sindroma nefrotik

72
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..........................................i LEMBAR PENNGESAHAN.....................................ii KATA PENGANTAR ....................................................... iii DAFTAR ISI.............................................1 BAB I LAPORAN KASUS................................2 1.1. IDENTITAS PASIEN........................3 1.2. DATA DASAR..............................4 1.2.1...................................AN AMNESIS............................4 1.2.2...................................PE MERIKSAAN FISIK....................7 1.2.3...................................FO LLOW UP.................................................................. 10 1.2.4...................................PE MERIKSAAN PENUNJANG................11 1.3. RESUME..................................12 1.4. DIAGNOSIS KERJA.........................15 1.5. DIAGNOSIS BANDING.......................15 Laporan Kasus III – Sindroma Nefrotik Anasti Putri P (030.10,028) 1

Upload: marcellraymond

Post on 15-Apr-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sindroma nefrotik

TRANSCRIPT

Page 1: Sindroma nefrotik

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i

LEMBAR PENNGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR...............................................................................................iii

DAFTAR ISI..............................................................................................................1

BAB I LAPORAN KASUS...........................................................................2

1.1. IDENTITAS PASIEN............................................................3

1.2. DATA DASAR.......................................................................4

1.2.1. ANAMNESIS.............................................................4

1.2.2. PEMERIKSAAN FISIK.............................................7

1.2.3. FOLLOW UP..............................................................10

1.2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................11

1.3. RESUME................................................................................12

1.4. DIAGNOSIS KERJA.............................................................15

1.5. DIAGNOSIS BANDING.......................................................15

1.6. PENATALAKSANAAN........................................................16

1.7. USUL......................................................................................17

1.8. NASIHAT...............................................................................17

1.9. PROGNOSIS..........................................................................17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................18

2.1. EPIDEMIOLOGI....................................................................18

2.2. ETIOLOGI..............................................................................19

2.3. PATOFISIOLOGI..................................................................20

2.4. PATOLOGI............................................................................22

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 1

Page 2: Sindroma nefrotik

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................22

2.6. DIAGNOSIS...........................................................................22

2.7. BATASAN.............................................................................23

2.8. TATALAKSANA UMUM.....................................................23

2.9. TATALAKSANA DENGAN KORTIKOSTROID...............26

2.9.1. TERAPI INSIAL........................................................26

2.9.2. PENGOBATAN SN RELAPS ..................................27

2.9.3. PENGOBATAN SN RELAPS SERING /

DEPENDEN STEROID..............................................28

2.9.4. PENGOBATAN SN DENGAN

KONTRAINDIKASI STEROID................................34

2.9.5. PENGOBATAN SN RESISTEN STEROID .............34

2.9.6. PEMBERIAN OBAT NON-

IMUNOSUPRESIF UNTUK MENGURANGI

PROTEINURIA..........................................................39

2.10. TATALAKSANA KOMPLIKASI.........................................39

2.10.1. INFEKSI.....................................................................39

2.10.2. TROMBOSIS..............................................................40

2.10.3. HIPERLIPIDEMIA.....................................................40

2.10.4. HIPOKALSEMIA.......................................................41

2.10.5. HIPERTENSI..............................................................41

2.10.6. HIPOVOLEMIA.........................................................42

2.10.7. EFEK SAMPING STEROID......................................42

2.11. INDIKASI BIOPSI GINJAL..................................................42

2.12. INDIKASI MERUJUK KE NEFROLOGI ANAK................43

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................44

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 2

Page 3: Sindroma nefrotik

BAB I

LAPORAN KASUS

.1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NZ

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : -

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Medoko III No 16 RT 02 RW 01

Nama : Ny. S

Umur : 34 tahun

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Alamat : Jl. Medoho III No 16 RT 02 RW 01

Nama : Tn. AK

Umur : 34 tahun

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Alamat : Jl. Medoko III No 16 RT 02 RW 01

No.CM : 326656

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 3

Page 4: Sindroma nefrotik

1.2. DATA DASAR

1.2.1.ANAMNESIS

Alloanamnesa dengan orang tua pasien dilakukan pada hari Selasa, tanggal 2 Juni 2015

pada pukul 14.00

Keluhan Utama

Bengkak seluruh tubuh

Keluhan Tambahan

-

Riwayat Penyakit Sekarang

Sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami bengkak-bengkak

yang pertama kali diketahui oleh ibu pasien terjadi pada kedua kelopak mata pasien.

