prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

70
Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 1 Yang Mulia Tun Chanselor, Para Ahli Majlis Universiti, Para Ahli Senat Universiti, Para Professor, Pensharah Kanan, Pensharah dan Penolong Pensharah, Para Mahasiswa, Para Tetamu Kenamaan, Dan Para Hadhirin yang dihormati sekalian! I Voltaire pernah berkata bahwa fakta 2 sejarah yang bersifat runchitan dan yang tiada membawa kepada sesuatu matlamat merupakan kepada sejarah sebagaimana barang 2 angkutan merupakan kepada tentera–yaitu sebagai beban rintangan belaka; kita harus memandang sejarah dengan pandangan semesta, justru sebab akal insan itu sedemikian kechilnya sehingga jikalau dibebani fakta2 yang be-runchit 2 itu nischaya akan tertindislah ia. Meskipun tilikan fakta 2 yang terpenchil itu menunjukkan dan menyatakan perkara-perkara yang benar berlaku dalam sejarah, namun jikalau dilihat dari sudut hiasan permandangan alam sejarah maka fakta2 itu menjadi palsu pula dan merupakan se-akan2 antinomi dalam falsafah sejarah. Kita harus menganggap fakta2 yang sedemikian itu sebagai perkataan2 yang disusun dalam kamus; sungguhpun tiap sesuatu daripadanya menjelaskan kebenaran maknanya, akan tetapi pada keseluruhannya ia tiada mengandung makna sebab penyusunannya hanya berdasarkan pada giliran huruf2nya dalam abjad, bukan pada mempersangkut-pautkan konsep2 perkataan2 penting yang dapat menayangkan suatu gambaran mengenai pandangan hidup masharakat yang menggunakan bahasa yang diperkamuskan itu. Maka ibaratnya samalah seperti kiasan yang pernah digunakan oleh Macaulay peri pengalaman pengembara Gulliver di negeri Brobdingnag yang didiami oleh manusia 2 tinggi-besar seperti raksasa.

Upload: fendi-ali

Post on 08-Aug-2015

117 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu.

TRANSCRIPT

Page 1: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 1

Yang Mulia Tun Chanselor,Para Ahli Majlis Universiti,Para Ahli Senat Universiti,Para Professor, Pensharah Kanan, Pensharah dan Penolong Pensharah,Para Mahasiswa,Para Tetamu Kenamaan,Dan Para Hadhirin yang dihormati sekalian!

I

Voltaire pernah berkata bahwa fakta2 sejarah yang bersifatrunchitan dan yang tiada membawa kepada sesuatu matlamatmerupakan kepada se jarah sebagaimana barang2 angkutanmerupakan kepada tentera–yaitu sebagai beban rintangan belaka;kita harus memandang sejarah dengan pandangan semesta, justrusebab akal insan i tu sedemikian kechilnya sehingga j ikalaudibebani fakta2 yang be-runchit2 itu nischaya akan tertindislah ia.Meskipun tilikan fakta2 yang terpenchil itu menunjukkan danmenyatakan perkara-perkara yang benar berlaku dalam sejarah,namun jikalau dilihat dari sudut hiasan permandangan alam sejarahmaka fakta2 itu menjadi palsu pula dan merupakan se-akan2 antinomidalam falsafah sejarah. Kita harus menganggap fakta2 yang sedemikianitu sebagai perkataan2 yang disusun dalam kamus; sungguhpun tiapsesuatu daripadanya menjelaskan kebenaran maknanya, akan tetapi padakeseluruhannya ia tiada mengandung makna sebab penyusunannyahanya berdasarkan pada giliran huruf2nya dalam abjad, bukan padamempersangkut-pautkan konsep2 perkataan2 penting yang dapatmenayangkan suatu gambaran mengenai pandangan hidup masharakatyang menggunakan bahasa yang diperkamuskan itu. Maka ibaratnyasamalah seperti kiasan yang pernah digunakan oleh Macaulay peripengalaman pengembara Gulliver di negeri Brobdingnag yang didiamioleh manusia2 tinggi-besar seperti raksasa.

Page 2: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 2

Dari jauh gadis2 Brobdingnag terlihat sungguh jelita pada pandanganGulliver, namun demikian bilamana ditatapnya wajah gadis2 itu daridekat nyatalah dengan jelas urat2 darah pada mata dan pipi sigadis itu,serta lubang2 roma yang bertaburan meliputi parasnya. Alangkahpalsunya penglihatan ini! Kita tahu bahwa apabila Basuki Abdullahmelukis wajah seorang gadis jelita, tiada akan se-kali2 dilukisnya jugaurat-urat darah pada mata dan pipinya, dan lubang2 roma meliputiparasnya. Jikalau dilukisnya demikian, maka lukisan itu bukan sahajaakan membawa rasa-chita yang kurang sedap, bahkan akan menggam-barkan pandangan yang palsu melulu-melainkan jikalau lukisan itudipersesuaikan dengan ukuran dan jarak pandangannya yang saksamapula. Demikianlah juga halnya dengan sejarah. Sebagaimana jumlahhakikat wajah gadis jelita tiada dapat direnungkan sebagai betul2 benar,begitu jugalah jumlah hakikat dan fakta2 sejarah tiada dapat ditiliksebagai betul2 menayangkan keadaan yang benar2 berlaku. Dengan inijelaslah juga bahwa sungguhpun kajian2 yang bersifat mikro atapunyang be-runchit2 itu ada gunanya dalam pentafsiran sejarah, namunbagaimanapun, adalah lebih utama bagi melaksanakan tafsiran yangsaksama untuk mengemukakan hasil renungan ilmiah yang meliputipandangan yang lebih besar. Andaikata penulisan sejarah itu harusditumpukan pada pengkajian fakta yang ber-sifat runchitan, andaikatasejarah itu harus membayangkan segala hal sehingga termasuk kejadianyang kechil2 dalam penghidupan insan, andaikata sejarah itu harusmerupakan penulisan seluruh fakta2 dengan sechara mutlak atauabsolut, justru tiada mungkin akan terchapai hasrat insan untukmentafsirkan sejarah. Daya yang demikian itu tiada mungkin akandapat dichapai, sebab tentu akan membawa pengertian bahwa segalahal yang berlaku termasuk perbinchangan2, perchakapan2, tindakan2

dan tiap2 perbuatan lain yang dilakukan insan haruslah juga dichatatdan dilaporkan serta ditafsirkan. Jangankan menulis sejarah suatunegara, bahkan sejarah suatu kampung yang meliputi jangka masa satuminggu-pun tiada dapat kita tulis dengan sepenuh-lengkapnya, danjikalau seki-ranya dapat sekalipun ditulis segala yang berlaku dalamsuatu kampung dalam masa seminggu, maka penulisan itu justru akanmemenuh-padatkan ruang gedung Parlemen. Sejarah yang melaporkansegala hal yang berlaku atau telah berlaku tiada akan menggam-barkan kejadian dan keadaan yang benar berlaku. Bahwasanya

Page 3: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 3

ternyatalah konsep tugas seorang ahli sejarah itu bukanlah mengkaji,men-chatat, dan melaporkan segala hal yang terjadi dalammeriwayatkan dan mentafsirkan kehidupan dan nasib sesuatu bangsa;akan tetapi ia harus memilih apa yang hendak dikajinya, ia harusmengasingkan apa yang hendak dichatatnya dari bahan2 tiada terbatasitu, ia harus merumuskan apa yang hendak dilaporkannya dengan tujuanbagi menayangkan gambaran yang terdiri daripada sifat2 tertentu yangakan merupakan hakikat bangsa itu.

Bahwa sesungguhnyalah sharahan ini bertujuan untuk memajukansatu renungan ilmiah yang luas mengenai peristiwa perabadan dalamsejarah Kepulauan Melayu-Indonesia. Apabila kita tinjau luasanalam sejarah insan dari abad datang kezaman, akan kita dapati sekali-sekali suatu pergolakan hebat yang merobah nasib suatu bangsa dandaya sejarah bangsa itu, sehingga perubahan itu menandakan suatuzaman baru. Pengertian ‘zaman baru’ itu ialah suatu zaman yangmempunyai chiri2 yang penting dan yang bersifat persendirian sertaberlainan dengan sifat2 zaman yang lampau, zaman yang menayang-kan pandangan hidup yang berbeda daripada yang lampau, zamanyang menubuhkan bukan sahaja rupa baru bahkan juga jiwa baru.Pada kebiasaannya dalam penulisan sejarah Kepulauan Melayu-In-donesia perbandingan2 yang direkakan oleh para sarjana dan ahlisejarah Barat mengenai kiasan2 yang berlaku dalam sejarah adalahperbandingan dengan sejarah benua India, yang dianggap oleh mere-ka se-olah2 mewujudkan segara peristiwa sejarah kita. Dalam sha-rahan ini izinkanlah saya membuat perbandingan dan memberikankiasan yang tiada berdasarkan pandangan terhadap sejarah benuaIndia. Saya akan menolehkan pandangan saya kepada sejarah Eropapada takat sebelum timbulnya keadaan baru yang menerbitkan AbadPertengahan sejarah itu, dan dalam pada itu juga akan mengemuka-kan pandangan2 mengenai pengaruh terbitnya Islam terhadap pen-jelmaan Abad Pertengahan di Eropa.

Memang telah diakui oleh beberapa orang sarjana dan ahli sejarahEropa yang terkenal bahwa kedatangan Islam kedunia Timur dan ke-beberapa tempat di Eropa serta hubungan fikiran dan lain2 yang ber-laku sebagai akibatnya itu justru telah menimbulkan pengaruh aliranbaru dalam pandangan hidup orang Eropa. Terbitnya Islam telah di-

Page 4: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 4

anggap sebagai membimbing kearah suatu zaman baru, membawapermulaan suatu zaman yang disebut zaman moden, bukan sahaja dalamsejarah Eropa tetapi juga dalam sebahagian besar sejarah dunia yangterpengaruh olehnya. Zaman moden itu disebut ‘moden’ sebab ilmupengetahuannya berdasarkan rasionalisma atau pengetahuan akliah, dansistim masharakatnya mementingkan kebebasan orang perseorangan ataukepribadian insan dari genggaman keperchayaan yang tiada rasional,sedangkan zaman yang bukan moden itu berdasarkan seni yangmembantu membelenggu masharakat dengan keperchayaan takhyul.Perbedaan ini, diantara lainnya, menjadi perbedaan utama antara sifat2zaman moden dan yang bukan moden. Dengan istilah ‘seni’ dalamperbincangan ini dimaksudkan suatu chabang falsafah yangmenumpukan pemikiran dan perasaan pada yang indah atau chantik,ataupun kepada keindahan atau kechantikan, terutama sekali dalambidang kesenian. Selain dari itu chabang falsafah yang disebut seni itulebih sibut berupaya dalam hal2 yang mengenai taraf dan nilai perihalmenikmati kesenian. Yang saya maksudkan dengan rasionalisma,dengan pengetahuan akliah, ialah suatu chara-gaya falsafah yangberdasarkan pengkajian alam semesta mengikut daya tatatertib akal.

Tiada akan meliwati batas jikalau kita bandingkan pengaruhkedatangan Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia dengan pengaruhIslam di Eropa pada abad keenam dan abad ketujuh Masihi. Seba-gaimana di Eropa seni mengambil peranan utama sebelum pengaruhIslam, kita lihat didaerah Kepulauan Melayu-Indonesia pun seni menjadidasar hidup dizaman Hindu-Buddha; sebagaimana zaman modenterpimpin masuk oleh pengaruh Islam mewujudkan suasana baru diEropa, demikian jugalah kedatangan Islam kedaerah Kepulauan Melayu-Indonesia menandakan kedatangan zaman baru dan permulaan zamanmoden.

II

Menurut Henri Pirenne, seorang sarjana sejarah Eropa yang ter-kenal dalam bidang teori tentang perabadan sejarah Eropa, prosessejarah yang memulakan penjelmaan semangat Abad Pertengahan diEropa bukanlah sesungguhnya disebabkan oleh akibat kedatangangolongan Kaum Biadab yang terdiri daripada sukubangsa Jerman, yang

Page 5: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 5

telah menurun berduyun dengan ganasnya menaklukkan danmencherobohi Imperaturia Roma sebelum abad keenam Masihi.Sesungguhnyalah orang2 Jerman itu tiada berhasil memusnahkan Im-peraturia Roma, yang telah ber-abad2 berdiri tegap dengan keindahan-nya merajalelai seluruh Eropa, dan menakjubkan Dunia Lama dengankehandalan kesusilaannya, yang merupakan salah satu tamadduntertinggi dalam sejarah insan. Namun demikian, mereka berhasil jugamerobohkan pemerintahan Imperaturia tersebut, dan hanya inilah satu-satunya hasil dalam perolahan sejarah yang telah berlaku sebagai akibatkedatangan mereka ke dalam kawasan penjajahan Roma. GolonganKaum biadab itu sendiri, setelah menaklukkan kuasa pemerintahanRoma, terpaksa mengakui keistimewaan dan kewibawaan bangsa yangdicherobohinya itu. Lakonan penaklukan yang telah dilakukan terhadapbangsa Romawi kini telah berputar-balik lakunya dalam bidang kebu-dayaan: disitu golongan pencheroboh Kaum Biadab mengambil giliran-nya pula untuk ditaklukkan oleh kebudayaan Romawi. Orang2 Jermanitu tiada se-kali2 berdaya dan berkemampuan menggantikan kesusilaandan falsafah pemerintahan Imperaturia Roma dengan membawa nilai2baru mereka sendiri, akan tetapi sebaliknya merekalah terabdi kepadamengekori chara dan kebiasaan hidup Romawi sehingga menirukedudukan golongan feoderatinya, dan dengan demikian memperkukuhdan memperkekalkan keadaan yang telah sedia ada. Memang benarkedatangan mereka itu diiringi proses penghinaan yang mahadahshat ter-hadap kebudayaan Romawi, akan tetapi mereka datang dengan keham-paan budaya dan dengan demikian tiadalah mereka itu membawa apa2

fahaman baru mengenai falsafah hidup dan ketata-negaraan.

Kedudukan daerah2 Eropa diperpinggiran kawasan Imperaturia itumasih tetap merupakan daerah2 Jerman; dan negeri Inggeris pundemikian, tetap memeluk sifat keinggerisan. Apa yang telah berlakutiada terlihat sebagai merobah nasib sejarah Eropa, hanya persatuanyang dahulu wujud sebagai Imperaturia Roma sekarang telah bergantichorak menjadi percheraian belah-bahagi kawasan itu kepada beberapabuah negara. Bagaimanapun choraknya pembelah-bahagian danpercheraian yang berlaku didalam, maka sebenarnya tiada juga berhasilmeleburkan perpaduan keseluruhannya yang tetap kukuh dan unggul.Kenyataan yang jelas yang mengiringi kedatangan golongan Jerman

Page 6: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 6

itu ke Romania hanyalah demikian - lain daripada itu tiada. Kononnyanegara2 yang telah timbul dalam kawasan Imperaturia itu merupakanpenjelmaan semangat kebangsaan masing2, tetapi yang sebenarnya tiadasuatu pun yang membayangkan sifat2 kebangsaannya sendiri. Negara2

itu masing2 bukanlah merupakan sifat2 kebangsaan yang berjayameluchutkan belenggu imperialisma Roma, akan tetapi hanyamerupakan serpihan2 yang bersifat Romawi jua. Ibarat keadaandemikian justru laksana suatu Palazzo - suatu istana indah Romapurbakala, yang meskipun telah dibelah-bahagi ruang dalamnya kepadabeberapa tempat kediaman, namun tetap berdiri tegap sebagai suatubangunan agung. Wajah Eropa telah berubah, tetapi wataknya yangmenjadi sumber pribadi dan jiwanya tetap sama seperti sediakala.

Dinegeri Inggeris pula se-olah2 tampak suasana perubahan padamasa itu. Chiri2 tamaddun Romawi telah lenyap disitu. Tiada sedi-kitpun terdapat kesan sisa dari tradisi2 lama itu. Suatu dunia baru se-dang menjelma. Tempat dan peranan perundangan lama serta bahasadan institusi2 Romawi telah diambil-alih oleh perundangan serta bahasadan institusi2 yang bersifat Jerman. Suatu tamaddun baru yang bersifatkejermanan atau keutaraan, yang dapat dichirikan dengan gelaranNordik, sedang menerbitkan dirinya. Tamaddun ini se-mata2 berbedadan dengan tandingan keras menolak tamaddun Romawi yang telahmenyatu-padukan dengan kebudayaannya daerah2 dalam perkawasanImperaturia, yang kini masih merupakan penjelmaan jiwa tamaddunpurbakala di Eropa. Dinegeri Inggeris pada zaman itu tiada terdapatkesan ketatanegaraan Romawi dengan chita2nya yang berdasarkanhukum dan undang2, sistim kewarganegaraan dan agama Kristiannya;akan tetapi terdapat disitu kesusilaan Nordik atau Jerman yang telahmenyimpan baik dan menganut tradisinya sendiri, berdasarkan pereratantali perkauman dan keturunan diantara golongan2 sukubangsanya, dansuatu sistim undang2, perekonomian dan peradaban serta ikhlak yangberakibat dari dasar tersebut. Disitu terdapat suatu kesusilaanPaganisma, sebagaimana terbayang dalam sastera keperwiraan. Inilahyang menjadi keistimewaan Kaum Biadab yang telah menjungkirkanDunia Lama Romawi : justru demi mengambil tempat dan peranannya,yang tiada termampu diperolehnya di Eropa. Kesusilaan baru yangtimbul dinegeri Inggeris itu tiadalah berkisar dalam gelanggang kuasa

Page 7: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 7

penarik dari Selatan. Dengan menghidupkan jiwanya dari kesegaransuasana kesusilaan Jerman, golongan Anglo-Saxon itu telah meniru jejaklangkah Imperatur Roma, sungguhpun tiada pernah tertakluk kepadakuasa Romawi. Negeri Inggerislah diantara negeri2 Kaum Biadab yangpaling sedikit mengalami pengaruh kebudayaan Romawi, dan disitukesusilaan dunia baru Jerman dan Nordik telah berdaya memperkukuhdiri. Disitu mereka hidup sebagai dirinya sendiri, sebagai Jerman,sebagai Nordik, sebagai penjelmaan jiwa Kaum Biadab, sebagai satumasharakat yang membayangkan chara hidup dan susila yang se-akan2

sama seperti yang ditayangkan oleh karya pujangga Homer yangmendalangkan kehidupan masharakat Yunani purbakala.

Akan tetapi menurut Pirenne gambaran yang telah ditayangkanoleh suasana keadaan hidup Anglo-Saxon dinegeri Inggeris itu hanyamenyatakan suatu keadaan yang terpenchil dan terbatas kepada tempatitu sahaja. Disebahagian besar Eropa yang telah lama mengalamipengaruh Roma tiada terdapat keadaan demikian. Disana jiwa Romawimasih wujud dan hidup, kechuali di-daerah2 perbatasan dan perping-giran sungai2 Rhine dan Danube - daerah2 yang merupakan kawasanJerman, yang penduduk2nya, laksana banjir hebat yang lama telahterbendung oleh tembok tamaddun Romawi, kemudian telah melambakkeluar ke dalam kawasan Imperaturia menenggelamkan dan membe-namkannya untuk se-lama2nya. Bagaimanapun, daerah2 terkechuali initiada memainkan peranan penting dalam sejarah Eropa sebab nasibmasing2 daerah itu terchantum kepada negara2 yang telah timbul sebagaiakibat perpechah-belahan dalam struktur luar Imperaturia Roma -diantara lainnya negara2 seperti negara Faranji atau Ostrogoth yangmerupakan pusat Romania. Dan disitupun nyatalah bahwa keadaanseperti sediakala masih tetap wujud. Pengganas2 dan pencheroboh2

golongan Kaum Biadab itu, jikalau dibandingkan dengan luasan danpengaruh Romawi yang telah digulingkan oleh mereka itu, demikiansedikit bilangannya sehingga mahu tidak mahu terpaksa menundukmenyerahkan diri menghadapi kebudayaan dan kesusilaan serta ta-maddun yang lebih luhur dan agung itu. Walaupun ahli warisnya telahdigulingkan dan tuannya dahulu sekarang menjadi hamba mereka,namun pengaruh Romawi telah lama menyerap kedalam jiwa biadabyang telah ber-abad2 hidup berdampingan, sehingga terpaksa jugalah

Page 8: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 8

jiwa biadab itu mengabdikan diri kepada yang lebih murni - dan itulahjustru yang sebenarnya diingini dan diidami oleh mereka. Sangatlahsedikit kesan pengaruh chara hidup Jerman dalam negara2 yang barutimbul diluasan kawasan Imperaturia, meskipun negara2 itu dirajai olehdinasti2 Jerman. Bahasa, agama, institusi2 lain dan kesenian padakeseluruhannya tiada mengandung unsur2 Jerman. Pengaruhnya hanyadidapati dalam bidang perundangan negara2 yang terletak pada sebelahutara sungai Seine dan pergunungan Alps. Walaupun demikian, hinggatakat ketibaan orang2 Lombard di Italia, pengaruh2 tersebut juga tiadamemberi kesan yang mendalam.

Dalam bidang agama, Gereja Kristian telah lama hidup berdam-pingan dengan Roma, dan pada kala itu bilamana Roma menyusupmengejar keselamatan dalam pelukan agama itu, Gereja Kristian telahberhasil memaksakan keperchayaannya terhadap Kaum Biadab. Tetapidalam pada itu kebudayaan dan kesusilaan Romawi pun telah dipak-sakannya bersama dengan agama, jadi dengan itu peranan GerejaKristian itu tiada lain pula dari memperkukuh dan meneruskan pengaruhRomawi. Di Barat, didunia Romawi yang telah terkuchar-kachir sebagaisuatu negara, raja2 Jerman telah merebut kuasa politik. Akan tetapikeadaan masharakat klasik Romawi masih teguh hidup disana-sini se-olah2 penderitaan hebat yang telah dialaminya itu hanya barumeretakkan kulit luarnya sahaja. Pendek kata, perpaduan daerah2 LautTengah yang benar2 merupakan sifat tertentu Dunia Lama masih tetapkukuh dan terpelihara dengan segala sifatnya. Hellenisasi yang sedangberlaku di Timur tiada pula menchegah kebudayaan Dunia Lama itudaripada terus mempengaruhi Barat dengan perdagangannya, dengankeseniannya, dengan selok-belok nasib kehidupan agamanya. Se-sungguhnyalah bahwa dengan demikian jiwa dan pribadi Barat sedangmunchul sebagai jiwa dan pribadi Byzantium.

Pada abad keenam tiadalah terdapat apa2 pun yang menyemboyan-kan ketibaan ajal kelompok kebudayaan Laut Tengah yang telahdidirikan oleh Roma – kelompok kebudayaan yang meliputi kawasandari batasan Tiang Gerbang Pahlawan Hercules hingga ke Laut Aegeadi-daerah Yunani; dari pantai Mesir dan Afrika hingga ke pantai Italia,Peranchis dan Sepanyol. Dunia Baru yang kononnya timbul pada

Page 9: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 9

waktu itu sebenarnya belum lagi meluchutkan kesan2 dan pengaruhmendalam Dunia Lama yang berpusat kepada perpaduan jiwa LautTengah. Segala karya dan daya-upaya kala itu masih tetap menumpu-kan chita dan tenaganya untuk menchapai kehidupan semangatnyadari sumber perpantaian Laut Tengah itu. Tiada satupun chiri yangmemberi alamat peri keadaan evolusi suatu masharakat yang tiba2

terpusus prosesnya; tiada seorangpun yang berfirasat akan tibanyasuatu malapetaka yang amat dahshat yang akan menyergah Eropakedalam suasana Abad Baru.

Kesimpulan tetap yang telah dichapai oleh Pirenne itu menyatakandengan tegasnya bahwa penaklukan dan pencherobohan orang2

Jerman terhadap Imperaturia Roma sesungguhnya tiada berjayamenghancur-leburkan perpaduan daerah2 Laut Tengah zaman DuniaLama. Lagi pula mereka tiada berjaya memusnahkan sifat2 tertentukebudayaan Romawi yang wujud pada abad keenam, sungguhpunImperatur di Barat sudah tiada lagi. Meskipun malapetaka dan huru-hara daerah2 tersebut tetap berlaku pada kala itu, tiada suatupundasar baru yang timbul menjelma sebagai akibat kedatangan orang2

Jerman itu, baik dalam sistim perekonomian dan susunan strukturmasharakat, mahupun dalam kedudukan bahasa dan keadaaninstitusi2 yang ada. Apa2 jua sisa tamaddun yang tinggal baki se-muanya merupakan sifat kebudayaan Laut Tengah. Justru padadaerah2 perpantaian Laut Tengah itulah masih tersimpan kebudayaanRomawi, dan daerah itulah yang giat menyebarkan ajaran2 sertachara2 baru yang timbul, seperti sistim kerahiban, penyebaran agamaKristian diantara kalangan Anglo-Saxon, dan kesenian2 Kaum Bia-dab dan lain2.

