sindroma nefrotik

32
1 SINDROM NEFROTIK 1. DEFINISI Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta histopatologinya 2. KLASIFIKASI Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 2 kelompok: A. Sindrom Nefrotik Primer Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sehingga dikatakan idiopatik namun diduga berhubungan dengan genetic maupun imunologi alergi. Golongan ini paling sering dijumpai pada

Upload: carollineolin

Post on 02-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Interna

TRANSCRIPT

Page 1: Sindroma Nefrotik

1

SINDROM NEFROTIK

1. DEFINISI

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang

ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan

tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia,

lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Umumnya nefrotik sindrom disebabkan

oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam

bentuk primer atau sekunder. Istilah sindrom nefrotik primer dapat disamakan

dengan sindrom nefrotik idiopatik dikarenakan etiologi keduanya sama

termasuk manisfestasi klinis serta histopatologinya

2. KLASIFIKASI

Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 2 kelompok:

A. Sindrom Nefrotik Primer

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini

secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada

penyebab lain. Sehingga dikatakan idiopatik namun diduga berhubungan

dengan genetic maupun imunologi alergi. Golongan ini paling sering

dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer

adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik

yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

I. Sindrom Nefrotik Bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom

nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara

yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus

namun jarang atau bahkan tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya

penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

Page 2: Sindroma Nefrotik

2

II. Sindrom Nefrotik Idiopatik, dibagi kedalam 4 golongan yang dibuat

berdasarkan histopatologinya, yaitu :

a. Kelainan minimal

Glomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot

processus sel epitel berpadu (mikroskop elektron)

Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-

IC pada dinding kapiler glomerolus

Lebih banyak terdapat pada anak

Prognosis baik

b. Nefropati membranosa

Glomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar

tanpa proliferasi sel

Prognosis kurang baik

c. Glomerulonefritis Proliferatif

Eksudatif Difus

Terdapat prolifarasi sel mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus

dan terjadi pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan

kapiler tersumbat.

Penebalan Batang Lobular (Lobular Stalk Thickening)

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan

batang lobular.

Dengan Bulan Sabit (Crescent)

Prolifersi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular

dan viseral.

Glomelurosklerosis Membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai

membrana basalis de mesengium. Titer imunoglobulin beta-IC atau

beta-IA rendah.

Page 3: Sindroma Nefrotik

3

d. Glomelurosklerosis Fokal Segmental

Sklerosis glomelorus dan atrofi tubulus

Prognosis buruk

B. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai

akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Penyebab yang sering dijumpai disebabkan oleh:

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,

sindrom Alport, miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,

streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun

serangga, bisa ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus

sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

3. EPIDEMIOLOGI

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi

minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat

diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. SN

dapat menyerang semua umur tetapi terutama menyerang anak-anak yang

berusia antara 2-6 tahun. Anak laki-laki lebih banyak menderita dibandingkan

anak perempuan dengan rasio 3:2. Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan

oleh panyakit Glomerulus primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh

penyakit sistemik seperti nefritis Henoch-Schonlein, Lupus Eritematous

Sistemik, amyloidosis dan sebagainya.

Insidensi sindrom nefrotik pada anak-anak di Amerika Serikat

diperkirakan 2.0 hingga 2.7 kasus baru per 100.000 anak-anak dibawah 18

tahun. Insisdensi sindrom nefrotik idiopatik 6 kali lebih besar pada anak-anak

Asia daripada Eropa. Di Jakarta Indonesia, Wira Wirya melaporkan 6 kasus

Page 4: Sindroma Nefrotik

4

baru per 100.000 anakanak di bawah 14 tahun, membuat ini menjadi penyakit

relative paling umum pada pediatric.

Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%),

umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.

Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa

3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak

disebabkan oleh diabetes mellitus.

Sepertiga penderita SN tidak akan mengalami kambuh setelah remisi

pertama, namun duapertiga penderita SN akan mengalami kambuh. Angka

kekambuhan pada sindrom nefrotik kira-kira 70% dengan proteinuria dan

edema berulang.

