rancangan undang-undang republik indonesia …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam...

52
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR… TAHUN… TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang bertujuan memajukan kesejahteraan bangsa diwujudkan dengan menjunjung tinggi persamaan kedudukan dalam hukum serta adanya kepastian hukum, keadilan, dan memberi manfaat pengayoman kepada masyarakat; b. bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, kepastian hukum, serta memberikan pengayoman kepada masyarakat; c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan hukum masyarakat serta jika diubah beberapa kali akan menyulitkan pengguna undang-undang Mahkamah Agung, sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Mahkamah Agung; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, dan Pasal 25 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Upload: dinhbao

Post on 16-May-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR… TAHUN…

TENTANG

MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

yang bertujuan memajukan kesejahteraan bangsa

diwujudkan dengan menjunjung tinggi persamaan

kedudukan dalam hukum serta adanya kepastian

hukum, keadilan, dan memberi manfaat pengayoman

kepada masyarakat;

b. bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam

hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang

menjalankan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan, kepastian hukum, serta memberikan

pengayoman kepada masyarakat;

c. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah

dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung masih terdapat kekurangan dan belum dapat

menampung perkembangan kebutuhan hukum

masyarakat serta jika diubah beberapa kali akan

menyulitkan pengguna undang-undang Mahkamah

Agung, sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu

membentuk Undang-Undang tentang Mahkamah Agung;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, dan Pasal 25 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Page 2: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

2

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH AGUNG.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah DPR

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

3. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Majelis Kehormatan Hakim adalah perangkat yang dibentuk oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang bertugas memeriksa dan

memutus adanya dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman

perilaku hakim.

6. Hari adalah hari kerja.

BAB II

KEDUDUKAN

Pasal 2

Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan

peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh

pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.

Page 3: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

3

Pasal 3

Mahkamah Agung berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

BAB III

SUSUNAN MAHKAMAH AGUNG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota,

panitera, dan seorang sekretaris.

(2) Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung.

(3) Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.

Pasal 5

(1) Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah pejabat negara

yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.

(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pimpinan dan

hakim anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam

Undang-Undang ini.

Pasal 6

Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil,

profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Bagian Kedua

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung

Paragraf 1

Pimpinan MA

Pasal 7

(1) Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari atas seorang ketua, 2 (dua) orang

wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.

(2) 2 (dua) orang wakil ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang

non-yudisial.

Page 4: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

4

(3) Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda kamar pidana, ketua

muda kamar perdata, ketua muda kamar tata usaha negara, ketua muda

kamar tata negara, ketua muda kamar agama, ketua muda kamar militer,

dan ketua muda kamar pajak.

(4) Wakil ketua bidang non yudisial membawahi ketua muda pembinaan dan

ketua muda pengawasan.

(5) Selain pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)

Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan bidang hukum

tertentu yang diketuai oleh ketua muda kamar atau ketua muda sub

kamar.

Pasal 8

(1) Ketua dan wakil ketua memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, dan

sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk

satu kali masa jabatan.

(2) Usia maksimal untuk dapat dipilih menjadi ketua dan wakil ketua adalah

65 (enam puluh lima) tahun.

Pasal 9

(1) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim

agung dan ditetapkan oleh Presiden.

(2) Ketua muda Mahkamah Agung ditetapkan oleh Presiden di antara hakim

agung yang diajukan oleh ketua Mahkamah Agung.

(3) Keputusan Presiden mengenai penetapan ketua, wakil ketua Mahkamah

Agung, dan ketua muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja

terhitung sejak tanggal pengajuan nama calon diterima Presiden.

Paragraf 2

Sumpah dan Janji Ketua dan Wakil Ketua MA

Pasal 10

(1) Sebelum memangku jabatannya, ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung

mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang berbunyi

sebagai berikut:

Sumpah ketua (wakil ketua) Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah saya bersumpah:

Page 5: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

5

Bahwa saya akan memenuhi kewajiban ketua (wakil ketua)

Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang

teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-

lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.

Janji ketua (wakil ketua) Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

“Saya berjanji:

Bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban

ketua (wakil ketua) Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-

adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-

undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan

bangsa".

(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan di hadapan Presiden.

(3) Sebelum memangku jabatannya, ketua muda Mahkamah Agung diambil

sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:

Sumpah ketua muda Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah saya bersumpah:

Bahwa saya akan memenuhi kewajiban ketua muda Mahkamah

Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-

lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".

Janji ketua muda Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

"Saya berjanji:

Bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban

ketua muda Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan

selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".

(4) Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan oleh ketua Mahkamah Agung.

Page 6: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

6

Paragraf 3

Persyaratan Perekrutan Hakim Agung

Pasal 11

(1) Calon Hakim Agung berasal dari hakim karir dan/atau non karir.

(2) Calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direkrut sesuai

dengan kebutuhan keahlian pada Mahkamah Agung.

Pasal 12

Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 harus memenuhi syarat:

a. hakim karier:

1. warga negara Indonesia;

2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana di bidang

hukum;

4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;

5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan

kewajiban;

6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim,

termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan

7. tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman

perilaku hakim.

b. nonkarier:

1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka

2, angka 4, dan angka 5;

2. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling

sedikit 20 (dua puluh) tahun;

3. berijazah doktor di bidang hukum, magister di bidang hukum dan

sarjana di bidang hukum; dan

4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan

tindak pidana.

Pasal 13

(1) Hakim agung ditetapkan oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh

DPR.

Page 7: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

7

(2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh DPR

dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

(3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dipilih oleh DPR 1 (satu) orang dari 3 (tiga) nama

calon untuk setiap lowongan.

(4) Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal nama

calon diterima DPR.

(5) Pengajuan calon hakim agung oleh DPR kepada Presiden sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal nama calon disetujui dalam Rapat Paripurna.

(6) Presiden menetapkan hakim agung dari nama calon yang diajukan oleh

DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas)

hari terhitung sejak tanggal pengajuan nama calon diterima Presiden.

Paragraf 4

Sumpah dan Janji Hakim Agung

Pasal 14

(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung Mahkamah Agung diambil

sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:

Sumpah hakim agung Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah saya bersumpah:

Bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim agung Mahkamah

Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-

lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".

