referat leukemia.docx

42
REFERAT FEBRUARI 2015 “LEUKEMIA PADA ANAK” Nama : Nur Faridah No. Stambuk : N 111 14 045 Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA 1

Upload: idahrachman515

Post on 18-Jan-2016

75 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hiks

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT LEUKEMIA.docx

REFERAT FEBRUARI 2015

“LEUKEMIA PADA ANAK”

Nama : Nur Faridah

No. Stambuk : N 111 14 045

Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

1

Page 2: REFERAT LEUKEMIA.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan

penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal

ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari

sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan

sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1

Klasifikasi  besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis. Apabila populasi

sel abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut. Sedangkan leukemia yang bersel

matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia akut dapat dibagi menjadi leukemia myelositik

akut (LMA) dan leukemia limfoblastik akut (LLA).2

Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30%-40% dari keganasan pada anak, yang

dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun dengan insidens

rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar dari pada perempuan, terutama

terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih dominan pada usia

6-15 tahun. Pada keseluruhan kelompok umur, rasio laki-laki dan wanita pada LLA adalah

1,15. Leukemia akut jenis LLA (leukemia limfoblastik akut) terdapat pada ±90% kasus,

sisanya 10% merupakan leukemia mieolobastik akut (LMA), dan leukemia mono sitik akut

(AMoL). Sedangkan leukemia limfositik kronik maupun eosinofilik, basofilik, megakariosit,

dan eritroleukemia sangat jarang terjadi pada anak-anak. Dikatakan bahwa angka kejadiannya

di negara berkembang kurang lebih sama yaitu berkisar antara 83% untuk LLA dan sisanya

17% untuk LMA.1

Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan

yang paling sering ditemukan berupa petekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40 –

70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering

adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan

yang mengancam jiwa biasanya terjadi pada saluran cerna dan sistem saraf pusat.1

Untuk membantu menegakkan diagnosis perlu beberapa pemeriksaan penunjang dengan

peningkatan jumlah leukosit, tampak sel leukemia pada darah tepi, sumsum tulang dan LCS,

dan pemeriksaan sitogenetik. Diagnosis pasti leukemia ditegakkan melalui aspirasi sumsum

2

Page 3: REFERAT LEUKEMIA.docx

tulang yang akan memperlihatkan keadaan yang hiperseluler dengan sel blas leukemik lebih

dari 30%. Leukemia perlu dibedakan dengan reaksi leukemoid dimana hanya terjadi

peningkatan leukosit tanpa ada perubahan morfologi.Perlu juga disingkirkan penyebab

demam dan kegagalan sumsum tulang.3

Pengobatan dengan kemoterapi bertujuan mengeradikasi sel blas dari darah dan sumsum

tulang untuk mencapai remisi, juga melakukan profilasis terhadap relaps di SSP yang

dilanjutkan kemoterapi rumatan selama 2 tahun. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan

bila relaps gagal dengan terapi konvensional. Komplikasi yang timbul dapat akibat dari

penyakitnya atau terapinya. Prognosis dari pasien leukemia tergantung dari respon terapi

awal, jumlah leukosit awal, usia dan jenis kelamin.4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. HEMATOLIMFOGENESIS

3

Page 4: REFERAT LEUKEMIA.docx

Gambar 1. Hematopoisis

Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel

induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan

konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya. Till dan Mc Cullooch (1961)

menyimpulkan bahwa suatu sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi

multilineage atau pluprotein menjadi eritroid, mieloid serta megakariosi. Dari penelitian-

penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem ada pada hematopoisis.1

Definisi sel stem adalah sel yang dapat memperbaharui dirinya sendiri dan mempunya i

kemampuan berdiferensiasi. Sel hematopoetik mempunya karakteristik berupa pergantian sel

yang konstan dengan konsenkuensi untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan

eritrosit. 1

Sistem hematopoetik dibagi menjadi 3 :

1. Sel stem (progenitor awal ) yang menyokong hematopoiesis.

4

Page 5: REFERAT LEUKEMIA.docx

2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan

berdiferensiasi dalam memproduksi sel

3. Faktor regulator yang mengatur agar sistem berlangsung teratur.

sel stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan

berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri, dan memperbaharui populasi sel

stem sendiri di bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoetik. Hematopoetik

membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut

“Colony Stimulating Faktor” yang merupakan glikoprotein. 1

Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan

banyak faktor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk

memproduksi faktor-faktor tersebut, termasuk organ hematopoitik. Dikenal sejumlah sitokin

yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktivitas hematopoetik. 1

Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi

jaringan hematopoeitik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam

perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah merah diambil alih oleh sumsum

tulanh sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah merah lagi. 1

Sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi

kurang tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding

usus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial. 1

Pada bayi dan anak, hematopoeisis yang aktif teruatama terutama sumsum tulang

termasuk bagian distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan orang dewasa normal di mana

hematopoeisis terbatas pada vertebra, tulang iga, sternum, pelvis, skapula, skull dan jarang

yang berlokasi pada humerus dan femur. 1

Selama intrauterin, hematopoeisis terdapat pada skeletal dan ekstraskletal dan pada

waktu lahir hematopoisis terutama pada skeletal. Secara umum hematopoisis ekstraskeletal

