referat leukimia

52
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.................................... 2 1.1. LATAR BELAKANG................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................. 3 2.1. MOLEKULAR DAN FISIOLOGI LEUKOSIT.............. 3 BAB III LEUKEMIA AKUT................................ 5 3.1. DEFINISI...................................... 5 3.2. EPIDEMIOLOGI.................................. 5 3.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESKIO.................... 6 3.4. PATOFISIOLOGI................................. 8 3.5. KLASIFIKASI...................................11 3.6. TANDA DAN GEJALA KLINIS.......................15 3.7. DIAGNOSA......................................16 3.8. PROGNOSIS.....................................22 3.9. TATALAKSANA...................................24 3.10. PENCEGAHAN...................................29 BAB IV PENUTUP.......................................32 4.1. KESIMPULAN....................................32 DAFTAR PUSTAKA.......................................34 1

Upload: dila-junita

Post on 07-Dec-2015

95 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

leukimia

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Leukimia

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 2

1.1. LATAR BELAKANG............................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

2.1. MOLEKULAR DAN FISIOLOGI LEUKOSIT....................................... 3

BAB III LEUKEMIA AKUT............................................................................. 5

3.1. DEFINISI................................................................................................... 5

3.2. EPIDEMIOLOGI....................................................................................... 5

3.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESKIO....................................................... 6

3.4. PATOFISIOLOGI..................................................................................... 8

3.5. KLASIFIKASI........................................................................................... 11

3.6. TANDA DAN GEJALA KLINIS............................................................. 15

3.7. DIAGNOSA.............................................................................................. 16

3.8. PROGNOSIS............................................................................................. 22

3.9. TATALAKSANA...................................................................................... 24

3.10. PENCEGAHAN...................................................................................... 29

BAB IV PENUTUP.............................................................................................. 32

4.1. KESIMPULAN.......................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 34

1

Page 2: Referat Leukimia

BAB I

Pendahuluan

1.1. LATAR BELAKANG

Leukemia akut adalah sebuah kelompok heterogen neoplasma yang timbul

dari transformasi sel induk hematopoietik, dicirikan dengan sel yang belum

berdiferensiasi atau belum matang, biasanya sebuah sel blast, dan permulaan serangan

penyakit ini umumnya tiba-tiba dan cepat dengan waktu hidup yang singkat.

Leukemia akut dibagi menjadi leukemia mieloid akut (LMA) dan leukemia limfoid

akut (LLA). Leukemia akut terlihat pada kedua jenis kelamin dan di segala usia,

dengan insiden meningkat dramatis pada individu berusia lebih dari 50 tahun. Etiologi

leukemia akut masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor resiko

seperti faktor genetik, riwayat keluarga, eksposur radiasi, kimia, dan infeksi virus

tertentu.1-5

Diagnosis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bilamana didapatkan

kecurigaan terhadap leukemia akut, mesikpun seringkali tidak didapatkan tanda dan

gejala yang spesifik. Data yang lengkap saat presentasi sangat peting untuk diagnosis

dan klasifikasi yang akurat dari leukemia akut, dan bergantung dari pengambilan

sampel yang adekuat untuk analisis. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan sel

darah dan sum-sum tulang. Sampel harus didapatkan sebelum memulai inisiasi dari

kemoterapi apapun. Setelah didapatkan sampel dan diagnosis ditegakkan, barulah

dapat dimulai terapi.1,2,4,5

2

Page 3: Referat Leukimia

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. MOLEKULAR DAN FISIOLOGI LEUKOSIT

Ada 3 komponen utama dalam darah yaitu erirtosit (sel darah merah), leukosit

(sel darah putih), dan platelet (trombosit). Proses dimana elemen dalam darah

berkembang disebut hemopoiesis atau hematopoiesis. Sebelum lahir, hemopoiesis

dimulai di yolk sac dari embrio, kemudian di hati, limpa, timus, dan kelenjar getah

bening pada fetus. Sumsum tulang merah menjadi tempat utama hemopoiesis dalam 3

bulan terakhir sebelum lahir, dan berlanjut setelah lahir hingga seumur hidup.

Sumsum tulang merah adalah jaringan ikat yang sanagat tervaskularisasi yang terletak

diantara trabekula tulang spongiosa, antara lain di tulang aksial, iga, tulang belikat,

pelvis, dan bagian proksimal epifisis tulang humerus dan femur. Sekitar 0.05-0.1% sel

sumsum tulang berasal dari mesenkim dan disebut sel induk pluripoten atau

hemositoblas. Sel-sel ini meiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai

tipe sel.6

Gambar 1. Hematopoiesis

3

Page 4: Referat Leukimia

Sel induk dalam sumsum tulang merah mampu mereproduksi dirinya sendiri,

berproliferasi, dan berdiferensiasi. Untuk membentuk sel darah, hemositoblas dalam

sumsum tulang merah menghasilkan 2 tipe sel induk yang mampu berkembang

menjadi beberapa tipe sel, yaitu sel induk myeloid dan limfoid. sel Selama

hemopoiesis, sel induk myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor, yang sudah

tidak lagi mampu mereproduksi dirinya sendiri, dan mampu berkembang menjadi

elemen spesifik dalam darah. Beberapa sel progenitor disebut colony-forming units

(CFU). Setelahnya, sel disebut sel precursor atau blast, yang kemudian menjadi

elemen darah yang nyata. Beberapa hormon yang disebut hemopoietic growth factors

mengatur diferensiasi dan proliferasi sel progenitor tertentu. Eritropoietin (EPO)

meningkatkan jumlah precursor eritrosit, trombopoietin (TPO) memicu pembentukan

platelet, colony-stimulating factors (CSF) dan interleukin menstimulasi pembentukan

leukosit.6

Leukosit, atau disebut juga sel darah putih, adalah unit mobil dalam sistem

pertahanan tubuh. Mereka dibentuk sebagian di sumsum tulang (granulosit dan

monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian di jaringan limfe (limfosit dan sel plasma).

Setelah dibentuk, mereka dibawa di dalam darah menuju bagian-bagian berbeda

dalam tubuh dimana mereka dibutuhkan. Kebanyakan dari mereka dibawa ke area

dimana terjadi infeksi atau inflamasi serius, untuk menyediakan pertahanan yang

cepat dan kuat terhadap agen infeksius.7

Ada 6 tipe sel darah putih yang normalnya berada di dalam darah, yaitu

neutrophil, eosinophil, basophil, monosit, limfosit, dan terkadang, sel plasma. Sebagai

tambahan, juga terdapat banyak platelet, yang merupakan fragmen dari tipe sel lain

yang serupa dengan leukosit yang ditemukan di sumsum tulang, yakni megakariosit.

