referat hubungan karies dan osteoporosis
TRANSCRIPT
REFERAT
KORELASI KARIES GIGI DAN OSTEOPOROSIS
Pembimbing:
drg. Farida, Sp.BM
drg. Sugiharto, Sp.BM
drg. Kadaryati, Sp.BM
drg. Nila, Sp.BM
drg. Tjen Dravinne Winata, Sp.KG.MARS.
Disusun oleh:
Bobby Rianto / 07120080099
Charles Gocciardi / 07120080062
Graecia Bungaran / 07120080008
Theresia Risa Davita / 07120080018
Meryl Jaye Kallman / 07120080089
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 30 JULI 2012 - 25 AGUSTUS 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ungkapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya referat dengan
judul “Korelasi Karies Gigi dan Osteoporosis” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Adapun maksud dan tujuan disusunnya referat ini adalah untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan
Mulut Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto.
Dalam menjalankan kepaniteraan klinik di bagian mata penulis berkesempatan
untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, oleh karena itu pada kesempatan ini
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. drg. Farida, Sp.BM
2. drg. Sugiharto, Sp.BM
3. drg. Kadaryati,Sp.BM
4. drg. Nila, Sp. BM
5. drg. Tjen Winata, Sp.KG.MARS
6 ibu Lena dan bp. Udin.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan yang terdapat pada referat ini.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang ada. Tentunya
penulis mengharapkan kritik yang membangun sehingga hal tersebut menjadi
pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Penulis
berharap referat ini bermanfaat bagi setiap pembaca.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang mengalami klasifikasi yang
ditandai oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan dekstrusi dari subtansi organic
dari gigi atau penyakit jarigan gigi yang di tandai dengan kerusakan jaringan ,dimulai
dari permukaan gigi (pit, fissure, daerah interproksimal) meluas kearah pulpa.Ada
beberapa cara untuk mengelompokkan karies gigi. Walaupun apa yang terlihat berbeda, faktor-
faktor risiko dan perkembangan karies hampir serupa.
Mula-mula, lokasi terjadinya karies dapat tampak seperti daerah
berkapur namun berkembang menjadi lubang coklat. Walaupun karies mungkin dapat saja dilihat
dengan mata telanjang, kadang-kadang diperlukan bantuan
radiografi untuk mengamati daerah-daerah pada gigi dan menetapkan seberapa jauh
penyakit itu merusak gigi.
Lubang gigi disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam yang
dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa,fruktosa, dan glukosa.
Asam yang diproduksi tersebut memengaruhi mineral gigisehingga menjadi sensitif
pada pH rendah. Sebuah gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi.
Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari
remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat
lubang pada gigi. Bergantung pada seberapa besarnya tingkat kerusakan gigi,
sebuah perawatan dapat dilakukan. Perawatan dapat berupa penyembuhan gigi
untuk mengembalikan bentuk, fungsi, dan estetika. Walaupun demikian, belum
diketahui cara untuk meregenerasi secara besar-besaran struktur gigi, sehingga
organisasi kesehatan gigi terus menjalankan penyuluhan untuk mencegah kerusakan
gigi, misalnya dengan menjaga kesehatan gigi dan makanan.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan
muskuloskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara
berkembang.
3
Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade (BJD) 2000-2010 osteoporosis
menjadi penting, karena selain termasuk dalam 5 besar masalah kelainan
muskuloskletal yang harus ditangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan jumlah usia tua.
Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk
menghambat hilangnya massa tulang dan disbut pencegahan primer dan untuk
meningkatkan massa tulang yang disebut pencegahan sekunder.
Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya
dengan cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini,
pemeriksaan lanjutan dan obat-obatan untuk penyakit osteoporosis. Selain itu obat-
obatan yang ada pun masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi
yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut.
1.2. Rumusan
1. Bagaimana penyebab karies gigi dan osteoporosis
2.Bagaimana gejala karies gigi dan osteoporosis
3.Bagaimana diagnosa karies gigi dan osteoporosis
4.Bagaimana klasifikasi karies gigi dan osteoporosis
5. Mengidentifikasi apakah ada hubungannya antara terjadinya karies menjadi
osteoporosis
6.Bagaimana cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
1.3. Tujuan
1.Menjelaskan tentang penyebab karies gigi dan osteoporosis
2.Menjelaskan tentang gejala karies gigi dan osteoporosis
3.Menjelaskan tentang diagnosa karies gigi dan osteoporosis
4.Menjelaskan tentang klasifikasi karies dan osteoporosis
5. Menjelaskan apakah ada hubungannya antara terjadinya karies menjadi
osteoporosis
6. Menjelaskan tentang cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
4
1.4. Manfaat
1.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
2.Semoga pembaca mengerti tentang karies gigi dan osteoporosis
3.Semoga pembaca mengerti tentang gejala karies gigi dan osteoporosis
4.Semoga pembaca mengerti tentang cara mendiagnosa karies gigi dan osteoporosis
5.Semoga pembaca mengerti tentang cara pencegahan dan perawatan karies gigi pada osteoporosis
5
BAB II ISI
1. Definisi dan Etiologi
a. KARIES
Etiologi atau penyebab karies dibagi atas faktor penyebab yang
langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan
gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak
langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan
karena satu faktor, tetapi merupakan interaksi dari faktor-faktor
tersebut. Pada tahun 1960-an, menurut Keyes dan Jordan (cit. Harris
and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial
yaitu :
i. Host atau tuan rumah,
ii. Agen atau mikroorganisme,
iii. Substrat atau diet,
iv. Waktu.
b. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya
adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur
tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena kerapuhan
tulang meningkat. -Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu
pembentukan massa tulang yang kurang baik selama masa
pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai
puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35
6
tahun. Walaupun demikian, tulang selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya. Faktor pengatur formasi dan
resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses ini berlangsung 12
minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau
lanjut, remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian
pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini
dipengaruhi oleh protein mitogenik, yang berasal dari tulang yang
merangsang preosteoblas agar membelah menjadi osteoblas, akibat
adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang
mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal, seperti
hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D.
Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin,
estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu
remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang, faktor lainnya
adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat
variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi
kalsium serum pada kadar yang tetap (4–5,6 mg/dL atau 1–1,4
mmol/L). Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ
tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH),
hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan
fosfat serum (N: 2.4 - 4.1 milligrams per deciliter (mg/dL)). Faktor lain
yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin,
vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah).
Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan
ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi
tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien
tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Di
dalam darah, absorpsi bergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin,
karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin,
40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
7
2. Faktor Resiko
a. KARIES
i. Keturunan
ii. Ras
Ras tertentu mempunyai rahang yang sempit, dapat
menyebabkan gigi tumbuh tidak teratur dan sulit membersihkan
gigi sehingga akan mempertinggi persentase karies.
iii. Jenis kelamin
Volker, dkk menyatakan bahwa persentase karies gigi pada
wanita lebih tinggi dibandingkan pria, demikian juga halnya
anak-anak.
iv. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia, jumlah karies bertambah.
v. Vitamin
No Vit Kebutuhan perhari Pengaruh
1 A 1-2 mg Merusak pembentukan email dan dentin
2 B1 1-2 mg Karies meninggi (perubahan pada lidah, bibir, ptium)
3 B2 2 mg Karies meninggi (perubahan pada lidah, bibir, ptium)
4 B6 2 mg Tidak ada pengaruh
5 C 75-100 mg Degenerasi odontoblas, kerusakan periodontium,
stomatitis
6 D 400-600 IU Hypoplasia dentin
7 E 10 mg Tidak diketahui
8 K 1 mg Tidak diketahui
Vitamin berpengaruh pada proses terjadinya karies gigi,
terutama pada periode pembentukan gigi.
8
1.1 Tabel beberapa vitamin dan pengaruhnya terhadap kerusakan gigi adalah sebagai berikut
vi. Unsur kimia
Unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap tejadinya
karies gigi masih dalam penelitian. Unsur kimia yang paling
berpengaruh adalah Fluor.
vii. Air ludah
1. Campuran bahan-bahan yang terkandung di dalamnya
2. Derajat keasaman
3. Jumlah / volume
4. Faktor anti bakteri
Gambar 1.1 anatomi sekresi kelenjar saliva
Tabel 1.2 beberapa unsur kimia yang mempengaruhi atau memperlambat terjadinya karies
No Unsur Kimia Pengaruh
1 Brellium Menghambat
2 Flour Menghambat
3 Aurium Menghambat
4 Cuprum Menghambat
5 Magnesium Menghambat
6 Platina Menunjang
7 Cadmium Menunjang
8 Selenium Menunjang
9
viii. Makanan
Tabel 1.3 Makanan yang berpengaruh terhadap karies
Potensi Jenis makanan
Tinggi permen, coklat, kue, biskut (crackers) dan kerupuk (chips)
Sedang Jus, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan dan roti
Rendah Sayur, buah, susu
Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak, minyak
Menghambat karies Keju, xylitol, kacang
b. OSTEOPOROSIS
i. Usia1. Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
ii. Genetik1. Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)2. Seks (wanita > pria)3. Riwayat keluarga
iii. Lingkungan, dan lainnya1. Defisiensi kalsium2. Aktivitas fisik kurang3. Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin)4. Merokok, alkohol5. Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan
keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)iv. Hormonal dan penyakit kronik
1. Defisiensi estrogen, androgen2. Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer,
hiperkortisolisme3. Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal,
gastrektomi)v. Sifat fisik tulang
1. Densitas (massa)2. Ukuran dan geometri3. Mikroarsitektur4. Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu:i. Penurunan respons protektif
1. Kelainan neuromuskular2. Gangguan penglihatan3. Gangguan keseimbangan
ii. Peningkatan fragilitas tulang
10
1. Densitas massa tulang rendah2. Hiperparatiroidisme
iii. Gangguan penyediaan energi1. Malabsorpsi
3. Komposisi Tulang dan Gigi 1
a. Gigi
Empat jaringan utama membentuk gigi:
i. Email
ii. Dentin
iii. Sementum
iv. Akar Canal (Pulpa Gigi)
Gigi didukung oleh:
a. Gusi
b. Tulang
i. Email/Enamel
Enamel adalah zat yang paling sulit dan paling sangat
termineralisasi dari tubuh. Enamel adalah bagian gigi yang
biasanya dilihat dan didukung oleh dentin yang
mendasarinya. Komposisi kimia enamel terdiri dari 95-98%
bahan anorganik, 1% bahan organik (enamelin dan air). Secara
rinci, Williams dan Elliot (1979) menyusun komposisi mineral
enamel normal dalam jumlah terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na,
Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Zn,
Sr, Cu, Mn, Ag. Kalsium dan fosfat merupakan komponen-
komponen anorganik yang penting dan tersusun dalam
hidroksiapatit (Ca5(PO4)3(OH)). Mineral utama adalah
kristal kalsium fosfat untuk menunjang kekuatannya.
ii. Dentin
11
Dentin adalah jaringan ikat antara enamel atau sementum dan
ruang pulpa, dengan mineralisasi matriks organik protein
kolagen. Dentin terdiri dari bahan anorganik 70%, bahan
organik (kolagen tipe 1) 20%, dan air 10%. Karena lebih
lembut dari enamel, meluruh lebih cepat dan dapat berubah
pada gigi berlubang jika tidak dirawat.
iii. Sementum
Sementum adalah zat tulang khusus yang meliputi akar
gigi. Penyusun sementum terdiri sekitar 45% bahan anorganik
(terutama hidroksiapatit), bahan organik 33% (kolagen tipe 1
(90%) kolagen tipe 3 (5%), Cementocytes, Proteoglycans,
Glycoprotiens, Phosphoprotiens) dan 22% air. Peran utama
dari sementum adalah sebagai media dimana periodontal
ligamen dapat menempel pada gigi untuk stabilitas.
Tabel 1.4 Perbedaan komposisi kimiawi antara enamel, dentin dan sementum.
Komposisi Email Dentin Sementum
Anorganik(%) 95-98 75 45-50
Organik(%) 1 20 50-55
iv. Pulpa
Pulpa adalah bagian tengah gigi yang diisi jaringan ikat
lunak. Jaringan ini berisi pembuluh darah dan saraf yang masuk
ke gigi dari foramen di puncak akar. Terbagi menjadi tiga area:
Odontoblastic zone: bagian terluar pulpa yang terdiri dari
selapis sel odontoblas,
Cell-free zone: terletak di dalam odontoblastic zone,
dimana tidak terdapat sel di dalamnya,
Cell-rich zone: bagian terdalam dari pulpa dimana
terdapat banyak fibroblast dan sel mesenkim.
v. Ligamen Peridontal
Merupakan lapisa kolagen padat yang membungkus akar gigi.