5

Page 6: REFERAT LEUKEMIA.docx

medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit yang menyebabkan gangguan

produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblatosis fetalis, anemia pernisiosa,

talasemia, sickle cell anemia, sferositosis herediter dan variasi leukimia. 1

Perubahan lokasi anatomi hematopoisis disertai perpindahan populasi sel sampai saat

ini belum diketahui mekanismenya. 1.

II. DEFINISI

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,

ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal

dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah

berpoliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinyapun menjadi tidak normal.

Leukimia akut dibagi atas leukimia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut

(LMA). 1

III. EPIDEMIOLOGI

Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukeia pada anak, dan terdiri dari 2

tipe yaitu LLA 82% dan LMA 18%. Leukemia kronik mencapai 3% dari seluruh

leukemia pada anak. Di RSU Dr.Sardjito LLA 97% , LMA 9% dan sisanya leukemia

kronik, sementara di RSU dr. Soetomo pada tahun 2002 LLA 88%, LMA 8% dan 4%

leukemia kronik.

Rasio lai-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLS dan mendekati 1 untuk LMA.

Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL, hal

ini disebabkan banyaknya kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak

tampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-

faktor lingkungan di negara industri yang belum diketahui. 1

6

Page 7: REFERAT LEUKEMIA.docx

Gambar 2. Sel darah

normal dan

Leukemia

IV. ETIOLOGI

DAN FAKTOR RESIKO

Penyebab leukemia masih belum diketahui pasti, namun anak-anak dengan cacat

genetik (trisomi 21, sindrom “Bloom”s, anemia “Fanconi”s” dan ataksia telangiektasi)

mempunyai lebih tinggi untuk menderita leukemia dan kembar monozigot. 1

Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca natal. Moskow

melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan paternal/maternal

terhadap petisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan resiko leukemia pada

keturunannya. 1

Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan

Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Mesikpun demikian paparan radiasi dosis tinggi in

utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan insiden leukemia, demikian

juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdebatan.

Pemeriksaan X-Ray abdomen selama trimester I kehamilan menunjukan peningkatan

7

Page 8: REFERAT LEUKEMIA.docx

kasus LLA sebanyak 5 kali. Selama 40 tahun metode ini digunakan secara rutin, tetapi

saat ini pemeriksaan tersebut amat jarang dan hanya sedikit kasus yang bisa dijelaskan

hubungannya dengan faktor ini. 1

Kontroversi tentang paparan bidang elekromagnetik masih tetap ada. Beberapa

studi tidak menemukan peningkatan, tapi studi terbaru menunjukan peningkatan 2x

diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namum tidak signifikan

karena jumlah anak yang terpapar sedikit. 1

Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak-anak adalah

peranan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander

1993). Ia mempercayai ada dua langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama

kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai

konsekuensi dari respon infeksi terhadap infeksi pada umunya. 1

Tahun-tahun terakhir, perhatian khusus dilakukan pada LMA sekunder setelah

kemoterapi yang agresif. Diperkirakan bahwa anak-anak dengan LLA yang mendapat

terapi epipodofilotoksin dosis tinggi ( VP-16 dan, atau VM 26) memiliki resiko

kumulatif 5-12% menjadi LMA sekunder. 1

Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya leukemia pada anak

seperti, yang dilaporkan oleh Cnattingius dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah gagal

ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, BBL > 4500 gram, dan

hipertensi saat hamil. Sedangkan Shu dkk (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang

mengkomsumsi alkohol meningkatkan risiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama

LMA. 1

V. PATOFISIOLOGI

8

Page 9: REFERAT LEUKEMIA.docx

Gambar 3 Patofisiologi leukemia

Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam

sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan

berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali, hepatomegali). Proliferasi dari satu jenis

sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke

pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan ke sitoenias (penurunan jumlah). Pembelahan

dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya

kemungkinan terjadi infeksi.5

Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah masuk ke dalam

tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen manusia. Begitu

juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh. Stuktur antigen manusia