Pasien tidak merasakan demam, tidak ada mual dan muntah. Tidak ada nyeri

pinggang. Tidak ada keluhan lainnya. Tidak ada penyakit infeksi saluran nafas

sebelum menderita ini. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa. BAB 1x

sehari, warna kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir. BAK 3-

4x sehari, warna kuning jernih, tidak ada darah, jumlah kurang lebih seperempat gelas

kecil, tidak ada nyeri berkemih.

Dua hari sebelum masuk rumah sakit, bengkak-bengkak yang dialami pasien

bertambah semakin parah. Kini bengkak dirasakan pada kedua kaki dan seluruh

wajah. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa. BAB 1x sehari, warna

kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir. BAK 2-3x sehari,

warna kuning jernih, tidak ada darah, jumlah kurang lebih seperempat gelas kecil,

tidak ada nyeri berkemih.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 4

Page 5: Sindroma nefrotik

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, bengkak yang dialami pasien terjadi pada

seluruh tubuh pasien. Bengkak terjadi pada kedua tungkai dan kedua tangan pasien.

Seluruh muka pasien terlihat bengkak. Perut pasien terlihat sangat membuncit dan

tegang. Pasien menjadi rewel. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa. BAB

1x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir. BAK

1x sehari, warna kuning, tidak ada darah, jumlah kurang, tidak ada nyeri berkemih.

Dan ibu pasien memutuskan untuk membawa pasien ke IGD RSU Kota Semarang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi saluran nafas akut sebelum

menderita penyakit ini.

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat – makanan.

Pasien tidak memiliki riwayat asma.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada penyakit serupa yang diderita anggota keluarga lainnya.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

Anak laki-laki ke 3 dari ibu P3A0 , hamil 40 minggu, lahir spontan per-

vaginam ditolong bidan di puskesmas. Bayi langsung menangis saat lahir. Berat

badan lahir 3100 gram, panjang badan lahir 48 cm.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Ibu rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat.

Pemeriksaan dilakukan sejak ibu mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7

bulan, 1 kali setiap bulan. Saat memasuki usia kehamilan 8 bulan, pemeriksaan

dilakukan 2 kali. Selama hamil, ibu tidak pernah menderita penyakit. Riwayat

perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma disangkal.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 5

Page 6: Sindroma nefrotik

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal tidak diketahui.

Riwayat Pertumbuhan

Berat badan lahir 3100 gram. Panjang badan lahir 48 cm. Berat badan sekarang

10 kg. Tinggi badan sekarang 92 cm.

Riwayat Perkembangan

Tengkurap : 3 Bulan

Duduk : 7 Bulan

Mengoceh : 7 Bulan

Berdiri : 9 Bulan

Bicara : 1 Tahun

Berjalan : 1 Tahun

Riwayat Makan dan Minum Anak

Pasien mendapatkan ASI.

Sejak usia 6 bulan, sudah mulai ditambah dengan bubur susu dan bubur

saring 2x/hari.

Sejak usia 7 bulan mulai makan biskuit bayi

Sejak usia 12 bulan makan 3x/hari: nasi lembek, bubur tim, sop dan buah-

buahan seperti pisang.

Saat ini pasien makan makanan menu keluarga 3x/hari, namun porsi makan

pasien sedikit sejak sakit karena tidak nafsu makan.

Riwayat Imunisasi

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 6

Page 7: Sindroma nefrotik

Pasien mendapat imunisasi wajib lengkap.

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja wiraswasta, sedangkan ibu pasien sebagai ibu rumah

tangga. Penghasilan ayah tidak diketahui.

Riwayat Lingkungan

Daerah tempat tinggal pasien dan keluarganya cukup padat. Tidak ada tetangga

yang mengalami sakit seperti pasien. Sumber air dirumah adalah air sumur yang

dimasak untuk diminum. Sumber pencahayaan di rumah cukup. Setiap hari jendela

rumah dibuka sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah. Barang-barang

perabotan di rumah ditata dengan rapih dan rutin dibersihkan.

1.2.2.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, anak perempuan, berusia 2 tahun di

bangsal Nakula IV.

Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan Sakit : tampak sakit berat

Kesan Gizi : lebih

Kesan lain : tidak sianosis; tidak ikterik; tidak tampak pucat; gelisah

Tanda Vital

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 7

Page 8: Sindroma nefrotik

HR : 148x/menit, reguler

RR : 38x/menit, reguler

Nadi : i/t cukup

Suhu : 37,2o C (axilla)

Status Internus

Kepala : Normocephali, rambut hitam.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), oedem palpebra (+/+).

Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada NCH, bentuk normal.

Telinga : Tidak ada sekret, tidak ada tanda peradangan, bentuk normal.

