referat uveitis.docx

60
BAB I PENDAHULUAN Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. 1) Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)

Upload: luthfita-rahmawati

Post on 29-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat uveitis

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT UVEITIS.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang

berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid.

Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian

sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi

intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik

karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.1)

Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi

oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina.

Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar

posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat

masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot

superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini

bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea

posterior mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis yang

menembus sklera disekitar tempat masuk saraf optik. 2)

BAB II

Page 2: REFERAT UVEITIS.docx

PEMBAHASAN

A. ANATOMI UVEA :

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang

terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

1. Iris

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke

depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil

yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan

iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil

terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat 2 macam otot

yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang berfungsi

untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk

mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga

tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira

sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan

kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat

perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil.

Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang

berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus

Page 3: REFERAT UVEITIS.docx

nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis

dan parasimpatik untuk miosis.

2. Corpus Siliar

Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem

eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang

sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar

berfungsi untuk akomodasi.

Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat

tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang

terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor

akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO).

Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior

melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewait

trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis

kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.

Page 4: REFERAT UVEITIS.docx

3. Koroid

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di

sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang

tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular

yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menempati

(overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum

badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.

Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan

kecil. Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di

bagian luar terdapat suprakoroidal

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang

berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari

sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan

anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus.

Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.

Page 5: REFERAT UVEITIS.docx

Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina, Imunologi (bagian

yang berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor oleh

korpus siliaris, dan sebagai nutrisi.

DEFINISI

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus

uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang

disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun.

Istilah “uveitis” menunjukkan suatu peradangan pada iris (iris, iridosiklitis),

corpus ciliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau

koroid (koroiditis). Namun, dalam praktiknya istilah ini turut mencakup peradangan

pada retina (retinitis), pembuluh-pembuluh retina (vaskulitis retinal), dan nervus

opticus intraocular (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi sekunder akibat radang

kornea (keratitis), radang sclera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis).

Uveitis merupakan suatu radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan

jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila

mengenai bagian tengah uvea maka keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya

iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior. Uveitis

anterior atau biasa disebut juga dengan iridosiklitis merupakan penyakit yang

mendadak yang biasanya berjalan selama 6-8 minggu, dan pada stadium dini

biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja. Bila mengenai selaput hitam

bagian belakang mata maka disebut koroiditis.

Page 6: REFERAT UVEITIS.docx

KLASIFIKASI 5)

Klasifikasi uveitis berdasarkan :

1. Lokasi utama dari bercak peradangan :

Uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia.

Uveitis intermediet : merupakan inflamasi dominan pada pars plana

dan retina perifer yang disertai dengan peradangan

vitreous.

Uveitis posterior : koroiditis, koriorenitis (bila peradangan koroid

lebih menonjol), retinokoroiditis (bila peradangan

retina lebih menonjol), retinitis dan uveitis

diseminata.

Uveitis difus atau pan uveitis : merupakan inflamasi yang mengenai

seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis

Uveitis akut : Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya

cepat dan bersifat simptomatik.

Page 7: REFERAT UVEITIS.docx

Uveitis kronik : Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan

sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas

dan bersifat asimtomatik.

3. Patologinya

Non granulomatosa : Infiltrat dominan limfosit pada koroid.

Granulomatosa : Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa

multinukleus.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

Non- Granulomatosa Granulomatosa

Onset

Nyeri

Fotofobia

Penglihatan Kabur

Merah Sirkumkorneal

Keratic precipitates

Pupil

Sinekia posterior

Noduli iris

Lokasi

Perjalanan penyakit

Kekambuhan

Akut

Nyata

Nyata

Sedang

Nyata

Putih halus

Kecil dan tak teratur

Kadang-kadang

Tidak ada

Uvea anterior

Akut

Sering

Tersembunyi

Tidak ada atau ringan

Ringan

Nyata

Ringan

Kelabu besar (“mutton fat”)

Kecil dan tak teratur (bervariasi)

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Uvea anterior, posterior, difus

Kronik

Kadang-kadang

4. Demografi, lateralisasi dan faktor penyerta :

distribusi menurut umur

distribusi menurut kelamin

distribusi menurut suku bangsa dan ras

unilateral dan bilateral

penyakit yang menyertai atau mendasari

5. Penyebab yang diketahui :

bakteri : tuberkulosis , sifilis

virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

Page 8: REFERAT UVEITIS.docx

jamur : candida

parasit : toksoplasma, toksokara

imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia

simpatika, poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener

penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskular.

Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

lain – lain : AIDS.

6. Berdasarkan anatomisnya :

Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular

dinamakan iritis / uveitis anterior. Sel darah putih yang bersirkulasi dalam

humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein

yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran

cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare.

Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau

uveitis intermedia. Inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior)

menghasilkan sel – sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat

inflamasi koroid atau retina terkait ( masing – masing adalah koroiditis

dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior

terjadi bersamaan.

Uveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan,

bersifat merusak, menyerang pada usia produktif dan kebanyakan

berakhir dengan kebutaan. Hubungan yang baik antara dokter dengan

Page 9: REFERAT UVEITIS.docx

penderita uveitis sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil

penanganan yang optimal. 3)

EPIDEMIOLOGI 3)

Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior.

Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka

kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis

diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki

umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis non-

granulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior

kronik idiopatik dan toksoplasmosis (Schlaegel, 1980).

Uveitis anterior

Uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan

menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular

injection).

Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos

humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu

partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut

menunjukkan proses keradangan akut.

Pada proses keradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel

radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi

eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema.

Page 10: REFERAT UVEITIS.docx

Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel

radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada

dua jenis keratic precipitate, yaitu :

mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis

non granulomatosa.

Page 11: REFERAT UVEITIS.docx

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses keradangan akan

berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan

fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior

yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia

anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio

pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-

perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan

menghambat aliran aquos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga

aquos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang

tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat

dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang

menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila keradangan

menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga

mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun

panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon

sehingga bola mata merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat

trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

Uveitis intermediet

Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah

peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting

yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung

mengenai pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena

dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur.

Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan

Page 12: REFERAT UVEITIS.docx

pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus

yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan

corpus ciliare seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan

minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab

uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan

multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang

tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada

diskus optikus.

Uveitis intermediet terutama mengenai mata bagian tengah corpus ciliare,

khususnya pars plana, retina perifer dan vitreus.

Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun kadang-kadang

penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik.

Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus (vitritis) dengan

beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.

Uveitis posterior

Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu

pada koroid, dan disebut juga koroiditis.3) Karena dekatnya koroid pada retina, maka

penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ).2) Uveitis posterior

biasanya lebih serius dibandingkan uveitis anterior.6)

Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya

berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut (akut dan kronik) dapat menyebabkan

Page 13: REFERAT UVEITIS.docx

pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea

posterior.

Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari

uvea bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya

peradangan penyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat

kelainan. Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu – abu

yang dapat menutup koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas.

Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat

lesi yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan

akan ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina

atrofi dan saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam –

macam dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna

koroid menjadi putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik

dari deposit irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada

daerah marginal.

Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan

retina. Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan

melihat lalat berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari

ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau

papilomakula.

Page 14: REFERAT UVEITIS.docx

Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang

dapat dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang

lama biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada

trabekula anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall.

Penyebab floaters adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari

presipitat mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal

sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat

kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior

tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur.

Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun,

floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang

disebabkan fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara

bersamaan. Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan

infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non

infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga

penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.

2.1. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyakit Virus

Penyakit Herpes 2)

Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit

vesikuler juga dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat

menyebabkan iridosiklitis. Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster,

dan CMV pernah dilaporkan sebagai penyebab sindrom nekrosis retina akut.

Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN) 2)

ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh

infeksi. Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak

Page 15: REFERAT UVEITIS.docx

berusia 26 tahun . Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah virus

varisela zoster, herpes simpleks tipe 2 dan cytomegalovirus. Kadang penyakit

ini tanpa gejala sehingga pasien tampak sehat meskipun mengenai pasien

dengan AIDS. ARN merupakan diagnosis dari gejala klinik, pasien sering

datang dengan keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat inflamasi

segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat

pada badan vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan

yang akan menyebabkan arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning – putih

di posterior retina.

AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus 2)

Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien

mengalami beberapa kondisi penyakit mata :

o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton

wool spot (daerah infark pada lapisan serabut saraf retina).

o Deposit endotel kornea.

o Neoplasma pada mata dan orbita.

o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.

Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV. Awalnya

ditemukan lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah

berkurang secara bermakna sejak berkembangnya terapi antivirus yang

sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada pasien dengan hitung sel

CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur atau

floaters. Diagnosis penyakit AIDS biasanya telah ditegakkan dan sering

ditemukan tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area

retina keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga

terlihat seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng

optik dan biasanya terdapat sedikit inflamasi pada vitreus.

Page 16: REFERAT UVEITIS.docx

Retina yang terkena Cytomegalovirus

Penyakit Jamur

Histoplasmosis 3)

Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya

berhubungan dengan Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik

yang dalam perkembangannya dapat bertahan 2 tahun dalam bentuk

filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyakit

sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat yang endemis

histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis

yang diduga disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer

pada mata terjadi setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru.

Jamur ini dapat menyebar ke limpa, hati, dan koroid mengikuti infeksi yang

berasal dari paru – paru. Histoplasmosis didapat kadang tidak menimbulkan

gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak berbahaya dan biasanya

ditemukan pada anak – anak.

Pemeriksaan kulit pada pasien biasanya positif terhadap histoplasmosis

dan menunjukkan bercak – bercak khas pada perifer fundus. Bercak – bercak ini

berbentuk daerah – daerah kecil, bulat atau lonjong tidak teratur, tanpa

Page 17: REFERAT UVEITIS.docx

pigmen kadang – kadang dengan batas berpigmen halus. Kadang dapat

ditemukan atrofi peripapiler dan hiperpigmentasi.

Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja,

tetapi makulopati baru berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada usia

41 tahun. Secara patologi, lesi pertama muncul dalam bentuk granuloma di

koroid. Koroiditis akan menyebabkan penglihatan menurun dan terbentuk

sikatrik disertai pigmentasi pada pigmen epitelium, atau memberi gambaran

rusaknya membran pigmen epitelium yang disebabkan peningkatan kadar

limfosit. Pada daerah pusat koroiditis akan terbentuk pembuluh darah baru

subretinal yang baru, yang akan menyebabkan peningkatan cairan, lipid dan

darah yang dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi makular.

Diagnosis histoplasmosis berdasarkan gejala klinis disertai pembentukan

bercak kecil yang menyebar, perubahan papil – papil di pigmen dan

pembentukan cincin pigmen dimakula sehingga menyebabkan saraf sensorik

retina saling tumpang tindih, kadang disertai perdarahan. Pada permulaan histo

akan terbentuk bercak dimakula dan badan vitreus yang tidak terlihat pada

histoplasmosis, jarang didapat gejala yang menyertai bentuk atrofi. Sel vitreus

tidak terlihat pada OHS, dan gejala sering bersamaan dengan perifer dan atropi

bercak histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk lesi punched out

yang disebabkan oleh jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat pada

koroid dan yang berlengketan pada retina lapisan luar. Gangguan penglihatan

pada pusat penglihatan karena keterlibatan makula sehingga pasien harus

dirujuk ke dokter mata.

Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan

lokal. Pada tahap awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan

menghambat zat tersebut dan akan tampak hipofluoresein. Selanjutnya, lesi

koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan kontras, area pada

membran neovaskular subretina aktif akan menjadi hiperfluoresein yang terjadi

awal pada angiogram.

Page 18: REFERAT UVEITIS.docx

Membran neovaskular penting jika hanya terdapat pada daerah diskus-

makula. Jika di luar superotemporal dan inferotemporal vascular arcades, hal

tersebut tidak mengurangi penglihatan dan tidak membutuhkan terapi. Namun

jika membran tersebut terletak di 1-200 µm dari tengah, laser fotokoagulasi

diindikasikan untuk mencegah hilangnya penglihatan.

Macular Photocoagulation Study Group bekerjasama dengan

Multicenter Study menunjukan efek yang berguna dengan fotokoagulasi argon

biru-hijau. Pasien yang tidak diobati menunjukkan persentase yang tinggi (50%)

kehilangan penglihatan dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi

laser (22%) selama 24 tahun. Krypton merah atau Argon hijau gelombang tinggi

dapat memberi hasil penglihatan yang lebih baik dengan luka retina yang lebih

sedikit dibandingkan dengan fotokoagulasi argon biru-hijau. 3)

Kandidiasis ( Candida albicans) 3)

Meskipun tidak umum, insiden penyakit inflamasi bola mata yang

disebabkan oleh Candida albican meningkat khususnya sebagai akibat dari

penggunaan imunosupresan dan obat-obat intravena. Retinitis kandida dapat

terlihat pada penderita AIDS akibat penggunaan obat intravena meskipun hal

tersebut jarang terjadi. Candida endoftalmitis terjadi pada 10-37% pasien

dengan kandidemia yang tidak mendapat terapi anti jamur. Pada pasien yang

mendapat terapi anti jamur kemungkinan mengenai mata terjadi penurunan.

Organisme menyebar secara metastasis ke koroid. Replikasi jamur

mempengaruhi vitreus dan retina sekunder. Gejala dari kandidiasis mata adalah

penurunan tajam penglihatan atau floaters, tergantung pada lokasi lesi.

Menyerupai koroiditis Toxoplasma lesi pada segmen posterior tampak putih

kuning dengan batas yang halus, dengan ukuran dari spot woll yang kecil

sampai beberapa pertambahan diameter diskus. Lesi mula-mulanya terdapat di

retina dan berakibat eksudasi ke vitreus. Lesi perifer mungkin menyerupai pars

planitis.

Page 19: REFERAT UVEITIS.docx

Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif

yang didapat pada saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada

pada kemungkinan diagnosis kandidiasis pada pasien rawat inap yang

menggunakan kateter intavena atau yang mendapat terapi antibiotik sistemik,

steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat karena kandidemia harus

diperiksa kemungkinan mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua

pemeriksaan akan ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah

selama 1-2 minggu untuk mendeteksi metastasis penyakit mata.

Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena, pengobatan anti

jamur periokular dan intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole,

Flusitosin, Fluconazole atau Rifampin oral yang dapat diberi dengan ditambah

amphoterisin B intravena. Bila proses inflamasi mengenai retina dan sampai ke

dalam vitreus, anti jamur intravitreal dan vitrektomi dapat dipertimbangkan.

Terapi yang tepat untuk lesi perifer memiliki prognosis yang baik. Namun,

pengobatan yang cepat pada lesi sentral jarang menyelamatkan penglihatan

karena merusak fotoreseptor sentral. Konsultasi dengan spesialis penyakit

infeksi dapat sangat membantu.