Janji hakim agung Mahkamah Agung berbunyi sebagai berikut:

"Saya berjanji:

Bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban

hakim agung Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan

selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".

Page 8: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

8

(2) Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Paragraf 5

Kedudukan Protokol dan Keuangan/Administratif

Pasal 15

(1) Kedudukan protokol ketua, wakil ketua, ketua muda, dan Hakim Anggota

Mahkamah Agung, diatur dengan Undang-Undang.

(2) Hak keuangan/administratif ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim

anggota Mahkamah Agung, diatur dengan Undang-Undang.

Paragraf 6

Larangan dan Pemberhentian

Pasal 16

(1) Hakim Agung tidak boleh merangkap menjadi:

a. pelaksana putusan Mahkamah Agung;

b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang

akan atau sedang diperiksa olehnya;

c. advokat;

d. pengusaha.

(2) Kecuali larangan perangkapan jabatan lain yang telah diatur dalam

Undang-undang, maka jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim

agung selain jabatan tersebut pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

Ketua, wakil ketua, ketua muda Mahkamah Agung, dan hakim agung

diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul

Mahkamah Agung karena:

a. meninggal dunia;

b. telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun;

c. atas permintaan sendiri secara tertulis;

d. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan

berturut-turut yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau

e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Page 9: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

9

Pasal 18

(1) Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dalam masa

jabatannya apabila:

a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap;

b. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-

menerus selama 3 (tiga) bulan;

c. melanggar sumpah atau janji jabatan;

d. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; atau

e. melanggar kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.

(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf

b, dan huruf c diajukan oleh Mahkamah Agung kepada Presiden.

(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d dan huruf e diajukan oleh Komisi Yudisial.

(4) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul

pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (3), hakim agung mempunyai hak untuk membela diri di hadapan

Majelis Kehormatan Hakim.

(5) Majelis Kehormatan Hakim dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

diterimanya usul pemberhentian.

(6) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas:

a. 3 (tiga) orang hakim agung; dan

b. 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial.

(7) Majelis Kehormatan Hakim melakukan pemeriksaan usul pemberhentian

paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pembentukan

Majelis Kehormatan Hakim.

(8) Dalam hal pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak,

Majelis Kehormatan Hakim menyampaikan keputusan usul pemberhentian

kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 (tujuh)

hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai.

(9) Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul pemberhentian sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) kepada Presiden paling lama 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan usul pemberhentian dari

Majelis Kehormatan Hakim.

(10) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan ayat (9) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari

Page 10: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

10

terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian dari Ketua

Mahkamah Agung.

(11) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, tata kerja, dan tata cara

pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Pasal 19

(1) Dalam hal ketua, wakil ketua, dan ketua muda Mahkamah Agung yang

diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai ketua, wakil ketua,

dan ketua muda Mahkamah Agung karena alasan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 huruf c, tidak dengan sendirinya berhenti dari jabatan

sebagai hakim agung.

(2) Dalam hal hakim agung yang diberhentikan tidak dengan hormat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) menduduki jabatan

sebagai ketua, wakil ketua, atau ketua muda Mahkamah Agung, dengan

sendirinya berhenti dari jabatan sebagai ketua, wakil ketua, atau ketua

muda Mahkamah Agung.

Pasal 20

Hakim agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 ayat (2) dapat diberhentikan

sementara dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung.

Pasal 21

(1) Apabila terhadap seorang Hakim Agung ada perintah penangkapan yang

diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya Hakim Agung tersebut

diberhentikan sementara dari jabatannya.

(2) Apabila seorang Hakim Agung dituntut di muka Pengadilan dalam perkara

pidana tanpa ditahan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat,

pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta

hak-hak pejabat yang diberhentikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim anggota Mahkamah Agung

yang diduga melakukan tindak pidana dapat ditangkap atau ditahan

Page 11: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

11

hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden,

kecuali dalam hal:

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau;

b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana

terhadap keamanan negara.

(2) Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam

harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.

Bagian Ketiga

Pembagian Kamar Perkara

Pasal 24

(1) Pada setiap kamar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) terdapat

paling sedikit 1 (satu) majelis hakim.

(2) Setiap hakim agung ditempatkan dalam kamar tertentu sesuai dengan

disiplin ilmu hukum yang menjadi keahliannya.

Pasal 25

(1) Kamar pidana memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan

peninjauan kembali perkara pidana.

(2) Kamar perdata memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan

peninjauan kembali perkara perdata.

(3) Kamar tata usaha negara memeriksa dan memutus permohonan kasasi

dan peninjauan kembali perkara tata usaha negara.

(4) Kamar tata negara memeriksa dan memutus permohonan:

a. pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang undang

terhadap undang-undang; dan

b. pengujian pendapat DPRD bahwa gubernur/wakil gubernur atau

bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota telah melanggar

Sumpah/Janji dan/atau tidak melaksanakan kewajiban.

(5) Kamar agama memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan

peninjauan kembali perkara agama,

(6) Kamar militer memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan

peninjauan kembali perkara militer.

(7) Kamar pajak memeriksa dan memutus permohonan kasasi dan

peninjauan kembali perkara pajak.

Page 12: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

12

Bagian Keempat

Panitera Mahkamah Agung

Pasal 26

Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh

seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda perkara,

panitera muda kamar, dan beberapa panitera pengganti.

Pasal 27

(1) Panitera muda perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bertugas

mendampingi majelis hakim kamar untuk meneliti dan menelaah tentang

penerapan hukum terhadap putusan peradilan di bawahnya.

(2) Panitera muda kamar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bertugas

mengadministrasikan perkara dan membuat berita acara sidang.

(3) Panitera pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bertugas untuk

membantu panitera muda kamar.

Pasal 28

Keputusan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata

kerja kepaniteraan Mahkamah Agung diatur dengan Peraturan Mahkamah

Agung.

Pasal 29

(1) Untuk dapat diangkat menjadi panitera Mahkamah Agung, seorang calon

harus memenuhi syarat:

a. warga negara Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di

bidang hukum; dan

d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera

muda perkara Mahkamah Agung atau sebagai ketua atau wakil ketua

pengadilan tingkat banding.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda perkara Mahkamah Agung,

seorang calon harus memenuhi syarat:

a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

huruf b, dan huruf c; dan

b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebagai hakim

tinggi.