Mulu t : Tonsil T1/T1, faring normal, bentuk bibir normal, tidak

sianosis.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks :

o Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2cm medial linea

midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal

dextra, pinggang jantung di linea parasternal sinistra ICS III

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop

(-)

o Paru – paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi

dan ekspirasi, retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 8

Page 9: Sindroma nefrotik

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+ , wheezing -/-,

rhonki -/-.

Abdomen :

Inspeksi : Buncit

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Tegang, nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba.

Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen.

Genitalia : Perempuan, labia edema (-)

Anus : Tidak ada tanda-tanda peradangan.

Kulit : Tidak tampak bercak-becak hiperpigmentasi.

Ekstremitas :

o Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di regio inguinal.

o Akral dingin : superior +/+; inferior +/+

o Akral sianosis : superior -/-; inferior -/-

o Pitting oedema : superior +/+; inferior +/+

o CRT : superior <2”/<2”; inferior <2”/<2”

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 9

Page 10: Sindroma nefrotik

1.2.3.FOLLOW UP

Tabel 1.1. Hasil Follow Up Pasien

Follow Up TTV Keterangan

02-06-2015 HR : 148x/mntRR : 38x/mntT : 37,2 C ; N : i/t cukupBB: 12,9 Kg

Bengkak pada seluruh tubuh (+).Anak rewel. BAK (-).KU : TSB, tampak gelisah, status gizi baik

03-06-2015 HR : 144x/mntRR : 36x/mntT : 36,9 C ; N : i/t cukupBB: 11,4 Kg

Bengkak pada seluruh tubuh (+).Anak rewel. BAK sudah mulai banyak dan sering.KU : TSB, tampak gelisah, status gizi baik

04-06-2015 HR : 130x/mntRR : 34x/mntT : 36,8 C ; N : i/t cukupBB: 10,4 Kg

Bengkak pada seluruh tubuh (+) sudah sedikit berkurang.BAK banyak dan sering.KU : TSS, tampak gelisah, status gizi baik

05-06-2015 HR : 126x/mntRR : 34x/mntT : 36,9 C ; N : i/t cukupBB: 10 Kg

Bengkak (-)BAK sudah banyak dan sering.KU : TSS, tampak gelisah, status gizi baik

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 10

Page 11: Sindroma nefrotik

1.2.4.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Rutin

Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin

PemeriksaanTanggal

Nilai Normal01-06-2015 03-06-2015 04-06-2015

Hemoglobin 11* 12* 12,4* 14-18 mg/dL

Hematokrit 33,5* 37,3* 38,9* 42-52%

Leukosit 15,7* 17,8* 18,8* 4,8-10,8 X 103 u/L

Trombosit 648* 803* 1018* 150-400 X 103 u/L

Tabel 1.3. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

PemeriksaanTanggal

Nilai Normal01-06-2015 02-06-2015 04-06-2015

Ureum 7,3 7,9 - 10-50 mg/dL

Creatinine 0,1 0,2 - 0,5-1,5 mg/dL

Kolesterol 498* - 554* <200 mg/dL

Albumin 1,5* 1,5* - 3,4-4,8 g/dL

SGOT - - 34 <37 U/L

SGPT - - 6 <47 U/L

Kesan

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah didapatkan

penurunan kadar hemoglobin yang disertai penurunan hematokrit, leukositosis,

trombositosis, hiperkolesterolemia, dan hipoalbuminemia.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 11

Page 12: Sindroma nefrotik

Pemeriksaan Radiologi

Thorax RLD

Cor : Normal

Pulmo : Peningkatan vaskuler paru

Kesan : Bronkopneumonia

Pemeriksaan Khusus

Data antropometri : Anak Perempuan berusia 2 tahun; berat badan 10 kg; tinggi

badan 92 cm.

WAZ : (10-11,5) / 10,2 = -0.14 (Berat Badan normal)

HAZ : (92 -86,4) / 92,9 = 0.06 (Tinggi Badan normal)

WHZ : (10 – 13.1) / 10.2 = -0.3 ( normal )

Kesan : Status gizi baik

1.3. RESUME

Telah diperiksa seorang anak perempuan usia 2 tahun dengan berat badan 12,9

kg dan tinggi badan 92 cm. Dibawa orang tuanya ke IGD RSUD kota semarang

dengan keluhan utama bengkak pada seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sudah 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengalami bengkak-bengkak

yang pertama kali diketahui oleh ibu pasien terjadi pada kedua kelopak mata pasien.

