sindrom nefrotik

33
BAB II SINDROM NEFROTIK 2.1. Definisi Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/1,73 m 2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (albumin kurang dari 3 gram/dl), edema anasarka, hiperlipidemia. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuria, bahkan kadang- kadang azotemia Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonefritis. Pada proses awal sindrom nefrotik atau sindrom nefrotik ringan untuk menegakkan diagnosis tidak perlu semua gejala tersebut ditemukan. 1,2,3,7 2.2. Etiologi dan Klasifikasi Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sindrom nefrotik primer 1

Upload: chakra-putra-pratama

Post on 10-Aug-2015

448 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Sindrom Nefrotik

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Nefrotik

BAB II

SINDROM NEFROTIK

2.1. Definisi

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering

dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang

ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh

per hari), hipoalbuminemia (albumin kurang dari 3 gram/dl), edema anasarka,

hiperlipidemia. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula

hipertensi, hematuria, bahkan kadang-kadang azotemia Sindroma nefrotik

merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonefritis. Pada proses awal

sindrom nefrotik atau sindrom nefrotik ringan untuk menegakkan diagnosis tidak

perlu semua gejala tersebut ditemukan. 1,2,3,7

2.2. Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sindrom nefrotik primer

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer

oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan

pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini

paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik

primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis

sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah

1 tahun.7

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer

dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study

1

Page 2: Sindrom Nefrotik

of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar

ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila

diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi

histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan

terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of

Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht

(1971).8

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik

primer

1. Kelainan minimal (KM)

2. Glomerulosklerosis (GS)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)

6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

7. Glomerulopati membranosa (GM)

8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

2

Page 3: Sindrom Nefrotik

Sementara itu, berdasarkan histopatologis, Churk dkk membagi

sindrom nefrotik primer menjadi empat, yaitu:

a. Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel

berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG

pada dinding kapiler glomerulus.

Gambar 1. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

kelainan minimal.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang

tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

3

Page 4: Sindrom Nefrotik

Gambar 2. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

glomerulopati membranosa.

c. Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi

sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan

sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan

batang lobular.

Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel

sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai

membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-

IA rendah. Prognosis buruk.

Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

d. Glomerulosklerosis fokal segmental

4

Page 5: Sindrom Nefrotik

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai

atrofi tubulus. Prognosis jenis ini adalah buruk.

Gambar 3. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

glomerulosklerosis fokal segmental.

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak

berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya

44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik

primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7%

tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer

yang dibiopsi.9,10

2. Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek

samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah infeksi, keganasan, penyakit jaringan penyambung ( connective tissue

diseases), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.11

Tabel 2. Penyebab Sindrom Nefrotik Sekunder

5

Page 6: Sindrom Nefrotik

Infeksi

- HIV, hepatitis virus B dan C

- Sifilis, malaria, skistosoma

- Tuberculosis, lepra

Keganasan

- Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, multiple mieloma, dan karsinoma ginjal.

Penyakit jaringan penghubung

- SLE, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue diseases)

Efek obat dan toksin

- Obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, captopril, dan heroin

Lain-lain

- Diabetes mellitus, amiloidosis, preeklamsia, rejeksi alograf kronik, refluk vesikoureter, atau sengatan lebah

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada

glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus atau virus hepatitis B,

akibat obat misalnya obat antiinflamasi nonsteroid atau preparat emas

organik, dan akibat penyakit sistemik misalnya SLE dan diabetes

melitus.11

2.3. Patogenesis

1. Permeabilitas Glomerulus

6

Page 7: Sindrom Nefrotik

Pada orang sehat, kurang dari 0,1% albumin plasma melewati barier

filtrasi glomerulus. Hingga saat ini, masih ada perdebatan mengenai

saringan yang dilewati albumin pada barier filtrasi glomerulus.

Perdebatan tersebut mengenai albumin yang terus-menerus berada di

dalam urin yang ekuivalen dengan uptake albumin di glomerulus.

