sifat kritis model magnetik simetri polyhedral …

65
SIFAT KRITIS M PADA Diajukan Sebagai Sal pada Fakultas PROGR FAKULTAS MAT MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHE A KISI SEGITIGA (TRIANGULAR) SKRIPSI lah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarja a Program Studi Fisika Jurusan Fisika s Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin OLEH MUHAMMAD JUFRIN H 211 10 010 RAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA TEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN A UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i EDRAL ana Sains ALAM

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI

PADA KISI SEGITIGA (

Diajukan Sebagai Salah Satu Syaratpada Program Studi Fi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL

PADA KISI SEGITIGA (TRIANGULAR)

SKRIPSI

Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjanapada Program Studi Fisika Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

OLEH

MUHAMMAD JUFRIN

H 211 10 010

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

i

POLYHEDRAL

Gelar Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Page 2: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

ii

Page 3: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

iii

Page 4: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

iv

ABSTRAK

Sifat kritis model magnetik simetri ikosahedron pada kisi segitiga diteliti menggunakan simulasi Monte Carlo dengan Algoritma Wolff. Parameter-parameter kritis suatu sistem dapat mencirikan perubahan fase yang ada. Pola keteraturan konfigurasi spin dikuantisasi melalui rasio momen dan rasio korelasi. Analisis penyekalan ukuran berhingga dari rasio korelasi menghasilkan estimasi temperatur transisi 0,711(1), yang bersesuaian dengan eksponen panjang korelasi ν= 1,50(1). Dengan menghubungkan rasio korelasi dan ukuran linear kisi terhadap fungsi korelasi dapat diestimasi eksponen peluruhan η pada temperatur transisi yaitu η = 0,147(1).

Kata Kunci : Model Magnetik, Simetri Ikosahedron, Kisi Segitiga, Monte Carlo, Algoritma Wolff, Parameter Kritis.

Page 5: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

v

ABSTRACT

We study critical properties of vertices-icosahedron spin model on triangular lattice by using Monte Carlo simulation with Wolff algorithm. The critical parameters of a system characterize the existing phase transition. The existence of ordered phase is characterized using the moment and correlation ratios. We plot the correlation ratio using finite size scaling procedure and estimated transition temperature Tc = 0,711(1), which correspond to the exponent of correlation length ν = 1,50(1). By using correlation ratio and size dependence of correlation function we estimated the decay exponent η for the transition temperature as η = 0,147(1).

Key Words : Magnetic Model, Icosahedron Symmetry, Triangular Lattice, Monte Carlo, Wolff Algorthm, Critical Parameters.

Page 6: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, yang dengan segala

limpahan rahmat, berkah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Sifat Kritis Model Magnetik Simetri

Polyhedral Pada Kisi Segitiga (Triangular)”. Shalawat dan salam senantiasa

tercurah bagi junjungan kita, penutup para rasul, Muhammad Shalallahu Alaihi

wa Sallam, beserta segenap keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia

menjalankan sunnahnya hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang dalam atas bantuan, bimbingan,

motivasi, dan do’a dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana. Teruntuk

keluarga tercinta, Ayahanda Abd. Salam dan Ibunda Asiah, yang selalu

mendukung, membimbing dan mendo’akan penulis selama menjalani hidup dalam

perantauan. Tiada batas budi yang dapat dibalaskan untuk segala pengorbanan

yang telah Ayah dan Ibu persembahkan untuk penulis. Salam rindu untuk

saudaraku Wahyudin, Suryadin dan Zulkarnain, saudariku St. Joharni, S.Kep

serta Almh. Wahida dan Alm. Mahfu yang pernah melengkapi kebahagian kedua

orang tua penulis. Skripsi ini juga penulis persembahkan kepada seluruh keluarga

besar di Nisa.

Page 7: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

vii

Dengan segala rasa ikhlas dan tulus penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Tasrief Surungan, M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak

Drs. Bansawang BJ., M.Si selaku pembimbing pertama yang dengan tulus

dan ikhlas memberikan bimbingan, ilmu, dan arahan kepada penulis untuk

selalu memberikan yang terbaik demi terselesainya skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr.rer.nat. Wira Bahari Nurdin, Prof. Dr. Syamsir

Dewang, M.Eng.Sc dan Dr. Paulus Lobo Gareso, M.Sc sebagai tim

penguji skripsi fisika yang telah banyak memberikan masukan dan saran-

saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Tasrief Surungan, M.Sc selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

4. Ibu Dr. Nurlaela Rauf, M.Sc sebagai penasehat akademik yang telah

memberikan banyak bantuan baik dalam maupun luar lingkup kampus.

5. Bapak/ibu dosen Jurusan Fisika FMIPA UNHAS atas ilmu yang diberikan

kepada penulis selama melaksanakan studi di Jurusan Fisika.

6. Seluruh karyawan FMIPA dan terkhusus (Pak Ambo/Aji, Pak Latif, Pak

Ali, Pak Syukur, Pak Mus, Pak Suardi, Pak Bahtiar, Pak Rahmat dan

Pak Sangkala) yang telah memberikan banyak bantuan selama proses

adminisitrasi.

7. Kanda Muh. Nur Musa, S.T dan Azwar Sutiono, S.Si yang telah

meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengalaman.

Page 8: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

viii

8. Partner pergaulan selama studi di Jurusan Fisika FMIPA UNHAS

(H21110008 & H21110271).

9. Saudari saya Hadria Zakaria, S.Si yang telah membantu perlengkapan

”Laptop” dalam menyelesaikan penelitian penulis.

10. Saudara-saudariku Fisika 2010 : Hadria (S.Si), Eka, Deby (S.Si), Diana

(S.Si), Lina (S.Si), Adri (S.Si), Dipa (S.Si), Tanto (S.Si), Urhi, Tiwi,

Ani, Hari (S.Si), Satriyani (Satti), Cica (S.Si), Wawan, Gazali, Willi

(S.Si), Dewi, Ical, Edi, Dira (S.Si), Yulis, Inno, Muti, Tuti (S.Si), Nomo,

Uzi (S.Si), Satriana, Lili, Inchi (S.Si), Olive, Tenri, Sri (S.Si), Ayu,

Ippank, Angga, Arlin, Pai, Reza, Muslim, Fira, I’in, Ana (Azalia),

Bustam (S.Si), Nusu’ (S.Si), Sinar (S.Si), Rizal, cica (maros), syahreza,

dan selvi serta saudara-saudariku Geoph’10. Terima kasih atas semangat

dan motivasi serta kebersamaanya. Good luck for us!

11. Kanda-kanda dan Adik-adik Jurusan Fisika FMIPA UNHAS.

12. Teman-teman KKN UNHAS Gel. 86 Tematik Pemilu.

13. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi, penulis

ucapkan terima kasih.

Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan

ilmu. Aamiin.

Wassalamu ’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Mei 2015

Penulis

Page 9: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… ii

PERNYATAAN .......................................................................................... iii

ABSTRAK ……………………………………………………………….. iv

ABSTRACK ……………………………………………………………... v

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...... xi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

I.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1

I.2 Ruang Lingkup ………………………………………………… 4

I.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 5

II.1 Perubahan Fase dan Eksponen Kritis …………………………. 5

II.1.1 Perubahan Fase Orde Pertama …………………………. 6

II.1.2 Perubahan Fase Orde Kedua …………………………... 7

II.2 Universalitas dan Hubungan Penyekalan ……………………... 10

II.2.1 Penyekalan Ukuran Berhingga (FSS) …………………... 11

II.3 Fenomena Magnetik …………………………………………... 12

II.4 Model Magnetik ………………………………………………. 12

Page 10: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

x

II.4.1 Model Ising …………………………………………….. 12

II.4.2 Model Spin Vertices-Icosahedron ……………………… 13

II.4.3 Panas Jenis dan Magnetisasi …………………………… 15

II.5 Metode Monte Carlo ………………………………………….. 16

II.5.1 Algoritma Metropolis …………………………………... 16

II.5.2 Algoritma Wolff (Single-Cluster) ……………………… 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………… 20

III.1 Alat dan Bahan ………………………………………………. 20

III.2 Model ………………………………………………………... 20

III.3 Prosedur Simulasi ……………………………………………. 21

III.4 Bagan Alir Penelitian ………………………………………... 22

III.5 Bagan Prosedur Simulasi …………………………………….. 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………... 24

IV.1 Panas Jenis (Cv) ……………………………………………… 24

IV.2 Momen Rasio (UL) dan Korelasi Rasio (QL) ………………… 25

IV.3 Penyekalan Ukuran Hingga (FSS) …………………………… 27

IV.4 Estimasi Temperatur dan Eksponen Kritis …………………... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 31

V.1 Kesimpulan …………………………………………………… 31

V.2 Saran …………………………………………………………... 32

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 33

LAMPIRAN ………………………………………………………………. 35

Page 11: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perubahan Fase Orde Pertama Pada Air …………………….. 6

Gambar 2.2 Perubahan Fase Orde Kedua ……………………………….... 7

Gambar 2.3 Ikosahedron ………………………………………………….. 14

Gambar 3.1 Kisi Segitiga (a) dan Persegi (b) ……………………………... 21

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian ……………………………………….... 22

Gambar 3.3 Bagan Prosedur Simulasi …………………………………….. 23

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Panas

Jenis ………………………………………………………….. 24

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Momen

Rasio …………………………………………………………. 26

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Korelasi

Rasio …………………………………………………………. 26

Gambar 4.4 Plot FSS Model Korelasi Rasio Untuk Ikosahedron ………… 27

Gambar 4.5 Plot g(L/2) vs L ………………………………………………. 28

Page 12: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Eksponen-Eksponen Kritis Suatu Sistem magnetik ……................ 8

Tabel 2. Nilai eksponen-eksponen kritis untuk beberapa system ………….. 11

Tabel 3 Karakteristik Model Simetri Polihedron …………………………. 13

Tabel 4 Perbandingan Tc Untuk Sistem Kisi Yang Berbeda …………….... 29

Tabel 5 Estimasi Temperatur dan Eksponen Kritis Model Ikosahedron …. 30

Tabel 6 Perbandingan Tc Untuk Ukuran Linear Kisi Yang Berbeda …….. 31

Tabel 7 Estimasi Temperatur dan Eksponen Kritis Model Ikosahedron …. 32

Page 13: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Program Utama ………………………………………………. 35

Lampiran 2 Program Pembangkit Bilangan Acak ………………………… 46

Lampiran 3 Data Pengukuran Untuk 20 Sampel …………………………. 49

Page 14: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Fenomena perubahan fase terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kondensasi

uap air menjadi air dan air membeku menjadi es merupakan dua contoh lazim.

