ringkasan jurnal -te ke

21
ANALISA PERBEDAAN POLA PENGAJARAN KATA KERJA BENTUK -TE DALAM BAHASA JEPANG OLEH PENGAJAR BAHASA JEPANG DI MAKASSAR Abstrak: Pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk -te yang diterapkan oleh pengajar bahasa Jepang di Makassar ada tiga, yaitu terlebih dahulu melalui tahapan pengajaran kata kerja bentuk-masu kemudian mengajarkan perubahan kata kerja bentuk-te, terlebih dahulu mengajarkan kata kerja bentuk- masu, setelah itu mengajarkan perubahan kata kerja bentuk kamus lalu mengajarkan perubahan kata kerja bentuk –te, terlebih dahulu mengajarkan kata kerja bentuk kamus, lalu mengajarkan perubahan kata kerja bentuk –masu, setelah itu mengulangi kembali mengajarkan kata kerja bentuk kamus sebelum mengajarkan perubahan kata kerja bentuk –te. Ketiga pola pengajaran tersebut dikaji berdasarkan efektifitas dan efesiensi waktu yang digunakan di kelas, sistematika pengajaran dan metode pengajaran yang tidak membebani pembelajar. Pentingnya standarisasi pola pengajaran kata kerja bentuk –te untuk memaksimalkan pemahaman pembelajar dalam mengaplikasikan tata bahasa secara tertulisa dan lisan. Kata kunci: pengajaran, perubahan, kata kerja bentuk –te I. PENDAHULUAN Sejak tahun 1997, perkembangan bahasa Jepang di Sulawesi 1

Upload: imelda-mantiri

Post on 09-Jun-2015

583 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Analisa perbedaan pengajaran perubahan kata kerja bentuk -te oleh pengajar bahasa Jepang di Makassar

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Jurnal -Te Ke

ANALISA PERBEDAAN POLA PENGAJARAN KATA KERJA BENTUK -TE DALAM BAHASA JEPANG OLEH PENGAJAR

BAHASA JEPANG DI MAKASSAR

Abstrak: Pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk -te yang

diterapkan oleh pengajar bahasa Jepang di Makassar ada tiga, yaitu ①

terlebih dahulu melalui tahapan pengajaran kata kerja bentuk-masu

kemudian mengajarkan perubahan kata kerja bentuk-te, ② terlebih

dahulu mengajarkan kata kerja bentuk-masu, setelah itu mengajarkan

perubahan kata kerja bentuk kamus lalu mengajarkan perubahan kata

kerja bentuk –te, ③ terlebih dahulu mengajarkan kata kerja bentuk

kamus, lalu mengajarkan perubahan kata kerja bentuk –masu, setelah

itu mengulangi kembali mengajarkan kata kerja bentuk kamus sebelum

mengajarkan perubahan kata kerja bentuk –te. Ketiga pola pengajaran

tersebut dikaji berdasarkan efektifitas dan efesiensi waktu yang

digunakan di kelas, sistematika pengajaran dan metode pengajaran

yang tidak membebani pembelajar. Pentingnya standarisasi pola

pengajaran kata kerja bentuk –te untuk memaksimalkan pemahaman

pembelajar dalam mengaplikasikan tata bahasa secara tertulisa dan

lisan.

Kata kunci: pengajaran, perubahan, kata kerja bentuk –te

I. PENDAHULUAN

Sejak tahun 1997, perkembangan bahasa Jepang di Sulawesi

Selatan mengalami peningkatan yang signifikan. Besarnya minat

masyarakat terhadap bahasa Jepang berdampak positif di bidang

pendidikan bahasa Jepang. Dibeberapa universitas atau akademi,

bahasa Jepang telah menjadi mata kuliah pokok, seperti di Universitas

Hasanuddin dan mata kuliah pilihan seperti di UMI Makassar, LP3i, dan

1

Page 2: Ringkasan Jurnal -Te Ke

AKPAR Makassar, dengan jumlah pembelajar rata-rata 20-40 orang per

kelas.