Page 13: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

13

(3) Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda kamar Mahkamah Agung,

seorang calon harus memenuhi syarat:

a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

huruf b, dan huruf c; dan

b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebagai panitera

pengganti di Mahkamah Agung.

(4) Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti Mahkamah Agung,

seorang calon harus memenuhi syarat:

a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

huruf b, dan huruf c; dan

b. berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai panitera pada

pengadilan tingkat banding.

Pasal 30

Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul ketua Mahkamah Agung.

Pasal 31

Sebelum memangku jabatannya, panitera Mahkamah Agung diambil sumpah

atau janjinya oleh ketua Mahkamah Agung.

Pasal 32

Panitera muda perkara, panitera muda kamar, dan panitera pengganti

Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh ketua Mahkamah Agung.

Pasal 33

Sebelum memangku jabatannya panitera muda perkara, panitera muda

kamar, dan panitera pengganti Mahkamah Agung dimbil sumpah atau janjinya

oleh ketua Mahkamah Agung.

Pasal 34

(1) Panitera, panitera muda perkara, panitera muda kamar, dan panitera

pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari

jabatannya karena :

a. meninggal dunia;

b. mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. permintaan sendiri;

d. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau

Page 14: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

14

e. tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

(2) Panitera, Panitera muda perkara, panitera muda kamar, dan panitera

pengganti pada Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari

jabatannya karena :

a. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. melakukan perbuatan tercela;

c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas

pekerjaannya; atau

d. melanggar sumpah atau janji jabatan.

Bagian Kelima

Sekretaris Mahkamah Agung

Pasal 35

(1) Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh

seorang sekretaris Mahkamah Agung.

(2) Sekretaris Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden

atas usul ketua Mahkamah Agung.

(3) Pada sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa direktorat jenderal

dan badan, yang dipimpin oleh direktur jenderal dan kepala badan.

(4) Direktur jenderal dan kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden atas usul ketua Mahkamah Agung.

(5) Pada Mahkamah Agung dibentuk inspektorat jenderal dalam tugas

pengawasan internal yang dipimpin oleh inspektur jenderal.

(6) Inspektur jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul

ketua Mahkamah Agung.

(7) Inspektur jenderal dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung kepada

ketua Mahkamah Agung.

(8) Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal, inspektur jenderal, dan

kepala badan diambil sumpah atau janjinya oleh ketua Mahkamah Agung.

(9) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata

kerja sekretariat, direktorat jenderal, inspektorat jenderal, dan badan pada

Mahkamah Agung, diatur dengan peraturan Presiden atas usul Mahkamah

Agung.

(10) Ketua Mahkamah Agung dapat mengangkat hakim dalam jabatan-jabatan

dilingkungan sekretariat Mahkamah Agung.

Page 15: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

15

BAB IV

KEKUASAAN MAHKAMAH AGUNG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 36

Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:

a. permohonan kasasi;

b. sengketa tentang kewenangan mengadili;

c. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

d. permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang;

e. permohonan pengujian pendapat DPRD bahwa Gubernur/Wakil Gubernur

atau Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota dinyatakan

melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban

Gubernur/Wakil Gubernur atau Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil

Walikota; dan

f. memutus dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul

karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang

Republik Indonesia.

Pasal 37

(1) Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden

dalam hal permohonan grasi dan rehabilitasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian pertimbangan hukum kepada

Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung.

Pasal 38

(1) Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam

bidang hukum baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara

yang lain.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian pertimbangan dalam bidang

hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan

Mahkamah Agung.

Page 16: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

16

Pasal 39

Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap:

a. penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman; dan

b. pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan pada semua badan

peradilan yang berada di bawahnya.

Pasal 40

Di samping tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,

Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan

kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang.

Bagian Kedua

Permohonan Kasasi

Pasal 41

Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan

tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.

Pasal 42

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan

pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. cara mengadili tidak dilaksanakan berdasarkan undang-undang; dan/atau

e. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

Bagian Ketiga

Sengketa Kewenangan Mengadili

Pasal 43

Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua

sengketa tentang kewenangan mengadili:

a. antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan di

lingkungan peradilan yang lain;

Page 17: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

17

b. antara dua pengadilan yang ada dalam daerah hukum pengadilan tingkat

banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama; dan

c. antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama

atau antara lingkungan peradilan yang berlainan.

Bagian Keempat

Peninjauan Kembali

Pasal 44

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali

pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur

dalam Undang-Undang ini.

Bagian Kelima

Menguji Peraturan Perundang-Undangan Di Bawah Undang-Undang

Pasal 45

(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

(2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan

di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak

memenuhi ketentuan yang berlaku.

(3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan

dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan

permohonan langsung pada Mahkamah Agung.

(4) Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bagian Keenam

Pengujian Pendapat DPRD bahwa Gubernur/Wakil Gubernur atau

Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota Telah Melanggar

Sumpah/Janji dan/atau Tidak Melaksanakan Kewajiban

Page 18: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

18

Pasal 46

Mahkamah Agung berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus

permohonan pengujian pendapat DPRD bahwa gubernur/wakil gubernur

atau bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota telah melanggar

sumpah/janji dan/atau tidak melaksanakan kewajiban gubernur/wakil

gubernur atau bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota.

Bagian Ketujuh

Pengawasan

Pasal 47

(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap

penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.

(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah

Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas

administrasi dan keuangan.

Pasal 48

(1) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal

yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan

yang berada di bawahnya.

(2) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan

kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.

(3) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan

Pasal 48 tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan

memutus perkara.

Pasal 49

(1) Komisi Yudisial melakukan pengawasan terhadap kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada

kode etik dan pedoman perilaku hakim.

(3) Kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

Bagian Kedelapan

Akses Kepada Masyarakat

Page 19: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

19

Pasal 50

Mahkamah Agung harus memberikan akses kepada masyarakat untuk

mendapatkan informasi mengenai:

a. putusan Mahkamah Agung; dan/atau

b. biaya dalam proses pengadilan.