Dunia Timur se-olah2 merupakan tenaga penyubur bagi ladang2

fikiran daerah2 itu, dan Konstantinopolis menjadi pusat dunia. Padatahun 600 Masihi keadaan dunia t iadalah berlainan dengankeadaannya pada tahun 400.

Maka apakah yang memulakan, apakah yang menyebabkanperubahan2 asasi yang membawa akibat hebat seperti penjelmaanAbad Pertengahan?

Page 10: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 10

Di Timur Tengah, dinegeri Arab, suatu agama dan kebudayaan barusedang terbit. Islam telah tiba dikalangan orang Arab, dan lautan pasiryang mensifatkan Timur Tengah itu, yang lama telah hidup terinsulasi,yang terpenchil sunyi tersendiri, dengan terbitnya Islam kini telahmeledak berkobar keluar laksana mesiu tersentuh api! Islamlah yangmemutuskan tali perpaduan yang dengan eratnya mengikat tradisi DuniaLama, tradisi purbakala ; perkembangan agama Islam kemerata duniatermasuk Eropa, yang berlaku dengan pesatnya sehingga menakjubkanSejarah - inilah yang sebenarnya mengakibatkan percheraian mutlakdiantara Dunia Timur dan Dunia Barat; yang sebenarnya menghapuskanperpaduan daerah2 Laut Tengah. Negara2 seperti Afrika dan Sepanyol,yang dahulunya biasanya dianggap sebagai bahagian masharakat DuniaBarat, kini telah berkisar paksi hidupnya tertarik kepada puncha dariBaghdad. Dalam negara2 itu telah terbit satu agama baru, dan agamabaru itu telah membina suatu kebudayaan yang amat berlainan sifatnyadaripada kebudayaan Barat. Laut Tengah yang menjadi puncha kepadasumber Dunia Barat kini se-olah2 menjadi tasik agung Islam - tiada lagiLaut itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan dan perhubunganfikiran bagi orang Barat selaku peranannya dahulu. Dunia Baratdiasingkan, dipenchilkan se-olah2 dikandangkan dalam suatu pagarmahabesar sehingga terpaksa hidup membanting tulang atas kadarupayanya dengan bahan2 sendiri. Untuk pertama kalinya dalamsejarah dunia puncha kehidupan Dunia Barat telah terpaksaberkisar beralih menuju kearah utara dari Laut Tengah. Kemero-sotan kerajaan Merovingia, yang berlangsung demi akibat per-alihan puncha kehidupan Dunia Barat ke Utara tadi, telah me-munchulkan suatu dinasti baru yang bergelar dinasti kerajaanCarolingia, yang berasal dari Jerman Utara.

Dengan dinasti baru inilah Ketua Gereja Kristian melangsungkanpersahabatan akrabnya, dan dalam pada itu jua beliau telah memutuskantali perpaduannya dengan Imperatur Roma, yang didapati tiada lagimampu membelanya dan tiada pula dapat diberi pertolongan dalamwaktu sedang sibuk bertanding mati2 an melawan tentera Islam. Ma-ka dengan gelagat ini kita lihat bahwa Gereja Kristian sendiri telahberdiri sejajar dengan nasibnya mengakui timbulnya suatu keadaanbaru. Di Roma dan dalam daerah2 Imperaturianya memanglah ke-

Page 11: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 11

dudukan Gereja Kristian itu tiada yang dapat menandingi, dankekuasaannya semakin lama semakin bertambah bersaingan denganmerosotnya sistim kenegaraan yang tiada lagi sanggup atau berdayamembina pentadbiran negara; akibat demikian pula membiarkanpentadbiran negara itu terserah kepada sistim feudalisma yangmenjadi suatu sharat tertentu bagi meresapnya kemunduran ekonomidikalangan masharakat seluruhnya. Segala akibat perubahan hebatyang demikian itu ternyata sekali sesudah zaman Charlemagne.Eropa yang dirajalelai oleh agama Kristian dan Feudalisma itu kinimemakai sifat bentuk penjelmaan baru yang sama-rata terdapat padakeseluruhan masharakatnya.

Abad baru, yang disebut Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa,mulai berlaku. Proses perubahan yang menempuh beberapa peringkattertentu ini berlaku selama kira2 100 tahun, dari tahun 650 Masihihingga ketahun 750. Pada kala kekachauan inilah tradisi DuniaPurbakala lenyap lesap untuk se-lama2nya, sedangkan unsur2 DuniaBaru mulai timbul keatas. Perkembangan yang berlangsung telahmenchapai makna barunya dalam sejarah Eropa pada tahun 800 denganterbentuknya suatu Imperaturia baru. Imperaturia baru ini telah me-ngakui perpisahan sifat dan nasib diantara Dunia Barat dan Dunia Timur.Justru dengan berlakunya pengakuan oleh orang Barat terhadapwujudnya suatu Imperatur Roma baru di Konstantinopolis inilah dengansendirinya jelas bukti bahwa Imperatur tersebut telah memutuskanhubungannya dengan Imperaturia lama.

Demikianlah kita lihat bagaimana Henri Pirenne telah menge-mukakan dua chiri yang amat penting sebagai ukuran2 pernilaian ataukriteria bagi mencirikan perabadan sejarah sesuatu bangsa : pertama,pemusnahan perpaduan kebudayaan sesuatu daerah ; seperti daerah LautTengah, kedua, pemindahan puncha atau paksi kehidupan sesuatubangsa ; seperti bangsa Eropa dari daerah Laut Tengah kebahagianUtara. Konsep kriteria bagi menchirikan perabadan sejarah sesuatubangsa ini, pada hemat saya, amatlah sesuai dengan kehendak pemi-kiran dalam bidang falsafah sejarah, dan dari itu seyogialah dituntutpengenaannya dalam bidang sejarah Asia Tenggara yang hingga de-wasa ini masih menderita kehampaan pemikiran falsafah. Justru dalam

Page 12: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 12

sharahan ini memanglah maksud saya untuk memajukan dan mem-perkenankan suatu pandangan baru, suatu teori baru mengenai perananIslam dalam sejarah Asia Tenggara pula - khususnya dalam sejarahKepulauan Melayu-Indonesia.

III

Terlebih dahulu izinkanlah saya memberikan gambaran mengenaipandangan hidup masharakat didaerah Kepulauan Melayu-Indonesiapada kala sebelum Islam. Memang telah menjadi pengetahuan umumbahwa agama yang dianut diseluruh daerah ini pada masa itu adalahagama Hindu dan Buddha yang dichampur-adukkan dengan agamaanak negeri sendiri, yang telah ada sebelum kedua agama tersebuttiba dikalangan orang Melayu-Indonesia. Kajian2 yang mendalammengenai agama Hindu, yang telah diselenggarakan oleh para sarjanasejarah dari Barat, dengan pastinya menjelaskan bahwa agama itu,sebagaimana yang diamalkan oleh masharakat daerah ini, adalah se-mata2 merupakan amalan suatu lapisan tipis struktur masharakat.Agama itu dianjurkan serta dipertahankan hanya oleh golongan raja2

serta bangsawan lainnya, sedangkan rakyat jelata mengambil sikaptiada peduli terhadap ajaran2 agama itu. Kehidupan rakyat jelatasebagai penganut agama itu, dalam ertikata memikul tanggungjawabibadat serta mengamalkan ajaran2 keperchayaannya, dipengaruhidan dibimbing oleh golongan raja2 serta bangsawan lainnya ter-masuk golongan pendita. Mengenai kesimpulan pendapat terse-but saya berdiri sejajar dengan Van Leur yang menyatakan bahwamasharakat Melayu-Indonesia itu bukanlah sebenarnya mashara-kat Hindu, tetapi pada hakikatnya hanya golongan bangsawansahajalah yang menganuti agama itu dengan sungguh2. Perihalpenganutan agama tersebut, golongan bangsawan itu pun tiadalahdapat dikatakan benar-benar faham akan ajaran2 murni yang adaterpendam dalam falsafah Hindu asli yang luhur itu, akan tetapidari hal demikian, mereka hanya mementingkan perkara2 yangmengenai tata-upachara serta ajaran2 yang mem-besar2kan keagungandewa2 bagi kepentingan pendakwaan mereka sendiri bahwa merekalahpenjelmaan dewa2 itu. Justru penganutan aga-ma Hindu seperti yangtersebut itu memang membantu dalam memperkukuh kedudukangolongan raja2 dan bangsawan dikemunchak lapisan struktur masha-

Page 13: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 13

rakat. Falsafah agama Hindu tiada mempengaruhi masharakat Melayu-Indonesia, dan mereka yang berpendapat bahwa falsafah Hindu itumembawa pengaruh yang mendalam sebenarnya mem-besar2kan perkarayang tiada benar. Masharakat Melayu-Indonesia lebih chenderungkepada sifat kesenian daripada sifat falsafah : mereka tiada benar2

berdaya merangkum kehalusan metafisika Hindu, atau pun dengansengaja dan oleh sebab bawaan dirinya, mengabaikan falsafah danmenuntut hanya yang kurang sulit dan kusut untuk disesuaikan dengankeadaan jiwanya. Falsafah telah diubah-ganti menjadi seni, dan dengandemikian unsur2 akliah dan ilmiah menjadi terkorban. Pemikiran akliahdengan sechara mendalam, dengan menitik-beratkan unsur2 tatatertiblojika dan rasionalismanya, tiada ternampak sebagai umum digemari.Meskipun memang barang sudah tentu bahwa aliran falsafah Hinduseperti yang terdapat dalam Bhagavad Gita itu mengalir juga sedikit2dalam nadi kesusasteraan Melayu-Indonesia menghidupkannya denganjiwa murninya, namun sebenarnya janganlah hendaknya kita terpedayaoleh yang demikian sehingga menganggap sastera Melayu-Indonesiayang bersifat Hindu itu benar2 murni, sama dengan yang terdapat dalamkandungan aslinya.

Kita harus tahu bahwa kedatangan agama Hindu itu tidakmerobah pandangan hidup masharakat Melayu-Indonesia, suatuweltanschauung atau pandangan hidup yang berdasarkan seni danbukan falsafah. Apabila agama Hindu tiba dikalangan mereka,ajaran2 yang mengandung unsur2 falsafah tiada dihiraukan, dan yanglebih menarik hati mereka adalah ajaran2 yang lebih sesuai denganbawaan jiwa asli masharakat. Lagi pula agama Hindu yang tiba itutiadalah berasal dari sumber2 falsafah dan metafisikanya, akan tetapidari sumber2 yang telah disaring oleh tapisan seni ; dan apa2 baki unsur2

falsafah yang terdapat menerusi tapisan itupun juga dirobahnya dandibentuk semula serta dichiptakan dan dihidangkan sebagai hasil seni.Maka dengan demikian, unsur2 falsafah yang bersendikan budi danpengetahuan akliah dengan sendirinya tersingkir, jauh terusir terkuchar-kachir pada bukan tempatnya.

Terjemahan2 hasil kesusasteraan agama asli Hindu-India yangtelah diselenggarakan kedalam bahasa Hindu-Melayu seperti Maha-bharata, Bhagavad Gita yang menggambarkan kehidupan Arjuna,

Page 14: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 14

dan Bharata yuddha kesemuanya tiada menyorotkan falsafah luhurmasing2. Pengabaian pengupasan pembicharaan2 falsafah ini sangatberbeda pula dengan penumpuan kepentingan yang telah dititik-beratkankepada kesusasteraan epik, roman, mitos dan sastera keperwiraan. Sikapberat sebelah terhadap sastera ini jelas menegaskan kehampaan unsurrasionalisma dalam pandangan hidup masharakat yang mengabdikan dirikepada nilaian2 golongan bangsawan dalam gelanggang kraton danistana. Golongan inilah yang menguasai dan menentukan pernilaianhidup, dan chita kehidupan mereka berkisar pada suasana kegemarangelanggang kraton dan istana. Karya2 pendita Prapanca, pujangga kratonMajapahit pada zaman Kertanagara, yang lebih menyorotkan sinaranbudi dan akal daripada pancharan jiwa puisi, semuanya digugat olehpara pengkritik kraton yang kebanyakannya terdiri daripada golongandewi2 kraton sehingga karyanya yang paling terkenal, yaitu NagaraKertagama, tersimpan dan terpelihara hanya dalam bentuk satu naskhahsahaja. Dengan ini kita lihat bagaimana hasil2 sastera itu dihaturkanjustru bagi kepentingan kraton dan istana, dan gelanggang itulah yangmenguasai pernilaiannya. Sesungguhnyalah bahwa kesusasteraan JawaKuno memang ada mengandung nilai2 dan unsur2 yang bersifat falsafah,seperti diantaranya Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa, yang telahtertulis lebih dari tiga kurun terdahulu dari Nagara Kertagama. Namunbegitu hampir keseluruhannya kesusasteraan ini tergubah dalam bentukpuisi yang tiada dibubuhi sharahan atau tafsiran, se-olah2 mengisharat-kan bahwa kesusasteraan itu bukan dihidangkan untuk telinga dan matahina rakyat jelata yang dianggap jahil. Bagi khalayak ramai, apa2 pan-dangan terhadap alam, apa2 chita hidup yang bersifat falsafah dan yangnampak terbayang dihadapan muka pujangga sastera Jawa Kuno hanyatampak sayup2 dalam wayangan tertapis oleh saringan seni. Belum be-berapa lama Pigeaud menulis bahwa hampir semua mitos, sejarah, hika-yat, dan cheritera2 dongeng yang tertulis dalam bahasa Jawa telah di-salin dari masa kesemasa kepada bentuk lakon demi keperluan pelbagaijenis wayang dan tarian perwayangan, dalam bidang mana orang2 Jawamemang mahir tiada bertolok banding. Dongengan dewa2 dan riwayatasmara dan yuda dalam kalangannya - yang terdapat bertaburan dalamsastera Hindu-jenuh diashikkan dan diingini sangat dalam kalangan rajadan para bangsawan; dan pernilaian kesusasteraan dan pandangan hidupdemikian yang dijunjung masharakat itu justru memperlihatkan peranan

Page 15: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 15

kalangan itu dalam menakjubkan rakyat akan penjelmaan dewa padaraja, dan akan kebijaksanaan yang kononnya mendalam mengilhamiilmu sipendita. Rahasia2 yang terpendam dalam karya2 itu bukan untukmenerangi akal dan budi, akan tetapi untuk menawan rasa dan jiwa danhasrat jasmani yang takjub terpesona olehnya.

Riwayat yang sama dapat dicheritakan mengenai nasib agama Bud-dha di Kepulauan Melayu-Indonesia. Kononnya ber-kurun2 lamanyadari abad keenam hingga abad kesebelas Masihi, negeri Sumatra meru-pakan suatu pusat agung agama itu serta falsafahnya. Namun begitu,pengaruh pendita2 agama itu di Sumatra nampaknya tiada meninggalkanapa2 kesan dalam bidang falsafah. Apa2 kesan yang terdapat sebagaipeninggalannya, seperti kesan agama Hindu di pulau Jawa, juga nyatadalam kesenian, dan merupakan suatu kenyataan yang mengandung ertibahwa kesan kesenian agama Buddha itupun timbul dipulau Jawa, lalumenjelmakan diri sebagai chandi Borobudur yang termashur itu. Telahsampai khabar kepada kita bahwa pada akhir abad keenam kononnyaada 1000 orang rahib agama Buddha di Sumatra tempat berkembangnyateoloji dan falsafahnya ; bahwa disitu juga, pada permulaan abad kese-belas, pendita Dharmakirti, ketua golongan pendita Buddha Sumatra,sedang mengajarkan ilmunya kepada murid2nya yang diantaranyaterdapat Atisha, yang nantinya termashhur sebagai pembaharu agamaBuddha dinegeri Tibet. Jikalau kita pertimbangkan bertapa mendalampengaruh ajaran pendita2 agama Buddha di Sumatra itu, sedemikianhandalnya sehingga dari antara golongan mereka dapat mengeluarkanpembaharu agamanya yang merantau jauh sampai ke Tibet, maka sangataneh lagi mengherankan bahwa pengaruh falsafahnya di Sumatra sendiritiada berkembang meresap kedalam jiwa kehidupan masharakat. Sayamajukan pendapat bahwa sebabnya nyata keganjilan demikian itu tentu-lah dari kerana kemungkinan agama Buddha itu, yang tiada mempunyaisifat tugas menyebarkan ajaran2nya seperti missi agama Kristian atautabligh Islam, tiada berminat merobah pandangan hidup masharakat Me-layu-Indonesia dengan membawa serta menanamkan ajaran baru untukmengganti yang lama. Ada kemungkinan besar pula bahwa golonganpendita itu semuanya terdiri bukan daripada kalangan anak negeri atauorang tempatan, akan tetapi daripada orang2 asing yang datang dariIndia Selatan, yang merantau kesitu untuk mendapatkan suasana sunyibagi ketenteraman jiwa dan keperluan melakukan samadi yang sem-

Page 16: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 16

purna, se-akan2 sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh AlbertSchweitzer di Lambarene dibenua Afrika. Tiada satupun bukti yangterdapat, baik yang jelas mahupun yang tiada jelas, yang menunjukkanpenggunaan bahasa negeri Sumatra oleh golongan pendita itu dalammelangsungkan pengajaran dan penulisannya. Kenyataan dari Fa-Hsienpada abad kelima, dan I-Tsing pada abad keenam - ke-dua2nya pengem-bara Tionghua yang pernah singgah berziarah di Jawa dan Sumatra -menegaskan bahwa di Jawa dan Sumatra sendiri agama Buddha danHindu yang dianut orang merupakan agama yang karut; dan kenyataanlain oleh I-Tsing mengenai bahasa yang digunakan sebagai bahasa aga-ma Buddha di Sumatra membayangkan penggunaan bahasa asing sepertiSanskrit, bukan bahasa ‘Melayu’. Tiada seorang pun Hindu-Melayuatau Buddha-Melayu, sejauhmana diketahui, yang munchul maju keha-dapan sebagai seorang ahli fikir atau failasuf terkenal. Bahkan se-sungguhnyalah bahawa agama2 Hindu dan Buddha keduanya itu tiadaberhasil mempengaruhi intelek Melayu untuk dapat melahirkan ahli2fikir dan failasuf dari kalangan bumiputra, baik di Jawa mahupun diSumatra. Dan bahasa yang mungkin dapat disebut sebagai ‘Melayu’justru tidak pernah digunakan sebagai bahasa pengantar karya yangbersifat kehalusan budi dan kemurnian akal, akan tetapi diteledorkanterbantut dalam tugas membidani alam takhyul.

Sarjana2 Barat dan para ahli sejarahnya yang melangsungkan peni-litan ilmiah terhadap sejarah dan kebudayaan Kepulauan Melayu-Indonesiatelah lama menyebarkan fahaman bahwa masharakat Kepulauan ini se-olah2

merupakan masharakat penyaring dan penapis serta penyatu unsur2 murnidan agung agama2 yang tiba dengan pengaruhnya masing2 didaerah iniseperti agama2 Hindu, Buddha, dan Islam. Akan tetapi fahaman yangmensifatkan daya sinkretis terhadap masharakat Melayu-Indonesiaini sebenarnya kosong belaka, tiada berdasarkan hujah2 tulen. Jikalaukita lihat Kertanagara mengamalkan kepercayaan Shiva-Buddha dankemudian mendakwa dirinya sebagai dewa Buddha-Bhairava pada tahun1275, hal ini bukan semestinya menunjukkan penyatuan atau berlakunyasuatu sintesis antara agama2 Hindu dan Buddha ; malah lebih munasabahjikalau ditafsirkan bahawa hal ini menunjukkan chochoknya keadaanmasharakat Jawa, yang pada masa itu terdiri daripada penganut2 agamaHindu dan Buddha, dengan kejadian pendakwaan raja Majapahit sebagai

Page 17: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 17

dewa itu, sebab dengan demikian Kertanagara sebagai raja keduagolongan penganut agama2 itu telah memuaskan kehendak diri danmasharakatnya supaya dalam dirinyalah terjelma dewa2 kedua agamaitu sebagai satu penjelmaan yang akan meluhurkan kedudukannya sertamendalamkan pengaruh rohaninya dalam gelanggang masharakatnya.Sebagaimana juga telah dijelaskan oleh Rassers dan Pigeaud, konsepsinkretisma yang diertikan dalam konteks ini, patutlah difahami bukansebagai penyerapan hingga mesra satu agama dengan yang lain, akantetapi sebagai suatu paralelisma atau kesejajaran kedudukan agama2

tersebut, yang nyata ibaratnya dalam cherita Gagang Aking dan Bu-bukshah. Penggunaan konsep2 falsafah yang terdapat dalam agama2 itusebagai nama gelaran menchirikan pangkat keluhuran yang banyakdipakai oleh raja2 dan para bangsawan jelas membayangkan terjadinyasuatu pengabdian falsafah dan agama kepada kepentingan duniawi,suatu sekularisma, yang seterusnya membayangkan pula kehampaanfikiran murni mengenai agama dan falsafah serta kegemaran mengamal-kan keperchayaan animisma purbakala bagi mengukuhkan kedudukan-nya dalam pandangan hidup keduniaan itu. Demikianlah misalnya, kitadapati Gajah Mada memakai gelaran Lembu Moksha, diantara lainnya,padahal konsep mokhsha dalam gelaran itu sudah tiada lagi mengandungmakna sebenarnya, yang lebih-kurang sama maksudnya dengan konsepma’rifah mengakibatkan wusul dan fana dalam ilmu tasawwuf Islam.

Beberapa teori yang benar2 serius mengenai tersebarnya Islam diKepulauan Melayu-Indonesia telah dimajukan oleh sarjana2 Belandaseperti Schrieke dan Van Leur beberapa puluh tahun yang lalu. Akantetapi perbandingan yang telah diusulkan oleh Schrieke mengenaitersebarnya Islam dengan tersebarnya agama Hindu didaerah Kepulauanini tiada dapat diterima sebagai benar2 sah atau memuaskan sharat2pemikiran ilmiah. Pandangan sarjana2 Belanda membesar2kan perananagama Kristian dan pengaruh penjajahan Barat dalam sejarah terse-barnya Islam, disertai dengan perbandingan dan kesejajaran gaya sejarahyang kononnya terdapat antara Islam dan agama Hindu itu, sebagai-mana telah disebut tadi - dan nanti akan dijelaskan lagi - tiada berdasar-kan fakta2 yang kukuh atau pemikiran ilmiah yang sehat. PenggugatanVan Leur terhadap pandangan Krom dan para sarjana sejarah lainmengenai ‘penghinduan’ Kepulauan Melayu-Indonesia itu memang

Page 18: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 18

mungkin dapat diterima sebagai benar2 sah, akan tetapi pula teori VanLeur sendiri mengenai ‘pengislaman’ daerah tersebut penuh dengankekaburan dan pendapat2 yang saling menafikan teorinya dengansechara sangat menjolok mata. Keputusan akhir Van Leur, laksanahukuman yang telah dijatuhkan terhadap Islam, ialah bahwa Islam itutiada membawa apa2 perubahan asasi dan tiada pula membawa suatutamaddun yang lebih luhur daripada apa yang sudah sedia ada. Bawaanpemikiran sarjana2 Belanda dari dahulu memang sudah mengisharatkankechenderungan kearah memperkechil-kechilkan Islam dan peranannyadalam sejarah Kepulauan ini, dan sudahpun nyata, misalnya, dalamtulisan2 Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian dari-pada itu, hampir semuanya sarjana2 yang menulis selepas Hurgronjetelah terpengaruh oleh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalamdikalangan mereka, sehingga tiadalah mengherankan jikalau sekiranyapengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini. Namun begitu, baikpundalam tulisan Hurgronje mahupun dalam tulisan Ven Leur tiada terdapathujjah2 ilmiah yang mempertahankan pandangan demikian mengenaiIslam dan peranan sejarahnya. Dalam bukunya, Van Leur tiada pernahmemberi apapaun jua kriteria bagi mengukur penilaian tinggi atau ren-dahnya sesuatu kebudayaan dan tiada terdapat di-mana2 disitu pentak-rifan mengenai tamaddun. Sungguhpun demikian, dapat terduga olehkita bahwa dengan keashikan Van Leur dalam menjunjung tinggi susilakependitaan dan keindahan dan kemurnian seni yang kononnya terba-yang dihadapan mukanya ketika memandang peninggalan2 kesenianseperti tugu2 dan chandi2 pahatan2 batu yang berlarikkan kehalusanrasa-seni, dan pelbagai jenis wayang, maka nyatalah beliau meng-ang-gap inilah semuanya yang menchirikan suatu tamaddun yang bermutu.Memang benar kesenian adalah suatu chiri yang mensifatkan tamaddun,namun pandangan hidup yang berdasarkan kesenian itu adalah semata2

merupakan kebudayaan estetik, kebudayaan klasik, yang dalam pene-litian konsep perabadan sejarah bukan menandakan suatu masharakatyang bersifat keluhuran budi dan akal serta pengetahuan ilmiah. BahkanSejarah telah mengajar bahwa semakin indah dan rumit gaya senirupa,maka semakin menandakan kemerosotan budi dan akal; AcropolisYunani, Persepolis Iran, dan Pyramid2 Mesir tiada menyorot-kan sinaranbudi dan akal. Dalam menilai peranan dan kesan Islam, chiri2 yangharus dichari oleh mereka bukan pada tugu dan chandi, pada pahatan

Page 19: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 19

dan wayang - chiri2 yang mudah dipandang mata jasmani - akan tetapipada bahasa dan tulisan yang sebenarnya mencharakan daya budi danakal merangkum pemikiran.

