prinsip dasar laser polier hiybrid

Upload: ki-joko-ora-bodho

Post on 20-Jul-2015

134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PRINSIP DASAR LASER POLIMER HIBRID

i

ii

SAHRUL HIDAYAT

PRINSIP DASAR LASER POLIMER HIBRID

UNPAD PRESS

iii

TIM

PENGARAH

Ganjar Kurnia Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno Memed Sueb

TIM

EDITOR

Wilson Nadeak (Koordinator), Tuhpawana P. Sendjaja Fatimah Djajasudarma, Benito A. Kurnani Denie Hariyadi, Wahya, Cece Sobarna Dian Indira

Judul Penulis Layout

: Prinsip Dasar Laser Polimer Hibrid : Sahrul Hidayat : Trisatya

UNPAD PRESS Copyright 2009 ISBN : 978-979-3985-73-7 iv

PENGANTAR

Polimer hibrid merupakan bahan yang mengandung unsur organik dan anorganik dalam satu molekul. Bahan ini memiliki kombinasi sifat unggul dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik memiliki keunggulan dalam proses fabrikasinya karena dapat dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan teknologi yang tidak terlalu mahal. Namun bahan tersebut memiliki kelemahan dalam hal kekuatan mekanik dan kestabilan termal. Sebaliknya bahan anorganik memiliki kelebihan dalam kekuatan mekanik dan kestabilan termal tetapi proses fabrikasinya cukup sulit dan mahal. Kombinasi kedua bahan tersebut memunculkan karaktersitik baru yang unik sehingga sangat menguntungkan untuk kepentingan aplikasi. Divais yang berbasiskan polimer hibrid dapat diproduksi dengan harga murah karena proses pembuatannya tidak membutuhkan teknologi vakum yang mahal, melainkan dengan teknik spin casting yang murah. Selain itu, divais yang dibuat dari polimer hibrid dapat bertahan lebih lama karena pada matriks polimer hibrid terdapat bahan anorganik yang memiliki stabilitas termal baik, resisten terhadap senyawa kimia, dan tahan terhadap pengaruh cuaca.

v

Buku ini menarik untuk dibaca karena mengungkapkan keunikan sifat optik dan fisis polimer hibrid, menguraikan tahap demi tahap proses sintesis polimer hibrid, dan menjelaskan aplikasi polimer hibrid sebagai bahan divais laser. Selain itu dibahas juga prinsip kerja laser, proses fabrikasi laser polimer hibrid, serta karakteristik laser polimer hibrid yang berbasis umpan balik terdistribusi dan berbasis kristal fotonik 2D. Penulisan buku ini merupakan bagian dari Program Hibah Penulisan Disertasi Program Doktor 2009/2010, dan terlaksana atas bimbingan dari Prof. Dr. R.E. Siregar, M.S., sebagai ketua tim promotor, Dr. rer.nat. Ayi Bahtiar, Dr. Fitrilawati selaku anggota tim promotor. Ucapan terima kasih disampaikan pada DP2M DIKTI yang sudah mendanai penulisan buku ini melalui Program Hibah Penulisan Disertasi Program Doktor 2009/2010. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung yang sudah mengelola program ini, dan juga tim editor yang sudah mengedit buku ini. Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Rahmat Hidayat atas diskusi dan masukkannya selama penyusunan buku ini.

Bandung, November 2009 Penulis

vi

DAFTAR ISI

PENGANTAR DAFTAR ISI GLOSARI BAB I. Proses Pembangkitan Laser Prinsip Kerja Laser Konsep Dasar Absorpsi dan Emisi Prinsip Dasar Resonator Optik

Halaman v vii ix 1 3 8 19 39 43 61 67 89 94 103

BAB II. Laser Kristal Fotonik Laser Berbasis RBT Laser Berbasis UBT Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D BAB III. Polimer Hibrid Proses Sintesis Polimer Hibrid Karakteristik Polimer Hibrid

BAB IV. Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 111 Proses Fabrikasi Laser Berbasis Kisi 1D 112 Karakteristik Laser Berbasis Kisi 1D 121 vii

BAB V. Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Proses Fabrikasi Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Karakteristik Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D DAFTAR PUSTAKA INDEKS TENTANG PENULIS

137 144 150 159 163 167

viii

GLOSARI

ISTILAH Bahan Organik

MAKNA

bahan yang mengandung unsur karbon (C) Band edge tepi atas atau bawah dari suatu daerah frekuensi terlarang Bandgap rentang frekuensi di mana berkas gelombang tidak bisa merambat Chamber suatu ruangan tertutup tempat terjadinya reaksi kimia Dip coating teknik pembuatan film tipis dengan cara mencelupkan substrat Doping proses menambahkan pengotor ke dalam suatu bahan Dye laser suatu bahan kimia yang memiliki sifat luminesen Etching proses pembuatan goresan/grating Gelombang Bloch persamaan gelombang yang merambat pada media periodik Inisiator bahan yang berfungsi sebagai pemicu terjadinya reaksi berantai

ix

In-situ Interferometer Irgacure Kavitas optik

Kisi Bragg

Kristal fotonik Lloyd mirror Magnetic stirrer Polimer Hibrid Propagasi Purifikasi Radikal Reaksi propagasi Shutter Sol-gel

Spin casting Spraying

pengamatan reaksi kimia yang dilakukan secara langsung alat pengukur optik yang menggunakan prinsip interferensi jenis senyawa kimia yang sensitif terhadap cahaya suatu ruang yang dapat melokalisasi/mengurung berkas cahaya kisi periodik 1D yang dapat merefleksikan cahaya pada panjang gelombang tertentu susunan kisi yang dapat memanipulasi pergerakan foton teknik pembuatan grating dengan cara interferensi menggunakan cermin alat pengaduk yang menggunakan batang magnet polimer yang merupakan campuran bahan organik dan anorganik proses perambatan gelombang teknik pemurnian bahan dari bahanbahan pereaksinya gugus aktif di dalam suatu molekul rekasi perpanjangan rantai polimer katup pembuka dan penutup untuk mengontrol berkas laser proses sintesis yang terdiri dari dua tahapan yaitu solution (hidrolisis) dan gel (kondensasi) teknik pembuatan film tipis dengan cara memutar substrat teknik pembuatan film tipis dengan cara menyemprotkan sampel x

Stop band Ultrasonic bath

frekuensi dimana berkas cahaya tidak bisa lewat alat pembersih substrat dengan cara digetarkan di daerah ultrasonik