Pasien tidak merasakan demam, tidak ada mual dan muntah. Tidak ada nyeri

pinggang. Tidak ada keluhan lainnya. Tidak ada penyakit infeksi saluran nafas

sebelum menderita ini. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa. BAB 1x

sehari, warna kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir. BAK 3-

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 12

Page 13: Sindroma nefrotik

4x sehari, warna kuning jernih, tidak ada darah, jumlah kurang lebih seperempat gelas

kecil, tidak ada nyeri berkemih.

Dua hari sebelum masuk Rumah Sakit, bengkak-bengkak yang dialami pasien

bertambah semakin parah. Kini bengkak dirasakan pada kedua kaki dan seluruh

wajah. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa. BAB 1x sehari, warna

kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir. BAK 2-3x sehari,

warna kuning jernih, tidak ada darah, jumlah kurang lebih seperempat gelas kecil,

tidak ada nyeri berkemih.

Satu hari sebelum masuk Rumah Sakit, bengkak yang dialami pasien terjadi

pada seluruh tubuh pasien. Bengkak terjadi pada kedua tungkai dan kedua tangan

pasien. Seluruh muka pasien terlihat bengkak. Perut pasien terlihat sangat membuncit

dan tegang. Pasien menjadi rewel. Riwayat makan dan minum normal seperti biasa.

BAB 1x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak, tidak ada darah dan tidak ada lendir.

BAK 1x sehari, warna kuning, tidak ada darah, jumlah kurang, tidak ada nyeri

berkemih. Dan ibu pasien memutuskan untuk membawa pasien ke IGD RSU Kota

Semarang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi saluran nafas akut sebelum

menderita penyakit ini

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat - makanan

Pasien tidak memiliki riwayat asma

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada penyakit serupa yang diderita anggota keluarga lainnya.

Pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, anak perempuan, berusia 2 tahun di

bangsal Nakula IV.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 13

Page 14: Sindroma nefrotik

Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan Sakit : tampak sakit berat

Kesan Gizi : lebih

Kesan lain : tidak sianosis; tidak ikterik; tidak tampak pucat; gelisah

Tanda Vital

HR : 148x/menit, reguler

RR : 38x/menit, reguler

Nadi : i/t cukup

Suhu : 37,2o C (axilla)

Status Internus.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), oedem palpebra (+/+).

Mulu t : Tonsil T1/T1, faring normal, bentuk bibir normal, tidak

sianosis.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Abdomen :

Inspeksi : Buncit

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Tegang, nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba.

Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen.

Genitalia : Perempuan, labia edema (-)

Ekstremitas :

o Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di regio inguinal.

o Akral dingin : superior +/+; inferior +/+

o Akral sianosis : superior -/-; inferior -/-

o Pitting oedema : superior +/+; inferior +/+

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 14

Page 15: Sindroma nefrotik

o CRT : superior <2”/<2”; inferior <2”/<2”

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin dan Kimia Darah

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah didapatkan

penurunan kadar hemoglobin yang disertai penurunan hematokrit, leukositosis,

trombositosis, hiperkolesterolemia, dan hipoalbuminemia.

Pemeriksaan Radiologi

Dari pemeriksaan foto rontgen posisi lateral dekubitus didapatka peningkatan

corakan bronkovaskular yang memberi kesan bronkopneumonia.

Pemeriksaan Status Gizi

Kesan status gizi baik

1.4. DIAGNOSIS KERJA

Sindroma Nefrotik

Status gizi baik

1.5. DIAGNOSIS BANDING

Bengkak

o Sindroma Nefrotik

o GNAPS

o Henoch Scholein Purpura

Status gizi baik

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 15

Page 16: Sindroma nefrotik

1.6. PENATALAKSAANAAN

Medikamentosa

Infus D10% 10cc/jam

Prednison : 3 x 1 ½ tab

Infus Albumin : 12,9kg x (Albn – Albs) x 0,8 = 20,64 gr

O2 nasal 2L/menit

Diet

Asupan makan besar tiga kali/hari, dengan selingan dua kali di antara kedua

makan besar, gizi seimbang. Perbanyak konsumsi makanan protein hewani , saran

putih telur dikukus, minimal 3 butiir/hari. Kurangi makanan berkolesterol tinggi dan

berminyak, seperti ‘jeroan’ hewan. Diit rendah garam 1g/hari, disesuaikan dengan

keadaan umum, dan balance cairan. Batasi asupan cairan, sesuaikan dengan keadaan

umum anak..

Program

Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital.

Pantau lingkar perut dan oedem.

Timbang berat badan setiap hari.

Awasi balance cairan. Balance negatif.