Konsep2 yang lahir dari fikiran para ahli sejarah Belanda dan Ing-geris itu dalam merekakan teori2 mengenai kedatangan Islam di Kepu-lauan Melayu-Indonesia seperti yang telah disebutkan, dan penyebaranserta kesannya didaerah ini, membayangkan gambaran2 yang sesuaidengan jiwa dan pandangan hidup kebaratan. Sejarah Islam di Kepu-lauan ini, yang memang sudah agak suram, semakin tersuram dikabutiteori2 dan hujjah2 palsu yang telah menetap dibantu oleh fikiran buntudan peredaran masa.

Tidak dapat diingkarkan bahwa sifat risalah2 Islam yang banyakterdapat didaerah Kepulauan Melayu-Indonesia dahulu menggambarkansebahagian besar dari isinya itu mengandung unsur2 metafisika ilmutasawwuf yang telah menchapai nilaian luhur dalam sejarah pemikiranserta metafisika dunia. Bahwa sesungguhnyalah ilmu tasawwuf itu,mengikut pandangan Islam sendiri, tiada lain dari falsafah Islam yangtulen. Risalah2 yang mempunyai nilai rasionalisma dan semangatkeagamaan yang luhur itu tidak dapat kita bandingkan dengan tulisan2

yang terdapat dalam sastera Melayu-Jawa zaman Hindu-Buddha yanghampir2 hampa dalam perbendaharaan akliah. Jiwa masharakat Melayu-Indonesia mulai mengalami penghidupan baru dengan mengalirnyaunsur2 ini dalam nadinya, laksana raksa menjulang tinggi tersentuhsinaran surya baru! Timbulnya rasionalisma dan intelektualisma inidapat kita bayangkan sebagai semangat nan hebat yang menggerakkanproses merevolusikan pandangan hidup masharakat Melayu-Indonesia,memalingkannya dari alam seni dan mitos yang khayal, yang sudah mu-lai gugur dari singgasananya, dan mematuhi serta menetapkannya padaalam akal dan budi yang menuntut chara-gaya tertib teratur. Para penye-bar agama Islam mendakyahkan keperchayaan ketuhanan yang Tunggal,yang kudratNya terhukum pada hikmatNya; yang iradatNya berjalanselaras dengan Akal. Insan dichitakan sebagai hasil tertinggi chiptaanraya bahwa pada gelang kehidupan semesta insanlah umpama khatimpermata jauharnya. Sifat asasi insan itu ialah akalnya, dan unsur akliahinilah yang menjadi perhubungan antara dia dan Hakikat semesta.

Page 20: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 20

Konsep2 seperti inilah, dan konsep yang menegaskan kesamaan tarafdan nilai antara seorang dengan seorang lainnya, yang menganugerahiorang biasa sekalipun dengan perasaan penghargaan dan kemuliaandirinya, yang tiada terbayang olehnya dikala sebelum Islam. Seba-gaimana dewata Yunani purbakala nan bersemayam disinggasananya diGunung Olympus itu kabur tewas diserang ajaran baru golongan fal-safah yang menggunakan chahaya akal dalam upayanya; sebagaimanakegelapan yang menyelubungi Eropa sebelum menyingsingnya fajarAbad Pertengahan lenyap dipanchari sinaran surya baru galakan Islam,menerangi alam baru dilayar lakonan sejarah - demikian juga keda-tangan Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia harus kita lihat sebagaimenchirikan zaman baru dalam persejarahannya, sebagai semboyantegas membawa rasionalisma dan pengetahuan akliah serta menegaskansuatu sistim masharakat yang berdasarkan kebebasan orang perse-orangan, keadilan, dan kemuliaan kepribadian insan. Tuntutan budi danakal mengenai hal2 agama, keagamaan dan kemurnian batin serta ilmumengenainya, tersebar luas mendalam laksana akar beringin merangkumbumi. Islam membawa semangat rasionalisma dan intelektualismabukan sahaja dikalangan istana dan kraton, malah sampai juga denganlebih merebak dikalangan rakyat jelata. Hal yang demikian ini dapatkita gambarkan dari banyaknya dan berkesannya risalah2 perihalfalsafah dan metafisika yang khusus ditulis bagi keperluan umum.Sungguhpun cherita2 dongeng dan hikayat2 roman dan sebagainyamasih tetap digemari dikalangan raja dan bangsawan, namun merekaternampak giat merobah sikap terhadap pernilaian sastera : jikalaudahulu mereka ashik menggemari renungan foya dongengan khayal,kini mereka giat menganjurkan penulisan dan pentafsiran ilmu2 seja-rah dan tasawwuf serta falsafah Islam, justru kerana tugas penghar-gaan dan pernilaian sastera kini tiada lagi terletak dalam geng-gamanmereka, akan tetapi dipengaruhi oleh penulis2 bijak-pandai dan pen-terjemah2 handal yang menghasilkan karya2 ini bukan bagi satu go-longan kechil tertentu, malah sesungguhnya bagi keperluan meninggi-kan adab dan susila serta kesedaran orang ramai terhadap kemu-liaaninsan dan keagungan Tuhan menerusi Islam. Kita dapati banyak risalahdan kitab2 mengenai falsafah dan metafisika yang mengemu-kakanteori2 atau faham dan kenyataan2 yang berdasarkan ilmu2 pengetahuandan pengenalan berkenaan dengan ontoloji, kosmoloji, dan psikoloji

Page 21: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 21

sebagaimana terdapat dalam tulisan2 ahli2 tasawwuf Islam kenamaan,serta juga ahli2 falsafah dan ilmu kalam dari golongan Mutakallimundan Ahli Mantiq, dan seterusnya dari ahli2 falsafah Yunani sepertiPlotinus, Aristotle dan Plato. Hal yang demikian ini semua menyaksikandengan pastinya bahwa sastera Melayu-Islam itu bukanlah bersandarkepada mitos dan dongeng, dan bukan tertakluk kepada nilaian istanadan kraton, akan tetapi bersifat lebih demokratis dan saintifik darisastera zaman lampau, lebih serius dan rasional. Kita masih mendapatikerja mentafsir dan menterjemah dalam bahasa Melayu, selambat abadkesembilan belas, tulisan2 ahli tasawwuf terkenal seperti Ibnu’l-’Arabidari Sepanyol dan Wali Raslan dari Damshik.

Salah satu kejadian baru yang terpenting mengenai kebudayaan, yangdengan sechara langsung digerakkan oleh proses sejarah kebudayaanIslam adalah penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar,bukan sahaja dalam kesusasteraan epik dan roman, akan tetapi - lebihpenting - dalam pembicaraan falsafah. Penggunaan bahasa Melayusebagai bahasa kesusasteraan falsafah Islam di Kepulauan Melayu-In-donesia menambah serta meninggikan perbendaharaan katanya danistilah2 khususnya, dan merupakan salah satu faktor terutama yang men-junjungnya keperingkat bahasa sastera yang bersifat rasional; yangakhirnya berdaya serta sanggup menggulingkan kedaulatan bahasa Jawasebagai bahasa sastera Melayu-Indonesia. Lagi pula penggunaan danpengolahan bahasa Melayu oleh Islam bagi memperkembang kesusas-teraan Islam telah membawa akibat pemodenan terhadapnya sehinggadapat tersebar luas kemerata daerah Kepulauan ini. Sangatlah pentingbagi memperhatikan bahawa cherita2 dalam epik Mahabharata yangterdapat dalam bahasa Melayu itu banyak berasal dari sumber Jawa,sedangkan banyak bilangan tulisan2 mengenai falsafah Islam yangterdapat dalam bahasa Jawa berasal dari sumber Melayu, atau seku-rang2nya terpengaruh oleh gaya bahasa Melayu. Bersangkutan jugadengan hal terpenting mengenai perkembangan serta penyebaranbahasa Melayu adalah sejarah kedatangan Islam kedaerah Kepulauanini. Kesimpulan yang harus diambil dari sejarah ialah keutamaandaerah2 Melayu dalam proses pengislaman. Kerajaan2 Melayulah,seperti Sumatra, yaitu Pasai dan Acheh, dan Semenanjung TanahMelayu, yaitu Melaka, bukan Jawa, yang mengambil peranan utama

Page 22: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 22

dalam penyebaran agama dan teoloji serta falsafah Islam keseluruhbahagian Kepulauan Melayu-Indonesia. Fakta2 yang telah disebutdiatas ini sahaja sudah sepatutnya merupakan suatu dorongan yangchukup sah bagi mengkaji, mempertimbang dan menilai-semula pan-dangan sejarah yang bersangkutan dengan persejarahan Islam diKepulauan Melayu-Indonesia: bahwasanya sesungguhnya suatukriteria kebudayaan yang lebih betul selaras tafsirannya dengan gayaproses sejarah Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia ini, suatuukuran yang lebih saksama dalam meninjau sejarah Islam disini,tentulah kebudayaan dan tamaddun Melayu, bukan Jawa. Suatu ke-silapan besar dalam pemikiran sejarah telah terjadi apabila hasilpenyelidikan ilmiah Barat, yang chenderung kepada pentafsiran yangberdasarkan keagungan nilai kesenian dalam kehidupan insan, telahmeletakkan serta mengukuhkan kedaulatan kebudayaan dan tamad-dun Jawa sebagai puncha persejarahan Kepulauan Melayu-Indonesia,dan pemunchaan tamaddun Jawa inilah hingga dewasa ini masihmerajalela tanpa gugatan dalam pemikiran persejarahan itu.

Telah saya bayangkan bahwa kedatangan Islam kedaerah Kepulauanini harus ditinjau sebagai suatu perolahan sejarah yang sangat berkesanbagi membawa semangat pemodenan sebagaimana ditilik dari perspektifzaman sekarang. Perbandingan konsep persejarahan yang harus kitabuat bukanlah antara Islam dan agama Hindu dan kebudayaan India,akan tetapi dari kerana persamaan sifat dan nasib yang terdapat padariwayat peranan utama Islam di Eropa dahulu, sebagaimana telah dihu-raikan oleh Pirenne itu, maka lebih sesuailah bahawa perbandinganperanan utama dan kesan Islam dalam sejarah Kepulauan Melayu-In-donesia dikenakan terhadap sejarah kebudayaan Eropa, kerana disini-pun Islam telah merobah bukan sahaja struktur zahir masharakatMelayu-Indonesia itu, bahkan perubahan itu sampai juga kestrukturbatinnya - sampai juga kejiwanya. Alasan tersebut, yang mempertahan-kan bahawa konsep perbandingan dengan sejarah dan kebudayaan Eropaitu lebih sesuai daripada perbandingan dengan sejarah dan kebudayaanIndia, dapat diperkukuhkan lagi dengan kenyataan bahwa agama Islamdan agama Eropa (Kristian) adalah agama2 serumpun yang telah me-nempuh sejarah yang sama; bahwa Islamlah sahaja diantara agama2 lainyang bukan Kristian yang telah menjelajah ke Eropa dan meninggalkan

Page 23: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 23

disana kesan2 agungnya yang mempengaruhi sejarah dunia. Banyaksarjana yang telah memperkatakan bahwa Islam itu tiada meresap kedalamstruktur masharakat Melayu-Indonesia; hanya tipis kesannya diatas jasadMelayu, laksana pelitur diatas kayu, yang andaikata dikorek sedikit akanterkupas menonjolkan kehinduan dahulu, kebuddhaan dahulu, ani-mismadahulu. Namun pada pendapat saya faham demikian itu tiada be-nar danhanya berdasarkan pandangan sempit yang kurang teliti lagi angan2

belaka. Hingga kini tiada seorangpun dikalangan mereka yang pernahmelakukan penelitian yang serius lagi saintifik terhadap masalah sejarahpemikiran, serta mendasarkan penelitian itu pada chara-gaya ataumetodoloji dan konsep2 ilmu semantik moden. Kenyataan ini pentingsebab chara mengkaji persejarahan Islam itu ada perkaitannya yang eratdengan hal tersebut dari kerana kebudayaan Islam itu, berbeda darikebudayaan2 lain, bersifat kebudayaan sastera. Dari itu maka chiri2 kesanIslam pada sejarah sesuatu bangsa harus dichari bukan pada perkara2 atausesuatu yang zahir mudah ternampak oleh mata kepala, akan tetapi lebihpada perkara2 yang terselip tersembunyi dari pandangan biasa, sepertipemikiran sesuatu bangsa yang biasa terkandung dalam bahasa. Justrudari pengkajian terperinchi terhadap konsep2 kebudayaan yang mem-punyai puncha2 tertentu, seperti yang terbayang dalam istilah2 pentingmengenai pandangan hidup sesuatu masharakat itulah sahaja dapat kitamemahami serta menggambarkan kehidupan batin sesuatu masharakat- bukan hanya dengan mengkaji sistim adat sebagaimana yang telahmenjadi kebiasaan. Sebagaimana si Ali berpakaian chara Barat memangnampak pengaruh Barat pada zahir dirinya, dengan tiada semestinyabererti bahwa batin dirinya itupun terpengaruh oleh kebudayaan Barat,begitulah juga fakta2 sejarah yang zahir pada sesuatu masharakat dankebudayaannya tiada semestinya membayangkan sifat batin masharakatdan kebudayaan itu. Adalah lebih penting lagi bahwa pengkajian sejarah ituharus juga ditilikkan pada yang batin. Dari sumber2 kesusasteraan Melayuyang berunsurkan intelektualisma dan rasionalisma Islam pada abadkeenambelas dan ketujuhbelas, terbayang pada pandangan akal gam-baran perubahan mendalam yang telah berlaku terhadap jiwa masharakatMelayu: kechapi yang belum pernah terpetik melagukan irama falsafahmurni kini berlagam diiringi seruling tasawwuf menyuarakan bisikanfikiran dan perasaan halus-luhur. Perubahan2 pemikiran berlaku denganmembanjirnya istilah2 Islam dalam bahasa Arab kedalam sungai bahasa

Page 24: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 24

Melayu dan diturut serta oleh bahasa Farsi, dan bahasa Melayu yangdiibaratkan sebagai sungai itu menjadi laut yang lambat laun sampaijuga arusnya keperpantaian pemikiran dunia antarabangsa. Nasibbahasa Melayu yang terchantum dengan Islam itu sangat menyerapmesra sehingga tiada dapat dilupakan sejarah bahwa kedua faktor initelah pertama menanamkan kesedaran faham kebangsaan kedalamjiwa masharakat Melayu-Indonesia. Dengan pengaruh Islam terhadappenyebaran bahasa itulah maka telah menjadi mungkin ummat Indo-nesia sekarang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kebang-saannya.

Kedatangan imperialisma dan kebudayaan Barat mulai dari abadkeenambelas dan ketujuhbelas memang telah melambatkan prosessejarah pengislaman. Namun begitu, jikalau kita tinjau hanya penga-ruh kebudayaannya sahaja tanpa menitik beratkan soal imperialisma,pengaruh Barat itu khususnya pada abad kesembilan-belas dankeduapuluh dapat ditilik sebagai terusan dari proses pengislaman:pengaruh Barat itu boleh dipertimbangkan sebagai meneruskan tra-disi semangat rasionalisma di Kepulauan Melayu-Indonesia, yangdasar2 falsafahnya telahpun ditanamkan oleh Islam sebelumnya da-hulu. Apabila kita tinjau persejarahan itu dari perspektif demikian,maka dapat kita sebutkan dengan kata2 yang mengandung maknayang dalam bahwa Islam sesungguhnya telah menyediakan jiwa Me-layu-Indonesia untuk memainkan peranan pemodenan yang nanti-nyaakan berlaku dengan lebih pesat lagi.

Pernah achapkali saya sebutkan tentang teori2 para sarjana sejarahBarat mengenai kedatangan dan penyebaran agama Islam di KepulauanMelayu-Indonesia, teori2 mengenai pernilaiannya dari segi kebudayaan,teori2 mengenai kesannya pada struktur luar masharakat Melayu-Indonesia. Teori2 ini dapat dirumuskan sebagai menitik-beratkan tiapsatu daripada faktor2 berikut:

(i) Faktor bahwa perdagangan membawa Islam ke Kepulauan ini;

(ii) Faktor bahwa pedagangan2, pegawai2 yang berkenaan denganperdagangan, diantaranya Shahbandar, dan perkahwinan antaraorang Islam dan bukan Islam - inilah yang menyebarkan Islamdan melakukan pengislaman dikalangan masharakat;

Page 25: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 25

(iii) Faktor pertandingan antara orang2 Islam dan Kristian, yangmemperchepatkan penyebaran Islam, khususnya meliputi abadkelimabelas dan ketujuhbelas, yang dichitakan sebagai suatuterusan dari Peperangan Salib antara Islam dan agama Kristian;

(iv) Faktor kemudahan serta kepentingan politik yang dianggapsebagai satu motif atau sebab bagi memeluk agama Islam;

(v) Faktor penghargaan nilai ideoloji Islam dianggap sebagai yangterutama bagi memeluknya; dan

(vi) Faktor otoktoni, atau keadaan dimana sesuatu itu dianggaptelah sedia ada, sejak purbakala, sebagai kepunyaan atau sifatkebudayaan sesuatu masharakat. Disini faktor otoktoni itudikenakan terhadap ilmu tasawwuf Islam yang kononnyaserupa kandungannya dengan keperchayaan yang telah sediaada sejak purbakala. Inilah kononnya sebab yang memudahkanpenerimaan agama Islam itu dalam kalangan masharakat.

Beberapa anjuran telahpun dikemukakan juga bahwa teori2 ter-sebut itu boleh digabungkan semuanya dan dichitakan sebagai dasarbagi suatu teori umum mengenai kedatangan dan penyebaran sertapenerimaan agama Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia. Akantetapi hampir kesemuanya teori2 dan huraian2 terperinchi menge-nainya itu tiada dapat dianggap sah, tiada dapat dianggap sebagai te-lah menchapai peringkat teori yang saintifik, jikalau benar2 kita tin-jau dari segi pemikiran ilmiah yang saksama dan sempurna. Bah-kan sebagai suatu hypotesis pun masih dapat diragukan; dan keba-nyakannya telahpun digugat sechara kritis serta dinyatakan dengan jelassebagai lemah tiada dapat dipertahankan, dan yang lainnya itu hanyalahdugaan belaka, hanyalah kenyataan2 yang sudah – ataupun sepatutnyaharus sudah – dengan sendirinya jelas.

Hampir semuanya sarjana2 yang mengemukakan teori2 tersebutserta mendorongkan pengaruhnya sedemikian luas itu terdiri darigolongan mereka yang menyanjung2 kebudayaan dan tamaddun JawaKuno. Terpesona oleh kebudayaan dan tamaddun itu, mereka telahmenjunjungnya tinggi sebagai kebudayaan dan tamaddun tertinggididaerah Kepulauan ini, dan seterusnya mereka telah menganggapnya

Page 26: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 26

sebagai ukuran, sebagai kriteria untuk menilai kebudayaan dan ta-maddun Melayu. Hingga baru2 inipun kita lihat bahwa pandangan ahli2sejarah Belanda masih mengutamakan keutamaan Jawa tau Bali sebagaipuncha persejarahan Kepulauan Melayu-Indonesia, dan yang demikiandapat kita fahami dengan membawa satu chontoh yang sangat bermaknabagi kenyataan ini. Pada tahun 1965, Vlekke telah menerbitkan bukunyamengenai sejarah Indonesia. Buku itu diberi nama Nusantara, yangmempunyai erti: ‘pulau2 lain sebagaimana ditinjau dari pulau Jawaatau Bali. Istilah nusantara itu mempunyai erti demikian menurutkegunaannya dalam naskhah2 Jawa abad kelimabelas. Brandes, seorangsarjana Belanda ahli filoloji, telah memperkenankan semula kegunaanistilah itu waktu beliau menyelenggarakan penyelidikan ilmiahnya padatahun 1889 berkenaan dengan kedudukan kebudayaan di Jawa sebelumtersebarnya pengaruh kebudayaan India disitu. Kemudian dari itu, parasarjana dan ahli sejarah Belanda yang melakukan pengkajian sejarah dankebudayaan Jawa telah tiada berkecuali menjadikan hasil penyelidikanBrandes itu sebagai puncha permulaan peninjauan mereka sendirimasing2 hingga kini. Pada tahun 1930an Douwes Dekker telah meng-gunakan istilah itu sebagai gelaran Indonesia untuk nenamakan seluruhkepulauan Hindia Belanda, dan dengan ini telah memberikan fahamanasli istilah itu, memunchulkan Jawa atau Bali sebagai pusat peninjauanbagi pengkajian sejarah Indonesia. Perlu juga disebut bahwa orangIndonesia sendiri telah memilih nama Indonesia yang dianggap olehmereka lebih tepat dan chochok. Akan tetapi bagaimanapun, sepertidisebutkan tadi, para sarjana dan ahli sejarah Barat-yang Belandakhususnya-merenungkan gaya sejarah Kepulauan Melayu-Indonesia ituse-olah2 sambil sentiasa terbayang dihadapan mukanya wayang dangamelan; dan se-olah2 terpikat oleh jiwa wayang dan gamelan itu mere-ka lihat sejarah ber-ulang2 memainkan tema lama, seperti kata penyair:

Sifat sejarah, menurut orang,Ibarat pentas bermain wayang;Cheritera lampau dihurai dalang;‘Pabila tammat segera diulang.

Dalam renungan mereka terlihat bahwa segala pengaruh kebudayaanyang tampak lahir dari agama2 Hindu, Buddha dan Islam, segala yangterpenting dari nilai2 kebudayaan dan pandangan2 hidup, konsep2

Page 27: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 27

mengenai alam semesta dan ketuhanan, yang dianggap lahir dari agama2

itu memberikan kesannya masing2 pada tamaddun Melayu-Jawa - semuaini kononnya bayangan belaka. Bahwa sebenarnya apa yang dianggaporang sebagai pengaruh2 agama2 itu, sudah sedia ada dari sejak purba-kala pada bawaan dan kebudayaan bumiputra sendiri; bahwa semua inisudah berotoktoni pada daerah Kepulauan ini: hanyalah pada zahirnyatampak pengaruh2 itu dari agama2 Hindu, Buddha dan Islam; yaitubentuk luarnya, nama gelarannya, dipakai, akan tetapi pada batinnya,jiwanya, intisarinya, sifatnya tetap sama seperti sediakala, kebal tiadaterlalu oleh dayachipta baru pengaruh asing, tiada berubah, tiada terdugabagai rahasia yang dalam. Teori otoktoni yang dianut oleh merekadengan keulungan ajaib itu telahpun menjangkit menularkan bawaannyamerebak dikalangan tiada sedikit sarjana2 dan para ahli sejarah yangberpengaruh, sehingga seterusnya telah mempengaruhi masalahperabadan dalam persejarahan Melayu-Indonesia. Memang benar dapatkita berdiri sejajar dengan mereka perihal pendapatnya bersangkutandengan kenyataan bahwa agama2 Hindu dan Buddha tiada membawaapa2 perubahan asasi dalam pandangan hidup masharakat Melayu-Jawaserta bawaan tamaddunnya, sebab pengumpulan bahan ilmiahmengenainya dan penumpuan pengkajian terhadapnya jauh lebih banyakdan mendalam dari daya usahanya yang serupa terhadap Islam. Ma-ka dari itu, sungguhpun teori otoktoni itu dapat dengan sechara sahdikenakan terhadap agama2 Hindu dan Buddha, namun harus kitatolak pengenaan teori tersebut terhadap Islam pula, sebab sifat2 Islamsesungguhnya jauh berbeda dari sifat2 agama2 itu sehingga tiada sahdirumpunkannya sebagai suatu persejarahan yang sama. Perbedaan2

antara Islam dan agama2 itu demikian mendalam, jikalau ditinjau darisegi sejarahnya di Kepulauan ini dan dari sifat kebudayaannya masing2,sehingga peninjauannya sebagai satu terusan dari, atau satu persamaandengan, sejarah dan jiwa lampau itu se-mata2 tiada benar. Terhukumoleh keadaan masa dan ruang yang tiada memberi izin, hanyalah patutdisini saya rumuskan sahaja puncha2 penting perbedaan yangdimaksudkan itu:

(i) Agama Hindu bukan agama Semitik yang teguh berdasarkankeperchayaan ketuhanan yang tunggal, yang mempunyaisemangat missi atau menyebarkan diri dengan daya tabligh.