Tiga tipe sel pertama merupakan sel polimorfonuklear (karena memiliki banyak

nuleus) dengan tampilan granular, sehingga disebut juga granulosit. Sel-sel granulosit

dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme yang menyerang terutama cara

fagositosis.7

Produksi leukosit yang tidak terkontrol dapat disebabkan oleh mutasi ganas

dari sel mielogen dan limfogen. Hal ini mengakibatkan leukemia, yang biasa ditandai

dengan peningkatan jumlah leukosit abnormal dalam jumlah besar dalam peredearan

darah.7

4

Page 5: Referat Leukimia

BAB III

Leukemia Akut

3.1. DEFINISI

Leukemia merupakan penyakit keganasan yang berasal dari perubahan genetik

pada sel-sel di sumsum tulang. Istilah leukemia pertama kali dijelaksan oleh Virchow

sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai

dengan diferensiasi dan proliferasi sel-sel induk hematopoietik, dengan manifestasi

sel-sel abnormal dalam darah tepi.7

Leukemia akut ditandai dengan sel yang belum berdiferensiasi atau belum

matang, biasanya sebuah sel blast, dan permulaan serangan penyakit ini umumnya

tiba-tiba dan cepat dengan waktu hidup yang singkat. Disebut akut berarti bahwa

leukemia apat berkembang pesat dan dapat bersifat fatal bila tidak diterapi. Leukemia

akut dibagi menjadi 2 tipe umum, yaitu leukemia myeloid akut (LMA) dan leukemia

limfoid akut (LLA).1,2,5

Pada leukemia myeloid akut (LMA), atau disebut juga myelositik, myelogen,

granulositik, atau non-limfositik, proses keganasan berasal dari sel myeloid di

sumsum tulang, lalu menyebar ke seluruh tubuh sehingga leukosit diproduksi di

jaringan ekstramedular, terutama kelenjar getah bening, hati, dan limpa. Pada

leukemia limfoid akut (LLA), atau disebut juga limfositik, atau limfoblastik, proses

keganasan berasal dari sel limfoid di sumsum tulang, lalu menyebar ke seluruh tubuh.

Tipe keganasan lain yang berasal dari sel limfoid adalah limfoma (Hodgkin dan non-

hodgkin), tetapi yang membedakan ialah pada limfoma sel-sel limfoid di kelenjar

getah bening atau jaringan limfoid lain.1,4,5

3.2. EPIDEMIOLOGI

Keganasan hematopoietik mencakup 6-8% dari keganasan baru yang

didiagnoa setiap tahunnya. Pada 2012, sekitar 47.150 kasus leukemia baru

didiagnosa, dan 23.450 kematian dari semua jenis leukemia. Insiden leukemia,

5

Page 6: Referat Leukimia

termasuk akut dan kronik, adalah 12,5 per 100.000 penduduk, insiden LLA adalah 1,6

per 100.000 dan LMA adalah 3,6 per 100.000 penduduk.8

Kebanyakan kasus LLA terjadi pada anak (80% kasus ALL), dan ini adalah

jenis leukemia paling umum yang terjadi pada anak, dan paling sering terjadi pada

dekade pertama kehidupan. Usia median diagnosis LLA adalah 13 tahun. Pada saat

lahir, insiden LLA sedikit lebih dominan pada wanita dibanding pria, tetapi selama

puncak kejadian pada 5 tahun pertama kehidupan sedikit lebih didominasi pria, dan

dominasi ini bertahan sepanjang usia.1,2

LMA adalah jenis leukemia paling umum yang terjadi pada dewasa. Usia

mean dan median diagnosis adalah 67 tahun. Insiden LMA meningkat seiring dengan

usia, dengan puncak insiden pada dekade keenam kehidupan. Insiden LMA pada pria

dan wanita kira-kira seimbang hingga usia ke 60, setelah itu lebih didominasi oleh

pria.1,2,9

3.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Ada beranekaragam patofisiologi dari berbagai tipe leukemia akut, sehingga

tidak ada satu penyebab umum yang pasti untuk proliferasi seluler yang menyimpang

ini. Namun, ada beberapa faktor resiko dan penyimpangan genetik yang berhubungan

dengan keganasan ini. Translokasi genetik atau kesalahan mitosis terlihat pada sel-sel

leukemi. Ada kecenderungan yang signifikan pada leukemia yang terjadi di keluarga.

Juga ada peningkatan insiden leukemia terkait dengan kelainan herediter. Beberapa

faktor resiko mencakup faktor lingkungan, radiasi, juga infeksi.2,8

Kelainan genetik sering terkait dengan terjadinya leukemia akut. Terdapat

peningkatan insiden LMA pada pasien dengan sindrom Down, sindrom Bloom,

sindrom Klinefelter, anemia aplastik Fanconi, dan beberapa defisiensi imun seperti

ataxia-telangiectasia, sindrom Wisckott-Aldrich. Pada anak kembar berusia kurang

dari 10 tahun, bila salah satu mengalami leukemia (umumnya LLA), maka ada resiko

20% untuk terjadinya leukemia pada kembarannya dalam 1 tahun diagnosa. Resiko

pada saudara kandung nonidentik tidak setinggi saudara kembar, yakni 3-5x lipat dari

6

Page 7: Referat Leukimia

populasi umum. Resiko dari hubungan genetik pada LMA kurang dibandingkan

dengan LLA, namun tetap masih ada resiko 4,5,8

Faktor resiko lain mencakup faktor lingkungan seperti penyakit lain. Eksposur

bahan kimiawi seperti benzene dan produk petroleum meningkatkan resiko terjadinya

leukemia, khusunya LMA. Interval antara eksposur dan onset leukemia adalah 10-30

tahun. Kerusakan kromosom adalah umum. Eksposur pestisida juga berkaitan dengan

beberapa tipe LMA. Insiden LMA juga meningkat di Negara berkembang,

sebagaimana industrialisasi dan polusi meningkat. Eksposur bahan lain seperti cat

rambut, merokok, dan radiasi nonionik juga meningkatkan resiko leukemia. Merokok

merupakan satu-satunya faktor resiko yang berhubungan dengan gaya hidup yang

terbukti terkait dengan LMA.2,5,8

Radiasi ionik dosis besar berkaitan dengan peningkatan insiden LMA,

contohnya seperti pada korban selamat bom atom atau reaktor nuklir. Umumnya pada

korban selamat ini perkembangan akut leukemia terjadi dalam 6-8 tahun setelah

eksposur. Penggunaan agen alkilasi, seperti siklofosfamid dan melfalan (alkeran),

dalam pengobatan limfoma, myeloma, dan kanker payudara dan ovarium terkait

dengan perkembangan LMA, biasanya dalam waktu 3-5 tahun dari paparan dan sering

didahului oleh suatu fase mielodisplastik. Kelainan sitogenik, khususnya monosomi 5,

7, 11, dan 17, adalah umum. Eksposur radiasi yang bersamaan sedikit meningkatkan

resiko leukemogenesis yang ditimbulkan agen alkilasi. Topoisomerase II inhibitor

(etoposid, teniposide), antrasiklin (epirubricin, doksoubricin dan turunannya,

mitoxantrone) digunakan untuk mengobati LLA, myeloma, kanker testis, dan

sarcoma, serta taksan, digunakan untuk mengobati kanker payudara, juga terkait

dengan perkembangan LMA, dan cendrung timbul dalam beberapa tahun setelah

terapi, dan tidak didahului sindrom mielodisplastik. Agen ini berbeda dengan alkilasi,

berhubungan dengan periode laten yang singkat tanpa mielodisplasia, dan kelainan

sitogenik yang melibatkan kromosom 11q23 atau 21q22 dalam klon ganas.2,5,8

Infeksi HIV atau virus hepatitis C meningkatkan resiko leukemia, dan saat ini

ditemukan bila beberapa tipe leukemia berkaitan dengan infeksi dengan human T-cell

leukemia/lymphoma virus-1 (HTLV-1). Virus Epstein-Barr juga dikaitkan dengan

suatu bentuk LLA. Beberapa obat yang menyebabkan depresi sumsum tulang, seperti

7

Page 8: Referat Leukimia

kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen alkilasi tertentu seperti sitoksan juga