BAB V

HUKUM ACARA BAGI MAHKAMAH AGUNG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 51

(1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya

3 (tiga) orang hakim.

(2) Putusan Mahkamah Agung diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum.

(3) Putusan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) batal demi hukum.

Pasal 52

(1) Seorang Hakim wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila

terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga

atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan salah

seorang hakim anggota atau panitera pada majelis yang sama

dimaksudkan Pasal 51 ayat (1).

(2) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan

apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat

ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan

penuntut umum, oditur militer, terdakwa, penasihat hukum, tergugat atau

penggugat.

(3) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dan ayat (2)

berlaku juga antara hakim agung dan/atau panitera mahkamah agung

dengan hakim dan/atau panitera pengadilan tingkat pertama serta hakim

dan/atau panitera pengadilan tingkat banding, yang telah mengadili

perkara yang sama.

(4) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau

tingkat banding, kemudian telah menjadi hakim agung, maka hakim

agung tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama.

Page 20: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

20

(5) Hakim atau panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak

mengundurkan diri sedangkan perkara telah diputus, maka putusan

tersebut batal demi hukum dan perkara tersebut wajib segera diadili ulang

dengan susunan majelis yang lain.

Pasal 53

(1) Seorang hakim tidak diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia

sendiri berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim yang bersangkutan

wajib mengundurkan diri baik atas kehendak sendiri maupun atas

permintaan penuntut umum, oditur militer, terdakwa, penasihat hukum,

tergugat atau penggugat.

(3) Apabila ada keragu-raguan atau perbedaan pendapat mengenai hal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:

a. ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat

yang berwenang menetapkan;

b. dalam hal menyangkut ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang

menetapkannya adalah suatu panitia, yang terdiri dari 3 (tiga) orang

yang dipilih oleh dan di antara hakim agung yang tertua dalam jabatan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pengunduran diri dan penetapan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan

Mahkamah Agung.

Bagian Kedua

Pemeriksaan Kasasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 54

(1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap

perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan

lain oleh Undang-Undang.

(2) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

Pasal 55

(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 54 dapat diajukan

oleh:

Page 21: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

21

a. pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan

untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang

diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat banding atau tingkat

terakhir di lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

dan lingkungan peradilan tata usaha negara; atau

b. terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau

penuntut umum atau oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan

diputus oleh pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir di

lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.

(2) Dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana, sebelum Mahkamah Agung

memberikan putusannya, Jaksa Agung karena jabatannya dapat

mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara tersebut.

Pasal 56

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi

syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang

ini dibatasi pengajuannya.

(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas:

a. putusan tentang praperadilan;

b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan/atau diancam pidana denda;

c. perkara pidana yang memiliki nilai objek yang diperkarakan kurang

dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

d. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan

pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah

daerah yang bersangkutan;

e. perkara perdata yang memiliki nilai objek gugatan materiil kurang

dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

f. perkara perceraian; atau

g. putusan bebas pada pengadilan tingkat pertama.

(3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dianggap tidak memenuhi persyaratan materiil pengajuan kasasi dan

dinyatakan tidak dapat diterima dengan keputusan ketua pengadilan pada

tingkat pertama.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dikenai sanksi administratif berupa:

a. teguran tertulis;

Page 22: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

22

b. pengalihan tugas; atau

c. pemberhentian sementara.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan kasasi yang tidak memenuhi

syarat materil dan penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) serta mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.

Paragraf 2

Pengajuan Permohonan Kasasi

Pasal 57

(1) Permohonan kasasi dalam perkara pidana atau perdata disampaikan

secara tertulis atau lisan melalui panitera pengadilan yang memutus

perkara pada tingkat pertama dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari

sesudah penetapan pengadilan atau putusan pengadilan diberitahukan

kepada pemohon atau terdakwa.

(2) Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa

ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara atau yang

bersangkutan, maka pihak yang berperkara atau yang bersangkutan

dianggap telah menerima putusan.

(3) Panitera pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat

permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat

akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.

(4) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan

kasasi terdaftar, panitera pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak

lain atau pihak lawan.

(5) Dalam pengajuan permohonan kasasi, pemohon atau yang bersangkutan

wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya,

dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang

dimaksud dicatat dalam buku daftar.

(6) Panitera pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan

tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan

memori kasasi tersebut kepada pihak lain atau pihak lawan dalam waktu

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya

memori kasasi.

(7) Pihak lain atau pihak lawan berhak mengajukan jawaban atau kontra atas

memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Panitera

Page 23: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

23

pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam tenggang waktu 14

(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

(8) Panitera pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan

tanda terima atas penerimaan jawaban atau kontra memori kasasi dan

menyampaikan salinan kontra memori kasasi tersebut kepada pihak yang

semula mengajukan Kasasi.

(9) Pengajuan kasasi dianggap tidak memenuhi persyaratan formil apabila :

a. pengajuan permohonan Kasasi melewati tenggang waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1); atau

b. pengajuan memori Kasasi melewati tenggang waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (5).

Pasal 58

(1) Panitera pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama

menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori

kasasi, atau seluruh berkas perkara yang ada kepada ketua pengadilan

yang memutus perkara pada tingkat pertama dalam waktu paling lama 3

(tiga) hari sejak diterimanya seluruh berkas perkara tersebut.

(2) Ketua pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama harus

memberikan surat keterangan dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak

diterimanya keseluruhan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) mengenai dapat atau tidak dapatnya perkara tersebut diajukan

Kasasi.

(3) Terhadap permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formil

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (9) atau tidak memenuhi

syarat-syarat materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3),

ketua pengadilan yang memutus pada tingkat pertama harus memberikan

surat keterangan bahwa permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat

diterima dan berkas permohonan kasasi tidak dikirimkan ke Mahkamah

Agung.

(4) Panitera pengadilan yang memutus pada tingkat pertama mengirimkan

salinan atas surat keterangan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) kepada para pihak yang bersangkutan dalam waktu 7 (tujuh)

hari sejak dikeluarkannya surat keterangan ketua pengadilan tersebut.

