refrat fix silikosis
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
Bab I Pendahuluan..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
A. Definisi .....................................................................................................4
B. Etiologi......................................................................................................5
C. Epidemiologi.............................................................................................5
D. Faktor resiko .............................................................................................6
E. Tanda dan Gejala.......................................................................................6
F. Penegakan diagnosis..................................................................................7
G. Patogenesis................................................................................................8
H. Patofisiologis.............................................................................................9
I. Gambaran Histopatologi............................................................................10
J. Tata Laksana..............................................................................................12
K. Komplikasi................................................................................................12
L. Prognosis...................................................................................................13
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................15
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas Kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Grave Disease. Referat ini
dibuat dengan tujuan memenuhi tugas praktikum patologi anatomi blok respirasi
pada Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan,
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Dengan keterbatasan waktu yang
tersedia, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa
maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca sangat
membantu penulis untuk lebih baik kedepannya. Akhir kata penulis berharap
referat tugas ini dapat menjadi informasi yang berguna dan bisa menjadi
pengetahuan yang bermanfaat bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait
dengan masalah kesehatan, dan khususnya tentang penyakit silikosis.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Silikosis adalah suatu penyakit saluran nafas yang terjadi akibat
menghirup debu silika, sehingga terjadi peradangan dan pembentukan jaringan
parut didalam paru-paru. Silikon dioksida (silika, SiO2) merupakan senyawa yang
umum ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan sebagai bahan
baku industri elektronik.
Banyak kematian yang disebabkan karena silikosis China melapor lebih
dari 24.000 kematian/tahun akibat silikosis. Sedangkan di Amerika sekitar 1 juta-
2 juta pekerjanya perpajan debu silika kristal. Beberapa bulan lalu Gunung Merapi
di Yogyakarta memuntahkan abu vulkanik. Semburan tersebut mengandung
senyawa kimia yang mengancam kesehatan manusia seperti Silika dioksida
(SiO2) 54,56%, aluminium oksida (Al2O3) 18,37%, ferri oksida (Fe2O3) 18,59%,
dan kalsium oksida (CaO) 8,33% (Namery, 2009).
Silikosis menimbulkan jaringan parut yang terbentuk pada paru akibat dari
inhalasi debu silika yang akan membuat penderita kesulitan bernafas, dan
berpotensi menimbulkan kanker, bahkan berujung kematian. Silikosis merupakan
salah satu faktor resiko TB paru,serta dapat menimbulkan berbagai komplikasi
yang menimbulkan gangguan jaringan ikat yang sangat berbahaya seperti
rhematoid arthritis, scleroderma, systemic lupus erythematosus.
Debu silika umum ditemui dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan
baku industri elektronik. Orang yang beresiko terpajan oleh debu silika adalah
penambang, tukang keramik, penuangan logam dan pekerjaan yang berhubungan
dengan debu silika. Karena banyak orang yang terpajan terhadap debu silika ini,
yang meningkatkan resiko terjadi nya silikosis maka penting bagi kita untuk
mempelajari penyakit silikosis ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Silikosis adalah suatu penyakit saluran nafas yang terjadi akibat
menghirup debu silika, sehingga terjadi peradangan dan pembentukan jaringan
parut didalam paru-paru. Silikon dioksida (silika, SiO2) merupakan senyawa yang
umum ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan sebagai bahan
baku industri elektronik. Silikon dioksida kristalin dapat ditemukan dalam
berbagai bentuk yaitu sebagai quarsa, kristobalit dan tridimit. Pasir di pantai juga
banyak mengandung silika. Silikon dioksida terbentuk melalui ikatan kovalen
yang kuat, serta memiliki struktur lokal yang jelas: empat atom oksigen terikat
pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Terdapat 3
jenis silikosis (Susanto, 2009):
1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu
silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul
peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-
paru dan kelenjar getah bening dada.
2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang
lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).
Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi
lebih cepat.
3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang
sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat
meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang
hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif.
Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan
kerusakan pada struktur paru yang normal (Susanto, 2009).
4
2. Etiologi
Debu silika yang bisa terhirup udara nafas mempunyai ukuran partikel
debu 0,5-5 µm dan biasanya terbentuk seperti (Sudoyo dkk, 2006):
1. Quartz (Silika bebas), yang paling banyak di alam.
2. Crystalline (crystobalite dan tridymite), sangat jarang di alam, tetapi sering
terbentuk karena pekerjaan pabrik.
