simbolisasi dalam kumpulan cerpen …...ketua jurusan sastra indonesia drs. ahmad taufiq, m.ag...

131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPIKARYA DEE: SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh ARVITA KUSUMARDANI C 0207018 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: phunghuong

Post on 13-May-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

“FILOSOFI KOPI” KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI

C 0207018

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

“FILOSOFI KOPI” KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI

C 0207018

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Wiranta, M.S

NIP 195806131986011001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag

NIP196206101989031001

Page 3: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

“FILOSOFI KOPI” KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI

C 0207018

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal.............................. 2011

Jabatan Nama

Tanda Tangan

Ketua

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.

NIP 196206101989031001

…………………..

Sekretaris

Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum.

NIP 196412311994032005

…………………..

Penguji I

Drs. Wiranta, M.S.

NIP 195806131986011001

…………………...

Penguji II

Dra. Murtini, M.S.

NIP 195707141983032001

……………………

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D.

NIP 1960032819860110

Page 4: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ARVITA KUSUMARDANI

NIM : C0207018

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Simbolisasi dalam

Kumpulan Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik

adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang

lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh

dari skripsi tersebut.

Surakarta, 02 Desember 2011

Yang membuat pernyataan

ARVITA KUSUMARDANI

C 0207018

Page 5: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan,

lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh

Dia kepada Allah, Bapa kita.

(Kolose 3: 17)

Dalam gerak langkahku, kupercaya Engkau senantiasa menuntun langkahku ke

jalan yang terbaik menurut rancangan-Mu.

(Penulis)

Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.

(Dee dalam buku Filosofi Kopi)

Page 6: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

Karya ini kupersembahkan untuk:

Bapak dan Ibuku, Ary Marmanto, B. A dan Wiwik Harnawati

Kakakku, Kurniawan Hermanto, S. Pd

Alm. Mbah kakung Paulus. Sarwidhi

Kekasihku

Sahabat terbaikku, Nthungrs

Page 7: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rencana-Nya yang indah, sehingga penulis memperoleh kekuatan untuk

menyelesaikan skripsi yang berjudul Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen

“Filosofi Kopi” Karya Dee: Sebuah Tinjauan Semiotik.

Penulis berterima kasih atas segala doa, bantuan, dukungan dan dorongan

yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., Ph. D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret, yang telah berkenan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan

izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang selalu

penuh perhatian dan memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Drs. Wiranta, M.S., Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa

memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Terima kasih

atas limpahan waktu yang selalu diluangkan untuk penulis.

5. Drs. Henry Yustanto, M. A., Pembimbing Akademik yang selalu

memberikan motivasi kepada penulis.

Page 8: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan selama masa

perkuliahan berlangsung.

7. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat

yang tiada pernah usai.

8. Stevanus Wisnu Setya Nugraha, S.Pd., Terima kasih atas doa, bimbingan

serta nasihat yang diberikan.

9. Para Nthungrs, Eri (si Bos genk), Vitalia (si bendahara), Panca, Aril dan

Nopita. Terimakasih atas segala perhatian, dukungan serta motivasi yang

telah kalian berikan.

10. Teman-teman Sastra Indonesia UNS angkatan 2007: Pipit, Pru Ririn,

Savitri, Unna Imas, Esti, Ukhti, Putri, Betty, Tri, Alfi, Diana, Unun,

Wilda, Nana, Yeni, Harry, Harry (Ustad), Mamed, Fajar, Bebex, Arif

(Korti), Arif (Tinggi), Papik Akbar, Anggoro, Ikhsan dan Adit. Terima

kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kebersamaannya selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya pada

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Maret dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, 02 Desember 2011

Penulis

Page 9: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

PERNYATAAN ................................................................................................... iv

MOTTO ................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

ABSTRAK ......................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Pembatasan Masalah ................................................................................. 6

C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Terdahulu ................................................................................. 10

B. Landasan Teori ........................................................................................ 12

C. Kerangka Pikir ........................................................................................ 24

BAB III METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian ...................................................................................... 26

Page 10: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

B. Sumber Data dan Data ............................................................................ 26

C. Metode Penelitian ............................................................................. 27

D. Pendekatan .............................................................................................. 27

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 28

F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 28

BAB IV ANALISIS

A. Struktur Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico de

Coro .......................................................................................................... 30

1. Struktur Cerpen Filosofi Kopi ................................................................. 30

a. Alur .................................................................................................... 30

b. Penokohan ......................................................................................... 37

c. Latar ................................................................................................. 41

d. Tema dan amanat .............................................................................. 43

2. Struktur Cerpen Sikat Gigi ...................................................................... 44

a. Alur .................................................................................................... 44

b. Penokohan ......................................................................................... 48

c. Latar ................................................................................................. 50

d. Tema dan amanat .............................................................................. 51

3. Struktur Cerpen Mencari Herman .......................................................... 52

a. Alur .................................................................................................... 52

b. Penokohan ......................................................................................... 58

c. Latar .................................................................................................. 60

d. Tema dan amanat .............................................................................. 61

4. Struktur Cerpen Rico de Coro ................................................................. 63

Page 11: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

a. Alur .................................................................................................... 63

b. Penokohan ......................................................................................... 68

c. Latar .................................................................................................. 74

d. Tema dan amanat .............................................................................. 75

B. Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan

Rico de Coro ............................................................................................ 77

1. Simbolisasi dalam Cerpen Filosofi Kopi .................................................. 78

a. Ikon .................................................................................................... 78

b. Indeks ................................................................................................ 80

c. Simbol ............................................................................................... 82

2. Simbolisasi dalam Cerpen Sikat Gigi ...................................................... 85

a. Ikon .................................................................................................... 85

b. Indeks ................................................................................................ 87

c. Simbol ............................................................................................... 88

3. Simbolisasi dalam Cerpen Mencari Herman ......................................... 91

a. Ikon .................................................................................................... 91

b. Indeks ................................................................................................ 93

c. Simbol ............................................................................................... 96

4. Simbolisasi dalam Cerpen Rico de Coro .............................................. . 97

a. Ikon .................................................................................................... 97

b. Indeks .............................................................................................. 100

c. Simbol ............................................................................................. 102

C. Analisis Makna ..................................................................................... 105

1. Filosofi Kopi .......................................................................................... 105

Page 12: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2. Sikat Gigi ............................................................................................... 107

3. Mencari Herman ..................................................................................... 110

4. Rico de Coro .......................................................................................... 112

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................... 115

B. Saran ...................................................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 119

LAMPIRAN ................................................................................................ 122

Page 13: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

ABSTRAK

Arvita Kusumardani. C0207018. 2011. Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen

“Filosofi Kopi” Karya Dee: Sebuah Tinjauan Semiotik. Skripsi: Jurusan Sastra

Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana alur, penokohan,

latar, tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen

Filosofi Kopi? (2) Bagaimana simbolisasi dalam empat cerpen dari delapan belas

kumpulan cerpen Filosofi Kopi? (3) Bagaimana makna yang terkandung dalam

empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan alur, penokohan, latar,

tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi

Kopi (2) Mendeskripsikan simbol-simbol dalam empat cerpen dari delapan belas

kumpulan cerpen Filosofi Kopi (3) Mendeskripsikan makna yang terkandung

dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Obyek material dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi

Kopi, karya Dee yang mengindikasikan simbol-simbol di dalamnya. Adapun

obyek formalnya meliputi simbol-simbol. Simbol yang dimaksudkan adalah

bahasa dari pengarang yang dianggap sebagai simbol dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi. Populasi penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya

Dee yang terdiri 18 kumpulan cerpen. Sampling dari penelitian ini adalah empat

cerpen dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi yaitu “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”,

“Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”. Sumber data penelitian ini adalah

kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Data dalam penelitian ini adalah pemaknaan

berupa kata-kata, kalimat dalam bentuk ungkapan atau gaya bahasa pengarang.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik

pengolahan data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan/verifikasi.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Unsur-unsur yang

membangun dari empat cerpen tersebut yaitu alur, penokohan, latar, tema dan

amanat yang menunjukkan keterjalinan yang erat dalam menyampaikan deskripsi

kehidupan manusia juga filosofi kehidupan manusia. (2) Terdapat beberapa

simbol-simbol yang berbeda dari empat cerpen tersebut. Secara keseluruhan

menyimbolkan mengenai romantisme dari cinta yang bertransformasi. (3) Makna

dari empat cerpen tersebut adalah penggambaran kehidupan manusia yang ingin

disampaikan pengarang lewat berbagai simbol yang ada disebabkan Dee sebagai

penulis kumpulan cerpen tersebut ingin menarik minat masyarakat untuk

membaca karyanya.

Page 14: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa

sebagai mediumnya. Karya sastra adalah hasil karya imajinatif manusia yang

bermediakan bahasa, bersifat estetik dan merupakan gambaran dari kehidupan.

Karya sastra terdiri dari novel, puisi, prosa, cerita pendek atau cerpen, cerita

bersambung atau cerbung, dan lain sebagainya. Maka dari itu, peneliti akan

mengkaji salah satu genre karya sastra yaitu cerpen.

Karya sastra sebagai simbol merupakan bentuk untuk menandai

sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Simbol tidak

dapat disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya dengan

simbol lainnya (Aminuddin, 1995:189). Simbol merupakan seluruh kegiatan

mental manusia, yang dianggap sebagai satu-satunya media yang didasari oleh

sebuah penalaran. Bahasa kemudian hanya dijadikan sebagai salah satu bentuk

kegiatan atau sebuah ungkapan simbolis dengan kegiatan simbolis lainnya.

Simbol-simbol dalam sebuah karya sastra itu mempunyai maknanya

masing-masing tanpa perlu menjadi unsur-unsur tunggal dari keutuhan makna

karya sastra itu, karena makna tersebut tidak bersifat sturktural. Maka dari itu

sebuah simbol dalam karya sastra adalah satu dan utuh, karena karya sastra

tidak menyampaikan makna untuk dimengerti, melainkan pesan untuk

diresapkan. Terhadap makna itu orang hanya dapat mengerti atau tidak

Page 15: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

mengerti, tetapi terhadap pesan orang dapat tersentuh secara lemah dan secara

intensif (M. Sastrapratedja, 1982: 77)

Bagi Todorov simbol merupakan gejala khusus dari sign = „lambang‟.

Sebagai bagian dari lambang, meskipun tidak semua lambang adalah simbol,

simbol itu sendiri dapat disebut sebagai lambang. Dalam artian umum istilah

simbol juga sering diartikan sebagai bentuk yang mengemban makna tersirat.

Todorov menganggap simbol sebagai gejala khusus dari lambang karena

keberadaan simbol terkait dengan lambang interpretasi, penggunaan dan

penikmatan, keikutsertaan dan pemasukan ciri, seni dan mitologi, serta gejala

lain menyangkut pengkreasian lambang. Lambang merupakan „fakta‟ yang

dapat didudukan secara isolatif terlepas dari hubungannya dengan penafsiran

pemakainya. Selain itu, lambang mengacu pada gejala yang lebih luas

daripada simbol. Simbol hanya mengacu pada simbol verbal (Aminuddin,

1995: 190).

Dalam penelitian ini akan menganalisis kumpulan cerpen Filosofi Kopi

karya Dee yang terdiri dari delapan belas cerpen dan mencetak cetakan ke

sepuluh pada tahun 2009. Melalui kumpulan cerpen Filosofi Kopi, penulis

akan memfokuskan penelitian yang mengandung simbol-simbol, makna dan

pesan tertentu. Kumpulan cerpen yang akan diteliti, (1) “Filosofi Kopi”, (2)

“Sikat Gigi”, (3) “Mencari Herman”, (4) “Rico de Coro”.

Selain Dee, pada tahun 2000-an muncul penulis perempuan lain,

seperti Ayu Utami dengan karyanya yang berjudul Saman, Larung, dan Djenar

Maesa Ayu juga dengan karyanya Mereka Bilang Saya Monyet, Jangan Main-

Main dengan Kelaminmu. Beberapa dari karya mereka ini memunculkan

Page 16: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

simbolisasi yang mengandung makna dan pesan tersendiri bagi pembaca. Hal

tersebut juga ditunjukkan Dee dalam karyanya Filosofi Kopi. Semangat karya-

karya penulis muda tersebut mampu mencuri perhatian khalayak pembaca

Indonesia terutama kalangan kaum muda. Terlepas dari berbagai kontroversi,

kehadiran karya-karya penulis perempuan Indonesia tersebut di satu sisi telah

turut berperan dalam perkembangan khasanah sastra Indonesia dengan warna

yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Kumpulan cerpen Filosofi Kopi ini memunculkan beberapa simbol

yang mempunyai tujuan sama dengan semua pengarang yaitu mendapatkan

kebebasan menyampaikan pesan pada pembaca melalui interpretasi makna

dari simbol-simbol yang ada dan menjadi semacam gaya bahasa pengarang.

Terdapat beberapa simbol seperti simbolisasi dalam sebuah kopi, sikat gigi,

kecoa dan lain sebagainya. Dari berbagai kisah-kisah ini menggambarkan

proses transformasi cinta dari sekedar kumpulan emosi menuju sebuah

eksistensi. Kumpulan cerpen ini menghadirkan bagaimana perjuangan seorang

yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang

kehidupan sekaligus pencarian jati diri. Hal ini menarik untuk diamati dan

diangkat dalam karya sastra.

Kumpulan cerpen Filosofi Kopi ini (selanjutnya akan disingkat

menjadi FK), dalam pengolahan kata di setiap cerpennya, Dee selalu

berimajinasi akan hal-hal yang ditemukan di sekitar seperti simbolisasi dari

kopi, kecoa, penamaan Herman ataupun sikat gigi. Untuk mengaitkan di setiap

tulisan Dee tidaklah mudah, perlu sebuah kesabaran, pengetahuan mendalam

Page 17: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

dan imajinasi yang tinggi untuk sampai kepadanya. Tidak semua pengarang

mampu melakukan hal ini.

Hal lain yang menarik dari kumpulan cerpen FK yaitu cinta yang tidak

hanya sebagai proses emosi, tetapi juga proses pencarian jati diri. Simbolisasi

kopi mengalami perubahan nilai dari waktu ke waktu. Kopi yang dikondisikan

dan dikomoditaskan sesuai dengan selera masyarakat lewat munculnya kafe-

kafe sebagai bukti gejala atau fenomena yang sangat menarik untuk diamati.

Pengunjung selalu memenuhi kafe ketika jam istirahat. Setiap kafe

memasang harga Rp. 1.500,00 sampai Rp. 25.000,00 per gelas. Bagi kalangan

profesional dan eksekutif biasanya lebih memilih kafe kelas menengah ke atas

seperti Dome, Starburk, JC‟s Cafe. Kafe-kafe tersebut di antaranya terdapat di

Tower II Bursa Efek Jakarta. Mereka yang datang umumnya memang

penikmat kopi, dari kalangan bisnis, eksekutif muda dan pialang saham.

Berbeda dengan kafe di Cilandak Town Square Jakarta, yang lebih sering

disebut Citos, pengunjungnya kebanyakan anak muda, termasuk perempuan.

Di Surakarta pun juga terdapat kafe seperti kafe kopi Luwak di Solo Square

yang pada umumnya juga penikmat kopi dari kalangan bisnis sampai kalangan

anak muda. Hal ini disebabkan semakin beragamnya sajian kopi dengan

campuran rasa yang menarik bagi pengunjungnya. Maka dari itu lewat

fenomena yang terjadi di sekitar kemudian Dee menuangkannya menjadi

sebuah cerpen yang berjudul Filosofi Kopi (fadly.dagdigdug.com/2011/04/20).

Pada awalnya minum kopi merupakan kebutuhan konsumsi

masyarakat setiap hari kemudian keberadaan kafe dianggap menjadi suatu hal

yang prestise karena dihubungkan dengan gaya hidup yang modern. Seperti

Page 18: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

sosok tokoh Ben dalam cerpen “filosofi kopi”, Ben adalah sosok yang

perfeksionis dan ambisius. Kopi membuatnya menjadi sosok yang

menginginkan kesempurnaan hidup melalui „Ben’s Perfecto’ kopi ciptaannya,

tetapi di sini juga ditampilkan sosok tokoh Pak Seno yang mengartikan kopi

pada dasarnya minuman pahit. Dari sinilah kemudian menjadi sisi menarik

dari cerpen “filosofi kopi”.

FK merupakan buku fiksi karya Dee yang sukses setelah serialnya

yang berjudul Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. FK ditulis dalam

kurun waktu sepuluh tahun antara 1995-2005. Dari delapan belas cerpen

dalam FK ini, terdapat dua di antaranya yaitu “Rico de Coro” dan “Sikat Gigi”

yang sudah pernah dipublikasikan. FK juga pernah mendapat penghargaan

Top Khatulistiwa Literary Award pada tahun 2005, serta karya terbaik pada

tahun 2006 dalam Majalah Tempo.

Dalam meneliti karya sastra ini peneliti akan menggunakan pendekatan

semiotik yang memfokuskan pada karya sastra itu sebagai tanda yang

memerlukan analisis secara menyeluruh guna menginterpretasikan makna,

amanat dan pesan yang terkandung. Penerapan pendekatan struktur cerita

sebagai langkah awal dalam penelitian ini guna menganalisis alur, penokohan,

latar, tema dan amanat cerita sebagai unsur intrinsik karya sastra. Menurut

Teeuw, analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan

secermat, seteliti, semendetel dan mendalam mungkin keterkaitan dan

keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama

menghasilkan makna menyeluruh (1988: 135). Menurut Rachmat Djoko

Pradopo, studi sastra juga bersifat semiotik yaitu usaha untuk menganalisis

Page 19: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi

apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (1995: 142).

Karya sastra mempunyai kekhasan yang memerlukan analisis unsur

intrinsik secara mendalam melalui pendekatan struktural, yang dilanjutkan

pemaknaan dari simbol-simbol yang muncul dalam karya sastra. Pendekatan

struktural membantu menghubungkan dengan simbol-simbol yang muncul

dalam karya sastra guna menemukan pemahaman dan makna totalitas dari

karya sastra. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini mengambil judul “Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen Filosofi

Kopi Karya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan untuk membatasi masalah

sehingga tujuan penelitian ini menjadi lebih jelas dan terarah. Penelitian ini

dibatasi

1. Unsur-unsur struktur cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari

Herman”, dan, “Rico de Coro”, meliputi alur, penokohan, latar, tema

dan amanat yang membentuk kepaduan cerpen.

2. Masalah semiotik yang mengkaji simbolisasi dalam cerpen “Filosofi

Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”.

3. Masalah semiotik yang mengkaji makna simbolisasi dalam cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

Coro”.

Page 20: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat cerpen

dari delapan belas kumpulan cerpen FK?

2. Bagaimana simbolisasi dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan

cerpen FK?

3. Bagaimana makna yang terkandung dalam empat cerpen dari delapan

belas kumpulan cerpen FK?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat

cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK.

2. Mendeskripsikan simbol-simbol dalam empat cerpen dari delapan belas

kumpulan cerpen FK.

3. Mendeskripsikan makna yang terkandung dalam empat cerpen dari

delapan belas kumpulan cerpen FK.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang dimaksudkan sebagai

berikut.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan

pengetahuan semiotik dalam karya sastra khususnya kumpulan cerpen, dan

teori ini dapat dimanfaatkan untuk menangkap makna simbol dalam

Page 21: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

Coro”.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberi wawasan dan

pemahaman terhadap karya sastra, selain itu dapat mengetahui amanat

yang terkandung dalam kumpulan cerpen tersebut yaitu sebuah proses

tranformasi dari diri seorang juga kisah cinta yang bukan sekedar sebuah

proses emosi, tetapi juga proses pencarian jati diri.

F. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk

memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun

sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.

Bab pertama adalah pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian serta sistematika penulisan. Latar belakang masalah menguraikann

alasan diadakannya penelitian dan pemilihan kumpulan cerpen Filosofi Kopi

sebagai obyek penelitian. Pembatasan masalah menguraikan pembatasan

masalah-masalah yang diteliti, yang meliputi simbol-simbol yang terdapat

dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Rumusan masalah menguraikan

rumusan masalah yang akan diteliti. Tujuan penelitian menguraikan hal yang

ingin dicapai dalam penelitian. Manfaat penelitian menguraikan manfaat

teoretis dan praktis yang dapat diambil dari penelitian ini. Sistematika

Page 22: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

penulisan diperlukan untuk mempermudahkan dalam proses analisis

permasalahan sehingga bersifat lebih sistematis.

Bab kedua adalah kajian terdahulu, kajian pustaka dan kerangka pikir.

Kajian terdahulu berisi daftar beberapa penelitian yang menggunakan teori

semiotika. Kajian pustaka berisi teori-teori-teori yang berkaitan dengan

permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini, yang terdiri dari

beberapa pendekatan yaitu pendekatan semiotik Charles Sander Pierce,

pengertian simbol. Kerangka pikir berisi penggambaran mengenai cara pikir

yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan yang diteliti

Bab ketiga adalah metode penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang

data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

Bab keempat adalah analisis data berisi simbol-simbol yang ada dalam

kumpulan cerpen Filosofi Kopi berdasarkan teori Charles Sander Pierce.

Bab kelima merupakan bagian penutup yang berisi simpulan dan saran.

Bab ini berisi simpulan dan saran yang didapat setelah melakukan analisis

terhadap kumpulan cerpen karya Dee.

Page 23: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan objek kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”

karya Dee, pernah diteliti di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan

pendekatan yang berbeda. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

1. Analisis Fakta Cerita dan Tema Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dewi

Lestari: Menurut Stanton, oleh Anwari Eka Putra, mahasiswa program

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

Mada pada tahun 2008. Penelitian tersebut membahas mengenai aspek

struktural yang menggunakan teori Robert Stanton. Analisis ini membahas

unsur alur dalam cerpen tersebut dan hubungannya dengan unsur-unsur

pembangun cerita lainnya, yaitu latar dan tokoh serta tema, sebagai cerpen

kontemporer yang memiliki struktur alur yang kompleks sarat akan

pergeseran nilai.

2. Simbolisasi Moral dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!

Karya Djenar Maesa Ayu: Sebuah Pendekatan Semiotik, mahasiswa

program Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas

Sebelas Maret pada tahun 2005. Penelitian tersebut membahas mengenai

(1) alur, penokohan, latar, tema dan amanat dari keempat cerpen dalam

kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! (2) makna simbolisasi

moral dari keempat cerpen dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya

Monyet! Dengan menggunakan pendekatan semiotik Charles Sanders

Page 24: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Pierce (3) hubungan intertekstualitas dalam kumpulan cerpen Mereka

Bilang, Saya Monyet! Dengan karya sastra lain.

3. Makna Simbolisasi Batu dalam Kumpulan Cerpen “Hikayat Batu-batu”

Karya Taufik Ikram Jamil: Suatu Tinjauan Semiotik, mahasiswa program

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Sebelas

Maret pada tahun 2005. Penelitian tersebut membahas mengenai aspek

struktur cerita meliputi alur, tokoh, dan latar. Batu dalam cerpen-cerpen

yang bersangkutan merupakan simbol. Makna batu dalam cerpen-cerpen

tersebut tidak sebatas makna batu secara harafiah tetapi merupakan

simbolisasi dari suatu hal yang lebih kompleks.

Untuk membedakan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

meneliti karya sastra cerpen yang berjumlah empat buah yaitu “Filosofi Kopi”,

“Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, “Rico de Coro”. Dalam penelitian ini digunakan

pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce, dengan analisis melalui beberapa

tahapan yaitu membedah cerpen tersebut dengan aspek struktural yaitu alur,

penokohan, latar, tema dan amanat; mendeskripsikan beberapa simbol yang

terdapat dalam empat cerpen dengan teori semiotik Charles Sanders Pierce yaitu

ikon, indeks dan simbol atau lambang serta mendeskripsikan makna yang

terkandung dari empat cerpen tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur struktur

cerpen sehingga dapat membentuk kepaduan cerpen, mengungkapkan simbol serta

makna yang terkandung dalam empat cerpen. Penelitian terdahulu oleh peneliti

digunakan dan dimanfaatkan sebagai tambahan wacana dalam proses penulisan

skripsi ini.

Page 25: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

B. Landasan Teori

1. Pendekatan Semiotika

Semiotika Modern mempunyai dua orang bapak, yaitu Charles Sanders

Peirce (1839-1914), yang lain Ferdinand de Saussure (1857-1913). Mereka

mempunyai perbedaan-perbedaan yang penting, terutama dalam penerapan

konsep-konsep, antara hasil karya para ahli semiotika yang berkiblat pada

Peirce di satu pihak dan hasil karya para pengikut Saussure di pihak yang lain

(Burhan Nurgiyantoro, 2005). Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani,

semeion yang berarti tanda. “Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,

seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda” (Zoest,

1993:1)

Setelah De Saussure meninggal, diuraikan dengan panjang-lebar

bahwa bahasa adalah sistem tanda; dan tanda merupakan kesatuan

antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain: signifiant

(penanda) dan signifié (petanda); signifiant adalah aspek formal atau

bunyi pada tanda itu, padahal signifié adalah aspek kemaknaan atau

konseptual; tetapi signifiant tidak identik dengan bunyi dan signifié

bukanlah denotatum, jadi hal atau benda dalam kenyataan yang diacu

oleh tanda itu; secara kongkrit tanda burung tidak sama dengan bunyi

fisik dan tidak pula dengan binatang dalam kenyataan. Dapat

dikatakan bahwa aspek tandanya dilaksanakan lewat bentuk bunyi

fisik, sedangkan sebagai tanda kata burung dapat dipakai untuk

mengacu pada sesuatu dalam kenyataan; tanda memang terdiri dari

aspek formal dan konseptual yang merupakan dwitunggal, tetapi

kedua aspek itu mempunyai status mandiri terhadap bunyi nyata dan

benda atau gejala dalam kenyataan; fungsinya sebagai tanda

berdasarkan konvensi sosial (Teeuw, 1984: 43-44)

Menurut Benny Hoed H (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 40)

Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda

adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa

Page 26: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat

menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal

yang melingkupi kehidupan ini, walau haru diakui bahwa bahasa adalah

sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa

gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera,

bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni: sastra, lukis, patung, film,

tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. Dengan

demikian, teori semiotik bersifat multidisiplin sebagaimana diharapkan oleh

Peirce agar teorinya bersifat umum dan dapat diterapkan pada segala macam.

