resume dakwah shahabiyah, kisah nabi ya’qub, kisah nabi ishaq, urgensi rumah tangga islam, umar...
TRANSCRIPT
PENUGASAN TATSQIF 1434H IBNU KHALDUN
RESUME DAKWAH SHAHABIYAH, KISAH NABI YA’QUB, KISAH NABI ISHAQ,
URGENSI RUMAH TANGGA ISLAM, UMAR TILMISANI, DAN
KAMAL AS-SANANIRI
HARIS ASTA PRADANA
TEKNIK SIPIL/ MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
1. DAKWAH SHAHABIYAH
1.1. UMMU SULAIM BINTI MALHAN
Nama lengkapnya adalah Rumaisha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid
bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Naja al-Anshaiyah al-
Khazrajiyah.
Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dihiasi pula
dirinya dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan
kecerdasan berpikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang
baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena, beliau memiliki
sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama malik bin
Nadhar untuk segera menikahinya yang akhirnya melahirkan Anas bin Malik.
Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid mulai muncul, orang-orang
yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam. Ummu
Sulaim termasuk golongan petama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar.
Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam
masyarakat jahiliyah penyembah behala yang beliau buang tanpa ragu.
Adapun kalangan petama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik,
suaminya, yang barru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk
Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari
agamamu?” Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab, “Tidak, bahkan aku
telah beriman.”
“Demi Allah, orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah
orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah
denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan aku tidak
meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i VI/144).
Sungguh ungkapan tersebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan
mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol di hatinya secara
sempurna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan
rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cedas, dan apakah dia akan
mendapatkan yang lebih baik darinya untuk diperistri, atau ibu bagi anak-anaknya?”
Tanpa terasa lisan Abu Thahah mengulang-ulang, “Aku berada di atas apa yang kamu
yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah.”
Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita
karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai
Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam
sebagai mahar. Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan hadis darri Anas:
“Aku belum penah mendengar seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim
karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).
Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thahah dengan kehidupan suami istri yang diisi
dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan
yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami istri
dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang
pendidik yang utama dan orang da’iyah.
Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang
utama, yakni Ummu Sulaim. sehingga, pada gilirannya beliau minum dari mata air
nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.
Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin malik yang menceitakan kepada kita
bagaimana pelakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmenya tehadap Alquran
sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuna), sebelu kamu
menafkahkan sebagian hata yang kamu cintai.” (Ali Imran: 92).
Seketika Abu Thalhah bediri menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan
berkata, “Sesungguhnya Allah telah berfiman di dalam kitabnya (yang artinya), “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah
kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah degan harapan mendapatkan kebaikan
dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah.”
“Bagus… bagus… itulah harta yang menguntungkan… itulah harta yang
mnguntungkan…. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan
agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu.”
Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari
pamanya.”
Allah memuliakan kedua orang suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga
keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi
keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama
Abu Umair. Suatu ketika anak tersebut bemain-main dengan seekor burung lalu burung
tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melewati dirinya maka beliau berkata kepada
anak tesebut untuk meghibur dan bermain dengannya, “Wahai Abu Umair, apa yang
dilakukan oleh anak burung pipit itu?” (Al-Bukhari VII/109).
Allah berkehendak untuk menguji keduanya denga seorang anak yang cakap dan
dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya.
Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahya apabila kembali dari pasar, petama kali yang dia
kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan
beliau belum merasa tenag sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya
meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan
jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di temp[at tidur sambil senantiasa
mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota
keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri
yang menceritakan kepadanya.”
Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya,
kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa
yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”
Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu
Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat
karena kahawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulim mendekati beliau
dan memperssiapkan makan malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara
Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari
sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-
wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.
Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah
mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji
Allah karena abeliau tidak membuat risau suaminya dana beliau bioarkan suaminya
terlelap dalam tidurnya.
Tatkala di akhir malam beliau berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah,
bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu
keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi
keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.”
Kemudian Ummu Sulim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut
berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu
Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya
anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimua
dengan meninggalnya anakmu.”
Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah,
“Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”
Beliau mengulangi kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’
(inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-
angsur jiwanya menjadi tenang.
Keesokan harinya beliau pergi menghadap Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan
mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”
Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi
nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk
membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, selanjutnya Anas berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut
(yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas
berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “Namanya Abdullah.”
Ubadah, salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak
yang kesemuanya hafal Alquran.”
Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya
yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka aberdua yang
manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang
seorang laki-laki kepada Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata,
‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun
beiau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa
kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya
sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga
Allah merahmatinya’. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah
seraya berkata, ‘Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju
rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim),
“Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, ‘Tidak punya melainkan
makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka
dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan
bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah aberada di tangan, maka berdirilah dan
matikanlah lampu’. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan
tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua istri tersebut bermalam dalam keadaan
tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Sungguh Allah takjub
(atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah’.”
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang
kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”
Di akhir hadis disebutkan, maka turunlah ayat:
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Al-Hasyr: 9).
Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera
memberikan kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya
karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dlam Alquran yang senantiasa dibaca.
Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad
bersama pasukan kaum muslimin.
Anas berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berperang bersama Ummu
Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut
memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”
Begitulah, Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu
Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli
jannah.
Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa
Abu an-Nashr asy-Syalabi
1.2. KHAULAH BINTI TSA’LABAH
Nama lengkapnya adalah Khaulah binti tsa’labah bin Ashram bin Farah bin Tsa’labah
Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi
oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit Radhiallahu ‘anhu, yang
senantiasa menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh peperangan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan Aus inilah Khaulah melahirkan anak
laki-laki yang bernama Rabi’
Suatu ketika Khaulah binti Tsa’labah mendapati suaminya, Aus bin Shamit dalam
suatu masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti
punggung ibuku.”
Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-
orang untuk beberapa lama. Selanjutnya Aus kembali ke Khaulah dan menginginkannya.
Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak Aus,
sampai jelas hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kejadian diatas.
Khaulah berkata, “Tidak… jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya,
engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah
engkau ucapkan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum
tentang peristiwa yang menimpa kita.
Selanjutnya Khaulah menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia
mencerita- kan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya.
Maksud kedatangannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan Nabi
Shalallahu ‘alaihi wasallam tentang urusan tersebut. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu
tersebut … aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”
Wanita mukminah ini mengulangi perkataannya dan menjelaskan kepada Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam tentang apa yang menimpa dirinya dan anaknya, jika dia
harus bercerai dengan suaminya, namun Rasulullah Shalalahu ‘alaihi wasallam tetap
menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.
Sesudah peristiwa tersebut wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua
tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Kedua
matanya meneteskan air mata dan perasaan menyesal. Kemudian beliau berdo’a, “ya
Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.
Alangkah bagusnya apa yang dilakukan oleh Sahabiyah Khaulah Radhiallahu ‘anha,
beliau berdiri di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian berdialog
untuk meminta fatwa. Setelah turunnya fatwa, yang memberatkannya beliaupun
melakukan istighatsah (memohon pertolongan) dan mengadu hanya kepada Allah Ta’ala.
Ini menandakan kejernihan iman dan tauhid yang telah dipelajarinya dari Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tiada henti-hentinya wanita ini berdo’a sehingga suatu ketika Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam pingsan (sebagaimana biasanya beliau pingsan ketika menerima wahyu).
Kemudian setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sadar kembali, beliau bersabda,
“Wahai Khaulah, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat Al-Qur’an
tentang dirimu dan suamimu, kemudian beliau membaca firman QS. Al-Mujadalah: 1-4,
yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan
gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan
Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, … sampai firman Allah: “dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang
pedih.”
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepada Khaulah tentang
kafarat (tebusan) Zhihar:
Nabi: “Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak!”
Khaulah: “Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.
Nabi: Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut.”
Khaulah: “Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.
“Nabi: “Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin.
“Khaulah: “Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.”
Nabi: “Aku bantu dengan separuhnya.”
Khaulah: Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.”
Nabi: Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat
baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.”
Maka Khaulahpun melaksanakannya.
Demikianlah sebuah kisah tentang sahabiyah yang mengajukan suatu perkara yang
terjadi di rumah tangganya kepada Rasululllah, yang perkara Khaulah dan suaminya ini
merupakan permasalahan yang pertama kali terjadi di Umat Islam. Didalamnya
terkandung banyak pelajaran.
Selanjutnya sahabiyah ini semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, pernah
menghentikan Umar bin Khaththab pada saat berjalan. Beliau kemudian memberikan
nasehat-nasehat kepada Umar.
Khaulah berkata, “Wahai Umar, aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih
Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau menggembala kambing
dengan tongkatmu. Kemudian berlalulah hari demi hari, sehingga Engkau memiliki nama
Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu. Ketahuilah
barangsiapa takut kepada maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa
yang takut mati maka dia akan takut kehilangan dan barangsiapa yakin akan adanya hisab
maka dia takut terhadap adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar bin
Khaththab berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.
Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan atas hal
ini, kemudian berkata kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak (keterlaluan)
kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!”
Mendengar hal ini Umar balas menegur al-Jarud, “Biarkan dia … tahukah kamu siapakah
dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang
ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya.”
Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak
menyudahi nasehatnya kepadaku sampai malam hari, maka aku tidak akan menyudahinya
sehingga beliau menyelesaikan hal yang dikehendakinya, kecuali jika telah datang waktu
shalat, maka aku akan mengerjakan shalat, kemudian kembali mendengarkannya sampai
selesai keperluannya.”
Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa
Abu an-Nashr asy-Syalabi
1.3. UMMU ‘IMARAH
Nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka’ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-
Anshaiyah. Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an-Najar.
Beliau wanita yang bersegera masul Islam, salah seorang dari dua wanita yang
bersama para utusan Anshar yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disamping memiliki sisi keuatmaan dan
kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak takut mati di jalan Allah.
Nusaibah ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin
Amru) dan bersama kedua anaknya dari suami yang prtama (Zaid bin Ashim bin Amru),
kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di siang harri beliau membeikan
minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau
segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa pedang
(untuk menjaga keselamatan Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah.
Beliau beperang dengan dahsyat. Beliau menggunakan ikat pinggang pada peutnya
hingga teluka sebanyak tiga belas tempat. Yang paling parah adalah luka pada pundaknya
yang tekena senjara dai musuh Allah yang bernama Ibnu Qami’ah yang akhirnya luka
tersebut diobati selama satu tahun penuh hingga sembuh.
Nusaimah sempat mengganggap ringan lukanyayang berbahaya ketika penyeu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul
Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan bajunya, akan tetapi tidak mampu untuk
menghentikan cucuran daahnya.
Ummu Umarah menutukan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, “Aku melihat
orang-oang sudah menjauhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga tinggal
sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh orang. Saya, kedua anakku, dan
suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang-orang koca-kacir.
Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki
yang mundu sambil membawa perisai. Beliau besabda, ‘Beikanlah peisaimu kepada yang
sedang berperang!’ Lantas ia melempakannya, kemudian saya mengambil dan saya
pegunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu yang
menyerang kami adalah pasukan bekuda, seandainya mereka berrjalan kaki sebagaimana
kami, maka dengan mudah dapat kami kalahkan insya Allah. Maka tatkala ada seorang
laki-laki yang berkuda mendekat kemudian memukulku dan aku tangkis dengan pisaiku
sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa degan pedangnya dan akhirnya dia hendak
mundu, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh teguling. Kemudian ketika itu
Nabi berseu, ‘Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu… bantulah ibumu….’
Selanjutnya putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil
membunuhnya.” (Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/412).
Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, “Aku teluka. Pada saat itu
dengan luka yang parah dan darah tidak berhenti mengalir, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ‘Balutlah lukamu!’ Sementara ketika itu Ummu Imarh sedang
menghadapi musuh, tatkala mendenga seuan Nabi, ibu menghampiriku dengan membawa
pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri, ketika itu ibu bekata kepadaku, ‘Bangkitlah besamaku dan
tejanglah musuh!’Hal itu membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau pebuat ini wahai Ummu
Imarah?’
Kemudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Inilah yang memukul anamu whai Ummu Imarah!” Ummu Imarah
becerita, “Kemudian aku datangi orang tersebut kemudian aku pukul betisnya hingga
roboh.” Ummu Imarah melihat ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihata gigi geraham beliau,
beliau bersabda, “Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Imarah.”
Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan meyejukkan
pandanganmu dengan kelelahan musuh-musuhmu dan dapat membalas musuhmu di
depan matamu.” (Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/413 — 414).
Selain pada Perang Uhud, Ummu Imarah juga ikut pada dalam bai’atur ridwan
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Perang Hudaibiyah, dengan
demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, ada bebeapa kabilah yang
mutad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu
Bakar ash-Shidiq mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang yang murtad
tesebut. Maka, bersegeralah Ummu Imarah mendatangi Abu Bakar dan meminta ijin
kepada beliau untuk begabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang
mutad dai Islam. Abu Bakar ash-Shidiq bekata kepadanya, “Sungguh aku telah mengakui
pranmu di dalam perang Islam, maka berangkatlah dengan nama Allah.” Maka, beliau
berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib bin Zaid bin Ashim.
Di dalam perang ini, Ummu Imarah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang
tesebut putranya tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai
macam siksaan agarr mau mengakui kenabian Musailamah al-Kadzab. Akan tetapi, bagi
putra Ummu imarah yang telah tebiasa dididik untuk besabar tatkala beperang dan telah
dididik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompomi sekalipun diancam.
Tejadilah dialog antaraya dengan Musailamah:
Musailamah: Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?
Hubaib: Ya
Musailamah: Engkau besaksi bahwa aku adalah Rasulullah?
Hubaib: Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu.
Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong-motong tubuh Hubaib hingga tewas.
Suatu ketika Ummu Imarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yang
lain, yaitu Abdullah. Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan
tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang telah membunuh Hubaib, akan tetapi
takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra beliau
yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara
kandungnya.
Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekeja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala
ummu imarah mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur
kepada Allah.
Ummu Imarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya
setelah kehilangan satu tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah.
Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar
ash-Shidiq penah mendatangi beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan
beliau. Khalid si pedang Islam membantu atas penghomatannya, dan seharusnyalah kaum
muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau sungguh telah mengukir
sejarahnya dengan tinta emas.
Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa
Abu an-Nashr asy-Syalabi
1.4. UMMU SYURAIK
Namanya adalah Ghaziyah binti Jabir bin Hakim. Beliau seorang wanita dari Quraisy,
wanita dari Bani Amir bin Lu’ai dan ia pernah menjadi istri Abu al-Akr ad-Dausi. Beliau
merasa simpati hatinya dengan Islam sejak masih di Mekah, hingga menjadi mantaplah
iman di hatinya dan beliau memahami kewajiban dirinya terhadap din yang lurus
sehingga beliau mempersembahkan hidupnya untuk menyebarkan dakwah tauhid,
meninggikan kalimat Allah dan mengibarkan panji laa ilaha illallahu muhammadur
rasulullahi.
Mulailah Ummu Syuraik bergerak untuk berdakwah dan mengajak wanita-wanita
Quraisy secara sembunyi-sembunyi. Beliau berdakwah kepada mereka, memberikan
dorongan-dorongan agar mereka masuk Islam tanpa kenal lelah dan jemu. Beliau
menyadari resiko yang akan menimpa dirinya, baik pengorbanan maupun penderitaan,
serta resiko yang telah menghadangnya, berupa gangguan dan siksaan terhadap jiwa dan
harta. Akan tetapi, iman bukanlah sekedar kalimat yang diucapkan oleh lisan, melainkan
iman pada hakikatnya memiliki konsekuensi dan amanah yang mengandung beban dan
iman berarti jihad yang membutuhkan kesabaran.
Takdir Allah menghendaki setelah masa berlalu beberapa lama, mulailah hari-hari
ujian, hari-hari menghadapi cobaan yang mana aktivitas Ummu Syuraik ra telah diketahui
penduduk Mekah. Akhirnya, mereka menangkap beliau dan berkata, “Kalaulah bukan
karena kaum kamu, kami akan tangani sendiri. Akan tetapi, kami akan menyerahkan
kamu kepada mereka.”
Ummu Syuraik berkata, “Maka datanglah keluarga Abu al-Akr (yakni kelurga
suaminya) kepadaku kemudian berkata, ‘Jangan-jangan engkau telah masuk kepada
agamanya (Muhammad)?’ Beliau berkata, ‘Demi Allah, aku telah masuk agama
Muhammad’. Mereka berkata, ‘Demi Allah, aku akan menyiksamu dengan siksaan yang
berat’. Kemudian, mereka membawaku dari rumah kami, kami berada di Dzul Khalashah
(terletak di Shan’a’), mereka ingin membawaku ke sebuah tempat dengan mengendarai
seekor onta lemah, yakni kendaraan mereka yang paling jelek dan kasar. Mereka
memberiku makan dan madu, akan tetapi tidak memberikan setetes air pun kepadaku.
Hingga manakala tengah hari dan matahari telah terasa panas, mereka menurunkan aku
dan memukuliku, kemudian mereka meninggalkanku di tengah teriknya matahari hingga
hampir-hampir hilang akalku, pendengaranku dan penglihatanku. Mereka melakukan hal
itu selama tiga hari. Tatkala hari ketiga, mereka berkata kepadaku, ‘Tinggalkanlah agama
yang telah kau pegang!’ Ummu Syuraik berkata, ‘Aku sudah tidak lagi dapat mendengar
perkataan mereka, kecuali satu kata demi satu kata dan akau hanya mmeberikan isyarat
dengan telunjukku ke langit sebagai isyarat tauhid’.”
Ummu Syuraik melanjutkan, “Demi Allah, tatkala aku dalam keadaan seperti itu,
ketika sudah berat aku rasakan, tiba-tiba aku mendapatkan dinginnya ember yang berisi
air di atas dadaku (beliau dalam keadaan berbaring), maka aku segera mengambilnya dan
meminumnya sekali teguk. Kemudian, ember tersebut terangkat dan aku melihat ternyata
ember tersebut menggantung antara langit dan bumi dan aku tidak mampu
mengambilnya. Kemudian, ember tersebut menjulur kepadaku untuk yang kedua kalinya,
maka aku minum darinya kemudian terangkat lagi. Aku melihat ember tersebut berada
antara langit dan bumi. Kemudian, ember tersebut menjulur kepadaku untuk yang ketiga
kalinya, maka aku minum darinya hingga aku kenyang dan aku guyurkan ke kepala,
wajah dan bajuku. Kemudian, mereka keluar dan melihatku seraya berkata, ‘Dari mana
engkau dapatkan air itu wahai musuh Allah’. Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya musuh
Allah adalah selain diriku yang menyimpang dari agama-Nya. Adapun pertanyaan kalian
dari mana air itu, maka itu adalah dari sisi Allah yang dianugerahkan kepadaku’. Mereka
bersegera menengok ember mereka dan mereka dapatkan ember tersebut masih tertutup
rapat belum terbuka. Lalu, mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa Rabbmu adalah Rabb
kami dan kami bersaksi bahwa yang telah memberikan rizki kepadamu di tempat ini
setelah kami menyiksamu adalah Dia Yang Mensyari’atkan Islam’.” Akhirnya, masuklah
mereka semuanya ke dalam agama Islam dan semuanya berhijrah bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam dan mereka mengetahui keutamaanku atas mereka dan apa
yang telah dilakukan Allah terhadapku.