Bahkan dewasa ini, beberapa SMU sederajat telah menetapkan

bahasa Jepang sebagai muatan lokal layaknya di SMU I Barana di Toraja,

SMUN I Sidrap, SMUN I Enrekang, SMUN I Makassar, SMU

Muhammadiyah Makassar, SMU 17 Makassar, SMU Rajawali, SMK 4 dan

SMK 6 Makassar, SMK Kartika dan lain-lain serta di beberapa tempat

kursus bahasa Jepang di Makassar.

Seiring dengan perkembangan tersebut, timbul masalah-masalah

di bidang pembelajaran bahasa Jepang, seperti tipe pembelajar yang

bervariasi, latar belakang pendidikan pengajar bahasa Jepang, belum

adanya kesatuan paham tentang pengajaran bahasa Jepang yang ideal

untuk pembelajar.

Tipe pembelajar yang relativ bervariasi yaitu pembelajar bahasa

Jepang yang mengikuti pembelajaran di lembaga informal atau tempat

kursus, rata-rata berasal dari kalangan siswa SD, SMP, SMU sederajat,

dan pembelajar kalangan umum seperti pegawai, karyawan, ibu rumah

tangga, dan lain-lain.

Dari segi latar belakang pendidikan pengajar bahasa Jepang di

Makassar sangat beragam, antara lain pengajar yang berlatar belakang

pendidikan magang di Jepang selama beberapa bulan atau tahun,

lulusan Diploma Tiga Bahasa Jepang dari berbagai universitas serta

sangat sedikit pengajar yang berlatar belakang pendidikan sarjana

bahasa Jepang atau kependidikan bahasa Jepang. Keseluruhan jumlah

pengajar bahasa Jepang di Makassar berkisar 30 orang, sungguh jumlah

yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah pembelajar bahasa

Jepang yang berjumlah ribuan orang setiap tahunnya.

Selain itu, masalah yang tak kalah penting adalah belum adanya

keseragaman dalam pengajaran bahasa Jepang yang diterapkan baik di

2

Page 3: Ringkasan Jurnal -Te Ke

universitas, akademi, dan SMU sebagai lembaga formal dan lembaga

informal di Makassar terutama pada pengajaran perubahan kata kerja

bentuk – te atau – te kei. Terdapat perbedaan dalam pengajaran

perubahan kata kerja bentuk – te oleh beberapa pengajar bahasa Jepang

di Makassar. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti pola pengajaran

perubahan kata kerja bentuk –te serta efektifitas dan efesiensinya

terhadap kemampuan pembelajar.

2. Metode-Metode Pengajaran Perubahan Kata Kerja Bentuk – te

dalam Bahasa Jepang

Beberapa buku panduan pengajaran bahasa Jepang dasar

maupun dasar lanjutan menuliskan beberapa metode yang digunakan

oleh pengajar bahasa Jepang, antara lain:

1). Berikut ini salah satu contoh metode pengajaran perubahan kata

kerja bentuk – te menurut 基礎表現50との教え方:

a. Pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te dimulai dengan

memberikan defenisi dari bentuk kata kerja – te, misalnya bentuk

kata kerja – te digunakan untuk mengekspresikan suatu aktivitas

yang berurutan dalam suatu waktu.

b. Selanjutnya memberikan beberapa contoh kalimat yang

menggunakan bentuk kata kerja – te. Contoh: 私は、毎朝、7時に起き

て、歯を磨いて、顔を洗って、朝ごはんを食べて、新聞を読んで、8時に家

を出ます。

c. Mengajarkan poin-poin penting dalam mengubah kata kerja bentuk –

te dengan memberi latihan mengubah beberapa kata kerja I, II dan III

dalam bentuk kata kerja kamus atau futsuu kei, lalu ke dalam

3

Page 4: Ringkasan Jurnal -Te Ke

perubahan bentuk kata kerja - te. Contoh: 書く➜書いて yang berarti

menulis.

d. Memandu pembelajar mengubah bentuk kata kerja – masu ke dalam

perubahan bentuk kata kerja – te, dilakukan dengan menggunakan

kata kerja yang muncul pada bab tersebut atau yang telah mereka

pelajari.

e. Mengubah kata kerja bentuk – te, melalui pola kata kerja bentuk –

masu maupun pola pengajaran kata kerja bentuk kamus tidak cukup

tanpa penggunaan alat peraga gambar maupun contoh kalimat-

kalimat yang tepat.

