sintesis, analisis kemurnian, dan...

66
SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SENYAWA 6,8-DIBROMO KUERSETIN HERMANTO UTOMO N111 07 037 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 11-Feb-2020

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SENYAWA 6,8-DIBROMO

KUERSETIN

HERMANTO UTOMO N111 07 037

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SENYAWA 6,8-DIBROMO

KUERSETIN

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

HERMANTO UTOMO N111 07 037

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SEN YAWA 6,8-DIBROMO KUERSETIN

HERMANTO UTOMO

N111 07 037

Disetujui oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Kedua,

Yusnita Rifai, M.Pharm., Ph.D., Apt. Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. NIP. 19751117 200012 2 001 NIP. 19481002 198203 2 001

Pada tanggal 2013

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SEN YAWA

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Panitia Penguji Skripsi

1. Ketua

Drs. H. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt.

2. Sekretaris

Dr. Mufidah, S.Si.,

3. Ex Officio

Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.

4. Ex Officio

Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt.

5. Anggota

Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt.

PENGESAHAN

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SEN YAWA 6,8-DIBROMO KUERSETIN

Oleh : HERMANTO UTOMO

N111 07 037

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji SkripsiFakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal 2013

Panitia Penguji Skripsi

Drs. H. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt. :………………..

. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. : ……………….

Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. : ……………….

Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. : ……………….

Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. : ……………….

Mengetahui :Dekan Fakultas FarmasiUniversitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyu d NIP. 19560114 198601 2 001

SINTESIS, ANALISIS KEMURNIAN, DAN KARAKTERISASI SEN YAWA

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

:………………..

: ……………….

: ……………….

: ……………….

: ……………….

Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

din, DEA., Apt. NIP. 19560114 198601 2 001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya

sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak

benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, Mei 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Tiada hal yang paling indah selain menghaturkan puji dan syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi S1 penulis di Fakultas

Farmasi tercinta.

Ucapan terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada

Ayahanda Mulyanto dan Ibunda Rosmawati yang merupakan sumber

inspirasi terbaik dan motivator yang luar biasa bagi penulis selama ini.

Terima kasih telah menjadi orang tua, pribadi, dan sahabat terbaik dalam

hidup penulis.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dari berbagai

pihak baik langsung maupun tidak langsung. Karenanya patut rasanya

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, khususnya

kepada ketiga pembimbing penulis yang merupakan sosok yang sangat

inspiratif, Ibu Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. sebagai

pembimbing utama, Bapak Muhammad Aswad, S.Si., M.Si., Apt sebagai

pembimbing pertama, dan Ibunda Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt.

sebagai pembimbing kedua, atas segala motivasi, saran, waktu, dan

perhatian yang telah beliau berikan kepada penulis sejak dimulainya

penelitian hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih juga penulis haturkan

kepada Ibu Dr. Hj. Sartini M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang

telah mencurahkan perhatian dan bantuannya kepada penulis dan khusus

untuk ibunda Dra.Christiana Lethe, M.Si., Apt yang senantiasa menjadi

orang tua kedua, sahabat, dan motivator terbaik selama penulis berkuliah.

Juga tak lupa ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Ibu

Dekan, para Pembantu Dekan, Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin, serta Bapak dan Ibu Dosen Fakultas

Farmasi Universitas Hasanuddin.

Kepada Kepala Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin dan Kepala Divisi Pusat Kegiatan Penelitian

Universitas Hasanuddin serta seluruh laboran yang telah membantu

penulis selama pengerjaan penelitian ini, khususnya Ibu Adri, Kak Dewi,

Arti, dan Kak Beti.

Kepada saudara-saudara tercintaku Serly Utomo, Selvia Utomo

dan Cahayadi Utomo yang selalu berdiri hadir di sukacita hidupku.

Kepada sahabat phantom square: Ferry Novrianto, Stefanus Yudha,

Christiady, Suhartono Citra, Morten Chandra, Verico Onardy, Oei Vina,

Dan Ellen Noviana terima kasih untuk golden ways dan persahabatan

yang seru dan indah.

Kepada kakak-kakak terbaik : Julianri Sari Lebang, Rahmawati Gani

Meronda, Andi Affandi, Andi Arjuna, Rahmad Aksa, dan Lukman, terima

kasih atas dukungan dan doanya.

Kepada sahabat-sahabatku: Muh. Syaiful, Muliyati Nur, Nurul Fitriah,

Achmad Himawan, Muh Tri Hidayat, Ferliem, Budi Prasetya, Ardy

Novrianugrah, Fachril Thohari, Muh. Munthazir, Ismul Azham, Abdul

Hamid, Bryan A.Futabara, Fitri Aqmalia, Trisnawardani, Nurwidya Nengsi,

Ridha Sari Marsuki, Ismawati Tibe, Rugaya Y.M, Sari Fitriani, kepada

saudara-saudari Mixtura 07 yang luar biasa dan seluruh warga mentari

pagi, terima kasih untuk persahabatan yang tak terampuni.

Kepada seluruh Tim Asisten Kimia Analisis Farmasi, Analisis

Farmasi, dan Sintesis Obat, terima kasih untuk sharing ilmu dan

kerjasama yang sangat kompak dan membangun.

Banyak hal yang membuat karya ini jauh dari kesempurnaan.

Karena itu, penulis selalu berharap agar saran yang membangun selalu

disampaikan kepada penulis demi terciptanya suatu karya yang lebih

bermutu. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya penulis sampaikan

kepada semua pihak yang mungkin pernah dirugikan oleh penulis.

Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan.

Makassar, Mei 2013

Penulis

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian sintesis, analisis kemurnian, dan

karakterisasi senyawa 6,8-dibromo kuersetin. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sintesis, analisis kemurnian, dan karakterisasi terhadap senyawa 6,8-dibromo kuersetin dengan menggunakan berbagai teknik spektroskopik untuk memperoleh senyawa murni tersebut. Kuersetin sebagai bahan baku utama dibrominasi menggunakan larutan Bromin dalam asam asetat glasial pada suhu 35°-40°C selama satu jam, kemudian dimurnikan dengan metode kromatografi kolom. Kemurnian dari senyawa dilihat menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Produk yang diperoleh kemudian dikarakterisasi dengan beberapa metode spektroskopi meliputi UV-VIS, FT-IR, 1H-NMR, dan ESI-MS. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produk yang diperoleh adalah 6,8-dibromo kuersetin dengan persen rendemen sebesar 32,47%.

ABSTRACT

The research concerning on synthesis, purity analysis, and

characterization of 6,8-dibromo quercetin has been conducted. This study aimed to perform the synthesis, purity analysis, and characterization of the 6,8-dibromo quercetin using various spectroscopic techniques in order to obtain the pure compound. Quercetin as starting material was brominated using bromine solution in glacial acetic acid at 35 ° - 40 ° C for one hour, then was purified using flash colomn chromatography (FCC) method. Purity of compound was monitored by Thin Layer Chromatography (TLC). The product then was characterized by several spectroscopic methods including UV-VIS, FT-IR, 1H-NMR, and ESI-MS. The results showed that the product obtained was 6,8-dibromo quercetin with yield percentage was 32.47% .

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. vi

ABSTRAK .......................................................................................... ix

ABSTRACT ........................................................................................ x

DAFTAR ISI ....................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4

II.1 Kuersetin dan Turunannya .......................................................... 4

II.1.1 Kuersetin .................................................................................. 4

II.1.2 Turunan Kuersetin .................................................................... 5

II.2 Sintesis Senyawa Kimia .............................................................. 5

II.2.1 Sintesis .................................................................................... 5

II.2.2 Desain Obat .............................................................................. 6

II.3 Analisis Kemurnian ...................................................................... 7

II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis ........................................................ 7

II.3.2 Kromatografi Kolom .................................................................. 9

II.4 Karakterisasi Senyawa .............................................................. 10

II.4.1 Spektrofotometri UV-VIS ........................................................ 10

II.4.1.1 Teori Spektrofotometri ......................................................... 10

II.4.1.2 Prinsip Kerja ........................................................................ 11

II.4.2 Spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) ........... 12

II.4.3 Spektroskopi Proton-Nuclear Magnetic Resonance ............... 15

II.4.3.1 Asal-Usul Gejala Resonansi Magnetik Nuklir ...................... 15

II.4.3.2 Spektrum Resonansi Nuklir Magnetik .................................. 17

II.4.3.3 Keekivalenan Proton ........................................................... 18

II.4.3.4 Pola Pemisahan Proton ....................................................... 19