Perubahan fase juga terjadi dalam sistem magnetik dan sistem lainnya. Magnet

merupakan benda yang dapat menarik benda-benda lain disekitarnya seperti besi,

baja dan kobalt. Spin-spin magnetik dari bahan magnetik berinteraksi satu sama

lain. Di atas suhu Curie, rata-rata setengah spin berorientasi dalam satu arah dan

setengah lainnya dalam arah yang berlawanan. Sehingga momen magnetiknya

saling meniadakan, ini terjadi pada sistem paramagnetik. Tetapi ketika suhu mulai

diturunkan hingga temperatur kritis Tc maka semua spin memiliki orientasi yang

seragam. Kemudian pada temperatur kritis Tc suatu bahan mengalami perubahan

dari tidak memiliki momen magnetik menjadi memiliki momen magnetik. Hal ini

merupakan perubahan kualitatif mendadak. Di sini perubahan fase terjadi ketika

momen magnetik berubah dari nol menjadi tidak nol. Sistem mengalami

perubahan dari fase paramagnetik ke fase feromagnetik1,2.

Pada umumnya, perubahan fase berkaitan dengan fenomena kerusakan

simetri sistem. Simetri merupakan invariansi beberapa besaran fisis terhadap

pengenaan operasi tertentu. Sebuah sistem biasanya digambarkan oleh

Hamiltonian, sehingga simetri berkaitan erat dengan invariansi Hamiltonian

terhadap transformasi. Ketika kondisi makroskopik berubah, misalnya suhunya

Page 15: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

2

diturunkan atau tekanan dinaikkan, maka satu atau dua elemen simetri akan

menghilang. Hal ini merupakan gejala rusaknya simetri. Rusaknya simetri

menunjuk pada situasi dimana keadaan sistem tidak memiliki simetri penuh yang

dimiliki oleh Hamiltonian untuk menggambarkan sistem. Sebagai contoh sebuah

sistem magnetik, pada suhu diatas suhu Curie sistem memiliki magnetisasi nol

dalam medan nol atau magnetisasi tidak mengarah pada arah tertentu. Ketika suhu

diturunkan dibawah suhu Curie, magnetisasi spontan mengarah ke arah tertentu.

Dengan demikian, simetri arah pada magnetisasi rusak. Untuk perubahan fase

yang disebabkan oleh fluktuasi termal, sistem berada pada derajat simetri tinggi

pada temperatur tinggi karena semua ruang konfigurasi dibolehkan. Penurunan

suhu akan mengurangi fluktuasi termal dan mengakibatkan sistem berada pada

keadaan stabil3,4.

Salah satu fenomena penting dalam perubahan fase adalah terjadinya

magnetisasi spontan. Pada sistem feromagnetik, ketika suhu diturunkan hingga

mencapai temperatur tertentu yang disebut temperatur kritis maka akan terjadi

magnetisasi spontan. Sistem mengalami perubahan fase dari sistem paramagnetik

menjadi sistem feromagnetik. Temperatur kritis Tc untuk sistem feromagnetik

dinamakan temperatur Curie. Fenomena ini sangat menarik untuk dikaji karena

melibatkan interaksi spin, yaitu faktor mikroskopik.

Ernst Ising (1925) memperkenalkan model yang dapat menjelaskan

fenomena magnetisasi spontan dari sistem feromagnetik (FM). Model Ising

merupakan bentuk sederhana dari model Heisenberg untuk menyelesaikan model

Page 16: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

3

yang diusulkan oleh Lenz (1920) dalam mempelajari perubahan fase FM pada

temperature Curie. Model ini berisi variabel diskrit yang menyajikan momen

magnetik dari spin atom yang bernilai s = +/- 1. Spin tersebut dimodelkan dalam

sebuah kisi, dimana setiap spin dapat berinteraksi dengan spin terdekatnya

(nearest-neighbors). Model Ising kisi 2D adalah salah satu contoh model statistik

sederhana untuk menunjukkan magnetisasi spontan pada suatu sistem5.

Dalam thesisnya, pada tahun 1925 Ernst Ising mengkaji perubahan fase

pada ferromagnetik 1 dimensi. Namun sayangnya, untuk kasus ferromagnetik 1

dimensi tidak terjadi perubahan fase. Ilmuwan lain, Onsanger (1944), mencoba

mengembangkan dan ternyata model tersebut berhasil digunakan untuk

menyelesaikan kasus ferromagnetik pada 2 dimensi. Model ini dapat dikenakan

pada 2 dimensi karena pada kekisi 2 dimensi atau lebih, transisi fase baru akan

terjadi. Mencoba mengulas keberhasilan tersebut, Jurusan Fisika Universitas

Hasanuddin melakukan studi simulasi perubahan fase model Ising 2D dan 3D

yang telah dilakukan oleh Lukman dan Sumardin. Barulah pada tahun 2013

dilakukan penelitian yang mengkaji sistem feromagnetik pada model spin simetri

polihedral pada kisi berlapis (square lattice)8. Namun pada penelitian model spin

simetri polihedral, sebelumnya Tasrief Surungan dkk pernah meneliti model spin

edge-cubic pada kisi persegi (jurnal internasional). Sedangkan pada penelitian ini

akan mengkaji sistem dengan model spin dan kisi berbeda, yaitu model spin

ikosahedron pada kisi segitiga untuk kasus 2D.

Page 17: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

4

Pada penelitian ini akan dikaji model spin ikosahedron, yaitu model spin

diskrit dengan simetri polihedral. Simetri polihedral untuk model spin diperoleh

dengan membagi sama besar sudut ruang 4π dari struktur bola. Ada lima

kemungkinan tipe model dari struktur polihedral yang dapat diperoleh yaitu:

tetrahedron, oktahedron, heksahedron, ikosahedron dan dodecahedron. Spin

tersebut dimodelkan dalam suatu kisi yang saling berinteraksi seperti halnya pada

model spin Ising. Dengan menggunakan metode simulasi Monte Carlo, dapat

dihitung order parameter dan memperkirakan temperatur kritis dari setiap model3.

Motivasi studi ini adalah untuk melihat bilangan koordinasi yang lebih besar

(sistem lebih stabil) karena memiliki tetangga spin yang lebih banyak. Untuk

penelitian ini, dikhususkan untuk mempelajari model Ising 6 tetangga terdekat.

I.2 Ruang Lingkup

Penelitian ini melingkupi penentuan temperatur kritis dari model magnetik

spin ikosahedron pada kisi segitiga (triangular) dengan menggunakan metode

simulasi Monte Carlo. Ukuran linear kisi L, dengan jumlah spin adalah N = LxL;

dimana akan diambil L=12,24 dan 48. Diharapkan dapat diperoleh temperatur

kritis untuk masing-masing harga L.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan temperatur kritis dalam perubahan fase model magnetik

simetri ikosahedron pada kisi segitiga (triangular).

2. Menentukan pengaruh ukuran linear kisi terhadap perubahan fase sistem

magnetik.

Page 18: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Perubahan Fase dan Eksponen Kritis

Keadaan suatu benda dipengaruhi oleh peubah termodinamik, antara lain

temperatur, volume dan tekanan. Misalnya air jika dipanaskan (temperatur

dinaikkan) dapat berubah menjadi uap. Keadaan suatu sistem dapat digambarkan

dalam diagram keadaan, dimana sumbu-sumbunya adalah peubah termodinamik.

Fase adalah himpunan titik keadaan yang memiliki sifat-sifat homogen dan dapat

digambarkan dalam berbagai diagram misalnya PT, PV ataupun PVT, dimana P,

V dan T adalah peubah termodinamik. Suatu fase sebagai kumpulan titik keadaan

homogen memiliki sifat-sifat tertentu yang membedakannya dengan fase lainnya.

Fase cair dari air berbeda dengan fase gas (uap) dan fase padat (es). Setiap fase

bersesuaian dengan suatu fungsi termodinamik yang kontinu, dalam hal ini energi

bebas. Energi bebas bergatung pada peubah termodinamik10.

Perubahan fase merupakan perubahan drastis dari fase yang satu ke fase

lainnya berdasarkan perubahan parameter sistem seperti temperatur, tekanan dan

magnetisasi. Perubahan fase menandakan perubahan struktur dan dapat dikenali

dari perubahan drastis dari sifat-sifat fisiknya. Perubahan fase dapat disebabkan

oleh fluktuasi termal dan non-termal. Namun kebanyakan yang terjadi di alam

disebabkan oleh fluktuasi termal dan terjadi pada temperatur tertentu. Tipe transisi

ini biasanya disebut sebagai perubahan fase klasik11. Berdasarkan sifat fungsi

Page 19: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

6

energi bebas, perubahan fase dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perubahan fase

orde pertama (FO) dan orde kedua (SO).

II.1.1 Perubahan Fase Orde Pertama

Perubahan fase orde pertama secara umum ditandai oleh keberadaan kalor

laten. Kalor laten adalah kalor yang diserap atau dilepas selama perubahan. Laten

artinya tetap, digunakan untuk menandai temperatur yang tetap selama proses

perubahan. Selain kalor laten, perubahan fase orde pertama juga ditandai oleh

kehadiraan fase secara bersamaan (co-existence). Fase asal (A) dan fase tujuan (B)

selama perubahan fase hadir bersamaan. Saat bagian tertentu telah berada dalam

fase B, bagian lain masih dalam fase A. Es yang sedang mencair merupakan

contoh perubahan fase orde pertama, kalor laten 334kJ/kg dan Tc = 0o C, dan ada

koeksitensi antara es dan air10.

(a) (b)Gambar 2.1 Perubahan Fase Orde Pertama pada Air5.

Karakterisasi perubahan fase sebagai perubahan sifat makroskopis

dijelaskan secara teoritis sebagai kemunculan singularitas pada fungsi yang

merepresentasikan kuantitas fisik dari sistem tersebut. Pada Gambar 2.1, entropi S

dan volume V, memperlihatkan singularitas yang bersifat discontinuous. Ketika

air dipanaskan, dan berubah menjadi uap air, volume V berubah secara

Page 20: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

7

discontinuous (pada Gambar 2.1.b, terdapat lompatan pada kurva di titik Pc);

sama halnya ketika air didinginkan, dan berubah menjadi es (padat) entropi S

berubah secara discontinuous (pada Gambar 2.1.a, terdapat lompatan pada kurva

di titik Tc).

Penyebab terjadinya perubahan fase, karena adanya pengaruh dari energi

(internal) E dan entropi sistem S, yang keduanya bersama-sama menentukan

energi bebas F = E – TS. Ketika turunan pertama energi bebas discontinuous,

perubahan ini disebut perubahan fase orde pertama5.