9

Page 10: REFERAT LEUKEMIA.docx

terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang

terletak dipermukaan tubuh. Istilah HL–A (Human Leucocyte Lotus-A) antigen terhadap

jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HL–A individu ini diturunkan menurut hukum

genetika, sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak

dapat diabaikan. 5

Timbul disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan

trombosit. Sel-sel leukemia menyusupi limfonodus, limfa, hati, tulang, dan SPP. Di semua

tipe leukimia, sel yang beproliferasi dapat menekan produksi dan elemen di darah yang

menyusup sumsum tulang dengan berlomba-lomba untuk menghilangkan sel normal yang

berfungsi sebagai nutrisi untuk metabolisme. Tanda dan gejala dari leukemia merupakan hasil

dari infiltrasi sumsum tulang, dengan 3 manifestasi yaitu anemia dan penurunan RBCs,

infeksi dari neutropenia, dan pendarahan karena produksi platelet yang menurun. Invasi sel

leukemiayang berangsur-angsur pada sumsum menimbulkan kelemahan pada tulang

dan cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbullkan nyeri. Ginjal, hati, dan kelenjar

limfe mengalami pembesaran dan akhirnya fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP di

mana terjadi peningkatan tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada kepala,

letargi, papil edema, penurunan kesadaran dan kaku duduk. 5

Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah susunan saraf pusat dan

paru. Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme

anaerob, asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan

perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terdapat gejala klinis

berupa pusing, penglihatan kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan

intra kranial.5

Penghancuran sel abnormal berlebihan pada keadaan hiperleukositosis bisa

berlangsung secara spontan atau setelah terapi sitostatika. Pada keadaan ini harus dipantau

terjadinya sindrom lisis tumor yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan gagal

ginjal akut. Sindrom lisis tumor dapat terjadi secara spontan, yaitu sebelum kemoterapi

10

Page 11: REFERAT LEUKEMIA.docx

dimulai atau sampai 5 hari setelah kemoterapi diberikan. Lisis sel tumor menyebabkan

terjadinya pelepasan kalium secara cepat, asam urat yang berasal dari asam nukleat dan fosfat

intraselular ke ekstraselular. Dengan demikian terjadilah keadaan hiperkalemia,

hiperurisemia, hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder.5

VI. KLASIFIKASI LEUKEMIA

Secara umum pembagian leukemia adalah akut, kronik dan kongenital. Leukemia

akut dan kronik pada awalnya dibedakan berdasarkan lama sakitnya selama pemberian

kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan kronis dibedakan berdasarkan jenis

selnya dimana sel imatur ganas yang berproliferasi mengarah pada leukemia akut dan

bila terdapat lebih banyak sel matur maka diklasifikasikan leukemia kronik, sedangkan

kongenital bila leukemia terdiagnosa selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.6

Pada anak – anak leukemia akut lebih sering terjadi dibandingkan kronik dimana

hanya sekitar 2%. Oleh karena itu, FAB mengklasifikasikan leukemia akut berdasarkan

morfologinya sebagai berikut6 :

1. Leukemia Limfoblastik Akut

L1: sel – sel limfoblas kecil dengan sitoplasma sempit, anak inti tidak tampak dengan

kromatin homogen

L2: Limfoblas lebih besar dengan sitoplasma lebih luas, kromatin lebih kasar, satu atau

lebih anak inti

L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik dan bervakuol, anak inti banyak, kromatin

berbercak.

2. Leukemia Myeloid Akut

M0 : Diferensiasi minimal dari myeloid

M1 : Myeloblas berdiferensiasi buruk tanpa maturasi, dapat ditemukan Auer rods

M2 : Diferensiasi myeloblas dengan maturasi, lebih banyak ditemukan Auer rods

11

Page 12: REFERAT LEUKEMIA.docx

M3 : Sel promyelositik dengan hipergranuler dan penuh dengan Auer rods

M4 : Myelomonoblastik

M5 : Monoblastik

M6 : Eritroleukemik atau eritroblastik

M7 : Megakaryoblastik

Berdasarkan antibody monoclonal yang dapat mengenali antigen pada limfoid,

dihasilkan klasifikasi imunofenotip dari LLA yaitu sel T, sel B, transisional pre-B, sel

pre-B dan sel pre-B muda. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan leukemia sesuai

tahap maturasi normal.6

Leukemia kronik sangat jarang terjadi pada anak – anak, meskipun begitu leukemia

kronik dibagi menjadi Leukemia Limfositik Kronik, yang insidensinya pada orang

dewasa berusia 60 – 80 tahun, dan Leukemia Myeloid Kronik dimana berkisar 1 – 2%

dari leukemia pada anak – anak.