Peirce mengungkapkan pendapatnya mengenai tanda, di mana dia

mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Logika harus

mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu dilakukan melalui tanda-

tanda sebagai unsur dalam komunikasi yang perlu penalaran dalam

mendapatkan makna dan memahaminya berdasarkan atas konvensi, atau

kesepakatan mengenai tanda tersebut. Penerapan teori Peirce serasa memberi

penawaran yang lebih dibanding dengan Saussure yang terbatas pada

linguistik. Alasan inilah yang menjadikan penulis cenderung memilih teori

Peirce dalam penelitiannya.

Peirce mengemukakan bahwa “tanda hanya berarti tanda apabila ia

berfungsi sebagai tanda” (Zoest, 1993:10). Dapat disimpulkan bahwa

kehadiran tanda itu harus ada yang mendasari kemunculannya, tidak dengan

sendiriannya. Bagi Peirce fungsi esensial tanda adalah membuat efisiensi, baik

dalam komunikasi kita dengan orang lain maupun dalam pemikiran dan

pemahaman kita tentang dunia (Zoest, 1993:11).

Page 27: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Pandangan terhadap realitas yang dihadapinya terbagi dalam tiga

kategori, yaitu pemahaman yang mengandalkan intuisi atau perasaan,

kemudian pemahaman yang mempertimbangkan pengalaman berdasar atas

kenyataan yang dihadapi, dan pemahaman yang mempergunakan penyelesaian

atau aturan dari konvensi yang telah disepakati. Pierce membedakan tiga

macam tanda menurut sifat penghubungan tanda dan denotatum:

a. Ikon

Tanda ikonis ialah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai

kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi

dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara

potensial dimilikinya. Dalam arti sempit ikon hanya ada menurut cara

eksistensi dari apa yang mungkin. Ikon seperti qualisign merupakan

sebuah first.

Dengan demikian definisi ini mengimplikasikan bahwa segala

sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada kenyataan dapat

dikaitkan dengan suatu yang lain. Bila di kebun tumbuh sebuah labu aneh,

kita tiba-tiba dapat menemukan bahwa labu itu mirip kepala seorang

negarawan terkenal. Apabila terhadap politik negarawan itu kemudian

diadakan suatu demonstrasi protes, labu itu dapat ditancapkan di atas

tongkat dan membawanya dalam barisan: kini labu itu menjadi sebuah

tanda. Saat itu pula labu itu merupakan ikon murni (Zoest, 1993: 24).

b. Indeks

Adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung

dari adanya sebuah denotatum, merupakan second. Dalam hal ini,

Page 28: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

hubungan antara tanda dan denotatum adalah bersebelahan. Indeks adalah

tanda yang merujuk atau menunjuk, bersandar pada keadaan terbatas

(Zoest, 1993: 24)

Seperti pada ungkapan tidak ada asap tanpa api. Memang asap

dapat dianggap sebagai tanda untuk api dan dalam hal ini merupakan

indeks. Sebuah penunjukan arah angin merupakan indeks. Jadi segala

sesuatu yang memusatkan perhatiannya pada sesuatu merupakan sebuah

indeks, apakah berupa jari yang diacungkan atau sebuah petunjuk arah

angin

c. Lambang atau simbol

Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan denotatumnya

ditentukan oleh peraturan yang berlaku umu, merupakan third. Simbol

merupakan tanda yang telah melalui fase perjanjian atau terikat pada yang

sosial maupun terpaksa lebih halus (Zoest, 1993: 23-27).

Penggabungan tanda dengan aturan yang mendasarinya

memungkinkan untuk dihasilkannya sebuah makna teks. Oleh karena itu,

hubungan antara penanda dan petanda bukanlah terbentuk secara alamiah,

melainkan hubungan yang berdasarkan konvensi.

Implikasinya seperti pada saat menggerakkan kepala dari atas ke

bawah, berarti menghubungkan mengangguk dengan sebuah denotatum

yang dapat disebut „ya‟ atau „membenarkan‟. Sampai di sini tanda dapat

dianggap sebagai indeks. Tetapi tidak demikian, mengangguk „ya‟ karena

dihubungkan dengan suatu konvensi: menggangguk begini begitu berarti

„menjawab membenarkan‟. Tanda yang pada kesan pertama nampak

Page 29: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sebagai second, jika dihubungkan dengan suatu peraturan umum, suatu

third, akan menjadi suatu third. Mengangguk „ya‟, meskipun hanya akan

dilakukan satu kali, adalah sebuah tanda simbolis (Zoest, 1993: 25).

2. Teori Struktural

Pendekatan struktural menekankan pada suatu karya itu merupakan

jalinan yang erat antar unsur-unsur yang membangun karya sastra.

Pemahaman karya sastra dapat diperoleh dari teks karya itu sendiri dengan

melihat bentuk, isi atau makna dari karya tersebut. Pendekatan struktural

adalah pendekatan yang mengutamakan aspek tekstual dari karya sastra yang

berupa unsur intrinsik. Pendekatan struktural berguna dalam memahami

makna suatu karya sastra sebagai satu struktur yang bulat dan utuh, saling

terkait antar bagian.

Penerapan pendekatan struktural akan memperjelas keterjalinan antar

unsur sehingga makna totalitas tercipta. “Prinsipnya jelas: analisis struktural

bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail

dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek

karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh” (Teeuw,

1984:135).

Penerapan teori struktural yang meliputi alur, tokoh, latar, tema dan

amanat ini diperlukan guna menemukan tanda-tanda yang ada hubungan

dengan unsur-unsur pembangun tersebut. Analisis intrinsik tersebut

merupakan langkah awal dalam menganalisis melalui pendekatan semiotik

yang berkaitan erat dengan unsur pembangun dari cerpen. Tiap-tiap karya

Page 30: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

sastra memiliki makna tertentu yang perlu diungkap, sehingga diperlukan

analisis keterjalinan semua unsur intrinsik guna mengungkapkan makna dan

simbol yang ada.

a. Alur

Alur memiliki kaidah tersendiri. Alur harus memiliki awal,

pertengahan dan akhir. Alur juga harus masuk akal dan logis, tetapi

mengejutkan pembaca dengan ketegangan yang dibangunnya. Alur cerita

rekaan pada umumnya terdiri dari:

1) Tahap awal, terbagi menjadi:

a) Paparan (exposition)

b) Ransangan (inciting moment)

c) Gawatan (rising action)

2) Tahap tengah, terbagi menjadi:

a) Tikaian (conflict)

b) Rumitan (complication)

c) Klimaks

3) Tahap akhir terbagi menjadi:

a) Leraian (falling action)

b) Selesaian (denouenment) (Panuti Sudjiman, 1988:30)

Alur juga terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1) Alur maju (progresif), adalah jenis alur yang peristiwa-peristiwanya

bersifat kronologis atau secara runtut. Cerita dimulai dari tahap awal,

tengah, dan akhir (Burhan Nurgiyantoro, 2005:154)

2) Alur mundur atau alur sorot baik (flash back atau regresif), adalah

Page 31: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

cerita yang dimulai dari penyelesaian, kemudian klimaks hingga

akhirnya pelukisan keadaan atau bisa dari klimaks, kemudian

penyelesaian baru pelukisan keadaan.

3) Alur tarik balik (back tracking), adalah alur konvensionil, di mana

jalinan ceritanya tetap maju, tetapi ada bagian-bagian tertentu ada yang

ditarik lagi ke belakang (Mursal Esten, 1990:26).

Cerita rekaan mempunyai sebuah alur yang ditemukannya tema

dan amanat cerita. Alur mempunyai kekuatan guna memelihara susunan

dalam cerita, menimbulkan bagian dari peristiwa dalam cerita yang penuh

intrik di dalamnya menjadi masalah-masalah baru yang padu. Alur dengan

penuh kejutan-kejutan dan masalah-masalah hidup yang jarang disentuh

sastrawan lain menjadi salah satu daya tarik dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi menjadikan pembaca tergugah hatinya dan terbuka mata

hatinya guna melihat keadaan disekitar.

1) Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam karya fiksi adalah rekaan, merupakan hasil

imajinasi dari pengarang yang dihadirkan dengan tujuan membangun

cerita yang berhubungan dengan kejadian, latar, dan tema yang

diusung. Tokoh biasanya digambarkan dengan ciri-ciri yang

berhubungan dengan kepribadian mereka (dengan keterangan-

keterangan psikologis dan sosial) serta sikap (tingkah laku dan

tindakan). “Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh, pengarang

memberikan ciri-ciri, tanda-tanda yang khas. Hal ini ditampilkan

dalam ciri-ciri fisik, moral dan sosial” (Okke K.S Zaimar, 1991:148).

Page 32: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Menurut Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro mengatakan bahwa

“Tokoh cerita adalah orang (orang) yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki

kualitas moral dan apa yang dilakukan dalam tindakan” (2005: 165).

Antara tokoh dan perwatakan memiliki kepaduan yang utuh, karena

pada saat penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang langsung

mengisyaratkan pada perwatakan yang dimilikinya.

Penokohan yang baik adalah penokohan yang berhasil

menggambarkan tokoh-tokoh yang kelihatan nyata dalam membawa

peran, yang oleh pengarang dilukiskan secara dramatik maupun

analitik dan perkembangan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang

mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat yang

ingin disampaikan (Mursal Esten, 1990:27). Peran penokohan yang

baik akan menghasilkan efek-efek cerita yang nyata dan dapat secara

jelas menampilkan seorang tokoh dalam sebuah cerita sesuai dengan

tema serta amanat. “Penokohan lebih luas pengertiannya dari „tokoh

dan perwatakan‟ sebab dapat mencakup masalah tokoh cerita,

perwatakan, penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita

sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca”

(Burhan Nurgiyantoro, 2005: 166).

Tokoh-tokoh dalam cerpen perlu dilukiskan secara eksplisit,

guna mempermudah pembaca menangkap aspek-aspek tokoh.

Pengarang dalam cerpen sering melukiskan tokohnya secara implisit.

Menurut Burhan Nurgiyantoro tokoh menurut teknik perlukisannya

Page 33: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

dibagi dua yaitu”

a) Teknik ekspositori atau teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita

dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan

secara langsung (2005:195)

Deskripsi tokoh dilakukan secara gamblang dan sederhana.

Meliputi aspek watak, perilaku, sifat bahkan fisik yang dimilikinya.

Pendeskripsian yang jelas mempermudah analisis tokoh sehingga

kemungkinan kesalahan dalam penafsiran dan interpretasi dapat

dikurangi dan membantu pemahaman jati diri tokoh sesuai dengan

harapan pengarang.

b) Teknik dramatik, artinya deskripsi tokoh yang dilakukan secara

tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara

eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh (Burhan

Nurgiyantoro, 2005: 198).

Menurut Burhan Nurgiyantoro, tokoh berdasarkan sudut

pandang dan tinjauan, tokoh dapat dikategorikan dari segi peranan atau

tingkatan pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada dua yaitu:

a) Tokoh utama (central character atau main character), adalah

tokoh penting dan ditampilkan terus menerus mendominasi cerita,

merupakan tokoh paling terkenal, baik sebagai pelaku maupun

obyek yang dikenai dan paling besar pengaruhnya terhadap plot

atau alur cerita.

b) Tokoh tambahan (peripheral character), adalah tokoh yang

kemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak begitu

Page 34: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

diperhatikan, dan kehadirannya hanya jika keterkaitan dengan

tokoh utama (2005:176-180).

Sedangkan dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu :

a) Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan

norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca. Tokoh

protagonis biasanya menampilkan sesuatu yang sesuai dengan

pandangan, harapan bagi pembaca.

b) Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh

protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik

maupun batin.

Pelukisan tokoh mengenai fisik, psikologis, lingkungan sosial,

pikiran-pikirannya, tingkah laku, nama, dan semua hal yang

berhubungan dengan tokoh dalam cerpen merupakan simbolisasi yang

memiliki makna lebih dari yang tampak, bisa diketahui dengan

menganalisisnya dengan pendekatan semiotik.

2) Latar

Latar dalam cerita rekaan menunjukkan pada pembaca tempat dan

bilamana terjadinya suatu peristiwa atau tindakan yang akan diceritakan.

Latar adalah semua keterangan mengenai peristiwa-peristiwa yang dalam

cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau dalam suatu rentang waktu

tertentu dari pada suatu waktu tertentu.

Kenney dalam Panuti Sudjiman (1988:4) mengatakan bahwa latar

dapat menjelaskan secara terperinci meliputi penggambaran lokasi

Page 35: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

geografis, termasuk tipografis, pemandangan serta perlengkapan sebuah

kamar atau ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokohnya,

musim terjadinya, lingkungannya, agama, moral, intelektual, sosial

maupun emosional para tokoh.

Menurut Panuti Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra mengatakan

latar adalah “segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana

terjadinya lakuan dalam sastra” (1984:46). Latar sebagai wadah semua

unsur peristiwa yang terjadi meliputi suasana, tempat kejadian, dan waktu

kejadian dalam cerita.

Perbedaan mengenai latar yag ada dalam cerpen itu berbeda

dengan latar yang ada dalam novel. Menurut Burhan Nurgiyantoro dalam

cerpen tidak memerlukan detil-detil yang khusus tentang keadaan latar,

misalnya menyangkut keadaan tempat sosial. Cerpen hanya memerlukan

pelukisan suasana tertetu yang dimaksudkan. Sedang dalam novel

sebaliknya, dapat saja melukiskan keadaan latar secara terperinci, sehingga

dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret, dan pasti tidak

bertele-tele karena dapat menyebabkan kejenuhan dalam membaca (2005:

15).

Pada cerpen, terutama kumpulan cerpen Filosofi Kopi penggunaan

latar ditekankan pada tempat kejadian bersosialisasi dari tokoh-tokoh

dalam cerpen. Penekanan selain latar tempat yang mendapat perhatian

dalam kumpulan cerpen ini latar waktu.

3) Tema dan Amanat

Analisis sebuah cerpen dihadapkan pada satu tema cerita yang

Page 36: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

membangun, karena keterbatasan jumlah dan ketebalan halaman. Hal ini

senada dengan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas dalam

sebuah cerpen (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 13). Kekhasan tersebut

menjadikan cerpen itu dibaca karena mudah dipahami serta menarik dan

membutuhkan waktu yang lebih singkat.

Setiap tema terdapat makna yang tersembunyi, memerlukan

analisis seksama karena cerita adalah sekumpulan bahasa yang memuat

tanda-tanda. Tema merupakan unsur dalam struktur teks yang memerlukan

interpretasi yang lebih mendalam guna mendapatkan makna yang

terkandung. Menurut Okke K. S Zaimar “tema adalah ambang interpretasi

dari pembaca” (1991: 138). Stanton dalam Burhan Nurgiyatoro

menjelaskan juga bahwa tema dalam sebuah karya sastra sebagai berikut

“tema merupakan makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan

sebagian besar unsurnya dengan cara sederhana” (2005: 70).

Tema dan amanat sendiri mempunyai hubungan yang erat, saling

terkait satu sama lain, bisa juga memiliki hubungan kausatif dan yang

jelas, amanat merupakan solusi dari masalah yang ditampilkan. Tema yang

diangkat oleh seorang pengarang adalah pergeseran nilai juga obsesi

seseorang untuk mencapai kesempurnaan hidup sebagai perwujudan

amanat dalam karya sastra. Amanat menurut Panuti Sudjiman adalah

“gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan

pengarang kepada pembaca atau pendengar” (1988: 5). Antara tema

dengan amanat terdapat jalinan yang erat seperti halnya dengan unsur-

unsur pembangun karya sastra lainnya.

Page 37: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian terhadap kumpulan cerpen “Filosofi Kopi” karya Dee

ini menggunakan pendekatan semiotika. Teori yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Struktural yang meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat.

Penelitian ini juga menggunakan semiotika Charles Sanders Pierce yang meliputi

ikon, indeks, lambang atau simbol. Dengan penerapan teori tersebut dapat

menyelesaikan permasalahan yang akan dikaji, yaitu simbol serta makna yang

terdapat dalam kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”. Dari bentuk penulisan sebuah

cerpen yang tidak gramatikal (sesuai dengan tata bahasa) tersebut, penulisan

cerpen diubah ke dalam bentuk yang gramatikal sebagai usaha untuk memahami

dan menafsirkan simbol yang bermakna dalam cerpen. Oleh karena itu, diperlukan

sebuah teori untuk menganalisis cerpen dalam usaha mencari makna yang

dikandung dari cerpen.

Kumpulan cerpen “Filosofi Kopi” ini ditulis oleh Dee dengan bahasa

yang terdapat simbol-simbol yang bermakna. Di dalam cerpen tersebut terdapat

kata-kata sebagai simbol untuk menghadirkan makna yang dikandungnya. Oleh

karena itu digunakan teori semiotik Charles Sanders Pierce untuk menganalisis

teks cerpen tersebut.

Penelitian ini menggunakan tahap-tahap analisis semiotik Charles

Sanders Pierce, yaitu ikon, indeks dan simbol atau lambang untuk

mengungkapkan makna simbol yang terdapat dalam cerpen tersebut. Dari analisis

yang dilakukan, akan diperoleh simpulan mengenai makna yang terkandung dari

kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”.

Page 38: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi

(Filosofi Kopi, Sikat Gigi,

Mencari Herman dan Rico de

Coro)

Teori Charles

Sanders Pierce

meiputi ikon, indeks

dan simbol

Teori Struktural

Unsur Intrinsik:

1. Penokohan

2. Alur

3. Latar

4. Tema dan

amanat

Simbol

Makna

simpulan

Page 39: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek material penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya

Dee yang mengindikasikan simbol-simbol yang terdapat di dalamnya. Adapun

cerpen-cerpen yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain, (1) “Filosofi

Kopi”, (2) “Sikat Gigi”, (3) “Mencari Herman”, (4) “Rico de Coro”.

Adapun objek formalnya meliputi simbol-simbol dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi. Simbol yang dimaksudkan adalah bahasa dari pengarang yang

dianggap sebagai suatu simbol.

B. Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen

Dee yang berjudul Filosofi Kopi. Buku ini terdiri dari 18 kumpulan cerpen,

dengan tebal 134 halaman dan diterbitkan oleh Gagas media pada tahun 2009.

2. Data

Data penelitian sastra adalah bahan penelitian atau bahan jadi penelitian

yang terdapat dalam karya-karya sastra yang akan diteliti (Sangidu, 2004: 61).

Data penelitian sastra adalah segala yang berhubungan dengan topik penelitian.

Adapun data dalam penelitian ini adalah pemaknaan berupa kata-kata, percakapan

Page 40: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

dan kalimat dalam bentuk ungkapan atau gaya bahasa pengarang yang terdapat

dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dee.

C. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semiotika Charles Sanders

Pierce. Teori ini meliputi ikon, indeks dan lambang atau simbol.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena pendekatan semiotik

Charles Sanders Pierce sesuai dengan permasalahan yang dianalisis oleh peneliti.

Dengan pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce pemaknaan terhadap cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro” tersebut

dapat dilakukan dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan pendekatan semiotik

Charles Sanders Pierce menggunakan tahapan analisis yaitu (1) ikon, (2) indeks

dan (3) simbol atau lambang.

D. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individhu,

keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 2001:

3).

Page 41: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka

(studi pustaka), yaitu “serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode

pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah penelitian”

(Mestika Zed, 2004: 3). Apabila data sudah terkumpul, data-data tersebut

diklasifikasikan untuk kepentingan analisis. Dalam penelitian ini, data berupa

tulisan, kata-kata dan kalimat yang menunjukkan adanya simbol-simbol yaitu

cerpen “ Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”

sehubungan dengan teori semiotika dari Charles Sanders Pierce berdasarkan ikon,

indeks dan lambang atau simbol.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut.

1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini merupakan tahap mengumpulkan data-data yang relevan, akurat

yang digunakan dalam menemukan makna yang terdapat pada cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”.

2. Tahap Analisis

Tahap ini merupakan tahap analisis untuk menemukan makna yang

terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”,

dan “Rico de Coro”.

Page 42: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

3. Tahap Melaporkan

Tahap ini merupakan tahap melaporkan hasil penelitian terhadap makna

yang terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari

Herman”, dan “Rico de Coro”

Page 43: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

BAB IV

ANALISIS

A. Struktur Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico

de Coro

Penelitian ini diawali dengan analisis struktural dari cerpen, yang

meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat, dalam cerpen karya Dee secara

satu persatu dengan menerapkan pendekatan struktural. Adapun keempat cerpen

itu berjudul “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

Coro”.

1. Struktur Cerpen Filosofi Kopi

a. Alur

Cerpen “Filosofi Kopi” mempunyai alur back tracking, seperti yang

diungkapkan Mursal Esten bahwa alur ini tetap maju dan jenis alur

konvensional, yang tetap urut dari situasi, pelukisan keadaan dari awal,

hingga akhir atau penyelesaian, tetapi ada bagian-bagian tertentu yang

ditarik ke belakang (Mursal Esten, 1990:26).

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukiskan keadaan

awal yang terdapat dalam cerpen “Filosofi Kopi”, tampak pada kutipan

berikut ini:

Kopi...k-o-p-i

Sudah ribuan kali aku mengeja sembari memandangi serbuk hitam

itu. Memikirkan kira-kira sihir apa yang dimilikinya hingga ada satu

manusia yang begitu tergila-gila: Ben..B-e-n. (Dee, 2009:1)

Page 44: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponden di mana-mana

demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri. Dia

berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris,

Amsterdam, London, New York, bahkan Moskow.(Dee, 2009:1)

Ben, dengan kemampuan berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis

agar bisa menyelusup masuk dapur, menyelinap ke bar saji,

mengorek-ngorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber

kakap demi mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe latte,

cappucino, espresso, russian, coffe, irish coffe, macchiato, dan lain-

lain. Sampai tibalah saatnya Ben siap membuka kedai kopinya

sendiri. Kedai kopi idealis.(Dee, 2009: 1-2)

Tampak terlihat bahwa deskripsi dari tokoh „Ben‟, yang ambisius

ingin memiliki sebuah kedai kopi. Kedai kopi yang nantinya akan menjadi

kedai kopi yang idealis, menuntut sebuah kesempurnaan. Dari sini awal

cerita mulai menarik, karena diperkenalkannya tokoh „Ben‟ sebelum

mendirikan kedai kopi.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen ini mulai bergerak, diungkapkan

awal mula kedai kopi ini berdiri. Kedai kopi ini akan menjadi kedai kopi

idealis. Diceritakan bahwa tokoh „Ben‟ adalah peramu kopi atau yang lebih

dikenal barista terandal di Jakarta. Awal mula nama sebuah kedai kopi itu

“Kedai Koffie Ben&Jody.”

Lantai dan sebagian dinding kedai terbuat dari kayu merbau yang

berurat kasar, poster-poster kopi berbagai macam pose disepanjang

dinding terbingkai rapi dalam pigura berlapis kaca. Puncaknya,

sebuah jendela kaca besar, bertuliskan nama kopi kami dalam huruf-

huruf dicat yang mengingatkanmu pada tempat pangkas rambut

zaman Belanda:

Kedai Koffie

B E N & J O D Y

(Dee, 2009: 2-3)

Tokoh „Ben‟ membuat beberapa sebuah filosofi dalam kopi yang

diberikan kepada setiap pengunjung yang datang. Hingga akhirnya nama

Page 45: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

yang semula kedai koffie Ben&Jody diganti Filosofi Kopi (Temukan diri

Anda di sini).

Air muka itu meletup-letup seperti didihan air. Ben beroleh ide baru.

Aku berandai-andai kapan ia terpikir untuk akhirnya membangun

berhala dari biji kopi, karena sepertinya hanya masalah waktu. (Dee,

2009:6)

Sesudah pembicaraan kami malam itu, Ben melakukan berbagai

terobosan baru.

Dalam daftar minuman, kini ditambahkan deskripsi singkat

mengenai filosofi setiap ramuan. Puncaknya, dia mengganti nama

kedai kopi kami menjadi:

F I L O S O F I K O P I

Temukan Diri Anda di sini

(Dee, 2009:7).

Peristiwa demi peristiwa yang diungkapkan menjadi tanda

bergeraknya cerita menuju permasalahan yang memicu konflik. Peristiwa di

atas menggambarkan awal dari sebuah konflik cerita ini muncul. Tokoh

„Ben‟ yang berambisi untuk mendirikan kedai kopi sesuai dengan

keinginannya. Dari cerita ini akan muncul peristiwa demi peristiwa

diungkapkan sehingga menjadi tanda bergeraknya cerita menuju

permasalahan konflik.

Tahap tengah mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan keadaan

konflik mulai memuncak. Pada tahap ini akan terlihat tokoh „Ben‟ yang

mempunyai harga diri tinggi untuk menciptakan kopi yang sempurna. Tahap

ini juga terdapat peristiwa yang mengingatkan peristiwa masa lalu (back

tracking), yaitu sebagai berikut.