II.1.2 Perubahan Fase Orde Kedua

Pada perubahan fase orde kedua, tidak ada kalor laten, sebab itu pula tidak

dijumpai co-existence fase. Perubahan fase jenis kedua sering pula disebut sebagai

perubahan fase kontinu. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa sifat

sistem berubah secara kontinu5.

Gambar 2.2 Perubahan Fase Orde Kedua5

Perubahan fase bersifat continuous jika turunan pertama energi bebas

continuous dan ini disebut perubahan fase orde kedua. Pada gambar 2.2 dapat

Page 21: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

8

dilihat model perubahan fase orde kedua dimana pada perubahan entropi berifat

continuous5.

Parameter keteraturan merupakan konsep penting dalam membahas

perubahan fase orde kedua (SO). Nilai parameter keteraturan pada fase teratur

berhingga, sedangkan dalam fase yang lain nilainya lenyap. Contoh yang analog

dengan perubahan fase dari cair ke gas adalah perubahan fase dari paramagnet ke

feromagnet, dimana magnetisai merupakan parameter keteraturan. Pada

temperatur tinggi (fase paramagnet) magnetisasi lenyap, sedangkan pada

temperatur rendah (di bawah temperatur Curie), magnetizasi berhingga. Beberapa

fungsi termodinamik di sekitar titik kritis bersifat homogen dan dipengaruhi oleh

parameter-parameter makroskopik seperti dimensi ruang dan simetri dari sistem.

Fungsi termodinamik merupakan fungsi ekponensial dari parameter temperatur

|T- T|. Eksponen kritis merupakan parameter yang menjadai karakteristik dari

suatu fenomena kritis10.

Dengan memperkenalkan suatu variabel baru t (reduced temperature),

yang didefenisikan sebagai t = −

, eksponen-eksponen kritis suatu sistem

magnetik dituliskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Eksponen-eksponen kritis suatu sistem magnetik12

Eksponen Definisi Deskripsi

Α CH ~ |t|-α Panas jenis pada H=0

Β M ~ |t|β Magnetisasi pada H=0, t < 0

Γ χ ~ |t|-γ Suseptibilitas pada H=0

Δ M ~ ℎ1Isotermal kritis

Ν ξ ~ |t|-ν Panjang korelasi

Η G(r) ~ |r|-(d-2+η) Fungsi korelasi

Page 22: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

9

Sifat mikro sistem tidak nampak pada besaran CH, M, χ, dan ξ, melainkan

melebur pada nilai t. Pada kasus T > Tc, nilai t (reduced temperature) yang besar

menyebabkan besaran CH memiliki nilai yang kecil, karena memiliki fungsi

pangkat negatif. Begitu pula sebaliknya untuk T < Tc, nilai besaran CH semakin

besar untuk nilai t yang semakin kecil. Berbeda dengan besaran magnetisasi M,

nilai t berbanding lurus dengan nilai magnetisasi M, karena memiliki fungsi

pangkat positif. Untuk T > Tc, diperoleh nilai M yang besar untuk nilai t yang

besar. Untuk T < Tc, magnetisasi memiliki nilai yang kecil sebagai akibat dari

nilai t yang kecil. Untuk besaran fisis χ dan ξ, memiliki definisi kasus yang sama

dengan besaran panas jenis CH. Suseptibilitas χ dan panjang korelasi ξ memiliki

fungsi pangkat negatif, sehingga nilai χ dan ξ berbanding terbalik dengan nilai t.

Pada kasus T > Tc, besaran χ dan ξ memiliki nilai yang kecil karena nilai t yang

besar. Sedangkan untuk T < Tc, t memiliki nilai yang kecil sehingga χ dan ξ

bernilai besar. Besaran fisis CH, M, χ, dan ξ, masing-masing memiliki variabel

eksponen kritis. Eksponen-eksponen kritis α, β, γ, dan ν menggambarkan variasi

dari masing-masing besaran yaitu CH, M, χ, dan ξ terhadap pengaruh temperatur12.

Secara umum, eksponen kritis bukanlah bilangan rasional sederhana dan secara

teratur menunjukkan universalitas.

II. 2 Universalitas dan Hubungan Penyekalan

Universalitas adalah nilai parameter kritis yang bersifat universal. Sistem

dalam kelas universalitas yang sama memiliki eksponen kritis yang sama tetapi

bisa memiliki temperatur transisi yang berbeda. Nilai eksponen dari suatu sistem

Page 23: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

10

menjadi sifat khas dari sistem tersebut. Jika dua buah sistem yang berbeda

memiliki parameter atau eksponen kritis yang sama maka dua sistem tersebut

berada pada kelas yang sama. Salah satu contoh dalam kelas universalitas sama

diperliahatkan dalam Tabel 2. Menurut kelompok renormalisasi dua sistem hanya

memerlukan beberapa fitur-fitur umum untuk berada dalam kelas universalitas

yang sama. Hal demikian harus memiliki kesamaan

Dimensi spasial

Simetri orde parameter

Jarak dan simetri Hamiltonian

Tabel 2. Nilai eksponen-eksponen kritis untuk beberapa sistem12

Sistem T < Tc T = Tc T > Tc

Β δ η α γ ΝFluidaCO2 0,34 4,2 - ~0,1 1,35 -Xe 0,35 4,4 - - 1,3 -MagnetNi 0,42 4,22 - 0 1,35 -EuS 0,33 - - 0,05 - -CrBr3 0,368 4,3 - - 1,215 -Model Larut

Klasik 2 3 0 0(disc) 1 2Ornstein-Zernike - 5 0

αs = -1 2 1

Model Bola 3D 2 5 0 αs = -1 2 1

Model Ising 2D 8 ~15 4 0 (log) ~ 74 1PendekatanModel Ising 3D (Fluida?) ~

56 ~5 ~0,041 ~ 8 ~ 4 ~0,638

Model Heisenberg 3D (Magnet?) ~(0,345?) ~5 (~0,03?)

αs ~ -0,1 ~1,4 ~0,70

Page 24: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

11

II. 2.1 Penyekalan Ukuran Berhingga (FSS)

Percobaan pada sistem nyata dan perhitungan numerik seperti simulasi

monte carlo menggunakan sistem berhingga. Dengan mengamati bagaimana

kuantitas C, M, χ bervariasi untuk ukuran kisi yang berbeda, hal tersebut

dimungkinkan untuk menghitung nilai eksponen kritis13. Fungsi termodinamik

secara umum merupakan besaran extensif yaitu besarnya bergantung pada ukuran

sistem. Sifat ini memungkinkan penentuan temperatur dan eksponen kritis sistem

melalui metoda penyekalaan ukuran berhingga (Finite Size Scaling). Sebagai

contoh, untuk perbandingan korelasi fungsi penyekalaannya adalah sbb10

Q = f (( T-Tc)Lν) 2.1

II. 3 Fenomena Magnetik

Dalam feromagnetisme, medan magnet yang ditimbulkan oleh bahan

disebabkan oleh spin elektron yang tidak berpasangan. Tiap spin tersebut senang

menunjuk pada arah yang sama dengan arah spin tetangganya. Namun,

penyearahan spin-spin tersebut hanya terjadi pada skala kecil (sekitar 10-3 mm3).

Dalam skala makroskopis arah dari spin tersebut berbeda sehingga medan magnet

yang ditimbulkan bahan tersebut nol. Itulah sebabnya mengapa sepotong besi

bukan magnet permanen14.

Pada sistem feromagnetik, ketika suhu diturunkan hingga mencapai

temperatur tertentu yang disebut temperatur kritis maka hal tersebut dapat

Page 25: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

12

menghilangkan arah spin yang seragam dan terjadilah magnetisasi spontan. Dalam

temperatur tinggi di atas Tc, bahan magnet cenderung kehilangan sifat magnet.

Pada saat keadaan melewati suhu di atas titik kritis pada temperatur Curie, sifat

feromagnetik bahan akan menjadi paramgnetik. Fenomena magnetisasi spontan

telah teramati sejak dulu dalam sistem magnet, barulah pada tahun 1925

diperkenalkan model yang dapat menjelaskan fenomena magnetisasi spontan dari

sistem feromagnetik5,14.

II.4 Model Magnetik

II.4.1 Model Ising

Model Ising adalah model statistik sederhana interaksi feromagnetik.

Model ini diperkenalkan oleh Wilhelm Lenz pada tahun 1920 dan diselesaikan

oleh Ising pada tahun 1925 untuk kasus pada 1D dimana tidak terjadi perubahan

fase. Dalam kasus 2D, dibutuhkan pemecahan analitik yang lebih rumit dan telah

diselesaikan oleh Larns Onsager pada tahun 1944 dengan metode matriks transfer.

Model ini merupakan model statistik dengan variabel diskrit yang

merepresentasikan momen dipol magnetik yang dapat dinyatakan dalam dua

keadaan (+1 atau -1). Spin ditempatkan dalam kisi yang membolehkan adanya

interaksi antara spin dengan spin tetangganya. Hamiltonian interaksi sistem

tersebut dinyatakan sebagai

= ∑ ⃗ . ⃗ 2.2

Page 26: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

13

Dimana si adalah spin ke i yang ditinjau, sj adalah spin tetangga terdekatnya, dan J

adalah reprentasi interaksi antara spin15.

II.4.2 Model Spin Vertices-Icosahedron

Ikosahedron adalah bagian dari simetri polihedral. Model spin ikosahedron

adalah bagian diskrit dari model Heisenberg dengan grup simetri ikosahedron A5 x

C2,.

Tabel 3. Karakteristik Model Simetri Polihedron3

Model Vertices Faces Edges Grup Simetri

Tetrahedron 4 4 6 S4

Oktahedron 6 8 12 Oh = S4 x C2

Kubik 8 6 12 Oh

Ikosahedron 12 20 30 A5 x C2

Dodekahedron 20 12 30 A5 x C2

Gambar 2.3 Ikosahedron16

Page 27: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

14

Dalam model ini, vektor spin ditempatkan pada pusat ikosahedron dengan

arah orientasinya berdasarkan model yang dipilih berdasarkan karakteristik

ikosahedron tersebut. Berdasarkan Tabel 3, maka akan didapatkan tiga model

ikosahedron yaitu vertices-icosahedron (12 keadaan), faces-icosahedron (20

keadaan), dan edge-icosahedron (30 keadaan).