mempengaruhi individu untuk terkena leukemia.2,4

Pasien dengan kelainan hematologi tertentu lebih beresiko untuk menderita

LMA. Hal ini termasuk kelainan mieloprolifertif kronik seperti polisitemia vera,

trombositemia esensial, dan mielofibrosis idiopatik. Resiko terjadinya LMA makin

meningkat bila terapi yang diberikan bagi pasien ini tergolong kemoterapi atau

radiasi.5

3.4. PATOFISIOLOGI

Penyebab pasti leukemia masih belum diketahui, namun dari berbagai faktor

resiko yang ada, seperti pada perjalanan kanker lainnya, mendorong terjadinya mutasi

dari DNA, sehingga mengaktifkan onkogen dan menginaktivasi tumor-suppresor

gene (TSG). Pada sel leukemia terdapat kesalahan mitosis sehingga terjadi translokasi

genetik. Untuk mengubah sel blast menjadi sel leukemia akut membutuhkan

setdaknya 2 peristiwa genetik, satu untuk memblokir diferensiasi dan kedua untuk

mendorong proliferasi (mungkin ditambah dengan penghambatan apoptosis). Terapi

yang ditargetkan sekarang ditujukan untuk mengganggu salah satu dari peristiwa ini

dalam beberapa kasus leukemia akut.1,2

Beberapa tipe perubahan kromosom yang sering ditemukan seperti translokasi,

delesi, inversi, penambahan atau duplikasi. Kebanyakan mutasi DNA pada LMA

terjadi pada masa hidup seseorang, dibandingkan dengan diturunkan sebelum lahir.

Mutasi ini mungkin hasil dari paparan radiasi atau bahan kimia penyebab kanker,

tetapi pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Translokasi kromosom

t(8;21), inversi kromosom 16, translokasi kromosom t(15;17) sering ditemukan pada

kasus LMA. Perubahan gen tertentu seperti FLT3, c-KIT, dan RAS umum ditemukan

pada sel LMA. Mutasi pada gen spesifik banyak ditemukan pada LMA, tetapi

perubahan lebih besar pada satu atau lebih kromosom juga umum.5

Kebanyakan kasus LMA memiliki mutasi atau translokasi pada gen yang

meningkatkan proliferasi (mutasi kelas 1), juga mutasi atau translokasi pada gen yang

produknya meningkatkan diferensiasi (mutasi kelas 2). Kombinasi dari diferensiasi

8

Page 9: Referat Leukimia

yang diblok dan proliferasi yang abnormal mengakibatkan perkembangan menjadi

LMA. Pada foto ini, mutasi kelas 1 adalah apusan darah tepi pasien dengan leukemia

mieloid kronis, dan mutasi kelas 2 adalah apusan darah tepi pasien dengan leukemia

promielositik akut.1

Mekanisme yang mendasari induksi LLA pada anak dan dewasa sama, yakni

penyimpangan proto-onkoogen, translokasi kromosom, dan hiperploidi (melibatkan

lebih dari 50 kromosomper sel leukemia). Perubahan genetik ini berkontribusi pada

transformasi leukemi dari sel induk hematopoietik dengan mengubah fungsi

selulernya. Mereka mengubah kunci proses regulasi dengan mempertahankan atau

meningkatkan kemampuan yang tidak terbatas untuk memperbarui diri, mengacaukan

Gambar 2. Mutasi kelas 1 & 2 pada LMA

9

Page 10: Referat Leukimia

proliferasi normal, memblokir diferensiasi, dan meningkatkan pertahanan terhadap

apoptosis.10

Beberapa lesi genetik terutama mempengaruhi hanya satu jalur tersebut,

sedangkan lainnya menimpa lebih dari 1. Salah satu contoh kelainan genetik yang

cukup sering adalah translokasi resikprokal antara kromosom 9 dan 22 t(9;22)

(q34;q11), kromosom Philadelphia. Translokasi ini menghasilkan fusi protein BCR-

ABL1, penggabungan gen BCR1 dari kromosom 22 dan proto-onkogen ABL1 dari

kromosom 9. Hal ini meningkatkan aktivitas tirosin kinase dan terbukti penting untuk

transformasi menjadi sel leukemi. BCR-ABL1 juga secara signifikan meningkatkan

jalur intraseluler yang membawa kepada peningkatan proliferasi, penurunan

sensitivitas terhadap apoptosis, dan pelepasan prematur dari sel immatur ke sirkulasi.

Sel blast leukemia ini memenuhi sumsm tulang dan menyebabkan proliferasi seluler

sel lain menghilang. Hal ini mengakibatkan pansitopenia (penurunan seluruh

komponen darah). sel leukemi berakumulasi terus-menerus hingga memenuhi

sumsum tulang, juga dikeluarkan ke darah, sehingga menginfiltrasi dan berakumulasi

di hati, limpa, kelenjar getah bening, dan organ lain.2,10

Gambar 3. Faktor, resiko, etiologi, dan Patofisiologi LLA

10

Page 11: Referat Leukimia

3.5. KLASIFIKASI

Faktor pertama dalam menglasifiksi leukemia adalah apakah sebagian besar

sel-sel abnormal seperti leukosit (matang) atau seperti sel-sel induk (belum matang).

Pada leukemia akut, sel-sel di sumsum tulang tidak dapat matang dengan benar. Sel

yang immatur ini terus bereproduksi. Tanpa pengobatan, kebanyakan pasien hanya

dapt hidup beberapa bulan. Beberpaa jenis leukemia akut merepson baik terhadap

pengobatan dan dapat sembuh. Pada leukemia kronik, sel-sel dapat matang sebagian

tetapi tidak sepenuhnya,. Sel-sel ini mungkin terlihat cukup normal, tetapi umumnya

mereka tidak berfungsi sebaik leukosit normal. Mereka bertahan hidup lebih lama,

dan menggeser selsel normal. Leukemia kronik cenderung berkembang dalam periode

watu yang lebih lama, dan sebagian besar pasien dapat hidup selama bertahun-tahun.

Tetapi umumnya leukemia kronik lebih sulit disembuhkan daripada leukemia akut.5

Faktor kedua dalam mengklasifikasi leukemia adalah tipe sel-sel sumsum

tulang yang terpengaruh. Leukemia yang berasal dari sel-sel myeloid (leukosit selain

limfosit, eritrosit, dan megakariosit) adalah leukemia myeloid. Sedangkan leukemia

yang berasal dari sel-sel limfoid (limfosit) adalah leukemia limfoid.5

Tujuan dari beberaa klasifikasi leukemia adalah untuk mengidentifikasi

perbedaan dalam penyebab, mekanisme leukemogenesis, fitur klinis dan patologis,

dan prognosis. Karena terapi optimal dari setiap klasifikasi berbeda, pengakuan dari

setap klasifikasi bukan hanya penting untuk keperluan ilmiah, tetapi juga bagi

perawatan optimal bagi pasien. Leukemia dengan banyak cara, antara lain:14

1. Berdasarkan morfologi dan sitokimia dilegkapi dengan imunofenotipe

sebagaimana diajukan oleh grup French-American-British (FAB).

2. Berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan sitogenetik, sebagaimana diajukan

oeh grup morphological-immunologic-cytogenetic (MIC).

3. Berdasarkan imunofenotipe saja, sebagaimana diajukan oleh European Group

for the Immunological Classification of Leukemias (EGIL).