SINGKATAN AFM DCM DI FTIR IR Nd-YAG PBG PMA PMMA RBT SHG Si TE THG Ti TM TMSPMA UBT UV

NAMA Atomic force microscopy 4-dicyanmethylene-2-methyl-6-(pdimethyl-aminostyryl) Deionized water Fourier Transform infra red Infra red Neodymium-doped yttrium aluminium garnet Photonic band gap Photonic multichannel analyser Polymethylmethacrylate Reflektor Bragg terdistribusi Second harmonic generation Silikon Transverse electric Third Harmonic Generation Titanium Transverse magnetic 3-(Trimethoxysilyl)propyl methacrylate Umpan balik terdistribusi Ultra violet

xi

LAMBANG A a b c

ARTI Amplitudo Sudut berkas sinar datang Komponen vektor kisi real Komponen vektor kisi balik Kecepatan cahaya Beda lintasan Jarak antar cermin Frekuensi detunin Energi Medan listrik Konstanta dielektrik Vektor medan yang bergerak ke belakang Vektor medan yang bergerak ke depan Permitivitas vakum Medan listrik pada arah x Daya yang hilang pada cavitas Vektor kisi balik Titik khusus dalam zona Brillouin Penguatan daya Konstanta Planck Medan magnet Konstanta Planck dibagi 2 Intensitas Nomor modus Sudut simpangan Komponen Bilangan imajiner xii

d

E E E E+ 0 Ex G g() h H I i

j

k k

K (G) k0 kB kz B LB m M 0 N n n nef ng g nsp nx p R r

Bilangan gelombang Konstanta Boltzman Konstanta kopling Titik khusus dalam zona Brillouin Koefisien ekspansi gelombang bidang Vektor gelombang dalam vakum Vektor Bragg Vektor gelombang dalam arah z Panjang gelombang Perioda kisi Panjang gelombang Bragg Panjang kisi Bragg Massa Titik khusus dalam zona Brillouin Permiabilitas magnetik vakum Jumlah partikel Jumlah zat (mol) Indek bias Indek bias efektif Indeks bias sistem cavitas Kecepatan group Faktor emisi spontan Jumlah atom pada orbilat ke-x Momentum Sudut berkas datang dengan cermin Konstanta reflektansi Reflektansi xiii

Re Rsp() S s SSR T t T T u(v) Vo Q-switched x x X

Bagian real dari bilangan komplek Emisi spontan Bagian real dari bilangan komplek Jumlah Foton Nilai eigen Perbandingan densitas Foton Suhu/temperatur Waktu Waktu paruh Transmitansi Matrik transfer Frekuensi Densitas energi Volume unit sel Frekuensi sudut Teknik untuk menghasilkan laser pulsa Posisi Pergeseran fasa Titik khusus dalam zona Brillouin

xiv

BAB I PROSES PEMBANGKITAN LASER

Laser adalah suatu divais yang memancarkan gelombang elektromagnetik melewati suatu proses yang dinamakan emisi terstimulasi. Istilah laser merupakan singkatan dari light amplification by stimulated emission of radiation. Berkas laser umumnya sangat koheren, yang mengandung arti bahwa cahaya yang dipancarkan tidak menyebar dan rentang frekuensinya sempit (monochromatic light). Laser merupakan bagian khusus dari sumber cahaya. Sebagian besar sumber cahaya, emisinya tidak koheren, spektrum frekuensinya lebar, dan fasenya bervariasi terhadap waktu dan posisi. Daerah kerja divais laser tidak terbatas pada spektrum cahaya tampak saja tetapi dapat bekerja pada daerah frekuensi yang luas, Oleh karena itu, divais tersebut dapat berupa laser infra red, laser ultra violet, laser X-ray, atau laser visible seperti

2

Sahrul Hidayat

tampak pada gambar 1.1. 1 Laser dikatakan baik jika frekuensi atau panjang gelombang yang dipancarkannya bersifat tunggal. Daya laser dapat dibuat bervariasi dari mulai nano watt untuk laser kontinu sampai jutaan watt untuk laser pulsa. Laser u merupakan komponen utama pada sistem komunikasi ko modern saat ini. Selain itu, laser juga dimanfaatkan sebagai probe untuk pembacaan data CD atau DVD, bagian dari detektor pembaca barcode, alat bantu navigasi pada bidang militer, alat bantu operasi pada bidang kedokteran, dan masih banyak lagi aplikasi lainnya. ap

Gambar 1.1. Rentang panjang gelombang elektromagnetik

Proses Pembangkitan Laser

3

Prinsip Kerja LaserRadiasi dari emisi terstimulasi merupakan proses yang dapat terjadi secara alami, yaitu jika seberkas cahaya melewati suatu bahan dan menstimulasi atom-atom di dalam bahan tersebut sehingga meradiasikan cahaya. Secara umum suatu divais laser terdiri dari media penguat berkas cahaya (gain medium), sumber energi pemompa (pumping source), dan resonator optik (optical resonator). Secara umum skematik suatu divais laser dapat dilihat pada gambar 1.2. Media penguat adalah suatu bahan yang mempunyai sifat dapat meningkatkan intensitas cahaya dengan cara emisi terstimulasi. Sedangkan resonator optik, secara sederhana terdiri dari susunan cermin yang dipasang berhadapan sehingga berkas cahaya dapat bergerak bolakbalik. Salah satu cermin bersifat agak transparan, sehingga dapat berfungsi sebagai jalur keluar berkas laser (output coupler). Berkas cahaya yang melewati media penguat akan mengalami penguatan daya. Jika daerah sekelilingnya merupakan cermin, maka cahaya akan bergerak bolak-balik dan melewati media penguat berkalikali. Dengan demikian cahaya akan mengalami penguatan daya beberapa kali lipat. Setelah mengalami penguatan

4

Sahrul Hidayat

daya, cahaya dapat keluar melewati cermin yang bersifat agak transparan sebagai berkas laser.

Gambar 1.2. Komponen dasar divais laser. Proses memasukkan energi sebagai syarat untuk terjadinya penguatan daya dinamakan dengan memompa (pumping). Energi yang dipompakan dapat berupa arus listrik atau berkas cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Untuk pemompa energi dalam bentuk cahaya, dapat digunakan lampu flash atau laser semikonduktor. Selain komponen utama di atas, suatu perangkat laser biasanya dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung untuk menghasilkan berkas laser yang tajam. Bahan media penguat dapat berupa gas, cairan, padatan, atau plasma. Media penguat menyerap energi yang dipompakan dan mengakibatkan sejumlah elektron

Proses Pembangkitan Laser

5

tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Partikel dapat berinteraksi dengan cahaya melalui cara mengabsorpsi atau mengemisikan foton. Emisi cahaya dapat terjadi secara spontan atau dengan cara stimulasi. Ketika jumlah elektron pada suatu tingkat eksitasi melebihi jumlah elektron pada tingkat energi di bawahnya, maka populasi inversi telah terjadi. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya emisi terstimulasi yang jumlahnya lebih besar daripada yang diabsorpsi. Dengan demikian cahaya mengalami penguatan. Jika media penguat ini ditempatkan di dalam resonator optik, maka penguatan cahaya dapat terjadi berkali-kali dan selanjutnya menghasilkan berkas laser. Kavitas optik merupakan salah satu bentuk dari resonator. Kavitas mengandung berkas koheren yang dilingkupi oleh permukaan bersifat reflektif yang memungkinkan berkas cahaya tersebut bergerak bolakbalik melewati media penguat. Cahaya yang bergerak bolak-balik di dalam kavitas dapat mengalami kehilangan daya (loss) yang disebabkan oleh absorpsi atau difraksi. Jika penguatan di dalam media tersebut lebih besar dibandingkan dengan kehilangan daya dalam resonator, maka daya laser akan naik secara eksponensial. Pada