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Surungan dan Okabe (2012), yang

telah mengkaji sifat kritis model spin dengan simetri polyhedral pada kisi persegi

(square lattice). Penelitian hanya mempertimbangkan model Icosahedron dan

Dodecahedron sebagai Tetrahdron dan Octahedron yang setara dengan model

umum yaitu Ising dan model Potts 4-state. Pengamatan pada perubahan fase orde

kedua untuk masing-masing model yang bersesuaian dan meng-estimasi eksponen

dan temperatur kritis melalui rasio korelasi. Terjadi penurunan sistem pada

temperatur kritis sebagai meningkatnya keadaan jumlah spin (Tc → 0 untuk q →

∞). Menandakan bahwa Tc = 0 untuk model dengan simetri kontinu, yang

menekankan pentingnya discretness sistem 2 dimensi3.

II.4.3 Panas Jenis dan Magnetisasi

Panas jenis, sebagaimana diketahui adalah besaran fisis yang menyatakan

jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur. Panas jenis dari

sistem dapat dinyatakan sebagai berikut :

( ) = (⟨ ⟩ ⟨ ⟩ ) 2.3

Page 28: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

15

dimana E adalah energi dalam satuan J sedangkan < … > merepresentasikan rata-

rata ensambel. Temperatur dinyatakan dengan J/kB dimana kB adalah konstanta

Boltzmann.

Pada sistem feromagnetik, magnetisasi dinyatakan dengan = |∑ ⃗ .|yang merupakan parameter keteraturan. Dengan mendefenisikan Mk sebagai

momen magnetisasi tingkat k dan ( ) = ∑ ⃗( ) . ⃗( + ) sebagai fungsi

korelasi antara spin pada posisi r dan pada (r+R), maka rasio momen dan korelasi

dinyatakan sebagai

= ⟨ ⟩⟨ ⟩

= ⟨ ( / )⟩⟨ ( / )⟩

dimana jarak R untuk fungsi korelasi g(R) adalah vektor kuantitas dan mengambil

jarak yang lebih tepat dan sederhana yaitu L/2 dan L/4 , masing-masing dalam

arah x dan y.

Keberadaan perubahan fase dapat ditentukan dari plot UL dan QL terhadap

temperatur. Pada temperatur yang sangat rendah dimana sistem mendekati

keadaan dasar, rasio momen dan korelasi bersifat trivial. Namun pada keadaan

exitasi yaitu ketika sejumlah spin tidak searah, keduanya tidak trivial tetapi

bergantung pada temperatur3.

II.5 Metode Monte Carlo

Simulasi Monte Carlo adalah metode statistik yang menggunakan bilangan

acak dalam proses pencuplikan. Tujuan utama metode Monte Carlo adalah untuk

2.4

2.5

Page 29: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

16

memperoleh nilai dari besaran fisika yang diamati dengan mengambil sampel

pada ruang konfigurasi (microstate) sistem. Konfigurasi sampel dibangkitkan

secara acak melalui proses Markov, yaitu cara pembangkitan konfigurasi baru dari

konfigurasi sebelumnya. Metode Monte Carlo adalah metode standar yang umum

digunakan dalam fisika. Terdapat berbagai jenis algoritma yang digunakan dalam

metode Monte Carlo, masing-masing mempunyai karakteristik sesuai dengan

masalah yang ingin dipecahkan. Algoritma Metropolis adalah salah satu yang

paling populer. Akan tetapi, algoritma ini tidak efisien untuk perhitungan

temperatur yang berifat kontinu (tidak diskret) karena memerlukan proses

pengulangan seluruhnya untuk temperatur lain yang berbeda. Algoritma dituliskan

dalam sub-bagian berikut:

II.5.1 Algoritma Metropolis

Misalkan sebuah kisi berlapis N, yang masing-masing diisi oleh spin Ising,

maka akan ada 2N konfigurasi. Masing-masing konfigurasi berkontribusi pada

sifat makroskopik, misalnya besaran fisis Q. Panas rata-rata pada temperatur T,

untuk kuantitas fisik Q dapat dinyatakan

⟨ ⟩ = ∑

Dimana Qi adalah nilai dari kuantitas pada konfigurasi i, pi adalah probabilitas

Gibbs dari sistem pada konfigurasi i, yang dinyatakan oleh

= exp(− ) ; = ∑ ( ) 2.7

2.6

Page 30: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

17

Dimana Ei dan β (1/kT) berturut-turut adalah energi dari konfigurasi i dan

temperatur invers, serta Z adalah fungsi partisi.

Perhitungan persamaan 2.7 membutuhkan memori komputer yang sangat

besar dan waktu yang cukup lama. Untuk menghindari hal ini dibutuhkan cara

yang tepat dalam membangkitkan microstates sehingga hanya diambil microstates

yang bersesuaian dengan temperatur T. Cara pembangkitan mikrostate-mikrostate

tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Metropolis.

Andaikan dipilih sebuah konfigurasi wi dengan probabilitas P(wi) pada M

sampel, rerata majelis <Q> diberikan oleh

⟨ ⟩ = ∑ ( )∑ ( )

Karena P(wi) dinyatakan sebagai Probabilitas Gibbs, perkiraan untuk ⟨ ⟩ secara

sederhana dinyatakan sebagai

⟨ ⟩ = ∑

Proses Markov adalah suatu teknik untuk membangkitkan secara acak konfigurasi

baru dari konfigurasi sebelumnya yang memberikan spesifikasi probabilitas

transisi W(i-j) dari satu microstate ke yang lainnya. Dalam proses ini berlaku

( → ) = ( → )Perumuskan rasio probabilitas transisi yang tergantung pada perubahan energi

sebagai berikut

2.8

2.9

2.10

Page 31: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

18

( → )( → ) = = − ( − )

Walaupun W(i-j) pada persamaan 2.12 tidak ditentukan secara khusus, pilihan yang

biasa digunakan adalah

− ( − ) untuk > ( → )

1 otherwise

Yang berarti bahwa perubahan untuk energi yang lebih tinggi diterima dengan

probabilitas exp(-β(Ej-Ei)) sedangkan untuk konfigurasi energi yang lebih rendah

selalu diterima.

Algoritma sederhana untuk menjalankan prosedur ini adalah Algoritma

Metropolis yang melakukan pembaharuan spin tunggal untuk perubahan Ei Ej.

Sebagai metode kanonik, dibutuhkan pengulangan keseluruhan prosedur

untuk menghitung temperatur lain. Konfigurasi spin perlu diekuilibrasi. Oleh

karena itu, kita harus melakukan MCS awal sebelum memulai pengukuran.

Bilangan ekuilibrasi yang biasa digunakan untuk MCS berkisar 104 - 105,

tergantung seberapa cepat sistem mencapai kesetimbangan10.

II.5.2 Algoritma Wolff (Single-Cluster)

Dalam algoritma Wolff, 1 Langkah Monte Carlo (MCS) adalah

mengunjungi (baik berturut-turut atau secara acak) setiap spin pada kisi, dan

melakukan pembaharuan berdasarkan probabilitas yang dipilih. Dengan gagasan

2.11

2.12

Page 32: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

19

algoritma wolff, spin planar diproyeksikan ke sumbu acak sehingga prosedur

Kosterlitz-Thouless (KT) pada spin Ising dapat diterapkan. Perubahan fase KT

merupakan perubahan fase orde tinggi dimana energi dalam tetap kontinu hingga

turunan ke-n. Perubahan KT bisa hadir dalam model XY dengan grup simetri

O(2). Gagasan algoritma Wolff membantu dalam menentukan sejumlah spin yang

berorientasi serupa dengan proyeksi spin Ising. Kemudian memperbaharui

orientasi spin yang serupa dengan spin ising berdasarkan temperatur pada

probabilitas P = 1 – exp(2βJ), dimana J adalah interaksi gabungan antar spin.

Ketidakpembaharuan orientasi spin yang berbeda dengan spin Ising akan

diperbaharui pada MCS selanjutnya3,11.

Konfigurasi awal terbagi menjadi satu set klaster yang terurai (konfigurasi

awal dipilih secara acak). Setiap klaster dikelompokkan sebagai unit tunggal

dalam beberapa langkah pembaharuan. Setelah 1 MCS, akan ada konfigurasi spin

baru yang dipeoleh, interaksi dikembalikan pada orientasi semula dan proses

dimulai lagi, dan seterusnya. Pada simulasi yang menggunakan algoritma wolff

perlu dilakukan pengukuran pada beberapa Langkah Monte Carlo (MCS),

misalnya 10 langkah11.

Page 33: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Satu set komputer dengan sistem operasi Linux Fedora 20

2. Paket aplikasi compiler bahasa C/C++ (GNU Compiler, General

Collection Compiler atau GCC).

3. Komputer untuk menjalankan pemrograman paralel Hugrid UNHAS

(http://www.hugrid.unhas.ac.id)

III.2 Model

Model spin polyhedral yaitu salah satunya icosahedron adalah versi

diskret dari model Heisenberg dengan spin hanya mengarah pada titik sudut

struktur (lihat Gambar 2.3). Model Hamiltonian dinyatakan sebagai berikut:

H = - J ∑ ⃗i . ⃗j

dimana ⃗i adalah spin pada titik kisi ke-i. Penjumlahan dilakukan pada semua

pasangan tetangga terdekat spin pada kisi triangular dengan interaksi

feromagnetik (J > 0). Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3.1.a. Dalam

konfigurasi keadaan dasar, energinya akan menjadi -3NJ ketika semua spin

memiliki orientasi umum; dengan N adalah jumlah spin3.

Page 34: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

21

(a) (b)

Gambar 3.1. Kisi Segitiga (a) dan Persegi (b)

III.3 Prosedur Simulasi

Dalam penelitian ini digunakan metode simulasi Monte Carlo dengan

algoritma Wolff, lazim disebut Single-Cluster (spin update). Algoritma Wolff

bekerja dengan pedoman memilih suatu spin secara acak dan kemudian

membentuk satu kluster; dengan pengujian ikatan yang berdekatan18. Jumlah

langkah yang diambil MCS (Monte Carlo Step) tergantung pada kecepatan sistem

mencapai keseimbangan. Masing-masing titik data diperoleh dari rerata jumlah

MCS.

Prosedur simulasi program mengikuti langkah-langkah berikut

1. Menentukan dimensi panjang dan lebar untuk membangun kisi dua

dimensi.

2. Menempatkan spin pada setiap kisi dengan konfigurasi acak.

3. Menetapkan temperatur awal dan perubahan temperatur (to dan Δt).

4. Menghitung energi sistem (sesuai sajian hamiltonian).

5. Memperbaharui orientasi spin pada titik kisi yang dipilih secara acak

berdasarkan probabilitas p = 1 – exp (2βJ), kemudian menghitung energi

setelah diperbaharui.

Page 35: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

22

6. Mengulang langkah 5 hingga 20 sampel untuk pengukuran.

7. Menghitung besaran fisis seperti panas jenis (Cv), momen dan korelasi

rasio (UL & QL).

