retardasi mental

28
Page | 18 RETARDASI MENTAL A. Definisi Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. 4 Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 retardasi mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social dan praktis. Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) retardasi mental adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70. 2 . B. Etiologi a. Kelainan Kromosom i. Sindrom Down

Upload: ehrria-winastyo

Post on 23-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan pendahuluan

TRANSCRIPT

P a g e | 18

RETARDASI MENTAL

A. Definisi

Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal)

sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat

perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada

retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental.

Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa)

atau tuna mental.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III

(PPDGJ III) retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang

terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan

selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat

intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4

Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 retardasi

mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan

yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang

diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social dan praktis.

Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) retardasi mental

adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2.

B. Etiologi

a. Kelainan Kromosom

i. Sindrom Down

Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya

kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan

retardasi mental serta anomali fisik yang beragam.2 Untuk seorang ibu

usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma

Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah

ciri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien

berada dalam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya

sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down

relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar

pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah

hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang

berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi,

P a g e | 19

dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar,

dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari

kelingking pendek dan melengkung ke dalam.2

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down

ii. Sindrom Fragile X

Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang

diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1

Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000

kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan

sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan

defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan

perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam

fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif

dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk

frasa dan kalimat.2

iii. Sindrom Prader-Willi

Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,

biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam

10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang

kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,

perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –

anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang

menyimpang.2

P a g e | 20

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)

Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian

dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan

menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan

penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya

rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia.

Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring)

yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan

menghilang dengan bertambahnya usia.2

Gambar 3. Letak kelainan kromosom pada cat cry syndrome

v. Kelainan kromosom lain

Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan

retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan

Sindrom Down.2

b. Faktor Genetik Lain

P a g e | 21

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat

metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila

pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel

autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi

adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup.

Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki

anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima

kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah

ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial,

menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin

hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.

Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat,

tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal.

Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan

menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang

menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan

seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak

atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang

meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal

biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah

buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.2

Gambar 4. Phenylketouria

c. Faktor Prenatal

P a g e | 22

Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan

penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi

adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga

dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan

herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat

mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat

fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol

selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus

paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran,

seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti

encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung

timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.3

d. Faktor Perinatal

Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan

berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan

neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun

sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda

iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat

gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya

perdarahan intrakranial.2

e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak

Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah

secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara

retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan

perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi

efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah

gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara

lain :2

Infeksi.

Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah

ensefalitis dan meningitis.

Trauma kepala

Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag

menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah

kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala

P a g e | 23

yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh

dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.

Masalah lain

Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu

penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang

berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang

dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan

keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan

asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak

f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural

Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan

sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah

atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual,

penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau

memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak.3

Tidak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.

Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara

sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan

secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan

medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering

disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.

Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat

toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi.

Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti

tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut

sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang

sesuai bagi anak-anaknya.

Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan

mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu

pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka,

dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak

dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam

resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan.

Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan

keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak

selalu disertai retardasi mental.2

P a g e | 24

C. Manifestasi klinis

Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan

hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan

terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau

tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hasil bagi intelegensi (IQ =

“Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satusatunya patokan yang dapat dipakai

untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga

kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya

mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :

1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari

orang yang terkena retardasi mental.

2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang

yang terkena retardasi mental.

3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang

yang terkena retardasi mental.

4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang

terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan

tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

Tingkat Kisaran IQ Kemampuan Usia

Prasekolah

(sejak lahir-5 tahun)

Kemampuan Usia

Sekolah

(6-20 tahun)

Kemampuan Masa

Dewasa

(21 tahun keatas)