II.4.3.5 Instrumentasi Proton-Nuclear Magnetic Resonance ........... 20

II.4.4 Electrospray Ionization Mass Spectroscopy (ESI-MS) ........... 20

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 23

III.1 Alat dan Bahan ......................................................................... 23

III.2 Cara Kerja ............................................................................... 23

III.2.1 Sintesis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin ............................ 23

III.2.2 Analisis Kemurnian Senyawa 6,8 Dibromo Kuersetin ........... 24

III.2.2.1 Kromatografi Lapis Tipis ..................................................... 24

III.2.2.2 Kromatografi Kolom ........................................................... 24

III.2.3 Karakterisasi Senyawa 6,8 Dibromo Kuersetin ...................... 26

III.2.3.1 Spektrofotometri UV-VIS .................................................... 26

III.2.3.2 Spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) ....... 27

III.2.3.3 Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance ...................... 27

III.2.3.4 Electrospray Ionization Mass Spectroscopy (ESI-MS) ....... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 29

IV.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 29

IV.2 Pembahasan ............................................................................ 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 36

V.1 Kesimpulan ............................................................................... 36

V.2 Saran ........................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 37

LAMPIRAN ...................................................................................... 40

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1 Skema Reaksi Sintesis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin 2 Pemerian Senyawa Kuersetin dan 6,8-Dibromo Kuersetin 3 Rendemen Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

4 Hasil KLT dan Spektrofotometri UV-Vis Senyawa Kuersetin

dan 6,8-Dibromo Kuersetin

5 Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa Kuersetin

6 Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

7 Hasil Pengukuran Spektroskopi 1H-NMR dan ESI-MS

Senyawa Kuersetin dan 6,8-Dibromo Kuersetin

29

29

30

30

30

31 31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja

2. Perhitungan Rendemen Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

3. Gambar Hasil Penelitian 4. Gambar Senyawa Kuersetin dan 6,8-Dibromo Kuersetin

5. Gambar Instrumen

40

41

43 48 49

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Reaksi Sintesis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

2 Kromatogram Senyawa Hasil Sintesis

3 Kromatogram Senyawa Sintetik murni

4 Spektra UV-Vis Senyawa Kuersetin

5 Spektra UV-Vis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

6 Spektra IR Senyawa Kuersetin

7 Spektra IR Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

8 Spektra 1H-NMR Senyawa Kuersetin

9 Spektra 1H-NMR Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

10 Spektra ESI-MS Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

11 Senyawa Kuersetin

12 Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

13 Instrumen Kromatografi Kolom 14 Instrumen Spektrofotometer FT-IR

15 Instrumen Spektrofotometer UV-VIS 16 Instrumen Spektroskopi 1H-NMR

17 Instrumen Spektroskopi ESI-MS

43

43

44

44

45

45

46

46

47

47

48

48

49

49

50

50

51

BAB I

PENDAHULUAN

Umat manusia dalam kehidupannya dikelilingi oleh sumber alam

hayati dan telah digunakan sejak lama untuk obat-obatan dalam

menyembuhkan berbagai penyakit. Namun, jika sumber tersebut terus

menerus digunakan maka akan mengalami kekurangan dan berdampak

negatif bagi ekosistem. Oleh karena itu, berbagai metode pendekatan

yang dilakukan untuk penemuan dan pengembangan obat baru, salah

satunya yaitu sintesis dari modifikasi struktur molekul senyawa yang telah

diketahui aktivitas biologisnya yang bertujuan untuk mendapatkan

senyawa baru yang mempunyai aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang

lebih panjang, tingkat keamanan yang lebih tinggi, lebih selektif dan lebih

stabil (1).

Kuersetin merupakan senyawa golongan flavonoid yang memiliki

inti flavon yang terbentuk dari dua cincin benzen yang terhubung melalui

jembatan oksigen membentuk cincin heterosiklik. Kuersetin dan

glikosidanya banyak terdapat di dalam tumbuhan dan merupakan

senyawa flavonoid yang jumlahnya paling melimpah yaitu sekitar 65-70%

dari flavonoid yang terdapat di alam. Kuersetin diketahui memiliki

beberapa efek farmakologis, salah satunya yaitu efek anti-diabetes

dengan menghambat kerja dari enzim α-glukosidase. Penelitian yang

telah dilakukan menunjukan bahwa kuersetin memiliki kemampuan

menghambat aktivitas enzim α−glukosidase sebesar 75,7% pada dosis 10

µg/mL (2,3,4).

α-glukosidase adalah enzim yang ditemukan di dalam saluran

pencernaan yang berfungsi untuk memecah karbohidrat kompleks menjadi

gula sederhana yang akan diserap. Penghambat α-glukosidase bekerja

dengan menghalangi penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan,

sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa setelah makan

(postprandial) di dalam darah (5,6).

Untuk meningkatkan potensi atau optimasi senyawa kuersetin,

Computer−Aided Drug Design and Development (CADDD) yang

merupakan salah satu alat bantu untuk rancangan obat secara rasional,

digunakan untuk merancang turunan kuersetin berdasarkan bentuk

pengikatan dan interaksi dengan situs pengikatan dari α−glukosidase

dengan metode simulasi docking menggunakan Arguslab® 4.0.1. Salah

satu turunan kuersetin yang telah diprediksi memiliki aktivitas lebih baik

dibanding senyawa induknya (kuersetin) yakni 6,8-dibromo kuersetin

dengan nilai energi interaksi -12,11 kkal/mol sedangkan kuersetin dengan

energi interaksi -10.61 kkal/mol terhadap situs pengikatan dari

α−glukosidase (7).

Tujuan penelitian ini adalah melakukan sintesis, analisis kemurnian,

dan karakterisasi terhadap senyawa 6,8-dibromo kuersetin dengan

menggunakan berbagai teknik spektroskopik.

Manfaat dari penelitian ini adalah menambah informasi tentang

proses sintesis, analisis kemurnian, dan karakterisasi senyawa turunan

kuersetin (6,8-dibromo kuersetin) dan memperoleh senyawa murni

6,8-dibromo kuersetin yang digunakan sebagai bahan uji untuk

eksperimen secara in vitro terhadap α−glukosidase secara langsung guna

membuktikan hasil prediksi berdasarkan hasil simulasi docking tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Kuersetin dan Turunannya

II.1.1 Kuersetin

Kuersetin merupakan senyawa golongan flavonoid yang memiliki

inti flavon yang terbentuk dari dua cincin benzen yang terhubung melalui

jembatan oksigen membentuk cincin heterosiklik (3). Nama IUPAC

kuersetin adalah (2-(3’,4’-dihidroksifenil)–3,5,7–trihidroksi–Kromon-4-on),

dengan rumus molekul C15H10O7, massa molar 302,236 g/mol, kerapatan

curah 1,799 g/cm3, dan titik leleh 316 °C (11).

Kuersetin dan glikosidanya banyak terdapat di dalam tumbuhan

dan merupakan senyawa flavonoid yang jumlahnya paling melimpah yaitu

sekitar 65-70% dari flavonoid yang terdapat di alam. Kuersetin merupakan

golongan flavonoid dilaporkan menunjukkan beberapa aktivitas biologi.

Aktivitas ini dikaitkan dengan sifat antioksidan kuersetin, antara lain

karena kemampuan menangkap radikal bebas dan spesi oksigen reaktif

seperti anion superoksida dan radikal hidroksil (3). Beberapa efek

farmakologis senyawa kuersetin yaitu sebagai obat antidiabetik, prostatitis,

penyakit hati, katarak, antiinflamasi, antialergi, anti kanker,bronkhitis, dan

asma (11)

II.1.2 Turunan Kuersetin

Salah satu modifikasi molekul kuersetin yang sudah dilakukan

adalah dengan klorinasi menggunakan asam hipoklorit menghasilkan

6-klorokuersetin dan 6,8-diklorokuersetin dengan aktivitas antioksidan

lebih tinggi dari senyawa induknya. Senyawa 6-klorokuersetin ini

menunjukkan aktivitas perlindungan terhadap tukak lambung yang

diinduksi asetosal lebih tinggi dibanding kuersetin. (12)

Kuersetin diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, salah

satunya yaitu efek anti-diabetes dengan menghambat kerja dari enzim

α-glukosidase. Untuk meningkatkan potensi atau optimasi senyawa

kuersetin, Computer−Aided Drug Design and Development (CADDD) yang

merupakan salah satu alat bantu untuk rancangan obat secara rasional,

digunakan untuk merancang turunan kuersetin berdasarkan bentuk

pengikatan dan interaksi dengan situs pengikatan dari α−glukosidase

dengan metode simulasi docking. Salah satu turunan kuersetin yang

diprediksi memiliki aktivitas lebih baik dibanding senyawa induknya

(kuersetin) yakni 6,8-dibromo kuersetin (7).