4. Berdasarkan kejadian yang mendahului (anteseden).

5. Berdasarkan natur dari stem sel atau sel progenitor dimana mutasi

leukemogenik terjadi (stem sel pluripoten, multipoten, commited)

11

Page 12: Referat Leukimia

Sebagai tambahan, akhir-akhir ini diajukan bahwa LMA harus diklasifikasikan

baik sebagai LMA terkait sindrom mielodisplastik atau sebagai LMA sejati (true de

novo). Akhirnya, pertimbangan harus diberikan kepada klasifikasi leukemia akut

dimana informasi genetik molekukar digabungkan.14

Dengan berkembangnya teknik imunofenotpe dan metode sitogenetik untuk

malgnasnsi hematologi, grup MIC mengajukan klasifikasi leukemia akut berdasarkan

morgolofi, imunofenotipe, dan sitogenetik. Klasifikasi MIC bersifat open-ended,

masih ditambahkan dengan kategori baru bila karakteristik mereka telah didefinisikan

dengan jelas. Berikut adalah klasifikasi leukemia akut berdasarkan MIC.14

Gambar 4. Klasifikasi berdasarkan MIC

12

Page 13: Referat Leukimia

EGIL mengklasifikasikan leukemia atas dasar imunofenotipe saja. Klasifikasi

ini memiliki kelebihan dengan menyarankan kriteria standar untuk leukemia sebagai

mieloid, turunan sel T, turunan sel B, atau bifenotip. Ini juga menyarankan kriteria

untuk membedakan leukemia bifenotip dari LMA dengan ekspresi menyimpang dari

antigen limfoid, dan dari LLA dengan ekspresi menyimpang dari antigen mieloid.14

Klasifikasi leukemia akut berdasarkan kejadian yang mendahului jelas relevan

dengan prognosis dan seharusnya dianjurkan untuk klaifikasi berbagai kasus leukemia

akut. Klasifikasi ini khusunya relevan dengan LMA tetapi juga dapat diterapkan pada

LLA. Berikut adalah klasiikasi leukemia akut berdasarkan kejadian anteseden.14

Sistem

klasifikasi yang paling umum digunakan untuk leukemia akut adalah sistem French-

American-British (FAB) dan World Health Organization (WHO).8

Gambar 6. Klasifikasi FAB. LMA dan LLA

Gambar 5. Klasifikasi berdasarkan kejadian anteseden

13

Page 14: Referat Leukimia

Gambar 7. Klasifikasi WHO. Tabel 1 (LMA) dan Tabel 2 (LLA)

14

Page 15: Referat Leukimia

3.6. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Leukemia bermanifestasi simptomatik melalui efeknya terhadap

hematopoiesis, dimana terjadi trombositopenia, anemia, dan neutropenia sebagaimana

sel-sel pada sumsum tulang digantikan oleh sel ganas. Efek-efek tersebut seperti

pucat, lemas, tidak memiliki tenaga, cepat lelah, mudah memar, perdarahan mukosa,

demam, rentan infeksi atau infeksi berkepanjangan. Perdarahan, petekia, dan purpura

lebih sering ditemukan pada LMA. Nyeri tulang adalah hal umum yang terjadi pada

anak dengan LLA (40-50% kasus), tetapi jarang terjadi pada dewasa (5-10% kasus).

Nyeri tulang terutama pada sternum, femur, dan tibia.8

Peningkatan signifikan dari jumlah leukosit adalah ciri klasik dari leukemia.,

tetapi pasitopenia lebih sering terjadi, terutama pada pasien LLA di segala usia atau

pada pasien LMA dewasa, yang mungkin memiliki disfungsi sumsum sebelumnya

(mielodisplasia). Hanya 10% pasien dengan LMA atau LLA yang baru terdiagnosa

memiliki jumlah leukosit lebih dari 100.000 /μL. Pasien-pasien ini merupakan

kelompok dengan prognosis buruk dan lebih beresiko untuk penyakit sistem saraf

pusat, sindrom lisis tumor, dan leukostasis karena impedansi aliran darah dari

penggumpalan intravaskular oleh sel blast (karena ukurannya lebih besar dibanding

sel leukosit normal), yang lebih lengket daripada sel mieloid atau limfoid yang matur.

Leukostasis dapat bermanifestasi sebagai perubahan status mental, kelumpuhan saraf

kranial intermiten atau terus-menerus, terutama yang melibatkan otot ekstraokular,

priapismus, sesak nafas, atau nyeri dada pleuritik akibat emboli leukemia kecil di

pembuluh darah paru. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan metabolik seperti

hipoglikemia dan hiperurisemia. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) lebih

sering terjadi pada LMA (khusunya LPA) dibanding LLA.1,8

Leukemia juga dapat menyebabkan penurunan berat badan. Sel-sel leukemia

mungkin menumpuk di hati dan limpa, menyebabkan pembesaran dari organ ini,

sehingga menimbulkan rasa penuh atau pembengkakan di perut. Sel LLA dapat

menyebar ke kelenjar getah bening, menyebabkan pembengkakan di bawah kulit,

namun jarang terjadi pada sel LMA. Terkadang sel leukemia dapat menyebar ke

organ lain seperti sistem saraf pusat, dan menyebabkan gejaa seperti nyeri kepala,

kelemahan, kejang, muntah, gangguan keseimbangan, atau pandangan kabur, namun

penyebaran ke organ lain lebih sering ditemukan pada LMA dibanding LLA.4,5

15

Page 16: Referat Leukimia

3.7. DIAGNOSIS

Leukemia sering sulit didiagnosa karena mirip dengan kondisi lain. Perlu

investigasi medis yang intensif bila didapatkan tanda dan gejala yang menetap. Bila

hitung darah lengkap abnormal maka kemungkinan leukemia meningkat. Diagnosis

diperkuat secara patologis dengan pemeriksaan sel darah dan sumsum tulang. Apusan

darah tepi akan menunjukkan jumlah sel darah merah dan platelet yang rendah,

dengan didapatkannya sel blast leukemi. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan

hiperseluler dengan 60-100% sel blast, sesekali mieloid normal, dan prekursor eritroid

dan jarang hingga tidak ada megakariosit.1,2,8

Semua pasien seharusnya melakukan pemeriksaan sitokimia, imunofenotipe

menggunakan antibody monoklonal yang diarahkan pada antigen leukemia tertentu,

dan analisis sitogenik sel blast sumsum atau darah perifer saat diagnosis. Sampel

sumsum juga harus dikumpulkan dan disimpan untuk analisis selanjutnya untuk

mutasi molekular. Sampel yang didapat harus cukup untuk pemeriksaan mikroskopis,

imunofenotipe, dan analisa genetik sito dan molekular. Sampel harus diperoleh

sebelum memulai kemoterapi apapun, termasuk kortikosteroid, yang dapat merusak

sel-sel dan bisa menyimpangkan diagnosis. Pemeriksaan darah perifer dapat

menggantikan pemeriksaan sumsum dalam beberapa tes, jika mengandung cukup sel-

sel leukemia, tapi beberapa hasil mungkin berbeda dalam darah dengan sumsum, dan

pengambilan sampel sumsum dianjurkan kecuali bila terhalang oleh kondisi medis

pasien. Tes-tes lain yang digunakan untuk mengevaluasi kelainan metabolik

(elektrolit, kreatinin, tes fungsi hati) dan koagulopati juga diperlukan saat diagnosis.