Klasifikasi Leukemia Myeloid Kronik :

1. Leukemia mieloid kronik, Philadelphia positif

2. Leukemia mieloid kronik, Philadelphia negative

3. Leukemia mieloid kronik juvenilis

4. Leukemia neutrofilik kronis

5. Leukemia eosinofilik

6. Leukemia mielomonositik kronik

VII. MANIFESTASI KLINIS

1. Leukemia Limfoblastik Akut

Secara klinis presentasi dar LLA sangat bervariasi, tidak spesifik dan singkat

bahkan terkadang ada yang bersifat asimtomatik dan terdeteksi ketika melakukan

pemeriksaan rutin.Kebanyakan pasien mendapati keluhan seperti demam selama 3

12

Page 13: REFERAT LEUKEMIA.docx

– 4 minggu sebelum terdiagnosa, bersifat intermiten. Selain itu juga disertai

keluhan karena kegagalan sumsum tulang seperti :

a. Anemia : pucat, letargi, dyspnea

b. Neutropenia : malaise, ISPA dan infeksi lainnya

c. Trombositopenia : memar spontan, purpura, gusi berdarah dan menoragia.

Keluhan lain berupa manifestasi dari infiltrasi leukosit ke organ berupa nyeri

pada tulang yang hebat, arthralgia, limfadenopati, nyeri abdomen dan sindrom

meningeal (sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur dan diplopia).6

Pada umumnya pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie,

limfadenopati dan hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak pucat

dan lesu, perdarahan kulit dapat pula berupa purpura ataupun ekimosis, perdarahan

pada mukosa. Keluhan nyeri tulang dan sendi dapat ditemukan adanya

pembengkakan sendi dan efusi terutama pada ekstremitas bawah.Keterlibatan

leukemia terhadap susunan saraf pusat jarang terjadi, meskipun ada dapat berupa

papil edema, perdarahan retina, kelumpuhan saraf kranial, paraplegia dan

paraparese.Tanda lainnya akibat infiltrasi leukosit ke organ lain berupa pembesaran

kelenjar saliva, pembesaran testis, pada ginjal menyebabkan renal insufisiensi yang

ditandai dengan nefromegali. Gangguan pernafasan dapat disebabkan karena

anemia ataupun terdapat massa di mediastinum anterior berupa pembesaran

thymus, biasanya terjadi pada remaja dengan LLA tipe sel T. 6

2. Leukemia Mieloid Akut

Timbulnya gejala dan tanda pada LMA adalah sama seperti pada ALL yaitu karena

penumpukan sumsum tulang akan sel – sel ganas yang menyebabkan kegagalan

sumsum tulang. Maka dari itu, pasien LMA akan mempunyai gejala – gejala yang

ditemukan pada kegagalan sumsum tulang ALL juga. Terdapat beberapa gejala

13

Page 14: REFERAT LEUKEMIA.docx

pada LMA yang tidak muncul pada LLA yaitu nodul subkutan, hipertrofi gusi

karena infiltrasi leukosit dan pada LMA dapat terjadi disseminated intravascular

coagulation (DIC) dengan perdarahan yang serius, dapat juga ditemukan tumor

local atau kloroma. 6

3. Leukemia Mieloid Kronik

Meskipun insidensi tertinggi terjadi pada orang dewasa, namun LMK dapat

juga terjadi pada anak – anak dan neonatus.Etiologi dan faktor predisposisi tidak

diketahui, pasien sering asimtomatik dengan splenomegali masif pada pemeriksaan

rutin anak sehat.Tetapi dapat juga terjadi gejala seperti demam, keringat malam,

anoreksia, berat badan menurun, nyeri abdomen atau nyeri tulang dan

hepatomegali. Ada 3 fase LMK : fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas. Fase

kronis dapat berlangsung selama bertahun – tahun, hiperproliferasi elemen myeloid

matur, yang nantinya akan masuk ke fase akselerasi dan fase blas, mengalami

leukemia yang nyata dimana secara morfologis ditemukan mieloblas namun dapat

juga terjadi transformasi limfoblas. Saat dimulai fase blas, jumlah darah meningkat

tajam dan tidak terkontrol dengan obat lagi, biasanya pasien akan meninggal pada

usia 3 – 4 tahun setelah onset. 6

4. Leukemia Limfositik Kronik

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang

mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat

badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan

kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin

parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya. 6

VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

14

Page 15: REFERAT LEUKEMIA.docx

Untuk membantu menegakkan diagnosa leukemia serta menentukan sudah sejauh

mana progresivitas atau perjalanan dari penyakitnya, diperlukan beberapa

pemeriksaan seperti4 :

1. Pemeriksaan hematologis

Pada leukemia hasil pemeriksaan didapatkan anemia, dapat pula terjadi

trombositopenia dan neutropenia, namun pada LMK trombosit cenderung

meningkat meskipun bisa normal atau menurun.Jumlah leukosit adalah hasil yang

paling bermakna pada leukemia dimana terjadi peningkatan massif hingga lebih

dari 200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti LMA yang telah mengalami DIC

dan leukostasis.Biasanya jumlah leukosit berkisar antara 10.000 – 50.000/mm3

pada LLA dan CML, pada AML tanpa DIC biasanya dapat sampai diatas

100.000/mm3.Untuk mengetahui keadaan DIC pada kasus AML juga perlu

dilakukan tes waktu perdarahan dan waktu pembekuan.

1. Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan aspirasi sumsum-sumsum tulang pada penderita leukemia akut

ditemukan adanya keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti

sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang

matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti

dalam sumsum tulang.

2. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi

15

Page 16: REFERAT LEUKEMIA.docx

Anemia normositik normokrom umumnya terjadi pada kasus leukemia dimana

terjadi penurunan jumlah ertirosit yang dibentuk tanpa disertai adanya kelainan

struktur atau komponennya. Hasil pemeriksaan SADT menunjukkan

ditemukannya sel blas dengan jumlah yang bervariasi.Khusus pada LMK

didapatkan jumlah basophil yang meningkat dan sel blas tidak banyak dijumpai,

namun ketika masuk fase krisis blas secara morfologis ditemukan mieloblas

meningkat, tetapi dapat juga terjadi transformasi limfoblas.

Gambar 4. Apusan darah tepi berdasarkan klasifikasi leukemia

(A : LLA, B : LMA, C : LLK, D : LMK)

3. Pungsi lumbal

16

A

B

C

Page 17: REFERAT LEUKEMIA.docx

Cairan serebrospinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan

tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Hasilnya dapat menunjukkan

bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia.

4. Radiologis

Pemeriksaan sinar X mungkin diperlukan untuk memperlihatkan adanya lesi

osteolitik dan massa di mediastinum anterior yang disebabkan pembesaran

thymus dan/atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk LLA-T.

5. Fungsi hati dan ginjal

Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai pengobatan.

6. Pemeriksaan imunophenotipe

Dengan berkembangnya ilmu kedokteran, imunophenotipe sangat membantu

menentukan diagnosa leukimia. Antibodi monoklonal merupakan penemuan yang

sangat spesifik. Pada pemeriksaan imunophenotipe ditemukan 85% LLA adalah

sel B dan 15% adalah sel T dimana klasifikasi imunologik tersebut masih dapat

pengelompokan subgroup yang menunjukkan sel B yang lebih imature yang

disebabkan pre-B sel menunjukkan prognosis yang berbeda dari B sel yang lebih

matang. Pre B-sel dikaitkan dengan prognostik yang buruk dan kemungkinan

relaps, sedangkan sel B pada umumnya menunjukkan prognosis yang lebih baik

dibanding sel-T.

IX. DIAGNOSIS

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai

untuk menegakkan diagnosis leukemia.Untuk diagnosis pasti harus dilakukan aspirasi

sumsum tulang, dan dapat dilengkapi dengan pemeriksaan pemeriksaan penunjang

yang telah disebutkan sebelumnya. Anemia dan trombositopenia sering tampak pada

sebagian besar pasien. Sel leukemia sering tidak tampak pada darah perifer dalam

17

Page 18: REFERAT LEUKEMIA.docx

pemeriksaan laboratorium rutin, meskipun terlihat, sel leukemia tersebut sering

dilaporkan sebagai limfosit atipikal.Bila hasil analisis darah perifer mengarah kepada

leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan dengan tepat untuk

menetapkan diagnosis. Pemeriksaan LCS dapat menentukan derajat LLA.Bila

ditemukan peningkatan limfoblas pada LCS maka disebut leukemia meningeal. Ini

menunjukkan derajat yang berat dan memerlukan terapi SSP dan sistemik. Dengan

ditemukannya leukemia SSP, jumlah leukosit > 50.000/mm3, massa mediastinum serta

jumlah sel blas total >1000/mm3 setelah 1 minggu terapi, maka pasien disebut LLA

dengan resiko tinggi.4

Diagnosis LMA dapat diawali sebagai prolonged preleukemia, yaitu

kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga terjadi anemia refrakter,

neutropenia dan trombositopenia. Pemeriksaan sumsum tulang tidak menunjukkan

leukemia tetapi ada perubahan morfologis yang jelas, biasanya hiperseluler, kadang

hiposeluler yang akan menjadi leukemia akut. Kondisi ini sering mengarah pada

sindrom mielodiplastik dan mempunyai klasifikasi FAB sendiri.3

X. DIAGNOSIS BANDING

Gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada awal manifestasi leukemia sangat tidak

spesifik dan tidak khas sehingga banyak penyakit lain yang dapat dipikirkan sebelum

melakukan pemeriksaan penunjang dan menegakkan diagnosis leukemia.