Semoga Allah merahmati Ummu Syuraik, yang telah mengukir sebaik-baik contoh
dalam berdakwah ke jalan Allah, dalam hal keteguhan dalam memperjuangkan iman dan
akidahnya dan dalam bersabar di saat menghadapi cobaan serta berpegang kepada tali
Allah…. Marabahaya tidak menjadikan beliau kendor ataupun lemah yang
mengakibatkan beliau bergeser walaupun sedikit untuk menyelamatkan jiwanya dari
kematian dan kebinasaan. Akan tetapi, hasil dari ketegaran beliau, Allah memuliakan
beliau dan menjadikan indah pandangan matanya dengan masuknya kaumnya ke dalam
agama Islam. Inilah target dari apa yang dicita-citakan oleh seorang muslim dalam
berjihad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda yang artinya, “Sungguh, seandainya
Allah memberikan hidayah kepada satu orang karena dakwahmu, maka itu lebih baik dari
onta yang merah (harta kekayaan yang paling berharga).”
1.5.Aisyah binti Abu Bakar ashidiq (shahabiyah)
Aisyah adalah belahan jiwa Rasulullah saw di dunia dan di akhirat. Beliau, adalah
sosok ahli fiqih yang taat pada Rabbnya. Pada saat Rasulullah saw meninggal dunia, usia
Aisyah baru menginjak 19 tahun setelah sembilan tahun hidup bersama Rasulullah saw.
Namun demikian, Aisyah telah memenuhi seluruh penjuru dunia dengan ilmu. Dalam
hal periwayatan hadits, beliau adalah tokoh yang sulit di cari bandingannya. Ia lebih
memahami hadits, dibanding istri-istri Rasul yang lain.
Dalam masalah jumlah hadits yang diriwayatkannya, tidak ada yang menandingi,
selain Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar.Ad-Dhahabi berkomentar dalam kitab as
Sair jilid II, halaman 240, “Saya tidak pernah melihat pada umat Muhammad saw, bahkan
wanita secara keseluruhan, ada seorang wanita yang lebih alim dari Aisyah RA.” Dalam
beberapa kasus, Aisyah mengoreksi pemahaman para sahabat dan menjadi rujukan dalam
memahami praktek Rasulullah saw. Di dalam al –Mustadrak, az-Zuhri berkomentar:
“seandainya ilmu semua manusia dan ilmu istri-istri nabi digabungkan, niscaya ilmu
Aisyah lebih luas dari ilmu mereka.
Menurut Adz-Dzahabi, musnah Aisyah mencapai 2210 hadits. Imam Bukhari dan
Imam Muslim sepakat atas riwayat Aisyah sebanyak 140 hadits. Secara individu Bukhari
meriwayatkan 54 hadits Aisyah, dan Muslim meriwayatkan 69 hadits. Hakim Abu
abdillah berkata: “Aisyah RA, membawa ¼ syariah Islam. Urwah Ibnu Zubair berkata:
Saya tidak melihat seorang pun yang lebih pandai dalam masalah ilmu fiqih, kedokteran,
dan sastra selain Aisyah RA.
Demikianlah keluasan ilmu Aisyah RA. Para wanita mukminah di masa sekarang ini,
khususnya para aktivis dakwah sudah semestinya meneladani beliau RA dalam hal
keluasan ilmunya. Ya Alim, rabbi zidni ilmaa.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/20/19941/teladan-dari-shahabiyah-dan-
tabiiyah-
2. Kisah Nabi Ishaq
Saat beberapa malaikat itu mendatangi Nabi Ibrahim, tentunya Nabi Ibrahim
menyambut para malaikat itu dengan sangat baik serta mempersilahkan mereka untuk
duduk di ruang tamu, lalu ia pun segera menyiapkan jamuan makan untuk para
malaikat itu. Nabi Ibrahim merupakan hamba Allah yang selalu memuliakan tamu,
selain itu ia juga merupakan orang yang dermawan. Beberapa saat kemudian, suami
istri sarah ini datang daging anak saping gemuk yang telah dipanggang lalu
menghidangkan kepada tamunya tersebut. Meski telah dihidangkan makanan dan
minuman yang lezat, namun mereka tidak makan dan minum jamuan yang telah
disajikan oleh Nabi Ibrahim. Tentunya hal itu membuat Nabi Ibrahim takut terhadap
tamu tamunya itu, kemudian para malaikat itu menenangkan dan member tahu siapa
mereka dan menyampaikan kabar gembira bahwa akan lahir seorang anak yang alim.
Cerita Nabi Ishaq- Pada saat yang bersamaan, istri Nabi Ibrahim mendengar
pembicaraan antara malaikat dengan Nabi Ibrahim. Ia pun datang menghampiri
mereka dengan keheranan terhadap kabar yang mereka bawa. Ia bingung bagaimana
mungkin ia akan melahirkan, padahal ia merupakan wanita yang telah tua dan juga
mandul, saat itu usianya telah mencapai 90 tahun. Sementara itu suaminya juga telah
berusia lanjut. Hal tersebut juga tertulis dalam Al Qur an yang berbunyi sebagai
berikut
Istri berkata : “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak
padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang
sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh” (Qs. 11 : 72)
Maka malaikat pun berkata ; mereka berkata “Demikianlah Tuhanmu
memfirmankan”, sesungguhnya Dialah yang maha bijaksana lagi maha mengetahui”
(QS 51 : 30)
Mendengar berita itu, Nabi Ibrahim as pun menjadi tenang dan berbahagia,
mereka sangat bersyukur kepada Allah SWT atas adanya kabar tersebut. Sebagaimana
yang telah difirmankan dalam Al Qur an
“dan ingatlah hamba-hamba kami : Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai
perbuatan perbuatan yang besar dan ilmu ilmu yang tinggi. Sesungguhnya kami telah
mensucikan mereka dengan (menganugrahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi
yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya
mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-orang pilihanyang paling baik (QS
: 38 : 45 – 47)
Dan yang dinanti-nantinya ternyata akan tiba. Selang beberapa waktu, maka
datanglah apa yang dinantikan itu, yaitu siti sarah melahirkan seorang anak yang
kemudian diberi nama Ishaq oleh Nabi Ibrahim as. Saat itu, usia Nabi Ibrahim as telah
100 tahun. Nabi Ishaq as lahir empat belas tahun setelah kelahiran Nabi ismail as
Al Qur’anul karim tidak menyebuatkan secara panjang lebar kisah Nabi isaq
as, demikin pula tentang kaum yang kepada mereka diutus Nabi Ishaq. Namuun Allah
memuji Nabi Ishaq as di beberapa tempat dalam al qur an, antara lain sebagai berikut :
“dan ingatlah hamba-hamba kami : Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai
perbuatan perbuatan yang besar dan ilmu ilmu yang tinggi. Sesungguhnya kami telah
mensucikan mereka dengan (menganugrahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi
yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya
mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-orang pilihanyang paling baik (QS
: 38 : 45 – 47)
Sementara itu dalam sabdanya, Nabi Muhammad saw juga memuji Nabi Ishaq as. :
“yang mulia putera yang mulia, putera yang mulia dan putera yang mulia adalah
Yusuf putera Ya’qub, putera Ishaq, putera Ibrahim” (Hr. Bukhari dan muslim)
Ahli kitab menyebutkan bahwa Nabi Ishaq as ketika menikah dengan Rafqah
binti batu’il saat ayahnya yaitu ibraim as masih hidup, saat itu usianya telah mencapai
40 tahun. Dan istrinya juga sempat menjadi mandul seperti ibunya, maka Nabi Ishaq
as pun berdoa memohon kepada Allah untuknya, sehingga istrinya pun hamil dan
melahirkan putera kembar yang pertama bernama ‘Iishuu. Orang-orang arab
menyebutnya ‘Ish; ia merupakan nenek moyang dari bangsa romawi. Yang kedua
bernama Ya’qub. Disebut Ya’qub kare ia terlahir dalam keadaan memegang tumit
saudaranya. Putra Ishaq yang bernama Ya’qub inilah yang nantinya menjadi Nabi dan
rasul Allah dan Nabi Ya’qub akan mendapat keturunan yang banyak, di antaranya
Nabi yusuf as yang menjadi menjadi Nabi dan rasul. Dan dari Nabi Ishaq as inilah
menurunkan Nabi-Nabi dari bani israil yang kemudian sampai pada Isa as. Setelah
Nabi isa as, kemudian diakhiri dengan Nabi muhammad dari keturunan Nabi Ismai as.