Page 28: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 28

Sungguhpun memang benar perumusan metafisika agamaHindu jikalau direnungkan dalam kandungan peringkat yangluhur, namun pada peringkat awam penganut masing2 sangatlahberlainan. Rumusan2 agama Hindu itu, yang sampai kepadapelbagai macham, justru berat kepada kesenian sebagai peng-antarnya - walaupun yang terdapat dinegeri tempat asalnyasendiri. Salah satu dari sebab2 kechenderungan terhadap alamseni itu ialah sifat bahasanya, yang nanti akan disebut lagi.Chara2 menayangkan atau menggambarkan rumusan2 meta-fisika serta akidah2 agama itu bersandar kepada perkaraestetik, bukan saintifik, sebab chara saintifik itu tiada dapatdiakui dan diterima oleh awam. Begitu juga bawaan jiwatamaddun Jawa itu lebih chenderung kepada seni daripadasains, kepada perkara estetik daripada yang saintifik. Baha-gian falsafah dan metafisika Hindu yang berunsurkan sifatsaintifik itu diabaikannya demi mengejar ajaran2 yang lebihseia, lebih selaras dengan pandangan hidup dan jiwa yangtelah sedia ada sejak zaman purbakala. Dalam menegaskansemangat otoktoni pada tamaddun Jawa berhadapan denganajaran2 Hindu-India itu, adalah ajaran2 estetik dan tata-upa-chara kependitaan dan sebagainya daripada agama Hinduitulah yang diakui serta diterima masuk; yang saintifik itu,dengan tekanan gayanya kepada chara2 rasional dan inte-lektual, kepada tatatertib lojik dan analisa dalam pemikiranilmiah, itu ditolak – dan andaikata diterima sekalipun makaharuslah dahulu disaring menerusi tapisan seni sehinggapandangan alam yang terbayang adalah hasil renungan matahati sipenyair, bukan chita sipemikir dan failasuf.

(ii) Agama Hindu itu terkandung dalam bentuk perlambangan yangestetik serta pembicharaannya beribaratkan bentuk rupamanusia, dan tiada shak lagi bahwa yang demikian itu terjadidari kerana pengaruh bahasanya yang menjadi pengantarpembicharaannya. Demikian juga dapat dikatakan terhadapbahasa Jawa Kuno. Kedua-dua bahasa tamaddun Jawa danIndia itu mempunyai persamaan pula dalam penggunaanbahasanya masing2 lebih kepada menitik-beratkan danmenggemari pembicharaan puisi dari prosa.

Page 29: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 29

(iii) Berlainan dengan Islam, kedua-dua agama Hindu dan Buddhalahir dari intisari dan tempat asal yang sama. Tambahan pulakedua-duanya mempunyai sifat kechenderungan untuk terbatasterinsulasi pada benua Asia sahaja, sedangkan Islamchenderung kepada menyebarkan dirinya pada seluruh alammanusia.

(iv) Kunhi dhat semangat keagamaan Islam itu, sebagaimana telahdisebutkan tadi, ialah keperchayaan ketuhanan yang tunggal,dan ini terkandung dalam satu konsepsi tersendiri peri KeesaanTuhan atau Tawhid. Ditilik dari segi pandangan falsafah mene-rusi ilmu kalam dan tasawwuf, Tawhid mengemukakan suatuontoloji, kosmoloji, dan psikoloji tersendiri dalam satu konsepagung yang biasa dinamai dengan istilah Keesaan Wujud atauWahdat al-Wujud. Ontoloji, dan psikoloji demikian itu tiadalahboleh sewenang2 disamakan dengan falsafah Neo-Platonismadan falsafah Hindu sebagaimana dihuraikan mengikutpandangan Vedanta, sebab pada umumnya konsep2 itu berdiritegak atas dasar2 terdapat dalam Al-Qur’an yang berkesanmendalam bagi tiap segi dan kaidah, tiap aspek kehidupanorang Islam.

(v) Al-Qur’an itu tiba di Kepulauan Melayu-Indonesia bersamaandengan agama Islam. Bahkan memang menjadi sifat agamaIslam bahwa kemana sahaja ia pergi bertapak wajiblah Al-Qur’an itu turut serta serempak dengannya. Pengaruh dankesan Al-Qur’an terhadap masharakat Melayu-Indonesia itutiada tolok bandingnya disini, sebab pada zaman sebelum Is-lam, tiada terjadi suatu keadaan yang sama, dimana Kitab2

Suchi agama2 Hindu dan Buddha itu ada terdapat: agama2 itutiba dengan tiada membawa Kitab Sushi masing2! Konsep insansebagai ‘binatang rasional’ sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an, sebagai mempunyai daya ikhtiar diri sendiri denganpenggunaan intelek atau akalnya untuk dapat merangkum fa-haman dan mematuhi petunjuk tanda2 atau ayat yang menya-takan Tuhan; konsep ini sangat bermakna bagi memahamiperolahan perkembangan bahasa Melayu yang nantinya kelakakan tersebar luas didaerah Kepulauan seluruhnya; dan ini dari

Page 30: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 30

kerana penumpuan yang telah diberikan kepada makna istilah‘rasional’ (dalam bahasa Arabnya: al-natiq) itu sebagai suatu dayaberchita dan ber-kata2. Titik berat yang dikenakan oleh Al-Qur’an terhadap bakat dan bawaan berbahasa itu bukan sahajadiletakkan pada daya berchita dan ber-kata2, bahkah lebihbahkan lebih dipentingkan pula bahwa berchita dan ber-kata2

itu haruslah dengan chara yang jelas: bahwa insan harus meng-gunakan lambang2 dan tanda2 abstrak seperti bahasa yang tiadaakan menimbulkan kekeliruan makna dalam mentafsirkan sertamenjelaskan pengalaman hidupnya dan hakikat yang dialami.Sesungguhnyalah benar bahwa tiada satupun Kitab Suchi lainyang sangat mengerahkan perhatian insan pada soal pentingnyabahasa. Al-Qur’an sendiri mendakwa bahwa ialah yang terjelas,yang diakuinya sebagai keistimewaannya yang tunggal. Al-Qur’antelah memilih penggunaan bahasa Arab, kerana bahasa itumempunyai bawaan kechenderungan saintifik, bukan estetik,dalam struktur gayanya. Bahasa itu selepas pengaruh Islamnampaknya lebih membawa penggunaannya kepada prosa dantidak kepada puisi, dan meskipun dalam perkembangannyakemudian dalam bidang puisi dan sastera agama dan metafisika,keindahan serta keistimewaan puisi disitu bukan sahaja dinilaihanya dari segi ilmu persajakan, bahkan lebih penting lagi darisegi ilmu2 makna dan tafsir serta sharah, yang semuanya mem-buktikan keinginan bagi memperjelas pembicharaannya. Dalampembicharaan sharahan ini, sering kali saya gunakan istilah2

seperti ‘saintifik’ dan ‘estetik’. Perlu rasanya diterangkan bah-wa dengan istilah ‘saintifik’ dimaksudkan sesuatu yang mem-punyai bawaan dan sifat akliah berdasarkan pada ilmu penge-tahuan, yang mempunyai chara dan gaya menilik sesuatu me-ngikut tatatertib ilmiah; sedangkan istilah ‘estetik’ memaksud-kan sesuatu yang mempunyai bawaan dan sifat rasa-seni yangberdasarkan pada pancha indera dan hasrat jiwa untuk menik-mati kesenian. Tujuan akhir yang dituntut melalui kedua chara-gaya ini berlainan, seperti juga tujuan2 prosa dan puisi. Daripengaruh Al-Qur’an telah timbul dalam bahasa Arab suatu ilmupersajakan yang kemudiannya meliputi segala bidang persa-jakan Islam. Al-Qur’anlah yang merupakan kemunchak ilmu

Page 31: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 31

bahasa Arab perihal segala2nya, dan yang dianggap sebagaikewibawaan yang tunggal dalam menentukan nahu bahasaArab. Bahasa Arab adalah bahasa agama Islam, dan tiada suatubahasa orang Islam, baikpun yang telah menchapai peringkattamaddun yang luhur mahupun yang belum, yang tiadaterpengaruh oleh kesan mendalam bahasa Arab itu. Al-Qur’anjuga telah mempengaruhi orang2 Arab sendiri pada mematuhitradisi bahasa tertulis, dan di-mana2 sahaja tradisi bahasa lisanterdapat pada bangsa2 yang baru memeluk agama Islam, makapengaruh Al-Qur’anlah yang membawa kepada perubahan bagibangsa2 itu menganut tradisi bahasa bertulis. Seluruh umatIslam telah sebanyak-sedikit mengasimilasi gaya bahasa Arab,dan tiada berkechuali telah juga mengambil tulisan Arabsebagai tulisan bahasa sendiri masing2. Dimana terdapatkeperluan bagi menyesuaikan bawaan fonetik bahasa masing2

terhadap huruf2 dalam abjad Arab, maka bangsa2 yang ber-sangkutan, seperti Farsi, Berber, Turki, dan Melayu, telahmenggunakan dayachipta masing2 menchiptakan huruf2 baru,meskipun penchiptaan itu mengikut gayabentuk huruf2 Arab.

(vi) Apa yang telah dinyatakan diatas memberi kesimpulan bahawaIslam, berbeda dengan agama2 Hindu dan Buddha, adalahsuatu agama yang bersifat kebudayaan sastera yang saintifik.Tambahan pula sebagai kejadian sejarah yang benar2 berlaku,Islamlah yang mula2 memperkenalkan daerah KepulauanMelayu-Indonesia ini pada pemikiran rasional dunia Baratdalam bentuk falsafah Yunani, terutamanya yang diwakili olehchita2 Plato, Aristotle dan Plotinus.

Dari apa yang telah dinyatakan mengenai Islam sebagai satu agamayang mempunyai sifat kebudayaan sastera yang saintifik, yang dengantegas memberatkan penerimaan oleh penganutnya akan suatu konsepsitunggal peri makna Wujud melalui bahasa, maka sangatlah terkhilaf parasarjana dan ahli sejarah menumpukan dayanya memerhatikan hanyakesan2, peninggalan2 ‘luar’ sejarah Islam bagi menilai pengarahnyadalam sejarah Melayu-Indonesia. Memang gambaran ‘luar’ sejarah yangdinilai sebagai bukti2 bagi mentafsirkannya – seperti perdagangan,

Page 32: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 32

pergolakan nasib penguasaan ekonomi dan politik; kesenian danhasilnya dalam bidang agama – lebih mudah dipertimbangkan daripadakesan2 ‘dalam’. Justru tiada hanya dari peninjauan nilai banyaknyaperdagangan yang berlaku, baikpun dalam gelanggang antarabangsa,atau pembangunan serta perkembangan institusi2 ekonomi dan politik,atau keindahan chandi2 seperti Mendut, Prambanan dan Borobudur,dapat dichapai oleh mereka apa yang dicharinya dalam makna sejarah– jikalau benar2 mereka ingin mempertimbangkan dengan lebihsempurna dan saksama lagi nilai peranan sejarah Islam di Kepulauan ini– sebab perihal sejarah Islam disini, peninjauan tertumpu terhadapperkara tersebut itu paling lemah sebagai bukti2 sejarah yang sah.Mereka sepatutnya harus meninjau bahasa Kepulauan ini, yang kebe-tulan terjadi dari bahasa Melayu yang telah diperislamkan itu, dengantilikan mendalam. Disitu akan tampak oleh mereka perubahan2

revolusioner yang telah berlaku pada masharakat Melayu-Indonesia,kerana bahasa merupakan saksi sunyi yang perkataan2 serta istilah2nyamasih menawan fikiran dan hasrat yang telah silam. Begitu juga ter-khilaf mereka mengagung2kan pulau Jawa serta tamaddunnya; menja-dikannya, dengan perbandingan kepada tamaddun Melayu-Indonesia,sebagai puchuk pujaan pengkajian mereka, sambil senantiasa mema-lingkan rukyat rindu kearah India. Tiada dari situ akan dapat kita men-chari jawaban bagi soal asal-usul Islam di Kepulauan ini.

Perihal asal-usul Islam didaerah Kepulauan inipun kita lihat penum-puan yang bersandarkan chiri2 ‘luar’ yang telah sering disebut itu. Mungkinpula untuk menyesuaikan pemikiran sejarah Melayu-Indonesia dengan teoriotoktoni dan dengan satu teori yang selaras dengan teori otoktoni itu,yaitu teori keutamaan benua dan kebudayaan India dalam peristiwahidup kebudayaan. Kepulauan ini, maka telah pun menetap satu lagiteori bahwa riwayat Islam didaerah ini berasal dari India (sebagaimanaagama2 Hindu dan Buddha pun datangnya berasal dari India) dan dise-barkan disini oleh orang2 India (sebagaimana juga halnya denganagama2 Hindu dan Buddha). Justru se-olah2 proses sejarah di Kepulauanini tiada berubah dan tiada menempuh perubahan dari zaman prubakalaseterusnya hingga kezaman Islam - malah seolah2 sejarah Kepulauan initiada bergerak! Sebagaimana juga halnya dengan teori2 otoktoni dankeutamaan benua dan kebudayaan India dalam kehidupan masharakat

Page 33: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 33

Melayu-Indonesia serta lain2 lagi yang telah mengabuti hakikat sejarahIslam disini, maka teori bahwa Islam itu datangnya dari India dandibawa serta disebarkan oleh orang2 India harus kita tolak dan sing-kirkan pengenaannya terhadap sejarah asal-usul Islam disini. Pengu-kuhan teori itu, sebagaimana telah diterima hingga kini, justru akansenantiasa mengelirukan pemikiran sejarah yang tentu akan terpimpinkearah kesimpulan2 yang sesat. Faham tentang apa itu ‘Islam’ punbelum lagi dikenal benar2 oleh mereka, dan apa yang difahami hanyalahrumusan2 berdasarkan unsur2 ‘luar’ atau zahir itu. Pemerhatian sertaperumusan2 teliti yang berdasarkan unsur2 batin, unsur2 yang difahamimasharakat Islam sendiri sebagai lebih jelas dan benar mencherminkanintisari Islam, belum lagi dibuat dengan sempurna. Maka dari itu jikalauMoquette berpendapat bahwa beberapa batu nisan Islam yang pentingyang didapati di Pasai dan Gersik membayangkan bentuk-rupa batunisan di Gujerat, kenyataan ini tiada harus sewajibnya diberi maknabahwa Islam didaerah ini berasal dari Gujerat dan disebarkan disini olehorang2 India dari Gujerat. Begitu jugalah kenyataan2 lain yang berda-sarkan unsur2 ‘luar’ benda2 seperti itu; sebenarnya harus diberi kesim-pulan bahwa terdapatnya benda2 itu disini ialah kerana lebih mudah bagidaerah ini memperolehnya dari tempat2 yang dekat padanya – tempat2dibenua India yang sanggup mengeluarkan dan menyediakan barang2

itu untuk keperluan masharakat Kepulauan ini. Justru sesungguhnyalahwajib bahwa chiri2 asal-usul Islam disini dichari dri bahan2 dan ke-nyataan2 ‘ dalam’, dan tulisan serta bahasa dan kesusasteraanlah yangbenar2 merupakan chiri2 yang sah bagi memutuskan perkara ini. Jikalaukita tinjau semua kenyataan hasil kesusasteraan keagamaan yang telahmerujuk kepada sumber2 tulisan lama Islam yang berkenaan denganKepulauan ini kita akan dapati, berdasarkan kajian ini, bahwa tiadasatupun laporan, rujukan atau sebutan yang merujuk kepada penulisIndia atau kepada kitab yang berasal dari India dan digubah oleh orangIndia. Bahkan penulis2 yang disebutkan sebagai ‘orang India’, dankitab2 yang disebutkan ‘berasal dari India’ oleh para sarjana Baratkhususnya biasanya sebenarnya penulis2 bangsa Arab, dan kitab2 yangberasal dari negeri Arab atau Timur Tengah (Farsi), dan kebanyakannyayang disebut sebagai ‘Farsi’ itupun sebenarnya Arab, baikpun ditiliksebagai bangsa, mahupun sebagai wakil dari sesuatu kebudayaan.Muballigh2 lama Islam didaerah inipun terdiri dari orang2 Arab atau

Page 34: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 34

Arab-Farsi, dan ini nyata dari gaya nama dan gelaran mereka masing2.Memanglah benar bahwa setengah daripada mereka itu datang melaluiIndia, akan tetapi setengah daripada mereka juga datang langsung darinegeri Arab, dan ada yang melalui negeri Farsidan negeri China; dan adajuga yang melalui negeri2 Magrib dan Turki. Walau bagaimanapun, yangpenting ialah bahwa kandungan faham keagamaan yang dibawa olehmereka itu adalah bersifat Timur Tengah dan bukan India. Lagi pulakandungan dan chara penghuraian akidah2 pelbagai madhab ilmu tasaw-wuf, peribentuk tulisan ‘Jawi’ serta chorak beberapa huruf2nya, namagelaran bagi hari2 mingguan, chara melafazkan Al-Qur’an, dan beberapaperkara penting lainnya menyatakan chiri2 tegas bangsa Arab, bukanIndia, sebagai pembawa dan penyebar asli agama Islam di KepulauanMelayu-Indonesia. Dari segi pandangan orang Islam, soal bangsa apayang membawa Islam kemana itu mungkin tidak begitu penting, asal-kan apa yang dibawanya itu ialah Islam. Namun dari segi pandangansejarah sangatlah penting bagi para ahlinya mengemukakan butir2 fak-tanya dengan tepat dan benar, sebab kesimpulan2 yang akan diru-muskan dari butir2 fakta itu justru akan tentu mempengaruhi chorakperumusan2 teori persejarahan. Maka dari itu lebih penting dan benartepat apabila dinyatakan, misalnya, bahwa Ibn Rushd dan Ibn al-’Arabiitu adalah orang Arab dan bukan Sepanyol, dan karya2 mereka mewakilipemikiran Arab-Islam (mungkin juga Yunani) dan bukan Sepanyol.Begitulah perihal mubaligh2 Islam didaerah Kepulauan ini, dan karya2

penting yang membawa kesan mendalam tentang Islam disini –kebanyakannya merupakan sumbangan bangsa dan hasil dayachiptaArab-Islam dan bukan India. Selain dari mereka muballigh2 Islamyang kemudian meneruskan dengan lebih giat lagi tugas penyebaranIslam itu terdiri dan bangsa Melayu sendiri, dan Jawa, dan bangsa2

lain dari kalangan bumiputra sendiri. Kenyataan ini tiada se-kali2

bertujuan untuk mengabaikan peranan orang India dan negeri Indiadalam memperkembangkan Islam disini, akan tetapi kenyataan inimenayangkan bagaimana dalam soal asal-usul Islam pun para sarjanadan orientalis Barat telah mengikut jejak langkah lampau membesar-besarkan peranan orang dan negeri India terhadap sejarah kita.

Akan tetapi mungkin dapat kita fahami sebab apa para sarjana danahli sejarah itu mempunyai sikap demikian terhadap persejarahan

Page 35: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 35

Kepulauan ini. Sebabnya mereka sendiripun merupakan satu hasildidikan dan warisan tamaddun dan kebudayaan yang pandanganhidup serta nilai2nya berakar-umbi pada dunia estetik. Dalam kebu-dayaan Barat agama senantiasa dihidangkan melalui pengantar seni.Renungan2 teoloji yang bersifat rasional serta spekulasi falsafahmengenai Tuhan hanya tiba kemudian selepas dunia Barat diper-kenalkan lebih lanjut pada falsafah Yunani dengan perantaraan Islam.Walaupun demikian, agama di Barat senantiasa hingga kini berdiamdalam haribaan dan pelukan seni. Falsafah dan sains mencheraikandiri dari agama, sungguhpun masih tetap hidup berdampingan denganseni, justru dari sebab agama Barat tiada dapat memberi keyakinandan ketenteraman jiwa. Pengenalan agama Kristian di Eropa,sebagaimana agama2 Hindu dan Buddha di Kepulauan Melayu-Indo-nesia, tiada pernah diikuti dengan penjelasan dan pembicharaanrasional terhadap konsepsi tawhid yang sempurna. Peranan penje-lasan dan pembicharaan demikian – sejauh mana nasib agamaKristian - diletakkan pada pundak falsafah, yang telah merendahkannilai agama hanya pada peringkat teori belaka, dan inipun berlakubaru2 ini sahaja. Justru benar boleh dikatakan dengan tiada meliwatibatas, bahwa masalah besar yang menjadi bibit intisari soal kegeli-sahan jiwa kebudayaan Barat berakar pada polemik2 teoloji Kristianserta kekeliruan dan pertelingkahan yang berlaku kemudian, yang sete-rusnya mengakibatkan timbulnya konsep2 yang bersifat kebaratan dalamfalsafah, dalam sains, dalam faham kemanusiaan (humanisma) sepertikonsep2 ‘pembangunan’ dan ‘kemajuan’ dan ‘moden’.

Satu lagi peninjauan umum yang penting dan sesuai pada pembicha-raan kita disini mengenai bahasa Melayu, ialah perihal ‘pemilihan’bahasa Melayu sebagai bahasa Islam di Kepulauan ini. Dari segi sejarahlama, saya berpendapat bahwa pemilihan bahasa Melayu oleh orang2

Islam yang mula2 datang kedaerah ini sebagai bahasa pengantar Islambukanlah se-mata2 tidak disengajakan, se-olah2 hal itu hanya ditakdir-kan oleh gejala2 sejarah yang berlaku dengan sechara kebetulan. Sayaberpendapat bahwa orang2 Arab yang mula2 datang menyebarkan Islamdisini dengan sengaja memilih bahasa Melayu sebagai pengantarnya.Pendapat ini bukan hanya dugaan belaka, akan tetapi merupakan sutuhypotesis yang sah. Ada persamaan nasib yang terdapat dalam beberapa

Page 36: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 36

faktor sejarah bahasa Arab dan bahasa Melayu yang demikian tepat padakeadaannya sehingga orang2 Arab yang mula2 datang membawa Islamitu tiada dapat tiada tentu akan terpengaruh olehnya dalam meng-gunakan satu bahasa pengantar Islam lain dari bahasa Arab. BahasaMelayu akan tampak pada mereka sebagai bahasa yang sesuai untukdipilih bagi alat penyebar agama Islam. Orang2 Arab telah memper-kenalkan diri mereka pada daerah ini sejak sebelum Islam, yaitu sejakzaman Jahiliyyah. Seperti bahasa Arab zaman Jahiliah, bahasa Melayupun tiada merupakan bahasa estetik dalam bidang agama. Sungguhpunkita tahu bahwa bahasa Arab zaman Jahiliah itu sudah merupakan suatubahasa yang tinggi taraf-nilainya, terutama dalam bidang puisi sasterarakyat dan sastera bertradisi lisan, lagipun bahasa Arab itu suatu bahasayang terbaik dalam rumpun bahasa Semitik, yang tiada tersentuhperubahan2 nasib seperti yang dialami oleh yang lainnya itu;pengetahuan kita mengenai keadaan bahasa Melayu Kuno pula bolehdikatakan hampa belaka; hanyalah mungkin bahwa sebagai sasterarakyat penggunaan bahasa kuno itu juga dalam bentuk tradisi lisan.Bahasa Melayu memang telah diketahui sebagai bahasa perantaraanberdagang, atau lingua franca, akan tetapi penggunaannya sebagai lin-gua franca itu tiadalah sebenarnya meluas, baikpun dalam gelanggangperdagangan sampai keperingkat yang tinggi, mahupun dalam peng-gunaannya dalam bidang2 lain dari perhubungan jual-beli. Bahkanchiri2nya banyak yang menunjukkan penggunaan bahasa Melayu se-bagai lingua franca itu hanyalah terbatas pada bidang kechil urusan jual-beli didaerah2 tertentu Kepulauan ini sahaja. Sesungguhnya tanggapanumum bahwa bahasa Melayu itu telah lama tersebar luar sebagai linguafranca sebelum datangnya Islam masih boleh dipersoalkan, sebabdizaman pra-Islam perdagangan di Kepulauan ini tiada meluas pasa-rannya, dan hanya sesudah datangnya Islam sahajalah keadaan perda-gangan berlaku semakin giat dan subur serta pasarannyapun tersebarkepelabuhan2 perpantaian antarabangsa. Lagipun jikalau sungguh benarbahasa Melayu itu sudah merupakan lingua franca dizaman pra-Islammengapakah pula tiada ia berkembang menchapai peringkat bahasasastera selama berkurun2 itu - sedangkan yang demikian itu terchapaiolehnya hanya sesudah datangnya Islam? Kita lihat juga bahwa ma-sharakat Melayu adalah masharakat perdagangan, seperti jugamasharakat Arab Mekkah zaman Jahiliah itu masharakat perda-

Page 37: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 37

gangan. Perbandingan sifat masharakat perdagangan seperti MelayuKuno dan Arab Jahiliah ini tidak dapat dikenakan pada masharakatJawa Kuno pula. Begitu juga bahasa Arab Jahiliah, yang bukan baha-sa agama yang mempunyai sifat estetik, tiada terbeban perben-da-haraan katanya, tiada terpengaruh perbendaharaan katanya olehistilah2 rumit yang tentu akan mengelirukan; istilah2 yang lahir daritradisi2 mitos, metafisika dan falsafah agama. Maka kerana itu bahasaArab Jahiliah lebih suchi dan bebas dari pengaruh2 demikian jikalaudibandingkan dengan bahasa2 Yunani-Romawi Kuno, dan Irani-FarsiKuno, dan lain2 lagi yang digunakan orang di Timur Tengah zaman itu.Keadaan bahasa Arab yang demikian dapat kita bandingkan pula dengankeadaan bahasa Melayu Kuno; sebagaimana bahasa Arab tiadadipergunakan atau mengambil peranan sebagai bahasa agama yangbersifat estetik seperti bahasa2 Yunani-Romawi Kuno dan Irani-FarsiKuno, begitulah juga bahasa Melayu Kuno tiada dipergunakan ataumengambil peranan sebagai bahasa agama2 Hindu-Buddha. Dalambidang bahasa sastera dan agama estetik peranan tunggal di Kepulauanini diambil oleh bahasa Jawa Kuno dan Sanskrit, sebagaimana jugaperanan yang demikian itu diambil oleh bahasa2 Yunani-Romawi danIrani-Farsi di Temur Tengah dan negeri2 jirannya. Al-Qur’an sendiriachapkali memberi sindiran terhadap bahasa2 yang kononnya menyo-rotkan chahaya tamaddun tinggu Yunani, Farsi, dan Romawi, yangsebenarnya bersendikan seni, dan kurang tepat sebagai bahasa agamayang saintifik atau bersifat ilmu pengetahuan. Maka Al-Qur’an; apabilanuzul dikalangan orang Arab, memuji2 sifat akliah serta daya penjelasandan pembicharaan rasional dalam bahasa, mendakwa dengan tegasbahwa ialah satu Kitab yang keterangan tanda2nya dan pembicharaannyajelas dan tertib teratur (Kitabun fussilat ayatuhu); ialah Kitab yangmenggunakan bahasa Arab yang tiada rumit ‘berbengkang-bengkok’(ghayra dhi’iwajin). Akibat dan hasil dari penyusunan tertib teraturayat2nya serta terus-terang bahasanya itulah dimaksudkan oleh Al-Qur’an sebagai penjelasan (bayan), sebagai sesuatu yang sudah jelas(mubin) yang dengan sendirinya membuktikan diri (bayyinah).Demikianlah tiada terliwat batas lintasan fikiran ilmiah jikalau kitamengambil kesimpulan bahwa orang2 Arab Islam yang mula2 datangdengan agama dan Al-Qur’an nya, yang demikian handal menanamkanbibit yang akan merebak akar2nya kesebahagian besar Asia Tenggara

Page 38: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 38

ini, tentu tiada akan lengah dalam memperhatikan dan memilih ba-hasa manakah yang akan menjadi bahasa pengantarnya selain daribahasa Arab sendiri. Sungguhpun bahasa Jawa Kuno telah menchapaiperingkat bahasa agama dan sastera, namun tentu akan dilihatnyabahwa dari segi ilmu makna, bahasa itu tiada lebih sesuai dari bahasaMelayu bagi menerima kandungan ajaran2 Al-Quran, justru keranatentu pengertian2 yang dimaksudkannya akan nanti terkeliru dikabutioleh konsep2 Hindu-Buddha yang telah berakar-umbi kukuh dalamperbendaharaan-kata agama estetik Jawa Kuno itu, dan selanjutnyakonsep2 Islam nanti akan di-samar2kan dengan yang bukan Islam.Bahwa sesungguhnyalah yang demikian itu telah benar berlaku dalamsejarah pengislaman di Jawa; bagaimana telah timbul prasangka di-kalangan tidak sedikit sarjana sejarah kebudayaan yang perchaya bahwamasalah Islam di Jawa itu berlainan sifatnya dengan Islam ditempat2lain di Kepulauan ini: bahwa di Jawa ada Islam ‘kejawaan’. Selanjutnyamereka telah mengambil kesimpulan bahwa orang Jawa menolak agamaIslam, atau menerimanya dengan tiada sungguh2 se-olah2 engganmemperchayainya benar2. Pada faham saya masalah yang sebenarnyabukan keengganan orang Jawa, akan tetapi adalah masalah bahasa:bahwa agak berlainan penerimaan agama Islam itu dengan sambutan-nya di Sumatra – misalnya, di Jawa agak lambat penerimaannya, ataumasih di-samar2kan dengan keperchayaan lama – kerana soal bahasaJawalah yang mengemukakan kesukaran penerimaan konsep2 Islamdengan sechara terang seperti yang dimaksudkan oleh Islam. Ahli ilmubahasa yang benar2 mendalam tilikannya terhadap falsafah bahasa,seperti Humboldt dan Cassirer dan lain2 lagi, sedia maklum bahwa sifatsesuatu bahasa itu merupakan suatu renchana pandangan terhadap alamsemesta, yang masing2 mentafsirkan hakikat pengalaman dan keadaansekeliling menerusi tapisan bahasa itu; bahwa renchana bahasa itu se-akan2 suatu tabir tipis beraneka-warna yang senantiasa berada dihadapanwajah sipemandang alam, baikpun yang dipandangnya itu alam ‘luar’,mahu-pun alam ‘dalam’. Maka warna dan chorak, sifat dan bentuk alamyang dipandang itu akan terpengaruh juga oleh bawaan tabir tipis bahasaitu. Dengan ini kita lihat, sebagaimana Korzybski juga melihat, bahwabahasalah yang menimbulkan masalah yang paling sulit dalam ilmufalsafah. Dapat juga direnungkan bahwa sebenarnya nahu sesuatubahasa itu merupakan ontoloji sesuatu kebudayaan, dan perkataan2nya

Page 39: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 39

sebagai menchorakkan konsep2 yang membina ontoloji itu. Demi-kianlah, jikalau konsep2 asasi pandangan hidup Islam itu dikemukakankepada sesuatu bangsa yang menggunakan bahasa yang mengandungkonsep2 yang berlawanan dengannya, maka timbul masalah2 pentakrifandan penjelasan dan penchiptaan baru atau penerimaan perkataan2 Araboleh bangsa itu, sebagaimana telah berlaku terhadap bahasa Melayuyang telah diperislamkan itu. Bahasa Jawa Kuno lebih ulung dalammerobah makna atau konsep asasinya supaya sesuai dengan kehendakIslam, sebab bahasa Jawa Kuno telah dipergunakan sebagai bahasaagama Hindu-Buddha, yang telah menyerap mesra kedalam chita-rasayang dibayangkan dan dialami oleh penggunanya. Jadi dapat sekarangditerangkan bahwa jikalau para sarjana itu mendapatkan banyak risalah2

Islam di Jawa – terutamanya yang membicharakan tentang tasawwuf –yang masih champur-aduk bertaburan dengan konsep2 Hindu, hal initiada semestinya harus ditafsirkan sebagai keengganan orang Jawamemeluk agama Islam, atau menganggap ilmu tasawwuf Islam itu samakandungannya dengan ilmu yang terdapat dalam Vedanta; akan tetapisebenarnya harus ditafsirkan sebagai salah satu chara mendakyahkanagama Islam dengan perantaraan konsep2 lampau yang telah diper-betulkan, agar supaya konsep2 yang sedia ada itu dengan lambat-launkelak dapat merobah konotasinya hingga sesuai dengan kehendak Islam.Begitulah lakunya chara yang demikian, justru merupakan suatu dayauntuk memperjelaskan Islam, yang ditilik dari pandangan bahasa Jawamenimbulkan kesukaran bagi mengenali dan memahami penjelasan itu.Kesukaran itu disebabakan oleh ‘kelamnya’ istilah2 Jawa yang diguna-kan sebagai pengandung dan penayang istilah2 Islam, dan juga ada pulayang ‘separuh jernih’, sehingga tanggapan2 atau konotasi2nya masihdikelirukan oleh konotasi2 agama dan pandangan hidup yang lampau.Chara memasukkan konsep2 Islam kedalam alam konsep2 Hindu-Jawamenerusi bahasa itu justru suatu chara tulen tersendiri, hasil dayachiptapara penyebar agama Islam di Jawa. Kita harus tahu bahawa parapenyebar Islam di Jawa terpaksa menggunakan konsep2 agama Hindu-Jawa yang estetik itu untuk memperkenalkan Islam kepada masharakatyang telah lama hidup dalam suasana estetik. Kita harus mengenali jugabahwa chara tersebut tadi bukan sahaja terbatas pada penggunaan ba-hasa: para penyebar Islam itu tidak enggan juga menggunakan lambangperantaraan lain yang bersifat seni, yaitu seperti wayang yang digunakan

Page 40: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 40

oleh Sunan Kalijaga bagi menyebarkan Islam. Kesimpulan yang samaboleh diberikan dengan menerusnya, dengan mengekalnya penggunaanpuisi dalam kesusasteraan Jawa-Islam sebagai lebih dipakai dari prosa,dan sebelum Islam dahulu bahasa Melayu Kuno pun, dalam sasterarakyatnya, mungkin lebih menggunakan puisi dari prosa, sebab sangatterpengaruh oleh kewibawaan bahasa Jawa Kuno. Akan tetapi selepasbahasa Melayu itu menjadi bahasa Islam diseluruh Kepulauan ini, kitadapati prosa lebih meluas penggunaannya dalam pelbagai aspekkesesusasteraan Melayu. Dalam bidang puisi, mungkin bentuk sha’irsahajalah yang kekal sebagai warisan persajakan Arab-Islam yang sangatdigemari seluruh lapisan masharakat; tetapi dalam bidang inipun kitalihat bahwa sharahan prosa sesuatu shair itu lazim merupakan suatubahagian integral yang paling penting dalam konsep shair – dan kenya-taan ini sekali lagi menitik-beratkan demi pentingnya unsur penje-lasanitu dalam bawaan bahasa Melayu-Islam, suatu unsur yang kenya-taannya tiada terdapat dalam bawaan puisi Jawa Kuno.

Berkenaan dengan faham persejarahan perihal perkembangan bahasadan kesusasteraan Melayu, suatu rumusan ilmiah baru wajib dibuat darisebab pada pendapat saya sejarah timbulnya serta perkembangan bahasadan kesusasteraan Melayu itu merupakan satu proses penting justrukerana ia adalah satu aspek dari proses pengislaman Kepulauan Melayu-Indonesia. Dengan tibanya Islam dikalangan orang Melayu, denganbertukarnya agama Hindu-Buddha-Animisma kerajaan2 Melayu kepadaIslam, maka telah diterima dan dijadikan sebagai kepunyaannya jugaabjad Arab dan tulisan Arab. Berdasarkan huruf2 Arab: jim (Ã); ‘ayn (¦);fa’(n); kaf (o); dan nun (M); lima huruf baru lambat-laun terchipta,masing2 menandakan bunyi2 yang lazim pada bunyi lidah Melayu: cha(•) ; nga (†); pa (˜); ga (@); dan nya (À) . Penjelasan mengenai chorak-rupa huruf2 baru diatas itu, sejauhmana saya tahu, belum lagi dibuatoleh sesiapapun, dan saya ingin disini memajukan pendapat saya sendirimengenainya. Menurut huraian Ibnu Khaldun perihal orang Berber diMorocco mengenai penggunaan tulisan Arab, bunyi bahasa Berber yangtiada terdapat pada bahasa Arab seperti bunyi ‘ga’ lidah Berber itudianggap sebagai bunyi yang terdapat antara huruf2 kaf dan jim dalamabjad Arab. Maka dari itu bunyi itu ditandakan dengan huruf kaf bertitiksatu dalam abjad Berber-Arab; titik itu memaksudkan titik huruf jim.

Page 41: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 41

Chara menchiptakan huruf baru dengan mengikut chorak-rupa hurufArab itu memang lazim serupa di-mana2 terdapat sesuatu bangsa bukanArab yang telah memeluk agama Islam dan menggunakan abjad Arab.Demikianlah dalam abjad Melayu-Arab atau tulisan Jawi yang sayasebutkan tadi, saya berpendapat bahawa huruf bunyi ‘ga’ terdapat disitusama chara-bentuknya dengan yang Berber, Farsi, dan lain2; ‘cha’seperti juga yang terdapat dalam abjad Arab-Farsi terchara dari huruf2

ta dan jim (tja), dari itu maka bentuknya ialah jim bertitik tiga; dua titikditambah pada titik jim dari huruf ta; ‘nga’ terbentuk dari nun, ghayndan ga (ngha), dua titik dari nun dan ga ditambah pada huruf ghaynmenjadi ‘ayn bertitik tiga: nga; huruf fa’ bertitik tiga itu terjadi daritambahan titik ba’ pada fa’, dan ditambah satu lagi titik padanya supayatiada keliru dengan qaf (•) ; dan huruf nya terjadi dari nun ditambahdua titik ya’.

Bahasa Melayu yang tadinya bahasa pasaran terbatas itu telah menga-lami suatu perubahan besar, suatu revolusi. Selain dari diperkaya per-bendaharaan-katanya dengan istilah2 dan perkataan2 Arab dan Farsi,bahasa Melayu juga dijadikan bahasa pengantar utama Islam diseluruhKepulauan Melayu-Indonesia, sehingga pada abad keenambelas se-lambat-lambatnya ia telah berjaya menchapai peringkat bahasa sasteradan agama yang luhur dan sanggup menggulingkan kedaulatan bahasaJawa dalam bidang2 ini. Dan demikian luasnya tersebar bahasa Melayuitu dari akibat penggunaannya oleh Islam sehingga dapat kini menjadibahasa resmi lebih dari 100 juta manusia di Asia Tenggara. Dengan inipula bahasa Melayu-Indonesia itu haruslah dianggap sebagai bahasaIslam, dan mungkin merupakan yang kedua terbesar dalam dunia Islam.Tersebarnya, pembangunannya dan perkembangan bahasa Melayu itudisebabkan oleh pengaruh kebudayaan Islam yang menaruh keutamaanpada budaya sastera, sebagaimana telah ditegaskan tadi. KesusasteraanMelayu makmur berkembangan pada zaman Islam. Bahkan bolehdikatakan dengan kasar bukti2 yang chukup kuat bahawa kesusasteraanMelayu sebagaimana juga kesusasteraan Farsi, berasal dari zaman Is-lam. Tiada juga melampaui batas kemungkinan, dalam merenungkanasal-usul bahasa yang sekarang kita gelarkan bahasa Melayu, bahwa Is-lam telah melakukan peranan utama dalam mewujudkannya sebagaibahasa umum suatu bangsa. Pendapat ini tiada menafikan telah adanya

Page 42: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 42

sebelum Islam suatu perbendaharaan-kata Melayu, atau bahasa2

berkelompok yang mempunyai sifat2 gaya dan bawaan yang sama dandapat dirumpunkan lebih-kurang sebagai timbul dari satu keluargabahasa yang disebut ‘Melayu’. Bagaimanapun, adalah lebih sesuaidengan kenyataan peninggalan2 sejarah sejauhmana dapat diketahui kini,bahwa sebelum Islam tiba didaerah Kepulauan ini, tiada terdapat suatubahasa umum yang dapat digelarkan bahasa Melayu. Bahasa ‘MelayuKuno’ yang difikirkan orang itu sebenarnya tiada dapat dirumuskansebagai Melayu, kerana zaman itu nampaknya belum timbul konsepbahasa Melayu. Prasasti2 kala sebelum Islam tiada memberi kesim-pulan yang chukup dan jelas terhadap bentuk sifat bahasa orang Melayu;hanya se-olah2 yang terbayang mengenai bentuk sifat bahasa itu,berdasarkan tulisan2 yang terpahat padanya, adalah bentuk sifat bahasachampuran bahasa Pali dan lain2 yang mungkin pula merupakan bahasagolongan tertentu yang tiada membayangkan bahasa orang sehari2.Sangat mempunyai makna yang berkesimpulan tertentu, apa-bila kitabandingkan perbedaan2, berkesan terhadap apa yang disebutkan disini,yang terdapat antara Prasastim Acheh yang bertarikh 1380 bertulis hurufPallawa, dan Batu Bersurat Trengganu yang ber-tarikh 1303 bertulishuruf Jawi. Sungguhpun Batu Bersurat Trengganu itu jauh lebih awaltarikhnya dari Prasasti Acheh, namun gaya bahasa, kemelayuan baha-sanya itu jauh lebih ‘jelas’, lebih dekat dengan bahasa Melayu kini,sedangkan Prasasti Acheh – meskipun menchirikan kesan Islam – masihmemperlihatkan gaya bahasa pra-Islam. Nampaknya besar pula kemung-kinan bahwa pada zaman pra-Islam tiada terdapat satu tulisan tunggal,satu abjad, yang menyatu-padu serta dengan kukuhnya mengikat bahasameliputi golongan2 yang dapat diberi gelaran Melayu. Kedatangan Islamtelah membawa bersama tulisan Arab yang dijadikan tulisan Melayuyang mempunyai tambahan beberapa huruf istimewa bagi bahasa itu,dan nampaknya tulisan Jawi inilah yang mengikat perpaduan satubahasa meliputi seluruh golongan bangsa Melayu. Kita dapati bahwadalam tulisan2 Melayu pada abad2 keenambelas dan ketujuhbelasistilah2 seperti ‘orang Melayu’ dan ‘negeri Melayu’ ada terdapat, akantetapi tiada terdapat istilah ‘bahasa Melayu’. Bilamana bahasa Melayudimaksudkan dalam tulisan2 itu maka terdapat disitu istilah ‘bahasaJawi’. Kita tahu bahwa istilah Jawi itu adalah nama gelaran orang Arabterhadap seluruh bangsa2 penduduk daerah Kepulauan ini, akan tetapi

Page 43: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 43

bagaimanapun sangatlah ber-kesimpulan bagi pengkajian kita mengenaimasalah sejarah bahasa Melayu bahwa orang Melayu sendiri menama-kan bahasanya bahasa Jawi, meskipun istilah Jawi itu sebenarnyadigunakan oleh mereka khusus bagi menamakan tulisan Arab-Melayu– se-olah2 orang Melayu kala itu menamakan bahasanya berdasarkanpada tulisannya. Konsep Jawi yang merang-kumkan pelbagai bangsa itusebagai satu berdasarkan penyatu-paduan bahasa Melayu sebagai bahasaumum melalui alat satu tulisan yang sa-ma terdapat di-mana2 dikalanganbangsa2 Melayu-Indonesia inilah juga salah satu unsur kebudayaan yangmenggerakkan proses sejarah kearah pemupukan faham kebangsaandalam pribadi masharakat Melayu-Indonesia. Penelitian serta penilaianperanan Islam belum lagi terlintas pada pandangan ilmiah para sarjanadan ahli sejarah kebudayaan Melayu. Padahal sejarah Islam chukupmemperlihatkan sifat Islam sebagai suatu budaya sastera yang kemanasahaja tersebarnya justru akan menaruh kesannya yang mendalam padabahasa, seperti terlihat pada bahasa Farsi, Turki, Urdu. Malah Islam itudemikian hebat pengaruhnya terhadap sesuatu bahasa sehingga dapatmelahirkan bahasa yang dahulunya belum ada, seperti bahasa Urdu yangsekarang menjadi bahasa resmi negara Pakistan. Jikalau kita bandingkanluasan dan nilai ilmiah pengkajian sejarah bahasa dan kesusasteraanFarsi para sarjana orientalis Barat dengan pengkajian sejarah bahasa dankesusasteraan Melayu yang telah diselenggarakan oleh sarjana2 Belandadan Inggeris, sangatlah menyesalkan bahwa sarjana2 Belanda danInggeris itu tiada menchapai taraf ilmiah para orientalis Barat lainnyayang mengkaji sejarah bahasa dan kesusasteraan Farsi, seperti Geigerdan Kuhn, Darmesteter, Oppert, West dan lain2 lagi. Browne, yang me-nulis tentang Sejarah Kesusasteran Farsi yang sangat bernilai, yangmula2nya mengkaji bahasa Turki, menyatakan bahwa pengetahuan ba-hasa dan kesusasteraan Arab serta tamaddun dan kebudayaan Arab-Islamitu adalah sharat mutlak bagi pengkajian bahasa dan kesusasteraan Farsi.Kemudian didapatinya juga bahwa pengetahuan yang meluas serta men-dalam dalam bidang2 tersebut itupun masih kurang sempurna bagipengkajian yang teliti tentang bahasa dan kesusasteraan Farsi itu sekira-nya tiada ditambah pula dengan pengetahuan mengenai sejarah dan ke-budayaan serta bahasa orang Farsi pada zaman2 Sasani, Parthia, Achae-menia, Media, Assyria, dan Arya purbakala. Dalam mengkaji tulisan2

berpahat raja2 Achaemenia dan tulisan2 Avesta yang lebih tua lagi

Page 44: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 44

didapati perlu mempunyai pengetahuan baik dalam bahasa Sanskrit.Akan tetapi sebaliknya kita lihat bahwa sarjana2 sejarah bahasa dankesusasteraan Melayu yang terdiri daripada orang2 Belanda dan Inggeristadi tiada mendalami pengetahuan bahasa2 dan kesusasteraan2 Arab danFarsi serta tamaddun2 dan kebudayaan2 Arab dan Farsi apabila merekamengkaji sejarah bahasa, kesusasteraan, tamaddun dan kebudayaanMelayu. Inilah maka tergendala pengetahuan kita mengenai sejarahbahasa, kesusasteraan dan kebudayaan Melayu, sebab Islam dan kebuda-yaan Arab-Farsi pada keseluruhannya telah diabaikan oleh mereka da-lam pengkajian kebudayaan Melayu, sedangkan kebudayaan Melayu itusebenarnya termasuk dalam lingkungan kebudayaan Islam.

Abad2 keenambelas dan ketujuhbelas menyaksikan suatu kesuburandalam penulisan sastera falsafah, metafisika dan teoloji rasional yangtiada terdapat tolok bandingnya di-mana2 dan dizaman apapun di AsiaTenggara. Penterjemahan Al-Qur’an yang pertama dalam bahasa Mela-yu telah diselenggarakan berserta sharahannya yang berdasarkan al-Baydawi; dan terjemahan2 lain serta sharahan2 dan karya2 asli dalambidang falsafah, tasawwuf dan ilmu kalam semuanya telah diselengga-rakan pada zaman ini juga. Zaman inilah yang menandakan zaman pem-bangunan rasionalisma dan intelektualisma yang tiada pernah berlaku di-kala2 lampau dimanapun di Asia Tenggara umumnya dan di KepulauanMelayu-Indonesia khususnya. Zaman ini juga, bersaingan denganberlakunya proses perdalaman atau inensifikasi Islam pada jiwa masha-rakat Melayu-Indonesia, telah merevolusikan pandangan hidup dandasar kebudayaannya dan mengubahnya dari dasar estetik kepada dasarsaintifik. Faktor asasi yang merupakan puncha perubahan ini, puncharevolusi kebudayaan ini, ialah penjelasan rasional mengenai konsepsibaru perihal Wujud yang dibawa untuk pertama kalinya oleh Islam.Pengenalan yang betul lagi sempurna terhadap konsepsi baru inilah yangmerupakan pendalaman serta intensifikasi proses pengislaman. Menuruthemat saya penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar Islamserta bahasa sastera rasional dan intelektual telah memechahkan aliransejarah bahasa itu kepada dua jurusan: yang satunya menimbulkan suatuperkembangan aliran baru yang berasal dari Barus dan kemudian Pasai,kemudian seterusnya Acheh sebagai pusatnya; sedangkan yang satu lagimulai terkebelakang, mulai mengalami proses kehapusan. Memang

Page 45: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 45

sewajarnyalah demikian sebab Pasai itulah pusat pengajian Islam yangtertua di Kepulauan ini, dan dari situlah segala sinaran surya pengaruh-nya menyorot keseluruh pelosok Kepulauan Melayu-Indonesia. Aliranbaru ini mempunyai sifat dan bawaan yang singkat serta kemas gayanya;menggunakan perbendaharaan kata serta istilah2 Islam; menyatakandirinya sebagai bahasa bertata-lojika, bahasa pemikiran akliah yangmengutamakan analisa dan pembicharaan saintifik, bahasa yang banyakmengandung kesan pengaruh para penulis penggunanya-ahli2 tasawwuf,ulama dan golongan ilmiah lainnya dan para penterjemah dan pensharah-yang kesemuanya membayangkan pengaruh Al-Qur’an dalam menyanjungnilai penjelasan dan sifat akliah dalam pembicharaan, pertuturan, danpenulisan. Maka dari aliran baru inilah bahasa Melayu ‘moden’, bahasaMelayu-Indonesia dewasa ini, berkembang justru kerana aliran inilah yangmengandung unsur2 pembaharuan yang saintifik, yang menyebarkanIslam didaerah Kepulauan. Penyelidikan ilmiah Barat telah meng-agung2kan keistimewaan Melayu Semenanjung sebagai bahasa Melayuyang terindah nilainya. Pendapat yang kurang betul ini telah juga di-pengaruhi keper-chayaannya oleh ‘Abdu’Llah Munshi, yang telah dianggapoleh mereka hingga kini sebagai ‘Bapak’ Kesusasteraan Melayu Baru.‘Abdu’Llah memang mengambil tauladan bahasanya dari buku SejarahMelayu yang berpuncha dari Melaka. Akan tetapi buku Sejarah Melayuhasil Melaka itu harus kita anggap sebagai suatu peninggalan sasterayang membayangkan bahasa Melayu istana lama, yang merupakan alir-an bahasa Melayu yang lebih tua dari aliran baru yang saya sebutkan ta-di. Dari aliran lama inilah mengalir sastera rakyat, sastera roman, sasteraepik dan sastera champuran dongeng dan sejarah, yang kesemuanyamasih membayangkan kesan2 pandangan hidup yang lampau yangdiserapi dengan konsep2 Animisma-Hindu-Buddha. Maka sesungguh-nyalah patut ‘Abdu’Llah Munshi itu tidak dianggap sebagai ‘Bapak’Kesusasteraan Melayu Baru – yang digelar orang ‘moden’ – sebabbeliau pada faham saya tiada mempelopori aliran baru, akan tetapimerupakan suatu penjelmaan terakhir dari gaya bahasa Melaka yangsedang hampir hapus itu, yang dengan lambat laun diambil-alih, digan-tikan tempatnya, oleh aliran baru gaya bahasa Melayu-Islam. Bahkankenyataan ini tegas benar apabila kita tinjau betul2 dan pertimbangkandengan teliti mengapa gaya-bahasa ‘Abdu’Llah itu tiada yang meniru-nya, tiada yang menganutnya selepas pengaruhnya terasa pada masha-

Page 46: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 46

rakat Melayu. Biasanya, jikalau benar2 ia mempelopori satu aliran baru,aliran moden, maka tentu gaya-bahasanya juga akan memberi kesanyang mendalam pada kesusasteraan, pada penulisan dan persuratanMelayu kemudian daripadanya hingga kini. Akan tetapi yang demikianitu tiada berlaku; malah yang nyata kelihatan sekarang ialah bahwabahasa Melayu moden, termasuk bahasa Melayu-Indonesia lebih dekatgaya dan bawaannya dengan bahasa Melayu yang sejak ratusan tahundahulu, berpuncha dari Barus dan Pasai, telah diperguna dan disebar-kan oleh Islam: bahasa aliran baru yang saya sebutkan tadi, yangpenulis2 serta pengguna2nya terdiri dari kalangan para ahli fikir,ulama2 Melayu-Islam yang berkembang di Acheh pada abad2 ke-enambelas dan ketujuhbelas. Saya majukan Hamzah Fansuri, yangmenulis pada abad keenambelas, sebagai pelopos aliran baru ini.Beliaulah manusia yang pertama menggunakan bahasa Melayu dengansechara rasional dan sistimatis; yang dengan inteleknya merangkumkeindahan fikiran murni yang dikandungkannya dalam bahasa yangtelah diperolahkan hingga sanggup berdaya menyusul lintasan alamfikiran, yang berani menempuh saujana lautan falsafah. SayogialahHamzah Fansuri diberi tempat utama dalam pemikiran persejarahanbahasa dan kesusasteraan Melayu: beliaulah harus kita akui sebagaiBapak Kesusasteraan Melayu Moden. Aliran baru yang membawa kesanpengaruh Hamzah itu mulai timbul ternyata pada abad2 ke-enambelasdan ketujuhbelas. Semua penulis, ulama dan ahli fikir Melayu yangterkemuka selepasnya telah meniru dan menganut gaya dan tauladannyaterhadap penggunaan bahasa Melayu - dari Shamsu’l-Din Pasai hinggake ‘Abdu’l-Ra’uf Singkel pada abad ketujuhbelas, dan dari ‘Abdu’l-Ra’uf ke Kemas Fakhru’l-Din pada abad kedelapanbelas, dan lain2 lagihingga abad kesembilahbelas, dan seterusnya abad keduapuluh ini,sebagaimana terbayang dalam fikiran dan tulisan Amir Hamzah. Kesim-pulan bahwa tulisan Amir Hamzah itulah juga yang telah menchapaisuatu keistimewaan peri kehalusan serta keindahan seni bahasa Melayuitupun mengandung erti yang berkesan dalam merenungkan prosespertalian penggunaan bahasa itu dari aliran yang berasal dari HamzahFansuri. Pada zaman inilah juga – zaman pengaruh Hamzah – harus kitatempatkan penulisan moden dalam bidang sejarah orang Melayu, yangjelas sifatnya dalam tulisan2 Nuru’l-Din al-Raniri pada abad ketujuh-belas, bukan kepada tulisan2 Raja ‘Ali Hajji pada abad kesembilanbelas,

Page 47: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 47

yang telah dianggap oleh para sarjana Barat sebagai orang yang pertamamenulis sejarah dalam bahasa Melayu sechara moden.

Dalam hal ini, memanglah satu kechenderungan yang nyataternampak ada apa para orientalis Barat, se-olah2 sengaja menyaingkankejadian2 penting dalam sejarah Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia– seperti timbulnya faham rasionalisma dalam pandangan hidup Melayu-Indonesia, timbulnya unsur2 moden dan sifat2 baru dalam sejarah bahasadan kesusasteraan Melayu-Indonesia – dengan kedatangan orang2 Baratdan kebudayaannya kedaerah ini, dengan pengaruh kekuasaan Baratyang telah tersebar dikalangan masharakat, dan chara hidupnya disinisejak waktu daerah ini termasuk dalam lingkungan penjajahan Barat.

Sebenarnya, kesimpulan yang harus kita ambil, yang kini nyataterbayang dihadapan pandangan Sejarah, adalah suatu kesimpulan yangbaru. Sebagaimana telah saya rumuskan mula2 tadi mengenai pendapatHenri Pirenne perihal sejarah Perabadan Eropa bersangkutan dengantimbulnya Abad Pertengahan disana, kita harus membawa perbanding-an yang tepat sambil merenungkan konsep2 penting berkenaan dengankriteria sejarah yang telah dikemukakannya. Kita lihat bahwa sebagaimanaperpaduan Laut Tengah itu hanchur-lebur dengan kedatangan Islam diEropa, mengakibatkan peralihan puncha atau paksi kehidupan kebudayaanEropa dari Laut Tengah kedaerah Utara, begitu juga kita lihat bahwa dengankedatangan Islam didaerah Kepulauan Melayu-Indonesia ini perpaduanLautan India yang telah mempengaruhi kehidupan Kepulauan ini, baikdalam bidang kebudayaan mahupun dalam bidang perdagangan, telah jugahanchur-lebur. Sebelum kedatangan Islam, perdagangan daerah Kepu-lauan ini terbatas dalam gelanggang Lautan India; puncha kehidupannyaberkisar dalam gelanggang kebudayaan India, dan tiada terlintas baginyasaujana alam internasional dewasa itu. Kehidupan agama pun kita lihatbersendikan kehidupan agama di India. Maka hanya selepas datangnyaIslam sahajalah saujana kehidupan kebudayaan daerah Kepulauan ini telahmelintasi batasan Lautan India, telah melintasi pandangan kebudayaan Indiadan menetapkan pandangannya kepada saujana yang lebih luas, kepadakebudayaan Timur Tengah dan seterusnya sampai juga kepada kebudayaanBarat. Dalam segi perdagangan pun kedatangan Islam itu memperluasdaya2 usaha perdagangan sehingga tiada lagi terbatas pada Lautan India

Page 48: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 48

sahaja, akan tetapi sampai juga ke Laut Merah, ke Laut Farsi, ke LautTengah, dan seterusnya kepelabuhan-pelabuhan Eropa, Dengan ini kita lihatbahwa puncha atau paksi kehidupan dan kebudayaan masharakat KepulauanMelayu-Indonesia telah beralih dari India ke Timur Tengah; kita lihat jugabagaimana dalam gelanggang agama pun puncha kehidupan agama itu telahpindah ke Timur Tengah yang berpusat kepada Tanah Suchi Mekkah; darisegi kebudayaan dan alam pemikiran, Baghdad, Kahirah, dan Istanbul,termasuk juga Delhi yang berpunchakan Timur Tengah, menjadi pusat2yang menyorotkan sinaran pengaruh kebudayaan Islam kedaerah ini.Perubahan nasib sejarah Kepulauan Melayu-Indonesia ini dizamansebelum Islam itu telah lebih nyata lagi perbandingannya dengan zamansesudah Islam dengan timbulnya dua unsur2 penting yang kemudiannyamenjadi dasar bagi terjadinya semangat dan fahaman kebangsaan; yaitutimbulnya satu agama, dan tersebar luasnya satu bahasa bagi masharakatMelayu-Indonesia. Saya telah berdaya-upaya dalam sharahan ini menje-laskan betapa pentingnya pengaruh Islam itu dalam mewujudkan, mem-perolah dan menyebarkan bahasa yang sekarang kita gelarkan bahasaMelayu keseluruh pelosok Kepulauan ini; saya juga telah chuba me-nerangkan semangat rasionalisma dan intelektualisma yang nyataterbayang dalam tulisan2 Islam yang diselenggarakan menerusi bahasaMelayu. Maka ini semua patut dengan jelas membawa kesimpulanbahwa kedatangan Islam itu menandakan permulaan suatu zaman barudalam sejarah Melayu-Indonesia. Bukti2 terbesar yang dapatmenayangkan revolusi kebudaan tampak pada tulisan2 yang bersifatpolemika, dan sharahan2 serta terjemahan2 dan lain2 yang timbul padaabad kelima-belas hingga abad ketujuhbelas, yang membayangkanperubahan2 pemikiran dalam pandangan hidup masharakat. Perubahan2

alam pemikiran ini berpuncha kepada suatu konsepsi mengenai Wujudyang lain da-ripada apa yang telah difahami oleh masharakat itu dahulukala. Kenyataan tulisan2 itu juga menunjukkan dengan pastinya berlakunyasuatu penjelasan ilmiah atau intensifikasi serta penyelarasan ataustandardisasi Islam yang kemudiannya diikuti dengan pembetulan ataukoreksi daripada sebarang penyelewengan kepada jalan yang benar.Metafisika dan falsafah yang dibawa masuk oleh ilmu tasawwuf bukanlahdatang, sebagaimana diperchayai oleh sarjana2 yang mengkaji kebudayaanMelayu-Indonesia dan lain2, untuk menyesuaikan atau mengharmonikanIslam dengan keperchayaan2 tradisional yang berdasar kepada keper-

Page 49: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 49

chayaan2 Hindu-Buddha dan lain2 tradisi otoktoni. Ilmu tasawwuf itusebenarnya datang untuk menjelaskan perbedaan antara Islam danagama2 yang telah diperchayai sebelum Islam. Bahkan sesungguhnyaseluruh zaman itu, dari bukti2 yang dikemukakan oleh tulisan2 itu, justrumenegaskan jawaban2 bagi soalan2 yang semakin lama semakin bangatdidakwa serta memberikan penjelasan2 yang dikehendaki oleh masha-rakat mengenai sifat2 wujud dan keadaan atau existence. Kenya-taanbahwa soal2 ini dikemukakan dengan sendirinya membukti-kan adanyasuatu masalah batin yang sedang dialami oleh masharakat Melayu-In-donesia. Tiada pernah dikala lampau soal2 dan polemik2 seperti ini timbulsebab masalah2 batin tiada timbul dengan kedatangan Hinduisma danBuddhisma, dari kerana agama2 itu tiada membawa apa2 pandanganhidup yang baru, tiada membawa apa2 perubahan asasi mengenaikehidupan batin masharakat Melayu-Indonesia. Dengan kedatanganIslam itu ternyata bahawa konsep2 terpenting yang terbayang dalamkata2 dan istilah2 penting yang terdapat dalam bahasa Melayu mengenaiTuhan, mengenai manusia dan pertaliannya dengan alam semesta –semuanya ini mengalami penyelidikan, penelitian dan pertimbanganyang halus, untuk ditapis serta disaring supaya sesuai dengan istilah2

dan kata2 Arab dalam bidang falsafah dan metafisika, suatu pengalamanyang lebih-kurang sama seperti peristiwa yang telah terjadi pada bahasaArab sendiri pada zaman Penterjemahan, apabila bahasa Arab itu men-jadi bahasa pengantar falsafah Yunani dan dipengaruhi oleh pemikiranYunani.

Revolusi rohaniah yang ternyata dari abad kelimabelas hingga abadketujuhbelas membayangkan unsur2 permulaan timbulnya suatu zamanbaru didaerah Kepulauan ini. Konsep ‘moden’ tiada pernah dimanapundiberi penjelasan oleh para sarjana yang menggunakannya dalam rangkaatau konteks perbahasannya mengenai Kepulauan Melayu-Indonesia,bahkan seterusnya perbahasan mengenai orang Islam umumnya. DiEropa sendiri, dalam sejarah kebudayaan orang2 Barat Kristian, konsep‘moden’ itu dapat diusul kepada asal-usul suatu jiwa atau semangat yangberunsurkan rasionalisma, individualisma dan internasionalisma yangmulai timbul dari abad keempatbelas seterusnya. Akan tetapi bagaima-napun, perihal unsur2 yang membentuk suatu sikap yang moden itupunbergantung kepada sifat sesuatu agama. Dalam sejarah kebudayaan Kris-

Page 50: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 50

tian Barat, agamalah – sebagaimana yang ditafsirkan oleh golonganGereja – yang membangkitkan sikap yang direnungkan sebagai ‘moden’sehingga dengan ini nyatalah bahwa dalam sejarah kebudayaan orangBarat maknanya itu terikat pada akidah2 asasi atau doktrin2 Kristian,yang pada kesimpulan akhirnya terletak pada kewibaan golongan rahibdan padri. Saya telah menchuba menimbulkan faham demikian padapermulaan sharahan ini : bahawa ketegangan dalam dan tentangandengan ajaran2 Gereja itulah yang menimbulkan sikap ‘moden’; yaitusikap rasionalisma, atau mengutamakan daya akliah dalam kehidupanintelektual dan agama; individualisma, atau menitik-beratkan fahamkebebasan pribadi perseorangan dalam tindakan hidupnya terutamamengenai agama; dan internasionalisma atau daya melihat kesatuansifat2 yang berada pada alam insan; dan sikap inilah yang didalam rang-ka kebudayaan Barat difahami sebagai falsafah Humanisma. Jelaslahbahwa konsep yang sama seperti yang disebutkan diatas itu tiada dapatdikenakan kepada orang2 dan sejarah kebudayaan Islam, kerana Islamtiada mempunyai golongan Gereja sebagaimana didapati dalam fahamKristian Barat. Maka dari itu jiwa rasionalisma, individualisma dan in-ternastionalisma yang difahami oleh orang2 Islam itu dianggap senan-tiasa ada dalam keadaan harmoni, yaitu selaras, dengan bawaan agamaIslam dan bukan bertentangan dengannya. Maka jelaslah pula bahwakonsep moden dan konsep2 lain yang bersangkutan sechara langsungdengannya, sebagaimana dikenakan kepada Islam dan kebudayaannyadalam sharahan ini, berlainan maksud dan tujuannya dengan konsep itusebagaimana timbul akibat pengalaman jiwa dan proses sejarah sertapemikiran dunia Barat. Kenyataan2 diatas ini harus senantiasa diingatikerana sebenarnya menyentuh perkara2 yang sangat mendalam yangmeliputi sikap2 falsafah yang berbeda antara pandangan Islam danpandangan Barat (agama Kristian). Disini saya tiada bertujuan untuk me-langsungkan dialog atau pembicharaan yang sepatutnya harus ditun-tut,justru kerana terbatas oleh ruang dan masa, akan tetapi bagaima-napun,adalah penting kenyataan itu disebutkan disini, kerana ini mem-berikesimpulan yang bermakna pada seluruh pembicharaan sharahan ini.

IV

Pandangan mengenai sejarah dan kebudayaan Islam di KepulauanMelayu-Indonesia yang telah saya bentangkan dihadapan mata ilmiah

Page 51: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 51

kita patut menimbulkan suatu keinsafan bahwa peranan Islam dalamsejarah dan kebudayaan kita itu harus kini dilihat sebagai lain dari apayang biasa terlihat. Kedudukan ilmu pengetahuan perihal tersebutdewasa ini membawa kesimpulan yang sangat membimbangkan fikiranpara penuntut kebenaran, justru dari kerana kehampaannya. Akibat darikehampaan ilmu pengetahuan mengenai Islam dan peranannya dalamsejarah dan kebudayaan kita inilah yang membawa suatu penderitaannasib bangsa yang telah melupakan sejarahnya, yang tiada mempunyaimatlamat tertentu bagi panduan hidup nusa dan bangsa pada masa ha-dapan. Sejarah bangsa kita yang umum diketahui dan diajarkan sertadipelajari di-sekolah2 dan Universiti2 adalah sejarah yang dikemuka-kan menerusi pandangan asing. Sejarah yang telah dikemukakan ituadalah sejarah yang menggambarkan banyak kelemahan2 kemanusiaan,terutama dalam bidang2 ikhlak dan kesusilaan yang menilai kehalusanserta kemurnian jiwa sesuatu tamaddun. Dalam gambaran sejarah itu,tiada dipertunjukkan berkobarnya ghairah dan hasrat rohaniah yangluhur menembus angkasa ilmu pengetahuan; tiada diperlihatkan meng-alirnya didalam nadi kebudayaan suatu kehidupan yang berdebar dengangema jiwa baru. Dari pilihan2 buruk perbendaharaan kesusasteraanMelayu mereka telah merekakan suatu gambaran yang menayangkansifat keraguan terhadap kedewasaan diri sebagai bangsa, suatu sifat ke-budak2an yang menimbulkan rasa keji serta malu terhadap sejarah lam-pau. Kesusasteraan yang diperkenalkan itu jenuh mengulang dongengan,dan sejarah yang dirumuskan darinya itu tiada lain kecuali mitos yangmelampau dalam khayalannya sehingga datang rasa muak engganmengenalinya. Kesusasteraan yang kononnya bersifat sejarah sebenar-nya lebih memberatkan dongeng belaka, dan bahasa yang dipertunjuk-kan kepada kita adalah bahasa yang kurang jelas berputas-balik ashikdalam menghuraikan tema dongeng dan peristiwa2 khayal. Maka darisebab inilah timul dikalangan kita sekarang, dikalangan golonganintelektual, golongan2 penulis dan guru yang terpaksa mendapat sertamenyiarkan pengetahuannya dengan berpandu kepada yang telahtermaktub – timbul suatu perasaan keji terhadap yang lampau, suatutanggapan bahwa yang lampau itu tiada berguna; bahwa yang lampauitu memalukan; yang lampau itu berbahaya bagi kehidupan dewasa ini;yang lampau itu tiada membawa matlamat apapun, tiada megandungsemboyan apapun melainkan yang menegaskan bahwa yang lampau itu

Page 52: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 52

hampa dan tiada dapat diambil sebagai tauladan bagi hidayat dizamanini dan yang akan datang. Keadaan memutuskan diri dari sejarahlampau inilah yang disini terlihat sebagai satu bahaya besar, satumalapetaka yang telah menimpa jiwa kita yang akibat2nya nyatasekarang. Justru kerana gambaran sejarah lampau itu dilukiskandengan demikian suram, dengan demikian keruh dan kelam, makasarjana2 yang mempengaruhi penulisan sejarah Kepulauan Melayu-Indonesia telah meganjurkan satu tafsiran bahwa kedatangan Islam itutiada berkesan penting, tiada membawa apa - perubahan pada nasibsejarahnya; dan kegelapan yang menyelubungi sejarah itu kononnya telahdikejar diusir lintang-pukang dengan terbitnya sinaran kebudayaan Barat.Setelah mereka melukiskan kekosongan nilai sejarah lama itu, makakesimpulan yang dikemukakannya se-olah2 justru menegaskanbahwa sejarah baru yang berpuncha pada kedatangan kebudayaanBarat melalui imperialismanya, yang kemudian hingga kini merupakansumbangan2 positif nilai2 Barat pada perolahan sejarah kita, sejarah baruinilah yang harus mengisi kekosongan sejarah lama. Maka didalangkanse-olah2 orang2 Baratlah yang mula2 mendatangkan semangat rasio-nalisma, yang menimbulkan jiwa ‘moden’ yang menolehkan pandangankita daripada alam khayal yang telah gugur lebur kepada pantai harapansejarah yang akan datang; sejarah yang akan berdasarkan pengabaianterhadap sejarah lampau. Telah sampai pada pendengaran pelbagaisemboyan yang melaungkan bahwa sejarah kita kini harus berteraskepada semangat ‘moden’ dari Barat; bahwa kita harus membina nilai2yang membawa pembaharuan yang berdasarkan jiwa baru ini. Begitulahjuga kita dapati, sebagaimana halnya peri sejarah umum, dalam peni-laian sejarah kesusasteraan Melayu pun, yang lama, yang lampau itutelah diputuskan, telah dikenakan pembahagian mutlak antaranyadengan yang baru, dimana dimaksudkan bahwa yang baru itu bersaingantimbulnya dengan berkuasanya pengaruh kebudayaan Barat didaerahKepulauan ini pada abad kesembilanbelas. Chiri2 yang telah dihuraikanbagi menandakan jiwa ‘baru’ ini telah dikemukakan oleh mereka dengansechara samar2, antara lainnya kononnya baru pada abad kesembilan-belaslah nyata dikalangan orang Melayu penulisan sejarah dengan sechara‘saintifik’; baru pada abad kesembilanbelaslah nyata dikalangan orangMelayu penchabaran terhadap apa yang disebut sebagai ‘feudalisma’; barupada abad kesembilanbelaslah nyata proses dikalangan orang Melayu yang

Page 53: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 53

menuju kearah pembebasan diri perseorangan. Padahal chiri2 yangdianggap baru nyata dikalangan orang Melayu pada abad kesembilan-belas itu sebenarnya sudah sejak dua ratus tahun dahulunya lagi adanyata. Kemudian pada abad kedua-puluh menjelma pula pujangga2

yang mensifatkan dirinya menyinarkan chahaya baru, chahaya yangdifikirkan dapat menembus kegelitaan ma-sa hadapan. Nilai2 yangdianjurkan oleh mereka agar dianut masharakat sebenarnya nilai2 yangtiada difahami benar2 oleh mereka. Sebab mereka tiada menguasaipengetahuan sewajarnya bagi menilai sejarah lama, dan sejarah pemikirandalam sejarah lama itu; sebab mereka ber-pandukan bimbingan sarjana2

kolonial Barat yang menentukan penilaian sejarah serta kesusasteraan-nya, maka konsep2 dan huraian2nya bagi menayangkan ‘jiwa baru’ inihanya sama2 belaka. Di Indonesia letupan polemik kebudayaan pada tahun1935 hingga beberapa tahun kemudi-annya tiada nampaknya membawakepada apa2 akibat keputusan tertentu mengenai masalah2 besar yangdisentuh dengan sechara umum. Di Malaysia tiada terdengar langsungapa2 pembicharaan yang menyelami masalah2 kebudayaan. Menuruthemat saya, unsur2 baru yang telah timbul dalam kesusasteraan Melayu-Indonesia yang boleh dikatakan membayangkan kesan kebudayaanBarat adalah sebenarnya mendakyahkan suatu pandangan hidup yangmengutamakan nilai trajedi, nilai kesengsaraan dalam lakonan hidupinsan. Dalam kebudayaan Barat sejak zaman Purbakala, trajedi me-ngambil peranan besar dalam mitos, dan kemudian dalam menilailuhurnya watak keperwiraan dalam sesuatu lakonan. Dari Oedipuschiptan Sophocles; dari Hamlet dan Macbeth dan lain2 chiptaan Shake-speare; dari Faust chiptaan Goethe, dan seterusnya hingga Sysiphusrekaan Camus, terus mengalir darah dan keluh-kesah trajedi, berulang2

menjelma merangkap abad beribu tahun. Justru sesungguhnya pan-dangan hidup yang berdasarkan nilai demikian bukanlah baru, akantetapi memang menepati bawaan jiwa Barat dan kebudayaannya; mem-bayangkan trajedi yang senantiasa dialami oleh jiwa Barat yang sejakzaman purbakala lagi tiada mengenal iman; yang sejak zaman purbakalalagi ashik berpandu kepada keraguan dan falsafah sebagai punchamenuntut Kebenaran; yang dari itu terkechewa dalam pengalamannyaberagama; yang se-olah2 dikutuk supaya senantiasa terus menchariKebenaran yang tiada dichapainya – yang tiada dapat dan tiada akandapat dichapainya. Nasibnya demikian laksana nasib dewa Prometeus

Page 54: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 54

yang buta terbelenggu tersiksa pada batu tunggal ditengah lautan! Dansegala nilai kebudayaan Barat, segala konsep utama mengenai kehi-dupan, segala hasrat – dalam agama, falsafah, kesusilaan, dan kesenian– mengandung jiwa trajedi. Renungan mengenai perwatakan dalam se-suatu lakonan, novel, cherita pendek, berpuncha kepada trajedi kehidup-an sementa. Kerana kehidupan pendek, kerana dunia tiada kekal, keranaakhirat luput, kerana dalam pengetahuan demikian masih tetap jugaashik melulu kepada kehidupan dunia, maka timbul dalam jiwa ketegan-gan dan kesunyian mahadahshat, sedih pilu mengenangkan nasib insanyang terbelenggu pada dunianya, yang riwayat akhirnya diselubungi ke-gelitaan mahahebat.

Pandangan hidup demikian, sedikit demi sedikit dengan tiadadisedari telah mulai mendekati jiwa yang disebut ‘baru’ tadi itu. Golonganpujangga dan penulis yang mensifatkan dirinya mewakili sesuatu yang‘baru’ dalam kesusasteraan Melayu-Indonesia sebenarnya terdiri dariorang2 yang tiada benar2 mendalami kefahaman mengenai sifat2 asasikebudayaan Barat dan sifat2 asasi kebudayaan sendiri; orang2 yang darisegi kebudayaan mewakili masharakat perpinggiran atau marginal so-ciety, yang kedudukannya dalam kebudayaan itu tiada jelas, tiadamendalam. Penganut2 golongan inipun mereka yang terkeliru, yangkebanyakannya terdiri dari masharakat bandar, yang sungguhpunterpelajar sedikit chara Barat tetapi tiada benar2 menyerapi kebudayaanBarat itu, mahupun kebudayaan sendiri, dan dari itu nilai2 kebudayaanyang terbayang dalam kesusasteraan ‘baru’ ini sebenarnya nilai2 yangdinilai oleh mereka yang keliru yang tiada dapat membedakan yangbenar dengan yang palsu.

Bahwa sesungguhnya, kesusasteraan Melayu-Indonesia yangdisebut ‘baru’ atau ‘moden’ itu belum chukup dewasa bagi diberi gelaran‘kesusasteraan’ sebab belum dapat merangkum seluruh bidang kebu-dayaan yang mencherminkan jiwa dan hasrat masharakat Melayu-Indo-nesia; belum berdaya merantau kealam falsafah dan agama, kealamfikiran luhur; belum menyelami lautan rasa-chita masharakat seluruh-nya; belum mengenai sentuhan rohaniah pada kechapi kalbunya. Yang‘baru’ atau ‘moden’ itu hanya baru sedang menguji sayap dalam bidangsajak, cherita pendek, dan novel. Bentuk luarnya sahaja tampak baru,

Page 55: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 55

akan tetapi yang sebenarnya baru dalam sejarah kebudayaan itu tiadahanya tampak baru pada bentuk luar belaka, kerana bentuk luar bukansharat yang sah bagi penilaian pembaharuan.

Jiwa ‘baru’ yang kononnya terbayang dalam kesusasteraan kita se-karang, pada pendapat saya ditinjau dari segi falsafah, tiada selarasdengan sifat persendirian bangsa dan kebudayaan kita yang berdasarkankebudayan Islam. Maka dari itu yang kononnya ‘baru’ inilah yang mem-bahayakan, yang ‘baru’ inilah yang mengandung nilai2 bibit kekeliruanyang membawa kepada mewujudkan satu masharakat perping-giran,yang tiada akan dapat merangkum hasrat Timur mahupun Barat; yangtiada dapat menyelami jiwa ketimuran mahupun kebaratan; yang chetekmeraba2. Dan bukanlah yang demikian laku yang akan dapat memimpinkearah nasib gemilang masa hadapan, menetapkan dengan teguh bentuk-chorak sejarah kemudian hari bagi membela bangsa dan sifat persendiri-an bangsa itu. Kita insaf akan kehilangan sifat persendirian bangsa –jikalau tiada dirasai sebagai satu kehilangan mengapakah kita ber-usaha mencharinya? Dan dari manakah harus kita dapat chiri2 yangmemperkenalkan kita kepada sifat persendirian itu melainkan dari Se-jarah? Sejarah manakah yang harus kita utamakan sebagai yang benar2

membenamkan kesan perasmiannya kedalam jiwa kita? Kita lihatbahwa para sarjana sejarah yang menulis dan membuat pengkajianmengenai Kepulauan Melayu-Indonesia hanya memberatkan sertamenumpukan pengkajian dan penulisannya pada sejarah baru dewasaini, dan pada latar belakang sejarah itu, yaitu sejarah kolonial. Menge-nai sejarah lama mereka hanya tahu sejarah zaman Hindu-Buddha dansedikit tentang sejarah purbakala. Kita harus memperhatikan dengankeinsafan yang sungguh2 pengabaian dan peneledoran yang telahdilakukan terhadap satu faktor penting yang sangat berkesan bagipembicharaan kita mengenai sejarah kebudayaan Melayu-Indonesia,yaitu pengabaian terhadap sejarah Islam dalam Kepulauan ini. SejarahIslam itu se-olah2 hilang atau dihilangkan. Dengan penumpuan kepa-da sejarah purbakala, sejarah Hindu-Buddha, sejarah kolonial, dansejarah sendirinya sejarah Islam itu akan tampak sebagai tiada berke-san dalam kehidupan masharakat Melayu-Indonesia. Alangkah palsu-nya tanggapan ini! Saya usulkan bahawa kehilangan sejarah Islam inilahyang mengakibatkan kehilangan sifat persendirian bangsa kita yang di-

Page 56: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 56

chari2 sekarang itu. Sebab Islamlah yang menyempurnakan fahamkepribadian sendiri, faham kebangsaan terhadap masharakat Melayu-Indonesia. Meskipun unsur2 nasib politik dan keturunan telah ada ru-musannya dikala sebelum Islam, telah menyerapi perolahan sejarahyang menuju kearah kebangsaan, tetapi kedua unsur ini sahaja tiadamenchukupi sharat kehendak sejarah bagi membawa kepada fahamkebangsaan yang sebenarnya. Hanya dengan kedatangan Islam, yangmembawa kedalam perolahan sejarah Kepulauan ini dua unsur lainyang tadinya tiada nyata, yaitu unsur2 penyatuan satu bahasa sastera,dan satu agama serta segala perkara kebudayaan yang bersangkutandengannya, barulah sempurna dalam sejarah Melayu-Indonesia fa-ham kepribadian sendiri yang membentuk faham kebangsaan. Siapayang dapat menyangkal rasa ganjil, rasa aneh, apabila kita perhatikanperistiwa masharakat Melayu-Indonesia yang berjumlah lebih 100 juta,yang 90 peratus dari jumlah ini merupakan masharakat Islam, betapamasharakat itu jahil akan sejarahnya sendiri, tiada insaf akan peranannyadi Asia Tenggara, tiada sedar akan dirinya! Sekali lagi, dari kerana seja-rah Islam telah diabaikan dan peranannya dalam sejarah itu telah diper-hampakan; dari kerana telah dirangkapkan pada zaman sejarah Islamsuatu gambaran sejarah yang kelam, yang penuh dengan kezaliman dankejahilan, yang menimbulkan perasaan kechewa serta malu, maka parasarjana dibantu oleh pujangga dan penulis telah dapat menganjurkankepada masharakat kita supaya mengambil nilai2 baru dari sejarah baruini meniru nilai2 Barat agar dapat membentuk kepribadian untuk zamanakan datang. Maka dari kerana ini jugalah timbul kekeliruan dan kera-guan dalam masalah menghadapi zaman akan datang itu, yang mende-sak kita supaya menchari suatu rumusan yang seia antara nilai2 baru inidengan nilai2 lama. Dalam usaha ini sudah tampak sebagaimana parasarjana, pujangga dan penulis kita se-olah2 terpaksa merenungkan pan-dangan bagi menchari nilai2 lama itu pada zaman pra-Islam: zaman Sri-wijaya dan zaman Majapahit, yang telah dianggap sangat membang-gakan rasa-mulia serta meninggikan maruah bangsa. Selanjutnya pulakita telah bergopoh menekadkan langkah menuju kearah zaman purba-kala; menchuba membangkitkan semula nilai2 berlapuk zaman itu yangsepatutnya harus dibiarkan terpendam lebur untuk se-lama2nya. Dalamdaya kita menchari pribadi sendiri kita telah enggan memandang kebela-kang pada sejarah Islam, dan telah menchuba memandang pada sejarah

Page 57: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 57

lebih tua lagi; kesejarah kuno, kesejarah purbakala untuk mendapatkannilai2 yang difikirkan dapat membimbing kita didunia moden. Tiada apayang akan kita peroleh dari sejarah kuno dan sejarah purbakala melain-kan nilai2 kebiadaban, nilai2 kesusilaan kolot yang anti-rasional, dan ni-lai2 yang memperkukuhkan faham dan pandangan estetik-yang semua-nya akan bertentangan dengan nilai2 moden.

Sementara suasana kekeliruan ini mendesak perhatian penuh mas-harakat kita, satu konsep regionalisma atau ‘kedaerahan’ yang meling-kungi daerah Asia Tenggara telah dirumuskan baru2 di atas dasar2 sertausul dari Barat. Konsep ini tadinya hanya meliputi dasar2 kerjasamaserta tujuan yang sama dalam daya pembangunan ekonomi dari teknolojidi Asia Tengara. Akan tetapi, jelas pada dugaan bahwa jurusan renunganyang jauh pandangannya sebenarnya menuju bukan hanya kearah satukonsep kedaerahan yang meliputi kesatuan negara2 Asia Tenggara dalamusaha pembangunan ekonomi dan teknoloji, bahkan juga seterusnyamerangkum kemungkinan penjelmaan kesatuan dalam pelbagai unsurkebudayaan, hingga dapat wujud satu kebudayaan Asia Tenggara.Gerak langkah menuju kearah jurusan ini nampaknya telahpun dibuatdengan timbulnya usul menganjurkan penubuhan suatu pusat pengajiantinggi bagi daerah ini, satu Universiti Asia Tenggara, yang akan merupa-kan langkah wajib bagi menyelenggarakan perumusan nilai2 kesatuankebudayaan atas dasar2 ilmiah. Sebagaimana sesuatu renchana politikharus berlandaskan dasar2 ideoloji dan falsafah politik, begitulah sesuaturenchana kebudayaanpun harus berlandaskan dasar2 ilmiah. Parapenganut konsep kebudayaan kedaerahan dan Universiti Asia Tenggaraingin menyebarkan serta mendakyahkan ilmu pengetahuan mengenaiapa yang digelarnya ‘falsafah2’ Asia Tenggara, ajaran2 agama, serta ben-tuk2 keseniannya. Tenaga2 pengajarnya akan terdiri daripada para pakarilmiah dan pendita negara2 jiran yang menyokong konsep ini, dariHongkong hingga ke Filipina. Bahasa pengantarnya tentulah bahasainternasional, yaitu Inggeris, dan bantuan zahir serta batin akan senan-tiasa diberi oleh pihak Barat. Bagi pihak saya sendiri saya rasa pentingbagi masharakat kita mengetahui serta mempertimbangkan kesimpulanserta akibat pergolakan baru dikalangan kita ini, yang dengan secharaperlahan tetapi pasti akan merobah nasib masharakat Islam jikalaudibiarkan tiada dichabar. Terutama sekali, tiada kiranya melampaui batas

Page 58: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 58

kenyataan sejarah jikalau dikatakan bahwa ‘falsafah’ Asia Tenggara itutiada. Asia Tenggara tiada mempunyai tradisi rasionalisma falsafah,kechuali rasionalisma falsafah Islam yang telah berada sejak beberaparatus tahun dahulu, meliputi daerah Kepulauan Melayu-Indonesia. Darisegi kebudayaan kesatuan yang tampak wujud adalah kesatuan seni,yang membayangkan pandangan hidup estetik purbakala. Maka dari itu,dalam daya untuk menchapai kesatuan kebudayaan para penganut kon-sep kedaerahan, yang telah juga dimajukan bukan hanya oleh golonganBarat, bahkan oleh pemerintah2 negara masing2 yang mendapat ban-tuan2 konkrit dari Barat dan dibantu oleh para pujangga dan sarjananya,telah seharusnya memalingkan renungannya kepada sejarah pra-Islamuntuk menchari puncha2 pertemuan antara kebuda-yaan2 pelbagai negerididaerah Asia Tenggara. Negara2 Asia Tenggara yang sungguh2 meng-anjurkan pelaksanaan konsep ini adalah sebenarnya negara2 perping-giran dari segi kebudayaan, dan selain dari itu negara2 yang berpandang-an hidup Buddhisma. Saya yakin bahwa menurut pandangan politik Ba-rat dan dari segi imperialisma kebudayaannya, adalah lebih sesuai bagimaksud perenchanaannya sedunia, jikalau boleh diakibatkan supayadaerah Asia Tenggara ini berbalik semula menganuti pandangan hidupBuddhisma, yang nantinya akan dapat hidup berdampingan damaidengan agama serta nilai2 kebudayaan Barat yang kini dianut olehmasharakat negara2 perpinggiran disini. Mereka tahu bahwa daerah AsiaTenggara ini sebenarnya – dari segi sejarah dan alam fisikal – adalahdaerah yang dipengaruhi masharakat Islam. Keadaan demikian ini se-olah2 merupa-kan rintangan pada perenchanaan sedunia kebudayaanBarat, yang sedang mendakyahkan nilai2 hidupnya dengan pesat. Islamtelah dialami oleh mereka dahulu, dan konfrontasi antara Islam danimpe-rialisma Barat yang dahulunya itu nyata dalam bidang agama kinimasih terus berlaku dalam bidang kebudayaan pula. Harapan dikalang-an pemikiran Barat bahwa Buddhisma itu dengan sifat damainya akandapat mengatasi masalah kehidupan insan didunia, bukanlah suatupendapat yang tiada berdasar apabila kita fikirkan renungan2 Toynbeemisalnya, yang sebagai salah seorang sarjana agung Barat tiada patutdiabaikan. Persekutuan2 serta persatuan2 kebudayaan yang kini dilang-sungkan oleh negara2 berjiran di Asia Tenggara tentu akan mengakibat-kan pemisahan kebudayaan Islam didaerah ini dengan sumber2nya diTimur Tengah. Jikalau terus diteledorkan mungkin puncha kehidupan

Page 59: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 59

kebudayaan kita, dengan menganut kehendak faham regionalisma ataukedaerahan ini, akan tentu berkisar dan berbalik semula tersekat padagelanggang Lautan India, yang sejak 1,000 tahun dahulu telah dihan-churkan oleh internasionalisma Islam. Rasa bimbang kita timbul apabilakita merenungkan bagaimana kita telah dipisahkan dari sejarah Islam,dan kemudian kini kita akan dipisahkan pula dari kebudayaan Islam.Pembalikan kita kepada pandangan hidup estetik kini telah nyata dalamkesusasteraan Melayu-Indonesia baru, yang lebih menggunakan puisidari prosa, yang lebih membujuk rasa dari chita, yang lebih keliru dariterang. Pengasingan bahasa Melayu dari Islam telah hampir2 dimutlak-kan dengan perubahan tulisannya dari Jawi ke Rumi. Para sarjana Baratdari dahulu telah membiasakan merumpunkan pengkajian2 bahasaMelayu ini dengan unsur2 yang bukan Islam, yang puncha2nya akhirnyaberasal dari sifat2 kebudayaan Hinduisma-Buddhisma. Semua ini,hingga perubahan tulisan itu, sedikit demi sedikit mengikut jejak lang-kah lojik sejarah yang ditujukan kearah pemenchilan Islam dan masha-rakatnya di Asia Tenggara. Andaikata umat Islam di Asia Tenggara sang-gup terus tidur nyenyak dalam kejahilan, maka siapa akan menjaminsejarahnya, siapa akan memikul tanggungjawabnya kelak?

V

Para Hadhirian yang dihormati sekalian! Dalam sharahan ini sayabertujuan mengingatkan dengan tegas bertapa pentingnya kita mengkajisejarah lampu – khususnya sejarah Islam dalam kehidupan masharakatkita. Jangan hendaknya kita sanggup mengabaikan sejarah; mengejiyang lampau sebab terlihat buruk pada pandangan sekarang. Pandanganyang tiada mengenal kebenaran sejarah adalah pandangan yang singkat.Telah sampai cherita bahwa pada suatu hari Sultan Mahmud Ghaznawimenitahkan pesuruh2nya supaya membawa Laila menghadapnya agardapat ditanyai peri kisah kekasihnya Majnun. Apabila tiba Laila diha-dapannya Baginda bertanya: ‘Wahai Laila, kau yang kechantikanmumashhur seluruh alam; yang kasih sayangmu menjadi sumber segalapuisi! - aku ingin menetap wajah Majnun, ingin tahu sifat rupa yang kauchintai dengan teguh dan jujur itu.’ Maka Laila menjawab serayamenangis mengenangkan Majnun bahwa kekasihnya telah hilang tiadayang tahu kemana., Mendengar ini Baginda menitahkan kepada pesuruh

Page 60: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 60

untuk menchari Majnun hingga dapat supaya dibawa kehadapannya.Pesuruh menchari dikota, dikampung, didusun hingga akhirnya diper-pinggiran batasan negeri dan luasan padang pasir. Disitu beliau men-dapat khabar bahwa ada seorang yang berdiam sebatang-kara dipadangpasir merayau merana senantiasa menzikirkan nama Laila bagai orangyang sudah gila. Orang itu dibawa kehadapan Baginda Sultan yang,sambil terkejut heran memandang tupa menyangkal sangkaan berkata:‘Inilah Majnun? Inilah rupa yang kau chintai: yang hitam legam kuruskering ini, yang kotor hodoh – wahai Laila, inikah Majnunmu!’ ‘Tuan-ku’, sahut Laila, ‘Tuanku harus memandang dia dengan pandanganmataku’. Sebagaimana Laila chintakan Majnun, teguh dan jujur laksanaBintang Utara; menyorotkan chinta yang benar yang dapat menembusichachat pandangan zahir menuju tepat pada hakikat batin, begitulah parasarjana masharakat Islam harus memandang sejarahnya meskipun ditam-pakkan sejarah itu se-olah2 buruk belaka. Sejajar dengan Meinecke,kami maklumkan disini bahwa pengenalan serta chita tujuan akhirsejarah sebenarnya terletak dalam bidang pernilaian keluhuran sertakehalusan kerohaniahan dan kebudayaan, sebab kebudayaan itu tiadalain dari kenyataan dan kejayaan unsur2 rohaniah dalam proses sebab-akibat.

Bagi mengatasi keadaan kehampaan kenyataan ilmiah perihalkebudayaan Melayu pada keseluruhannya, izinkanlah saya mengemuka-kan suatu anjuran yang saya anggap sangat penting dan kena pada masadan tempatnya. Walaupun sifat anjuran ini berunsurkan dayachita ilmiah,dan hasil2nya dapat dikumpulkan dalam jangka-masa lama, namun sayaperchaya dengan teguh bahwa ini adalah satu2nya jalan positif bagi me-mupuk landasan kebudayaan dan falsafah hidup kebangsaan. Suatukonsep baru mengenai renchana serta chara-gaya penelitian ilmiah peng-kajian bahasa, kesusasteraan dan kebudayaan Melayu yang meliputibidang kehidupan lama dan baru harus dikemukakan bagi melaksanakanlangkah2 positif yang tertentu.

Chara menghampiri dan metodoloji atau chara-gaya yang patutdikenakan terhadap pengkajian bahasa dan kesusasteraan Melayu,dengan penelitian yang benar2 bersifat ilmiah, haruslah direnungkandalam rangka struktur suatu konsep baru yang jusru belum terbayang di-

Page 61: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 61

mana2pun tempat yang telah dan sedang melangsungkan pengajianMelayu sebagai salah satu bidang ilmiah dalam ilmu kemanusiaan yangterdapat diajarkan dalam Universiti2.

Hingga dewasa ini pengkajian bahasa dan kesusasteraan Melayu ituhanya merupakan satu serpihan sahaja, satu bayangan kechil sahaja, daripengkajian bahasa dan kesusasteraan serta tamaddun dan kebudayaanJawa Kuno yang dijadikan para sarjana dan ahli sejarah Orientalis se-bagai chontoh, sebagai ukuran, sebagai bandingan, bagi pengkajiantamaddun serta kebudayaan Melayu. Dari itu maka berikut pula akibat-nya bahwa hingga kini pengkajian tamaddun Melayu itu senantiasaberkisar dalam rangka tamaddun Jawa, dan seterusnya India dan agamaHindu-Buddha. Peristiwa ini telah menimbulkan suatu kemushkilanserta kekurangan besar dalam bidang pemikiran sejarah hingga terjadidengan lambat-laun suatu pandangan yang telah mempengaruhi pentaf-siran sejarah baru, dan kehampaan peranan Islam dalam pentafsiran itu,yang patut dianggap kurang benar, bahkan palsu belaka. Dari keranatujuan menuntut ilmu itu justru bagi menchapai kebenaran, maka seha-rusnyalah suatu penjelasan alam sejarah dan pemikian yang labihsaksama dan sempurna, direnchanakan semula mengikut charagaya yangdianggap lebih munasabah dan teratur, yang dapat nanti dinilai dengannilai2 ilmiah yang lebih berkewibawaan.