Dia mulai bercerita. Sore tadi dia kedatangan seorang pengunjung,

pria perlente berusia 30 tahun-an. Melangkah mantap masuk ke

kedai dengan mimik yang hanya bisa ditandingi pemenang undian

Page 46: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

satu miliar. Wajah penuh kemenangan. Mungkin saja benar dia baru

dapat satu miliar, karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua

orang yang duduk di bar.(Dee, 2009: 8-9)

Ben lanjut bercerita. Ia ditantang pria itu untuk membuat kopi

dengan rasa sesempurna mungkin. „Kopi yang apabila diminum akan

membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa

berkata: hidup ini sempurna.‟ Pria itu menjelaskan dengan ekspresi

kagum yang mendalam, kemungkinan besar sedang membayangkan

dirinya sendiri. Dan, gongnya, ia menawarkan imbalan 50 juta. (Dee,

2009: 10).

Peristiwa di atas menggambarkan tokoh „Ben‟ yang terlihat

mempunyai harga diri yang tinggi karena tantangan dari tokoh „pria

perlente‟ itu. Setiap malam tokoh „Ben‟ berusaha keras untuk membuat

ramuan baru. Selama berminggu-minggu tokoh „Ben‟ meramu kopi untuk

mencapai kesempurnaan yang diinginkan tokoh „Pria Perlente‟. Obsesi dari

tokoh „Ben‟ terhadap kesempurnaan yaitu menciptakan ramuan kopi dengan

rasa yang sempurna.

Pria itu mengeluarkan selembar cek. „Selamat. Kopi ini perfect.

Sempurna.‟

Sebagai ganti, Ben memberikan kartu Filosofi Kopi. Kartu itu

bertuliskan:

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI

BEN‟s PERFECTO

Artinya:

Sukses adalah

wujud kesempurnaan hidup

(Dee, 2009: 13).

Ben‟s Perfecto merupakan gambaran kesempurnaan hidup seseorang

karena dipesan oleh seorang pria muda yang penuh dengan kesuksesan

Page 47: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

hidup. Pria tersebut merupakan seorang importir mobil sukses, dan istrinya

adalah seorang artis cantik yang sedang di puncak karir. Oleh karena itu,

Ben‟s Perfecto merupakan gambaran kesuksesan hidup yang diukur lewat

segi materi dan kemapanan. Ben‟s Perfecto juga diakui oleh para

pengunjung kedai sehingga kedai semakin laris dan ramai pengunjung.

Tahap klimaks cerpen Filosofi Kopi ini ditandai dengan peristiwa

keluguan dari seorang pengunjung. Ben‟s Perfecto yang selalu dipuji setiap

pengunjung yang datang ke kedai itu, namun saat seorang bapak-bapak

berkunjung ke kedai itu hanya menganggap kopi itu biasa saja.

Dalam waktu singkat, Ben sudah menyuguhkan secangkir Ben‟s

Perfecto.

Nah, yang ini bukan sekadar enak, Pak. Tapi ini yang

pualiiiing...enak! nomor satu di dunia,‟ aku berpromosi. (Dee, 2009:

15).

Setelah meminum seteguk, bapak itu meletakkan cangkir dan

kembali membuka halaman korannya.

Ben segera bertanya antusias, „Bagaimana, Pak?‟

Bapak itu mendongak. „Apanya?‟

„Ya, kopinya.‟

Dengan ekspresi sopan, bapak itu mengangguk-angguk, „Lumayan,‟

jawabnya singkat lalu terus membaca.

„Lumayan bagaimana?‟ Ben mulai terusik. (Dee, 2009: 16).

Belum pernah kulihat Ben seperti itu. Seolah tidak satu hal pun di

dunia ini yang bisa mengalihkan energinya, fokusnya. Aku memilih

beringsut menjauh, memenuhi panggilan orang-orang yang sudah

resah karena tidak dilayani. Tak lama kemudian, Ben

menghampiriku. „Jo, tengah hari kita tutup. Temani aku pergi ke

suatu tempat. Bawa perlengkapan untuk beberapa hari‟.(Dee, 2009:

17).

Terlihat obsesi dari tokoh „Ben‟ terhadap kesempurnaan yang

kemudian dipertentangkan dengan kesederhanaan hidup seseorang.

Kemunculan tokoh „Pak Seno‟, seorang bapak tua pemilik warung kopi di

sebuah pedesaan daerah Klaten, Jawa Tengah yang merupakan gambaran

seseorang dengan kesederhanaan hidup. “Tepat di penghujung jalan, sebuah

Page 48: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

warung reot dari gubuk berdiri di atas bukit kecil, ternaungi pepohonan

besar. Di halamannya terdapat tampi-tampi berisi biji kopi yang baru

dipetik. Di sekitar gubuk itu terdapat tanaman-tanaman perdu dengan bunga-

bunga putih yang semarak bermunculan di sana-sini. Aku baru tersadar,

seluruh bukit kecil itu ditanami tanaman kopi.” (Dee, 2009: 20).

Kesederhaan tokoh „Pak Seno‟ sangat bertolak belakang dengan Ben

dan Jody. Namun di balik kesederhanaan tersebut, tokoh „Pak Seno‟

merupakan seorang yang sangat memahami kehidupan. Dengan adanya kopi

tiwus yang dibuatnya lebih enak rasanya dibanding dengan Ben‟s Perfecto

yang dibuat oleh seorang ahli kopi dengan kesempurnaan. “.... habis Bapak

punya buanyaaak...sekali. kalau memang mau dijual biasanya langsung satu

bakul. Kalau dibikin minuman begini, cuma-cuma juga ndak apa-apa. Tapi,

orang-orang yang ke mari biasanya tetap saja mau bayar. Ada yang kasih

150 perak, 100, 200... ya, berapa sajalah.” (Dee, 2009: 21). Masalah yang

dialami tokoh „Ben‟ yang terbentur dengan kenyataan bahwa dirinya telah

gagal sebagai seorang barista handal. Ben‟s Perfecto yang berhasil

diciptakan ternyata kalah dengan kopi tiwus. Peristiwa ini membuat tokoh

„Ben‟ mengalami keputusasaan yang disebabkan obsesinya yang terlalu

berlebihan terhadap kesempurnaan kopi. “Ben benar. Aku tak bisa

memaksanya. Tak ada yang bisa. Semangat hidupnya pupus sama seperti

kedai kami yang padam. Tutup.” (Dee, 2009: 25).

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh „Ben‟. Hal ini tampak dari

kutipan berikut.

Page 49: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Tidak kuduga akan bertemu Ben ada di sana, padahal waktu sudah

hampir tengah malam. Ia duduk sendirian, tak bereaksi apa-apa

sekalipun telah mendengarku masuk dari tadi. (Dee, 2009:27)

Ben menyunggingkan senyum kecil, lalu mencicipi sedikit kopi

buatanku. Seketika air mukanya berubah. (Dee, 2009:27)

‟Apa maksudnya ini?‟ Ben setengah menghardik.

Aku tak menjawab, hanya memberinya sebuah kartu.

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI:

„KOPI TIWUS‟

Artinya:

Walau tak ada yang sempurna,

Hidup ini indah begini adanya.

(Dee, 2009:27)

Tahap ini diakhiri dengan perasaan lega, atas peristiwa-peristiwa

yang dihadapi terselesaikan, dengan kebangkitan kepercayaan tokoh „Ben‟.

Dalam peristiwa ini tokoh „Jody‟ berusaha menyadarkan tokoh „Ben‟ bahwa

harapan belum tentu dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Sesempurna

apapun kopi dibuat akan tetap memiliki sisi pahit, dan sisi pahit kopi

tersebut tidak akan dapat dihilangkan. Tokoh „Jody‟ berusaha untuk

memberikan semangat dan kepercayaan diri terhadap tokoh „Ben‟ dengan

kembali membangun kedai kopi yang telah lama mereka tinggalkan. “Pada

kaca besar kedai, tampak siluet tangan yang kembali menari di dalam bar,

menyiapkan Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air.

Seduhan secangkir kopi tiwus malam ini mengawinkan lagi keduanya.”

(Dee, 2009: 29).

Alur tarik balik dalam cerpen „Filosofi Kopi‟ ini memaparkan

masalah hidup yang disampaikan pengarang dengan jelas. Permasalahan

Page 50: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

kehidupan manusia yang pada umumnya senantiasa menuntut kesempurnaan

dari hidupnya. Manusia yang selalu menghalalkan segala cara untuk

membuat dirinya terlihat sempurna. Manusia semestinya menyadari bahwa

setiap harapan belum tentu akan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Perisiwa-peristiwa dalam cerpen „Filosofi Kopi‟ yang bersifat kausalitas

(hubungan sebab akibat) dan kronologis, runtut waktu kejadiannya menjadi

pedoman pengarang dalam menulis cerpen dengan tujuan mempermudah

pemahaman makna yang terkandung oleh pembaca.

b. Penokohan

Penokohan dalam sebuah karya sastra, cerpen khususnya mempunyai

cakupan yang lebih luas dibanding dengan tokoh. Analisis penokohan

meliputi hal bentuk fisik tokoh, psikologis atau kepribadian mereka,

perwatakannya, siapa tokoh tersebut dan lain sebagainya. Untuk memberi

petunjuk mengenai tokoh, pengarang biasanya memberikan ciri-ciri fisik

tersirat dalam teks, tanda-tanda yang khas mengenai tokoh. Tokoh dalam

cerpen Filosofi Kopi ini banyak, ada enam tokoh, tetapi tidak semua tokoh

ini muncul karakter penokohan yang kuat.

1) Tokoh Utama

Tokoh „Ben‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen Filosofi

Kopi ini, dilihat dari aspek psikologis yang menonjol dari tokoh ini

adalah mempunyai karakter yang perfeksionis, ambisius dan pekerja

keras. Terlihat dari kerja kerasnya rela berkeliling dunia untuk

Page 51: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mendapat kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri, rela mengemis-ngemis

agar dapat masuk dapur untuk mendapat ramuan kopi dari barista-

barista kaliber kakap. Terlihat dalam kutipan berikut.

Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponsden di mana-

mana demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri.

Dia berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma,

Paris, Amsterdam, London, New York, bahkan Moskow.(Dee,

2009:1)

Tokoh „Ben‟ mengalami sedikit perkembangan watak, karena

awalnya tokoh „Ben‟ sederhana dan tulus dalam membuat kopi setelah

mendapat tantangan dari seseorang untuk membuat kopi yang

sempurna. Tokoh „Ben‟ menjadi mempunyai karakter yang keras dan

ambisius dikarenakan sebuah tekanan dan pengejaran materi. Dapat

dilihat dari kutipan berikut.

Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena

kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat

terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa

makan. Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter

Frankenstein. The Mad Barista. (Dee, 2009:9).

Ben mematung, sampai akhirnya sebuah senyum mengembang,

senyum bangga seorang ayah yang menyaksikan bayinya lahir

ke dunia. „BEN‟s PERFECTO,‟ tandasnya mantap.(Dee,

2009:12).

Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh „Ben‟ mengalami

perkembangan watak. Tampak jelas dari kutipan tersebut

menggambarkan tokoh „Ben‟ yang terlihat bekerja keras hingga lupa

untuk mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut membuktikan bahwa

tokoh „Ben‟ begitu ambisius karena tekanan dan pengejaran materi.

Page 52: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2) Tokoh tambahan

Kehadiran tokoh-tokoh tambahan sebenarnya menjadikan cerita

menjadi lebih hidup, sehingga cerita menjadi lebih menarik simpati bagi

pembaca. Seperti dalam cerpen Filosofi Kopi ini, banyak sekali muncul

tokoh-tokoh tambahan yang dapat dianalisis dengan teknik analitis dan

dramatik dari kemunculan mereka.

Tokoh „Jody‟, mempunyai karakter yang masa bodoh, selalu

berpikir positif dan partner tokoh „Ben‟ yang setia kawan. Hal ini dapat

dilihat dari kutipan berikut.

Setahun lalu aku resmi menjadi partner kerjanya. Berdasarkan

asas saling percaya antarsahabat ditambah kenekatan

berspekulasi, kuserahkan seluruh tabunganku menjadi saham di

kedainya...(Dee, 2009:2)

Tokoh „Jody‟ juga mengalami perkembangan watak yaitu

seseorang yang hanya memikirkan uang, profit, laba, dan nasib kedai

Filosofi Kopi. Dikarenakan tokoh „Ben‟ ingin memberikan selembar

cek sebesar 50 juta kepada pak Seno. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut.

Mataku siap meloncat keluar ketika tahu apa yang ia sodorkan.

„Kamu sudah gila. Tidak bisa!.‟(Dee, 2009:23)

... mungkin Ben benar. Yang kupikirkan hanyalah uang, profit,

dan nasib yang entah apa jadinya tanpa Filosofi Kopi. Benlah

sesungguhnya tungku tempat ini, dan aku malah

memadamkannya dengan ketidakmengertianku. (Dee, 2009:25)

Tokoh „pria perlente‟, menurut aspek psikologis adalah seorang

yang penuh percaya diri karena kesuksesan yang diperolehnya. Hal ini

dapat dilihat dari kutipan berikut.

Page 53: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dia mulai bercerita. Sore tadi dia kedatangan seorang

pengunjung, pria perlente berusia 30 tahun-an. Melangkah

mantap masuk ke kedai dengan mimik yang hanya bisa

ditandingi pemenang undian satu miliar. Wajah penuh

kemenangan. Mungkin saja benar dia baru dapat satu miliar,

karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua orang yang

duduk di bar. (Dee, 2009:8)

Tokoh „pria setengah baya‟, menurut aspek psikologis adalah

seorang yang sederhana dan tidak neko-neko. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan berikut.

... agak canggung dia membenarkan posisi duduknya, celingak-

celinguk mempelajari tempat kami, lalu perlahan membuka

koran yang ia kempit. Dari gelagatnya, aku menduga bapak satu

ini tidak biasa minum kopi di kafe.(Dee, 2009:15)

Tokoh „Pak Seno‟ , menurut aspek psikologisnya adalah seorang

yang sederhana dan ramah kepada semua orang. Hal ini terlihat dari

kutipan berikut.

Di dalam warung, seorang bapak tua menyambut kami dengan

senyuman ramah...(Dee, 2009:20)

... Pak Seno manggut-manggut, lalu menyimpan kertas itu di

bawah tumpukan baju dalam lemari pakaiannya. (Dee, 2009:30)

Kutipan di atas menggambarkan tokoh „Pak Seno‟ yang

sederhana karena menyimpan kertas yang dimaksudkan di situ adalah

selembar cek bertuliskan 50 juta dari Ben. Bagi kaum awam seperti Pak

Seno cek hanyalah sebuah kertas biasa, tetapi bagi yang orang tahu itu,

kertas cek itu mempunyai nilai uang yang fantastis. Sedangkan

penggambaran tokoh Pak Seno yang ramah terlihat dari sikapnya yang

menyambut Ben dan Jody saat berkunjung di warung reotnya.

Page 54: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

c. Latar

Suatu peristiwa pasti ditandai dengan adanya suatu kejadian dalam

waktu dan tempat tertentu, sebagai media interaksi antar tokoh yang disebut

dengan latar. Latar menjadi sangat penting dalam suatu cerita rekaan karena

dengan adanya latar cerita menjadi lebih menarik dan hidup dengan

menciptakan suasana sebagai pendukung cerita.

Cerpen “Filosofi Kopi” ini menggunakan latar tempat yang berbeda-

beda. Latar tempat yang digunakan diantaranya adalah sebuah kafe atau

kedai kopi milik Ben dan Jody. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

... Di kedai kami ini, Ben tidak mengambil tempat di pojok,

melainkan dalam sebuah bar yang terletak di tengah-tengah sehingga

pengunjung bisa menontoni aksinya membuat kopi,... (Dee, 2009:2)

Lantai dan sebagian dinding kedai terbuat dari kau merbabu yang

berurat kasar, poster-poster kopi berbagai macam pose di sepanjang

dinding terbingkai rapi dalam pigura berlapis kaca. Puncaknya,

sebuah jendela kaca besar, bertuliskan nama kopi kami dalam huruf-

huruf dicat yang mengingatkanmu pada tempat pangkas rambut

zaman Belanda:

Kedai Koffie

BEN & JODY (Dee, 2009:2-3)

Tempat kami tidak besar dan sederhana dibandingkan kafe-kafe lain

di Jakarta. Namun di sini, setiap inci dipersiapkan dengan intensitas.

Ben memilih setiap kursi dan meja yang semuanya berbeda dengan

mengetesnya satu-satu,...(Dee, 2009:3).

Dari kutipan tersebut tampak jelas penggunaan latar tempat cerpen

Filosofi Kopi di sebuah kafe atau kedai kopi milik Ben dan Jody yang

sekaligus digambarkan dengan jelas.

Cerpen “Filosofi Kopi” juga menggunakan latar pedesaan di Klaten,

Provinsi Jawa Tengah, tempat terdapatnya warung kopi milik Pak Seno

Page 55: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dengan kondisi kehidupannya bertolak belakang. Hal ini tampak pada

kutipan berikut.

Kami menginap di Klaten semalam. Keesokan paginya, Ben

mengambil alih kemudi. „Aku sudah tahu kenapa kita nyasar

kemarin. Ada satu belokan yang tidak kulihat!‟ serunya berapi-api

(Dee, 2009: 18).

Tepat di penghujung jalan, sebuah warung reot dari gubuk berdiri di

atas bukit kecil, ternaungi pepohonan besar. Di halamannya terdapat

tampi-tampi berisi biji kopi yang baru dipetik. Di sekitar gubuk itu

terdapat tanaman-tanaman perdu dengan bunga-bunga putih yang

semarak bermunculan di sana-sini....(Dee, 2009: 20).

Kutipan di atas tampak jelas penggambaran kehidupan di desa

tempat warung pak Seno yang masih sederhana dan jauh dari kehidupan di

kota yang serba canggih. Hal ini begitu kontradiktif dari kedai kopi yang di

dirikan Ben dan Jody.

Cerpen „Filosofi Kopi‟ ini menggunakan dua latar yang berbeda

yakni kafe atau kedai kopi milik tokoh Ben dan Jody juga warung Pak Seno

yang terletak di Klaten, Jawa Tengah. Jarak antara keduanya pun berjauhan.

Tampak pada kutipan berikut.

Tak lama kemudian, Ben menghampiriku. „Jo, tengah hari kita tutup.

Temani aku pergi ke suatu tempat. Bawa perlengkapan untuk

beberapa hari.‟(Dee, 2009:17)

... siapa yang menyangka kalau sisa hariku akan dihabiskan dengan

mengemudi, menyusuri jalan menuju pedesaan di Jawa

Tengah.(Dee, 2009:18)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa rentan waktu yang digunakan

untuk menuju tempat warung kopi pak Seno membutuhkan waktu yang lama

dan beberapa hari pula. Pernyataan tersebut juga merupakan salah satu latar

suatu peristiwa dalam cerpen ini, yang terjadi di sebuah kafe milik Ben dan

Jody juga warung kopi sederhana milik pak Seno.

Page 56: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Berdasarkan keseluruhan kejadian dalam cerpen “Filosofi Kopi” ini,

latar tempat adalah di kafe dan warung pak Seno. Ketika para pengunjung

berkumpul untuk sekedar minum kopi yang diyakini menetralkan dan

menyegarkan hati. Terjadi perbincangan serta kejadian yang merubah

suasana, serta memancing munculnya karakter sebenarnya dari para tokoh.

d. Tema dan Amanat

Analisis tema menurut Burhan Nurgiyantoro bahwa dalam

penentuan tema haruslah membaca keseluruhan dari cerita, tidak hanya

berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema selalu berkaitan dengan

makna kehidupan, pengalaman hidup, sehingga pengarang berusaha

mengajak pembaca melihat, merasakan dan menghayati makna kehidupan

sebagaimana pengarang melihatnya.

Penentuan tema dalam cerpen “Filosofi Kopi” adalah yang pertama

bahwa masalah utamanya berkisar pada masalah penilaian terhadap kopi.

Kecintaan seorang terhadap kopi dipertentangkan dengan orang yang

menilai kopi semata-mata sebagai barang dagangan dan gengsi pribadi. Jadi,

dapat disimpulkan “obsesi” seseorang terhadap kopi.

Berikut, mengenai pertentangan antara keinginan atau obsesi akan

kesempurnaan dengan kesederhanaan. Dapat ditarik kesimpulan nilai-nilai

hidup dari manusia. Manusia semestinya menyadari bahwa setiap harapan

belum tentu akan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Tema dari cerpen “Filosofi Kopi” adalah harapan manusia terhadap

kesempurnaan yang bertentangan dengan kenyataan yang sesungguhnya

Page 57: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

terjadi. Harapan dalam mengejar kesempurnaan hidup yang

dimanifestasikan lewat petualangan hidupnya dengan kopi. Ben‟s Perfecto

dan kedai kopi Filosofi Kopi akhirnya terbentur dengan kenyataan kopi

tiwus dan pak Seno.

Analisis cerpen “Filosofi Kopi” telah mendapatkan dasar-dasar

kejelasan sebagai landasan menentukan muatan pesan yang ingin

disampaikan pengarang dalam cerpen “Filosofi Kopi”. Amanat yang

sekiranya dapat ditangkap adalah manusia, makhluk dari Tuhan yang

berakal dan berperasaan janganlah terlalu mengejar sebuah kesempurnaan di

dalam kehidupan ini karena pada akhirnya kesempurnaan itu pula akan

dikalahkan dengan kesederhaan.

Analisis struktural dari cerpen “Filosofi Kopi” sebagai cerpen

pertama dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi sedemikian kiranya, yang

selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis

semiotika.

2. Struktur Cerpen Sikat Gigi

a. Alur

Cerpen “Sikat Gigi” mempunyai alur maju (progresif), adalah jenis

alur yang runtut dalam peristiwa-peristiwanya, bersifat kronologis. Dimulai

dari tahap awal, tengah dan akhir.

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukiskan keadaan

awal yang terdapat dalam cerpen „Sikat Gigi‟, tampak pada kutipan berikut.

Pujangga itu melongokkan kepala dari jendela mobil tanpa takut

kepalanya tersambar kendaraan nakal yang kadang menyalip dari

Page 58: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

kiri, tetap menatap langit yang berantakan oleh bintang lalu ribut

sendiri. Ia selalu histeris akan hal-hal yang tak kumengerti (Dee,

2009:55)

Dengan segenap rasio dan akal, aku mencintai perempuan di

sampingku itu. Egi, yang telah lama kukenal, teman baikku, sosok

yang kubanggakan dan kukagumi...(Dee, 2009:56)

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal dari cerita “Sikat Gigi”.

Cerita ini pendeskripsian dari tokoh „Egi‟ dan kutipan tersebut juga

menggambarkan kekaguman tokoh „aku‟ yang nantinya akan diketahui

bernama „Tio‟ terhadap tokoh „Egi‟. Awal dari cerita itu tokoh „aku‟ tertarik

dengan sosok yang bernama „Egi‟.

Tahap tengah mendeskripsikan peristiwa yang menunjukkan konflik

mulai memuncak. Pada tahap ini, tokoh „Egi‟ kembali melakukan

rutinitasnya menggosok gigi. Rutinitas itu terhenti seketika setelah „Egi‟

kembali masuk dalam dunia lamunannya. Tampak pada kutipan berikut.

Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. Aku

pun kembali membaca dengan kaki berselonjor di sofa panjang. Egi

selalu lama bila menyikat gigi.

Tiba-tiba suara gosokan itu berhenti. Malam yang hening

membuatku menjadi awas akan perubahan yang terjadi...(Dee,

2009:57)

Dari kutipan di atas tampak rutinitas tokoh „Egi‟ yang secara tiba-

tiba terhenti karena memikirkan kembali gejolak dihatinya yang selama ini

masih terasa. Memikirkan seseorang yang berada di berada jauh dari

pandangannya. Namun perenungan tokoh „Egi‟ saat itu menimbulkan reaksi

dari tokoh „Tio‟. “Terdengar suara berkumur. Keran dimatikan. Tio, saya

pulang, ya. Lunglai ia menghampiriku." (Dee, 2009:57)

Page 59: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tindakan yang dilakukan „Egi‟ membuat „Tio‟ mencari jawaban dari

perenungan „Egi‟ sewaktu menyikat gigi. Akan tampak pergolakan jiwa

yang terjadi dari tokoh „Egi‟ dan „Tio‟. “Tio...panggilnya setelah lama

mematung. Saya suka sekali menyikat gigi. Mau tahu kenapa?” (Dee,

2009:58).

Waktu saya menyikat gigi, saya tidak mendengar apa-apa selain

bunyi sikat. Dunia mendadak sempit cuma gigi, busa, dan sikat.

Tidak ada ruang untuk yang lain. Hitungan menit, Tio, tapi berarti

banyak. (Dee, 2009:58)

Klimaks dari cerpen ini ditunjukkan pada kenyataan bahwa tokoh

„Tio‟akan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kepada tokoh „Egi‟.

“Saya tidak pernah mengerti dunia dalam lamunan kamu, kata-kata itu

akhirnya meluncur keluar, pengharapan yang kamu punya, dan kekuatan

macam apa yang sanggup menahan kamu begitu lama di sana. Tapi kalau

memang sikat gigi itu tiket yang bisa membawa kamu pulang, saya ingin

kamu semakin lama menyikat gigi, semakin asyik, sampai moga-moga lupa

berhenti. Karena berarti kamu lebih lama lagi di sini, di dunia yang saya

mengerti. Satu-satunya tempat saya eksis buat kamu.” (Dee, 2009:61)

Kenyataan yang sebenarnya pernyataan tokoh „Tio‟ berkebalikan

dengan apa yang dibayangkan tokoh „Egi‟. “ Kamu tahu perasaan saya, dan

saya tidak pernah mau membahas soal ini lagi.” ‟Kamu sahabat

saya...sahabat terbaik...‟Ia lalu makin menjauh. Bersiap menutup diri‟ (Dee,

2009:61).