6

Sahrul Hidayat

setiap kejadian emisi terstimulasi, sejumlah partikel akan berpindah dari tingkat energi tereksitasi ke keadaan dasar, hal ini akan mengurangi kapasitas media penguat. Untuk mengembalikannya ke kondisi terstimulasi, harus dipompa kembali dengan energi tertentu. Besarnya energi yang dipompakan harus mempertimbangkan batas ambang dari media penguat dan kehilangan daya di dalam kavitas. Jika daya yang dipompakan terlalu kecil, maka emisi yang dihasilkan tidak akan cukup untuk mengimbangi kehilangan daya akibat absorpsi di dalam kavitas. Sebaliknya jika energi yang dipompakan terlalu besar, maka akan mempercepat degradasi media penguat sehingga memperpendek usia penggunaannya. Oleh karena itu, diperlukan optimasi batas minium energi yang dipompakan (lasing threshold), sehingga berkas laser yang dihasilkan cukup signifikan dengan umur pemakaian yang panjang. Laser dapat beroprasi pada modus kontinu (continuous wave) dengan amplitudo keluaran konstan atau dalam bentuk pulsa. Laser pulsa dapat dihasilkan dengan teknik Q-switching, mode terkunci (modelocking) atau gain switching. Laser dalam bentuk pulsa dapat menghasilkan daya yang sangat besar. Dalam mode

Proses Pembangkitan Laser

7

operasi kontinu, berkas laser yang dihasilkan relatif konstan terhadap waktu. Proses tersebut dihasilkan dari populasi inversi yang berlangsung terus-menerus menggunakan sumber pemompa energi yang stabil. Sedangkan dalam mode operasi pulsa, berkas laser yang dihasilkan berubah terhadap waktu secara bolak-balik dengan mode on dan off. Laser pulsa biasanya dibuat dengan tujuan untuk menghasilkan power laser yang sangat besar dengan waktu radiasi yang singkat. Di dalam sistem Q-switched, populasi inversi dihasilkan dengan proses yang sama seperti pada laser kontinu, tetapi dikondisikan dalam kavitas optik yang memiliki batas daya tertentu untuk terjadinya lasing. Ketika energi pemompa masuk ke dalam media penguat, maka akan terjadi penguatan berkas sampai batas daya tertentu sesuai dengan nilai Q yang diset. Setelah dayanya mencapai nilai yg ditentukan, maka akan dipancarkan berkas laser dalam bentuk pulsa. Daya laser yang dihasilkan merupakan daya rata-rata ketika beroperasi dalam mode gelombang kontinu. Pada laser pulsa mode terkunci, berkas laser dipancarkan dalam tempo yang sangat singkat kurang dari 10 femto-detik. Periode pulsa yang dihasilkan, akan

8

Sahrul Hidayat

sebanding dengan waktu yang diperlukan untuk satu kali bolak-balik berkas laser di dalam resonator. Oleh karena itu, media penguatnya harus memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menguatkan berkas cahaya. Salah satu contoh bahan yang memiliki sifat tersebut adalah titanium yang didoping dengan sappier (Ti-sappier). Jenis laser pulsa seperti ini biasanya digunakan untuk penelitian, seperti untuk penelitian bahan nonlinier optik, teknik ablasi bahan, dan lain lain. Metode lain untuk memperoleh laser pulsa adalah dengan cara memompa media penguat dengan sumber berbentuk pulsa. Media pemompa dapat berupa arus listrik atau lampu kilat (flash lamp). Umumnya model laser seperti ini menggunakan dye-laser yang memiliki waktu hidup populasi inversi sangat singkat. Berkas pemompa yang digunakan harus memiliki energi yang tinggi dan waktu pancaran yang singkat.

Konsep Dasar Absorpsi dan EmisiCahaya merupakan sumber kehidupan dan telah memberi pesona keindahan yang luar biasa terhadap manusia. Oleh sebab itu, merupakan sesuatu yang alami jika manusia senantiasa berusaha mencari tahu tentang

Proses Pembangkitan Laser

9

hakikat dari cahaya sejak dulu. Cahaya merupakan sesuatu yang bisa kita lihat, bisa kita rasakan kehangatannya, tetapi tidak bisa kita sentuh. Para filosof Yunani kuno berpikiran bahwa cahaya merupakan sejenis debu yang amat sangat halus dan mereka meyakini bahwa cahaya dapat dihasilkan dari partikel. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat dibuktikan bahwa cahaya bukan terdiri dari partikel, tetapi merupakan radiasi gelombang elektromagnetik yang karakteristiknya sama seperti gelombang radio. Perbedaannya dengan gelombang radio adalah pada besar panjang gelombangnya saja. Pada saat ini, kita mengetahui bahwa karakteristik cahaya dapat berubah tergantung pada pengamatan eksperimen yang dilakukan. Jika pengamatan dilakukan dengan peralatan untuk mendeteksi partikel, maka dapat ditentukan sifat-sifat partikel dari cahaya. Sedangkan jika pengamatan dilakukan dengan peralatan untuk mendeteksi gelombang, maka dapat ditentukan sifat-sifat cahaya sebagai gelombang. Sifat dualisme cahaya tersebut hanya bisa dijelaskan dengan memahami konsep mekanika kuantum modern. Heisenberg memperkenalkan konsep yang disebut dengan prinsip ketidakpastian, yang menyatakan secara tegas

10

Sahrul Hidayat

bahwa tidak mungkin menentukan posisi x dan momentum p dari sebuah partikel pada saat yang bersamaan. Secara matematis pernyataan Heisenberg diungkapkan pada persamaan (1.1).x p x 1 h 2

(1.1)

Sebagai contoh, jika pengujian dilakukan untuk menentukan karaktersitik partikel dan dipilih nilai impuls

p x yang sangat kecil, maka nilai ketidakpastian posisi

x akan sangat besar. Nilai x yang sangat besar tentutidak akan memberikan informasi yang berarti mengenai posisi kejadian tersebut. Hal tersebut mengandung arti bahwa cahaya selalu memiliki dualisme tergantung pada sifat mana yang akan diukur. Einstein menjelaskan hubungan sifat partikel dan sifat gelombang dari cahaya sebagai berikut :E = m c2 = h

(1.2)

Rumusan tersebut menyatakan bahwa perkalian massa partikel dengan kuadrat kecepatan cahaya sebanding dengan energi dan berkorelasi dengan perkalian konstanta Planck dengan frekuensi radian. Dalam hal ini = 2 dan merepresentasikan frekuensi radiasi. Radiasi gelombang elektromagnetik untuk cahaya tampak berada

Proses Pembangkitan Laser

11

pada rentang panjang gelombang antara 0.1 m sampai 1 mm. Rentang panjang gelombang tersebut berkorelasi dengan sensitivitas mata manusia yang spektrumnya dapat dilihat pada gambar 1.3. Intensitas radiasi dalam rentang optik biasanya dinyatakan dengan watt.detik atau watt, dan bagian visibel dari radiasi optik dinyatakan dengan satuan Candela (Cd).

Gambar 1.3. Spektrum sensitivitas mata manusia. Panas tubuh manusia merupakan salah satu bentuk radiasi cahaya, walaupun dengan intensitas yang sangat kecil dan kita tidak bisa menangkap kesan cahaya yang dipancarkan olehnya. Para fisikawan dulu telah memperkirakan bahwa energi yang dipancarkan oleh

12

Sahrul Hidayat

tubuh merupakan fungsi dari panjang gelombang dan temperature T, seperti diungkapkan pada persamaan (1.3).E ( , T ) = ?