Periksa ulang darah rutin, albumin serum, kolesterol, trigliserida per 24 jam.;

Bila perlu per 12 jam.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 16

Page 17: Sindroma nefrotik

1.7. USUL

Pemeriksaan Escbach

Pemeriksaan ureum, creatinin, urinalisis

1.8. PROGNOSA

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungtionam : bonam

Quo ad sanationam : dubia

1.9. NASIHAT

Menjelaskan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita pasien, cara

pengobatan, komplikasi, dan penyebab dan kemungkinan kekambuhan penyakit

tersebut.

Menjelaskan kepada orang tua mengenai pentingnya kepatuhan untuk minum

obat setiap hari sesuai aturan terutama karena pengobatan yang diberikan adalah

pengobatan jangka panjang. Dijelaskan juga efek samping dari pengobatan.

Menjelaskan kepada orang tua untuk memberikan makanan yang baik dan

bergizi untuk meningkatkan kadar albumin serum.

Menjelaskan kepada orang tua mengenai bahaya penyakit dan pentingnya

kontrol ke dokter setelah pengobatan awal di rumah sakit selesai

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 17

Page 18: Sindroma nefrotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling

sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan

Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar

12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di

Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.

Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih

berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai

oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit

perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam

laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom

nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik,

15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum

darah yang bersifat sementara.

Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi

anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi ana- tomi lainnya adalah

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD)

2-5%, glomerulonefritis membrano- proliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati

membranosa (GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 18

Page 19: Sindroma nefrotik

SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85%

tidak responsif (resisten steroid).

Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan

hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal

ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan

fungsi ginjal.

2.2. ETIOLOGI

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti

penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch

Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN idiopatik.

Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan

steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan

gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih

didasarkan pada respons klinik yaitu:

Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS)

Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)

2.3. PATOFISIOLOGI

Abnormalitas yang menjadi dasar pada sindroma nefrotik adalah meningkatnya

permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus yang mengakibatkan terjadinya

proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Penyebab dari peningkatan permeabilitas

belum diketahui secara pasti. Pada minimal change disease, sangat mungkin terjadi

disfungsi pada sel T yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada sitokin-sitokin,

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 19

Page 20: Sindroma nefrotik

sehingga diding kapiler glomerulus akan kehilangan muatan negatif yang akan

berujung pada perubahan permeabilitas dari dinding kapiler.1

Pada focal segmental glomerulosclerosis, faktor plasma, yang mungkin

dihasilkan oleh limfosit, bertanggung jawab atas peningkatan permebilitas dinding

kapiler.1

Meskipun mekanisme terjadinya edema pada sindroma nefrotik belum

dipahami seluruhnya, namun sepertinya pada sebagian besar kasus, kehilangan

protein melalui urin mengakibatkan terjadinya hipoalbuminemia. Sehingga akan

terjadi penurunan tekanan onkotik plasma dan transudasi cairan dari intravaskular ke

ruang intersisiel. Penuruan volume intravaskular menurunkan tekanan perfusi ginjal,

sehingga sistem renin-angiostensin-aldosteron teraktivasi yang mana akan

menstimulasi reabsopsi natrium di tubulus. Penurunan volume intravaskular juga kan

menstimulasi pegeluaran dari hormon antidiuretik, yang mana akan meningkatkan

reabsorpsi air di tubulus kolektivus. Penurunan tekanan osmotik plasma akan

bermanifestasi klinis sebagai edema.1,

Pada tahap nefrotik, level serum lipid (kolesterol,trigliserida) akan mengalami

peningkatan disebebkan oleh dua hal. Keadaan hipoalbuminemia akan menstimulasi

sintesis protein oleh hepar, termasuk didalamnya adalah lipoprotein. Menunrunnya

katabolisme lipid sebagai akibat dari penurunan level enzim lipoprotein lipase yang

berhubungan dengan peningkatan ekskresi enzim melalui urin.1,2

Sindroma nefrotik juga dapat terjadi sebagai akibat sekunder dari segala bentuk

penyakit glomerulus. Membranous nephropathy, membranoproliferative

glomerulonefrtis, postinfectious glomerulonefritis, lupus nephritis, dan Henoch-

Schönlein purpura nephritis dapat berujung pada keadaan nefrotik.1-3

2.4. PATOLOGI

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 20

Page 21: Sindroma nefrotik

Sekitar 90% sindroma nefrotik pada anak merupakan idipatik. Sindroma

nefrotik idiopatik memiliki tiga tipe perubahan histologis: minimal change disease,

mesangial proliferation, dan focal segmental glomerulosclerosis. Beberapa ahli

berpendapat bahwa ketiga perubahan histologis tersebut mencerminkan tiga penyakit

yang berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa, sedangkan lainnya berpendapat

bahwa ketiga perubahan histologis tersebut merupakan suatu variasi histologis yang

dapat ditemukan pada satu penyakit.3

Pada minimal change disease (85% dari total kasus), glomerulus tampak

normal atau menunjukkan adanya sedikit peningkatan sel mesangial dan juga matriks.