Tahap klimaks juga ditandai dengan peristiwa yang menunjukkan

keegoisan dari sikap tokoh „Egi‟ yang membiarkan perasaan sakit hatinya

Page 60: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

tinggal dalam dirinya terus menerus. “Dia ingin datang. Biar cuma dalam

hati. Dan dia akan menjemput saya, pada kesempatan pertama yang dia

punya. Saya merasakan kalau dia selalu memikirkan saya.” (Dee, 2009: 61)

Dalam hal ini tokoh „Egi‟ sekalipun tidak tergugah hatinya. Karena

„Egi‟ memilih untuk menikmati kebutaan cinta sejatinya sendiri tanpa perlu

orang lain mengobatinya. “Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang

menahun sudah membiarkannya terkatung-katung...” (Dee, 2009: 62)

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan masalah yang dihadapi tokoh „Egi‟ dan „Tio‟.

“Setiap kali aku berusaha merasionalisasikan semua ini,

kesimpulanku selalu sama: aku harus menemuinya lagi.”

Bukan hal sulit untuk menemukannya. Ia masih Egi yang dulu, yang

dapat kutemui sore-sore sedang membaca buku di bangku taman

yang berbukit-bukit di kompleks rumahnya...(Dee, 2009:63).

Tokoh „Tio‟ berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapinya selama ini dengan tokoh „Egi‟. „Tio‟ hanya berusaha untuk

menjernihkan dan membuka pikiran tokoh „Egi‟ melalui pernyataan berikut.

... saya tahu sekarang, saya mencintai kamu bukan hanya dengan

logika dan rasio. Bukan sekadar kamu memenuhi standar ideal saya.

Tapi karena saya juga mencintai kamu di luar akal. Satu tahun saya

menemukan cukup banyak alternatif yang masuk akal, tapi saya

memang tidak ingin yang lain. Hanya kamu. Apa adanya. Termasuk

alam lamunan yang tidak pernah melibatkan saya.

Dan saya tetap Tio, yang kalkulatif dan tidak mau rugi, tapi kali ini

saya benar-benar tidak mengharap apa-apa. Saya hanya ingin

mengatakan ini semua, dan sudah. (Dee, 2009:64)

Tahap ini diakhiri dengan perasaan lega karena tokoh „Egi‟ ingin

mencoba menghadapi kenyataan yang ada dihadapannya saat ini. Lewat

pernyataan tokoh „Tio‟, „Egi‟ menjadi sadar akan pentingnya menyadari

orang-orang di sekitarnya yang selalu menyayanginya dan menyadari

Page 61: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

kenyataan bahwa kebutaan cinta sejati hanyalah akan menyiksa batin dan

raganya. “Kamu hidup nyata saya, Tio. Dan saya tidak mau kemana-mana

lagi. Itu juga kalau kamu tidak keberatan kita menjalaninya pelan-pelan...”

Perjalanan singkat menuju mobilku sore itu menjadi gerbang sebuah

perjalanan baru yang panjang. (Dee, 2009:65)

Alur maju (progresif) dalam cerpen “Sikat Gigi” ini memaparkan

masalah percintaan yang disampaikan pengarang dengan jelas.

Permasalahan kehidupan manusia laki-laki dengan perempuan yang pada

umumnya saling mencintai satu sama lain, namun terkadang cinta

membutakan manusia sehingga manusia tidak peduli apakah cinta itu akan

menyakitinya atau malah memberikan kebahagiaan pada dirinya. Peristiwa-

peristiwa dalam cerpen “Sikat Gigi” bersifat kausalitas (hubungan sebab

akibat) dan kronologis, runtut waktu kejadiannya menjadi pedoman

pengarang dalam menulis cerpen dengan tujuan mempermudah pemahaman

makna yang terkandung oleh pembaca.

b. Penokohan

Dalam cerpen “Sikat Gigi” ini tokoh utamanya adalah tokoh „Tio‟

dan „Egi‟. Berikut akan dijelaskan mengenai penokohan tiap tokoh:

1. Tokoh Tio

Tokoh „Tio‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen “Sikat Gigi”

ini. Menurut aspek psikologisnya, tokoh „Tio‟ adalah seorang yang

kaku, praktis dan realistis atas apa yang terjadi di sekitarnya. Sifat

tokoh „Tio‟ yang kaku terlihat dari kutipan berikut.

Page 62: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

... Aku bukan pujangga dan tak pernah bisa bermetafora.

Monokrom dan kurang dimensi, katanya selalu tentang diriku.

Praktis dan realistis, begitu aku menerjemahkannya. (Dee,

2009:55-56)

Sifat praktis dari tokoh „Tio‟ juga terlihat dari kutipan berikut.

“Kamu di sini saja. Besok pagi saya antar pulang. Saya malas keluar

lagi...” (Dee, 2009:57). Dari sini terlihat bahwa tokoh „Tio‟ tidak

pernah canggung untuk menyuruh tokoh „Egi‟ menginap di rumahnya,

bahkan cenderung mencari kepraktisan daripada mencari kerepotan.

Sifat realistis tokoh „Tio‟ juga terlihat dari kutipan berikut. “Aku

balik menggeleng. „Itu kebutaan sejati‟. Kamu memilih menjadi tuna

netra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri. Dan

kesedihan kamu pelihara seperti orang mengobati luka dengan cuka,

bukan obat merah.‟” (Dee, 2009:62). Terlihat sifat tokoh „Tio‟ yang

realistis, selalu melihat secara nyata dengan yang terjadi di sekitarnya.

2. Tokoh Egi

Tokoh „Egi‟ merupakan tokoh utama juga dalam cerpen ini.

Menurut aspek psikologisnya, tokoh „Egi‟ adalah seorang yang peka

terhadap apa yang terjadi di sekiranya, tidak pernah mau melihat

kenyataan yang ada di depannya. Hal ini terlihat dari kutipan berikut.

Ia pun dianugerahi kemampuan untuk menjelaskan segalanya

dengan tepat, rasional, dan masih kedengaran cantik. Itulah satu-

satunya cara agar aku mampu mengerti keindahan yang

ditangkap matanya... (Dee, 2009:57)

... Egi, yang telah lama kukenal, teman baikku, sosok yang

kubanggakan dan kukagumi. Ia mampu berpanjang lebar

menjelaskan cinta dan adieksistensinya pada aku yang tak

pernah mau repot menganalisis...(Dee, 2009:56)

Page 63: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Sifat tokoh „Egi‟ yang tidak pernah mau melihat kenyataan

hidupnya juga terlihat dari kutipan berikut. “Waktu saya menyikat gigi,

saya tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat. Dunia saya mendadak

sempit... cuma gigi, busa, dan sikat. Tidak ada ruang untuk yang lain.

Hitungan menit, Tio, tapi berarti banyak.” (Dee, 2009:58). Dari kutipan

tersebut tampak tokoh „Egi‟ yang selalu ketakutan akan kenyataan

dalam hidupnya, maka dari itu tokoh „Egi‟ lebih menyukai untuk

melakukan kebiasaan menyikat gigi, dengan itulah semua permasalahan

yang ada dalam dirinya menjadi hilang.

c. Latar

Dalam cerpen “Sikat Gigi” ini menggunakan latar tempat yang

berbeda yaitu di daerah Puncak, Bogor. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

Setelah kami berdua duduk di atas rumput, dengan tabah ia

menjelaskan. „Coba lihat. Langit begitu hitam sampai batasnya

dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu,

seolah-olah berada di satu bidang. Indah, kan?‟

Latar tempat yang lain adalah tempat tinggal Tio, berikut dengan

ruang-ruang yang merupakan bagian dari rumah Tio seperti ruang tamu

yang terdapat sofa panjang, kamar mandi dan ruangan pada umumnya.

“Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. Aku pun

kembali membaca dengan kaki berselonjor di sofa panjang. Egi selalu lama

bila menyikat gigi.” (Dee, 2009:57)

Latar tempat berikutnya adalah taman dekat rumah tempat tinggal

Egi. Dapat dilihat dari kutipan berikut.

Page 64: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Bukan hal sulit untuk menemukannya. Ia masih Egi yang dulu, yang

dapat kutemui sore-sore sedang membaca buku di bangku taman

yang berbukit-bukit di kompleks rumahnya... (Dee, 2009:63).

Pernyataan tersebut juga merupakan salah satu latar suatu peristiwa

dalam cerpen ini, yang terjadi di daerah Puncak, Bogor, tempat tinggal Tio

dan di taman dekat Egi.

Dari beberapa kejadian dalam cerpen ini latar tempat yang

digunakan adalah di daerah Puncak, Bogor, tempat tinggal Tio dan taman

dekat tempat tinggal Egi. Ketika para tokoh sedang melakukan interaksi satu

sama lain sehingga beberapa kejadian itu muncul dan karakter dari para

tokoh yang kuat.

d. Tema dan Amanat

Melalui pembacaan berulang serta kajian terhadap cerpen “Sikat

Gigi” ini tertangkap tema utamanya adalah mengenai percintaan antar insan.

Penggambaran dari tokoh „Egi‟ yang selalu lari dari kenyataan hidupnya,

tokoh „Egi‟ yang selalu membiarkan segala permasalahannya larut dalam

dirinya. Dengan menyikat gigi tokoh „Egi‟ merasa aman, merasa semua

akan berubah dan tak perlu memikirkan sesuatu yang memberatkan dirinya.

Tokoh „Egi‟ selalu mencari sebuah kebahagiaan namun dirinya tidak

mengerti bagaimana mencari sebuah kebahagiaan itu. Namun di sisi lain

tokoh „Tio‟ senantiasa mendampingi tokoh „Egi‟ dalam ketakutannya

menghadapinya dunianya. Tokoh „Tio‟ yang selalu menjadi tiket sekali jalan

tanpa harus tokoh „Egi‟ menyikat gigi. Tokoh „Tio‟ yang membukakan

pikiran tokoh „Egi‟ agar dapat membuka diri dan bersikap bijak dengan

Page 65: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

permasalahannya maka dengan itu pulalah tokoh „Egi‟ dapat membuka mata

dan hatinya untuk tokoh „Tio‟.

Amanat yang sekiranya dapat ditangkap adalah sebagai manusia,

mahluk dari Tuhan yang berakal dan berperasaan, hendaknya selalu bijak

dalam menghadapi permasalahan di sekitar. Bersikaplah terbuka dan melihat

kenyataan di sekitar, karena dengan ini akan membuat hidup menjadi lebih

baik dan juga damai.

Analisis struktural dari cerpen Sikat gigi sebagai cerpen kedua dari

kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Demikianlah kiranya, yang akan

diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis semiotika diserta

makna yang terkandung di dalam cerpen.

3. Struktur Cerpen Mencari Herman

a. Alur

Cerpen “Mencari Herman” mempunyai alur back tracking, yaitu

jenis alur yang tetap maju dan alur yang konvensional, yang tetap urut dari

situasi, pelukisan keadaan dari awal, hingga akhir atau penyelesaian, tetapi

ada bagian-bagian tertentu yang ditarik ke belakang.

Tahap awal adalah tahap pengarang mulai melukiskan keadaan awal

yang terdapat dalam cerpen “Mencari Herman”, tampak pada kutipan

berikut.

Gadis berumur tiga belas tahun itu favorit semua orang, termasuk

aku, sekalipun dia bukan adikku kandung melainkan adik sahabatku.

Hera yang manis dan manut. Tak ada pergolakan berarti dalam hidup

remaja belasan tahun yang taat pada orang tua, negara, dan agama.

(Dee, 2009:31-32)

Page 66: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal cerita yang terdapat

pendeskripsian dari salah satu seorang tokoh dalam cerpen tersebut.

Pendeskripsian dari tokoh „Hera‟ yang masih kecil dan polos dalam

mengarungi kehidupan ini. Gadis seusia tokoh „Hera‟ ini pastinya masih

terlalu dini dan polos untuk mengerti arti atau makna yang ada di sekitarnya.

Berbeda dengan tokoh „aku‟ di dalam cerpen itu, adalah sosok laki-laki

dewasa yang bersahabat dengan kakak dari tokoh „Hera‟ itu sendiri.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen yang mulai bergerak. Peristiwa ini

dimulai dari tokoh „Hera‟ yang begitu polosnya menyatakan dia belum

pernah mempunyai teman bernama Herman. Pada saat itu hanya tokoh „aku‟

yang memperhatikan apa yang diucapkan oleh tokoh „Hera‟. Tampak dalam

kutipan berikut.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras

rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya

membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis

menyerupai Herman. Hera, yang menontoni kami bicara, dengan

polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya teman bernama

Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak mengindahkan,

kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya. Pasti ada di

sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Peristiwa di atas menggambarkan bahwa tokoh „aku‟ yang dari awal

sudah mulai memperhatikan tokoh „Hera‟. Peristiwa di atas juga awal dari

konflik mulai terjadi, yaitu pencarian nama Herman, dikarena tokoh „aku‟

yang membujuk tokoh „Hera‟ untuk mencoba mencarinya. Tokoh „Hera‟

yang pada waktu itu masih kecil dan polosnya pastinya merasa dirinya ada

yang memperhatikan dari sekedar perkataannya. Peristiwa-peristiwa

Page 67: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

diungkapkan menjadi tanda bergeraknya cerita menuju permasalahan yang

memicu konflik.

Tahap tengah, mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan

keadaan yang menunjukkan konflik mulai memuncak. Pada tahap ini, tokoh

„Hera‟ memulai aksinya untuk mencari seseorang yang bernama Herman

dari lingkungan tempat dia bersekolah sampai di lingkungan rumahnya. Hal

ini tampak dari kutipan berikut.

Seminggu kemudian Hera kembali padaku dan melaporkan bahwa

ternyata tidak ada yang bernama Herman di sekolahnya, bahkan

guru-guru sekalipun... (Dee, 2009:32)

Hera melebarkan sayap, mencari Herman di lingkungan rumah. Ia

mendatangi pak RT dan pak Lurah. Tetap tidak ada Herman atau Pak

Herman atau Dik Herman... (Dee, 2009:32)

Tindakan tokoh „Hera‟ yang mencari seseorang yang bernama

Herman ini yang menjadi awal terjadi konflik dari cerpen ini nantinya.

Tokoh „Hera‟ yang mencari seseorang bernama Herman juga dipicu

dukungan dari tokoh „Aku‟ yang senantiasa menemani tokoh „Hera‟ untuk

mencari seseorang bernama Herman. Hingga akhirnya bertambahnya usia

tokoh „Hera‟ yang mulai beranjak dewasa dan berpamitan untuk sekolah

kedokteran di Jakarta. “... Hera, yang ingin jadi dokter anak, berpamitan

akan kuliah di Jakarta. Semoga bertemu Herman! Demikian ucapan

terakhirku sebelum Hera naik ke gerbong kereta.” (Dee, 2009:33)

Peristiwa terjadinya awal permasalahan yaitu tokoh „Hera‟ yang

terkena drop out karena hamil diluar nikah. Dari sini peristiwa mulai

bergerak menuju klimaks. Peristiwa demi peristiwa ini nantinya akan

menggambarkan dan menjelaskan arti atau maksud yang sebenarnya. Hal ini

tampak dari kutipan berikut.

Page 68: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Bebebapa tahun kemudian anak pertamaku lahir. Baru saja

kukhayalkan kunjungan kami ke Dokter Hera yang cakap, tiba-tiba

kudengar kabar Hera drop out. Ternyat si anak sempurna itu sudah

berubah jadi manusia biasa... (Dee, 2009:33)

Klimaks dari cerpen ini ditunjukkan pada kenyataan yang dihadapi

bahwa tokoh „Hera‟ sebenarnya hanya ingin mencari sosok seperti tokoh

„Aku‟ yang selalu peduli dan perhatian padanya. Tampak dari kutipan

berikut.

Hera hampir menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata:

Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku.

Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi Abang seperti buta. Tolong

jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman.

Karena sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti

Abang. (Dee, 2009:36-37)

Tahap klimaks dalam cerpen “Mencari Herman” ditandai dengan

peristiwa yang menunjukkan dari tokoh „Hera‟ yang begitu menginginkan

untuk mencari seseorang yang bernama Herman hanya alasan sesaat. Dia

hanyalah ingin mencari sosok yang seperti tokoh „Aku‟ yaitu sahabat dari

abangnya. Tokoh „Hera‟ menjelaskan alasannya begitu menginginkannya

mencari seseorang bernama Herman tetapi yang sebenarnya seseorang itu

adalah tokoh „Aku‟ itu sendiri. Namun pada kenyataannya tokoh „Aku‟

tidak bisa membalas pernyataan yang dilontarkan tokoh „Hera‟, tokoh „Aku‟

yang hanya berpikir bahwa tokoh „Hera‟ hanya mencari seseorang bernama

Herman bukan seseorang yang seperti tokoh „Aku‟.

Sejak hari itu, aku berusaha berhenti memikirkan Hera. Tidak

gampang, sungguh. Aku begitu terbiasa memikirkannya. Saat

Herman Felany sesekali muncul di televisi, atau kubaca nama

Herman di surat kabar, atau bersentuhan dengan segala yang

berhubungan dengan Hera, maka kudengar lagi suaranya sore itu

memanggil namaku... (Dee, 2009:37)

Page 69: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Pada tahap ini pula terdapat peristiwa yang mengingatkan pada

peristiwa masa lalu (back tracking), yaitu “Kini, sering aku bertanya,

akankah segalanya berbeda, jika hari itu aku memilih menghadapi Hera dan

isi hatinya? Bila aku terus berusaha mencarikan Herman sekalipun buka itu

sesungguhnya yang ia cari? Bila aku berani mengakui bahwa pencarian

Herman adalah alasanku untuk sekadar menemuinya?.” (Dee, 2009:37)

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh. “Seratus hari. Kuselipkan

cetakan surat Yasin itu ke dalam tas. Bersalaman dengan sahabatku dan

keluarganya seolah untuk yang terakhir kali. Karena rasa-rasanya aku tidak

akan kuat kembali lagi. Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku

basah, sejak mendengat kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu

hari pergi dan tak kembali.” (Dee, 2009:38)

Dengan kutipan tersebut diceritakan bahwa tokoh „Hera‟ pergi dan

tak akan pernah kembali yang artinya sudah meninggal dunia. Dari peristiwa

itu pula terjadi sebuah penyesalan dari tokoh „Aku‟ yang seharusnya dia

menyadari akan perasaan dari tokoh „Hera‟, namun pada kenyataannya

tokoh „Aku‟ memilih untuk meninggal tokoh „Hera‟ dengan perasaan hancur

dan juga kecewa. Nama Herman sendiri adalah sebuah alasan dari pencarian

tokoh „Hera‟ untuk dapat bertemu dengan tokoh „Aku‟, tetapi dalam

kenyataannya tokoh „Aku‟ tidak pernah menyadari akan perasaan tokoh

„Hera‟. Peristiwa ini juga ditandai dengan kronologis hilangnya tokoh

„Hera‟ karena mengejar seseorang yang diketahuinya bernama Herman.

Sahabatku bahkan sempat menunjukkan kartu nama yang menjadi

petunjuk lenyapnya Hera. Saat kubaca nama yang tertera di sana,

Page 70: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga,

mengejar satu-satunya impian, yang terwujud dalam hidupnya yang

bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan

sekali lagi. Demi mendengar sepotong nama disebut: Herman.

Kubayangkan wajah cantik itu berseri.

Herman Suherman. (Dee, 2009:38).

Tahap ini diakhiri dengan perasaan penyesalan dalam diri tokoh

„Aku‟ yang kehilangan sosok Hera. Beranda-andai jika tokoh „Aku‟

menemukan seseorang bernama Herman terlebih dahulu. “ Aku juga tak

tahu itu. Tidak ada yang tahu. Tak ada pepatah yang bisa jadi pemandu.

Karena setidaknya, bila kudapatkan seseorang Herman terlebih dahulu, Hera

masih bernyawa. Ia mungkin ada di rumah ini, menemaniku melewati hari

tua. Hingga tak perlu lagi aku berandai-andai tentang apa jadinya hidup

memiliki dua cinta. Satu menggenapi, tetapi akankah dua akan

membunuhku? Aku tak akan pernah tahu.” (Dee, 2009:39). Hal inilah yang

menjadi puncak dari tahap penyelesaian masalah dari tokoh „Hera‟ dan juga

tokoh „Aku‟. Tokoh „Aku‟ yang mengalami penyesalan dari dirinya dan

perasaan bersalah kepada tokoh „Hera‟ karena tidak dapat mencarikan

seseorang yang bernama Herman.

Alur tarik balik dalam cerpen “Mencari Herman” yang memaparkan

masalah hidup yang disampaikan pengarang menjadi jelas. Konsep perilaku

manusia yang selalu menganggap gampang tentang perasaan cinta juga

dalam kehidupan ini yang terdapat dalam cerpen yang didukung alur

tersebut. Peristiwa-peristiwa dalam cerpen “Mencari Herman” ini bersifat

kausalitas (hubungan sebab akibat) dan kronologis, runtut waktu

kejadiannya menjadi pedoman pengarang dalam menulis cerpen dengan

tujuan mempermudah pemahaman makna yang terkandung oleh pembaca.

Page 71: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

b. Penokohan

Dalam cerpen “Mencari Herman” ini terdapat tiga tokoh, tetapi tidak

semua tokoh ini muncul karakter penokohan yang kuat. Tokoh utamanya

adalah tokoh „Aku‟ dan tokoh „Hera‟, sedangkan tokoh tambahannya tokoh

„Kakak dari Hera‟.

1. Tokoh „Aku‟

Tokoh „aku‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen “Mencari

Herman”, tokoh ini mempunyai karakter sederhana dan mempunyai

porsi kemunculan paling banyak, tokoh „aku‟ mewakili seseorang yang

sederhana dan selalu peduli dengan orang-orang di sekitarnya, terlebih

kepada tokoh „Hera‟, seperti berikut. “... Hera, yang cuma menontoni

kami bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya

teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak

mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di kupingnya: pasti

ada di sekolah, kamu cari saja.” (Dee, 2009:32)

2. Tokoh Hera

Tokoh „Hera‟, juga merupakan tokoh utama dalam cerpen ini.

Aspek fisik dari tokoh „Hera‟ yaitu seorang gadis manis berumur tiga

belas tahun, tetapi karena pergerakan cerita tokoh „Hera‟ mengalami

perkembangan fisik yaitu dia tidak lagi gadis yang berumur tiga belas

tahun lagi tetapi seorang gadis dewasa. Tampak dari kutipan berikut.

Gadis berumur tiga belas tahun itu favorit semua orang, termasuk

aku, sekalipun dia bukan adikku kandung melainkan adik

sahabatku. Hera yang manis dan manut. Tak ada pergolakan

berarti dalam hidup remaja belasan tahun yang taat pada orang

tua, negara, dan agama. (Dee, 2009:32).

Page 72: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Tentu tak setiap hari kami disibukkan oleh pencarian Herman.

Waktu berlalu, dan Hera sudah siap lulus SMA. Hera, yang ingin

jadi dokter anak, berpamitan akan kuliah di Jakarta... (Dee,

2009:33)

Tokoh „Hera‟ ini juga mengalami sedikit perkembangan watak

dan porsi kemunculan yang juga banyak. Dilihat dari aspek

psikologisnya tokoh „Hera‟ adalah seorang gadis yang awalnya

sederhana, selalu taat kepada orang tua juga beragama. “ ... Hera yang

manis dan manut. Tak ada pergolakan berarti dalam hidup remaja

belasan tahu yang taat pada orang tua, negara, dan agama.” (Dee,

2009:31-32).

Namun di lain cerita tokoh „Hera‟ mengalami perkembangan

watak secara psikologis yaitu seorang yang mempunyai kemauan yang

keras juga sudah tidak taat lagi kepada orang tuanya, agamanya. “...

Katanya, Hera terkenal suka gonta ganti pasangan. Satu kali, ia kena

batunya. Hera hamil di luar nikah. Ironisnya, pengetahuannya sebagai

dokter gagal menuntunnya untuk berbuat masuk akal. Karena takut

diamuk, Hera ke dukun. Perutnya digilas. Tak ada janin yang keluar,

hanya darah dan kerusakan permanen di rahim. Hera sakit keras lalu

terpaksa pulang.” (Dee, 2009: 33)

3. Tokoh Tambahan

Tokoh „Abang dari Hera‟, tidak banyak yang dapat

dideskripsikan dari tokoh „Abang Hera‟ ini, karena tidak terlalu banyak

muncul dalam cerita. Tetapi terlihat bahwa tokoh ini adalah seorang

kakak yang senantiasa peduli kepada adiknya Hera. “... Lalu Hera

sekarang di mana? Aku bertanya pada sahabatku. Di Jakarta, tidak

Page 73: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

pulang-pulang, mungkin malu, dia sudah tidak pernah sowan dengan

bapak-ibu sejak kumpul kebo sama pilot gaek itu, demikian sahabatku

menjawab. Biarkan saja, katanya, nasib sialnya itu gara-gara tidak diberi

restu (Dee, 2009:35)

c. Latar

Cerpen “Mencari Herman” ini menggunakan latar tempat yang

berbeda-beda, di antaranya adalah rumah tempat tinggal Hera. Tampak dari

kutipan seperti. “Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman

Felany di teras rumahnya; film yang baru kami tonton; kumisnya yang

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya

membuat kumis menyerupai Herman...” (Dee, 2009:32)

Dari kutipan di atas tampak jelas sekali penggunaan latar tempat

cerpen “Mencari Herman” di sebuah rumah milik Hera. Latar tempat yang

lain juga terlihat dari kutipan seperti. “Seminggu kemudian Hera kembali

padaku dan melaporkan bahwa ternya tidak ada yang bernama Herman di

sekolahnya, bahkan guru-guru sekalipun...” (Dee, 2009:32). Kutipan

tersebut juga menggambarkan sebuah latar tempat juga terjadinya peristiwa

di sebuah sekolah, tempat Hera bersekolah setiap harinya.