Hasilnya, jumlah albumin di urin kurang lebih 80 mg atau kurang setiap

hari. Perdebatan ini didasarkan pada studi yang dilakukan pada binatang

percobaan. Namun, studi yang dilakukan pada manusia dengan defek

transport tubular mengesankan bahwa jumlah konsentrasi albumin di

urin adalah 3,5 mg/l. Dengan jumlah sebesar ini, dan glomerular

filtration rate (GFR) per hari 150 liter, diperkirakan tidak lebih dari 525

mg albumin yang ada di urin per hari. Jumlah di atas merupakan batas

nilai albumin yang mengarah ke glomerular diseases.12

Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotelium fenestrasi yang menduduki

membran basement glomerulus dan ditutupi oleh epitel glomerulus atau

podosit. Podosit merupakan selubung kapiler dengan perpanjangan

seluler yang disebut foot processes. Diantara foot processes merupakan

celah filtrasi. Barier filtrasi glomerulus terdiri atas 3 struktur, yaitu

endotelium fenestrasi, podosit, dan epitel glomerulus. Gambar 1

merupakan gambaran skematik dari barier filtrasi glomerulus.12

7

Page 8: Sindrom Nefrotik

Gambar 4. Gambaran skematik barier filtrasi glomerulus. Podo = podosit; GBM = glomerular basement membrane; Endo = fenestrated endothelial cells; ESL = endothelial cell surface layer (sering disebut juga glycocalyx). Urin primer dibentuk melalui filtrasi cairan plasma

melewati barier filtrasi glomerulus (tanda panah). Glomerular filtration rate (GFR) pada manusia adalah 125 ml/menit. Plasma flow rate Qp =

700 ml/menit, dengan fraksi filtrasi mencapai 20%. Konsentrasi albumin serum = 40 g/l, sedangkan perkiraan konsentrasi albumin

dalam urin primer adalah 4 mg/l, atau 0,1% dari konsentrasi di plasma.12

2. Proteinuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian besar

berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya

sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular).

Perubahan integritas membran basalisglomerulus menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan

protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Derajat

proteinuria tidak berhubungan dengan langsung dengan keparahan

8

Page 9: Sindrom Nefrotik

kerusakan glomerulus. Lewatnya protein plasma yang berukuran lebih

dari 70 kD melalui membrana basalais glomrulus normalnya dibatasi

oleh charge selective barrier dan size selective barrier. Charge

selective barrier merupakan suatu polyanionic glycosaminoglycan.

Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabakan terutama oleh

hilangnya charge selective barrier, sedangkan pada nefropati

membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya charge selective

barrier.1,8

3. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati

biasanya meningkat. Namun, masih tidak memadai untuk menggantikan

kehilangan albumin dalam urin.1,8

4. Hiperlipidemia

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein, trigliserida meningkat, sedangkan high density lipoprotein

(HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan

peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer

(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron, dan

intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis

lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan

penurunan tekanan onkotik.8

5. Edema

Menurut teori underfill, edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh

penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia dan retensi

natrium. Hipovolemia menyebabkan peningkatan renin, aldosteron,

hormon antidiuretik dan katekolamin serta penurunan atrial natriuretic

9

Page 10: Sindrom Nefrotik

peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume,

meningkat laju filtrasi glomerulus dan eksresi fraksional NaCl dan air

yang menyebabkan edema berkurang.1,8

Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi

volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta

peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan

kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema

merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun

secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama

fase diuresis1,8

6. Lipiduria

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.

Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana

basalis glomerulus yang permeabel.6

7. Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S,

C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya

faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi

trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor

zimogen (faktor IX, XI).6

8. Kerentanan terhadap infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat

ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan

peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti

Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga

10

Page 11: Sindrom Nefrotik

terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi

bronkopneumoni dan peritonitis.6

2.4. Manifestasi Klinis

Gejala utama yang ditemukan adalah:7, 13

1. Proteinuria masif. Proteinuria > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam

atau > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.

Biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya

mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe

yang lain.

2. Hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua

pada sindrom nefrotik. Disebut hipoalbuminemia apabila kadar albumin

serum < 2,5 g/dl.

3. Edema anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat

ditemukan edema muka, asites, dan efusi pleura.

4. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Kadar

kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL

menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi

sempurna dari proteinuria.

5. Hiperkoagulabilitas; yang akan meningkatkan risiko trombosis vena

dan arteri.

Manifestasi klinik utama sindrom nefrotik adalah sembab, yang tampak

pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara

lambat sehingga keluarga mengira anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab

sering bersifat intermiten. Biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang

mempunyai resistensi jaringan yang rendah seperti daerah periorbita, skrotum atau

labia. Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka/generalisata).7

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai

sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur dan kemudian menjadi sembab

11

Page 12: Sindrom Nefrotik

pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,

meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab

hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.7

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit

sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang

disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang

meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang

kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh

karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun

karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat

terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat

menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.7

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,

maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.

Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.7

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada

penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap

anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah

merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga

dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu

sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi

terganggu.7

Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe

kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah

yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita,

skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting.  Asites umum

dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami

restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa takipnea. Akibat sembab kulit,

anak tampak lebih pucat.7

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian

International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%

12

Page 13: Sindrom Nefrotik

pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari ke-90 persentil

umur.7

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal

penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin

serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan

SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom

nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi

pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan

secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran

asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai

pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.7

2.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak mata, 

perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang

berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna

kemerahan.ped.com

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua

kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.

Kadang-kadang  ditemukan hipertensi.ped.com

3. Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai

hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5

g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio

13

Page 14: Sindrom Nefrotik

albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya  normal

kecuali ada penurunan fungsi ginjal.ped.com

2.6. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:7

1. Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan edema

hepatal.

2. Glomerulonefritis akut.

3. Lupus sistemik eritematosus.

2.7. Penatalaksanaan

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah

tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi

pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam

waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada

anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada

tabel 3.7

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan

untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari

dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan

dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis

tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.7

         

14

Page 15: Sindrom Nefrotik

Tabel 3. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada sindrom

nefrotik.

Remisi

 

Kambuh

 

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

 

Resisten-steroid

 

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4

mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Proteinuria ≥ + 2 atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama

3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah

mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam

periode 12 bulan.

Kambuh ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons

awal,  atau  ≥ 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa

tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah

terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi

prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60

mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya

responsif-steroid.

Penatalaksanaan sindrom nefrotik dapat dikelompkkan menjadi:7

1. Sindrom nefrotik serangan pertama

a.  Perbaiki keadaan umum penderita :

- Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.

Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

- Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi

plasma atau albumin konsentrat.

15

Page 16: Sindrom Nefrotik

- Berantas infeksi.

- Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

- Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau

mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

antihipertensi.

b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari

setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan

apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam

waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan,

tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan

keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu  14 hari.

2.  Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

a. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis

relapse ditegakkan.

b. Perbaiki keadaan umum penderita.

- Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering adalah sindrom nefrotik

yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam

masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)

maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap

hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam,

diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama

4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

- Sindrom nefrotik kambuh sering

16

Page 17: Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang

kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12

bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)

maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap

hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam,

diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama

4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan

menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,

kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20

mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam

selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu

siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi

anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,

terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid,  atau untuk biopsi ginjal.7

Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari. Sebagian besar terdiri dari

karbohidrat. Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano dkk

memberikan diet protein 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah gram protein

sesuai jumlah proteinuria. Hasilnya proteinuria berkurang, kadar albumin darah

meningkat dan kadar fibrinogen menurun.6

Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram

natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan

atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic (spironolakton). Pada

pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200

mg spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat multifaktorial. Diduga

17

Page 18: Sindrom Nefrotik

hipoalbuminemia menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat

kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme

utama resistensi ini. Pada pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human

albumin. Dikatakan terapi ini dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan

laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan ekskresi natrium. Namun demikian infus

albumin ini masih diragukan efektivitasnya karena albumin cepat diekskresi lewat

urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan edema paru pada

pasien hipervolemia.6

Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis dini. Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan

penghambat hidroxymethyl glutaryl co-enzyme A (HMG Co-A) reductase yang

efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini dikatakan paling efektif

dengan efek samping minimal. Gemfibrozil, bezafibrat, klofibrat menurunkan

secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol.

Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang

meningkat menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol

menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal

terhadap trigliserid. Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan

lebih efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan kolestipol

efektif menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini

tidak dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang

memperburuk defisiensi vitamin D pada sindrom nefrotik.6

Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu tromboemboli yang

terjadi pada kurang lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati

membranosa), digunakan dipiridamol (3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari)

sebagai antiagregasi trombosit dan deposisi fibrin/trombus. Selain itu obat-obat ini

dapat mengurangi secara bermakna penurunan fungsi ginjal dan terjadinya gagal

ginjal tahap akhir. Terapi ini diberikan selama pasien mengalami proteinuria

nefrotik, albumin < 2 g/dl atau keduanya. Jika terjadi tromboemboli, harus

diberikan heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti pemberian warfarin oral

sampai 3 bulan atau setelah terjadi kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan

18

Page 19: Sindrom Nefrotik

pantauan activated partial thromboplastin time (APTT) 1,5-2,5 kali kontrol,

sedangkan efek warfarin dievaluasi dengan prothrombin time (PT) yang biasa

dinyatakan dengan International Normalized Ratio (INR) 2-3 kali normal.6

Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau

peritonitis) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian

imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin

pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menimbulkan masalah infeksi virus

seperti campak, herpes.6

Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik,

gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik yang dapat terjadi 5-15 tahun setelah terkena

sindrom nefrotik. Penanganannya sama dengan penanganan keadaan ini pada

umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan

transplantasi ginjal. Dantal dkk. menemukan pada pasien glomerulosklerosis fokal

segmental yang menjalani transplantasi ginjal, 15%-55% akan terjadi SN kembali.

Rekurensi mungkin disebabkan oleh adanya faktor plasma (circulating factor)

atau faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. Imunoadsorpsi

protein plasma A menurunkan ekskresi protein urin pada pasien SN karena

glomerulosklerosis fokal segmental, nefropati membranosa maupun SN sekunder

karena diabetes melitus. Diduga imunoadsorpsi melepaskan faktor plasma yang

mengubah hemodinamika atau faktor yang meningkatkan permeabilitas

glomerulus.6

2.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada sindrom nefrotik adalah sebagai

berikut:7

1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

2. Trombosis akibat hiperkoagulabilitas

3. Infeksi

4. Hambatan pertumbuhan

19

Page 20: Sindrom Nefrotik

5. Gagal ginjal akut atau kronik

6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis,

gangguan emosi dan perilaku.

2.9. Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut:7

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas

enam tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang

baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya

akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan

pengobatan steroid.7

BAB III

KESIMPULAN

20

Page 21: Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan manifestasi klinis yang

ditandai oleh proteinuri masif, hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia,

lipiduria dan hiperkoagulabilitas yang disebabkan oleh kelainan primer

glomerulus dengan etiologi yang tidak diketahui atau berbagai penyakit tertentu.

Penegakan diagnosis sindrom nefrotik dapat dilakukan dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa urinalisis.

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi merupakan pedoman pengobatan

rasional sebagian besar pasien sindrom nefrotik.

Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan

dasar ginjal atau penyakit penyebab, menghilangkan atau mengurangi proteinuria,

memperbaiki hipoalbuminemia serta mencegah dan mengatasi komplikasi-

komplikasi yang ditimbulkannya. Semakin cepat penatalaksanaan diberikan, maka

semakin sedikit juga komplikasi yang akan timbul.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Sindrom Nefrotik

1. Sukandar E, Sulaiman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta, Indonesia.

2. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta, Indonesia

3. Prodjosudjadi, Wiguno. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

Penerbit FKUI. Jakarta, Indonesia.

4. International Study of Kidney Disease in Children. 1981. Primary

nephrotic syndrome in children: clinical significance of histopathologic

variants of minimal change and of diffuse mesangial hypercellularity. A

Report of the International Study of Kidney Disease in Children. Kidney

Int. 20(6):765-71.

5. International Study of Kidney Disease in Children. 1981. The primary

nephrotic syndrome in children. Identification of patients with minimal

change nephrotic syndrome from initial response to prednisone. J

Pediatric. 98(4):561-4.

6. Gunawan, A. Carta. 2006. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan

Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran. 150 (50-54).

7. Noer, Muhammad Sjaifullah, Ninik Soemyarso. 2006. Sindrom Nefrotik.

Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya,

Indonesia.

8. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic

syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and

laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int. 13:159.

9. Wila, Wirya IGN. 1992. Penelitian Beberapa Aspek Klinis dan Patologi

Anatomis Sindrom Nefrotik Primer pada Anak Di Jakarta. Disertasi.

Universitas Indonesia. Jakarta, Indonesia.

10. Noer, M. S. 1997. Sindrom Nefrotik. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya:

GRAMIK FK Universitas Airlangga. 137-46.

22

Page 23: Sindrom Nefrotik

11. Prodjosudjadi, Wiguno. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.

Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Indonesia.

12. Eric P Cohen, Eric P.. 2010. Nephrotic syndrome.

http://www.emedicine.com/244631-overview.htm. Diakses pada 3 Januari

2011.

13. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media

Aesculapius. Jakarta, Indonesia.

23