(1.3)

Hubungan yang jelas mengenai ketiga besaran fisis tersebut masih menjadi tanda tanya sampai StefanBoltzmann menemukan teori atom dan elektrodinamik pada tahun 1879. Stefan-Boltzmann mengungkapkan bahwa densitas energi dari resonansi sebuah rongga untuk semua daerah frekuensi sebanding dengan sebuah konstanta dikalikan dengan temperature pangkat empat.

E (T ) = kT 4

(1.4)

Selain itu Boltzmann juga melengkapi rumusannya dengan melakukan perhitungan statistik terhadap banyaknya partikel gas yang tersebar keluar pada temperatur T dan interval energi dE, sebagai berikut:

dn = N

8/3

k 2T 2

E .e

E kT

.dE

(1.5)

Rumusan tersebut dinamakan dengan distribusi MaxwellBoltzmann. Selanjutnya Planck melakukan revisi terhadap rumusan tersebut, yang menyatakan bahwa radiasi energi tidak terdistribusi secara kontinu tetapi terkuantisasi seperti pada persamaan (1.6).

Proses Pembangkitan Laser

13

u ( , T ) =

8 .c

5

. e

h h ..c k T

.d 1

(1.6)

Rumusan tersebut mengungkakan energi radiasi termal sebagai fungsi dari temperatur dan panjang gelombang radiasi, seperti diperlihatan pada gambar 1.4.

Gambar 1.4. Distribusi energi radiasi benda hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, Niels Bohr mengungkapkan teori model atom, yang menyatakan bahwa cahaya dipancarkan atau diabsorpsikan oleh atom hanya jika memenuhi energinya E2E1 = hv, seperti diperlihatkan pada gambar 1.5. Jika jumlah atom pada orbital pertama adalah n1, maka perubahan jumlah

14

Sahrul Hidayat

elektron pada orbital tersebut terhadap waktu dapat dinyatakan sebagai berikut.

dn1 = B12 .n1.u (v ) dt

(1.7)

di mana u(v) adalah densitas energi yang bersesuaian dengan frekuensi transisi dari orbital pertama ke orbital kedua. Frekuensi yang bersesuaian dengan terjadinya transisi elektron tersebut dinamakan dengan frekuensi resonansi.

Gambar 1.5. Model atom Bohr. Koefisien B12 menyatakan nilai probabilitas transisi dari orbital pertama ke orbital kedua yang disertai dengan proses absorpsi. Tanda minus pada persamaan (1.7) menyatakan adanya pengurangan jumlah elektron pada orbital pertama sebagai akibat proses absorpsi.

Proses Pembangkitan Laser

15

Proses sebaliknya dinamakan proses emisi, yaitu pada saat elektron dari orbital kedua kembali ke orbital pertama dengan meradiasikan sejumlah energi. Proses berkurangnya jumlah elektron pada orbital kedua terhadap waktu dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut.

B .n .u v

A .n

(1.8)

Persamaan (1.8) mengungkapkan adanya dua tipe emisi dalam proses depopulasi orbital kedua, yaitu proses induksi dan proses emisi spontan. Koefisien B21 menyatakan probabilitas rekombinasi elektron dari orbital kedua ke orbital pertama dan tanda minus menyatakan adanya pengurangan jumlah elektron pada orbital kedua selama proses tersebut. Sedangkan koefisien A21 menyatakan probabilitas emisi spontan yang mungkin terjadi dalam proses kembalinya elektron dari orbital kedua ke orbital pertama. Proses absorpsi dan emisi berhubungan dengan pengurangan atau penambahan populasi elektron pada tingkat energi dari sebuah atom. Secara lebih detail ungkapan proses tersebut dan hubungannya dengan perubahan populasi elektron pada suatu tingkat energi diperlihatkan pada persamaan berikut.

16

Sahrul Hidayat

B .n .u A .n

Absorpsi Induksi Emisi spontan

B .n .u

dengan uph adalah densitas energi foton dari medan luar. Jika persamaan untuk emisi spontan diintegralkan, maka akan diperoleh variasi tipe emisi terhadap waktu seperti diungkapkan pada persamaan (1.9).

n t

n t

e

A

(1.9)

Persamaan tersebut analogi dengan proses peluruhan radioaktif, dimana A21 menggambarkan probabilitas peluruhan yang berhubungan dengan waktu paruh (life time).

A

(1.10)

Dalam proses emisi, life time tersebut bersesuaian dengan lebar bagian tengah dari spektrum emisi (full width half maximum). Berdasarkan prinsip ketidakpastian Heisenberg, dapat ditentukan hubungan antara lebar spektrum dengan life time-nya, seperti diungkapkan pada persamaan (1.11).

2 dv

A

(1.11)

Di mana dv adalah lebar tengah dari spektrum emisi.

Proses Pembangkitan Laser

17

Prinsip tersebut berlaku juga untuk proses absorpsi. Dalam proses transisi atom akan melibatkan sejumlah energi yang diabsorp atau diemisikan yang besarnya adalah Eph=E2-E1. Gambar 1.6 memperlihatkan spektrum absorpsi yang mengungkapkan besarnya energi yang diserap oleh elektron selama proses transisi. Berdasarkan gambar 1.6 dapat diketahui pula bahwa rentang energi yang memenuhi untuk terjadinya proses transisi elektronik dinamakan dE dan nilai energi di mana terjadi absorpsi maksimum dinamakan E0. Secara prinsip, atom memiliki beberapa tingkat energi yang diskrit. Oleh sebab itu, transisi elektronik dapat terjadi pada beberapa level atau tingkat energi, seperti tampak pada gambar 1.7.

Gambar 1.6. Spektrum absorpsi.

18

Sahrul Hidayat

Gambar 1.7. Spektrum absorpsi dengan tiga level transisi. Konsep dasar absorpsi dan emisi merupakan prinsip penting dalam proses pembangkitan laser. Emisi yang dipancarkan oleh suatu atom yang telah mengalami eksitasi memiliki karakteristik khas yang berhubungan dengan struktur energi atomik. Emisi yang unik dapat dihasilkan dari beragam jenis atom yang memiliki struktur atau tingkat energi berbeda. Konsep dasar ini selanjutnya memunculkan ide untuk membuat beragam jenis laser dengan warna emisi yang beragam pula. Sebagai contoh, laser komersial yang dibuat dari bahan Nd-YAG dapat mengemisikan laser pada beberapa panjang gelombang yang berbeda mulai dari laser infra red (=1064 nm), laser hijau (532 nm), dan laser ultra violet

Proses Pembangkitan Laser

19

(355 nm). Laser Nd-YAG komersial menggunakan sistem pemompa optik atau proses eksitasi dilakukan dengan energi cahaya. Pada saat ini, berkas cahaya untuk proses pemompa laser Nd-YAG berasal dari lampu pijar. Berkas cahaya yang dipancarkan lampu pijar frekuensinya bersifat tidak koheren, sehingga efisiensi yang diserap untuk proses eksitasi tersebut sangat kecil, hanya sekitar 1%. Dalam perkembangan selanjutnya mulai dikaji penggunaan laser dioda dalam proses pemompaannya. Berkas cahaya laser dioda bersifat koheren, sehingga efisiensi absorpsi dapat mencapai 80%. Jika efisiensi absorpsi tinggi, maka proses pembangkitan laser dapat dilakukan dengan daya eksternal yang rendah.

