karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis split ...laboratoriumbeacukai.com/pdf/karakterisasi...

24
Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018 1 Karakterisasi Produk Turunan Kelapa Sawit Jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA) Arief Hadi Permana 1* , Ardi Ferdiansyah 1* 1 Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas II Medan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Belawan, Medan 20411 Email : [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid ( SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA). Data spektrum FTIR, kromatogram GC dan data hasil titrasi menunjukkan bahwa kedua produk turunan kelapa sawit yaitu SRBDPKFA dan SPKFA memiliki karakteristik yang tidak berbeda, dan hanya uji warna menggunakan lovibond yang dapat menjelaskan perbedaan kedua produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa produk kelapa sawit SPKFA memenuhi spesifikasi sebagai produk split palm kernel fatty acid karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no. 54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3, sedangkan SRBDPKFA memiliki red 2. Kata kunci : karakterisasi, kelapa sawit, FTIR, GC, lovibond, titrasi Abstract The research on the characterization of oil palm products of Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) and Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA) has been done. The results of FTIR spectrum, GC chromatogram and titration data indicate that both the oil palm derivative products SRBDPKFA and SPKFA have no distinct characteristics and the color test using lovibond can explain the differences between the two products. The results show that the SPKFA of palm oil product meets the specifications as a split palm kernel fatty acid product as in accordance with Regulation of the Minister of Trade no. 54 / M-DAG / PER / 7/2015 which has a red value of ≥ 3, while SRBDPKFA has red value of 2. Keywords: characterization, oil palm, FTIR, GC, lovibond, titration

Upload: lamthuy

Post on 20-Aug-2019

260 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

1

Karakterisasi Produk Turunan Kelapa Sawit Jenis Split Refined

Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA)

dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)

Arief Hadi Permana1*, Ardi Ferdiansyah1*

1Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas II Medan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Belawan, Medan 20411

Email : [email protected]

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi produk turunan kelapa sawit jenis Split

Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) dan Split Palm

Kernel Fatty Acid (SPKFA). Data spektrum FTIR, kromatogram GC dan data hasil

titrasi menunjukkan bahwa kedua produk turunan kelapa sawit yaitu SRBDPKFA dan

SPKFA memiliki karakteristik yang tidak berbeda, dan hanya uji warna menggunakan

lovibond yang dapat menjelaskan perbedaan kedua produk tersebut. Hasilnya

menunjukkan bahwa produk kelapa sawit SPKFA memenuhi spesifikasi sebagai produk

split palm kernel fatty acid karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no.

54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3, sedangkan SRBDPKFA

memiliki red 2.

Kata kunci : karakterisasi, kelapa sawit, FTIR, GC, lovibond, titrasi

Abstract

The research on the characterization of oil palm products of Refined Bleaching

Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid (SRBDPKFA) and Split Palm Kernel Fatty Acid

(SPKFA) has been done. The results of FTIR spectrum, GC chromatogram and titration

data indicate that both the oil palm derivative products SRBDPKFA and SPKFA have no distinct characteristics and the color test using lovibond can explain the differences

between the two products. The results show that the SPKFA of palm oil product meets

the specifications as a split palm kernel fatty acid product as in accordance with

Regulation of the Minister of Trade no. 54 / M-DAG / PER / 7/2015 which has a red

value of ≥ 3, while SRBDPKFA has red value of 2.

Keywords: characterization, oil palm, FTIR, GC, lovibond, titration

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

2

I. PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan komoditi potensial yang sangat menjanjikan dalam

dunia perdagangan dan Indonesia yang beriklim tropis, laju pertumbuhan kelapa sawit

menjadi hal yang tak terbendung. Hal tersebut menyebabkan ketersediaan jumlah kelapa

sawit menjadi berlimpah dan ini merupakan kesempatan bagi para pelaku bisnis

terutama dalam bidang ekspor untuk mensuplai minyak kelapa sawit baik dalam bentuk

mentah maupun turunannya.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman budidaya yang dapat

menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang

diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,

PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Kedua bagian ini memiliki

karakteristik masing-masing yang berbeda sehingga perusahaan kelapa sawit memiliki

konsentrasi tersendiri dalam mengolah kedua bagian ini. Inti sawit atau kernel

cenderung digunakan untuk industri oleochemical sementara daging atau mesocarp

merupakan bahan utama pembuatan minyak goreng. Dilihat dari berbagai aspek dalam

hal manfaat dan efektivitas pengolahannya, minyak sawit mempunyai harga yang cukup

tinggi di pasaran dunia. Hal ini membuat para pelaku usaha berlomba-lomba

memanfaatkan eksistensi kelapa sawit yang cukup menjanjikan di Indonesia.

Indonesia sudah banyak membuat kemajuan dalam beberapa tahun terakhir

dalam hal aktivitas ekspor minyak kelapa sawit, baik dalam bentuk mentah maupun

turunannya. Pengendalian untuk ketersediaan pasokan minyak sawit di Indonesia serta

menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasar dunia, pemerintah mengenakan bea

keluar ekspor minyak kelapa sawit sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri

Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 tentang verifikasi atau penelusuran teknis

terhadap ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Untuk

memeriksaan dan membuktikan komoditi ekspor sesuai dengan pemberitahuan

eksportir, perlu dicari metode–metode yang cukup teruji untuk dapat menganalisis

minyak kelapa sawit dengan hasil yang cepat, akurat, efisien dan dapat memberikan

informasi tambahan seperti sifat fisika dan sifat kimia suatu sampel. Selama ini

identifikasi minyak kelapa sawit di lapangan hanya sebatas pemeriksaan visual. Hal ini

menjadi kendala dalam hal pengawasan karena pemeriksaan minyak kelapa sawit

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

3

berdasarkan bentuk fisik kurang bisa dipertanggungjawabkan apalagi hasil atau

kesimpulannya berdampak kepada proses hukum. Disamping itu produk SRBDPKFA

dihasilkan dari bahan baku SPKFA melalui proses Refined Bleaching Deodorizing

(RBD) yang secara visual terlihat sama. Pemeriksaan visual tersebut dianggap bersifat

subjektif karena didasarkan pada pengamatan individu, disamping itu bentuk dan warna

minyak sawit dapat berubah tergantung dengan kondisi lingkungan. Untuk itu perlu

adanya karakterisasi lanjutan untuk memastikan jenis minyak kelapa sawit, dalam hal

ini terfokus pada dua komoditi yang dianggap serupa tapi tak sama. Berdasarkan hal

tersebut diatas maka jurnal ini akan membahas tentang karakterisasi produk turunan

minyak kelapa sawit jenis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid

(SRBDPKFA) dan Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA).

Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan salah satu tahap

screening awal dalam proses identifikasi gugus fungsi suatu senyawa. Informasi

struktur molekul dapat diperoleh berdasarkan gugus fungsi tersebut. Keuntungan yang

lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam

berbagai fase (Harmita, 2006).

Metode Kromatografi Gas (GC) telah lama digunakan untuk mengidentifikasi

kandungan trigliserida dan asam lemak dalam minyak kelapa sawit. Metode GC

digunakan untuk mendapatkan informasi jumlah kandungan (persentase) fatty acid yang

jumlahnya cukup banyak, kandungan lemak trans dalam minyak sawit serta komposisi

fatty acid yang dominan. Data kromatogram yang diperoleh memberikan ciri khas dari

masing-masing komoditi.

Metode titrasi merupakan salah satu teknik pengujian untuk mendapatkan

informasi tentang bilangan asam dalam minyak kelapa sawit. Hal ini menjadi sangat

penting karena akan menentukan kualitas minyak kelapa sawit dan mengubah struktur

kimia yang terkandung dalam minyak.

Metode Lovibond merupakan salah satu pengujian fisika berdasarkan

perhitungan intensitas warna. Dalam hal ini, warna visual minyak sawit menjadi suatu

hal yang krusial dan dapat membuat perbedaan dalam identifikasi karakteristik minyak.

Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan identifikasi minyak kelapa sawit dari

dua jenis turunannya menggunakan metode tersebut diatas dan diharapkan metode

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

4

tersebut bisa dijadikan sebagai metode alternatif untuk pengujian minyak kelapa sawit

dengan hasil yang lebih akurat.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Dumai pada bulan April 2017.

A. Bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis sampel

turunan minyak kelapa sawit yang merupakan hasil sampling dari salah satu kantor Bea

dan Cukai di Indonesia, ethanol, phenolptalein, NaOH metanolik, BF3, Iso-octane dan

NaCl jenuh.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Gas Chromatography (GC) merk Agilent dari

Berca Niaga Medika, menggunakan detektor FID. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

merk Perkin Elmer Spectrum Two UATR Two (Perkin Elmer Life dan Analitical

Science, MA, USA), alat ini menggunakan ATR sehingga pengujian dilakukan tanpa

menggunakan Kbr serbuk atau pellet. Sedangkan alat Lovibond yang digunakan dalam

penelitian ini adalah PFXi series spectrocolorimeter.

C. Cara Kerja

1. Analisis Sampel Menggunakan FTIR

Spektrum FTIR untuk berbagai jenis minyak kelapa sawit dapat diperoleh

menggunakan spektrofotometer FTIR pada panjamg gelombang 400 - 4000 cm-1.

Cairan sampel diambil menggunakan pipet tetes kemudian di teteskan ke holder

FTIR. Kemudian ditekan dengan knop diatas holder hingga force gauge pada angka

60. Setelah itu sampel siap untuk dianalisis.

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

5

2. Analisis Sampel Menggunakan GC

Sampel yang akan dianalisis dimetilasi terlebih dahulu dengan penambahan

penambahan NaOH metanolik, kemudian dipanaskan selama 5 menit sampai suhu

titik didih air. Setelah didinginkan ditambahkan BF3 lalu di vortex dan dipanaskan

kembali selama 30 menit. Setelah didinginkan kembali, ditambahkan NaCl jenuh

dan iso-octane, kemudian di vortex kembali. Kemudian cairan iso-octane akan

terpisah dan berada pada lapisan atas, diambil cairan pada lapisan atas tersebut,

lalu dipindahkan ke vial. Sampel siap untuk diinject ke GC.

3. Analisis Sampel dengan Titrasi

Pengujian ini dilakukan menggunakan metode netralisasi. Sampel ditimbang,

kemudian dilarutkan dengan alkohol netral. Diteteskan phenolptalein sebagai

indikator dan dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi

sebelumnya. Titrasi berhenti saat larutan berwarna merah muda. Dicatat volume

titrasi dan dilakukan perhitungan bilangan asam.

4. Uji Warna Sampel Menggunakan Lovibond

Kuvet dibilas menggunakan alkohol untuk menghilangkan sisa lemak, kemudian

dibilas lagi menggunakan cairan sampel minimal 3 kali pembilasan. Dimasukkan

kuvet yang telah berisi cairan sampel ke dalam alat lovibond. Dipilih metode RYBN

kemudian sampel siap untuk diperiksa.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan metode analisis yang

didasarkan pada karakterisasi gugus fungsi dari suatu sampel. Penelitian ini

menggunakan metode FTIR ATR (attenuated total reflectance) yang merupakan teknik

FTIR sederhana dan dapat digunakan pada pengukuran sampel dalam bentuk padat dan

cairan. Teknik ini merupakan salah satu metode solutif dalam spektroskopi IR dalam hal

pengolahan sampel. ATR biasanya digunakan untuk analisis sampel-sampel yang sulit

dianalisis dengan metode spektrofotometri FTIR transmitan karena terbentur preparasi

sampel yang sulit (Stuart, 2004). ATR cocok diterapkan untuk sampel-sampel padat

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

6

yang tebal atau material-material cair yang pekat termasuk film, serbuk, polimer,

sampel cair, semi-padat dan film tipis. Pada ATR hanya dibutuhkan sedikit preparasi

sampel atau bahkan tidak ada preparasi sama sekali (Stuart, 2004). ATR dilakukan

dengan menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel spektrofotometer FTIR.