3. Epidemiologi
Silikosis paru adalah penyakit yang umum terjadi di seluruh dunia, dapat
terjadi dimana-mana, namun umumnya di negara berkembang. Pada tahun 1991-
1995, China melapor lebih dari 24.000 kematian/tahun akibat silikosis. Sedangkan
di Amerika sekitar 1 juta-2 juta pekerjanya perpajan debu silika kristal. Beberapa
bulan lalu Gunung Merapi di Yogyakarta memuntahkan abu vulkanik. Semburan
tersebut mengandung senyawa kimia yang mengancam kesehatan manusia seperti
Silika dioksida (SiO2) 54,56%, aluminium oksida (Al2O3) 18,37%, ferri oksida
(Fe2O3) 18,59%, dan kalsium oksida (CaO) 8,33% (Namery, 2009).
Silika adalah yang paling dominan dan paling berbahaya. Silika memiliki
efek jangka pendek dan jangka panjang bagi kesehatan manusia. Efek jangka
pendek mulai dari iritasi kulit, iritasi mata hingga sesak napas. Silika memiliki
struktur kristal yang secara mikroskopis terlihat tajam-tajam. Salah satu penyakit
yang ditimbulkan adalah yang dikenal sebagai silikosis. Silikosis dapat terjadi
karena paparan kristal atau silikat bebas yang terhirup melalui pernapasan. Secara
klasik, penyakit ini baru bisa manifestasi setelah 10-20 tahun setelah paparan yang
terus-menerus. Namun, waktu tersebut dapat menjadi singkat, 5-10 tahun atau
bahkan dalam satu tahun jika berhubungan dengan paparan abu yang mengandung
kristal maupun silikat bebas dalam jumlah yang sangat banyak (Namery, 2009).
Terdapat laporan penelitian yang menyatakan bahwa kejadian infeksi TBC
meningkat pada penderita silikosis. Selain gejala di atas, akibat penumpukan
5
silikat dalam tubuh ini dan berkaitan dengan sistem imun tubuh, akan muncul juga
penyakit rematik (Rheumatoid arthritis). Gangguan ini lebih banyak ditemukan
pada laki-laki. Belum diketahui secara pasti mengapa jumlahnya lebih banyak
pada laki-laki (Namery, 2009).
Penyakit silikosis ini tentunya lebih berbahaya pada bayi, balita, dan anak-
anak. Salah satunya karena fungsi dan kerja organ-organ sistem pernapasan belum
berkembang sempurna seperti orang dewasa. Sel-sel rambut dan rambut-rambut di
dalam lubang hidung kita memainkan peranan sebagai pertahanan mekanik lini
pertama terhadap partikel-partikel yang dihirup (Namery, 2009).
4. Faktor Resiko
Umumnya orang yang beresiko bersangkutan dengan pekerjaannya
yang mengalami inhalasi debu silika (Susanto, 2009):
1. Pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian dalam tanah, emas,
tembaga, besi, timah, uranium, proyek bangunan
2. Penggalian granit, pasir, batu tulis
3. Tukang batu : pembuatan monumen/granit, potongan batu
4. Penuangan logam : logam besi, logam bukan besi
5. Penggosokan : tepung silika, logam, kertas ampelas, batu nisan
6. Keramik : pembuatan pot, cetakan oven, periuk/kuali
7. Lain-lain : pembuatan gelas, pembersihan ketel, pembuatan gigi
5. Tanda dan Gejala
Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu :
1. Gejala Lokal
a. Batuk
Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan.
Batuk bisa bersifat kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.
b. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat
inspirasi ataupun pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh
6
adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat
bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
c. Pengeluaran Dahak
Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari
dalam saluran nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan
sputum dihasilkan melebihi 100 ml per hari.
d. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai
pembuluh darah.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari
penyakit paru-paru adalah akibat radang pleura.
2. Gejala Umum
Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Penyakit ini
memberi juga gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan
mabuk kepala, tidak suka makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan
sebagainya. Masalah pernafasan pada pekerja di tempat pengolahan telah
dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti batuk, sesak,
dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa
(Alsagaff, 2002).
6. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar (Sudoyo dkk, 2006) :
1. Adanya riwayat inhalasi debu silika
2. Adanya gambaran radiologis abnormal
3. Adanya kelainan faal paru obstruktif (restriktif, obstruktif atau campuran).
Problem diagnostik adalah bila timbul komplikasi (timbulnya infeksi
pyogenik, jamur atau tuberkulosis) dan pada keadaan lanjut dapat timbul
penyakit kolagen (skleroderma, rematoid artritis) (Sudoyo dkk, 2006).
Penegakan diagnosis berdasarkan klasifikasi (Susanto, 2009) :
1. Silikosis Kronik
7
Spirometri : retriksi, obstruksi
Radiologis : EGG shell cacification
Sering disertai infeksi tuberkulosis
2. Silikosis Terakselerasi
Menyerupai silikosis kronik. Biasanya ada infeksi mikrobakteri tipik atau
atipik. Ditemukan gagal nafas karena hipoksemia
Radiologis : fibrosis yang lebih difus dan iregular
3. Silikosis Akut
Gejala yang timbul beberapa minggu – 5 tahun
a. Sesak nafas progresif
b. Batuk
c. Berat badan turun
Spirometri :
a. Retriksi
b. Kapasiti difus
Foto thoraks : fibrosis difus
Klinis : sesak nafas progresif, demam batuk, penurunan berat badan
Radiologis :
a. fibrosis interstitial difus
b. Fibrosis masif diffuse ground –glass appearance
Faal paru : retriksi berat-hipoksemia penurunan kapasiti difusi
Sebuah penelitian yang menyatakan bahwa makrofag dan sel dendritik
memproduksi neoptenin setelah stimulasi dengan interferon-γ dan
berfungsi sebagai penanda respon imun diperantarai sel yang diaktifkan.
Hasilnya kenaikan konsentrasi serum neopterin adalah penanda untuk
silikosis (Prakova et all, 2005).
7. Patogenesis
Debu silika yang terhirup masuk sampai ke mukosa saluran pernafasan
dapat memiliki efek toksik bagi makrofag itu sendiri yang nantinya akan
memfagosit debu silika yang masuk. Makrofag yang terkena efek toksik dari
bahan silika akan mengalami desintegrasi dan mengeluarkan bahan-bahan kimia
8
yang dapat mengaktifkan makrofag yang lain. Magrofag yang baru teraktivasi,
akan mengalami proses serupa dengan makrofag yang mengaktivasinya jika
makroag tersebut memfagosit debu silika tersebut. Makrofag yang rusak akibat
debu silika yang masuk akan membuat daya tahan individu berkurang dan
memungkinkan untuk seseorang mudah terkena penyakit infeksi seperti kuman
TB sehingga terbentuk siliko-tuberkuloasis (Sudoyo dkk, 2006).
8. Patofisiologi
Faktor yang berperan dalam mekanisme Pneumokoniosis oleh silica adalah
partikel debu anorganik dan respon tubuh. Khususunya saluran nafas terhadap
partikel debu tersebut. Partikel debu masuk ke dalam tubuh bersama inspirasi
akan ditangkap untuk difagositosis oleh makrofag. Proses selanjutnya sangat
bergantung pada sifat toksisitas partikel debu yang masuk. Reaksi jaringan
terhadap debu sangatlah bervariasi menurut aktivitas biologis debu tersebut. Jika
pajanan berlangsung cukup lama akan timbul reaksi inflamasi awal dengan
gambaran pengumpulan sel di saluran nafas bawah. Infeksi pada alveolus ini
dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran nafas besar karena dapat
menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak
diketahui.
Debu inert akan tetap berada dalam makrofag sampai makrofag mati karena
umurnya habis. Debu kemudian akan difagosit oleh makrofag lainnya, makrofag
dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid, atau ke bronkiolus
dan dikeluarkan melalui saluran nafas.
Sementara debu yang bersifat sitotoksik, partikel debu dapat menghancurkan
makrofag yang memfagositnya diikuti dengan fibrositosis. Partikel debu tersebut
akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan
mediator suatu rangsang peradangan dan proses proliferasi fibroblast dan deposisi
kolagen. Mediator yang paling banyak berperan antara lain TNF-α, IL-6, IL-8,
platelet derived growth factor, dan TGF-β.
Peran sitokin telah terbukti dalam patogenesis Pneumokoniosis. Sitokin yang
dihasilkan makrofag alveolar dalam merespons partikel debu yang masuk ke paru
selanjutnya akan menyebabkan fibrosis pada jaringan interstitial paru. Disamping
9
proses fagositosis debu oleh makrofag alveolar, hal penting yang harus
diperhatikan lainnya adalah interstisialisasi partikel debu tersebut difagosit oleh
makrofag dan ditransfer ke sistem mukosilier maka proses pembersihan debu
yang masuk dalm saluran nafas dapat dikatakan berhasil.
Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan
makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial
paru. Bila partitel debu telah masuk dalam interstitial, maka nasibnya ditentukan
oleh makrofag interstitial. Debu akan kembali difagositois untuk kemudian
ditransfer ke KGB mediastinum atau terjadi sekresi mediator inflamasi kronik
pada interstitial. Sitokin yang dilepaskan oleh makrofag interstitial seperti PDF,
TGF,TNF, dan IL-1 akan mengakibatkan proliferasi fibroblas dan terjadilah
pneumokoniosis.