8. Menentukan temperatur kritis.

III.4 Bagan Alir Penelitian

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian

No

Yes

Mulai

Selesai

Studi Bahasa Pemograman

Membuat Program Simulasi

Menjalankan Program Simulasi

Sesuai

Analisis Data/ Hasil

Revisi Program Simulasi

Membuat Laporan Hasil Penelitian

Studi literatur, konsultasi pembimbing dan penetapan topik

Perolehan Data

Page 36: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

23

III.5 Bagan Prosedur Simulasi

Gambar 3.3 Bagan Prosedur Simulasi

= ⟨ ( /2)⟩⟨ ( /4)⟩

Mulai

Input MCS

nx = 12ny = 12

nx = 48ny = 48

nx = 24ny = 24

P= 1 – exp(-2 )

( ) = (⟨ ⟩ ⟨ ⟩ ) = ⟨ ⟩⟨ ⟩

PLOT

SELESAI

H = - J ∑ ⃗i . ⃗j

Page 37: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, tujuan utama penelitian

ini adalah untuk menentukan temperatur kritis dari perubahan fase antara

paramagnetik dan ferromagnetik. Karakterisasi perubahan fase model magnetik

yang ditinjau dalam studi ini dilakukan dengan menghitung perubahan panas

jenis, rasio momen dan korelasi sebagai fungsi dari temperatur. Dalam bagian

selanjutnya, dibahas hasil perhitungan besaran-besaran berikut.

IV. 1 Panas Jenis (Cv)

Langkah pertama dalam menemukan kemungkinan perubahan fase yaitu

menghitung panas jenis yang telah didefenisikan pada Persamaan 2.3.

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Panas Jenis.

Page 38: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

25

Panas jenis model Icosahedron diplot pada Gambar 4.1. Meskipun puncak

pada grafik panas jenis berhubungan langsung dengan fluktuasi energi, hal

tersebut kemungkinan menandakan adanya perubahan fase. Analisis kuantitatif

yang lebih akurat dalam menemukan transisi fase dilakukan melalui perubahan

orde parameter dari temperatur dan eksponen kritis yang dapat diekstraksi

menggunakan prosedur penyekalan ukuran berhingga (FSS)19.

Hasil plot panas jenis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1,

menunjukkan bahwa ketika temperatur di bawah temperatur kritis (Tc), panas

jenis akan bertambah seiring dengan kenaikan temperatur. Puncak maksimum

grafik diperoleh pada saat temperatur mencapai titik kritis, dimana T = Tc dan

mengalami penurunan saat temperatur lebih besar dari temperatur kritis ( T > Tc )

yang menandakan adanya perubahan fase. Hasil plot pada Gambar 4.1

memperlihatkan pergeseran puncak dari masing-masing kisi. Untuk kisi dengan

ukuran linear L = 12, 24, dan 48 puncaknya bersesuaian dengan temperatur

berturut-turut yaitu 0,6998 J/k, 0,7002 J/k, dan 0,7003 J/k.

IV.2 Rasio Momen (UL) dan Rasio Korelasi (QL)

Kehadiran transisi fase dapat diamati dari pengaruh temperatur terhadap

UL dan QL. Adanya persilangan tunggal pada tampilan grafik UL dan QL

merupakan indikasi kuat terjadinya perubahan fase. Hasil plot rasio momen untuk

beberapa ukuran linear kisi diperlihatkan pada Gambar 4.2. Grafik UL

menunjukan perubahan rasio momen setiap kenaikan temperatur. Gambaran titik

perpotongan pada setiap kisi mengindikasikan transisi fase. Titik perpotongan

Page 39: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

26

untuk model magnetik, terindikasi kuat oleh hasil plot rasio korelasi yang

diperlihatkan oleh Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Rasio Momen.

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perubahan Temperatur Terhadap Rasio Korelasi

Page 40: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

27

IV. 3 Penyekalan Ukuran Hingga (FSS)

Analisis penyekalan ukuran berhingga untuk memperoleh temperatur dan

eksponen kritis, diperlihatkan dalam Gambar 4.4, plot model korelasi.

Gambar 4.4 Plot FSS model rasio korelasi untuk Icosahedron. Estimasi temperatur kritis dan eksponen panjang korelasi v telah ditentukan.

Estimasi nilai Tc didasarkan pada hasil rasio korelasi. Untuk model

Icosahedron, nilai estimasi Tc dan v yaitu masing-masing 0,712 dan 1,51.

Dengan menggunakan rasio korelasi juga dapat diekstrak eksponen

peluruhan η dari fungsi korelasi. Hal ini dilakukan dengan melihat nilai konstanta

rasio korelasi Q untuk ukuran yang berbeda dan kemudian menemukan fungsi

korelasi yang sesuai g (L/2). Fungsi korelasi dalam aturan pangkat bergantung

pada ukuran sistem, g (L/2)~L-η19.

Page 41: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

Oleh karena itu, jika diplot

logaritmik, seperti pada Gambar 4.5, nilai

garis grafik terbaik untuk masing

garis hasil plot pada Gambar 4.5. Di sini temperatur kritis dikaitkan dengan

0.959 untuk model Icosahedron

estimasi terbaik.

Gambar 4.5 Plot

Pengkajian model magnetik untuk kisi persegi (

yang dilakukan oleh Aswar Sutiono, memiliki nilai temperatur kritis

jauh berbeda untuk setiap kisinya. T

8, 16, dan 32 yaitu 0,5207

(square lattice) satu lapis memiliki nilai estimasi temperatur lebih rendah

dibandingkan sistem kisi segitiga satu lapis. Semakin banyak jumlah tetangga

Oleh karena itu, jika diplot g (L/2) versus L untuk berbagai Q dalam skala

logaritmik, seperti pada Gambar 4.5, nilai η akan bersesuaian dengan gradien dari

terbaik untuk masing-masing konstanta rasio korelasi. Ada beberapa

garis hasil plot pada Gambar 4.5. Di sini temperatur kritis dikaitkan dengan

Icosahedron (Gambar 4.3), ditetapkan nilai η = 0.1480 sebagai

Gambar 4.5 Plot g(L/2) vs L. Estimasi terbaik untuk nilai η = 0.1480

Pengkajian model magnetik untuk kisi persegi (square lattice) satu lapis

yang dilakukan oleh Aswar Sutiono, memiliki nilai temperatur kritis

jauh berbeda untuk setiap kisinya. Tc untuk masing-masing ukuran linear kisi L =

8, 16, dan 32 yaitu 0,5207 J/k, 0,5313 J/k, dan 0,527 J/k. Sistem kisi segiempat

) satu lapis memiliki nilai estimasi temperatur lebih rendah

ingkan sistem kisi segitiga satu lapis. Semakin banyak jumlah tetangga

28

dalam skala

akan bersesuaian dengan gradien dari

masing konstanta rasio korelasi. Ada beberapa

garis hasil plot pada Gambar 4.5. Di sini temperatur kritis dikaitkan dengan Q ~

= 0.1480 sebagai

= 0.1480.

) satu lapis

yang tidak

masing ukuran linear kisi L =

. Sistem kisi segiempat

) satu lapis memiliki nilai estimasi temperatur lebih rendah

ingkan sistem kisi segitiga satu lapis. Semakin banyak jumlah tetangga

Page 42: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

29

spin, maka interaksi antar spin akan semakin bertambah. Akibatnya sistem akan

semakin stabil karena memiliki bilangan koordinasi sistem yang lebih besar.

Diperlukan energi yang besar untuk merusak kondisi stabil sistem sehingga

temperatur yang dibutuhkan juga harus lebih tinggi. Dengan kata lain, pergeseran

temperatur kritis ke temperatur tinggi ketika jumlah tetangga spin bertambah

menguatkan teori bahwa sistem fisis dengan bilangan koordinasi lebih banyak

akan lebih stabil.

Tabel 4. Perbandingan Tc untuk sistem kisi yang berbeda

Kisi triangular 1 lapis(6 tetangga terdekat)

Kisi square 1 lapis(4 tetangga terdekat)

L Tc L Tc

12 0,6998 8 0,5207

24 0,7002 16 0,5313

48 0,7003 32 0,527

Tabel 4 memperlihat perbedaan sistem kekisi 6 tetangga terdekat dengan kekisi 4

tetangga terdekat dalam mencapai kestabilan. Kekisi 6 tetangga terdekat (kisi

segitiga) lebih stabil bila dibandingkan dengan kekisi 4 tetangga terdekat (kisi

persegi). Kestabilan sistem bisa dilihat dari nilai temperatur kritis yang lebih besar

untuk setiap kisi. Kisi segitiga, dimana setiap titik kisi memiliki 6 tetangga

terdekat memiliki nilai temperatur kritis dengan rerata 0,69(1). Sedangkan untuk

kisi persegi, 4 tetangga terdekat memiliki nilai temperatur kritis dengan rerata

0,52(1). Hal demikian memperjelas bahwa semakin banyak jumlah tetangga spin,

Page 43: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

30

maka interaksi antar spin akan semakin bertambah. Akibatnya sistem akan

semakin stabil karena memiliki bilangan koordinasi sistem yang lebih besar.

IV.4 Estimasi Temperatur dan Eksponen Kritis

Temperatur dan eksponen kritis dari setiap ukuran kisi yang berbeda dapat

diperjelas dengan menganalisa grafik panas jenis dan model rasio korelasi. Puncak

pada grafik panas jenis menunjukkan daerah kritis perubahan fase sistem. Artinya,

perkiraan temperatur kritis berada pada rentang tersebut. Estimasi temperatur dan

eksponen kritis untuk setiap sistem kisi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Estimasi temperatur dan eksponen kritis model ikosahedron

Model(q-state) Tc v η

12 0,711(1) 1,511(1) 0,1480(1)

Page 44: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian sifat kritis model magnetik simetri polyhedral

pada kisi segitiga. Simetri polyhedral merupakan bentuk diskrit dari model

Heisenberg. Penelitian ini mempelajari model spin icosahedron pada kisi segitiga,

seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.1.a, dimana setiap titik kisi memiliki 6

tetangga terdekat. Pengamatan perubahan fase orde kedua untuk model

icosahedron 12-state, diperkirakan temperatur dan eksponen kritis dengan

menggunakan penyekalan ukuran hingga (FSS) model rasio korelasi. Ukuran

linear kisi L diambil bervariasi untuk satu lapis. Masing-masing spin menempati

setiap titik kisi yang jumlahnya N=LxLx1. Dalam penelitian ini nilai L = 12, 24

dan 48.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa:

a. Sistem dengan jumlah N yang lebih besar mempunyai temperatur kritis

yang lebih besar.