Bagian inti aksesoris ATR adalah kristal dengan indeks bias yang tinggi. Jenis bahan

yang digunakan adalah seng selenida (ZnSe), KRS-5 (talium iodide atau talium

bromida), dan germanium.

Pengujian sampel menggunakan kromatografi gas dilakukan metilasi terlebih

dahulu sebelum dilakukan injeksi pada alat. Metilasi dilakukan untuk menghasilkan

metil ester yang kemudian di pisahkan secara kromatografi. Untuk mengetahui profil

asam lemak dari minyak kelapa sawit, digunakan kolom non polar DB-23 untuk fatty

acid methyl ester. Kromatografi merupakan metode pengujian berdasarkan pemisahan

komponen. Tiap material pasti memiliki komponen yang heterogen, untuk

mempermudah analisis perlu dilakukan pemisahan agar lebih terfokus dan akurat.

Kromatografi gas memisahkan komponen berdasarkan tingkat kelarutan komponen

terhadap fase gerak. Komponen yang lebih mudah terlarut akan terbawa lebih dulu ke

detektor yang kemudian di interpretasikan sebagai kromatogram.

Pada umumnya pabrik minyak goreng akan berusaha menghilangkan warna dari

CPO yang berwarna jingga kemerahan karena akan mempengaruhi mutu dari minyak

goreng tersebut. Penambahan bleaching earth sering digunakan untuk menghilangkan

warna merah CPO hingga menjadi kuning bening seperti yang terlihat pada minyak

goreng dipasar. Penggunaan lovibond dengan menggukan metode RYBN (Red Yellow

Blue Neutral) dapat memberikan informasi kepekatan warna larutan pada sampel,

prinsip kerjanya adalah dengan pencocokan warna menggunakan panel warna pada alat.

Metode ini juga sangat sederhana dan tidak banyak memerlukan perlakuan pendahuluan

terhadap sampel.

Bilangan asam dapat menentukan kualitas dari suatu minyak. Metode yang dapat

digunakan untuk untuk mengetahui jumlah bilangan asam secara kuantitatif dalam

minyak adalah metode titrasi. Dengan menggunakan metode yang telah di validasi, alat

ukur yang terkalibrasi dan pereaksi yang masih segar, metode titrasi dapat menunjukkan

hasil yang akurat. Pada metode ini sampel di timbang secara terukur, kemudian

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

7

dilarutkan menggunakan alkohol netral. Alkohol sebagai pelarut organik dapat

melarutkan minyak dengan baik,. Sifat alkohol yang sedikit asam, harus dinetralkan

terlebih dahulu menggunakan pereaksi basa seperti NaOH atau KOH. Hal ini bertujuan

untuk menghindari penambahan asam dari alkohol kepada sampel. Dengan beberapa

tetes phenolptalein sebagai indikator, sampel dititar dengan NaOH hingga larutan

berwarna merah muda.

A. Hasil Analisis Split Refined Bleaching Deodorizing Palm Kernel Fatty Acid

(SRBDPKFA)

Gambar 1. Spektrum FTIR dari SRBDPKFA

Analisis FTIR terhadap sampel SRBDPKFA memberikan hasil spektrum seperti

Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa SRBDPKFA terdiri dari trigliserida

campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Adanya

ester dan asam lemak pada minyak kelapa sawit ditunjukkan dengan adanya serapan

dengan intensitas tajam pada bilangan gelombang 1707,89 cm-1 yang menunjukkan

adanya gugus karbonil (C=O). Gugus alkil (-CH) ditunjukkan dengan adanya serapan

dengan intensitas sedang pada bilangan gelombang 2922,74 cm-1 dan 2853,86 cm-1. Ini

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

8

semua menunjukkan bahwa SRBDPKFA mengandung senyawa ester trigliserida dari

asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh.

Hasil analisis sampel menggunakan GC dapat dilihat dalam Gambar 2, yang

menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yang khas dari produk inti kelapa

sawit yaitu pada retention time 6.695 (C8 ; caprylic acid), 10.564 (C10 ; capric acid),

14.028 (C12 ; lauric acid), 16.730 (C14 ; myristic acid), 19.182 (C16 ; palmitic acid),

21.394 (C18:0 ; stearic acid) dan 21.657 (C18:1 cis ; oleic acid). Ini semua sesuai

dengan komposisi palm kernel oil standar dan persentase komposisi paling tinggi adalah

asam lemak laurat (C12 ; lauric acid) yaitu mencapai 46.55%.

Gambar 2. Kromatogram GC dari SRBPKFA

Bilangan asam suatu sampel dapat dihitung dengan metode titrasi dan

menggunakan rumus dibawah ini:

𝐴. 𝑉 = 𝑉𝑝 𝑥 56,1 𝑥 𝑁𝑝

𝑊

Hasil titrasi menunjukkan bahwa bilangan asam sampel SRBDPKFA adalah

sebesar 263,785 mg KOH/g, hasil ini memenuhi persyaratan seperti yang telah

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 bahwa

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

9

bilangan asam untuk produk turunan kelapa sawit jenis Split Fatty Acid dari Kernel Oil

berada pada kisaran 240-265 mg KOH/g.