12
Serabut kolagen melintang diantara sementum dan tulang
alveolar
Terdiri dari 2 komponen utama :
Glycosaminoglicans (hyaluronicacid & proteoglycans)
Glycoprotein (fibronectin & laminin)
Di dalam ligament ini juga terdapat air (70%)
vi. Tulang alveolar
Tulang alveolar terdiri dari 2/3 bahan anorganik dan 1/3
matriks organik. Komposisi utama bahan anorganik tulang
alveolar antara lain kalsium, fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat,
natrium, magnesium dan fluor. Garam mineral dijumpai dalam
bentuk kristal-kristal hidroksiapatit yang sangat halus dan
merupakan komposisi tulang alveolar yang terbesar yakni
sekitar 65-70%. Sedangkan matriks organik tulang alveolar
terdiri dari kolagen tipe I sekitar 90% dan sejumlah kecil
fosfoprotein dan proteoglikans.
Tulang alveolar terdiri dari tiga bagian, yakni:
1. Plat tulang vestibular atau eksternal dari tulang kortikal
yang dibentuk oleh tulang haversian dan lamela tulang
yang kompak.
2. Dinding soket berupa tulang kompak tipis yang
dinamakan tulang alveolar utama.
3. Trabekula kanselous yang berada diantara kedua lapisan
tulang di atas dan berperan sebagai tulang pendukung.
b. Tulang 2
i. Struktur tulang
Secara garis besar tulang dikenal ada dua tipe yaitu tulang
korteks (kompak) dan tulang trabekular (berongga / spongy /
cancelous). Bagian luar tulang tersebut merupakan tulang padat
yang disebut korteks tulang dan bagian dalamnya adalah tulang
trabekular yang tersusun seperti bunga karang.
13
Tulang korteks merupakan bagian terbesar (80%) penyusun
kerangka, mempunyai fungsi mekanik, modulus elastisitas yang
tinggi dan mampu menahan tekanan mekanik berupa beban
tekukan dan puntiran yang berat. Tulang korteks terdiri dari
lapisan padat kolagen yang mengalami mineralisasi, tersusun
konsentris sejajar dengan permukaan tulang. Tulang korteks
terdapat pada tulang panjang ekstremitas dan vertebra. Tulang
spongiosa atau canselous atau trabekular mempunyai
elastisitasnya lebih kecil dari tulang korteks, mengalami
proses resorpsi lebihcepat dibandingkan dengan tulang korteks.
Tulang spongiosa terdapat pada daerah metafisis dan epifisis
tulang panjang serta pada bagian dalam tulang pendek. Secara
makroskopis tulang dibedakan menjadi tulang woven dan
tulang berlapis lamellar. Tulang woven adalah bentuk tulang
yang paling awal pada embrio dan selama pertumbuhannya
terdiri dari jaringan kolagen berbentuk ireguler. Setelah dewasa
tulang woven diganti oleh tulang berlapis yang terdiri dari
tulang korteks dan trabekular.
Gambar 1.2 Struktur Tulang Normal dengan Sistem Havers (Compston, 2001)
Korteks tulang tersusun seperti osteon, yaitu lapisan konsentris
dari tulangyang dikelilingi oleh kanal dengan panjang > 2 mm
dan lebar 2 mm dimana di dalamnya terdapat osteosit dan
pembuluh darah untuk nutrisi. Trabekular tulang terdiri dari
unit tulang struktural. Pada kedua tempat ini yaitu bagian
14
trabekular tulang dan permukaan dalam korteks tulang
merupakan bagian yang rentan terhadap pengeroposan tulang.
Terdapat sistem havers yang merupakan susunan melingkar
berbentuk silinder yang dihubungkan oleh saluran havers.
Saluran ini berisi kapiler, arteriol, venul, nervus dan limfe.
Tulang mendapatkan nutrisi melalui sirkulasi intraoseus .
4. Patofisiologi
a. PERTUMBUHAN, PEMBENTUKAN & PENGURAIAN
TULANG
Proses pembentukan dan resorpsi ini terjadi seumur hidup. Pada usia
mulai 40 tahun massa tulang akan mulai berkurang sebagai akibat dari
mulai berkurangnya fungsi osteoblast. Penurunan massa tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosis pada lansia. Massa tulang sangat
dipengaruhi oleh kalsium karena 98% dari kalsium tersimpan dalam
tulang. Kalsium yang berperan dipengaruhi oleh 3 hormon yaitu
hormon paratiroid, 1,25 dihidroksi vitamin D dan kalsitonin. Hormon
paratiroid berperan dalam proses resorpsi tulang dengan mengaktifkan
osteoklas dan mengakibatkan meningkatnya kadar kalsium dalam
darah. 1,25 dihidroksi vitamin D akan merangsang osteoblas dan
osteoklas. Kalsitonin berperan sebagai penghambat osteoklas. Dari
penelitian juga diketahui bahwa hormon estrogen berperan dalam
penekanan proses resorpsi tulang. 3
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari
substansi mineral, yang terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta
sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb.
Substansi organik (30%) terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas,
osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen
tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin,
osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang,
proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses
mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang
15
merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan
penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban
mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi
tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada
arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum
matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai
“bentuk akan selalu mengikuti fungsi”. 4
Osteogenesis
i. Tulang terbentuk pada jaringan lunak
ii. Terjadi saat perkembangan embrionik, tahap awal petumbuhan,
dan fase penyembuhan
iii. Subklasifikasi utama: intramembranous ossification dan
endochondral ossification
iv. Intramembranous: tulang terbentuk pada jaringan lunak fibrosa
v. Endochondral: tulang terbentuk pada kartilago
vi. Osteoblas berasal dari sel mesenkimal yang bergerak bebas dari
osteoklas
vii. Berpotensi untuk pembentukan tulang dalam jumlah besar
Modeling
i. Tulang terbentuk pada jaringan tulang sebelumnya
ii. Terjadi saat pertumbuhan dan proses penyembuhan
iii. Osteoblast dan osteoclast bekerja bebas pada lokasi yang
berbeda
iv. Berpotensi untuk membentuk atau mengurai tulang dalam
jumlah besar
Remodeling
i. Tulang dibentuk dan diurai pada lokasi yang sama
ii. Terjadi selama masa pertumbuhan hingga mati
iii. Mekanisme fisiologi normal dalam perubahan bentuk struktur
tulang.