Latar tempat lain dari cerpen ini adalah di sebuah rumah tempat Hera

tinggal di Jakarta. Tampak dari kutipan seperti. “Tak kusangka, justru

akulah yang harus menemui Hera duluan. Sebenarnya keluarga Hera tahu

dia dimana, tapi pura-pura tidak tahu. Hera berdagang kain batik dari pintu

ke pintu, sesekali menyambi menjadi sales barang elektronik. Mukanya

Page 74: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

lelah dan cahaya matanya lenyap diisap kecewa. Saat kutemui, Hera

menghabiskan satu jam hanya untuk menangis, dan berjam-jamu untuk

berkesah dan berkeluh...” (Dee, 2009:35-36)

Berdasarkan pada semua kejadian dalam cerpen secara menyeluruh

latar dari cerpen ini adalah sebuah rumah tempat tinggal Hera beserta

keluarganya, sekolah Hera, dan juga rumah tempat Hera tinggal di Jakarta.

Jadi, kehadiran latar menjadi begitu penting dalam menjaga keutuhan dan

jalinan struktur yang mendukung kajian semiotik.

d. Tema dan Amanat

Melalui pembacaan berulang serta kajian terhadap cerpen “Mencari

Herman” ini tertangkap tema utamanya adalah pencarian sebuah cinta sejati.

Penggambaran dari tokoh „Hera‟ yang selalu mencari seseorang bernama

Herman, dalam perncariannya itu malah berujung tragis. Nama Herman

sendiri adalah penggambaran dari diri tokoh „aku‟ dalam cerpen “Mencari

Herman” ini. Tokoh „Hera‟ yang sebenarnya hanyalah mencari alasan ingin

bertemu dengan tokoh „aku‟ dari alasannya untuk mencari seorang bernama

Herman. Tampak dari kutipan berikut.

Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata: Abang,

dari kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli padaku. Dan aku

selalu sayang sama Abang tapi Abang seperti buta. Tolong jangan

lagi mencarikan Herman. Jangan lagi bertanya soal Herman. Karena

sebetulnya aku tidak butuh Herman. Aku butuh orang seperti Abang.

(Dee, 2009:36-37).

Terlihat dari kutipan di atas bahwa tokoh „aku‟ di sini mempunyai

penggambaran seseorang yang hanya mementingkan perasaannya sendiri

daripada perasaan orang lain, di saat tokoh „Hera‟ mengungkapkan perasaan

Page 75: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

yang sebenarnya tetapi tokoh „aku‟ memilih untuk pergi dan menjauhi tokoh

„Hera‟, padahal dari awal tokoh „aku‟ selalu memperhatikan dan

memperdulikan tokoh „Hera‟. Tampak dari kutipan berikut.

Sejak hari itu, aku berusaha berhenti memikirkan Hera. Tidak

gampang, sungguh. Aku begitu terbiasa memikirkannya. Saat

Herman Felany sesekali muncul di televisi, atau kubaca nama

Herman di surat kabar, atau bersentuhan dengan segala yang

berhubungan dengan Hera, maka kudengan lagi suaranya sore itu,

memanggil namaku. Dan betapa pun punggung ini ingin berbalik,

aku tahu lebih baik untuk terus berjalan. Terus berjalan. (Dee,

2009:37)

Hingga penyesalan yang terjadi dari tokoh „aku‟ karena kematian

tragis dari tokoh „Hera‟ yang secara tiba-tiba. Tokoh „Hera‟ meninggal

secara tragis karena dibuang oleh seseorang yang tak dikenal hanya saja

bernama Herman Suherman.

... Namun setelah beberapa lama, Hera seperti tersadar akan sesuatu.

Tepatnya, ketika benar-benar membaca kartu nama tadi. Ia berlari

mengejar pria itu, dan tak pernah kembali. Jasad Hera ditemukan dua

hari kemudian, tersangkut di tengah jurang. Dibuang dari mobil

bernomor polisi Surabaya, demikian keterangan seorang saksi mata.

Kubaca beria itu di pojok halaman depan sebuah koran merah. (Dee,

2009:38)

Kebahagiaan Hera pasti berlipat dengan ditemukannya seorang

Herman kuadrat, tanpa tahu satu Herman menggenapi, tetapi dua

dapat membunuhnya. (Dee, 2009:39)

Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan pula tema dari cerpen ini

adalah kisah seseorang yang mencari cinta sejati, karena dari tokoh „aku‟

adalah seorang yang mementingkan perasaannya sendiri dan membiarkan

perasaan Hera terkatung-katung dibuatnya selama ini, bahkan sebaliknya

dari tokoh „Hera‟ sendiri adalah seorang yang menginginkan cinta sejati

seperti yang digambarkan dari nama Herman itu, akan tetapi obsesinya

dengan nama Herman malah membuat malapetaka bagi dirinya sendiri yang

Page 76: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

berujung kematian yang tragis karena menemukan seseorang bernama

Herman kuadrat. Amanat yang sekiranya dapat ditangkap adalah biarkanlah

cinta itu mengalir apa adanya tanpa harus dicari, pencarian yang berlebihan

oleh tokoh Hera yang seharusnya berujung bahagia malah berujung tragis.

Terdapat pula amanat hidup dalam cerita ini, bahwa hidup itu adalah sebuah

pilihan. Kita hidup di dunia ini tentunya harus memilih mana yang terbaik

untuk diri kita agar dapat melengkapi hidup kita, akan tetapi bila kita tidak

dapat memilih atau malah mengambil semua dari pilihan itu kita akan

dianggap tidak bijak dalam membuat sebuah keputusan.

Analisis struktural dari cerpen “Mencari Herman” sebagai cerpen

ketiga dari kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”. Sedemikian kiranya, yang

selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis

semiotika diserta dengan analisis maknanya.

4. Struktur Cerpen Rico de Coro

a. Alur

Cerpen “Rico de Coro” mempunyai alur maju (progresif), yaitu jenis

alur yang runtut dalam peristiwa-peristiwanya, bersifat kronologis. Dimulai

dari tahap awal, tengah dan akhir.

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukisakan keadaan

awal yang terdapat dalam cerpen “Rico de Coro”, tampak pada kutipan

berikut.

Aku lahir di dalam meja kayu antik yang penuh ukiran. Meja bulat

berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir.

Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran

Page 77: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

sebelum wafat disemprot Baygon. Kalau tidak, aku tak akan

mengalami kisah ajaib ini. (Dee, 2009:108)

Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan bagi

bangsaku. Gadis yang kucintai adalah seorang manusia remaja

berparas manis dengan nama yang manis pula: Sarah. (Dee,

2009:108).

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal cerita yang menunjukkan

terdapatnya kerancuan dalam pendeskripsian tokoh dalam cerpen ini,

bersifat karikatural dan cenderung kebinatangan akan tetapi di sini tokoh

„aku‟ mempunyai perasaan sama seperti yang dirasakan oleh manusia yaitu

dapat merasakan jatuh cinta. Awal cerita yang cenderung mendeskripsikan

keanehan yang terjadi dan menarik untuk melanjutkan penelitian ini.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen ini mulai bergerak. Peristiwa

tersebut ditandai dengan kejadian penamaan kepada tokoh „aku‟ yang

dideskripsikan binatang itu. “Tante Haryanto yang numpang lewat juga ikut-

ikutan. „kalau corone jenenge opo?‟. “Sarah yang sedari tadi diam tiba-tiba

bersuara, „Coro-nya... Rico! Lucu, kan? Rico de Coro!‟ ujarnya dengan

mimik menggemaskan. (Dee, 2009:112)

Peristiwa di atas menggambarkan tokoh „aku‟ yang diketahui

bernama Rico. Tokoh „Rico‟ begitu bahagia saat mempunyai nama itu,

karena nama itu khusus diberikan Sarah untuk Rico. Tokoh „Rico‟ semakin

terpesona dan segera ingin memiliki Sarah tetapi apa daya Rico hanyalah

seekor kecoak jelata. Peristiwa demi peristiwa diungkapkan menjadi tanda

bergeraknya cerita menuju permasalahan yang memicu konflik.

Tahap tengah, mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan

keadaan yang menunjukkan konflik mulai memuncak. Pada tahap ini mulai

terjadi peristiwa demi peristiwa di kerajaan kecoak, mulai dari terbunuhnya

Page 78: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

seekor kecoak albino perempuan bernama Lala Pita sampai perburuan

keluarga Haryanto yang tanpa ampun. Tampak dalam kutipan berikut.

Petruk seperti tak sanggup bercerita, tapi dia berusaha menguatkan

diri. „David... anak itu... anak itu menangkap Pita. Dia tidak

membunuhnya sekaligus... tapi, dia menjeratnya dengan sebuah sisir,

dan kemudian... me... menyimpulkan kedua sungutnya... (Dee,

2009:113)

Kengerian semakin melanda Kerajaan.

Jam siang yang sudah diberlakukan ternyata tidak berdampak

seampuh yang kami kira. Perburuan terhadap warga oleh oknum-

oknum keluarga Haryanto berjalan tanpa ampun, tak kenal siang atau

malam. (Dee, 2009:115)

Kerajaan kami sudah berubah total. Malapetaka sudah mencapai

puncaknya. Populasi warga sudah menyusut hampir sepertiga.

Jalanan semakin sepi dan rumah-rumah terlihat lenggang. Tak ada

lagi pesta pora tengah malam, tak ada arisan ibu-ibu gosip, atau

kawanan kecoak kecil yang bermain bebas. (Dee, 2009:119)

Tahap tengah ini juga ditandai dengan peristiwa kehadiran makhluk

aneh karena makhluk itu adalah hasil perpaduan kumbang, belalang, dan

kecoak. Makhluk ini pulalah yang akan membantu kerajaan kecoak

membalas dendam atas perbuatan para manusia yaitu keluarga Oom

Haryanto. Peristiwa tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Semua warga sudah mengetahui tentang kehadiran seekor makhluk

aneh yang kini ditempatkan di bilik istana. (Dee, 2009:122)

Tuan Absurdo adalah kelinci percobaan yang dibuang dari

laboratorium karena dianggap gagal, dan malah menjadi spesies

yang membahayakan. (Dee, 2009:124)

Tuan Absurdo diboyong oleh Natalia yang sok tahu di dalam sebuah

plastik kresek. Kemudian dengan sembrono terjatuh di muka dapur.

Sapu Bi Ipah pun menyeretnya ke dekat tempat sampah. (Dee,

2009:125)

Klimaks dari cerpen ini ditandai dengan peristiwa penyerangan

kerajaan kecoak kepada keluarga Oom Haryanto. Tuan Absurdo-lah atau

yang disebut sebagai makhluk asing itu yang akan menyerang keluarga Oom

Haryanto. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Page 79: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Hari yang dinanti-nantikan seluruh warga kerajaan telah tiba. Subuh-

subuh, dengan bantuan kawanan semut yang bersahabat,

diboyonglah Tuan Absurdo ke dalam laci meja belajar David yang

memang selalu dibiarkan setengah terbuka. (Dee, 2009:127)

Tahap klimaks tersebut menunjukkan pemberontakan dari kerajaan

kecoak yang akan menyerang keluarga Oom Haryanto. Kerajaan kecoak

menginginkan kebebasan dan kemerdekaan karena mereka sebenarnya sama

sekali tidak pernah mengganggu keluarga Oom Haryanto. Namun di sisi lain

tampak dari kawanan mereka yaitu Rico yang malah jatuh cinta kepada

Sarah salah satu anak dari Oom Haryanto. Dari sini pula klimaks mulai

terjadi karena kenyataannya Rico tidak membantu keluarganya dan teman-

temannya mengatur strategi untuk menyerang keluarga Oom Haryanto, yang

ada Rico bersembunyi di balik tirai kamar Sarah dan memandangnya dari

kejauhan. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

Sementara yang lain sibuk mempersiapkan diri untuk menyaksikan

peristiwa monumental itu, aku memilih pergi ke kamar Sarah.

bersembunyi di balik tirai seperti biasa. Karena sesungguhnya hari

ini adalah hari yang sangat istimewa. (Dee, 2009:128)

Peristiwa di atas itu pula yang menyebabkan klimaks mulai bergerak.

Tokoh „Rico‟ tidak sengaja menampakkan dirinya di balik tirai. Seketika itu

pula semua kaget karena penampakan tokoh „Rico‟. Tampak dari kutipan

berikut.

Nyaris aku lepas kendali dan menampakkan diri. Selintas

bayanganku tertangkap di cermin itu. Bayangan Rico de Coro.

Pangeran serangga yang hitam, kecil, jelek, dan bau. Mana mungkin

aku bisa seputih dan sebersih gaun yang dikenakannya, atau cukup

tampan untuk menjadikan kami pasangan yang serasi... (Dee,

2009:129)

Kulihat Sarah terperanjat. Begitu pula aku yang kaget sendiri

mendengar bunyi sayap bergetar menggesek tirai. Ternyata sayapku

mulai dewasa, tak lama lagi aku akan bisa terbang seperti Ayah.

(Dee, 2009:129).

Page 80: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Peristiwa di atas menunjukkan tokoh „Rico‟ menyadari bahwa

dirinya sedang terlihat oleh tokoh „Sarah‟, maka dari itu membuat tokoh

„Sarah‟ menjadi terperanjat melihat sosok „Rico‟. Dari situ pula klimaks

semakin bergerak sampai nantinya tokoh „Rico‟ yang menjadi sasaran dari

Tuan Asurdo bukan keluarga Oom Haryanto. “Entah kesakitan apa yang

dikandung racun Tuan Absurdo, yang jelas tak kurasakan nyeri sama sekali

walau tubuhku sudah remuk. Dan karena sebagian racun itu sudah keluar

dari tubuhku yang rusak, perlahan aku merasakan kaki-kakiku lagi

menggerakkannya untuk sekali lagi mendekat pada Sarah menatap wajah

malaikatnya.” (Dee, 2009:132)

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh. “... Dan terakhir kalinya,

hatiku menjerit dan berdoa, pada leluhur, dewa-dewi serangga, dan siapa

pun di sana izinkan aku menemui puteri impianku. Sekali saja.” (Dee,

2009:132)

Tokoh „Rico‟ berakhir dengan mati karena serangan dari Tuan

Absurdo yang sebenarnya Tuan Absurdo ingin menembakkan cairan racun

lewat tubuhnya kepada Sarah. Sampai akhirnya tokoh „Rico‟ mati dengan

perasaan lega karena tokoh „Sarah‟ masih dapat selamat karena cairan racun

dari Tuan Absurdo. “Aku merasakan diriku mengawang-awang. Tidak tahu

apa bentuknya. Aku bisa lagi berbicara, tidak kepada diriku sekalipun.

Tinggallah aku sebagai sebentuk kesadaran, sebuah permohonan, yang kini

melayang-layang dalam dimensi nonmateri. Tidak ada waktu. Tidak ada

ruang. Tidak ada wujud. Tidak ada pangeran serangga yang hitam, kecil,

Page 81: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

jelek, dan bau.” (Dee, 2009:133). Hal ini menjadi puncak dari tahap

penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh „Rico‟ juga dari kerajaan kecoak

dan keluarga Oom Haryanto. Perasaan lega juga dihadapi tokoh „Rico‟

karena sempat hadir dalam mimpi tokoh „Sarah‟ yang menjadi seorang

pangeran yang bernama Rico de Coro. “Tadi malam aku mimpi jadi puteri,

senyum Sarah mengembang, tersipu-sipu. „Aku bertemu dengan pangeran.

Namanya Rico de Coro, lalu kami jalan-jalan, berdansa, dia cium pipiku dan

bilang selamat ulang tahun.‟” (Dee, 2009:133).

Alur maju (progresif) dalam cerpen “Rico de Coro” ini memaparkan

masalah kehidupan yang disampaikan pengarang dengan jelas. Konsep

moral manusia yang ditunjukkan dengan perilaku, pemikiran dan perasaan

yang seharusnya diterapkan dalam bermasyarakat terdapat dalam cerpen

yang didukung alur tersebut. Peristiwa-peristiwa dalam cerpen “Rico de

Coro” yang bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) dan kronologis,

runtut waktu kejadiannya menjadi pedoman pengarang dalam menulis

cerpen dengan tujuan mempermudah pemahaman makna yang terkandung

oleh pembaca.

b. Penokohan

Dalam cerpen “Rico de Coro” ini mempunyai dua belas tokoh, tetapi

tidak semua tokoh ini muncul karakter penokohan yang kuat. Tokoh utama

dalam cerpen ini adalah Rico de Coro, sedangkan tokoh tambahannya Tante

dan Oom Haryanto, Sarah, David, Natalia, Bi Ipah, Hunter, Lala Pita, Tuan

Absurdo, Petruk dan Vinolia atau mami Vin.

Page 82: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

1. Tokoh „Rico‟

Tokoh „Rico‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen “Rico de

Coro” ini, mempunyai karakter sederhana. Tokoh ini mempunyai porsi

kemunculan paling banyak di dalam cerpen ini. Lewat tokoh „Rico‟ ini

mewakili kaum bawah yang dipinggirkan dan berbicara banyak

mengenai konsep manusia serta perilaku manusia.

Aspek fisik yang tampak pada tokoh „Rico‟ ini diperlihatkan

secara dramatik ciri-ciri fisiknya dan dilukiskan karakter yang dibawa

secara surealis yang membawa misi kehidupan ini. Tokoh „Rico‟ adalah

seekor kecoak berkelamin laki-laki dan mempunyai hati nurani dan

perasaan seperti manusia juga pikiran dan otak. Hal ini dapat dilihat

dari kutipan berikut.

Aku lahir di dalam meja kayu antik yang penuh ukiran. Meja

bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang

terakhir. Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk

ukiran sebelum wafat di semprot Baygon... (Dee, 2009: 108)

Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan

bagi bangsaku... (Dee, 2009:108)

Aspek psikologis yang menonjol dari tokoh ini adalah mahkluk

yang rendah diri bahkan cenderung pengalah, bermoral serta berbudaya,

tampak seperti kutipan berikut. “... Selintas bayanganku tertangkap di

cermin itu. Bayangan Rico de Coro. Pangeran serangga yang hitam,

kecil, jelek, dan bau. Mana mungkin aku bisa seputih dan sebersih gaun

yang dikenakannya, atau cukup tampan untuk menjadikan kami

pasangan yang serasi. Aku hanya mahkluk bersungut yang tinggal di

bagian terkotor di rumahnya, dengan kepala penuh impian konyol yang

hanya membuat orang tuaku kecewa.” (Dee, 2009:129). Tokoh „Rico‟

Page 83: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

merasa dirinya adalah mahkluk dengan semua anugerah dari Nya, tetapi

selalu dikatakan dan dihina oleh mahkluk yang lainnya.

2. Tokoh tambahan

Tokoh „Sarah‟, dari aspek psikologisnya adalah seorang gadis

manja yang masih polos dan lugu. Tokoh „Sarah‟ inilah yang sering

disebut-sebut tokoh „Rico‟ yang tidak pernah mengganggu bangsa Rico.

Hal ini tampak dari kutipan berikut.

... Sarah sendiri tidak pernah berani berurusan dengan kami.

Setiap kali mendekati kerajaan yang terletak di dapur, dia selalu

minta ditemani. (Dee, 2009:109)

... Setiap kali dilihatnya aku bertengger di lemari piring, Sarah

hanya tertegun kemudian berlari keluar. Dia tak ingin

menyakitiku. (Dee, 2009:109)

Aspek fisiknya adalah seorang gadis remaja yang mempunyai

rambut sebahu, sedikit ikal, kulitnya cerah dan wangi. Tampak dalam

kutipan berikut. “Rambutnya sebahu, sedikit ikal, kulitnya cerah dan

wangi...” (Dee, 2009:108)

Tokoh „Tante Haryanto dan Oom Haryanto‟, dilihat dari cerita

mereka berdua adalah sosok orang tua yang baik bagi anak-anaknya,

tetapi dilihat dari aspek psikologisnya Tante Haryanto adalah seorang

ibu rumah tangga yang pintar dalam mengurus keuangan keluarga.

Tampak dari kutipan berikut. “Bayangkan, berapa duit yang harus

keluar kalau kita kasih mereka kelabang setiap hari? Satu kelabang saja

sudah gopek! Kodok juga mahal. Ikan kecil mereka nggak doyan.

Terus, ikannya ada dua! Makan mereka sebulan sudah sama dengan

uang jajan si Sarah...” (Dee, 2009:116)

Page 84: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Adapun, tokoh „Oom Haryanto‟ adalah seorang kepala rumah

tangga yang bertanggung jawab selain kepada anak dan istrinya juga

bertanggung jawab kepada peliharaannya yaitu ikan arowana. Tampak

dari kutipan berikut. “... Aku sayang sekali sama ikan-ikan itu. Kau kan

tahu, mereka sudah kupelihara dari kecil. Mereka tidak boleh kelaparan,

apa pun caranya! Biarlah sementara dikasih makan kecoak saja.” (Dee,

2009:116)

Tokoh „David dan Natalia‟, adalah kakak dari tokoh „Sarah‟.

Dilihat dari aspek psikologisnya mereka adalah seorang kakak yang

baik dan selalu melindungi adiknya tokoh „Sarah‟. namun mereka yang

paling sering mengganggu bangsa Rico. Hal ini tampak dari kutipan

berikut. “

... Percobaan apa? Rongrong David tak sabar.

Sekilas Natalia memandang Sarah yang masih tertidur. Nanti

saja, ada Sarah. aku takut dia dengar. (Dee, 2009:122)

David terlonjak bangun. „Benar-benar kecoak?‟ tanyanya serius.

(Dee, 2009:129)

Natalia langsung menerobos masuk dan bertanya tegang,

„Kecoak‟? Kecoak macam apa? (Dee, 2009:129)

Tokoh „Bi Ipah‟, seorang pembantu rumah tangga di keluarga

Haryanto. Tidak banyak yang digambarkan di tokoh „Bi Ipah‟ ini.

Hanya saja tokoh ini juga salah satu oknum yang sering memburu

bangsa Rico. Itu juga karena suruhan dari keluarga Haryanto. Tampak

dari kutipan berikut. “Memang demikian yang terjadi. Selama ini

oknum-oknum yang sering memburu kami hanyalah Bi Ipah, Tante dan

Oom Haryanto (pemilik rumah ini),..” (Dee, 2009:109)

Page 85: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Tokoh „Hunter‟, dilihat dari aspek fisiknya kecoak laki-laki

yang gagah dan perpaduan kecoak hutan yang besar dan kuat dengan

kecoak rumahan yang pintar. Tampak dari kutipan berikut. “Ayah

adalah kecoak ningrat yang tiada duanya. Ia perpaduan kecoak hutan

yang besar dan kuat dengan kecoak rumahan yang pintar...” (Dee.

2009:109)

Aspek psikologisnya adalah seorang pemimpin di kerajaan

kecoak yang pintar dan cerdik dalam memimpin rakyatnya. Dia juga

adalah Ayah dari tokoh „Rico‟. Tampak dari kutipan berikut. “Masa

kecilnya juga dihabiskan di lubang dekat televisi, karena itulah dia

pintar, berbudaya, dan punya wawasan luas. Dia mempelajari semuanya

dari kotak listrik warna-warni itu.” (Dee, 2009: 110)

Ayah berkeras. „Sampai kapan kita mau diperlakukan seperti

ini? Sampai kapan mental kita tetap bertahan sebagai hewan

busuk yang bisa dibasmi begitu saja? Apa kamu tidak ingin

melihat sesamamu maju? Kecoak sudah ada di muka Bumi

sebelum manusia, dan kita akan terus ada sekalipun semua

manusia punah! Jadi, siapa yang lebih kuat?. (Dee, 2009:120)

Tokoh „Lala Pita‟, aspek fisiknya adalah kecoak albino

perempuan yang manis, usianya kira-kira sama dengan tokoh „Rico‟.

Tampak dari kutipan berikut. “... Lala Pita adalah kecoak albino yang

manis, usianya kira-kira sebaya denganku. Dan kami tahu benar berapa

puluh kecoak jantan yang saling bersaing untuk mengawini Pita.

Sebelum bertemu Sarah aku juga pernah sedikit naksir.” (Dee,

2009:113)

Tokoh „Tuan Absurdo‟, aspek fisiknya kecoak laki-laki dengan

warna cokelat kusam, sungutnya pendek dan tebal, sayapnya kecil,

Page 86: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

bertubuh besar dengan posisi tubuh seperti manusia yang duduk dan

punggungnya melengkung. Tampak dari kutipan berikut. “Mahluk itu

seperti perpaduan kumbang, belalang, dan kecoak. Warnanya cokelat

kusam, sungutnya pendek dan tebal, sayapnya kecil hingga nyaris tidak

terlihat. Tapi yang membuat jijik adalah posisi manusia duduk!

Punggungnya melengkung bagai bula sabit. Kaki-kaki yang menopang

posisi duduknya hanya sedikit dan lemah hingga ia bergerak sangat

lamban. Bahkan hampir tak bergerak. Sementara kaki-kaki sisanya

menengadah begitu saja sepeti tanpa fungsi.” (Dee, 2009:123)

Tokoh „Petruk‟, aspek psikologisnya kecoak senantiasa

menuruti perintah rajanya. Tokoh „Petruk‟ ini adalah asisten pribadi

sekaligus sekretaris kerajaan yang selalu memberikan berita-berita

terbaru dari keluarga Haryanto. Tampak dari kutipan berikut. “Petruk

berdehem sejenak. „Tadi pagi, ada musibah yang menimpa salah seekor

warga kita... Lala Pita.‟ Suara Petruk bergetar, menyiratkan duka yang

dalam.” (Dee, 2009:113)

Tokoh „Mami Vin‟, tidak banyak yang digambarkan dari tokoh

„Mami Vin‟ ini namun dilihat dari aspek psikologisnya adalah ibu tiri

dari tokoh „Rico‟ yang baik dan selalu membela apa yang menjadi

keputusan tokoh „Rico‟. Tokoh „Mami Vin‟ lah yang mendukung

perasaan tokoh „Rico kepada tokoh „Sarah. tampak dari kutipan berikut.