Pungsi lumbal seharusnya dilakukan saat diagnosis pasien LLA anak dan semua

pasien LLA dengan gejala neurologis.1,8

Leukemia akut terdiri dari sekelompok gangguan klonal maturasi pada tahap

awal diferensiasi hematopoietik. Morfologi dan sitokimia yang dirancang untuk

mendeteksi mieloperoksidase atau esterase intraseluler digunakan untuk

mengklasifikasi leukemia akut menjadi mieloid atau limfoid. Ahli mikroskopis harus

mengetahui spektrum kelainan morfologis pada leukemia akut, tetapi morgologi

bukan merupakan dasar klasifikasi yang cukup memuskan untuk penyakit ini. Sel

blast, merupakan sel sumsum yang menonjol di leukemia akut, menyerupai tahap

awal diferensiasi sel hematopoietik/limfoid. Pendekatan morfologi FAB tetap

16

Page 17: Referat Leukimia

merupakan deskripsi singkat yang bermanfaat (L1-3, M0-7) untuk morfologi

leukemia akut yang bervariasi.1,8

Menggunakan apusan pewarnaan Romanovsky saja, ahli mikroskopis hanya

70-80% benar dalam membedakan LLA dan LMA. Beberapa fitur yang bermanfaat

adalah kromatin (tersebar dalam mieloblast; sering terkondensasi sebagian dalam

limfoblast), nucleolus (banyak/nyata dalam mieloblast; variabel dalam limfobalast),

dan sitoplasma (sedang-banyak, sering dengan granul, di mieloblast; sedikit-sedang,

jarang dengan granul, di limfoblast). Auer rod (kristal refraktil menyerupai jarum)

terlihat pada 50-60% LMA, merupakan diagnostik dari sel blast mieloid neoplastik.

Keberadaan sel mieloid yang berdiferensiasi dalam sumsum tulang mengarah pada

LMA, tetapi dapat menyerupai sisa mielopoiesis normal dalam LLA. Displasia sel

hematopoietic tipe MDS (sindrom mielodisplasia) menunjukkan LMA-MDR (terkait

mielodisplasia), tetapi defisiensi folat relative dapat menyebabkan perubahan serupa.

Penambahan imunofenotip atau pewarnaan sitokimia meningkatkan ketepatan dalam

membedakan LLA dan LMA hingga 95-98%. Imunofenotipe setidaknya sama efektif

dan lebih tersedia.1

Pewarnaan sitokimia dalam sejarah pernah digunakan untuk membedakan

mieloid dan limfoid, tetapi sekarang sebagian besar dibatasi penggunaannya untuk

kasus-kasus ambigu. Beberapa pewarnaan yang berguna adalah mieloperoksidase

(MPO), Sudan black B (SBB), dan esterase nonspesifik (NSE) (α-naphthyl acetate

atau butyrate esterase). Periodic acid-Schiff (PAS) dan esterase spesifik (SE) kurang

berguna, dan beberapa pewarnaan enzim lain kurang berguna untuk diagnosis

leukemia akut atau sindrom mielodisplasia.1

Di bawah ini adalah fitur morfologi dan sitokimia dari leukemia akut.1

Gambar 8. Auer rod (Kristal merah sitoplasmik menyerupai jarum) (tanda panah) pada LMA

17

Page 18: Referat Leukimia

18

Page 19: Referat Leukimia

Di bawah ini adalah apusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa dengan

perbesaran 1000x.11

Sejak 2010, telah ada beberapa publikasi pada marker molekular baru yang

dapat memberi pandangan tambahan ke dalam patogenesis LMA. Ini termasuk mutasi

c-Kit, IDH1/IDH2, WT1, RUNX1, TET2, DNMT3A, dan MLL. Saati ini, uji

molekukar secara komersial hanya tersedia untuk mutasi yang paling sering

ditemukan (NMP1, FLT3, dan CEBPA). Pada beberapa kasus, jika terdapat

perdarahan yang menonjol, sangat penting untuk segera menggolongkan atau

menyingkirkan diagnosa leukemia promielositik akut (LPA) terutama jika jumlah

lekosit >10.000 /μl.8,9

Gambar 12. Leukemia Limfositik Akut

Gambar 13. Leukemia Mielositik Akut

19

Page 20: Referat Leukimia

LLA dapat timbul baik dari progenitor sel B atau sel T yang ditemukan pada

tahap awal maturasi dan kemudian berproliferasi. Keterlibatan sumsum lebih dari

25% limfoblast digunakan sebagai pembeda antara limfoma dan limfoblastik, dimana

dominan massa tumor pada struktur nodus, dan LLA. Sekitar 75% dari LLA dewasa

adalah turunan sel B dan 25% adalah sel T. LLA sel B kebanyakan adalah pre-sel B

(dini), mengekspresikan CD19 dan CD10 (antigen paling umum dari leukemia akut)

tetapi kurang akan imunoglobulin permukaan atau sitoplasma. LLA sel B matur

adalah dengan LLA dengan sel B lebih matang, atau leukemia sel Burkitt,

berhubungan dengan translokasi gen c-MYC pada kromosom 8 dan imunoglobulin

gen rantai berat pada kromosom 14q32 pada 80% kasus atau dengan gen rantai ringan

pada kromosom 2p11 atau 22q11 pada 20% kasus lainnya. Leukemia sel Burkitt

sudah dipisahkan dari kategori leukemia oleh klasifikasi WHO 2008, dan sekarang

termasuk dalam limfoma sel B tingkat tinggi. LLA sel T, sering berhubungan dengan

translokasi gen reseptor sel T pada kromosom 14q11 atau 7q34 dengan partner gen

lain. Infeksi HTLV-1 harus dicari pada pasien LLA sel T dengan hiperkalsemia dan

lesi tulang litik.8

Sekelompok pasien leukemia menunjukkan fitur dari kedua diferensiasi baik

mieloid dan limfoid. Pasien ini awalnya diklasifikasikan memiliki campuran

keturunan leukemia. Pasien dengan klon leukemia yang menunjukkan 2 atau lebih

antigen LLA dan 1 antigen LMA mencapai 20% dari kasus LLA dewasa.

Imunofenotipe juga membantu untuk menentukan pasien dengan leukemia mieloid

belum berdiferensiasi (M0) yang sebelumnya kemungkinan besar telah diterapi

sebagai LLA. Leukemia ini memiliki morfologi primirif dan kurang

mieloperoksidase. Pada imunofenotipe, mereka menunjukkan setidaknya 1 antigen

mieloid awal, biasanya CD13 atau CD 33, dan tidak ada marker sel T atau B. atas

dasar imunofenotipe, leukemia yang belum berdiferensiasi sekarang

direkomendasikan untuk diperlakukan dengan cara yang sama seperti keganasan

mieloid.8

20

Page 21: Referat Leukimia

3.8. PROGNOSIS

Setelah diagnosis dibuat, pertimbangan pertama untuk menentukan tatalaksana

adalah dengan penilaian resiko dan faktor prognostik untuk durasi remisi. Faktor

prognostik berpengaruh terhadap respon terapi, dimana membantu untuk menentukan

pemberian terapi standar atau lebih intensif. Faktor prognostik terlihat lebih penting

pada LLA dibanding LMA.1,12

Faktor prognostik LLA dewasa.1

Patient Features Prognostic Factor

Age (y)

   <30 Favorable

   30 Unfavorable

White blood cell count ×(106/ml)