Setelah Nabi Ishaq as menyeleseaikan tugasnya sebagai Nabi dan rasul utusan
Allah, ia meninggal dunia pada usia 180 tahun dan dimakamkan di Jirun, yang saat ini
menjadi kota yang bernama Madinah.
3. Kisah Nabi Ya’qub
Nabi Ya’qub adl putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adl anak saudara
dari Nabi Ibrahim bernama Rifqah binti A’zar. Ia adl saudara kembar dari putera Ishaq yg
kedua bernama Ishu.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak
ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yg lain bahkan Ishu mendendam dengki dan iri
hati terhadap Ya’qub saudara kembarnya yg memang dimanjakan dan lbh disayangi serta
dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yg renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan
tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya’qublah yg diajukan oleh ibunya ketika
ayahnya minta kedatangan anak-anaknya utk diberkahi dan didoakan sedangkan dia tidak
diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya’qub memperoleh berkah
dan doa ayahnya Nabi Ishaq.
Melihat sikap saudaranya yg bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata
sindirannya yg timbul dari rasa dengki dan irihati bahkan ia selalu diancam maka
datanglah Ya’qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ia berkata
mengeluh : ” Wahai ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku bagaimana harus aku
menghadapi saudaraku Ishu yg membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu
menyindirku dgn kata-kata yg menyakitkan hatiku sehinggakan menjadihubungan
persaudaraan kami ber dua renggang dan tegang tidak ada saling cinta mencintai saling
sayang-menyayangi. Dia marah krn ayah memberkahi dan mendoakan aku agar aku
memperolehi keturunan soleh rezeki yg mudah dan kehidupan yg makmur serta
kemewahan . Dia menyombongkan diri dgn kedua orang isterinya dari suku Kan’aan dan
mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi
anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain
yg mencemas dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku fikiran bagaimana
aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dgn cara kekeluargaan.
Berkata si ayah Nabi Ishaq yg memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan
kedua puteranya yg makin hari makin meruncing:” Wahai anakku krn usiaku yg sudah
lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku
badanku sudah membongkok raut mukaku sudah kisut berkerut dan aku sudak berada di
ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yg fana ini. Aku khuatir bila
aku sudah menutup usia gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan
ia secara terbuka akan memusuhimu berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu.
Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-
saudara iparnya yg berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yg terbaik
bagimu menurut fikiranku engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah
engkau ke Fadan A’raam di daerah Irak di mana bermukin bapa saudaramu saudara
ibumu Laban bin Batu;il. Engkau dapat mengharap dikahwinkan kepada salah seorang
puterinya dan dgn demikian menjadi kuatlah kedudukan sosialmu disegani dan dihormati
orang krn karena kedudukan mertuamu yg menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau
ke sana dgn iringan doa drpku semoga Allah memberkahi perjalananmu memberi rezeki
murah dan mudah serta kehidupan yg tenang dan tenteram.
Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya’qub melihat
dalam anjuran ayahnya jalan keluar yg dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan
antaranya dan Ishu apalagi dgn mengikuti saranan itu ia akan dapat bertemu dgn bapa
saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera berkemas-
kemas membungkus barang-barang yg diperlukan dalam perjalanan dan dgn hati yg
terharu serta air mata yg tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya dan ibunya
ketika akan meninggalkan rumah.
Nabi Ya’qub Tiba di Irak
Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yg luas dgn panas mataharinya yg terik dan angi
samumnya yg membakar kulit Ya’qub meneruskan perjalanan seorang diri menuju ke
Fadan A’ram dimana bapa saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yg jauh itu ia
sesekali berhenti beristirehat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah satu tempat
perhentiannya ia berhenti krn sudah sgt letihnya tertidur dibawah teduhan sebuah batu
karang yg besar .Dalam tidurnya yg nyenyak ia mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan
rezeki luas penghidupan yg aman damai keluarga dan anak cucuc yg soleh dan bakti serta
kerajaan yg besar dan makmur. Terbangunlah Ya’qub dari tidurnya mengusapkan
matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sedarlah ia bahawa apa yg dilihatnya hanyalah
sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di
kemudian hari sesuia dgn doa ayahnya yg masih tetap mendengung di telinganya. Dengan
diperoleh mimpi itu ia merasa segala letih yg ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi
hilang seolah-olah ia memperolehi tanaga baru dan bertambahlah semangatnya utk
secepat mungkin tiba di tempat yg di tuju dan menemui sanak-saudaranya dari pihak
ibunya.
Tiba pada akhirnya Ya’qub di depan pintu gerbang kota Fadan A’ram setelah berhari-
hari siang dan malam menempuh perjalanan yg membosankan tiada yg dilihat selain dari
langit di atas dan pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-
binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput burung-burung
berterbangan di udara yg cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah
dan keperluan hidup masing-masing.
Sesampainya disalah satu persimpangan jalan ia berhenti sebentar bertanya salah
seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang
kaya-raya yg kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yg terbesar di kota itu
tidak sukar bagi seseorang utk menemukan alamatnya. Penduduk yg ditanyanya itu segera
menunjuk ke arah seorang gadis cantik yg sedang menggembala kambing seraya berkata
kepada Ya’qub:”Kebetulan sekali itulah dia puterinya Laban yg akan dapat membawamu
ke rumah ayahnya ia bernama Rahil.
Dengan ahti yg berdebar pergilah Ya’qub menghampiri yg ayu itu dan cantik itu lalu
dgn suara yg terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yg mengikat lidahnya ia
mengenalkan diri bahwa ia adl saudara sepupunya sendiri. Ibunya yg bernama Rifqah adl
saudara kandung dair ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada gadis itu
bahwa ia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dgn tujuan hendak menemui Laban
ayahnya utk menyampaikan pesanan Ishaq ayah Ya’qub kepada gadis itu. Maka dgn
senang hati sikap yg ramah muka yg manis disilakan ya’qub mengikutinya berjalan
menuju rumah Laban bapa saudaranya.
berpeluk-pelukanlah dgn mesranya si bapa saudara dgn anak saudara menandakan
kegembiraan masing-masing dgn pertemuan yg tidak disangka-sangka itu dan
mengalirlah pada pipi masing-masing air mata yg dicucurkan oleh rasa terharu dan
sukcita. Maka disapkanlah oleh Laban bin Batu’il tempat dan bilik khas utk anak
saudaranya Ya’qub yg tidak berbeda dgn tempat-tempat anak kandungnya sendiri di
mana ia dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban bapa saudaranya sebagai
anggota keluarga disampaikan oleh Ya’qub kdp bapa saudranya pesanan Ishaq ayahnya
agar mereka berdua berbesan dgn mengahwinkannya kepada salah seorang dari puteri-
puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh Laban dan setuju akan mengahwinkan Laban
dgn salah seorang puterinya dgn syarat sebagai maskahwin ia harus memberikan tenaga
kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun. Ya’qub
menyetujuinya syarat-syarat yg dikemukakan oleh bapa saudaranya dan bekerjalah ia
sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota Fadan A’raam itu.
Setelah mas tujuh tahun dilampaui oleh Ya’qub sebagai pekerja dalam perusahaan
penternakan Laban ia menagih janji bapa saudaranya yg akan mengambilnya sebagai
anak menantunya. Laban menawarkan kepada ya’qub agar menyunting puterinya yg
bernama Laiya sebagai isteri namun anak saudaranya menghendaki Rahil adik dari Laiya
kerana lbh cantik dan lbh ayu dari Laiya yg ditawarkannya itu.Keinginan mana
diutarakannya secara terus terang oleh Ya’qub kepada bapa saudaranya yg juga dari pihak
bapa saudaranya memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya itu. Akan tetapi adat
istiadat yg berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya
kahwin lbh dahulu. karenanya sebagi jalan tengah agak tidak mengecewakan Ya’qub dan
tidak pula melanggar peraturan yg berlaku Laban menyarankan agar anak saudaranya
Ya’qub menerima Laiya sebagai isteri pertama dan Rahil sebagai isteri kedua yg akan di
sunting kelak setelah ia menjalani mas kerja tujuh tahun di dalam perusahaan
penternakannya.
Ya’qub yg sangat hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi
kepadanya yg telah menerimanya di rumah sebagai keluarga melayannya dgn baik dan
tidakdibeda-bedakan seolah-olah anak kandungnya sendiri tidak dapat berbuat apa-apa
selain menerima cadangan bapa saudaranya itu . Perkahwinan dilaksanakan dan kontrak
utk masa tujuh tahun kedua ditanda-tangani.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikahwinkanlah Ya’qub dgn Rahil gadis yg
sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota
Fadan A’raam. Dengan demikian Nabi Ya’qub beristerikan dua wanita bersaudara kakak
dan adik hal mana menurut syariat dan peraturan yg berlaku pada waktu tidak terlarang
akan tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam itu diharamkan.
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya iaitu kedua isteri ya’qub seorang
hamba sahaya utk menjadi pembantu rumahtangga mereka. Dan dari kedua isterinya serta
kedua hamba sahayanya itu Ya’qub dikurniai dua belas anak di antaraya Yusuf dan
Binyamin dari ibu Rahil sedang yg lain dari Laiya.
Kisah Nabi Ya’qub Di Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Ya’qub tidak terdapat dalam Al-Quran secara tersendiri namun disebut-
sebut nama Ya’qub dalam hubungannya dgn Ibrahim Yusuf dan lain-lain nabi. Bahan
kisah ini adl bersumberkan dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku sejarah.