16
iv. Mineralisasi terjadi pada daerah dengan mechanical stress
v. Demineralisasi terjadi di daerah tanpa weght-bearing stress 5
Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan & penguraian tulang:
i. Osteoblas
Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang yang berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks
tulang. Saat pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut
osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian
dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknya tulang, osteosit di matriks membentuk
tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnya membentuk sistem saluran mikroskopik di tulang.
ii. Osteoklas
Penguraian tulang, terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut
osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar
yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang.
Osteoklas mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang
mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan
tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah
selesai, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru.
Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah
diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
iii. Vitamin D
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak
langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal
ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
17
penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah
besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan
akan menyebabkan resorpsi tulang.
vi. Paratiroid
Hormon paratiroid meningkatkan kalsium serum dengan
menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid
meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid.
Aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid.
Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid, sebagai
respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon
paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam
darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik
negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih
lanjut. Estrogen mengurangi efek hormon paratiroid pada
osteoklas.
vii. Kalsitonin
Kalsitonin merupakan suatu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar
kalsium serum. Kalsitonin menghambat aktivitas dan
pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi
tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
18
b. PERTUMBUHAN & PEMBENTUKAN GIGI
Odontogenesis adalah proses terbentuknya jaringan gigi. Proses ini
tidak terjadi pada waktu yang bersamaan untuk semua gigi. Gigi
berasal dari lapisan ectoderm dan mesoderm. Lapisan email berasal
dari sel ectoderm, sedangkan bagian gigi lainnya berasal dari
mesoderm. Perkembangan gigi dimulai dengan pembentukan ‘primary
dental lamina’, yang menebal dan meluas sepanjang daerah yang akan
menjadi tepi oklusal dari mandibula dan maksila, dimana gigi akan
erupsi.
Tabel 1.5 Perbandingan Sel Ektodermal dan Mesodermal
Sel Ektodermal Sel Mesodermal
Membentuk email gigi Membentuk dentin gigi
Merangsang terbentuknya odontoblas Membentuk jaringan pulpa
Determinasi bentuk mahkota & akar gigi Membentuk cementum
Fungsi lenyap petelah proses di atasMembentuk tulang alveolar dan akan
tetap terus ada dalam kehidupan gigi
Pada saat pembentukannya, bakal gigi dibagi menjadi 3 bagian yang
akan berkembang menjadi:
i. Enamel: disusun dari sel epitel dalam, epitel luar, sel stelatte
reticulum dan statum intermedium, yang selanjutnya
berkembang menjadi ameloblas. Nantinya enamel ini akan
dibatasi oleh garis servikal, yang membatasi bagian atas dan
bawah gigi. Pertumbuhan garis servikal ini ditentukan juga oleh
jaringan dalam gigi (Hertwig’s Epithelial root stealth) yang
menentukan bentuk lekukan atas gigi.
ii. Papilla dentin: merangkup sel-sel yang akan berkembang
menjadi odontoblast, yang merupakan sel pembentuk dentin,
dan untuk saraf-saraf gigi, akan dibentuk dari sel mesenkimal
yang ada di dental papilla.
iii. Folikel gigi: terbentuk dari cementoblas (yang membentuk
sementum gigi), osteoblas (yang membentuk tulang alveolar di
19
akar gigi), dan fibroblas (yang membentuk periodontal
ligament yang menjadi perekat antar gigi dan akarnya).
Salah satu fase awal dari pertumbuhan gigi secara mikroskopis bisa
dilihat pada pertumbuhan antara lamina vestibular proliferasi jaringan
ektomesenkim dan dental lamina. Fase-fase pembentukan giginya
adalah:
i. Bud stage (Tahap Kuncup)
Secara teknis fase ini adalah fase saat sel epitel mulai
berproliferasi menjadi ektomesenkim gigi. Bakal gigi terbentuk
dari proliferasi akhir dental lamina.
ii. Cap stage
Pada fase ini, sel ektomesenkimal berhenti memproduksi
substansi ekstraseluler, dan dental papilla mulai terbentuk.
Organ enamel mulai terbentuk dari sel ektomesenkimal.
Ektomesenkimal akan berkondensasi menjadi folikel gigi yang
menyelubungi enamel gigi. Enamel gigi akan memproduksi
enamel, dental papilla akan menjadi dental pulp dan dentin, dan
folikel gigi akan menjadi tulang dan akar gigi.
iii. Bell stage (Tahap lonceng pengapuran tulang)
Dikenal sebagai fase histodifrensiasi dan morfodifrensiasi.
Pada fase ini, organ-organ gigi mulai terbentuk dengan baik,
dengan mayoritas sel yang ada adalah sel stelatte reticulum. Sel
terbagi menjadi 3 bagian penting yaitu:
1. sel kuboidal: yang dikenal sebagai epitel enamel luar,
2. sel kolumnar: yang berbatasan dengan dental papilla
dikenal sebagai epitel enamel dalam,
3. sel stelata: yang ada di antara enamel dalam dan luar
disebut dengan stratum intermedium, yang nantinya
akan menjadi batas servikal.
Proses lain yang terjadi selama bell stage ini adalah dental
lamina yang terdisintegrasi, yang bekerja terpisah dengan epitel
20
oral, hingga nantinya akan bergabung lagi pada saat gigi akan
tumbuh (tererupsi). Mahkota gigi yang terbentuk dari epitel
enamel dalam juga terbentuk pada fase ini, saat
eksomesenkimal terdiferensiasi menjadi mahkota gigi yang
hampir siap untuk erupsi.
iv. Crown stage
Jaringan keras (diantaranya adalah enamel dan dentin)
berkembang di fase ini. Fase crown / mahkota adalah fase
pematangan dari semua fase yang telah dijelaskan di atas.
Epitel kuboidal yang ada di epitel enamel dalam berubah
menjadi epitel kolumnar. Inti selnya bergerak mendekati
stratum intermedium dan menjauh dari dental papilla. 5
c. DEMINERALISASI & REMINERALISASI GIGI
Demineralisasi merupakan proses hilangnya atau terbuangnya garam
mineral yaitu hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada enamel gigi.
Faktor penyebab terbesar adalah makanan dan minuman yang asam.
