program pengayaan dan remedial
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ÂTRANSCRIPT

DRAF - 1
PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN
Oleh: Mutiara O. Panjaitan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN
TAHUN 2011

PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN
Pengarah:
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Penanggung Jawab Kegiatan:
Dr. Herry Widyastono
Koordinator Kegiatan:
Drs. Budi Santoso
Penulis Naskah dan Pengembang Gagasan:
Dra. Mutiara Oktaviana Panjaitan, M.Pd.

DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………….....……………………………………….
B. Kebijakan ............................................................................
C. Tujuan …………………………………………………………………..
D. Sasaran …………………………………………………………………
BAB II. PEMBELAJARAN TUNTAS
A. Konsep Belajar Tuntas.....……………………………………………......
B. Kriteria Ketuntasan Belajar.…………………………………………......
C. Pencapaian Ketuntasan Belajar .................................................
BAB III. PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN
A. Pembelajaran Remedial.......................................................
B. Pembelajaran Pengayaan.....................................................
BAB VI PENUTUP …………………………………………………………………..

Program Remedial Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai upaya pembaharuan dan penyempurnaan secara menyeluruh sistem
pendidikan di Indonesia terus menerus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia agar
bangsa ini dapat bersaing di era global sekarang ini. Dalam rangka penyempurnaan
sistem pendidikan tersebut, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian
Pendidikan Nasional, terus menerus melakukan penyempurnaan kurikulum nasional
untuk semua jenjang. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas
berbagai kritik dan tanggapan terhadap sistem persekolahan di Indonesia, konsep
dan implementasi kurikulum sebelumnya yang dianggap memiliki kelemahan, baik
dari segi substansi, pendekatan maupun pengelolaan kurikulum. Praktik proses
pendidikan di Indonesia selama ini belum melaksanakan proses pembelajaran yang
mengharuskan peserta didik menguasai materi pelajaran atau kompetensi secara
tuntas, sehingga banyak peserta didik yang dinyatakan tamat dari sekolah namun
tidak menguasai materi pelajaran.
Perubahan kurikulum ini mengiringi pergeseran paradigma (paradigm shift)
dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education)
ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standard (outcome-based
education). Paradigma yang mempertanyakan “apa yang harus diajarkan”
(kurikulum) bergeser ke pertanyaan “apa yang harus dikuasai anak” (standar
kompetensi). Kurikulum yang semula memberikan penekanan pada materi beralih
ke kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan proses pembelajaran dalam
rangka mencapai kompetensi yang ditargetkan.

Program Remedial Page 2
Dalam hal kompetensi, standar diperlukan sebagai acuan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang lulusan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang
bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan atau belum.
Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pendidikan
diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua
tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri, akan mengarahkan segala upayanya
pada pencapaian standar dimaksud.
Dengan pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standard ini,
diharapkan guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak
disetiap jenjang, serta pada saat yang sama guru memiliki kebebasan yang luas
untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang dipandang efektif
untuk mencapai standar yang ditetapkan. Dengan demikian penyelenggaraan
proses pembelajaran berorientasi pada penguasaan kompetensi sasaran oleh
peserta didik sesuai dengan konteks lingkungannya, sehingga guru didorong untuk
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning), bukan pada
pencapaian „target kurikulum‟ semata. Penerapan pembelajaran tuntas ini
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
Tanggal 11 Juni 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan dimana Kriteria
Ketuntasan Belajar menjadi ukuran pencapaian kompetensi. Dengan kata lain,
diterapkannya standar kompetensi membawa implikasi pada orientasi dan strategi
penilaian di kelas oleh guru yang lebih menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
tuntas. Penerapan pembelajaran tuntas membawa implikasi penyelenggaraan
pembelajaran remedial dan kegiatan pengayaan bagi peserta didik di satuan
pendidikan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19,

Program Remedial Page 3
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa
penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan
(sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional. Kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan disebut
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan mengacu
pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang memuat kompetensi bahan kajian
dan kompetensi mata pelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pemerintah, dalam hal ini, Departemen
Pendidikan Nasional hanya menentukan standar-standar minimal yang harus
dipenuhi oleh satuan pendidikan. Standar minimal itu, di antaranya berupa Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian dan Standar
Pengelolaan. Pengembangan lebih jauh terhadap standar-standar tersebut
diserahkan pada daerah/satuan pendidikan masing-masing sesuai peraturan yang
berlaku. Bagaimana standar-standar tersebut diterjemahkan menjadi kurikulum,
diserahkan kepada satuan pendidikan bersangkutan. Sesuai Surat Edaran Menteri
Pendidikan Nasional No. 33 tahun 2007 tentang Sosialisasi KTSP, maka masing-
masing provinsi maupun kab/kota harus memiliki Tim Pengembang Kurikulum yang
bertugas melakukan sosialisasi dan pelatihan sesuai dengan tingkatan masing-
masing, sehingga daerah/satuan pendidikan terbantu dalam mengembangkan
kurikulum sekolah.
Dalam implementasi kebijakan tersebut , hasil pengalaman penulis dalam
melakukan bantuan professional Tim Pengembang Kurikulum (TPK) provinsi dan
kabupaten/kota pada tahun 2008, 2009, dan 2010 di beberapa provinsi
menunjukkan bahwa belum semua satuan pendidikan memahami prinsip-prinsip
belajar tuntas dan pembelajaran remedial serta kegiatan pengayaan. Ketika