Pengujian warna dilakukan menggunakan alat lovibond, uji ini didasarkan sifat

fisik (warna) dari sampel dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Pembacaan

lovibond menggunakan RYBN method, didapat hasil pembacaan nilai red = 2.0. Hasil ini

tidak memenuhi persyaratan seperti yang telah ditetapkan Peraturan Menteri

Perdagangan RI no.54/M-DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa warna untuk Split

Fatty Acid dari Kernel Oil harus red ≥ 3.

Gambar 3. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SRBDPKFA

B. Hasil Analisis Split Palm Kernel Fatty Acid (SPKFA)

Analisis FTIR terhadap sampel SPKFA memberikan hasil spektrum seperti

terlihat dalam Gambar 4.

Gambar 4. Spektrum FTIR dari SPKFA

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

10

Hasilnya menunjukkan bahwa SPKFA mengandung gugus fungsi gugus

karbonil (C=O) dari ester, yaitu adanya serapan pada bilangan gelombang 1708,13 cm-1

dan adanya gugus alkil (CH) ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang 2922,80

cm-1 dan 2853,91 cm-1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa SPKFA terdiri dari

trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang

dan hasil ini mirip dengan spektrum FTIR dari SRBDPKFA.

Kromatogram GC dari sampel SPKFA dapat dilihat dalam Gambar 5 yang

menunjukkan adanya pemisahan fraksi asam lemak yaitu pada retention time 6.391 (C8

; caprylic acid), 10.254 (C10 ; capric acid), 13.836 (C12 ; lauric acid), 16.470 (C14 ;

myristic acid), 18.836 (C16 ; palmitic acid), 21.040 (C18:0 ; stearic acid), 21.350

(C18:1 cis ; oleic acid) dan 21.747 (C18:2 trans ; oleic acid). Komposisi asam lemak

terbesar dalam SPKFA adalah asam laurat (C12 : lauric acid) dengan persentase

46.61%. Hasil Spektrum GC SPKFA juga mirip dengan spektrum GC dari

SRBDPKFA.

Gambar 5. Kromatogram GC dari SPKFA

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

11

Dengan menggunakan metode yang sama (titrasi) dan pereaksi yang sama serta

pada waktu yang bersamaan dengan SRBDPKFA, dilakukan pengujian bilangan asam

untuk sampel SPKFA. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa bilangan asam

pada sampel SPKFA sebesar 252,16 mg KOH/g, hasil ini juga memenuhi persyaratan

seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-

DAG/PER/7/2015 bahwa bilangan asam untuk Split Fatty Acid dari Kernel Oil kisaran

240-265 mg KOH/g.

Hasil uji lovibond menggunakan RYBN method terhadap SPKFA diperoleh berbeda

dengan SRBDPKFA, nilai uji lovibond untuk SPKFA diperoleh red = 5.0. Hasil ini

memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI no.54/M-

DAG/PER/7/2015 yang menyatakan bahwa warna untuk Split Fatty Acid dari Kernel

Oil harus memiliki red ≥ 3. Dilihat dari prosesnya, produk turunan kelapa sawit

SRBDPKFA dihasilkan dari proses Refined Bleaching Deodorizing (RBD) dengan

bahan baku SPKFA. Diduga penambahan bleaching earth untuk menghasilkan produk

SRBDPKFA tersebut dapat menurunkan nilai red yang terbaca pada uji lovibond.

Gambar 6. Hasil Pembacaan Lovibond dari Sampel SPKFA

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

12

IV. KESIMPULAN

Hasil spektrum FTIR, kromatogram GC dan metode titrasi menunjukkan tidak

ada perbedaan yang signifikan diantara produk SRBDPKFA dan SPKFA karena secara

komposisi kedua produk tersebut berasal dari bahan baku yang sama. Uji warna

menggunakan alat Lovibond dapat membedakan jenis produk turunan kelapa sawit

antara SRBDPKFA dan SPKFA.

Hasil uji menggunakan lovibond dengan metode RYBN menunjukkan dari

kedua sampel hanya produk jenis SPKFA yang memenuhi persyaratan produk Split

Fatty Acid dari Kernel Oil karena sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan RI no.

54/M-DAG/PER/7/2015 yaitu memiliki nilai red ≥ 3.

Metoda FTIR, GC, titrasi dan lovibond ini merupakan metode yang

berkesinambungan dan berkelanjutan untuk mengkarakterisasi turunan minyak kelapa

sawit dan jenisnya dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan memberikan hasil yang

akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

V. DAFTAR PUSTAKA

Che Man, Y.B.; Moh, M.H.; van de Voort, F.R. Determination of free fatty acids in

crude palm oil and refined-bleached-deodorized palm olein using fourier

transform infrared spectroscopy. J. Am. Oil Chem. Soc. 1999, 76, 485–490.

Cocks, L.V. dan Van Rede C. 1966. Laboratory Handbook for Oil and Fats

Analysts, London: Academic Press.

Hariyadi, Prof. Purwiyatno, 2014. Mengenal Minyak Sawit Dengan Beberapa Karakter

Unggulnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Jakarta.

Hasibuan, Hasrul Abdi dan Siahaan, Donald, 2013. Karakteristik CPO, Minyak Inti

Sawit dan Fraksinya, Pusat Penelitian dan Identifikasi Barang, Medan.

Pardamean, M., 2014. Mengelola Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Secara Profesional.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Tim DJBC Indonesia, 2017. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta.

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

13

Penentuan Kadar Besi dalam Larutan Pickling Pelapisan Timah

Menggunakan Metode Spektrofotometri Dan Titrasi Dikromatometri

Nur Cahyaningtyas1, Yessy Andhasari2, Agung Fadilah3 1,2,3Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Kelas I Jakarta, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Cempaka Putih, Jakarta 10520

Email : [email protected]

Abstrak

Kadar besi dalam larutan pickling telah dianalisis dengan metode spektrofotometri sinar

tampak dan titrasi dikromatometri. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar besi tertinggi

dan terendah untuk metode titrasi dikromatometri berturut-turut adalah 19.7673 g/L dan

3.8091 g/L, sedangkan untuk metode spektrofotometri adalah 19.7460 g/L dan 3.4127

g/L. Akurasi dan ketepatan kedua metode dihitung juga berdasarkan uji F dan uji t.