4. URGENSI RUMAH TANGGA ISLAM
Islam agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia untuk menata seluruh
dimensi kehidupan mereka. Setiap ajaran yang digariskan agama ini tidak ada yang
berseberangan dengan fitrah manusia. Unsur hati, akal, dan jasad yang terdapat dalam diri
manusia senantiasa mendapatkan “khithab ilahi” (arahan Allah) secara proporsional.
Oleh karenanya, Islam melarang umatnya hidup membujang laiknya para pendeta.
Hidup hanya untuk memuaskan dimensi jiwa saja dan meninggalkan proyek berkeluarga
dengan anggapan bahwa berkeluarga akan menjadi penghalang dalam mencapai kepuasan
batin. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan fitrah manusia yang berkaitan dengan
unsur biologis.
Berkeluarga dalam Islam merupakan sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk
(kecuali malaikat), baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan ditekankan
dalam ajaran Islam bahwa nikah adalah sunnah Rasulullah saw. yang harus diikuti oleh
umat ini. Nikah dalam Islam menjadi sarana penyaluran insting dan libido yang
dibenarkan dalam bingkai ilahi. Agar kita termasuk dalam barisan umat ini dan menjadi
manusia yang memenuhi hak kemanusiaan, maka tidak ada kata lain kecuali harus
mengikuti Sunnah Rasul, yaitu nikah secara syar’i. Meskipun ada sebagian Ulama yang
sampai wafatnya tidak sempat berkeluarga. Dan ini bukan merupakan dalih untuk
melegalkan membujang seumur hidup. Adapun hukumnya sendiri –menurut ulama–
bertingkat sesuai faktor yang menyertainya.
Coba perhatikan beberapa nash di bawah ini:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)
م�ع� س� �ه� ن� أ الط�و�يل� �د� ح�م�ي �ى ب
� أ �ن� ب �د� ح�م�ي �ا ن �ر� ب خ�� أ ج�ع�ف�ر� �ن� ب م�ح�م�د� �ا ن �ر� ب خ�
� أ �م� ي م�ر� �ى ب� أ �ن� ب ع�يد� س� �ا �ن ح�د�ث
عليه – – – الله صلى �ى) �ب الن و�اج� ز�� أ �وت� �ي ب �ل�ى إ ه�ط� ر� �ة� �ث �ال ث اء� ج� �ق�ول� ي عنه الله رضى م�ال�ك� �ن� ب �س� �ن أ
�وا – – – ف�ق�ال :وه�ا �ق�ال ت �ه�م� ن� �أ ك وا �ر� ب خ�
� أ �م�ا ف�ل وسلم عليه الله صلى �ى) �ب الن �اد�ة� ب ع� ع�ن� �ون� ل� أ �س� ي وسلم
. ق�ال� – – خ�ر�� �أ ت و�م�ا �ه� �ب ذ�ن م�ن� �ق�د�م� ت م�ا �ه� ل غ�ف�ر� ق�د� وسلم عليه الله صلى �ى) �ب الن م�ن� �ح�ن� ن �ن� ي
� و�أ
�ز�ل� . . ع�ت� أ �ا �ن أ آخ�ر� و�ق�ال� ف�ط�ر�
� أ � و�ال الد�ه�ر� ص�وم�� أ �ا �ن أ آخ�ر� و�ق�ال� �دKا �ب أ �ل� �ي الل ص�ل)ى
� أ )ى �ن ف�إ �ا ن� أ م�ا
� أ ح�د�ه�م�� أ
�ذ�ا . – – » ك �م� �ت ق�ل �ذ�ين� ال �م� �ت ن� أ ف�ق�ال� وسلم عليه الله صلى �ه� الل س�ول� ر� اء� ف�ج� �دKا �ب أ و�ج� �ز� ت
� أ � ف�ال اء� )س� الن
و�ج� �ز� ت� و�أ ق�د� ر�
� و�أ ص�ل)ى� و�أ ، ف�ط�ر�
� و�أ ص�وم�� أ )ى �ك�ن ل ، �ه� ل �م� �ق�اك ت
� و�أ �ه� �ل ل �م� اك خ�ش�� أل )ى �ن إ �ه� و�الل م�ا
� أ �ذ�ا و�ك
تحفة « . )ى م�ن �س� �ي ف�ل �ى �ت ن س� ع�ن� غ�ب� ر� ف�م�ن� ، اء� )س� البخاري 2/7 – 745الن رواه ،
Sa’idbin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far mengabarkan
kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil bahwasanya ia mendengar Anas bin
Malik r.a. berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah istri Nabi saw.
menanyakan ibadah Nabi saw. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan
tidak berarti (sangat sedikit). Mereka berkata: “Di mana posisi kami dari Nabi saw.,
padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”
Salah satu mereka berkata: “Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.” Yang lain
berkata: “Akan akan puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “Aku akan menghindari
wanita, aku tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah Rasulullah saw. seraya
bersabda: “Kalian yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut
dan yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat,
aku tidur, dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku.” (Al-Bukhari)
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam
sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi kesinambungan
hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan fitrahnya. Kata
“keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran seperti yang terdapat dalam beberapa
ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara’: 214)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi
rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha:
132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada
perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan, perbuatan,
dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun mahligai
keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan tetapi ia juga
harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki
istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang memahami dan melaksanakan
hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana mendidik anak-anaknya agar menjadi
generasi rabbani nan qurani. Coba kita perhatikan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اع� ر� �ل� ك Xل� ائ س� �ع�ال�ى ت الله� �ن� إ ق�ال� �م� ل س� و� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى �ي� �ب الن ن�� أ �ك� م�ال �ن� ب �س� �ن أ ع�ن� ق�تاد�ة� ع�ن�
�م� ل ق�تادة� �ث� ح�د�ي م�ن� Xب� غ�ر�ي �ه� �ت �ي ب ه�ل�� أ ع�ن� ج�ل� الر� ل�
� أ �س� ي ح�تى� �ع�ه� ض�ي �م� أ �ك� ذ�ل ح�ف�ظ� ع�اه� �ر� ت اس� ع�م�ا
�ه� �ي ب� أ ع�ن� م�عاذ� �ال� إ و�ه� �ر� ي
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap
pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau
melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.”
(Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam
Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’,
no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
«: - - �ه� �ه�ل أل �م� ك �ر� ي خ� �م� ك �ر� ي خ� وسلم عليه الله صلى �ى: �ب الن ق�ال� ق�ال�ت� �ه�ا ع�ن �ه� الل ض�ى� ر� ة� �ش� ع�ائ ع�ن�
�ه�ل�ى أل �م� ك �ر� ي خ� �ا ن� .» و�أ
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling
baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.” (Imam Al-Baihaqi)
: – – : – – وسلم عليه الله صلى الله س�ول ر� ق�ال� ق�ال� ، عنه الله رضي هريرة �بي أ وعن
الترمذي(( )) رواه �ه�م� ائ �س� �ن ل خياركم �م� ك �ار� ي وخ� ، K �قا ل خ� �ه�م� ن أح�س� K إيم�انا �ين� الم�ؤم�ن �م�ل� أك ،
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di
antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan ia
berkata: “Hadits hasan shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim.
Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah mengawali
langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim. Berkeluarga
merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat dan sekaligus
memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
�ه�ى : } �ن و�ي ، �اء�ة� �ب �ال ب �ا ن م�ر�� �أ ي �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� �ان� ك ق�ال� عنه الله رضي أنس� ع�ن
�ام�ة� : . { �ق�ي ال �و�م� ي �اء� �ي �ب ن� األ� �م� �ك ب Xر� �اث م�ك )ي �ن ف�إ �و�د�ود� ال �ود� �و�ل ال و�ج�وا �ز� ت �ق�ول� و�ي ، د�يدKا ش� Kا �ه�ي ن :ل� �ت �ب الت ع�ن�
ح�د�يث� . م�ن� �ان� ب ح� �ن� و�اب ، �ي: ائ �س� و�الن ، د�او�د �ي ب� أ �د� ن ع� Xاه�د ش� �ه� و�ل �ان� ب ح� �ن� اب و�ص�ح�ح�ه� ، ح�م�د�
� أ و�اه� ر�
ار� �س� ي �ن� ب م�ع�ق�ل�
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami dengan “ba-ah” (mencari
persiapan nikah) dan melarang membunjang dengan larangan yang sesungguhnya
seraya bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang banyak kasih sayang.
Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu terhadap para nabi pada hari kiamat.”
(Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki “syahid” pada riwayat Abu Dawud,
An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia
hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk
menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan
melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai dengan
rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
�م�ل� : : �ك ت اس� ف�ق�د� �د� �ع�ب ال و�ج� �ز� ت �ذ�ا إ �م� ل و�س� �ه� �ي الله ع�ل ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� ق�ال� ق�ال� م�ال�ك� �ن� ب �س� �ن أ ع�ن�
. �ه�ق�ي �ي �ب ال و�اه� ر� �اق�ى �ب ال )ص�ف� الن ف�ى الله� �ق� �ت �ي ف�ل �ن� الد)ي �ص�ف� ن
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang
menikah maka ia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa
kepada Allah dalam setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran, dan kenyamanan
hati. Rasulullah saw. bersabda:
« - �ط�اع� - ت اس� م�ن� �اب� ب الش� ر� م�ع�ش� �ا ي وسلم عليه الله صلى �ه� الل س�ول� ر� �ا �ن ل ق�ال� ق�ال� �ه� الل �د� ع�ب ع�ن�
�ه� ل �ه� �ن ف�إ � �الص�و�م ب �ه� �ي ف�ع�ل �ط�ع� ت �س� ي �م� ل و�م�ن� ج� �ف�ر� �ل ل ح�ص�ن�� و�أ �ص�ر� �ب �ل ل �غ�ض: أ �ه� �ن ف�إ و�ج� �ز� �ت �ي ف�ل �اء�ة� �ب ال �م� �ك م�ن
مسلم «. رواه Xو�ج�اء
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda,
barangsiapa dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena
sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara farji
(kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa
itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/06/16/736/kewajiban-membentuk-rumah-
tangga-islam/
5. UMAR TILMISANI
Syaikh Umar Tilmisani adalah salah seorang daripada tokoh-tokoh dai dan murabi.
Nama Lengkapnya ialah Ustadz Umar Abdul Fattah bin Abdul Qadir Mushthafa
Tilmisani. Beliau pernah menjawat jawatan sebagai Mursyidul Am Ikhwanul Muslimin
setelah wafatnya Mursyidul ‘Am kedua, Hasan Al-Hudhaibi,pada bulan November 1973.
a. Tempat, Tanggal Lahir dan Masa Kecil Syaikh Umar Tilmisani
Garis keturunan Syaikh Umar Tilmisani berasal dari Tilmisan, Al-Jazair. Ia
lahir di kota Kairo, tahun 1322 H/1904 M, tepatnya di Jalan Hausy Qadam, Al-
Ghauriyah. Ayah dan kakeknya pedagang kain dan batu permata.
Kakek Syaikh Umar Tilmisani seorang salafi yang banyak mencetak buku-
buku karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Karena itu, ia tumbuh dan besar
di lingkungan yang jauh dari bid’ah.
Syaikh Umar Tilmisani mengikuti Sekolah Dasar di sekolah yang dikelola
yayasan sosial tingkat menengah dan atas di Madrasah Ilhamiyah, kemudian masuk
Fakultas Hukum.
Tahun 1933, Syaikh Umar Tilmisani tamat dari Fakultas Hukum, kemudian
mendirikan kantor pengacara di Syibin Al-Qanathir dan bergabung dengan jamaah
Ikhwanul Muslimin.
Syaikh Umar Tilmisani pengacara pertama yang bergabung dengan Ikhwan,
mewakafkan pemikiran, dan potensi untuk membelanya. Ia ternasuk orang dekat
Imam Asy-Syahid Hasan Al- Banna. Ia sering menyertai Al-Banna dibeberapa
lawatan, baik di dalam maupun di luar Mesir. Bahkan, Al-Banna sering meminta
bantuannya dalam menyelesaikan beberapa masalahnya.
Syaikh Umar Tilmisani menikah saat duduk di bangku Sekolah Menengah
Atas. Istrinya wafat bulan Agustus 1979, setelah menyertainya selama setengah abad
lebih. Dari pernikahan ini beliau di karuniai empat orang anak; Abid, Abdul Fattah,
dan dua putri.
Kesibukan Syaikh Umar Tilmisani sebagai pengacara tidak membuatnya lupa
memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Ia banyak menelaah beragam ilmu,
seperti tafsir, hadits, fiqh, sirah, tarikh, dan biografi para tokoh.
Syaikh Umar Tilmisani selalu mengikuti perkembangan berbagai konspirasi
musuh Islam, baik di dalam maupun di luar negri. Beliau rajin mewaspadai, mengkaji
menentukan sikap, menentang konspirasi dengan bijaksana dan nasihat yang baik,
membantah tuduhan-tuduhan, mementahkan ungkapan-ungkapan, dan mengikis
syubhat-syubhat yang di buatnya, dengan kepercayaan diri orang mukmin yang tahu
ketinggian nilai agamanya. Sebab, tiada penolong setelah Allah ta’ala dan tiada
agama yang diridhai Allah selain Islam.
Saya (Syekh Abdullah ‘Aqil) mengenal Syaikh Umar Tilmisani tahun 1949,
ketika saya pertama kali masuk Mesir, untuk meneruskan studi di perguruan tinggi.
Ketika itu ada pertemuan yang di hadiri para tokoh Ikhwan, setelah syahidnya Imam
Syaukh Hasan Al-Banna dan sebelum terpilihnya Mursyid ‘Am kedua, Hasan Al-
Hudhaibi. Saat itu kami mendengarkan kajian dan nasihat mereka. Dari situ, kami
tahu kehalusan budi bahasa [sopan-santun], tawadhu, murah senyum, serta kasih
sayangnya kepada para anggota Ikhwan, terutama generasi muda yang sangat
ambisius memetik buah sebelum panen dan membalas perlakuan musuh sebanding
dengan perlakuannya terhadap jamaah. Ustadz Umar Tilmisani memberi nasihat
kepada kami agar bersabar, teguh, santun, tidak tergesa-gesa dan mengharapkan
imbalan dari sisi Allah ta’ala.
b. Komitmen Diri Syaikh Umar Tilmisani
Syaikh Umar Tilmisani membekaskan kesan positif pada orang-orang yang
mengenal atau berhubungan dengannya. Beliau di karuniai kejernihan hati, kebersihan
jiwa, kehalusan ucapan, keluwesan ungkapan yang keluar dari lisan, keindahan
pemaparan, teknik berdebat, dan berdialog dengan baik.
“Kekerasan dan ambisi untuk mengalahkan orang lain tidak pernah
menemukan jalan untuk masuk ke dalam akhlakku.” kata Syaikh Umar Tilmisani
menceritakan komitmen dirinya, ” Karena itu,” tegas beliau ” Saya tidak bermusuhan
dengan siapa pun, kecuali dalam rangka membela kebenaran, atau mengajak
menerapkan Kitab Allah Ta’ala. Kalaupun ada permusuhan, maka itu berasal dari
pihak mereka, bukan dariku. Saya menyumpah diriku untuk tidak menyakiti seorang
pun dengan kata-kata kasar, meski saya tidak setuju dengan kebijakannya, atau
bahkan ia menyakitiku. Karena itu, tidak pernah terjadi permusuhan antara diriku
dengan seseorang karena masalah pribadi.”
Tidak berlebihan kalau saya simpulkan bahwa siapa pun yang keluar dari
majelisnya, pasti mengaguminya, menghormati, dan mencintai da’i unik yang menjadi
murid Imam Hasan Al- Banna ini, lulus dari madrasahnya, dan bergabung dengan
jamaahnya sebagai da’i yang tulus dan ikhlas.
c. Akhlak dan Sifat Syaikh Umar Tilmisani
Syaikh Umar Tilmisani sangat pemalu, seperti diketahui orang-orang yang
melihatnya dari dekat. Orang yang sering duduk dan berdialog dengan Syaikh Umar
Tilmisani merasakan bahwa keras dan lamanya ujian yang beliau alami di penjara,
malah mensterilkan dirinya, hingga tiada tempat di dalam dirinya selain kebenaran.
Beliau mendekam di balik jeruji besi selama hampir dua puluh tahun. Beliau masuk
penjara pertama kali tahun 1948. Masuk lagi tahun 1954. Penguasa Mesir
memenjarakan beliau untuk ketiga kalinya tahun 1981. Namun, ujian-ujian itu tidak
mempengaruhi diri beliau, dan justru menambah ketegasan dan ketegarannya.
Di wawancara dengan majalah Al-Yamamah Arab Saudi, edisi tanggal 14
januari 1982, Syaikh Umar Tilmisani berkata, “Tabi’at yang membesarkanku
membuatku benci kekerasan, apapun bentuk-nya.” tegas beliau, ” Ini bukan hanya
sikap politik, tapi sikap pribadi yang terkait langsung dengan struktur keberadaanku.
Bahkan, andai dizalimi, saya tidak akan menggunakan kekerasan. Mungkin saya
menggunakan kekuatan untuk mengadakan perubahan, tapi tidak untuk kekerasan.”
d. Surat Untuk Presiden
Di surat terbuka untuk Presiden Mesir yang dimuat surat kabar Asy-Sya’b Al-
Qahiriyahn , edisi 14 Maret 1986, Syaikh Umar Tilmisani berkata, “Wahai yang
mulia Presiden, yang terpenting bagi kami, kaum muslimin Mesir, adalah menjadi
bangsa yang aman, stabil, dan tanang di bawah naungan syari’at Allah Ta’ala. Sebab
kemaslahatan umat ini terletak pada penerapan syari’atNya. Tidak berlebihan bila
saya katakan, bahwa penerapan syari’at Allah Ta’ala. Di Mesir akan menjadi
pembuka kebaikan bagi seluruh wilayahnya. Dengan itulah, penguasa dan seluruh
rakyat menda-patkan ketenangan dan kebahagiaan.”
e. Nasihat-Nasihat Syaikh Umar Tilmisani
Di untaian nasihat yang disampaikan di depan generasi muda, da’i Ikhwan,
dan lainnya, Syaikh Umar Tilmisani berkata, “Tantangan yang menghadang da’i saat
ini, sangat berat dan sulit. Kekuatan materi berada di tangan rival Islam yang bersatu
untuk memerangi umat Islam, meskipun mereka memiliki kepentingan berbeda.
Jamaah Ikhwanul Muslimin sekarang menjadi sasaran tembak mereka.
