problematika proses belajar mengajar tahfidz

88
i PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ AL QUR’AN DI SD PLUS TAHFIZHUL QUR’AN AN NIDA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh : BOB ZEUSSA NIM: 111 09 152 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016

Upload: others

Post on 29-Nov-2021

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

i

PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

AL QUR’AN DI SD PLUS TAHFIZHUL QUR’AN AN NIDA

SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

BOB ZEUSSA

NIM: 111 09 152

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016

Page 2: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

ii

Page 3: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

iii

Page 4: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

iv

Page 5: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

v

MOTTO

خير الناس أنفعهم للناس

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad,

ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Page 6: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

vi

PERSEMBAHAN

Setelah berjuang mencapai kesuksesan dalam belajar, dengan segenap cinta dan

ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang telah

mendorong untuk selalu memperjuangkan mimpinya:

1. Bapak Bambang Supriyanto & Ibu Karyatun selaku orangtuaku tercinta

Jazakumullah bi akhsanil jaza’ atas semua yang telah diberikan selama ini,

juga untuk setiap do’a yang dengan tulus diberikan, semoga Allah meridhai.

Page 7: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah swt yang memuliakan kita dengan risalah mulia

Dinul Haq, sebuah risalah yang memberikan jaminan kemuliaan bagi siapa saja yang

mengamalkannya secara kaffah. Sholawat & salam semoga senantiasa tercurah

kepada Nabi Muhammad saw sang pembawa risalah yang mulia ini, sahabat dan

orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan agama ini.

Tak ada kesulitan diiringi kemudahan, tak ada keberhasilan diiringi dengna

usaha, sebuah proses merupakan pelajaran yang berguna bagi diri sendiri dan orang

lain. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa dorongan, motivasi, bantuan dari orang-orang terdekat.

Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah IAIN Salatiga. Dengan terselesaikannya skripsi

initidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

Page 8: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

viii

4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas

mencurahkan pikiran dan tenaganya serta telah berkenan meluangkan waktunya

dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan perpustakaan dan bagian administrasi

yang telah banyak membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi.

6. Bapak, Ibu, kakak, adik, dan seluruh keluargaku di rumah yang telah

mendo’akan.

7. Mahasiswa STAIN Salatiga, PAI kelas E tahun 2009.

8. Dewan guru dan orang tua siswa SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga,

yang telah bersedia sebagai objek penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan

balasan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini

semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah khasanah keilmuannya.

Salatiga, 15 September 2016

Penulis

BOB ZEUSSA

Page 9: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

ix

ABSTRAK

Zeussa, Bob. 2016. Problematika Proses Belajar Mengajar Tahfidz Al Qur’an di SD

Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama

Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilawati, M.SI

Kata kunci: problematika, tahfidz Al Qur’an.

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa dalam pendidikan secara

operasional menjadi kewajiban umat Islam untuk selalu menjaga dan memelihara Al-

Qur’an, salah satunya ialah dengan menghafalkannya. Namun pada kenyataannya

masih sedikit orang Islam yang mau menghafalkan Al-Qur’an. SD PTQ An-Nida

Salatiga mempunyai perhatian khusus terhadap pembelajaran Tahfidzul Qur’an. akan

tetapi dalam pembelajaran tahfizhul Qur’an pastinya akan ditemui berbagai kendala.

Berdasarkan kenyataan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1)

Bagaimana proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An

nida? 2) Bagaimana problematika (permasalahan) yang terjadi dalam proses

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An nida? 3) Apa

solusi yang bisa dilakukan terhadap problematika (permasalahan) pembelajaran

tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An nida?. Penelitian ini merupakan

penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan deskriptif menggunakan

purposive sampling. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara,

dokumentasi dan observasi. Analisis data bersifat deskriptif kualitatif dan

menggunakan cara pentahapan secara berurutan serta interaksionis. Hasil penelitian

ini berupa problematika pembelajaran Tahfidzul Qur’an dan solusinya di SD PTQ

An-Nida, yaitu : : a) Faktor peserta didik: Usia yang belum matang untuk dimasukkan

ke sekolah dasar, daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda, faktor

kemauan dari anak yang kurang, belum bisa baca tulis Al Qur’an atau kurang lancar

dalam membaca Al Qur’an, bahkan ada yang masih tahap membaca buku Iqro’, sifat

malas yang ada pada siswa, ketika dirumah sering bergaul dengan anak-anak yang

malas terutama malas dalam menghafal Al Qur’an. b) Faktor tenaga pendidik yang

kurang, c) Faktor eksternal (orang tua dan lingkungan rumah). Solusi dari kendala

dan problem yang diberikan oleh penulis adalah: a) Faktor peserta didik: 1.

Melakukan seleksi penerimaan siswa baru, 2. menambah tenaga pendidik untuk

memberikan bimbingan ke siswa yang membutuhkan, 3. Dirumah orang tua juga

harus memotivasi anak, 4. Guru membimbing bacaan siswa sebelum menghafal

dengan memperhatikan tajwid dan makhroj hurufnya dan siswa hendaknya sering

membaca Al Qur’an, 6. Guru dan orang tua menumbuhkan cinta anak terhadap Al

Qur’an dengan memberikan tauladan yang baik,7. Siswa dapat bergabung dengan

kelompok penghafal Al Qur’an supaya saling membantu dan memberi motivasi.

Page 10: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

x

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………............... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……………………………………….. iv

MOTTO…………………………………………………………………………… v

PERSEMBAHAN………………………………………………………………… vi

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. vii

ABSTRAK………………………………………………………………………... ix

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… x

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………....…………… 1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………….................. 1

B. Rumusan Masalah...……………………………………….……................ 3

C. Tujuan Penelitian………………………………………………................. 3

D. Manfaat Penelitian……………………………………………...…............ 4

E. Penegasan Istilah………………………………………………................. 5

F. Metode Penelitian…………………………………………………............ 7

G. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………………………… 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………... 13

A. Pembelajaran …………………………………….................................. 13

1. Pengertian Proses Pembelajaran….…………………........................ 13

2. Pendekatan Sistem dalam Proses Pembelajaran……………………… 14

Page 11: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

xi

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran…………………… 17

B. Metode…………………………………….……………………………… 19

1. Pengertian Metode……………………………………………………. 19

2. Metode Menghafal Al Qur’an………………………………………… 20

C. Tahfidz Al Qur’an………………………………………………………… 27

1. Definisi Al Qur’an…………………………………………............... 27

2. Definisi Menghafal Al Qur’an………………………………….......... 27

3. Hukum Menghafal Al Qur’an……………………………………….... 28

4. Faedah Terpenting dari Menghafal Al Qur’an………………………… 28

5. Kesiapan Dasar Menghafal Al Qur’an………………………………… 30

6. Faktor-Faktor Pendukung Menghafal Al Qur’an……………………… 31

D. Problematika Pembelajaran Tahfizhul Qur’an dan Solusinya…………….. 32

BAB III. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN…………………. 34

A. Gambaran Umum Lingkungan Sekolah…………………………………… 34

1. Letak Geografis………………………………………………….......... 34

2. Sejarah…………………………………………………………………. 35

3. Visi dan Misi….……………………………………………………….. 37

4. Struktur Organisasi…………………………………………………….. 38

5. Keadaan Guru dan Karyawan….………………………………………. 39

6. Keadaan Siswa……………………………………………………….... 41

7. Program Unggulan Sekolah…………………………………………… 42

8. Target Pendidikan……………………………………………………... 43

Page 12: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

xii

9. Model Pembelajaran…………………………………………………… 44

10. Ekstrakurikuler………………………………………………………… 44

11. Sarana dan Prasarana…………………………………………………... 45

12. Kegiatan Pembelajaran………………………………………………… 48

B. Profil Responden…………………….……………………………............. 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………............. 51

A. Pelaksanaan Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-

Nida Salatiga ….........………...........................................…………….. 52

1. Waktu Belajar…………………………………………………………. 52

2. Tujuan Pembelajaran tahfizhul Qur’an………………………………... 53

3. Metode Pembelajaran tahfizul Qur’an………………………............... 54

4. Problematika Pembelajaran Tahfidzul Qur’an di SD PTQ An-Nida…. 57

B. Analisis Data…...………………………………………………………….. 59

1. Problematika Pembelajaran Tahfidzul Qur’an di SD PTQ An-Nida….. 59

2. Solusi Problematika Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di SD PTQ An-Nida

Salatiga…………………………………………………………………. 63

BAB V. PENUTUP…......................................………………………………….. 68

A. Kesimpulan......................................................................................... 68

B. Saran.................................................................................................. ……. 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana terbaik untuk mencipatakan suatu generasi

yang baik. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas

pendidiknya. H. M. Arifin mendefinisikan pendidikan sebagai usaha orang dewasa

secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian, serta kemampuan

dasar anak didik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal. Dengan

pendidikan, seorang dapat menguasai dunia dan tidak terikat lagi oleh batas-batas

uang membatasi dirinya. Seperti yang diungkap oleh Muhammad Abduh, tokoh

pembaharu Muslim, bahwa pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan

manusia dan dapat mengubah segala sesuatu.

Jika kita melihat kepada realitas pendidikan masyarakat Indonesia saat ini,

banyak diantara masyarakat kita belum dekat dengan akhlak mulia. Ini merupakan

usaha serius bagi bangsa untuk membenahi kekurangan dalam pendidikan, salah

satunya yaitu melalui pembelajaran dan menghafal ayat suci Al Qur’an sejak dini. Ini

diharapkan mampu memperbaiki kualitas pendidikan dan terwujud manusia yang

berakhlak. Adalah sebuah keutamaan dimana seorang muslim dapat mengahafalkan

ayat-ayat Al Qur’an kemudian dapat mengetahui artinya serta mampu mengamalkan

apa yang tertuang dalam Al Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al

Qiyamah ayat 17 & 18:

Page 14: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

2

وقرآنه جمعه علينا إن * قرأناه فإذا قرآنه فاتبع *

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kami lah mengumpulkannya (di

dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya(17). Apabila Kami telah selesai

membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”(18).

Sekiranya hal tersebut yang dimaksudkan dalam pengamalan ayat Al-Qur’an

diatas.

Anak-anak adalah bahan baku yang baik untuk membangun dan

memperkokoh bangsa dengan nilai-nilai Qur’ani dan Sunatullah. Pada masa-masa

emas tersebut, alangkah baiknya jika orang tua juga berperan aktif memimbing dan

membentuk karakter para putra-putrinya dengan mencintai Al Qur’an. Saat ini para

orang tua telah terbantu dengan adanya sekolah-sekolah yang mempunyai nilai plus

dengan program tahfidz Al Qur’an nya. Sekolah-sekolah tersebut tetap membekali

anak-anak dengan materi-materi akademis, akan tetapi mengutamakan pembentukan

akhlaq islami lewat menghafal atau tahfidz Al Qur’an. Dengan ini, diharapkan akan

tumbuh generasi-generasi penerus bangsa yang cerdas, dengan hafalan Al Qur’an

yang kuat dan pengamalan yang baik, serta muncul manusia-manusia berakhlaqul

karimah.

Tentunya dalam proses pembelajaran tahfidz Al Quran sering ditemui banyak

problematika. Permasalahan bisa muncul dari banyak aspek; seperti aspek psikologis

dan aspek kognitif anak. Salah satu problem yang paling terlihat adalah bagaimana

Page 15: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

3

meningkatkan kualitas hafalan Al Qur’an; dimana ini dipandang oleh anak-anak

sebagai hal yang sulit. Dari hal-hal itulah yang menginisiasi penulis untuk

mengadakan penelitian dengan judul “PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR

MENGAJAR TAHFIDZ AL QUR’AN DI SD PLUS TAHFIZUL QUR’AN AN

NIDA SALATIGA”. Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan ditemukan

permasalahan-permasalahan yang terjadi proses tahfidz Al Qur’an sehingga muncul

solusi untuk metode pembelajaran yang efektif untuk anak-anak menghafal Al-Quran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dengan hal tersebut dapat diambil rumusan masalah untuk penelitian ini adalah

sebagai berikut;

1. Bagaimana proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-

Qur’an An Nida?

2. Bagaimana problematika (permasalahan) yang terjadi dalam proses

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An Nida?