(5) Dalam hal ketua pengadilan yang memutus pada tingkat pertama

memberikan surat keterangan bahwa perkara yang bersangkutan tidak

dapat diajukan kasasi, maka panitera pengadilan yang memutus pada

tingkat pertama harus mengirimkan salinan surat keterangan tersebut

Page 24: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

24

kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

sejak dikeluarkannya surat keterangan tersebut.

(6) Terhadap surat keterangan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum.

Pasal 59

(1) Setelah ketua pengadilan yang memutus pada tingkat pertama

memberikan surat keterangan bahwa permohonan kasasi dapat diterima,

Panitera pengadilan yang memutus pada tingkat pertama mengirimkan

permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, surat

keterangan ketua pengadilan, beserta keseluruhan berkas perkaranya

kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

sejak tanggal dikeluarkannya surat keterangan ketua pengadilan tersebut.

(2) Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam

buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal

penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya, dan

melaporkannya kepada Mahkamah Agung.

Pasal 60

(1) Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka

permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila

telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi

dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau.

(2) Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dilakukan

sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka

berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Pasal 61

(1) Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-

surat dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar

sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan pengadilan

tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding yang memutus perkara

tersebut mendengar para pihak atau para saksi.

(2) Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan dan

mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang

berlaku bagi pengadilan tingkat pertama.

Page 25: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

25

Pasal 62

(1) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi

berdasarkan Pasal 43 huruf a, Mahkamah Agung menyerahkan perkara

tersebut kepada Pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan

memutusnya.

(2) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi

berdasarkan Pasal 43 huruf b dan huruf c, Mahkamah Agung memutus

sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.

Pasal 63

Dalam mengambil putusan, Mahkamah Agung tidak terikat pada alasan-

alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan

hukum lain.

Pasal 64

(1) Salinan putusan dikirimkan kepada ketua pengadilan tingkat pertama

yang memutus perkara tersebut dan ditembuskan kepada pengadilan yang

memutus perkara tersebut dalam tingkat banding.

(2) Putusan Mahkamah Agung oleh pengadilan tingkat pertama diberitahukan

kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah

putusan dan berkas perkara diterima oleh pengadilan tingkat pertama

tersebut.

Pasal 65

Dalam pemeriksaan kasasi untuk perkara pidana digunakan hukum acara

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Paragraf 3

Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer

Pasal 66

(1) Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di

lingkungan peradilan agama atau yang diputus oleh pengadilan di

lingkungan peradilan tata usaha negara, dilakukan menurut ketentuan

Undang-Undang ini.

(2) Dalam pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di

lingkungan peradilan militer digunakan hukum acara yang berlaku di

lingkungan peradilan militer.

Page 26: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

26

Paragraf 4

Pengajuan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pasal 67

(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa

Agung karena jabatannya dalam perkara perdata atau tata usaha negara

yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama atau

pengadilan tingkat banding.

(2) Kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan satu kali oleh Jaksa

Agung hanya terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.

(3) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak

yang berperkara.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Sengketa Tentang Kewenangan Mengadili

Paragraf 1

Umum

Pasal 68

(1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan

mengadili sebagaimana dimaksudkan Pasal 43.

(2) Sengketa tentang kewenangan mengadili terjadi:

a. jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan berwenang mengadili

perkara yang sama;

b. jika 2 (dua) Pengadilan atau lebih menyatakan tidak berwenang

mengadili perkara yang sama.

Paragraf 2

Peradilan Umum

Pasal 69

(1) Permohonan untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan

mengadili dalam perkara perdata, diajukan secara tertulis kepada

Mahkamah Agung disertai pendapat dan alasannya oleh:

a. pihak yang berperkara melalui ketua pengadilan;

b. ketua pengadilan yang memeriksa perkara tersebut.

Page 27: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

27

(2) Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan tersebut dalam buku

daftar sengketa tentang kewenangan mengadili perkara perdata dan atas

perintah ketua Mahkamah Agung mengirimkan salinannya kepada pihak

lawan yang berperkara dengan pemberitahuan bahwa ia dalam tenggang

waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima salinan permohonan tersebut

berhak mengajukan jawaban tertulis kepada Mahkamah Agung disertai

pendapat dan alasan-alasannya.

(3) Setelah permohonan tersebut diterima, pemeriksaan perkara oleh

pengadilan yang memeriksanya ditunda sampai sengketa tersebut diputus

oleh Mahkamah Agung.

(4) Putusan Mahkamah Agung disampaikan kepada:

a. para pihak melalui ketua pengadilan;

b. ketua pengadilan yang bersangkutan.

Pasal 70

Permohonan untuk memeriksa dan memutuskan sengketa kewenangan

mengadili perkara pidana, diajukan secara tertulis oleh penuntut umum atau

terdakwa disertai pendapat dan alasan-alasannya.

Pasal 71

(1) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diajukan oleh

penuntut umum maka surat permohonan dan berkas perkaranya

dikirimkan oleh penuntut umum kepada Mahkamah Agung, sedangkan

salinannya dikirimkan kepada Jaksa Agung, para ketua pengadilan dan

penuntut umum pada kejaksaan lain serta kepada terdakwa.

(2) Penuntut umum pada kejaksaan lain, demikian pula terdakwa selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima salinan permohonan

sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) menyampaikan pendapat

masing-masing kepada Mahkamah Agung.

Pasal 72

(1) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diajukan oleh

terdakwa, maka surat permohonannya diajukan melalui penuntut umum

yang bersangkutan, yang selanjutnya meneruskan permohonan tersebut

beserta pendapat dan berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung.

(2) Penuntut umum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) mengirimkan

salinan surat permohonan dan pendapatnya kepada penuntut umum

lainnya.

Page 28: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

28

(3) Penuntut umum lainnya sebagaimana dimaksudkan ayat (2) mengirimkan

pendapatnya kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari setelah menerima salinan permohonan tersebut.

Pasal 73

(1) Penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 segera

menyampaikan salinan permohonan tersebut kepada para ketua

pengadilan yang memutus perkara tersebut.

(2) Setelah permohonan tersebut diterimanya, maka pemeriksaan perkara

oleh pengadilan yang memeriksanya ditunda sampai sengketa tersebut

diputus oleh Mahkamah Agung.