Patut terbayang, patut tampak, dihadapan mula para sarjana bahwapengkajian sesuatu bahasa dan kesusasteraan sesuatu bangsa itu haruslahlengkap meliputi bidang2 ilmiah lain seperti agama, falsafah, sejarah,kesenian, dan lain2 lagi yang benar2 dapat menayangkan intisari sesuatukebudayaan. Dalam rangka pengkajian bahasa dan kesusasteraan Melayuyang telah dan masih diselenggarakan di-mana2, maka yang menjadianggapan dan dayausaha para sarjana hanyalah baru menyentuh bidangkeseniannya sahaja, dan bidang2 lain dalamnya yang membicharakanperihal estetik. Kesusasteaan Melayu sendiri belum benar2 dikategorikan,dan pengkategorian yang telah dibuat itu meng-gambarkan kenyataan yangpalsu. Ada kalanya pula terjadi dimana pengkajian bahasa dan kesusasteraanMelayu itu diselubungi oleh ber-macham2 ajaran dari bidang ilmiah lainsehingga pengenalan sempurna dalam bahasa dan kesusasteraan Melayusendiri terkorban; sehingga andaikata pelajaran2 dari bidang2 ilmiah lain itu

Page 62: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 62

dihentikan, yang tinggal baki itu hampasnya belaka; sehingga sebenarnyayang menjadi isi pengajaran itu bukan lagi mengenai bahasa dan kesusas-teraan Melayu, tetapi samar2nya sahaja, sebab sifat sebenarnya telahterkabut oleh ilmu2 lain yang rumusannya tiada membawa kepada apa2

matlamatpun. Maka dari itu kesimpulan yang harus diambil ialah bah-wa pengkajian bahasa dan kesusasteraan Melayu sebenarnya patutmeliputi juga pengkajian agama orang Melayu, falsafah orang Melayu,sejarah orang Melayu, kesenian orang Melayu dan lain2 lagi. Jikalau adailmu2 lain yang termasuk dalam rangka pengkajian ini maka ilmu2 itu harusmerupakan hanya latar belakang bagi mengemukakan sifat dan hakikattamaddun dan kebudayaan Melayu. Sifat dan hakikat tamaddun dan ke-budayaan Melayu. Sifat dan hakikat Islam, dan tiada dapat dipisahkankeduanya ini dalam konsepsi ilmiah yang tulen.

Pengenalan sempurna bahasa dan kesusasteraan Melayu tiada dapatdilaksanakan berasingan dengan pengenalan terhadap Islam. Memang-lah menurut adat resam Melayu bahawa seseorang anak itu haruslahdapat mengaji Al-Qur’an dahulu sebelum boleh belajar bahasa Melayu.Kenyataan ini kita ketahui dari ‘Abdul’llah Munshi sendiri yang, sebagaiseorang pembantu dan jurutulis Raffles, pada tahun 1810 telah mengun-jungi Melaka bersamanya, dan disana memberitahu Raffles akanbenarnya kenyataan itu berlaku sebagai adat orang Melayu. Maka sebe-narnyalah Raffles kemudian yang mula2 menganjurkan supaya pelajaranbahasa Melayu itu diasingkan dari dasar pelajaran Al-Qur’an, dandengan ini kita lihat satu lagi chontoh faktor pengasingan dari Islamyang telah dikenakan terhadap pengkajian bahasa Melayu.

Bahasa Melayu itu mungkin merupakan bahasa yang kedua terbe-sarnya dalam dunia Islam. Akan tetapi dunia Islam belum lagi mengenalihakikat ini justru sebab pengkajian bahasa Melayu sebagaimana biasadibuat itu tiada pula mengenali Islam. Pengkajian bahasa Melayudalam rangka sedunia adalah berdasarkan peranannya sebagai salahsatu bahasa Islam yang terbesar; maka peninjauannya yang lebihsempurna bukanlah yang sempit membataskan diri pada sesuatubahagian kechil dunia, seperti hanya dalam rangka Kepulauan Mela-yu-Indonesia dan daerah2 jirannya yang dibatasi kebudayaan benuaIndia sahaja; bahkan ia harus juga meliputi dunia Islam yang jauh

Page 63: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 63

lebih luas, baik dalam alam sejarah dan kebudayaan mahupun dalamalam fisikal. Bahwa sesungguhnyalah wajar bagi bahasa Melayu itudikaji nanti disemua pusat pengkajian Islam yang penting didunia, suatukeadaan yang dewasa ini belum lagi nyata. Kalau biasanya dalam bi-dang pengkajian bahasa dan kesusteraan Melayu yang dititik-berat-kan itu pengaruh Hindu-Jawa, maka sekarang perlulah ditinjau semulasupaya peranan bahasa dan kesusasteraan Melayu sebagai alat Kebuda-yaan Islam diberi kedudukan yang sewajarnya. Ini tidak bererti bahawaunsur2 Islam harus diabaikan, dileburkan, atau ditenggalamkan dalamkebudayaan Melayu sehingga membawa kepada chauvinisma keme-layuan, akan tetapi keseimbangan nilai2 Islam dan Melayu haruslahdituntut sebagaimana yang patut. Sungguhpun bahasa Melayu merupa-kan bahasa yang terbesar jumlah penggunanya di Asia Tenggara namunsebuah Pusat atau Insitut pengkajian bahasa, kesusasteraan dan kebudayaanMelayu dan berpengaruh tiada terdapat dirantau ini. Memandang kepadaapa yang telah saya sebutkan dalam sharahan ini pada keseluruhannya,khususnya kepada chara ilmiah bagi mengatasi masalah dalam pengkajianmendalam yang sempurna terhadap kebudayaan Melayu, maka penubuhansuatu Institut seperti yang dichadangkan disini memanglah wajar justru bagimengisi kekosongan ilmiah ini. Perlu dinyatakan pula bahawa pihak MajlisUniversiti Kebangsaan, yang telah bertindak dengan kebijaksanaan me-ngenai perkara ini, telahpun memutuskan dengan resminya bahwa kon-sep sebuah Institut Bahasa, Kesusasteran dan Kebudayaan Melayu ituharus dikabulkan dengan mewujudkannya di Universiti Kebangsaan sen-diri se-lambat2nya pada tahun 1975 kelak, dan selanjutnya menetapkanbahwa Jabatan Bahasa dan Kesusasteraan Melayu yang kini berada diFakulti Sastera inilah yang nanti akan mengambil peranan Institut ter-sebut. Perubahan struktur Jabatan ini kepada peringkat sebuah Institutdiharap akan dapat selesai sebelum tahun 1975. Justru seandainyaInstitut Bahasa Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu di UniversitiKebangsaan berhasil kelak dalam memberikan tempat yang sewajarnyakepada unsur2 Islam dalam kebudayaan Melayu dengan chara-gayamemperluaskan ranchangan pengkajian unsur2 penting Islam itu dalam-nya, maka barulah dunia luar pada umumnya dan dunia Islam padakhususnya, akan betul2 memberikan perhatian kepada pengkajian sertapenilaian bahasa dan kesusasteraan Melayu sebagai hasil dayachiptasalah-satu kebudayaan teragung didunia.

Page 64: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 64

Persejarahan kesusasteraan Melayu yang telah timbul dari dayachiptapandangan ilmiah lampau sebenarnya membantutkan konsep kesusas-teraan Melayu. Bahkan sesungguhnya perchirian yang telah membedakanapa yang digelarkan kesusasteraan Melayu ‘Lama’ dan kesusasteraanMelayu ‘Baru’ belum lagi ada yang menjelaskannya. Benar atau tiadanyaperbedaan diantara kedua aliran ini sebagaimana dianggap orang secharaikut2an itupun belum lagi dipersoalkan. Pandangan kelam buta2an yangtiada berdasarkan prinsip2 ilmiah ini sahaja memadai menjelaskan beta-pa buruknya nasib sejarah kesusasteraan Melayu itu jikalau dibiar-kanterus terpeluk diharibaan pengkajian lampau. Konsep kesusasteraan itusebenarnya harus direnungkan sebagai merangkum tulisan yang meliputibidang kebudayaan termasuk hasil agama, falsafah, sejarah, hukum danundang2 serta adat2 istiadat, kesenian; ia menjelaskan sifatnya dalammitos, dongeng, hikayat, baikpun dalam bentuk epik, roman atau lain2

lagi; dalam prosa dan puisi dan tentu juga memasuki bidang2 pemikiranpolitik dan pendidikan - pendek-kata ia meliputi bidang2 ilmiah yang di-kaji dalam rangka ilmu2 kemanusiaan dan kemasharakatan. Kesusaste-raan itu mencherminkan tamaddun, yang merupakan kehidupan intelek.Yang digelar kesusasteraan Melayu ‘Lama’ memang mengandung sifatkesusasteraan seperti yang direnungkan disini, kerana ia merangkumsegala hal yang membayangkan jiwa kebudayaan dan masharakatMelayu. Tetapi bagaimana pula kesuasteran Melayu ‘Baru’, yang hanyasebenarnya baru berpe-ngalaman dalam bidang novel, cherita pendek,dan sajak; dan yang membayangkan unsur2 dan nilai2 kebudayaan danmasharakat Barat? Pengaruh kebudayaan Barat yang ada pada kesusas-teraan Melayu ‘Baru’ inipun tiadalah dapat dianggap datang dari sum-ber2 baiknya, lagipun merupakan pengaruh terhadap sebahagian kechilsahaja masharakat Melayu, yang kesannya pada masharakat seluruhnyabelum lagi diduga. Soalan2 yang timbul dari masalah2 seperti ini sebe-narnya belum lagi ditanyakan.

Institut Bahasa, Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu yang tampakpada renungan ilmiah yang kini dibentangkan dalam bentuk ringkas ha-rus melaksanakan pengkajian dan penelitian serta pengajaran ilmu2 yangmeliputi bidang2 ilmiah yang merangkum luasan pengenalan terhadaptamaddun dan kebudayaan Melayu pada keseluruhannya.Yang demikianitu harus menjadi tugas Institut ini justru kerana bahasa dan kesusas-

Page 65: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 65

teraan itu memang merupakan intisari hasrat dan pemikiran insan dalamkehidupan. Insitut ini harus menyelenggarakan pengkajian peninggalan2

tamaddun dan kebudayaan India Kuno, yang telah membawa kesannyapada kehidupan masharakat Melayu. Pengkajian yang dimaksudkanharus menchapai taraf pengertian sempurna tentang hasil2 dayachiptapengkajian lampau selain daripada berusaha menchapai faham2 baru.Bidang pengkajiannya harus meliputi peninjauan penger-tian falsafahserta agama2 Hindu dan Buddha, dengan tujuan menilai setakat manapenghargaan patut dirumuskan terhadap kesan2 keperchayaan sertapemikirannya masing2 dalam kehidupan Melayu Lama. Sejarah bahasadan kesusasteraan Sanskrit harus diketahui, termasuk juga unsur2 lainkebudayaan Hindu-Buddha seperti kesenian dan adat2 istiadat sertasistim pemerintahan yang merupakan suasana kehidupan India. Bagimenchapai kefahaman yang sempurna untuk menghasilkan tujuan ini,Institut ini harus menyelenggarakan pengajaran bahasa Sanskrit. Disiniharus dibacha buku2 kuno hasil dayachipta India, seperti Mahabharata,Ramayana, Bhagavadgita, termasuk juga Upanishad, buku suchi agamaHindu. Usaha yang sama harus dilaksanakan bagi menchapai pengertianyang sempurna mengenai agama, pemikiran, kesusilaan agama Buddha.Dari kerana kesan kebudayaan India dan agama Hindu itu banyak ter-tampung dalam jiwa Melayu Lama menerusi tapisan kebudayaan JawaKuno, maka seharusnyalah pula kebudayaan, kesenian, kesusilaan,kesusasteraan dan bahasa Jawa Kuno itupun dipelajari dan diajarkandalam Institut ini. Tafsiran2 Jawa Kuno mengenai agama dan kepercha-yaan Hindu-Buddha harus dikaji, termasuk pengkajian2 yang sempur-na tarafnya yang telah diselenggarakan oleh para orientalis Barat. Peng-kajian2 hasil chita-usaha para sarjana Barat tersebut tertulis dalam ba-hasa2 Barat seperti bahasa2 Belanda, Jerman, Peranchis, Inggeris; akantetapi oleh kerana kebanyakannya terdiri daripada karya2 para sarjanaBelanda, dan bahasa Inggeris sudah memang umum dipelajari dandiketahui, maka pelajaran bahasa Belanda di Institut inipun dianjur-kansebagai salah satu bahasa moden yang terpenting dalam memenuhi sharatpengkajian kebudayaan Melayu-Indonesia. Pengkajian, penelitian sertapengajar bidang2 ilmiah yang tersebut diatas ini harus dilaksanakan justrudemi menyempurna kan konsep latarbelakang pengenalan terhadapmasharakat kita. Yang demikian juga merupakan latarbelakang bagipenilaian agama serta kebudayaan Islam yang datang kemudian; yang

Page 66: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 66

kesan2 dan kepercha-yaan2nya kekal berdaulat hingga kini; yang se-sungguhnya mensifatkan riwayat pribadi kebudayaan kita yang sebe-narnya. Sebagaimana terchermin dalam kesusasteraan Melayu Lama, dansebahagian besar kesusasteraan Jawa Baru, chiri2 yang dapat diperolehidarinya mena-yangkan bahasa pengkajian Islam dan kebudayaannya yangharus diusahakan oleh Institut ini meliputi banyak bidang2 asasi ilmiah,khusus-nya mengenai agama, falsafah, sejarah, yang semuanya terkandungdalam kesusasteraan. Institut ini harus mengajarkan sejarah perkem-bangan agama Islam sebagai latarbelakang bagi memahami sejarahpemikirannya. Pemikiran awwali Islam dan bidang2 yang nantinyamenimbulkan pelbagai faham falsafah dan tasawwuf harus dikaji. Inibererti memahami latarbelakang pemikiran golongan Mu’tazilah sejakzaman Abu’l-Hudhayl; dan seterusnya pemikiran golongan Mutakal-limun: al-Ash’ari dan lain2 kemudian daripadanya; pemikiran golonganFalasifah dan Ahli Mantiq dari al-Kindi hingga ke Ibn Sina dan IbnRushd. Dalam bidang falsafah Islam harus dikaji juga karya2 al-Ghaz-zali. Falsafah yang harus dikaji itu meliputi aspek2 ontoloji, kosmolojidan psikoloji. Dari sebab bidang ini merujuk kepada falsafah YunaiKuno, maka sejarah pemikiran falsafah itupun harus dikaji, dari zamanThales hinga kezaman Socrates, dan kemudian dari Plato dan Aristotlehingga ke Plotinus; dari falsafah Hellenisma hingga ke falsafah Neo-Platonisma. Ini bererti bahwa istilah2 falsafah dalam bahasa YunaniKuno harus difahami.

Dalam bidang ilmu tasawwuf pula - yang sebenarnya mencher-minkan metafisika dan falsafah Islam – karya2 ulamanya yang terkenaldan yang telah memupuk konsep2 serta menjelaskan akidah2 asasinyaharus dipelajari, justru kerana bidang ini merupakan dasar ilmiah peng-kajian sastera Melayu Lama yang bersifat rasional dan dinamis. Dalambidang inilah terdapat dasar2 pembaharuan dalam sejarah pemikiran,bahasa dan kesusasteraan Melayu. Sungguhpun karya2 demikian meru-pakan yang amat luhur dalam pemikiran tasawwuf, dan memang se-patutnya merupakan bahan utama bagi pengkajian lanjutan pada pering-kat ilmiah tertinggi, namun pengenalan dan pengertian asasi terhadapisi dan konsep2 pentingnya – sebanyak-sedikit – harus juga difahamioleh para sarjana persuratan. Kita harus ingat bahwa dalam menilaisesuatu kebudayaan maka hasil2 chita-rasa yang terbaik, yang terindah,

Page 67: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 67

yang tertinggi-agunglah yang harus kita pertimbangkan sebagai yangbenar2 menayangkan sifat jiwa dan hasrat masharakat; sekiranya yangchetek-keruh sahaja yang harus senantiasa menawan perhatian kitanischaya akan rugilah kehidupan kita. Dalam kesusasteraan orang Ing-geris – misalnya – bukannya Beowulf dan Cynewulf yang senantiasadirenungkan, akan tetapi Shakespeare; dalam kebudayaan Barat padakeseluruhannya Plato dan Aristotle mengambil tempat utama dalampenilaiannya. Demikianlah juga kita harus - dalam menilai sastera kita- mengkaji serta mempelajari sumber2 pemikiran para sasterawan agungkita, para penyair dan penulis sastera Melayu Lama yang telah men-chapai kemurnian budi dan daya. Sumber2 sastera Melayu Lama yangsaya maksudkan adalah termasuk karya2 Ibnu’l-’Arabi dan al-Jili; al-Hallaj dan al-Ghazzali (kedua beradik); ‘Attar dan Rumi; ‘Iraqi, Sa’di,Shabistari, dan Jami; dan lain2 lagi yang pengaruhnya banyak terdapatdalam kesusasteraan lama kita. Kitab2 mereka yang terkenal sepertiFutuhatu’l-Makkiyyah, Fususu’l-Hikam, Al-Insanu’l-Kamil; Kitabu’l-Tawasin, Ihya’u ‘Ulumi’l-Din, Tahafutu’l-Falasifah, Mishkatu’l-Anwar,Kimiya-i Sa’adat, Sawanih, Mantiqu’l-Tayr, Tadhki-ratu’l-Awiliya,Mathnawi; Lama at, Gulistan, Gulshan-i Raz, Lawa’ih dan lain2 lagisemuanya berkesan dalam sastera Melayu Lama yang saya maksudkan.Peristilahan metafisika dan falsafah yang mengalir dalam nadi ilmutasawwuf itupun harus kita pelajari dan renungkan bukan sahaja darisegi makna, bahkan juga dari sejarah pemikiran; dan selanjutnya haruskita perbandingkan dengan peristilahan kebudayaan2 dan agama2 lain.Ini bererti memahami karya2 al-Sarraj, al-Hujwiri, al-Jurjani, al-Kala-badhi dan lain2 lagi. Oleh kerana karya2 agung ini semuanya tertulisdalam bahasa Arab dan Farsi, maka kefahaman yang sempurna akankedua bahasa itu harus dichapai sekadar dapat mengenali pemikiran dankonsep2 yang terkandung dalamnya. Selanjutnya pula, dari keranakebanyakan penulis2 agung tersebut telah menghidangkan tulisannyamasing2 juga dalam bentuk puisi, maka pengenalan ilmu persajakanArab dan Farsi, yang merupakan ilmu persajakan Islam, harus pula dipe-lajari. Maka selain dari mempelajari bahasa2 Arab dan Farsi, Institut iniharus juga mengkaji tentang sejarah kesusasteraan Arab dan Farsi.Justru harus jelas bahwa pengenalan terhadap Islam sebagai kebuda-yaan harus menjadi tujuan utama Institut ini, dan pengkajian yangteliti mengenai ayat2 tertentu yang terkandung dalam Kitab Suchi Al-

Page 68: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 68

Qur’an yang menjadi dasar diperadabannya juga harus mendapat per-hatian penting. Al-Qur’an harus dilihat bukan se-mata2 sebagai KitabSuchi yang hanya dibacha dengan tertib, akan tetapi selanjutnya – seba-gaimana juga dikehendaki Al-Qur’an sendiri – sebagai sumber ilmu,baikpun ilmu itu ilmu pengetahuan ataupun ilmu pengenalan. Dan inimemang sepatutnya, kerana tiada suatu bahasa atau kesusasteraan orangIslam yang tiada terpengaruh oleh kesan Al-Qur’an. Dalam bidangkesusasteraan Melayu atau Melayu-Indonesia yang dikatakan Baru,Institut ini harus menyelenggarakan pengkajian serta pengajaran sifat2kebudayaan Barat, kerana pengaruh pemikirannya banyak mengalir darisitu. Dalam berusaha memahami sejarah pemikiran Barat yang bersang-kutan dengan nilai2 serta bentuk dan intisari kesusasteraannya, makaperlu kita mengkaji perolahan pemikiran Barat sejak Zaman Pem-bangunannya yang terkenal dengan nama Renaissance. Zaman inilahyang oleh mereka dianggap telah memupuk jiwa humanisma, atau falsa-fah yang mengutamakan kebebasan kepribadian insan; dan zaman inilahyang menchantumkan penilaian kebudayaan Barat dengan kebudayaan2

Romawi dan Yunani Kuno, yang menjelmakan sifat2 tertentu pandanganhidup kebudayaan itu, yang tercermin dalam hasil segala pemikirannya,baikpun dalam bentuk tulisan, mahupun dalam bentuk lukisan, pahatandan musik. Kita harus mengkaji teori Barat mengenai kesusasteraan;mengkaji konsepsi kehidupan sebagaimana yang dialami orang Barat,mengkaji intisari2 pengalaman hidup yang menjelmakan konsep novel.Kita harus juga mengkaji falsafahnya yang telah menyumbangkan bukansedikit peristilahan dalam bidang kesusasteraannya; dan dalam falsafahini kita harus juga memberi perhatian kepada faham existensialisma.Pendek hata, kita harus memahami faham estetika Barat, yang sebenar-nya telah menyerap mesra dengan jiwanya. Dengan ilmu pengetahuanyang akan terumus akibat pengkajian demikian sahajalah baru dapat kitamemberi pertimbangan yang sempurna terhadap kesusasteraan kita yangBaru ini; kita akan dapat menilainya, memperolahkannya, menolongmemberi arahan padanya dalam memupuk kedewasaannya sambil me-nempuh nasib masa hadapan.

Peralatan ilmiah yang harus memperlengkapi Institut ini,untuk kegunaan membantu menchapai hasrat maksud yang telahdibentangkan disini, termasuk pengajaran ilmu pengkajian bahasa

Page 69: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu / 69

atau Linguistics; dan ini yang umum bidang tinjauannya, bukanhanya sebahagiannya yang khusus seperti applied, structural,atau descriptive linguistics, bahkan termasuk juga bidang2 tin-jauannya yang lain seperti historical, dan cultural linguistics,disertai dengan semantics, atau bahagiannya yang mempersoal-kan pengkajian makna pada bahasa, dan juga philosophy of lan-guage. Konsep2 baru mengenai metodoloji, atau chara-gaya meng-hampiri serta menganalisa bahasa dan maknanya, harus diajarkan – ber-lebih2 lagi yang mempersangkut-pautkan pengkajian serta perumusanperkataan2 serta peristilahan penting sesuatu bahasa, sebagaimanaterdapat dalam kesusasteraan, dengan keadaan sejarah. Tujuannya disiniialah tiada kurang dari penganalisaan sejarah pemikiran kebudayaan2

yang mesra terserap dalam jiwa masharakat kita. Kita harus mengenaliweltanschauungen – yaitu pandangan2 hidup – pelbagai kebudayaan dankesusilaan yang telah dan sedang mempengaruhi kehidupan kita.

Akhirnya, merenungkan peristiwa baru dalam sejarah kita yangmembawa kemungkinan timbulnya suatu chorak kebudayaan Malaysiayang lengkap dengan kesusasteraannya kelak, yang akan merumuskanhasrat dan dayachipta masharakat kita yang berbilang bangsa ini, Institutini juga harus menyambut dan mendahului kehendak ujian zamandengan bersedia sanggup untuk mengkaji pada peringkat ilmiah tertinggifalsafah2 agama2 teragung didunia yang semuanya terdapati hidupbertumpu di Malaysia. Keadaan bertumpunya agama2 agung didunia inidi Malaysia janganlah hendaknya kita anggap sebagai satu kelemahanbesar, satu sumber bibit percheraian masharat kita; kita harus meng-anggapnya sebagai satu keitimewaan dan kebesaran kita didunia; kitaharus tahu bahwa dalam pandangan hidup agama2 ini semua lebihbanyak terdapat titik pertemuan daripada yang terdapat dalam ideoloji2politik, bahwa dalam keluhuran falsafah2 agama2 Islam, Kristian, Hindu,Buddha, dan ajaran2 Lao Tzu dan Kung Fu Tzu ada terdapat kesejajaranfahaman dalam bidang2 penting yang tentu akan dapat membantu kearahmemupuk suatu faham kepribadian Malaysia.

Andaikata renungan yang terbayang dihadapan mata ilmiah saya inidapat wujud menjelma sebagai suatu kenyataan yang benar ada, makatiada mustahil bagi kita mewujudkan semula disini di Kuala Lumpur,

Page 70: prof al-attas - islam dan sejarah kebudayaan melayu

Syed Muhammad Naquib al-Attas / 70

suatu pusat ilmiah yang dahulu berkisar2 chahayanya menerangi Kepu-lauan Melayu-Indonesia: pertamanya di Pasai, dan kemudiannya di Me-laka, di Ampel, di Acheh. Andaikata ini benar berlaku kelak, makadengan demikian kita telah menchantumkan semula sejarah baru danlama, mengikat dan mempererat semula tali perhubungan terus-menerusantara sejarah lama dan sejarah baru yang telah terputus itu.