3. Apa solusi yang bisa dilakukan terhadap problematika (permasalahan)

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An Nida?

Page 16: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa fokus permasalahan penelitian diatas dapat penulis

simpulkan, bahwasannya dapat dirumuskan tentang tujuan penelitian diantaranya:

1. Mengetahui proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-

Qur’an An Nida.

2. Mengetahui problematika (permasalahan) yang terjadi dalam proses

pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An Nida.

3. Mengetahui solusi-solusi apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi

problematika (permasalahan) proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di SD

Plus Tahfidz Al-Qur’an An Nida.

D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian diatas diharapkan hasil dari penelitian ini mampu

memberikan manfaat yang berarti kepada semua pihak yang terkait dalam penelitian

tersebut. Adapun manfaat yang dapat diberikan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu;

1. Manfaat Teoritis

a. Memperkaya khasanah pemikiran dan memberikan pengetahuan tentang

problematika yang terjadi pada proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di

SD Plus Tahfidz Al-Qur’an An Nida.

Page 17: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

5

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk usaha

peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran, serta mampu

memberikan wawasan dan pengalaman khususnya berkenaan dengan

proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an kepada para pembaca.

b. Penelitian ini dapat memberikan arahan yang baik untuk dapat

melaksanakan kegiatan belajar tahfidz Al-Qur’an dalam mencapai tujuan

dari proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an.

c. Penelitian ini mampu memberikan solusi secara langsung dalam

menghadapi permasalahan yang terdapat dalam proses pembelajaran

tahfidz Al-Qur’an di dalam kelas.

d. Dapat memberikan dorongan serta motivasi kepada guru pengajar dalam

meningkatkan kualitas proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an dengan

baik.

E. Penegasan Istilah

1. Problematika

Problematika bermakna sesuatu yang masih menimbulkan masalah; masih

belum dapat terpecahkan; permasalahan. Sedangkan masalah dapat diartikan

sebagai ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang

terlaksana.

Page 18: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

6

2. Proses

Proses menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah runtunan perubahan

(peristiwa) dalam perkembangan sesuatu yang dilakukan secara terus-

menerus. Definisi proses yang lain adalah urutan pelaksanaan atau kejadian

yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang,

keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil.

3. Belajar

Belajar secara umum dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku

individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

4. Mengajar

Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan

terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-

komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang ingin

dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan

peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang

dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia

(Hasibuan, Moedjiono 1986:3).

5. Tahfidz

Dalam bahasa Arab tahfidz berasal dari kata khafidza, yahfadzu, khifdzon

yang berarti menjaga, memelihara, dan melindungi. Sedang yang dimaksud

Page 19: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

7

dengan menghafal Al Qur’an adalah kegiatan mencamkan ayat-ayat Al

Qur’an dengan sengaja dan dikehendaki dengan sadar dan sungguh-sungguh.

6. Al Qur’-an

Al Qur’an asalnya sama dengan qira’ah, yaitu akar kata (masdar-infinitif) dari

qara’a, qira’atan waqur’anan. Qara’a memiliki arti mengumpulkan dan

menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata yang

teratur.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk

memecahkan suatu masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Menurut jenisnya penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).

Yaitu penelitian yang bertujuan melakukan studi yang mendalam mengenai suatu unit

sosial sedemikian rupa, sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan

baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Dimana penelitian ini dilakukan di

SD Plus Tahfidz An Nida Salatiga.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

psikologi belajar. Psikologi berasal dari kata physhe dan logos yang masing-masing

kata tersebut memiliki arti “jiwa” dan “ilmu”. Secara harfiah bisa diartikan sebagai

Page 20: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

8

ilmu jiwa. Penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni

mendiskripsikan dengan memahami makna dan gejala pada suatu peristiwa yang akan

diteliti.

3. Metode Penentuan Subyek

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh,

sehingga subyek penelitian dapat berarti orang atau apa saja yang menjadi sumber

penelitian. Sebagai penelitian kualitatif, sumber data penelitian ini adalah kata-kata

dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Adapun yang menjadi subjek penelitian dan sumber informasi penelitian

adalah:

a. Guru SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida

Peneliti akan melakukan interview dengan beberapa guru guna memperoleh

data-data yang diperlukan dalam proses pembelajaran Tahfidz Al Qur’an.

Jumlah guru yang akan penulis wawancarai yaitu 3 orang.

b. Orang tua siswa SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida

Penulis akan mengambil data dari orang tua siswa yang mengikuti Tahfidz Al

Qur’an, dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang hambatan yang

dihadapi siswa ketika dalam metode pembelajaran. Jumlah guru yang akan

penulis wawancarai yaitu 2 orang.

Page 21: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

9

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui metode pengumpulan, maka penulits tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini ada beberapa metode

yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Dalam penelitian ini peneliti

terlibat langsung dengan kegiatan dan mengamati subyek sebagai sumber data

penelitian. Peneliti menggunakan observasi partisipasif, maka data yang

diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat

makna dari setiap perilaku yang tampak. Metode ini juga digunakan untuk

mengamati obyek penelitian yaitu lokasi SD Plus Tahfidz An Nida.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi anatara dua orang, melibatkan

seseorang yang memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara

dapat diartikan sebagai metode yang digunakan untuk interview dengan

subyek penelitian dalam rangka penyimpulan data.

Page 22: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

10

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menelusuri data historis. Hal tersebut dikarenakan sebagian

besar fakta dan data sosial tersimpan dalam bentuk dokumentasi. Metode ini

digunakan untuk melengkapi dan memperkuat data-data yang telah ada.

Penulis mengambil dokumen-dokumen untuk mengetahui jumlah para guru

dan para siswa yang mengikuti pembelajaran Tahfidz Al Qur’an, sarana

prasarana yang mendukung serta dokumen lainnya yang mendukung

penelitian serta untuk mengetahui letak geografis.

5. Uji Keabsahan Data

Agar data yang disajikan dalam penelitian ini dapat dikatakan valid, maka

untuk menguji validasi data tersebut penulis menggunakan teknik

trianggulasi. Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

untuk keperluan pengukuran kevalidan data, atau sebagai pembanding

terhadap data tersebut. Trianggulasi ini dapat ditempuh dengan jalan sebagai

berikut:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

Page 23: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

11

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatannya sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang.

6. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data

yang terkumpul berupa catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen berupa

laporan-laporan yang berkaitan dengan subjek yang diteliti, foto-foto, dan

biografi responden. Setelah data terkumpul, maka penulis akan membaca,

menganalisis data secara cermat sehingga penulis dapat mengambil

kesimpulan dari penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menmbagi menjadi lima bab yang terdiri

dari:

BAB I Pendahuluan

Page 24: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

12

Pada bab ini berisi latar belakang, penegasan istilah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan skripsi.

BAB II Kajian pustaka

Pada bab ini akan diuraikan berbagai pembahasan kajian pustaka yang

menjadi landasan teoristik penelitian, meliputi teori-teori tentang:

Pengertian proses pembelajaran, metode pembelajaran tahfizhul

Qur’an, dan problematika pembelajaran tahfizhul Qur’an dan

solusinya.

BAB III Gambaran Umum SD PTQ An-Nida Salatiga

Pada bab ini akan dilaporkan berbagai hal mengenai gambaran umum/

profil SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga yang meliputi: latar

belakang historis berdirinya, visi dan misi, tujuan pendidikan, struktur

kepengurusan, keadaan guru dan murid, sarana dan prasarana.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan tentang analisis data hasil wawancara dan

interpretasi data mengenai problematika yang dihadapi dan solusinya.

BAB V Penutup

Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

Page 25: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran

1. Pengertian Proses Pembelajaran

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin processus yang berarti

“berjalan ke depan”. Kata ini merupakan konotasi urutan langkah atau kemajuan yang

mengaran pada suatu sasaran atau tujuan (Syah, 2008:113). Sedangkan pembelajaran

(kegiatan belajar mengajar) merupakan sebuah interaksi edukatif antara peserta didik

dengan guru, peserta didik dengan lingkungan sekolah, dan peserta didik-guru dengan

lingkungan sekolah.

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa yang disebut PBM (proses belajar

mengajar) ialah sbeuah kegiatan yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai

pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar

(Syah, 2008:237). Dalam setiap proses belajar mengajar, sekurang-kurangnya

terdapat unsur tujuan yang akan dicapai, bahan pelajaran yang menjadi isi proses,

peserta didik yang aktif belajar, dan situasi belajar. Pembelajaran sebagai suatu

sistem menuntut agar semua unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain atau

dengan kata lain tidak ada satu unsur yang dapat ditinggalkan agar tidak

menimbulkan kepincangan dalam proses belajar mengajar.

Page 26: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

14

Tidak dapat dipungkiri bahawa seorang guru berperan besar dalam proses

pembelajaran. Guru menurut Muhammad Ali merupakan “pemegang peranan sentral

proses belajar-mengajar”. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, guru

dihadapkan pada siswa yang memiliki berbagai macam karakteristik dan juga

dihadapkan pada problem pembelajaran yang terjadi. Seorang guru harus mau dan

berusaha mencari penyelesaian berbagai kesulitan itu (Daradjat, 2001:99).

2. Pendekatan Sistem dalam Proses Pembelajaran

Pendekatan sistem (system approach) dapat digunakan untuk mencari

pemecahan yang tepat dalam proses pembelajaran. Proses dari pendekatan sistem

tersebut dapat dilakukan dengan mengenali masalah-masalah yang timbul (indentify

problem), melakukan percobaan-percobaan, membuat semacam hipotesis, dan

mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab hipotesis yang dibuat.

Seperti diungkapkan oleh Gerlach dan Ely bahwa konsep pendekatan sistem

dalam perencanaan pembelajaran terdiri dari 10 komponen atau sub-bab sistem yang

saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Kesepuluh komponen itu

adalah:

1. Spesifikasi pokok bahasan (Spesification of content)

Dilakukan agar pembelajaran mengarah pada satu pokok bahasan dengan

memfokuskan pada suatu topik tertentu yang lebih kecil dari pokok bidang

studi yang diajarkan. Oleh karena itu, apa yang akan diajarkan hendaknya

Page 27: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

15

dipilih pokok bahasan yang lebih spesifik untuk membatasi ruang lingkup

bahasan agar apa yang akan disampaikan tersebut akan lebih jelas dan mudah.

2. Spesifikasi tujuan pembelajaran (Spesification of objective)

Tujuan pembelajaran menjadi pedoman bagi gutu untuk menentukan sasaran

pembelajaran sehingga setelah siswa mempelajari pokok bahasan yang

diajarkan, mereka dapat memiliki kemampuan yang telah ditentukan

sebelumnya. Tujuan harus dibuat secara operasional artinya tidak

mengambang/ tidak terlalu luas dan efektif mempunyai kekhususan tertentu.

3. Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa (Assessment of entering

behaviours). Hal ini dapat dilakukan dengan:

a. Memberikan prates untuk mengetahui student achievement (apa yang

belum atau telah dimiliki siswa terhadap pokok bahasan yang akan

diberikan).

b. Mengumpulkan data pribadi siswa untuk mengetahui potensi siswa.

c. Mengetahui latar belakang pendidikan, sosio-budaya, dan lain-lain

sehingga gutu dapat menentukan dan merencanakan pembelajaran yang

sesuai dengan kondisi siswa.

4. Penentuan pendekatan (Strategy) dan teknik/ metode (Determination of

strategy)

Istilah stategi lebih luas pengertiannya dari metode atau teknik, dengan kata

lain dalam strategi terkandung pengertian metode dan teknik. Dalam strategi

Page 28: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

16

dibicatakan mengenai pendekatan dalam penyampaian informasi, memilih

sumber belajar, penunjang pembelajaran, dan menentukan peranan siswa.

Pemilihan cara yang ditempuh dan sarana penunjang pembelajaran dilakukan

agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara tepat sesuai karakteristik

siswa.

5. Pengelompokan siswa (Organization of groups)

Penentuan pengelompokan siswa harus disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran dan mempertimbangkan gaya, cara, atau kebiasaan belajar

siswa. Hal ini bergantung pada metode, waktu, ruangan, dan pemilihan

sumber penunjang belajar.