Onset akut dari petekie, ekimosis dan perdarahan dapat mengarah pada idiopatik

trombositopenia dengan trombosit yang berukuran besar tanpa ada tanda – tanda

anemia.Demam dan pembengkakan sendi dapat menyerupai penyakit rheumatologi

seperti juvenile rheumatoid arthritis dan demam rematik, penyakit kolagen vaskuler,

atau osteomyelitis.5

18

Page 19: REFERAT LEUKEMIA.docx

Baik pada leukemia atau anemia aplastic keduanya memiliki gambaran

pansitopenia dan komplikasinya sama – sama kegagalan sumsum tulang, namun pada

anemia aplastic hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak ditemukan, dan tidak ada

lesi osteolitik seperti pada leukemia. Biopsi atau aspirasi sumsum tulang akan

menegakkan diagnosis.5

Infeksi virus pada anak – anak seringkali membuat diagnose leukemia sulit

ditegakkan terutama infeksi yang berkaitan dengan trombositopenia atau anemia

hemolitik. Membedakannya yaitu dengan kehadiran limfosit atipikal dan titer virus

yang meningkat.Demam dengan onset akut dan limfadenopati pada mononucleosis

sangat perlu dicurigai, begitu pula dengan pertussis dan parapertusis dimana terjadi

peningkatan leukosit hingga 50.000 – 100.000/mm3 namun bukan sel limfosit

leukemik.5

Penyakit keganasan lain yang bermetastasis menyerang sumsum tulang dan

menyebabkan kegagalan sumsum tulang antara lain neuroblastoma,

rhabdomyosarkoma, retinoblastoma dan Ewing sarcoma. Sel – sel pada keganasan –

keganasan ini biasanya berkelompok dan tumor primer dapat ditemukan.1,2

Leukemia pada anak sendiri harus dibedakan antara LLA, LMA, LMK dan

myelodisplasia. Gangguan mieloproliferatif juga menjadi diagnosis banding pada bayi

sindrom Down dengan leukositosis dan left shift.5

Leukositosis akibat respons terhadap infeksi dapat menjadi berlebihan hingga

mencapai diatas 50.000/mm3.Jika leukosit bukan merupakan sel blas yang maligna,

sindrom ini disebut reaksi leukemoid, sering terdapat peningkatan myeloid imatSur

atau prekursor limfoid di dalam darah perifer.Pada pemeriksaan sumsum tulang secara

khas menunjukkan hyperplasia myeloid dengan maturasi normal. Penyebab lain reaksi

19

Page 20: REFERAT LEUKEMIA.docx

leukemoid adalah penyakit granulomatosa, hemolysis berat, vaskulitis, obat – obatan

dan adanya tumor yang metastasis ke sumsum tulang.4

XI. PENATALAKSANAAN

Penyakit ini sampai sekarang merupakan penyakit yang angka kematiannya

masih tinggi, tetapi dengan ditemukannya obat-obat sitostatika dan penggunaanya

dalam bentuk kombinasi maka prognosis penderia leukimia menjadi lebih baik yaitu

kemungkinan hidup bebas leukimia selama 5 tahun sebesar 50%. Pada leukimia,

tujuan pengobatan ialah untuk mengurangi sel-sel leukimia dengan obat-obat anti

leukimia sehingga diharapkan bahwa sumsum tulang akan membentuk lagi sel-sel

hemopoetik normal. 5

Terapi leukimia terdiri dari terapi spesifik dan terapi suportif, antara lain7:

1. Terapi spesifik (kemoterapi)

Protokol Indonesia 2006 adalah protokol yang buat oleh Unit Kelompok Kerja

Hematologi Onkologi Indonesia dan ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia

untuk terapi pasien tersebut LLA. Protokol terbagi menjadi 2 skema berdasarkan

kelompok risiko. Terdiri dari 3 fase (induksi, konsolidasi, pemeliharaan) untuk

kelompok SR dan 4 fase (ditambah reinduksi) untuk kelompok HR. Fase induksi

meliputi pemberian obat-obat methotrexate, vincristine, L-asparaginase,

daunorubicin, dan kortikosteroid selama 6 minggu.

a. Fase Induksi

Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini diberikan

prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin, L-Asparaginase, dan

Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar diberikan dengan dosis 40

mg/m², untuk resiko tinggi diberikan Dexametasone dengan dosis 6 mg/m²,

diberikan per oral pada minggu ke-0 sampai minggu ke 6. Vincristine diberikan

20

Page 21: REFERAT LEUKEMIA.docx

dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena. Diberikan pada minggu pertama

sampai minggu ke enam. Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis

tergantung dari umur pada minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam

kali dalam dosis 6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5.