Melalui mikroskop imunofloresensi tidak dapat ditemukan adanya perubahan, dan

melalui mikroskop elektron tampak hilangnya pedikel dari sel epitel.4

Mesangial proliferation (5% dari total kasus) ditandai dnegan adanya

peningkatan sel mesangila dan matriks yang tersebar merata dengan menggunakan

mikroskop cahaya. Pada penggunaan mikroskop imunofloresensi dapat terlihat

adanya jejak IgM dan/ IgA mesangial sampai +1 dengan pewarnaan. Sedangkan pada

penggunaan mikroskop elektron menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel

mesangial dan matriks sebanding dnegan hilangnya pedikel sel epitel glomerulus.

Sekitar 50% pasien dengan lesi histologi ini berespon dengan terapi kortikosteroid.4,5

Pada focal segmental glomerulosclerosis (10% dari total kasus), glomerulus

menunjukkan adanya proliferasi dari sel mesangial an terbentuknya scar secara

segmental dnegan penggunaan mikroskop cahaya. Pada penggunaan mikroskop

imunofloresensi menunjukkan adanya pewarnaan IgM dan C3 pada area yang

terbentuk sklerosis segmental. Sedangkan mikroskop elektron menunjukkan adanya

scar segmental pada glomerulus yang mengakibatkan tersumbatnya lumen kapiler

glomerulus. Sekitar 20% pasien dengan focal segmental glomerulosclerosis

menunjukkan respon positif pada pemberian prednisone. Penyakit ini seringkali

progresif, dan pada banyak kasus akhirnya akan mengenai seluruh bagian dari

glomerulus dan berujung pada end-stage renal failure.5

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 21

Page 22: Sindroma nefrotik

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 22

Page 23: Sindroma nefrotik

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:

Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang

mengarah kepada infeksi saluran kemih.

Protein urin kuantitatif. Dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio

protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari.

Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap. Meliputi pemeriksaan hemoglobin,

leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, dan LED.

Albumin dan Kolesterol serum.

Ureum, Kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan

rumus Schwartz.

Kadar komplemen C3; bila dicurigai SLE pemeriksaan ditambah dengan

komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

2.6. DIAGNOSIS

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio

protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+).

Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL.

Edema.

Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 23

Page 24: Sindroma nefrotik

2.7. BATASAN

Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/

jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu.

Relaps jarang : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan

pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan.

Relaps sering (frequent relaps) : relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama

setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

Dependent steroid : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan

(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan.

Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis

penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.

Sensitif steroid : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh

selama 4 minggu.

2.8. TATALAKSANA UMUM

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah

sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,

penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan- pemeriksaan

berikut:

Pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Pengukuran tekanan darah.

Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 24

Page 25: Sindroma nefrotik

lupus eritematosus sistemik, HenochSchonlein Purpura.

Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap

infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH

selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan

obat antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema

anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau

syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan

kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

Dietetik

Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan

menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein

akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan

pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA

(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2

g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop

diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan

spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.

Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada

pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit

kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 25

Page 26: Sindroma nefrotik

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin

20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan

interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila

pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara

pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi

jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk

memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites

sedemikian berat sehingga menganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites

berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1.

Gambar 1. Algoritma Pemberian Diuretik6

Imunisasi

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 26

Page 27: Sindroma nefrotik

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/ hari

atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien

imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat

dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio

vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin

virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN

sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan

varisela.

2.9. TATALAKSANA DENGAN KORTIKOSTROID

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada

kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

2.9.1.TERAPI INSIAL

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi

steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari

atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi

remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan

terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4

minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu

kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara

alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 27

Page 28: Sindroma nefrotik

pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai

resisten steroid (Gambar 2).

Gambar 2. Pengobatan Initial Kortikosteroid6

2.9.2.PENGOBATAN SN RELAPS

Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan

prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis

alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria

kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu

pemicunya saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan

bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila

sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat

ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 28

Page 29: Sindroma nefrotik

Gambar 3. Pengobatan Sindroma Nefrotik Relaps6

Keterangan:

Pengobatan SN relaps: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi

(maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dnegan prednison intermittent atau

alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 4 minggu.

2.9.3.PENGOBATAN SN RELAPS SERING / DEPENDEN STEROID

Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid:

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin, atau

5. Mikofenolat mofetil (opsi terakhir)

Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang

telinga tengah, atau kecacingan.