Berdasarkan uji beda nyata diperoleh hasil bahwa kedua metode pada selang

kepercayaan 95 % tidak berbeda nyata. Nilai Fhitung, Ftabel, thitung, dan ttabel berturut-

berturut ialah 1.0480, 4.2820, 0.0397, dan 2.1800. Berdasarkan hasil percobaan yang

diperoleh menunjukkan bahwa penentuan kadar besi dalam larutan pickling dapat

dilakukan dengan salah satu metode tersebut yaitu menggunakan metode

spektrofotometri sinar tampak atau dengan metode titrasi dikromatometri.

Kata kunci : Dikromatometri, Elektroplating, Pickling, Spektrofotometri, Pelat Timah

Abstract

The iron content in the pickling solution has been analyzed by visible

spectrophotometric method and dichromatometric titration. The results showed that the

highest and lowest iron content for titration method of dichromatometry were 19.7673 g

/ L and 3,8091 g / L respectively, while for spectrophotometry method was 19.7460 g /

L and 3.4127 g / L. Accuracy and precision of both methods was calculated based on

the F test and t test. Results obtained were not significantly different in the two methods

with a confidence interval of 95 %. Faritmetic, Ftable, taritmetic, and ttable value successive row

is 1.0480, 4.2820, 0.0397, and 2.1800. The experimental results obtained showed that

the determination of content in the pickling solution can be done with one of these

methods is using visible light spectrophotometry method or by titration method of

dichromatometry.

Keywords: Dichromatometry, Elektroplating, Pickling, Spectrophotometric, tin plate

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

14

I. PENDAHULUAN

Pelat timah (tin plate atau Bj LTE) merupakan lembaran baja tipis yang dilapisi

oleh logam timah melalui proses elektrolisis. Pelat timah sebagai bahan kemasan

banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti industri makanan, minuman,

cat, dan aerosol. Keunggulan dari kemasan berbahan pelat timah adalah dapat menjaga

kesegaran makanan atau minuman yang berada di dalamnya dan kemasan menjadi lebih

menarik karena dapat disesuaikan bentuk dan ukurannya, selain itu juga dapat didaur

ulang.

Salah satu perusahaan di Indonesia yang menghasilkan pelat timah adalah PT.

Pelat Timah Nusantara Tbk (PT Latinusa Tbk). Pelat yang dihasilkan diproduksi

melalui proses elektroplating timah pada lembaran baja tipis (tin mill black plate atau

TMBP) menggunakan sistem Electrolytic Tinning Line (ETL) dan umumnya suatu

industri melakukan pelapisan logam pelat timah ini menggunakan metode

elektroplating. Arif (2009) menyatakan elektroplating atau penyepuhan merupakan

salah satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam menggunakan bantuan

arus listrik melalui suatu elektrolit dan benda yang dilakukan pelapisan harus

merupakan konduktor. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati (2012) yang

menyatakan bahwa prinsip dasar elektroplating adalah proses pelapisan logam dengan

bantuan arus listrik yang berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi dari logam pelapis

(sebagai anoda yang akan teroksidasi) ke benda kerja (sebagai katoda yang dilapisi).

Salah satu tahap penting pada proses pelapisan pelat timah adalah pickling, yaitu

proses penghilangan oksida besi pada pelat TMBP. Oksida besi merupakan kontaminan

pada permukaan pelat TMBP yang dapat menimbulkan cacat (defect) pada produk pelat

timah. Penghilangan oksida besi ini dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi 9-15 %. Selain itu, proses pickling

juga digunakan untuk mengasarkan permukaan pelat TMBP sehingga daya rekat timah

lebih kuat (ITRI, 1999).

Kadar besi total dalam larutan pickling harus memenuhi persyaratan yang sudah

ditentukan untuk mendapatkan pelat timah yang lebih bagus dan penentuan kadar besi

dalam larutan pickling ini dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan

cara konvensional yaitu dengan metode titrasi dikromatometri. Titrasi ini didasarkan

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

15

pada reaksi oksidasi reduksi. Kalium dikromat akan mengoksidasi analit besi (II)

menjadi besi (III) sedangkan kalium dikromat akan tereduksi menjadi kromium (III).

Titrasi dilakukan dengan menggunakan indikator difenilamin dan titik akhir ditandai

dengan munculnya warna ungu. Selain itu kadar besi dapat juga ditentukan secara

instrumental, yaitu dengan metode spektrofotometri sinar tampak, dengan cara besi

dioksidasi menjadi ion besi (III) kemudian membentuk senyawa kompleks berwarna

merah dengan amonium tiosianat yang dapat diukur pada panjang gelombang 470 nm.

Penelitian ini akan membandingkan metode penentuan kadar besi total dalam

larutan pickling yaitu antara metode spektrofotometri sinar tampak dan metode titrasi

dikromatometri dan data yang diperoleh diolah secara statistika dengan menggunakan

uji F dan uji t.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan mulai di laboratorium pengecekan mutu (Quality Assurance)

PT Latinusa Tbk yang beralamat di Jalan Australia I Kav. E-1, Kawasan KIEC Cilegon

42443, Banten – Indonesia.

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan ialah kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.0895 N, larutan

campuran (H2SO4+H3PO4), indikator difenilamin (DPA), larutan sampel pickling,

larutan standar besi 1000 ppm, NH4SCN 40 g/L, larutan campuran (H2SO4 dan H2O2),

tisu dan akuades.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan ialah neraca analitik, labu takar 50 mL dan 1000 mL,

labu Erlenmeyer asah 250 mL, pipet volumetrik 1 mL, pipet Mohr 10 mL, bulp, botol

akuades, gelas piala 250 mL, batang pengaduk, sudip, kuvet, desikator, oven,

spektrofotomer UV-VIS mini-1240 Shimadzu Corp.

