kelompok 2

14
MAKALAH “Pemahaman Hukum Islam” Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hukum Islam Penyusun : Amalia Saraswati Ilmi (B76213056) Faizal Abdi (B96213099) Nur Alfiyatur Rochmah (B06213037) Kelas : Ilmu Komunikasi 2-F4 Dosen Pengampu : Drs. Syahroni Ahmad Jaswadi, M. Ag PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2014

Upload: nur-alfiyatur-rochmah

Post on 03-Jul-2015

66 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 2

MAKALAH

“Pemahaman Hukum Islam”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Hukum Islam

Penyusun :

Amalia Saraswati Ilmi (B76213056)

Faizal Abdi (B96213099)

Nur Alfiyatur Rochmah (B06213037)

Kelas :

Ilmu Komunikasi 2-F4

Dosen Pengampu :

Drs. Syahroni Ahmad Jaswadi, M. Ag

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2014

Page 2: Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia

Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk bahan mata kuliah Studi Hukum Islam ini.

Dalam makalah ini kami sebagai penulis sekaligus penyusun menyajikan persoalan mengenai

“Pemahaman Hukum Islam”.

Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin, namun kami menyadari bahwa makalah ini

masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifat nya

membangun demi kesempurnaan penulisan untuk masa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami penulis maupun

para pembaca serta dapat menambah wawasan tentang Pemahaman Hukum Islam

Surabaya, 16 Maret 2014

Penyusun

Page 3: Kelompok 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam diterjemahkan

dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurispudence. Di dalam

bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam, sering, dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum

syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilsh hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.1

Ungkapan bahwa hukum Islam adalah hukum suci, hukum Tuhan, syariah Allah, dan

semacamnya, sering dijumpai. Juga demikian yang beranggapan bahwa hukum Islam itu pasti

benar dan diatas segala-galanya, juga tidak jarang kita dengar. Disini tampak tdak adana kejelasan

possi dan wilayah antara istilah hukum Islam dan syariah Allah dalam arti konkritnya adalah

wahyu yang murni yang posisinya diluar jangkaan manusia.

Pengkaburan istilah antara hukum islam, hukum syar’i / syari’ah, atau bahkan syari’ah

Islam, pada hakikatnya tidak ada masalah. Namun pengkaburan esensi dan posisi antara hukum

Islam yang identik dengan fiqh, karena merupakan hasil ijtihad tadi, dengan syari’ah yang identik

dengan wahyu, yang berarti diluar jangkauan manusia, adalah masalah besar yang harus

diluruskan dan diletakkan pada posisi yang seharusnya.

Sumber utama hukum islam adalah al-qur’an, maka hukum islam berfungsi sebagai pemberi

petunjuk, pemberi pedoman dan batasan terhadap manusia. Jika sesuatu itu haram, maka hukum

islam berfungsi sebagai pemberi petunjuk bahwa hal tersebut tidak boleh dikerjakan, sebaliknya

jika sesuatu itu wajib maka haruslah dikerjakan.. dengan istilah lain ketentuan hukum islam itu

berarti hasil ijtihad fuqaha dalam menjabarkan petunjuk dari wahyu itu. Namun yang terjadi

selama ini seolah-olah hukum islam itu merupakan seperangkat aturan dan batasan yang sudah

mati, sehingga selalu terkesan pasif. Akhirnya hukum islam menimbulkan kesan menakutkan bagi

masyarakat sekitarnya, padahal hukum islam itu harus bersifat aktif sesuai dengan pendapat Abu

Hanifah adanya istilah ma’rifat (mengetahui) dimana kalimah tersebut memberi inspirasi untuk

aktif tidak terlambat memberi ketentuan hukum islam, jika muncul kasus baru. Batasan-batasan

tersebut dalam ilmu hukum disebut sebagai fungsi sosial control.

Berangkat dari masalah tersebut penuls akan mengkaji dan membahas Hukum Islam , Syariat

dan Fiqh karakter dan tantangannya.

1 Maksun Faiz, Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM

Jawa Tengah, Semarang, 2001, hlm. 171

Page 4: Kelompok 2

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Syari’ah Islam ?