Contoh:

わたしは、毎朝、8時にうちをでます。うちの近くでバスにのります。学校の前でバスを降ります。8時半ごろ学校へきます。

     Pembuatan contoh kalimat sebaiknya sesuai dengan situasi serta

memberikan contoh kalimat dengan subyek yang sama agar

memudahkan pembelajar memahami arti dan bentuk kata kerja

tersebut, serta mengurangi kesalahan dalam penggunaan bentuk

kata kerja – te. (2002 : 35)

2). Berikut ini salah satu contoh metode pengajaran perubahan kata kerja

bentuk -te dalam 日本語の教え方 ABC adalah:

a. Dalam memberikan contoh bentuk kata kerja –te, dimulai dengan

memperlihatkan kartu-kartu kata kerja dengan bentuk – masu. Kata

kerja yang dipersiapkan adalah kata kerja I, II,III. Contoh 書きます➜書

いて.

b. Dalam memberikan contoh kata kerja, pengajar sebaiknya

menggunakan kata kerja yang biasa dipergunakan dalam kelas. Di

4

Page 5: Ringkasan Jurnal -Te Ke

mulai dengan kata kerja I,II,III kemudian mulai memberi latihan

secara lisan yakni pembelajar mengubah kata kerja bentuk – masu ke

dalam kata kerja bentuk – te, dengan menyebut perubahannya. Hal

ini bertujuan untuk membiasakan bunyi perubahan kata kerja bentuk

– te kepada pembelajar.

c. Untuk menyimpulkan pengajaran kata kerja bentuk – te, maka di

akhir latihan pengajar mengeluarkan latihan-latihan secara tertulis.

Demikian, dua pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk-te dalam

bahasa Jepang yang terdapat pada buku panduan pengajaran.

3. Analisa Perbedaan Pola Pengajaran Kata Kerja Bentuk-te dalam Bahasa Jepang oleh Pengajar Bahasa Jepang di Makassar

a. Pola Pengajaran Perubahan Kata Kerja Bentuk – Te oleh Pengajar Bahasa Jepang di Makassar

Dari hasil penelitian pengumpulan angket dan

wawancara/interview dengan beberapa pengajar bahasa Jepang di

Makassar, diketahui bahwa saat ini di Makassar terdapat 3 pola

pengajaran kata kerja bentuk – te dalam bahasa Jepang yang diterapkan

oleh pengajar bahasa Jepang, yaitu :

1. Pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te diajarkan melalui

pengajaran kata kerja – masu kei terlebih dahulu kemudian

mengajarkan perubahan kata kerja- te kei.

Ilustrasi:

2. Pengajaran perubahan kata kerja bentuk –te diajarkan melalui

pengajaran kata kerja – masu kei kemudian mengajarkan lansung

perubahan kata kerja kamus (jisho kei) terlebih dahulu, lalu

5

Kata kerjaBentuk ~ masu

書きます

Kata kerja Bentuk ~ te書いて

Page 6: Ringkasan Jurnal -Te Ke

mengajarkan perubahan kata kerja kata kerja bentuk– te.

Illustrasi:

3. Pengajaran perubahan kata kerja bentuk –te dimulai dengan

mengajarkan terlebih dahulu perubahan kata kerja kamus (jisho kei),

lalu mengajarkan kata kerja – masu kei, lalu mengulang kembali

perubahan bentuk kata kerja kamus (jisho kei) sebelum mengajarkan

perubahan kata kerja bentuk – te.

Illustrasi:

Berdasarkan ketiga pola pengajaran di atas, tergambar bahwa

standarisasi pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te dalam bahasa

Jepang belum terlaksana dengan baik. Hal ini terjadi karena perbedaan

persepsi dan kebijakan masing-masing pengajar dalam menentukan pola

pengajaran serta masalah yang timbul ketika mengajar perubahan kata

kerja bentuk –te di kelas.