Penyakit Protozoa

Toxoplasmosis 2)

Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang

menyebabkan nekrosis retina koroiditis. Terdapat 3 bentuk:

+ Ookista, atau bentuk tanah (10-12µm)

+ Takizoit, atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 µm)

+ Kista jaringan atau bentuk laten (10-200µm), mengandung sebanyak

3000 bradizoit

T. gondii adalah parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista

ditemukan pada feses kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung

yang dapat berperan sebagai reservoir atau host intermediet bagi parasit.

Page 20: REFERAT UVEITIS.docx

Vektor serangga dapat juga menyebarkan T.gondii dari feses kucing ke sumber

makanan manusia, termasuk tumbuhan dan binatang herbivora.

Manusia terinfeksi lebih sering karena memakan daging yang mentah

dan kurang matang yang mengandung kista jaringan. Wanita yang mendapat

Toxoplasmosis selama kehamilan dapat mentransmisikan takizoit ke janin

dengan potensial mata yang parah, SSP dan komplikasi sistemik. Wanita hamil

nonimun tanpa bukti serologik terpapar toxoplasmosis harus berhati-hati bila

memelihara kucing dan harus menghindari daging mentah. Pasien AIDS juga

mudah terkena.

Toxoplasmosis tercatat pada 7-15% dari uveitis. Karena penyakit

tersebut dapat merusak penglihatan struktur mata, hal tersebut penting bagi

para ahli mata untuk mengenal lesi tersebut dan untuk menghindari potensi

kematian. Diagnosis yang tepat pada waktunya sangat penting karena

toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti mikroba dan itu merupakan

bentuk yang masih dapat diobati pada uveitis posterior.

Tergantung pada luasnya lokasi lesi, pasien mengeluh floating spot

unilateral atau penglihatan kabur. Secara umum segmen anterior tidak

mengalami inflamasi pada awal penyakit, dan pasien memperlihatkan mata

putih dan penglihatan yang masih nyaman. Kadang-kadang inflamasi

granulomatosa dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata khususnya pada

penyakit yang berulang.

Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata

baik dengan pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit

tinggi letaknya, lesi kabur dapat terlihat pada fundus, lokasi lesi sering berada

dekat dengan bekas luka korioretinal. Lesi tersebut tampak pada bagian

posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan kadang-kadang terlihat

berdekatan dengan papil nervus optikus. Sering salah dianggap sebagai papilitis

optik. Pembuluh darah retina pada sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis

dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus. Karakteristik lesi adalah

Page 21: REFERAT UVEITIS.docx

retinitis fokal eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk

proliferasi T. gondii. Lesi ini tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada

tahap awal penyakit, dan pasien tidak menyadari floating spot sampai lapisan

depan retina dan membran hialoid posterior terkena. Retinitis toksoplasma

dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut Punctate

Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).

Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:

1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis

retinokoroiditis)

2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien

3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan

nekrosis lesi pada fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan

jamur.

Pemeriksaan toxoplasma dye Sabin dan Feldman, pemeriksaan

hemaglutinasi, atau pemeriksaan antibody immunofluoresen indirek

menyediakan fasilitas yang sama. Namun ELISA dapat memberi lebih sensitifitas

dan spesifisitas. Harus di ingat bahwa titer serum pada pemeriksaan tersebut

dapat sangat rendah pada pasien dengan toksoplasmosis mata dan tidak

terdapat tanda sistemik lain pada penyakit ini. Titer serum antibodi signifikan

apabila terdapat lesi fundus yang berhubungan dengan toksoplasmosis mata.

Pemeriksaan humor akous dapat digunakan untuk konfirmasi adanya penyakit

Page 22: REFERAT UVEITIS.docx

toksoplasma pada kasus yang masih meragukan. Pemeriksaan tersebut lebih

signifikan pada saat titer antibodi pada humor akous lebih tinggi daripada

dalam serum.

Meskipun diagnosis toksoplasmosis mata didasari dengan pemeriksaan

fisik, antibodi antitoksoplasmosis negatif perlu dipikirkan diagnosis lain. Para

dokter dalam hal menginterpretasikan standar pemeriksaan antibodi IgG harus

mengingat bahwa laboratorium menampilkan pemeriksaan pada dilusi 1 : 8

atau lebih, meskipun reaksi antibodi positif ditemukan dilusi 1 : 4 atau kurang.

Titer antibodi yang sangat rendah ini tetap mengindikasikan terdapat

toksoplasmosis yang sebelumnya tetapi juga dapat mengarah ke positif palsu

sebagai hasil dari reaksi nonspesifik.

Penyakit non infeksi

Autoimun:Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.

Keganasan:Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia

Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis

geografik.

Yang sering terjadi mengakibatkan uveitis posterior adalah :

Sindrom Behcet

Ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari wanita.Penyebab

diduga suatu proses imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat

disingkirkan.4) Walaupun memiliki banyak gambaran penyakit hipersensitivitas tipe

lambat, adanya perubahan mencolok kadar komplemen serum pada permulaan

serangan mengisyaratkan suatu gangguan kompleks imun. Baru-baru ini pada

pasien Behcet dapat dideteksi adanya kompleks imun berkadar tinggi dalam darah.