Daunorubicine diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan dosis 30

mg/m².

b. Fase Konsolidasi

Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-Merkaptopurine

diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada minggu ke-8 sampai minggu ke-

12. Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung umur pada

minggu ke 8, 10, dan 12. Metotrexate dosis tinggi diberikan bersama dengan

Leucovorin rescue, diberikan pada minggu ke 8, 10 dan 12.

c. Fase Re-Induksi

Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari

Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung umur dan

diberikan pada minggu ke-15 dan ke- 17. Vincristine diberikan dalam dosis 1,5

mg/m² secara intravena, diberikan pada minggu ke-14 sampai minggu ke-17.

Dexametasone diberikan per oral dengan dosis 6 mg/m² pada minggu ke-14

sampai 17. Daunorubicine diberikan secara intravena dalam dosis 75 mg/m²

diberikan secara intravena empat kali pada minggu ke-15 dan empat kali pada

minggu ke-17. L-Asparaginase diberikan secara intravena empat kali pada

minggu ke-15 dan 17.

d. Fase Maintenance

Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan

Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m² pada

21

Page 22: REFERAT LEUKEMIA.docx

minggu-minggu yang tidak diberikan 6- Merkaptopurine dan Metotrexate

bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.

2. Terapi suportif

Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan

mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia

dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan

antibiotik untuk mengatasi infeksi. [3,6]

Terapi LMA, 30 tahun yang lalu hampir setiap anak LMA, meninggal dan tidak

ada kelompok yang teridentifikasi. Saat ini gambaran survival hidup lebih dari 40%

dilaporkan pada banyak studi. Perbuahan terjadi pada tahun 70-an dengan dikenalnya

sitarabin (Ara-C) dan antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang berbeda, remisi bisa

berpengaruh pada 75-85% anak, namun tanpa terapi lebih lanjut kebanyakan anak-

anak relaps dalam 1 tahun. Perhatian psikologis dan kebutuhan untuk menangani

pasien dan seluruh keluarga pada suatu lingkungan adalah suatu keharusan. (idai

Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif, namun

intensitas remisi juga bisa mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipe terapi

konsolidasi yang digunakan. Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi

sendiri, transplantasi sumsum tulang autolagus atau autigenik dari donor HLA yang

identif. Saat ini transplantasi autoglas menunjukan hasil yang baik, namun terapi

transplantasi autogenik dari donor dengan HLA yang identik masih menunjukan yang

terbaik untuk kesembuhan.idai

XII. KOMPLIKASI

Pada anak – anak dengan leukemia yang mendapatkan kemoterapi, sel yang lisis

dalam jumlah besar akan menyebabkan hiperurisemia, hyperkalemia dan

22

Page 23: REFERAT LEUKEMIA.docx

hiperfosfatemia yang dapat menjadi nefropati, atau gagal ginjal juga bisa karena

infiltrasi langsung dari leukemia. Myelosupresif dan imunosupresif yang disebabkan

baik oleh penyakit maupun kemoterapinya menyebabkan anak – anak rentan terhadap

infeksi hingga sepsis. Trombositopenia akibat leukemia atau terapinya akan

bermanifestasi sebagai perdarahan pada kulit dan mukosa. Gangguan koagulasi yang

lebih jauh menimbulkan disseminated intravascular coagulopathy. Pengobatan

sistemik maupun sistem saraf pusat dapat menyebabkan leukoensefalopati,

mikroangiopati, kejang maupun gangguan intelektual pada beberapa anak.1

Hiperleukositosis merupakan keadaan dimana jumlah leukosit darah tepi lebih dari

100.000/mm3.Ini ditemukan pada 9 – 13% dari LLA, 5 – 22% dari LMA dan pada

hampir semua anak dengan LMK fase kronik.Tindakan antisipasi dimulai saat jumlah

leukosit 50.000/mm3 dengan peningkatan dosis kemoterapi yang perlahan dan

pemberian hidroksiurea pada LMA dan dexamethasone pada LLA.Untuk

mengatasinya diperlukan tindakan yang segera (emergency oncology) karena

komplikasinya yang mengancam jiwa, antara lain3 :

1. Sindroma leukostasis

Penggumpalan sel blas pada arteri kecil yang membentuk agregat/trombi terutama

pada otak dan paru – paru, lebih sering pada LMA karena ukuran mieloblas lebih

besar dari limfoblas dan sifatnya yang lebih kaku.Leukostasis di otak menunjukkan

tanda neurologis mulai dari pusing hingga peningkatan tekanan

intracranial.Leukostasis di paru menimbulkan dyspnea, hipoksia dan gagal

nafas.Pemberian leukoferesis dapat menurunkan jumlah leukosit dengan cepat diikuti