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

16

C. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting, karena hanya sebagian

kecil saja dari sejumlah zat yang diambil. Tanki pada tahap pickling ada dua unit

yaitu tanki 1 dan tanki 2 (Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan pada pickling

tanki 1 selama 7 hari setiap pukul 07.00 WIB. Volume sampel yang diambil

sebanyak 200 mL. Percobaan ini diulang sebanyak 5 kali.

Gambar 1. Bagan Pengambilan Sampel

2. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Spektrofotometri (WI-1530-35)

Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam labu

takar 1000 mL dan ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan dikocok

sampai homogen kemudian larutan dipipet sebanyak 1 mL ke dalam gelas piala dan

ditambahkan 25 mL larutan campuran (H2S04 dan H2O2) serta 25 mL NH4SCN 40

g/L, selanjutnya larutan diaduk sampai homogen. Larutan diukur pada panjang

gelombang 470 nm. Percobaan diulang sebanyak 5 kali.

3. Penentuan Kadar Besi dengan Metode Titrasi Redoks (WI-1530-10)

Larutan sampel pickling dipipet sebanyak 5 mL ke dalam Erlenmeyer

kemudian ditambahkan larutan campuran (H2SO4+H3PO4) sebanyak 15 mL dan

indikator difenilamin 2-3 tetes. Larutan kemudian titrasi dengan larutan K2Cr2O7

0.0895 N sampai larutan berubah warna menjadi ungu. Titrasi dilulang sebanyak 5

kali.

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelat timah diproduksi menggunakan sistem ETL yang meliputi tahap cleaner,

pickling, plating, chemical treatment dan oiling. Salah satu tahap yang paling penting

adalah pickling dan parameter yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah kadar besi.

Besi dalam larutan pickling berasal dari oksida besi (FeO) pada pelat TMBP dan dengan

asam sulfat encer membentuk senyawa FeSO4 dan menimbulkan larutan berwarna hijau,

dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

FeO + H2SO4 → FeSO4(hijau) + H2O

(Satmoko, 2005)

Kadar besi total dalam larutan pickling ditentukan dengan metode titrasi

dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak. Larutan pickling yang digunakan

sebagai sampel diambil pada tanki pickling 1 (Gambar 1). Proses pada tahap pickling

antara tanki 1 dan tanki 2 terjadi sirkulasi secara kontinu sehingga kondisi kedua tangki

tersebut homogen. Sampel diambil selama 7 hari berturut-turut setiap pukul 07.00 WIB

dan masing-masing percobaan dilulang sebanyak 5 kali. Hasil rerata kadar besi dari 5

kali ulangan dengan menggunakan metode spektrofotometri dan titrasi dikromatometri

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Rerata Kadar Besi Secara Spektrofotometri dan Titrasi

Dikromatometri

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7

Kad

ar B

esi

To

tal

(gra

m/L

)

Hari Ke-

Metode Titrasi

dikromatometri

Metode

Spektrofotometri

UV-VIS

Max 20 g/L

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

18

Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa kadar besi total dalam larutan

pickling masih di bawah batas maksimum besi yang ditetapkan oleh PT Latinusa Tbk

yaitu 20 g/L. Hasil penelitian menunjukkan kadar besi yang diperoleh setiap harinya

tidak stabil, ini disebabkan adanya proses blowdown yang dilakukan oleh bagian

produksi dengan tujuan mencegah kadar besi dalam larutan pickling melewati batas

maksimumnya. Kadar besi terendah terjadi pada hari ke-3 yaitu dibawah 15 g/L. Hal ini

disebabkan pada hari tersebut pengambilan sampel dilakukan setelah proses produksi

mengalami maintenance.

Kondisi maintenance merupakan kondisi ketika produksi sedang mengalami

perawatan sehingga larutan pickling dibuang ke sampit dan diganti dengan larutan asam

sulfat konsentrasi 9-15 % yang baru dengan jumlah tertentu yang ditambahkan oleh

bagian produksi, setelah mengalami pergantian larutan yang baru, kadar besi pada

proses pickling menjadi rendah karena besi yang terdapat dalam larutan pickling hanya

berasal dari oksida besi pada pelat TMBP yang sedang diproses atau berlangsung.

Gambar 2 juga menunjukkan selain pada hari ke-3, kadar besi yang diperoleh lebih

tinggi, ini diakibatkan besi yang terukur dalam larutan pickling pada hari-hari tersebut

selain berasal dari oksida besi yang larut dalam larutan pickling yang sedang diproses

juga berasal dari timbunan oksida besi sebelumnya karena proses ini berlangsung secara

kontinu.

A. Kadar Besi Total Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

Tahapan awal analisis besi total dalam sampel pickling menggunakan metode

spektrofotometri, yaitu penambahan larutan campuran H2SO4 dan H2O2 kedalam sampel

untuk mengoksidasi besi (II) menjadi besi (III) sehingga yang terhitung adalah besi

total. Larutan H2O2 bersifat oksidator kuat dan bekerja pada suasana asam sehingga

penggunaan larutan asam sulfat untuk memberikan suasana asam dan memaksimalkan

kerja dari oksidator H2O2 sesuai persamaan reaksi :

H2O2 + 2H+ + 2e → 2H2O

2Fe2+ → 2Fe3+ + 2e

2Fe2+ + H2O2 + 2H+ → 2Fe3+ + 2H2O

(Svehla, 1990)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

19

Penambahan amonium tiosianat (NH4SCN) untuk menghasilkan senyawa

kompleks yang berwarna merah dengan besi (III), sehingga larutan dapat diukur pada

panjang gelombang maksimum besi yaitu 470 nm yang berada di daerah sinar tampak.