Prinsip Dasar Resonator OptikResonator merupakan salah satu komponen dasar

dalam pembangkitan berkas laser. Secara fisis, prinsip dasar dari resonator tersebut adalah superposisi atau interferensi cahaya. Pada tahun 1856, Jamin membuat divais interferensi yang pertama dan berhasil melakukan pengukuran indeks bias relatif dari suatu bahan optik secara akurat. Skema interferometer Jamin diperlihatkan pada gambar 1.8.

20

Sahrul Hidayat

Gambar 1.8. Interferometer Jamin.

Gambar 1.9. Interferometer Michelson. Interferometer penting dalam lain yang laser mempunyai peranan oleh

teknologi

diperkenalkan

Michelson pada tahun 1882, seperti diperlihatkan pada

Proses Pembangkitan Laser

21

gambar 1.9. Berkas cahaya A melewati beam-splitter dan terbagi menjadi dua komponen, yaitu berkas acuan (reference beam) dan berkas pengukuran (measuring beam). Interferometer Michelson disebut juga sebagai two-beam interferometer. Pada tahun 1892 Mach dan Zehnder memperkenalkan interferometer jenis lain yang sekarang dikenal dengan nama interferometer MachZehnder seperti tampak pada gambar 1.10. Interferometer Mach-Zehnder mempunyai peranan penting dalam teknik pengukuran laser dan sampai sekarang masih digunakan sebagai laser vibrometer.

Gambar 1.10. Interferometer Mach-Zehnder. Terinspirasi oleh Michelson, pada tahun 1897 Fabry dan Perot mengembangkan interferometer multi-beam, seperti tampak pada gambar 1.11. Interferometer FabryPerot menjadi dasar dalam pembangkitan laser yang

22

Sahrul Hidayat

berfungsi sebagai resonator optik. Berkas cahaya datang akan terpecah menjadi beberapa komponen yang masingmasing saling berinterferensi satu sama lain.

Gambar 1.11. Interferometer multi-beam Fabry-Perot. Prinsip dasar dari interferometer Fabry-Perot adalah interferensi dua berkas (two beam interference), seperti pada interferometer Michelson. Pada gambar 1.9, tampak berkas cahaya dengan medan EA, berosilasi dengan frekuensi dan merambat pada lintasan rA, dapat dinyatakan dengan persamaan matematis sebagai berikut.

E A = A0 . sin (t + krA )

(1.12)

di mana A0 adalah amplitudo maksimum dan k adalah bilangan gelombang. Dengan cara yang sama, dapat

Proses Pembangkitan Laser

23

diungkapkan persamaan medan untuk berkas cahaya yang direfleksikan dan diteruskan berturut-turut sebagai berikut.

ER

EMk(xR-xM)

A R sin tadalah

AM sin t

kxR

kxM

R

Rfase antara

(1.13) (1.14) gelombang

pergeseran

pengukuran dengan gelombang acuan. Pergeseran fase dapat terjadi karena lintasan gelombang pengukuran yang melewati sampel dapat lebih panjang atau lebih pendek dari gelombang acuan. Pergeseran fase tersebut dikenal juga sebagai perbedaan lintasan yang disimbolkan dengan . dan adalah

perubahan fase yang terjadi akibat pemantulan oleh permukaan syarat batas. Ketika terjadi pemantulan sempurna, maka fase akan mengalami pergeseran sebesar 180o. Berkas pengukuran melintas dengan pergeseran fase sebesar 180o terhadap berkas acuan. Intensitas medan pada pertemuan antara berkas pengukuran dengan berkas acuan di dalam beam-splitter dapat diungkapkan sebagai berikut.

E E E

E

AR sin t

EM

A R sin t

kxR

E

ER

kxR

AM sin t

EM

AM sin t

kxM

(1.15) (1.16) (1.17)

kxM

E1 dan E2 adalah intensitas medan yang terpancar dari keluaran-1 dan keluaran-2.

24

Sahrul Hidayat

Intensitas luminisensi yang memberikan kesan terhadap mata atau yang dapat ditangkap oleh detektor akan sebanding dengan kuadrat intensitas medan.

I

E

Oleh karena itu, intensitas luminisensi yang akan terdeteksi pada keluaran-1 dapat diungkapkan dengan rumusan sebagai berikut.

I I

sin t

IR sin t kxM

AR sin t

kxR

IM sin t

kxR

AM sin t

2AR AM sin t kxM

kxM

(1.18)

kxR (1.19)

Intensitas medan listrik tersebut berosilasi dengan frekuensi yang sangat tinggi, dalam orde gigahertz sampai terahertz. Hal tersebut mengakibatkan mata atau detektor tidak bisa menangkap intensitas medan secara cermat setiap waktu, yang dapat diukur hanya nilai rata-ratanya saja atau saat

sin

bernilai

1/2.

Dengan

mengasumsikan nilai intensitas yang terukur adalah nilai rata-ratanya, maka intensitas medan dapat dirumuskan sebagai berikut.

I IR IM 2 IR IM sin t kxR sin t kxM Dengan menggunakan teorema

(1.20) trigonometri

penjumlahan dan mensubstitusikan nilai rata-rata temporal

Proses Pembangkitan Laser

25

untuk cos(t)=0, maka akan didapat hubungan seperti diperlihatkan pada persamaan (1.21).

Idengan

IR IM

IR IM cos

(1.21)

2

. Jika pembagi

berkas (beam-spliter) berfungsi secara eksak membagi dua sama besar berkas yang datang IR = IM =12 , maka akan diperoleh persamaan berikut.

I I

I I

1

1

cos

(1.22) (1.23)

cos

I1 dan I2 berturut-turut adalah intensitas berkas cahaya yang terpancar dari keluaran-1 dan keluaran-2. Berdasarkan persamaan (1.22) dan (1.23) dapat diketahui bahwa jika beda lintasan sama dengan nol, maka I1 sama dengan nol dan I2 sama dengan I0. Sedangkan jika beda lintasan 180o, maka I2 sama dengan nol dan I1 sama dengan I0. Hubungan antara intensitas hasil superposisi dengan beda lintasan secara lebih lengkap diperlihatkan pada gambar 1.12.

26

Sahrul Hidayat

Gambar 1.12. Grafik intensitas superposisi dua berkas cahaya identik. Pada interferometer Fabry-Perot, interferensi yang terjadi berasal dari banyak berkas cahaya, oleh sebab itu, interferometer tersebut biasa disebut juga interferometer multibeam. Pada interferometer Fabry-Perot, terdapat dua buah cermin yang berbentuk plat sejajar, seperti tampak pada gambar 1.11. Gelombang yang memiliki intensitas I0 dan amplitudo A0 datang pada interferometer dengan membentuk sudut , seperti tampak pada gambar 1.13.

Proses Pembangkitan Laser

27

Gambar 1.13. Diagram perubahan amplitudo pada interferometer Fabry-Perot. Gelombang yang datang pada cermin Fabry-Perot mengalami pemantulan dan saling berinterferensi satu sama lain. Jika salah satu cermin memiliki reflektivitas kurang dari 100%, maka akan ada sebagian berkas gelombang yang ditransmisikan. Perubahan intensitas atau amplitudo gelombang setelah mengalami refleksi dan interferensi dapat diungkapkan sebagai berikut. I1 = (1R).I0 = T.I0 Jika I=E2, maka : (1.24)

Ai1 = 1 R

28

Sahrul Hidayat

A A A A

RA RA RA RA

1 1 1

RR A

RR A 1 RR A RR A(1.25)

Besarnya amplitudo berkas gelombang yang keluar dari salah satu plat cermin adalah sebagai berikut.