4. PATOFISIOLOGI

Proteinuria

(albuminuria)

masif merupakan

penyebab utama

terjadinya sindrom

nefrotik, namun

penyebab

terjadinya

proteinuria belum

diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya

muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler

glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut

menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus

sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari

proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin

serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan

konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Page 5: Sindroma Nefrotik

5

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid

plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan

menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang

menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif

merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi

natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga

agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan

selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian

menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat

ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang

memicu aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon

katekolamin serta ADH (anti diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium

dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium

rendah.

Page 6: Sindroma Nefrotik

Kelainan Glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminernia

Tekanan onkotik koloin plasma

Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal dan sekresi ADH

EDEMA

6

Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill yang dijabarkan seperti

bagan di bawah ini :

Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan

aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua

penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa

penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume

plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron.

Page 7: Sindroma Nefrotik

Kelainan Glomerulus

Retensi Na renal primer

Volume Plasma

EDEMA

Albuminuria

Hipoalbuminemia

7

Sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill yang

dijabarkan seperti bagan di bawah ini:

Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena

mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik

perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma

dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat

overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat

menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan

aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses

yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill

berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama,

karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi

rangsangan yang lebih dari satu.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai

pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-

glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum

kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus

albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis,

hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum

meningkat. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low

Page 8: Sindroma Nefrotik

8

density lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Kadar

trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very low

density lipoprotein).

Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan

sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya

kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan

katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL

menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya

aktivitas enzim LPL ( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab

berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein

hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun.

Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim

LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang berfungsi sebagai

katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol

dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT

diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.

5. MANIFESTASI KLINIK

Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi; menurunnya nafsu

makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut,

atropy dan urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya

akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi

karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat

tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang mungkin

terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada keadaan

asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.

Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin

serta anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang.

Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya

bukan berkaitang dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah

edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan

dengan sinteis protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang

Page 9: Sindroma Nefrotik

9

terdapat nyeri perut kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema

dinding perut

Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi

psikososial yang merupakan akibat stress nonspesifik terhadap anak yang

sedang berkembang.

Empat gejala klinis yang paling utama dari pasien Sindroma

nefrotik adalah sebagai berikut:

1. Proteinuria

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria

yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal

yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas

permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang

terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan

pada filter glomerulus.

2. Hipoalbuminemia

Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis

hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan

gastrointestinal. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara

laju eksresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Sintesis protein di

hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti

kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

3. Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme

di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan

intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis

lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan

tekanan onkotik.

Page 10: Sindroma Nefrotik

10

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol,

trigliserid meningkat. Paling tidak ada dua faktor yang mungkin berperan

yakni: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam

hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena

penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang

mengambil lemak dari plasma.

4. Sembab atau Edema

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik :

teori underfilled dan teori overfille.

1. Hipotesis Underfill

Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled

theory) adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang

menyebabkan cairan merembes ke ruang interstitial. Dengan

meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar

menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia

menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid plasma

intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat

melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial

yang menyebabkan terbentuknya edema.

Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan

volume darah arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan

Page 11: Sindroma Nefrotik

11

volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau volume

sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium

renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk

menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat

dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang

secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan

mengencerkan protein plasma dan dengan demikian menurunkan

tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk

ke ruang interstitial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai

terdapat keseimbangan hingga edema stabil.

Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin

plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini

tidak ditemukan pada semua pasien dengan SN.

2. Hipotesis Overfill

Pada hipotesis ini mekanisme utamanya adalah defek pada

tubulus primer di ginjal (intrarenal). Di tubulus distal terjadi retensi

natrium (primer) dengan akibat terjadi hipervolemia dan edema. Jadi

edema terjadi akibat overfilling cairan ke jaringan interstitial. Pada

hipotesis ini karena terjadi hipervolemia, sistem RAA atau aldosteron

akan menurun. Demikian pula ADH tetapi kadar ANP meningkat

karena tubulus resisten terhadap ANP. Akibatnya retensi Na tetap

berlangsung sehingga terjadi edema. (lihat gmbr).

Meltzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisiologi SN, yaitu tipe

nefrotik dan tipe nefritik. Kelompok pertama (underfill) disebut juga

tipe nefrotik dan yang paling sering terjadi pada SN kelainan minimal

(minimal change nephrotic syndrome = MCNS). Tipe nefrotik ditandai

dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi perifer dengan kadar

renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG)

masih baik dengan kadar albumin yang rendah. Kelompok ke dua

(overfill) disebut tipe nefritis biasanya di jumpai pada SN bukan

Page 12: Sindroma Nefrotik

12

kelainan minimal (BKM) atau glomerulonefritis kronik. SN bukan

kelainan minimal pada dasarnya memang suatu glomerulonefritis

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma

dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal

tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik.

Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya

edema pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan

kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.

6. DIAGNOSIS

Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu :

1. Proteinuria Masif atau Proteinuria Nefrotik

Dimana dalam urin terdapat protein ≥ 40 mg/m2 lpb/jam atau > 50

mg/kgBB/ 24 jam, atau rasio albumin/ kreatinin pada urin sewaktu >2

mg/mg, atau dipstik ≥2+. Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan

minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.

2. Hipoalbuminemia

Albumin serum < 2,5 g/dl. Harga normal kadar albumin plasma pada

anak dengan gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dl. Pada sindrom nefrotik

retensi cairan dan sembab baru akan terlihat apabila kadar albumin

Page 13: Sindroma Nefrotik

13

plasma turun dibawah 2.5-3.0 g/dl, bahkan sering dijumpai kadar

albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut.

3. Oedem

4. Hiperlipidemia

Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia

(kolesterol serum lebih dari 200 mg/dl).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urine

24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah

a. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,

hematokrit,LED)

b. Kadar albumin dan kolestrol plasma

c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kratinin dengan cara klasik atau

dengan rumus Schwatz

d. Titer ASO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria

mikroskopis persistent.

e. Bila curiga LES, pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar

komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody) dan anti-dsDNA.

7. PENATALAKSANAAN

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan

untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,

penanggulangan edema, memulai pengobatn steroid, dan edukasi orangtua.

Sebelum pengobatan streoid di mulai, dilakukan pemeriksaan uji mantoux.

Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama streoid, dan bila

ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan

pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau

disertai komplikasi muntah infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring

Page 14: Sindroma Nefrotik

14

tidak perlu dipaksakan dan aktifitas disesuaikan dengan kemampuan pasien.

Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.

a) Dietetik

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang

dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk

mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan

terjadinya sklerosis glomerrulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal

sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2

g/kgBB/hari denagn kalori yang adekuat. Diet rendah protein akan

menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan

anak. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30%

jumlah total kalori keseluruhan, lebih di anjurkan memberikan

karbonhidrat kompleks dari pada gula sederhana. Restriksi garam dan

cairan tidak diperlukan pada sebagian besar kasus sindrom nefrotik sensitif

steroid. Diet rendah garam (1-2 g/hari, atau 2 mmol/kg/hari) plus

menghindar camilan asin, dianjurkan selama anak mengalami edema atau

hipertensis.

b) Sembab

Sebagian pasien dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik.

Pasien dengan sembab nyata tanpa deplesi volume intravaskular diberikan

terapi sebagai berikut. Dimulai dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 2 kali

sehari. Bila tidak ada respons, dosis dinaikkan sampai 4-6 mg/kgBB/hari

bersama dengan spironolakton (antagonis aldosteron) 2-3 mg/kg/hari,

sebagai pottasium-sparing agent (diuretik hemat kalium). Kadang-kadang

perlu diberikan furosemid bolus intravena atau infus. Pemakaian diuretik

lebih dari 1 minggu dengan dosis tinggi harus hati-hati, perlu pemantauan

terhadap hipovolumia dan elektrolit serum.

Intake air tidak perlu direstriksi, kecuali pada pasien dengan sembab

hebat. Pada keadaan tersebut, intake cairan dibatasi sesuai dengan

insensible loss plus jumlah urine sehari sebelumnya.