Amonium tiosianat merupakan pereaksi kompleks berwarna yang selektif dan sensitif

terhadap besi (III) membentuk warna merah bata yang stabil untuk jangka waktu yang

lama. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena perubahan atau

perbedaan konsentrasi yang kecil akan menghasilkan perbedaan nilai absorbans yang

besar, sensitivitas tinggi atau kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorban

yang paling besar serta apabila dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang

disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil. Penentuan

konsentrasi besi dari sampel dapat ditentukan dengan menginterpolasikan ke dalam

kurva standar besi. Berdasarkan hukum Beer, absorban akan berbanding lurus dengan

konsentrasi.

Blanko yang berisi pelarut dan pereaksi serta tidak berisi analit digunakan untuk

membuat titik nol konsentrasi dari kurva kalibrasi dan pengkoreksi. Kurva kalibrasi

menggambarkan proporsionalitas respons analitik (respons absorbans larutan standar

besi) terhadap konsentrasi yang diukur. Linearitas pada kurva kalibrasi dilambangkan

dengan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi merupakan kuadrat dari

koefisien korelasi (R).

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Standar Besi

y= 0.0126x - 0.0046

R² = 0.9998

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

0 20 40 60 80

Abso

rban

Konsentrasi (ppm)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

20

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa kurva deret standar besi (kurva

kalibrasi) pada konsentrasi larutan standar 10-70 ppm diperoleh persamaan regresi

linear yaitu Y= 0.0126x - 0.0046 dan terdapat hubungan yang proporsional antara

respons analitik (absorbans) dengan konsentrasi yang diukur. (Sleptiene et al., 2008)

mengemukakan bahwa persyaratan data linearitas yang baik jika memenuhi kisaran nilai

R2 lebih dari 0.9970. Hal ini sesuai dengan koefisien determinasi kurva kalibrasi standar

besi yang diperoleh yaitu 0.9998 sehingga linearitas dari kurva baik.

Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling menggunakan metode

spektrofotometri menunjukkan bahwa kadar besi tertinggi terdapat pada hari ke-1

sebesar 19.7460 g/L sedangkan kadar terendah diperoleh pada hari ke-3 sebesar 3.4127

g/L dengan %RSD pada hari ke-1 sampai hari ke-7 kurang dari 2 %. Menurut (AOAC,

2005) kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku atau

koefisien variasi kurang dari 2 % dan termasuk ke dalam kategori teliti. Ini

menunjukkan bahwa metode spektrofotometri memiliki ketelitian atau presisi yang baik

karena %RSD kurang dari 2 %. Pada hari ke-6 %RSD sebesar 0.14 % sedangakan pada

hari ke-2 memiliki %RSD yang besar yaitu 1.16 % namun tetap tergolong teliti karena

masih dibawah 2 %. Semakin kecil nilai %RSD yang diperoleh maka semakin baik

keterulangannya dan semakin baik pula presisi suatu metode tersebut.

B. Kadar Besi Total Metode Titrasi Dikromatometri

Kadar besi dalam larutan pickling dapat ditentukan dengan titrasi

dikromatometri dengan melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara kalium dikromat

dan analit berupa besi (II) yang terdapat dalam sampel larutan pickling. Kalium

dikromat bersifat oksidator sehingga dapat mengoksidasi analit besi (II) menjadi besi

(III) sedangkan kalium dikromat dalam larutan besi suasana asam akan tereduksi

menjadi kromium (III) yang berwarna hijau.

Titik ekivalen terjadi ketika Etitran sama dengan Etitrat atau Eoksidator sama dengan

Ereduktor. Titik akhir titrasi dikromatometri memerlukan indikator redoks karena warna

hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr 3+ yang terbentuk dari reduksi kalium dikromat

membuat perubahan warna yang kurang kuat dan tidak jelas pada titik akhir titrasi

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

21

sehingga perlu ditambah indikator redoks yaitu indikator difenilamin dan titik akhir

ditandai dengan timbulnya warna ungu.

Indikator redoks dicirikan oleh potensial peralihan dan perubahan pada indikator

redoks bergantung dari perubahan potensial larutan selain itu indikator redoks

mempunyai warna yang berbeda dalam bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi.

Potensial saat terjadi perubahan warna tergantung dari potensial standar indikator

difenilamin dan dicirikan oleh potensial peralihan. Indikator difenilamin memiliki

warna tereduksi tidak berwarna dan warna teroksidasi ungu. Perubahan warna terjadi

dari hijau (ion Cr3+) menjadi warna indikator teroksidasi yaitu ungu. Mekanisme

perubahan warna pada indikator difenilamin ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme Perubahan Warna Indikator Difenilamin

Fungsi penambahan larutan campuran asam sulfat-asam fosfat ke dalam titrat

karena titrasi antara besi (II) dengan K2Cr2O7 menggunakan indikator difenilamin yang

memiliki potensial peralihan rendah sehingga dengan penambahan asam fosfat

menyebabkan potensial titik ekivalen dapat diturunkan sesuai untuk penggunaan

difenilamin. Selain itu digunakan juga untuk memberikan suasana asam sehingga

kalium dikromat dapat tereduksi menjadi Cr3+ Sesuai dengan reaksi berikut :

Cr2O72- + 14H+ + 6e

→ 2Cr3+ + 7H2O

(Svehla, 1990)

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

22

Kadar besi dalam larutan pickling dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan

bahwa selama 7 hari berturut-turut diperoleh kadar besi dibawah batas maksimum besi

yang ditetapkan. Kadar besi tertinggi diperoleh pada hari ke-1 sebesar 19.7673 g/L

sedangkan kadar besi terendah terdapat pada hari ke-3 sebesar 3.8091 g/L dengan

%RSD kurang dari 2% sehingga tergolong kategori teliti.