Suasana yang asam dapat melarutkan enamel sehingga merusak
mineral-mineral pendukung gigi. Tidak hanya asam, karbohidrat (gula)
juga menyebabkan hal ini karena bakteri (Streptococcus mutans)
memfermentasikan gula menjadi asam laktat dalam mulut. Proses
demineralisasi terjadi bahwa enamel bereaksi dengan ion asam asam
(H+) akan melarutkan hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 menjadi ion
kalsium (Ca2+), air (H2O) dan ion phospat (PO4)3+. Proses ini terjadi
jika pH saliva dibawah 5,5. Proses ini dapat berlangsung hanya dalam
waktu setengah jam.
Remineralisasi merupakan kebalikan dari demineralisasi, dimana
penempatan garam-garam mineral kembali ke enamel gigi.
Remineralisasi dapat terjadi jika pH saliva kembali normal dan
terdapat ion kalsium (Ca2+) dan ion phospat (PO4)3+ dalam rongga
mulut. Saliva menaikkan kembali pH
asam rongga mulut secara perlahan
sehingga (PO4)3+ dan (Ca2+) dapat
membentuk kristal hidroksiapatit dan
21
menutupi daerah yang terdemineralisasi. Untuk remineralisasi penuh,
dibutuhkan waktu beberapa jam. 6
5. Patogenesis
a. KARIES
i. Faktor Dalam
Karies gigi atau dental karies adalah proses kerusakan yang
dimulai dari email terus ke dentin. Karies gigi merupakan
penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor (multiple
factor) yang saling mempengaruhi. Ada tiga factor utama yaitu
gigi, saliva, mikroorganisme, dan substrat serta waktu sebagai
faktor tambahan. Keterkaitan keempat factor tersebut
digambarkan sebagai keempat lingkaran bila keempat lingkaran
itu tumpang tindih maka akan terjadi karies.
Jika terjadi tumpang tindih pada keempat factor akan
menyebabkan karies. Interaksi keempat factor diuraikan dengan
gambar tiga dimensi. Tiga utama digambarkan sebagai tiga
silinder, sedangkan ketebalan (tinggi) silinder menunjukkan
factor waktu. Ketiga faktor utama berada didalam mulut pada
waktu tertentu. Apabila silinder tersebut saling memotong
maka terjadilah karies, hasil perpotongan atau interaksi tiga
22
silinder berbentuk ruangan. Besarnya ruangan tergantung pada
besar peranan masing-masing silinder yaitu besarnya jari-jari
silinder (tiga factor utama karies) dan tinggi silinder faktor
waktu. Makin besar ruangan makin besar juga karies yang
timbul. Agar tidak atau sedikit mungkin terjadi karies ruangan
yang diarsir diperkecil. Cara yang dapat dilakukan antara lain
dengan menjauh atau memperkecil jari-jari ketiga silinder
sehingga ketiganya tidak saling bertemu. Cara lain dengan
memperpendek tinggi silinder, yaitu dengan jalan
mempersingkat waktu pertemuan ketiga faktor tersubut.
ii. Faktor Luar
Faktor luar merupakan faktor predisposisi dan faktor
penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan proses
terjadinya karies. Hendrik L Blum mengatakan bahwa ada 4
faktor utama yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Keempat faktor tersebut adalah keturunan, lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan gigi dan
mulut akan tercapai dengan optimal bilamana keempat faktor
tersebut secara bersama-sama memiliki kondisi yang optimal.
PERANAN FLUOR DI GIGI
Fluor termasuk golongan mikromineral yang berperan dalam
proses mineralisasi dan pengerasan email gigi. Pada saat gigi
dibentuk, yang pertama kali terbentuk adalah hidroksiapatit
yang terdiri dari kalsium dan fosfor. Tahap berikutnya adalah
fluor akan menggantikan gugus hidroksi (OH) pada kristal
tersebut dan membentuk fluoroapatit yang menjadikan gigi
tahan terhadap kerusakan. Paparan fluor dalam dosis rendah
yang terjadi terus-menerus akan mencegah terjadinya
kerusakan atau karies gigi. Sumber utama dari fluor adalah air
minum. Sementara angka kecukupan yang dianjurkan dan aman
adalah 1,5-4 mg/hari. Batasan optimum fluorida untuk air
minum adalah 0,7 - 1 ,2 ppm, sehingga apabila air minum lokal
sudah difluoridasi, maka tidak diperlukan lagi tambahan asupan
fluorida selain pasta gigi. 2
23
Fluor dari abad lalu sampai sekarang diyakini dan digunakan
secara luas untuk pencegahan karies gigi, baik di negara maju
maupun negara berkembang. Secara sistemik fluor efektif
apabila diberikan pada saat pertumbuhan dan perkembangan
gigi, mulai awal kehamilan (prenatal) maupun setelah kelahiran
(postnatal). Senyawa fluorida telah lama digunakan dalam
prevensi karies gigi. Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi,
senyawa fluorida telah diaplikasikan secara ekstensif serta telah
diakui kemanjurannya. Penggunaan senyawa fluorida dapat
dilakukan secara sistemik atau dengan cara aplikasi topikal.
Fluor selain terdapat di air tanah juga terdapat pada sayur-
sayuran, buah-buahan, minuman, ikan, daging dan lain-lainnya.
Hampir semua makanan mengundang fluor, namun yang kadar
fluor nya tertinggi adalah ikan teri, sawi, dan teh. 8
Fungsi fluor:
- menjaga gigi lebih tahan terhadap pengikisan asam
- mengurangi kemampuan bakteri untuk membentuk asam
- merangsang pembentukkan mineral kembali
Kebutuhan fluoride kita berada di antara 0, 7 hingga 0, 9 ppm
(part per milion). Kelebihan fluor (fluorosis) dapat
menyebabkan sel gigi mati, sehingga gigi menjadi rapuh. Hal
ini terjadi karena dalam kristal apatit, bukan hanya hidroksil
yang tergantikan oleh fluor, namun jumlah kalsium juga
berkurang. Fluor dapat berfungsi membunuh bakteri, demikian
pula yang terjadi pada sel tubuh jika tertelan.
Jika penggunaan fluor secara berlebihan maka akan
mengakibatkan fluorosis, fluorosis yaitu warna gigi menjadi
tidak putih sebagaimana gigi yang sehat, tapi pucat dan buram.
Pada fluorosis yang lebih berat, selain warnanya lebih gelap,
enamel gigi menjadi lunak dan rapuh. Gejala ini merupakan
indikasi yang jelas dari kelebihan fluor pada masa kanak-kanak
ketika masa pertumbuhan gigi berlangsung.