6. Penyediaan waktu (Location of time)

Penentuan waktu pembelajaran bergantung pada bobit suatu bidang studi baik

menyangkut pokok bahasan, tujuan, tersedianya ruangan, serta kemampuan

dan minat siswa. Waktu yang tersedia tersbut biasanya digunakan untuk

pendahuluan, penyajian materi, dan kesimpulan/penutup.

7. Pengaturan ruangan (Allocation of space)

Pengaturan ruangan yang telah mentradisi di sekolah dimana papan tulis

terletak didepan (tengah), bangku siswa dijejer menghadap papan tulis, dan

meja guru di sebelah kiri papan tulis dapat dilakukan perubahan. Sebagai

contoh, bangku siswa diatur setengah melingkat dan papan tulis dibelakang

Page 29: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

17

meja guru sehingga siswa dapat bertatapan langsung dengan guru atau antar

siswa.

8. Pemilihan media (Allocation of resources)

Memilih media dengan mempertimbangakn tujuan, tingkat kemampuan siswa,

ketersediaan sumber belajar/ saran apendudkung pembelajaran, biaya, dan

kesesuainnya dengan metode.

9. Evaluasi (Evaluation of performance)

Yang dimaksud evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses pembelajaran

dimana guru berinteraksi dengan siswa. Evaluasi performance artinya

penilaian yang berkaitan dengan seluruh kegiatan yang dilakukan baik

mengajar maupun belajar.

10. Analisis umpan balik (Analysis of feedback)

Bila diteliti secara detail, evaluasi tidak hanya sekedar menilai hasil belajar

siswa tetapi mengandung arti yang lebih luas yaitu berupa kegiatan

pengumpulan data tentang materi dan kemampuan siswa, memantau proses

pembelajaran, dan mengatur pencapaian tujuan. Hasil analisis tersebut dapat

dijadikan umpan balik untuk merevisi hal-hal/ kelemahan yang menjadi

kendala dalam pembelajaran.

Page 30: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

18

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran

Faktor pengajaran dalam proses kegiatan belajar-mengajar memang sangat

berpengaruh sekali terhadap motivasi pembelajaran, meski memang ada juga siswa

yang mandiri, yang tidak terpengaruh terhdapat faktor pengajar karena dia mau

belajar sendiri. Akan tetapi, dalam sebuah pembelajaran, secara umum ada 2 faktor

yang mempengaruhi:

1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani

dan rohani siswa. Faktor internal siswa terdiri dari dua aspek, yaitu:

a. Aspek Fisiologis (yang bersifat jasmaniah), kondisi umum jasmani dan

tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ

sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam

mengikuti pelajaran. Apalagi kondisi tubuh lemah dan disertai pusing,

dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang

dipelajari pun kurang atau bahkan tidak membekas. Selain organ tubuh,

tingkat kondisi kesehatan indera pendengar dan penglihatan juga bisa

mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan

pengetahuan, khususnya yang diberikan di kelas.

b. Aspek Psikologis, yang meliputi: tingkat kecerdasan/ inteligensi siswa,

sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.

Page 31: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

19

2) Faktor Eksternal terdiri dari dua aspek:

a. Lingkungan sosial, yaitu lingkungan sekolah seperti guru, staf, atau

teman-teman sekelas, masyarakat, dan tetangga serta teman-teman

sepermainan diluar sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar siswa.

b. Lingkungan non-sosial, yang meliputi gedung sekolah dan letaknya,

rumah tempat tinggal keluarga siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca

sewaktu belajar dan alokasi waktu yang digunakan.

B. Metode

1. Pengertian Metode

Metode dalam bahasa arab dikenal dengan istilah thuqiruh yang berarti

langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila

dihubungkan dengan pendidikan, maka strategi tersebut haruslah diwujudkan dalam

proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian agar

peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan

baik.

Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, alat itu mempunyai fungsi ganda

yakni yang bersifat polipagmatis dan monopagmatis. Polipagmatis bilamana sebuah

metode memiliki kegunaan yang serba ganda (multipurpose) begitu pula sebaliknya

monopagmatis bilamana suatu metode hanya memiliki satu peran saja, satu macam

Page 32: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

20

tujuan penggunaan mengandung implikasi yang bersifat konsisten, sistematis dan

kebermanaan menurut kondisi sasarannya.

Metode sangat mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar. Dengan

metode yang tepat maka dengan mudah tujuan yang telah dicanangkan akan tercapai.

Berdasarkan pengertian menurut Oemar Hamalik, metode yaitu cara kerja untuk

dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan dan berfungsi

sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Dalam buku Ramayulis (2008:3), para ahli mendefinisikan metode sebagai

berikut:

a. Hasan Langgulung, mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang

harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Abd. Al-Rahman Ghunaimah, berpendapat bahwa metode adalah cara-cara

yang praktis dalam mencapai tujuan pembelajaran.

c. Al-Ahrasy, berpendapat bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk

memberikan pengertian kepada peserta didik tentang segala macam metode

dalam berbagai pelajaran.

2. Metode menghafal Al Qur’an

a. Metode Wahdah

Page 33: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

21

Yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya.

Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali,

atau dua puluh kali, atau lebih sehinga proses ini mampu membentuk pola

dalam bayangannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-

ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga

mencapai satu muka. Sehingga semakin banyak diulang maka kualitas hafalan

akan semakin representatif.

b. Metode Khitabah

Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis

ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas. Kemudian ayat-ayat

tersebut dibacanya hingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya.

Berapa banyak ayat tersebut ditulis tergantung kemampuan penghafal.

Mungkin cukup dengan satu ayat saja, bila ternyata giliran ayat yang harus

dihafalnya itu termasuk kelompok ayat yang panjang. Bisa juga 5 atau sampai

10 ayat, bila ayat-ayat yang akan dihafalnya termasuk ayat-ayat pendek

sebagaimana terdapat pada surat-surat pendek. Metode ini cukup praktis dan

baik, karena disamping membaca dengan lisan aspek visual menulis juga akan

sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dan

bayangannya.

c. Metode Sima’i

Page 34: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

22

Sima’I artinya mendengar. Metode ini ialah mendengarkan sesuatu bacaan

untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang

mempunyai dayat ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-

anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis Al Qur’an.

d. Metode Gabungan

Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan metode kitabah.

Kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yakni bergungsi untuk

menghafal dan sekaligus bergungsi untuk pemantapan hafalan karena dengan

menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.

e. Metode Jama’

Metode ini ialah ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-

sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instrukur membacakan satu

ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudia

instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan

siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan

benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi

sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) sehingga ayat-

ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam

bayangannya. Setelah semua hafal, barulan kemudia diteruskan pada ayat

berikutnya dengan cara yang sama.

Page 35: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

23

Metode tahfidz Al Qur’an lainnya juga dikemukakan oleh Nawabuddin

(1991:59), yaitu:

a. Metode juz’i, yaitu cara menghafal secara berangsur-angsur atau sebagian

demi sebagian dan menghubungkannya antar bagian yang satu dengan bagian

lainnya dalam satu kesatuan materi yang dihafal. Hal ini dapat dikaji dari

pernyataan berikut ini: “ Dalam membatasi atau memperingan beban materi

yang akan dihafalkan hendaknya dibatasi, umpamanya menghafal sebanyak

tujuh baris, sepuluh baris, satu halaman, atau satu hizb. Apabila telah selesai

satu pelajaran, makan berpindahlah ke pelajaran yang lain kemudian

pelajaran-pelajaran yang telah dihafal tadi satukan dalam ikatan yang terpadu

dalam satu surat. Sebagai contoh seorang murid yang menghafal surat al

Hujurat menjadi dua atau tiga tahap, surat al Kahfi menjadi empat atau lima

tahap.”

Selanjutnya dijelaskan bahwa: “metode ini mempunyai suatu sisi negatif yaitu

murid menemukan kesulitan dalam mengaitkan berbagai kondisi dan tempat

yang berbeda. Untuk bisa menanggulangi hal ini dengan banyak membaca

surat-surat sebagai satu bagian yang terpadu sehingga kesulitan murid akan

berkurang sedikit demi sedikit.

b. Metode kulli, yaitu metode menghafal Al Qur’an dengan cara menghafalkan

secara keseluruhan terhadap materi hafalan yang dihafalkannya, tidak dengan

cara bertahap atau sebagian-sebagian. Jadi yang terpenting keseluruhan materi

Page 36: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

24

hafalan yang ada dihafal tanpa memilah-memilahnya, baru kemudian diulang-

ulang terus sampai benar-benar hafal. Penjelasan tersebut berasal dari

pernyataan berikut ini: “Hendaknya seorang penghafal mengulang-ulang apa

yang pernah dihafalkannya meskipun hal itu dirasa sebagai suatu kesatuan

tanpa memilah-memilahnya. Misalnya dalam menghafal surat An Nur, disana

ada tiga hizb,kurang lebih delapan halaman yang dapat dihafalkan oleh siswa

sekaligus dengan cara banyak membaca dan mengulang.

Dalam kaitannya dengan merode menghafal Al Qur’an, Muhammad Zein

membagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

a. Metode tahfidz (menghafal), yaitu menghafal materi baru yang belum pernah

dihafalkan. Metode ini adalah mendahulukan proses menghafal dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membaca ayat-ayat yang akan dihafal maksimal tiga kali

2) Membaca sambil dihafal maksimal tiga kali

3) Setelah hafalan lancar, maka ditambah dengan merangkai dengan kalimat

berikutnya sehingga sempurna menjadi satu ayat

4) Menambah materi atau hafalan batu dengan membaca Al Qur’an seperti

langkah perama dan diulang-ulang tanpa melihat Al Qur’an

5) Materi baru dirangkai dengan materi terdahulu dan diulang-ulang sampai

waktu dan materi yang ditargetkan selesai

Page 37: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

25

6) Menyetorkan atau memperdengarkan hafalannya kepada ustadz/ah atau

Kiai

7) Pada hari selanjutnya penghafal menyetorkan hafalan baru dengan terlebih

dahulu memperdengarkan materi hari-hari sebelumnya

b. Metode takrir (pengulangan), yaitu upaya mengulang kembali hafalan yang

sudah pernah dihafalkan untuk menjaga dari lupa dan salah. Artinya hafalan

yang sudah diperdengarkan kepada ustadz/ah dan Kiai diulang-ulang terus

dengan dilakukan sendiri ataupun meminta bantuan orang lain until

mendengarkan dan mengoreksi.

c. Metode tartil, yaitu bentuk pengucapan yang baik sesuai dengan aturan tajwid

mengenai penyebutan hurufnya, kalimatnya, berhenti (waqaf) dan yang

lainnya.

Menurut Raghib As-Sirjani (2008:79-82) ada beberapa cara yang dapat

dilakukan dalam metode muroja’ah, antara lain:

a. Memperbanyak membaca Al Qur’an secara rutin dan berulang-ulang. Ini akan

memindahkan surat-surat yang telah dihafal dari otak kiri ke otak kanan. Otak

kanan dapat menjaga ingatan yang telah dihafal dalam waktu yang cukup

lama. Karena itu membaca sangat efektif dalam rangka mematangkan dan

menguatkan hafalan.

Page 38: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

26

b. Sering mendengarkan kaset yang berisi ayat-ayat Al Qur’an yang telah

dihafal. Sebab dengan cara ini akan menambah kekuatan dan kematangan

hafalan.

c. Melakukan shalat secara khusyuk dengan membaca ayat-ayat (surat) yang

telah dihafal.

d. Dalam muroja’ah, wajib bagi hafidz untuk melagukan (membaguskan sesuai

kaidah) bacaan. Tujuannya ialah untuk mencegah kebosanan dan

memantapkan hafalan. Selain itu, lisan akan terbiasa dengan suatu senandung

tertentu serta akan diketahui secara langsung adanya kesalahan ketika terjadi

kerancuan pada wazan bacaan dan senandung yang dipakai untuk membaca

ayat Al Qur’an.

e. Mengikuti perlombaan menghafal Al Qur’an merupakan sarana yang paling

efektif untuk menguatkan dan mematangkan hafalan. Pada dasarnya, manusia

akan berusaha lebih sempurna dan lebih baik kalau ada ujian. Ia juga akan

mempercepat hafalan dan bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu jika

pelaksanaan ujian sudah ditentukan.

Jika ditinjau dari beberapa pendapat tentang pengertian dan beberapa metode

dalam pembelajaran tahfizhul Qur’an diatas, maka metode-metode tersebut sangat

cocok untuk dipraktikkan oleh para pendidik ataupun para penghafal. Terlebih lagi

sangat cocok bagi anak-anak usia dini. Maka boleh disimpulkan, jika unsur-unsur

dari metode-metode tersebut adalah unsur terkuat dari metode tahfizhul Qur’an.

Page 39: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

27

C. Tahfidz Al Qur’an

1. Definisi Al Qur’an

Menurut Al Qathan (2006:16) Qara’a memiliki arti mengumpulkan dan

menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan

lainnya dalam satu ungkapan kata yang teratur. Al Qur’an asalnya sama dengan

qira’ah, yaitu akar kata (masdar-infinitif) dari qara’a, qira’atan waqur’anan. Allah

menjelaskan dalam surat Al Qiyamah ayat 17-18:

Artinya, “Sesungguhnya atas tanggungankamilah mengumpulkannya (didadamu) dan

(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya

Maka ikutilah bacaannya itu.”

2. Definisi Menghafal Al Qur’an

Dalam bahasa Arab menghafal yang berasal dari kata khafidz, yahfadzu,

khifdzon yang berarti menjaga, memelihara, melindungi. Sedang yang dimaksud

menghafal Al Qur’an adalah aktifitas mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki

dengan sadar dan sungguh-sungguh.

3. Hukum Menghafal Al Qur’an

Menghafal Al Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah. Ini berarti bahwa

orang yang menghafal Al Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga

Page 40: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

28

tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-

ayat suci Al Qur’an. Jika kewajiban ini telah terpenuhi oleh sejumlah orang (yang

mencapai tingkat mutawatir) maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang lainnya.

Sebaliknya jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan

menanggung dosanya.

Hal ini ditegaskan oleh Imam Abdul Abbas pada kitabnya As Syafi dalam

menafsirkan firman Allah: surat Al Qamar ayat 17

Artinya, “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, Maka

adakah orang yang mengambil pelajaran.”

4. Faedah Terpenting dari Menghafal Al Quran

a. Kebahagiaan di dunia dan akhirat

b. Sakinah (tenteram jiwanya)

c. Tajam ingatan dan bersih intuisinya

Firman Allah SWT: surat Al Isra’ 82

Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar

dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah

menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”

Page 41: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

29

d. Bahtera ilmu

Khazanah ulumul Qur’an (ilmu-ilmu Al Qur’an) dan kandungannya akan

banyak sekali terekam dan melekat dengan kuat ke dalam benak orang yang

menghafalkannya.

e. Memiliki identitas yang baik dan berperilaku jujur

Seorang yang hafal Al Qur’an sudah selayaknya bahkan menjadi suatu

kewajiban untuk berperilaku jujur dan berjiwa Qur’ani. Identitas demikian

akan selalu terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan

teguran dari ayat-ayat Al Qur’an yang selalu dibacanya.

f. Fasih dalam berbicara

Orang yang banyak membaca atau menghafal Al Qur’an akan membentuk

ucapannya tepat dan dapat mengeluarkan fonetik Arab pada landasannya

secara alami.

g. Memiliki doa yang mustajab

5. Kesiapan Dasar Menghafal Al Qur’an

Problematika yang dihadapi oleh para penghafal Al Qur’an itu secara garis

besarnya dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Menghafal itu susah

b. Ayat-ayat yang dihafal lupa lagi

c. Banyaknya ayat-ayat yang serupa

Page 42: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

30

d. Gangguan-gangguan kejiwaan

e. Gangguan-gangguan lingkungan

f. Banyaknya kesibukan, dan lain-lain

6. Syarat-Syarat Menghafal Al Qur’an

a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan permasalahan-

permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya

b. Niat yang ikhlas

c. Memiliki keteguhan dan kesabaran

d. Istiqamah

e. Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela

f. Izin orang tau, wali atau suami

g. Mampu membaca dengan baik

7. Faktor-Faktor Pendukung Menghafal Al Qur’an

a. Usia yang ideal

b. Manajemen waktu

c. Tempat menghafal

d. Strategi menghafal Al Qur’an

Page 43: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

31

Untuk mempermudah ingatan dalam menghafal ayat-ayat Al Qur’an maka

diperlukan strategi menghafal yang baik, sebagai berikut:

1) Strategi pengulangan ganda

2) Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal

benar-benar hafal

3) Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah

setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya

4) Menggunakan satu jenis mushaf

5) Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya

6) Memperhatikan ayat-ayat yang serupa

7) Disetorkan pada seorang pengampu

e. Membuat target hafalan

f. Pelekatan hafalan

Diantara beberapa kendala yang menyebabkan hancurnya hafalan itu antara

lain ialah:

1) Karena pelekatan hafalan itu belum mencapai kemapanan

2) Masuknya hafalan-hafalan lain yang serupa, atau informasi-informasi lain

dalam banyak hal melepaskan berbagai hafalan yang telah dimiliki

3) Perasaan tertentu yang terkristal dalam jiwa, seperti rasa takut, skpetis,

guncangan jiwa atau sakit syaraf yang semuanya akan mengubah persepsi

seseorang terhadap sesuatu yang telah dimilikinya

Page 44: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

32

4) Kesibukan yang terus-menerus, tenaga dan waktu sehingga tanpa disadari

telah mengabaikan upaya untuk memelihara hafalannya

5) Malas yang tak berasalan, yang justru sering menghinggapi jiwa seseorang

D. Problematika Pembelajaran Tahfizhul Qur’an dan Solusinya

Menghafal Al Qur’an sudah semestinya melewati sebuah ujian dan cobaan

yang akan membedakan pencapaian satu orang dengan yang lainnya dan menentukan

hasil akhir yang diraih oleh masing-masing dari anak didik. Jika mereka mampu

melewati hambatan ini, maka kesuksesan menjadi haknya. Dan belaku sebaliknya,

mereka akan mengalami kegagalan jika tidak mampu melewatinya.

Menurut Abdul Hafidz Abdul Qadir (2009:69-72), ada tiga hambatan atau

problem yang sering terjadi dirasakan oleh para penghadal Al Qur’an:

1. Malas, tidak sabar dan putus asa.

Jika kemasalan adalah hal yang sulit untuk dihindari bagi seorang penghafal

maka dia harus segera menyadari hal itu dan berusaha untuk

meminimalisirnya. Jika rasa malas muncul, maka dia harus segera ingat akan

keadaan buruk yang akan menimpanya dan berdoa mohon kepada Allah agar

dihilangkan rasa malas tersebut. Kemudian mencari momen terdekat dan

tercepat untuk memulai rutinitasnya lagi dan meninggalkan kemalasan dalam

dirinya.

Page 45: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

33

2. Tidak bisa mengatur waktu.

Dalam sehari semalam ada 24 jam. Jumlah ini berlaku untuk semua orang.

Mau tidak mau setiap orang harus menjalaninya selama itu. Dalam segala hal,

terkhusus jika kaitannya dengan menghafal Al Qur’an, waktu yang telah

ditentukan tersebut harus dioptimalkan. Seorang penghafal Al Qur’an dituntut

untuk lebih pandai mengatur waktu dalam menggunakannya.

3. Sering lupa

Untuk mengatasi hal ini, hal yang terpenting adalah bagaimana kita terus

berusaha menjaga hafalan tersebut. Tidak ada cara lain kecuali dengan banyak

muroja’ah. Sedikit yang perlu dibenahi adalah bagaimana cara seseorang

dalam menghafal. Apakah sudah bersungguh-sungguh atau belum? Apakah

sudah mencurahkan seluruh kemampuannya? Introspeksi diri mempunyai

peran yang sangat penting.

Page 46: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

34

BAB III

GAMBARAN UMUM SD PTQ AN NIDA SALATIGA

A. Gambaran Umum SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida

1. Letak Geografis

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor penting yang mendukung

perkembangan pendidikan dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan adalah lokasi

atau tempat yang strategis. Lokasi SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida terletak di Jl.

Jenderal Sudirman no 239, Ledok, Argomulyo, Salatiga. Selain mendirikan SD plus

tahfizhul Qur’an, Yayasan An Nida juga menyelenggarakan taman pendidikan kanak-

kanak/ RA An Nida. Dua lembaga pendidikan ini berlokasi ditempat yang sama.

Murid-murid yang bersekolah di SD Plus Tahfizhul Qur’an dan RA An Nida

tidak hanya berasal dari desa sekitar, tapi tersebar dari beberapa wilayah yang ada di

kota Salatiga. SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida berbatasan dengan:

a. Sebelah barat : jalan utama (Jl. Jenderal Sudirman)

b. Sebelah utara : perumahan warga

c. Sebelah timur : perumahan warga

d. Sebelah selatan: ruko dan perumahan warga

Page 47: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

35

2. Sejarah Singkat SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida

Lembaga Pendidikan Islam di mana pun berada selalu berupaya untuk

berbenah dan mengembangkan program maupun kelembagaan. Perubahan tersebut

diharapkan dapat memberikan pencerahan dan warna baru yang dapat memberikan

kontribusi bagi masyarakat luas. Berbekal dengan semangat untuk men-syiar-kan

Islam dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin serta mencetak genarasi

muda yang Islami, qurani dan mandiri.

Semangat perubahan ini menjadi penting untuk menjadi spirit gerakan

dakwah dan lembaga Islam di manapun berada. Mengingat masih banyaknya stigma

negatif terhadap pendidikan Islam khususnya di pesantren. Untuk menjawab

kehawatiran, ketakutan,, kegelisahan dan kecurigaan sebagian masyarakat, maka

diperlukan sebuah upaya komunikasi yang komprehensif dan menjawab masalah

tersebut dengan tindakan nyata. Salah satu upaya untuk menjawab kegamangan

tersebut adalah dengan melahirkan sistem dan branding kelembagaan yang integratif,

komunikatif dan solutif.

Pondok Pesantren An Nida yang berdiri sejak 1 Juni 1979 ini telah mengukir

sejarah keemasannya tersendiri. Tidak heran di masa dekade tertentu ketika kita

bicara tentang pondok pesantren di kota Salatiga, maka kita sedang membicarakan

Pondok Pesantren An Nida. Ponpes yang diprakarsai oleh KH. Ali As’ad (alm) dan

para kyai-kyai (alumni ma’ahid Kudus) ini telah melahirkan banyak alumni dari

lintas generasi yang telah tersebar di berbagai pelosok tanah air. Berbekal semangat

Page 48: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

36

untuk mengalirkan sumber kehidupan (agama) di kota Salatiga, KH. Ali As’ad (Alm)

dengan dana pribadi dan bantuan para dermawan, mendirikan Ponpes An Nida.

Berlandaskan sekilas histori tersebut, maka perlu diupayakan agar keadaan

Ponpes An Nida yang sedang mengalami fase transisi ini dapat di-up grade kembali

menjadi sebuah lembaga yang jauh lebih baik dan menjadi inspirasi banyak orang.

Dengan dukungan berbagai pihak, baik pengurus yayasan, alumni dan masyarakat

yang peduli dengan Ponpes An Nida, maka pada tanggal 01 Februari 2013 di sepakati

tentang pembenahan struktur kelembagaan dan pendirian embrio Sekolah Dasar

Plus Tahfizhul Quran (SD PTQ) An Nida dengan branding Qurani – Terampil -

Mandiri dan motto “ Building Future Quranic Generation”.

Sekolah Dasar Plus Tahfizhul Quran yang disingkat (SD PTQ) An Nida

ini didesain dengan sistem boarding (pondok pesantren). Dimana peserta didik yang

masuk di dalamnya diwajibkan untuk tinggal di pesantren. Model ini diadaptasi dari

beberapa lembaga sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah yang berbasis Al-Quran

(tahfizhul Quran) dari berbagai daerah. Diharapkan dengan berdirinya sekolah

tersebut dapat memberikan tambahan pilihan masyarakat dalam memilih lembaga

pendidikan yang unik, memiliki nilai plus dan berbasis Al Quran bagi anak mereka.

Di samping tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan kebesaran dan khittoh

Ponpes An Nida sebagai pengalir sumber kehidupan (agama) sebagaimana spirit yang

dibawa oleh KH. Ali As’ad (Alm). Adapun visi dan misi SD PTQ An Nida, sebagai

berikut:

Page 49: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

37

3. Visi dan Misi

Visi

Menjadi role model Sekolah Dasar Plus Tahfidzul Qur’an dalam melahirkan

huffadz Al Qur’an anak-anak yang berjiwa qur’ani, terampil, dan mandiri.

Misi

a) Melahirkan huffadz Al Qur’an anak-anak yang berkepribadian Qur’ani,

terampil, dan mandiri.

b) Menciptakan suasana Qur’ani baik lingkungan sekolah pesantren maupun

rumah.

c) Membina kemandirian dan ketrampilan siswa sesuai potensinya masing-

masing.

d) Menjalin hubungan yang sinergi antara lembaga dengan orang tua dan

stakeholder pendidikan.

e) Mengelola potensi siswa dan orang tua serta guru dalam menyiapkan generasi

Qur’ani yang rabbani dan mandiri.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah profil SD Plus Tahfizhul Qur’an Annida

Salatiga:

Nama sekolah : SD Plus Tahfizhul Qur’an Annida

NSS : -

Status : Swasta

Page 50: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

38

Akreditasi : -

Tahun didirikan : 2013

Tahun beroperasi : 2013

Alamat sekolah : Jl. Jenderal Sudirman No. 239

Desa/ kelurahan : Ledok

Kecamatan : Argomulyo

Kabupaten/ kota : Salatiga

Kode Pos : 50732

Provinsi : Jawa Tengah

Kepemilikan tanah : Hak guna pakai

Luas tanah : -

Luas bangunan : -

4. Struktur Organisasi Sekolah

Untuk mencapai tujuan yang optimal dalam melaksanakan pendidikan

diperlukan organisasi yang baik. Organisasi dalam arti yang luas adalah badan yang

mengatur segala urusan untuk mencapai tujuan, maka diperlukan keerjasama dalam

organisasi. Adapun struktur organisasi SD Plus Tahfizhul Qur’an Annida Salatiga

adalah sebagai berikut:

Page 51: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

39

Struktur Kepengurusan Pimpinan dan Staff

SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga

Tahun Ajaran 2015/2016

1. Ketua Yayasan : M. Syarifudin

2. Konsultan pendidikan : Imam Mas Arum, M.Pd.

3. Ketua komite : M. Unang Eko. Y

4. Kepala sekolah : Aswad Aduali Humad Alhalim, SE. SY. Al Hafidz

5. Wakasarpras : Fariul Ibnu Huda, S. Sy

6. Waka kurikulum : Anik Yulianti, S.Pd.

7. Waka kesiswaan : Nur Hasanah, S.Pd.I.

8. KTU : Fitri Nur A., S.Pd.I.

9. Bendahara : Nur Hidayah, S.Pd.I.

5. Keadaan Guru dan Karyawan

Keadaan guru dan karyawan di SD Plus Tahfidzul Qur’an Annida Salatiga

berjumlah 18 orang, terdiri dari 1 kepala sekolah, 14 tenaga pendidik yakni 6 guru

mapel sekaligus wali kelas, 6 guru tahfidz, 1 guru olahraga, 1 guru PAI. 2 staf

administrasi yakni 1 ketua TU dan 1 bendahara. Kemudian ada 1 karyawan yang

bertugas menjadi staf kebersihan di SD Plus Tahfidzul Qur’an Annida Salatiga.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 52: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

40

Tabel 3.1 data guru, staf, dan karywan SD Plus Tahfidzul Qur’an Annida

Salatiga

No Guru/ Jabatan Jumlah Keterangan

1. Aswad A. H. A, SE. SY. Al Hafidz 1 Kepala Sekolah

2. Nurkhayati, S.Pd.I.

6

Wali Kelas 1A

3. Anik Yulianti, S.Pd. Wali Kelas 1B

4. Isna Wali Kelas 2A

5. Nur Khasanah, S.Pd.I Wali Kelas 2B

6. Nur Hasanah, S.Pd.I Wali Kelas 3

7. Yeni Purnamasari, S.Pd.I

(Sementara)

Wali Kelas 4

8. Rosi Diana Ma’rufah

6

Guru Tahfidz 1A

9. Wiga Serliati, S.Pd.I Guru Tahfidz 1B

10. Nurul Hikmah, S.Pd.I Guru Tahfidz 2A

11. Anam Guru Tahfidz 2B

12. Mir’atul Azizah Guru Tahfidz 3

13. M. Anas Muttaqin, S.Pd.I Guru Tahfidz 4

14. Yeni Purnamasari, S.Pd.I 1 Guru PAI

15. Miftahuddin 1 Guru Olahraga

16. Fitri Nuraf’idati, S.Pd.I. 1 Administrasi/ KTU

Page 53: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

41

17. Nur Hidayah, S.Pd.I. 1 Bendahara

18. Joko 1 Karyawan

Jumlah total 18

6. Keadaan Siswa

a. Jumlah Siswa

Dari tahun 2013 hingga sekarang, SD Plus Tahfidzul Qur’an Annida Salatiga

mempunyai 138 siswa yang terbagi dalam 4 kelas.

Tabel 3.2 data statistik siswa SD Plus Tahfidzul Qur’an Annida Salatiga

Kelas Jumlah Keterangan

Laki-laki Perempuan

I 53 24 29

II 44 24 20

III 23 14 9

IV 18 8 10

Jumlah 138 70 68

Jumlah siswa kelas satu adalah 53 siswa, terdiri dari 24 siswa laki-laki dan 29

siswa perempuan. Jumlah siswa kelas dua adalah 44 siswa, terdiri dari 24 siswa laki-

Page 54: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

42

laki dan 20 siswa perempuan. Jumlah siswa kelas tiga adalah 23 siswa, terdiri dari 14

siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Jumlah siswa kelas empat adalah 18 siswa,

terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.

b. Prestasi siswa SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga

Sebagai wujud kerja keras para penyelenggara pendidikan pada SD Plus

Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga, dapat diukur antara lain melalui berbagai

keberhasilan dalam berbagai kegiatan perlombaan seperti lomba tahfidz, lomba

tilawah, dan juga lomba pidato. Prestasi yang ditorehkan oleh siswa-siswi SD Plus

Tahfizhul Qur’an An Nida juga sudah cukup membanggakan. Berikut beberapa daftar

prestasi siswa-siswi SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida:

1. Juara 1 Lomba Tahfidz Juz 30 Festival Anak Sholeh Indonesia

2. Juara 1 Lomba Tartil tingkat SD/MI Putri MTQ Pelajar dan Umum Kota

Salatiga

3. Juara 3 Lomba Tartil tingkat SD/MI Putri MTQ Pelajar dan Umum Kota

Salatiga

4. Juara 1 Lomba Tahfidz Pentas PAI Tingkat Kota Salatiga

7. Program Unggulan Sekolah

SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga mempunyai beberapa program

unggulan yang mungkin tidak ditemui di sekolah dasar yang lain. Dan ini yang

menjadikan nilai plus di sekolah ini. Program-program tersebut adalah:

Page 55: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

43

a. Tahsin, tadarus, menghafal dan khataman Al-Qur’an.

b. Menghafal hadits dan do’a-do’a pendek.

c. Praktikum ibadah (shalat, haji, dsb.)

d. Kunjungan RKS (Religi-Keilmuwan-Sosial).

e. Pembiasaan praktik 4 bahasa (Indonesia, Jawa, Inggris, dan Arab).

f. Tidak ada PR (Pekerjaan Rumah) untuk siswa.

g. Closing Pembelajaran setiap akhir pembelajaran kelas.

h. Buku rekam prestasi dan pembelajaran harian dari guru untuk orangtua/

pengasuh

8. Out-put (Target Pendidikan)

Dari program-program unggulan yang sudah disebutkan diatas, diharapkan

bisa memberikan output yang baik. Beberapa output yang ditargetkan dari program-

program unggulan diatas adalah:

a. Siswa memiliki kepribadian Qur’ani, Terampil, dan Mandiri.

b. Siswa memiliki hafalan Al-Qur’an 5-10 juz sampai lulus.

c. Siswa memiliki hafalan 100 hadits pilihan.

d. Siswa meiliki keterampilan bahasa pasif-aktif (bahasa Indonesia, Jawa,

Inggris, Arab)

e. Siswa memiliki keterampilan soft-skill sesuai potensinya.

f. Siswa meiliki jiwa kemandirian dan kepemimpinan.

Page 56: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

44

9. Model Pembelajaran

Proses pembelajaran didesain dengan model pembelajaran berbasis Quantum

Teaching dan Multiple Intelligence. Quantum teaching adalah pendekatan proses

belajar yang dapat memunculkan kemampuan dan bakat alamiah siswa dalam

membangun proses pembelajaran yang efektif (Porter, 2005:3). Model pembelajaran

Quantum teaching menekankan pada teknik meningkatkan kemampuan diri dan

proses penyadaran akan potensi yang dimiliki. Sedangkan multiple intelligence

adalah istilah atau teori dalam kajian tentang ilmu kecerdasan yang memiliki arti

“kecerdasan ganda” atau “kecerdasan majemuk”. Teori ini ditemukan dan

dikembangkan oleh Howard Gardner.

Selain itu, siswa diwajibkan tinggal di pesantren. Akan tetapi masih terdapat

pengecualian untuk peraturan ini. Di tahun pertama-kedua siswa diberi kesempatan

untuk tidak tinggal di pondok apabila kondisi siswa belum memungkinkan dan akan

diberikan jadwal khusus untuk pendalaman dan penguasaan Al-Qur’an dan

menghafal. Untuk sekarangini , siswa-siswa kelas 4 yang menjadi kelas tertinggi di

SD PTQ An Nida Salatiga sudah tinggal di asrama untuk melaksanakan pembelajaran

yang lebih efektif.

10. Ekstrakurikuler

SD PTQ An Nida Salatiga selain menekankan pada pembelajaran Al Qur’an

juga tetap memafasilitasi kegiatan yang bersifat bakat minat. Beberapa kegiatan

ekstrakurikuler yang terdapat di sekolah ini adalah:

Page 57: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

45

a. Renang

b. Bela diri(Wushu)

c. Qiro’ah (tilawatil qur’an)

d. Outing class

e. Khitobah (pidato)

f. Sepatu roda.

Selain itu Ada aktivitas wajib bagi siswa dan siswi SD Plus Tahfidzul An

Nida Salatiga yang mungkin belum banyak dari sekolah-sekolah lain lakukan

sebelum pelajaran umum dimulai, yaitu Shalat Dhuha bersama. Shalat Dhuha

bersama dilaksanakan pertama setiap hari sebelum pelajaran lainnya dimulai.

Diharapkan dengan diawalinya setiap hari dengan shalat dhuha, ilmu yang akan

dipelajari menjadi lebih berkah dan bermanfaat. Dalam kegiatan shalat ini diharapkan

bisa menjadi sarana muroja'ah hafalan-hafalan yang telah ada. Bukan hanya di

sekolah saja, harapannya murid-murid pun terbiasa melaksakan rutinitas dhuha

tersebut di rumahnya masing-masing.

11. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangatlah mutlak diperlukan dalam proses belajar

mengajar untuk menunjang pembelajaran. Karena sarana dan prasarana banyak

membantu dan memperlancar jalannya pendidikan serta meningkatkan mutu dan

kualitas sekolah yang bersangkutan tentu saja digunakan sesuai dengan keadaan dan

situasi sekolah yang bersangkutan.

Page 58: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

46

Sarana dan prasarana atau fasilitas yang dimiliki dalam konteks ini adalah

segala sesuatu yang tersedia sebagai pelengkap aktivitas pendidikan di SD Plus

Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga. Sarana dan prasarana dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Sarana dan prasarana di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga

No Sarana dan prasarana Jumlah

1 Ruang Kepala Sekolah 1 ruang

2 Ruang Guru 1 ruang

3 Ruang Teori/Kelas 6 ruang

4 Ruang Bimbingan Konseling 1 ruang

5 Perpustakaan 1 ruang

6 Kamar mandi/WC Guru Laki-laki 1 ruang

7 Kamar mandi/WC Guru Perempuan 1 ruang

8 Kamar mandi/WC Siswa Laki-laki 2 ruang

9 Kamar mandi/WC Siswa Perempuan 2 ruang

10 Aula 1 ruang

11 Ruang Praktik Kerja 1 ruang

12 Ruang TU 1 ruang

13 Gudang 1 ruang

14 Ruang Ibadah 1 ruang

Sumber: Dokumentasi SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga

Page 59: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

47

Sarana dan prasarana perlengkapan sekolah antara lain ditampilkan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Sarana dan Prasarana SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga

No Jenis Barang Jumlah

1 Komputer TU 2 unit

2 Printer TU 1 unit

3 Scanner 1 unit

4 Digital Camera 1 unit

5 Server 1 unit

6 Filling Cabinet 1 unit

7 Meja TU 3 unit

8 Kursi TU 3 unit

9 Meja Guru 6 unit

10 Kursi Guru 6 unit

11 Papan Tulis 6 unit

12 LCD 1 unit

13 Meja Siswa 150 unit

14 Kursi Siswa 150 unit

Page 60: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

48

12. Kegiatan Pembelajaran

SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga berdiri pada tahun 2013, hingga

saat ini belum meluluskan angkatan pertama karena kelas tertinggi pada SD ini

adalah kelas 4. SD PTQ An Nida menggunakan konsep full day school, dengan

pembagian kegiatan belajar sebagai berikut:

a. Pembelajaran di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga bersistem full

day school. Sehingga dilaksanakan pada pagi hari, yaitu dimulai dari pukul

07.00 pagi sampai dengan pukul 16.00 wib.

b. Waktu belajar selama 5 (lima) hari dalam seminggu (Senin s/d Jum’at),

kecuali hari libur Nasional dan atau hari libur khusus yang ditentukan sekolah.

c. Untuk pelajaran Tahfizhul Qur’an mulai diajarkan dari kelas I hingga kelas IV

dan masing-masing mempunyai porsi 2 jam pelajaran setiap harinya. Setiap

akan dimulai pembelajaran selalu dimulai dengan muroja’ah ayat-ayat Al

Quran baru kemudian diselingi pelajaran tematik, setelah itu akan ada

pelajaran tahfizhul Qur’an lagi.

d. Setiap siswa wajib menyapa/memberi salam saat bertemu Kepala Sekolah,

Guru, Pegawai dan siswa lain di dalam dan diluar lingkungan sekolah.

e. Siswa yang berhalangan hadir wajib memberi surat ijin dari orang tua/wali

murid.

Page 61: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

49

f. Selama jam istirahat siswa harus berada di lingkungan sekolah, dan segera

masuk kelas bila bel masuk dibunyikan.

g. Ikut menjaga sarana prasarana sekolah, kebersihan, keindahan,

ketertiban keamanan, kesehatan, dan kekeluargaan.

h. Melapor kepada kepala sekolah, guru, guru piket, atau petugas keamanan

sekolah apabila merasa atau mengetahui ada gejala/peristiwa permusuhan,

perkelahian, perusakan, pencemaran nama baik, serta gangguan keamanan

dan ketertiban lainnya

i. Setelah bel pulang berbunyi, siswa diwajibkan langsung pulang ke rumah

masing-masing, kecuali mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau

melaksanakan piket kebersihan atau ada kegiatan lain dari sekolah dengan

sepengetahuan orang tua, guru atau petugas sekolah.

B. Profil Responden

Berikut adalah profil singkat para responden yang membantu penulis dalam

mengumpulkan informasi sebanyak-banyak terkait problematika proses pembelajaran

tahfizhul Qur’an di SD PTQ An Nida Salatiga.

Dari guru:

a. Rosi Diana Ma’rufah (RDM)

Salah satu guru tahfidz di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga. beliau

mengampu kelas 1A. beliau adalah guru wiyata bakti yang baru 3 bulan

mengajar tahfidz di SD PTQ An Nida.

Page 62: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

50

b. Nurul Hikmah, S.Pd.I (NH)

Beliau juga guru tahfidz di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga.

beliau mengampu kelas 2A. beliau mengajar di SD ini dari tahun 2014.

c. M. Anas Muttaqin, S.Pd.I

Beliau guru tahfidz SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga. beliau

mengampu kelas 4. Kelas tertinggi di sekolah ini. Beliau adalah salah satu

guru yang sudah mengajar dari sejak SD ini berdiri.

Dari orang tua:

a. Tri Joko (TJ)

Beliau adalah orang tua dari Athar, yakni siswa kelas 4 yang berasal dari

Suruh, Kab. Semarang. Athar adalah salah satu dari beberapa anak yang

dulunya pindahan dari SD Negeri pada saat kelas 3.

b. Imam Fauzi (IF)

Beliau adalah orang tua dari Anas, yang juga siswa kelas 4 yang berasal dari

Tegalwaton. Anas salah satu anak yang berprestasi hingga tingkat provinsi di

bidang tahfizhul Qur’an.

Page 63: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul

Qur’an An-Nida Salatiga

1. Waktu Belajar

Dengan konsep full day school dan juga asrama (bagi beberapa anak)

pembelajaran di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida hanya 5 hari saja, dari hari senin

hingga jumat. Untuk waktu pembelajaran dari kelas 1 hingga 4 mempunyai jadwal

yang sama yakni:

Kelas : 1 - 4

Senin-Jumat : jam 07.00-16.00

Sabtu : libur

Untuk pelajaran Tahfizhul Qur’an mulai diajarkan dari kelas I hingga kelas IV

dan masing-masing hanya 1 jam setiap harinya. Hal ini dikarenakan banyaknya

materi-materi pelajaran yang juga harus disampaikan sedangkan waktunya sangat

terbatas. Akan tetapi di sela-sela kegiatan seperti sebelum memulai pembelajaran,

sebelum shalat dan sesudah shalat, juga sebelum pulang, siswa-siswa tetap

melakukan muroja’ah ayat-ayat Al Qur’an. Selain itu, siswa-siswa SD PTQ An-Nida

Page 64: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

52

juga diwajibkan untuk menghafal hadist dan doa sehari-hari. (Observasi dan

wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah sebagai guru tahfidz)

1. Tujuan Pembelajaran Tahfizhul Qur’an

Tujuan pembelajaran yang dilaksanakan SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida

Salatiga adalah sebagai berikut:

1. Supaya anak didik menjadi huffadz Al Qur’an yang berkepribadian Qur’ani,

terampil, dan mandiri.

2. Sebagai upaya menjujung tinggi sunnah Rasulullah SAW.

(Wawancara dengan Bapak Anas Muttaqin sebagai guru tahfidz)

2. Materi Pembelajaran Tahfizhul Qur’an

Materi pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida

Salatiga merupakan pengembangan materi yang diberikan oleh DIKNAS yaitu

pelajaran Al Qur’an dan Hadist. Disini SD PTQ An-Nida banyak melakukan

modifikasi terkait dengan materi pelajaran dari DIKNAS, seperti melakukan

penambahan standar hafalan hadis, surat-surat, dan doa keseharian. Kemudian SD

PTQ An-Nida menyediakan jadwal dan waktu khusus untuk pelajaran tahfizhul

Qur’an dan hadist. Selain itu ada materi pendukung untuk tahfizhul Qur’an adalah:

Page 65: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

53

a. Baca Tulis Arab menggunakan buku Iqro’ dan Al Qur’an

b. Materi Tajwid

Untuk kelas 1 materi tahfizhul Qur’an yang diajarkan adalah untuk

menghafalkan juz 30. Jika juz 30 sudah hafal dan masih ada waktu, guru akan

melanjutkan membimbing ke setengah juz 29. Untuk kelas 2 materi dimulai dari juz 1

dan juz 2. Berlanjut ke kelas 3, materi hafalan naik ke juz 2 dan 3. Dan di kelas 4,

materi hafalan sampai di juz 4. Ini merupakan target yang ditetapkan pihak sekolah

untuk siswa-siswanya. (Wawancara dengan Bapak Anas Muttaqin sebagai guru

tahfidz)

3. Metode Pembelajaran Tahfizhul Qur’an

Dalam hal ini, ada beberapa metode yang digunakan oleh guru supaya

pembelajaran berlangsung dengan baik, yaitu:

a. Metode Wahdah (menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak

dihafal siswa)

b. Metode Tahsin (pembenahan bacaan yang dilakukan oleh guru tahfidz)

c. Metode Tazmi’ (mendengarkan bacaan siswa yang telah dihafal)

d. Metode Cerita (pemahaman ayat yang akan dihafal lewat cerita yang

berhubungan dengan ayat tersebut)

e. Metode Khitabah dan Sima’i (guru terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang

akan dihafal siswa di papan tulis, arab dan latin. Kemudian ayat-ayat tersebut

Page 66: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

54

dibacakan ke siswa dengan bacaan yang benar. Sedangkan siswa

mendengarkan ayat-ayat yang dibacakan kemudian bersama guru mengulang-

ulang ayat tersebut. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang

mempunyai dayat ingat ekstra, juga anak-anak yang masih dibawah umur

yang belum mengenal baca tulis Al Qur’an.

(Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah sebagai guru tahfidz)

Adapun kesimpulan dari pembelajaran tahfizhul Qur’an yang penulis lakukan

pada waktu penelitian adalah sebagai berikut:

a. Siswa disiapkan pada jam 7.10 setiap harinya. Mereka dibariskan di luar kelas

untuk melakukan muroja’ah sebelum pelajaran dimulai. Untuk siswa kelas 1

dan 2 muroja’ah surat-surat dari juz 30, sedangkan siswa kelas 3 dan 4

muroja’ah ayat yang kemarin sudah dihafalkan sebanyak 7 baris. Setelah itu

menyanyikan lagu nasional.

b. Pada jam 7.15 siswa-siwa masuk ke dalam kelas masing-masing. Kelas

dimulai dengan berdoa bersama dilanjutkan dengan shalat dhuha, dzikir dan

hafalan hadis dan doa sehari-hari. Kegiatan ini juga sekaligus untuk

muroja’ah menjaga hafalan anak-anak.

c. Setelah itu guru memberi tambahan ayat Al Qur’an 4-6 baris. Disambung oleh

materi BTA (Baca Tulis Arab) dan juga setoran hafalan ke guru tahfidz.

d. Setelah istirahat, baru dimulai pelajaran tematik dari 9.30-11.30. Setengah

jam sebelum shalat dhuhur, siswa juga dibiasakan mengulang/muroja’ah

Page 67: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

55

kembali hafalan ayat-ayat yang sudah ditambahkan tadi. Setelah shalat baru

siswa-siswa makan siang.

e. Pada jam 1-2 siang, di waktu ini biasanya diselipkan materi bahasa yakni

bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan bahasa Arab.

f. Setelah itu, selama satu jam anak-anak diwajibkan tidur siang.

g. Sebelum masuk shalat ashar, siswa-siswa juga kembali muroja’ah bersama.

Tidak semua anak bisa mengikuti kegiatan muroja’ah karena dari mereka

banyak yang masih bermain dan sebagainya.

h. Setelah rangkaian pembelajaran usai, baru siswa masuk ke kelas masing-

masing untuk menutup pelajaran bersama wali kelas masing-masing. Waktu

pembelajaran selesai pada jam 16.00. Akan tetapi, bagi anak-anak yang dirasa

belum lancar hafalannya, akan mendapat waktu tambahan muroja’ah hingga

pukul 16.40.

i. Bagi siswa-siswa yang tidak tinggal di asrama bisa pulang ke rumah masing-

masing, dan meneruskan muroja’ah dipantau oleh orang tua masing-masing.

berbeda dengan yang tinggal di asrama. Setiap habis maghrib, mereka akan

mendapat tambahan materi pembenahan tahsin, pembenahan tajwid dan juga

akan mendapat tambahan hafalan ayat. Kemudian setelah shalat shubuh

mereka juga ada muroja’ah kembali.

(Wawancara dengan Bapak Anas Muttaqin sebagai guru tahfidz)

Page 68: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

56

4. Problematika Pembelajaran Tahfidzul Qur’an di SD PTQ An-Nida

SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida merupakan lembaga pendidkan yang

masih dalam taraf pengembangan, ini tentunya masih banyak kekurangan dan

problem yang dihadapi dalam proses pelaksanaan belajar mengajar. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara serta pengamatan yang penulis lakukan, dapat disimpulkan

bahwa problematika pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-

Nida Salatiga adalah sebagai berikut:

a. Faktor peserta didik

Problem-problem yang dihadapi di SD PTQ An-Nida banyak yang berasal

dari siswa sendiri, seperti sebagai berikut:

1) Usia yang belum matang untuk dimasukkan ke sekolah dasar

2) Daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda

3) Faktor kemauan dari anak yang kurang

4) Belum bisa baca tulis Al Qur’an atau kurang lancar dalam membaca Al

Qur’an, bahkan ada yang masih tahap membaca buku Iqro’

5) Belum mengetahui cara menghafal yang baik dan benar

6) Tidak bisa mengatur waktu ketika menghafal dirumah

7) Sifat malas yang ada pada siswa

8) Ketika dirumah sering bergaul dengan anak-anak yang malas terutama

malas dalam menghafal Al Qur’an.

Page 69: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

57

(Observasi dan wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah sebagai guru

tahfidz)

b. Faktor tenaga pendidik

Tenaga pendidik untuk tahfidz sebenarnya sudah cukup karena masing-

masing kelas sudah mendapatkan 1 guru tahfidz. Akan tetapi akan lebih

maksimal jika 1 kelas bisa mendapatkan 2 guru tahfidz, untuk menangani

anak-anak dengan tingkatan yang berbeda. Selain itu, juga kurang tenaga

pendidik untuk BTQ. Untuk materi BTQ memang membutuhkan guru yang

yang lebih banyak, dikarenakan banyak anak yang masih perlu bimbingan

dalam BTQ. Kemampuan dalam BTQ juga akan mendukung siswa dalam

menghafal Al Qur’an.

c. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini berupa orang tua dan lingkungan dirumah. Beberapa

orang tua ada yang tidak begitu memperdulikan hafalan anaknya, sehingga

dirumah mereka tidak memantau atau membantu muroja’ah anak mereka,

sehingga apa yang didapat disekolah sering terlupakan. Selain itu lingkungan

dirumah yang berbeda-beda, teman bermain si anak yang tidak berasal dari

SD tahfidz, sehingga tidak mendukung si anak untuk mengulang hafalannya

dirumah.

Page 70: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

58

B. Analisis Data

Berdasarkan pada data-data yang dipaparkan sebelumnya, maka dibagian ini

akan dilaksanakan analisis data tentang problematika pembelajaran tahfizhul Qur’an

di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga. pembahasan bab ini adalah sebagai

berikut:

1. Problematika Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul

Qur’an An-Nida Salatiga

Hasil pembelajaran merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah

kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sudah berjalan sesuai dengan yang

direncanakan dan sudah tercapai tujuan dari pembelajaran atau belum. Hasil

pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida tahun ajaran

2015/2016 bisa dikatakan sudah baik, akan tetapi belum berhasil secara maksimal.

Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya problematika yang dihadapi. Diantaranya

adalah:

a. Faktor peserta didik.

Problem-problem yang dihadapi oleh siswa di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-

Nida dapat disebutkan sebagai berikut:

1) Usia yang belum matang untuk dimasukkan ke sekolah dasar. Banyak murid-

murid yang masih dibawah standar umur yang ditetapkan pemerintah sudah

Page 71: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

59

masuk ke SD ini. Jadi untuk mengikuti semua kegiatan pembelajaran belum

bisa maksimal. Mereka masih suka bermain, dan belum bisa dipaksa atau

disuruh untuk diam mengikuti proses pembelajaran.

2) Daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda. Tidak dapat

dipungkiri jika masing-masing anak mempunyai daya tangkap yang berbeda-

beda. Jika anak itu mempunyai daya tangkap yang bagus, pasti dengan cepat

akan bisa menghafal dan mengikuti kegiatan tahfizhul Qur’an dengan baik.

Akan tetapi berbeda dengan anak yang mempunyai daya tangkap yang

kurang, mereka membutuhkan bimbingan khusus dari guru dan juga agak

lambat dalam menghafal.

3) Faktor kemauan dari anak yang kurang. Banyak juga anak yang masuk

sekolah tahfidz bukan karena kemauan mereka, tapi dari kemauan orang tua.

Jika dari awal mereka sudah terpaksa, biasanya banyak yang masih enggan

mengikuti kegiatan tahfizhul Qur’an dan ini berdampak kurang baik pada

penguasaan hafalan mereka.

4) Belum bisa baca tulis Al Qur’an. Salah satu masalah yang cukup signifikan di

sekolah ini. Dikarenakan banyak dari siswa yang belum bisa baca tulis Al

Qur’an. Bahkan untuk kelas 4 pun banyak yang belum bisa. Pastinya ini akan

menghambat siswa dalam menghafal Al Qur’an, mereka tidak bisa mandiri

menghafalnya, dan selalu membutuhkan bantuan guru. Selain itu kurang

lancar dalam membaca Al Qur’an, bahkan ada yang masih tahap membaca

Page 72: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

60

buku Iqro’. Banyak yang belum mampu membedakan yang mana harus

dibaca pendek dan yang mana yang panjang, juga belum bisa tahsin

(membaguskan bacaan) dengan baik.

5) Belum mengetahui cara menghafal yang baik dan benar. Sehingga menghafal

empat ayat saja merasa sangat sulit dan akhirnya lambat dalam mengejar

target hafalan.

6) Tidak bisa mengatur waktu ketika menghafal dirumah. Sehingga

menyebabkan sebagian siswa bingung untuk apa waktu yang luang tersebut.

Akhirnya mereka gunakan untuk kegiatan lain yang kurang bermanfaat.

7) Sifat malas yang ada pada siswa. Ini dapat diketahui dari siswa-siswa yang

memilih bermain atau tidak tidak mau mengikuti kegiatan muroja’ah tahfidz.

8) Ketika dirumah sering bergaul dengan anak-anak yang malas terutama malas

dalam menghafal Al Qur’an. Teman sangat berpengaruh terhadap

perkembangan kepribadian seseorang. Jika temannya baik, maka ia akan ikut

baik pula. Maka sebaliknya jika temannya itu tidak baik atau malas ia akan

terpengaruh akan keburukan teman tersebut.

b. Faktor tenaga pendidik

Guru merupakan komponen pendidikan yang tidak dapat terpisahkan dalam

dunia pendidikan. Kegiatan belajar mengajar akan dapat mencapai hasil yang

maksimal jika ditangani oleh para tenaga pendidik secara professional dan sesuai

Page 73: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

61

dengan bidangnya masing-masing. Di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga,

satu kelas hanya diampu oleh satu guru tahfidz yang itu menunjukka bahwa kurang

maksimal untuk mengontrol hafalan siswa karena tingkatan siswa yang berbeda-beda.

Selain itu kurangnya guru yang mengampu materi BTQ akan menghambat

siswa-siswa dalam menghafal Al Qur’an. Karena banyak siswa yang membutuhkan

bimbingan khusus dalam materi ini, banyak dari mereka yang kurang lancar dalam

baca tulis Al Qur’an.

c. Faktor eksternal

Tidak dapat dipungkiri jika faktor luar juga mempunyai peran penting dalam

perkembangan anak. Bisa dilihat dari lingkungan terdekat anak yakni orang tua

mereka. Jika orang tua mereka perhatian dengan perkembangan anak, maka sampai

dirumah pun mereka akan memantau dan memandu anak mereka dalam muroja’ah

hafalan. Seperti yang dilakukan oleh Pak Tri Joko dan Pak Imam Fauzi, setelah shalat

maghrib mereka menyimak anak mereka muroja’ah ayat-ayat Al Qur’an, sehingga

hafalan si anak terjaga. Akan tetapi banyak juga orang tua yang tidak begitu

memperdulikan itu, sehingga sudah sampai dirumah mereka akan membebaskan anak

mereka melakukan hal lain yang kurang bermanfaat seperti menonton tv, main game,

dll.

Selain itu lingkungan rumah atau teman-teman dari si anak juga akan

berpengaruh. Jika lingkungan si anak banyak teman-teman yang berasal dari SD

Page 74: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

62

umum yang tidak ada materi tahfizhul Qur’an, mereka akan mudah mempengaruhi

untuk bermain. Sehingga waktu yang seharusnya bisa untuk muroja’ah terbuang

untuk hal yang kurang bermanfaat.

2. Solusi Problematika Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di SD Plus

Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga

Problematika yang ada di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida senantiasa

ditanggapi secara professional. Dalam hal ini kegiatan belajar mengajar pada tahun

ajaran 2015/2016 khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran tahfizhul Qur’an,

sedang dihadapkan pada beberapa permasalahan yang membutuhkan penanganan

secara serius. Adapun solusi dari problematika pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD

Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida adalah sebagai berikut:

a. Faktor peserta didik

Problem-problem yang dihadapi di SD PTQ An-Nida banyak yang berasal

dari siswa sendiri, seperti sebagai berikut:

1) Usia yang belum matang untuk dimasukkan ke sekolah dasar. Karena untuk

tahun-tahun sebelumnya memang belum memberlakukan seleksi kepada

siswanya, sehingga siswa yang masuk juga dari berbagai umur. Solusi untuk

hal ini, pihak sekolah untuk tahun depan bisa lebih menyeleksi siswa-siswa

yang akan sekolah di SD PTQ An-Nida. Agar siswa yang masuk adalah siswa

Page 75: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

63

yang benar-benar sudah siap dengan pembelajaran yang full day dan yang

mengedepankan hafalan Al Qur’an.

2) Daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda. Hal ini memang tidak

dapat dipungkiri, dan umur kadang tidak melulu menjadi penentu. Ada siswa

kelas 2 yang memang sudah lancar BTQ dan bisa mengikuti tahfihzul Qu’ran

dengan baik, tapi ada siswa kelas 4 yang masih belum lancar BTQ. Solusi

yang bisa diterapkan, salah satunya menambah tenaga pendidik sehingga para

guru bisa fokus membimbing beberapa anak yang butuh bimbingan khusus.

Sehingga anak dengan daya tangkap yang lemah paling tidak bisa mengejar

ketinggalan.

3) Faktor kemauan dari anak yang kurang. Orang tua bisa berperan lebih dalam

hal ini. Setiap dirumah, orang tua bisa memotivasi dan mengarahkan anak-

anak mereka bahwa menghafal Al Qur’an adalah suatu hal yang baik dan

sangat dianjurkan.

4) Belum bisa baca tulis Al Qur’an atau kurang lancar dalam membaca Al

Qur’an, bahkan ada yang masih tahap membaca buku Iqro’. Salah satu cara

untuk mengatasi ini adalah hendaknya seorang guru selalu membimbing

bacaan para peserta didik sebelum menghafal dengan memperhatikan tajwid

dan makhroj hurufnya. Selain itu siswa juga harus sering membaca Al Qur’an.

5) Belum mengetahui cara menghafal yang baik dan benar. Adapun kunci

kesuksesan agar seseorang bisa menghafal dengan benar dan baik adalah

Page 76: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

64

konsentrasi tidak terpengaruh dengan kondisi lingkungan sekitar dan

membagi surat yang panjang menjadi bagian yang kecil. Menghafal sedikit

demi sedikit dengan benar, daripada menghafal banyak ayat terus banyak

yang terlupa.

6) Tidak bisa mengatur waktu ketika menghafal dirumah. Maka dari itu orang

tualah yang yang tau persis akan kondisi anak kapan waktu-waktu bagi anak

tepat untuk menghafal atau muroja’ah. Oleh karena itu teladan yang orang tua

berikan sangat berpengaruh bagi keberhasilan anak.

7) Sifat malas yang ada pada siswa. Guru yang memang berperan dalam menjaga

mood anak-anak usia dini. Guru harus pintar-pintar menarik perhatian siswa

dan memotivasi siswa agar mau mengikuti tahfizhul Qur’an.

8) Ketika dirumah sering bergaul dengan anak-anak yang malas terutama malas

dalam menghafal Al Qur’an. Untuk mengatasi hal ini hendaknya guru dan

orang tua mengarahkan siswanya untuk bergabung dengan kelompok para

penghafal Al Qur’an tujuannya adalah supaya saling membantu dan saling

memberi motivasi dalam hal tahfizhul Qur’an.

b. Faktor tenaga pendidik

SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida dalam hal menanggulangi hal ini,

hendaknya menambah tenaga pendidik dan pengasuh lagi sehingga para guru

diharapkan bisa mengajar secara professional dan sesuai dengan bidangnya

Page 77: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

65

masing-masing. Para guru juga bisa lebih berkonsentrasi pada mata pelajaran

yang diampunya dan dapat menyampaikan materi secara efektif. Selain itu

siswa-siswa juga bisa lebih terkontrol dan bagi siswa-siswa yang masih

kurang, bisa mengejar ketinggalan. Akan lebih baik jika masing-masing guru

ini menjadi guru pembimbing bagi beberapa anak saja. Guru ini harus tahu

perkembangan anak-anak yang berada dalam bimbingannya. Kelebihannya,

bagi anak yang sudah baik hafalannya akan lebih terkontrol, dan bagi siswa

yang masih tertinggal bisa mengejar dibantu oleh guru pembimbing dan

teman-teman yang ada dikelompoknya.

c. Faktor eksternal

Solusi yang diambil adalah, hendaknya orang tua juga berperan dalam

membantu anak-anak dalam menjaga hafalan mereka. Dari pihak sekolah juga

sudah memberikan buku penghubung yang berguna sebagai jembatan antara

siswa dan orang tua mengetahui sejauh mana perkembangan anak mereka.

Orang tua harus memanfatkan itu guna kebaikan anak mereka. Pihak sekolah

terutama guru tahfidz bisa bertemu dengan masing-masing orang tua secara

berkala untuk menyampaikan perkembangan dan mengajak kerja sama para

orang tua agar memotivasi anak-anak mereka selama dirumah. Karena kerja

sama yang baik antar guru, siswa dan orang tua sangat diperlukan demi

tercipta pembelajaran yang efektif.

Page 78: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

66

BAB V

PENUTUP

C. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian, pembahasan dan pengelolaan data yang

diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi mengenai problematika

pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga, maka

kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran tahfidz Al Qur’an di SD PTQ An Nida sejauh ini sudah baik. Ini

dapat diketahui dari prestasi yang dicapai dan proses kegiatan yang

dilaksanakan oleh siswa dan guru yang selalau membimbing dan mendidik

kepada para siswa agar sesuai dengan tujuan SD PTQ An Nida. Selain itu

jadwal kegiatan yang ada disekolah ini memang berkonsentrasi pada hafalan

Al Qur’an, jadi jam untuk muroja’ah sudah cukup. Dari pagi sebelum

memulai pelajaran, setiap akan shalat, dan sebelum pulang pun, selalu ada

muroja’ah untuk menjaga hafalan siswa-siswa.

2. Kendala dan masalah dalam pembelajaran tahfizhul Qur’an di SD Plus

Tahfizhul Qur’an An Nida Salatiga, yaitu: a) Faktor peserta didik: Usia yang

belum matang untuk dimasukkan ke sekolah dasar, daya tangkap masing-

masing siswa yang berbeda-beda, faktor kemauan dari anak yang kurang,

Page 79: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

67

belum bisa baca tulis Al Qur’an atau kurang lancar dalam membaca Al

Qur’an, bahkan ada yang masih tahap membaca buku Iqro’, belum

mengetahui cara menghafal yang baik dan benar, tidak bisa mengatur waktu

ketika menghafal dirumah, sifat malas yang ada pada siswa, ketika dirumah

sering bergaul dengan anak-anak yang malas terutama malas dalam

menghafal Al Qur’an. b) Faktor tenaga pendidik yang kurang, c) Faktor

eksternal (orang tua dan lingkungan rumah).

3. Solusi dari kendala dan problem yang diberikan oleh penulis adalah: a) Faktor

peserta didik: 1. Melakukan seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan umur

yang telah ditentukan, 2. menambah tenaga pendidik untuk memberikan

bimbingan ke siswa yang membutuhkan, 3. Dirumah orang tua juga harus

memotivasi anak, 4. Guru membimbing bacaan siswa sebelum menghafal

dengan memperhatikan tajwid dan makhroj hurufnya dan siswa hendaknya

sering membaca Al Qur’an, 5. Guru hendaknya menanamkan pada diri anak

akan pahala yang Allah berikan kepada penghafal Al Qur’an, 6. Guru dan

orang tua menumbuhkan cinta anak terhadap Al Qur’an dengan memberikan

tauladan yang baik,7. Siswa dapat bergabung dengan kelompok penghafal Al

Qur’an supaya saling membantu dan memberi motivasi.

D. Saran-saran

Penulis akan sedikit memberikan saran dan usulan sebagai masukan dalam

pembelajaran tahfidz Al Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An Nida:

Page 80: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

68

1. Hendaknya para siswa selalu istiqomah dalam mengahafal dan memelihara Al

Qur’an yang telah didapat agar tercapai tujuan yang diinginkan yaitu hafal 30

juz dalam waktu yang tidak lama. Karena menjadi penghafal Al Qur’an

adalah sebaik-baiknya anjuran dari Rasulullah SAW. Selain itu Allah SWT

sangat memuliakan seseorang yang hafal kalam-kalamNya.

2. Perlunya pengambangan metode dalam pembelajaran tahfidz yaitu

menerapkan metode yang belum ada.

3. Guru dan orang tua memberikan teladan yang baik dengan selalu membaca Al

Qur’an dan muroja’ah hafalan.

4. Guru dan orang tua selalu memberi motivasi kepada siswa dalam menghafal

Al Qur’an.

5. Pihak sekolah juga harus senantiasa mengontrol pembelajaran yang berjalan

di sekolah, terkhusus dalam hal ini pembelajaran Tahfizhul Qur’an. Juga

meningkatkan fasilitas pendukung untuk memaksimalkan pembelajaran.

Page 81: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Ahmad. 2009. Metode Cepat Dan Efektif Menghafal Al-Qur’an.

Jogjakarta: Garailmu.

Abdul Qodir, A. Hafidz. 2009. Menghafal Al-Qur’an itu gampang!. Jogjakarta:

Mutiara Media.

Ad-Daib, Ibrahim. 2007. Proyek Anda Menjadi Pribadi Qur’ani. Jakarta: PT.

Nakhlah Pustaka.

Al-Kahiil, Abdul Ad-Daim. 2009. Cara Baru Menghafal Al-Qur’an. Klaten : Inas

Media.

Anis Ahmad Karzum. 2006. Nasehat kepada pembaca Al-Quran. Solo: Pustaka

Arafah.

Al-Qaradhawi, Yusuf. 2007. Menumbuhkan Cinta Kepada Al-Qur’an. Yogyakarta :

Mardhiyah Press

Ar-Rosyid, Haya dan Al-Fauzan Sholih bin Fauzan. 2007. Keajaiban Belajar Al-

Qur’an. Solo: Al-Qowam.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, Jakarta :

PT Rineka Cipta

As-Sirjani, Raghib dan Abdul Khaliq, Abdurrohman. 2008. Cara Cerdas Hafal Al-

Qur’an, Solo: PT Aqwam

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen agama. 1427 H. Al-Quran Tajwid dan terjemahnya. Bandung : PT

Syamil Cipta Media.

Dimyati, Mudjiono. 1999. Belajar dan pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta. Dina Y

Sulaeman. 2007. Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan paham Al-

Qur’an; Wonderful profile of Husein Tabataba’i. Depok. Pustaka IIman.

Jogiyanto HM. 2006. Filosofi, Pendekatan, Dan Penerapan Pembelajaran Metode

Kasus Untuk Dosen dan Mahasiswa, Yogyakarta : Penerbit Andi .99 100

Page 82: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

70

Min Firqotun Najiyah, Anida. 2005. Studi Kritis Menghafal Al-Qur’an di Pondok

Pesantren Nurul Qur’an Kaliputih Tempuran Magelang. Surakarta :

Universitas Muhammadiyah Pres

Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya.

Munawwir, AW. 1997. Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka

Progressif.

Qosim, Amjad. 2008. Hafal Al-Quran dalam Sebulan. Solo: Qiblat Press

Riyadh, Sa’ad. 2007. Kiat Praktis Mengajarkan Al-Qur’an pada Anak. Solo: Ziyad

Visi Media.

Riyadh, Sa’ad. 2009. Langkah Mudah Menggairahkan Anak Hafal Al-Qur’an.

Surakarta: Samudera

Rudi Hartono, 2006. Penerapan kurikulum dalam pembelajaran Tahfidzul Qur’an di

Madrasah Aliyah Tahfidzul Qur’an (MANQ) Isy Karima Pakel Gerdu

Karangpandan Karanganyar Jawa Tengah. Surakarta: Sebelas Maret

University Pres

Sudjana, Nana. 1998. Dasar-dasar proses Belajar mengaja, Bandung : Sinar baru.

Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Sugianto, Ilham Agus. 2004. : Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an, Surakarta :

Universitas muhammadiyah Surakarta Pres

Zamani, Zaki dan Maksum, M. Syukron. 2009. Menghafal Al-Qur’an itu Gampang!.

Yogyakarta: PT. Mutiara Media.

Page 83: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

71

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU TAHFIDZ

SD PLUS TAHFIZHUL QUR’AN AN NIDA SALATIGA

1. Sejak kelas berapa Tahfidzul Qur’an diajarkan di SD Plus Tahfizhul Qur’an

An-Nida Salatiga?

2. Berapa jamkah Tahfidzul Qur’an diajarkan dalam sepekan ?

3. Berapa jumlah guru Tahfidzul Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida

Salatiga?

4. Apa latar belakang pendidikan guru Tahfidzul Qur’an SD Plus Tahfizhul

Qur’an An-Nida Salatiga?

5. Apa tujuan dari pembelajaran Tahfidzul Qur’an di sekolah ini ?

6. Materi apa saja yang disampaikan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur’an?

7. Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran Tahfidzul Qur’an?

8. Problematika apakah yang anda temui dalam pembelajaran Tahfidzul Qur’an

di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-Nida Salatiga?

9. Lalu tindakan apa yang sudah anda lakukan untuk menyelesaikan

problematika tersebut?

10. Bagaimana anda mengevaluasi hasil belajar siswa?

Page 84: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

72

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN ORANG TUA MURID

SD PLUS TAHFIZHUL QUR’AN AN NIDA SALATIGA

1. Apa motivasi/alasan anda menyekolahkan putra anda di SD Annida?

2. Menurut anda program apa yang unggul di SD Annida?

3. Menurut pantauan anda sudah sampai mana hafalan putra anda?

4. Bentuk dukungan seperti apa yang anda berikan kepada putra andaa dalam

menghafal alqur’an?

5. Apakah dirumah anda juga membantu anak dalam menghafal alqur’an? Jika

iya, seperti apa? Jika tidak, mengapa?

6. Bagaimana proses pembelajaran tahfidz di SD Annida menurut pandangan

anda?

7. Apakah pihak sekolah selalu memberikan laporan terkait progres hafalan

putra anda?

8. Menurut anda apa saja masalah yang dihadapi putra anda dalam menghafal

alqur’an?

9. Kemudian usaha apa yang anda lakukan sebagai orang tua untuk mengatasi

masalah itu?

10. Metode menghafal seperti apa yang cocok diterapkan kepada putra anda?

11. Apa harapan anda ke depan terhadap putra anda?

12. Apa harapan anda terhadap sekolah tahfidz seperti SD Annida?

Page 85: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

73

CURRICULUM VITAE

Nama : Bob Zeussa

NIM : 111 09 152

Fakultas/ Jurusan : FTIK/ Pendidikan Agama Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Kab. Semarang, 28 Januari 1990

Alamat : Jl. Jenderal Sudirman No 239 Salatiga

Riwayat Pendidikan :

SD Derekan (1996-2002)

MTs Negeri Salatiga (2002-2005)

SMK Negeri 2 Salatiga (2005-2008)

IAIN Salatiga (2009-2016)

Page 86: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

74

Page 87: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

75

Page 88: PROBLEMATIKA PROSES BELAJAR MENGAJAR TAHFIDZ

76