Pasal 74

(1) Mahkamah Agung dapat memerintahkan pengadilan yang memeriksa

perkara meminta keterangan dari terdakwa tentang hal-hal yang dianggap

perlu.

(2) Pengadilan yang diperintahkan setelah melaksanakan perintah tersebut

ayat (1) segera membuat berita acara pemeriksaan dan mengirimkannya

kepada Mahkamah Agung.

Pasal 75

(1) Dalam hal sengketa kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69,

Mahkamah Agung memutus sengketa tersebut setelah mendengar

pendapat Jaksa Agung.

(2) Jaksa Agung memberitahukan putusan dimaksud pada ayat (1) kepada

terdakwa dan penuntut umum dalam perkara tersebut.

Paragraf 3

Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer

Pasal 76

(1) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antar pengadilan

yang terjadi:

a. di lingkungan peradilan agama;

b. di lingkungan peradilan tata usaha negara;

dilakukan menurut ketentuan Pasal 68.

Page 29: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

29

(2) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antar pengadilan di

lingkungan peradilan militer, dilakukan menurut ketentuan Pasal 68

sampai dengan Pasal 74.

Paragraf 4

Pemeriksaan Sengketa Tentang Kewenangan

Mengadili Antar Lingkungan Peradilan

Pasal 77

(1) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antara:

a. Pengadilan di lingkungan peradilan umum dengan pengadilan di

lingkungan peradilan agama dengan pengadilan di lingkungan

peradilan tata usaha negara;

b. Pengadilan di lingkungan peradilan agama dengan pengadilan di

lingkungan peradilan tata usaha negara dilakukan menurut ketentuan

Pasal 68.

(2) Pemeriksaan sengketa tentang kewenangan mengadili antara pengadilan di

lingkungan peradilan umum dengan pengadilan di lingkungan peradilan

militer dilakukan menurut ketentuan Pasal 67 sampai dengan Pasal 74.

Bagian Keempat

Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan

Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Paragraf 1

Umum

Pasal 78

(1) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

(2) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan

pelaksanaan putusan pengadilan.

(3) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus,

dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak

dapat diajukan lagi.

Paragraf 2

Peradilan Umum

Page 30: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

30

Pasal 79

Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan

alasan-alasan sebagai berikut:

a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat

pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan

pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat

menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada

yang dituntut;

d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa

dipertimbangkan sebab-sebabnya;

e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,

atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya

telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;

Pasal 80

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan

atas alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 adalah 180 (seratus

delapan puluh) hari untuk:

a. ketentuan huruf a, sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau

sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah

diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

b. ketentuan huruf b, sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta

tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan

oleh ketua pengadilan atau hakim yang ditunjuk;

c. ketentuan huruf c, huruf d, dan huruf f, sejak putusan memperoleh

kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang

berperkara;

d. ketentuan huruf e, sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu

memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak

yang berperkara.

Pasal 81

(1) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak

yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara

khusus dikuasakan untuk itu.

Page 31: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

31

(2) Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia,

permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Pasal 82

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada

Mahkamah Agung melalui ketua pengadilan negeri yang memutus perkara

dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara.

(2) Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat

pertama dan terakhir.

Pasal 83

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis

dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar

permohonan kepada kepaniteraan pengadilan yang memutus perkara

dalam tingkat pertama.

(2) Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan

permohonannya secara lisan di hadapan ketua pengadilan yang memutus

perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh ketua

pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut.

Pasal 84

(1) Setelah ketua pengadilan negeri yang memutus perkara dalam tingkat

pertama menerima permohonan peninjauan kembali, panitera

berkewajiban untuk dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari

memberikan atau mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali

tersebut kepada pihak lawan pemohon.

(2) Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 30 (tiga puluh) hari setelah

tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.

(3) Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada pengadilan yang

memutus perkara dalam tingkat pertama.

(4) Surat jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh panitera

dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang

salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk

diketahui.

(5) Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh Panitera dikirimkan

kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari.

Page 32: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

32

Pasal 85

(1) Mahkamah Agung berwenang memerintahkan pengadilan yang memeriksa

perkara dalam tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding

mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan

serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud.

(2) Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari

pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.

(3) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah melaksanakan

perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara

pemeriksaan tambahan serta pertimbangan sebagaimana dimaksudkan

ayat (1), kepada Mahkamah Agung.

Pasal 86

(1) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan

kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan

peninjauan kembali tersebut dan selanjutnya memeriksa serta memutus

sendiri perkaranya.

(2) Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal

Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.

(3) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dan ayat

(2) disertai pertimbangan-pertimbangan.

Pasal 87

Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan peninjauan

kembali kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan

selanjutnya panitera pengadilan yang bersangkutan menyampaikan salinan

putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada

pihak lawan dengan memberikan salinannya, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari

setelah putusan dan berkas perkara diterima oleh pengadilan tingkat pertama

tersebut.

Pasal 88

Dalam pemeriksaan permohonan peninjauan kembali putusan perkara pidana

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap digunakan acara peninjauan

kembali sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Paragraf 3

Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer

Page 33: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

33

Pasal 89

(1) Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh

pengadilan di lingkungan peradilan agama atau oleh pengadilan di

lingkungan peradilan tata usaha negara, digunakan hukum acara

peninjauan kembali yang tercantum dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal

87.

(2) Dalam pemeriksaan peninjauan kembali perkara yang diputus oleh

pengadilan di lingkungan peradilan militer, digunakan hukum acara

peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana.