Sebagian besar pasien dengan gejala mata positif untuk HLA-B51, suatu subtipe

HLA-B5. 9)

Page 23: REFERAT UVEITIS.docx

Behcet syndrome,hypopion

Ditandai 4 kelainan yaitu :

o Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditis). Pada dasarnya didapatkan peri

arteritis dan end arteritis yang menyebabkan vaskulitis obliteratif sehingga

dapat terjadi iskemi retina, perdarahan retina, serta ablasi. Bila terdapat

hipopion maka hal ini merupakan gejala yang lebih lanjut.

o Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat mengenai

bibir, lidah, mukosa bukal, palatum durum serta palatum molle.

o Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis serta hipersensitivitas

kulit.

o Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita4).

Pengobatan sering berupa pemberian imunosupresan multipel (mis: steroid,

siklosporin, azatioprin), walaupun demikian hasil akhir penglihatan tetap

buruk pada 25% kasus.7)

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) 3)

Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh

iridosiklitis akut, koroiditis bebercak dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini

biasanya diawali oleh suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan kadang-

kadang vertigo.

Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan

rambut bebercak atau timbul uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik

Page 24: REFERAT UVEITIS.docx

dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian posterior sering indolen dengan efek

jangka panjang berupa pelepasan serosa retina dan gangguan penglihatan.

Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas

tipe lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus

sebagai penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan

atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit

dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat

terhadap struktur-struktur tersebut. Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan

larut dari segmen luar lapisan fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin

menjadi autoantigennya. Pasien sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah

Oriental, yang mengisyaratkan adanya disposisi imunogenetik.

Oftalmia Simpatika 4)

Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat (sympathetic

eye) yang timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma tembus pada

mata yang lain (exciting eye). Biasanya exciting eye ini tidak pernah senbuh total

dan tetap meradang pasca trauma, baik tauma tembus akibat kecelakaan ataupun

trauma karena pembedahan mata. Tanda awal dari mata yang ber-simpati adalah

hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di belakang lensa.

Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis

sub akut, sebukan sel radang dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada

jaringan dibawah retina. Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik

lain seperti vitiligo, alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH.

Bedanya adalah pada sindrom VKH tidak ada riwayat trauma.diduga kuat

merupakan suatu reaksi autoimun terhadap jaringan pigmen uvea atau pigmen

epitel retina yang telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma tembus mata.

Pengobatan : pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan perbaikan

dapat ditambah pemberian imunosupresan. Yang terpenting adalah hati-hati dan

waspada menghadapi trauma tembus mata yang disertai destruksi jaringan uvea.

Page 25: REFERAT UVEITIS.docx

Poliarteritis Nodosa 4)

Penyakit kolagen ini mengenai arteri berukuran sedang, terutama pada pria.

Terjadi peradangan hebat pada semua lapisan otot arteri, dengan nekrosis

fibrinoid dan eosinofilia perifer. Gambaran klinis utama adalah nefritis, hipertensi,

asma, neuropati perifer, nyeri dan atrofi otot dan eosinifilia perifer. Sering terjadi

kelainan jantung, walaupun kematian biasanya disebabkan oleh disfungsi ginjal.

Kelainan mata dijumpai pada 20% kasus dan terdiri dari episkleritis dan

skleritis yang sering tidak nyeri. Apabila pembuluh-pembuluh limbus terkena,

dapat terjadi pembentukan alur-alur di kornea perifer. Sering terjadi

mikrovaskulopati retina. Hilangnya penglihatan secara mendadak mungkin

disebabkan oleh neuropati optikus iskemik yang mencerminkan keparahan

vaskulitis di pembuluh siliaris atau sumbatan arteri retina sentralis. Dapat terjadi

oftalmoplegia akibat arteritis vasa nervorum. Kortikosteroid sistemik dan

siklofosfamid memberi manfaat, tetapi prognosis jangka panjang tetap buruk.

Granulomatosis Wegener 4)

Proses granulomatosa ini memiliki persamaan gambaran klinis tertentu

dengan poliarteritis nodosa. Tiga kriteria diagnosis adalah :

- Lesi granulomatosa nekrotikans pada saluran napas

- Arteritis nekrotikans generalisata

- Kelainan ginjal berupa glomerulitis nekrotikans

Penyulit pada mata terjadi pada 50% kasus dan terjadi proptosis akibat

pembentukan granuloma orbita disertai keterlibatan otot mata atau saraf optikus.

Apabila vaskulitis mengenai mata dapat terjadi konjungtivitis, ulserasi kornea

perifer, skleritis, episkleritis, uveitis dan vaskulitis retina.

Antibodi sitoplasma antineutrofilik ditemukan pada sebagian besar kasus

dan memiliki nilai diagnostik sekaligus prognostik. Kortikosteroid yang

dikombinasikan dengan imunosupresan (terutama siklofosfamid) sering memberi

hasil memuaskan.

Page 26: REFERAT UVEITIS.docx

Epiteliopati Pigmen Plakoid Multifokal Posterior Akut (APMPPE) 3)

APMPPE biasanya menyerang individu pada usia remaja dan dewasa muda.