   <30,000 Favorable

   30,000 (>100,000 for T cell) Unfavorable

Immunophenotype

   T-cell ALL Favorable

   Mature B-cell ALL; early T-cell ALL Unfavorable

Cytogenetics

   12p abnormality; t(10;14)(q24;q11) Favorable

21

Page 22: Referat Leukimia

   Normal; hyperdiploid Intermediate

   t(9;22), t(4;11), t(1;19), hypodiploid, –7, +8

Unfavorable

Response to therapy

   Complete remission within 4 wk Favorable

   Persistent minimal residual disease Unfavorable

Faktor Prognostik LLA anak.1

Determinants Favorable Unfavorable

White blood cell counts <10 × 109/L >200 × 109/L

Age 3–7 y <1 y, >10 y

Gender Female Male

Ethnicity White Black

Node, liver, spleen enlargement

Absent Massive

Testicular enlargement Absent Present

Central nervous system leukemia

Absent Overt (blasts + pleocytosis)

FAB morphologic features L1 L2

22

Page 23: Referat Leukimia

Ploidy Hyperdiploidy Hypodiploidy <45

Cytogenetic markers Trisomies 4, 10, and/or 17

t(9;22) (BCR-ABL)

t(12;21) (TEL-AML1) t(4;11) (MLL-AF4)

Time to remission <14 d >28 d

Minimal residual disease <10-4 >10-3

Faktor prognostik LMA.1

Factor Favorable Unfavorable

Clinical

Age <45 y <2 y, >60 y

ECOG performance status

0–1 >1

Leukemia De novo Antecedent hematologic disorder; myelodysplasia, myeloproliferative disorder

Infection Absent Present

Prior chemotherapy No Yes

23

Page 24: Referat Leukimia

Leukocytosis <25,000/mm3 >100,000/mm2

Serum LDH Normal Elevated

Extramedullary disease Absent Present

CNS disease Absent Present

Cytoreduction Rapid Delayed

Morphology

Auer rods Present Absent

Eosinophils Present Absent

Megaloblastic erythroids Absent Present

Dysplastic megakaryocytes

Absent Present

FAB type M2, M3, M4 M0, M6, M7

Surface/enzyme markers

Myeloid CD34-, CD14-, CD13-

CD34+

HLA-DR Negative Positive

TdT Absent Present

24

Page 25: Referat Leukimia

Lymphoid CD2+ CD7+, CD56+

Biphenotypic (2 or more lymphoid markers)

MDR-1 Absent Present

Cytogenetics

t(15;17), t(8;21), inv(16)

-7, del(7q), -5, del(5q), 3q21 and 3q26 abnormalities, complex karyotype

Molecular markers

Fms-related tyrosine kinase-3 mutation

Absent Present

Ecotropic viral integration site 1 expression

Absent Present

Mixed-lineage leukemia partial tandem duplication

Absent Present

Nucleophosmin mutation Present Absent

CCAAT/enhancer-binding protein-α mutation

Present Absent

Brain and acute leukemia cytoplasmic gene expression

Absent Present

25

Page 26: Referat Leukimia

Vascular endothelial growth factor expression

Absent Presen

3.9. TATALAKSANA

Kemoterapi merupakan terapi pilihan untuk leukemia. Sampel pemeriksaan sel

darah atau sumsum tulang harus didapatkan sebelum memulai inisiasi dari kemoterapi

apapun. Pengobatan untuk pasien dengan LLA dan LMA dapat dibagi menjadi 2-3

fase, yakni fase induksi, intensifikasi/konsolidasi, dan maintenance. Pada LLA

umumnya 3 fase dan pada LMA umumnya hanya 2 fase. Tujuan utama terapi pada

pasien leukemia adalah untuk menginduksi remisi dan selanjutnya mecegah

kekambuhan (relaps). Induksi kemoterapi adalah pengobatan awal yan dirancang

untuk membersihkan darah dan sumsum dari sel-sel leukemia (blasts). Fase ini

biasanya melibatkan beberapa obat yang menyebabkan pansitopenia selama 2-3

minggu. Setelah induksi remisi ialah tahap konsolidasi, yakni untuk membunuh

sehumlah kecil sel-sel leukemia yang masih ada tetapi tidak terlihat (karena sangat

sedikit). Tujuannya adalah untuk mengurangi beban residu leukemia pada pasien yang

berada dalam morfologi remisi. Penanda molekular dari residu penyakit sering

terdeteksi setelah kemoterapi induksi, yang menunjukkan kebutuhan untuk

penatalaksanaan lebih lanjut. Intensitas terapi konsolidasi bervariasi, tergantung

resiko kekambuhan (terutama berdasarkan kelompk resiko sitogenik atau molekular)

dan usia pasien, atau kondisi komorbid. Kemoterapi maintenance menggunakan

kemoterapi oral dosis rendah selama 18-24 bulan, dan telah terbukti memperpanjang

periode bebas kambuh pada pasien anak dengan LLA dan pasien dewasa dengan

LPA. Nilainya kurang jelas pada pasien dewasa dengan LLA, dan maintenance lebih

jarang digunakan pada LMA.1,2,4,5,8

Pada LLA, tujuan awal terapi adalah untuk mengurangi beban leukemia

dengan cepat ke tingkat tidak tereteksi oleh mikroskop dan flow sitometri, yang

disebut sebagai remisi komplit. Ada beberapa regimen yang dikembangkan oleh

beberapa kelompok, dengan semua regimen induksi terdiri dari pengobatan dengan 1

siklus, masing-masing 2 regimen dengan mekanisme sitotoksisitas yang berbeda. Bila

26

Page 27: Referat Leukimia

terdapat perubahan gen tertentu, maka targeted terapi dapat disertakan kedalam

regimen. Tipe LLA seperti prekursor sel T dan sel B, juga sel B matur, memiliki

respon yang berbeda dari setiap regimen terapi. Berikut adalah regimen terapi untuk

LLA.8

27

Page 28: Referat Leukimia

Gambar 14. Regimen terapi LLA 28

Page 29: Referat Leukimia

Terapi untuk kasus kambuh (relaps) LLA menjadi tantangan utama, karena

kebanyakan protokol menggunakan 6-11 agen dengn mekanisme sitotoksik berbeda,

sehingga proses seleksi untuk resistensi obat telah terjadi. Untuk terapi kasus kambuh

rekomendasinya adalah terapi Salvage, mencakup reinduksi regimen awal pada pasien

kambuh terlambat atau antimetabolit dosis tinggi pada pasien kambuh dini.1,8

Pada LMA, remisi komplit didefinisikan sebagai keberadaan sel blasts kurang

dari 5% di sumsum tulang dan restorasi jumlah sel darah normal. Pasien yang

memiliki penyakit refrakter (sulit disembuhkan) atau tidak mencapai remisi komplit

biasanya meninggal dalam waktu 2-4 bulan setelah diagnosis, karena komplikasi

seperti infeksi atau perdarahan. Regimen induksi standar pada LMA yang baru

didiagnosa adalah sitarabin (sitosin arabinosid atau Ara-C) dan antrasiklin

(idarubricin atau danorubricin). Pemeriksaan sumsum biasa dilakukan pada hari ke-14

dari regimen induksi. Bila ada leukemia persisten, terapi induksi lini kedua harus

dipertimbangkan, seperti sitarabin dosis tinggi atau mitosantron-etoposid. Setelah

terapi induksi dilanjutkan dengan terapi konsolidasi, yang bertujuan menghilangkan