Menurut perhitungan manusia, pasukan Thalut yang beriman tidak mampu
melawan Jalut dan tentaranya. Tapi, ketika pasukan kaum mukmin yakin kemenangan
itu dari Allah Ta’ala, bukan hanya tergantung pada jumlah personil dan kelengkapan
persenjataan, maka mereka dapat mengalahkan pasukan Jalut dengan seizin Allah
Ta’ala.
Saya tidak meremehkan kekuatan personil. Juga tidak meminta da’i selalu
bungkam, berdzikir dengan menggerakkan leher ke kanan dan ke kiri, memukulkan
telapak tangan, dan berpangku tangan. Sebab, itu semua bencana yang
membahayakan dan mematikan.
Sesungguhnya yang saya inginkan ialah berpegang teguh dengan wahyu Allah
Ta’ala, berjihad dengan kalimat yang benar, tidak menghiraukan gangguan,
menjadikan diri sebagai teladan dalam kepahlawanan, bersikap ksatria, tegar, dan
yakin bahwa Allah Ta’ala pasti menguji hamba-hamba-Nya dengan rasa takut, lapar,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, agar dapat diketahui siapa yang tulus dan
siapa yang munafik. Aspek-aspek inilah yang merupakan faktor-faktor penyebab
kemenangan. Kisah-kisah Al-Qur’an ialah argumen paling baik dalam masalah ini.
Semangat pemuda yang diiringi pemahaman mendalam tidak memerlukan
banyak eksperimen. Tapi, sangat membutuhkan kesabaran, kekuatan komitmen pada
aturan-aturan Al-Qur’anul Karim, dan tela’ah sirah generasi terdahulu yang telah
menerapkannya di setiap aktivitas mereka. Itu penting, agar Allah Ta’ala
mengaruniakan kemenangan, kemuliaan, dan kekuasaan yang hampir di-anggap
mustahil.”
f. Ketegaran dan Keberanian Syaikh Umar Tilmisani
Ustadz Umar Tilmisani dikenal tegas di dalam maupun di luar penjara. Beliau
tidak pernah tunduk pada ancaman atau intimidasi. Beliau juga dikenal zuhud, iffah
[menjaga kehormatan], hanya takut kepada Allah Ta’ala, dan mengharapkan
keridhaan-Nya.
Syaikh Umar Tilmisani berkata, “Saya tidak pernah takut kepada siapa pun
selama hidupku, kecuali kepada Allah Ta’ala. Tidak ada yang dapat menghalangiku
mengucapkan kebenaran yang saya yakini, meski orang lain merasa berat dan saya
mendapat kesusahan karenanya. Saya katakan apa yang kuyakini dengan tenang,
mantap, dan sopan, agar tidak menyakiti pendengar atau melukai perasaannya. Saya
juga berusaha menjauhi kata-kata yang mungkin tidak disukai lawan bicaraku.
Dengan cara seperti itu, saya mendapatkan ketenangan jiwa. Andai cara ini tidak bisa
merekrut banyak kawan, maka minimal menjagaku dari kejahatan lawan.
Sikap tulus, ucapan apa adanya, kerja serius, berani menghadapi persoalan,
tegar, dan teguh menghadapi tantangan dari dalam maupun dari luar adalah ciri khas
Ustadz Umar Tilmisani.
g. Gaya Hidup Syaikh Umar Tilmisani
Gaya menawan saat dialog yang mewarnai setiap tindakan Syaikh Umar
Tilmisani bukanlah tindakan yang dibuat-buat. Itulah ciri khas yang melekat pada
ucapan, perilaku, akhlak, dan interaksinya; baik dengan individu, jamaah, pemimpin,
penguasa, dan masyarakat luas, tanpa membeda-bedakan orang kecil atau orang besar,
orang miskin atau orang kaya.
Syaikh Umar Tilmisani sangat meyakini prinsip Ikhwanul Muslimin yang
diambil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan konsensus ulama salaf.
h. Jamaah Syaikh Umar Tilmisani
Syaikh Umar Tilmisani berpendapat, Jamaah Ikhwanul Muslimin adalah gerakan
yang tulus dan murni.
Syaikh Umar Tilmisani berkata, ” Orang yang mencermati langkah-langkah
Ikhwanul Muslimin, semenjak tahun 1347 H/1928 sampai hari ini, tidak menemukan
kecuali serangkaian pengorbanan berkesinambungan untuk menegakkan aqidah,
potensi optimal yang produktif di semua sektor kegiatan sosial, upaya pengokohan
ikatan persaudaraan antar berbagai bangsa muslim, dan usaha menyebarkan
perdamaian di seluruh dunia.
Ikhwanul Muslimin diperangi berbagai aliran; baik lokal maupun
internasional. Meski demikian, Ikhwanul Muslimin tidak pernah sekalipun berusaha
menyebarkan fitnah, memecah belah persatuan, menghancurkan lembaga-lembaga
lain, berdemo secara anarkis, atau meneriakkan yel-yel untuk menjatuhkan
seseorang.”
Ciri khas lain Syaikh Umar Tilmisani ialah menyejukkan, aktivitasnya
membangun, dan dasar interaksinya kesetiaan, meski terhadap orang yang tidak
pernah mau sepakat, bahkan memerangi Ikhwanul Muslimin.
Syaikh Umar Tilmisani berwasiat, “ Muslim tidak mengenal istilah ‘agama
milik Allah Ta’ala dan tanah air milik semua orang.” Setiap muslim meyakini segala
yang ada di alam ini milik Allah Ta’ala semata. Siapa yang berusaha mengubah
makna ini, ia menipu yang ingin mencabut sumber kekuatan negara, agar mudah
dicaplok. Orang muslim tidak mengenal pemisahan antara agama dan negara. Ia yakin
sepenuhnya pemerintah tidak punya hak bersama Allah Ta’ala, sebab bila diyakini
pemerintah punya hak bersa-ma Allah Ta’ala, maka pemerintah menjadi sekutu bagi-
Nya. Sedang muslim tidak mengakui kemusy-rikan dalam bentuk apa pun.”
i. Sifat Zuhud, Tawadhu, dan Sederhana Syaikh Umar Tilmisani
Ustadz Umar Tilmisani adalah da’i, murabi, dan pemimpin yang hidup secara
tulus dengan Allah Ta’ala, berjuang untuk menegakkan agamaNya. Beliau aktif di
dunia dakwah, bersabar, selalu meningkatkan kesabaran, berjaga, berjihad, berpegang
teguh pada tali agama Allah Ta’ala yang kokoh, dan bekerja sama dengan mujahid
yang tulus, baik saat menjadi prajurit atau pemimpin, di penjara atau di luar penjara.
Beliau tidak pernah mengubah sikap, plin-plan, menyimpang, tamak terhadap
keindahan dunia dan gemerlap jabatan. Beliau meninggalkan kehidupan yang penuh
dengan bunga-bunga dunia, untuk menghadap Allah Ta’ala.
Beliau tinggal di apartemen sangat sederhana dan hidup apa adanya, tanpa
memaksakan diri. Saya trenyuh saat mengunjunginya, hingga air mataku ingin keluar
membasahi pipi, tapi saya berusaha menahannya karena khawatir beliau ketahui.
Apalah artinya kita bila dibandingkan dengan orang-orang yang telah dibebaskan
imannya dari penyakit cinta dunia, dan mengorbankan apa saja untuk
memperjuangkan agama!
Apartemen Syaikh Umar Tilmisani berada di gang sempit komplek Al-Mulaiji
Asy-Sya’biyah Al-Qadimah, wilayah Ath-Thahir Kairo. Tangga menuju kediamannya
sudah tua dan usang, dan perabotannya sangat sederhana. Padahal beliau berasal dari
keluarga kaya-raya dan berstatus sosial tinggi. Ini semua mencerminkan kezuhudan,
kesederhanaan, dan ketawadhuannya.
Syaikh Umar Tilmisani dicintai pemuka masyarakat Mesir di semua lapisan.
Orang-orang Qibthi juga mencintai dan menghormatinya. Bahkan pejabat negara pun
segan kepadanya dan mengakui sifat-sifat mulianya.
Seluruh anggota Ikhwanul Muslimin menganggap beliau sebagai figur teladan,
berlomba untuk menimba ilmunya, dan berebut untuk melaksanakan intruksinya.
Sebab cinta karena Allah Ta’ala landasan interaksi mereka, penerapan syariat-Nya
target mereka, dan keridhaanNya tujuan mereka.
Kunjungan Syaikh Umar Tilmisani ke berbagai negara Islam; baik Arab
maupun non Arab, dan kaum muslimin di tempat pengasingan, adalah pelipur lara
luka-luka umat, sekaligus bimbingan untuk kaum muslimin dalam melakukan apa
yang seharusnya dilakukan untuk agama, umat, dan tanah air mereka.
Seluruh kajian, ceramah, dialog, nasihat, bimbingan, dan ucapan Syaikh Umar
Tilmisani memberi motivasi kepada umat, terutama para pemuda, intelektual, dan
kader ulama, agar memikul tanggung jawab dan menunaikan peran dalam
mengembalikan kejayaan Islam, sesuai posisi dan bak-at masing-masing. Inilah tugas
da’i di setiap masa dan tempat, sebab inilah risalah yang diemban pa-ra rasul yang di
wariskan kepada ulama, aktivis, pergerakan, da’i yang tulus, dan kaum mukminin ya-
ng ikhlas.