Pasien mengeluh penglihatannya berkurang. Sebagian penderita umumnya

merasa sehat, tetapi ada juga yang mempunyai gejala-gejala prodormal seperti

pada penyakit infeksi virus. Pemeriksaan funduskopi menunjukkan adanya banyak

lesi berupa plak berwarna putih kekuningan dan homogen, pada retina pigmen

epithelium dan koriokapilaris. Setelah 2-6 minggu, lesi ini akan menghilang dan

meninggalkan depigmentasi pada retina pigmen epithelium.

Diagnosis APMPPE ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, terutama jika

didahului adanya gejala sistemik seperti gejala infeksi virus. Pada stadium akut,

fluorescein angiografi menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid oleh lesi

plakoid dan adanya bekas noda hiperfluoresein. Pada kebanyakan kasus,

pengobatan tidak diperlukan, ketajaman penglihatan akan kembali normal dalam

beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Penyakit ini mirip dengan koroidopati serpiginosa (geografik), tetapi

APMPPE adalah penyakit yang bersifat akut dan biasanya tidak rekuren,

sedangkan koroidopati serpiginosa adalah penyakit yang sangat progresif.

Retina terkena APMPPE

Epitelitis Pigmen Retina Akut (ARPE) 3)

Page 27: REFERAT UVEITIS.docx

Epitelitis Pigmen Retina Akut atau disebut juga penyakit Krill adalah

peradangan akut retina pigmen epitelium yang dapat sembuh sendiri.

Penyebabnya tidak di ketahui. Biasanya terjadi pada umur antara 16-40 tahun.

Pasien biasanya sehat dan mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan

unilateral secara tiba-tiba. Pemeriksaan fundus menunjukkan lesi hiperpigmentasi

halus pada bagian retina pigmen epitelium. Dua sampai empat kelompok dari dua

sampai enam “titik-titik” muncul di kutub posterior. Angiografi fluoresein

menunjukkan gambaran ”target” atau “honeycomb” dengan pusat

hiperpigmentasi dan di kelilingi halo hiperfluoresein. Pengobatan tidak diperlukan.

Gangguan penglihatan dan lesi di retina akan menghilang dalam 6-12 minggu.

Retinokoroidopati ”Birdshot” (Korioretinitis Vitiliginosa) 3)

Keadaan yang tidak umum ini biasanya terjadi pada dekade ke-5 sampai

dekade ke-7 kehidupan, wanita lebih sering dibandingkan pria. Gejala awalnya

berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, nyctalopia dan gangguan

penglihatan warna. Mungkin ada sedikit inflamasi segmen anterior. Didalam

vitreus dapat ditemukan sel-sel. Karakteristiknya adalah ditemukannya banyak

bintik putih kekuningan atau depigmentasi pada fundus, seolah-olah fundus

mendapat pukulan ”birdshot from a shotgun”. Bintik-bintik juga muncul pada

pigmen epitelium. Edema diskus, atrofi N. Optikus, edema makula, pembuluh

darah retina menipis dan berkerutnya permukaan retina dapat juga ditemukan.

Pada 80-90% pasien dapat ditemukan HLA-A29 haplotipe, yang mana merupakan

faktor predisposisi genetik dalam perkembangan penyakit ini. Penyakit ini adalah

penyakit yang kronik, sering mengalami eksaserbasi dan remisi.

Koroiditis Punctata 3)

Koroidotis Punctata adalah peradangan idiopatik koroid yang biasanya

terjadi pada wanita yang menderita myopia, yang berusia antara 18-37 tahun.

Pasien dengan PIC akan mengeluh kehilangan ketajaman penglihatan sentral,

biasanya bilateral. Tidak terdapat sel pada vitreus, tetapi lesi berukuran kecil (100-

Page 28: REFERAT UVEITIS.docx

300 µm) berbentuk “punctate” berwarna kuning disebelah dalam koroid

ditemukan di kutub posterior. Penyakit ini dapat sembuh dalam 4-6 minggu.

lesi pungtata kekuningan pada RPE dan koroid

(dikutip dari www.uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

Koroidopati Serpiginosa 3

Biasanya penyakit ini menyerang wanita pada dekade ke-4 sampai dekade

ke-6 kehidupan. Keluhan utama dari pasien ialah penglihatan menjadi kabur. Pada

vitreus tidak ditemukan sel, tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan sel dalam

jumlah yang banyak. Gambaran sikatriks seperti serpiginosa (pseudopodial) atau

geograpik (seperti peta) terdapat di fundus posterior. Tepi lesi ini mungkin aktif,

berwarna kuning abu-abu dan tampak edema. Daerah yang aktif akan menjadi

atrofi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, kemudian lesi yang baru

dapat muncul di mana saja atau berdekatan dan memberi gambaran seperti ular.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan karakteristik gambaran klinik.

Angiografi fluorescein menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid, pada

daerah dimana penyakitnya aktif. Pada saat penyakitnya tidak aktif, daerah yang

menarik zat warna dapat menyebarkan fluorescein, tetapi tidak di tahan. Jika

penyakit ini mengenai makula, maka ketajaman penglihatan sentral akan

terganggu.