sel-sel leukemia residu, mencegah kekambuhan, dan meningkatkan kelangsungan

hidup. Berikut adalah regimen terapi untuk LMA.5,8,13

Gambar 15. Regimen terapi LMA

29

Page 30: Referat Leukimia

Pasien dianggap memiliki peyakit refrakter bila remisi komplit tidak tercapai

seteah dua upaya induksi yang cukup. Pasien berusia hingga 55 tahun yang gagal

mencapai remisi setelah induksi kedua dapat dipertimbangakan untuk menerima satu

induksi lagi. Berikut adalah regimen terapi untuk LMA kambuh (relaps).13

Leukemia premielositik akut (LPA) memiliki kelainan sitogenetik yang

berbeda dengan subtipe LMA lain, yaitu pada t(15:17) yang menghasilkan fusi dari

gen reseptor asam retinoat (RARA) pada kromosom 17 dengan gen leukemia

premielositik (PML) pada kromosom 15, sehingga mnghasiklan protein fusi

PML/RARA yang terdeteksi dengan PCR. Kebanyakan pasien LPA memiliki sel blast

hipergranular, dengan bukti laboratorium DIC pada 70-90% pasien saat atau segera

setelah diagnosis. Karena fitur biologis yang untik dan klinis yang spesifik pada LPA,

terapi untuk LPA berbeda dengan subtipe LMA lain. Berikut adalah regimen terapi

untuk LPA.13

Gambar 16. Regimen terapi LMA kambuh (relaps)

30

Page 31: Referat Leukimia

Kekambuhan sistem saraf pusat (SSP) lebih sering terjadi pada pasien LLA

daripada LMA. Sekitar sepertiga pasien LLA dewasa mengalami keterlibatan SSP,

sehingga profilaksis SSP adalah penting. Profilaksis mungkin melibatkan kombinasi

kemoterapi intratekal, radiasi kranial, dan pemberian obat sistemik dengan

bioavailabilitas SSP tinggi, seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis

tinggi.1,8

Beberapa efek sampng kemoterapi yang mungkin muncul antara lain

kelhilangan rambut, sariawan, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, serta

perburukan hitung sel darah yang dapat mengakibatkan perburukan anemia,

peningkatan resiko infeksi, dan rentan memar atau berdarah. Efek samping lain yang

mungkin terjadi adalah sindrom lisis tumor, dimana kemudian dapat menyebabkan

hiperurisemia, baik pada LMA maupun LLA.1,4,5

Gambar 17. Regimen terapi LPA

31

Page 32: Referat Leukimia

Kemoterapi dosis tinggi akan juga akan merusak sel-sel normal pada sumsum

tulang, sehingga transplantasi stem sel dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi

sumsum tulang. Ada 2 macam transplantasi sumsum tulang, yaitu alogenik dan

autolog. Pada alogenik, stem sel sumsum tulang didapatkan dari orang lain (donor)

dengan tipe jaringan hapir identik dengan pasien. Sedangkan pada autolog, stem sel

didapatkan dari sumsum atau darah tepi pasien sendiri, kemudian dibekukan dan

disimpan selagi pasien menerima terapi. Transplantasi stem sel alogenik harus

diupayakan pada semua pasien LLA dewasa segera setelah remisi atau Salvage

tercapai.1,8

Terapi radiasi menggunakan radiasi energi tinggi yang membunuh sel kanker.

Terapi radiasi biasanya bukan bagian utama untuk leukemia, tetapi digunakan pada

situasi tertentu, seperti leukemia yang sudah menyebar ke sistem saraf pusat (otak

atau medula pinalis) atau testis. Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk

mengurangi rasa nyeri di tulang yang terserang leukemia, bila kemoterapi tidak

membantu. Beberapa efek saming yang mungkin terjadi tergantung dari lokasi radiasi.

Mungkin ada perubahan seperti kulit terbakar sinar, atau pada perut bisa

menyebabkan mual, muntah, atau diare, atau bila mencakup sebagian besar tubuh,

dapat menyebabkan jumlah sel darah menurun.4,5

Terapi untuk leukemia akut dapat berlanjut berbulan-bulan atau bertahun-

tahun. Bahkan setelah pengobatan berakhir, pasien perlu kembali ke dokter untuk

dilakukan follow-up, mungkin setiap beberapa bulan untuk beberapa tahun.Beberapa

hal yang dicek antara lain apakah masih ada tanda dan gejala, juga dari pemeriksaan

fisik, dan juga pemeriksaan darah atau sumsum tulang. Beberapa efek samping dari

pengobatan juga harus diperhatikan dan apakah terdapat kekambuhan dari leukemia

akut.4,5

3.10. PENCEGAHAN

Karena kebanyakan kasus leukemia akut tidak diketahui penyebabnya secara

pasti, dan beberapa faktor resiko tidak dapat diubah, maka tidak ada cara pencegahan

yang spesifik untuk leukemia akut. Kebanyakan kasus LLA memiliki faktor resiko

yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan pada kasus LMA beberapa faktor resiko

32

Page 33: Referat Leukimia

dapat dikendalikan. Mungkin mengontrol beberapa faktor resiko yang dapat

dikendalikan serta dengan deteksi dini penyakit adalah cara terbaik untuk mencegah

perkembangan leukemia akut.4,5

Seperti pencegahan penyakit lainnya, pencegahan pada leukemia akut dapat

dibagi menjadi perncegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer

meliputi kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan

sebelum hal itu terjadi. Merokok adalah faktor resiko paling signifikan yang dapat

dikontrol pada LMA, dan berhenti merokok akan menurunkan resiko seseorang dari

LMA. Pengehndailan terhadap paparan sinar radiokaktif, baik untuk petugas radiologi

dan pasien, merupakan salah satu cara untuk menurunkan resiko terkena leukemia

akut. Menghindari paparan bahan kimia yang diketahui sebagai penyebab kanker,

seperti benzene, dapat menurunkan resiko terkena LMA. Bila terdapat beberapa jenis

kanker yang harus diobati dengan kemoterapi dan/atau radiasi yang dapat

menyebabkan leukemia pasca pengobatan (sekunder), maka sangat sulit untuk

mengobati kanker terseut tanpa meningkatkan resiko perkembangan leukemia

sekunder. Harus dengan bijak untuk memutuskan pemberian terapi kemoterapi

dan/atau radiasi khusunya pada kanker yang mengancam jiwa.4,5,11

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit

menuju ke arah kerusakan, yakni dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan

memberkan tatalaksana yang cepat dan tepat. Diagnosis dini dimulai dari mencari

tanda dan gejala klinis, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada LLA mungkin

ditemukan splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada,

ekimosis, dan perdarahan retina. Pada LMA mungkin ditemukan hipertrofi gusi yang

mudah berdarah, dan terkadang ada gangguan pengelihatan yang disebabkan

perdarahan fundus okuli. Bila didapatkan anemia & gejala-gejala hipermetabolisme

(penurunan berat badan, berkeringat), menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan darah tepid dan

sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi pada LLA umumnya ditemukan leukositosis

