Semua dalil di atas menunjukkan bahwa segala bentuk dan jenis riba

adalah haram tanpa melihat lagi apakah riba tersebut telah ada pada masa

jahiliyah atau riba yang muncul pada zaman sekarang. Pengertian ini ditegaskan

pada ayat 275 surat Al Baqarah tersebut isinya bersifat umum, yakni hukumnya

mencakup semua bentuk dan jenis riba; baik yang nyata maupun tersembunyi,

sedikit persentasenya atau berlipat ganda, konsumtif maupun produktif.