Fibrosis Subretina dan Sindrom Uveitis (SFU) 3

Page 29: REFERAT UVEITIS.docx

Panuveitis ini biasanya lebih banyak mengenai wanita yang berusia antara

14-34 tahun. Penyebabnya tidak diketahui. Histopatologi dari biopsi korioretinal

terutama menunjukkan sel β dan sel plasma. Pasien biasanya memiliki kondisi fisik

yang sehat dan mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan, biasanya

bilateral. Pada awalnya, pasien yang menderita penyakit ini akan menunjukkan

vitritis bilateral dan multifokal koroiditis. Kemudian, lesi pada koroid akan

berkembang menjadi lesi fibrotik subretinal berbentuk stellate yang besar. SFU

memberi respons yang kurang baik terhadap berbagai bentuk pengobatan, dan

prognosis dari tajam penglihatan juga buruk.

Koroiditis Multifokal dan Sindrom Panuveitis (MCP) 3

Koroiditis Multifokal dan sindrom Panuveitis adalah peradangan idiopatik

koroid, retina dan vitreus, lebih sering terjadi pada wanita. Penyebabnya tidak

diketahui. Pasien menunjukkan vitritis bilateral (82%) dan multifokal koroiditis.

Dalam keadaan aktif, lesinya berukuran kecil (50-350 µm) dan berwarna

kekuningan. Lesi makula mungkin dapat dihubungkan dengan pembuluh darah

baru membran subretina.

Diagnosis penyakit ini adalah sesuatu yang penting karena ada berbagai

kondisi yang mungkin dapat menyebabkan multifokal koroiditis dan panuveitis.

Sarkoidosis, sifilis, tuberkulosis dan sindrom titik putih pada retina harus

diperhatikan. Penyakit ini sering kronik.

Lesi kuning multifokal pada koroid

(dikutip dari : www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

2.2 Diagnosis 4)

A. Anamnesis Uveitis posterior

Page 30: REFERAT UVEITIS.docx

Umur : Pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom samaran”,

seperti retinoblastoma atau leukemia. Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun

penyebab uveitis posterior termasuk Toksoplasmosis, Uveitis intermediate,

Sitomegalovirus dan infeksi bakteri atau fungi. Dalam kelompok umur 16 sampai

40 tahun yang termasuk diagnosa banding adalah Toksoplasmosis, Sifilis dan

Candida. Pada pasien yang berumur di atas 40 tahun mungkin menderita

sindrom nekrosis retina akut, Toksoplasmosis, Retinits dan Sarkoma sel

reticulum.

Lateralisasi : Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat

toksoplasmosis, Kandidiasis dan sindrom nekrosis retina akut.

B. Gejala 5)

Uveitis anterior

1. Pada anamnesa penderita mengeluh:

Mata terasa seperti ada pasir.

Mata merah disertai air mata.

Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat

bila telah timbul glaukoma sekunder.

Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar

Blefarospasme.

Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi

katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun.

2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.

Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.

Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar

limbus, dan keratic precipitate.

Page 31: REFERAT UVEITIS.docx

Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila

proses sangat akut.

Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia.

Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris

bombans.

Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.

Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif.

Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.

Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.

Uveitis posterior

o Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat

terjadi pada semua jenis uveitis posterior dan karenanya tidak berguna

untuk diagnosis banding

o Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior

yang terkena. Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada

pada histoplasmosis. Biasa terlihat seperti lalat yang berterbangan

(floaters)

o Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina

akut, Sifilis, Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-

kondisi yang megenai N. II.

o Fotofobia.

C. Pemeriksaan 5)

Pemeriksaan pada mata

Terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler,

pemeriksaan dengan funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap.

Pemeriksaan darah

Page 32: REFERAT UVEITIS.docx

Terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan

diamati.

Pemeriksaan etiologi

Seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux

test (test untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).

Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-

tanda peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari

oleh penderita sampai penglihatannya kabur.

Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa

komplikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan

retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang

menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan

lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi

vaskuler atau sheating pembuluh darah.

Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata

atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid.

Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa

dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena. 4)

2.3 Terapi

Uveitis anterior

Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan

atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi

penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu

diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang

tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:

Page 33: REFERAT UVEITIS.docx

Terapi non spesifik

1. Penggunaan kacamata hitam. Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi

fotofobi, terutama akibat pemberian midriatikum.

2. Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,

sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat

lebih cepat.

3. Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris

dan badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat

panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah

terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang

biasanya digunakan adalah:

Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid,

dengan dosis sebagai berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang

sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler: dexamethasone

phosphate 4 mg (1ml). prednisolone succinate 25 mg (1 ml). triamcinolone

acetonide 4 mg (1 ml). methylprednisolone acetate 20 mg. Bila belum berhasil

dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang

berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu

diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder

pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada

penggunaan sistemik.

Page 34: REFERAT UVEITIS.docx

Terapi spesifik

Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior

telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering

diberikan berupa antibiotik.