Ringan 52-68 Bisa membangun

kemampuan

sosial &

komunikasi

Koordinasi otot

sedikit terganggu

Seringkali tidak

terdiagnosis

Bisa

mempelajari

pelajaran

kelas 6 pada

akhir usia

belasan tahun

Bisa dibimbing

ke arah

pergaulan

sosial

Bisa dididik

Biasanya bisa

mencapai

kemampuan kerja &

bersosialisasi yg

cukup, tetapi ketika

mengalami stres

sosial ataupun

ekonomi,

memerlukan

bantuan

Moderat 36-51 Bisa berbicara & Bisa Bisa memenuhi

P a g e | 25

belajar

berkomunikasi

Kesadaran sosial

kurang

Koordinasi otot

cukup

mempelajari

beberapa

kemampuan

sosial &

pekerjaan

Bisa belajar

bepergian

sendiri di

tempat-tempat

yg dikenalnya

dengan baik

kebutuhannya

sendiri dengan

melakukan

pekerjaan yg

tidak terlatih atau

semi terlatih

dibawah

pengawasan

Memerlukan

pengawasan &

bimbingan ketika

mengalami stres

sosial maupun

ekonomi yg

ringan

Berat 20-35 Bisa

mengucapkan

beberapa kata

Mampu

mempelajari

kemampuan

untuk menolong

diri sendiri

Tidak memiliki

kemampuan

ekspresif atau

hanya sedikit

Koordinasi otot

jelek

Bisa berbicara

atau belajar

berkomunikasi

Bisa

mempelajari

kebiasaan

hidup sehat yg

sederhana

Bisa memelihara

diri sendiri

dibawah

pengawasan

Dapat melakukan

beberapa

kemampuan

perlindungan diri

dalam lingkungan

yg terkendali

Sangat

berat

19 atau

kurang

Sangat

terbelakang

Koordinasi

ototnya sedikit

sekali

Mungkin

memerlukan

Memiliki

beberapa

koordinasi otot

Kemungkinan

tidak dapat

berjalan atau

Memiliki

beberapa

koordinasi otot &

berbicara

Bisa merawat diri

tetapi sangat

P a g e | 26

perawatan

khusus

berbicara terbatas

Memerlukan

perawatan

khusus

Bila ditinjau dari gejalanya, Retardasi Mental dibagi menjadi (Melly Budhiman):

a) Tipe Klinis

Pada tipe ini, Retardasi Mental mudah dideteksi sejak dini. Penyebabnya adalah

kelainan organik. Kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi atau pun sosial

rendah.

b) Tipe Sosial Budaya

Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah. Penampilannya seperti anak

normal, sehingga disebut Retardasi Enam Jam. Tipe ini kebanyakan berasal dari

golongan sosial ekonomi rendah. Anak tipe ini pada umumnya mempunyai taraf IQ

golongan Borderline dan Retardasi Mental Ringan.

PNP

Resiko Cedera

Kelainan kognitif

Gangguan tumbang

Gangguan komunikasi

Ganggaun interaksi sosial

Retardasi Mental

Agresifitas

Defisit perawatan diri

P a g e | 27

D. Patofisiologi

Retardasi Mental termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada

masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di

bawah normal (IQ 70-75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-keterbatasan sedikitnya

dua area fungsi adaptif yaitu berbicara dan berbahasa, ketrampilan merawat diri,

kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana prasarana komunitas,

pengarahan diri kesehatan dan keamanan akademik fungsional bersantai dan bekerja.

Pada Retardasi Mental terjadi kerusakan muskuloskeletal. Kerusakan neurologis

itu meliputi: kerusakan otak, kelainan kongenital dan mikrosefal. Sedangkan kerusakan

muskuloskeletal meliputi: anomali ekstremitas konganital, masukan kalori/nutrisi tidak

mencukupi, distorsi muskular. Kerusakan neurologis dan kerusakan muskuloskeletal

akan menyebabkan terjadinya kurang kesadaran tentang bahaya dan kerusakan fungsi

motorik dari otot sehingga akan muncul berbagai masalah dalam keperawatan.

E. Diagnosis

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan

karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar

ketrampilan khusus yang berbeda. Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV –

TR adalah sebagai berikut :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa

secara individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan

individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari

lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,

kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana

komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,

pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit,

pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan

bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang

diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya.

Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal

P a g e | 28

perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan

tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.2

a. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau

pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan

kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada

orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai latar belakang

sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.2

b. Wawancara Psikiatrik

Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien

adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien.

Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus

dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan

nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat

membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika

pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.

Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam

berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum

menjumpai pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha

untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret

tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang

memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai

dengan usia dan pengertian pasien.

Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan

bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat

harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali

dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien

(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,

penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi,

toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan

motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan

peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian

keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang

tidak diketahui.

Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus

mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan.

P a g e | 29

Dalam hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat

kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan

dan pendekatan pengobatan. 2

c. Pemeriksaan Fisik

Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering

ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal.

Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk

terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma

Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental

yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah

hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan

epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau

bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran

kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan

tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran

kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah

bidang lain yang digali. 2

d. Pemeriksaan Neurologis

Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental,

sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami

gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan

visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit

pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan

sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra

tubuh.

Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada

tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan

involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam

kelambanan dan koordinasi yang buruk.2

e. Tes Laboratorium

Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah

pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan

kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya

gangguan kromosom.