2. Apa yang dimaksud dengan Fikih Islam ?

3. Apa yang dimaksud dengan Hukum Islam ?

4. Apa hubungan antara ketiganya ?

C. Tujuan

1. Mengetahui maksud dari Syari’ah Islam

2. Mengetahui maksud dari Fikih Islam

3. Mengetahui apa yang dinaksud dengan Hukum Islam

4. Mengetahui dan memahami keterkaitan dari ketiga hukum tersebut

BAB II

PEMBAHASAN

Page 5: Kelompok 2

A. Pengertian Syari’ah Islam

Secara bahasa syariah mempunya arti tempat keluarnya air minum. Menurut M. Ali At

Tahanuwi syariah merupakan hukum Allah SWT yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang

disampaikan kepada para Nabi atau Rasul-Nya, baik yang berhubungan dengan amaliyah, hukum

ini dimasukkan ke dalam ilmu fiqih, maupun hukum yang berhubungan dengan akidah dan

dimasukkan ke dalam ilmu kalam atau tauhid.2

Beberapa ayat al-Quran seperti as-Syura’ : 13 menyebutkan lafal syariah yang bermakna

ad-din (agama) dalam makna totalitasnya yang mnunjukkan pengertian bahwa syariah Islam

adalah jalan yang lurus, yang akan mengantarkan manusia pada keselamatan dan kesuksesannya

di dunia dan di akhirat.

Makna pertama adalah agama, yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-

Nya dan mengutus utusan dengan kitab-kitab untuk menyampaikannya dan untuk menunjukkan

manusia kepada kebaikan akhlak, muamalah dan dalam hubungan dengan Sang Pencipta. dengan

makna ini, syariah bermakna agama secara keseluruhan yang mencakup dasar dan bagian-

bagiannya. sebagaimana firman Allah (QS.As-Syura 13): ينا به إبراهيم وموسى ين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وص عيى و شرع لكم من الد

قوا فيه كبر عل ين ول تتفر أن أقيموا الد يجتبي إل يه من يشا ى المشركين ما تدعوهم إليه الل

ويهدي إليه من ينيب

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada

Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada

Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah

tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.

Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada

(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)."

Semula, syariah diartikan dengan agama, yang pada akhirnya ditujukan khusus untuk

praktek agama. Penunnjukkan ini dimaksudkan untuk membedakan antara agama dan syari’ah.

Menurut Thabari, pemakaian kata syari’ah dikhususkan untuk hal-hal yang menyangkut

kewajiban, sanksi hukum, perintah dan larangan. Ia tidak memasukkan akidah serta hikmah dan

kesan keagamaan ke dalam syari’ah. Dalam perkembangan selanjutnya, kata syari’ah digunakan

untuk menunjukkan hukum-hukum islam, baik yang ditetapkan langsung oleh Al-Qur’an dan

sunnah, maupun yang telah dicampuri oleh pemikiran manusia.3

Sumber-Sumber Syariah

2 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), hal 36-37.

3 Ibid, hal 37

Page 6: Kelompok 2

Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan

Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.

Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian

terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.

Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan

hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Klasifikasi Syariah

Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan

mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.

Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan

mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka

pada orang tua, dan lain-lain.

Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila

ditinggalkan tidak berdosa.

Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu

perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa.

Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.4

Prinsip Syariah

Dilandasi iman ikhlas

Membentuk kesejahteraan manusia

Ketentuan pelaksanaannya diserahkan kepada manusia.

Karakteristik Syariah

Bersifat rabbaniyah dan diniyyah

Mencerminkan kesucian syariah, dan rasa cinta dan penghargaan terhadapnya.

Menghormati dan mentaati hukum ijtihad dan peraturan negara.

Membentuk akhlak dan moral

Syariah memelihara hubungan masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur masyarakat, dan

manjujung tinggi nilai-nilai akhlak.

Bersifat realistis

Syariah diturunkan Allah sesuai kejadian yang dialami manusia, menetapkan qishas bagi

pembunuh secara sengaja, dan prinsip keadilan lainnya. Penerapan hukum secara bertahap

dan berproses Misalnya mengenai haramnya hamr.

Ruang Lingkup

4 H. A. Qodri A.Azizy, Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah,

Semarang, 2001, hlm.99.

Page 7: Kelompok 2

Syariah terdiri atas ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah terdiri

atas: Syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah ghairu mahdhah terdiri atas hubungan

manusia dengan manusia lain, dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar. Ibadah ghairu

mahdhah seperti: perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah, tijarah, perburuhan, koperasi,

sewa menyewa, pinjam meminjam, pemerintahan, hubungan antar bangsa, dan hubungan antar

golongan.

Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :

Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)

Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram, maka Tinggalkan

yang subhat (meragukan),ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan

bertele-tele.

Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia, dan menghendaki kemudahan.

Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal

dilakukan sesuai kemampuan

Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah. Syariah harus

ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar

Perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu

dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk

dalam kategori Asas Syara’ dan perkara yang masuk dalam kategori Furu’ Syara’.

Asas Syara’

Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits.

Kedudukannya sebagai Pokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara’ dan Al

Hadits itu Asas Kedua Syara’. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia

dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam

keadaandarurat.

Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang

memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam

keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga

sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan

tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada

ketentuan syari’at yang berlaku

Furu’ Syara’

Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist.

Kedudukannya sebaga Cabang Syari’at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh

umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan atau

perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

Page 8: Kelompok 2

Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai perkara

ijtihadiyah.

Dasar-Dasar Penetapan Syari’ah Islam

Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu :

Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban.

Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum.

Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak.

Dasar Persamaan dan Keadilan.

B. Pengertian Hukum Islam

Menurut bahasa “hukm” berarti halangan, keputusan, dan pemisahan. Menurut istilah

hukum didefinisikan secara berbeda oleh para ulama Sunni dan Mu’tazilah. Bagi ulama Sunni

hukum ialah “titah Allah yang berkaitan dengan orang yang berakal dan dewasa melalui tuntutan

(al-iqtidla’), pilihan (al-takhyir), dan penentuan sebab, syarat dan penghalang hukum (al-wadl’).

Sedangkan menurut ulama Mu’tazilah “ sesuatu yang ditetapkan oleh Allah dalam bentuk

perbuatan yang sesuai dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks Al-Quran dan Al-

Sunnah berfungsi sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk mendapatkannya. Oleh

karena itu hukum islam adalah hukum perundang-undangan Islam.5

Hukum islam adalah Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari’at

atas kebutuhan masyarakat. Istilah hukum islam walaupun berasal dari bahasa Arab yaitu

terjemahan dari Fiqih Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan

Ijmak para sahabat dan tabi’in. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan

kemajuan umat.6

Tujuan hukum islam adalah untuk memberikan kemaslahatan bagi manusia dan

mencegah kemadharatan, mengarahkan kepada kebenaran, unutk menuju kebahagiaan dunia dan

akhirat.

Fungsi dan Tujuan

Menegakkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan.

Menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.

Menegakkan nilai-nilai kemasyarakatan

Klasifikasi Hukum Islam

1. Bidang Ibadah (Ritual)

Kata ‘ibadah (عبادة) berasal dari tiga huruf asal, yaitu: ‘ain, ba’ dan dal. Dari ketiga

huruf ini, lahir beberapa makna, antara lain: pengabdian, penyembahan, ketaatan, merendahkan

5 Hasby ash Shiddieqy, 1974, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakrta, hlm. 44

6 Ibid., hlm. 44

Page 9: Kelompok 2

diri dan doa. Makna-makna ini menunjukkan sikap dan perbuatan dari pihak paling rendah

kepada pihak paling tinggi. Pihak paling rendah ini berada daalam kuasa pihak paling tinggi.

Inilah gambaran dari kdudukan manusia dan makhluk lainnya yang berada dalam kuasa Allah

Tuhan yang Maha kuasa karenanya, sangat tidak wajar bila manusia tidak tunduk dan ,عزوجل

patuh kepada perintah Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kepatuhan dan

pengabdian tersebut.

Menurut hukum islam, Ibadah dibagi dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah ibadah

dalam pengertian yang luas. Dalam hal ini, sikap dang tindakan manusia ditunjukkan untuk

tunduk kepada Allah SWT. Boleh jadi, mannusia berhubungan dengan sesama manusia, namun

hubungan ini dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah SWT.

Bidang Mu’amalah (Sosial) Ada lima level kategori hukum islam dalam penerapannya.

Pertama, hukum privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf, dan sodaqoh. Kedua, aturan masalah

ekonomi, seperti perbankan dan bisnis lainnya. Ketiga, praktik keagamaan dalam arena public

seperti keharusan perempuan memakai jilbab, larangan minum alcohol, judi dan praktik

kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar moral islam. Keempat, kriminal islam, seperti

hudud. Kelima, menggunakan islam sebagai dasar Negara.7

2. Bidang Mu’amalah (Sosial)

Ada lima level kategori hukum Islam dalam penerapannya :

a. Hukum Privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf dan sodaqah.

b. Aturan masalah ekonomi seperti perbankan, dan bisnis lainnya.

c. Praktik keagamaan dalam arena publik seperti keharusan perempuan memakai jilbab,

larangan minum alkohol, judi dan praktik kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar

moral Islam.

d. Kriminal Islam seperti hudud.

e. Menggunakan Islam sebagai dasar negara.