Tabel 6. Perbandingan Tc untuk ukuran linear kisi yang berbeda

Kisi triangular 1 lapis(6 tetangga terdekat)

L Tc

12 0,699824 0,700248 0,7003

Page 45: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

32

b. Estimasi temperatur dan eksponen kritis model icosahedrons

Tabel 7. Estimasi temperatur dan eksponen kritis model ikosahedron

V.2 Saran

Kelanjutan dari penelitian adalah meninjau model spin dengan simetri

polihedral untuk 20 keadaan, yang bersesuaian dengan struktur dodecahedron.

Selain itu variasi struktur kisi, misalnya struktur kisi segitiga berlapis sehingga

dapat diamati perubahan temperatur kritis sebagai fungsi dari jumlah spin.

Model(q-state) Tc ν η

12 0,711(1) 1,511(1) 0,1480(1)

Page 46: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

33

DAFTAR PUSTAKA

1 Lin KY. Spontaneous Magnetization of Ising Model. Chinese Journal of Physics

1992 Jun; 30 (3): 287-319.

2 Sear R. Ising (Diktat Kuliah). United Kingdom: Departement of Physics,

University of Surrey; 2010.

3 Surungan T, Okabe Y. Study of Spin Models with Polyhedral Symmetry on

Square Lattice. Proceeding-International Conference on Physics 2012 Sep

19: 65-69.

4 Binder K, Landau DP. Finite-Size Scaling at First-Order Phase Transition.

Physical Review. 1984 Aug 1; 30(3): 1477-1485.

5 Nishimori H, Ortiz G. Elements of Phase Transition and Critical Phenomena.

New York: Oxford University Press; 2011.

6 Ali L. Pemakaian Simulasi Monte Carlo Pada Model Ising 2D. Makassar:

Skripsi S1 Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Hasanuddin; 2006.

7 Sumardin L. Studi Perubahan Fase Model Magnetik Spin Ising Pada Kisi Tiga

Dimensi (3D). Makassar: Skripsi S1 Fisika Jurusan Fisika FMIPA,

Universitas Hasanuddin; 2008.

8 Sutiono A. Studi Perubahan Fase Model Magnetik Spin Kubik Pada Struktur

Kisi Berlapis. Makassar: Skripsi S1 Fisika Jurusan Fisika FMIPA,

Universitas Hasanuddin; 2013.

9 Surungan T, Kawashima N, Okabe Y. Critical Properties of Edge-Cubic Spin

Model on Square Lattice. Physical Review. 2013 Feb 25; 1- 20.

10 Surungan T. Fisika Statistik (Diktat Kuliah). Makassar: Jurusan Fisika FMIPA,

Universitas Hasanuddin; 2011.

Page 47: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

34

11 Surungan T. Cooperative Phenomena of Two-Dimensional Complex Planar

Spin Systems (ThesisPh.D). Tokyo: Departement of Physics; 2004.

12 Stanley HE. Introduction to Phase Transitions and Critical Phenomena.

Oxford University Press; 1971.

13 Cardy J. Scaling and Renormalization in Statistical Physics. Cambridge:

Cambridge University Press; 1996.

14 Griffiths DJ. Magnetic Fields In Matter. In: Alison R, Kim D,editor.

Introduction to Electrodynamics. 3th ed. Prentice Hall.

15 Agarwal I. Numerical Analysis of 2-D Ising Model. Jerman: Physics Report,

University of Bonn; 2011.

16 MacLean KJM. A Geometric Analysis of the Platonic Solids and Other Semi-

Regular Polyhedra. New York: Oxford The Big Pictures Press.; 2007.

17 Wolff U. Collective Monte Carlo Updating for Spin System. Physical Review

Letters 1989 Jan 23; 62 (4): 361-364.

18 Luitjen E. Introduction to Cluster Monte Carlo Algorithms. Urbana (U.S.A):

Department of Materials Science and Engineering, Frederick Seitz

Materials Research Laboratory, University of Illinois; 2006.

19 Tomita Y, Okabe Y. Finite-size Scaling of Correlation Ratio and Generalized

Scheme for the Probability-Changing Cluster Algorithm. Physical Review

2011 Jun 27; 66 (18): 1-4.

Page 48: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

35

Lampiran 1

Program Utama

/* icosahedron model Metropolis and Wolff order parameter, energy and specific heat

nla=nx*ny : number of lattice sites fm2 : 2nd moment of order parameter fm22 : 22nd moment of order parameter fm4 : 4th moment of order parameter fg2 : correlation ratio s[x]*s[x+L/2] fg4 : correlation ratio s[x]*s[x+L/4] fe1 : 1st moment of energy fe2 : 2nd moment of energy

programmed by TS 2014/2/10 Mean Field Model and Heisenber Interaction*/

#include <stdio.h>#include <math.h>

void period();void mset();void eset();void rset();void spinset();void sineset();void mc();void metro();void single_clus();

extern void ranset(int, int []);extern void rnd(int [], int, int []);

#define PI M_PI#define nx 12#define ny 12#define nla (nx*ny)

#define iqq 12

#define irbit 2281

Page 49: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

36

#define mask 017777777777

//#define update "me"#define update "wolff"

int isp[nla]; int nn[6*nla]; int n2[2*nla],n4[2*nla]; double mx[iqq],my[iqq],mz[iqq]; double rule[iqq][iqq]; int rr[iqq][15]; int nmcs1, nmcs2; double cosx[nx], sinx[nx], cosy[ny], siny[ny]; double beta; double fm[8];

int ir[6*nla], irsd1[irbit];

main(void){ int iri, i, itemp; double fnla2, fnla4, temp; double fm2,fm22,fm4,fg2,fg4,fe1,fe2,cv; double ff,corr;

const double tstart=0.3, tunit=0.02, tnumber=30;// const double tstart=0.534, tunit=0.002, tnumber=21;

fnla2=nla*nla; fnla4=fnla2*fnla2;

scanf("%d %d %d",&nmcs1,&nmcs2,&iri); printf("#%12d %12d %12d\n",nmcs1,nmcs2,iri);

ranset(iri,irsd1); for(i = 0; i<=irbit-1; i++){ irsd1[i] &= mask; }

period(); mset(); eset(); rset(); sineset();

for(itemp=1; itemp<=tnumber; itemp++)

Page 50: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

37

{ temp=tstart+tunit*(itemp-1); beta=1/temp; spinset();

mc();

fm2=fm[1]/fnla2; fm22=(fm[1]/fnla2)*(fm[1]/fnla2); fm4=fm[2]/fnla4; fg2=fm[3]/nla; fg4=fm[4]/nla; fe1=fm[5]/nla; fe2=fm[6]/fnla2; cv =beta*beta*(fe2-fe1*fe1)*nla; ff =fm[7]/fnla2; corr=sqrt(fm2/ff-1)/(2*sin(PI/nx)); printf("%13.6e %13.6e %13.6e %13.6e %13.6e %13.6e %13.6e %13.6e %13.6e\n", temp,fm2,fm22,fm4,fg2,fg4,fe1,cv,corr); }}

void period()/* periodic boundary conditions for 2-d system size = nx*ny*/{ int la, ix;

for (la=0; la <= nla-1; la++){ ix=((int)(la/nx))*nx; nn[la] = (la+1)%nx +ix; // jxr nn[la+nla] = (la-1+nx)%nx+ix; // jxl nn[la+2*nla] = (la+nx) % nla; // jyr nn[la+3*nla] = (la-nx+nla)% nla; // jyl nn[la+4*nla] = nn[nn[la+2*nla]+nla]; // jyl nn[la+5*nla] = nn[nn[la+3*nla]]; // jyr n2[la] = (la+nla/2) % nla; // la+nla/2 (y) n4[la] = (la+nla/4) % nla; // la+nla/4 (y) n2[la+nla] = ((la+nx/2) % nx)+ix; // la+nla/2 (x) n4[la+nla] = ((la+nx/4) % nx)+ix; // la+nla/4 (x) }}

Page 51: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

38

void mset()/* set magnetization icosahedron*/{ int iq; double phia = acos(2/sqrt(5.0)); double the36 = PI/5.0; /* offset second set 36 degrees */ double the72 = PI*2.0/5.0; /* step 72 degrees */ double the = 0.0;

mx[0]=0.0; my[0]=0.0; mz[0]=1.0; mx[11]=0.0; my[11]=0.0; mz[11]=-1.0;

for(iq=1; iq<6; iq++) { mx[iq]=cos(the)*cos(phia); my[iq]=sin(the)*cos(phia); mz[iq]=sin(phia); the = the+the72; } the=the36; for(iq=6; iq<11; iq++) { mx[iq]=cos(the)*cos(-phia); my[iq]=sin(the)*cos(-phia); mz[iq]=sin(-phia); the = the+the72; }}

void eset()/* rule for energy*/{ int iq1,iq2;

for (iq1=0; iq1 <= iqq-1; iq1++){ for (iq2=0; iq2 <= iqq-1; iq2++){ rule[iq1][iq2] = - (mx[iq1]*mx[iq2] + my[iq1]*my[iq2]

Page 52: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

39

+ mz[iq1]*mz[iq2]); } }}

void rset()/* reflection of spins*/{ int iq1, iq2, rchoice; int i1[15],i2[15]; double a, b, c, w, wx, wy, wz; double x1, y1, z1, x2, y2, z2;

i1[0]=0, i2[0]=1; i1[1]=0, i2[1]=2; i1[2]=0, i2[2]=3; i1[3]=0, i2[3]=4; i1[4]=0, i2[4]=5;

i1[5]=1, i2[5]=2; i1[6]=2, i2[6]=3; i1[7]=3, i2[7]=4; i1[8]=4, i2[8]=5; i1[9]=5, i2[9]=1;

i1[10]=1, i2[10]=6; i1[11]=2, i2[11]=7; i1[12]=3, i2[12]=8; i1[13]=4, i2[13]=9; i1[14]=5, i2[14]=10;

for (rchoice=0; rchoice <= 14; rchoice++){ x1=mx[i1[rchoice]], y1=my[i1[rchoice]], z1=mz[i1[rchoice]]; x2=mx[i2[rchoice]], y2=my[i2[rchoice]], z2=mz[i2[rchoice]];

a=y1*z2-y2*z1; b=z1*x2-z2*x1; c=x1*y2-x2*y1;

for (iq1=0; iq1 <= iqq-1; iq1++){ w = a*mx[iq1]+b*my[iq1]+c*mz[iq1]; if(w>-0.001 && w<0.001){ rr[iq1][rchoice] = iq1;// printf("%d %d %d\n",rchoice,iq1,iq1);

Page 53: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

40

} else { for (iq2=0; iq2 <= iqq-1; iq2++){ w = a*(mx[iq1]+mx[iq2])+b*(my[iq1]+my[iq2])+c*(mz[iq1]+mz[iq2]); wx=(mx[iq2]-mx[iq1])*b-(my[iq2]-my[iq1])*a; wy=(my[iq2]-my[iq1])*c-(mz[iq2]-mz[iq1])*b; wz=(mz[iq2]-mz[iq1])*a-(mx[iq2]-mx[iq1])*c; if(wx>-0.001 && wx<0.001 && wy>-0.001 && wy<0.001 && wz>-0.001 && wz<0.001 && w>-0.001 && w<0.001) { rr[iq1][rchoice] = iq2;// printf("%d %d %d\n",rchoice,iq1,iq2); } } } } }

}

void spinset()/* set initial spins*/{ int la;

for (la=0; la <= nla-1; la++){ isp[la]=0; }}

void sineset()/*set sine function*/{ int la;

for (la=0; la <= nx-1; la++){ cosx[la] = cos(2*PI*la/nx); sinx[la] = sin(2*PI*la/nx); }}

void mc()/* monte carlo update*/{

Page 54: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

41

int mcs, i, iq; double fmxsum, fmysum, fmzsum, fenergy; double fm2xsum, fm2ysum, fm2zsum, fm4xsum, fm4ysum, fm4zsum; int la, la1, isp1, isp2; double ener, f2order, g2order, g4order; double clxc1, clyc1, clzc1, clxs1, clys1, clzs1; double clxc2, clyc2, clzc2, clxs2, clys2, clzs2; double cl;

/* initialization */

for (mcs=1; mcs <= nmcs1; mcs++){

if(update=="me") { metro(); } if(update=="wolff") { single_clus(); } }

/* measurement */

for(i=1; i<=7; i++){ fm[i] = 0; }

for (mcs=1; mcs <= nmcs2; mcs++){

if(update=="me") { metro(); } if(update=="wolff") { single_clus(); }

/* measurement of order parameter, energy */

fmxsum=0; fmysum=0; fmzsum=0; fm2xsum=0; fm2ysum=0; fm2zsum=0; fm4xsum=0; fm4ysum=0; fm4zsum=0;

for (la=0; la <= nla-1; la++){ isp1=isp[la]; fmxsum += mx[isp1]; fmysum += my[isp1]; fmzsum += mz[isp1]; isp2 = isp[n2[la]];

Page 55: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

42

fm2xsum += mx[isp1]*mx[isp2]; fm2ysum += my[isp1]*my[isp2]; fm2zsum += mz[isp1]*mz[isp2]; isp2 = isp[n2[la+nla]]; fm2xsum += mx[isp1]*mx[isp2]; fm2ysum += my[isp1]*my[isp2]; fm2zsum += mz[isp1]*mz[isp2]; isp2 = isp[n4[la]]; fm4xsum += mx[isp1]*mx[isp2]; fm4ysum += my[isp1]*my[isp2]; fm4zsum += mz[isp1]*mz[isp2]; isp2 = isp[n4[la+nla]]; fm4xsum += mx[isp1]*mx[isp2]; fm4ysum += my[isp1]*my[isp2]; fm4zsum += mz[isp1]*mz[isp2]; } f2order=(fmxsum*fmxsum+fmysum*fmysum+fmzsum*fmzsum); g2order=(fm2xsum+fm2ysum+fm2zsum); g4order=(fm4xsum+fm4ysum+fm4zsum);

fm[1] += f2order; fm[2] += f2order*f2order; fm[3] += g2order/2; fm[4] += g4order/2;

fenergy=0; for (la=0; la <= nla-1; la++){ isp1=isp[la]; fenergy += rule[isp1][isp[nn[la]]] + rule[isp1][isp[nn[la+2*nla]]]; } fm[5] += fenergy; fm[6] += fenergy*fenergy;

clxc1 = 0; clyc1 = 0; clzc1 = 0; clxs1 = 0; clys1 = 0; clzs1 = 0; clxc2 = 0; clyc2 = 0; clzc2 = 0; clxs2 = 0; clys2 = 0; clzs2 = 0;

Page 56: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

43

for (la=0; la <= nla-1; la++){ isp1 = isp[la]; clxc1 += mx[isp1]*cosx[la%nx]; clyc1 += my[isp1]*cosx[la%nx]; clzc1 += mz[isp1]*cosx[la%nx]; clxs1 += mx[isp1]*sinx[la%nx]; clys1 += my[isp1]*sinx[la%nx]; clzs1 += mz[isp1]*sinx[la%nx]; clxc2 += mx[isp1]*cosx[la/nx]; clyc2 += my[isp1]*cosx[la/nx]; clzc2 += mz[isp1]*cosx[la/nx]; clxs2 += mx[isp1]*sinx[la/nx]; clys2 += my[isp1]*sinx[la/nx]; clzs2 += mz[isp1]*sinx[la/nx]; }

cl = clxc1*clxc1+clyc1*clyc1+clzc1*clzc1 +clxs1*clxs1+clys1*clys1+clzs1*clzs1 +clxc2*clxc2+clyc2*clyc2+clzc2*clzc2 +clxs2*clxs2+clys2*clys2+clzs2*clzs2; cl /= 4;

fm[7] += cl; }

for(i=1; i<=7; i++){ fm[i] /= nmcs2; }}

void metro()/* Metropilis */{ int la, la1, isp1, isp2; double ener1, ener2;

rnd(ir, 5*nla, irsd1); for(la1=0; la1 <= nla-1; la1++){ la=ir[la1]%nla; isp1=isp[la]; ener1 = rule[isp1][isp[nn[la]]] +rule[isp1][isp[nn[la+nla]]] +rule[isp1][isp[nn[la+2*nla]]] +rule[isp1][isp[nn[la+3*nla]]]

Page 57: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

44

+rule[isp1][isp[nn[la+4*nla]]] +rule[isp1][isp[nn[la+5*nla]]]; isp2=ir[la1+nla]%iqq; ener2 = rule[isp2][isp[nn[la]]] +rule[isp2][isp[nn[la+nla]]] +rule[isp2][isp[nn[la+2*nla]]] +rule[isp2][isp[nn[la+3*nla]]] +rule[isp2][isp[nn[la+4*nla]]] +rule[isp2][isp[nn[la+5*nla]]]; if(ener2-ener1<0){ isp[la]=isp2; } else { if(exp(-beta*(ener2-ener1))*mask > ir[la1+2*nla]){ isp[la]=isp2; } } }}

void single_clus()/* Wolff */{ int la, la1, i, in, ic, rchoice, isp1; double edif; int mark[nla], next[nla]; double boltz;

rnd(ir,6*nla,irsd1); rchoice = ir[nla]%15;

// clear marked sites of previous cluster

for(la=0; la<=nla-1; la++) { mark[la]=0; next[la]=la; }

// start growing anew cluster around site la, picked at random

la = ir[2*nla]%nla; ic = 0; in = ic; next[in] = la; mark[la] = 1;

Page 58: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

45

while(in<=ic) { la = next[in]; // current "boundary" spin isp1 = isp[la]; isp[la] = rr[isp1][rchoice];

for(i=0; i<=5; i++) // test all neighbors { la1 = nn[la+i*nla]; if(mark[la1]!=1){ // already member of a cluster edif = rule[isp[la1]][isp[la]]-rule[isp[la1]][isp1]; if(edif > 0){ // spins anti-parallel boltz = exp(-beta*edif); if(boltz*mask <= ir[la+i*nla]){ //inactive,try next neighbor

// otherwise the bond is active and site la1 is added to the current culster

ic ++; mark[la1] = 1; // active, then new member of cluster next[ic] = la1; // store location of new cluster member } } } // end of loop over neighbors }

// now all neighbors of spin at site la are checked

in ++; } // cluster still contains spins whose // neighbors have not been tested}

Page 59: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

46

Lampiran 2

Program pembangkit bilangan acak

#define nbit 32#define p 2281#define q 1029int r = p-q;

void ranset(int init, int irseed[])/* make 32bit random number seed*/{ int i,j,pp,qq,jtp;

int iy[p];

pp = p - 2; qq = p - 2+ q;

for(i=0; i<=p-1; i++){ irseed[i] = 0; }

for(i=0; i<=30; i++){ iy[i] = (init >> i) & 1; }

for(i=31; i<=p-1; i++){ iy[i] = iy[i-31] ^ iy[i-13]; }

for(i=0; i<=p*nbit-1; i++){ pp = (pp+1) % (p-1); qq = (qq+1) % (p-1);

jtp = iy[pp] ^ iy[qq]; iy[pp] = jtp;

}

for(i=0; i<=p-1; i++){ for(j=0; j<=nbit-1; j++){ pp = (pp+1) % (p-1); qq = (qq+1) % (p-1);

Page 60: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

47

jtp = iy[pp] ^ iy[qq]; iy[pp] = jtp; irseed[i] = (irseed[i] << 1) | jtp; } }

pp = p - 2; qq = p - 2+ q;

for(i=1; i<=100000; i++){ pp = (pp+1) % (p-1); qq = (qq+1) % (p-1); irseed[pp] = irseed[pp] ^ irseed[qq]; }

}

void rnd(int ir[], int n,int irseed[]){ int iy[r],iz[p];

int i,j,repeat,remain;

repeat = n/r; remain = n - repeat*r; for(j=0; j<=repeat-1; j++){ for(i=0; i<=r-1; i++){ iy[i]=irseed[i] ^ irseed[i+q]; ir[j*r+i]=iy[i]; }

for(i=0; i<=q-1; i++){ irseed[i]=irseed[i+r]; } for(i=0; i<=r-1; i++){ irseed[i+q]=iy[i]; } }

if(remain != 0) { for(i=0; i<=remain-1; i++){ iy[i]=irseed[i] ^ irseed[i+q]; ir[repeat*r+i]=iy[i]; } for(i=0; i<=p-remain-1; i++){ iz[i]=irseed[i+remain];

Page 61: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

48

} for(i=0; i<=p-remain-1; i++){ irseed[i]=iz[i]; } for(i=0; i<=remain-1; i++){ irseed[i+p-remain]=iy[i]; } }}

Page 62: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

49

Lampiran 3

Data Pengukuran untuk 20 sampel

L = 12

T <M2> <M2>2 <M4> g(L/2) g(L/4) E Cv

0.3 0.99921582 0.99843225 0.99843848 0.99921027 0.99921014 -1.9984379 0.03889566

0.32 0.99867608 0.99735391 0.99736472 0.99866613 0.99866642-

1.99737065 0.05861464

0.34 0.9978059 0.99561664 0.99563464 0.99779004 0.99778945 -1.9956511 0.08577475

0.36 0.99656039 0.99313263 0.99316167 0.99653618 0.99653475 -1.9932215 0.12077152