Steroid Jangka Panjang

Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah

remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb

secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 29

Page 30: Sindroma nefrotik

setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak

menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut

dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba

dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5

mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/ kgbb alternating, maka

relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/ kgbb dalam dosis terbagi, diberikan

setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi

0,8 mg/kgbb di- berikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap

2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi

relaps yang sebelumnya atau relaps yang terakhir.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb al- ternating,

tetapi <1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba

dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau

langsung diberikan siklofosfamid (CPA).

Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:

1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating, atau

2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:

a. Efek samping steroid yang berat

b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia, trombosis,

dan sepsis diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3

mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.

Levamisol

Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol

diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan.

Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan

neutropenia yang reversible.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 30

Page 31: Sindroma nefrotik

Sitostatika

Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah

siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.

Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/ hari dalam

dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5). CPA puls

diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/ m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan

NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan

interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping

CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,

azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena

itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit,

trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8

g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan

kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.

Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif

mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral se- lama 3 bulan mempunyai

dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.

Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu.

Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang

dan infeksi.

Gambar 4. Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral6

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 31

Page 32: Sindroma nefrotik

Keterangan:

Relaps sering: prednison dosis penh (FD) setiap hari sampai remisi

(maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dnegan prednison intermittent

atau alternating 40 mg/m2 LPB/hari dan siklofosamid 2-3mg/KgBB/hari,

peroral dosis tunggal selama 8 minggu

Gambar 5. Pengobatan Sindrom Nefrotik Dependen Steroid6

Keterangan:

Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian

dilanjutkan dengan siklofosamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diiberikan melalui

infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan prednisone intermittent atau alternating (AD) 40

mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone ditappering-off dengan dosis 1

mg/KgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/KgBB selama 1 bulan (lama

tapering off 2 bulan).

atau

Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 32

Page 33: Sindroma nefrotik

dilanjutkan dengan siklofosamid oral 2-3mg/KgBB/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan

prednisone alternating (AD) diiberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan

prednisone intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu.

Kemudian prednisone ditappering-off dengan dosis 1 mg/KgBB/hari selama 1 bulan,

dilanjutkan dengan 0,5 mg/KgBB selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).

Siklosporin (CyA)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau

sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari

(100-150 mg/m2 LPB). Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin

darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid,

CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid

dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps

kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA

dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)

Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik

dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau

25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.

Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 33

Page 34: Sindroma nefrotik

Gambar 6. Diagram Pengobatan SN Relaps Sering atau Dependen Steroid6

Keterangan:

1. Pengobatan steroid jangka panjang

2. Langsung diberi CPA

3. Sesudah prednisone jangka panjang, dilanjutkan dengan CPA

4. Sesudah jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 34

Page 35: Sindroma nefrotik

2.9.4.PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid,

seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat,

maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat

diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara

intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan

dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL

0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval

1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

2.9.5.PENGOBATAN SN RESISTEN STEROID

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan.

Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal

untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi

mempengaruhi prognosis.

Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan

remisi. Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila

terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid

dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak

terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat

diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA oral dan puls dapat dilihat pada

Gambar 7.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 35

Page 36: Sindroma nefrotik

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 36

Page 37: Sindroma nefrotik

Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total

sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,

dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena

itu pada pemakaian CyA perlu pe- mantauan terhadap:

1. Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/m.

2. Kadar kreatinin darah berkala

3. Biopsi ginjal setiap 2 tahun.

Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam

literatur,tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau

sangat selektif.

Gambar 7. Pengobatan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid6

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 37

Page 38: Sindroma nefrotik

Keterangan:

Sitostatik oral: siklofosamid 2-3 mg/KgBB/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan.

Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemeberian siklofosamid oral.

Kemudian prednisone ditappering-off dengan dosis 1 mg/KgBB/hari selama 1 bulan,

dilanjutkan dengan dosis 1 mg/KgBB/hari sela,a 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5

mg/KgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).

atau

Siklofosamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2LPB diberikan melalui infus satu

kali sebulan selama enam bulan yang dapat dilanjutkan tergantung keadaan pasien.

Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemeberian siklofosamid

puls (6 bulan). Kemudian Kemudian prednisone ditappering-off dengan dosis 1

mg/KgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/KgBB/hari sela,a 1

bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/KgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2

bulan).