24
b. OSTEOPOROSIS
Pada osteoporosis, laju resorpsi tulang melebihi laju pembentukan
tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks.
i. Patogenesis Osteoporosis Primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat,
terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga
insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Estrogen berperan mempengaruhi aktivitas bone
marrow stromal cells dan sel mononuclear (IL-1, IL-6 dan
TNF-α; berperan meningkatkan kerja osteoklas), penurunan
estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi
berbagai sitokin sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita
menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada
menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium
serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga
kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan
bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang
respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
ii. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang
spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya 58%.
Pada dekade ke-8 dan 9 hidupnya, terjadi ketidakseimbangan
remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat,
sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini
akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan
mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin
D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar
matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan
25
menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan
karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan
menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah
mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang
mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti
pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia,
kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar
Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen
dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan
(merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko
fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang
lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih
muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan
penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
PERANAN KALSIUM PADA TULANG
Kalsium adalah mineral yang paling banyak diperlukan oleh
tubuh. Kebutuhan kalsium setiap usia berbeda-beda. Orang
yang berusia 19-50 tahun memerlukan kalsium sebanyak 1000
mg/hari. Sementara bagi yang berusia di atas 51 tahun dan pada
ibu hamil serta menyusui, memerlukan kalsium lebih banyak
lagi yaitu 1200 mg/hari.
Kebutuhan kalsium anak-anak dan remaja meningkat sesuai
usia:
Bayi berumur s.d. 5 bulan : 400 mg
Bayi 6 bulan - 1 tahun : 600 mg
Anak usia 1-10 tahun : 800 mg
9 - 18 tahun 1300 mg/hari
19 - 50 tahun 1000 mg/hari
26
Sekitar 99% kalsium berada pada jaringan tulang dan gigi,
sisanya berada di darah dan sel-sel tubuh.
Pada keadaan kekurangan kalsium / hipokalsemia dapat
menyebabkan menurunnya densitas tulang karena aktifnya
osteoklas akibat efek dari PTH dan vitamin D sehingga
menyebabkan terjadinya osteoporosis.
Pada keadaan kelebihan kalsium / hiperkalsemia seringkali
disebabkan karena faktor luar (bukan dari tulang), misalnya
aktifitas berlebihan dari kelenjar paratiroid, beberapa jenis
kanker paru dan payudara, maupun granuloma; menyebabkan
terjadinya osteoporosis juga karena tulang yang terus menerus
diresorpsi.
6. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis
a. KARIES
Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua
permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi,
dan eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama
pada kasus karies interproksimal. Karies yang besar dapat langsung
diamati dengan mata telanjang. Karies yang tidak ekstensif dibantu
dulu dengan menemukan daerah lunak padagigi dengan eksplorer.
Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang
belum berlubang adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang
disangka, untuk membuang embun, dan mengganti peralatan optik. Hal
ini akan membentuk sebuah efek "halo" dengan mata biasa.
Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosis
karies kecil.
Bentuk-bentuk Karies dibagi berdasarkan:
27
Gambar 1.3 karies berdasarkan kedalamannya.
I. Berdasarkan cara meluasnya karies
a. Karies Penetriende. Karies yang meluas dari email kedentin dalam
bentuk kerucut perluasannya secara penetrasi merembes ke dalam
b. Karies Unterminirende. Karies yang meluas dari email ke dentin
dimana pada oklusal keciltetapi di dalam email atau dentin sudah
meluas
II. Berdasarkan dalamnya karies
a. Karies Superfisialis Karies yang baru mengenai lapisan email,
tidak sampai dentin
b. Karies Media. Karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum
melebihi setengah dentin
c. Karies Profunda. Dimana karies sudah mengenai lebih setengahnya
dentin dan kadang -kadang sudah mengenai pulpa
d. Profunda pulpa terbuka: Bila pulpa sudah terbuka/ mengenai pulpa
e. Profunda pulpa tertutup: Bila karies belum mengenai pulpa
III. Berdasarkan Lokasi Karies
a. Karies kelas I. Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan
fissure) dari gigi premolar dan molar. Dapat juga terdapat ada
anterior di foramencaecum.
b. Karies kelas II. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian
oklusal.
28
c. Karies kelas III. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi anterior tetapi belum mencapai margo incisal (belum mencapai
1/3 incisal gigi).
d. Karies kelas IV. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari
gigi anterior dansudah mencapai margo incisal (telah mencapai 1/3
incisal gigi)
e. Karies kelas V. Karies yang terletak di cerviks gigi anterior
maupun posterior.
IV. Berdasarkan Banyaknya Permukaan Yang Terkena
a. Simple karies. Bila hanya satu permukaan yang terkena.
b. Kompleks karies. Bila lebih dari satu permukaan gigi yang terkena.
V. Berdasarkan Keparahan/ Kecepatan Serangan Karies
a. Rampant karies
b. Karies terhenti
b. OSTEOPOROSIS
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi
osteoporosis dari penderita:
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade
awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria
dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar
tulang. Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu
yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup
yang tidak sehat. Faktor pencentus dominan osteoporosis sekunder
adalah seperti di bawa:
i. penyakit endokrin: tiroid, hiperparathyroid, hypogonadism
ii. penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorbs gizi
kalsium, fosfor, vitamin D terganggu
29
iii. penyakit keganasan (kanker)
iv. konsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid
v. gaya hidup yang tidak sehat: merokok, kurang olahraga, dll.
Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan
pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau
osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan
pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan
dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri
jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul
setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi
secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder
yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti:
i. Tinggi badan yang makin menurun.
ii. Obat-obatan yang diminum.
iii. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
klimakterium.
iv. Jumlah kehamilan dan menyusui.
v. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
vi. Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat
paparan matahari cukup.
vii. Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
viii. Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologis
30
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak
pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur. untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang,
digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal : Nilai T > -1
2. Osteopenia : Nilai T antara -1 dan -2,5
3. Osteoporosis Ringan : Nilai T < -2,5
4. Osteoporosis Berat : Nilai T < -2,5 dan ditemukan fraktur
7. Manifestasi Klinis
a. KARIES
Gejala- gejala karies sebagai berikut:
i. Gigi sangat sensitif terhadap panas, dingin, manis.
ii. Jika suatu kavitasi dekat atau telah mencapai pulpa maka nyeri
akan bersifat menetap bahkan nyeri yang dirasakan bersifat
spontan.
iii. Jika bakteri telah mencapai pulpa. Dan pulpa nekrosis maka
nyeri hilang timbul dan gigi akan menjadi peka.
b. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa decade. Tanda
klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling
lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan
deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut.
Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya
berbalik ditempat tidur. Seorang dokter harus waspada terhadap
kemungkinan osteoporosis bila didapatkan:
31
i. Patah tulang akibat trauma yang ringan.
ii. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
iii. Gangguan otot (kaku dan lemah)
iv. Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Analisis
Pasien dengan keluhan karies gigi sering bertanya apakah sebenarnya
osteoporosis menyebabkan giginya lebih rentan untuk terjadi karies? Situasi
klinis yang sering dijumpai para dokter gigi cukup sering terjadi sehingga
merupakan tujuan referat ini untuk mengetahui kebenarannya.
Pada kenyataannya, penyakit karies gigi dan osteoporosis memiliki korelasi.
Korelasi ini dapat ditemukan dari perjalanan penyakit osteoporosis. Dimana
osteoporosis menyerang tulang spongiosa yang juga terdapat pada tulang
alveolar yang merupakan bagian dari struktur pendukung gigi. Berkurangnya
kadar kalsium yang merupakan bahan mineral utama di tulang menyebabkan
berkurangnya komposisi tulang, dimana juga terjadi di tulang alveolar gigi.
Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tulang alveolar sebagai
penyokong gigi dan dapat meningkatkan paparan dentin gigi, terutama bagian
servikal gigi, di dalam mulut. Dengan paparan yang lebih dari servikal gigi,
memudahkan terjadinya karies pada bagian gigi yang sebelumnya terproteksi.
Korelasi lain dari penyakit karies dan osteoporosis terdapat pada kadar
kalsium pada tubuh, dimana pada osteoporosis kadar kalsium akan berkurang.
Kalsium tidak hanya terletak pada tulang, namun juga pada gigi, sel neuron,
dan sel otot, dan kalsium berperan sebagai second messenger
(neurotransmitter). Berkurangnya kalsium pada tubuh seperti pada sel neuron,
akan mengganggu fungsi sel tersebut, dimana dapat menghentikan hantaran
saraf pada sel-sel tujuannya. Dengan kondisi berkurangnya kalsium yang
cukup lama, dapat menyebabkan sel-sel kelenjar yang mengekskresikan saliva
mengecil. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya rangsangan sel neuron
untuk produksi saliva. Berkurangnya saliva di mulut akan meningkatkan
resiko karies pada gigi, karena proses remineralisasi bergantung pada peranan
saliva di mulut.
Ada persamaan yang ditemukan antara gigi dan tulang dan kedua penyakit
tersebut, yaitu:
32
o Komposisi dan origin tulang dan gigi
Gigi dan tulang berasal dari jaringan mesodermal yang sama,
kecuali email yang berasal dari jaringan ektodermal.
o Peranan penurunan dari fluoride di gigi pada karies dan
penuruan kalsium di tulang pada osteoporosis
Pada kedua penyakit sama-sama ditemui karena adanya jumlah
yang abnormal dari suatu mineral tubuh, yaitu fluor pada
karies dan kalsium pada osteoporosis. Pada jumlah yang
berlebihan maupun yang berkekurangan dapat menimbulkan
gangguan pada masing-masing organ.
Karies tidak memiliki korelasi langsung dengan osteoporosis,
namun memiliki beberapa persamaan dalam perjalanan
penyakitnya.
9. Penatalaksanaan Karies pada Pasien Osteoporosis
a. Pencegahan
Pencegahan utama karies meliputi menjaga higienitas oral,
menghindari makanan yang dapat merusak gigi, dan suplementasi
fluorida.
Perawatan kebersihan diri terdiri dari menyikat gigi dan melakukan
dental flossing setiap hari. 7 Tujuan dari kebersihan mulut adalah untuk
meminimalkan agen etiologi penyakit di mulut dan mencegah
pembentukan plak.
Diet makanan merupakan hal yang penting untuk menghindari
terjadinya karies. Makan yang manis (mengandung gula) dan asam
harus diwaspadai. Bakteri dan molekul karbohidrat di dalam mulut
dapat merubah kondisi ph mulut menjadi asam, yang mempermudah
terbentuknya karies. Menggosok gigi setelah mengkonsumsi makanan
yang rentan mnyebabkan karies dapat juga dilakukan.
Suplementasi fluoride dikatakan dapat membantu mencegah
terbentuknya karies. Namun biasa asupan florida lebih ditujukan untuk
anak-anak hingga dewasa muda. Asupan florida yang dianjurkan
33
tergantung pada umur pasien dan komposisi fluorida yang terdapat di
dalam air untuk berkumur:
i. 3 bulan sampai 3 tahun
1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: fluorida 0,25 mg qd
2. Air dengan fluorida >0,3 ppm: fluorida tidak diberikan
ii. 3 sampai 6 tahun
1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: fluorida 0,50 mg qd
2. Air dengan fluorida 0,3-0,7 ppm: fluorida 0,25 mg qd
3. Air dengan fluorida> 0,7 ppm: florida tidak diberikan
iii. 6 sampai 16 tahun
1. Air dengan fluorida <0,3 ppm: 1,00 mg fluorida qd
2. Air dengan fluorida 0,3-0,7 ppm: fluorida 0,50 mg qd
3. Air dengan fluorida> 0,7 ppm: florida tidak diberikan
iv. Dosis anjuran dewasa untuk konsumsi fluorida adalah 25 mg
PO bid, suplementasi fluorida ini juga dapat digunakan untuk
pencegahan osteoporosis (namun belum terbukti secara pasti).
Pencegahan primer osteoporosis dimulai sejak kecil. Pasien
membutuhkan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup, serta aktif
secara fisik. Pencegahan osteoporosis memiliki dua komponen;
modifikasi perilaku dan intervensi farmakologis.
Kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol dan kafein harus
dihentikan sementara meningkatkan konsumsi makanan yang
megnandung natrium, protein hewani, dan kalsium (bisa didapatkan
melalui suplemen). 8 Pasien yang memiliki gangguan atau
mengkonsumsi obat yang dapat menyebabkan atau mempercepat
kehilangan tulang harus menerima kalsium dan vitamin D. 9
Metode pencegahan farmakologis yang termasuk suplemen kalsium
dan administrasi raloxifene atau bifosfonat (alendronat atau
risedronate). Raloxifene dan bifosfonat harus dipertimbangkan sebagai
lini pertama agen untuk pencegahan osteoporosis. 10
Pemeriksaan rutin juga diperlukan. Densitometri tulang periodik
membantu dalam mendiagnosis osteoporosis pada fase awal dan
membantu mencegah patah tulang. Menurut NOF (National
34
Osteoporosis Foundation), mengevaluasi BMD secara periodik adalah
cara terbaik untuk memantau kepadatan tulang dan risiko patah tulang
masa depan. Pemeriksaan kepadatan tulang dianjurkan setiap 2 tahun
pada wanita menopause.
b. Pengobatan
i. Medikamentosa
1. Flouride (sudah dibahas di bagian pencegahan)
2. Kalsium
Rekomendasi dari American Association of Clinical
Endocrinologists (AACE) untuk asupan kalsium harian adalah
sebagai berikut: 11
a. Usia 0-6 bulan: 200 mg / hari
b. Usia 6-12 bulan: 260 mg / hari
c. Usia 1-3 tahun: 700 mg / hari
d. Usia 4-8 tahun: 1000 mg / hari
e. Usia 9-18 tahun: 1300 mg / hari
f. Usia 19-50 tahun: 1000 mg / hari
g. Usia 50 tahun atau lebih: 1200 mg / hari
h. Hamil dan menyusui wanita usia 18 tahun dan
lebih muda: 1300 mg / hari
i. Hamil dan menyusui wanita usia 19 tahun dan
lebih tua: 1000 mg / hari
Suplemen kalsium yang umum digunakan termasuk kalsium
karbonat dan kalsium sitrat. Kalsium karbonat umumnya lebih
murah dan direkomendasikan sebagai pilihan pilihan pertama.
Kalsium karbonat memiliki penyerapan yang lebih baik dengan
makanan, dibandingkan dengan kalsium sitrat.
3. Vitamin D
Vitamin D semakin diakui sebagai elemen yang penting dalam
kesehatan tulang secara keseluruhan dan fungsi otot.
Persyaratan minimum harian pada pasien dengan osteoporosis
adalah 800 IU vitamin D3, atau cholecalciferol. 12
35
Vitamin D tersedia sebagai ergocalciferol (vitamin D2) dan
cholecalciferol (vitamin D3). Vitamin D dalam tubuh
dimetabolisme menjadi metabolit aktif yang mempromosikan
penyerapan kalsium dan fosfor oleh usus kecil, mengangkat
kalsium serum dan kadar fosfat yang cukup untuk
memungkinkan mineralisasi tulang. 13
4. Obat-Obat osteoporosis (Sesuai indikasi)
Pengobatan osteoporosis bagi pasien yang menderita karies
merupakan tanggung jawab dokter orthopedi. Panduan dari
American Association of Clinical Endocrinologists (AACE),
yang diterbitkan pada tahun 2010, merekomendasikan
pemilihan obat seperti alendronate, risedronate, zoledronat
asam, Denosumab, ibandronate, raloxifene, kalsitonin. 11
ii. Prosedural
Untuk melakukan prosedur dental yang invasive pasien harus
dinilai kembali T score-nya serta melihat BMD di daerah
rahang (mandibula). 14 Seperti sudah dikemukakan karies tidak
memiliki hubungan secara langsung dengan osteoporosis,
namun biasanya penderita osteoporosis harus lebih berhati-hati
dalam menjaga kesehatan oral dan dental untuk menghindari
pencabutan gigi yang dapat berdampak cukup signifikan
terhadap tukang rahang.
Prosedur atau tindakan dental seperti scalling dan filling tidak
dikontraindikasikan pada pasien karies dengan osteoporosis,
namun harus diingat bahwa setiap prosedur yang dilakukan
harus diperhatikan derajat trauma yang terjadi pada tulang
alveolar dan tulang rahang pasien.18 Hal ini harus diperhatikan
karena di pasien osteoporosis yang tulangnya terbilang lebih
rapuh dan lebih rentan terhadap fraktur, daya kesembuhan
tulang tersebut jauh berkurang dari tulang biasa, maka
mikrofraktur atau mikrotrauma sekecil apapun memerlukan
waktu penyembuhan yang lebih lama.
Dental Scaling merupakan prosedur yang ditujukan untuk
merawat higienitas gigi, dengan cara membersihkan karang
36
gigi. Pembersihan ini dapat dilakukan secara berkala dalam
kurun waktu 6 bulan sekali.
Dental filling dilakukan setelah pembersihan kavitas di gigi
dimana bagian dari gigi yang sudah busuk dan nekrosis
disingkirkan dan area yang kosong tersebut diisi oleh material
seperti porcelain, komposit, dan lain- lain. 15
Untuk tindakan invasif, diperlukan beberapa kewaspadaan,
yaitu:
- pre operasi: stabilisasi keadaan umum dan tanda vital,
pemeriksaan lab (kadar kalsium, fungsi ginjal, denstitas tulang),
rontgen daerah yang akan dilakukan tindakan, pembersihan oral
hygiene, konsul dari dokter spesialis yang bersangkutan.
- durantum operasi: tindakan dilakukan secara hati-hati
mencegah fraktur, trauma seminimal mungkin, anastesi tanpa
epinephrine, pemberian spongostan dan dilakukan penjahitan.
- post operasi: control teratur, antibiotic profilaksis, penjagaan
oral hygiene yang bagus, hindari penggunaan steroid.
Pencabutan gigi pada pasien osteoporosis banyak dikaitkan
dengan kasus fraktur pada mandibula, terutama pada
pencabutan gigi molar ketiga.16 Selain itu didapatkan juga
komplikasi lainnya, yaitu penyakit Osteonecrosis of Jaw (ONJ).
Menurut penelitian, ONJ dapat disebabkan oleh adanya
konsumsi bifosfonat dalam dosis tertentu, dimana yang
dikonsumsi oleh penderita osteoporosis. Untuk mekanisme
terjadinya ONJ ini masih belum dapat dijelaskan secara pasti. 17
Sebuah studi penelitian di Jerman mengidentifikasi lebih dari
300 kasus osteonekrosis rahang, 99% terjadi pada pasien kanker
(pada pemakaian bifosfonat intravena dosis tinggi), dan 3 kasus
pada 780.000 pasien dengan osteoporosis selama kejadian
0,00038%. Pemberian pengobatan berkisar 23-39 bulan dan 42-
46 bulan dengan bifosfonat dosis tinggi intravena dan oral. 19
37
38