A A A ADi

1

1 1 1

RA

RA RA RA

1

1 1 1

R A

R R A R R A R R AFabry-Perot, (1.26) berkas

dalam

interferometer

gelombang mengalami osilasi. Akibat adanya perbedaan panjang lintasan, akan muncul pergeseran fase antara berkas gelombang yang ditransmisikan. Jika diambil acuan berkas E1, maka pergeseran fase dapat didefinisikan sebagai berikut.

(1.27)

Jika persamaan gelombang dinyatakan dalam fungsi kosinus, dan diambil acuan E1, maka dapat diturunkan persamaan gelombang setelah mengalami osilasi sebagai berikut.

Proses Pembangkitan Laser

29

E E E E E

A cos t

A cos t A cos t 1 A cos t kx

kx

kx kx kx

2 n

cos t

R R A n

1 (1.28)

1

Selanjutnya dapat dihitung intensitas yang merupakan kuadrat dari medan.

I

EE

(1.29)

Untuk menghitung intensitas, persamaan medan dapat diubah menjadi bentuk eksponensial, sebagai berikut.

E

Re

e

1 R A R e

(1.30)

Berdasarkan teori deret geometri, penjumlahan suku sampai suku ke-p adalah sebagai berikut.

R e

R R

(1.31)

Jika refleksi p jumlahnya sangat besar dan nilai reflektansi R ra

(2.76)

Di mana a adalah permitivitas bahan di dalam rongga, b permitivitas latar atau bahan di luar rongga, dan ra jari-jari rongga. Selanjutnya, jika persamaan (2.75) dan (2.76) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.74), maka akan diperoleh persamaan (2.77)

r r 1 1 1 r r dr// S (r// ) exp( jG// r// ) b // Vo a b Vo (2.77) Integral tersebut dapat diselesaikan dalam koordinat polar r

(G// ) =

1

G +

(r, ) seperti diungkapan pada persamaan (2.78)

Laser Kristal Fotonik

77

r r r r dr// S (r// ) exp( jG// r// ) = Vo

(2.78) r 2 r r 2ra d r d r exp G r sin 2 = G J1 (Gra ) 0 0 r r Di mana r// = rxy yang di dalam koordinat polar dapat r diungkapkan dengan |r|, G = G // merupakan nilai absolutra

dari vektor kisi balik dan J1 merupakan fungsi Bessel orde pertama. Jika didefinisikan fraksi volume untuk kisi silinder r 2 r ra adalah f = , maka diperoleh persamaan (G// ) Vo sebagai berikut :

r r 1 1 J 1 (G ra ) r (G// ) = 2 f ; G// 0 r a b G ra r f 1 f ; G// = 0 (0) = + a b

(2.79) (2.80)

Vektor kisi balik kristal fotonik 2D adalah sebagai berikut: r r r r a z za (2.81) b1 = 2 r 2 r b 2 = 2 r r 1 a1 a 2 z a1 a 2 z Struktur kisi kristal fotonik 2D terdiri dari kisi r r segiempat dan kisi segienam. Vektor a1 dan a2 adalah komponen vektor satuan kisi real seperti ditunjukkan di dalam gambar 2.13.

78

Sahrul Hidayat

a1

M (a)a2

X

a1

M (b)a2

K

Gambar 2.13. Struktur kisi kristal fotonik 2D (a) kisi segi empat (b) kisi segi enam.r r Untuk kisi segi empat a1 = ai dan a 2 = a , j

r r 2 sedangkan kisi segi enam a1 = ai dan a2 = 1 ai + 1 3a , j 2dengan a adalah konstanta kisi. Titik-titik khusus pada zona Brillouin berhubungan dengan rotasi simetri unit sel di dalam kristal seperti ditunjukkan pada gambar 2.14.

Laser Kristal Fotonik

79

Gambar 2.14. Titik-titik khusus di dalam zona Brillouin untuk kisi segi empat Daerah yang dibatasi oleh segi empat pertama dengan garis tebal adalah zona Brillouin pertama dan daerah yang dibatasi oleh segi emat kedua yang lebih besar adalah zona Brillouin kedua. Di dalam zona Brillouin pertama terdapat daerah khusus yang dibatasi titik , X, dan M, daerah tersebut dinamakan irreducibleBrillouin zone. Daerah tersebut merupakan wilayah

terkecil yang secara simetri mewakili daerah lain di dalam zona Brillouin pertama. Untuk kisi segi empat terdapat tiga titik khusus, yaitu merupakan titik pusat kisi, M merupakan titik sudut kisi yang berinteraksi dengan sel tetangga, dan X

80

Sahrul Hidayat

merupakan titik tepi kisi dalam zona Brillouin. Sedangkan untuk kisi segi enam terdapat titik khusus merupakan titik pusat kisi, M merupakan titik tepi kisi, dan K merupakan titik sudut kisi dalam zona Brillouin pertama. Titik-titik tersebut merupakan titik-titik ekstrem dari bidang terkecil yang memenuhi simetri kisi kristal dalam zona Brillouin pertama. Pada kisi segi empat titik-titik r r tersebut bersesuaian dengan k // = 0, k // = i dan a r a j k // = i + . Modus gelombang di titik , profil a medannya bersifat sama untuk setiap unit sel. Titik X bersesuaian dengan bagian tepi dari unit sel di mana medan saling berinteraksi dengan unit sel lain sepanjang r vektor gelombang k x . Pada titik M medan berinterakasi dengan unit sel tetangga yang berada di titik-titik sudut unit sel. Sedangkan pada kisi segi enam terdapat titik-titik khusus , M, dan K, masing-masing bersesuaian dengan r r r j k // = 0, k // = dan k // = 2a i + 23a . j aSelanjutnya dilakukan simulasi perhitungan nilai eigen dengan bantuan software Matlab 7.0.4. Persamaan nilai eigen untuk modus TE (transverse-electric)

diperlihatkan pada persamaan (2.70), sedangkan untuk

Laser Kristal Fotonik

81

modus TM ( (transverse-magnetic) diperlihatkan pada persamaan (2.71). Dengan bantuan persamaan (2.75), (2.79), dan (2.80) dapat dihitung nilai eigen k,n. ),

Gambar 2.15. Tampilan program simulasi pembentukan 15. bandgap fotonik untuk kristal fotonik 2 dimensi. dimensi Tampilan program yang telah dibuat diperlihatkan pada gambar 2.15. Pada program tersebut terdapat

82

Sahrul Hidayat

beberapa parameter yang dapat diubah, yaitu jenis kisi 2D, susunan kisi, modus perambatan gelombang, konstanta dielektrik rongga, konstanta dielektrik latar, dan jari-jari rongga. Selain itu jumlah pita fotonik yang akan diplot dan frekuensi maksimum yang akan ditampilkan, juga dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai menu tambahan, jika menginginkan proses editing pada grafik yang ditampilkan, maka mode edit dapat diaktifkan. Untuk menguji keakuratan program simulasi yang telah dibuat, dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi tersebut dengan hasil perhitungan dari

Joannopoulus J.D., et. al. (1995). Joannopoulus melakukan perhitungan lebar bandgap fotonik untuk struktur kristal 2D berbentuk silinder dielektrik dengan susunan kisi segi empat. Parameter kisi yang diuji adalah sebagai berikut :

Konstanta dielektrik silinder (1) : 8,9 Konstanta dielektrik latar (2) : 1 (udara) Jari-jari silinder (R) : 0,2a ; dengan a : jarak antarkisi (satuan panjang) Hasil perhitungan dari Joannopoulus tersebut

diperlihatkan pada gambar 2.16. Dengan menggunakan

Laser Kristal Fotonik

83

parameter kisi yang sama, hasil perhitungan menggunakan program yang telah dibuat, disajikan pada gambar 2.17.