Page 15: Sindroma Nefrotik

15

Terapi diuretik kadang-kadang tidak efektif bahkan dapat

membahayakan pasien yang mengalami hipoalbuminemia (albumin serum

< 1,5 g/dL) plus deplesi volume intravaskular. Pemberian infus albumi

20% dengan furosemid dapat memacu diuresis dan mengurangi sembab.

Pada keadaan demikian kadang-kadang diperlukan beberapa kali infus

albumi. Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema

refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia

berat (kadar albumin ≤ 1 g/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25%

dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan

interstitial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2

mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi beaya, dapat diberikan

plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk

mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila di perlukan,

albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan

kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian

plasma berpotensi menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain

lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernafasan dapat

dilakukan fungsi asites berulang.

c) Imunisasi

Semua vaksin mati secara umum aman untuk anak yang

mengalami remisi. Semua vaksin yang hidup sebaiknya dihindari hingga

steroid dihentikan selama paling sedikit 6 minggu. Selain itu, harus

dihindari jika terapi cyclofosfamid atau cyclosporine A telah diinisiasi.

Page 16: Sindroma Nefrotik

16

8. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada semua pasien SN, baik SN responsif

steroid maupun SN resisten steroid. Deteksi dini sangat diperlukan sehingga

dapat dilakukan penanggulangan yang cepat.

a. Infeksi

Anak-anak dengan NS berada pada risiko yang lebih tinggi terkena

infeksi, sebagian karena penyakit itu sendiri dan sebagian karena terapi

imunosupresif. Mereka memiliki kecenderungan yang kuat untuk infeksi

pneumokokus. Beberapa ahli mengusulkan bahwa anak-anak dengan NS

diberikan profilaksis penisilin selama relaps dari penyakit ini.

Penting untuk diingat bahwa bakteri gram negatif

menyebabkan proporsi yang signifikan dari infeksi pada anak-anak

dengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien

tertentu, antibiotika spektrum luas harus ditentukan. Pasien pada obat-

obatan imunosupresif, jika terkena infeksi varicella, sebaiknya menerima

imunoglobulin zoster dalam waktu 72 jam. Pasien dengan varicellaharus

ditangani dengan infus asiklovir.

Tabel : Infeksi yang sering terjadi pada pasien SN dan

penatalaksanaannya

Infection Clinical features Organisme Treatment

Peritonitis Abdominal pain /

tenderness, diarrhea,

vomiting

Pneumococci,

E.coli,

H.influenzae

ivi Ceftriaxone (or

Cefotaxime) or Ampicilin

with aminoglycoside for

10-14 days

Pneumonia Fever, tachypnea,

cough

Pneumococci,

H.influenzae

Oral Amoxicilin /

Cephalexin/Coamoxiclay

for mild disease ivi

Ceftriaxone or Ampicilin

with Aminoglycoside for

7-10 days for severe

Page 17: Sindroma Nefrotik

17

illness

Cellulitis Redness, trendemess

or induration

Beta-hemolytic

streptococci,

H.influenzae,

pneumoccocci,

staphylococi

Candida,

Aspergillus

Ivi Cloxacillin with

Ceftriaxone till resolution

of induration, followed by

oral Cholaxillin and

Cefixime for 10 days

Fungal infection Pulmonary infiltrate,

persistent fever

unresponsive to

antibacterial therapy,

sputum/urine showing

septate hyphae

Candida,

Aspergillus

spp.

Skin, mucosa.

Fluconazole for 10-14

days

Systemic. Amphotericin B

for 14-21 days

Dikutip dari: Bagga A, Menon S. Idiopathic Nephrotic Syndrome: Initial

Management. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Practical Paediatric Nephrology -

An Update of Current Practices. Hong Kong: Ivledcom Limited; 2005. p. 109-15.

b) Hipovolemia

Shock dan hipovolemia umumnya terjadi pada perkembangan

edema. Kehilangan cairan selama diare, muntah, sepsis dan terapi diuretik

secara gegabah memicu terjadinya hipovolemia. Tanda-tanda klinis dan

gejala termasuk kram pusat perut parah dengan atau tanpa muntah,

penurunan output urine, kaki dingin, tekanan darah rendah atau hipertensi

reaktif. Laboratorium temuan natrium urin rendah (<10 mEq / l) dan

hematokrit meningkat menandakan shock hipovolemik. pengobatan sangat

penting dan infus koloid adalah andalan pengobatan; 4,5% albumin,

albumin 20% atau plasma harus diinfus perlahan-lahan di bawah

pengawasan hati-hati. Jika terjadi edema paru, infus harus dihentikan dan

diberikan furosemid intravena (1 mg / kg).