P a g e | 30

Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari

ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16

minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi,

terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil

berusia di atas 35 tahun.

Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling)

adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini

dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam

waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal,

keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester

pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 2

f. Pemeriksaan Psikologis

Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman,

adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan

psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik,

dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan

interpersonal juga penting. 2

F. Penatalaksanaan Medis

Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier:

1. Pencegahan primer

Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang

menyebabkan gangguan. Tindakan ini termasuk pendidikan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari

profesional bidang kesehatan, konseling keluarga dan genetik dapat membantu.

2. Pencegahan sekunder

Tujuannya mempersingkat perjalanan penyakit.

3. Pencegahan tertier

Tujuannya menekan kecacatan yang terjadi

Dalam pelaksanaannya, kedua jenis ii dilakukan bersamaan meliputi:

a) Pendidikan untuk anak mancakup latihan ketrampilan adaptif, sosial dan kejuruan.

b) Terapi pra luka agresif dan melukai diri

c) Kognitif dan psikodinamika

d) Pendidikan keluarga

e) Intervensi farmakologis:

P a g e | 31

Obat-obatan psikotropika (Tioridasin/Mellaril) untuk remaja dengan perilaku

yang membahayakan diri sendiri.

Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan

konsentrasi/gangguan hiperaktif.

Antidepresan (Imipramin/Trofanil)

Karbamazepin (Tegretol) dan Propanolol (Inderal)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Tanda dan gejala :

Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali

Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator : RM seperti

anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun

pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan

penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik

normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi

pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai

kinerja yang diharapkan.

Gangguan neurologis yang progresif

Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)

1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)

Karakteristik :

a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat dalam

kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll

b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik

dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.

c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,

diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan

psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.

2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)

Karakteristik :

a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik,

terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.

P a g e | 32

b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar

kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada

kemampuan membaca dan berhitung.

c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm

rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang dikenal,

tidak bisa membiayai sendiri.

3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)

Karakteristik :

a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,

kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam

perawatan diri tingkat dasar seperti makan.

b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami

sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.

c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu

arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara

minimal, meggunakan gerak tubuh.

4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)

Karakteristik :

a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi Sensorimotor minimal, butuh

perawatan total.

b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan,

memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan

dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.

c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya

diikuti dengan kelainan fisik.

Pemeriksaan fisik :

Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)

Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat

berubah

Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll

Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung

ke atas, dll

Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung

tinggi

Geligi : odontogenesis yang tdk normal

P a g e | 33

Telinga : keduanya letak rendah; dll

Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia

Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna

Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk

dan lebar, klinodaktil, dll

Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll

Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll

Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing

diujungnya, lebar, besar, gemuk

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan kromosom

Pemeriksaan urin, serum atau titer virus

Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas

perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang

mengakibatkan perubahan.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hiperaktifitas berat.

b. Kurang perawatan diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan

ketergantungan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya

nafsu makan.

d. Gangguan komunikasi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya

kepada orang lain.

C. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa I

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak ada resiko tinggi

terhadap cidera dengan kriteria hasil:

1. Klien tidak terlalu lama memperlihatkan tanda-tanda hiperaktifitas.

2. Klien tidak mempertahankan tanda cidera fisik yang diperoleh selama

menjalani perilaku hiperaktif.

Tindakan:

a) Batasi aktivitas-aktivitas kelompok. Bantu pasien mencoba untuk menetapkan

satu atau dua hubungan yang akrab.

P a g e | 34

Rasional : Kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain rusak.

Merasa lebih aman dengan hubungan satu per satu yang setiap saat.

b) Temani pasien saat hiperaktifitas meningkat.

Rasional : Memberikan dukungan dan rasa aman.

c) Berikan kegiatan fisik sebagai pengganti untuk hiperaktif yang tidak bertujuan

seperti tugas rumah tangga.

Rasional : Latihan fisik memberikan suatu cara yang aman dan efektif untuk

menghilangkan ketegangan yang terpendam.

b. Diagnosa II

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu

mempertahankan aktivitas kehidupan sehari-harinya sendiri dengan kriteria hasil:

1. Klien makan sendiri, meninggalkan tidak lebih dari beberapa suap makanan

di piring makan.

2. Klien menseleksi pakaian yang sesuai dan berpakaian serta merawat diri

secara mandiri setiap hari.

3. Klien mempertahankan keberhasilan kdiri pada tingkat optimal dengan mandi

setiap hari dan melakukan prosedur-prosedur toileting yang pokok tanpa

bantuan.

Tindakan:

a) Dorong klien untuk melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari yang sesuai

dengan tingkat kemampuannya.

Rasional : Kesuksesan melakukan aktifitas secara mandiri akan

meningkatkan harga diri.

b) Dorong kemandirian, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak melakukan

aktifitas tertentu.

Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien adalah prioritas keperawatan.

c) Berikan pengenalan dan penguatan positif untuk pekerjaan yang dilakukan

secara mandiri (misalnya menyisir rambut).

Rasional : Penguatan positif meningkatkan harga diri dan mendorong

pengulangan perilaku yang diharapkan.

d) Perlihatkan kepada klien bagaimana melakukan aktifitas yang menyulitkan

baginya.

Rasional : Demonstrasi aktifitas yang sederhana dan konkrit yang akan

dilakukan tanpa kesulitan di bawah kondisi normal.

c. Diagnosa III

P a g e | 35

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak akan

memperlihatkan tanda atau gejala mal nutrisi dengan kriteria hasil:

1. Klien memperlihatkan pencapaian berat badan yang perlahan, kemajuan

selama dirawat di Rumah Sakit.

2. Tanda-tanda vital dan hasil laburatorium serum berada dalam batas-batas

normal.

3. Klien mampu menyatakan secara verbal pentingnya nutrisi dan masukan

cairan.

Tindakan:

a) Timbang berat badan klien setiap hari.

Rasional : Penurunan atau pertambahan berat badan merupakan informasi

pengkajian yang penting.

b) Tentukan makanan yang disukai dan tidak disukai oleh klien serta kolaborasi

dengan ahli diet untuk menyediakan makanan yang disukai klien.

Rasional : Pasien akan lebih suka makanan khususnya makanan yang

disukainya.

c) Temani klien selama makan.

Rasional : Untuk membantu sesuai kebutuhan dan untuk memberikan

dukungan serta dorongan.

d) Pastikan klien menerima makanan dengan porsi sedikit tapi sering, termasuk

makanan kecil sebelum tidur.

Rasional : Jumlah makanan yang besar mungkin tidak disetujui/tetap tidak

dapat ditoleransi klien.

d. Diagnosa IV

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, dapat menunjukkan

kemampuan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, dengan kriteria

hasil:

1. Klien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang

lain.

2. Klien memulai interaksi dengan orang lain.

Tindakan:

a) Jika klien mampu atau tidak ingin bicara, gunakan teknik mengatakan secara

tidak langsung.

Rasional : Menolong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan

rasa percaya.

P a g e | 36

b) Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien sampai pola komunikasi yang

memusatkan kembali.

Rasional : Kenyamanan dan keamanan klien merupakan prioritas

keperawatan.

c) Gunakan pendekatan muka (berhadap-hadapan, bertatapan) untuk

menyampaikan ekspresi yang benar.

Rasional : kontak mata mengekspresikan minat yang murni dan hormat

kepada orang lain/seseorang.

D. Evaluasi

Hal-hal yang diharapkan:

a. Dx I

1. Klien tidak terlalu lama memperlihatkan tanda-tanda hiperaktifitas.

2. Klien tidak memperlihatkan tanda cidera fisik yang diperoleh selama

mengalami perilaku hiperaktif.

b. Dx II

1. Klien makan sendiri, meninggalkan tidak lebih dari beberapa suap makanan

di piring makannya.

2. Klien dapat menseleksi pakaian yang sesuai dan merawat diri secara mandiri

setiap hari.

3. Klien memperlihatkan keberhasilan diri pada tingkat optimal dengan mandi

setiap hari dan melakukan prosedur-prosedur toileting yang pokok tanpa

bantuan.

c. Dx III

1. Klien memperlihatkan tercapainya berat badan yang perlahan serta kemajuan

selama di rawat di Rumah Sakit.

2. Tanda-tanda vital dan hasil laboratorium serum berada dalam batas normal.

3. Klien mengatakan secara verbal pentingnya nutrisi dan masukan cairan.

d. Dx IV

1. Klien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang

lain.

2. Klien memulai interaksi dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

P a g e | 37

1. Atmaja, Dwi Arifin, S. Kep. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Retardasi Mental,

09-03-2010.

2. Duniaqu, Keterbelakangan mental, 21-03-2010.

3. Medicafarma, Retardasi Mental, 18-03-2010.

4. Retardasi mental (RM) « Idmgarut’s Blog.htm, 21-03-2010.

5. Retardasi mental, Scribd, 12-03-2010.

6. Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition.

Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.

7. Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

8. Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.

Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.

9. Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.

10. Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

11. Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care

Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

12. Wong, L. Donna, 2005, Keperawatan Pediatrik, Jakarta : EGC.