Penerapan pola pengajaran kedua dan ketiga lebih banyak

digunakan oleh pengajar bahasa Jepang di suatu SMU dan kejuruan serta

lembaga informal seperti tempat kursus. Para pengajar berpendapat:

1. Pembelajar sering bertanya tentang “ asal muasal” kata kerja bentuk

– masu. Sehingga pengajar tersebut mengambil keputusan untuk

mengajarkan terlebih dahulu perubahan kata kerja bentuk kamus

(njisho kei).

2. Pengajar berpendapat “harus membiasakan pembelajar pemula

untuk menggunakan kamus bahasa Jepang”.

6

Kata Kerja Ben uk Kamus

( Jisho kei )書くKata KerjaBentuk ~masu書きます Kata Kerja

Bentuk ~ Te ( Te Kei )書いて

Kata Kerja Bentuk ~ te ( te kei )  書いて

Kata Kerja Bentuk Kamus ( jisho kei ) 書く

Kata Kerja Bentuk ~ masu ( masu kei ) 書きます

Page 7: Ringkasan Jurnal -Te Ke

3. Di lingkungan informal seperti tempat kursus bahasa Jepang,

pengajar lebih tertarik menitik beratkan penggunaan “kata kerja

kamus (jisho kei) dalam berkomunikasi bahasa Jepang”.

4. Adanya kecenderungan pengajar tidak ingin direpotkan dengan

pertanyaan-pertanyaan pembelajar tentang arti suatu kata kerja.

Apakah alasan-alasan di atas dapat membuat pengajaran

perubahan kata kerja bentuk – te dapat terlaksana dengan baik?

Jawabannya tidak semudah itu. Dalam hal ini, pengajar seyogianya

menitikberatkan pada kemampuan dan penguasaan tata bahasa dan

prakteknya dalam kalimat sederhana baik secara tertulis maupun lisan,

serta kemampuan pengajar mengoptimalkan waktu mengajar 導入、文型、

応 用 練 習 secara efektif, efesien dan mempertimbangkan sistematika

pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te.

Faktor “kepercayaan diri” yang tinggi, yang dimiliki oleh pengajar

tentang pengetahuan pengajaran kata kerja bentuk -te, haruslah

diimbangi dengan memperkaya khazanah pengetahuan tentang metode

dan tekhnik pengajaran ( 教 授 法 ) sehingga tidak terkungkung dengan

praktek mengajar yang bertahun-tahun diterapkan di kelas, atau

semacam pengetahuan pengajaran yang diperoleh secara turun

temurun dari pengajar sebelumnya. Oleh karena itu kajian atau

penelitian tentang efektifitas dan efesiensi pengajaran perubahan kata

kerja bentuk –te menjadi mutlak diperlukan untuk memperbaiki tekhnik

dan metode pengajaran sebelumnya.

Di beberapa universitas dan akademi yang mengajarkan bahasa

Jepang, terdapat beberapa buku panduan mengajar namun belum

dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan adanya kendala

kemampuan membaca “huruf kanji” dalam buku panduan tersebut. Di

SMU dan kejuruan juga terdapat buku ajar dan panduan mengajar dari

The Japan Foundation yang ditulis dalam bahasa Indonesia, namun

7

Page 8: Ringkasan Jurnal -Te Ke

kenyataannya sebagian pengajar di tingkat SMU dan kejuruan kesulitan

mengaplikasikan buku tersebut. Pengajar, merasa perlu

mengkombinasikannya dengan buku ajar Japanese For Young People dan

buku ajar yang lain seperti Minna No Nihongo untuk memperbanyak

latihan-latihan bagi pembelajar bahasa Jepang di tingkat sekolah

menengah umum dan kejuruan.

Kecenderungan ini nampaknya tidak disertai dengan “ketepatan”

pemilihan buku pendamping bagi pembelajar atau bahkan terkadang

tidak sesuai dengan jurusan atau kualifikasi si pembelajar itu sendiri.