C. Perbandingan Metode Secara Statistik

Ketelitian dan keakuratan penentuan kadar besi total menggunakan metode titrasi

dikromatometri dan spektrofotometri sinar tampak dapat diketahui dari uji F dan uji t

yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel tersebut merupakan hasil dari percobaan dan

setelah mengalami penyederhanaan dari data pada Gambar 2.

Tabel 1. Uji Beda Nyata Metode Titrasi Dikromatometri dan Spektrofotometri

Pada Hari

Ke-

Rerata Kadar Besi Total (g/L)

Spektrofotometri UV-VIS Titrasi Dikromatometri

1 19.7673 19.7460

2 16.0985 16.3016

3 3.8091 3.4127

4 10.3147 10.3095

5 19.4265 19.8175

6 16.7401 16.0397

7 16.6398 16.3095

Rerata 14.6851 14.5624

SD 5.7117 5.8473

S2 32.6235 34.1909

FHitung 1.0480

FTabel 4.2820

tHitung 0.0397

tTabel 2.1800

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

23

Berdasarkan pada Tabel 1 terlihat perbedaan rerata kadar besi kedua metode tidak

jauh berbeda dan uji beda nyata antara dua metode tersebut yang dilakukan dengan

menggunakan uji F untuk mengetahui presisi dan uji t untuk akurasi kemudian

dibandingkan dengan dengan F atau t tabel.

Tabel 1 menunjukan bahwa Fhitung yang diperoleh pada percobaan adalah 1.0480,

sedangkan nilai Ftabel pada selang kepercayaan 95 % adalah 4.2820. Hal ini

menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil daripada Ftabel, sehingga H0 diterima yang berarti

hasil percobaan yang diperoleh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Uji

F ini digunakan untuk menguji presisi kedua metode apakah berbeda atau tidak dan

kedua metode memiliki presisi yang tidak berbeda nyata.

Uji t digunakan untuk menentukan keakuratan dari kedua metode apakah berbeda

nyata atau tidak dengan membandingkan purata kadar besi dari kedua metode tersebut.

Pada percobaan dilakukan pula uji t, nilai thitung yang diperoleh dari percobaan adalah

0.0397. Nilai ttabel pada selang kepercayaan 95 % adalah 2.1800. Hasil thitung lebih kecil

daripada ttabel, maka Hipotesis alternatif (H0) diterima yang berarti hasil percobaan tidak

berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran

kadar besi total dalam larutan pickling dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu

metode tersebut untuk dilakukan dalam analisis rutin kadar besi dalam larutan pickling.

Keakuratan dan presisi kedua metode dalam penentuan kadar besi juga menunjukkan

bahwa kedua metode dapat menghasilkan analisis yang tidak berbeda signifikan

walaupun menggunakan pereaksi dan peralatan yang berbeda serta kegunaan kedua

metode dapat saling menggantikan.

Setiap metode yang digunakan dalam analisis memiliki kelebihan dan kelemahan

begitu juga dengan metode titrasi dikromatometri dan spektrofotmetri sinar tampak

yang digunakan pada penentuan kadar besi. Beberapa kelemahan dari penggunaan

titrasi dikromatometri ialah adanya penggunaan indikator yang dapat menyebabkan

sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalen dalam titrasi,

disamping itu dapat terjadinya galat acak karena pembacaan pada alat buret, reaksinya

lambat dan memiliki efek samping terhadap tubuh manusia. Kalium dikromat yang

digunakan sebagai titran dalam metode titrasi dikromatometri merupakan bahan beracun

dan bersifat karsinogenik. Sedangkan kelebihan dari penggunaan titrasi dikromatometri

Jurnal Laboratorium Bea dan Cukai Indonesia ISSN 2528-2085 Vol. 3 No. 1, November 2018

24

adalah kalium dikromat merupakan standar primer dan stabil terhadap cahaya sehingga

tidak perlu distandardisasi.

Kelemahan dari metode spektrofotometri sinar tampak adalah sampel yang

digunakan harus dalam keadaan berwarna dan tidak membentuk koloid sehingga

partikel-partikel akan menghablurkan pengukuran. Kelebihan metode spektrofotometri

ialah analisisnya menggunakan detektor yang sensitif dan selektif sehingga kesalahan

pembacaan kecil kemungkinan terjadinya.

IV. KESIMPULAN

Penentuan kadar besi total dalam larutan pickling dapat dilakukan dengan metode

spektrofotometri sinar tampak maupun dengan titrasi dikromatometri. Hasil analisis dari

kedua metode tersebut menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95 % nilai FHitung

kurang dari FTabel dan tHitung kurang dari tTabel sehingga H0 diterima dan kedua metode

tidak berbeda nyata. Kadar besi yang diperoleh masih di bawah kadar maksimum besi

dalam larutan pickling yang ditetapkan oleh PT Latinusa Tbk sehingga tidak

mempengaruhi kualitas pelat timah yang dihasilkan.

V. DAFTAR PUSTAKA

Arif A. 2009. Rancang Bangun dan Optimalisasi Elektroplating [Skripsi]. Semarang:

Universitas Diponegoro Semarang.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis

of AOAC International. Ed ke-18. Maryland: AOAC International.

[ITRI] International Tin Research Institue. 1999. Guide to tinplate. Middlesex:

International Tin Research Institue.

Satmoko Y dan Nusa I.S. 2005. Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Pelapisan

Logam. JAI. 1(1):1.

Setyowati Y dan Ramelan A. 2012. Pengaruh rapat arus terhadap ketebalan dan struktur

kristal lapisan nikel pada tembaga. Indonesian Journal Of Applied Physics. 2(1):1.

Svehla G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

Setiono L, Penerjemah. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. Terjemahan dari:

Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.