Metilprednisolon puls

Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon

puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12

minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam

50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 38

Page 39: Sindroma nefrotik

Tabel 3. Protokol Metilprednisolon Dosis Tinggi6

Keterangan:

Dosis maksimum metilprednisolon 100 mg dan dosis maksimum prednisone oral 60

mg. Siklofosamid (2-2,5 mg/KgBBB/hari) atau klorambusil (0,18-0,22

mg/KgBB/hari) selama 8—12 minggu dapat diberikan bila proteinuria massif masih

didapatkan setelah pemeberian metilprednisolon selama 10 minggu.

Obat Imunosupresif Lain

Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah

vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur yang

masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum

direkomendasikan di Indonesia.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 39

Page 40: Sindroma nefrotik

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 40

Page 41: Sindroma nefrotik

Gambar 8. Tatalaksana Sindroma Nefrotik6

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 41

Page 42: Sindroma nefrotik

2.9.6.PEMBERIAN OBAT NON-IMUNOSUPRESIF UNTUK MENGURANGI

PROTEINURIA

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor

blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja

kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan

hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga mempunyai efek

renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-β1 dan

plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang

berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin

sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS, berarti anak dengan SNSS relaps sering

maupun dependen steroid mempunyai risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang

sama dengan SNRS. Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi

ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak.

Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan

untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan

steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:

1. Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5

mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/ kgbb dosis tunggal.

2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal

2.10. TATALAKSANA KOMPLIKASI

2.10.1. INFEKSI

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 42

Page 43: Sindroma nefrotik

Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi

perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama adalah

selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan

oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan

penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim

atau seftriakson selama 10-14 hari. Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak

dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.

Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela.

Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imu- noglobulin varicella-zoster,

dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan

dosis tunggal imunoglobulin intravena (400mg/kgbb). Bila sudah terjadi infeksi perlu

diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral

dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10 hari, dan pengobatan

steroid sebaiknya dihentikan sementara.

2.10.2. TROMBOSIS

Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti

defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis

pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan

dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin secara subkutan,

dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan tromboemboli

dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak dianjurkan.

2.10.3. HIPERLIPIDEMIA

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 43

Page 44: Sindroma nefrotik

Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL

kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun

atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga

meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis.

Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara

dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan

diit lemak. Pada SN resisten ste- roid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan

normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan

pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).

2.10.4. HIPOKALSEMIA

Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:

1. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan

osteopenia.

2. Kebocoran metabolit vitamin D.

Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama

(lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan

vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas

10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.

2.10.5. HIPOVOLEMIA

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi

hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering

disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat

sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 44

Page 45: Sindroma nefrotik

atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah

teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 45

Page 46: Sindroma nefrotik

2.10.6. HIPERTENSI

Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan

penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor

ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium

channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah

persentil 90.

2.10.7. EFEK SAMPING STEROID

Pemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang

signifikan, karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan orangtuanya.

Efek samping tersebut meliputi peningkatan napsu makan, gangguan pertumbuhan,

perubahan perilaku, peningkatan risiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi, dan

demineralisasi tulang. Pada semua pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap

gejala-gejala cushingoid, pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan

tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali.

2.11. INDIKASI BIOPSI GINJAL

Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:

1. Pada presentasi awal:

Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun.

Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar

komplemen C3 serum yang rendah.

Hipertensi menetap.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 46

Page 47: Sindroma nefrotik

Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia.

Tersangka sindrom nefrotik sekunder

2. Setelah pengobatan inisial

SN resisten steroid. Sebelum memulai terapi siklosporin

2.12. INDIKASI MERUJUK KE NEFROLOGI ANAK

Keadaan-keadaan ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada ahli

nefrologi anak:

Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit

sindrom nefrotik di dalam keluarga.

Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan

fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau

lesi di kulit.

Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi

berat, toksik steroid.

Sindrom nefrotik resisten steroid.

Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 47

Page 48: Sindroma nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Nephrotic Syndrome in Children: Prediction of histopathology from clinical and

laboratory characteristics at time of diagnosis. A report of the international Study

of Kidney Disease in Children. Kidney Int 1978; 13: 159.

2. Van de Walle JGJ, Donckerwolcke RA: Pathogenesis of edema fromation in the

nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol 2001; 16: 283.

3. Davis ID, Avner ED. Conditions Particularly Associated with Hematuria.

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.

17th ed. Philadelphia Pennsylvania 19106; Saunders; 2004: p. 1735-57.

4. Eddy AA, Schanaper HW: The Nephrotic Syndrome: From the simple to the

complex. Semin Nephrol 1998; 18: 304.

5. Orth S, Ritz E: The Nephrotic Syndrome. N Eng J Med 1998; 338: 1202.

6. IDAI. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. 2nd ed.

Indonesia. 2012.

Laporan Kasus III – Sindroma NefrotikAnasti Putri P (030.10,028) 48