“Di bilik istana, Vinolia juga tengah menangisi nasibku. Menangisi

semua kenangan dan semua mimpi yang selalu kuceritakan padanya.

Mami Vin pasti tak mengira betapa besar padanya. Mami Vin pasti

Page 87: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

tidak mengira betapa besar cintaku pada Sarah sehingga aku rela

memberikan nyawaku hanya agar gadis itu tidak disakiti...” (Dee,

2009:133)

c. Latar

Cerpen “Rico de Coro” ini menggunakan latar tempat yang paling

tampak adalah sebuah rumah keluarga Oom Haryanto, berikut ruang-ruang

yang merupakan bagian dari rumah tersebut seperti ruang tamu, kamar,

dapur, dan benda-benda yang biasa berada di sebuah rumah. “... Dialah

manusia yang paling baik di rumah yang kutumpangi ini. Namun, bagi

bangsaku, dia tak lebih dari seorang pembunuh.” (Dee, 2009:108-109).

Pernyataan di atas menyatakan salah satu latar peristiwa dalam

cerpen ini, salah satu dari anggota keluarga Oom Haryanto yaitu tokoh

„Sarah‟ tidak pernah membenci keberadaan tokoh „Rico‟ di rumahnya. Pada

tempat lain yang merupakan bagian dari rumah keluarga Oom Haryanto juga

menjadi latar dari cerita, yaitu pada dapur, beserta benda-benda di sekitar

dapur. Tampak dari kutipan berikut.

Sarah sendiri tidak pernah berani berurusan dengan kami. Setiap kali

mendekati kerajaan yang terletak di dapur, dia selalu minta ditemani.

(Dee, 2009:109)

Pada suatu malam, terjadi rapat besar di lemari gas LPG. Di sanalah

kediaman Ayah, aku, dan ibu tiriku. Tempat itu memang paling

nyaman dari semua pelosok dapur. Paling lembab, gelap, dan jarang

diusik. (Dee, 2009:112-113)

Pernyataan di atas juga menyatakan salah satu latar peristiwa dalam

cerpen ini, terjadi sebuah rapat besar kerajaan kecoak di sebuah lemari gas

Page 88: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

LPG. Latar tempat lain yang merupakan bagian dari rumah Oom Haryanto

adalah kamar Sarah. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

Dari balik tirai, aku asyik mengamati Sarah yang tengah tertidur

pulas. Kusembunyikan kedua sungut ini rapi-rapi setiap kali

mengunjungi kamarnya, karena perjalanan ini berbahaya sekali.

(Dee, 2009:121).

Pernyataan tersebut merupakan salah satu latar peristiwa dalam

cerpen ini, kebiasaan dari tokoh „Rico‟ yang sering mengamati tokoh

„Sarah‟ dari bilik tirai kamar tokoh „Sarah‟.

Berdasarkan keseluruhan kejadian dalam cerpen ini latar yang

digunakan dalam cerpen ini adalah sebuah rumah Oom Haryanto beserta

bagian-bagian rumahnya. Tempat kerajaan kecoak berdiri sampai akhir dari

tokoh „Rico‟ yang mati terkena racun. Dalam setiap kejadian memancing

munculnya karakter sebenarnya dari para tokoh. Jadi kehadiran latar

menjadi begitu penting dalam menjaga keutuhan dan jalinan struktur yang

mendukung kajian semiotik.

d. Tema dan amanat

Melalui pembacaan berulang serta kajian terhadap cerpen “Rico de

Coro” ini tertangkap tema utamanya adalah mengenai ketulusan cinta. Kisah

cinta seekor kecoak kepada anak majikannya yaitu Sarah. Terlihat bahwa

kisah cinta kecoak ini tulus dan apa adanya kepada anak majikannya itu

begitu pula Sarah. Sarah satu-satunya anggota keluarga yang tidak pernah

mengganggu bangsa Rico. Namun perasaan cinta Rico terhalang oleh

kerasnya sang Ayah. Ayah Rico tidak pernah menyukai para manusia yang

Page 89: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

suka menganggu bangsanya itu tetapi Rico masih tetap bersikeras tentang

perasaan sukanya terhadap Sarah.

Rico digambarkan mempunyai hati yang tulus kepada Sarah

sekalipun dia hanyalah seekor kecoak yang jelek dan pastinya semua orang

akan jijik melihatnya. Namun dari sifat Rico ini menggugah bahwa mahluk

di mata Tuhan tidak dilihat dari bentuk fisiknya saja melainkan dilihat dari

hati dan tindakannya.

Dalam cerita ini juga menggambarkan para kecoak yang ingin

sebuah kemerdekaan dari keluarga Haryanto, karena sebenarnya mereka

tidak pernah mengganggu kehidupan keluarga Haryanto. Para kecoak

menginginkan haknya untuk hidup di dunianya sendiri begitu manusia juga

pastinya menginginkan kebebasan dan kemerdekaan.

Maka dari itu amanat yang dapat dipetik dari cerita ini agar saling

mencintai dan menyayangi bagi sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan,

janganlah bersikap egois di dalam kehidupan ini. Karena semua mahluk

ciptaanNya pasti akan menginginkan kebahagiaan juga kebebasan dalam

hidup.

Analisis struktural dari cerpen “Rico de Coro” sebagai cerpen

terakhir dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Sedemikian kiranya, yang

selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis

semiotika diserta dengan makna yang terkandung dari cerpen tersebut.

Page 90: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

B. Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman

dan Rico de Coro

Pada bab ini penelitian menitikberatkan pada pengungkapan makna

simbolisasi dalam cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi, “Mencari Herman”, dan

“Rico de Coro”. Karya seni yang mempergunakan media bahasa mempunyai

sistem dan konvensi sendiri yang membentuk makna, ialah sistem semiotik yang

memerlukan pemaknaan. Pada bab ini merupakan analisis mengenai simbol yang

memerlukan interpretasi mengenai makna yang terkandung, dengan teori semiotik

dan dilanjutkan dengan pesan yang terkandung.

Analisis semiotik dalam bab ini mengkaji mengenai simbolisasi kehidupan

yang banyak muncul dalam kumpulan cerpen „Filosofi Kopi‟. Masalah kisah cinta

sebagai sebuah tranformasi juga pencarian jati diri manusia dalam menjalani

kehidupan ini. kumpulan cerpen ini menjadi sebuah karya sastra yang penuh

makna tentang kehidupan yang terkadang manusia memandang dari segi

permukaan saja, memunculkan simbol kopi, sikat gigi, kecoa bahkan tentang

penamaan Herman. Berikut analisis semiotik dalam kumpulan cerpen „Filosofi

Kopi‟.

Page 91: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

1. Simbolisasi dalam cerpen Filosofi Kopi

a. Ikon

Cerpen Filosofi Kopi menggambarkan suatu kondisi kemanusiaan

yang memprihatinkan. Karena manusia yang selalu mengejar kebahagiaan

sempurna dalam kehidupannya. Bahkan selalu menghalalkan segala cara

untuk mendapat kebahagiaan sempurna yang dimaksud. Namun keinginan

manusia untuk memperoleh kebahagian sempurna adalah suatu keinginan

yang kodrati, sesuatu yang terbit dari kodrat bahkan hakekat manusia itu

sendiri. Suatu kenyataan hidup yang tampak jelas dalam cerpen ini.

Tokoh-tokoh yang ada dalam cerpen Filosofi Kopi seperti tokoh

„Ben‟, „Jody‟, „Pak Seno‟ dan masih banyak tokoh yang lain mempunyai

beberapa karakter yang berbeda-beda. Tokoh „Ben‟ adalah ikon dari

keegoisan manusia yang menginginkan kesempurnaan dalam

kehidupannya.

... Aku sudah keliling dunia dan mencoba semua kopi terenak, tapi

belum ada yang rasanya seperti ini. Akhirnya aku bisa berkata

bahwa ada ramuan kopi yang rasanya SEMPURNA. (Dee,

2009:12)

Tokoh „Ben‟ awalnya adalah seorang yang sederhana dan membuat

kopi dengan tulus dengan cinta kasih. Namun pada saat seseorang

menawarkan tantangan untuk mendapatkan uang 50 juta maka karakter

tokoh „Ben‟ menjadi ambisius dan juga harga diri dari seorang barista juga

dipertaruhkan.

Belakangan aku tahu maksudnya. Tak ada lagi bincang-bincang

malam hari seperti yang biasa kami lakukan. Ketika kedai sudah

tutup, Ben tetap tak beranjak dari dalam bar.

Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan

bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu

Page 92: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan.

Sahabatku bermutasi dari dokter Frankenstein. The Mad Barista.

(Dee, 2009:10-11)

Seseorang yang menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya

pastilah akan terus-menerus menuntut kepuasan. Kegelisahan manusia

yang pantang berhenti yang nampak dalam aktivitas yang terus-menerus,

hanyalah pernyataan dari keinginan dasar tersebut dalam berbagai bentuk.

Manusia yang tidak bahagia, ingin bahagia, dan yang bahagia ingin lebih

bahagia. Suatu keinginan seperti ini jelaslah bukan keinginan kebetulan

manusia, tetapi haruslah berakar dalam hakekat manusia itu sendiri.

Seseorang yang menginginkan kebahagian yang sempurna itu pun

tidak dapat dihindari. Semua manusia pastilah menginginkanya. Namun

dari sinilah juga diajarkan bagaimana untuk mengendalikannya agar tidak

terjerumus dalam sikap yang serakah.

Tampak dari kutipan di atas adalah kemurnian dari karakter seorang

tokoh „Ben‟ yang awalnya kecintaan pada sebuah kopi yang tulus dan

hanya ingin membuat seseorang yang meminumnya juga akan bahagia

namun berubah menjadi seorang yang penuh ambisius ingin menciptakan

sebuah kopi yang sempurna di dunia.

Dalam hal ini nantinya akan bertolak belakang dengan tokoh „Pak

Seno‟ yang dijumpai tokoh „Ben‟ setelah dia menciptakan ramuan kopi

yang sempurna. Tokoh „Pak Seno‟ ini juga menjadi ikon dari seseorang

yang mempunyai kesederhaan dalam hidupnya. Hidup itu seperti inilah

adanya dan tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Habis Bapak punya buanyaaak... sekali. Kalau memang mau dijual

biasanya langsung satu bakul. Kalau dibikin minuman begini,

Page 93: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

cuma-cuma juga ndak apa-apa. Tapi orang-orang yang ke mari

biasanya tetap saja mau bayar. Ada yang kasih 150 perak, 100,

200... ya, berapa sajalah. (Dee, 2009:21)

Dari karakter tokoh „Pak Seno‟ dapat dilihat dari kesederhanaannya

dalam menjalani hidup. Tokoh „Pak Seno‟ tidak pernah mengejar materi,

profit atau berapa keuntungan dari dia berjualan kopi. Tokoh „Pak Seno‟

hanya ingin membuat para pengunjung senang dan bahagia apabila

meneguk secangkir kopi buatannya. Terlihat dari tokoh „Pak Seno‟ yang

menjalani hidupnya dengan bijak dan apa adanya.

Kebajikan itu sendiri merupakan suatu jalan, dan bukan suatu

tujuan. Kebajikan juga membiasakan manusia dengan moral yang baik

karena membimbing manusia dengan lebih mudah dan tidak ragu-ragu ke

arah tujuan akhirnya. Maka dari itu kebajikan adalah suatu jalan yang perlu

ke arah kebahagian sempurna. Lewat tokoh „Pak Seno‟ inilah mengajarkan

untuk bersikap bijak di dalam memaknai hidup ini. Dari sikap bijak inilah

yang menjadi jalan agar dapat menuju sebuah kebahagian yang sempurna

di dalam memaknai hidup ini.

b. Indeks

Setelah membaca cerpen Filosofi Kopi, akan dipahami masalah

dalam cerpen ini adalah masalah pemaknaan dalam sebuah kehidupan.

Judul cerpen Filosofi Kopi yang mempunyai makna bagaimana memaknai

kehidupan ini lewat gambaran sebuah kopi yang pada kenyataannya rasa

kopi itu pahit.

Page 94: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Masalah dari cerpen ini adalah pemaknaan dari kesempurnaan

hidup dan kesederhanaan hidup. Hal ini menimbulkan masalah mengenai

perbedaan penilaian terhadap kopi juga. Kopi yang dijadikan sebagai

barang dagangan untuk meraup keuntungan, dan kopi sebagai wujud

prestise atau gengsi. Namun, ketika datang seseorang yang menantangnya

untuk dibuatkan kopi dengan rasa yang sempurna harga dirinya merasa

ditantang. Sampai akhirnya berusaha keras setiap malam membuat ramuan

baru selama berminggu-minggu dan akhirnya berhasil membuat kopi

dengan rasa yang sempurna.

Obsesi dari seorang ini dipertentangkan dengan kesederhanaan

hidup seseorang pula. Kenyataan tentang kesederhanaan hidup itu pada

akhirnya menyadarkan seseorang juga terhadap obsesinya. Bahwa

kesempurnaan itu hanya sesaat dan tidak dapat tergantikan dengan

kesederhanaan seseorang.

Cerpen Filosofi Kopi ini menggambarkan tentang kesempurnaan

hidup juga kesederhanaan. Kopi yang awalnya dianggap sebagai sebuah

hobi dan kecintaan untuk memberikan kebahagiaan kepada pengunjung,

tetapi karena ambisi dan harga diri seseorang kopi menjadi sebuah barang

taruhan untuk mendapatkan keuntungan dan juga harga diri yang tinggi. Di

sisi lain muncul seseorang yang sederhana dalam membuat kopi. Kopi

tersebut digambarkan sebagai jamu atau obat untuk menyegarkan pikiran.

Ben lanjut bercerita. Ia ditantang pria itu untuk membuat kopi

dengan rasa sesempurna mungkin. „Kopi yang apabila diminum

akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma

bisa berkata: hidup ini sempurna.‟ Pria itu menjelaskan dengan

ekspresi kagum yang mendalam, kemungkinan besar sedang

Page 95: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

membayangkan dirinya sendiri. Dan, gongnya ia menawarkan

imbalan sebesar 50 juta. (Dee, 2009:10)

Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa sebuah kopi

digambarkan sebagai barang dagangan yang dapat meraup keuntungan bagi

tokoh „Ben‟. Terlihat permasalahan yang berawal dari sini, tampak jelas

bahwa seseorang hanya mementingkan harga dirinya untuk dapat disanjung

banyak orang juga mengejar sebuah materi. Dari sini lah juga tampak nilai-

nilai hidup manusia yang digambarkan dari pertentangan antara keinginan

atau obsesi akan kesempurnaan dengan kesederhanaan. Kesadaran manusia

itu juga perlu agar manusia dapat realistis dalam meyikapi sebuah

kehidupan. Materi itu pula yang menjadi tolak ukur martabat atau harga

diri seseorang, hal tersebut mengindikasikan awal dari permasalahan ini

adalah materialistis sehingga seseorang itu menjadi angkuh dan

mengganggap kesempurnaan itu ada padahal dalam kenyataannya

kesempurnaan itu hanyalah palsu. Hal ini pula yang menunjukkan adanya

hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada

menunjukkan kesadaran manusia agar dapat bersikap realistis, dengan

sepeti itu manusia tidak akan mengejar kesempurnaan hingga

mempengaruhi materi.

c. Simbol

Berdasarkan pada judul cerpen yaitu Filosofi Kopi, menurut

interpretasi peneliti mengandung makna nilai-nilai kehidupan. Hal ini dapat

digambarkan dari kopi Ben‟s Perfecto yang dibuat oleh tokoh „Ben‟ juga

Page 96: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

kopi tiwus yang dibuat oleh tokoh „Pak Seno‟, sebuah kesempurnaan hidup

dan kesederhanaan hidup.

Ben‟s perfecto adalah kopi buatan tokoh „Ben‟, dari sini

disimbolkan sebagai kesempurnaan hidup. Jika seseorang meminum kopi

Ben‟s Perfecto, seseorang tersebut akan menganggap orang yang sempurna

di hidup ini. Hingga keberadaan Ben‟s Perfecto menarik banyak

pengunjung dan meraub keuntungan yang lebih.

... Aku sudah keliling dunia dan mencoba semua kopi terenak, tapi

belum ada yang rasanya seperti ini. Akhirnya aku bisa berkata

bahwa ada ramuan kopi yang rasanya SEMPURNA. (Dee,

2009:12)

Demikian pula dengan hari-hari selanjutnya. Sejak diciptakannya

Ben‟s Perfecto, keuntungan kami meningkat, bahkan berlipat

ganda.” (Dee, 2009:14)

Kutipan tersebut menggambarkan ben‟s perfecto begitu disukai oleh

banyak orang. Ben‟s perfecto ini adalah simbol dari tokoh „Ben‟ yang

menciptakan ramuan kopi yang begitu sempurna, maka dari itu kopi

ramuannya yang paling enak ini diberi nama Ben‟s Perfecto.

Namun hal ini dipertentangkan karena keberadaan kopi tiwus, yang

disimbolkan sebagai kesederhanaan hidup. Dari kopi tiwus inilah

menyadarkan bahwa hidup ini begini adanya tak dapat disembunyikan atau

ditutupi agar memperoleh kesempurnaan. Sukses atau tidaknya seseorang

tidak dapat diukur dari sebuah materi yang sekian banyak di dapat.

Banyak sekali orang yang doyan dengan kopi tiwus ini. Bapak

sendiri ndak ngerti kenapa. Ada yang bilang bikin seger, bikin

tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... hahaha! Macem-

macem! Padahal kata Bapak sih biasa-biasa saja rasanya.

Barangkali memang kopinya yang ajaib. Bapak ndak pernah

ngutak-ngutik, tapi berbuah terus. Kalau „tiwus‟ itu nama

almarhumah anak gadis Bapak. Waktu kecil dulu, tiap dia lihat

Page 97: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

bunga kopi di sini, dia suka ngomong „tiwus-tiwus‟ gitu. (Dee,

2009:22)

Pak Seno titip salam. Dia juga titip pesan, kita tidak bisa

menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang

kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin

kamu sembunyikan. Dan di sanalah kehebatan kopi tiwus...

memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur, dan

berpikir... (Dee, 2009:28)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa kesempurnaan hanyalah

sebuah kepalsuan semata. Kopi tiwus disimbolkan sebagai tokoh „Pak

Seno‟ yang sederhana dalam memaknai hidup ini. Lewat kopi tiwus ini

pula dapat disimbolkan bahwa seseorang itu harus bersikap sabar, tenang

dalam menghadapi permasahan hidup agar tidak hanya mengejar materi

sesaat sehingga mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan itu akan hilang

dengan sendirinya karena beginilah hidup ini, tak ada sesuatu yang

sempurna di dalam hidup ini. Demikian pula yang disimbolkan Ben‟s

Perfecto dengan kopi tiwus, Ben‟s perfecto yang dibuat atas kerja keras

tokoh „Ben‟, sedangkan kopi tiwus yang dibuat oleh tokoh „Pak Seno‟.

Pada akhirnya kopi ben‟s perfecto dikalahkan oleh kopi tiwus karena

kesederhanaan itulah yang dapat membuat manusia itu menjadi seimbang

dalam kehidupannya bukan semata-mata hanya mengejar kesempurnaan

dalam kehidupan ini, demikianlah yang digambarkan dalam cerpen Filosofi

Kopi ini.

Page 98: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

2. Simbolisasi dalam cerpen Sikat Gigi

a. Ikon

Cerpen “Sikat Gigi” ini bercerita mengenai kisah cinta insani dua

manusia. Kisah cinta seorang manusia, tetapi cinta yang buta. Seseorang di

dalam kisah ini memilih untuk menutup mata dan hatinya agar dapat

mencintai lagi, padahal pada kenyataannya malah membuat sakit hati dan

semakin ingin menutup mata agar sakit itu tidak terasa nyata. Kisah

seorang tokoh bernama „Egi‟ yang mencintai seseorang, tetapi seseorang

itu tidak mencintai tokoh „Egi‟. Sebaliknya tokoh „Egi‟ dicintai oleh

seorang pria bernama „Tio‟, namun cinta tokoh „Tio‟ malah bertepuk

sebelah tangan, karena tokoh „Egi‟ lebih ingin mencintai pria yang sama

sekali tidak mencintainya.

Tokoh sentral dalam cerpen ini adalah tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟.

Tokoh utama ini adalah sebagai ikon manusia yang terlalu mendamba cinta

hingga melupakan tentang arti yang sebenarnya mengenai cinta.

Tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟ adalah seorang yang rasional dengan

apa yang dilihat di sekitarnya, keduanya adalah seorang yang sama-sama

mendambakan sebuah cinta sejati. Namun pada kenyataannya kebutaan

sejati itulah yang terjadi.

Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah

membiarkannya terkatung-katung. Demikianlah fakta sederhana

yang kami ketahui bersama. Kemalangan itu diperparah lagi karena

keinginanku yang logis untuk memilikinya bukanlah cinta bagi Egi,

sementara cintanya Egi yang masokis juga alien bagiku. (Dee,

2009:62)

Tampak dari kutipan di atas menjelaskan mengenai tokoh „Egi‟

yang selalu menunggu bahwa cinta akan merubah segalanya dan juga pria

Page 99: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

yang dia cintainya. Sementara berkebalikan dengan cinta tokoh „Tio‟ yang

begitu mencintai tokoh „Egi‟. Tokoh „Egi‟ yang tidak mau melihat

kenyataan tentang cintanya, maka dari itu tokoh „Egi‟ memilih untuk

menjadi seorang yang tidak pernah mengerti dan merasakan arti sebuah

cinta.

Dia ingin datang. Biar itu cuma dalam hati. Dan dia akan

menjemput saya, pada kesempatan pertama yang dia punya. Saya

bisa merasakan kalau dia selalu memikirkan saya. (Dee, 2009:61)

Aku balik menggeleng. „Itu kebutaan sejati. Kamu memilih

menjadi tuna netra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata

kamu sendiri. Dan kesedihan kamu pelihara seperti orang

mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.‟(Dee, 2009:62)

Pandangan manusia mengenai arti sebuah cinta terkadang sempit.

Melalui tokoh „Egi‟ cinta dipandang sebagai sebuah perasaan yang hanya

bisa dimiliki sendiri tanpa harus orang lain memiliki itulah cinta di mata

tokoh „Egi‟. Berbeda dengan cinta dari segi tokoh „Tio‟ yang

menyimpukan bahwa cinta itu tulus dan apa adanya, bukan sekedar hanya

dengan logika dan rasio tapi karena cinta itu adalah perasaan yang luar

biasa tanpa seorang pun tahu bagaimana mendeskripsikannya.

... Karena saya sudah mengalaminya. Kebutaan itu. Saya tahu

sekarang, saya mencintai kamu bukan hanya dengan logika dan

rasio. Bukan sekedar kamu memenuhi standar ideal saya. Tapi...

karena saya juga mencintai kamu di luar akal. Satu tahun saya

menemukan cukup banyak alternatif yang masuk akal, tapi saya

memang tidak ingin yang lain. Hanya kamu. Apa adanya.

Termasuk alam lamunan yang tidak pernah melibatkan saya. (Dee,

2009:63-64)

Tokoh „Tio‟ menjelaskan kepada tokoh „Egi‟ bahwa tokoh „Tio‟

juga mengalami hal sama dengan tokoh „Egi‟ bahwa merasakan cinta

secara sepihak bahkan boleh dibilang cinta buta. Tokoh „Tio‟ yang

Page 100: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

mencintai tokoh „Egi‟ apa adanya, bahkan sekalipun tidak pernah ada

dalam pikiran tokoh „Egi‟.

Penjelasan mengenai kebutaan cinta sampai cinta sejati mewarnai

cerita cerpen ini. maka dari itu tokoh „Egi‟ dan tokoh „Tio‟ menjadi ikon

sebagai seseorang yang mengalami sebuah transformasi dalam hidup

mengenai cinta. Cinta yang dapat merubah segalanya menjadi berbeda dan

juga belajar untuk mengungkapkan perasaan yang benar-benar nyata.

b. Indeks

Judul cerpen ini adalah „Sikat Gigi‟ yaitu sebagai indeks yang

menyiratkan bahwa terdapat peristiwa yang berkaitan dengan sikat gigi.

Judul tersebut mengisyaratkan persoalan yang muncul akibat dari

penamaan judul dari sikat gigi tersebut, yang dapat memicu munculnya

masalah-masalah dalam hidup.

Terlihat dari judul tersebut mempunyai makna bahwa seseorang

yang ingin membersihkan sisa atau kenangan masa lalu dalam hidupnya.

Kenangan itu mungkin begitu menyakitkan hati sehingga membiarkan itu

menempel di hati dan menjadi sebuah kebutaan sejati.

Masalah dalam cerpen ini adalah pandangan dari tokoh „Egi‟ dan

juga tokoh „Tio‟ mengenai transformasi cinta. Tokoh „Egi‟ diceritakan

seorang yang mencintai pria, namun pria tersebut tidak pernah

menganggapnya ada bahkan memikirkannya. Tokoh „Egi‟ begitu sulit

untuk melupakan pria itu, sehingga membiarkan rasa sakitnya berada di

hatinya. Maka dari itu tokoh „Egi‟ memilih untuk melakukan rutinitasnya

Page 101: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

setiap hari yaitu dengan menyikat gigi, karena dengan menyikat gigi tokoh

„Egi‟ dengan sekejab akan melupakan rasa sakit itu dari pikirannya.

Berbeda halnya dengan tokoh „Tio‟ yang mencintai tokoh „Egi‟, namun

pada kenyataannya tokoh „Egi‟ mencintai pria lain yang masih

diharapkannya akan kembali.

Cerpen sikat gigi menampilkan gambaran seseorang yang ingin

menghilangkan kenangan masa lalunya dari pikirannya, namun pada

kenyataannya seseorang itu malah membiarkan kenangannya tinggal dalam

pikiran dan hatinya sehingga yang terjadi adalah kebutaan sejati dari

seseorang itu.