dengan hidroksiurea (50-100 mg/kgBB).Oksigen adekuat dan koreksi jumlah

trombosit serta faktor pembekuan juga perlu dilakukan.3

2. Sindrom lisis tumor

23

Page 24: REFERAT LEUKEMIA.docx

Akibat lisisnya sel leukemia setelah kemoterapi sehingga terjadi hiperurisemia,

hiperfosfatemia, azotemia dan hipokalsemia yang tidak bisa diekskresi ginjal

menimbulkan manifestasi gangguan metabolic.Sindroma lisis tumor lebih sering

terjadi pada LLA.Gagal ginjal dapat terjadi bila asam urat serum lebih dari 20 mg/dl,

perlu pemberian allopurinol, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat dan hidrasi

yang cukup. Natrium bikarbonat dihentikan bila pH urin > 7,5 karena bila berlebihan

justru menciptakan suasana basa yang memudahkan pengendapan kalsium fosfat

sehingga terjadi hipokalsemia. Sementara hiperfosfatemia terus terjadi selama lisis

dari sel tumor, dapat diberikan insulin dan glukosa sebagai bahan pengikat fosfat.

Hiperkalemia > 7,5 mEq/L harus diatasi segera dengan kayesalate (1 g/kg dicampur

50% sorbitol, per oral). Ini dapat terjadi dari lisis sel tumor atau oliguria dari

hiperurisemia yang berdampak aritmia jantung sehingga perlu pemeriksaan EKG.4

XIII. PROGNOSIS

Berdasarkan faktor prognosis maka pasien dapat digolongkan kedalam kelompok

risiko biasa dan risiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan membuktikan

faktor prognostik itu ada hubungannya dengan in vitro drug resistance.1

Faktor prognosis LLA, sbb5 :

1. Jumlah leukosit awal. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit

awal dan perjalanan pasien awal LLA pada anak, yaitu bahwa bahwa pasien

dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai prognosis buruk.

2. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis dan hasil

pengobatan. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun

mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara

itu. Khusus pasien dibawah umur 1 tahun atau bayi terutama dibawah 6 bulan

mempunyai prognosis paling buruk.

24

Page 25: REFERAT LEUKEMIA.docx

3. Fenotip imunologis dari limfoblast saat diagnosis juga mempunyai nilai

prognostik. Leukemia sel B dengan antibodi “kappa” dan “lamda” pada

permukaan blas diketahui mempunyai prognosis buruk. Sel T leukemia juga

mempunyai prognosis buruk, dan diperlakukan sebagai risiko tinggi.

4. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Anak perempuan mempunyai

prognosis yang lebih baik dari anak laki-laki. Penyebab pastinya belum diketahui,

tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolisme merkatopurin dan metotreksat.

5. Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sudahi 1

minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada

induksi ke 7 atau 14 menunjukan prognosis buruk.

Faktor LMA lebih sulit untuk diidentifikasikan, faktor-faktori tersebut,sbg1 :

1. Umur saat diagnosis tidak terlalu penting seperti pada LLA. Banyak penelitian

menunjukan bahwa bayi mempunyai prognosis lebih baik.

2. Leukosit tinggi

3. Anak-anak dengan sindrom down mempunyai respon baik dengan kemoterapi.

4. Respon awal terhadap terapi

Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala leukemia,

pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas < 5% dari sel berinti, hemoglobin

>12 gr/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3000/ul dengan hitung leukosit normal, jumlah

granulosit >2000/ul, trombosit >100.000/ul, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.

Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khusunya

bagi anak-anak dengan leukemia sel T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang

buruk.1

25

Page 26: REFERAT LEUKEMIA.docx

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

26

Page 27: REFERAT LEUKEMIA.docx

1. Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari

sumsum tulang yang ditandai dengan akumulasi proliferasi leukosit dan sel

abnormal dalam sumsum tulang dan darah.

2. Etiologi tidak diketahui secara pasti namun faktor resiko seperti genetic,

lingkungan, radiasi, infeksi dan keadaan imunosupresi memiliki hubungan

dengan angka kesakitan leukemia.

3. Klasifikasi leukemia terbagi atas leukemia akut dan leukemia kronik4. Prognosis dari pasien leukemia tergantung dari respon terapi awal, jumlah

leukosit awal, usia dan jenis kelamin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Hematologi. IDAI. Jakarta. 2012

27

Page 28: REFERAT LEUKEMIA.docx

2. Wirawan R. Diagnosis keganasan darah dan sumsum tulang. Dalam: Suryaatmadja,

ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta.

3. Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s Pediatrics 20 th

Edition : 1269 – 1278

4. Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Leukemia Akut;

Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak 2010

5. Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson Textbook of

Pediatrics 18th Edition : 2116 – 2122

6. Schwartz WM, Leukositosis dalam Pedoman Klinis Pediatri 2005 : 441 – 445

7. McKenzie SB. Text book of hematology, 2nd edition. Baltimore: William & Wilkins.

2011.309- 417.

28