Gambar 2.16. Grafik bandgap fotonik hasil simulasi Joannopoulus.

Gambar 2.17. Grafik bandgap fotonik hasil simulasi mandiri.

84

Sahrul Hidayat

Berdasarkan grafik pada gambar 2.16 dan gambar 2.17, tampak bahwa hasil perhitungan dengan program simulasi yang telah dibuat menunjukkan hasil yang sama dengan hasil perhitungan dari Joannopoulus. Pada titik X, yang bersesuaian dengan nilai vektor propagasi r a a j k // = i + , nilai PBG sekitar 0,17 yang berada pada aa a rentang 0,28 sampai 0,45 . Sedangkan di titik M yang r bersesuaian dengan nilai k // = i , nilai PBG sekitar a a a a 0,23 yang berada pada rentang 0,33 sampai 0,56 .

Selanjutnya, dilakukan pengujian variasi parameter kisi untuk mengetahui pengaruh parameter tersebut terhadap karakteristik bandgap fotonik. Hasil pengujian untuk beberapa parameter kisi yang berbeda disajikan pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Tabel 2.1. Karakteristik bandgap kristal fotonik 2D berbentuk rongga silinder.R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45 Modus/Konstanta dielektrik latar kisi segi empat modus TE modus TM 8 11 14 8 11 14 SM SM SM SM SM SM SD SD SD

Laser Kristal Fotonik

85

R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45

Modus/Konstanta dielektrik latar kisi segi enam modus TE modus TM 8 11 14 8 11 14 SD SD SD LB LB LB SM SM SM LB LB LB SM SD SD

Tabel 2.2. Karakteristik bandgap kristal fotonik 2D berbentuk silinder dielektrikR (a) 0,2 0,3 0,4 0,45 R (a) 0,2 0,3 0,4 0,45 8 8 Modus/Konstanta dielektrik silinder kisi segi empat modus TE modus TM 11 14 8 11 14 LB LB LB SD SD SD SM SM SM Modus/Konstanta dielektrik silinder kisi segi enam modus TE modus TM 11 14 8 11 14 LB LB LB SM SM SD SD SD SM SM SM SM SM -

Simbol SM mengandung arti lebar bandgap fotonik kurang dari 5%, SD lebar bandgap fotoniknya antara 5% sampai dengan 10%, dan LB untuk lebar bandgap fotonik

86

Sahrul Hidayat

lebih dari 10%. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2.1 dapat diketahui bahwa untuk kristal fotonik berbentuk rongga silinder, bandgap yang lebar hanya ditemukan pada struktur kisi segi enam dengan modus TE. Selain itu, berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui juga adanya bandgap komplit (terjadi pada modus TE dan TM) dengan lebar sedang. Bandgap tersebut terjadi pada kisi segi enam dengan konstanta dielektrik latar lebih besar dari 11 dan jari-jari rongga 0,45a. Sedangkan berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa untuk kristal fotonik berbentuk silinder dielektrik, bandgap yang lebar terjadi pada kisi segi empat ataupun segi enam dengan modus TM. Lebar bandgap tersebut tampak mengalami penurunan seiring dengan bertambah panjangnya jari-jari rongga silinder. Bandgap sama sekali tidak muncul pada struktur kisi segi empat dengan modus TE. Seperti diungkapkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa kristal fotonik 2D dapat diaplikasikan sebagai resonator optik dalam divais laser. Prinsip dasar yang digunakan bisa dengan sistem umpan balik terdistribusi atau dengan menambahkan cacat yang berfungsi

Laser Kristal Fotonik

87

melokalisasi modus propagasi. Sistem umpan balik terdistribusi kisi 2D, secara prinsip sama dengan sistem UBT kisi Bragg yang telah dibahas pada subbab sebelumnya. Penguatan berkas laser dilakukan pada daerah frekuensi tepi pita (band edge) yang merupakan daerah tempat terkonsentrasinya modus propagasi. Untuk divais laser yang menggunakan prinsip penambahan cacat, secara fisis daerah cacat tersebut berfungsi sebagai kavitas optik. Kavitas optik akan berfungsi menyeleksi frekuensi modus terpandu dan memperkuat intensitas berkas tersebut sebelum keluar sebagai berkas laser. kristal Contoh fotonik divais 2D laser yang sistem

menggunakan

dengan

penambahan cacat diperlihatkan pada gambar 2.18 untuk sistem cacat tunggal dan gambar 2.19 untuk sistem cacat banyak.

Gambar 2.18. Kavitas optik berbasis kristal fotonik 2D dengan cacat tunggal.

88

Sahrul Hidayat

Gambar 2.19. Kavitas optik berbasis kristal fotonik 2D dengan cacat banyak (multi defect).

BAB III POLIMER HIBRID

Polimer hibrid merupakan bahan yang mengandung unsur organik dan anorganik dalam satu molekul. Bahan ini diharapkan memiliki kombinasi sifat unggul dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik memiliki

keunggulan dalam proses fabrikasinya karena dapat dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan

teknologi yang tidak terlalu mahal. Namun, bahan tersebut memiliki kelemahan dalam hal kekuatan mekanik dan kestabilan termal. Sebaliknya, bahan anorganik memiliki kelebihan dalam kekuatan termal dan mekanik tetapi proses fabrikasinya cukup sulit dan mahal. Pada gambar 3.1 tampak skematik komponen pembentuk polimer hibrid. Komponen pembentuk polimer hibrid umumnya terbentuk dari tiga jenis bahan yang

90

Sahrul Hidayat

sudah banyak dimanfaatkan dalam beragam aplikasi, yaitu silikon, polimer organik, dan keramik. on,

Gambar 3.1. Skematik komponen pembentuk polimer hibrid. Silikon memiliki sifat elastik, resistan terhadap senyawa kimia atau oksidan, dan stabil terhadap suhu tinggi. Silikon banyak dipakai di dalam bidang medis, khususnya dalam teknologi bedah plastik. Selain itu, nya itu karena tahan terhadap suhu tinggi, silikon banyak juga diaplikasikan sebagai bahan perekat dan gasket pada peralatan yang bekerja pada suhu tinggi. Polimer organik memiliki sifat kuat atau tidak mudah patah, sangat s fungsional untuk berbagai jenis aplikasi teknologi, dan mudah dalam proses fabrikasinya. Aplikasi polimer organik sangat luas, dari mulai peralatan rumah tangga sampai peralatan teknologi canggih. Selain itu polimer organik memiliki peranan penting dalam teknologi d