Bagian Kelima

Menguji Peraturan Perundang-Undangan Di bawah Undang-Undang

Pasal 90

(1) Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang dibuat secara tertulis dalam bahasa

Indonesia dan diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada

Mahkamah Agung.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan

oleh pihak yang merasa haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu :

a. perorangan, badan hukum privat, dan kelompok masyarakat; atau

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

(3) Permohonan pengujian dibuat rangkap sesuai keperluan dengan

menyebutkan secara jelas:

a. nama dan alamat pemohon;

b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan bahwa:

1. materi muatan, pasal, ayat dan/atau bagian peraturan perundang

undangan di bawah undang-undang yang dianggap bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau

2. pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut tidak

memenuhi ketentuan yang berlaku;

c. hal-hal yang diminta untuk diputus dalam permohonan pengujian

materiil, yaitu:

Page 34: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

34

1. mengabulkan permohonan pemohon;

2. menyatakan bahwa materi muatan pasal, ayat, dan/atau bagian dari

peraturan perundang-undangan dimaksud bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

3. menyatakan bahwa materi muatan pasal, ayat, dan/atau bagian dari

peraturan perundang-undangan dimaksud tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat;

d. hal-hal yang diminta untuk diputus dalam permohonan pengujian

formil, yaitu:

1. mengabulkan permohonan pemohon;

2. menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan

dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan

perundang-undangan; dan

3. menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan kepada

lembaga atau instansi yang bersangkutan segera mencabutnya.

(4) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputus

oleh Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari

terhitung sejak berkas permohonan didaftarkan pada kepaniteraan

Mahkamah Agung.

(5) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan uji materiil

tidak beralasan, Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut.

(6) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan, petikan putusan

Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan dicantumkan dalam

berita Negara dan dipublikasikan atas biaya negara dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikabulkannya permohonan.

(7) Dalam hal 90 (Sembilan puluh) hari setelah putusan Mahkamah Agung

tersebut dikirimkan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang

mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata badan

atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak melaksanakan

kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengujian peraturan

perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang,

diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.

(9) Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

yang sedang dilakukan Mahkamah Agung dihentikan sementara apabila

undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang

Page 35: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

35

dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan

Mahkamah Konstitusi.

Bagian Keenam

Pengujian Pendapat DPRD bahwa Gubernur/Wakil Gubernur atau

Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota Telah Melanggar

Sumpah/Janji dan/atau Tidak Melaksanakan Kewajiban

Pasal 91

(1) Permohonan pengujian pendapat DPRD bahwa gubernur/wakil

gubernur atau bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota telah

melanggar sumpah/janji dan/atau tidak melaksanakan kewajiban

dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan diajukan langsung

oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung.

(2) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputus

oleh Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh)

hari terhitung sejak berkas permohonan didaftarkan pada kepaniteraan

Mahkamah Agung.

(3) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pendapat DPRD

bahwa gubernur/wakil gubernur atau bupati/wakil bupati atau

walikota/wakil walikota melanggar sumpah/janji dan/atau tidak

melaksanakan kewajiban tidak beralasan, Mahkamah Agung menolak

permohonan tersebut.

(4) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan DPRD,

petikan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan

dicantumkan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya

negara dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

dikabulkannya permohonan.

(5) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan DPRD, DPRD

menyelenggarakan rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya

2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil

dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari

jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul

pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul

tersebut.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengujian pendapat DPRD

bahwa gubernur/wakil gubernur atau bupati/wakil bupati atau

Page 36: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

36

walikota/wakil walikota telah melanggar sumpah/janji dan/atau tidak

melaksanakan kewajiban, diatur dalam peraturan Mahkamah Agung.

Bagian Ketujuh

Pemeriksaan Sengketa Yang Timbul Karena Perampasan Kapal

Pasal 92

Pemeriksaan sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan

muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia dilakukan berdasarkan

undang-undang.

BAB VI

ANGGARAN

Pasal 93

(1) Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri

dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.

(2) Dalam mata anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak

termasuk biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara

perdata, baik di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, maupun

penyelesaian perkara tata usaha negara.

(3) Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara tata usaha negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), biaya kepaniteraan dan biaya proses

penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak atau para pihak yang

berperkara.

(4) Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan

penerimaan negara bukan pajak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(5) Mahkamah Agung berwenang menetapkan dan membebankan biaya

proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas anggaran dan biaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) diperiksa oleh

Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Page 37: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

37

BAB VII

PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 94

(1) DPR RI melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang.

(2) Selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR

RI juga melakukan pengawasan terhadap penyimpangan-penyimpangan

terhadap Undang-Undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

(3) Hasil Pengawasan yang dilakukan oleh DPR RI diteruskan kepada

Pimpinan Mahkamah Agung serta Lembaga Tinggi Negara.

(4) Dalam melakukan tugas pengawasan DPR RI secara periodik selalu

melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung.

BAB VIII

LARANGAN

Pasal 95

Dalam melaksanakan tugas profesi, hakim dilarang:

a. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi

dan/atau pihak lain, atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan,

partai/financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung/tidak

langsung;

b. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;

c. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan

secara fisik/atau psikis;

d. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang

keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan

sehubungan dengan jabatannya; dan

e. bertindak diskriminatif.

Pasal 96

Mahkamah Agung tidak berwenang untuk menilai fakta-fakta dan pembuktian

dalam persidangan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Pasal 97

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dilarang:

a. membuat putusan yang melanggar undang-undang;

Page 38: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

38

b. membuat putusan yang menimbulkan keonaran dan kerusakan serta

mengakibatkan kerusuhan, huru hara;

c. dilarang membuat putusan yang tidak mungkin dilaksanakan karena

bertentangan dengan realitas ditengah-tengah masyarakat, adat istiadat,

dan kebiasaan yang turun temurun sehingga akan mengakibatkan

pertikaian dan keributan;

d. dilarang merubah Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua

Komisi Yudisial secara sepihak, dan/atau Keputusan Bersama tentang

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara sepihak.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 98

Hakim yang melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (2) jo. Pasal 95 jo. Pasal 96

jo. Pasal 97, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000, 00 (sepuluh

miliar rupiah).

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 99

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan

pelaksanaan yang telah ada mengenai Mahkamah Agung dinyatakan tetap

berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-Undang ini belum

dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-

Undang ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 100

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 13

Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan

Mahkamah Agung sepanjang mengenai Mahkamah Agung, Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

Page 39: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

39

tentang Mahkamah Agung, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 101

Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi

kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum

cukup diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 102

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama

1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

Pasal 103

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal …

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Page 40: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

40

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN…

TENTANG

MAHKAMAH AGUNG

I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam

Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan

yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan

lingkungan peradilan tata usaha negara.