6. Muhammad Kamal As-Sananiri
a. Latarbelakang beliau
Muhammad Kamaluddin bin Muhammad ‘Ali as-Sananiri telah dilahirkan di
Kaherah pada 28 Jamadil Awwal 1336H bersamaan 11 Mac 1918. Beliau membesar
dalam keluarga yang senang Beliau mendapat pendidikan awal di sekolah awam
sehingga memperolehi sijil rendah dan menengah.Beliau tidak menyambung pelajaran
ke pengajian tinggi di universiti sebaliknya memilih bekerja di sektor kerajaan.
Beliau telah menyertai kementerian kesihatan (unit membasmi malaria) pada 1353H
bersamaan 1934M. Selepas 4 tahun bekerja (1938M), berhenti dan bersiap untuk ke
Amerika Syarikat untuk belajar di dalam jurusan farmasi. Beliau bercadang bekerja di
farmasi milik bapanya sekembalinya dari sana tetapi beliau telah membatalkan
hasratnya selepas dinasihatkan oleh seorang ulama agar tidak ke Amerika Syarikat..
b. Penglibatan di dalam Dakwah
Ketika zaman beliau dakwah Ikhwan Muslimin menerima sambutan ramai. Beliau
menyertainya pada 1360H bersamaan 1941M dan telah berjuang dengan dedikasi,
ikhlas dan sedar. Beliau juga telah mendapat tarbiah dari As-Syahid Imam Hasan Al-
Banna dan Sering mengulang-ulang kata-kata beliau :
”Ketidahfahaman rakyat pada hakikat Islam akan menjadi ujian bagi kalian. Ulama
rasmi pemerintah akan menjadi musuh kepada kalian. Setiap pemerintah berusaha
membatasi amal kalian dan memasang halangan di jalan yang kalian tempuh. Mereka
akan meminta bantuan dari mereka-mereka yang berjiwa lemah dan berhati sakit.
Sebaliknya akan berlaku kasar kepada kalian. Kerana itu kalian akan
dipanjara,disiksa,diusir,rumah-rumah kalian digeledah,harta kalian dirampas, dan
tuduhan keji dilontarkan pada kalian dengan harapan dpt mengurangkan wibawa
kalian. Kemungkinan ujian ini akan berlangsung dgn lama. Sedarilah, saat itu kalian
baru mula menapakkan kaki dijalan yang telah ditempuh oleh para mujahid…”
Semasa bersama ikhwan beliau telah diserahkan untuk melaksanakan pelbagai
tugas dakwah dan organisasi.Namun kerja dakwahnya tidak menyebabkan beliau
mengabaikan tanggungjawab keluarga.Bapanya meninggal dunia meninggalkan 3
saudara lelaki dan 3 saudara wanita.Beliau mengambil tanggungjawab bapa
memelihara keluarganya walaupun beliau bukan anak yang sulung. Kamaludin juga
turut memperjuang Mesir, Palestin, isu Arab dan Islam. Aktiviti dan tugas yang
banyak telah menyebabkan beliau tidak berfikir untuk membeli rumah akibat sentiasa
musafir dan bergerak. Apabila ingin berehat, beliau pergi ke rumah kakaknya untuk
berehat dan makan seketika.
c. Tragedi 1954M / 1374H
Dasar regim kerajaan yang diktator dan enggan melaksana syariah menyebabkan
berlaku pertembungan dengan Ikhwan Muslimin. Akibat pertembungan itu kerajaan
telah mengumumkan pembubaran Ikhwan Muslimin dan menangkap ramai
anggotanya. Tindakan ini menyebabkan demontrasi raksasa dan Kamalaluddin adalah
antara salah seorang koordinator. Demontrasi ini memaksa kerajaan membebaskan
tahanan dan menjanjikan pemulihan pemerintahan.
Kerajaan kemudian mengatur rancangan membasmi Ikhwan Muslimin dengan
mengadakan peristiwa Mansyiyyah. Anggota Ikhwan Muslimin ditangkap semula
termasuk Kamaluddin pada Oktober 1954M. Beliau telah dihukum penjara selama 20
tahun sehingga keluar pada 1394H bersamaan Januari 1973M
d. Kehidupan dalam penjara
Semasa proses perbicaraan mahkamah, beliau menerima siksaan yang dahsyat
dalam tahanan sehingga semasa sesi pertama perbicaraan, ibunya sendiri tidak
mengenalinya. Badannya kurus, rahangnya patah, percakapannya berubah. Telinga
kirinya pula tuli. Siksaan dahsyat yang diterimanya menyebabkan adik iparnya
(daripada isteri pertama) yang ditahan bersamanya hilang akal dan dimasukkan
hospital sakit jiwa.
Semasa di penjara beliau hanya memakai baju yang kasar dan enggan memakai baju
dalam yang boleh dibeli daripada penjara.Beliau enggan menerima apa jua yang
dianggap kurniaan warder penjara kepada tahanan untuk memujuk mereka atau boleh
disekat untuk menakutkan mereka.Beliau mahu jiwanya bebas daripada segala ikatan
dunia Beliau telah mengisi jiwanya dengan zuhud dan amal soleh, melakukan
qiamullail dan berpuasa di siang hari.
e. Bujukan keluarga
Dalam tahanan, regim menekan isteri pertama dan ibunya untuk membujuk untuk
menulis sokongan kpd Abdul Nasir. Bersama linangan air mata ibunya yang berumur
70an membujuknya menulis surat rayuan. Namun dia berkata :
أن أمي يا ترضين هل مت، ثم الرسالة هذه أرسلت إذا الله يدي بين موقفي يكون كيف
الشرك؟ على أموت
“Bagaimana keadaan saya ketika berdiri di hadapan Allah jika saya mengutus surat ini
kemudian saya mati. Adakah kamu rela wahai ibu, saya mati dalam keadaan syirik?”
Kamaluddin memberi pilihan kepada isterinya untuk kekal sebagai isteri atau untuk
dicerai dan isterinya memilih untuk kekal sebagai isteri. Namun beliau terpaksa
mencerai isterinya itu setelah keluarga isterinya mendesak hasil tekanan regim
pemerintah.
f. Perkawinan dalam penjara
Selepas lima tahun penjara, Kamaluddin telah dimasukkan ke hospital penjara.
Beliau bertemu Syed Qutb yang menerima rawatan di situ dan meminang Aminah
daripada Syed Qutb. Aminah menyetujui lamaran tersebut sekalipun tempoh untuk
kahwin mungkin berlarutan 15 hingga 20 tahun. Diakad nikah dengan Aminah Qutb
semasa dalam penjara.Kerana kasihankan isterinya, Kamaluddin meminta pandangan
isterinya sama ada mahu meneruskan tali perkahwinan atau tidak.
Beliau tidak mendapat jawapan sehinggalah datang surat daripada isterinya:
ما على واإلصرار والتضحية، والثبات والجنة، الجهاد طريق أرتقبه، K أمال اخترت لقد
ندم أو تردد دون ويقين راسخة بعقيدة عليه تعاهدنا
“Saya memilih harapan yang saya tunggu-tunggu; jalan jihad dan syurga, keteguhan
dan pengorbanan, tegar dengan janji yang kita ikrarkan dengan aqidah yang kukuh
dan keyakinan tanpa ragu-ragu atau menyesal”.
Mereka hanya disatukan hanya selepas keluar daripada penjara dan tidak
memperolehi cahaya mata.
g. Selepas dibebaskan
Selepas dibebaskan, beliau kembali aktif dalam dakwahnya. Penderitaan panjang
yang dialaminya tidak menyebabkannya berehat dan luntur. Bahkan beliau bagaikan
permata yang digilap. Bertambah memancar kilauannya.. Peranannya yang paling
menonjol ialah dalam jihad Afghanistan.
Beliau menghabiskan masa dan tenaganya membantu mujahidin Afghanistan,
mendamai dan menyelesaikan perselisihan antara pimpinan mereka.Mujahidin
Afghanistan mengetahui keikhlasan dan keprihatinannya terhadap kesatuan saf.
Mereka mematuhi dan menghormatinya. Mereka hampir-hampir tidak membantahnya
semasa beliau bersama mereka.
h. Penangkapan dan pembunuhan
Sekembali dari Afghanistan, beliau ditangkap bersama anggota gerakan Islam dan
pimpinan nasionalis Mesir yang lain. Pada Zulkaedah 1401H bersamaan September
1981, Presiden Sadat telah mengeluar “arahan berjaga-jaga” ke atas para
pembangkangnya. Mereka disumbatkan ke pusat-pusat tahanan selepas bangkangan
hebat terhadap perdamaian dengan Yahudi.
Kamaluddin disiksa teruk untuk mendapat maklumat tentang organisasi
antarabangsa Ikhwan Muslimin dan peranannya di Afghanistan dalam umur melebihi
60 tahun. Akibat dari siksaan tersebut beliau menghembuskan nafas terakhir pada 10
Muharram 1402H bersamaan 8 November 1981M. Warder penjara mewarwarkan
bahawa beliau membunuh diri. Tetapi tiada yang dapat menerima tuduhan tersebut
walau kanak-kanak kecil. Bagaiman lelaki yang telah tetap teguh selama 20 tahun
bersama keimanan dan perjuangannya, tiba-tiba hilang pertimbangan hanya kerana
ditangkap seketika sehingga boleh bertindak sedemikian rupa?.
Wallahua’lam