Program Remedial Page 4
dilakukan diskusi dengan TPK, sebagian dari mereka memahami pembelajaran
remedial sebagai pengulangan tes yang diselenggarakan setelah kegiatan tatap
muka. Artinya, anak yang mendapat nilai jelek pada waktu ulangan harus mengikuti
tes kembali setelah waktu tatap muka selesai. Ada guru yang memberikan soal yang
sama atau mirip dengan soal ulangan sebelumnya. Kondisi lainnya, kemampuan
guru sangat beragam dalam merancang kegiatan pembelajaan dan penilaian baik di
tingkat provinsi maupun kebupaten/kota. Miskonsepsi tentang pembelajaran
remedial dan Keragaman kemampuan tersebut tentunya akan berdampak pada
keragaman kualitas penyelenggaraan proses pembelajaran sehingga akan
berdampak pula terhadap capaian belajar peserta didik.
Atas dasar permasalahan tersebut di atas dipandang perlu menyusun suatu
naskah tentang pembelajaran remedial dan pengayaan dalam penilaian kelas guna
membangun pemahaman pendidik, tenaga kependidikan, dan pihak-pihak yang
terkait tentang makna pembelajaran tuntas dan pembelajaran remedial serta
pengayaan yang berorientasi pada standar kompetensi sesuai dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Naskah ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau acuan
bagi praktisi pendidikan dalam memahami pembelajaran tuntas dan dalam
merancang pembelajaran remedial dan pengayaan.
B. KEBIJAKAN
Penyusunan naskah ini didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional dalam
bidang pendidikan yang terdapat dalam dokumen sebagai berikut
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12, Ayat 1 (f) yang menyatakan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan

Program Remedial Page 5
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan
tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
2. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
Tanggal 11 Juni 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, bagian:
A.10 (hal. 2), yang menyatakan bahwa kriteria ketuntasan minimal (KKM)
adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan
pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok
mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai
batas ambang kompetensi.
B. 8 (hal. 2), yang menyatakan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip
beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
D. 12 (hal. 4), yang menyatakan bahwa hasil ulangan harian diinformasikan
kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta
didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.
F. 1 (hal. 6), yang menyatakan bahwa menentukan KKM setiap mata
pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik
mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan
pendidik.
C. TUJUAN
Penyusunan naskah ini bertujuan untuk:
1. Memberikan wawasan tentang konsep pembelajaran tuntas, pembelajaran
remedial dan pengayaan yang perlu dilaksanakan oleh pendidik.
2. Memberikan rambu-rambu menetapkan kriteria ketuntasan belajar

Program Remedial Page 6
3. Memberikan rambu-rambu pencapaian ketuntasan belajar.
4. Memberikan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan
D. SASARAN
Model Penilain kelas ini diperuntukkan bagi pihak-pihak berikut:
1. Para guru di sekolah untuk melaksanakan program remedial dan pengayaan di
kelas masing-masing
2. Kepala sekolah untuk merancang program remedial dan pengayaan di sekolah
3. Pengawas untuk merancang program supervisi pendidikan di sekolah
4. Para penentu kebijakan di daerah untuk membuat kebijakan dalam
melaksanakan pembelajaran remedial dan pengayaan yang seharusnya dilakukan
di sekolah.

Program Remedial Page 7
BAB II
PEMBELAJARAN TUNTAS
A. Konsep Pembelajaran Tuntas
Pembelajaran tuntas bukanlah metode baru pengajaran. Konsep
pembelajaran tuntas sudah diperkenalkan di sekolah-sekolah Amerika di tahun
1920-an melalui karya Washburne. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa semua
peserta didik dapat belajar dan menguasai kompetensi yang ditetapkan apabila
diberikan kondisi yang sesuai dengan situasi mereka. Peserta didik tidak
diperkenankan mengerjakan tugas berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan tugas
awal dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
Dalam pelaksanaannya, semua peserta didik memulai pelajarannya dari topik
atau unit yang sama, pada waktu yang sama dan dengan perlakuan awal yang sama
pula. Peserta didik harus mencapai tingkat penguasaan materi yang ditetapkan pada
suatu unit sebelum mereka diizinkan untuk maju ke unit berikutnya. Peserta didik
yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya mendapat
pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan kelompoknya.
Peserta didik yang telah menguasai seluruh materi pada topik yang sama mendapat
pengayaan sehingga mereka pun nantinya memulai mempelajari unit baru dengan
topik yang baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Mastery_learning:2008). Dalam konteks kurikulum
berbasis kompetensi, pembelajaran tuntas mempersyaratkan peserta didik
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang ada pada lampiran Standar Isi.
Pembelajaran tuntas mengacu pada gagasan bahwa mengajar harus
mengatur pembelajaran melalui langkah-langkah yang berurutan. Agar dapat pindah