II.2 Sintesis Senyawa Kimia

II.2.1 Sintesis

Sintesis merupakan perubahan struktur senyawa asal menjadi

senyawa target yang sama sekali berbeda dengan senyawa asalanya.

Sebagai contoh perubahan senyawa metabolit sekunder menjadi berbagai

bentuk senyawa penting. Sintesis senyawa target mempunyai banyak

langkah reaksi. Hasil reaksi dari langkah reaksi pertama merupakan zat

antara untuk langkah reaksi berikutnya. Untuk menyerderhanankan

langkah reaksi ini dapat dimungkinkan sintesis dimulai dari senyawa hasil

alam sebagai senyawa kunci (1).

Ada jutaan senyawa kimia telah diketahui, namun yang merupakan

senyawa kunci hanya sebagian kecil saja. Senyawa kunci merupakan

senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mensintesis senyawa kimia

lain dan menghasilkan bahan kimia penting bagi kehidupan umat

manusia (1).

Kekayaan alam nabati Indonesia melimpah ruah, dan telah

digunakan sejak dahulu untuk pengobatan dalam menyembuhkan

berbagai penyakit. Namun, jika sumber tersebut terus menerus digunakan

maka akan mengalami kekurangan dan berdampak negatif bagi

ekosistem. Oleh karena itu, berbagai metode pendekatan yang dilakukan

untuk penemuan dan pengembangan obat baru, salah satunya yaitu

sintesis dari modifikasi struktur molekul senyawa yang telah diketahui

aktivitas biologisnya yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru

yang mempunyai aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih panjang,

tingkat keamanan yang lebih tinggi, lebih selektif dan lebih stabil (1).

II.2.2 Desain Obat

Desain obat dimulai dengan menemukan senyawa yang

menunjukan sifat biologi penting dan diakhiri dengan langkah optimasi,

baik dari profil aktivitas maupun sintesis senyawa kimia. Dengan kimia

komputasi, peneliti menggunakan komputer untuk mengoptimasi aktivitas,

geometrik dan reaktivitas, sebelum senyawa disintesis secara

eksperimental. Hal ini dapat menolong dalam mensintesis senyawa yang

membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang tidak sedikit (13).

Optimasi aktivitas sering kali menggunakan pendekatan struktur

molekul obat yang disesuaikan dengan struktur target. Struktur target

merupakan suatu protein baik berupa reseptor atau enzim ataupun DNA

yang dapat ditentukan dan dapat diidentifikasi menggunakan perangkat

bioinformatik atau aktivitas farmakologiknya. Jika struktur dari target telah

diketahui misalnya ditentukan dengan cara Xray crystallography atau

spektroskopi NMR, maka akan dapat ditentukan molekul obat yang dapat

secara tepat masuk ke dalam binding sites dari target, sehingga kita

mampu melakukan simulasi untuk membuktikan adanya interaksi antara

obat dengan targetnya. Hasilnya adalah mendapatkan usulan senyawa

yang memiliki aktivitas yang lebih baik dan siap disintesis (13,14).

II.3 Analisis Kemurnian

II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan yang

memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan

waktu yang singkat serta pemakaian pelarut dan cuplikan dalam jumlah

sedikit. KLT termasuk kromatografi serapan, dimana sebagai fase diam

berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak

adalah zat cair yang disebut larutan pengembang (15).

a. Fase diam (Lapisan Penyerap)

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang

terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga

datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat

polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dnegan bantuan

bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Penyerap

yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel,

alumina, kieselgur, dan selulosa (15).

Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan

homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung

pada kedua sifat tersebut. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah

1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu cara untuk

memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam

yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran

pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (15).

b. Fase gerak (Pelarut Pengembang)

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau

beberapa pelarut. Jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus

berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas

maksimum tiga komponen (15).

c. Harga Rf

Untuk menggambarkan jarak pengembangan senyawa pada

kromatogram dipakai istilah harga Rf (16).

Jarak titik pusat bercak dari titik awal

Jarak garis depan pelarut dari titik awal

II.3.2 Kromatografi Kolom

Teknik pemisahan kromatografi kolom dalam memisahkan

campuran, kolom yang telah dipilih sesuai ukuran diisi dengan bahan

penyerap (adsorben) seperti alumina dalam keadaan kering atau dibuat

seperti bubur dengan pelarut. Pengisian dilakukan dengan bantuan

batang pemampat (pengaduk) untuk memampatkan adsorben dengan

gelas wool pada dasar kolom. Pengisian harus dilakukan secara hati-hati

dan sepadat mungkin agar rata sehingga terhindar dari gelembung-

gelembung udara. Untuk membantu homogenitas pengepakan biasanya

kolom setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada

pelat kayu. Sejumlah cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut, dituangkan

melalui sebelah atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam adsorben.

Komponen-komponen dalam campuran diadsorpsi dari larutan secara

kuantitatif oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas

kolom, dengan penambahan pelarut (eluen) secara terus-menerus,

masing-masing komponen akan bergerak turun melalui kolom dan pada

bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara bahan

penyerap, komponen campuran dan eluen. Kesetimbangan dikatakan

RF =

tetap bila suatu komponen yang satu dengan lainnya bergerak ke bagian

bawah kolom dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga

terjadi pemisahan. Jika kolom cukup panjang dan semua parameter

pemisahan betul-betul terpilih seperti diameter kolom, adsorben, pelarut

dan kecepatan alirannya, maka akan terbentuk pita-pita (zona-zona) yang

setiap zona berisi satu macam komponen. Setiap zona yang keluar dari

kolom dapat ditampung dengan sempurna sebelum zona yang lain keluar

dari kolom (17).

II.4 Karakterisasi Senyawa

II.4.1 Spektrofotometri UV-VIS

II.4.1.1Teori Spektrofotometri

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi

yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini,

dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari

1 nm. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah

spektrofotometer, yaitu instrument yang terdiri dari dua instrument dalam

satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer.

Sebuah spektrofotometer dapat dianggap sebagai sebuah

fotometer fotolistrik yang diperhalus yang memungkinkan penggunaan

pita-pita cahaya yang sinambung variabelnya dan lebih mendekati

monokromatik. Bagian-bagian penting spektrofotometer adalah : suatu

sumber energi cahaya; sebuah monokromator, yakni suatu piranti untuk

memencilkan cahaya monokromatik; kuvet kaca atau silica untuk pelarut

dan larutan yang dituju dan sebuah peranti untuk menerima atau

mengukur berkas-berkas energi cahaya yang melewati pelarut atau

larutan (18)

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat instrument analisis yang

bekerja berdasarkan prinsip kolorimetri yaitu metode yang menyatakan

bahwa warna yang timbul pada larutan contoh tergantung pada kepekatan

konsentrasi suatu unsur. Metode analisis ini didasarkan pada pengukuran

energy cahaya tampak atau cahaya ultraviolet oleh suatu senyawa

sebagai fungsi dari panjang gelombang (19).

II.4.1.2 Prinsip Kerja

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Suatu

berkas dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar

radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh

cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang

diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding

dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik.

Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki

energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan

terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami

penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan

tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses

penyerapan (20).

II.4.2 Spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Sinar infra merah mempunyai panjang gelombang lebih panjang

dibandingkan dengan UV-Vis, sehingga energinya yang lebih rendah

dengan bilangan gelombang 600-4000 cm-1 atau sekitar (1,7 x 10-3 cm

sampai dengan 2, x 10-4 cm). Sinar infra merah hanya dapat

menyebabkan vibrasi (getaran) pada ikatan baik berupa rentangan

(streaching= str) maupun berupa bengkokan (bending=bend). Energi

vibrasi untuk molekul adalah spesifik yang berarti bilangan gelombangnya

spesifik. Namun pada prakteknya spektroskopi IR lebih diperuntukkan

untuk menentukan adanya gugus-gugus fungsional utama dalam suatu

sampel yang diperoleh berdasarkan bilangan gelombang yang dibutuhkan

untuk vibrasi tersebut (21).

Frekuensi dari ikatan dipengaruhi oleh atom-atom atau gugus-

gugus sekelilingnya, namun demikian ikatan rangkap dua atau tiga lebih

kuat daripada ikatan tunggal seperti C-H, N-H, O-H, C-C dan lain-lain

timbul antara 3600-1500 cm-1, gugus karbonil memberikan vibrasi ukur

antara 2000-1500 cm-1, hal ini tentunya juga bergantung pada

sekelilignya. Daerah dibawah 1600 cm-1 adalah pita-pita ikatan tunggal

dari C-C, C-N, C-O, C-Halogen dan lain-lain (22).