0.38 0.99490776 0.98984146 0.98988535 0.99487084 0.99486975 -1.9899985 0.1618018

0.4 0.99266044 0.98537475 0.98543973 0.99260265 0.99260553 -1.9856889 0.20948484

0.42 0.98965159 0.97941026 0.97950355 0.98956829 0.9895757-

1.97995215 0.26666304

0.44 0.98576206 0.97172686 0.97186168 0.98564949 0.98565339 -1.9726535 0.33827381

0.46 0.98117224 0.962699 0.96288279 0.98100754 0.98102695 -1.9641294 0.40962246

0.48 0.97500971 0.95064404 0.95090619 0.97478042 0.97481775-

1.95294675 0.50919282

0.5 0.96752522 0.93610522 0.93646399 0.96722165 0.96726614 -1.9396324 0.60752613

0.52 0.95836854 0.9184705 0.9189671 0.95794614 0.95802121-

1.92368655 0.7320181

0.54 0.94701827 0.8968438 0.89752181 0.94641708 0.94659075-

1.90440985 0.86330492

0.56 0.9331491 0.87076759 0.87169786 0.93230673 0.93262499 -1.881653 1.012616

0.58 0.91620063 0.83942431 0.84074488 0.91497189 0.91559747 -1.8551254 1.2029969

0.6 0.89523655 0.80144976 0.80334362 0.89341504 0.89463465 -1.8237517 1.42101995

0.62 0.86852091 0.75433071 0.75706471 0.86570333 0.86816465-

1.78577845 1.65333795

0.64 0.83597861 0.69886282 0.70292844 0.83165118 0.83632624-

1.74286515 1.9668202

0.66 0.79410507 0.63060961 0.63666011 0.78750824 0.79588603-

1.69129555 2.33063425

0.68 0.74273764 0.55166746 0.56010655 0.73264922 0.74717114-

1.63282475 2.63529385

0.7 0.6829768 0.46646415 0.47661813 0.66852332 0.69122817 -1.5677522 2.71645015

0.72 0.62584955 0.39170216 0.40210603 0.60704448 0.63812412-

1.50751005 2.4921303

0.74 0.57416954 0.32968219 0.33940448 0.55162114 0.58983752 -1.4518596 2.1775107

0.76 0.52936959 0.28023895 0.28909333 0.50338719 0.5479681-

1.40233325 1.904175

0.78 0.4944115 0.24444711 0.25270482 0.46598071 0.51485143 -1.3618315 1.69801125

Page 63: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

50

T <M2> <M2>2 <M4> g(L/2) g(L/4) E Cv

0.8 0.46074047 0.2122866 0.22018198 0.43004064 0.48287312 -1.3221206 1.56724895

0.82 0.43209011 0.18670493 0.1945627 0.39973663 0.45522378 -1.2864355 1.4984137

0.84 0.40461869 0.16371914 0.17174595 0.37050976 0.42881352 -1.252826 1.4393331

0.86 0.37812968 0.14298498 0.15133199 0.34280886 0.40324368 -1.219364 1.42134745

0.88 0.35265992 0.12437172 0.13299768 0.31573918 0.37836507 -1.1867631 1.3794074

L = 24

T <M2> <M2>2 <M4> g(L/2) g(L/4) E Cv

0.3 0.99932288 0.99864621 0.99864754 0.99932176 0.99932169 -1.99865435 0.03346411

0.32 0.9988155 0.99763238 0.99763477 0.99881342 0.99881339 -1.9976514 0.0516835

0.34 0.99804167 0.99608718 0.99609115 0.99803803 0.99803827 -1.9961309 0.0753668

0.36 0.99693819 0.99388578 0.99389211 0.99693244 0.99693326 -1.99397005 0.10600917

0.38 0.995379 0.99077936 0.99078913 0.99537076 0.99537102 -1.99094375 0.14407146

0.4 0.99322048 0.98648691 0.98650157 0.99320993 0.99320906 -1.98678945 0.19064773

0.42 0.99045444 0.98099999 0.98102149 0.99043881 0.9904391 -1.98153245 0.24669574

0.44 0.98689323 0.97395824 0.97398894 0.9868698 0.98687123 -1.97482855 0.31086276

0.46 0.98224816 0.96481144 0.9648547 0.98221892 0.9822164 -1.96623355 0.3854912

0.48 0.97652444 0.95359998 0.95365999 0.9764814 0.97648415 -1.95581115 0.46929393

0.5 0.96937652 0.93969086 0.93977472 0.96932036 0.9693249 -1.9430543 0.5718398

0.52 0.96054513 0.922647 0.9227627 0.96046687 0.96046896 -1.9276895 0.68687405

0.54 0.94961135 0.90176183 0.90192262 0.94949639 0.94950124 -1.90925235 0.81538827

0.56 0.93620512 0.87648016 0.87670536 0.93604978 0.93605248 -1.8873511 0.97194241

0.58 0.91989531 0.84620758 0.84652812 0.91965097 0.91967084 -1.86188275 1.1439481

0.6 0.89923605 0.80862571 0.80908653 0.89884672 0.89889264 -1.83118335 1.3347683

0.62 0.87340967 0.76284477 0.76355363 0.87277687 0.8729325 -1.79527435 1.60437815

0.64 0.83973306 0.70515283 0.70628728 0.83861658 0.83911726 -1.7522131 1.88747065

Page 64: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

51

T <M2> <M2>2 <M4> g(L/2) g(L/4) E Cv

0.66 0.7950754 0.63214602 0.63413509 0.79289025 0.79451338 -1.7011236 2.30169545

0.68 0.73144434 0.53501526 0.53897709 0.72666582 0.73200955 -1.639272 2.8477806

0.7 0.63817784 0.40728083 0.41452455 0.62770055 0.6430499 -1.5635819 3.3812047

0.72 0.53913462 0.2906738 0.29834338 0.52162106 0.55035108 -1.489856 2.9102459

0.74 0.46278219 0.21417251 0.22026347 0.44009799 0.47874643 -1.4304931 2.22716675

0.76 0.40998849 0.16809477 0.17326535 0.38415601 0.42825449 -1.38377405 1.83191455

0.78 0.36771681 0.13521718 0.14011691 0.34002917 0.38747402 -1.3430495 1.6635398

0.8 0.33005229 0.10893631 0.11402274 0.30070966 0.35065047 -1.30480985 1.58422535

0.82 0.29402948 0.0864548 0.09181509 0.2628913 0.31552574 -1.26821115 1.52756685

0.84 0.25858511 0.06686787 0.07254707 0.22580636 0.28077213 -1.2323799 1.5094719

0.86 0.22446514 0.05038791 0.05627922 0.19037912 0.24737784 -1.19757775 1.4990647

0.88 0.19081586 0.03641309 0.04217799 0.15556083 0.21404794 -1.162172 1.49111465

L = 48

T <M2> <M2>2 <M4> g(L/2) g(L/4) E Cv

0.3 0.99938323 0.99876682 0.99876712 0.99938298 0.99938296 -1.99877355 0.03061875

0.32 0.99889943 0.99780008 0.99780062 0.99889892 0.99889896 -1.9978177 0.04810137

0.34 0.99816994 0.99634323 0.99634415 0.99816907 0.9981692 -1.99638115 0.07090271

0.36 0.99709922 0.99420685 0.99420834 0.99709822 0.9970982 -1.9942865 0.10022581

0.38 0.99561658 0.99125239 0.99125467 0.99561487 0.99561526 -1.99140315 0.13619463

0.4 0.99357724 0.98719572 0.98719923 0.99357486 0.99357517 -1.9874749 0.18379791

0.42 0.99088884 0.98186066 0.98186569 0.99088672 0.99088635 -1.98234105 0.23268807

0.44 0.98741995 0.97499814 0.97500542 0.98741687 0.98741648 -1.97580595 0.29747875

0.46 0.98297461 0.96623907 0.96624925 0.98296969 0.98296927 -1.9675467 0.36704221

0.48 0.97740227 0.95531519 0.95532954 0.97739644 0.97739697 -1.95736565 0.45413743

Page 65: SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SIMETRI POLYHEDRAL …

52

0.5 0.97047451 0.94182079 0.94184062 0.97047068 0.97046837 -1.94496645 0.54882672

0.52 0.96195823 0.92536366 0.92539144 0.9619489 0.96194884 -1.9300581 0.66690108

0.54 0.95137268 0.90510998 0.90514825 0.95135812 0.95136062 -1.91206505 0.79080278

0.56 0.93833991 0.88048183 0.8805354 0.93831826 0.93831894 -1.89072765 0.9346485

0.58 0.92224884 0.85054294 0.85061812 0.92221913 0.92221361 -1.8653884 1.0927743

0.6 0.90229875 0.81414308 0.81425429 0.90224079 0.90224134 -1.8355883 1.3091815

0.62 0.87702894 0.76917984 0.76934887 0.87693186 0.87693338 -1.80028385 1.5435487

0.64 0.84409401 0.71249489 0.71277911 0.84390069 0.84389413 -1.7582568 1.8795212

0.66 0.7995907 0.6393457 0.6398586 0.79911123 0.79918434 -1.70783105 2.2499537

0.68 0.73479769 0.53992892 0.5411151 0.73342775 0.73417046 -1.6465334 2.81114075

0.7 0.621773 0.38660633 0.3907986 0.61587124 0.62325911 -1.56878235 3.8433421

0.72 0.45485316 0.20689783 0.2124107 0.43808575 0.46623012 -1.4825069 3.1961495

0.74 0.36111511 0.13040684 0.13395875 0.33895898 0.37715573 -1.42404175 2.12830645

0.76 0.30417947 0.09252627 0.09585829 0.27963248 0.32158078 -1.37937775 1.83061875

0.78 0.25584432 0.06545801 0.06898139 0.22965022 0.2739984 -1.33877815 1.6832235

0.8 0.20851465 0.0434817 0.04735967 0.18051902 0.22754827 -1.2994462 1.6738734

0.82 0.16320023 0.02663575 0.0305018 0.13381901 0.18278926 -1.26168735 1.61154835

0.84 0.12172751 0.01481871 0.01820098 0.09128539 0.14071372 -1.2241617 1.5700371

0.86 0.08879484 0.0078857 0.01040466 0.05855855 0.10588495 -1.1887846 1.4928035

0.88 0.06471247 0.00418873 0.00588345 0.03584699 0.07868605 -1.1546939 1.4041453