Contohnya mahasiswa jurusan sekertaris menggunakan buku 日本語の基

礎 1 AOTS, yang dianggap kurang tepat dengan kualifikasi program

sekertaris yang sebaiknya menggunakan buku-buku yang berhubungan

dengan perkantoran atau bisnis bahasa Jepang.

b. Dampak Positif dan Negatif Pada Pola Pengajaran Perubahan

Kata Kerja Bentuk-te yang Diterapkan Oleh Pengajar Bahasa

Jepang di Makassar

Pengajaran kata kerja dalam bahasa Jepang, pada umumnya diajarkan

setelah pembahasan kalimat sederhana yaitu Subyek wa Predikat Kata

Benda Desu. Hal ini dapat di lihat dari daftar buku-buku ajar yang digunakan

dalam pembelajaran bahasa Jepang, sebagai berikut:

号 形式 例文 みん・新

初歩 学友会 JFYP

新文化 東外大

1 マス形 パーティーにいきますか。 1 1.3 1 17 1 12 テ 形 31

~てください ここに名前を書いてください。 14 10 9 32 9 10

~ている動作の継続

田中さんがレストランで仕事をしている。

14 8 16 34 10 *

~てもいい このペンを使ってもいいですか 15 16 26 33 9 14

~てはいけない この部屋に入ってはいけません 15・* 16 26 * 9 14

~てから 歯をみがいて寝ます 16 8 13 * 11 11

~て並立。比較

この部屋はひろくて、新しいです

16 4 6 * 7 7

~て 今日は家へ帰って寝ます 16 8 13 * 9 11

8

Page 9: Ringkasan Jurnal -Te Ke

継起。時間~て以来

お願い、窓をあけて 20 * * * 25 *

3 辞書形 パーティーに行く 20 * 34 40 25 28

4 ~たことがない 私は大きな病気にかかったことがなかった

19 13 25 * 22 19

~たことがある 私はアメリカへ行ったことがあります。

  19  13  25 *  22  19

Dari daftar di atas dapat di lihat urutan-urutan pengajaran tata

bahasa yang dimulai dengan pengajaran kata kerja masu-kei kemudian

pengajaran kata kerja te-kei dan pengajaran kata kerja kamus ( jisho

kei )

Berdasarkan pada referensi di atas, penulis menganalisa dampak

yang ditimbulkan dalam penggunaan pola-pola pengajaran perubahan

kata kerja bentuk - te :

1. Pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk –te dimulai dari

kata kerja bentuk– masu

Beberapa keuntungan dengan menggunakan metode pengajaran

perubahan kata kerja ke bentuk ~ te atau ~ te kei melalui kata kerja

bentuk ~ masu atau ~ masu kei:

1. Mahasiswa/pembelajar tidak mengalami kesulitan untuk

memahami/mengerti perubahan bentuk kata kerja ~ te atau ~ te kei,

karena mereka telah mengenal dan memahami kata kerja bentuk ~

masu atau ~ masu kei yang telah diajarkan sebelumnya.

2. Mahasiswa lebih terfokus pada perubahan kata kerja ke bentuk ~ te

atau ~ te kei beserta penerapannya dalam bentuk kalimat, contoh

kalimat, dan percakapan pendek.

3. Untuk merubah kata kerja ke bentuk~ te atau ~ te kei,

mahasiswa/pembelajar hanya melalui dua tahap saja yaitu pertama

mengingat kembali kata kerja bentuk ~ masu atau ~ masu kei dan ke

9

Page 10: Ringkasan Jurnal -Te Ke

dua mengingat rumus perubahan kata kerja ke bentuk ~ te atau ~ te

kei ( lihat hal.13)

4. Pengajar dapat lebih berkonsentrasi untuk menuntun

mahasiswa/pembelajar untuk mengetahui dan memahami perubahan

kata kerja ke bentuk ~ te atau ~ te kei tanpa harus menjelaskan

pelajaran yang sebenarnya belum diajarkan pada saat itu.

5. Pengajaran pola-pola kalimat lebih sistematis atau diajarkan

berdasarkan bab per bab.

6. Pemahaman perubahan kata kerja ke bentuk ~ te atau ~ te kei

secara benar akan memantapkan tata bahasa yang menggunakan

perubahan ke bentuk ~ te atau ~ te kei, seperti ~ te kudasai, ~ te

mo ii desu, ~ te wa ikemasen dan sebagainya.