Pengertian Overtone adalah frekuensi yang besarnya dua kali

frekuensi vibrasi normal dan intensitas pitanya kecil contohnya overtone

dari karbonil 1716 cm-1 absorbsi overtonenya 3430 cm-1, bisa saja

tumpang tindih dengan absorbsi dari gugus hidroksi. Pengertian

“combination tone” adalah pita yang kecil kadang kadang timbul dengan

besaran frekuensinya merupakan penjumlahan atau pengurangan dari

dua atom lebih pita fundamental ( X+Y) atau (X-Y) cm-1 (22).

Serapan pada sekitar 1200-500 cm-1 merupakan sidik jari dari

molekul dan serapannya sangat kompleks biasanya digunakan untuk

mengkonfirmasi apakah gugus fungsi utamanya ada. Misalnya bila

molekul mempunyai gugus fungsional hidroksi (-OH) pada sekitar 3400

cm-1 biasanya intensitasnya kuat dengan puncak melebar, dan akan

diperkuat serapan C-O tunggal pada sekitar 1200 cm-1 yang tajam dan

intensitasnya kuat (21).

Menganalisis spektra IR dimulai dari kiri ke kanan atau dari

bilangan gelombang yang lebih besar ke kecil. Serapan suatu gugus

fungsional biasanya tidaklah eksak (tunggal), tapi dapat berupa interval

bilangan gelombang (21).

Berikut adalah beberapa serapan yang spesifik pada spektra IR

berdasarkan gugus fungsional (21) :

1. Aromatik

Untuk aromatik akan muncul serapan dari ikatan rangkap C=C pada

sekitar 1600 cm-1 dan dari =C-H (Sp2-s) pada sekitar 3000 cm-1

2. Alkena dan Alkuna

Alkena pada umumnya mirip dengan aromatik yaitu munculnya

serapan C=C pada sekitar 1600 cm-1 dan serapan =C-H (Sp2-s).

Sedangkan serapan alkuna C=C pada sekitar 2200 cm-1 dan serapan

=C-H (Sp2-s) pada sekitar 3300 cm-1

3. Karbonil

Ada beberapa senyawa karbonil (C=O) yang akan memunculkan

interval bilangan gelombang antara 1820-1600 cm-1 sebagai berikut :

a. Asam karboksilat akan memunculkan serapan OH pada

bilangan gelombang 3500-3300 cm-1

b. Amida akan muncul serapan N-H yang medium dan tajam pada

sekitar 3500 cm-1

c. Ester akan memunculkan serapan C-O tajam dan kuat pada

1300-1000 cm-1

d. Anhidrida akan memunculkan serapan C=O kembar 1810 cm-1

dan 1700 cm-1 dan akan lebih spesifik bila menggunakan FT-IR

e. Aldehida akan memunculkan C-H aldehida intensitas lemah tapi

tajam pada 2850-2700 cm-1 baik yang simetri maupun anti

simetri

f. Keton bila semua yang diatas tidak muncul

4. Alkohol dan Fenol

Kedua golongan senyawa ini akan memunculkan serapan (O-H) pada

sekitar 3500-3300 cm-1 dengan intensitas kuat dan melebar.

5. Amina

Akan muncul serapan N-H pada sekitar 3500 cm-1 dan biasanya

dikonfirmasi dengan amida

Kelima golongan senyawa diatas merupakan gugus fungsional

utama dan spesifik. Banyak gugus fungsi lain tapi kurang spesifik seperti

eter C-O yang juga terdapat pada alkohol dan ester, alkana yaitu C-C

tunggal dan –C-H ( Sp3-s) yang hampir dimiliki semua senyawa organik

sehingga tidak akan memberikan informasi yang bermanfaat bila dianalisis

dengan spektroskopi IR (21).

Sistem fourier transform adalah salah satu bagian dari desain

spektrofotometer tipe multipleks, subklas nondispersi. Peralatan analitik

multipleks adalah alat saluran tunggal (single channel) dimana komponen

sinyal diteliti secara stimultan. Untuk menentukan magnitude tiap

komponen tersebut sinyal analisis harus disesuaikan hingga

memungkinkan pengkodean sinyal untuk mengetahui komponennya.

Kebanyakan alat multipleks bergantung pada fourier transform untuk

mengkode sinyal dan biasanya disebut alat fourier transform (Fourier

Transform Instrument) (23).

II.4.3 Spektroskopi Proton-Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

II.4.3.1 Asal-Usul Gejala Resonansi Magnetik Nuklir

Inti-inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan sebagai mempunyai

spin atau tidak mempunyai spin. Suatu inti berspin akan menimbulkan

medan magnet kecil yang diperikan oleh suatu momen magnetik nuklir,

suatu vektor. Dalam spektroskopi NMR, suatu medan magnet luar

diciptakan oleh suatu medan magnet tapal kuda permanen atau suatu

elektromagnet. Kuat medan magnet luar ini dilambangkan dengan H0, dan

arahnya dinyatakan oleh sebuah anak panah. Proton yang bergasing

dengan momen magnetik nuklirnya, dalam banyak hal, mirip dengan suatu

batang magnet kecil. Bila molekul yang mengandung atom-atom hidrogen

ditaruh dalam medan magnetik luar, maka momen magnetik dari tiap inti

hidrogen atau proton, mengambil salah satu dari dua sikap yaitu paralel

atau anti paralel terhadap medan luar (24).

Dalam keadaan paralel arah momen magnetik proton sama dengan

arah medan luar. Dalam keadaan anti paralel momen magnetik proton

berlawanan arah dengan medan luar. Keadaan paralel suatu proton lebih

stabil (berenergi lebih rendah) dibandingkan dengan keadaan anti paralel.

Bila dikenai gelombang radio yang frekuensinya cocok, momen magnetik

dari sebagian kecil proton paralel akan menyerap energi dalam membalik

atau jungkir balik (flip) menjadi keadaan antiparalel yang energinya lebih

tinggi. Banyaknya energi yang diperlukan untuk membalik momen

magnetik sebuah proton dari paralel ke antiparalel bergantung sebagian

pada besarnya H0. Jika H0 dibesarkan maka inti itu lebih bertahan untuk

dijungkirbalikkan dan diperlukan radiasi berfrekuensi lebih tinggi (24).

Bila gabungan khusus antara kuat medan magnet luar dan radio

frekuensi menyebabkan suatu proton berpindah dari keadaan paralel

menjadi antiparalel maka diikatakan proton itu dalam resonansi. Istilah

resonansi nuklir magnetik berarti “inti-inti dalam resonansi dalam medan

magnet” (24).

II.4.3.2 Spektrum Resonansi Nuklir Magnetik

Bila inti dengan spin diletakkan diantara kutub-kutub magnet yang

sangat kuat maka inti akan menjajarkan medan magnetiknya sejajar atau

melawan medan magnet. Dengan menerapkan energi dalam kisaran

frekuensi radio, kita dapat mengeksitasi inti pada keadaan spin yang

berenergi lebih rendah ke spin yang berenergi lebih tinggi. Membaliknya

inti dari keadaan paralel ke antiparalel memberikan penyerapan energi

yang akan dideteksi dengan suatu indikator daya (25).

Dalam satu macam spektrometer, radio-frekuensinya dibuat tetap

pada 60 MHz sedangkan H0 diubah-ubah dalam suatu range kecil dan

frekuensi absorpsi energi direkam untuk pelbagai harga H0. Jadi, spektrum

NMR adalah banyaknya energi yang diserap berbanding dengan kuat

medan magnet. Dalam suatu spektrum NMR, posisi serapan sebuah

proton bergantung pada kuat netto medan magnet lokal yang

mengitarinya. Medan lokal ini merupakan hasil medan terapan H0 dan

medan molekul terimbas yang mengitari proton itu dan berlawanan

dengan medan magnet terapan. Jika medan imbasan proton itu relatif kuat

maka medan itu melawan H0 dengan lebih kuat dan diperluas medan

terapan yang lebih besar untuk membawa proton itu agar beresonansi.

Dalam hal ini, proton dikatakan terperisai (shielded) dan absorpsinya

terletak diatas medan dalam spektrum itu. Atau sebaliknya jika media

imbasan disekitar proton itu relatif lemah, maka medan yang dipakai juga

lemah dan membawa proton ini ke dalam resonansi. Proton itu dikatakan

tak terpersai (deshielded) dan absorpsinya muncul dibawah medan.

Terperisai dan tak terperisai adalah istilah relatif. Untuk memperole

pengukuran yang kuantitatif dieprlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang

dipilih untuk titik rujukan adalah tetrametilsilena (TMS), yang proton-

protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR.

Absorpsinya kebanyakan proton lain dijumpai dibawah medan absorpsi

TMS. Dalam praktek, TMS ditambahkan langsung pada contoh, dan peak

TMS bersama dengan peak-peak absorpsi dari senyawa contoh diperoleh

dalam spektrum. Selisih antar posisi absorpsi TMS dan posisi absorpsi

suatu proton tertentu disebut geseran kimia (chemical shift) (24).

II.4.3.3 Keekivalenan Proton

Setiap proton atau kelompok proton pada molekul organik

mempunyai lingkungan kimia yang spesifik sehingga harga δ juga akan

spesifik. Kelompok proton adalah sejumlah proton yang mempunyai harga

δ yang sama. Bila lingkungan kimianya makin elektropositif artinya makin

terperisai maka harga δ akan menuju TMS, sedangkan bila lingkungannya

makin elektronegatif maka proton makin tak terperisai maka harga δ akan

makin jauh dari TMS. Dengan demikian bisa saja terjadi perbedaan harga

δ untuk kelompok proton yang sama bila lingkungan kimianya

berbeda (26).

II.4.3.4 Pola Pemisahan Proton (24)

a. Singlet

Sebuah proton yang tidak memiliki proton tetangga yang secara

magnetik tak-ekuivalen dengannya, akan menunjukkan sebuah

peak tunggal, yang disebut singlet dalam spektrum NMR.

b. Doblet

Sebuah proton yang memiliki satu proton tetangga yang tidak

ekivalen dengannya akan memberikan suatu isyarat yang terbelah

menjadi satu peak rangkap atau disebut doblet.

c. Triplet

Sebuah proton (Ha) yang memiliki dua proton tetangga yang saling

ekivalen satu sama lain namun tidak ekivalen dengannya, maka

isyarat NMR dari Ha adalah triplet. Jika kedua proton tersebut

ditandai dengan Hb, ekuivalen, maka keduanya memberikan satu

sinyal terpisah oleh Ha menjadi suatu doblet.

d. Kuartet

Suatu senyawa yang mengandung gugus metil dan satu proton (Ha)

pada karbon didekat gugus metil. Proton ini tak-ekuivalen dengan

proton-proton metil. Ketiga proton metil (Hb) yang ekuivalen

mempunyai satu proton tetangga dan muncul sebagai sebuah

doblet dalam spektrum. Isyarat yang ditimbulkan oleh Ha muncul

sebagai suatu kuartet karena Ha memiliki tiga proton tetangga.

II.4.3.5 Instrumentasi Spektroskopi Proton-Nuclear Resonance

(1H-NMR) (26)

Tabung kaca berbentuk silindris berisis sampel yang dilarutkan

dalam pelarut tanpa proton ditambah dengan TMS sebagai standar

internal. Tabung sampel ditempatkan diantara dua kutub magnet

kemudian diputar agar semua bagian sampel dipengaruhi oleh medan

magnet (homogen). Pada celah magnet terdapat kumparan dengan

generator frekuensi, 60 MHz dengan H0 yaitu 14.100 Gauss atau alat

terbaru 100 MHz dengan H0 yaitu 51.480 Gauss. Kumparan ini akan

memberikan tenaga elektromagnetik yang digunakan untuk merubah

orientasi spin. Bila sampel menyerap radiasi maka putaran akan

menghasilkan sinyal frekuensi radio pada bidang kumparan detektor dan

akan memberikan respon dan mencatatnya sebagai sinyal resonansi

magnet inti berupa puncak.

II.4.4 Electrospray Ionization Spectroscopy (ESI-MS) (27)

Sampel dimasukkan, diuapkan dan terumpan dalam suatu aliran

sinambung kedalam kamar pengionan. Kamar pengionan sebagai ditaruh

dalam vakun untuk meminimalkan tabrakan dan reaksi antara radikal,

molekul udara, dan lain-lain. Dalam kamar ini, contoh melewati suatu

aliran elektron berenergi tinggi, yang menyebabkan ionisasi beberapa

molekul sampel menjadi ion-ion molekul.

Setelah terbentuk, sebuah ion molekul dapat mengalami fragmentasi

dan penataan ulang. Proses-proses ini berjalan sangat cepat

(10-10 – 10-6 det). Partikel yang berumur lebih panjang dapat dideteksi oleh

pengumpul ion, sedangkan yang berumur lebih pendek mungkin tak

sempat mencapai pengumpul ion. Dalam beberapa hal, ion molekul terlalu

pendek usianya sehingga tak dapat dideteksi, dan hanya produk-produk

berfragmentasinya yang menunjukkan peak.

Segera radikal-radikal dan partikel-partikel lain itu terbentuk, mereka

diumpamakan meleati dua elektroda, lempeng pempercepat ion, yang

mempercepat partikel bermuatan positif. (Partikel yang bermuatan negatif

dan netral tak dipercepat dan terus-menerus dibuang oleh pompa vakum).

Dari lempeng pempercepat, partikel beruatan positif menuju ke tabung

analisator, dimana partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet

sehingga lintasannya melengkung.

Jari-jari lintasan melengkung bergantung pada kecepatan partikel

dan kuat medan magnet yang selanjutnya ditentukan voltase pempercepat

dan m/e partikel. Pada kuat medan dan voltase yang sama, partikel

dengan m/e tinggi akan memiliki jari-jari yang lebih besar, sedangkan yang

m/e-nya rendah akan mempunyai jari-jari rendah pula. Oleh karena itu,

aliran terus-menerus partikel bermuatan positif lewat tabung analisator

membentuk suatu pola; partikel dengan m/e tinggi memiliki jari-jari besar,

partikel dengan m/e rendah memiliki jari-jari kecil. Jika voltase

pempercepat dikurangi perlahan-lahan dan secara sinambung, kecepatan

semua partikel akan berkurang, dan jari-jari lintasan semua partikel juga

berkurang. Dengan teknik ini, partikel berturut-turut mengenai detektor

dimulai dengan m/e rendah. Efek yang sama dapat diperoleh dengan

menaikkan kuat medan magnet, sebagai ganti menurunkan voltase

pempercepat.

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

chamber, eksikator, electrospray ionization - mass spectroscopy (ESI-MS),

kamera digital, kolom, lampu UV 254 dan 366 nm, lemari asam, magnetik

stirer, mikropipet (Socorex®), neraca analitik (Sartorius®), oven, pipet

volume, spektrofotometer UV-VIS (Agilent®), spektrofotometer Fourier

Transform – Infra Red (FT-IR) (Bruker® Alpha), spektroskopi Nuclear

Magnetic Resonance (NMR) (JEOL Oxford® α-500), termometer.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling,

alkohol 96% p.a, asam asetat glasial p.a, etil asetat p.a, glass wool,

kuersetin murni, larutan bromin, lempeng silica gel GF 254, metanol p.a,

n-heksan p.a, silika gel G 60.

III.2. Cara Kerja

III.2.1 Sintesis senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Sebanyak 1 g kuersetin dilarutkan dengan 100 ml asam asetat

glasial di dalam stop erlenmeyer, lalu ditempatkan diatas magnetik stirer di

dalam lemari asam dan dipanaskan sampai mencapai suhu 35°-40°C.

Kemudian ditambahkan tetes per tetes 400 µl bromin secara perlahan-

lahan. Setelah satu jam pengadukan yang kuat, akan dihasilkan endapan

berwarna kuning-kehijauan, lalu disaring untuk memisahkan endapan

dengan filtrat kemudian endapan dicuci dengan air suling dan dikeringkan

di dalam oven (8).

III.2.2 Analisis Kemurnian senyawa 6,8-Dibromo Kuer setin

III.2.2.1 Kromatografi lapis tipis

Sampel hasil sintesis yang telah dikeringkan kemudian di analisis

secara kualitatif dengan menggunakan teknik kromatografi lapis tipis.

Sampel dan pembanding (kuersetin murni) dilarutkan dengan

menggunakan alkohol 96% p.a, kemudian ditotol pada lempeng silika gel

GF 254 dan dielusi dengan menggunakan perbandingan eluen n-Heksan

p.a : Etil asetat p.a (2 : 5).