Selain hubungan manusia dengan Allah , manusia juga memiliki hubungan dengan makhluk

Allah, hubungan ini disebut mu’amalah. Seperti hubungan antar manusia, hubungan manusia

dengan hewan, hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan serta alam semesta. Semua

terfokus kepada manusia maka hukum Islam bersifat Antroposentris8.

Dibidang sosial hukum Islam juga memberikan petunjuk prinsip maupun teknis. Petunjuk

prinsip bersifat universal , seperti keadilan, musyawarah, persamaan derajat dan sebagainya.

Petunjuk teknis hanya dikemukakan untuk beberapa kasus seperti, pembagian harta pusaka,

beberapa ketentuan dalam pernikahan, dan beberapa sanksi kasus pidana.

7 Arseka Salim dan Azyumardi Azra (ed.), Shari’a and politics in Modern Indonesia (Singapore: ISEAS, 2003), hal 11.

8 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 56

Page 10: Kelompok 2

C. Pengertian Fikih Islam

Menurut bahasa kata Fiqh berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik”.

Menurut para ulama seperti al-Jurjani “hukum-hukum syariat yang menyangkut praktek

keagamaan (amaliyah) dengan dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili). :

Fikih tetap bukan hukum syariat. Fikih adalah hasil ijtihad yang dicapai oleh seseorang

pakar dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Fikih merupakan intepretasi terhadap hukum

syariat.Sifat intepretasi ini merupakan dugaan/hipotesis sehingga fikih bisa terikat dengan situasi

dan kondisi serta senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat.

Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:

1. Al-Qur’an : kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan

manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi

hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita

harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya

2. As-Sunnah : semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

3. Ijma’ : Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad SAW dari suatu generasi

atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut baik pada generasi

sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’,

dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal

tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, bahwa tidaklah umat

ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan

adalah hak (benar).

4. Qiyas : Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara

lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan

antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam

suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’

.

D. Hubungan antara Syari’ah, Fikih dan Hukum Islam

Keterkaitan dari ketiganya adalah sama-sama memiliki hukum yang telah ditetapkan oleh

Allah SWT pada bidang masing-masingnya. Tujuan dan pelaksanaannya adalah untuk bertauhid

kepada Allah.

Page 11: Kelompok 2

Hal ini membuktikan Islam bukan saja mengatur aspek spiritual yaitu hubungan vertical

manusia dengan tuhan saja yaitu beribadah. Akan tetapi, mencakup politik dan aspek duniawi.

Aspek duniawi, tak bias di abaikan karena dari sanalah ahlaq itu timbul dan dapat dilihat. Ketika

saudagar berniaga sesuai hukum muamalat. maka dari cara dia berdagang akan kelihatan ahlak

muamalatnya. Artinya dia membawa Allah ditempat dia berniaga.

Menempatkan syariat dalam fiqh dan bermua’amalat pun sangat penting. Karena, syariat

adala sesuatu yang memang diperintahkan allah. Sedangkan dalam fiqh hanya memperjelas suatu

pikiran dan mazhab tertentu.9

E. Peranan Akal dan Wahyu dalam Hukum Islam

1. Wahyu Diatas Akal

Perbandingan wahyu dan akal berarti perbandingan Allah dan manusia, tentu saja

perbandingan yang tidak seimbang atau tidak bisa dibandingan sama sekali. Wahyu pasti benar

(kebenaran mutlak), dan akal belum tentu benar (kebenaran relatif/nisbi).

Wahyu itu tunggal sedangkan akal beragam, akal manusia berbeda antara satu dengan

yang lain. Namun manusia selalu mencari kebenaran atas pemikirannya, semakin banyak

dukungan dari akal yang lain maka posisi pemikiran tersebut semakin kuat, karena melibatkan

manusia yang lain maka kebenaran ini disebut kebenaran sosiologis.

Imam Syafi’i menyatakan bahwa Kebenaran itu tunggal (al-haqq wahid).

2. Akal di Atas Wahyu

Asumsi dasar peranan akal adalah kesejerahan manusia, peranan penting dalam perubahan

sosial adalah akal manusia. Akal memiliki hukum logika dalam menemukan kebenaran hukum.