Page 18: Sindroma Nefrotik

18

c) Hipertensi

Dalam sindrom nefrotik sensitive steroid (SSNS), tekanan darah

biasanya normal. Namun, hipertensi pada anak dengan SSSN harus

dievaluasi sangat hati-hati. Ini mungkin mencerminkan hipervolemia atau

vasokonstriksi ekstrim dalam menanggapi hipovolemia dimediasi melalui

sistem renin-angiotensin. kemudian, kadar natrium urin akan sangat

rendah. Jika tekanan darah melebihi batas normal, terapi singkat

antihipertensi dapat ditentukan setelah hipovolemia tidak diperhitungkan.

Umumnya obat antihipertensi yang digunakan adalah nifedipin,

hydralazine atau atenolol. Diuretik sangat berguna ketika hipertensi

diakibatkan overload cairan

d) Trombosis

Anak-anak dengan sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi

thrombosis arteri dan vena. Kejadian thrombosis karena kombinasi factor

hemodinamik dan status hiperkoagulasi yang berhubungan dengan

sindrom nefrotik. Ini terjadi kehilanngan antitrombus melalui urine,

sehingga meningkatkan resiko terjadinya thrombosis pada sindrom

nefrotik.

e) Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut sangat jarang terjadi pada SSNS, tetapi derajat

ringan azotemia prerenal terlihat dalam hubungan hipovolemia yang

merespon penggantian volume.

f) Osteoporosis

Page 19: Sindroma Nefrotik

19

Risiko osteoporosis terpengaruh-steroid memiliki implikasi

signifikan jangka panjang. Faktor prediktif massa tulang yang rendah

adalah usia lebih tua saat onset, asupan kalsium yang rendah dan dosis

steroid kumulatif.

g) Gizi Buruk 

Kehilangan protein darah terlalu banyak dapat mengakibatkan

kekurangan gizi. Hal ini dapat menyebabkan penurunan berat badan, tapi

tertutupi oleh adanya pembengkakan.

9. PROGNOSIS

Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera

dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme

kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila

penyakit memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang

terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi,

tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi

gagal ginjal.

Faktor yang paling penting dalam menentukan prognosis anak - anak

dengan sindrom nefrotik adalah kemampuan merespon steroid. Sementara

lebih dari 70 persen anak-anak dengan sindrom nefrotik sensitive steroid

relaps dan hampir 50 persen memiliki relaps sering atau tergantung steroid,

resiko mereka untuk progersi kearah gagal ginjal kronis minimal.

Secara garis besar, prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-

keadaan sebagai berikut :

Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di

atas 6 tahun.

Disertai oleh hipertensi.

Disertai hematuria.

Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Page 20: Sindroma Nefrotik

20

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer

memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi

kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak

memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

Page 21: Sindroma Nefrotik

21

DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Rani, Soegondo S. Mansjoer A. et all. Sindrom Nefrotik. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. 3rd ed. Jakarta: PB. PAPDI. 2009

Anonym. Cyclophosphamide untuk sindroma nefrotik [artikel]. Website: Indonesia Kidney Care Club. [cited 2010, Dec 12]. Available: http://www.ikcc.or.id/content.php?c=2&id=170

Carta A. Gunawan. Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2010, Nov 28]. Available: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html

Djoko, W. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi kelima. Penerbit FK UI, Jakarta.

Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2001

Guyton.A.C. et all .Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia: Elsevier saunders. 1996

Noer, MS. Pedoman Diagnosa dan Terapi Ilnau Kesehatan Anak. 2008: RSUD dr. Soetorno Surabaya.