Identifikasi terhadap penampakan noda dilakukan dengan

menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian nilai Rf noda

pada sampel dibandingkan dengan nilai Rf noda pada pembanding. Jika

terdapat noda lebih dari satu pada lempeng KLT berarti sampel masih

belum murni.

III.2.2.2 Kromatografi Kolom (9)

Sampel yang belum murni (ditentukan dari profil KLT) dapat

dipisahkan dengan menggunakan teknik kromatografi kolom.

a. Penyiapan Kolom

Kolom dengan diameter 5 cm dengan panjang 60 cm, kolom dicuci

dan dikeringkan kemudian dipasang pada statif secara tegak lurus.

Pada dasar kolom dimasukkan kapas dan glass wool yang berfungsi

sebagai penahan adsorben.

b. Cairan Pengelusi

Cairan pengelusi yang digunakan adalah n-heksan : etil asetat (2:5).

c. Adsorben

Adsorben yang digunakan adalah silika gel G 60 yang dilarutkan di

dalam wadah gelas piala dengan cairan pengelusi hingga

membentuk bubur silika.

d. Pemisahan komponen

Adsorben yang telah disiapkan dituang sedikit demi sedikit kedalam

Kolom dan dimampatkan untuk memperoleh kerapatan adsorben

yang baik. Kran kolom diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh

keseimbangan antara kecepatan mengalir cairan pengelusi dengan

daya serap adsorben. Lalu ditambahkan glass wool pada lapisan

atas adsorben sebagai pembatas antara sampel dan adsorsen.

Selanjutnya sampel dilarutkan dengan cairan pengelusi kemudian

dipipet sedikit demi sedikit dan dimasukkan ke dalam kolom melalui

dinding kolom. Tetesan yang keluar ditampung dalam vial 5 ml. Noda

yang ditampung kemudian diidentifikasi dengan kromatografi lapis

tipis. Noda yang menunjukkan senyawa campuran disatukan untuk

kemudian dipisahkan kembali sehingga menunjukkan satu noda

tunggal (senyawa murni).

III.2.3. Karakterisasi Senyawa 6,8-Dibromo Kuerseti n

III.2.3.1 Spektrofotometri UV-VIS

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin S ecara

Spektrofotometri UV-VIS

Kuersetin murni (10 mg), dilarutkan dan dicukupkan volumenya

dengan metanol hingga 10 ml di dalam labu tentukur sehingga

diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 1000 bpj. Larutan stok

dipipet sebanyak 500 µl kemudian dimasukkan kedalam labu

tentukur kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 ml

menggunakan metanol sehingga akan diperoleh larutan dengan

konsentrasi 50 bpj. Pengerjaan dilakukan di tempat gelap. Larutan

lalu diukur panjang gelombang maksimal dan serapannya.

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Senyawa 6,8 -

Dibromo Kuersetin Secara Spektrofotometri UV-VIS

Senyawa sintetik murni (10 mg) dilarutkan dan dicukupkan

volumenya dengan metanol hingga 10 ml di dalam labu tentukur

sehingga diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 1000 bpj.

Larutan stok dipipet sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan kedalam

labu tentukur kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan

menggunakan metanol sehingga akan diperoleh larutan dengan

konsentrasi 100 bpj. Pengerjaan dilakukan di tempat gelap. Larutan

lalu diukur panjang gelombang maksimal dan serapannya.

III.2.3.2 Spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

a. Penentuan Gugus Fungsi Senyawa Kuersetin secara

Spektrofotometri FT-IR

Kuersetin (2 mg) diletakkan di atas plat optik untuk wadah cuplikan,

lalu diidentifikasi gugus fungsinya bedasarkan data spektrum yang

direkam oleh alat detektor spektrofotometer FT-IR.

b. Penentuan Gugus Fungsi Senyawa 6,8-Dibromo Kuers etin

secara Spektrofotometri FT-IR

Senyawa sintetik murni (2 mg) diletakkan di atas plat optik untuk

wadah cuplikan, lalu diidentifikasi gugus fungsinya bedasarkan data

spektrum yang direkam oleh alat detektor spektrofotometer FT-IR.

III.2.3.3 Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR)

a. Penentuan Jumlah Atom H pada Kuersetin secara Sp ektroskopi

Proton-Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

Kuersetin (2 mg) dilarutkan dengan pelarut khusus NMR (CD3OD) di

dalam tube NMR dan dicukupkan volumenya hingga 4 cm dari

panjang tube lalu ditempatkan dalam alat spektroskopi NMR

(JEOL Oxford® α-500) untuk pengukuran jumlah atom Hidrogen.

Selanjutnya data spektrum akan direkam oleh alat detektor NMR.

b. Penentuan Jumlah Atom H pada 6,8-Dibromo Kuerset in secara

Spektroskopi Proton-Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

Senyawa sintetik murni (2 mg) dilarutkan dengan pelarut khusus

NMR (CD3OD) di dalam tube NMR dan dicukupkan volumenya

hingga 4 cm dari panjang tube lalu ditempatkan dalam alat

spektroskopi NMR (JEOL Oxford® α-500,) untuk pengukuran jumlah

atom Hidrogen. Selanjutnya data spektrum akan direkam oleh alat

detektor NMR.

III.2.3.4 Electrospray Ionization Mass Spectroscopy (ESI-MS)

Senyawa sintetik murni (5 mg) dilarutkan dengan metanol kemudian

dicampur dengan senyawa matriks lalu diinjeksikan ke dalam wadah

cuplikan berupa kolom menuju ruang pengion, kemudian ion-ion yang

dihasilkan akan flight menuju tabung analyzer mass dan ditentukan

massanya berdasarkan Time Of Flight ion-ion tersebut. Data spektrum

massa akan direkam pada alat detektor ESI-MS. (10)

IV.1 Hasil Penelitian

IV.1.1 Tabel Skema Reaksi

Tabel 1. Skema Reaksi Sintesis Senyawa

Kuersetin

IV.1.2 Perbedaan Sifat Fisik antara

Sintesis

Tabel 2. Pemerian Senyawa Kuersetin dan 6,8

Sifat Fisik

Pemerian

Kelarutan

Bau

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

IV.1.1 Tabel Skema Reaksi

Tabel 1. Skema Reaksi Sintesis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

6,8-Dibromo Kuersetin

Br2 CH3CO2H, 40ᵒC 1h

.2 Perbedaan Sifat Fisik antara Parentdrug dengan Senyawa

Pemerian Senyawa Kuersetin dan 6,8-Dibromo Kuersetin

Kuersetin 6,8-Dibromo Kuersetin

Serbuk ringan dan halus

berwarna kuning pucat

Serbuk halus berwarna

kuning kehijauan

Mudah Larut dalam

metanol dan etanol

Larut dalam

etanol

Tidak berbau Tidak berbau

Dibromo Kuersetin

Dibromo Kuersetin

dengan Senyawa

Dibromo Kuersetin

Dibromo Kuersetin

Serbuk halus berwarna

kuning kehijauan

Larut dalam metanol dan

Tidak berbau

IV.1.3 Rendemen Senyawa 6,8

Tabel 3. Rendemen Senyawa 6,8

IV.1.4 Perbedaan Hasil Karakterisasi antara

Senyawa Sintesis

Tabel 4. Hasil KLT dan Spektrofotometri 6,8-Dibromo KuersetinKarakterisasi

KLT

Nilai Rf : 0,72Eluen (Heksan : EtoAc = 2 : 5)Penampakan noda : UV254 : spot noda kuningUV366 : Tidak berfloresensi

UV-Vis 374,5 nm305 nm256,5 nm

Tabel 5. Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa Kuersetin

Bobot kuersetin (starting material)

1,507 g

Bilangan gelombang (cm

3379 2921, 2850

1608,1561, 1521,14551263,1200, 1167

1664

IV.1.3 Rendemen Senyawa 6,8 -Dibromo Kuersetin

men Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Perbedaan Hasil Karakterisasi antara Parentdrug

Senyawa Sintesis

Hasil KLT dan Spektrofotometri UV-Vis Senyawa Kuersetin dan Dibromo Kuersetin

Kuersetin 6,8

Nilai Rf : 0,72 Eluen (Heksan : EtoAc = 2 : 5) Penampakan noda : UV254 : spot noda kuning UV366 : Tidak berfloresensi

Nilai Rf : 0,33Eluen (Heksan : EtoAc = 2 : 5)Penampakan noda :UV254 : spot noda kuning tuaUV366 : Tidak

max Abs. max374,5 nm 305 nm 256,5 nm

0,280 nm 0,097 nm 0,266 nm

394nm 330,5 nm285 nm

Tabel 5. Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa Kuersetin

Bobot teori 6,8-Dibromo Kuersetin

Bobot praktek 6,8-Dibromo Kuersetin

2,291 g 0,744 g

Bilangan gelombang (cm -1) Intensitas Kemungkinan gugus

fungsi

Sedang O1, 2850 Lemah C-H Aromatik

1608,1561, 1521,1455 sedang C1263,1200, 1167 Kuat C

Lemah C=C

Parentdrug dengan

Vis Senyawa Kuersetin dan

6,8-Dibromo Kuersetin

Nilai Rf : 0,33 Eluen (Heksan : EtoAc = 2 : 5) Penampakan noda : UV254 : spot noda kuning tua UV366 : Tidak berfloresensi

max Abs.