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral dengan

Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi

spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan,

sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Uveitis posterior

Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan

pada mata

Konservatif

Biasanya pasien diberikan anti - radang seperti kortikosteroid,

immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan

diberikan antibiotik atau anti virus.

Tindakan

Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan

cairan dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi

fotokoagulasi dan kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat

terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat

mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreus.

2.4 Penyulit dan komplikasi

Komplikasi uveitis anterior:

Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia

anterior, perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan

sebelumnya.

Page 35: REFERAT UVEITIS.docx

Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada

uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif:

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam. acetazolamide 250 mg

tiap 6 jam.

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih

tetap tinggi. Glaukoma sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser

iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris dengan trabekula

(Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.

Glaukoma sudut terbuka: bedah filtrasi.

Katarak komplikata.

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi

yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan

jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

Penyulit uveitis posterior3) :

Keratopati pita

Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan

menimbulkan pengendapan kalsium pada membrane basalis dan

lapisan bowman. Endapan kalsium biasanya ditimbulkan pada daerah

intrapalpebra sering meluas ke daerah sumbu penglihatan. Terapi

dilakukan dengan cara epitel kornea sentral dilepaskan dengan 15

bard parker blade dengan meninggalkan sel – sel stem limbal secara

utuh, kemudian ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci dengan

BSS. Proses ini diulang hingga beberapa kali sampai deposit kalsium

hilang dan dipasang bandage lensa kontak kemudian diberi antibiotik

dan sikloplegik.

Page 36: REFERAT UVEITIS.docx

Katarak

Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan

fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA

terkait uveitis penanganan operasi katarak dilakukan dengan

menunggu ketenangan reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid

pre operasi selama 1 hingga 2 minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan

viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis dan fakoemulsifikasi serta

implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan hingga 5 bulan.

Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan

intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah

terjadinya fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan

penggunaan steroid intravenus intraoperatif.

Glaukoma

Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma

sekunder sudut sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma

induksi kortikosteroid, glaukoma uveitis mekanisme kombinasi.

Pemeriksaan pasien dengan hipertensi okuli dan uveitis dianjurkan

diperiksa foto papil. Evaluasi OCT papil nervus optikus dan

pemeriksaan lapangan pandang secara berkala. Tindakan operasi

pada uveitis adam antiades Behcet dengan mitomisin C intraoperatif

pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata tanpa obat

– obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada

5 tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak,

kebocoran bleb, dan efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya

pada pseudofakik atau afakik membutuhkan alat drainase seperti

implan monteno, implan ahmed, dan implan baerveldt. Untuk

mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman digunakan

fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon.

Page 37: REFERAT UVEITIS.docx

Ablasi retina

Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis,

panuveitis, infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling

sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan

ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka

sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka

keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 /

60.

Neovaskularisasi retina dan khoroid

Dapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis,

panuveitis sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina

termasuk penyakit ecles. Neovaskularisasi retina terjadi pada radang

kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi dapat dilakukan dengan steroid

atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter didaerah iskemik.

Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan

panuveitis pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis

pungtata, koroiditis multifaktor idiopatik serta koroiditis serpiginosa.

Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal peripapiler ditempat

terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat dikombinasi

dengan anti VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.

Endoftalmitis

Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan

segmen depan namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan

retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi

dan noninfeksi.

Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah

endoftalmitis infeksi yang dapat terjadi secara eksogen maupun

Page 38: REFERAT UVEITIS.docx

endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga endoftalmitis steril

disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa

pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola

mata karena trauma.

Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan,

hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat

berkisar mulai dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai kasus

endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis

konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea

Komplikasi uveitis posterior 8) :

Hipopion

Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan

peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah

leukemia, penyakit behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri.

Gambaran hipopion

Glaukoma

Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis

retina akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis.

Vitritis

Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis

posterior.peradangan dalam vitreum berasal dari focus-focus radang

di segmen posterior mata. Peradangan dalam vitreus tidak terjadi

pada pasien koroiditis geografik atau histoplsmosis.sedikit sel radang

Page 39: REFERAT UVEITIS.docx

dalam vitreus dapat terlihat pada pasien sel sarcoma reticulum,

infeksi cytomegalovirus, dan rubella, dan rubella dan beberapa kasus

toksoplasmosis dengan fokus-fokus kecil pada retina. Sebaliknya,

peradangan berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat

terdapat pada tuberculosis, toksokariasis, sifilis.

2.5 Prognosis 7)

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan

berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi

tergantung di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila

mengenai daerah makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

Page 40: REFERAT UVEITIS.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.

2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit

Mata. Edisi keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2011 : 102.

3. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas

Diponegoro. 1993 : 75-6.

4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.

Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-78

5. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176

6. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis

posterior. kmn.htm. 4 Juli 2015.

7. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 5 Juli

2015.

Page 41: REFERAT UVEITIS.docx

REFERAT

UVEITIS

Oleh :

DESI KHOIRUNNISA M

2009730010

Pembimbing:

dr. Rety Sugiarti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

RUMAH SAKIT UMUM BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015