retardasi mental
DESCRIPTION
laporan pendahuluanTRANSCRIPT
P a g e | 18
RETARDASI MENTAL
A. Definisi
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal)
sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada
retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa)
atau tuna mental.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 retardasi
mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan
yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang
diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) retardasi mental
adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2.
B. Etiologi
a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam.2 Untuk seorang ibu
usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah
ciri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien
berada dalam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya
sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down
relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar
pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah
hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang
berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi,
P a g e | 19
dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar,
dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari
kelingking pendek dan melengkung ke dalam.2
Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down
ii. Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang
diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1
Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000
kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan
sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan
defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan
perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam
fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif
dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk
frasa dan kalimat.2
iii. Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang
kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –
anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang
menyimpang.2
P a g e | 20
Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi
iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)
Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian
dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan
menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan
penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya
rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring)
yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan
menghilang dengan bertambahnya usia.2
Gambar 3. Letak kelainan kromosom pada cat cry syndrome
v. Kelainan kromosom lain
Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan
retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan
Sindrom Down.2
b. Faktor Genetik Lain
P a g e | 21
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat
metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila
pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel
autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi
adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup.
Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki
anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima
kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah
ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial,
menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin
hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat,
tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal.
Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan
menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang
menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan
seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak
atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang
meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal
biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah
buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.2
Gambar 4. Phenylketouria
c. Faktor Prenatal
P a g e | 22
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi
adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga
dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat
fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol
selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus
paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran,
seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti
encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung
timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.3
d. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan
berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan
neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun
sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda
iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat
gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya
perdarahan intrakranial.2
e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah
secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara
retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan
perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi
efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah
gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara
lain :2
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah
ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag
menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah
kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala
P a g e | 23
yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh
dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu
penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang
berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang
dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan
keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan
asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak
f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan
sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah
atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual,
penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau
memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak.3
Tidak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara
sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan
secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan
medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering
disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.
Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat
toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi.
Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti
tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut
sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang
sesuai bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan
mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu
pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka,
dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak
dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam
resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan.
Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan
keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak
selalu disertai retardasi mental.2
P a g e | 24
C. Manifestasi klinis
Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan
hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan
terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau
tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hasil bagi intelegensi (IQ =
“Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satusatunya patokan yang dapat dipakai
untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga
kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya
mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :
1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari
orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang
yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang
yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang
terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan
tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.
Tingkat Kisaran IQ Kemampuan Usia
Prasekolah
(sejak lahir-5 tahun)
Kemampuan Usia
Sekolah
(6-20 tahun)
Kemampuan Masa
Dewasa
(21 tahun keatas)
Ringan 52-68 Bisa membangun
kemampuan
sosial &
komunikasi
Koordinasi otot
sedikit terganggu
Seringkali tidak
terdiagnosis
Bisa
mempelajari
pelajaran
kelas 6 pada
akhir usia
belasan tahun
Bisa dibimbing
ke arah
pergaulan
sosial
Bisa dididik
Biasanya bisa
mencapai
kemampuan kerja &
bersosialisasi yg
cukup, tetapi ketika
mengalami stres
sosial ataupun
ekonomi,
memerlukan
bantuan
Moderat 36-51 Bisa berbicara & Bisa Bisa memenuhi
P a g e | 25
belajar
berkomunikasi
Kesadaran sosial
kurang
Koordinasi otot
cukup
mempelajari
beberapa
kemampuan
sosial &
pekerjaan
Bisa belajar
bepergian
sendiri di
tempat-tempat
yg dikenalnya
dengan baik
kebutuhannya
sendiri dengan
melakukan
pekerjaan yg
tidak terlatih atau
semi terlatih
dibawah
pengawasan
Memerlukan
pengawasan &
bimbingan ketika
mengalami stres
sosial maupun
ekonomi yg
ringan
Berat 20-35 Bisa
mengucapkan
beberapa kata
Mampu
mempelajari
kemampuan
untuk menolong
diri sendiri
Tidak memiliki
kemampuan
ekspresif atau
hanya sedikit
Koordinasi otot
jelek
Bisa berbicara
atau belajar
berkomunikasi
Bisa
mempelajari
kebiasaan
hidup sehat yg
sederhana
Bisa memelihara
diri sendiri
dibawah
pengawasan
Dapat melakukan
beberapa
kemampuan
perlindungan diri
dalam lingkungan
yg terkendali
Sangat
berat
19 atau
kurang
Sangat
terbelakang
Koordinasi
ototnya sedikit
sekali
Mungkin
memerlukan
Memiliki
beberapa
koordinasi otot
Kemungkinan
tidak dapat
berjalan atau
Memiliki
beberapa
koordinasi otot &
berbicara
Bisa merawat diri
tetapi sangat
P a g e | 26
perawatan
khusus
berbicara terbatas
Memerlukan
perawatan
khusus
Bila ditinjau dari gejalanya, Retardasi Mental dibagi menjadi (Melly Budhiman):
a) Tipe Klinis
Pada tipe ini, Retardasi Mental mudah dideteksi sejak dini. Penyebabnya adalah
kelainan organik. Kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi atau pun sosial
rendah.
b) Tipe Sosial Budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah. Penampilannya seperti anak
normal, sehingga disebut Retardasi Enam Jam. Tipe ini kebanyakan berasal dari
golongan sosial ekonomi rendah. Anak tipe ini pada umumnya mempunyai taraf IQ
golongan Borderline dan Retardasi Mental Ringan.
PNP
Resiko Cedera
Kelainan kognitif
Gangguan tumbang
Gangguan komunikasi
Ganggaun interaksi sosial
Retardasi Mental
Agresifitas
Defisit perawatan diri
P a g e | 27
D. Patofisiologi
Retardasi Mental termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada
masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di
bawah normal (IQ 70-75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan sedikitnya
dua area fungsi adaptif yaitu berbicara dan berbahasa, ketrampilan merawat diri,
kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana prasarana komunitas,
pengarahan diri kesehatan dan keamanan akademik fungsional bersantai dan bekerja.
Pada Retardasi Mental terjadi kerusakan muskuloskeletal. Kerusakan neurologis
itu meliputi: kerusakan otak, kelainan kongenital dan mikrosefal. Sedangkan kerusakan
muskuloskeletal meliputi: anomali ekstremitas konganital, masukan kalori/nutrisi tidak
mencukupi, distorsi muskular. Kerusakan neurologis dan kerusakan muskuloskeletal
akan menyebabkan terjadinya kurang kesadaran tentang bahaya dan kerusakan fungsi
motorik dari otot sehingga akan muncul berbagai masalah dalam keperawatan.
E. Diagnosis
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan
karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar
ketrampilan khusus yang berbeda. Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV –
TR adalah sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan
individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,
pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit,
pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan
bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang
diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya.
Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal
P a g e | 28
perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan
tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.2
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau
pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan
kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada
orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai latar belakang
sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.2
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien
adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien.
Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus
dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan
nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat
membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika
pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam
berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum
menjumpai pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha
untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret
tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang
memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai
dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan
bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat
harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali
dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi,
toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan
peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian
keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang
tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan.
P a g e | 29
Dalam hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat
kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan
dan pendekatan pengobatan. 2
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering
ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal.
Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk
terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma
Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental
yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah
hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan
epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau
bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran
kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan
tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran
kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah
bidang lain yang digali. 2
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental,
sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami
gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan
visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit
pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan
sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra
tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada
tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan
involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam
kelambanan dan koordinasi yang buruk.2
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah
pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan
kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya
gangguan kromosom.
P a g e | 30
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari
ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16
minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi,
terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil
berusia di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling)
adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini
dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam
waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal,
keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester
pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 2
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,
adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan
psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik,
dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan
interpersonal juga penting. 2
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier:
1. Pencegahan primer
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan gangguan. Tindakan ini termasuk pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari
profesional bidang kesehatan, konseling keluarga dan genetik dapat membantu.
2. Pencegahan sekunder
Tujuannya mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Pencegahan tertier
Tujuannya menekan kecacatan yang terjadi
Dalam pelaksanaannya, kedua jenis ii dilakukan bersamaan meliputi:
a) Pendidikan untuk anak mancakup latihan ketrampilan adaptif, sosial dan kejuruan.
b) Terapi pra luka agresif dan melukai diri
c) Kognitif dan psikodinamika
d) Pendidikan keluarga
e) Intervensi farmakologis:
P a g e | 31
Obat-obatan psikotropika (Tioridasin/Mellaril) untuk remaja dengan perilaku
yang membahayakan diri sendiri.
Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hiperaktif.
Antidepresan (Imipramin/Trofanil)
Karbamazepin (Tegretol) dan Propanolol (Inderal)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Tanda dan gejala :
Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator : RM seperti
anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun
pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan
penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik
normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi
pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai
kinerja yang diharapkan.
Gangguan neurologis yang progresif
Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat dalam
kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik
dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,
diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan
psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik,
terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
P a g e | 32
b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada
kemampuan membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang dikenal,
tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam
perawatan diri tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami
sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu
arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara
minimal, meggunakan gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi Sensorimotor minimal, butuh
perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan,
memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan
dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya
diikuti dengan kelainan fisik.
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung
ke atas, dll
Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung
tinggi
Geligi : odontogenesis yang tdk normal
P a g e | 33
Telinga : keduanya letak rendah; dll
Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk
dan lebar, klinodaktil, dll
Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing
diujungnya, lebar, besar, gemuk
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas
perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang
mengakibatkan perubahan.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hiperaktifitas berat.
b. Kurang perawatan diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan
ketergantungan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
nafsu makan.
d. Gangguan komunikasi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya
kepada orang lain.
C. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa I
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak ada resiko tinggi
terhadap cidera dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak terlalu lama memperlihatkan tanda-tanda hiperaktifitas.
2. Klien tidak mempertahankan tanda cidera fisik yang diperoleh selama
menjalani perilaku hiperaktif.
Tindakan:
a) Batasi aktivitas-aktivitas kelompok. Bantu pasien mencoba untuk menetapkan
satu atau dua hubungan yang akrab.
P a g e | 34
Rasional : Kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain rusak.
Merasa lebih aman dengan hubungan satu per satu yang setiap saat.
b) Temani pasien saat hiperaktifitas meningkat.
Rasional : Memberikan dukungan dan rasa aman.
c) Berikan kegiatan fisik sebagai pengganti untuk hiperaktif yang tidak bertujuan
seperti tugas rumah tangga.
Rasional : Latihan fisik memberikan suatu cara yang aman dan efektif untuk
menghilangkan ketegangan yang terpendam.
b. Diagnosa II
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu
mempertahankan aktivitas kehidupan sehari-harinya sendiri dengan kriteria hasil:
1. Klien makan sendiri, meninggalkan tidak lebih dari beberapa suap makanan
di piring makan.
2. Klien menseleksi pakaian yang sesuai dan berpakaian serta merawat diri
secara mandiri setiap hari.
3. Klien mempertahankan keberhasilan kdiri pada tingkat optimal dengan mandi
setiap hari dan melakukan prosedur-prosedur toileting yang pokok tanpa
bantuan.
Tindakan:
a) Dorong klien untuk melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari yang sesuai
dengan tingkat kemampuannya.
Rasional : Kesuksesan melakukan aktifitas secara mandiri akan
meningkatkan harga diri.
b) Dorong kemandirian, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak melakukan
aktifitas tertentu.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien adalah prioritas keperawatan.
c) Berikan pengenalan dan penguatan positif untuk pekerjaan yang dilakukan
secara mandiri (misalnya menyisir rambut).
Rasional : Penguatan positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
d) Perlihatkan kepada klien bagaimana melakukan aktifitas yang menyulitkan
baginya.
Rasional : Demonstrasi aktifitas yang sederhana dan konkrit yang akan
dilakukan tanpa kesulitan di bawah kondisi normal.
c. Diagnosa III
P a g e | 35
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak akan
memperlihatkan tanda atau gejala mal nutrisi dengan kriteria hasil:
1. Klien memperlihatkan pencapaian berat badan yang perlahan, kemajuan
selama dirawat di Rumah Sakit.
2. Tanda-tanda vital dan hasil laburatorium serum berada dalam batas-batas
normal.
3. Klien mampu menyatakan secara verbal pentingnya nutrisi dan masukan
cairan.
Tindakan:
a) Timbang berat badan klien setiap hari.
Rasional : Penurunan atau pertambahan berat badan merupakan informasi
pengkajian yang penting.
b) Tentukan makanan yang disukai dan tidak disukai oleh klien serta kolaborasi
dengan ahli diet untuk menyediakan makanan yang disukai klien.
Rasional : Pasien akan lebih suka makanan khususnya makanan yang
disukainya.
c) Temani klien selama makan.
Rasional : Untuk membantu sesuai kebutuhan dan untuk memberikan
dukungan serta dorongan.
d) Pastikan klien menerima makanan dengan porsi sedikit tapi sering, termasuk
makanan kecil sebelum tidur.
Rasional : Jumlah makanan yang besar mungkin tidak disetujui/tetap tidak
dapat ditoleransi klien.
d. Diagnosa IV
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, dapat menunjukkan
kemampuan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, dengan kriteria
hasil:
1. Klien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang
lain.
2. Klien memulai interaksi dengan orang lain.
Tindakan:
a) Jika klien mampu atau tidak ingin bicara, gunakan teknik mengatakan secara
tidak langsung.
Rasional : Menolong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan
rasa percaya.
P a g e | 36
b) Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien sampai pola komunikasi yang
memusatkan kembali.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan klien merupakan prioritas
keperawatan.
c) Gunakan pendekatan muka (berhadap-hadapan, bertatapan) untuk
menyampaikan ekspresi yang benar.
Rasional : kontak mata mengekspresikan minat yang murni dan hormat
kepada orang lain/seseorang.
D. Evaluasi
Hal-hal yang diharapkan:
a. Dx I
1. Klien tidak terlalu lama memperlihatkan tanda-tanda hiperaktifitas.
2. Klien tidak memperlihatkan tanda cidera fisik yang diperoleh selama
mengalami perilaku hiperaktif.
b. Dx II
1. Klien makan sendiri, meninggalkan tidak lebih dari beberapa suap makanan
di piring makannya.
2. Klien dapat menseleksi pakaian yang sesuai dan merawat diri secara mandiri
setiap hari.
3. Klien memperlihatkan keberhasilan diri pada tingkat optimal dengan mandi
setiap hari dan melakukan prosedur-prosedur toileting yang pokok tanpa
bantuan.
c. Dx III
1. Klien memperlihatkan tercapainya berat badan yang perlahan serta kemajuan
selama di rawat di Rumah Sakit.
2. Tanda-tanda vital dan hasil laboratorium serum berada dalam batas normal.
3. Klien mengatakan secara verbal pentingnya nutrisi dan masukan cairan.
d. Dx IV
1. Klien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang
lain.
2. Klien memulai interaksi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
P a g e | 37
1. Atmaja, Dwi Arifin, S. Kep. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Retardasi Mental,
09-03-2010.
2. Duniaqu, Keterbelakangan mental, 21-03-2010.
3. Medicafarma, Retardasi Mental, 18-03-2010.
4. Retardasi mental (RM) « Idmgarut’s Blog.htm, 21-03-2010.
5. Retardasi mental, Scribd, 12-03-2010.
6. Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition.
Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
7. Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
8. Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
9. Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
10. Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
11. Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care
Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
12. Wong, L. Donna, 2005, Keperawatan Pediatrik, Jakarta : EGC.