Program Remedial Page 8
ke langkah berikutnya, peserta didik harus menguasai langkah yang menjadi
prasyarat. Pembelajaran tuntas melibatkan peserta didik dalam metode instruksional
ganda, pembelajaran bertahap dan berbagai tipe keterampilan berpikir
(http://edutechwiki.unige.ch/en/Mastery_learning).
Dalam konteks pembelajaran tuntas, peserta didik harus mencapai tingkat
penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan bagi materi atau unit yang menjadi
prasyarat (prerequisite) sebelum mereka diizinkan untuk mempelajari materi atau
unit berikutnya. Peserta didik diberikan umpan balik yang spesifik mengenai
perkembangan belajar mereka secara berkala selama periode proses belajar
mengajar. Umpan balik ini akan membantu peserta didik mengidentifikasi apa yang
telah berhasil mereka pelajari dengan baik dan apa yang belum. Hal-hal yang belum
berhasil dipelajari oleh peserta didik dengan baik perlu diberi alokasi waktu lebih
banyak agar peserta didik mampu mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan.
Menurut Carrol, setiap peserta didik mampu mempelajari materi pelajaran
dengan kecepatan dan cara yang disesuaikan dengan karakteristiknya, “Jika peserta
didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata
pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar
dari mereka akan mencapai ketuntasan” . Guru harus mempertimbangkan antara
waktu yang diperlukan peserta didik berdasarkan karakteristiknya dengan waktu
yang tersedia (Carrol: 1963). Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama
untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka
terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang
berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka (J. Block: 1971; B. Bloom:
1971).
Bloom juga berpendapat bahwa siswa tidak harus diberikan lebih banyak
waktu untuk tugas-tugas sekolah agar mencapai tingkat penguasaan. Meskipun

Program Remedial Page 9
pada tahap awal pelajaran peserta didik membutuhkan waktu lebih banyak untuk
mencapai tingkat penguasaan, pada materi lanjutan waktu yang di butuhkan untuk
mencapai tingkat penguasaan akan lebih sedikit, karena pemahaman mendasar
sudah diperoleh dengan baik pada tahap-tahap awal (Bloom:1971) .
Menurut Gagne, suatu materi dikatakan tuntas dipelajari apabila 90% peserta
didik berhasil menguasai 90% tujuan pelajaran. Robinson (1992) yang dikutip oleh
Davis dan Sorrel (1995) menyatakan bahwa peserta didik dengan nilai "A" dan "B" yang
dapat dinyatakan sudah menguasai materi atau kompetensi karena hanya kedua
kategori nilai itulah yang secara umum dapat diterima sebagai standar ketuntasan.
Proses Belajar mengajar tradisional berpegang pada alokasi waktu secara konstan
yang memungkinkan peserta didik menguasai suatu kompetensi dengan tingkat
penguasaan yang bervariasi, sedangkan proses pembelajaran tuntas atau pengajaran
yang sistematis menetapkan tingkat penguasaan kompetensi secara konstan dengan
memberikan waktu belajar yang bervariasi.
Metode pembelajaran tuntas membagi materi pelajaran menjadi unit-unit
kompetensi dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan ekspektasi
tertentu. Secara individual atau dalam kelompok-kelompok kecil, peserta didik
mempelajari setiap unit kompetensi yang telah diurut secara hierarhis. Peserta didik
harus menunjukkan penguasaannya terhadap unit kompetensi yang dipelajari ketika
dilakukan penilaian, biasanya menguasai 80% kompetensi yang bersangkutan,
sebelum melanjutkan mempelajari materi atau unit kompetensi baru. Siswa yang
tidak mencapai tingkat penguasaan harus mendapat remediasi dengan diberi waktu
tambahan untuk mencapai tingkat penguasaan yang telah ditetapkan. Peserta
tersebut melanjutkan siklus belajar dan penilaian sampai tingkat penguasaan yang
ditetapkan dicapai (Davis & Sorrel:1995).

Program Remedial Page 10
Anak yang mendapat kesulitan belajar perlu diberi perlakuan hal-hal berikut: 1)
diberi tambahan waktu untuk belajar, 2) disampaikan dengan media atau materi
berbeda, 3) dilakukan diagnosis untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan
prasyarat apa yang harus dimiliki peserta didik agar bisa mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan (Gagne). Implementasi pembelajaran tuntas lebih
efektif menggunakan pendekatan tutorial dgn sesion kelompok kecil, tutorial orang
perorang, pembelajarn terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran
berbasis komputer (kindsvatter, 1996)
Secara empirik, jika seorang peserta didik berada pada kondisi yang tepat
mendapat perlakuan belajar yang sesuai dan diberi waktu yang cukup untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya maka dia akan berhasil mencapai tingkat penguasaan
kompetensi yang diharapkan. Berdasarkan hasil studi di beberapa negara termasuk
di Amerika, 90% siswa dapat mencapai target belajar secara normal (Huitt,W,:
http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/instruct/mastery.html,1996). Hasil penelitian
Chrisnajanti menunjukkan bahwa belajar tuntas memberikan pengaruh yang berarti
terhadap hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata hasil belajar
peserta didik sesudah remedial lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar sebelum
remedial. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa belajar tuntas dapat menolong
peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran
khusus (Chrisnajanti: 2002).
Hasil penelitian-penelitian di atas menegaskan betapa pentingnya sekolah
dikondisikan agar dapat memberi perlakuan belajar dan menyediakan waktu belajar
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Berdasarkan analisis teori di atas
ditegaskan pula bahwa tingkat kebutuhan perlakuan dan waktu belajar sangat
bergantung pada potensi siswa sehingga sekolah yang efektif memberi perlakuan

Program Remedial Page 11
belajar tidak sama untuk seluruh siswa karena harus disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan pelayanan.
Berdasarkan uraian teori dan konsep sebelumnya di atas dapat dinyatakan
bahwa Pembelajaran tuntas dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pembelajaran dan penilaian dilakukan dengan tujuan diagnostik
2. Pembelajaran lebih secara individual
3. Lebih efektif menggunakan pendekatan tutorial secara individual
4. Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
5. Menggunakan metode bervariasi
6. Pembelajaran ditujukan untuk kelas dan kelompok
7. Alokasi waktu belajar disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
8. Menggunakan pendekatan penilaian acuan kriteria
9. Pembelajaran terprogram
10. Menggunakan buku kerja
11. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang
mengalami kesulitan
12. Fokus pada peserta didik dan “yang akan dikerjakannya”
Penerapan pembelajaran tuntas di satuan pendidikan tentunya berimplikasi
pada kurikulum, pengajaran, dan penilaian (On Purpose Associates,
http://www.funderstanding.com/v2/educators/mastery-learning).
Kurikulum: Pembelajaran tuntas tidak difokuskan pada konten, tetapi pada
proses menguasai kompetensi. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan
ruang lingkup kecil-kecil dan diorganisasikan secara berurutan.
Pengajaran: Dalam lingkungan pembelajaran tuntas guru banyak
menggunakan teknik mengajar bervariasi untuk kelompok-kelompok peserta
didik (a variety of group-based instructional techniques). Guru juga perlu

Program Remedial Page 12
memberikan masukan yang spesifik melalui penilaian diagnostik dan penilaian
formatif secara berkala, sehingga perkembangan belajar peserta didik dapat
ditelusuri.
Penilaian: Guru mengevaluasi peserta didik dengan menggunakan
pendekatan acuan kriteria, bukan acuan norma. Dengan unit-unit kompetensi
yang kecil yang diurutkan sesuai tahapan hasil belajar, pembelajaran tuntas
mampu memberikan masukan yang banyak bagi perkembangan belajar anak.
The Chicago Board of Education telah mengembangkan suatu model
pembelajaran tuntas yang sistematis yang disebut dengan Chicago Mastery Learning
Reading Program (CMLR). Model ini sudah digunakan di banyak sekolah di Amerika
dan sukses. Ada beberapa hal yang bisa ditarik manfaatnya dari kesuksesan model
ini, yakni (Davis & Sorrel:1995) :
1) Pembelajaran tuntas memungkinkan memberikan pelayanan yang efektif
bagi peserta didik dengan kemampuan yang sangat bervariasi,
2) Pembelajaran tuntas mengurangi perbedaan kemampuan akademis antara
peserta didik yang lambat dengan yang cepat tanpa memperlambat peserta
didik yang cepa,
3) keterampilan dan pengetahuan terinternalisasi dan bisa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping memperoleh penguasaan secara
akademis, sikap dan rasa percaya diri peserta didik menjadi berkembang
B. Kriteria Ketuntasan Belajar
1. Pengertian
Seorang peserta didik diperbolehkan mempelajari kompetensi lanjutan apabila
ia sudah menguasai kompetensi yang menjadi prasyarat. Carrol berpendapat peserta

Program Remedial Page 13
didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik. Yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mengetahui bahwa peserta didik sudah
menguasai kompetensi yang menjadi prasyarat atau tidak?
Seorang peserta didik dinyatakan sudah menguasai suatu kompetensi apabila,
melalui suatu proses penilaian, ia mampu mendemonstrasikan penguasaannya
sebesar 80% (Davis & Sorrel (1995) atau 90% (Gagne) dari kompetensi yang
diharapkan. Angka 80% atau 90% adalah patokan atau kriteria suatu kompetensi
dinyatakan sudah dikuasai. Jadi, kriteria ketuntasan belajar adalah patokan atau
kriteria untuk menyatakan bahwa suatu kompetensi sudah dikuasai anak atau belum.
Kriteria ketuntasan belajar ini populer dengan sebutan kriteria ketuntasan minimum
(KKM).
Berdasarkan uraian tentang konsep pembelajaran tuntas di atas, pembelajaran
tuntas membagi materi atau kompetensi menjadi unit-unit kecil yang diurutkan
sesuai tahapan hasil belajar. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana
kompetensi yang sudah dikuasai atau yang belum. Dengan pemahaman ini, dalam
konteks pengembangan KTSP, kriteria ketuntasan belajar sebaiknya ada pada tataran
indikator pencapaian kompetensi dasar, karena indikator sebenarnya merupakan
kompetensi dasar yang diurai menjadi kompetensi yang lebih kecil.
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar (KD) berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk
masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria
ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran (BSNP: 2006, 10). Boleh saja satuan pendidikan menetapkan KKM
setiap indikator lebih kecil dari 60% sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, tetapi

Program Remedial Page 14
Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus
menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Peningkatan KKM ini diharapkan
dilakukan setiap tahun, karena sehingga peserta didik siap menghadapi ujian pada
akhir jenjang. Di samping itu, kualitas sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara
berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan
peringkat suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah lain (benchmarking). Melalui
pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu untuk meningkatkan kualitasnya,
dalam hal ini meningkatkan kriteria ketuntasan belajar semakin mendekati 100%
untuk masing-masing indikator.
Penetapan kriteria ketuntasan belajar lebih diperuntukkan bagi guru untuk
mengontrol perkembangan belajar peserta didiknya, sehingga guru mengetahui
dengan jelas kompetensi apa yang sudah dikuasai dan yang belum dikuasai anak.
Dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan guru bisa segera mengetahui
kelemahan dan keberhasilan masing-masing peserta didik.
2. Penentuan Kriteria Ketuntasan Belajar
Penentuan kriteria ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator dalam
suatu KD dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sekolah, yakni: tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Yang dimaksudkan
dengan Kemampuan peserta didik adalah kemampuan awal peserta didik sebelum
proses pembelajaran dimulai pada awal setiap semester. Suatu kompetensi dianggap
kompleks bila waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya dan mengajarkannya
banyak; semakin kompleks suatu kompetensi semakin banyak waktu yang
dibutuhkan untuk mempelajari dan mengajarkan kompetensi tersebut. Sumber daya

Program Remedial Page 15
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran, seperti ketersediaan sarana dan
prasarana, kemampuan guru terkait dengan substansi atau metode mengajar.
Penentuan KKM setiap indikator dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1)
dengan cara memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan, 2) dengan
memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap kriteria untuk
menetapkan nilai. Berikut contoh penetapan KKM untuk masing-masing cara
a. Dengan cara memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan, misalnya
seperti berikut.
Kompleksitas kompetensi : - Tinggi = 1
- Sedang = 2
- Rendah = 3
Sumber daya pendukung : - Tinggi = 3
- Sedang = 2
- Rendah = 1
kemampuan akademis : - Tinggi = 3
- Sedang = 2
- Rendah = 1
Jika kondisi indikator 1 (pada tabel di bawah) : kompleksitas rendah, daya
Dukung tinggi dan tingkat kemampuan akademis siswa sedang, maka kriteria
ketuntasan belajar menjadi :
(3 + 3 + 2) x 100 = 88.89 %
9

Program Remedial Page 16
KD dan Indikator Kondisi sekolah Kriteria
ketuntasan
belajar (%) Komplek
sitas
Daya
dukung
Kemampuan
akademis
Menganalisis atmosfer dan
dampaknya terhadap
kehidupan di muka bumi
1. Mengidentifikasi ciri-
ciri lapisan atmosfer
dan pemanfaatannya
2. ...
3
3
2
88.89 %
b. Dengan cara memberikan pertimbangan professional judgment pada setiap
kriteria untuk menetapkan nilai, misalnya seperti berikut.
Kompleksitas kompetensi : - Tinggi
- Sedang
- Rendah
Sumber daya pendukung : - Tinggi
- Sedang
- Rendah
kemampuan akademis : - Tinggi
- Sedang
- Rendah

Program Remedial Page 17
Contoh:
Jika suatu indikator dengan kondisi seperti berikut : kompleksitas rendah, daya
dukung tinggi dan kemampuan akademis peserta didik sedang, maka dapat
dikatakan hanya satu komponen yang memengaruhi pencapaian ketuntasan
maksimal (100 %) yaitu kemampuan akademis peserta didik. Jadi guru dapat
menetapkan kriteria ketuntasan antara 90 – 80 %.
C. Pencapaian Ketuntasan Belajar
Pada uraian sebelumnya dikatakan bahwa kriteria ketuntasan belajar setiap
indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% – 100%. Kriteria
ideal untuk masing-masing indikator adalah 75 %. Namun, pada awalnya, sekolah
dapat menetapkan kriteria ketuntasan belajar apakah 50%, 60% atau 70%.
Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuan
akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru serta
ketersediaan sarana dan prasarana. Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana
guru tahu bahwa peserta didiknya sudah menguasai suatu kompetensi secara tuntas
atau tidak? Bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar apa
yang harus dilakukan? Sebaliknya, bagi peserta didik yang sudah mencapai kriteria
ketuntasan belajar sementara teman-temannya belum mencapai, apa yang harus
dilakukan?
Seorang peserta didik diketahui sudah menguasai suatu kompetensi secara
tuntas atau tidak dilihat dari nilai yang diperoleh terkait dengan kompetensi
bersangkutan. Apabila nilai peserta didik untuk setiap indikator sama atau lebih
besar dari kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan, dapat dikatakan
bahwa peserta didik itu telah menuntaskan indikator itu. Apabila semua indikator
telah tuntas, dapat dikatakan peserta didik telah menguasai KD bersangkutan.

Program Remedial Page 18
Dengan demikian, peserta didik dapat diinterpretasikan telah menguasai SK dan
mata pelajaran. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari
50%, peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan mengikuti remedial
untuk indikator yang belum tuntas. Sebaliknya, apabila nilai indikator dari suatu KD
lebih kecil dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan peserta didik itu belum
menuntaskan indikator itu. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang belum
tuntas sama atau lebih dari 50%, peserta didik belum dapat mempelajari KD
berikutnya.
Berikut contoh penghitungan nilai kompetensi dasar dan ketuntasan belajar pada
suatu mata pelajaran.
Kompetensi Dasar Indikator Kriteria
Ketuntasan
Nilai
peserta
didik
Ketunta
san
Menganalisis
dinamika dan
kecenderungan
perubahan litosfer
dan pedosfer
serta dampaknya
terhadap
kehidupan
dimuka bumi
1. Menganalisis keterkaitan
teori tektonik lempeng
terhadap persebaran gunung
api, gempa bumi dan
pembentukan relief muka
bumi
2. Mengidentifikasi ciri bentang
lahan sebagai akibat proses
pengikisan dan
pengendapan
3. Mengidentifikasi degradasi
lahan dan dampaknya
terhadap kehidupan
60%
60%
50%
60
59
59
Tuntas
Tidak
Tuntas
Tuntas

Program Remedial Page 19
Kompetensi Dasar Indikator Kriteria
Ketuntasan
Nilai
peserta
didik
Ketunta
san
Menganalisis
atmosfer dan
dampaknya
terhadap
kehidupan di
muka bumi
1. Mengidentifikasi ciri-ciri
lapisan atmosfer dan
pemanfaatannya
2. Menganalisis unsur-unsur
cuaca dan iklim (penyinaran,
suhu, angin, kelembaban,
awan, curah hujan)
3. Mengklasifikasikan berbagai
tipe iklim
60%
70%
60%
61
80
90
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai indikator pada kompetensi
dasar 1 cenderung 60. Jadi nilai kompetensi dasar 1 adalah 60 atau 6. Nilai indikator
pada kompetensi dasar ke 2 bervariasi, sehingga dihitung nilai rata-rata indikator.
Jadi nilai kompetensi dasar ke 2 :
7,7 atau 773
908061
Pada kompetensi dasar 1, indikator ke- 2 belum tuntas. Jadi peserta didik perlu
mengikuti remedial untuk indikator tersebut.
Apabila kriteria ketuntasan belajar yang ditetapkan untuk setiap indikator
dirasakan kurang praktis, kriteria ketuntasan belajar bisa ditetapkan untuk setiap
kompetensi dasar dengan cara penghitungan sama seperti untuk indikator yang
diuraikan di atas.

Program Remedial Page 20
Untuk memantau pencapaian ketuntasan belajar peserta didik, nilai setiap
indikator pada masing-masing kompetensi dasar dapat dimasukkan pada format
kemajuan belajar berikut. Selanjutnya nilai masing-masing KD dapat dimasukkan
dalam Rekap Nilai untuk penghitungan nilai pada rapor.
FORMAT PENILAIAN BERKELANJUTAN
KELAS : ……………………………………….
MATA PELAJARAN : ……………………………………….
No NAMA NIS L/P
Standar Kompetensi
Kode …………….
Kompetensi Dasar …………………………
INDIKATOR
1 2 3 4 5
KK: 75% KK:70% KK: 75% KK: 85% KK: 90%
N NP N NP N NP N NP N NP
1
2
Dst.
Keterangan:
KK = Kriteria Ketuntasan Belajar
N = Nilai
NP = Nilai Perbaikan
Catatan guru :

Program Remedial Page 21
BAB III
PEMBELAJARAN REMEDIAL DAN PENGAYAAN
Kriteria ketuntasan belajar dapat digunakan untuk mengetahui apakah seorang
peserta didik sudah menguasai kompetensi yang bersangkutan atau tidak. Penetapan
kriteria ketuntasan belajar tentunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing satuan
pendidikan. Ketuntasan belajar peserta didik dapat diketahui dari hasil penilaian kelas.
Bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar harus mengikuti
perbaikan atau pembelajaran remedial, sedangkam bagi peserta didik yang mencapai
kriteria ketuntasan lebih cepat dari waktu yang disediakan dapat mengikuti kegiatan
atau pembelajaran pengayaan.
A. Pembelajaran Remedial
1. Pengertian Remedial
Setiap anak dengan kemampuan kognitif normal berpotensi mencapai
kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan, asalkan kepadanya diberikan
waktu dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Akan tetapi
sistem pendidikan di Indonesia terikat dengan waktu di mana sejumlah materi atau
kompetensi mata pelajaran harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu, seperti
dalam satu catur wulan atau satu tahun. Oleh karena itu peserta didik yang belum
mencapai kriteria ketuntasan belajar dalam waktu yang telah ditetapkan perlu
dibantu dengan pengajaran remedial agar mereka dapat mencapai kriteria
ketuntasan yang ditetapkan.
Guru harus percaya bahwa setiap peserta didik dalam kelasnya mampu
mencapai kriteria ketuntasan setiap kompetensi, bila peserta didik mendapat
bantuan yang tepat. Misalnya, memberikan bantuan sesuai dengan gaya belajar

Program Remedial Page 22
peserta didik pada waktu yang tepat sehingga kesulitan dan kegagalan tidak
menumpuk. Dengan demikian peserta didik tidak frustasi dalam mencapai
kompetensi yang harus dikuasainya.
Remedial dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif,
dilakukan oleh guru mata pelajaran, guru kelas, atau oleh guru lain yang memiliki
kemampuan memberikan bantuan dan mengetahui kekurangan peserta didik.
Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan
belajar. Kegiatan dapat berupa tatap muka dengan guru atau diberi kesempatan
untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan penilaian dengan cara: menjawab
pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas
mengumpulkan data. Waktu remedial diatur berdasarkan kesepakatan antara peserta
didik dengan guru, dapat dilaksanakan pada atau di luar jam efektif. Remedial
hanya diberikan untuk indikator yang belum tuntas.
2. Pembelajaran Remedial
Pada hakekatnya semua peserta didik dengan kemampuan kognitif normal
dapat menguasai kompetensi yang ditentukan, hanya waktu pencapaiannya yang
berbeda antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lain dalam robongan
belajar yang sama. Oleh karena itu, bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat
penguasaan kompetensi dalam waktu yang berlaku umum perlu diberikan program
perbaikan atau disebut dengan pembelajaran remedial.
Pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta
didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar pada kompetensi tertentu,
menggunakan metode yang bervariasi dan diakhiri dengan penilaian ulang untuk
mengetahui apakah peserta didik sudah mencapai tingkat ketuntasan atau belum.

Program Remedial Page 23
Pembelajaran remedial bertujuan agar peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dan mencapai kriteria ketuntasan belajar.
Seorang peserta didik diketahui membutuhkan pembelajaran remedial atau
tidak dari hasil ulangan harian yang dilaksanakan sejak awal tahun pelajaran. Apabila
nilai ulangan harian peserta didik lebih kecil dari kriteria ketuntasan belajar maka
peserta didik tersebut perlu mengikuti program remedial. Oleh karena itu, ulangan
harian perlu dilakukan setelah selesai satu atau dua kompetensi dasar (KD), sehingga
seorang guru dengan cepat mengetahui peserta didiknya yang perlu mendapat
bimbingan lebih intensif.
Fungsi pengajaran remedial (Chrisnajanti: 2002):
a) Korektif,
Fungsi ini memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar peserta didik dan
juga perbaikan segi-segi kepribadian peserta didik.
b) Pemahaman
Fungsi ini memungkinkan peserta didik memahami keberhasilan dan
kelemahannya serta memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran
sesuai dengan kondisi peserta didik.
c) Penyesuaian
Fungsi ini memungkinkan peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dan memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran dengan
kemampuannya
d) Pengayaan
Fungsi ini memungkinkan peserta didik menguasai materi lebih banyak dan
mendalam serta memungkinkan guru mengembangkan berbagai metode yg
sesuai dengan karakteristik peserta didik
e) Akseleratif

Program Remedial Page 24
Fungsi ini memungkinkan peserta didik mempercepat proses pembelajarannya
dalam menguasai materi yang disajikan
f) Terapeutik
Fungsi ini memungkinkan terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yg
menunjang keberhasilan belajar peserta didik.
Berikut beberapa pendekatan pengajaran yang dapat diterapkan dalam
pengajaran remedial, yaitu (Chrisnajanti: 2002):
a. Pendekatan kuratif :
pendekatan yang dilakukan setelah guru mengetahui ada siswa yang gagal
mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat tiga strategi yang dapat dikembangkan
guru melalui pendekatan ini, yaitu: 1)strategi pengulangan, 2) pengayaan dan
pengukuhan, dan 3) percepatan.
b. Pendekatan preventif:
pendekatan yang dilakukan kepada siswa yang sejak awal proses pembelajaran
sudah diduga akan mengalami kesulitan belajar. Stategi yang dapat dilakukan
melalui pendekatan ini,yaitu: 1) kelompok homogen, 2) individual, dan 3) kelas
khusus.
c. Pendekatan yang bersifat pengembangan:
pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa harus
diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien mungkin.
Pembelajar remedial dapat dilakukan di dalam atau di luar kelas dengan
berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut:

Program Remedial Page 25
1. Menyelenggarakan pembelajaran ulang dengan metode dan media yang
berbeda dari yang awal dan bervariasi
2. Peserta didik belajar mandiri atau pemberian bimbingan secara khusus
3. Guru memberikan tugas/latihan bagi peserta didik secara individual atau
kelompok kecil
4. Peserta didik belajar dalam kelompok kecil dengan bimbingan alumni atau
tutor sebaya
Semua cara di atas harus diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui apakah
peserta didik bersangkutan sudah mengalami kemajuan belajar.
B. Pembelajaran Pengayaan
1. Pengertian Pengayaan
Pembelajaran atau kegiatan Pengayaan merupakan kegiatan penguatan pada
kompetensi tertentu bagi peserta didik yang sudah mencapai kriteria minimal
ketuntasan belajar untuk kompetensi bersangkutan, sementara peserta didik lainnya
dalam kelas yang sama belum mencapai. Peserta didik yang telah mencapai
kompetensi lebih cepat dari peserta didik lain dapat mengembangkan dan
memperdalam kecakapannya secara optimal melalui pembelajaran pengayaan.
Pembelajaran pengayaan memberi kesempatan bagi peserta didik yang
memiliki kelebihan sehingga mereka dapat mengembangkan bakat dan minat serta
mengoptimslkan kecakapannya. Tidak semua peserta didik bisa mendapatkannya
pada kompetensi yang sama. Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu
mencapai kompetensi lebih cepat, dapat diberikan program akselerasi.
Pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif.
Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu mencapai kompetensi lebih cepat,

Program Remedial Page 26
dapat diberikan program akselerasi. Sebagai bagian integral dari kegiatan
pembelajaran, kegiatan pengayaan ini tidak lepas dari kegiatan penilaian. Penilaian
hasil pemb pengayaan tidak sama dengan kegiatan pembeajaran biasa tetapi harus
dihargai sebagai nilai lebih dari peserta didik lainnya yang ikut remedial.
Pengayaan dilakukan bagi peserta didik yang memiliki penguasaan lebih
cepat dibandingkan peserta didik lainnya, atau peserta didik yang mencapai
ketuntasan belajar ketika sebagian besar peserta didik yang lain belum. Peserta didik
yang berprestasi baik perlu mendapat pengayaan, agar dapat mengembangkan
potensi secara optimal. Salah satu kegiatan pengayaan yaitu memberikan materi
tambahan, latihan tambahan atau tugas individual yang bertujuan untuk
memperkaya kompetensi yang telah dicapainya. Hasil penilaian kegiatan pengayaan
dapat menambah nilai npeserta didik pada mata pelajaran bersangkutan.
2. Pembelajaran Pengayaan
Pembelajaran/kegiatan pengayaan dapat dilaksanakan dalam bentuk seperti berikut
1. belajar kelompok (sekelompok pesertsa didik yang memiliki minat tertentu
diberikan pelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil
menunggu teman-temannya yang sedang mengikuti pembelajaran remedial)
2. belajar mandiri (secara mandiri peserta didik belajar tentang sesuatau yang
diminati)
3. Pemadatan kurikulum (pemberian pelajaran hanya untuk kompetensi materi
yang belum diketahui peserta didik)
4. Memberikan tugas membaca secara mandiri
5. Menugaskan sebagai tutor sebaya

Program Remedial Page 27
BAB IV
PENUTUP
Sesuai dengan perundang-undangan yan berlaku, setiap peserta didik berhak
mendapatkan layanan sesuai dengan karakteristik mereka, sehingga satuan pendidikan
perlu merancang program yang sesuai dengan karakteristik individu peserta didik.
Pembelajaran tuntas berperan penting mendorong peserta didik menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditargetkan untuk dicapai dan juga
memberi kesempatan bagi semua peserta didik untuk mengembangkan
kemampuannya sesuai potensi dan minatnya. Namun banyak faktor yang dapat
menghambat pencapaian tersebut, karena itu peserta didik yang mengalami kesulitan
dalam menguasai kompetensi perlu diberikan pembelajaran perbaikan atau disebut juga
dengan pembelajaran remedial. Program remedial dapat mendorong peserta didik ya
ng mengalami kesulitan belajar untuk mencapai ketuntasan belajar. Karena itu, satuan
pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial bagi peserta
didiknya agar mereka mencapai ketuntasan belajar. Sebaliknya, bagi peserta didik yang
mampu menguasai kompetensi lebih cepat dari teman-temannya perlu diakomodasi
dengan memberikan pembelajaran atau kegiatan pengayaan yang dapat
mengembangkan potensi peserta didik tersebut secara optimal. Karena itu satuan
pendidikan perlu menyediakan program atau kegiatan pengayaan bagi peserta didik
yang cepat tersebut, sehingga potensi mereka dapat tersalurkan dengan baik.

Program Remedial Page 28
DAFTAR PUSTAKA
Block, J. (1971). Mastery learning: Theory and practice. New York: Holt, Rinehart, &
Winston
Bloom, B. (1971). Mastery learning. New York: Holt, Rinehart, & Winston
Chrisnajanti, Wiwik. 2002). Pengaruh Program Remedial terhadap Ketuntasan Belajar
Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur nomor 1 tahun 1, edisi Maret
Carroll, J. (1963). A model for school learning. Teachers College Record, 64, 723-733.
Davis, Denese and Jackie Sorrell, (1995, December). Mastery learning in public
schools. Educational Psychology Interactive. Paper prepared for PSY 702:
Conditions of Learning. Valdosta, GA: Valdosta State University. from
http://teach.valdosta.edu/whuitt/files/mastlear.html
Gagne, et al. Principles of instructional design
Hayat, Bahrul. Makalah berjudul Penilaian Kelas (Classroom Assessment) Dalam
Penerapan Standar Kompetensi.