Setidaknya ada empat teori kebenaran akal :

a. Teori Korespondensi

Sesuatu itu dianggap benar apabila sesuai dengan fakta atau realitas.

b. Teori Koherensi

Melihat kebenaran dari konsistensi suatu pernyataan dengan kebenaran sebelumnya.

c. Teori Pragmatisme

Memandang kemanfaatan sebagai ukuran kebenaran.

d. Teori Performatif

Suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu menciptakan realitas.

Kaum rasionalis menggunakan metode rasional untuk menjawab kasus hukum yang tidak

ditemukan jawabannya dalam Al-Quran. Dengan begitu kaum rasionalis meyakini kebaikan dan

keutamaan akal. Pemikiran kaum diatas ridak lepas dari kelemahan yaitu relativitas kebenaran

hukum. Semua orang berhak dianggap benar (kullu mujtahid mushib).

9 http://wigunaharis.wordpress.com/2011/02/01/hukum-islam-syari%E2%80%99at-dan-fiq ih/ diakses 15 maret 2014,

pukul 18.35 wib

Page 12: Kelompok 2

3. Keseimbangan Akal dan Wahyu

Dilihat dari sumbernya, akal dan wahyu sama-sama berasal dari Allah untuk menjadi

pedoman hidup umat. Begitu pula, pemikiran akal juga merupakan ilham yang diberikan Allah

kepada setiap manusia. Meski wahyu berada diatas akal, namun wahyu tidak menjelaskan semua

kehidupan secara terperinci. Penjelasan terperinci ini merupakan wilayah akal. Wahyu tidak bisa

dipahami tanpa peranan akal, tidak ada wahyu yang menyulitkan akal untuk memahaminya. Jika

ada pernyataan wahyu yang dianggap tidak masuk akal, maka hal yang benar adalah akal belum

mampu menjelaskannya.

Kebenaran akal juga sulit dipercaya tanpa ada wahyu, tujuan dari kebenaran adalah

kepercayaan. Asumsi diatas menunjukkan bahwa kedudukan wahyu dan akal adalah setara,

saling membutuhkan satu sama lain dan keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Jadi

keunggulan wahyu tergantung pada kejelasan maksud pernyataan wahyu. Semakin jelas suatu

pernyataan, wahyu semakin unggul atas akal. Semakin samar suatu pernyataan akal dapat lebih

dominan dibanding wahyu.

BAB III

PENUTUP

Page 13: Kelompok 2

Kesimpulan

Syariah Islam إسالمية شريعة (Syariah Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang

mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam

juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam,

syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup

manusia dan kehidupan dunia ini.

Fikih adalah hasil ijtihad yang dicapai oleh seseorang pakar dalam usahanya menemukan

hukum Tuhan. Fikih merupakan intepretasi terhadap hukum syariat.Sifat intepretasi ini

merupakan dugaan/hipotesis sehingga fikih bisa terikat dengan situasi dan kondisi serta senantiasa

berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat

Hukum Islam adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Allah dalam bentuk perbuatan yang

sesuai dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks Al-Quran dan Al-Sunnah berfungsi

sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk mendapatkannya. Oleh karena itu hukum

islam adalah hukum perundang-undangan Islam.

Syariah merupakan syariat yang berasal dari Allah, kemudian para ulama berijtihad

sehingga muncullah Ilmu Fikih yang juga berpedoman pada Syariah, karena sifat Fikih berubah-

ubah (dinamis) mengikuti perkembangan jaman , waktu dan kondisi kemudian muncul Hukum

Islam yang lebih statis dan mengikat sehingga bisa dijalankan seluruh kalangan. Ketiganya saling

berkaitan karena ketiganya memilki fungsi yang saling berpengaruh satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Faiz, Maksun. Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama.

Semarang : PPHIM. 2001.

Page 14: Kelompok 2

Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. Studi Hukum Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press . 2013.

Azizy, Qodry. Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama. Semarang : PPHIM

2001.

Ash Shiddieqy, Hasby. Falsafah Hukum Islam. Jakrta : Bulan Bintang. 1974.

http://wigunaharis.wordpress.com/2011/02/01/hukum-islam-syari%E2%80%99at-dan-fiqih/ diakses

15 maret 2014, pukul 18.35 wib.

Azra, Azyumardi dkk. Shari’a and politics in Modern Indonesia.Singapore: ISEAS. 2003.