330,5 nm

0,231 nm 0,143 nm 0,227 nm

Tabel 5. Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa Kuersetin

Rendemen (%)

32,47 %

Kemungkinan gugus fungsi

O-H Aromatik C-C C-O C=C

Tabel 6. Hasil Pengukuran Spektrofotometri IR senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Tabel 7. Hasil Pengukuran Spektroskopi 1H-NMR dan ESI-MS Senyawa

Kuersetin dan 6,8-Dibromo Kuersetin

Bilangan gelombang (cm -1)

Intensitas Kemungkinan gugus fungsi

3294 Sedang O-H 2923, 2854 Kuat C-H Aromatik 1588,1449 sedang C-C

1309,1256,1181, 1115 Kuat C-O 1641 Lemah C=C 644 Sedang C-Br

Karakterisasi Kuersetin 6,8-Dibromo Kuersetin

1H-NMR

Nilai δ : 6,18 ppm (singlet) (C6) 6,38 ppm (singlet) (C8) 6,88 ppm (doublet) (C5’) 7,62 ppm (doublet) (C6’) 7,72 ppm (singlet) (C2’)

Nilai δ : 6,9 ppm (doublet) (C5’) 7,8 ppm (doublet) (C6’) 7,9 ppm (singlet) (C2’)

ESI-MS [M+ ] = 302,236 g/mol [M+1] = 458,834 g/mol

IV.2. PEMBAHASAN

IV.2.1 Sintesis dan purifikasi senyawa 6,8−dibromo kuersetin

Senyawa 6,8−dibromo kuersetin disintesis melalui brominasi satu

tahap 1,507 g senyawa kuersetin dalam 150 ml asam asetat glasial pada

suhu 40°C dengan pengadukan kuat selama satu jam (gamb ar 1).

Keadaan ini menyebabkan atom brom akan mensubtitusi atom H pada

posisi C6 dan C8 pada cincin A kuersetin dikarenakan adanya gugus

hidroksil yang melekat pada atom C5 dan C7 pada cincin A yang

merupakan pengarah orto-para yang berfungsi mengemban muatan positif

saat terjadi reaksi adisi elektrofilik pada cincin A (24). Hasil yang

didapatkan berupa endapan berwarna kuning tua, selanjutnya pelarut

diuapkan hingga didapatkan serbuk yang berwarna kuning kehijauan.

Deteksi awal produk hasil sintesis dapat diketahui dari hasil analisis

kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan silika gel GF 60 sebagai fase

diam dan campuran heksan dan etil asetat (2:5) sebagai cairan pengelusi

dan penampak noda UV 254 nm. (gambar 2)

Purifikasi dilakukan untuk menghilangkan sisa senyawa induk

(kuersetin) sehingga didapatkan produk berupa senyawa tunggal yang

merupakan 6,8-dibromo kuersetin menggunakan metode kromatografi

kolom dengan silika gel sebagai fase diam dan campuran antara heksan

dengan etil asetat (2:5) sebagai cairan pengelusi. Senyawa 6,8-dibromo

kuersetin yang diperoleh adalah 0,744 g dengan persen rendemen

32,47% (tabel 3). Beberapa faktor yang menyebabkan hasil rendemen

yang diperoleh tidak maksimal yaitu suhu pada saat melakukan sintesis

tidak stabil dikarenakan oleh keterbatasan instrumen yang dimiliki.

Selanjutnya, senyawa tersebut dikarakterisasi.

IV.2.2 Karakterisasi senyawa 6,8-dibromo kuersetin

Karakterisasi senyawa hasil sintesis sangat dibutuhkan untuk

mengevaluasi apakah senyawa yang hasil sintesis tersebut benar atau

tidak. Untuk melakukan hal tersebut digunakan beberapa instrumen

analisis seperti spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer Fourier

Transform – Infra Red (FT-IR), Electro-Spray Ionization Mass

Spectroscopy (ESI-MS) dan spektroskopi proton resonansi nuklir magnetik

(1H-NMR).

Analisis UV-Vis digunakan untuk mengetahui karakter suatu

senyawa terhadap sinar UV maupun sinar tampak (Visible) yang dapat

dilihat pada gambar 3 dan 4.

Spektra UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang (λ) 200−800

nm. Hal yang paling mendasar dari analisis ini adalah perbedaan pada

panjang gelombang maksimum. Kuersetin memiliki panjang gelombang

maksimum 374,5 nm sedangkan 6,8-dibromo kuersetin memiliki panjang

gelombang maksimum 394 nm, menunjukkan bahwa terjadi pergeseran

batokromik dari senyawa 6,8-dibromo kuersetin dibandingkan dengan

senyawa induknya. Hal ini dikarenakan subtitusi brom pada cincin C6 dan

C8 pada cincin A kuersetin dimana brom merupakan senyawa halogen

yang memiliki elektron menyendiri (n) yang memiliki energi lebih tinggi

daripada elektron σ dan elektron π, sehingga energi yang diperlukan

untuk mempromosikan suatu elektron n lebih rendah (panjang gelombang

lebih panjang) (27).

Analisis menggunakan FT-IR menunjukan adanya perbedaan

spektra IR dari senyawa kuersetin (gambar 5) dan senyawa 6,8-dibromo

kuersetin (gambar 6), dimana pada gambar 5 terlihat pada bilangan

gelombang 637 cm-1 terdapat peak dengan intensitas lemah sedangkan

pada gambar 6 pada bilangan gelombang 644 cm-1 terdapat peak dengan

instensitas kuat, menunjukkan bahwa adanya subtitusi atom brom pada

atom C6 dan C8. Brom yang tersubtitusi kedalam C6 dan C8 bersifat

elektronegatif menyebabkan uluran yang sangat berpengaruh dalam

momen ikatan (24) yang terlihat jelas pada ikatan C-H aromatik (bukan C-

H alifatik karena pada senyawa kuersetin semua hidrogen berada pada

percabangan cincin aromatik) pada bilangan gelombang 2900-2800 cm-1

(28), dimana peak tajam dengan intensitas lemah (gambar 5) sedangkan

peak tajam dengan intensitas kuat (gambar 6).

Spektra 1H-NMR dan ESI-MS menunjukan kepastian produk hasil

sintesis berupa senyawa 6,8-dibromo kuersetin. Data spektra ESI-MS

menunjukan bahwa senyawa tersebut benar 6,8-dibromo kuersetin

dengan nilai m/e = 457,8 g/mol (spektra [M+1] = 458,8 g/mol) (gambar 9)

dan rumus molekul C15H8O7Br2.

Data penting yang menunjukan adanya subtitusi 2 atom H pada

cincin pada posisi C no 6 dan 8 terlihat pada spektra 1H-NMR yakni peak

2 atom H pada posisi δ 6,18 ppm dan δ 6,38 ppm pada senyawa kuersetin

(gambar 7) tidak terlihat pada senyawa 6,8-dibromo kuersetin (gambar 8).

Hal tersebut memberikan bukti bahwa telah terjadi reaksi subtitusi 2 atom

H dengan 2 atom Br pada posisi tersebut seperti pada gambar 1.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Telah diperoleh senyawa sintetik turunan kuersetin melalui

brominasi pada atom C no 6 dan no 8. Karakterisasi dan elusidasi struktur

yang dilakukan terhadap senyawa tersebut dengan beberapa metode

spektroskopi (UV-VIS, FT-IR, 1H-NMR, dan ESI-MS) menyatakan bahwa

benar senyawa tersebut adalah 6,8-dibromo kuersetin dengan persen

rendemen sebesar 32,47%.

V. 2 Saran

Dilakukan eksperimen menggunakan 6,8-dibromo kuersetin hasil

sintesis secara in vitro terhadap α−glukosidase secara langsung guna

membuktikan hasil prediksi berdasarkan hasil simulasi docking yang telah

diteliti sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Matsjeh, S., 2004, Sintesis Flavonoid : Potensi Metabolit Sekunder Aromatik dari Sumber Daya Alam Nabati Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hal. 2-5.

2. Sukarianingsih, D., 2006, Sintesis dan Penentuan Struktur Kuersetin Benzoat, Universitas Negeri Malang, Malang, Hal.1-2.

3. Waji, R., Andis Sugrani, 2009, Makalah Kimia Organik Bahan Alam

Flavonoid, Universtas Hasanuddin, Makassar, Hal. 4-5.

4. Ye XP, Song CQ, Yuan P, Mao RG. α-Glucosidase and α-Amylase Inhibitory Activity of Common Constituents from Traditional Chinese Medicine Used for Diabetes Mellitus. Chinese Journal of Natural Medicines. 2010. Vol. 8(5). Page. 0349-0352.

5. Chisholms-Burns MA, Wells BG, Schwinghammer TL, Malone PM, Kolesar JM, Rotschafer JC, dkk. Pharmacotherapy : Principles & Practices. The McGraw-Hill Company,Inc. USA. Page.643-644,657.

6. Copeland RA. Evaluation of Enzyme Inhibitors in Drug Discovery: A

Guide for Medicinal Chemist and Pharmacologist. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. 2005. Page. 1.

7. Aswad, M., Tjang Ricky Tjandra, Gemini Alam, 2012, Molecular Docking Study of α−Glucosidase with Quercetin Derivatives, 2nd International Conference for Science and Technology, Nigde, Turkey, 2012 (proceeding).

8. Nagimova, A. D., Zhusupova, G. E., and Erzhahaniva, M. E., Synthesis of Biologically Active Bromine Derivatives of Quercetine, Chemistry of Natural Compounds, 1996, 32 (5), Page. 695 – 697.

9. Hasmiah, 1995, Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Fraksi

Terlarut dalam Ekstrak n-Butanol Daun Saga (Abrus precatorius L.) Asal Kabupaten Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan.

10. Staal, B., Characterization of (co)polymers by MALDI-TOF-MS, Technische Universiteit Eindhoven, 2005, Page. 15-21.

11. Andika, S., Penentuan Kadar Fe(III) dan Cr(VI) secara Simultan dengan Menggunakan Metode Kalibrasi Multivariat, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2011, Hal. 2-3.

12. Gusnidar, T., Rina Herowati, R.E Kartasasmita dan I Ketut

Adnyana, Sintesis Kuersetin Terklorinasi dan Aktivitas Perlindungan Terhadap Tukak Lambung, Sekolah Farmasi ITB, Bandung, 2009, Hal. 2.

13. Pranomo, H.D., Peran Kimia Komputasi dalam desain Molekul Obat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009, Hal. 7-10.

14. Radji, M., Pendekatan Farmakogenomik dalam Pengembangan Obat Baru, Majalah Ilmu Kefarmasian, 2005, Vol II, Hal 1-11.

15. Gritter RJ, Bobbitt J dan Schwarting AE, Pengantar Kromatografi. Penerjemah: Padmawinata K. Ed 2, Penerbit ITB, Bandung,1991, Hal.146.

16. Harborne J.B, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi II, Penerbit ITB, Bandung, 198, Hal. 123.

17. Yazid, E., Kimia Fisika untuk Paramedis, Yogyakarta, 2005, Hal

200-201

18. Basset J., Denney R.C., Jeffery G.H., Mendham J, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC, Jakarta, 1994, Hal.3, 809-810, 818 .

19. Underwood, AL., Analisa Kimia Kuantitatif, Ed.IV, Erlangga, Jakarta, Hal. 383.

20. Kar, A. Pharmaceutical Drug Analysis 2nd Ed. : Methodology,

Theory, Instrumentation, Pharmaceutical Assays, Cognate Assays. New Delhi : New Age International Publisher. 2005

21. Elusidasi Struktur Molekul Organik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009,

Hal. 7-8, 15-16, 29, 35-36.

22. Soleh kosela, Cara Mudah dan sederhana Penentuan Struktur Molekul Berdasarkan spektra Data ( NMR, MASS, IR,UV),Lembaga Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, Hal. 180.

23. Sastrohamidjojo H, Spektroskopi Inframerah, Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 1992.

24. Fessenden, R.J. and Joan S. Fessenden, Kimia Organik Jilid 1, Edisi III, Penerbit Erlangga, Jakarta Pusat, 1986, Hal. 327-331, 342-348, 479.

25. Hart, H., Leslie E. Craine, and David J. Hart, Kimia Organik, Edisi XI, Penerbit Erlangga, Jakarta Pusat, 2003, Hal. 377-378.

26. Sitorus, M., Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, Hal. 59,65.

27. Fessenden, R.J. and Joan S. Fessenden, Kimia Organik Jilid 2,

Edisi II, Penerbit Erlangga, Jakarta Pusat, 1984, Hal. 463, 478-479.

28. Meena, M. Chand and Vidya Patni, Isolation and Identificationof Flavonoid “Quercetin” from Citrullus colocynthis (Linn.) Schard.,University of Rajashtan, India, Page. 140.

-1g kuersetin dilarutkan dengan 100 ml asam asetat glasial -ditetesi 0,4 ml bromin perlahan-lahan pada suhu 35-40ᵒ,

-dibiarkan satu jam dengan pengadukan kuat (suhukonstan) menggunakan magnetik stirer

-endapan terbentuk disaring, dicuci, dan dikeringkan

LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

Pengumpulan Data

Pembahasan

Kesimpulan

Karakterisasi senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri FT-IR

Spektroskopi 1H-NMR

ESI-MS

KLT fraksi

Senyawa campuran Senyawa tunggal

Kuersetin

6,8-Dibromo Kuersertin belum murni

Analisis Kemurnian

KLT

Kromatografi Kolom

LAMPIRAN II

PERHITUNGAN RENDEMEN SENYAWA 6,8-DIBROMO KUERSETIN

Bobot Kuersetin (starting material) = 1,507 g

Massa Molekul Relatif (Mr) Kuersetin = 302,236 g/mol

Mol Kuersetin = ������������

�������

= �,����

���,����/���

= 0,00498 mol

Satu mol kuersetin setara dengan satu mol 6,8-dibromo kuersetin

Massa Molekul Relatif (Mr) 6,8-Dibromo Kuersetin = 460,04 g/mol

Bobot teori 6,8-dibromo kuersetin = Mr 6,8-dibromo kuersetin x

mol kuersetin

= 460,04 g/mol x 0,00498 mol

= 2,291 g

Bobot praktek 6,8-dibromo kuersetin = 0,744 g

Rendemen (%) 6,8-dibromo kuersetin = �����������

��������� x 100%

= �,����

�,���� x 100 %

= 32,47 %

O

OOH

HO

MW = 304.25

Kuersetin

Gambar 1. Reaksi Sintesis Senyawa 6,8

Gambar 2.Kromatogram

MW = 302,236

LAMPIRAN III

GAMBAR HASIL PENELITIAN

OH

OH

OH

O

OOH

HO

Br

Br

Br2

CH3CO2H

40oC 1 h

MW = 462.04

6,8-dibromo kuers

Gambar 1. Reaksi Sintesis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Gambar 2.Kromatogram Senyawa Hasil Sintesis

MW = 302,236 MW = 460,04

SM Rx

OH

OH

OH

setin

Dibromo Kuersetin

intesis

460,04

Gambar 3.Kromatogram

Gambar

Gambar 3.Kromatogram Senyawa Sintetik Murni

Gambar 4. Spektra UV-Vis Senyawa Kuersetin

Sintetik Murni

Vis Senyawa Kuersetin

Gambar 5. Spektra UV-Vis Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Gambar 6. Spektra IR Senyawa Kuersetin

Gambar 7. Spektra IR Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Gambar 8. Spektra 1H-NMR Senyawa Kuersetin

Gambar 9. Spektra 1H-NMR Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

Gambar 10. Spektra ESI-MS Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

[M+1] = 458,034 g/mol

LAMPIRAN IV GAMBAR SENYAWA KUERSETIN DAN 6,8-DIBROMO KUERSETIN

Gambar 11. Senyawa Kuersetin

Gambar 12. Senyawa 6,8-Dibromo Kuersetin

LAMPIRAN V GAMBAR INSTRUMEN

Gambar 13. Instrumen Kromatografi Kolom

Gambar 14. Instrumen Spektrofotometer FT-IR

Gambar 15. Instrumen Spektrofotometer UV-VIS

Gambar 16. Instrumen Spektroskopi 1H-NMR

Gambar 17. Instrumen Spektroskopi ESI-MS