Seperti yang setelah disebutkan sebelumnya, sifat toksisitas debu menentukan
reaksi jaringan yang terjadi pada pneumokoniosis. Debu silika dan asbes
mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi parenkim berupa fibrosis
nodular merupakan contoh paling sering dari silikosis. (Susanto, 2011)
9. Gambaran Histopatologi dan penjelasan
Ada 3 macam bentuk silikosis, yaitu (Sudoyo dkk, 2006):
1. Silikosis Kronik
Umumnya paparan debu silika terjadi lebih dari 15 tahun sebelum timbul
gejala atau perubahan radiologis. Kelainan patologis berupa nodul (khas
untuk silikosis), terdiri dari jaringan hialin tersusun konsentris, dikelilingi
kapsul selular (makrofag, sel plasma dan fibroblas), isi dari nodul ini
adalah silika. Lokasi nodul ini terdpat di jaringan interstitial sekitar
bronkiolus terminalis, dengan ukuran ukuran 2-6 mm. Nodul-nodul ini
dapat bersatu membentuk massive conglomerate lession, jarang
membentuk kavitas (kecuali bila ada tuberculosis bersama). Nodul
merupakan bentuk akhir respons paru (pertahanan makrofag alveolus
terhadap paparan debu silika di jaringan paru).
10
2. Silikosis Cepat
Perubahan terjadi dalam waktu 5-15 tahun. Perkembangan penyakit sama
dengan pada silikosis kronis, namun jalannya lebih cepat. Sering terjadi
infeksi tuberkulosis dan juga sering terjadi autoimune disease.
3. Silikosis Akut
Perubahan terjadi dalam kurun waktu 5 tahun atau kurang. Terjadi
gambaran klinik kurang dari 5 tahun sesudah paparan massive debu silika.
Gejala predominan pada paru bagian bawah. Histopatologis mirip dengan
pulmonary alveolar proteinosis. Kelainan ekstra pulmonal dapat mengenai
ginjal dan hati. Penyakit dapat mengalami progresivitas dan timbul gagal
nafas dan berakhir dengan kematian.
Gambar PA 1. Tampak pigmen berwarna coklat kehitaman akiba timbul silikon
dalam jaringan paru
10. Terapi Lama
Tidak ada terapi spesifik untuk penatalaksanaan silikosis, terapi yang dilakukan
lebih kearah edukasi pasien untuk menjauhi paparan lebih lanjut dan melakukan
pencegahan infeksi sekunder. Terapi-terapi yang dapat diberikan antara lain
11
Memberikan edukasi untuk menjauhi sumber yang didiga memberikan
paparan.
Berhenti merokok
Imunisasi influenza dan pneumococcal pneumonia
Pemberian kortikosteroid pada silikosis akut.
Tuberkulosis laten yang mungkin dapat terjadi dapat diterapi dengan
isoniazid
Tuberkulosis aktif harus diterapi sebagaimana mestinya (Davey; Hayes,
Mackay; Varkey et al, 2006; 1997; 2013).
11. Terapi Baru
Penelitian yang dilakukan telah menemukan titik terang walau belum berhasil
dibuktikan untuk pengobatan silikosis sepenuhnya dengan menggunakan lavage
(pembilasan) seluruh lapang paru, inhalasi alumunium dan pemberian polivinil
piridin N-oksida secara parenteral. Selain itu, penatalaksanaan terbaik yang dapat
dilakukan pada pasien dengan paparan silica berat yang disertai komplikasi-
komplikasi berat lainnya, dapat disarankan untuk melakukan transplantasi paru
(Varkey at al, 2013).
12. Komplikasi
Pajanan debu silika yang merupakan penyebab silikosis diketahui sebagai salah
satu faktor resiko tuberkulosis paru sekaligus faktor penyulit kesembuhan TB
paru. Selain itu, fibrosis yang terjadi berpotensi menimbulkan gangguan jaringan
ikat seperti:
Rhematoid arthritis
Scleroderma
Systemic lupus erythematosus
Progresivitas fibrosis secara besar-besaran juga harus diwaspadai. Jaringan
parut yang terbentuk pada paru akan membuat penderita kesulitan bernafas, dan
12
berpotensi menimbulkan kanker (Yunus, Roestam, Diandini; Medline; American
lung association, 2009).
13. Prognosis
Prognosisnya jelek, lebih-lebih kalau ada infeksi tuberkulosis (diagnosis sukar
dan tentunya berakibat pengobatan tidak tuntas) Usaha pencegahan penyakit
dilakukan dengan menghindari paparan debu silika dan para pekerja sulit bekerja
memakai masker basah (Sudoyo dkk, 2006).
13
BAB III
KESIMPULAN
Silikosis merupakan bagian dari Pneumokoniosis yang merupakan penyakit
paru akibat akumulasi pajanan debu inorganik ataupun bahan-bahan partikel
melalui inhalasi di lingkungan pekerjaan. Silikosis adalah suatu penyakit saluran
nafas yang terjadi akibat menghirup debu silika, sehingga terjadi peradangan dan
pembentukan jaringan parut didalam paru-paru.
Silikosis disebabkan oleh debu silika yang bisa terhirup udara nafas
mempunyai ukuran partikel debu 0,5-5 µm. Orang-orang yang beresiko terkena
silikosis berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan yang
mengandung debu silika. Penyakit silikosis ini tentunya lebih berbahaya pada
bayi, balita, dan anak-anak. Salah satunya karena fungsi dan kerja organ-organ
sistem pernapasan belum berkembang sempurna seperti orang dewasa.
Penyakit ini memberi juga gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing
dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan
sebagainya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan debu silika serta
gejala-gejala umum penyakit.
Penyakit silikosis memiliki komplikasi yang cukup fatal, terutama pada
komplikasi dengan tuberkulosis. Penatalaksanaan dapat dengan menjauhi paparan
dengan alat pelindung diri,jika sangat parah penatalaksanaan dapat berupa lavage
(pembilasan) seluruh lapang paru, inhalasi alumunium dan pemberian polivinil
piridin N-oksida secara parenteral. Selain itu, penatalaksanaan terbaik yang dapat
dilakukan pada pasien dengan paparan silica berat yang disertai komplikasi-
komplikasi berat lainnya, dapat disarankan untuk melakukan transplantasi paru.
Pencegahan dengan alat pelindung diri pada orang yang beresiko adalah
pencegahan yang paling dianjurkan.
14
Diagnosis pneumokoniosis dapat ditegakkan dengan menghubungkan riwayat
pajanan terhadap debu dan atau asap di tempat kerja dengan temuan radiologis
dan histopatologis yang ada.
15
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga
University Press.
American Lung Association. 2014. “Understanding Silicosis”. American Lung
Association. http://www.lung.org/lung-disease/silicosis/understanding-
silicosis.html. diakses pada 23 maret 2014.
Anonymous. “Silicosis”. MedlinePlus.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000134.htm. diakses
pada 23 maret 2014.
Davey Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Diandini Rachmania, Roestam Ambar W, Yunus Faisal. September 2009.
“Pajanan Debu Silika terhadap Risiko Tuberkulosis Paru”. Majalah
Kedokteran Indonesia Volume 59.
Hayes Peter C, Mackay Thomas W. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi.
Jakarta: EGC.
Nemery, B. (2009). Coal Worker’s Lung Not Only Black, But Also Full of Holes.
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 199-200.
Prakova, D; Gidikova, P; Slavor, E; Sandeva, G; and Stanilova, S.(2005). The
Potential Role of Neopterin as a Biomarker for Silicosis. Trakia Journal
of Sciences. Vol 3 No 4, pp 37-41
Sudoyo, Aru W, dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (ed.5) Jilid 3,
Jakarta:Balai Penerbit FKUI. hal 2279-2298
Susanto Agus Dwi. Desember 2011. “Pneumokoniosis”. Jurnal Indonesia
Medical Association.
Susanto, Agus Dwi. 2009. Silikosis. Jakarta : Bagian Pulmonologi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI – RS Persahabatan
Susanto, Agus Dwi. 2009. Silikosis. Jakarta : Bagian Pulmonologi & Ilmi
Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan
16
Varkey Basil. November 2013. “Silicosis”. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/302027-overview. diakses pada
23 maret 2014.
17
TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI
BLOK RESPIRASI
SILIKOSIS
Pembimbing:
Rinda Puspita Angguningtyas
G1A010033
Kelompok 30
Oleh:
Leonnora Vern S.N G1A012028
Lintang Sandya L. S G1A012089
M.Helrino Fajar G1A012016
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
18
TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI
BLOK RESPIRASI
SILIKOSIS
Kelompok 30
Oleh:
Leonnora Vern S.N G1A012028
Lintang Sandya L. S G1A012089
M.Helrino Fajar G1A012016
Disusun untuk memenuhi tugas praktikum patologi anatomi blok Respirasi
pada Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan,
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Diterima dan disahkan,
Purwokerto, 23 Maret 2014
Asisten Praktikum,
Rinda Puspita Angguningtyas
G1A010033
19