7. Sebagai pembelajar non native, sangat dianjurkan kepada

pembelajar agar lebih terfokus pada kata kerja bentuk sopan atau –

masu kei, yang dapat digunakan pada percakapan dalam situasi

sopan ataupun formal.

8. Pola ini menjadi standarisasi oleh The Japan Foundation dalam

pengajaran kata kerja ~te kei.

Pada pola pengajaran kata kerja-masu ke kata kerja bentuk -te-

kei, tidak banyak mempunyai kekurangan. Namun, pembelajar belum

dapat menggunakan kamus bahasa Jepang dengan baik, karena mereka

belum diajarkan kata kerja bentuk kamus atau jisho kei. Dengan

demikian kemampuan atau perbendaharaan kata kerja yang dimiliki oleh

pembelajar, hanya sebatas pada kata kerja yang terdapat pada buku

pelajaran bahasa Jepang.

Sependapat dengan hal ini, Hayashi Oki dalam 日本語教育ハンドブ

ック , yang menuliskan bahwa pada tingkat pemula/dasar, penggunaan

kamus bahasa Jepang harus dihindari. Hal ini dimaksudkan agar tidak

memberi kesan memaksa pembelajar yang susah mendapatkan kamus

10

Page 11: Ringkasan Jurnal -Te Ke

untuk orang asing yang tepat karena akan memberikan tekanan

psikologis kepada pembelajar. (1990: 62)

Keharusan pembelajar tingkat pemula menggunakan kamus

bahasa Jepang, mengakibatkan mereka lebih memilih membeli ‘ pocket

kanji ‘ dengan harga yang terjangkau tetapi kebenaran isi kamus belum

dapat diyakini dan cenderung lebih banyak menggunakan huruf romaji,

tanpa adanya contoh kalimat. Hal ini cenderung mengakibatkan jumlah

kesalahan penafsiran dan pemilihan kata yang tidak tepat menjadi lebih

banyak.

Contoh :

彼は弟の宿題をたすけてくれました。

“ Dia menolong mengerjakan pekerjaan rumah adik.”

seharusnya

彼は弟の宿題をてつだってくれっました。

’Dia wa otouto no shukudai wo tetsudattekuremashita.’

“ Dia membantu mengerjakan pekerjaan rumah adik.”

Untuk mengefektifkan pola pengajaran perubahan kata kerja

bentuk – te ke kata kerja bentuk - masu, maka pengajar hendaknya

memperbanyak variasi kata-kata kerja dalam penggunaan kartu kata

kerja dan pembuatan contoh kalimat melalui referensi kata-kata baru

yang dapat dilihat dari daftar kata kerja baru yang muncul di setiap bab

mata pelajaran bahasa Jepang. Oleh karena penggunaan contoh kata

kerja yang monoton, akan membuat pembelajar tidak terbiasa dengan

kata kerja yang baru atau yang tidak lazim mereka pergunakan.

Dalam penelitian ini, diperoleh hasil kata kerja yang jarang

digunakan oleh pembelajar dapat menimbulkan kebingungan,

ketidakbiasaan sehingga rawan terjadi kesalahan dalam menentukan

golongan kata kerja maupun perubahan kata kerja I, II dan III ke dalam

bentuk –te.

11

Page 12: Ringkasan Jurnal -Te Ke

Penggunaan contoh kata kerja bentuk – te dalam kalimat secara

bervariasi dapat menambah perbendaharaan kosa kata kerja serta dapat

membiasakan pembelajar menggunakan kata kerja tersebut dalam

kalimat.

Meskipun demikian, penggunaan contoh kata kerja baru secara

berlebihan harus dihindari agar pembelajar tidak terlalu terbebani

dengan kata-kata kerja tersebut.

2. Pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te dari kata kerja bentuk– masu ➜ kata kerja kamus ( jisho kei ) ➜ kata kerja bentuk – te

Selain pengajaran kata kerja bentuk - masu ke kata kerja bentuk –

te , pada kenyataannya, beberapa pengajar bahasa Jepang,

mengajarkan kata kerja bentuk ~te dengan terlebih dahulu

memperkenalkan/mengajarkan kepada pembelajar bentuk kata kerja

kamus atau jisho kei.

Hal ini disebabkan karena beberapa pengajar menyepakati

bahwa dengan mengajarkan kata kerja kamus terlebih dahulu,

diharapkan mahasiswa/pembelajar dapat memahami perubahan kata

kerja bentuk ~ te atau ~te kei dan kata kerja bentuk kamus atau jisho

kei sekaligus.

Pada pola pengajaran ini, pembelajar dapat mengetahui kata

kerja kamus ( jisho kei ) terlebih dahulu, sehingga pembelajar akan

berkonsentrasi pada kata kerja kamus terlebih dahulu. Sebenarnya

penerapan pengajaran perubahan kata kerja ke bentuk ~ te atau ~ te

kei dengan menggunakan metode ini, pernah dilakukan oleh beberapa

pengajar di Diploma Tiga Pariwisata Bahasa Jepang Universitas

Hasanuddin tahun 1995 sampai dengan tahun 1999 dan di beberapa

tempat-tempat kursus di Makassar hingga kini.

12

Page 13: Ringkasan Jurnal -Te Ke

Namun pada kenyataannya, penerapan teknik mengajar ini

banyak mengalami masalah seperti :

1. Pembelajar sangat terbebani karena harus menghafal perubahan dua

kata kerja sekaligus yaitu perubahan kata kerja kamus dan

perubahan kata kerja bentuk -te, akibatnya pembelajar tidak dapat

memahami perubahan kata kerja ke bentuk -te dengan efektif dan

efesien.

2. Penerapan pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk -te melalui

kata kerja kamus, membingungkan pembelajar. Pembelajar

cenderung akan terfokus pada berbagai pertanyaan tentang

penggunaan kata kerja kamus itu sendiri. Akibatnya pengajar asyik

dengan pengajaran tata bahasa perubahan kata kerja kamus dan

kata kerja bentuk - te, dan melupakan latihan pembuatan kalimat

maupun konversasi.

3. Untuk merubah kata kerja ke bentuk -te, pembelajar akan terbiasa

mengingat 3 tahap kata kerja yaitu pertama, kata kerja bentuk -

masu lalu, kata kerja kamus atau jisho kei kemudian kata kerja

kebentuk - te sehingga tidak efektif dan efesien.

4. Dengan menggunakan   pola mengajar seperti ini, maka pengajar

mempunyai tambahan tugas yaitu memperkenalkan perubahan kata

kerja kamus atau jisho kei yang terlalu dini diajarkan.

5. Pengajaran pola-pola kalimat menjadi tidak sistematis menurut buku

ajar.

6. Pemahaman perubahan kata kerja ke bentuk -te yang kurang optimal

akan menyebabkan terhambatnya pembelajaran kata kerja yang

menggunakan bentuk –te seperti -te mo ii desu, -te wa ikemasen, -te

kudasai dan sebagainya.

3. Pola Pengajaran Perubahan Kata Kerja Te-Kei dari Kata Kerja

13

Page 14: Ringkasan Jurnal -Te Ke

Kamus (Jisho Kei)➜Kata Kerja Bentuk - Masu ➜Kata Kerja Kamus (Jisho Kei) ➜ Kata Kerja Bentuk - te

Pola pengajaran ini, sebenarnya sama saja dengan pola pengajaran

kata kerja bentuk – te di atas. Yang membedakan dengan pola

pengajaran di atas adalah sebelum pengajaran pola kata kerja bentuk –

masu , pengajar mengajarkan terlebih dahulu kata kerja kamus ( jisho

kei ) kepada pembelajar.