Undang-Undang ini adalah penggantian dari Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2004. Penggantian dilakukan karena Undang-Undang Nomor 3 tahun

2009 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang Nomor 14 tahun 1985

sudah mengalami beberapa kali perubahan sehingga perlu dilakukan

restrukturisasi dalam pasal-pasalnya sesuai dengan amanat Undang-Undang

Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dalam Lampiran no.237.

Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua

lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah

Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan

peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi,

Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan

pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi

Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang

menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi

kewenangan Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah

Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan,

sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah

pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung.Dalam rangka

Page 41: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

41

pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Sebagai pengadilan Negara tertinggi, Mahkamah Agung berkewajiban

untuk memberikan putusan yang adil dan konsisten. Dalam rangka

memberikan putusan yang konsisten, maka diatur mengenai pembatasan

kasasi dengan menambahkan unsur pemberat pada syarat materiil dalam

pengajuan kasasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Pengkhususan bidang hukum tertentu disesuaikan dengan

kebutuhan, kamar perdata misalnya dapat menjadi kamar perdata

dan kamar hukum adat atau sub kamar hukum adat. Kamar

pidana dapat menjadi kamar pidana umum dan kamar pidana

khusus, atau kamar pidana didalamnya tediri dari dua sub kamar

yaitu sub kamar pidana umum dan sub kamar pidana khusus.

Page 42: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

42

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "calon hakim agung yang berasal dari

hakim karier" adalah calon hakim agung yang berstatus aktif

sebagai hakim pada badan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung.

Yang dimaksud dengan "calon hakim agung yang juga berasal

dari nonkarier" adalah calon hakim agung yang berasal dari luar

lingkungan badan peradilan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12

Huruf a

angka 1

Cukup jelas.

angka 2

Cukup jelas.

angka 3

Yang dimaksud dengan "magister di bidang hukum" adalah

gelar akademis pada tingkat strata 2 dalam bidang ilmu

hukum, termasuk magister ilmu syari’ah atau magister

ilmu kepolisian.

angka 4

Cukup jelas.

angka 5

Cukup jelas.

angka 6

Cukup jelas.

angka 7

Cukup jelas.

Page 43: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

43

Huruf b

angka 1

Cukup jelas.

angka 2

Yang dimaksud dengan "profesi hukum" adalah bidang

pekerjaan seseorang yang dilandasi pendidikan keahlian di

bidang hukum atau perundang-undangan, antara lain,

advokat, notaris, penegak hukum, akademisi dalam bidang

hukum, dan pegawai yang berkecimpung di bidang hukum

atau peraturan perundang-undangan.

angka 3

Cukup jelas.

angka 4

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksudkan dengan hak keuangan/administratif ketua,

wakil ketua, ketua muda, dan hakim anggota Mahkamah Agung

ialah semua hak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1980. (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 71,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3182), sedangkan pangkat

dan tunjangan-tunjangan yang berhubungan dengan

kedudukannya sebagai pegawai negeri diatur tersendiri.

Pasal 16

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

Page 44: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

44

huruf d

Yang dimaksudkan dengan "pengusaha" ialah Hakim Agung

yang misalnya mempunyai perusahaan, menjadi pemegang

saham perseroan atau mengadakan usaha perdagangan

lain.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang dimaksud dalam

ketentuan ini bersifat ad hoc (kasus per kasus).

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Ayat (11)

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Page 45: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

45

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali,

mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Page 46: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

46

Pasal 39

Huruf a

Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung masih

diperlukan meskipun sudah ada pengawasan eksternal yang

dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar

pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan,

keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat

terjaga.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 40

Yang dimaksud dengan "tugas dan kewenangan lain" dalam pasal ini

misalnya arbitrase dan sebagainya.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Yang dimaksud dengan “akses kepada masyarakat” adalah untuk

mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan melalui Sistem

Informasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (SIMARI).

Page 47: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

47

Pasal 51

Ayat (1)

Apabila Majelis bersidang dengan lebih dari 3 (tiga) orang Hakim

jumlahnya harus selalu ganjil.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Pengecualian dalam ayat (1) pasal ini diadakan karena adanya

putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang oleh Undang-undang

tidak dapat dimohonkan banding.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Istilah "perkara pidana" yang dimaksudkan huruf b pasal ini

diartikan pula perkara pidana militer.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata

usaha negara yang berasal dari kewenangan yang tidak

diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang--

undangan.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Page 48: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

48

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksudkan dengan "tidak boleh merugikan pihak yang

berperkara" tersebut ayat (3) ialah tidak menunda pelaksanaan

dan tidak mengubah putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Page 49: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

49

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Huruf a

Yang dimaksud dengan “bukti yang oleh hakim pidana

dinyatakan palsu” adalah bahwa hari dan tanggal diketahuinya

kebohongan dan tipu muslihat itu harus dibuktikan secara

tertulis.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Page 50: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

50

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "perorangan" adalah orang

perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai

kepentingan sama.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Page 51: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

51

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Yang dimaksudkan dengan “kapal” ialah kapal laut dan kapal udara.

Pasal 93

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “mata anggaran tersendiri” adalah bahwa

i Mahkamah Agung menyusun kegiatan dan anggaran tahunan,

termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas kepaniteraan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Page 52: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA …€¦bahwa untuk mewujudkan persamaan kedudukan dalam hukum perlu diatur mengenai Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman

52

Pasal 101

Yang dimaksud dengan “dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang

diperlukan” adalah apabila dalam jalannya peradilan terdapat

kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah

Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk

mengisi kekurangan atau kekosongan tadi. Dengan undang-undang

ini Mahkamah Agung berwenang menentukan pengaturan tentang

cara penyelesaian suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam

undang-undang ini.

Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung

dibedakan dengan peraturan yang disusun oleh pembentuk undang-

undang. Penyelenggaraan peradilan yang dimaksudkan undang-

undang ini hanya merupakan bagian dari hukum acara secara

keseluruhan. Dengan demikian Mahkamah Agung tidak akan

mencampuri dan melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban

warga Negara pada umumnya dan tidak pula mengatur sifat,

kekuatan, alat pembuktian serta penilaiannya ataupun pembagian

beban pembuktian.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …