ramayana

197
Ramayana Lukisan bergaya Thailand yang menggambarkan suasana pertempuran antara Rama dengan Rawana Ramayana dari bahasa Sansekerta ( ) Rāmâyaa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata. Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini. Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna. Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

Upload: sudimanliu

Post on 03-Jan-2016

257 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ramayana

Ramayana

Lukisan bergaya Thailand

yang menggambarkan

suasana pertempuran

antara Rama dengan

Rawana

Ramayana dari bahasa Sansekerta (������) Rāmâyaṇa

yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti

"Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang

digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya

adalah Mahabharata.

Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam

bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam

bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang

isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa

kuna.

Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi

tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

Page 2: Ramayana

1. Balakanda

2. Ayodhyakanda

3. Aranyakanda

4. Kiskindhakanda

5. Sundarakanda

6. Yuddhakanda

7. Uttarakanda

Banyak yang berpendapat bahwa kanda pertama dan ketujuh

merupakan sisipan baru. Dalam bahasa Jawa Kuna,

Uttarakanda didapati pula.

Pengaruh dalam budaya

Beberapa babak maupun adegan dalam Ramayana dituangkan

ke dalam bentuk lukisan maupun pahatan dalam arsitektur

bernuansa Hindu. Wiracarita Ramayana juga diangkat ke dalam

budaya pewayangan di Nusantara, seperti misalnya di Jawa dan

Bali. Selain itu di beberapa negara (seperti misalnya Thailand,

Kamboja, Vietnam, Laos, Philipina, dan lain-lain), Wiracarita

Ramayana diangkat sebagai pertunjukan kesenian.

Page 3: Ramayana

Ringkasan Cerita

Rama mematahkan busur

Dewa Siwa saat sayembara

memperebutkan Dewi Sita

Prabu Dasarata dari Ayodhya

Wiracarita Ramayana

menceritakan kisah Sang

Rama yang memerintah di

Kerajaan Kosala, di sebelah

utara Sungai Gangga,

ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu

Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi,

dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi

Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah

putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat

pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama

untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para

rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi

Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi

Page 4: Ramayana

Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan

Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka

juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang

mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila,

Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka.

Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang

Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita,

Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta

kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu

dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata

sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14

tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta,

namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan

bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah

Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Rama hidup di hutan

Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana

bertemu dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka.

Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana,

hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka

mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi

Page 5: Ramayana

marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat

Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia

menculik Sinta, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya,

Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia

gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke

Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia

bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan

Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan

kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu

dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan

dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi

lautan dan menggempur Alengka.

Rama menggempur Rawana

Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para

sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur

Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah

diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas

senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak

lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para

patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan

Page 6: Ramayana

pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah

Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan

kepada Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah

kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke

Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-

bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya,

Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan

tahta kepada Rama.

Page 7: Ramayana

Balakanda

Balakanda atau kitab pertama Ramayana menceritakan sang

Dasarata yang menjadi Raja di Ayodhya. Sang raja ini

mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kosalya, Dewi Kekayi dan Dewi

Sumitra.

Dewi Kosalya berputrakan Sang Rama, Dewi Kekayi

berputrakan sang Barata, lalu Dewi Sumitra berputrakan sang

Laksamana dan sang Satrugna.

Maka pada suatu hari, bagawan Wiswamitra meminta tolong

kepada prabu Dasarata untuk menjaga pertapaannya. Sang

Rama dan Laksamana pergi membantu mengusir para raksasa

yang mengganggu pertapaan ini.

Lalu atas petunjuk para Brahmana maka sang Rama pergi

mengikuti sayembara di Wideha dan mendapatkan Dewi Sita

sebagai istrinya.

Ketika pulang ke Ayodhya mereka dihadang oleh Ramaparasu,

tetapi mereka bisa mengalahkannya.

Page 8: Ramayana

Ayodhyakanda

Ayodhyakanda adalah kitab kedua epos Ramayana dan

menceritakan sang Dasarata yang akan menyerahkan kerajaan

kepada sang Rama, tetapi dihalangi oleh Dewi Kekayi. Katanya

beliau pernah menjajikan warisan kerajaan kepada anaknya.

Maka sang Rama disertai oleh Dewi Sita dan Laksamana pergi

mengembara dan masuk ke dalam hutan selama 14 tahun.

Setelah mereka pergi, maka prabu Dasarata meninggal karena

sedihnya. Sang Barata menjadi sedih dan pergi menceri Sri

Rama.

Maka setelah ia berjumpa dengan Sri Rama, ia mengatakan

bahwa itu bukan haknya tetapi karena Rama ingin menghormati

bapaknya, ia mengatakan bahwa itu sudah kewajiban Barata

untuk memerintah. Lalu sebagai simbol bahwa Barata mewakili

Rama, Rama menyerahkan sandalnya (dalam bahasa

Sansekerta: paduka).

Lalu Barata pulang ke Ayodhya dan memerintah di sana.

Page 9: Ramayana

Aranyakanda

Aranyakanda adalah kitab ke tiga epos Ramayana. Dalam kitab

ini diceritakanlah bagaimana sang Rama dan Laksamana

membantu para tapa di sebuah asrama mengusir sekalian

raksasa yang datang mengganggu.

Lalu Laksamana diganggu oleh seorang raksasi yang bernama

Surpanaka yang menyamar menjadi seorang wanita cantik yang

menggodanya. Tetapi Laksamana menolak dan hidung si

Surpanaka terpotong. Ia mengadu kepada suaminya sang

Trisira. Kemudian terjadi perang dan para bala raksasa mati

semua.

Maka si Surpanaka mengadu kakaknya sang Rawana sembari

memprovokasinya untuk menculik Dewi Sita yang katanya

sangat cantik. Sang Rawanapun pergi diiringi oleh Marica.

Marica menyamar menjadi seekor kijang emas yang menggoda

Dewi Sita. Dewi Sita tertarik dan memminta Rama untuk

menangkapnya. Dewi Sita ditinggalkannya dan dijaga oleh si

Laksamana.

Ramapun pergi memburunya, tetapi si Marica sangat gesit. Lalu

iapun menjadi kesal dan memanahnya. Si Marica menjerit

kesakitan lalu mati dan wujudnya kembali menjadi raksasa.

Page 10: Ramayana

Sementara itu Sita yang mendengar jeritan tersebut merasa

cemas dan mengira bahwa tadi adalah jeritan Rama. Lalu ia

menyuruh Laksamana untuk mencarinya. Laksamana menolak

tetapi Sita malah menuduhnya ingin memperistrinya jika Rama

mati. Maka iapun terpaksa pergi, tetapi sebelumnya membuat

sebuah lingkaran sakti sekeliling Sita supaya jangan ada yang

bisa menculiknya.

Sementara itu Rawana datang menyamar sebagai seorang tua

dan memanggil Sita yang langsung diculiknya. Rawana bertemu

dengan seekor burung sakti sang Jatayu tetapi Jatayu kalah dan

sekarat. Laksamana yang sudah menemukan Rama menjumpai

Jatayu yang menceritakan kisahnya sebelum ia mati.

Kiskindhakanda

Kiskindhakanda adalah kitab keempat epos Ramayana. Dalam

kitab ini diceritakan bagaimana sang Rama amat berduka cita

akan hilangnya Dewi Sita. Lalu bersama Laksamana ia

menyusup ke hutan belantara dan sampai di gunung Resimuka.

Maka di sana berkelahilah sang kera Subali melawan Sugriwa

memperebutkan dewi Tara. Sang Sugriwa kalah lalu mengutus

Page 11: Ramayana

abdinya sang Hanuman meminta tolong kepada Sri Rama untuk

membunuh Bali, Rama setuju dan si Bali mati.

Maka Sugriwa berterima kasih dan ingin membantunya dengan

mencari Dewi Sita.

Sundarakanda

Sundarakanda adalah kitab kelima Ramayana. Dalam kitab ini

diceritakan bagaimana sang Hanuman datang ke Alengkapura

mencari tahu akan keadaan Dewi Sita dan membakar kota

Alengkapura karena iseng.

Yuddhakanda

Yuddhakanda adalah kitab keenam epos Ramayana dan

sekaligus klimaks epos ini. Dalam kitab ini diceritakan sang

Rama dan sang raja kera Sugriwa mengerahkan bala tentara

kera menyiapkan penyerangan Alengkapura. Karena Alengka ini

terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagaimana mereka harus

menyerang.

Maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat

jembatan bendungan (situbanda) dari daratan ke pulau Alengka.

Para bala tentara kera dikerahkan. Pada saat pembangunan

Page 12: Ramayana

jembatan ini mereka banyak diganggu tetapi akhirnya selesai

dan Alengkapura dapat diserang.

Syahdan terjadilah perang besar. Para raksasa banyak yang

mati dan prabu Rawana gugur di tangan sri Rama.

Lalu Dewi Sita menunjukkan kesucian dan kesetiaannya

terhadap Rama dengan dibakar di api, ternyata ia tidak apa-apa.

Setelah itu sang Rama, Sita, Laksamana pulang ke

Ayodhyapura, disertai para bala tentara kera yang dipimpin oleh

Sugriwa dan Hanuman. Di Ayodhyapura mereka disambut oleh

prabu Barata dan beliau menyerahkan kerajaannya kepada

sang Rama. Sri Rama lalu memerintah di Ayodhyapura dengan

bijaksana.

Uttarakanda

Uttarakanda adalah kitab ke-7 Ramayana. Diperkirakan kitab

ini merupakan tambahan. Kitab Uttarakanda dalam bentuk

prosa ditemukan pula dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya tidak

diketemukan dalam Kakawin Ramayana. Di permulaan versi

Jawa Kuna ini ada referensi merujuk ke prabu Dharmawangsa

Teguh.

Page 13: Ramayana

• Cerita Rahwana

o Terjadinya para raksasa, nenek moyang Rahwana

atau Rawana

o Cerita Serat Arjunasasrabahu

• Cerita Dewi Sita

o Pembuangan Sita di hutan, karena sudah lama

tidak di sisi Rama

o Kelahiran Kusa dan Lawa di pertapaan di hutan

o "Kematian" Sita

Page 14: Ramayana

Rama

Awatara Wisnu sebagai putra Dasarata, pembunuh Rahwana

Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: ���; Rāma) atau

Ramacandra (Sansekerta: ���������; Rāmacandra)

adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang

konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya

atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang

beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan

awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada

Page 15: Ramayana

zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang

terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang

disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia

Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja

Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada

Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah

dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan

Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak

kembar, yaitu Kusa dan Lawa.

Asal-usul nama "Rama"

Rāmá dalam kitab Regweda dan Atharwaweda adalah kata sifat

yang berarti "gelap, hitam", atau kata benda yang berarti

"kegelapan", bentuk feminim dari kata sifat tersebut adalah

rāmī. Dua Rama muncul dalam pustaka Weda, dengan nama

keluarga Mārgaweya dan Aupataswini; Rama yang lain muncul

dengan nama keluarga Jāmadagnya yang dianggap sebagai

penulis himne Regweda. Menurut Monier-Williams, tiga Rama

dihormati pasca masa Weda, yaitu:

1. Rāma-candra ("Rama-rembulan"), putra Dasarata,

keturunan Raghu dari Dinasti Surya.

2. Parashu-rāma ("Rama besenjata kapak"), awatara Wisnu

yang keenam, kadangkala dianggap sebagai

Page 16: Ramayana

Jāmadagnya, atau sebagai Bhārgawa Rāma (keturunan

Bregu), seorang "Chiranjiwin" atau makhluk abadi.

3. Bala-rāma ("Rama yang kuat"), juga disebut Halāyudha

(bersenjata bajak saat bertempur), kakak sekaligus

teman dekat Kresna, awatara Wisnu yang kedelapan.

Dalam Wisnu sahasranama, Rama adalah nama lain Wisnu

yang ke-394. Dalam interpretasi dari komentar Adi Sankara,

yang diterjemahkan oleh Swami Tapasyananda dari Misi

Ramakrishna, Rama memiliki dua pengertian: 1) Brahman yang

maha kuasa yang menganugerahkan para yogi; 2) Ia (Wisnu)

yang meninggalkan kahyangan untuk menitis kepada Rama,

putera Dasarata.

Sumber literatur

Sumber utama mengenai kehidupan dan perjalanan Rama

adalah wiracarita Ramayana yang disusun Resi Walmiki.

Namun, sastra lain dalam bahasa Sanskerta juga merefleksikan

riwayat dalam Ramayana. Sebagai contoh, Wisnupurana juga

menceritakan Rama sebagai awatara Wisnu yang ketujuh dan

dalam Bayupurana, seorang Rama disebut di antara tujuh Resi

dari Manwantara ke-8. Dan juga kisah Rama disebut dalam

wiracarita lainnya, yaitu Mahabharata. Versi lain yang penting

dan lebih pendek adalah Ādhyātma Ramayana. Ramayana

Page 17: Ramayana

memiliki berbagai versi di sepanjang wilayah India. Sebagai

contoh, versi sederhana Ramayana yang menceritakan

kehidupan dan filsafat ketuhanan Rama dituangkan dalam sajak

kepahlawanan berjudul Kambaramayanam pada abad ke-12

oleh penyair Kamban dalam bahasa Tamil, dan

Ramacharitamanasa, Ramayana versi bahasa Hindi pada abad

ke-16 oleh penyair Tulsidas. Berbagai versi yang berbeda juga

ada dan muncul dalam bahasa-bahasa terkemuka di India.

Ramayana versi kontemporer meliputi Shri Ramayana

Darshanam oleh Dr. K. V. Puttappa dalam bahasa Kannada,

dan Ramayana Kalpavrikshamu oleh Viswanatha

Satyanarayana dalam bahasa Telugu, yang mana keduanya

memperoleh penghargaan dalam Jnanpith Award. Wiracarita

Ramayana tersebar di berbagai wilayah India, dan menonjolkan

keunikan budaya masing-masing daerah.

Kisah Rama juga menyebar ke wilayah Asia Tenggara, dan

diadaptasikan dengan kebudayaan, cerita rakyat, dan

kepercayaan masyarakat setempat. Kakawin Rāmāyana dari

Jawa (Indonesia), Ramakawaca dari Bali, Hikayat Seri Rama

dari Malaysia, Maradia Lawana dari Filipina, Ramakien dari

Thailand (yang menyebut Rama sebagai Phra Ram) merupakan

karya-karya besar yang unik dan mengandung berbagai versi

berbeda mengenai kehidupan Rama. Legenda mengenai Rama

dapat disaksikan dalam ukiran di kuil Wat Phra Kaew di

Page 18: Ramayana

Bangkok. Wiracarita nasional Myanmar, Yama Zatdaw

sebenarnya merupakan Ramayana versi Myanmar, dimana

Rama dipanggil Yama. Dalam Reamker dari Kamboja, Rama

dikenal sebagai Preah Ream.

Sri Rama (tengah) bersama

istrinya Sita (sebelah kanan

gambar), Laksmana (paling

kanan), dan abdi setianya,

yaitu Hanoman (kiri).

Awatara Wisnu

Dalam wiracarita Ramayana diceritakan bahwa sebelum Rama

lahir, seorang raja raksasa bernama Rahwana telah meneror

Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa

cemas. Atas hal tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar

beliau bersedia menyelamatkan alam beserta isinya. Para dewa

juga mengeluh kepada Brahma, yang telah memberikan

anugerah kepada Rahwana sehingga raksasa tersebut menjadi

takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka memohon agar

Wisnu bersedia menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan

dharma serta menyelamatkan orang-orang saleh. Dewa Wisnu

menyatakan bahwa ia bersedia melakukannya. Ia berjanji akan

Page 19: Ramayana

turun ke dunia sebagai Rama, putera raja Dasarata dari

Ayodhya. Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh

Naga Sesa yang akan mengambil peran sebagai Laksmana,

serta Laksmi yang akan mengambil peran sebagai Sita.

Kehidupan Sang Rama

Kelahiran dan keluarga

Sebuah lukisan dari

Himachal Pradesh.

Dari kiri ke kanan:

Sita, Rama, dan

Laksmana.

Ayah Rama adalah

Raja Dasarata dari Ayodhya, sedangkan ibunya adalah Kosalya.

Dalam Ramayana iceritakan bahwa Raja Dasarata yang

merindukan putera mengadakan upacara bagi para dewa,

upacara yang disebut Putrakama Yadnya. Upacaranya diterima

oleh para Dewa dan utusan mereka memberikan sebuah air

suci agar diminum oleh setiap permaisurinya. Atas anugerah

tersebut, ketiga permaisuri Raja Dasarata melahirkan putera.

Yang tertua bernama Rama, lahir dari Kosalya. Yang kedua

Page 20: Ramayana

adalah Bharata, lahir dari Kekayi, dan yang terakhir adalah

Laksmana dan Satrugna, lahir dari Sumitra. Keempat pangeran

tersebut tumbuh menjadi putera yang gagah-gagah dan terampil

memainkan senjata di bawah bimbingan Resi Wasista.

Rama dan Wiswamitra

Pada suatu hari, Resi Wiswamitra datang menghadap Raja

Dasarata. Dasarata tahu benar watak resi tersebut dan berjanji

akan mengabulkan permohonannya sebisa mungkin. Akhirnya

Sang Resi mengutarakan permohonannya, yaitu meminta

bantuan Rama untuk mengusir para rakshasa yang

mengganggu ketenangan para resi di hutan. Mendengar

permohonan tersebut, Raja Dasarata sangat terkejut karena

merasa tidak sanggup untuk mengabulkannya, namun ia juga

takut terhadap kutukan Resi Wiswamitra. Dasarata merasa

anaknya masih terlalu muda untuk menghadapi para rakshasa,

namun Resi Wiswamitra menjamin keselamatan Rama. Setelah

melalui perdebatan dan pergolakan dalam batin, Dasarata

mengabulkan permohonan Resi Wiswamitra dan mengizinkan

puteranya untuk membantu para resi.

Di tengah hutan, Rama dan Laksmana memperoleh mantra

sakti dari Resi Wiswamitra, yaitu bala dan atibala. Setelah itu,

mereka menempuh perjalanan menuju kediaman para resi di

Page 21: Ramayana

Sidhasrama. Sebelum tiba di Sidhasrama, Rama, Laksmana,

dan Resi Wiswamitra melewati hutan Dandaka. Di hutan

tersebut, Rama mengalahkan rakshasi Tataka dan

membunuhnya. Setelah melewati hutan Dandaka, Rama sampai

di Sidhasrama bersama Laksmana dan Resi Wiswamitra. Di

sana, Rama dan Laksmana melindungi para resi dan berjanji

akan mengalahkan rakshasa yang ingin mengotori pelaksanaan

yadnya yang dilakukan oleh para resi. Saat rakshasa Marica

dan Subahu datang untuk megotori sesajen dengan darah dan

daging mentah, Rama dan Laksmana tidak tinggal diam. Atas

permohonan Rama, nyawa Marica diampuni oleh Laksmana,

sedangkan untuk Subahu, Rama tidak memberi ampun. Dengan

senjata Agneyastra atau Panah Api, Rama membakar tubuh

Subahu sampai menjadi abu. Setelah Rama membunuh

Subahu, pelaksanaan yadnya berlangsung dengan lancar dan

aman.

Mendapatkan Dewi Sita

Adegan Rama mematahkan busur

Dewa Siwa saat sayembara

memperebutkan Dewi Sita, dalam

lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Page 22: Ramayana

Wiswamitra mendengar adanya sebuah sayembara di Mithila

demi memperebutkan Dewi Sita. Ia mengajak Rama dan

Laksmana untuk mengikuti sayembara tersebut. Mereka

menyanggupinya. Setibanya di sana, Rama melihat bahwa tidak

ada orang yang mampu memenuhi persyaratan untuk menikahi

Sita, yaitu mengangkat serta membengkokkan busur Siwa.

Namun saat Rama tampil ke muka, ia tidak hanya mampu

mengangkat serta membengkokkan busur Siwa, namun juga

mematahkannya menjadi tiga. Saat busur itu dipatahkan,

suaranya besar dan menggelegar seperti guruh. Melihat

kemampuan istimewa tersebut, ayah Sita yaitu Raja Janaka,

memutuskan agar Rama menjadi menantunya. Sita pun senang

mendapatkan suami seperti Rama.

Kemudian utusan dikirim ke Ayodhya untuk memberitahu kabar

baik tersebut. Raja Dasarata girang mendengar puteranya

sudah mendapatkan istri di Mithila, kemudian ia segera

berangkat ke sana. Setelah menyaksikan upacara pernikahan

Rama dan Sita, Wiswamitra mohon pamit untuk melanjutkan

tapa di Gunung Himalaya, sementara Dasarata pulang ke

Ayodhya diikuti oleh Resi Wasistha serta pengiring-

pengiringnya. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan Resi

Parasurama, yaitu brahmana sakti yang ditakuti para ksatria.

Parasurama memegang sebuah busur di bahunya yang konon

merupakan busur Wisnu. Ia sudah mendengar kabar bahwa

Page 23: Ramayana

Rama telah mematahkan busur Siwa. Dengan wajah yang

sangar, ia menantang Rama untuk membengkokkan busur

Wisnu. Rama menerima tantangan tersebut dan

membengkokkan busur Wisnu dengan mudah. Melihat busur itu

dibengkokkan dengan mudah, seketika raut wajah Parasurama

menjadi lemah lembut. Rama berkata, "Panah Waisnawa ini

harus mendapatkan mangsa. Apakah panah ini harus

menghancurkan kekuatan Tuan atau hasil tapa Tuan?".

Parasurama menjawab agar panah itu menghancurkan hasil

tapanya, karena ia hendak merintis hasil tapanya dari awal

kembali. Setelah itu, Parasurama mohon pamit dan pergi ke

Gunung Mahendra.

Rama diusir ke hutan

Lukisan India modern yang

menggambarkan Sita dan Rama

saat tinggal di hutan.

Dasarata yang sudah tua ingin

mengangkat Rama sebagai raja.

Dengan segera ia melakukan

persiapan untuk upacara

penobatan Rama, sementara

Page 24: Ramayana

Bharata menginap di rumah pamannya yang jauh dari Ayodhya.

Mendengar Rama akan dinobatkan sebagai raja, Mantara

menghasut Kekayi agar menobatkan Bharata sebagai raja.

Kekayi yang semula hanya diam, tiba-tiba menjadi ambisius

untuk mengangkat anaknya sebagai raja. Kemudian ia meminta

agar Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja. Ia juga

meminta agar Rama dibuang ke tengah hutan selama 14 tahun.

Dasarata pun terkejut dan menjadi sedih, namun ia tidak bisa

menolak karena terikat dengan janji Kekayi. Dengan berat hati,

Dasarata menobatkan Bharata sebagai raja dan menyuruh

Rama agar meninggalkan Ayodhya. Sita dan Laksmana yang

setia turut mendampingi Rama. Tak berapa lama kemudian,

Dasarata wafat dalam kesedihan.

Sementara Rama pergi, Bharata baru saja pulang dari rumah

pamannya dan tiba di Ayodhya. Ia mendapati bahwa ayahnya

telah wafat serta Rama tidak ada di istana. Kekayi menjelaskan

bahwa Bharata-lah yang kini menjadi raja, sementara Rama

mengasingkan diri ke hutan. Bharata menjadi sedih

mendengarnya, kemudian menyusul Rama. Harapan Kekayi

untuk melihat puteranya senang menjadi raja ternyata sia-sia. Di

dalam hutan, Bharata mencari Rama dan memberi berita duka

karena Prabu Dasarata telah wafat. Ia membujuk Rama agar

kembali ke Ayodhya untuk menjadi raja. Rakyat juga mendesak

demikian, namun Rama menolak karena ia terikat oleh perintah

Page 25: Ramayana

ayahnya. Untuk menunjukkan jalan yang benar, Rama

menguraikan ajaran-ajaran agama kepada Bharata. Akhirnya

Bharata membawa sandal milik Rama dan meletakkannya di

singasana. Dengan lambang tersebut, ia memerintah Ayodhya

atas nama Rama.

Peristiwa di Pancawati

Saat menjalani masa pengasingan di hutan, Rama dan

Laksmana didatangi seorang rakshasi bernama Surpanaka. Ia

mengubah wujudnya menjadi seorang wanita cantik dan

menggoda Rama dan Laksmana. Rama menolak untuk

menikahinya dengan alasan bahwa ia sudah beristri, maka ia

menyuruh agar Surpanaka membujuk Laksmana, namun

Laksmana pun menolak. Surpanaka iri melihat kecantikan Sita

dan hendak membunuhnya. Dengan sigap Rama melindungi

Sita dan Laksmana mengarahkan pedangnya kepada

Surpanaka yang hendak menyergapnya. Hal itu membuat

hidung Surpanaka terluka. Surpanaka mengadukan peristiwa

tersebut kepada kakaknya yang bernama Kara. Kara marah

terhadap Rama yang telah melukai adiknya dan hendak

membalas dendam. Dengan angkatan perang yang luar biasa,

Kara dan sekutunya menggempur Rama, namun mereka semua

gugur. Akhirnya Surpanaka melaporkan keluhannya kepada

Rahwana di Kerajaan Alengka. Rahwana marah dan hendak

Page 26: Ramayana

membalas perbuatan Rama. Ia mengajak patihnya yang

bernama Marica untuk melaksanakan rencana liciknya.

Lukisan India dari abad ke-

18, yang menggambarkan

adegan Rama sedang

memburu kijang siluman.

Pada suatu hari, Sita

melihat seekor kijang yang sangat lucu sedang melompat-

lompat di halaman pondoknya. Rama dan Laksmana merasa

bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, namun atas desakan

Sita, Rama memburu kijang tersebut sementara Laksmana

ditugaskan untuk menjaga Sita. Kijang yang diburu Rama terus

mengantarkannya ke tengah hutan. Karena Rama merasa

bahwa kijang tersebut bukan kijang biasa, ia memanahnya.

Seketika hewan tersebut berubah menjadi Marica, patih Sang

Rahwana. Saat Marica sekarat, ia mengerang dengan keras

sambil menirukan suara Rama. Merasa bahwa ada sesuatu

yang buruk telah menimpa suaminya, Sita menyuruh Laksmana

agar menyusul Rama ke hutan. Pada mulanya Laksamana

menolak, namun karena Sita bersikeras, Laksmana

meninggalkan Sita. Sebelumnya ia sudah membuat lingkaran

pelindung agar tidak ada orang jahat yang mampu menculik

Page 27: Ramayana

Sita. Rahwana yang menyamar sebagai brahmana, menipu Sita

sehingga Sita keluar dari lingkaran pelindung dan diculik oleh

Rahwana. Saat Laksmana menyusul Rama ke hutan, Rama

terkejut karena Sita ditinggal sendirian. Ketika mereka berdua

pulang, Sita sudah tidak ada.

Petualangan menyelamatkan Sita

Setelah mendapati bahwa Sita sudah menghilang, perasaan

Rama terguncang. Laksmana mencoba menghibur Rama dan

memberi harapan. Mereka berdua menyusuri pelosok gunung,

hutan, dan sungai-sungai. Akhirnya mereka menemukan darah

tercecer dan pecahan-pecahan kereta, seolah-olah pertempuran

telah terjadi. Rama berpikir bahwa itu adalah pertempuran

raksasa yang memperebutkan Sita, namun tak lama kemudian

mereka menemukan seekor burung tua sedang sekarat. Burung

tersebut bernama Jatayu, sahabat Raja Dasarata. Rama

mengenal burung tersebut dengan baik dan dari penjelasan

Jatayu, Rama tahu bahwa Sita diculik Rahwana. Setelah

memberitahu Rama, Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya.

Sesuai aturan agama, Rama mengadakan upacara pembakaran

jenazah yang layak bagi Jatayu.

Dalam perjalanan menyelamatkan Sita, Rama dan Laksmana

bertemu raksasa aneh yang bertangan panjang. Atas instruksi

Page 28: Ramayana

Rama, mereka berdua memotong lengan raksasa tersebut dan

tubuhnya dibakar sesuai upacara. Setelah dibakar, raksasa

tersebut berubah wujud menjadi seorang dewa bernama

Kabanda. Atas petunjuk Sang Dewa, Rama dan Laksamana

pergi ke tepi sungai Pampa dan mencari Sugriwa di bukit

Resyamuka karena Sugriwa-lah yang mampu menolong Rama.

Dalam perjalanan mereka beristirahat di asrama Sabari,

seorang wanita tua yang dengan setia menantikan kedatangan

mereka berdua. Sabari menyuguhkan buah-buahan kepada

Rama dan Laksmana. Setelah menyaksikan wajah kedua

pangeran tersebut dan menjamu mereka, Sabari meninggal

dengan tenang dan mencapai surga.

Persahabatan dengan Sugriwa

Lukisan karya Raja Ravi Varma,

menggambarkan adegan saat

Rama menaklukkan Dewa

Baruna.

Reruntuhan jembatan kuno

antara India dan Sri Lanka, yang

konon dibangun oleh Rama,

seperti yang diceritakan dalam

Page 29: Ramayana

wiracarita Ramayana. Kini berada di dasar laut.

Dalam misi menyelamatkan Sita, Rama dan Laksmana

melanjutkan perjalanannya sampai ke sebuah daerah yang

dihuni para kera dengan rajanya bernama Sugriwa. Sebelum

berjumpa dengan Sugriwa, Rama bertemu dengan Hanoman

yang menyamar menjadi brahmana. Setelah bercakap-cakap

agak lama, Hanoman menampakkan wujud aslinya dan

mengantar Rama menuju Sugriwa. Sugriwa menyambut

kedatangan Rama di istananya. Tak berapa lama kemudian

mereka saling menceritakan masalah masing-masing. Akhirnya

Rama dan Sugriwa mengadakan perjanjian bahwa mereka akan

saling tolong menolong. Rama berjanji akan merebut kembali

Kerajaan Kiskenda dari Subali sedangkan Sugriwa berjanji akan

membantu Rama mencari Sita. Kemudian Sugriwa dan Rama

beserta rombongannya pergi menuju kediaman Subali di

Kiskenda. Di sana Subali dan Sugriwa bertarung. Setelah

pertarungan sengit berlangsung agak lama, Rama mengakhiri

riwayat Subali. Sesuai dengan janjinya, Sugriwa bersedia

membantu Rama mencari Sita. Ia mengirim Hanoman sebagai

utusan Sang Rama. Setelah Hanoman menemukan Sita di

Alengka, ia mengumumkan kabar gembira kepada Rama. Atas

petunjuk Hanoman, bala tentara wanara berangkat menuju

Kerajaan Alengka.

Page 30: Ramayana

Membangun jembatan Situbanda

Saat Rama dan tentaranya bersiap-siap menuju Alengka,

Wibisana, adik Sang Rahwana, datang menghadap Rama dan

mengaku akan berada di pihak Rama. Setelah ia menjanjikan

persahabatan yang kekal, Rama menobatkannya sebagai Raja

Alengka meskipun Rahwana masih hidup dan belum

dikalahkan. Kemudian Rama dan pemimpin wanara lainnya

berunding untuk memikirkan cara menyeberang ke Alengka

mengingat tidak semua prajuritnya bisa terbang. Akhirnya Rama

menggelar suatu upacara di tepi laut untuk memohon bantuan

dari Dewa Baruna. Selama tiga hari Rama berdo'a dan tidak

mendapat jawaban, akhirnya kesabarannya habis. Kemudian ia

mengambil busur dan panahnya untuk mengeringkan lautan.

Melihat laut akan binasa, Dewa Baruna datang menghadap

Rama dan memohon ma'af atas kesalahannya. Dewa Baruna

menyarankan agar para wanara membuat jembatan besar tanpa

perlu mengeringkan atau mengurangi kedalaman lautan. Nila

ditunjuk sebagai arsitek jembatan tersebut. Setelah bekerja

dengan giat, jembatan tersebut terselesaikan dalam waktu yang

singkat dan diberi nama "Situbanda".

Page 31: Ramayana

Rama menggempur Alengka

Lukisan India yang

menggambarkan adegan

Rama dan pasukannya

sedang menyerang Kota

Alengka.

Setelah jembatan rampung,

Rama dan pasukannya menyeberang ke Alengka. Pada

pertempuran pertama, Anggada menghancurkan menara

Alengka. Untuk meninjau kekuatan musuh, Rahwana segera

mengirim mata-mata untuk menyamar menjadi wanara dan

berbaur dengan mereka. Penyamaran mata-mata Rahwana

sangat rapi sehingga banyak yang tidak tahu, kecuali Wibisana.

Kemudian Wibisana menangkap mata-mata tersebut dan

membawanya ke hadapan Rama. Di hadapan Rama, mata-

mata tersebut memohon pengampunan dan berkata mereka

hanya menjalankan perintah. Akhirnya Rama mengizinkan

mata-mata tersebut untuk melihat-lihat kekuatan tentara Rama

dan berpesan agar Rahwana segera mengambalikan Sita.

Mata-mata tersebut sangat terharu dengan kemurahan hati

Rama dan yakin bahwa kemenangan akan berada di pihak

Rama.

Page 32: Ramayana

Pada hari pertempuran terahir, Dewa Indra mengirim kereta

perangnya dan meminjamkannya kepada Rama. Kusir kereta

tersebut bernama Matali, siap melayani Rama. Dengan kereta

ilahi tersebut, Rama melanjutkan peperangan yang berlangsung

dengan sengit. Kedua pihak sama-sama kuat dan mampu

bertahan. Akhirnya Rama melepaskan senjata Brahma Astra ke

dada Rahwana. Senjata sakti tersebut mengantar Rahwana

menuju kematiannya. Seketika bunga-bunga bertaburan dari

surga karena menyaksikan kemenangan Rama. Wibisana

meratapi jenazah kakaknya dan sedih karena nasihatnya tidak

dihiraukan. Sesuai aturan agama, Rama mengadakan upacara

pembakaran jenazah yang layak bagi Rahwana kemudian

memberikan wejangan kepada Wibisana untuk membangun

kembali Negeri Alengka. Setelah Rahwana dikalahkan, Sita

kembali ke pelukan Rama dan mereka kembali ke Ayodhya

bersama Laksmana, Sugriwa, Hanoman dan tentara wanara

lainnya. Di Ayodhya, mereka disambut oleh Bharata dan Kekayi.

Di sana para wanara diberi hadiah oleh Rama atas jasa-

jasanya.

Page 33: Ramayana

Pemujaan dan festival untuk Rama

Arca Rama (tengah), bersama

Laksmana (kiri), Sita (kanan)

dan Hanuman (berlutut) - dari

Kuil Bhaktivedanta Manor

Hare Krishna, Watford,

Inggris.

Hari kelahiran Rama, dan

juga pernikahannya dengan Sita, diperingati oleh umat Hindu di

India sebagai Rama Navami. Perayaan itu jatuh pada hari

kesembilan dalam kalender lunar Hindu, atau Chaitra Masa

Suklapaksha Nawami. Perayaan itu dipandang sebagai hari

pernikahan Rama dengan Sita, dan juga hari ulang tahun Rama.

Orang-orang biasanya melakukan Kalyanotsawam (peringatan

hari pernikahan) terhadap patung Rama dan Sita di rumah

masing-masing, dan di sore hari patung-patung itu diarak ke

jalan. Hari itu disebut juga akhir dari sembilan hari utsawam

yang disebut Wasanthothsawam (festival musim semi), yang

dimulai dengan Ugadi. Beberapa hal menarik dari festival ini

yaitu:

Page 34: Ramayana

• Kalyanam (upacara pernikahan yang dipimpin pendeta

kuil) di Bhadrachalam, di tepi sungai Godawari di distrik

Khammam, Andhra Pradesh.

• Panakam, minuman manis yang dipersiapkan, bahannya

dari lada.

• Arak-arakan patung pada sore hari yang disertai dengan

permainan air dan warna.

• Untuk perayaan itu, umat Hindu dianjurkan berpuasa

(atau membatasi diri mereka dengan diet khusus).

• Kuil-kuil didekorasi dan cerita Ramayana

dikumandangkan. Bersama dengan Rama, orang-orang

juga memuja Sita, Laksmana and Hanoman.

Peristiwa kemenangan melawan Rahwana beserta para raksasa

diperingati sebagai 10 hari Wijayadashami, yang juga dikenal

sebagai Dussehra. Ram Leela dipentaskan di berbagai

kampung, desa dan kota di India. Peristiwa kembalinya Rama

ke Ayodhya dan juga hari pelantikannya diperingati sebagai

Diwali, yang juga dikenal sebagai Festival Cahaya. Perayaan ini

merupakan festival yang penting dan terkenal di India. Di

Malaysia, Diwali dikenal sebagai Hari Deepavali, dan diperingati

selama bulan ketujuh menurut kalender solar Hindu. Perayaan

Diwali di Malaysia mirip dengan tradisi di Anak benua India. Di

Nepal, Diwali dikenal sebagai Tihar dan diperingati selama

masa bulan Oktober/November. Perayaan Diwali di negara

Page 35: Ramayana

tersebut agak berbeda dengan tradisi di India. Pada hari

pertama, para sapi dihormati dan diberi persembahan. Pada

hari kedua, anjing-anjing dihormati dan diberi makanan khusus.

Pada hari ketiga, perayaan Diwali mengikuti pola yang sama

dengan di India, penuh lampu dan cahaya serta banyak

kegiatan sosial yang dilakukan. Pada hari keempat, Dewa

kematian Yama, dipuja dan diberi persembahan. Pada hari

terakhir yaitu hari kelima, keluarga berkumpul dan saling

bersenda gurau.

Bharata (Ramayana)

Bharata (Sansekerta: ���; Bharaṭa) adalah tokoh protagonis

dari wiracarita Ramayana. Ia adalah putera prabu Dasarata

dengan permaisuri Kekayi, dan merupakan adik Rama. Konon

Bharata adalah raja dari golongan Suryawangsa yang sangat

baik dan bijaksana setelah Rama. Menurut pandangan Hindu,

Bharata lahir dari aspek Sudarshana Chakra yang terletak di

tangan kanan Dewa Wisnu.

Kelahiran dan keluarga

Bharata merupakan putera dari Kekayi, istri ketiga Raja

Dasarata dari Ayodhya. Ia memiliki tiga saudara lelaki, yang

Page 36: Ramayana

sulung bernama Rama dari permaisuri Kosalya, dan yang

bungsu adalah si kembar Laksmana dan Satrugna dari

permaisuri Sumitra. Bersama dengan saudaranya yang lain,

Bharata dididik oleh Resi Wasistha. Meskipun Ramayana

mendeskripsikan bahwa keempat putera Dasarata tersebut

saling menyayangi satu sama lain, umumnya Satrugna

cenderung dekat dengan Bharata sementara Laksmana dekat

dengan Rama. Saat Bharata dewasa, ia menikah dengan

Mandawi yang merupakan saudara sepupu Sita, dan juga

merupakan puteri saudara Raja Janaka yang bernama

Kusadwaja. Dengan Mandawi, Bharata memiliki dua putera

bernama Taksa dan Puskala.

Pembuangan Rama

Dalam Ramayana diceritakan bahwa Dewi Kekayi memohon

agar Prabu Dasarata menyerahkan tahta kerajaan kepada

Bharata, walaupun sebenarnya Dasarata hendak

menyerahkannya kepada Rama. Bharata tidak mengetahui hal

tersebut dan sedang menginap di rumah pamannya di Kerajaan

Kekaya yang jauh dari Ayodhya. Ketika Bharata pulang ke

Ayodhya atas desakan para menterinya, ia mendapati bahwa

Rama pergi meninggalkan kerajaan bersama Sita dan

Laksmana. Mengetahui hal tersebut, ia bertanya kepada ibunya,

Page 37: Ramayana

yaitu Kekayi. Kekayi kemudian menjelaskan bahwa Bharata-lah

yang kini berhak menjadi raja setelah Dasarata wafat.

Karena mengetahui usaha kejam yang dilakukan ibunya agar

Dasarata mengusir Rama, Bharata marah dan tidak bersedia

untuk memerintah kerajaan ayahnya. Lalu ia menyusul Rama ke

hutan. Di hutan, Rama menolak untuk kembali ke istana sebagai

pewaris kerajaan, dan berjanji setelah 14 tahun ia akan kembali

lagi dan memerintah kerajaan. Ia menasihati Bharata agar

mamu memerintah Ayodhya dengan bijaksana. Kemudian

Bharata kembali ke istana sambil membawa sandal Rama. Di

atas singasana, ia meletakkan sandal Rama sebagai lambang

bahwa ia memimpin kerajaan atas nama Rama.

Pemerintahan

Menurut catatan sejarah dalam susastra Hindu, Bharata

memerintah dua wilayah di wilayah Asia Tengah, Barat dan

Selatan. Di Asia Selatan atau Anakbenua India, pusat

pemerintahannya terkenal sebagai Ayodhya, sedangkan di Asia

Barat dan Tengah, wilayah kekuasaannya berpusat di

Takshshila atau Takshshiladesa.

Page 38: Ramayana

Pemerintahan di Ayodhya

Saat Rama mengasingkan diri di hutan selama 14 tahun,

Bharata memerintah Ayodhya. Ia meletakkan sandal Rama

sebagai lambang bahwa ia memerintah atas nama Rama.

Selama Bharata memerintah, Ayodhya menjadi makmur dan

sejahtera. Selama itu pula, Bharata merindukan kedatangan

Rama. Ia masih tidak bisa mema'afkan Kekayi yang telah

membuang Rama, namun ia sangat menyayangi Kosalya dan

Sumitra yang merupakan ibu tirinya.

Pemerintahan di Takshshila

Menurut susastra Hindu, Bharata menaklukkan suku

Gandharwa dan membangun kerajaan baru yang mana di masa

sekarang meliputi wilayah Punjab, Pakistan, Afganistan, dan

sebagian wilayah Asia Tengah. Konon ibukota Uzbekistan yang

disebut Tashkent berasal dari kata "Takshishila." Di zaman

sekarang, kota di India yang bernama Takshila menjadi bukti

pemerintahan Bharata.

Kembalinya Rama

Setelah Rama menjalani masa pembuangan selama 14 tahun,

ia kembali ke Ayodhya bersama dengan Sita, Laksmana,

Hanoman, dan para wanara. Rama mengutus Hanoman untuk

Page 39: Ramayana

memperingatkan Bharata agar segera menyiapkan upacara

penyambutan. Saat Rama hendak menobatkan Yuwaraja

kepada Laksmana karena kesetiaannya selama mereka hidup di

hutan, Laksmana menolak hadiah tersebut dan berkata bahwa

Bharata lebih pantas mendapatkannya mengingat kebajikannya

sangat tinggi untuk mewakili Rama memerintah di Ayodhya.

Ahir riwayat

Pada saat Rama hendak pensiun dari pemerintahannya sebagai

Raja Ayodhya, Bharata dan Satrugna mengikuti jejaknya. Ketika

Rama pergi ke tengah sungai Sarayu, ia berubah wujud menjadi

Mahawisnu. Bharata dan Satrugna menyusulnya ke tengah

sungai, kemudian mereka bersatu dengan tubuh Mahawisnu.

Dasarata

Dasarata (Sansekerta: ����, IAST: Daśaratha) adalah tokoh

dari wiracarita Ramayana, seorang raja putera Aja, keturunan

Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti

Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan

Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana

mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah.

Page 40: Ramayana

Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah

kalah dalam pertempuran.

Masa muda

Pada saat Dasarata masih muda dan belum menikah, ia suka

berburu dan memiliki kemampuan untuk memanah sesuatu

dengan tepat hanya dengan mendengarkan suaranya saja. Di

suatu malam, Dasarata berburu ke tengah hutan. Di tepi sungai

Sarayu, ia mendengar suara gajah yang sedang minum. Tanpa

melihat sasaran ia segera melepaskan anak panahnya. Namun

ia terkejut karena tiba-tiba makhluk tersebut mengaduh dengan

suara manusia. Saat ia mendekati sasarannya, ia melihat

seorang pertapa muda tergeletak tak berdaya. Pemuda tersebut

bernama Srawana. Ia mencaci maki Dasarata yang telah tega

membunuhnya, dan berkata bahwa kedua orang tuanya yang

buta sedang menunggu dirinya membawakan air. Sebelum

meninggal, Srawana menyuruh agar Dasarata membawakan air

ke hadapan kedua orang tua si pemuda yang buta dan tua

renta. Dasarata menjalankan permohonan terakhir tersebut dan

menjelaskan kejadian yang terjadi kepada kedua orangtua si

pemuda. Dasarata juga meminta ma'af di hadapan mereka.

Setelah mendengar penjelasan Dasarata, kedua orang tua

tersebut menyuruh Dasarata agar ia mengantar mereka ke tepi

Page 41: Ramayana

sungai untuk meraba jasad puteranya yang tercinta untuk

terakhir kalinya. Kemudian, mereka mengadakan upacara

pembakaran yang layak bagi puteranya. Karena rasa cintanya,

mereka hendak meleburkan diri bersama-sama ke dalam api

pembakaran. Sebelum melompat, ayah si pemuda menoleh

kepada Dasarata dan berkata bahwa kelak pada suatu saat,

Dasarata akan mati dalam kesedihan karena ditinggalkan oleh

puteranya yang paling dicintai dan paling diharapkan.

Istri dan keturunan

Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan

Kekayi. Lama setelah pernikahannya, Dasarata belum juga

dikaruniai anak. Akhirnya ia mengadakan yadnya (ritual suci)

yang dipimpin Resi Srengga. Dari upacara tersebut, Dasarata

memperoleh payasam berisi air suci untuk diminum oleh para

permaisurinya. Kosalya dan Kekayi minum seteguk, sedangkan

Sumitra meminum dua kali sampai habis. Beberapa bulan

kemudian, suara tangis bayi menyemarakkan istana. Yang

pertama melahirkan putera adalah Kosalya, dan puteranya

diberi nama Rama. Yang kedua adalah Kekayi, melahirkan

putera mungil yang diberi nama Bharata. Yang ketiga adalah

Sumitra, melahirkan putera kembar dan diberi nama Laksmana

dan Satrugna.

Page 42: Ramayana

Kehidupan selanjutnya dan kematian

Dasarata yang sudah tua hendak menobatkan Rama sebagai

raja, sebab Rama adalah putera sulung sekaligus yang paling

diharapkan Dasarata. Namun tindakannya tersebut ditentang

oleh permaisurinya yang paling muda, yaitu Kekayi. Atas

tuntutan Kekayi, Dasarata membuang Rama ke dalam hutan.

Setelah membuang Rama ke tangah hutan, Dasarata membenci

Kekayi dan ia tidak sudi lagi jika wanita tersebut mendekatinya.

Tak beberapa lama kemudian, Dasarata jatuh sakit. Dalam

masa-masa kritisnya, ia bersedih sambil mengenang kembali

dosa-dosanya. Ia juga mengungkit kisah masa lalunya yang

kelam di waktu muda kepada Kosalya, yaitu membunuh pertapa

muda yang kedua orangtuanya buta. Dalam kesedihannya,

Dasarata meninggal dunia karena sakit hati.

Kausalya

Kausalya (Sanskerta: �������, Kauśalyā), atau yang juga

dieja Kosalya, adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita

Ramayana. Ia dikenal sebagai istri pertama Dasarata raja

Kerajaan Kosala yang melahirkan Sri Rama.

Page 43: Ramayana

Ditinjau dari namanya, Kausalya merupakan putri yang berasal

dari Kerajaan Kosala. Dalam kesusastraan Hindu memang

sering dijumpai adanya nama seorang putri yang merujuk

kepada negeri asal-usulnya. Misalnya, Gandari dari Kerajaan

Gandhara atau Pancali dari Kerajaan Pancala.

Kausalya yang lain

Selain Kausalya permaisuri Dasarata, dalam mitologi Hindu

terdapat pula beberapa tokoh lain yang juga bernama sama.

Mereka adalah:

• Kausalya istri raja Kerajaan Kasi, ibu dari Amba, Ambika

dan Ambalika

• Kausalya istri Puru, ibu dari Janamejaya

• Kausalya istri Janaka dari Mithila

Versi pewayangan

Dalam pewayangan yang berkembang di Jawa, Kausalya

disebut dengan nama Sukasalya, putri dari Banaputra raja

Kerajaan Ayodya. Selain itu, ia juga dikenal dengan nama

Raguwati.

Semasa muda Sukasalya pernah menderita sakit lumpuh.

Banaputra pun mengumumkan akan menikahkan Sukasalya

Page 44: Ramayana

kepada siapa saja yang mampu mengobati penyakit putrinya itu.

Ternyata yang berhasil mengobati Sukasalya justru adik

Banaputra sendiri yang bernama Resi Rawatmaja. Akibatnya,

terjadilah perkawinan antara paman dan keponakan.

Pada suatu hari Kerajaan Ayodya diserang oleh Rahwana raja

raksasa dari Kerajaan Alengka. Banaputra tewas dalam

pertempuran itu. Rawatmaja juga terluka parah. Ia sempat

menyuruh Sukasalya untuk berlindung kepada Dasarata

sebelum akhirnya meninggal pula.

Sahabat Rawatmaja yang berwujud burung bernama Sampati

juga dikalahkan oleh Rahwana. Seluruh bulunya rontok terkena

senjata Rahwana. Ia kemudian memberikan sehelai bulunya

yang berserakan di tanah kepada Sukasalya sebagai pusaka.

Dengan membawa sehelai bulu Sampati, Sukasalya mampu

berlari lebih cepat untuk menghindari kejaran Rahwana.

Sukasalya berlindung kepada seorang pendeta muda bernama

Dasarata, yang merupakan sepupu ayahnya dari pihak ibu.

Dasarata juga bersahabat dengan Jatayu adik Sampati. Semula

ia menolak melindungi Sukasalya karena sudah menjadi hak

bagi Rahwana untuk memiliki putri suatu negeri yang

dikalahkannya. Namun kemudian terdengar petunjuk dewata

Page 45: Ramayana

bahwa Sukasalya akan menjadi istri Dasarata yang kelak akan

melahirkan awatara Wisnu.

Dasarata pun menciptakan Sukasalya palsu dari sekuntum

bunga yang menghiasi rambut janda Rawatmaja itu. Ketika

Rahwana datang, Dasarata menyerahkan Sukasalya palsu

kepadanya. Rahwana sangat gembira karena Sukasalya

berwajah mirip dengan Widawati, wanita yang ia cintai namun

telah mati bunuh diri. Ia bahkan menyerahkan Kerajaan Ayodya

yang telah ia kuasai kepada Dasarata.

Ketika pulang ke Alengka, Sukasalya palsu yang dibawa

Rahwana pun meninggal dunia. Rahwana marah dan naik ke

kahyangan untuk menuntut para dewa agar menghidupkan

kembali putri tersebut. Setelah melalui pertempuran seru

akhirnya para dewa mengakui kehebatan Rahwana. Rahwana

diberi tahu bahwa Widawati kelak akan lahir kembali sebagai

putrinya sendiri. Sebagai pengganti Sukasalya, Rahwana

mendapatkan seorang bidadari putri Batara Indra yang bernama

Dewi Tari.

Sumitra

Sumitra (Sansekerta: ��������, Sumitrā) adalah seorang

tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah salah seorang istri

Page 46: Ramayana

prabu Dasaratha dan merupakan ibu dari Laksamana dan

Satrugna.

Kekayi

Kekayi atau Kaikeyi (Sansekerta: ������; Kaikeyī) adalah

permaisuri Raja Dasarata dalam wiracarita Ramayana. Ia

merupakan wanita ketiga yang dinikahi Dasarata setelah dua

permaisurinya yang lain tidak mampu memiliki putera. Pada

saat Dasarata meminang dirinya, ayah Kekayi membuat

perjanjian dengan Dasarata bahwa putera yang dilahirkan oleh

Kekayi harus menjadi raja. Dasarata menyetujui perjanjian

tersebut karena dua permaisurinya yang lain tidak mampu

melahirkan putera. Namun setelah menikah dan hidup lama,

Kekayi belum melahirkan putera. Setelah Dasarata melakukan

upacara besar, akhirnya Kekayi dan premaisurinya yang lain

mendapatkan keturunan. Kekayi melahirkan seorang putera

bernama Bharata.

Janji Dasarata

Pada suatu ketika di sebuah pertempuran, roda kereta perang

Dasarata pecah. Dalam masa-masa genting tersebut, Kekayi

yang berada di sana datang menyelamatkan Dasarata serta

Page 47: Ramayana

memperbaiki kereta tersebut sampai bisa dipakai lagi. Karena

terharu oleh pertolongan Kekayi, Dasarata mempersilakan

Kekayi untuk megajukan tiga permohonan. Namun Kekayi

menolak karena ia ingin menagih janji tersebut pada saat yang

tepat.

Tuntutan Kekayi

Sebagai istri yang paling muda, Kekayi merasa cemas apabila

Dasarata kurang mencintainya dibandingkan dua istrinya yang

lain. Saat Rama hendak dinobatkan menjadi raja, pelayan

Kekayi yang bernama Mantara datang dan menghasut Kekayi

agar mengangkat Bharata menjadi Rama sekaligus

menyingkirkan Rama ke hutan selama 14 tahun. Dengan

mengangkat Bharata menjadi raja, Mantara berharap bahwa

Kekayi akan menjadi ibu suri dan statusnya berada di atas

permaisuri yang lain. Kekayi menolak usul Mantara karena ia

tahu bahwa Rama lebih pantas menjadi raja, dan setelah itu

Bharata akan menggantikannya.

Mendengar alasan Kekayi, Mantara berkata bahwa tidak ada

alasan bagi Bharata untuk menjadi raja menggantikan Rama

karena jika Rama menjadi raja sampai akhir hayatnya, maka

tidak ada kesempatan bagi Bharata untuk menggantikannya

karena tahta diserahkan kepada keturunan Rama. Setelah

Page 48: Ramayana

Mantara menghasut Kekayi dengan berbagai alasan, Kekayi

mengambil tindakan. Ia menemui Raja Dasarata dan meminta

dua permohonan sesuai dengan kesempatan yang telah

diberikan sebelumnya. Pertama ia memohon Bharata untuk

menjadi raja, dan yang kedua ia memohon agar Rama

diasingkan ke hutan. Dengan berat hati, Raja Dasarata

memenuhi permohonan tersebut, namun tak lama kemudian ia

wafat dalam keadaan sakit hati.

Kehidupan selanjutnya

Setelah Dasarata wafat, Kekayi mulai menyesali tindakannya

dan memarahi dirinya sendiri atas kematian Sang Raja. Rakyat

Ayodhya pun marah dan menghujat Kekayi. Bharata juga marah

dan berkata bahwa ia tidak akan menyebut Kekayi sebagai

ibunya lagi. Pelayan Kekayi yang bernama Mantara hendak

dibunuh oleh Satrugna karena menghasut Kekayi dengan

lidahnya yang tajam, namun ia diampuni oleh Rama.

Setelah Rama menghabiskan masa pengasingannya di hutan

selama 14 tahun, Kekayi dan Bharata menyambutnya dan

merestui Rama untuk menjadi raja.

Page 49: Ramayana

Janaka

Pada zaman India Kuno, Janaka (Sansekerta: ���, janaka)

atau Raja Janaka (���� ���, rājā janaka) adalah raja di

kerajaan Mithila. Ia lahir di Janakpur, Nepal; ia dikisahkan dalam

Ramayana sebagai ayah Sita dan ada pula sumber mengenai

dirinya di Brihadaranyaka Upanishad, Mahabharata dan Purana.

Janaka menguji kekuatan para peminang yang melamar

putrinya untuk memasangkan tali busur milik Dewa Siwa.

Pangeran Rama berhasil melakukannya, dan puteri Janaka

yaitu Sita (juga disebut Janaki) menikahi Rama dan hidup

bersama di Ayodhya.

Janaka tidak hanya seorang raja yang gagah berani, namun

juga ahli di bidang sastra dan Weda selayaknya seorang resi. Ia

adalah murid kesayangan Yajnavalkya, yang merupakan

Brahman dalam wujud raja, pada bab satu kitab Brihadaranyaka

Upanishad. Dalam Bhagawad Gita, Sri Kresna menggunakan

Janaka sebagai contoh Karma yoga.

Raja Janaka juga disebut sebagai seorang Rajaresi yang

memiliki pengetahuan spiritual dan meraih predikat resi,

meskipun ia seorang raja yang memerintah di Mithila. Ia juga

dilatih oleh Resi Ashtawakraa.

Page 50: Ramayana

Menurut wiracarita Mahabharata, Janaka adalah ras para raja

yang memerintah Kerajaan Wideha dari ibukota mereka, Mithila.

Ayah Sita (istri Raghava Rama) bernama Sīradwaja Janaka.

Mahabharata menyebutkan banyak Raja Janaka lainnya yang

merupakan sarjana besar dan hidup seperti resi meskipun

mereka adalah raja. Mereka senang berbincang-bincang

mengenai agama dengan banyak resi.

Mantara

Mantara (Sansekerta: �����; Mantharā) adalah teman

sekaligus pelayan permaisuri Kekayi dalam wiracarita

Ramayana. Tubuhnya bungkuk dan usianya sudah lanjut. Ia

memiliki sifat iri hati dan lihai membuat orang lain susah dengan

cara terselubung. Ia adalah biang keladi yang menyebabkan

Rama diusir ke hutan oleh ayahnya.

Pada saat Dasarata hendak menobatkan Rama sebagai Raja

Ayodhya, Mantara menghasut Kekayi agar mengangkat Bharata

sebagai raja dan jika hal itu terwujud, Mantara yakin status

Kekayi akan naik. Ia terus mengeluarkan alasan untuk

meyakinkan Kekayi agar Bharata menjadi raja dan usahanya

berhasil. Setelah Kekayi memaksa Dasarata agar mengangkat

Bharata menjadi raja, Dasarata meninggal karena sakit hati.

Page 51: Ramayana

Satrugna mencoba membunuh Mantara yang telah menghasut

Kekayi, namun tindakannya dicegah oleh Rama. Rama

mengampuni nyawa Mantara.

Konon Indra menyuruh Mantara menghasut Kekayi agar Rama

dibuang ke hutan, karena dengan begitu Rama akan bertemu

dengan raksasa Rahwana dan membunuhnya.

Laksmana

Laksmana dalam lukisan

India abad ke-17.

Jika anda mencari istilah panglima tertinggi di laut, lihat

Laksamana

Laksmana (Dewanagari: ल मण; IAST: Lakṣmaṇa) adalah tokoh

protagonis dalam wiracarita Ramayana, putera Raja Dasarata

Page 52: Ramayana

dan merupakan adik tiri dari Rama, pangeran kerajaan Kosala.

Namanya kadangkala dieja 'Laksmana', 'Lakshman', atau

'Laxman'.

Menurut kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa.

Shesha adalah ular yang mengabdi kepada Dewa Wisnu dan

menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di lautan susu.

Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi

pendamping setianya. Dalam Ramayana, ia menitis kepada

Laksmana sedangkan dalam Mahabharata, ia menitis kepada

Baladewa.

Keluarga

Laksmana merupakan putera ketiga Raja Dasarata yang

bertahta di kerajaan Kosala, dengan ibukota Ayodhya. Kakak

sulungnya bernama Rama, kakak keduanya bernama Bharata,

dan adiknya sekaligus kembarannya bernama Satrugna. Di

antara saudara-saudaranya, Laksmana memiliki hubungan yang

sangat dekat terhadap Rama. Mereka bagaikan duet yang tak

terpisahkan. Ketika Rama menikah dengan Sita, Laksmana juga

menikahi adik Dewi Sita yang bernama Urmila.

Page 53: Ramayana

Hubungan dengan Rama

Patung Laksmana (kiri)

bersama Rama

(tengah), Sita (kanan)

dan Hanoman, di Kuil

Bhaktivedanta Manor

Hare Krishna, Watford,

Inggris.

Meskipun keempat

putera Raja Dasarata saling menyayangi satu sama lain, namun

Satrugna lebih cenderung dekat terhadap Bharata, sedangkan

Laksmana cenderung dekat terhadap Rama. Saat Resi

Wiswamitra datang meminta bantuan Rama agar mengusir para

raksasa di hutan Dandaka, Laksmana turut serta dan

menambah pengalaman bersama kakaknya. Di hutan mereka

membunuh banyak rakshasa dan melindungi para resi. Bisa

dikatakan bahwa Laksmana selalu berada di sisi Rama dan

selalu berbakti kepadanya dalam setiap petualangan Rama

dalam Ramayana.

Page 54: Ramayana

Masa pembuangan

Rama, Laksmana, dan Sita saat

menjalani kehidupan di hutan.

Lukisan dari Museum Seni San

Diego.

Saat Rama dibuang ke hutan karena

tuntutan permaisuri Kekayi,

Laksmana mengikutinya bersama

Sita. Ketika Bharata datang

menyusul Rama ke dalam hutan

dengan angkatan perang Ayodhya,

Laksmana mencurigai kedatangan Bharata dan bersiap-siap

untuk melakukan serangan. Rama yang mengetahui maksud

kedatangan Bharata menyuruh Laksmana agar menahan

nafsunya dan menjelaskan bahwa Bharata tidak mungkin

menyerang mereka di hutan, malah sebaliknya Bharata ingin

agar Rama kembali ke Ayodhya. Setelah mendengar penjelasan

Rama, Laksmana menjadi sadar dan malu.

Selama masa pembuangan, Laksmana membuat pondok untuk

Rama dan Sita. Ia juga melindungi mereka di saat malam sambil

berbincang-bincang dengan para pemburu di hutan. Ketika

Page 55: Ramayana

seorang raksasi bernama Surpanaka hendak menyergap Sita,

Laksmana bertindak dan pedangnya melukai hidung Surpanaka.

Kemudian Surpanaka lari dan mengadu kepada saudara-

saudaranya.

Laksmana Rekha

Ketika Sita meminta Rama untuk menangkap kijang kencana

yang diidamkannya, Rama menyuruh Laksmana untuk

melindungi Sita dan tidak membiarkannya berada di pondok

sendirian. Kijang kencana tersebut merupakan penjelmaan

rakshasa Marica, yang memancing Rama agar ia menjauh dari

pondok sehingga memudahkan Rahwana untuk menculik Sita.

Saat Rama memanah kijang kencana tersebut, hewan itu

berubah menjadi rakshasa Marica, dan mengerang dengan

suara keras. Sita yang merasa cemas, menyuruh Laksmana

agar menyusul kakaknya ke hutan. Karena teguh dengan

tugasnya untuk melindungi Sita, Laksmana menolak secara

halus. Kemudian Sita berprasangka bahwa Laksmana memang

ingin membiarkan kakaknya mati di hutan sehingga apabila Sita

menjadi janda, maka Laksmana akan menikahinya. Mendengar

perkataan Sita, Laksmana menjadi sakit hati dan bersedia

menyusul Rama, namun sebelumnya ia membuat garis

pelindung dengan anak panahnya agar makhluk jahat tidak

mampu meraih Sita. Garis pelindung tersebut bernama

Page 56: Ramayana

Laksmana Rekha, dan sangat ampuh melindungi seseorang

yang berada di dalamnya, selama ia tidak keluar dari garis

tersebut.

Saat Laksmana meinggalkan Sita sendirian, rakshasa Rahwana

yang menyamar sebagai seorang brahmana muncul dan

meminta sedikit air kepada Sita. Karena Rahwana tidak mampu

meraih Sita yang berada dalam Lakshmana Rekha, maka ia

meminta agar Sita mengulurkan tangannya. Pada saat tangan

Rahwana memegang tangan Sita, ia segera menarik Sita keluar

dari garis pelindung dan menculiknya. Rama yang sangat

mencintai Sita, menelusuri hutan Dandaka demi mencari

jejaknya. Selama masa pencarian tersebut, Laksmana dengan

setia membantu Rama.

Pertempuran besar

Lukisan dari kitab

Ramayana versi India,

menggambarkan adegan

pertempuran antara para

wanara dengan para

raksasa.

Page 57: Ramayana

Lukisan dari Himachal

Pradesh pada abad 18,

yang menggambarkan

Laksmana tak berkutik

akibat terkena senjata yang

dilepaskan oleh Indrajit.

Setelah mengetahui bahwa

Sita dibawa oleh Rahwana ke Kerajaan Alengka, Rama dan

Laksmana beserta pasukan wanara menggempur kerajaan

tersebut. Pada suatu pertempuran, Laksmana dan Rama

beserta pasukannya tak berkutik oleh senjata Brahmastra yang

dilepaskan Indrajit. Jembawan kemudian menyuruh Hanoman

agar membawa tanaman obat yang bernama Sanjiwani di

gunung Dronagiri, di deretan pegunungan Himalaya antara

puncak Risaba dan Kailasa. Hanoman melesat ke tempat yang

dimaksud tanpa bertanya terlebih dahulu. Karena tidak tahu

persis bentuk tanaman yang dimaksud, Hanoman memotong

gunung tersebut dan membawanya ke kemah pasukan Rama.

Ketika tanaman Sanjiwani itu dioleskan, Rama dan Laksmana

beserta para wanara menjadi sembuh dan merasa lebih kuat.

Page 58: Ramayana

Penakluk Indrajit

Ketika Indrajit melakukan ritual untuk memperoleh kekuatan,

Laksmana datang bersama pasukan wanara dan merusak

lokasi ritual. Indrajit menjadi marah kemudian perang terjadi.

Laksmana yang tidak ingin perang terjadi begitu lama segera

melepaskan senjata panah Indrāstra. Senjata tersebut

memutuskan leher Indrajit dari badannya sehingga ia tewas

seketika. Atas jasanya tersebut, Rama memuji Laksmana serta

para dewa dan gandarwa menjatuhkan bunga dari surga.

Kehidupan selanjutnya

Setelah Rahwana berhasil dikalahkan, Rama, Laksmana dan

Sita beserta para wanara pergi ke Ayodhya. Di sana mereka

disambut oleh Bharata dan Kekayi. Laksmana hendak

dianugerahi Yuwaraja oleh Rama, namun ia menolak karena

merasa Bharata lebih pantas menerimanya dibandingkan

dirinya, sebab Bharata memerintah Ayodhya dengan baik dan

bijaksana selama Rama dan Laksmana tinggal di hutan.

Laksmana lain

Dalam wiracarita Mahabharata, ada seorang tokoh yang

bernama Laksmana alias Laksmanakumara. Ia merupakan

putera Duryodana dari Hastinapura. Ia turut serta dalam

Page 59: Ramayana

pertempuran besar yang terjadi di Kurukshetra. Pada

pertempuran di hari ketiga belas, ia gugur di tangan Abimanyu,

putera Arjuna.

Satrugna

Satrugna (Dewanagari: शतर्ुघ्न; IAST: ṣatrughna) adalah seorang

tokoh daripada wiracarita Ramayana. Ia merupakan putera Raja

Dasarata dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Ia

memiliki saudara kembar bernama Laksmana dan ia adalah

yang paling bungsu di antara para putera Dasarata.

Kelahiran dan keluarga

Satrugna lahir dari permaisuri Raja Dasarata yang bernama

Sumitra. Ia memiliki tiga saudara bernama Rama yang lahir dari

permaisuri Kosalya, Bharata yang lahir dari permaisuri Kekayi,

dan Laksmana yang merupakan saudara kembarnya, lahir dari

permaisuri Sumitra. Ramayana mendeskripsikan bahwa

keempat saudara tersebut saling rukun dan menyayangi.

Mereka dididik oleh orang suci di keraton Ayodhya yang

bernama Resi Wasista. Saat menginjak dewasa, Satrugna

menikahi Srutakirti, saudara sepupu Sita.

Page 60: Ramayana

Pembuangan Rama

Saat Rama dibuang ke hutan, Satrugna menyeret pelayan

permaisuri Kekayi yang bernama Mantara dan hendak

membunuhnya, sebab orang tersebut bertanggung jawab

karena telah meracuni pikiran Kekayi agar memohon kepada

Dasarata supaya Rama dibuang ke hutan sedangkan Bharata

diangkat menjadi raja. Saat Satrugna hendak membunuhnya,

Bharata melarang keinginan tersebut karena merasa bahwa

Rama tidak akan senang dengan pembunuhan itu. Bharata tahu

bahwa Rama sadar akan kewajibannya sebagai seorang anak

dan ia tidak menaruh dendam kepada Kekayi dan orang yang

menyebabkannya terbuang. Ketika Bharata memerintah

Ayodhya, Satrugna menemani Bharata sesuai dengan amanat

Rama.

Penakluk Lawanasura

Kisah keberanian Satrugna yang paling terkenal adalah

pembunuhan rakshasa Lawanasura, raja rakshasa dari

Mathura, yang merupakan keponakan Rahwana, yakni raja

rakshasa dari Alengka yang dibunuh oleh Rama. Lawanasura

adalah putera Madhu, yang memerintah Mathura. Ibu

Lawanasura adalah Kumbini, adik Rahwana. Lawanasura

Page 61: Ramayana

memiliki senjata Trisula dari Dewa Siwa, dan tak ada yang

sanggup untuk mengalahkannya maupun mencegahya

melakukan tindakan yang jahat. Satrugna memohon kepada

Rama dan kakak-kakaknya agar mengizinkannya melayani

mereka dengan membunuh Lawanasura. Satrugna membunuh

rakshasa tersebut dengan panah yang diberkati oleh Wisnu.

Akhir riwayat

Setelah Rama memerintah di Ayodhya selama bertahun-tahun,

ia memutuskan untuk pensiun dan mengasingkan diri dari dunia

ramai. Sebagai perjalanan akhirnya, ia pergi ke sungai Sarayu.

Di tengah sungai, Rama berubah wujud menjadi Mahawisnu.

Bharata dan Satrugna mengikutinya, kemudian tubuh mereka

bersatu dengan Mahawisnu.

Page 62: Ramayana

Sita

Sita dan Rama

Sita (Sansekerta: ����; Sītā, juga dieja Seeta) adalah tokoh

protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan istri dari

Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan

Hindu, Sita merupakan inkarnasi dari Laksmi, dewi

keberuntungan, istri Dewa Wisnu.

Inti dari kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana

raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini

berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan

Rama yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.

Page 63: Ramayana

Dalam tradisi pewayangan Jawa, Sita lebih sering dieja dengan

nama Sinta.

Arti nama

Dalam bahasa Sansekerta, kata Sita bermakna "kerut". Kata

"kerut" merupakan istilah puitis pada zaman India Kuno, yang

menggambarkan aroma dari kesuburan. Nama Sita dalam

Ramayana kemungkinan berasal dari Dewi Sita, yang pernah

disebutkan dalam Rigweda sebagai dewi bumi yang memberkati

ladang dengan hasil panen yang bermutu.

Seperti tokoh terkenal dalam legenda Hindu lainnya, Sita juga

dikenal dengan banyak nama. Sebagai puteri Raja Janaka, ia

dipanggil Janaki; sebagai puteri Mithila, ia dipanggil Maithili; sebagai istri Raama, ia dipanggil Ramaa. Karena berasal dari

Kerajaan Wideha, ia pun juga dikenal dengan nama Waidehi.

Asal-usul

Ramayana menceritakan bahwa Sita bukan putri kandung

Janaka. Suatu ketika Kerajaan Wideha dilanda kelaparan.

Janaka sebagai raja melakukan upacara atau yadnya di suatu

area ladang antara lain dengan cara membajak tanahnya.

Ternyata mata bajak Janaka membentur sebuah peti yang berisi

Page 64: Ramayana

bayi perempuan. Bayi itu dipungutnya menjadi anak angkat dan

dianggap sebagai titipan Pertiwi, dewi bumi dan kesuburan.

Sita dibesarkan di istana Mithila, ibu kota Wideha oleh Janaka

dan Sunayana, permaisurinya. Setelah usianya menginjak

dewasa, Janaka pun mengadakan sebuah sayembara untuk

menemukan pasangan yang tepat bagi putrinya itu. Sayembara

tersebut adalah membentangkan busur pusaka maha berat

anugerah Dewa Siwa, dan dimenangkan oleh Sri Rama,

seorang pangeran dari Kerajaan Kosala. Setelah menikah, Sita

pun tinggal bersama suaminya di Ayodhya, ibu kota Kosala.

Masa pembuangan

Rama, Laksmana, dan Sita saat menjalani kehidupan di hutan.

(Lukisan dari Museum Seni San Diego)

Selanjutnya dikisahkan, ibu tiri Rama yang bernama Kaikeyi

lebih menginginkan putra kandungnya, yaitu Bharata yang

menjadi raja Ayodhya, bukan Rama. Kaikeyi pun mendesak

Dasarata agar membuang Rama ke hutan selama 14 tahun.

Dasarata yang terikat sumpah terpaksa menuruti permintaan

istri keduanya itu. sebagai putra yang berbakti, Rama pun

menjalani keputusan itu dengan ikhlas. Sita yang setia

mengikuti perjalanan Rama, begitu pula adik Rama yang lahir

Page 65: Ramayana

dari ibu lain, yaitu Laksmana. Ketiganya meninggalkan istana

Ayodhya untuk memulai hidup di dalam hutan.

Di dalam hutan belantara dan pegunungan, Rama, Sita, dan

Laksmana banyak bergaul dengan para pendeta dan brahmana

sehingga menambah ilmu pengetahuan dan kepandaian

mereka.

Penculikan oleh Rahwana

Rahwana menculik Sita dan

membunuh Jatayu - oleh Raja

Ravi Varma.

Rahwana adalah raja bangsa

Rakshasa dari Kerajaan

Alengka. Pasukannya yang

bertugas di Janastana habis

ditumpas Rama karena mereka

gemar mengganggu kaum

brahmana. Rahwana pun

melakukan pembalasan

ditemani pembantunya yang bernama Marica.

Mula-mula Marica menyamar menjadi seekor kijang berbulu

keemasan dan menampakkan diri di depan pondok Rama.

Page 66: Ramayana

Menyaksikan keindahan kijang tersebut, Sita menjadi tertarik

dan ingin memilikinya. Karena terus didesak, Rama akhirnya

mengejar dan berusaha menangkapnya.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan Rama di kejauhan. Sita pun

menyuruh Laksmana untuk menyusul suaminya itu. Namun

Laksmana yakin kalau kijang tersebut adalah jelmaan raksasa

yang sekaligus meniru suara jeritan Rama. Sita marah

mendengar jawaban Laksmana dan menuduh adik iparnya itu

berkhianat dan memiliki maksud kurang baik.

Laksmana tersinggung mendengar tuduhan Sita. Sebelum

pergi, ia lebih dulu menciptakan pagar gaib berupa garis

pelindung yang mengelilingi pondok tempat Sita menunggu.

Setelah kepergian Laksmana muncul seorang brahmana tua

yang kehausan dan minta diberi minum. Namun ia tidak dapat

memasuki pondok karena terhalang pagar gaib Laksmana.

Sita yang merasa kasihan mengulurkan tangannya untuk

memberi minum sang brahmana tua. Tiba-tiba brahmana itu

menarik lengan Sita dan membawanya kabur. Brahmana

tersebut tidak lain adalah samaran Rahwana. Ia menggendong

tubuh Sita dan membawanya terbang di udara.

Suara tangisan Sita terdengar oleh seekor burung tua bernama

Jatayu, yang bersahabat dengan Dasarata ayah Rama. Jatayu

Page 67: Ramayana

menyerang Rahwana namun ia justru mengalami kekalahan dan

terluka parah. Sita tetap dibawa kabur oleh Rahwana namun ia

sempat menjatuhkan perhiasannya di tanah sebagai petunjuk

untuk Rama.

Dalam istana Alengka

Sita saat ditawan di Taman

Asoka di Alengka (Lukisan

karya Kailash Raj)

Sesampainya di istana

Kerajaan Alengka yang

terletak di kota Trikuta, Sita

pun ditawan di dalam

sebuah taman yang sangat

indah, bernama Taman

Asoka. Di sekelilingnya

ditempatkan para raksasi

yang bermuka buruk dan

bersifat jahat namun dungu. Selama ditawan di istana Alengka,

Sita selalu berdoa dan berharap Rama datang menolongnya.

Pada suatu hari muncul seekor Wanara datang menemuinya. Ia

mengaku bernama Hanoman, utusan Sri Rama. Sebagai bukti

Hanoman menyerahkan cincin milik Sita yang dulu dibuangnya

Page 68: Ramayana

di hutan ketika ia diculik Rahwana. Cincin tersebut telah

ditemukan oleh Rama.

Hanoman membujuk Sita supaya bersedia meninggalkan

Alengka bersama dirinya. Sita menolak karena ia ingin Rama

yang datang sendiri ke Alengka untuk merebutnya dari tangan

Rahwana dengan gagah berani. Hanoman dimintanya untuk

kembali dan menyampaikan hal itu.

Ujian kesucian

Berkat bantuan Sugriwa raja bangsa Wanara, serta Wibisana

adik Rahwana, Rama berhasil mengalahkan Kerajaan Alengka.

Setelah kematian Rahwana, Rama pun menyuruh Hanoman

untuk masuk ke dalam istana menjemput Sita. Hal ini sempat

membuat Sita kecewa karena ia berharap Rama yang datang

sendiri dan melihat secara langsung tentang keadaannya.

Setelah mandi dan bersuci, Sita menemui Rama. Rupanya

Rama merasa sangsai terhadap kesucian Sita karena istrinya itu

tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama.

menyadari hal itu, Sita pun menyuruh Laksmana untuk

mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat

api unggun. Tak lama kemudian Sita melompat ke dalam api

tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan

Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam keadaan hidup. Hal ini

Page 69: Ramayana

membuktikan kesucian Sita sehingga Rama pun dengan lega

menerimanya kembali.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pulang ke Ayodhya, Rama, Sita, dan Laksmana

disambut oleh Bharata dengan upacara kebesaran. Bharata

kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rama sebagai

raja. Dalam pemerintahan Rama terdengar desas-desus di

kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Sita di dalam

istana Rahwana.

Rama merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia

akhirnya memutuskan untuk membuang Sita yang sedang

mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, Sita

ditolong seorang resi bernama Walmiki dan diberi tempat

tinggal.

Beberapa waktu kemudian, Sita melahirkan sepasang anak

kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan

dalam asrama Resi Walmiki dan diajari nyanyian yang

mengagungkan nama Ramacandra, ayah mereka.

Suatu ketika Rama mengadakan upacara Aswamedha. Ia

melihat dua pemuda kembar muncul dan menyanyikan sebuah

lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya

Page 70: Ramayana

dahulu. Rama pun menyadari kalau kedua pemuda yang

tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan Kusa merupakan

anak-anaknya sendiri.

Akhir riwayat

Atas permintaan Rama melalui Lawa dan Kusa, Sita pun dibawa

kembali ke Ayodhya. Namun masih saja terdengar desas-desus

kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rama.

Mendengar hal itu, Sita pun bersumpah jika ia pernah

berselingkuh maka bumi tidak akan sudi menerimanya.

Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa

Sita masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rama sangat

sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhya dan setelah itu

bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.

Versi di atas masih diperdebatkan tentang keasliannya.

Sebagian berpendapat bahwa, Rama dan Sita hidup berbahagia

setelah kembali ke Ayodhya. Tidak ada lagi pembuangan

terhadap Sita. Kisah Sita ditelan bumi dalam Ramayana

dianggap sebagai tambahan yang ditulis orang lain, bukan hasil

karya Walmiki.

Mereka yang menolak versi di atas berpendapat bahwa Rama

dan Sita hidup berbahagia dan memerintah Kerajaan Ayodhya

Page 71: Ramayana

selama 11.000 tahun (konon angka ini dianggap lazim pada

zaman tersebut, yakni zaman Treta Yuga). Sita hanya hidup

selama beberapa tahun saja di dalam istana Rahwana,

sehingga dapat dianggap sebagai suatu masalah yang sangat

kecil jika dibandingkan dengan lamanya mereka hidup.

Versi pewayangan

Versi Ramayana di atas cukup berbeda jika dibandingkan

dengan kisah dalam pewayangan, terutama yang berkembang

di Jawa. Dalam versi ini, Sita disebut dengan gelar lengkap

Rakyan Wara Sinta. Uniknya, ia juga disebut sebagai putri

kandung Rahwana sendiri.

Rahwana versi Jawa dikisahkan jatuh cinta kepada seorang

pendeta perempuan bernama Widawati. Namun Widawati

menolak cintanya dan memilih bunuh diri. Rahwana pun

bertekad akan mencari dan menikahi reinkarnasi Widawati.

Atas petunjuk gurunya yang bernama Resi Maruta, Rahwana

mengetahui kalau Widawati akan menitis sebagai putrinya

sendiri. Namun ketika istrinya yang bernama Dewi Kanung

melahirkan, Rahwana pergi untuk memperluas jajahan. Bayi

perempuan yang dilahirkan Kanung pun diambil Wibisana untuk

dibuang di sungai dalam sebuah peti. Wibisana kemudian

menukar bayi tersebut dengan bayi laki-laki yang diciptakannya

Page 72: Ramayana

dari mega di langit. Bayi laki-laki tersebut akhirnya diakui

Rahwana sebagai anaknya, dan kelak terkenal dengan nama

Indrajit.

Sementara itu bayi perempuan yang dibuang Wibisana terbawa

aliran sungai sampai ke wilayah Kerajaan Mantili. Raja negeri

tersebut yang bernama Janaka memungut dan menjadikannya

putri angkat, dengan nama Sinta.

Kisah selanjutnya tidak jauh berbeda dengan versi aslinya, yaitu

perkawinan Sinta dengan Sri Rama, penculikannya, sampai

dengan kematian Rahwana dalam perang besar. Namun versi

Jawa menyebutkan, setelah perang berakhir Rama tidak

menjadi raja di Ayodhya, melainkan membangun kerajaan baru

bernama Pancawati.

Dari perkawinannya dengan Rama, Sinta melahirkan dua orang

putra bernama Ramabatlawa dan Ramakusiya. Putra yang

pertama, yaitu Ramabatlawa menurunkan raja-raja Kerajaan

Mandura, antara lain Basudewa, dan juga putranya yang

bernama Kresna.

Kresna versi Jawa disebut sebagai reinkarnasi Rama,

sedangkan adiknya yang bernama Subadra disebut sebagai

reinkarnasi Sinta. Dengan demikian hubungan Rama dan Sinta

Page 73: Ramayana

yang pada kehidupan sebelumnya adalah suami-istri berubah

menjadi kakak dan adik dalam kehidupan selanjutnya.

Urmila

Dalam wiracarita Ramayana, Urmila (Sanskerta: �������;

Ūrmilā) merupakan puteri Raja Janaka dari Mithila. Ia

merupakan adik dari Sita, dan istri bagi Laksmana, adik Rama.

Ia memiliki dua putera bernama Anggada dan Dharmaketu

(versi lain mengatakan Taksaka dan Citraketu). Menurut salah

satu versi Ramayana, ketika Laksmana turut serta bersama

Rama untuk menjalani pembuangan selama empat belas tahun,

Urmila menjadi gila dan kemudian tidak sadarkan diri. Ia

pingsan lagi setelah Laksmana pulang dari pengasingan. Urmila

dikenal sebagai seorang sarjana besar. Beberapa Ramayana

dengan versi berbeda mengatakan Urmila sebagai pelukis

berbakat.

Wiswamitra

Wiswamitra (Sansekerta: ����������� ; Viśvā-mitra)

adalah nama salah satu Brahmaresi dalam Agama Hindu yang

Page 74: Ramayana

menerima wahyu Tuhan. Nama Wiswamitra juga muncul dalam

kitab Ramayana, bersama dengan Resi Wasista. Namun dalam

Ramayana, Resi Wiswamitra berasal dari keturunan kesatria

dan dulu merupakan seorang raja.

Raja Kaushika

Wiswamitra merupakan keturunan seorang raja pada zaman

India Kuno, dan ia juga dipanggil Kaushika ("keturunan Kusha").

Ia merupakan kesatria yang gagah berani yang merupakan cicit

dari raja bernama Kusha. Salah satu dari empat putera Kusha

adalah Kushanubha, yang melaksanakan upacara

Puthrakameshti dan mendapatkan putera bernama Gadhi

sebagai hasilnya. Kaushika, atau Wiswamitra, adalah putera

Raja Gadhi. Kaushika menggantikan ayahnya dan memerintah

dengan baik. Ia sangat dicintai oleh rakyatnya.

Persaingan dengan Wasista

Pada suatu ketika, Raja Kaushika (Wiswamitra) beserta

angkatan perangnya yang kuat beristirahat di asrama Resi

Wasista. Dengan penuh sopan santun, Resi Wasista

menyambut Raja Kaushika. Resi Wasista menunjukkan segala

keindahan dan kemakmuran di lingkungan pertapannya,

termasuk lembu sakti yang dimilikinya yang bernama Sabala.

Lembu sakti tersebut dapat menciptakan segala sesuatu yang

Page 75: Ramayana

diinginkan oleh majikannya, ibarat mata air yang tidak pernah

kering. Melihat kesaktian lembu tersebut, Kaushika berkeinginan

untuk memilikinya. Kemudian ia mengerahkan angkatan

perangnya untuk merebut Sabala. Menanggapi hal tersebut,

Resi Wasista menyuruh Sabala agar menciptakan angkatan

perang. Maka tak lama kemudian, pertempuran terjadi antara

pasukan Kaushika dengan pasukan yang diciptakan Sabala.

Saat pasukan Kaushika terdesak, pasukan Sabala semakin

bertambah. Akhirnya Kaushika mengakui kekalahannya dan

pergi dari asrama Resi Wasista.

Setelah menyerahkan tahta kerajaan kepada salah satu

puteranya, Kaushika pergi ke gunung Himalaya dan melakukan

tapa memuja Dewa Siwa. Setelah Siwa muncul karena

berkenan dengan tapa yang dilakukan Kaushika, Kaushika

memohon agar ia memperoleh senjata sakti. Siwa mengabulkan

permohonan tersebut dan memberikan senjata sakti kepada

Kaushika. Dengan senjata sakti tersebut, Kaushika datang

kembali ke asrama Resi Wasista. Setelah mengerahkan segala

senjata yang diperolehnya melalui tapa, Kaushika belum

mampu menaklukkan Wasista karena hanya dengan sebuah

tongkat bernama Brahmadanda, Wasista mampu melumpuhkan

segala senjata sakti Kaushika, termasuk senjata Brahmastra.

Karena merasa bahwa anugerah yang diberikan Dewa Siwa sia-

Page 76: Ramayana

sia, Kaushika mohon pamit dan meninggalkan asrama Wasista

dengan malu.

Setelah kekalahannya di asrama Wasista, Kaushika bertapa

memuja Dewa Brahma untuk memperoleh gelar Brahmaresi

supaya menyamai Resi Wasista. Setelah bertapa selama

bertahun-tahun, Dewa Brahma muncul karena berkenan,

kemudian memberi gelar Rajaresi kepada Kaushika.

Tapa dan penebusan dosa

Menaka menggoda Wiswamitra.

(Lukisan karya Raja Ravi Varma)

Untuk memperoleh gelar

Brahmaresi, Kaushika melakukan

tapa yang sangat berat. Namun ia

tidak dapat menahan amarah

selagi melakukan tapa, sehingga

berkali-kali usaha yang ia lakukan

gagal. Setelah menyadari

kesalahannya, Kaushika

melanjutkan tapa yang lebih berat.

Karena berkenan dengan tapa yang dilakukannya, Dewa

Brahma muncul dan memberi gelar "Resi sejati" kepada

Kaushika.

Page 77: Ramayana

Pada suatu ketika, kekuatan yang diperolehnya melalui tapa

terkuras habis karena melakukan upacara besar demi menolong

Raja Trisangku. Maka dari itu, Kaushika melakukan tapa yang

lebih berat di Pushkara. Melihat keteguhan hati Kaushika, para

dewa mengirimkan bidadari cantik bernama Menaka untuk

menggodanya. Usaha Menaka berhasil sehingga Kaushika

terbuai oleh kecantikan Menaka. Setelah Kaushika sadar, ia

memandang Menaka dengan marah. Dengan segera Menaka

memohon ampun karena ia hanya menjalankan perintah.

Kaushika tidak megutuk Menaka dan membiarkan bidadari

tersebut kembali ke surga, namun ia kecewa karena tapa yang

ia tempuh bertahun-tahun musnah. Akhirnya ia meninggalkan

Pushkara dan menuju gunung Himalaya untuk melakukan tapa

yang lebih berat.

Beberapa versi mengatakan bahwa Kaushika mengutuk

Menaka agar mereka berpisah dan melupakan segala cintanya.

Kutukan terhadap Ramba

Setelah melakukan tapa yang berat selama bertahun-tahun di

Himalaya, Dewa Brahma muncul dan memberi gelar "Maharesi"

kepada Kaushika. Namun Kaushika masih kecewa dengan gelar

yang diperolehnya sehingga ia melakukan tapa lagi. Melihat

keteguhan hati Kaushika, para dewa terperanjat. Kemudian

Page 78: Ramayana

mereka mengirim bidadari Ramba untuk menggoyahkan tapa

Kaushika. Dengan diiringi Dewa cinta dan roh musim semi,

Ramba pergi untuk menggoda Kaushika. Mereka menciptakan

suasana indah di hadapan Kaushika. Karena merasa terganggu,

Kausika membuka matanya dan melihat seorang bidadari

tersenyum di hadapannya. Pemandangan yang membangkitkan

hawa nafsu tersebut membuat Kaushika sadar, lalu ia mengutuk

Ramba agar menjadi batu selama sepuluh tahun (beberapa

versi mengatakan seribu tahun). Namun Kaushika kecewa

karena kemarahan tersebut telah menghancurkan kemurnian

tapa yang ia lakukan bertahun-tahun. Dengan kecewa, ia pergi

ke hutan rimba di Himalaya timur dan menempuh tapa yang

berat di tempat tersebut.

Pencapaian gelar Brahmaresi

Setelah melakukan tapa yang keras selama bertahun-tahun,

badan Kaushika mengeluarkan asap dan menyelimuti bumi.

atas permohonan para dewa, Brahma muncul di hadapan

Kaushika. Kemudian Dewa Brahma memberi gelar "Brahmaresi"

kepada Kaushika. Ia juga mengubah nama Kaushika menjadi

Wiswamitra, yang berarti "teman semua orang" karena kasih

sayangnya yang tak terbatas. Wiswamitra senang mendnegar

hal tersebut, namun ia masih belum puas apabila ia tidak

mendengar langsung bahwa Resi Wasista mengakuinya

Page 79: Ramayana

sebagai Brahmaresi. Saat ia masih sangsi, tiba-tiba Resi

Wasista muncul di hadapannya dengan senyum penuh

persahabatan dan memeluk Wiswamitra. Ia juga mengakui

bahwa Wiswamitra adalah seorang Brahmaresi. Pada saat itu

juga, permusuhan antara Wiswamitra dan Wasista lenyap

kemudian berubah menjadi persahabatan.

Legenda

Resi Wiswamitra merupakan tokoh terkenal dalam agama Hindu

dan banyak muncul dalam legenda dan mitologi Hindu dengan

beragam versi. Resi Wiswamitra juga sering terkait para raja

dari Dinasti Surya, termasuk Ramachandra putera Dasarata.

Sebagian kisahnya muncul dalam Ramayana.

Surga Trisangku

Salah satu kisah Wiswamitra yang terkenal adalah penciptaan

"Surga Trisangku".

Sebelum Wiswamitra mencapai gelar Brahmaresi, Raja

Trisangku dari Dinasti Surya menghadap Wiswamitra dan

meminta bantuan agar ia bisa mencapai surga dengan badan

kasar. Trisangku juga menceritakan kisah sedihnya bahwa ia

dikutuk oleh para putera Resi Wasista karena Sang Raja

kecewa dengan Resi Wasista. Dengan rasa iba, Wiswamitra

Page 80: Ramayana

berjanji bahwa ia akan melaksanakan suatu upacara untuk

mengangkat Raja Trisangku ke surga bersama dengan badan

kasarnya. Untuk mendukung pelaksanaan upacara tersebut,

Wiswamitra mengundang resi-resi terkemuka dan semuanya

datang karena enggan untuk menolak. Saingan Wiswamitra

yaitu Resi Wasista juga turut datang, namun putera-puteranya

tidak turut serta sebab mereka menganggap bahwa yang

melaksanakan upacara adalah mantan kesatria dan orang yang

diupacarai adalah seorang raja yang terhina. Karena marah

dengan ucapan para putera Wasista, Wiswamitra mengutuk

mereka agar mati serta menjelma selama tujuh turunan sebagai

suku yang memakan daging anjing.

Ketika upacara berlangsung, tak satu pun dewa yang datang

untuk menerima sesajen yang dipersembahkan oleh

Wiswamitra. Karena kesal dengan sikap para dewa, Wiswamitra

mengerahkan seluruh kekuatan yang diperolehnya dari tapa

untuk mengangkat badan Trisangku. Tubuh Trisangku

melayang sampai ke surga, namun saat ia menginjakkan

kakinya, Dewa Indra mendorongnya karena ia memasuki surga

dengan badan kasar. Trisangku jatuh sambil menjerit-jerit.

Kemudian Wiswamitra menahan tubuh Trisangku di udara

dengan kekuatan mantranya. Para hadirin yang

menyaksikannya tercengang karena tubuh Trisangku

mengambang bagaikan tergantung di tebing curam.

Page 81: Ramayana

Atas permintaan para dewa, tubuh Trisangku tetap

mengambang di udara. Lalu Wiswamitra menciptakan

pemandangan yang ditaburi dengan bintang-bintang ke arah

selatan, seperti surga yang baru bagi Trisangku. Ia juga

menciptakan Indra baru dan dewa-dewa baru. Akhirnya Raja

Trisangku tinggal di tempat tersebut yang dikenal sebagai

"Surga Trisangku". Karena usahanya yang besar tersebut telah

menguras kekuatan yang diperolehnya melalui tapa, maka

Wiswamitra mulai bertapa kembali dan merintisnya mulai dari

bawah. Ia pergi ke Pushkara untuk melakukan tapa yang lebih

berat.

Pengorbanan Sunasepa

Pada saat Wiswamitra masih menjalankan penebusan dosanya

untuk memperoleh gelar Brahmaresi, ia menolong seorang anak

bernama Sunasepa yang akan dikorbankan kepada Baruna,

Dewa laut. Upacara tersebut diselenggarakan oleh Raja

Harishchandra, dan karena Pangeran Rohita tidak bersedia

untuk dikorbankan, maka orangtua Sunasepa menawarkan

puteranya untuk dikorbankan.

Dalam perjalanan menuju upacara, Sunasepa bertemu dengan

Wiswamitra yang sedang melakukan meditasi. Sunasepa

berlutut di kaki Wiswamitra untuk meminta pertolongan.

Page 82: Ramayana

Akhirnya Wiswamitra mengajarkan sebuah mantra rahasia

kepada Sunasepa. Ketika upacara pengorbanan dilangsungkan,

anak tersebut menyanyikan mantra yang diberikan oleh

Wiswamitra sehingga Dewa Indra dan Baruna terkesan, dan

juga upacara pengorbanan bisa berjalan lancar.

Wiswamitra dalam Ramayana

Dalam Ramayana, Wiswamitra menjadi guru bagi Rama dan

Laksmana ketika mereka berada di tengah hutan. Wiswamitra

mengajari mantra keramat serta penggunaan senjata ilahi

bernama Dewastra kepada Rama dan Laksmana.

Saat kediaman para resi diteror para raksasa, Wiswamitra

enggan untuk mengutuk raksasa-raksasa tersebut karena akan

menodai kemurnian tapanya. Atas permohonan para resi,

Wiswamitra datang ke Ayodhya untuk meminta bantuan kepada

Rama. Dasarata yang takut dengan kutukan Wiswamitra tak

berani menolak, sehingga ia merelakan kepergian puteranya.

Dengan diiringi Rama dan Laksmana, Resi Wiswamitra

menempuh perjalanan panjang. Mereka bermalam di sebuah

tempat peristirahatan dekat sungai Sarayu. Di sana Resi

Wiswamitra memberi mantra keramat bernama bala dan atibala.

Saat fajar menyingsing, mereka melanjutkan perjalanan

melewati Kamasrama sampai akhirnya tiba di sungai Gangga.

Page 83: Ramayana

Dengan rakit yang sudah disiapkan para resi, mereka

menyeberang. Kemudian, mereka tiba di hutan Dandaka. Di

sana, Rama dan Laksmana bertemu raksasi Tataka dan

membunuhnya. Setelah membunuh raksasi tersebut, Rama dan

Laksmana melanjutkan perjalanan ke Sidhasrama.

Di Sidhasrama, Rama dan Laksmana menyingkirkan raksasa

Marica dan Subahu. Atas pertolongan Rama dan Laksmana,

Resi Wiswamitra mengajak mereka ke Mithila untuk menghadiri

sebuah sayembara. Dalam perjalanan ke Mithila, Rama dan

Laksmana melewati asrama Resi Gautama. Di sana mereka

membebaskan kutukan yang menimpa Ahalya, istri Resi

Gautama. Setelah sampai di Mithila, Rama memenangkan

sayembara sehingga ia berhak menikahi puteri Sita. Setelah

upacara pernikahan Rama dan Sita dilangsungkan, Wiswamitra

pergi menuju gunung Himalaya dan melakukan kewajibannya

sebagai seorang resi.

Menaka

Dalam mitologi Hindu, Menaka (Sansekerta: �����; Ménakā)

adalah nama seorang bidadari dari kahyangan yang sangat

cantik jelita. Sebagian kisah hidupnya muncul dalam Ramayana

dan Adiparwa. Dalam Ramayana, Menaka merupakan bidadari

Page 84: Ramayana

yang menggoda Wiswamitra, sedangkan dalam Adiparwa,

Menaka diceritakan sebagai ibu dari Sakuntala.

Menaka dan Wiswamitra

Pada suatu ketika, ia diutus oleh Indra, Raja para Dewa, untuk

menggagalkan tapa yang dilakukan oleh Wiswamitra. Namun ia

takut menjalankan tugas sendirian, sebab ia tahu bahwa

kutukan Wiswamitra yang sedang marah sangat dahsyat.

Akhirnya Indra menjamin bahwa ia akan ditemani oleh Dewa

Bayu dan Dewa Kama. Setelah yakin dengan jaminan Indra,

Menaka menuju ke tempat pertapaan Wiswamitra.

Setelah tiba di tempat tujuan, Dewa Bayu menyebarkan bau

harum Menaka untuk memancing asmara Wiswamitra. Setelah

Wiswamitra membuka mata, Dewa Bayu menyingkap kain yang

dikenakan Menaka. Pada saat itulah, Dewa Kama memanah

Wiswamitra dengan panah asmara. Akhirnya, nafsu asmara

Wiswamitra bangkit untuk mencintai Menaka. Selama beberapa

tahun keduanya menjalin cinta, namun Wiswamitra akhirnya

sadar bahwa Menaka hanyalah godaan yang diberikan oleh

Indra untuk menggoda tapanya. Dengan sorot mata yang

memancarkan kemarahan, Wiswamitra memandang Menaka.

Menaka gemetar ketakutan dan memohon ampun di hadapan

Page 85: Ramayana

Wiswamitra supaya ia tidak dikutuk, sebab ia hanya

menjalankan tugas.

Wiswamitra tidak mengutuk Menaka, namun ia kecewa sebab

pantangan yang ia taati selama bertahun-tahun dilanggarnya

karena telah menjalin cinta dengan bidadari Menaka. Akhirnya

Wiswamitra pergi meninggalkan Pushkara dan pergi menuju

Himalaya untuk melanjutkan tapanya. Beberapa versi

mengatakan bahwa Wiswamitra mengutuk Menaka agar mereka

melupakan segala cintanya.

Karena telah menyelesaikan tugasnya, Menaka kembali ke

kahyangan, namun ia juga hamil setelah menjalin hubungan

asmara dengan Wiswamitra. Di hulu sungai Malini yang terletak

di kaki Gunung Himalaya, Menaka melahirkan seorang bayi

perempuan. Bayi tersebut ditinggalkan begitu saja sementara

sang ibu terbang ke kahyangan. Kamudian Bagawan Kanwa

yang sedang berada di dekat sungai Malini menemukan bayi

tersebut sedang dijaga oleh burung Sakuni. Karena kasihan,

bayi itu dipungut lalu diberi nama "Sakuntala", oleh sebab ia

dirawat oleh burung Sakuni. Sakuntala lalu menikah dengan

Duswanta, dan melahirkan seorang raja terkenal yang bernama

Bharata.

Page 86: Ramayana

Ahalya

Dalam wiracarita Ramayana, Ahalya (Sansekerta: ������;

Ahalyā) adalah nama istri Resi Gautama. Kata Ahalya berarti

"yang tidak mengalami perubahan" (awet muda, abadi). Ahalya

tinggal di sebuah asrama bersama Resi Gautama. Ia memiliki

wajah yang sangat cantik. Kecantikannya dapat membuat Dewa

Indra terpesona.

Kutukan Resi Gautama

Pada suatu hari, ketika Resi Gautama meninggalkan

asramanya, Dewa Indra datang menyamar dan dengan

bernafsu ia merayu Ahalya. Ahalya tahu siapa yang berusaha

merayunya karena mata batinnya yang tajam, namun ia tertipu

oleh kecantikannya sendiri, maka ia memberikan kepuasan

kepada Indra. Saat Resi Gautama datang, ia terkejut karena

Ahalya telah terpengaruh oleh rayuan Indra. Kemudian Resi

Gautama mengutuk Ahalya agar melakukan tapa yang sangat

panjang demi menebus dosanya. Agar Ahalya tidak diketahui,

wujudnya diubah menjadi batu. Resi Gautama juga berkata

bahwa kelak putera Dasarata dari Ayodhya akan mengunjungi

asrama Resi Gautama, dimana Ahalya bertapa, dan

membebaskan kutukannya. Setelah Ahalya dikutuk, Resi

Page 87: Ramayana

Gautama meninggalkan asramanya dan pergi ke Himalaya

untuk bertapa.

Bertahun-tahun kemudian, Resi Wiswamitra bersama Rama dan

Laksmana melewati asrama Resi Gautama dalam perjalanan

mereka menuju Mithila. Saat melihat asrama yang sepi tersebut,

Rama bertanya mengenai asal-usul tempat itu kepada Resi

Wiswamitra. Sang Resi menjelaskan bahwa tempat tersebut

dikutuk karena Ahalya telah melakukan dosa, dan hanya putera

Dasarata-lah yang dapat membuat Ahalya menjadi suci kembali.

Setelah mendengarkan penjelasan Resi Wiswamitra, Rama

memasuki asrama tersebut. Begitu ia menginjakkan kakinya,

kutukan yang menimpa Ahalya lenyap. Ahalya berubah kembali

menjadi manusia dan keluar dari semak belukar yang telah

menutupnya selama bertahuan-tahun. Wajahnya kembali muda

dan bersinar-sinar. Dengan takzim, Ahalya menyambut Rama

dan Laksmana bagaikan tamu agung. Setelah Rama dan

Laksmana pergi untuk melanjutkan perjalanannya, Resi

Gautama muncul untuk menyambut istrinya yang telah muda

kembali.

Page 88: Ramayana

Sabari

Sabari menjamu Rama

dan Laksmana

Dalam wiracarita Ramayana, Sabari (Dewanagari:

शबरी; IAST: Shabarī) adalah seorang wanita yang hidup sebagai

sanyasin (orang yang meinggalkan kehidupan duniawi).

Ayahnya adalah seorang kesatria sedangkan ibunya adalah

seorang pemburu. Saat usianya dewasa, ia menetap di sebuah

asrama di tengah hutan dan menjadi pengikut setia Resi

Matanga. Ramayana mendeskripsikannya sebagai wanita tua

yang sangat setia memuja Tuhan. Ketika Resi Matanga hendak

meninggal dunia, Sabari juga ingin turut serta, namun Resi

Matanga berkata bahwa saatnya belum tiba, sebab ada tamu

Page 89: Ramayana

agung yang akan dijumpai olehnya dan kesempatan untuk

melihat tamu agung tersebut sangat langka sekali.

Sabari menghabiskan sisa hidupnya dengan merawat asrama

peninggalan Sang Resi dan melayani tamu yang

mengunjunginya dengan ramah. Ketika Rama dan Laksmana

menuju ke sungai Pampa dengan tujuan mencari bantuan

Sugriwa, mereka lewat di depan asrama Sabari dan

memutuskan untuk beristirahat di sana. Sabari melayani kedua

pangeran itu dengan ramah. Ia menyuguhkan buah-buahan

yang termanis kepada kedua tamu tersebut.

Sebelum menyuguhkan buah-buahan, terlebih dahulu Sabari

mengigitnya. Jika buah yang dicicipinya terasa manis, maka ia

kumpulkan pada sebuah wadah, sebaliknya jika terasa pahit,

maka ia membuangnya. Ketika buah-buahan bekas digigit

tersebut disuguhkan kepada kedua tamunya, Rama tersenyum

dan bersedia memakannya sebagai hasil persembahan dari

orang yang berhati suci dan tulus, sedangkan Laksmana

memilih untuk membuangnya.

Kemudian Sabari memperlihatkan keajaiban yang ada di

asrama Resi Matanga dan menjelaskan seluk-beluknya kepada

Rama dan Laksmana. Setelah mendapatkan izin dari kedua

pangeran tersebut, Sabari membuat api unggun lalu

Page 90: Ramayana

menceburkan diri ke dalamnya untuk mencapai surga, menyusul

Resi Matanga. Pertemuan dengan wanita suci tersebut

membuat pikiran Rama dan Laksmana menjadi terang,

kemudian mereka melanjutkan perjalanan untuk menemukan

Sugriwa dan meminta bantuannya.

Jatayu

Jatayu (Sanskerta: �����,; Jatāyū) adalah tokoh protagonis

dari wiracarita Ramayana, putera dari Sang Aruna dan

keponakan dari Sang Garuda. Ia merupakan saudara Sempati.

Ia adalah seekor burung yang melihat bagaimana Dewi Sita

diculik oleh Rawana. Ia berusaha melawan tetapi kalah

bertarung dan akhirnya mati. Tetapi ketika belum mati dan

masih sekarat masih bisa melaporkan kepada Sri Rama bahwa

Dewi Sita istrinya, diculik.

Tempat dimana Sri Rama menemukan Jatayu yang sedang

sekarat dinamakan "Jatayumangalam", sekarang dikenal

sebagai "Chadayamangalam", terletak di Distrik Kollam, Kerala.

Batu besar di tempat tersebut dinamai "JatayuPara", diambil

dari nama Jatayu. Tempat itu dimanfaatkan sebagai obyek

wisata.

Page 91: Ramayana

Jatayu dalam Ramayana

Pertolongan Jatayu

Ketika Sita menjerit-jerit karena dibawa kabur oleh Rawana,

Jatayu yang sedang berada di dahan sebuah pohon

mendengarnya. Ia melihat ke atas, dan tampak Rahwana

terbang membawa Sita, puteri Prabu Janaka. Jatayu yang

bersahabat dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab

terhadap Sita yang merupakan istri putera sahabatnya, Sri

Rama. Dengan jiwa ksatria meluap-luap dan berada di pihak

yang benar, Jatayu tidak gentar untuk melawan Rawana. Ia

menyerang Rahwana dengan segenap tenaganya. Namun

Jatayu sudah renta. Ketika ia sedang berusaha menyelamatkan

Sita dari Rahwana, sayapnya ditebas dengan pedang. Jatayu

bernasib naas. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan darahnya

bercucuran.

Gugurnya Jatayu

Ketika Sang Rama dan Lakshmana sedang menelusuri hutan

untuk mencari Dewi Sita, tampak oleh mereka darah

berceceran. Setelah dicari asalnya, mereka menemukan seekor

burung tanpa sayap sedang sekarat. Burung tersebut mengaku

bernama Jatayu, yang berusaha menolong Dewi Sita karena

diculik Rahwana. Namun usahanya tidak berhasil sehingga

Page 92: Ramayana

Dewi Sita dibawa kabur ke Alengka. Melihat keadaan Sang

Jatayu yang sekarat, Sang Rama memberi hormat untuk yang

terakhir kalinya. Tak lama kemudian Jatayu menghembuskan

nafas terakhirnya.

Setelah Jatayu menghembuskan nafas terakhirnya, Sang Rama

bersabda:

terjemahan:

“ Hai jatayu yang maha mulia, sungguh kuat dikau

mempertahankan jiwa. Karena cinta kasihmu

bersahabat terhadap ayahku lekat sekali,

berkelanjutan sampai kepada aku, puteranya. Amatlah

mulia wahai dikau burung perkasa. Tatkala engkau

masih hidup tadi, ayahku kurasakan masih hidup,

sekarang ketika engkau telah meninggal, sungguh

bertambah sedih hatiku. ”

Setelah bersabda demikian, Sang Rama melakukan upacara

pembakaran jenazah sederhana untuk Jatayu. Jenazahnya

mendapat percikan tirtha oleh seorang yang "berjiwa suci"

karena merupakan seorang titisan Wisnu.

Page 93: Ramayana

Sempati

Dalam mitologi Hindu, Sempati (Sansekerta: �������,

Sampāti) adalah nama burung raksasa, saudara Jatayu, putera

Sang Garuda, kakak burung Aruna. Pada masa mudanya,

Jatayu dan Sempati berlomba-lomba untuk mencapai matahari.

Pada waktu mereka hampir mencapai matahari, Jatayu hampir

terbakar hangus. Untuk melindungi Jatayu, Sempati

membentangkan sayapnya dari kemarahan matahari. Jatayu

selamat namun sayap Sempati terbakar sampai habis.

Semenjak kehilangan sayapnya, Sempati selalu diam di tempat

yang sama sambil menunggu mangsa, hingga akhirnya

Hanoman dan para wanara dari Kerajaan Kiskenda bertemu

dengannya. Dengan penglihatannya yang sangat tajam,

Sempati menceritakan keadaan Dewi Sita di Alengka. Atas

petunjuk Sempati, Hanoman dan para wanara tahu bahwa Sita

masih hidup dan ditawan di Kerajaan Alengka. Setelah

membantu para wanara, bulu-bulu muda mulai tumbuh pada

kedua sayap Sempati. Hal itu terjadi karena ia memperoleh

anugerah bahwa ia akan mendapatkan sayapnya kembali

apabila ia menolong Rama.

Page 94: Ramayana

Hanoman

Hanoman (Sanskerta: �������; Hanumān) atau Hanumat (Sanskerta: ������; Hanumat), juga disebut sebagai

Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama

Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana

yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan

merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali

dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh

Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana,

namun dalam pengembangannya tokoh ini juga kadangkala

muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh

antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung

dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.

Kelahiran

Hanoman lahir pada masa Tretayuga sebagai putera Anjani,

seekor wanara wanita. Dahulu Anjani sebetulnya merupakan

bidadari, bernama Punjikastala. Namun karena suatu kutukan,

ia terlahir ke dunia sebagai wanara wanita. Kutukan tersebut

bisa berakhir apabila ia melahirkan seorang putera yang

merupakan penitisan Siwa. Anjani menikah dengan Kesari,

seekor wanara perkasa. Bersama dengan Kesari, Anjani

melakukan tapa ke hadapan Siwa agar Siwa bersedia menjelma

Page 95: Ramayana

sebagi putera mereka. Karena Siwa terkesan dengan pemujaan

yang dilakukan oleh Anjani dan Kesari, ia mengabulkan

permohonan mereka dengan turun ke dunia sebagai Hanoman.

Salah satu versi menceritakan bahwa ketika Anjani bertapa

memuja Siwa, di tempat lain, Raja Dasarata melakukan

Putrakama Yadnya untuk memperoleh keturunan. Hasilnya, ia

menerima beberapa makanan untuk dibagikan kepada tiga

istrinya, yang di kemudian hari melahirkan Rama, Laksmana,

Bharata dan Satrugna. Atas kehendak dewata, seekor burung

merenggut sepotong makanan tersebut, dan menjatuhkannya di

atas hutan dimana Anjani sedang bertapa. Bayu, Sang dewa

angin, mengantarkan makanan tersebut agar jatuh di tangan

Anjani. Anjani memakan makanan tersebut, lalu lahirlah

Hanoman.

Sebuah lukisan

India. Dalam

gambar tampak

Hanoman

menghadap Rama

bersama istrinya

Sita, dan Laksmana

(paling kanan).

Page 96: Ramayana

Salah satu versi mengatakan bahwa Hanoman lahir secara tidak

sengaja karena hubungan antara Bayu dan Anjani. Diceritakan

bahwa pada suatu hari, Dewa Bayu melihat kecantikan Anjani,

kemudian ia memeluknya. Anjani marah karena merasa

dilecehkan. Namun Dewa Bayu menjawab bahwa Anjani tidak

akan ternoda oleh sentuhan Bayu. Ia memeluk Anjani bukan di

badannya, namun di dalam hatinya. Bayu juga berkata bahwa

kelak Anjani akan melahirkan seorang putera yang kekuatannya

setara dengan Bayu dan paling cerdas di antara para wanara.

Sebagai putera Anjani, Hanoman dipanggil Anjaneya

(diucapkan "Aanjanèya"), yang secara harfiah berarti "lahir dari

Anjani" atau "putera Anjani".

Masa kecil

Pada saat Hanoman masih kecil, ia mengira matahari adalah

buah yang bisa dimakan, kemudian terbang ke arahnya dan

hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi

cemas dengan keselamatan matahari. Untuk

mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah Hanoman

sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal

itu, Dewa Bayu menjadi marah dan berdiam diri. Akibat

tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para

Dewa pun memohon kepada Bayu agar menyingkirkan

Page 97: Ramayana

kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya dan

Hanoman diberi hadiah melimpah ruah. Dewa Brahma dan

Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal

dari segala senjata, serta kematian akan datang hanya dengan

kehendaknya sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk

yang abadi atau Chiranjiwin.

Pertemuan dengan Rama

Patung Hanoman yang

dibuat pada masa Dinasti

Chola, abad ke-11.

Pada saat melihat Rama

dan Laksmana datang ke

Kiskenda, Sugriwa merasa

cemas. Ia berpikir bahwa

mereka adalah utusan

Subali yang dikirim untuk

membunuh Sugriwa.

Kemudian Sugriwa

memanggil prajurit

andalannya, Hanoman,

Page 98: Ramayana

untuk menyelidiki maksud kedatangan dua orang tersebut.

Hanoman menerima tugas tersebut kemudian ia menyamar

menjadi brahmana dan mendekati Rama dan Laksmana.

Saat bertemu dengan Rama dan Laksmana, Hanoman

merasakan ketenangan. Ia tidak melihat adanya tanda-tanda

permusuhan dari kedua pemuda itu. Rama dan Laksmana juga

terkesan dengan etika Hanoman. Kemudian mereka bercakap-

cakap dengan bebas. Mereka menceritakan riwayat hidupnya

masing-masing. Rama juga menceritakan keinginannya untuk

menemui Sugriwa. Karena tidak curiga lagi kepada Rama dan

Laksmana, Hanoman kembali ke wujud asalnya dan mengantar

Rama dan Laksmana menemui Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus

pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi untuk

mencari tanda-tanda keberadaan Sita, dan membawanya ke

hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara yang

dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila,

Jembawan, dan lain-lain. Mereka menempuh perjalanan

berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan

menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya. Atas

keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut

Page 99: Ramayana

dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang sepi karena

Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan

maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada

Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang sakti,

Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di

sebuah pantai dalam sekejap.

Di pantai tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu

dengan Sempati, burung raksasa yang tidak bersayap. Ia duduk

sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan

untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara

mengenai Sita dan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih dan

meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang

sebenarnya terjadi. Anggada menceritakan dengan panjang

lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan

Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan di sebuah istana

yang teretak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah

oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima

kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka

memikirkan cara agar sampai di Alengka.

Page 100: Ramayana

Pergi ke Alengka

Ukiran tanah liat yang

menggambarkan Hanoman

sedang mengangkat

Gunung Dronagiri.

Karena bujukan para

wanara, Hanoman teringat

akan kekuatannya dan

terbang menyeberangi

lautan agar sampai di

Alengka. Setelah ia

menginjakkan kakinya di

sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita.

Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat

sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat

penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu

pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada

orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap.

Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan mengamati wanita-

wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak

melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-

kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah

Page 101: Ramayana

diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan

murung yang diyakininya sebagai Sita.

Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah

Rahwana gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan

Sita, Hanoman menghampiri Sita dan menceritakan maksud

kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita

hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama.

Hanoman juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman

menyarankan agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama,

namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai

ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan

dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari

hadapan Sita. Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman

Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara

termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan

Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata

Brahma Astra. Senjata itu memilit tubuh hanoman. Namun

kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa

menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa

karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanoman kapan saja,

namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat yang

tepat.

Page 102: Ramayana

Terbakarnya Alengka

Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada

Hanoman, Wibisana membela Hanoman agar hukumannya

diringankan, mengingat Hanoman adalah seorang utusan.

Kemudian Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman

dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo'a agar api yang membakar

ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do'a Sita kepada Dewa

Agni terkabul, api yang membakar ekor Hanoman menjadi

sejuk. Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma Astra

yang mengikat dirinya. Dengan

ekor menyala-nyala seperti obor, ia

membakar kota Alengka. Kota

Alengka pun menjadi lautan api.

Setelah menimbulkan kebakaran

besar, ia menceburkan diri ke laut

agar api di ekornya padam.

Penghuni surga memuji

keberanian Hanoman dan berkata

bahwa selain kediaman Sita, kota

Alengka dilalap api.

Dengan membawa kabar gembira, Hanoman menghadap Rama

dan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan

pasukan wanara untuk menggempur Alengka

Page 103: Ramayana

Pertempuran besar

Hanoman diperankan dalam Yakshagana, drama populer dari

Karnataka.

Dalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana,

Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama,

Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata

Nagapasa yang sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran

Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu

persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman

memotong gunung tersebut dan membawa potongannya ke

hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya pulih kembali,

Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak

pasukan rakshasa.

Kehidupan selanjutnya

Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama

hendak memberikan hadiah untuk Hanoman. Namun Hanoman

menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di

dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan

bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya

Hanoman pergi bermeditasi di puncak gunung mendo'akan

keselamatan dunia.

Page 104: Ramayana

Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima

dan Arjuna dari lingkungan keraton Hastinapura. Dari

pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan

lambang Hanoman sebagai panji keretanya pada saat

Bharatayuddha.

Tradisi dan pemujaan

Di negara India yang didominasi oleh agama Hindu, terdapat

banyak kuil untuk memuja Hanoman, dan dimana pun ada

gambar awatara Wisnu, selalu ada gambar Hanoman. Kuil

Hanoman bisa ditemukan di

banyak tempat di India dan

konon daerah di sekeliling kuil

itu terbebas dari raksasa atau

kejahatan.

Beberapa kuil Hanoman yang

terkenal adalah:

Kuil Hanoman di Nerul Navi,

Mumbai, India.

• Puncak monyet,

Himachal Pradesh,

India.

Page 105: Ramayana

• Kuil Jhaku, Himachal Pradesh, India.

• Kuil Sri Suchindram, Tamilnadu, India.

• Sri Hanuman Vatika, Orissa, India.

• Kuil Saakshi Hanuman, Tamilnadu, India.

• Shri Krishna Matha (Kuil Krishna), Udupi.

• Krishnapura Matha, Krishnapura dekat Surathkal.

• Kuil Ragigudda Anjaneya, Jayanagar, Bangalore.

• Hanumangarhi, Ayodhya.

• Kuil Sankat Mochan, Benares.

• Kuil Hanuman, dekat Nuwara Eliya, Sri Lanka.

• Salasar Balaji, Distrik Churu, Rajasthan.

• Kuil Mehandipur Balaji, Rajasthan.

• Ada Balaji, di hutan suaka Sariska, Alwar, Rajasthan.

• Sebelas kuil Maruthi di Maharashtra.

• Kuil Shri Hanuman di Connaught Place, New Delhi.

• Shri Baal Hanumaan, Tughlak Road, New Delhi.

• Kuil Prasanna Veeranjaneya Swami, di Mahalakshmi

Layout, Bangalore, Karnataka.

• Sri Nettikanti Anjaneya Swami Devasthanam,

Kasapuram, Andhra Pradesh.

• Yellala Anjaneya Swami, Yellala, Andhra Pradesh.

• Pura Sri Mahavir, Patna, Bihar.

• Kuil Sri Vishwaroopa Anchaneya, Tamilnadu, India.

Page 106: Ramayana

Hnoman dalam pewayangan Jawa

Wayang Anoman versi

Yogyakarta.

Wayang Anoman versi Surakarta.

Hanoman dalam pewayangan Jawa merupakan putera Bhatara

Guru yang menjadi murid dan anak angkat Bhatara Bayu.

Hanoman sendiri merupakan tokoh lintas generasi sejak zaman

Rama sampai zaman Jayabaya.

Page 107: Ramayana

Kelahiran

Anjani adalah puteri sulung Resi Gotama yang terkena kutukan

sehingga berwajah kera. Atas perintah ayahnya, ia pun bertapa

telanjang di telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru dan

Batara Narada terbang melintasi angkasa. Saat melihat Anjani,

Batara Guru terkesima sampai mengeluarkan air mani. Raja

para dewa pewayangan itu pun mengusapnya dengan daun

asam (Bahasa Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke telaga. Daun

sinom itu jatuh di pangkuan Anjani. Ia pun memungut dan

memakannya sehingga mengandung. Ketika tiba saatnya

melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara Guru. Ia

melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya

sendiri kembali berwajah cantik dan dibawa ke kahyangan

sebagai bidadari.

Mengabdi pada Sugriwa

Bayi berwujud kera putih yang merupakan putera Anjani diambil

oleh Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Setelah

pendidikannya selesai, Hanoman kembali ke dunia dan

mengabdi pada pamannya, yaitu Sugriwa, raja kera Gua

Kiskenda. Saat itu, Sugriwa baru saja dikalahkan oleh

kakaknya, yaitu Subali, paman Hanoman lainnya. Hanoman

berhasil bertemu Rama dan Laksmana, sepasang pangeran dari

Page 108: Ramayana

Ayodhya yang sedang menjalani pembuangan. Keduanya

kemudian bekerja sama dengan Sugriwa untuk mengalahkan

Subali, dan bersama menyerang negeri Alengka membebaskan

Sita, istri Rama yang diculik Rahwana murid Subali.

Melawan Alengka

Pertama-tama Hanoman menyusup ke istana Alengka untuk

menyelidiki kekuatan Rahwana dan menyaksikan keadaan Sita.

Di sana ia membuat kekacauan sehingga tertangkap dan

dihukum bakar. Sebaliknya, Hanoman justru berhasil membakar

sebagian ibu kota Alengka. Peristiwa tersebut terkenal dengan

sebutan Hanoman Obong. Setelah Hanoman kembali ke tempat

Rama, pasukan kera pun berangkat menyerbu Alengka.

Hanoman tampil sebagai pahlawan yang banyak membunuh

pasukan Alengka, misalnya Surpanaka (Sarpakenaka) adik

Rahwana.

Tugas untuk Hanoman

Dalam pertempuran terakhir antara Rama kewalahan

menandingi Rahwana yang memiliki Aji Pancasunya, yaitu

kemampuan untuk hidup abadi. Setiap kali senjata Rama

menewaskan Rahwana, seketika itu pula Rahwana bangkit

kembali. Wibisana, adik Rahwana yang memihak Rama segera

meminta Hanoman untuk membantu. Hanoman pun

Page 109: Ramayana

mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan di atas

mayat Rahwana ketika Rahwana baru saja tewas di tangan

Rama untuk kesekian kalinya. Melihat kelancangan Hanoman,

Rama pun menghukumnya agar menjaga kuburan Rahwana.

Rama yakin kalau Rahwana masih hidup di bawah gencetan

gunung tersebut, dan setiap saat bisa melepaskan roh untuk

membuat kekacauan di dunia.

Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal, roh

Rahwana meloloskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke

Pulau Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik

Kresna. Kresna sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman

mengejar dan bertemu Bima, adiknya sesama putera angkat

Bayu. Hanoman kemudian mengabdi kepada Kresna. Ia juga

berhasil menangkap roh Rahwana dan mengurungnya di

Gunung Kendalisada. Di gunung itu Hanoman bertindak sebagai

pertapa.

Anggota Keluarga

Lukisan Hanoman versi

Thailand. Diambil di Wat

Phra Kaeo, Bangkok.

Page 110: Ramayana

Berbeda dengan versi aslinya, Hanoman dalam pewayangan

memiliki dua orang anak. Yang pertama bernama Trigangga

yang berwujud kera putih mirip dirinya. Konon, sewaktu pulang

dari membakar Alengka, Hanoman terbayang-bayang wajah

Trijata, puteri Wibisana yang menjaga Sita. Di atas lautan, air

mani Hanoman jatuh dan menyebabkan air laut mendidih.

Tanpa sepengetahuannya, Baruna mencipta buih tersebut

menjadi Trigangga. Trigangga langsung dewasa dan berjumpa

dengan Bukbis, putera Rahwana. Keduanya bersahabat dan

memihak Alengka melawan Rama. Dalam perang tersebut

Trigangga berhasil menculik Rama dan Laksmana namun

dikejar oleh Hanoman. Narada turun melerai dan menjelaskan

hubungan darah di antara kedua kera putih tersebut. Akhirnya,

Trigangga pun berbalik melawan Rahwana.

Putera kedua Hanoman bernama Purwaganti, yang baru muncul

pada zaman Pandawa. Ia berjasa menemukan kembali pusaka

Yudistira yang hilang bernama Kalimasada. Purwaganti ini lahir

dari seorang puteri pendeta yang dinikahi Hanoman, bernama

Purwati.

Kematian

Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada

turun mengabulkan permohonannya, yaitu "ingin mati", asalkan

Page 111: Ramayana

ia bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan

keturunan keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara.

Hanoman pun menyamar dengan nama Resi Mayangkara dan

berhasil menikahkan Astradarma, putera Sariwahana, dengan

Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana dengan

Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama

keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi

musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma.

Dalam perang itu, Hanoman gugur, moksa bersama raganya,

sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara

Kala, sang dewa kematian. ada versi lain khususnya di jawa

bahwa hanoman tidak mati dalam dalam berperang namun dia

moksa setelah bertemu sunan kali jaga dan menanyakan arti

yang terkandung dari jimat kalimasada karena dulu hanoman

berjanji tidak akan mau mati sebelum mengetahui arti dari

tulisan yang terkandung di dalam jimat kalimasada.

Page 112: Ramayana

Sugriwa

Sugriwa dalam sebuah

lukisan India bergaya

Maharashtra.

Sugriwa (Sanskerta: �������; Sugrīva) adalah seorang

tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah

seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di

Kerajaan Kiskenda bersama kakaknya yang bernama Subali. Ia

adalah teman Sri Rama dan membantunya memerangi

Rahwana untuk menyelamatkan Sita.

Page 113: Ramayana

Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta (Sugrīva) artinya

adalah "leher yang tampan".

Perebutan kekuasaan

Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke

Kiskenda untuk menantang berkelahi dengan Subali. Subali

yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang

Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua

orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali

mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugriwa menunggu di

luar. Beberapa lama kemudian, Sugriwa mendengar suara

teriakan diiringi dengan darah segar yang mengalir keluar.

Karena mengira bahwa Subali telah tewas, Sugriwa menutup

gua tersebut dengan batu yang sangat besar agar sang raksasa

tidak bisa keluar. Kemudian Sugriwa kembali ke Kiskenda dan

didesak untuk menjadi raja karena Subali telah dianggap tewas.

Saat Sugriwa menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali

datang dan marah besar karena Sugriwa telah mengurungnya di

dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir

Sugriwa jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugriwa dengan

rendah hati minta ma'af kepada Subali, namun permohonan

ma’afnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja

Kiskenda sedangkan Sugriwa beserta pengikutnya yang setia

Page 114: Ramayana

bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan asrama Resi

Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan

kakinya di daerah itu.

Persahabatan dengan Rama

Ukiran di kuil

Banteay Srei di

Kamboja,

menggambarkan

pertempuran antara

Sugriwa dan Subali.

Di sebelah kanan,

Rama bersiap-siap

memanah Subali.

Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan Laksmana

menyeberangi sungai Pampa dan pergi ke gunung Resyamuka,

sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara. Sugriwa takut

saat melihat Rama dan Laksmana sedang mencari-cari sesuatu,

karena ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang

dikirim untuk mencari dan membunuh Sugriwa. Kemudian

Sugriwa mengutus keponakannya yang bernama Hanoman

untuk menyelidiki kedatangan Rama dan Laksmana. Setelah

mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang baik,

Page 115: Ramayana

Hanoman mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di

hadapan Rama, Sugriwa menceritakan masalah dan masa

lalunya. Sugriwa juga mengutarakan permohonannya untuk

merebut istri dan kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan

Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling

membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana,

mereka datang ke Kiskenda.

Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak menantang

Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung

dengan Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung

beberapa lama, Sugriwa makin terdesak sementara Subali

makin garang. Akhirnya Rama muncul untuk menolong Sugriwa

dengan melepaskan panah saktinya ke arah Subali. Panah sakti

tersebut menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian

membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali

memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata

bahwa Rama tidak mengetahui sikap seorang ksatria. Rama

tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian

menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu

panah yang dilepaskan Rama tidak akan menembus tubuhnya,

melainkan akan menjadi bumerang bagi Rama. Setelah

mendengar penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan

kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugriwa

menjadi Raja Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama

Page 116: Ramayana

Anggada untuk dirawat oleh Sugriwa. Tak berapa lama

kemudian, Subali menghembuskan nafas terakhirnya.

Usaha penyelamatan Sita

Rama dan

Laksmana bertemu

Sugriwa. Lukisan

dari Paithan,

Maharashtra.

Setelah Subali

wafat, Sugriwa

bersenang-senang

di istana Kiskenda, sementara Rama dan Laksmana menunggu

kabar dari Sugriwa di sebuah gua. Karena sudah lama

menunggu, Rama mengutus Laksmana untuk memperingati

Sugriwa agar memenuhi janjinya menolong Sita. Tiba di pintu

gerbang Kiskenda, Sugriwa yang diwakili Hanoman meminta

ma'af kepada Rama karena melupakan janji mereka untuk

mencari Sita. Akhirnya Sugriwa mengerahkan prajuritnya yang

terbaik untuk menjelajahi bumi demi menemukan Sita. Prajurit

pilihan Sugriwa terdiri dari Hanoman, Nila, Jembawan,

Anggada, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi

daerah selatan India dan sampai di sebuah pantai. Atas

Page 117: Ramayana

petunjuk Sempati, Hanoman terbang ke Alengka dan mendapati

bahwa Sita ada di sana dan ditawan oleh Rahwana. Saat berita

tersebut sampai ke Kiskenda, Sugriwa langsung mengerahkan

tentara wanaranya untuk menggempur Alengka dan membunuh

Rahwana. Ketika perjalanan tentaranya terhambat di tepi pantai,

Sugriwa mengerahkan prajurit-prajuritnya untuk membangun

sebuah jembatan besar yang diberi nama "Situbanda". Akhirnya

saat sampai di Alengka, Sugriwa bersama prajurit wanara

lainnya membunuh para prajurit andalan Rahwana.

Setelah perang antara Rama dan Rahwana usai, Sugriwa

beserta para wanara dari Kiskenda diundang ke Ayodhya. Di

sana mereka diberi tanda penghargaan atas jasa-jasanya. Atas

anugerah Dewa Indra, para wanara yang gugur di medan

perang hidup kembali.

Page 118: Ramayana

Subali

Subali dalam bentuk wayang golek.

Bali (Sanskerta: ����; Valī), atau yang di Indonesia lebih

terkenal dengan sebutan Subali, adalah nama seorang raja

Wanara dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan kakak dari

Sugriwa, sekutu Sri Rama. Ketika terjadi perselisihan antara

kedua Wanara bersaudara itu, Rama berada di pihak Sugriwa.

Subali akhirnya tewas di tangan pangeran dari Ayodhya

tersebut.

Page 119: Ramayana

Subali juga dikenal dalam dunia pewayangan Jawa sebagai

seorang pendeta Wanara berdarah putih yang tinggal di puncak

Gunung Sunyapringga. Ia memiliki Aji Pancasunya (di daerah

Sunda disebut Pancasona) yang membuatnya tidak bisa mati.

Ilmu kesaktian tersebut diwariskannya kepada Rahwana, musuh

besar Rama.

Asal-usul

Nama Subali berasal dari kata bala, yang dalam bahasa

Sansekerta bermakna "rambut". Konon ia dilahirkan melalui

rambut ibunya, sehingga diberi nama Bali atau Subali. Setelah

dewasa, Subali menjadi raja bangsa Wanara di Kerajaan

Kiskenda, sedangkan Sugriwa bertindak sebagai wakilnya.

Menurut versi Ramayana, Subali dan Sugriwa adalah sepasang

Wanara kembar yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi

berbeda ayah. Keduanya sama-sama putra dewa. Subali adalah

putra Indra, sedangkan Sugriwa merupakan putra Surya.

Berbeda dengan versi aslinya, dalam pewayangan Jawa, Subali

dan Sugriwa pada mulanya terlahir sebagai manusia normal.

Keduanya masing-masing bernama Guwarsi dan Guwarsa.

Mereka memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Ketiganya

merupakan anak Resi Gotama dan Dewi Indradi yang tinggal di

Pertapaan Agrastina.

Page 120: Ramayana

Pada suatu hari Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa berselisih

memperebutkan cupu milik ibu mereka yang luar biasa

indahnya. Hal itu diketahui oleh Gotama. Indradi pun dipanggil

dan ditanya dari mana cupu tersebut berasal. Gotama

sebenarnya mengetahui kalau cupu itu adalah benda

kahyangan milik Batara Surya yang bernama Cupumanik

Astagina. Indradi yang ketakutan diam tak mau menjawab.

Gotama yang marah karena merasa dikhianati mengutuk

istrinya itu menjadi tugu. Ia lalu melemparkan tugu tersebut

sejauh-jauhnya, sampai jatuh di perbatasan Kerajaan Alengka.

Meskipun kehilangan ibu, ketiga anak Gotama tetap saja

memperebutkan Cupu Astagina. Gotama pun membuang benda

itu jauh-jauh. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Cupu Astagina

jatuh di sebuah tanah kosong dan berubah menjadi telaga.

Guwarsi dan Guwarsa begitu sampai di dekat telaga itu segera

menceburkan diri karena mengira cupu yang mereka cari jatuh

ke dalamnya. Seketika itu juga wujud keduanya berubah

menjadi wanara atau kera. Sementara itu Anjani yang baru tiba

merasa kepanasan. Ia pun mencuci muka menggunakan air

telaga tersebut. Akibatnya, wajah dan lengannya berubah

menjadi wajah dan lengan kera.

Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa menghadap Gotama dengan

perasaan sedih. Ketiganya pun diperintahkan untuk bertapa

Page 121: Ramayana

mensucikan diri. Anjani bertapa di Telaga Madirda. Kelak ia

bertemu Batara Guru dan memperoleh seorang putra bernama

Hanoman. Sementara itu Guwarsi dan Guwarsa yang telah

berganti nama menjadi Subali dan Sugriwa masing-masing

bertapa di Gunung dan Hutan Sunyapringga. Ketiga anak

Gotama tersebut berangkat ke tempat tujuan masing-masing.

Sesuai petunjuk ayah mereka, Anjani bertapa dengan gaya

berendam telanjang seperti seekor katak, Subali menggantung

di dahan pohon seperti seekor kelelawar, sedangkan Sugriwa

mengangkat sebelah kakinya seperti seekor kijang.

Penggabungan silsilah

Versi pewayangan Jawa yang bersumber dari naskah Serat

Arjunasasrabahu, sebagaimana yang telah diceritakan di atas,

rupanya telah menggabungkan silsilah beberapa tokoh dalam

Ramayana.

Menurut versi Ramayana, antara Subali-Sugriwa dengan Anjani,

Hanoman dan Gotama tidak memiliki hubungan keluarga. Anjani

adalah istri Kesari, seorang raja Wanara. Ia mendapatkan titipan

janin dari Bayu sang dewa angin, yang setelah lahir diberi nama

Hanoman. Hanoman kemudian berguru kepada Surya, dewa

matahari. Setelah tamat, ia ditugaskan menjadi pengawal putra

gurunya yang bernama Sugriwa, saudara kembar Subali.

Page 122: Ramayana

Sementara itu, Gotama versi Ramayana adalah seorang

pertapa yang tidak memiliki sangkut paut dengan Subali.

Menurut versi ini, Gotama memiliki istri bernama Ahalya, yang

kecantikannya membuat Dewa Indra terpikat. Dengan bantuan

Surya, Indra pun menyamar sebagai Gotama untuk bisa

mendekati Ahalya. Hal itu akhirnya diketahui oleh Gotama. Indra

dan Surya melarikan diri, sedangkan Ahalya dikutuk oleh

suaminya tersebut menjadi batu.

Perkawinan

Subali memiliki seorang istri bernama Tara. Dari perkawinan

tersebut lahir seorang putra bernama Anggada, yang kelak

banyak berjasa dalam membantu Sri Rama melawan Rahwana.

Menurut versi pewayangan Jawa, pada mulanya Tara bukanlah

istri Subali, melainkan istri Sugriwa. Ketika kedua wanara

bersaudara itu bertapa untuk mensucikan diri sesuai petunjuk

ayah mereka, datang Batara Narada yang diutus Batara Guru

untuk meminta bantuan dalam menumpas musuh kahyangan,

bernama Mahesasura raja Guakiskenda. Subali dan Sugriwa

pun berangkat. Subali masuk ke dalam istana Kiskennda yang

terletak di dalam gua. Ia berpesan jika kelak mengalir darah

merah ke luar gua, berarti Mahesasura tewas. Namun jika yang

mengalir darah putih berarti dirinya yang tewas. Apabila Subali

Page 123: Ramayana

terbunuh, Sugriwa diminta untuk segera menutup pintu gua

dengan batu besar.

Subali pun masuk ke dalam gua di mana terdapat istana

Kiskenda yang sangat indah. Di sana ia bertempur melawan

Mahesasura yang dibantu kedua pengawalnya bernama

Lembusura dan Jatasura. Ketiganya tewas dengan kepala

pecah. Darah dan otak mereka mengalir keluar gua. Sugriwa di

luar mengira yang mengalir adalah darah merah dan darah

putih. Dengan sedih ia menutup pintu gua lalu melapor ke

kahyangan. Karena Mahesasura telah mati, sebagai hadiah,

Sugriwa pun memperoleh seorang bidadari bernama Tara putri

Batara Indra.

Di tengah jalan Sugriwa dan Tara dihadang Subali yang

ternyata masih hidup. Subali menuduh adiknya itu berkhianat.

Sugriwa pun dihajarnya tanpa ampun. Narada turun melerai dan

mengisahkan apa yang sebenarnya terjadi. Subali sadar dan

minta maaf. Ia merelakan Tara menjadi istri Sugriwa serta

menyerahkan takhta Kiskenda peninggalan Mahesasura kepada

adiknya itu. Subali memilih menjadi pertapa di Gunung

Sunyapringga. Atas jasanya membunuh Mahesasura, Batara

Guru memberinya anugerah dalam bentuk lain, yaitu ilmu

kesaktian yang bisa membuatnya tidak bisa mati, bernama Aji

Pancasunya (di daerah Sunda disebut Aji Pancasona).

Page 124: Ramayana

Hubungan dengan Rahwana

Lukisan dari India yang

dibuat sekitar abad ke-18,

menggambarkan

persekutuan Rama dan

Sugriwa sampai dengan

terbunuhnya Subali.

Versi Ramayana

mengisahkan, Subali

bersahabat dengan

Rahwana raja bangsa

Rakshasa dari Kerajaan

Alengka. Pada mulanya

mereka sempat berkelahi

karena Rahwana datang untuk menaklukkan Kerajaan

Kiskenda. Namun dalam pertarungan tersebut Rahwana kalah.

Subali mengampuninya dan menjadikannya teman.

Versi pewayangan Jawa bahkan mengisahkan Rahwana

kemudian berguru kepada Subali. Rahwana yang pandai

bersandiwara berhasil meyakinkan Subali bahwa dirinya telah

bertobat. Subali pun mengajarkan Aji Pancasunya kepadanya.

Page 125: Ramayana

Ia juga selalu menasihati Rahwana supaya menggunakan ilmu

tersebut di jalan kebenaran.

Rahwana yang telah memperoleh ilmu baru berniat melanjutkan

aksinya untuk menguasai dunia. Terlebih dahulu ia berusaha

menyingkirkan Subali yang dianggapnya sebagai penghalang.

Ia pun mengirim pembantunya yang bernama Marica untuk

menyamar sebagai pelayan Tara. Pelayan palsu jelmaan Marica

itu datang dan melapor kepada Subali bahwa Tara setiap hari

disiksa Sugriwa. Konon Sugriwa juga mengungkit-ungkit nama

Subali setiap kali menyiksa Tara. Subali marah mendengar

laporan tersebut. Ia pun mendatangi Sugriwa di Kiskenda.

Sugriwa dihajar tanpa ampun. Tubuhnya dilemparkan sampai

jatuh dan terjepit di sepasang pohon asam kembar di puncak

Gunung Reksyamuka. Subali kemudian menetap di Kerajaan

Kiskenda serta menikahi Tara. Dari perkawinan itu kemudian

lahir Anggada.

Perselisihan dengan Sugriwa

Kisah perselisihan Subali dan Sugriwa menurut versi

pewayangan Jawa di atas agak berbeda dengan versi aslinya.

Menurut versi Ramayana, sejak awal Subali sudah menjadi raja

di Kerajaan Kiskenda. Kemudian datang seorang Rakshasa

bernama Dundubi yang manantangnya adu kesaktian. Dalam

Page 126: Ramayana

pertarungan itu Dundubi berhasil dikalahkan. Ia melarikan diri

sampai ke Gunung Reksyamuka tempat pertapaan Resi

Matangga. Di pertapaan itu Subali membunuh Dundubi. Resi

Matangga marah karena pertapaannya dikotori. Ia pun

mengutuk Subali akan mati jika berani menginjakkan kaki di

Gunung Reksyamuka.

Subali kemudian bertemu saudara Dundubi yang bernama

Mayawi. Keduanya pun bertarung. Mayawi kalah dan melarikan

diri ke dalam gua. Subali terus mengejarnya. Sugriwa ikut

mengejar namun menunggu di luar gua. Ia mendengar suara

raungan kakaknya dan melihat darah mengalir keluar gua.

Sugriwa sedih dan mengira Subali telah tewas. Sugriwa kembali

ke Kiskenda dan didesak rakyatnya untuk menjadi raja baru

menggantikan Subali. Tiba-tiba Subali muncul dengan penuh

rasa marah. Ternyata yang tewas adalah Mayawi, bukan

dirinya. Ia pun menghajar Sugriwa sedemikian rupa. Sugriwa

yang ketakutan melarikan diri ke Gunung Reksyamuka, di mana

Subali tidak berani mengejarnya.

Page 127: Ramayana

Kematian

Subali terbunuh di tangan

Rama. Sebuah lukisan dari

India, dibuat pada zaman

kekaisaran Mughal, sekitar

abad ke-16.

Sugriwa bersembunyi di

Gunung Reksyamuka

ditemani Hanoman yang

setia kepadanya. Hanoman

berhasil mempertemukan

Sugriwa dengan Sri Rama,

seorang pangeran dari

Ayodhya yang kehilangan

istri karena diculik oleh Rahwana. Keduanya pun mengadakan

kesepakatan. Rama akan membantu Sugriwa memperoleh

kembali takhta Kiskenda, sedangkan Sugriwa berjanji akan

membantu Rama menyerang negeri Rahwana.

Sesuai rencana, Sugriwa pun datang ke istana Kiskenda untuk

menantang Subali bertanding. Subali yang marah hendak

menghadapi Sugriwa, namun dicegah oleh Tara, istrinya. Tara

mencurigai Sugriwa yang dulu pernah kalah tapi kini tiba-tiba

Page 128: Ramayana

berani datang untuk menantang bertarung. Namun Subali tidak

menghiraukan nasihat istrinya itu. Ia memilih keluar untuk

melayani tantangan adiknya. Antara Subali dan Sugriwa pun

segera terjadi pertarungan sengit. Dari kejauhan, Rama yang

ditemani adiknya, Laksmana, serta Hanoman, membidikkan

panah ke arah Subali. Namun ia merasa bingung membedakan

kedua Wanara kembar tersebut. Sugriwa yang kewalahan

memilih melarikan diri. Rama datang menemui Sugriwa yang

marah-marah karena merasa dikhianati. Rama mengaku

bingung dan takut salah menyerang. Sugriwa pun dimintanya

menantang Subali sekali lagi dengan mengenakan kalung

untaian bunga sebagai penanda (dalam pewayangan Sugriwa

diminta memakai kalung janur kuning).

Sugriwa kembali bertarung melawan Subali. Saat Sugriwa

terdesak untuk yang kedua kalinya, Rama muncul dan

melepaskan panahnya ke dada Subali. Subali pun roboh tak

sempat menghindar. Subali yang sekarat dalam keadaan marah

menghina Rama sebagai kesatria pengecut yang tidak tahu

dharma. Mendengar penghinaan itu, Rama menjelaskan bahwa

Subali sebenarnya telah berdosa, karena apabila masih suci,

panah sakti milik Rama tidak akan mampu menembus kulitnya,

bahkan senjata tersebut akan berbalik menyerang Rama.

Setelah mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Rama,

Subali menyadari dosa-dosa dan kesalahannya kepada

Page 129: Ramayana

Sugriwa. Ia pun meminta maaf dan meminta agar Sugriwa

merawat putranya yang bernama Anggada dengan baik. Subali

juga merestui Sugriwa menjadi raja Kiskenda. Setelah itu, ia pun

akhirnya meninggal dunia.

Menurut versi pewayangan, meskipun Subali memiliki Aji

Pancasunya, namun saat itu ajalnya telah ditentukan oleh

dewata. Oleh karena itu, ilmu tersebut sudah tidak berfungsi lagi

sebagaimana biasanya.

einkarnasi Subali

Menurut susastra Hindu, karena Rama telah membunuh Subali,

maka Subali pun bereinkarnasi dan membunuh inkarnasi Wisnu

pada kehidupan selanjutnya. Konon atma Subali terlahir kembali

sebagai seorang pemburu bernama Jara pada zaman Dwapara

Yuga. Tokoh Jara inilah yang kemudian membunuh awatara

Wisnu pada zaman tersebut, yaitu Sri Kresna meskipun tanpa

sengaja. Setelah Jara melepaskan panahnya dan melukai kaki

Kresna, Kresna pun moksa dan kembali ke Waikuntha.

Page 130: Ramayana

Anggada

Anggada dalam kesenian wayang golek.

Anggada (Sanskerta: ����; Angada) atau Hanggada adalah

seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah wanara

muda yang sangat tangkas dan gesit. Kekuatannya sangat

dahsyat, sama seperti ayahnya, yakni Subali. Dalam kitab

Ramayana disebutkan bahwa ia dapat melompat sejauh

sembilan ratus mil. Anggada dilindungi oleh Rama dan akhirnya

Page 131: Ramayana

membantu Rama, berperang melawan Rahwana merebut

kembali Dewi Sita, istri Rama.

Anggada juga merupakan nama salah satu putera Laksmana

dalam wiracarita Ramayana.

Keluarga

Ayah Anggada adalah Raja Wanara bernama Subali, ibunya

adalah Tara. Anggada memiliki paman bernama Sugriwa, yaitu

adik Subali. Subali dan Sugriwa memiliki adik perempuan

bernama Anjani. Hanoman adalah putera Anjani, maka

Anggada bersaudara sepupu dengan Hanoman. Saat masih

muda, Subali tewas karena panah Rama. Setelah itu, Anggada

dirawat oleh Sugriwa.

Petualangan mencari Sita

Saat Sugriwa mengerahkan ksatria wanara pilihan untuk

mencari Dewi Sita, Anggada turut serta bersama para ksatria

wanara lainnya seperti Hanoman, Jembawan, Nila, Dwiwida,

Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi wilayah India

Selatan, sampai tiba di sebuah gua, kediaman arsitek

Mayasura. Setelah menjelajahi gua, Anggada dan para wanara

bertemu dengan Swayampraba. Atas bantuannya, Anggada dan

para wanara tiba di sebuah pantai. Di pantai tersebut, para

Page 132: Ramayana

wanara bertemu dengan Sempati. Kemudian Anggada

menuturkan maksud perjalanannya dan ia meminta bantuan

Sempati. Atas petunjuk Sempati, para wanara tahu bahwa Sita

masih hidup dan sedang ditawan di Alengka oleh Raja

Rahwana.

Perang di Alengka

Sebelum peperangan di Alengka meletus, Rama mengutus

Anggada agar memberi kepada Rahwana untuk segera

menyerahkan Dewi Sita. Setelah mendengar pesan Rama yang

panjang lebar, Anggada mohon pamit lalu pergi ke tempat

Rahwana. Di hadapan Rahwana, Anggada memperingati agar

Sita segera dikembalikan jika tidak ingin peperangan meletus.

Rahwana yang keras kepala, tidak menghiraukan peringatan

Anggada namun mencoba mengerahkan pasukannya untuk

menangkap wanara tersebut. dengan sigap, Anggada melompat

ke udara sehingga ia lolos. Setelah itu, ia merobohkan menara

istana. Dengan sekali lompatan, ia terbang kembali ke tempat

Rama.

Saat pertempuran pertama berlangsung, Anggada bertemu

dengan Indrajit, putera Rahwana. Dua prajurit tersebut

bertempur dengan jurus-jurus yang mengagumkan. Para

wanara bersorak-sorak kegirangan karena kagum dengan

Page 133: Ramayana

ketangguhan Anggada, sebab panah-panah yang dilepaskan

Indrajit tidak membuat Anggada gentar. Namun kemudian

Indrajit mengalihkan serangannya kepada Rama. Pertempuran

pada hari itu pun diakhiri sebab Rama tak berkutik. Setelah

Rama pulih kembali, para wanara melanjutkan penyerangannya.

Pada pertempuran kedua, Anggada bertemu dengan

Bajradamstra. Setelah pertarungan sengit terjadi dalam waktu

yang lama, Bajradamstra gugur di tangan Anggada.

Ketika peperangan di Alengka usai, Anggada dan para wanara

lainnya diundang ke Ayodhya untuk menerima penghargaan

atas jasa-jasa mereka karena telah menolong Rama

menyelamatkan Sita.

Anggada dalam Pewayangan Jawa

Dalam cerita pewayangan Jawa, Anggada yang terkenal sakti

diberi gelar Jaya yang berarti unggul oleh Rama, sehingga

disebut Jaya Anggada. Di dalam lakon “Anggada Balik”, ia

diutus Rama pergi ke Alengka untuk mengukur kekuatan bala

tentara Alengka. Karena hasutan Rahwana, yang mengatakan

bahwa pembunuh ayahnya adalah Sri Rama, Anggada

kemudian mengamuk dan berbalik akan membunuh Rama.

Tetapi Hanoman kemudian dapat menaklukkan dan

menginsyafkan serta menyadarkannya. Akhirnya Anggada

Page 134: Ramayana

kembali menyerang Alengka dan berhasil membawa mahkota

Rahwana dan dipersembahkan kepada Rama. Dalam

pewayangan sering digambarkan sebagai kera berbulu merah.

Jembawan

Dalam mitologi Hindu, Jembawan (Sanskerta: ��������;

Jāmbavāntha) alias Jambawanta atau Jamwanta, adalah

seekor beruang yang dipercaya hidup dari zaman Kertayuga

sampai Dwaparayuga.

Konon pada saat pengadukan "lautan susu", Jembawan turut

serta dan pernah mengelilingi dunia selama tujuh kali.

Jembawan pernah membunuh seekor singa yang memiliki

sebuah permata bernama Syamantaka. Permata itu berasal dari

Prasena dan direbut oleh sang singa setelah membunuhnya.

Kresna yang curiga dengan kematian Prasena, mengikuti jejak

Prasena sampai ia tahu bahwa Prasena dibunuh oleh seekor

singa dan singa tersebut dibunuh oleh seekor beruang, yaitu

Jembawan. Kresna mengikuti jejak Jembawan sampai ke

sebuah gua dan pertempuran pun terjadi. Setelah dua puluh

satu hari, Jembawan tunduk dan menyerah sebab ia sadar

siapa Kresna sebenarnya. Ia memberikan permata Syamantaka

Page 135: Ramayana

kepada Kresna, dan juga mempersembahkan puterinya yang

bernama Jembawati, yang pada akhirnya menjadi salah satu

istri Kresna.

Dalam wiracarita Ramayana, Jembawan bersama para wanara

membantu Rama menemukan Sita. Ketika Jembawan dan para

wanara berada di tepi pantai yang memisahkan pulau Alengka

dengan daratan India, Jembawan membujuk Hanoman agar ia

mau terbang ke Alengka dan bertemu dengan Sita. Sebelumnya

Hanoman terkena kutukan bahwa ia akan melupakan semua

kehebatannya, sampai seseorang mengingatkannya kembali.

Jembawan adalah orang yang mengingatkan Hanoman, bahwa

ia memiliki kekuatan untuk terbang dan melintasi lautan.

Nila (Ramayana)

Nila (Sanskerta: ���; Nīla) alias Anila (Sanskerta: ����;

Anīla) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana.

Namanya secara harafiah berarti "nila" atau "biru tua". Nila

adalah seekor kera berwarna gelap yang berada di kubu Sri

Rama dalam perang melawan Rahwana.

Selama masa petualangan mencari Sita, Nila berperan penting,

terutama dalam pembangunan jembatan Situbanda karena

Page 136: Ramayana

struktur jembatan tersebut dirancang oleh Nila. Dalam

pertempuran besar di Alengka, Nila bersama para wanara yang

lain bertarung mengalahkan para rakshasa. Saat Nila

berhadapan dengan Prahasta yang menggunakan senjata gada

besi, pertarungan berlangsung dengan sengit karena keduanya

sama-sama sakti. Akhirnya Nila mengangkat sebuah batu yang

besar sekali. Batu tersebut kemudian dijatuhkan di atas kepala

Prahasta sehingga rakshasa tersebut tewas seketika.

Nila dalam pewayangan Jawa

Saat Hanoman menghadap Batara Guru untuk diakui sebagai

putranya, Batara Narada tertawa sambil menyindir Batara Guru.

Batara Guru yang merasa disindir kemudian mengambil daun

nila (sawo kecik) dan dilempar ke punggung Batara Narada.

Daun nila tersebut menjadi seekor kera berbadan pendek dan

berbulu biru tua yang menempel di punggung Batara Narada.

Saat itu Batara Narada yang sangat benci terhadap kera

meminta ampun kepada Batara Guru agar kera tersebut lepas

dari punggungnya. Kemudian Batara Guru memberi tahu cara

melepaskan kera itu dari punggung Batara Narada, yaitu

dengan mengakui kera tersebut menjadi anaknya. Akhirnya

Batara Narada mau mengakui kera tersebut sebagai putranya.

Page 137: Ramayana

Semua dewa yang hadir di dalam pertemuan tertawa melihat

kejadian tersebut. Batara Narada menuntut kepada Batara Guru

untuk memerintahkan semua dewa yang lainnya untuk memuja

keranya masing-masing saperti yang telah dilakukan Batara

Narada. Setelah tujuh hari kemudian akhirnya lahirlah kera-kera

pujaan para dewa itu. Adapun kera-kera tersebut antara lain

Kapi Sempati pujaan Batara Indra, Kapi Anggeni pujaan Batara

Brahma, Kapi Menda, Kapi Baliwisata, dan Kapi Anala pujaan

Batara Yamadipati dan sebagainya yang mencapai ratusan

ekor. Kera-kera tersebut lalu dikirim ke raja kera di Gua

Kiskenda di bawah pimpinan Anila. Di Kerajaan Gua Kiskenda,

Anila diangkat menjadi patih sekaligus ahli seni bersama Kapi

Nala dan Kapi Anala.

Kapi Anila menjadi pahlawan setelah berhasil membunuh Patih

Prahasta (patihnya Dasamuka) dari Alengka dengan cara

mengadu kepalanya dengan tugu batu yang ada di perbatasan

negeri Alengka (tugu tersebut adalah pujaan Dewi Indrardi yang

terkutuk pada peristiwa Cupu Manik). Selain itu, Anila

membebaskan Dewi Indrardi dari kutukannya.

Page 138: Ramayana

Wibisana

Wibisana (Sanskerta: ������, Vibhīshaṇa) adalah nama

seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia

adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke pihak Sri

Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan

Wanara, Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan

kaumnya, sehingga pihak Wanara yang dipimpin Rama

memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana

menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah satu

Chiranjiwin, yaitu makhluk abadi selamanya.

Dalam pewayangan Jawa, Wibisana sering disebut dengan

nama lengkap Gunawan Kuntawibisana. Tempat tinggalnya

bernama Kasatrian Parangkuntara.

Silsilah keluarga

Menurut versi Ramayana, Wibisana adalah putra bungsu

pasangan Wisrawa dan Kaikesi. Ayahnya seorang resi putra

Pulastya. Sementara ibunya adalah putri Sumali, seorang raja

Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Versi lain, yaitu Mahabharata

menyebut Wibisana sebagai putra wisrawa dan Malini. Menurut

versi kedua tersebut, Kaikesi hanya melahirkan dua prang putra

saja, yaitu Rahwana dan Kumbakarna.

Page 139: Ramayana

Wibisana menikah dengan seorang wanita dari bangsa

Rakshasa bernama Sarama. Istrinya itu juga bersifat bijaksana.

Ia menjadi pelindung Sita istri Rama ketika ditawan Rahwana.

Kepribadian

Meskipun berasal dari bangsa Rakshasa, namun Wibisana

memiliki kepribadian yang berbeda. Biasanya para Rakshasa

dikisahkan sebagai pembuat onar, perusuh kaum brahmana,

dan pemakan daging manusia. Namun Wibisana terkenal

berhati lembut dan hidup dalam kebijaksanaan.

Wibisana menghabiskan masa mudanya dengan bertapa

memuja Wisnu. Ia juga memuja Brahma bersama dengan kedua

kakaknya, yaitu Rahwana dan Kumbakarna. Ketika Dewa

Brahma turun untuk memberikan anugerah, Rahwana dan

Kumbakarna mengajukan permohonan diberi kekuatan dan

kesaktian untuk bisa menaklukkan para dewa.

Wibisana bersikap lain. Ia justru meminta agar selalu berada di

jalan kebenaran atau dharma. Ia tidak minta diberi kekuatan,

tetapi minta diberi kebijaksanaan.

Page 140: Ramayana

Peran di Alengka

Dalam kisah Ramayana, setelah gagal membujuk kakaknya

untuk mengembalikan Sita kepada Rama, Wibisana

memutuskan untuk berpihak pada Rama yang diyakininya

sebagai pihak yang benar. Hal ini berarti dia harus melawan

kakaknya sendiri (Rahwana) demi membela kebenaran. Menarik

untuk dilihat bahwa Kumbakarna (yang juga masih saudara

kandung dengan Wibisana dan Rawana) mengambil sikap yang

berlawanan, dimana Kumbakarna tetap membela tanah air,

walaupun menyadari bahwa dia berada di pihak yang salah.

Wibisana merupakan tokoh yang menunjukkan bahwa

kebenaran itu menembus batas-batas nasionalisme, bahkan

ikatan persaudaraan.

Wibisana memihak Rama

Karena merasa tidak mendapat tempat di Alengka, Wibisana

pergi bersama empat rakshasa yang baik dan menghadap

Rama. Dalam perjalanan ia dihadang oleh Sugriwa, raja wanara

yang mencurigai kedatangan Wibisana dari Alengka. Setelah

Rama yakin bahwa Wibisana bukan orang jahat, Wibisana

menjanjikan persahabatan yang kekal. Dalam misi

menghancurkan Rahwana, Wibisana banyak memberi tahu

rahasia Alengka dan seluk-beluk setiap rakshasa yang

Page 141: Ramayana

menghadang Rama dan pasukannya. Wibisana juga sadar

apabila ada mata-mata yang menyusup ke tengah pasukan

wanara, dan melaporkannya kepada Rama. Saat pasukan

wanara berhasil dikelabui oleh Indrajit, Wibisana adalah orang

yang tanggap dan mengetahui akal Indrajit yang licik.

Ketika Kumbakarna maju menghadapi Rama dan pasukannya,

Wibisana memohon agar ia diberi kesempatan berbincang-

bincang dengan kakaknya itu. Rama mengabulkan dan

mempersilakan Wibisana untuk bercakap-cakap sebelum

pertempuran meletus. Saat bertatap muka dengan Kumbakarna,

Wibisana memohon agar Kumbakarna mengampuni

kesalahannya sebab ia telah menyeberang ke pihak musuh.

Wibisana juga pasrah apabila Kumbakarna hendak

membunuhnya. Melihat ketulusan adiknya, Kumbakarna merasa

terharu. Kumbakarna tidak menyalahkan Wibisana sebab ia

berbuat benar. Kumbakarna juga berkata bahwa ia bertempur

karena terikat dengan kewajiban, dan bukan semata-mata

karena niatnya sendiri. Setelah bercakap-cakap, Wibisana

mohon pamit dari hadapan Kumbakarna dan mempersilakannya

maju untuk menghadapi Rama.

Page 142: Ramayana

Raja Alengka

Setelah Kumbakarna dan Rahwana dibunuh oleh Rama,

Wibisana dan para sahabatnya menyelenggarakan upacara

pembakaran yang layak bagi kedua ksatria tersebut. Kemudian

ia dinobatkan menjadi Raja Alengka yang sah. Ia merawat

Mandodari, janda yang ditinggalkan Rahwana, dan hidup

bersama dengan permaisurinya yang bernama Sarma.

Wibisana memerintah Alengka dengan bijaksana. Ia mengubah

Alengka menjadi kota yang berlandaskan dharma dan

kebajikan, setelah sebelumnya rusak karena pemerintahan

Rahwana.

Versi pewayangan

Dalam pewayangan, Wibisana dilukiskan berwajah tampan dan

terlahir sebagai manusia seperti ayahnya, bukan raksasa.

Ayahnya bernama Wisrawa dari Pertapaan Argawirangin,

sedangkan ibunya bernama Sukesi dari Kerajaan Alengka.

Wibisana menikah dengan bidadari bernama Triwati. Dari

perkawinan itu lahir dua orang anak bernama Trijata dan

Bisawarna. Trijata bertindak sebagai perawat dan penjaga Sinta

ketika disekap oleh Rahwana.

Page 143: Ramayana

Wibisana menyeberang ke pihak Rama setelah diusir oleh

Rahwana karena berani menentang perbuatan kakaknya itu

yang telah menculik Sinta. Ia kemudian menjadi penasihat

strategi perang di pihak Rama. Dalam pewayangan Jawa, yang

menewaskan Indrajit putra Rahwana adalah Wibisana bukan

Laksmana.

Setelah Rahwana terbunuh, Wibisana menolak menjadi raja

Alengka. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kepercayaan bahwa

istana yang baru saja dirusak musuh tidak baik untuk ditempati

karena masih menyimpan energi negatif. Oleh karena itu,

Wibisana membangun ibu kota baru di Parangkuntara, dan

mengganti nama Kerajaan Alengka menjadi Kerajaan

Singgelapura.

Setelah memerintah cukup lama, Wibisana pun turun takhta

menjadi resi di Gunung Cindramanik. Kerajaan Singgelapura

kemudian diwariskan kepada putranya, yaitu Bisawarna yang

bergelar Prabu Dentawilukrama.

Wibisana mencapai moksa pada zaman kehidupan para

Pandawa.

Page 144: Ramayana

Tataka

Dalam wiracarita Ramayana, Tataka (Sanskerta: ���� ;

Tatakā) alias Taraka (Sanskerta: ����; Tarakā) adalah

seorang rakshasi, puteri seorang yaksa bernama Suketu, dan

merupakan ibu dari raksasa Marica. Ia dikutuk oleh Resi

Agastya agar rupanya buruk. Ia tinggal di hutan Dandaka di

wilayah India Selatan bersama dengan anaknya. Setelah

meneror para resi, ia dibunuh oleh pangeran Rama dan

Laksmana dari Ayodhya yang sedang melakukan perjalanan ke

Sidhasrama bersama Resi Wiswamitra.

Asal-usul

Dalam Ramayana diceritakan bahwa pada mulanya, yaksa

Suketu tidak memiliki keturunan, lalu ia bertapa untuk memohon

anugerah Dewa Brahma. Brahma kemudian memberi anugerah

bahwa Suketu tidak akan memiliki putera, melainkan seorang

puteri saja, namun kekuatannya setara dengan kekuatan gajah.

Puteri tersebut adalah Tataka. Tataka menikah dengan seorang

raksasa, dan memiliki putera bernama Subahu dan Marica.

Karena suaminya tewas akibat kutukan Resi Agastya, Tataka

dan Marica hendak membunuh resi tersebut namun tidak

berhasil. Sang Resi yang marah kemudian mengutuk agar

Page 145: Ramayana

mereka bermuka buruk dan hidup dengan memakan daging

manusia.

Salah satu legenda mengatakan bahwa suami Tataka adalah

raksasa Sunda, sedangkan versi lain mengatakan bahwa

suaminya adalah Sumali.

Teror di hutan Dandaka

Tataka dan Marica hidup di hutan Dandaka dan meneror

kehidupan para resi. Mereka sering memangsa daging para resi

dan mengotori upacara mereka dengan darah dan daging.

Karena mengutuk seseorang akan mencemari kemurnian tapa

para resi, akhirnya Resi Wiswamitra memohon bantuan

pangeran Rama dan Laksmana dari Ayodhya untuk

mengamankan hutan Dandaka dari teror Tataka. Saat Tataka

melihat kedatangan kedua pangeran tersebut, nafsu makannya

bangkit untuk melahap mereka tanpa sisa. Tataka melakukan

penyerangan, namun Rama dan Laksmana mampu menangkis

serangan Tataka. Akhirnya pertarungan berlangsung dengan

sengit. Ketika hari menjelang malam, Resi Wiswamitra

menyuruh Rama agar tidak menunda waktu untuk mengakhiri

riwayat Tataka karena pada malam hari kekuatan bangsa

raksasa bertambah besar. Dengan senjata panah sakti sambil

mengucapkan mantra, Rama memanah Tataka sampai tewas.

Page 146: Ramayana

Setelah Tataka dikalahkan, Rama dan Laksmana mengikuti

Resi Wiswamitra ke Sidhasrama.

Surpanaka

Laksmana melukai

hidung Surpanaka

dengan pedangnya.

Lukisan dari India,

dibuat sekitar abad ke-

19.

Surpanaka (atau Bahasa Indonesia: Sarpanaka, Bahasa Jawa:

Sarpakenaka) adalah tokoh antagonis dari wiracarita

Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana, dan merupakan

seorang rakshasi atau rakshasa wanita. Ia tinggal di

Yanasthana, pos perbatasan para rakshasa di Chitrakuta. Nama

Page 147: Ramayana

Surpanaka dalam bahasa Sanskerta berarti "(Dia) Yang

memiliki kuku jari yang tajam".

Saat Surpanaka melewati hutan, ia senang melihat Rama dan

ingin dinikahinya. Dengan mengubah wujudnya yang jelek

menjadi seorang wanita cantik, ia mulai mendekati Rama dan

meminta untuk dinikahi. Rama menolak karena ia

melaksanakan Eka patnivrataa atau menikah hanya sekali.

Kemudian Rama menyuruh Surpanaka agar merayu Laksmana

yang lebih tampan. Setelah meninggalkan Rama, ia berusaha

menggoda Laksmana. Tetapi cintanya ditolak karena Laksmana

berkata bahwa ia adalah pelayan kakaknya, dan lebih baik

apabila Surpanaka menjadi istri kedua Rama dibandingkan

menjadi istri pertama Laksmana. Surpanaka yang mulai kesal,

berusaha mencakar Sita yang memandangnya dengan sinis.

Lalu Rama melindungi Sita sementara Laksmana mengambil

pedangnya. Saat Surpanaka menyerang Laksmana, pedang

Laksmana melukai hidung rakshasi tersebut. Akhirnya

Surpanaka lari dan mengadu kepada Kara. Setelah Kara tewas

di tangan Rama, ia memprovokasi Rahwana.

Surpanaka versi pewayangan Jawa

Dalam pewayangan Jawa, terdapat versi berbeda mengenai

cerita Surpanaka saat dilukai di tengah hutan. Surpanaka tidak

Page 148: Ramayana

menemui Rama, namun langsung menggoda Laksmana.

Namun Laksmana menolak Surpanaka karena baunya agak

amis bagi seorang wanita cantik. Lalu ia marah dan hidungnya

dilukai oleh Laksmana. Akhirnya Surpanaka lari ke Alengka

untuk memprovokasi kakaknya yang bernama Rahwana,

sampai menculik Dewi Sita.

Marica

Rama memburu Marica

yang menyamar menjadi

kijang. Lukisan dari

Himachal Pradesh, dibuat

sekitar abad ke-18.

Dalam wiracarita Ramayana, Marica (Sanskerta: �����;

Mārīcha) adalah seorang rakshasa, putera Tataka dan Sunda.

Ia tinggal di hutan Dandaka dan menjadi patih Rahwana. Kakek

Marica adalah seorang yaksa bernama Suketu, ia tidak memiliki

anak dan memohon anugerah dari Dewa Brahma. Brahma

memberi anugerah bahwa Suketu akan memiliki seorang puteri

Page 149: Ramayana

saja, namun cantik nan kuat. Puteri tersebut diberi nama

Tataka, dan menikahi Sunda. Dari pasangan tersebut, lahirlah

Marica. Karena Sunda tewas akibat kutukan Resi Agastya,

Tataka dan Marica marah lalu melukai Sang Resi. Kemudian

Sang Resi mengutuk mereka berdua agar menjadi buruk rupa

dan hidup dengan memakan daging manusia.

Teror di hutan Dandaka

Tataka dan Marica hidup di hutan Dandaka dan meneror para

resi, sampai datanglah Rama dan Laksmana dari Ayodhya atas

permohonan Resi Wiswamitra. Rama membunuh Tataka

dengan panah saktinya, sementara Marica hidup dan melarikan

diri. Saat Wiswamitra melakukan upacara, Marica kembali

mengganggu bersama Subahu dan raksasa lainnya. Mereka

terbang di atas tempat upacara sambil membawa daging

mentah dan darah

untuk mengotori

sesajen. Melihat hal

itu, Rama dan

Laksmana tidak

tinggal diam. Rama

tidak ingin Marica

mati, maka ia

menyuruh

Page 150: Ramayana

Laksmana agar meringkus Marica tanpa membunuhnya.

Senjata yang dilepaskan Laksmana melilit tubuh Marica dan

mengirimnya ke laut, sementara Subahu tidak diberi ampun.

Rama melepaskan senjata Agni. Senjata tersebut membakar

jasad Subahu sampai menjadi abu.

Nasihat Marica

Marica menyamar menjadi rusa untuk menarik perhatian Rama,

Laksmana dan Sita. Lukisan dari Himachal Pradesh, dibuat

sekitar abad ke-18.

Saat Rahwana berniat untuk menculik Sita, Marica dikunjungi

untuk dimintai bantuan. Marica yang mengetahui kekuatan

Rama, menolak untuk menyetujui rencana tersebut. Ia

menasihati Rahwana untuk membatalkan niat jahat itu. Ia

berkata bahwa rencana tersebut akan mengantarkan

kehancuran bagi Alengka dan kaum raksasa. Mulanya Rahwana

sadar setelah mendapat nasihat Marica, namun setelah ia

kembali ke Alengka, Surpanaka datang dan menghasut

Rahwana dengan cara memutarbalikkan fakta. Niat Rahwana

timbul kembali untuk yang kedua kalinya dan ia bersikeras untuk

menculik Sita. Rahwana datang kembali ke kediaman Marica

untuk yang kedua kalinya. Kali ini Marica sadar bahwa jika niat

Rahwana tidak dijalankan maka nyawanya akan melayang,

Page 151: Ramayana

namun jika ia menjalankan rencana Rahwana sudah pasti

nyawanya akan berakhir di tangan Rama. Setelah berpikir

matang-matang, Marica menyetujui niat licik Rahwana. Ia

merasa beruntung apabila gugur di tangan ksatria besar seperti

Rama daripada di tangan raksasa Rahwana.

Usaha penculikan Sita

Dengan menyamar menjadi kijang kencana, Marica

mengalihkan perhatian Rama untuk memburunya sementara

Sita ditinggal bersama Laksmana. Ketika Rama tahu bahwa

Marica sedang mengelabuinya, ia melepaskan anak panahnya

dan mengubah Marica ke wujud semula. Saat sedang sekarat,

Marica menirukan suara Rama dan mengerang dengan keras

sampai ke telinga Sita dan Laksmana. Yakin abhwa itu suara

Rama, Sita menyuruh Laksmana agar pergi menyusul Rama.

Sementara Laksama menyusul Rama, Rahwana menyamar

menjadi brahmana untuk mengelabui Sita kemudian

menculiknya.

Sumali

Sumali (Sansekerta: �����; Sumalī) adalah nama seorang

tokoh dalam wiracarita Ramayana yang dikenal sebagai kakek

Page 152: Ramayana

Rahwana, tokoh antagonis dalam kisah tersebut. Sumali

memiliki kakak bernama Mali dan adik bernama Maliyawan.

Ketiganya mendapat anugerah Dewa Brahma sehingga memiliki

kesaktian yang luar biasa. Namun kesaktian tersebut

disalahgunakan untuk menaklukkan kahyangan. Akhirnya,

mereka pun dikalahkan oleh Dewa Wisnu dan terusir dari

Kerajaan Alengka.

Raja Alengka

Dikisahkan pada suatu ketika Sumali dan kedua saudaranya,

yaitu Mali dan Maliyawan bertapa memohon memohon

anugerah agar mereka bertiga saling menyayangi sehingga rasa

persaudaraan mereka tidak pernah putus. Serta mereka juga

memohon agar memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak ada

orang yang mampu menaklukkan mereka. Permohonan tersebut

dikabulkan oleh Brahma, sang dewa pencipta.

Akan tetapi kesaktian tersebut justru disalahgunakan untuk

menyerbu kahyangan. Sumali dan kedua saudaranya

menaklukkan para dewa dan daitya. Dengan kekuasaannya,

Sumali meminta Wiswakarma agar membuatkan sebuah kota

indah dan megah. Wiswakarma terpaksa memenuhi

permohonan tersebut dan membangun sebuah kota bernama

Alengka.

Page 153: Ramayana

Sejak saat itu Sumali dan kedua saudaranya hidup dalam

kemewahan di Kerajaan Alengka. Sumali sendiri memiliki

sepuluh orang putra, bernama Prahasta, Akampana, Wikata,

Kalikamuka, Dumraksa, Dandha, Suparswa, Sanadi dan

Barkarna. Selain itu ia juga memiliki seorang putri bernama

Kaikesi.

Terusir dari Alengka

Masa kejayaan Sumali akhirnya berakhir. Pada suatu hari ia

berhasil dikalahkan oleh para Dewa yang dipimpin Wisnu.

Setelah kehilangan kedua saudaranya, Sumali pun melarikan

diri dan bersembunyi di dasar bumi. Wisnu kemudian

menyerahkan Kerajaan Alengka kepada Kubera putra Wisrawa.

Sumali menyusun siasat untuk merebut kembali negerinya. Ia

menikahkan putrinya, yaitu Kaikesi, dengan Wisrawa sehingga

lahir seorang putra perkasa bernama Dasamuka. Setelah

dewasa, Dasamuka berhasil merebut kembali takhta Alengka

dari tangan Kubera, kakak tirinya. Dasamuka ini kelak terkenal

dengan nama Rahwana, yang merupakan tokoh antagonis

utama dalam naskah Ramayana.

Page 154: Ramayana

Versi pewayangan

Versi pewayangan, terutama yang berkembang di Jawa

mengisahkan cerita yang sedikit berbeda. Sumali versi ini

disebut putra Puksara, keturunan Hiranyakasipu, pendiri

Kerajaan Alengka. Sumali memiliki permaisuri bernama

Danuwati dari Kerajaan Mantili, yang darinya lahir dua orang

anak bernama Sukesi dan Prahasta.

Meskipun Sumali berwujud raksasa, namun Sukesi dan

Prahasta berwujud manusia seperti ibu mereka. Sukesi yang

gemar sastra tertarik untuk memelajari Sastrajendra

Hayuningrat, sebuah sastra keramat yang sangat langka. Pada

saat itu datang seorang resi yang tidak lain adalah kakak

seperguruan Sumali sendiri, bernama Wisrawa. Kedatangan

Wisrawa adalah untuk melamar Sukesi sebagai istri putranya

yang bernama Danapati.

Sumali menyampaikan keinginan Sukesi yang hanya bersedia

menikah jika ada orang yang bisa mengajarinya Sastrajendra

Hayuningrat. Wisrawa mengaku menguasai sastra tersebut

namun ia tidak berani sembarangan mengajar karena sastra

tersebut sangat keramat. Barangsiapa yang mendengarnya

akan memperoleh pencerahan dan kebahagiaan sejati.

Page 155: Ramayana

Sumali penasaran dan memohon agar diajari sastra tersebut.

Wisrawa pun mengabulkannya. Akibat mendengar pembacaan

sastra tersebut, Sumali pun berubah wujud menjadi manusia,

bukan lagi raksasa. Sementara itu, Prahasta yang mengintai

tanpa izin justru berubah wujud menjadi raksasa.

Subahu

Dalam wiracarita Ramayana, Subahu (Sanskerta: �����;

Subahu) adalah nama seorang raksasa pemakan daging

manusia, hidup di wilayah Dandaka. Ia merupakan putera dari

seorang raksasi bernama Tataka. Bersama dengan saudaranya,

yaitu raksasa Marica, ia membentuk suatu perkumpulan untuk

mengganggu upacara yadnya yang dilakukan oleh para resi.

Biasanya saat Resi Wiswamitra menyelenggarakan upacara

yadnya, Subahu dan Marica beserta tentaranya terbang di

angkasa dan memenuhi langit. Mereka melempar darah dan

daging mentah untuk menodai kesucian sesajen untuk upacara.

Atas permohonan dari Wiswamitra, kedua pangeran yaitu Rama

dan Laksmana bersedia berada di Sidhasrama untuk melindungi

penyelenggaraan yadnya yang dilakukan oleh para resi. Melihat

tindakan Subahu yang jahat, Rama tidak tinggal diam. Ia dan

Laksmana memanah bala tentara raksasa yang terbang di

Page 156: Ramayana

angkasa. Rama tidak ingin Marica mati, maka ia menyuruh

Laksmana agar melepaskan anak panahnya untuk

menerbangkan Marica ke laut. Untuk Subahu, Rama tidak

memberi ampun. Dengan senjata Agneyastra atau "Senjata

Agni" (panah berapi), tubuh Subahu terbakar sampai menjadi

abu. Melihat pemimpinnya sudah tiada, akhirnya para raksasa

melarikan diri.

Kara (Ramayana)

Kara (Dewanagari: खरा; IAST: Kharā) adalah raksasa pemakan

manusia dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan adik

sepupu Rahwana. Ia menghuni pos penjagaan raksasa di

Citrakuta yang bernama Janasthan atau Yanasthana.

Makanannya sehari-hari adalah daging manusia, khususnya

para resi yang menghuni daerah sekitar Citrakuta. Bersama

dengan Dusana dan Trisirah, ia meneror hutan Dandaka. Konon

angkatan perangnya tak tertandingi dan selalu memenangkan

pertempuran.

Saat Laksmana melukai Surpanaka, Surpanaka lari mengadu

kepada Kara dan menceritakan keberadaan Rama dan

Laksmana beserta wanita cantik bernama Sita. Kara marah

setelah mendengar pengaduan Surpanaka, kemudian ia

mengerahkan empat belas laskarnya yang terbaik bersama

Page 157: Ramayana

Surpanaka untuk membunuh Rama dan Laksmana. Namun

prajurit terbaik yang dikerahkan Kara tidak mampu menandingi

Rama. Setelah Rama berhasil menumpas para prajurit raksasa,

Surpanaka kembali lagi ke hadapan Kara dan menceritakan

kegagalannya. Akhirnya Kara memutuskan untuk terjun ke

medan perang bersama raksasa terbaiknya seperti Dusana dan

Trisirah. Sepanjang perjalanan Kara dan pasukannya melihat

tanda-tanda buruk bahwa mereka akan kalah, namun Kara tidak

menghiraukannya dan memberi semangat kepada para

prajuritnya.

Rama yang melihat pasukan raksasa sedang menuju ke

arahnya, menyuruh Laksmana agar mengungsi bersama Sita.

Di tangan Rama, Dusana dan Trisirah tewas tak berkutik. Saat

Kara hendak memanah, terlebih dahulu Rama mematahkan

busurnya menjadi dua. Kemudian Kara mengambil gada dan

melemparkannya ke arah Rama. Oleh panah sakti, gada

tersebut pecah berkeping-keping. Lalu Kara mencabut pohon

besar sampai ke akar-akarnya dan melemparkannya ke arah

Rama, namun Rama menghancurkan pohon tersebut dengan

panahnya. Dengan tubuh luka-luka, Kara hendak menyergap

Rama. Dengan sigap, Rama melompat ke belakang dan tanpa

membuang-buang waktu, ia melepaskan panahnya ke arah

Kara. Panah tersebut menembus dada Kara sehingga ia tewas

seketika.

Page 158: Ramayana

Kara memiliki putera bernama Makaraksa. Puteranya tersebut

turut bertempur melawan Rama saat tentara wanara menyerbu

Alengka, namun ia gugur di tangan Rama.

Page 159: Ramayana

Rahwana

Lukisan Sang Rawana,

Raja rakshasa dari

Kerajaan Alengka

Dalam mitologi Hindu, Rahwana (Devanagari: ����, IAST

Rāvaṇa; kadangkala dialihaksarakan sebagai Raavana dan

Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan

terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah,

ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis,

ribuan tahun yang lalu.

Rawana dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala,

menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan

Page 160: Ramayana

sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama

"Dasamukha" (�����, bermuka sepuluh), "Dasagriva"

(�������, berleher sepuluh) dan "Dasakanta" (������,

berkerongkongan sepuluh). Ia juga memiliki dua puluh tangan,

menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia

juga dikatakan sebagai ksatria besar.

Asal-usul

Ibu Rahwana bernama Kaikesi, seorang puteri Raja Detya

bernama Sumali. Sumali memperoleh anugerah dari Brahma

sehingga ia mampu menaklukkan para raja dunia. Sumali

berpesan kepada Kekasi agar ia menikah dengan orang yang

istimewa di dunia. Di antara para resi, Kekasi memilih Wisrawa

sebagai pasangannya. Wisrawa memperingati Kekasi bahwa

bercinta di waktu yang tak tepat akan membuat anak mereka

menjadi jahat, namun Kekasi menerimanya meskipun

diperingatkan demikian. Akhirnya, Rahwana lahir dengan

kepribadian setengah brahmana, setengah rakshasa. Saat lahir,

Rahwana diberi nama "Dasanana" atau "Dasagriwa", dan konon

ia memiliki sepuluh kepala. Beberapa alasan menjelaskan

bahwa sepuluh kepala tersebut adalah pantulan dari permata

pada kalung yang diberikan ayahnya sewaktu lahir, atau ada

yang menjelaskan bahwa sepuluh kepala tersebut adalah

Page 161: Ramayana

simbol bahwa Rahwana memiliki kekuatan sepuluh tokoh

tertentu.

Tapa kepada Brahma

Saat masih muda, Rahwana mengadakan tapa memuja Dewa

Brahma selama bertahun-tahun. Karena berkenan dengan

pemujaannya, brahma muncul dan mempersilakan Rahwana

mengajukan permohonan. Mendapat kesempatan tersebut,

Rahwana memohon agar ia hidup abadi, namun permohonan

tersebut ditolak oleh Brahma. Sebagai gantinya, Rahwana

memohon agar ia kebal terhadap segala serangan dan selalu

unggul di antara para dewa, makhluk surgawi, rakshasa, detya,

danawa, segala naga dan makhluk buas. Karena menganggap

remeh manusia, ia tidak memohon agar unggul terhadap

mereka. Mendengar permohonan tersebut, Brahma

mengabulkannya, dan menambahkan kepandaian

menggunakan senjata dewa dan ilmu sihir.

Page 162: Ramayana

Raja Alengka

Patung "Totsakanth"

(Ravana) sebagai penjaga

di Wat Phra Kaew,

Thailand.

Setelah memperoleh

anugerah Brahma,

Rahwana mencari

kakeknya, Sumali, dan memintanya kuasa untuk memimpin

tentaranya. Kemudian ia melancarkan serangannya menuju

Alengka. Alengka merupakan kota yang permai, diciptakan oleh

seorang arsitek para dewa bernama Wiswakarma untuk Kubera,

Dewa kekayaan. Kubera juga merupakan putera Wisrawa, dan

bermurah hati untuk membagi segala miliknya kepada anak-

anak Kekasi. Namun Rahwana menuntut agar seluruh Alengka

menjadi miliknya, dan mengancam akan merebutnya dengan

kekerasan. Wisrawa menasihati Kubera agar memberikannya,

sebab sekarang Rahwana tak tertandingi.

Ketika Rahwana merampas Alengka untuk memulai

pemerintahannya, ia dipandang sebagai pemimpin yang sukses

dan murah hati. Alengka berkembang di bawah

pemerintahannya. Konon rumah yang paling miskin sekalipun

Page 163: Ramayana

memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan di

kerajaan tersebut.

Bakti kepada Siwa

Rahwana mengangkat gunung

Kailasha. Relief dari Gua

Ellora, Maharashtra.

Setelah keberhasilannya di

Alengka, Rahwana mendatangi

Dewa Siwa di kediamannya di gunung Kailasha. Tanpa disadari,

Rahwana mencoba mencabut gunung tersebut dan

memindahkannya sambil main-main. Siwa yang merasa kesal

dengan kesombongan Rahwana, menekan Kailasha dengan jari

kakinya, sehingga Rahwana tertindih pada waktu itu juga.

Kemudian Gana datang untuk memberitahu Rahwana, pada

siapa ia harus bertobat. Lalu Rahwana menciptakan dan

menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Siwa, dan konon ia

melakukannya selama bertahun-tahun, sampai Siwa

membebaskannya dari hukuman. Terkesan dengan keberanian

dan kesetiaannya, Siwa memberinya kekuatan tambahan,

khususnya pemberian hadiah berupa Chandrahasa (pedang-

bulan), pedang yang tak terkira kuatnya. Selanjutnya Rahwana

menjadi pemuja Siwa seumur hidup. Rahwana terkenal dengan

Page 164: Ramayana

tarian pemujaannya kepada Siwa yang bernama "Shiva

Tandava Stotra". Semenjak peristiwa tersebut ia memperoleh

nama 'Rahwana', berarti "(Ia) Yang raungannya dahsyat",

diberikan kepadanya oleh Siwa – konon bumi sempat

berguncang saat Rahwana menangis kesakitan karena ditindih

gunung.

Raja di tiga dunia

Dengan kekuatan yang diperolehnya, Rahwana melakukan

penyerangan untuk menaklukkan ras manusia, makhluk jahat

(asura – rakshasa – detya – danawa), dan makhluk surgawi.

Setelah menaklukkan Patala (dunia bawah tanah), ia

mengangkat Ahirawan sebagai raja. Rahwana sendiri

menguasai ras asura di tiga dunia. Karena tidak mampu

mengalahkan Wangsa Niwatakawaca dan Kalakeya, ia menjalin

persahabatan dengan mereka. Setelah menaklukkan para raja

dunia, ia mengadakan upacara yang layak dan dirinya diangkat

sebagai Maharaja.

Oleh karena Kubera telah menghina tindakan Rahwana yang

kejam dan tamak, Rahwana mengerahkan pasukannya

menyerbu kediaman para dewa, dan menaklukkan banyak

dewa. Lalu ia mencari Kubera dan menyiksanya secara khusus.

Page 165: Ramayana

Dengan kekuatannya, ia menaklukkan banyak dewa, makhluk

surgawi, dan bangsa naga.

Istri dan wanita

Rahwana menculik Sita dan

membunuh Jatayu. Lukisan

karya Raja Ravi Varma.

Selain terkenal sebagai

penakluk tiga dunia, Rahwana

juga terkenal akan

petualangannya menaklukkan

para wanita. Rahwana memiliki

banyak istri, yang paling

terkenal adalah Mandodari,

putera Mayasura dengan seorang bidadari bernama Hema.

Ramayana mendeskripsikan bahwa istana Rahwana dipenuhi

oleh para wanita cantik yang berasal dari berbagai penjuru

dunia. Dalam Ramayana juga dideskripsikan bahwa di Alengka,

semua wanita merasa beruntung apabila Rahwana

menikahinya. Dua legenda terkenal menceritakan kisah

pertemuan Rahwana dengan wanita istimewa.

Page 166: Ramayana

Wanita istimewa pertama adalah Wedawati, seorang pertapa

wanita. Wedawati mengadakan pemujaan ke hadapan Wisnu

agar ia diterima menjadi istrinya. Ketika Rahwana melihat

kecantikan Wedawati, hatinya terpikat dan ingin menikahinya. Ia

meminta Wedawati untuk menghentikan pemujaannya dan ia

merayu Wedawati agar bersedia untuk menikahinya. Karena

Wedawati menolak, Rahwana mencoba untuk melarikannya.

Kemudian Wedawati bersumpah bahwa ia akan lahir kembali

sebagai penyebab kematian Rahwana. Setelah berkata

demikian, Wedawati membuat api unggun dan menceburkan diri

ke dalamnya. Bertahun-tahun kemudian ia bereinkarnasi

sebagai Sita, yang diculik oleh Rahwana sehingga Rama turun

tangan dan membunuh Rahwana.

Penculikan Sita

Setelah pos jaga para raksasa di Yanasthana dihancurkan oleh

Rama dan Laksmana, berita tersebut disampaikan kepada

Rahwana. Menteri Rahwana yang bernama Akampana

menyarankan agar Rahwana mau menculik Sita, namun niat

tersebut ditolak oleh Marica. Setelah adik perempuan Rahwana

yang bernama Surpanaka mengadu bahwa dua orang kesatria

telah melukainya, Rahwana marah besar. Ia segera menuju ke

kediaman Marica untuk meminta bantuan, tanpa mempedulikan

nasihat baik dari Marica. Setelah rencana disusun, Marica

Page 167: Ramayana

menyamar menjadi kijang kencana untuk mengalihkan perhatian

Rama, sedangkan Rahwana menyamar menjadi seorang

brahmana tua yang lemah. Ketika Rama dan Laksmana berada

jauh, Rahwana segera menjangkau Sita, dan setelah itu Sita

dibawa kabur. Sita disekap di taman Asoka, letaknya di dalam

lingkungan istana Rahwana di kerajaan Alengka. Di sana,

Rahwana berkali-kali mencoba merayu Sita namun tidak pernah

berhasil.

Pertempuran dan kematian

Adegan Rahwana bertarung

dengan Rama. Lukisan dari

Tamil Nadu, dibuat sekitar

abad ke-19.

Tindakan Rahwana

mengundang kemarahan

Rama. Dengan bantuan dari

raja wanara bernama

Sugriwa, Rama

menggempur Alengka.

Untuk mengantisipasi

serangan Rama, Rahwana mengirimkan pasukan terbaiknya

yang dipimpin oleh raksasa-raksasa kuat. Serangan pertama

Page 168: Ramayana

dilakukan oleh Hanoman pada saat ia datang ke Alengka

sebagai mata-mata untuk menemui Sita. Dalam pertempuran

tersebut, putera Rahwana yang bernama Aksayakumara gugur.

Dalam pertempuran selanjutnya, para menteri dan kerabat

Rahwana gugur satu persatu, termasuk Indrajit putera Rahwana

dan Kumbakarna adik Rahwana.

Pada hari pertempuran terakhir, Rahwana maju ke medan

perang sendirian dengan menaiki kereta kencana yang ditarik

delapan ekor kuda terpilih. Ketika ia keluar dari Alengka, langit

menjadi gelap oleh gerhana matahari yang tak terduga.

Beberapa orang berkata bahwa itu merupakan pertanda buruk

bagi Rahwana yang tidak menghiraukannya sama sekali.

Pertempuran terakhir antara Rama dengan Rahwana

berlangsung dengan sengit. Pada pertempuran itu, Rama

menaiki kereta Indra dari sorga, yang dikemudikan oleh Matali.

Setiap Rama mengirimkan senjatanya untuk menghancurkan

Rahwana, raksasa tersebut selalu dapat bangkit kembali

sehingga membuat Rama kewalahan. Untuk mengakhiri riwayat

Rahwana, Rama menggunakan senjata Brahmastra yang tidak

biasa. Senjata tersebut menembus dada Rahwana dan

merenggut nyawanya seketika.

Salah satu versi Ramayana menceritakan bahwa Rahwana

tidak mampu dibunuh meski badannya dihancurkan sekalipun,

Page 169: Ramayana

sebab ia menguasai ajian Rawarontek serta Pancasona. Untuk

mengakhiri riwayat Rahwana, Rama menggunakan senjata sakti

yang dapat berbicara bernama Kyai Dangu. Senjata tersebut

mengikuti kemana pun Rahwana pergi untuk menyayat kulitnya.

Setelah Rahwana tersiksa oleh serangan Kyai Dangu, ia

memutuskan untuk bersembunyi di antara dua gunung kembar.

Saat ia bersembunyi, perlahan-lahan kedua gunung itu

menghimpit badan Rahwana sehingga raja raksasa itu tidak

berkutik. Menurut cerita, kedua gunung tersebut adalah kepala

dari Sondara dan Sondari, yaitu putera kembar Rahwana yang

dibunuh untuk mengelabui Sita. Versi ini ditampilkan oleh R. A.

Kosasih dalam komik Ramayana karyanya.

Keluarga

Rahwana memiliki banyak kerabat dan saudara yang

disebutkan dalam Ramayana. Karena sulit menemukan data-

data mengenai mereka selain Ramayana, tidak banyak yang

diketahui tentang mereka. Menurut Ramayana, ibu Rahwana

adalah puteri seorang Detya bernama Kekasi, menikahi seorang

pertapa bernama Wisrawa. Rahwana memiliki kakek bernama

Pulastya, putera Brahma. Dari pihak ibunya, Rahwana memiliki

kakek bernama Sumali, dan ia memiliki paman bernama Marica,

putera Tataka, saudara Malyawan. Rahwana memiliki tiga istri,

dan tujuh putera.

Page 170: Ramayana

Putera

Tujuh putera Rahwana yaitu:

1. Indrajit alias Megananda

2. Prahasta

3. Atikaya

4. Aksa alias Aksayakumara

5. Dewantaka

6. Narantaka

7. Trisirah

Saudara

Selain itu, Rahwana memiliki enam saudara laki-laki dan dua

saudara perempuan. Saudara-saudaranya tersebut terdiri dari

tiga saudara kandung dan lima saudara tiri. Saudara-saudara

Rahwana yaitu:

1. Kubera, kakak tiri Rahwana, lain ibu namun satu ayah.

Raja Alengka sebelum Rahwana. Ia merupakan dewa

penjaga arah utara, sekaligus dewa kekayaan.

2. Kumbakarna, adik kandung Rahwana. Rakshasa yang

tidur selama enam bulan dan bangun selama enam bulan

karena anugerah Brahma.

Page 171: Ramayana

3. Wibisana, adik kandung Rahwana. Penasihat di Kerajaan

Alengka.

4. Kara, adik tiri Rahwana. Raja dan pelindung perbatasan

Alengka yang bernama Janasthan atau Yanasthana di

Chitrakuta.

5. Dusana, adik tiri Rahwana. Patih di Yanasthana.

6. Ahirawana, adik tiri Rahwana. Raja di Patala.

7. Kumbini, adik tiri Rahwana. Istri rakshasa Madhu, ibu dari

Lawanasura.

8. Surpanaka, adik kandung Rahwana. Rakshasi yang

tinggal di Yanasthana, dilukai oleh Laksmana. Ia

mengadu kepada Kara dan Rahwana, dan merupakan

biang keladi yang menyebabkan permusuhan antara

Rama dan Rahwana.

Page 172: Ramayana

Kumbakarna

Kumbakarna versi pewayangan Jawa

Dalam wiracarita Ramayana, Kumbakarna (Sansekerta:

���������; Kumbhakarṇa) adalah saudara kandung

Rahwana, raja rakshasa dari Alengka. Kumbakarna merupakan

seorang rakshasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan,

tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan

kakaknya yang salah. Ia memiliki suatu kelemahan, yaitu tidur

selama enam bulan, dan selama ia menjalani masa tidur, ia

tidak mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.

Page 173: Ramayana

Arti nama

Dalam bahasa Sansekerta, secara harafiah nama Kumbhakarna

berarti "bertelinga kendi".

Keluarga

Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Wisrawa, dan

ibunya adalah Kekasi, puteri seorang Raja Detya bernama

Sumali. Rahwana, Wibisana dan Surpanaka adalah saudara

kandungnya, sementara Kubera, Kara, Dusana, Kumbini,

adalah saudara tirinya. Marica adalah pamannya, putera

Tataka, saudara Sumali. Kumbakarna memiliki putera bernama

Kumba dan Nikumba. Kedua puteranya itu gugur dalam

pertempuran di Alengka. Kumba menemui ajalnya di tangan

Sugriwa, sedangkan Nikumba gugur di tangan Hanoman.

Anugerah Brahma

Saat Rahwana dan Kumbakrana mengadakan tapa, Dewa

Brahma muncul karena berkenan dengan pemujaan yang

mereka lakukan. Brahma memberi kesempatan bagi mereka

untuk mengajukan permohonan. Saat tiba giliran Kumbakarna

untuk mengajukan permohonan, Dewi Saraswati masuk ke

dalam mulutnya untuk membengkokkan lidahnya, maka saat ia

memohon "Indraasan" (Indrāsan – tahta Dewa Indra), ia

Page 174: Ramayana

mengucapkan "Neendrasan" (Nīndrasan – tidur abadi). Brahma

mengabulkan permohonannya. Karena merasa sayang

terhadap adiknya, Rahwana meminta Brahma agar

membatalkan anugerah tersebut. Brahma tidak berkenan untuk

membatalkan anugrahnya, namun ia meringankan anugrah

tersebut agar Kumbakarna tidur selama enam bulan dan

bangun selama enam bulan. Pada saat ia menjalani masa tidur,

ia tidak akan mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.

Peran di Alengka

Kumbakarna sering memberikan nasihat kepada Rahwana,

menyadarkan bahwa tindakanya keliru. Ketika Rahwana

kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh

Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya tahu

bahwa kakaknya salah, tetapi demi membela Alengka tanah

tumpah darahnya dia pun maju sebagai prajurit melawan

serbuan Rama. Kumbakarna sering dilambangkan sebagai

perwira pembela tanah tumpah darahnya, karena ia membela

Alengka untuk segala kaumnya, bukan untuk Rahwana saja,

dan ia berperang melawan Rama tanpa rasa permusuhan,

hanya semata-mata menjalankan kewajiban.

Page 175: Ramayana

Pertempuran dan kematian

Saat Kerajaan Alengka diserbu oleh Rama dan sekutunya,

Rahwana memerintahkan pasukannya untuk membangunkan

Kumbakarna yang sedang tertidur. Utusan Rahwana

membangunkan Kumbakarna dengan menggiring gajah agar

menginjak-injak badannya serta menusuk badannya dengan

tombak, kemudian saat mata Kumbakarna mulai terbuka,

utusannya segera mendekatkan makanan ke hidung

Kumbakarna. Setelah menyantap makanan yang dihidangkan,

Kumbakarna benar-benar terbangun dari tidurnya.

Setelah bangun, Kumbakarna menghadap Rahwana. Ia

mencoba menasihati Rahwana agar mengembalikan Sita dan

menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan kakaknya itu

adalah salah. Rahwana sedih mendengar nasihat tersebut

sehingga membuat Kumbakarna tersentuh. Tanpa sikap

bermusuhan dengan Rama, Kumbakarna maju ke medan

perang untuk menunaikan kewajiban sebagai pembela negara.

Sebelum bertarung Kumbakarna berbincang-bincang dengan

Wibisana, adiknya, setelah itu ia berperang dengan pasukan

wanara.

Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan

wanara dan banyak melukai prajurit pilihan seperti Anggada,

Page 176: Ramayana

Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah saktinya,

Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan

kakinya, Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan

wanara. Kemudian Rama memotong kedua kaki Kumbakarna

dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna

mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara.

Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan

kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama.

Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah

tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan

membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka.

Mandodari

Dalam wiracarita Ramayana, Mandodari (Sansekerta:

������� ; Mandodarī) adalah nama puteri seorang Danawa

bernama Mayasura, dengan seorang bidadari bernama Hema.

Konon Mandodari sangat cantik. Ia merupakan istri pertama

Rahwana, dan merupakan ibu dari Indrajit. Kampung

halamannya diduga terletak di Mandodari, ibukota negara

bagian Jodhpur di India pada zaman kuno. Konon disana pula

Page 177: Ramayana

para keturunan Rahwana bermigrasi setelah kematian

Rahwana.

Saat Rahwana menculik istri Rama yang bernama Sita,

Mandodari memberi nasihat agar Sita dikembalikan kepada

Rama. Namun Rahwana bersikeras untuk tidak mengembalikan

Sita, bahkan siap berperang dengan Rama. Akhirnya Rahwana

gugur di tangan Rama. Mandodari menangis dan meratap ketika

melihat suaminya tersebut telah gugur. Kemudian, ia dirawat

oleh Wibisana, adik Rahwana.

Mayasura

Dalam mitologi Hindu, Maya (��), atau Mayasura (������)

adalah raja besar yang menguasai ras Asura, Daitya dan

Rakshasa di muka bumi. Ia juga merupakan arsitek mahir bagi

penduduk di bawah tanah. Ia juga membangun istana megah di

Indraprastha. Ia berguru kepada Sukracarya, guru para daitya

dan asura.

Ramayana

Dalam Ramayana, Mayasura merupakan ayah dari Mandodari,

istri Rahwana. Ia membangun sebuah istana megah di tengah

Page 178: Ramayana

gua. Hanoman bersama para wanara menjumpai istana tersebut

dalam kitab Sundarakanda. Di tengah gua tersebut, hidup

seorang wanita bernama Swayampraba. Wanita itu menolong

Hanoman dan para wanara agar sampai di pantai selatan India.

Mahabharata

Dalam Mahabharata, pada saat Pandawa membuka sebuah

hutan untuk dijadikan kota Indraprastha, Kresna memanggil

Wiswakarma untuk menciptakan kota dengan struktur megah.

Mayasura turut serta dalam pekerjaan itu dengan membangun

sebuah balairung besar bernama Mayasabha untuk Raja

Yudistira pada saat pembangunan kota Indraprastha.

Page 179: Ramayana

Indrajit

Kemenangan Indrajit.

Lukisan karya Raja Ravi

Varma.

Indrajit (Sanskerta: ���������; Indrajīt) atau Megananda

(Sanskerta: ������; Méghanāda) adalah nama seorang

tokoh antagonis dalam wiracarita Ramayana yang dikenal

sebagai putra sulung Rahwana sekaligus putra mahkota

Kerajaan Alengka. Indrajit merupakan ksatria yang sakti

mandraguna. Dalam perang melawan pasukan Wanara, ia

pernah melepaskan senjata Nagapasa yang keampuhannya

mampu melumpuhkan Sri Rama. Setelah melalui pertempuran

seru, ia akhirnya tewas di tangan Laksmana adik Rama.

Page 180: Ramayana

Asal-usul

Indrajit adalah putra Rahwana, raja bangsa Rakshasa dari

Kerajaan Alengka. Ibunya bernama Mandodari putri Asura

Maya. Sewaktu lahir, Indrajit diberi nama Megananda karena

tangisan pertamanya diiringi suara petir menggelegar, pertanda

kelak ia akan tumbuh menjadi seorang kesatria besar.

Ketika dewasa, Megananda pernah membantu ayahnya

bertempur melawan para dewa kahyangan. Dalam pertempuran

itu, Megananda berhasil menangkap dan menawan Indra, raja

para dewa. Dewa Brahma muncul melerai. Indra pun

dibebaskan oleh Megananda. Sebagai gantinya ia mendapatkan

pusaka ampuh dari Brahma bernama Brahmasta. Brahma juga

memberikan julukan Indrajit kepada Megananda yang bermakna

"Penakluk Indra".

Pertempuran di Alengka

Perang besar di Alengka meletus karena ulah Rahwana

menculik Sita istri Sri Rama. Rama bekerja sama dengan

bangsa Wanara yang dipimpin Sugriwa menyerbu istana

Alengka.

Satu per satu panglima Alengka terbunuh. Indrajit tampil

sebagai andalan ayahnya. Ia bertarung melawan seorang

Page 181: Ramayana

Wanara muda bernama Anggada putra Subali. Anggada

berhasil menghancurkan kereta Indrajit sehingga pasukannya

pun bersorak "Jaya Anggada! Jaya anggada".

Indrajit yang sangat malu mengerahkan pusaka Nagapasa yang

mampu mengeluarkan ribuan ular berbisa. Rama dan Laksmana

roboh tak berdaya dililit ular-ular tersebut. Sewaktu para Wanara

berduka karena kehilangan pemimpin mereka, tiba-tiba muncul

Garuda mengusir ular-ular yang melilit kakak-beradik tersebut.

Kebangkitan Rama dan Laksmana membuat pertempuran

berlanjut. panglima-panglima Alengka semakin banyak yang

tewas. Akhirnya hanya tinggal Indrajit yang menjadi andalan

Rahwana. Ia melepaskan pusaka Brahmasta mengenai

Laksmana sehingga roboh sekarat.

Kematian

Laksmana bangkit kembali setelah diobati Rama menggunakan

tanaman yang dibawa Hanoman. Pasukan Wanara kembali

bergerak menyerbu istana Alengka. Indrajit menciptakan Sita

palsu untuk dibunuhnya di hadapan para Wanara. Melihat istri

Rama tewas, para Wanara kehilangan semangat bertempur.

Mereka menganggap tujuan peperangan sudah tidak ada lagi.

Page 182: Ramayana

Wibisana (adik Rahwana yang memihak Rama) menyadari

kalau Inrajit sedang menyelenggarakan ritual untuk

mendapatkan kekuatan. Ia meminta Laksmana untuk

menggagalkan ritual Indrajit sebelum mencapai kesempurnaan.

Laksmana disertai para prajurit Wanara mendatangi tempat

ritual Indrajit. Konsentrasi Indrajit terganggu dan ritualnya pun

dihentikan. Ia kemudian bertarung menghadapi Laksmana.

Laksmana pun melepaskan panah Indrastra dengan

mengucapkan doa atas nama Rama. Panah tersebut melesat

memenggal kepala Indrajit.

Versi pewayangan

Menurut versi pewayangan Jawa, Indrajit bukan putra kandung

Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana. Saat itu istri

Rahwana yang bernama Dewi Kanung sedang mengandung

bayi perempuan reinkarnasi seorang pertapa wanita bernama

Widawati. Rahwana bersumpah akan menikahi putrinya itu jika

kelak lahir, karena Widawati merupakan cinta pertamanya.

Ketika Kanung melahirkan, Rahwana sedang berada di luar

istana. Wibisana segera mengambil bayi perempuan tersebut

dan dihanyutkan ke sungai dalam sebuah peti. Bayi itu terbawa

arus sampai ke Kerajaan Mantili dan ditemukan oleh raja negeri

tersebut yang bernama Janaka. Janaka memungut bayi putri

Page 183: Ramayana

Rahwana tersebut sebagai anak angkat dengan diberi nama

Sinta.

Sementara itu, Wibisana menciptakan bayi laki-laki dari

segumpal awan yang diberi nama Indrajit. Bayi Indrajit

diserahkan kepada Rahwana. Rahwana kecewa dan berniat

membunuh Indrajit. Ternyata semakin dihajar Indrajit justru

semakin tumbuh dewasa. Rahwana berubah pikiran dan

mengakuinya sebagai anak.

Indrajit kemudian bertempat tinggal di Kasatrian Bikukungpura.

Istrinya seorang bidadari bernama Dewi Indrarum.

Dalam perang besar melawan bala tentara Sri Rama, Indrajit

mengerahkan pusaka Nagapasa. Muncul ribuan ular menyerang

pasukan Wanara. Namun semua itu dapat ditaklukkan oleh

burung Garuda ciptaan Laksmana. Indrajit kemudian

mengerahkan ilmu Sirep Begananda, membuat Rama,

Laksmana, dan seluruh pengikut mereka roboh tak berdaya.

Mereka tertidur bagaikan orang mati.

Hanya Wibisana dan Hanoman yang tetap terjaga. Hanoman

berangkat ke Gunung Maliyawan untuk mengambil tanaman

Sandilata, sedangkan Wibisana menghadapi Indrajit. Wibisana

menceritakan asal-usul Indrajit yang sebenarnya. Indrajit

akhirnya sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membela

Page 184: Ramayana

angkara murka Rahwana. Ia pun meminta agar Wibisana

mengembalikan dirinya ke asal-muasalnya.

Indrajit kemudian mengheningkan cipta, sedangkan Wibisana

melepaskan pusaka Dipasanjata ke arahnya. Tubuh Indrajit pun

musnah seketika, dan kembali menjadi awan putih di angkasa.

Prahasta

Prahasta (Sansekerta: �������, Prahastha) adalah nama

seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana yang dikenal

sebagai paman Rahwana sekaligus pembesar Kerajaan

Alengka. Ia merupakan tokoh bijaksana yang sering

memberikan nasihat-nasihat berharga kepada Rahwana.

Prahasta akhirnya gugur membela negerinya ketika berperang

melawan Anila dari bangsa Wanara.

Versi Ramayana

Versi Ramayana menyebut Prahasta sebagai putra tertua

Sumali, raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Ia

memiliki saudara perempuan bernama Kaikesi yang melahirkan

Page 185: Ramayana

Rahwana. Di bawah pemerintahan Rahwana, Prahasta

bertindak sebagai pejabat senior yang sering memberikan

nasihat-nasihat kepada keponakannya itu dalam menjalankan

roda pemerintahan.

Ketika Kerajaan Alengka diserang oleh bangsa Wanara yang

dipimpin oleh Sri Rama, Prahasta maju sebagai panglima

menghadapi mereka. Perang tersebut meletus karena istri

Rama yang bernama Sita diculik oleh Rahwana. Nasihat-nasihat

Prahasta agar Sita dikembalikan sama sekali tidak dituruti oleh

Rahwana. Prahasta pun terpaksa maju perang demi membela

tanah airnya yang diserang musuh, bukan untuk membela

Rahwana.

Prahasta akhirnya gugur di tangan seorang perwira Wanara

bernama Nila. Melalui pertarungan sengit Nila berhasil

menghancurkan tubuh Prahasta menggunakan sebongkah batu

karang yang sangat besar.

Versi pewayangan

Dalam versi pewayangan, khususnya di Jawa, Prahasta

menjabat sebagai patih dalam pemerintahan Rahwana. Ia

dikenal bijaksana namun kurang didengarkan nasihat-

nasihatnya oleh keponakannya itu.

Page 186: Ramayana

Nama asli Prahasta adalah Sukesa. Ia memiliki kakak

perempuan bernama Sukesi. Keduanya lahir dari rahim putri

Kerajaan Mantili bernama Danuwati yang dinikahi oleh Sumali

raja Kerajaan Alengka. Meskipun Sumali berwujud raksasa,

namun Sukesi dan Sukesa terlahir berwujud manusia seperti ibu

mereka.

Pada suatu hari datang seorang resi sahabat Sumali bernama

Wisrawa yang hendak melamar Sukesi sebagai menantunya.

Wisrawa memiliki seorang putra bernama Danapati yang

mendambakan Sukesi sebagai istrinya. Namun Sukesi hanya

mau menikah dengan orang yang bisa mengajarkan ilmu

pencerahan bernama Sastrajendra Hayuningrat.

Wisrawa mengaku menguasai ilmu tersebut namun tidak bisa

sembarangan mengajarkannya. Sumali yang tertarik setelah

mengetahui khasiat ilmu tersebut memohon agar dirinya diajari

ilmu tersebut. Dalam sebuah sanggar tertutup Wisrawa

mengajarkan ilmu Sastrajendra Hayuningrat kepada Sumali.

Sumali pun memperoleh pencerahan dan berubah wujud

manjadi manusia.

Sementara itu Sukesa yang penasaran mengintai dari luar.

Karena mencuri dengar tanpa izin, tubuhnya pun berubah wujud

menjadi raksasa. Sejak saat itu ia memakai nama Prahasta.

Page 187: Ramayana

Singkat cerita, karena suatu kesalahan, Sukesi justru menikah

dengan Wisrawa, bukan dengan Danapati. Dari perkawinan itu

lahir Rahwana, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Wibisana.

Dalam pemerintahan Rahwana yang naik takhta menggantikan

Sumali, Prahasta diangkat sebagai patih. Prahasta seringkali

memberikan nasihat-nasihat bijaksana namun tidak pernah

diperhatikan oleh keponakannya yang bersifat angkara murka

tersebut.

Dalam perang besar melawan Sri Rama, Rahwana naik ke

kahyangan menemui kakak tirinya, yaitu Danapati yang telah

menjadi dewa bergelar Batara Kuwera. Kuwera ditugasi Batara

Guru untuk menjaga bunga pusaka bernama Kembang

Dewaretna yang konon menjadi kunci kekalahan bangsa

Wanara yang mendukung Sri Rama.

Setelah melalui pertarungan seru akhirnya Rahwana berhasil

merebut Kembang Dewaretna. Kuwera hanya bisa mengambil

seekor kumbang yang menghuni jambangan bunga pusaka

tersebut. Ia mencipta kumbang itu menjadi seekor Wanara

bernama Kapi Pramuja.

Pramuja kemudian turun ke dunia untuk meminta restu Sri

Rama agar berhasil merebut kembali Kembang Dewaretna.

Page 188: Ramayana

Setelah itu ia pun menyusup ke dalam gedung pusaka di dalam

istana Alengka tempat Rahwana menyimpan bunga tersebut.

Prahasta yang ditugasi Rahwana menjaga Kembang Dewaretna

berhasil diperdaya oleh ilmu sirep Pramuja sehingga sempat

tertidur sejenak. Ketika ia bangun Kembang Dewaretna telah

hilang dicuri Pramuja.

Rahwana marah besar atas kelalaian Prahasta. Prahasta pun

berangkat mengejar Pramuja. Di tengah jalan ia harus

bertempur menghadapi barisan prajurit Wanara yang dipimpin

oleh Anila. Anila juga berpangkat patih dalam pemerintahan

Sugriwa, raja kaum Wanara.

Dalam pertempuran itu, Anila terdesak oleh Prahasta. Banyak

prajuritnya yang tewas di tangan raksasa tua tersebut. Ia sendiri

sudah kehabisan tenaga dan memilih melarikan diri menghindari

amukan Prahasta. Di perbatasan kota Alengka Anila menjumpai

tugu besar dan menggunakannya untuk memukul kepala

Prahasta. Prahasta pun tewas dengan tubuh hancur lumat.

Tugu yang dijebol Anila dan digunakannya untuk membunuh

Prahasta tersebut berubah menjadi seorang bidadari bernama

Indradi, yang tidak lain adalah ibu kandung Sugriwa. Ia

merupakan istri seorang resi bernama Gotama yang telah

mengutuknya menjadi tugu karena berselingkuh dengan Batara

Page 189: Ramayana

Surya. Kematian Prahasta oleh pukulan Anila telah membuat

Indradi terbebas dari kutukan suaminya.

Aksayakumara

Dalam wiracarita Ramayana, Aksa (Sansekerta: ����; Ak�a)

alias Aksayakumara (Sansekerta: ����������;

Ak�ayakumāra) atau Aksakumara adalah seorang rakshasa,

putera Rahwana. Ia mahir dalam bertarung dan menggunakan

senjata panah. Ramayana mendeskripsikan Aksayakumara

sebagai seorang ksatria yang bertarung dengan sportif dan tidak

meremehkan lawan.

Aksayakumara dalam Ramayana

Saat Hanoman pergi untuk menemui Dewi Sita yang ditawan di

Alengka oleh Rahwana, ia membuat kekacauan di taman

Asoka. Mengetahui bahwa taman kesayangannya dirusak oleh

seekor wanara, Rahwana mengerahkan tentaranya bersama

Aksayakumara untuk menaklukkan wanara tersebut. Dengan

menaiki kereta perang yang diperolehnya melalui tapa,

Aksayakumara pergi menunaikan tugasnya. Ketika ia melihat

Page 190: Ramayana

Hanoman duduk dengan gagah perkasa di puncak pintu

gerbang, Aksayakumara merasa bahwa ia harus mengerahkan

seluruh kekuatannya. Karena sama-sama sakti, Hanoman dan

Aksayakumara terlibat dalam duel sengit. Aksayakumara

menghujani Hanoman dengan panah tajam, namun Hanoman

berhasil menangkis serangan Aksayakumara msekipun

beberapa anak panah melukai tubuhnya.

Melihat Aksayakumara melakukan perlawanan yang sportif,

Hanoman merasa kagum dengan raksasa muda tersebut dan

merasa enggan untuk membunuhnya. Namun demi kewajiban,

Hanoman menyerang Aksayakumara sehingga keretanya

hancur berkeping-keping. Kuda dan kusirnya tidak berkutik.

Tanpa kereta, Aksayakumara berdiri di tanah dan melepaskan

anak panahnya ke arah Hanoman, namun Hanoman mampu

berkelit. Setelah pertarungan sengit berlangsung lama,

Hanoman meremukkan tulang-tulang Aksayakumara sampai

hancur sehingga ia tewas seketika.

Atikaya

Dalam wiracarita Ramayana, Atikaya (Sansekerta: ������;

Atikayā) adalah putera Rahwana dengan istri keduanya,

Danyamalini. Atikaya merupakan adik Indrajit dan bertenaga

Page 191: Ramayana

sangat kuat. Ia belajar segala rahasia dalam ilmu memanah dan

mendapat senjata ilahi dari Dewa Siwa ketika ia menangkap

Trisula Dewa Siwa di Gunung Kailasha.

Meski kekuatannya sangat luar biasa, ia dibunuh oleh

Laksmana dengan senjata Brahmastra, panah sakti pemberian

Dewa Brahma. Cara tersebut diberitahu oleh Dewa Bayu atas

bujukan Dewa Indra, sebab Atikaya memakai baju zirah tak

terdandingi yang didapat dari Dewa Brahma. Satu-satunya cara

untuk menghancurkan baju zirah tersebut adalah dengan

menggunakan senjata Brahmastra. Kisah kematiannya dimuat

dalam kitab Yuddhakanda.

Trisirah

Trisirah (bahasa Sansekerta: �������; Trishira) merupakan

anak Prabu Dasamuka (Rahwana), Raja Alengka. Ia merupakan

adik Indrajit. Namanya dalam bahasa Sansekerta berarti "(Dia)

Yang memiliki tiga kepala".

Ia bertarung dengan Rama dan menyerang dengan ratusan

panah. Menerima serangan itu, Rama berkata bahwa panah

yang dilepaskannya tidak terasa apa-apa melainkan seperti

Page 192: Ramayana

bunga yang ditaburkan ke tubuh Rama. Kemudian pertarungan

diakhiri, dan akhirnya Rama berhasil membunuh Trisirah.

Lawa

Lawa (Sanskerta: ��), dan saudara kembarnya yang bernama

Kusa, adalah putera-putera dari Rama dan Sita, yang

diceritakan dalam kitab Ramayana. Menurut legenda, ia

merupakan pendiri kota Lahore. Lawa dan Kusa lahir setelah

Sita dibuang ke tengah hutan oleh Rama, dalam keadaan hamil

tua. Di masa pembuangan, Sita tinggal di asrama Walmiki.

Disanalah Lawa dan Kusa lahir. Mereka dididik oleh Walmiki

dalam ilmu sastra maupun ilmu militer.

Ketika Rama menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, Lawa

dan Kusa menantang Rama (yang tidak mengetahui identitas

mereka) untuk berduel dengan taruhan kuda sebagai pelengkap

upacara Aswamedha Yadnya. Ketika Rama mengetahui siapa

Lawa dan Kusa sebenarnya, ia mengajak mereka ke Ayodhya.

Lawa dan Kusa tumbuh sebagai pemimpin besar seperti ayah

mereka. Kemudian mereka mendirikan kota Lahore and Kasur.

Page 193: Ramayana

Kusa (Ramayana)

Rama melawan Kusa dan Lawa.

Kusha (bahasa Sanskerta: कुश,

Tamil: Kuchan, Melayu: Gusi,

Thai: Mongkut, Khmer:

Ramalaks), dalam mitologi

Hindu, adalah salah satu putra

kembar Rama dan Sita (yang

lainnya bernama Lawa). Terlahir

di hutan setelah Sita diusir dari

Ayodhya, mereka dididik dan

diajari ilmu militer di bawah

bimbingan Resi Walmiki.

Saat Rama menyelenggarakan yadnya (upacara) Ashwamedha,

mereka menantang ayahnya sendiri (yang pada saat itu tidak

mereka ketahui) dalam sebuah duel dengan menawan kuda

yang dipakai persembahan. Setelah Rama mengetahui identitas

mereka, ia mengajak mereka kembali ke Ayodhya.

Kusa juga dipanggil "Kush," dan dipercaya sebagai pemimpin

kerajaan yang berpusat di Kasur pada zaman dahulu.[1]

Page 194: Ramayana

Kerajaan Alengka

Kerajaan Alengka atau Lanka (Sansekerta: ���� ; "lankā",

berarti “pulau”) adalah nama sebuah kerajaan pada sebuah

pulau di selatan India yang diperintah oleh Raja Rawana pada

zaman Ramayana. Pada zaman sekarang, kerajaan tersebut

dikenal dengan nama Sri Lanka. Kerajaan tersebut dibentengi

oleh sebuah plato di antara tiga puncak gunung yang dikenal

sebagai Gunung Trikuta. Puncak yang tertinggi dari gunung

tersebut dikenal dengan puncak Adam. Ibukota Kerajaan

Alengka pada zaman kuno pernah dibakar oleh Hanuman.

Setelah Rawana dibunuh oleh Rama Ragawa, tahta kerajaan

tersebut diserahkan kepada adik Rawana, Wibisana. Setelah

itu, tahta kerajaan selalu dipegang oleh keturunannya, bahkan

sampai pada zaman Mahabharata. Dalam kisah Mahabharata,

Sahadewa mengunjungi negeri tersebut untuk mengambil upeti

dalam rangka mendukung upacara Rajasuya yang

diselenggarakan oleh Raja Yudistira.

Versi Pewayangan Jawa

Dalam pewayangan Jawa, kerajaan Alengka sering dieja

dengan nama Ngalengkadiraja. Kerajaan ini identik dengan

Rahwana, tokoh antagonis dalam Ramayana.

Page 195: Ramayana

Raja Pertama

Raja pertama Alengka adalah Prabu Hiranyakasipu. Ia terlibat

peperangan melawan Sri Maharaja Sunda, yaitu raja Jawa

Barat penjelmaan Batara Brahma. Hiranyakasipu akhirnya mati

di tangan Sri Maharaja Suman, penjelmaan Batara Wisnu.

Hiranyakasipu kemudian digantikan oleh putranya yang

bernama Banjaranjali, yang menyerah kepada Brahma dan

Wisnu.

Raja Terakhir

Raja terakhir Alengka adalah Rahwana. Karena ulahnya

menculik Sinta istri Rama, ia pun mengalami kehancuran.

Sepeninggal Rahwana, takhta Alengka jatuh ke tangan adiknya,

yaitu Wibisana. Sesuai tradisi Jawa bahwa istana lama yang

telah dirusak musuh pantang untuk ditempati, maka ia pun

membangun istana baru bernama Singgelapura.

Sejak pemerintahan Wibisana, kerajaan Alengka pun berganti

nama menjadi Kerajaan Singgelapura.

Page 196: Ramayana

Wanara

Lukisan Rama bertemu

dengan Sugriwa, Tara (istri

Sugriwa), dan para wanara.

Ilustrasi untuk kitab

Ramayana.

Dalam mitologi Hindu,

Wanara (Sanskerta: ����; Vānara) berarti "manusia berekor

monyet". Istilah ini sangat terkenal untuk merujuk kepada ras

manusia-kera dalam wiracarita Ramayana yang memiliki sifat

gagah berani dan selalu ingin tahu. Istilah Wanara juga bisa

merupakan kependekan dari "Wana-nara" (manusia (nara) yang

hidup di hutan (wana)). Wiracarita Mahabharata

menggambarkan mereka sebagai suku yang hidup di tengah-

tengah hutan. Mereka dijumpai oleh Sadewa, seorang jendral

Pandawa yang memimpin kampanye militer ke India Selatan.

Menurut Ramayana, para Wanara umumnya tinggal di Kiskenda

yang di masa sekarang terletak di wilayah India Selatan, di

tengah hutan Dandaka, dimana Sri Rama menjumpai mereka

saat berpetualang mencari Sita. Para wanara menolong Rama

mencari Sita, dan juga turut bertarung melawan Rahwana, sang

penculik Sita.

Page 197: Ramayana

Seperti yang digambarkan dalam wiracarita, ciri-ciri wanara

misalnya suka bersenang-senang, kekanak-kanakan, ringan

tangan, suka bercanda, hiperaktif, gemar berpetualang, jujur

nan polos, setia, berani, dan ramah. Mereka lebih pendek

daripada tinggi manusia pada umumnya dan tubuh mereka

ditutupi oleh bulu yang cerah, umumnya berwarna cokelat.

Wanara yang terbesar dan terkenal adalah Hanoman, abdi setia

Sri Rama, dan merupakan inkarnasi dari Dewa Siwa. Beberapa

wanara terkenal lainnya adalah Anjani (ibu Hanoman), Sugriwa,

Subali, Nila dan Anggada.