Pada pola pengajaran ini, pembelajar akan terbiasa menggunakan

kamus bahasa Jepang. Pembelajar yang tidak mengetahui kata kerja

dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya dapat langsung membuka

kamus. Dengan kata lain, pembelajar lebih mandiri dalam menggunakan

kamus. Namun cara ini tidak efektif bagi pemula, yang belum

memahami penggunaan kata secara tepat dalam kalimat. (Nihongo

Kyouiku Handobukku, 1990: 62)

Pada pola ini, terjadi pengulangan pengajaran bentuk kamus

(jishokei), karena pada waktu mengajar kata kerja bentuk – te, pengajar

harus mengulangi kembali pengajaran kata kerja bentuk kamus (jisho

kei) sebelum mengajar kata kerja bentuk – te. Hal ini berdampak pada

penggunaan waktu yang tidak efesien dan cenderung mengabaikan

mata pelajaran inti (kata kerja bentuk – te) sehingga pengajaran pola

kalimat dengan kata kerja bentuk – te menjadi tidak maksimal.

4. SIMPULAN

Seiring dengan pertambahan jumlah peminat bahasa Jepang di

Makassar, maka banyak institusi pemerintah maupun swasta yang

bergelut dalam bidang pendidikan memasukkan mata pelajaran/mata

14

Page 15: Ringkasan Jurnal -Te Ke

kuliah bahasa Jepang seperti di sekolah menengah umum/sederajat dan

kejuruan, universitas/akademi dan kursus dengan beragam pola

pengajaran yang “dianut” berdasarkan pertimbangan pengajar masing-

masing institusi.

Beberapa masalah dalam pengajaran bahasa Jepang, misalnya pola

pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te. Di Makassar, pola

pengajaran ini terbagi atas tiga yaitu:

1. Pola pengajaran kata kerja bentuk- te yang dimulai dari pengajaran

kata kerja -masu ➜ kata kerja bentuk -te .

2. Pola pengajaran kata kerja bentuk- te yang dimulai dari pengajaran

kata kerja -masu ➜ kata kerja bentuk kamus ➜ kata kerja bentuk -te .

3. Pola pengajaran kata kerja bentuk -te yang dimulai dari kata kerja

bentuk kamus ➜ pengajaran kata kerja -masu ➜ kata kerja bentuk

kamus ➜ kata kerja bentuk -te .

Ketiga jenis pola pengajaran perubahan kata kerja bentuk –te,

memiliki dampak positif dan negatif. Namun berdasarkan analisa

penulis, pola pengajaran bagian pertama (1) lah yang memiliki dampak

positif yang lebih banyak selain dapat dijadikan standarisasi penerapan

pengajaran kata kerja bentuk-te dalam bahasa Jepang.

Perlunya standarisasi pengajaran perubahan kata kerja bentuk – te,

dipandang bersifat penting agar tujuan pembelajaran tidak hanya

menitik beratkan pada penjelasan tata bahasa yang “monoton”, namun

juga implikasinya dalam kalimat tulisan maupun lisan. Mengingat jumlah

pembelajar yang sangat banyak dan tidak berimbang dengan jumlah

pengajar maka keefektifan, keefesienan penggunaan waktu penciptaan

suasana kelas yang menyenangkan, serta pola pengajaran yang

sistematis sangat menentukan pencapaian tujuan pembelajaran bahasa

Jepang di tingkat pemula yang lebih menyenangkan.

15

Page 16: Ringkasan Jurnal -Te Ke

DAFTAR PUSTAKA

Alfonso. 1980. Japanese Language Patterns Volume 1 & 2. Tokyo Sophia University. L.L. Center of Applied Linguistic. Japan.

Hajime Takamizawa. 2004. 新はじめての日本語教育基本用語辞典. Japan.

Hayashi Oki.1992. 日本語教育ハ ン ド ブ ッ ク . Tokyou Taishuukan Shoute. Nihongo Kyouiku Gakkai. Japan.

Isao, Iori. Dkk. 2000. 初級を教える人のための日本語文法ハンドブック . Tokyo : 3A Corporation. Japan.

Kimura, Muneo. 1988. Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Bahasa Jepang. Bandung.

みんなの日本語初級 I 教え方の手引き . 2000. 3A Network. Japan.

The Japan Foundation Japanese Language Institute. 1992. 外国教師のための日本語教授法日本語国際センター研修用教材. Japan.

Tomita Takayuki . 1998. 基礎表現50とその教え方 .Bonjinsha. Japan

Tereda Kazuko . 1998. 日本語の教え ABC. Aruku. Japan.

16

Page 17: Ringkasan Jurnal -Te Ke

17