Waktu saya menyikat gigi, saya tidak mendengar apa-apa selain

bunyi sikat. Dunia saya mendadak sempit... cuma gigi, busa, dan

sikat. Tidak ada ruang untuk yang lain. Hitungan menit, Tio, tapi

berarti banyak. (Dee, 2009:59)

Kutipan di atas jelas sekali menunjukkan bahwa dengan seseorang

yang ingin menghilangkan kenangan masa lalunya dengan setiap hari

menyikat gigi, karena dengan itulah semua beban pikiran yang ada di

dalam benak seketika akan hilang begitu saja. Kebutaan sejati mengenai

cinta juga menjadi masalah dalam cerpen ini, bahwa seseorang yang tidak

ingin melihat kenyataan bahwa cintanya itu adalah sebuah kesalahan yang

menyakitkan hati. Hal ini menunjukkan adanya hubungan tanda dalam

tipologi indeks.

c. Simbol

Berdasarkan pada judul cerpen yaitu “Sikat Gigi” menurut

interpretasi peneliti mengandung makna membersihkan dari kenangan-

Page 102: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

kenangan masa lalu. Sikat gigi sendiri adalah alat untuk membersihkan

plak-plak dan sisa makanan yang menempel di dalam gigi. Maka dari itu

sikat gigi ini menyimbolkan bahwa seseorang itu ingin membersihkan

kenangan masa lalunya.

Tokoh „Egi‟ adalah seseorang yang senang menyikat gigi, karena

dengan menyikat gigi akan menghilangkan pikiran tokoh „Egi‟ tentang pria

yang dicintainya. Dengan menyikat gigi pula hilangnya masalah dari

pikiran tokoh „Egi. Hingga tokoh „Tio‟ menghadiahkan sebuah sikat gigi

untuk tokoh „Egi‟. Tokoh „Tio‟ yang mencintai tokoh „Egi‟ ini

menghadiahkan sebuah sikat gigi agar tokoh „Tio‟ dapat membantu tokoh

„Egi‟ melupakan hingga menghilangkan kenangan masa lalu tentang pria

yang dicintai tokoh „Egi‟.

‟Saya tidak pernah mengerti dunia dalam lamunan kamu,‟ kata-kata

itu akhirnya meluncur keluar, „pengharapan yang kamu punya, dan

kekuatan macam apa yang sanggup menahan kamu begitu lama di

sana. Tapi kalau memang sikat gigi itu tiket yang bisa membawa

kamu pulang, saya ingin kamu semakin lama menyikat gigi,

semakin asyik, sampai moga-moga lupa berhenti. Karena berarti

kamu lebih lama lagi di sini, di dunia yang saya mengeti. Satu-

satunya tempat saya eksis buat kamu.‟ (Dee, 2009:60-61)

Sikat gigi digambarkan sebagai tiket untuk melupakan masa lalu

dari tokoh „Egi‟, dengan sikat gigi pula tokoh „Egi‟ dapat membiarkan

masalahnya sekejab hilang dari kenyataan yang terjadi. Maka dari itu dia

membiarkan untuk mejadi seorang yang buta agar tidak dapat melihat

kenyataan yang sebenarnya melalui rutinitas menyikat gigi. Hingga

akhirnya dia menemukan seseorang yang tepat untuk tidak mesti menyikat

gigi atau lari dari kenyataan yang terjadi, yaitu tokoh „Tio‟. Dari tokoh

„Tio‟ sendiri adalah seorang yang nyata mencintai tokoh „Egi‟ apa adanya

Page 103: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

tanpa harus tokoh „Egi‟ menutup mata lagi dan menyikat gigi lagi untuk

dapat menghilangkan kenangan masa lalunya.

‟Saya sendiri sudah banyak berpikir, murni dengan sel-sel otak

seperti yang selalu kamu anjurkan, menerjemahkan apa yang kamu

anggap absurditas. Dan kesimpulannya...‟ ia berkata mengeja,

genggaman tanganya terasa hangat, „alam hati saya tidak mungkin

dimengerti siapa-siapa. Tapi ke mana pun saya pergi, kamu tetap

orang yang paling nyata, paling berarti. Saya tidak mesti menyikat

gigi untuk bisa pulang. Kamulah tiket sekali jalan.‟ (Dee, 2009:64-

65)

Kutipan tersebut menggambarkan peristiwa pada kenyataannya

cinta rasionallah yang dipilih tokoh „Egi‟ untuk melanjutkan kehidupan ini

kembali. Cinta tokoh „Tio‟ lah yang dapat dimengerti oleh tokoh „Egi‟

tanpa harus tokoh „Egi‟ menutup matanya atau bahkan menyikat gigi untuk

berlari dari kenangan masa lalunya. Cinta tokoh „Tio‟ lah yang tulus dan

apa adanya, tanpa syarat apa-apa yang benar harus dipilih tokoh „Egi‟

untuk menjalani kehidupan seumur hidupnya. Jadi dapat disimpulkan

bahwa sikat gigi yang menjadi simbol dari kebersihan, kebersihan dari

seseorang untuk membersihkan kenangan-kenangan masa lalu yang kelam

dan membuat seseorang itu menjadi sakit jika kenangan itu tidak segera

dibersihkan dengan cepat. Menyikat gigi juga dapat digambarkan agar

seseorang dapat bertutur kata dengan baik juga selalu berhati-hati saat

berucap. Maka dari itu alasan dari seseorang itu begitu menyukai menyikat

gigi selain agar seseorang itu dapat bertutur kata baik juga ingin segera

cepat menghilangkan kenangan masa lalunya dengan pria yang dicintainya

dalam cerpen “Sikat Gigi”

Page 104: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

d. Simbolisasi dalam cerpen Mencari Herman

1. Ikon

Cerpen „Mencari Herman‟ bercerita masalah kehidupan seorang

gadis yang mencari seseorang bernama Herman. Gadis ini bernama

Hera, kehidupan Hera awalnya begitu indah tanpa ada pergolakan yang

berarti dalam hidupnya yang selalu taat pada orang tua, negara, dan

agama. Sampai suatu hari saat teman-teman abangnya membicara

seorang artis yang bernama Herman Felany inilah kehidupan Hera

berubah. Hera tiba-tiba dengan polosnya berujar belum pernah

mempunyai teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain

tidak mengindahkan, kecuali tokoh „aku‟ yang menyuruh Hera untuk

mencari teman-teman di sekolahnya. Masalah pencarian nama Herman

inilah yang menjadi sumber dari masalah-masalah baru yang muncul

dalam kehidupan Hera.

Tokoh sentral dalam cerpen ini adalah Hera, yang dalam

kehidupan nyata merupakan gadis yang awalnya masih polos juga

sempurna, namun karena terjadi pergolakan dalam hidupnya dia

berubah menjadi seorang manusia biasa. Tokoh utama ini sebagai ikon

gadis remaja yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Seperti

diketahui oleh masyarakat, bahwa semua manusia mempunyai cita-cita

yang ingin diwujudkan dalam hidupnya. Seperti tokoh „Hera‟ yang

mencari-cari nama Herman yang sejati tanpa ada campuran „to‟ ataupun

„syah‟.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di

teras rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang

Page 105: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman

abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan

kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami

bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya

teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak

mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di

kupingnya: pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Pencarian sebuah nama Herman itulah yang dipersoalkan tokoh

utama dan menjadi masalah baginya karena baru pertama kali pula dia

belum pernah menemukan seseorang bernama Herman, menjabat

tangannya pun juga belum pernah. Akibatnya pencarian nama Herman

pun yang menjadi pergolakan dari hidupnya. Hera yang berpamitan

pergi ke Jakarta untuk bersekolah menjadi seorang dokter anak menjadi

manusia biasa yang sering gonta-ganti pasangan sampai dia hamil di

luar nikah dan menggugurkan kandungannya ke dukun. Seperti terlihat

dari kutipan berikut.

Beberapa tahun kemudian anak pertamaku lahir. Baru saja

kukhayalkan kunjungan kami ke Dokter Hera yang cakap, tiba-

tiba kudengar kabar Hera drop out. Ternya si anak sempurna itu

sudah berubah jadi manusia biasa. Katanya, Hera terkenal suka

gonta-ganti pasangan. Satu kali, ia kena batunya. Hera hamil di

luar nikah. Ironisnya, pengetahuannya sebagai calon dokter

gagal menuntunnya untuk berbuat masuk akal. Karena takut

diamuk, Hera ke dukun. Perutnya digilas dan digerus. Tak ada

janin yang keluar, hanya darah dan kerusakan permanen di

rahim. Hera sakit keras lalu terpaksa pulang. (Dee, 2009:33)

Pergolakan hidup Hera tidak sampai di sini saja, dia kemudian

menjadi seorang pramugari cantik dan berhubungan dengan seorang

pilot yang sudah mempunyai istri juga anak. Nama pilot itu Bajuri

bukan Herman. Hubungan antara Bajuri dengan Hera tak berakhir indah

malah berakhir dengan kata perceraian. Namun suatu hari saat tokoh

„aku‟ menemui Hera, Hera mengungkapkan bahwa sebenarnya yang dia

Page 106: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

cintai hanyalah tokoh „aku‟, pencarian nama Herman hanyalah alasan

semata untuk bertemu dengan tokoh „aku‟ yaitu teman si abang.

Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata:

Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli

padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi abang seperti

buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi

bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh

Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37)

Peristiwa ini menunjukkan bahwa cinta yang terpendam

bertahun-tahun bertransformasi menjadi sebuah obsesi. Pencarian nama

Herman hanyalah alat, yang sebenarnya obsesi cinta untuk tokoh „aku‟.

Cinta bertepuk sebelah tangan inilah yang menyebabkan kekecewaan

yang mendalam bagi Hera, hingga berakhir ditangan seorang pencari

bakat. Hera merupakan ikon dari seorang manusia yang mencari cinta

sejatinya melalui pencarian dari nama Herman, namun pencariannya itu

berakhir dengan kekecewaan hingga berakhir tragis.

2. Indeks

Judul cerpen „Mencari Herman‟ sebagai indeks menyiratkan

bahwa terdapat peristiwa yang berkaitan dengan nama Herman. Judul

tersebut mengisyaratkan persoalan yang muncul akibat dari nama

Herman, yang memicu munculnya masalah-masalah dalam hidup. Awal

dari pencarian nama Herman inilah segala persoalan muncul di

kehidupan Hera.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di

teras rumahnya; filmnya yang baru kami tonton; kumisnya yang

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman

abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan

kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami

Page 107: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya

teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak

mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di

kupingnya: Pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009:32)

Dari kutipan tersebut peristiwa awal dari permasalahan yang

akan dialami tokoh „Hera‟. Nama Herman yang disebut-sebut menjadi

pemicu permasalahan yang terjadi. Disebutkan bahwa Herman Felany

adalah seseorang yang telah mengilhami dari tokoh „aku‟ beserta kakak

Hera untuk menumbuhkan kumis.

Herman Felany adalah seorang artis yang menjadi idola di

kalangan remaja di era tahun 80an, kumis yang tebal merupakan

karakter sekaligus yang menginspirasi remaja pada era tahun 80an

tersebut. Tidak heran kenapa banyak para remaja yang di era 80an

banyak yang menginspirasi sosok Herman Felany, bahkan tokoh „aku‟

beserta teman-temannya. Dari sosok Herman Felany ini pula yang

menginspirasi tokoh „Hera‟ untuk mencari seseorang yang bernama

Herman saja, tanpa ada tambahan „to‟ ataupun „syah‟. Awal dari

pergolakan hidup tokoh „Hera‟ menjadi seorang manusia biasa.

Hera yang sebenarnya memendam cintanya kepada tokoh „aku‟

selama bertahun-tahun, cintanya yang terpendem itulah kemudian

berubah menjadi sebuah obsesi untuk mencari seseorang bernama

Herman. Herman hanyalah sebagai alat agar Hera dapat terus menerus

menemui tokoh „aku‟. Namun pada kenyataannya tokoh „aku‟ telah

mendapatkan kehidupannya yang baru dan sudah mempunyai anak,

cinta Hera bertepuk sebelah tangan membuatnya semakin putus asa dan

kecewa tentang keadaan yang telah terjadi. Kekecewaan Hera yang

Page 108: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

berakhir ironis ditangan seseorang pencari bakat bernama Herman

Suherman.

Sahabatku bahkan sempat menunjukkan kartu nama yang

menjadi petunjuk lenyapnya Hera. Saat kubaca nama yang

tertera di sana, seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang

berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian, yang

terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak

pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. Demi mendengar

sepotong nama disebut: Herman.

Kubayangkan wajah cantik itu berseri.

Herman Suherman. (Dee, 2009:38)

Demikianlah yang terjadi Hera yang menginginkan berkenalan

dengan seseorang bernama Herman, tetapi nama Herman sendiri

hanyalah sebagai alat untuk dapat bertemu dengan tokoh „aku‟. Hingga

sampai akhirnya dipuncak kekecewaannya, dia bertemu dengan seorang

Herman kuadrat yang justru malah membunuhnya bukan malah

melengkapi hidupnya. Sesuatu yang berlebihan inilah yang tidak baik

untuk dijalani, maka dari itu manusia ditakdirkan untuk memilih salah

satu yang lebih baik, agar dapat menjadi manusia yang bijak dalam

menjalani hidup ini, karena hidup adalah sebuah pilihan walaupun

terkadang pilihan itu menyakitkan. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada

dalam cerpen „Mencari Herman‟ menunjukkan sikap berlebihan dari

seorang manusia, manusia yang terkadang tidak dapat bersikap bijak

untuk memilih segala sesuatunya, yang merasa tidak cukup untuk

mengambil satu saja.

Page 109: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

3. Simbol

Berdasarkan judul cerpen yaitu „Mencari Herman‟ menurut

interpretasi peneliti mengandung makna sebuah pencarian cinta sejati

melalui nama Herman. Tokoh utama dari cerita ini adalah seorang gadis

yang mencari seseorang bernama Herman. Maka dari itu Herman di sini

digambarkan sebagai simbol dari pencarian tokoh „Hera‟.

Awal dari pencarian Hera dilakukan karena dia mendengar

teman-teman abangnya sedang membicarakan seseorang bernama

Herman Felany. Herman Felany adalah salah satu aktor Indonesia yang

menjadi idola para remaja di era 80-an. Melalui nama Herman ini

dengan begitu polos tokoh „Hera‟ terinspirasi untuk mencari seseorang

yang bernama Herman, karena pada saat pencarian Herman untuk

pertama kalinya tokoh „Hera‟ masih berusia tiga belas tahun.

Melalui gambaran sosok Herman Felany pada masa itu sebagai

simbol manusia sempurna yang selalu menjadi idaman para wanita

untuk mencari pria seperti dia, dan tokoh „Hera‟ menjadi simbol

sebagai wanita yang menginginkan mencari pria seperti Herman

Felany. Tokoh „aku‟ yang dipandang sebagai teman kakaknya Hera

sebagai simbol dari pria yang menyerupai Herman Felany yang

diidamkan oleh tokoh „Hera‟ dalam cerpen „Mencari Herman.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di

teras rumahnya; film yang baru kami tonton; kumisnya yang

mengagumkan; yang mengilhamiku beserta seluruh teman

abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan

kumis menyerupai Herman. Hera, yang cuma menontoni kami

bicara, dengan polos tahu-tahu berujar, dia belum pernah punya

teman bernama Herman. Teman-teman abangnya yang lain tidak

Page 110: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

mengindahkan, kecuali aku. Kusempatkan berbisik di

kupingnya: Pasti ada di sekolah, kamu cari saja. (Dee, 2009: 32)

Hera menunduk, dan hampir berbisik kudengar ia berkata:

Abang, dari aku kecil dulu, cuma Abang yang selalu peduli

padaku. Dan aku selalu sayang sama Abang, tapi Abang seperti

buta. Tolong jangan lagi mencarikan Herman. Jangan lagi

bertanya soal Herman. Karena sebetulnya aku tidak butuh

Herman. Aku butuh orang seperti Abang. (Dee, 2009:36-37)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Herman Felany adalah

seorang yang menjadi idola kaum muda di masa itu. Terbukti bahwa

para pria berlomba untuk menumbuhkan kumis seperti aktor idolanya,

karena pada masa itu sosok Herman Felany mempunyai ciri khas

berkumis. Hal ini pula yang menjadi inspirasi dari Hera untuk bertemu

atau sekedar berkenalan dengan sosok bernama Herman, karena

menurut pandangan Hera yang pada waktu itu masih berumur tiga belas

tahun, sosok Herman pastilah mempunyai daya tarik tersendiri sehingga

kakak dan teman-teman kakaknya mengidolakannya. Namun, pada

kenyataannya yang Hera cari adalah teman kakaknya itu, karena dia

yang selalu peduli pada Hera.

e. Simbolisasi dalam cerpen Rico de Coro

1. Ikon

Cerpen „Rico de Coro‟ menggambarkan suatu kisah cinta yang

berbeda, sebuah bentuk cinta yang bertransformasi, bukan hanya dua

sejoli yang saling kasmaran, sebuah cinta dalam arti meluas dan sebuah

cinta yang absurd. Namun cinta yang diceritakan dalam cerpen ini

berbeda, karena seekor coro (kecoa) yang memiliki rasa cinta juga,

Page 111: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

uniknya bukan mencintai sebangsa kecoa, melainkan mencintai gadis

remaja yang tinggal di rumah tempat kecoa itu menumpang.

Tokoh yang ada dalam cerpen Rico de Coro adalah Rico,

Hunter, Sarah, Oom Haryanto dan Tante Haryanto, dan masih banyak

lagi tokoh lainnya. Rico diceritakan sebagai seekor kecoa, yang menjadi

ikon dari cerpen ini. Ikon dari seorang manusia rendah hati dan

sederhana yang juga mempunyai cinta yang tulus.

Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan

bagi bangsaku. Gadis yang kucintai adalah seorang manusia

remaja berparas manis dengan nama yang manis pula: Sarah.

(Dee, 2009108)

... Mana mungkin aku bisa seputih dan sebersih gaun yang

dikenakannya, atau cukup tampan untuk menjadikan kami

pasangan yang serasi. Aku hanya mahkluk bersungut yang

tinggal di bagian terkotor di rumahnya, dengan kepala penuh

impian konyol yang hanya membuat orang tuaku kecewa. (Dee,

2009:129)

Rico, yang nyaris diberi nama Tak Tik Boom ini, memilih

berganti nama setelah mendengar nama Rico yang keluar dari mulut

gadis impiannya. Dia selalu menganggap bahwa teriakan Sarah (gadis

impiannya) sebagai sebuah bentuk cinta dari seorang manusia terhadap

bangsa kecoanya, karena ketakutannya dia tidak mau dan tidak akan

mendekati kecoa untuk memukul memakai sandal melainkan

memutuskan untuk berlari jika berhadapan secara langsung dengan

kecoa. Rico mengartikan tindakan Sarah sebagai bentuk dari cinta,

padahal itu murni ketakutan semata. Dari persepsi itulah yang

menumbuhkan rasa cinta di hati Rico.

Padahal aku tahu pasti, Sarah tidak mungkin membunuh. Sering

aku mendengar dia berbicara pada setiap orang: „Kalau saya

melihat kecoak, biar dari jarak lima meter, bukan dia yang lari,

Page 112: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

tapi saya yang ngacir duluan!‟ lalu matanya membelalak. Indah

sekali. (Dee, 2009:109)

Aku semakin yakin, sebenarnya dia sayang padaku. Setiap kali

dilihatnya aku bertengger di lemari piring, Sarah hanya tertegun,

kemudian berlari keluar. Dia tak ingin menyakitiku. (Dee,

2009:109)

Binatang menjalani kehidupan mereka menurut tuntutan naluri

atau insting binatangnya dan tidak pernah mengalami perubahan yang

signifikan sepanjang sejarah dalam merespon sekitarnya. Cara

pandangnya yang sangat sederhana mengenai sesuatu hal yang dinilai

berdampak baik maupun buruk baginya merupakan sebuah kejujuran

yang perlu dihargai dan perlu diperhatikan, seperti seekor kecoa yang

mencintai seorang manusia yang tanpa syarat.

Tampak dari kutipan di atas yang menggambarkan ketulusan

cinta dari seekor kecoa, juga dari cara pandang tokoh „Rico‟ yang

sederhana, mengganggap bahwa ketakutan Sarah sebagai bentuk cinta

untuknya. Dari cara pandang tokoh „Rico‟ inilah menumbuhkan rasa

percaya diri untuk berani mencintai Sarah, juga menimbulkan sebuah

indeks dari ketulusan cinta seseorang tidaklah perlu diukur dari latar

belakang seseorang itu. Namun cara pandang dari tokoh „Rico‟ ini

ditentang oleh bangsanya sendiri bahkan ayahnya sekalipun.

„Daripada kamu memikirkan cinta butamu itu, lebih baik kamu

pikirkan nasib bangsa yang kelak akan ada di tanganmu. Jangan

sampai kamu membuat wargamu menjadi calon makanan ikan,

dan bagi bibit-bibit ikan yang akan lahir dan kelak akan

mengaganyang bangsa kita!‟ serunya menyala-nyala, terbakar

semangat nasionalisme sampai gosong. Setiap kali mendengar

Ayah bicara begitu, aku merasa lelah. (Dee, 2009:118)

Jika cinta telah datang, semua pun terasa benar. Itulah gambaran

dari tokoh „Rico‟, walaupun cintanya ditentang oleh ayahnya sendiri.

Page 113: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Namun dia tetap bersikukuh mencintai Sarah dengan tulus dan apa

adanya. Dengan cinta dari tokoh „Rico‟ yang mengorbankan kerajaan

kecoa hanya demi melihat gadis impiannya tersenyum tanpa harus

mengeluarkan air mata. Cinta yang mengandalkan sebuah pengorbanan,

yang terkadang lewat untuk manusia lakukan. Dari sosok tokoh „Rico‟

inilah merupakan ikon manusia yang mempunyai ketulusan cinta juga

sebuah pengorbanan cinta, walaupun tokoh „Rico‟ hanyalah seekor

kecoa yang hitam, kecil, jelek dan bau namun mempunyai ketulusan

dibandingkan seorang manusia normal sekalipun. Jadi jelaslah dalam

cerpen „Rico de Coro‟ ini bercerita mengenai ketulusan juga

pengorbanan atas nama cinta.

2. Indeks

Setelah membaca cerpen „Rico de Coro‟, akan dapat dipahami

masalah dalam cerpen ini adalah mengenai cinta dan pengorbanan.

Cinta yang mengorbankan segalanya untuk seseorang yang dicintainya,

hingga merelakan nyawanya untuk menyelamatkan seseorang yang

dicintainya. Judul cerpen Rico de Coro mempunyai makna seekor kecoa

(dalam bahasa jawa disebut coro) yang mempunyai nama Rico.

Masalah dalam cerpen ini adalah seekor kecoa yang diberi nama

Rico mencintai gadis pemilik rumah yang ditumpanginya, namun gadis

yang dicintainya itu adalah murni seorang manusia bukanlah seekor

kecoa betina. Rico sendiri sebenarnya bernama Tak Tik Boom, dia pun

mengganti namanya setelah mendengar nama Rico keluar dari mulut

Page 114: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

gadis yang dicintainya. Rico menganggap bahwa teriakan Sarah (gadis

impiannya) sebagai sebuah bentuk cinta dari seorang manusia terhadap

bangsa kecoanya. Karena ketakutan Sarah, sehingga tidak mau,

sehingga tidak ingin mendekati kecoa untuk memukul memakai sandal,

melainkan memutuskan untuk berlari jika berhadapan secara langsung

dengan kecoa. Namun tokoh „Rico‟ mengartikan tindakannya itu

sebagai bentuk dari cinta, padahal sebenarnya itu murni ketakutan

semata. Dari pandangan itulah yang menumbuhkan rasa cinta di hati

Rico. Hingga akhir dari cerita ini, tokoh „Rico‟ mengorbankan

nyawanya demi menyelamatkan Sarah dari sengatan racun kecoa mutan

hasil percobaan kakaknya Natalia.

Cerpen „Rico de Coro‟ menampilkan gambaran seekor kecoa

yang dengan tulus, tanpa syarat mencintai seorang manusia bernama

Sarah. Gambaran tokoh „Rico‟ inilah adalah sebuah cinta yang murni,

cinta yang tidak memandang siapa anda, siapa saya. Tokoh „Rico‟

mencintai Sarah karena apa adanya Sarah, bukan karena siapa Sarah.

cinta tidak harus mempertimbangkan apa yang telah dipersembahkan

seseorang terhadap kita, melainkan apa yang telah menumbuhkan rasa

cinta itu terhadap kita. Karena cinta tidak menilai kesempurnaan diri

dari seseorang, melainkan cinta akan datang apabila seseorang itu

mencintai ketidaksempurnaan.

Ingin aku menjerit ketika kusadari kebenaran kata-katanya. Tak

kulihat bayangan makhluk tampan dan gagah. Yang ada,

hanyalah serangga pipih, bersungut panjang hitam, kecil, jelek,

dan bau. (Dee, 2009:118-119)

Page 115: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Natalia diam termangu. Matanya nanar memandangi tubuhku

yang sudah tak terbentuk. „Tapi. Kecoak itu yang sudah

menyelamatkan kamu, Sarah, „ bisiknya. (Dee, 2009: 132)

Dari kutipan di atas tampak bahwa cinta menguatkan segalanya,

sampai nyawapun dipertaruhkan untuk gadis yang dicintainya. Padahal

secara nyata tokoh „Rico‟ hanya seekor kecoa yang selalu ditakuti oleh

manusia. Dari sinilah juga menunjukkan bahwa cinta tidak harus

melihat latar belakang seseorang, jika seseorang itu berani jatuh cinta,

maka dia juga harus menerima latar belakangnya, karena itu sudah

menjadi satu paket besar. Jika cinta telah datang, seekor Rico pun

mampu mencintai Sarah. dan dengan cinta lah, Rico mengorbankan

kerajaan kecoanya, hanya demi melihat sang gadis impian tersenyum

tanpa harus mengeluarkan air mata. Hanya itulah yang dimaksud

dengan sebuah pengorbanan. Hal inilah yang menunjukkan adanya

hubungan tanda dalam tipologi indeks. Berdasarkan indeks yang ada

menunjukkan pengorbanan dari sebuah cinta juga ketulusannya untuk

mencintai seseorang.

3. Simbol

Gambaran kehidupan tokoh „Rico‟, secara aktualitas dalam

kehidupan sebagai simbol seseorang yang mempunyai ketulusan hati

serta rela berkorban atas nama cinta. Tokoh utama dari cerpen ini

adalah seekor kecoa, namun dilihat dari tindakan-tindakan atau

perilakunya menyiratkan seperti manusia normal pada umumnya.

Page 116: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Tokoh „Rico‟ yang dipandang sebagai seekor kecoa adalah

simbol manusia yang tersisihkan, karena kecoa itu sendiri adalah

mahluk yang identik dengan kekotoran juga dapat menyebabkan

penyakit. Tetapi di sisi lain dari tokoh „Rico‟ ini digambarkan sebagai

makhluk yang mempunyai perasaan tulus juga rela berkorban atas nama

cinta. Dia mencintai seorang gadis bernama Sarah, tetapi dia tidak

mengharapkan Sarah untuk membalas cintanya. Tokoh „Rico‟ hanya

menginginkan saat kematianya itu dia akan bertemu dengan Sarah di

alam mimpi. Terlihat dari kutipan sebagai berikut.

Aku merasakan diriku mengawang-awang. Tidak tahu apa

bentuknya. Aku tak bisa lagi berbicara, tidak kepada diriku

sekalipun. Tinggallah aku sebagai sebentuk kesadaran, sebuah

permohonan, yang kini melayang-layang dalam dimensi

nonmateri. Tidak ada waktu. Tidak ada ruang. Tidak ada wujud.

Tidak ada pangeran serangga yang hitam, kecil, jelek, dan bau.

Kumasuki labirin pikiran Sarah dan melebur di sana. (Dee,

2009:133)

Lain halnya dengan perilaku dari tokoh-tokoh lain yang juga

menyiratkan seperti perilaku manusia, namun pada kenyataannya

adalah seekor kecoa.

Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. Diadaptasi dari tokoh

jagoan film favoritnya dulu. Bagi Ayah, nama itu gagah betul.

(Dee, 2009:110)

„Daripada kamu memikirkan cinta butamu itu, lebih baik kamu

pikirkan nasib bangsa yang kelak akan ada di tanganmu. Jangan

sampai kamu membuat wargamu menjadi calon makanan ikan,

dan bagi bibit-bibit ikan yang akan lahir dan kelak akan

mengganyang bangsa kita!‟ serunya menyala-nyala, terbakar

semangat nasionalisme sampai gosong. Setiap kali mendengar

Ayah bicara begitu, aku merasa kalah. (Dee, 2009:118)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh „Hunter‟ yang sebagai

ayah dari Rico diwujudkan seekor kecoa, namun mempunyai karakter

Page 117: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

yang sepeti manusia, digambarkan sebagai tokoh pemimpin yang tegas

juga kuat bagi bangsanya. Terbukti dari sikapnya yang dengan tegas

melarang Rico untuk mencintai Sarah yang jelas-jelas adalah musuh

dari bangsanya. Tokoh „Hunter‟ sebagai simbol seorang pemimpin yang

akan membawa bangsanya untuk menjadi lebih baik dengan melakukan

segala cara agar bangsanya tidak semena-mena selalu dijajah oleh

manusia. Dia selalu berusaha agar bangsanya dapat hidup bebas di

dunia tanpa ada pembantaian yang dilakukan oleh manusia.

„Hunter, kupikir itu salah, „ dengan lembut ia angkat bicara.

„Aku tidak mengerti kenapa kamu berpikir sekonyol itu. Aturan

kita tidak sama dengan aturan mereka. Kita tidak perlu

membalas dendam pada siapa pun. Sudah pasti yang kuatlah

yang menang. Dan apalah arti serangga seperti kita

dibandingkan makhluk sepintar manusia.‟ (Dee, 2009:120)

Mami Vin melengos. „Kamu terlalu lama hidup bersama

televisi, „ katanya ketus, „anakmu sendiri kamu petuahi agar jadi

kecoak sejati, padahal pikiranmu sudah sama dengan manusia.‟

(Dee, 2009:120)

Kutipan di atas tepat sekali menggambarkan kelembutan juga

sisi keibuan dari tokoh „Vinolia atau Mami Vin‟. Dia adalah ibu tiri dari

Rico yang menjadi simbol seorang wanita dengan kepribadian menjadi

sosok ibu yang baik untuk anaknya dengan sikap lembut juga sisi

keibuan dari diri Vinolia. Seorang ibu juga harus menjadi seorang

panutan, teladan bagi anaknya. Sikap dari tokoh „Vinolia‟ menjadi

penetral dari konflik kerajaan kecoa dengan manusia dalam cerpen

„Rico de Coro‟.

Page 118: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

C. Analisis Makna

1. Filosofi Kopi

Cerpen Filosofi Kopi ini banyak berbicara tentang masalah manusia

juga masalah mengenai cinta. Cinta botani, yaitu cinta pada kopi yang

bertransformasi menjadi sebuah obsesi. Cerpen Filosofi Kopi adalah potret

kehidupan manusia menginginkan kehidupan yang sempurna, juga gambaran

dari seseorang yang tidak cukup puas dengan satu hal saja, melainkan lebih

dari apa yang dibayangkannya.

Tokoh dari cerpen Filosofi Kopi ini mempunyai karakter berbeda-beda,

ada seseorang yang awalnya hanya menjadikan kopi sebagai sebuah hobi

berubah menjadi sebuah obsesi yang menggila, hingga bekerja keras untuk

mendapatkan hasil yang sempurna di matanya. Namun pada kenyataannya

kesempurnaan itu dikalahkan oleh sebuah kesederhanaan yang merubah

segalanya menjadi sedia kala. Dari cerpen ini pula dapat memberikan sebuah

cerita serta pembelajaran untuk memaknai hidup bukan sekedar hanya di

permukaan saja, melainkan lebih mendalam lagi.

a. Cinta Botani

Setiap pengkajian karya sastra selalu berupaya untuk menggali

makna yang terkandung di dalam karya sastra yang dikaji, makna karya

sastra selalu bersifat kias, majas, subyektif dan khusus, sehingga untuk

dapat mengungkapkan karya sastra diperlukan suatu interpretasi.

Berdasarkan interpretasi dalam tanda yang berupa ikon, indeks, dan

Page 119: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

simbol, serta hubungan unsur-unsur pembangun cerpen dengan simbol-

simbol yang ada, makna yang dapat ditemukan dalam cerpen „Filosofi

Kopi‟ adalah sebagai berikut.

Cerpen „Filosofi Kopi‟ ini berisi tentang pemahaman mengenai

kecintaan seseorang pada sebuah kopi yang digambarkan dari tokoh „Ben‟.

Ben yang rela berkeliling dunia juga mengemis kepada barista-barista

handal di dunia ini begitu menyukai kopi. Kecintaannya pada sebuah kopi

inilah membuat dia ingin mendirikan sebuah kedai kopi bersama

sahabatnya yaitu Jody.

Awalnya Ben menganggap kopi sebagai salah satu hobi yang ingin

dia salurkan, namun hobi tersebut malah berubah menjadi sebuah obsesi

yang berlebihan. Saat kedai mereka didatangi seorang pria perlente yang

kaya raya, menawarkan Ben untuk membuatkan kopi yang sempurna

seperti gambaran kehidupan dari pria perlente itu. Kemudian terciptalah

kopi yang diberi nama Ben‟s Perfecto. Dari Ben‟s Perfecto inilah yang

membuat Ben menjadi seseorang yang sombong juga naif. Sampai

akhirnya Ben‟s Perfecto terbentur dengan adanya kopi tiwus buatan Pak

Seno.

Pak Seno inilah merupakan gambaran kehidupan manusia yang

sederhana juga apa adanya, dia memaknai hidup sebagai sebuah kopi yang

terkadang terdapat sisi pahit di dalamnya. Hidup ini seperti begini adanya,

tidak bisa dipaksakan untuk dapat menjadi sempurna. Sesempurna apa pun

hidup ini pastilah ada sisi baik ataupun buruk.

Page 120: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Maka dari itu cerita ini mengandung makna mengenai kecintaan

pada sebuah botani atau tumbuh-tumbuhan yang bernama kopi. Dari kopi

inilah yang dapat mengubah seorang tokoh „Ben‟ yang awalnya begitu

menyukai kopi hanya sekedar hobi malah mengubahnya menjadi sebuah

obesesi. Kemudian disadarkan bahwa mencintai sesuatu adalah disaat

seseorang itu berhenti berusaha terlalu keras. Saat seseorang itu pula

sepenuhnya menerima keadaan dan berhenti berharap pada kesempurnaan.

2. Sikat Gigi

Cerpen Sikat Gigi ini banyak berbicara mengenai masalah manusia

dan juga cinta. Cinta antar insan yang menjadi topik dari cerita ini. Cinta

bukan sekedar mengungkapkan perasaan „aku cinta padamu‟ , cinta bukan

hanya seikat bunga, sebentuk cincin atau kartu ucapan kata sayang yang

dipilih untuk menjadi simbol romantisme. Melainkan sebuah sikat gigi.

Cerpen Sikat Gigi’ ini adalah gambaran kehidupan seseorang yang tidak

dapat melepaskan kenangan masa lalunya. Digambarkan dengan sebuah

sikat gigi, karena dengan sikat gigilah seseorang itu dapat melihat

kenyataan bahwa masih ada seseorang yang mencintainya dengan tulus

hati.

Semua tokoh dari cerpen Sikat Gigi ini adalah manusia yang sedang

merasakan manisnya jatuh cinta bahkan keputusasaan karena cinta. Cinta

yang manis, selalu disetujui oleh kebanyakan orang. Cinta yang seperti

kopi dengan takaran gula yang pas, menimbulkan penikmatnya merasakan

kesegaran dari kopi tersebut. Di sisi lain, terdapat pesan juga pembelajaran

Page 121: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

pemahaman mengenai cinta yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam

cerpen Sikat Gigi ini. Cerpen ini mencoba memberi alternatif bacaan yang

memberikan pengertian mengenai cinta bukan sekedar pengungkapan „aku

cinta padamu‟, melainkan cinta yang bertranformasi.

a. Cinta antarinsan

Setiap pengkajian karya sastra selalu berupaya untuk menggali

makna yang terkandung di dalam karya sastra yang dikaji, makna

karya sastra selalu bersifat kias, majas, subyektif dan khusus, sehingga

untuk dapat mengungkapkan karya sastra diperlukan suatu interpretasi.

Berdasarkan interpretasi dalam tanda yang berupa ikon, indeks, dan

simbol, serta hubungan unsur-unsur pembangun cerpen dengan

simbol-simbol yang ada, makna yang dapat ditemukan dalam cerpen

Sikat Gigi adalah sebagai berikut.

Cerpen Sikat Gigi ini berisi tentang cerita Egi dan sahabat

lelakinya, Tio. Egi adalah seorang yang melankolis. Dia tidak dapat

melepaskan diri dari cerita cinta masa lalunya. Sedangkan Tio, adalah

seorang yang logis, selalu melihat kenyataan yang ada di sekitarnya.

Satu-satunya jalan agar mereka dapat berkomunikasi adalah saat Egi

menggosok gigi. Dengan menggosok gigi inilah Egi dapat benar-benar

sendiri dan bebas dari kenangan masa lalunya.

Pada saat Egi berulang tahun, Tio yang mencintai Egi dengan

manis dan sederhana memutuskan untuk menghadiahkan sebuah sikat

gigi elektronik. Sikat gigi tersebut bergaransi, watt kecil, antiplak,

Page 122: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

sikatnya banyak dan masing-masing beda fungsi dan dapat dibawa

kemana-mana pada saat ingin travelling. Harapan Tio dengan sikat

gigi inilah dapat membawa Egi ke dalam dunia yang nyata, juga

kemungkinan untuk membawa Egi dapat mencintai Tio. Namun yang

terjadi saat Tio mengungkapkan perasaannya kepada Egi, Egi malah

menghindarinya. Karena Egi hanya menganggap Tio sebagai

sahabatnya saja tidak lebih dari itu.

Diakhir cerita, Egi menyadari bahwa selama ini dia tidak

pernah melihat suatu kenyataan yang ada di depan matanya. Dia

memilih untuk menjadi seorang tuna netra daripada melihat kenyataan

dirinya juga kenangan masa lalunya. Hanya dengan bersama Tio lah

kemungkinan hidupnya akan kembali normal seperti sedia kala, karena

Tio adalah tiket yang sekali jalan tanpa harus rajin menyikat gigi untuk

dapat kembali ke dunia nyata.

Cerita ini juga mengandung makna bahwa cinta dan kasih

sayang adalah sebuah anugerah yang tidak dapat dikesampingkan bagi

seorang manusia. Kasih sayang itu dapat berwujud kepedulian,

ketulusan dan mau menerima apa adanya dari diri seseorang.

Kepedulian kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan dapat

mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan hidup.

Ketulusan hati pula dapat menimbulkan sikap yang positif untuk

orang-orang di lingkungan serta sikap mau menerima itu pula yang

dapat menjadikan hidup yang seimbang. Hal ini dapat ditunjukan dari

sikap Tio kepada Egi, Egi yang selalu tidak ingin realistis memilih

Page 123: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

untuk berlari dengan menyikat gigi. Oleh karena itu, sebaiknya

manusia dapat berpikir secara realistis dan mencari celah atau jalan

untuk keluar dari kenangan masa lalu yang tidak mengenakan untuk

dijadikan pedoman hidup yang harmonis.

3. Mencari Herman

Cerpen Mencari Herman ini juga masih berbicara mengenai cinta

antar insan. Namun cinta di sini adalah sebuah obsesi yang malah berakhir

tragis. Seperti kafein dalam sebuah kopi yang akan membunuh pelan-pelan,

jika seseorang tidak berhati-hati memperlakukannya. Cinta yang semacam

arsenik dalam dosis kecil yang akan membunuh pelan-pelan dalam diam.

Cerita „Mencari Herman‟ ini adalah gambaran seorang gadis yang

mencintai seorang laki-laki yang bertahun-tahun lamanya memendam

perasaan itu. Seperti dilihat dari judul cerpen ini, cerita ini berawal dari

obsesi pencarian nama Herman oleh seorang gadis, namun diakhir cerita

gadis tersebut menemukan seorang Herman kuadrat yang malah

membunuhnya.

a. Cinta antarinsan

Setiap pengkajian karya sastra selalu berupaya untuk menggali

makna yang terkandung di dalam karya sastra yang dikaji, makna karya

sastra selalu bersifat kias, majas, subyektif dan khusus, sehingga untuk

dapat mengungkapkan karya sastra diperlukan suatu interpretasi.

Berdasarkan interpretasi dalam tanda yang berupa ikon, indeks, dan

simbol, serta hubungan unsur-unsur pembangun cerpen dengan simbol-

Page 124: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

simbol yang ada, makna yang dapat ditemukan dalam cerpen „Mencari

Herman‟ adalah sebagai berikut.

Cerpen Mencari Herman ini menceritakan seorang gadis yang

terobsesi mencari seseorang bernama Herman. Gadis yang bernama

Hera ini memulai pencariannya di sekolahnya, di lingkungan rumahnya

bahkan saat dia memutuskan untuk kuliah di Jakarta pun dia masih

mencari nama Herman. Pada kenyataannya pencarian nama Herman

hanyalah sebagai alat untuk dapat bertemu dengan teman abangnya.

Bertahun-tahun sudah Hera memendam perasaan kepada teman

abangnya itu, sampai dia rela menyusuri daftar nama Herman. Namun

cinta Hera bertepuk sebelah tangan, kenyataannya bahwa teman

abangnya sekarang telah hidup bahagia dengan istri dan anaknya.

Kekecewaan menahun dan cinta bertepuk sebeah tangan inilah yang

mengakhiri pencarian nama Herman di tangan seorang pencari bakat.

Hera pergi dan tak pernah kembali, saat si pencari bakat itu

menunjukkan kartu identitasnya bernama Herman Suherman.

Cerita ini mengandung makna bahwa cinta itu adalah sebagian

kebutuhan rohani dari diri manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa

manusia pastilah tidak akan pernah lepas dari yang namanya cinta.

Tetapi terkadang manusia salah mengartikannya, seperti halnya yang

terjadi dalam tokoh „Hera‟. Hera yang begitu memendam cintanya

selama bertahun-tahun kepada teman abangnya dan cintanya itu

bertransformasi menjadi sebuah obsesi dengan pencarian nama Herman.

Cinta juga dapat menimbulkan malapetaka, seperti halnya yang dialami

Page 125: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Hera diakhir cerita. Hera yang awalnya mencari nama Herman saja,

malah bertemu dengan seseorang bernama Herman kuadrat yaitu

Herman Suherman, hal ini malah menimbulkan malapetaka bagi

dirinya. Maka dari itu, cinta akan sesuatu yang berlebihan itu juga dapat

merugikan diri sendiri. Jika manusia menginginkan cinta yang sejati,

sebaiknya memilih satu saja. Mungkin dari satu ini yang terlihat ganjil

malah menggenapkan atau malah melengkapi, tetapi jika manusia

memilih dua sekaligus, walaupun terlihat genap kemungkinan itu akan

menimbulkan malapetaka bahkan melenyapkan.

4. Rico de Coro

Cerpen Rico de Coro ini berbicara juga masih berbicara mengenai

cinta. Di cerita ini bukanlah cerita cinta biasa, bukan pula membicarakan

cinta antarinsan melainkan cinta hewani. Cinta dari seekor kecoa bukan

dengan kecoa betina melainkan kepada anak pemilik rumah yang dia

tumpangi. Kecoa ini mencintai seorang gadis atau bisa dikatakan seorang

manusia. Cerpen Rico de Coro ini adalah gambaran dari ketulusan cinta

serta pengorbanan atas nama cinta. Rico adalah seekor kecoa ningrat yang

tidak ingin disebut dirinya sebagai kecoa toilet, karena dia sekalipun tidak

pernah menempati ruangan itu. Namun kecoa, tetapkah kecoa yaitu

mahkluk yang paling menjijikan dan simbol kekotoran.

Page 126: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

a. Cinta hewani

Setiap pengkajian karya sastra selalu berupaya untuk menggali

makna yang terkandung di dalam karya sastra yang dikaji, makna karya

sastra selalu bersifat kias, majas, subyektif dan khusus, sehingga untuk

dapat mengungkapkan karya sastra diperlukan suatu interpretasi.

Berdasarkan interpretasi dalam tanda yang berupa ikon, indeks, dan

simbol, serta hubungan unsur-unsur pembangun novel dengan simbol-

simbol yang ada, makna yang dapat ditemukan dalam cerpen „Rico de

Coro‟ adalah sebagai berikut.

Rico selalu menganggap terikan gadis pujaannya itu yaitu Sarah

sebagai sebuah bentuk cinta dari seorang manusia kepada bangsa kecoa.

Karena ketakutannya itu, dia tidak pernah sekalipun berhadapan dengan

kecoa bahlan memukulnya dengan memakai sandal. Dari persepsi itulah

menimbulkan rasa cinta dari diri Rico. Menjelang akhir cerita, keluarga

kerajaan kecoa dapur melakukan gerakan balas dendam terhadap

penghuni rumah itu. Dengan memasang jebakan kecoa mutan hasil

percobaan dari kakak perempuan Sarah. Namun ternyata salah target,

Sarah nyaris menjadi korban, dengan rasa cintanya terhadap Sarah,

Rico mengorbankan nyawanya demi Sarah, atas dasar cinta. Seperti

itulah sedikit kronologis dari cerpen ini.

Cerita ini mengandung makna bahwa antara cinta, hati itu

adalah masalah paling absurd di dunia ini, tidak ada yang mengerti apa

itu cinta, tapi perasaan itu senantiasa mengiringi setiap langkah

manusia. Cinta, memang sesuatu hal yang indah, dan merupakan satu

Page 127: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

hal yang paling menyakiti, tergantung waktu dan kejadian yang berlaku.

Dari cerita tersebut menggambarkan bukan sebuah cinta yang salah,

malah seperti itulah adanya cinta. Cinta tidak memandang latar

belakang dari seseorang itu, karena itu adalah sebuah paket besar.

Seperti halnya tokoh „Rico‟ yang mencintai Sarah, karena Rico

mencintai Sarah bukan karena siapa Sarah sebenarnya, melainkan

karena Sarah begitu apa adanya. Karena itu cinta tidak harus

mempertimbangkan apa yang telah dipersembahkan seseorang,

melainkan apa yang telah menumbuhkan rasa itu. Manusia tidaklah

perlu menunggu untuk menjadi sempurna jika ingin dicintai, melainkan

menunggu seseorang yang mencintai sebuah ketidaksempurnaan.

Page 128: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis, dapat ditarik simpulan

sebagai berikut.

1. Alur, penokohan, latar, tema dan amanat dari cerpen Filosofi Kopi, Sikat

Gigi, Mencari Herman, dan Rico de Coro yaitu cerpen Filosofi Kopi

mempunyai alur back tracking, penokohan dari cerpen ini ditinjau dari

aspek psikologis. Latar yang digunakan cerpen ini berbeda-beda, tetapi

yang paling banyak digunakan adalah kafe atau kedai kopi milik tokoh

Ben dan Jody. Tema dan amanat dari cerpen ini mengenai harapan

seseorang mengenai kesempurnaan hidup. Cerpen Sikat Gigi mempunyai

alur maju (progresif). Penokohan dari cerpen ini juga masih ditinjau dari

aspek psikologis. Latar yang digunakan yang paling utama adalah rumah

tempat tinggal tokoh Tio. Tema dan amanat dari cerpen ini mengenai cinta

antarinsan yang seharusnya dapat bersikap saling terbuka satu sama lain.

Cerpen Mencari Herman mempunyai alur back tracking. Penokohan dari

cerpen ini juga seperti cerpen yang lainnya. Latar yang digunakan paling

banyak menggunakan rumah tokoh Hera. Tema dan amanat yang dapat

diambil dari cerpen ini pencarian sebuah cinta sejati. Cerpen Rico de Coro

mempunyai alur maju (progresif). Penokohan cerpen ini unik karena

muncul tokoh kecoa dalam cerpen ini. Latar yang digunakan dalam cerpen

Page 129: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

ini paling banyak di rumah keluarga Haryanto. Tema dan amanat dari

cerpen ini adalah mengenai ketulusan sebuah cinta.

2. Simbolisasi cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman, dan Rico

de Coro menceritakan kisah cinta namun dalam bentuk yang berbeda-beda

yang menjadi simbol-simbol romantisme dalam sebuah cinta. Cerpen

Filosofi Kopi disimbolkan dari sebuah kopi, cerpen Sikat Gigi disimbolkan

sebuah sikat gigi, cerpen Mencari Herman disimbolkan nama Herman

sedangkan cerpen Rico de Coro disimbolkan seekor kecoa.

3. Makna dari cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman, dan Rico

de Coro mempunyai ciri khas yang menonjol dalam menggambarkan

kehidupan yang ingin disampaikan pada pembaca lewat simbol-simbol

yang disajikan pengarang. Cerpen Filosofi Kopi yang digambarkan dalam

bentuk kopi, menyampaikan kehidupan seseorang yang mengginginkan

sebuah kesempurnaan hidup lewat petualangannya hidupnya dengan kopi,

selanjutnya cerpen Sikat Gigi yang menceritakan seseorang yang begitu

menyukai menyikat gigi, karena dengan menyikat gigi dia dapat

melupakan kenangan masa lalunya yang menyakitkan, sikat gigi inilah

digambarkan sebagai cara agar dia dapat berkomunikasi dengan

sahabatnya, lain halnya dalam cerpen Mencari Herman yang bercerita

tentang kehidupan seorang gadis yang mencari seseorang bernama

Herman, namun pencarian nama Herman itu hanyalah alat agar dapat

bertemu dgn teman abangnya, hingga berakhir dengan tragis dan dalam

cerpen Rico de Coro dicerita cinta kecoa terhadap majikannya yang

Page 130: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

berakhir dengan kematian si kecoa karena ingin menyelamatkan gadis

yang dia cintai. Pengorbanan juga ketulusan hati si kecoa.

Page 131: SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN …...Ketua Jurusan Sastra Indonesia Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP196206101989031001 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

B. Saran

1. Penulis pada waktu mengerjakan skripsi ini menemui kendala yaitu kurang

lengkapnya buku-buku yang dapat dijadikan referensi skripsi. Penulis

mengalami hambatan karena minimnya buku-buku yang diperlukan dalam

penelitian ini baik di perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun

perpustakaan pusat UNS. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan

pengadaan buku dan referensi kepustakaan untuk membantu kelancaran

suatu penelitian, khususnya di perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

dan perpustakaan pusat UNS pada umumnya.

2. Penulis menyadari masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam

analisis kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Penulis menyarankan, masih ada

peneliti yang ingin mengkaji kumpulan cerpen Filosofi Kopi untuk dikaji

lebih lanjut secara lebih mendalam, yaitu dengan pendekatan estetika,

stilistika, sosiologi sastra, resepsi sastra, ataupun intertekstualitas. Dalam

penelitian ini penulis hanya meneliti empat cerpen saja, oleh karena itu

disarankan masih ada peneliti yang ingin meneliti selain empat cerpen

tersebut. Hal ini dikarenakan penulis yakin masih banyak masalah yang

belum terungkap dalam Kumpulan cerpen Filosofi Kopi.