(60%) dan terkadang leukopenia (25%), sedangkan pada LMA ditemukan penurunan

eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan keadaan

hiperseluler, dimana hampir semua sel sumsum tulang diganti sel blast, terdapat

perubahan tiba-tiba dari sel blast ke sel matang tanpa leukemic gap. Setelah itu

33

Page 34: Referat Leukimia

diagnoss ditetapkan, penting untuk segera memberikan tatalaksana yang cepat dan

tepat. Tatalaksana yang paling direkomendasikan adalah kemoterapi.8,11

Pencegahan tersier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi progresivitas

penyakit dan mempertahankan kualitas hidup penderita. Untuk penderita leukemia

dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis ahli di rumah sakit. Salah

satu perawatan yang diberikan adalah perawatan paliatif, yaitu meringaknan gejala

yang diderita pasien. Bila ada rasa sakit maka dapat diberikan obat penghilang rasa

sakit. Terkadang diberrian obat-obatan atau transfusi darah untuk memperbaiki

jumlah sel darah yang rendah dan mengobati kelelahan. Mual dan penurunan nafsu

makan dapat dibantu dengan obat dan suplemen makanan tinggi kalori. Antibiotik

mungkin diperluka untuk mengobati infeksi. Perbaikan gaya hidup sehat juga

dianjurkan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita. Selain itu dukungan moral

dari orang-orang terdekat, perbaikan di bidang psikologi, sosial, dan spiritual juga

penting bagi penderita.4,5,11

34

Page 35: Referat Leukimia

BAB IV

Penutup

4.1. KESIMPULAN

Leukemia akut merupakan penyakit keganasan yang berasal dari perubahan

genetik pada sel-sel di sumsum tulang, yang dicirikan dengan sel yang belum

berdiferensiasi atau belum matang, biasanya sebuah sel blast, dan permulaan serangan

penyakit ini umumnya tiba-tiba dan cepat dengan waktu hidup yang singkat.

Leukemia akut dibagi berdasarkan asal sel hematopoietik menjadi leukemia mieloid

akut (LMA) dan leukemia limfoid akut (LLA). Penyakit ini bisa ditemukan pada

kedua jenis kelamin dan di segala usia, dimana LMA lebih sering terjadi pada dewasa

dan LLA pada anak.1-5

Penyebab pasti leukemia masih belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa faktor resiko dan penyimpangan genetik yang berhubungan dengan

keganasan ini. Terdapat mutasi dari DNA, sehingga mengaktifkan onkogen dan

menginaktivasi tumor-suppresor gene (TSG). Perubahan sel blast menjadi sel

leukemia akut membutuhkan setdaknya 2 peristiwa genetik, satu untuk memblokir

diferensiasi dan kedua untuk mendorong proliferasi (mungkin ditambah dengan

penghambatan apoptosis). Beberapa faktor resiko antara lain kelainan genetic, faktor

lingkungan (paparan bahan kimia, merokok), radasi ionik dosis besar, infeksi, dan

kelainan hematologi.1,2,4,5,8

Klasifikasi leukemia yang pertama adalah berdasarkan sel abnormal apakah

matang atau seperti sel induk, untuk membedakan leukemia akut dan kronik,

kemudian berdasarkan tipe sel sumsum, apakah mieloid atau liimfoid. Klasifikasi

paling umum yang saat ini digunakan adalah sistem French-American-British (FAB)

dan World Health Organization (WHO).8 Manifestasi leukemia adalah efeknya

terhadap hematopoiesis, dimana terjadi trombositopenia, anemia, dan neutropenia

sebagaimana sel-sel pada sumsum tulang digantikan oleh sel ganas. Bila jumlah

leukosit lebih dari 100.000 /μL, maka lebih beresiko untuk penyakit sistem saraf

pusat, sindrom lisis tumor, dan leukostasis. Sel-sel leukemia yang menumpuk di hati

dan limpa dapat menyebabkan pembesaran organ, dan dapat menyebar ke organ-

organ lain di tubuh.1,4,5,8

35

Page 36: Referat Leukimia

Diagnosis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila hitung darah

lengkap abnormal maka dicurigai leukemia. Diagnosis diperkuat secara patologis

dengan pemeriksaan sel darah dan sumsum tulang. Apusan darah tepi akan

menunjukkan jumlah sel darah merah dan platelet yang rendah, dengan didapatkannya

sel blast leukemi. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hiperseluler dengan 60-

100% sel blast, sesekali mieloid normal, dan prekursor eritroid dan jarang hingga

tidak ada megakariosit. Seharusnya juga dilakukan pemeriksaan imunofenotipe dan

sitokimia.1,2,8 Setelah diagnosis dibuat, pertimbangan pertama untuk menentukan

tatalaksana adalah dengan penilaian resiko dan faktor prognostik untuk durasi remisi,

karena sangat berpengaruh terhadap respon terapi.1,12

Tatalaksana pada leukemia akut antara lain kemoterapi, radiasi ionik, dan

transplantasi sumsum tulang. Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kebanyakan

kasus leukemia akut. Umumnya kemoterapi dibagi menjadi 2-3 fase, yakni fase

induksi, konsolidasi/intensifikasi dan maintenance. Follow-up selama terapi dan

setelah terapi penting, untuk mengetahui keberhasilan terapi, adanya kekambuhan,

dan adanya efek samping.1,2,4,5,8 Karena kebanyakan kasus leukemia akut tidak

diketahui penyebabnya secara pasti, dan beberapa faktor resiko tidak dapat diubah,

maka tidak ada cara pencegahan yang spesifik untuk leukemia akut. Mungkin

mengontrol beberapa faktor resiko yang dapat dikendalikan serta dengan deteksi dini

penyakit adalah cara terbaik untuk mencegah perkembangan leukemia akut.4,5

36

Page 37: Referat Leukimia

DAFTAR PUSTAKA

1. Greer JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, Means Jr

RT. Wintrobe’s Clinical Hematology, 12th ed. Philadephia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2008. p. 1791-1955.

2. McCance, Kathryn L, Huether, SE. Pathophysiology: The Basic for Disease in

Adults and Children, 6th ed. United States of America: Elsevier Mosby; 2010. p.

1019-29.

3. Fauci AS, Eugene B, Dennis LK, Stephen LH, Dan LL, James LJ, Joseph L.

Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United States: McGraw-

Hill Professional; 2008. p. 677-700.

4. American Cancer Society. Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. 2013.

Available at: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003054-

pdf.pdf. Accesed August 8, 2014.

5. American Cancer Society. Leukemia: Acute Myeloid (Myelogenous). 2013.

Available at: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003110-

pdf.pdf. Accesed August 9, 2014.

6. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology, 12 th ed. United

States of America: John Wiley & Sons, Inc.; 2009. p. 689-716

7. Guyton, Arthur C, Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology,

12th ed. United States: Saunders; 2010. p. 429-38.

8. O’Donnell, MR. Acute Leukemias. 2013. Available at:

http://www.cancernetwork.com/articles/acute-leukemias. Accesed August 9, 2014.

9. Estey E.H. Acute Myeloid Leukemia: 2012 update and diagnosis, risk

stratification, and and management. Am J Hematol. 2012; 87: 89-99.

10. Pui CH, Relling MV, Pharm D, Downing JR. Mechanism of Disease: Acute

Lymphoblastic Leukemia. N Engl J Med. 2004; 350: 1535-48.

11. Asra D. Tinjauan Pustaka Leukemia. 2010. Available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf. Accesed

August 13, 2014.

12. American Cancer Society. Prognostics Factors in childhood Leukemia (ALL or

AML). 2014. Available at

http://www.cancer.org/cancer/leukemiainchildren/detailedguide/childhood-leukemia-

prognostic-factors. Accessed August 21, 2014.

37

Page 38: Referat Leukimia

13. Robinson SK, Broadfield L. Guidelines for the Management of Acute

Myelogenous Leukemia. Hematology Cancer Site Team, Cancer Care Nova

Scotia; 2005.

14. Bein BJ. Classification of acute leukaemiaL the need of incorporate cytogenetic

and molecular genetic information. J Clin Pathol. 1998; 51:420-3.

38