Polimer Hibrid

91

pengemasan khususnya untuk pengemasan berbagai peralatan elektronik. Keramik memiliki sifat yang kuat, stabil terhadap pengaruh suhu dan zat kimia, serta bersifat transparan. Keramik banyak diaplikasikan untuk peralatan rumah tangga khususnya tempat-tempat makanan, kaca jendela, penyekat, dan banyak lagi aplikasi lainnya. Polimer hibrid merupakan gabungan dari ketiga komponen tadi, sehingga diharapkan memiliki kombinasi sifat unggul dari komponen penyusunnya. Polimer hibrid memiliki aplikasi yang menarik. Aplikasi tersebut bergantung pada modifikasi sifat dan struktur yang dilakukan, di antaranya melalui penambahan bahan lain yang disebut doping. Telah dilaporkan bahwa polimer

hibrid dapat dimodifikasi dengan senyawa zirconium propoxide sehingga menjadi bahan yang memiliki nilai indeks bias yang cukup tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pandu gelombang. Polimer hibrid juga telah dimodifikasi dengan senyawa titanium isopropoxide sehingga dihasilkan bahan yang memiliki absorbansi yang cukup kuat pada daerah ultra violet sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan dasar coating. Polimer hibrid dapat juga diaplikasikan sebagai bahan luminesen dengan

92

Sahrul Hidayat

menambahkan kromofor seperti dye laser, unsur tanah jarang atau logam kompleks. Penelitian tentang bahan luminesen yang didoping dengan bahan dye laser berupa perylene orange, Rhodamin 6G telah diteliti dengan menggunakan PMMA sebagai matriks dan menghasilkan emisi cahaya berupa laser dengan panjang gelombamg di sekitar 580 nm. Divais yang berbasiskan polimer hibrid dapat diproduksi dengan harga murah karena proses

pembuatannya tidak membutuhkan teknologi vakum yang mahal, melainkan dengan teknik spincasting yang murah. Selain itu, divais yang dibuat dari polimer hibrid dapat diharapkan tahan lama karena pada matriks polimer hibrid yang dipakai terdapat rantai anorganik sehingga memiliki stabilitas termal, resistansi kimia, dan ketahanan terhadap cuaca yang lebih baik. Polimer hibrid dapat berbentuk anorganik-organik atau organik-anorganik. Polimer anorganik-organik terdiri dari bagian anorganik pada rantai utama dan bagian organik pada rantai cabang, sedangkan polimer organikanorganik sebaliknya. Jenis polimer hibrid yang dikaji dalam penelitian ini adalah yang berbasis siloksan. Rantai

Polimer Hibrid

93

utama terdiri dari perulangan Si (silikon) dan O (oksigen), sedangkan rantai cabang mengandung gugus metakrilat. gug Kehadiran gugus metakrilat akan memengaruhi sifat diran mem kelarutan polimer hibrid menjadi lebih mudah melarut h dalam pelarut organik. Hal tersebut sangat menguntungkan karena teknik pemrosesannya dapat dilakukan secara kimia melalui proses pelarutan. Selanjutnya untuk pembuatan divais dapat dilakukan dengan teknik

sederhana seperti spin coating, dip coating, atau spraying. Dalam penelitian yang dilakukan, polimer hibrid diperoleh pol dengan cara sintesis dari methacrylate monomer 3-

(Trimethoxysilyl)propyl

(TMSPMA).

Struktur kimia molekul TMSPMA ditampilkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Struktur kimia molekul TMSPMA. TMSPMA

94

Sahrul Hidayat

Proses Sintesis Polimer Hibrid Proses sintesis polimer hibrid terdiri dari dua ses tahapan proses yaitu polimerisasi bagian anorganik dan dilanjutkan dengan polimerisasi bagian organik. Proses polimerisasi bagian anorganik dilakukan dengan teknik sol-gel sedangkan polimerisasi bagian organik dilakukan gel dengan teknik foto polimerisasi. Teknik sol-gel merupakan gan sol proses pembentukan suspensi koloid (sol) dan

pembentukan rantai anorganik yang disertai perubahan fasa menjadi gel. Hasil proses tersebut merupakan prekursor polimer hibrid Secara skematik, reaksi kimia hibrid. selama proses sol sol-gel dan proses foto polimerisasi diperlihatkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3. Skematik reaksi kimia pada proses sol-gel sol dan foto polimerisasi.

Polimer Hibrid

95

Proses

foto

polimerisasi

berkaitan

dengan

pembentukan polimer organik pada rantai bagian cabang. Proses foto polimerisasi diawali dengan pembentukan gugus radikal yang dipicu oleh inisiator. Dengan bantuan energi cahaya, inisiator akan berubah menjadi radikal dan menyerang gugus metakrilat. Proses tersebut akan memutus ikatan rangkap C=C sehingga gugus metakrilat menjadi reaktif dan akan bereaksi dengan gugus metakrilat yang lain. Proses perpanjangan rantai polimer (propagasi) akan terus berlangsung sampai terjadi terminasi yaitu saat bertemu dengan gugus radikal yang lain. Proses foto polimerisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh konsentrasi inisiator, intensitas cahaya, dan waktu penyinaran. Di dalam penelitian ini, foto inisiator yang digunakan adalah IRGACURE-819 dan IRGACURE-369. Proses

pembentukan radikal pada inisiator berlangsung dengan bantuan energi cahaya (h), seperti diperlihatkan pada gambar 3.4.

96

Sahrul Hidayat

Gambar 3.4. Proses pembentukan radikal pada inisiator. inisiator Bahan-bahan yang digunakan dalam proses sintesis bahan prekursor polimer hibrid terdiri dari monomer TMSPMA (Aldrich), chloroform (p.a. Merck), etanol (p.a. Merck), dan HCl (p.a. Merck). Bahan-bahan lain yang digunakan Bahan dalam eksperimen ini adalah inisiator IRGACURE 819 IRGAC (Ciba), IRGACURE 369 (Ciba), pelarut toluen (p.a. Merck), dan dye laser DCM (4-dicyanmethylene-2( methyl-6-(p-dimethyl dimethyl-aminostyryl)-4H -Pyran, Aldich). Proses sintesis prekursor polimer hibrid terdiri dari empat tahapan sebagai berikut: a. Monomer TMSPMA dilarutkan di dalam etanol dan diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang selama satu jam. Perbandingan volume antara TMSPMA dan etanol adalah 1:4.

Polimer Hibrid

97

b. Air DI (deionized water) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan monomer sampai perbandingan volume air dan etanol 2:1. Tahapan proses ini dinamakan dengan reaksi hidrolisis. c. Reaksi kondensasi dilakukan dengan

menambahkan 0,1M HCl ke dalam campuran pada tahap (b). Perbandingan volume antara 0,1M HCl dengan TMSPMA adalah 1:8. Selanjutnya campuran diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan sekitar 200 rpm pada suhu 65oC selama satu malam. Hasil dari proses ini adalah prekursor polimer hibrid yang berfasa gel dan masih bercampur dengan zat-zat sisa reaksi. d. Tahap terakhir adalah purifikasi untuk

menghilangkan zat-zat sisa reaksi menggunakan khloroform. Proses selanjutnya adalah mencampurkan larutan prekursor polimer hibrid dengan fotoinisiator Irgacure-819 atau Irgacure-369 (Ciba Speciality Chemical Inc.). Inisiator Irgacure-819 digunakan apabila proses foto polimerisasi dilakukan dengan sumber cahaya lampu UV biasa atau sumber UV dari laser semikonduktor.

98

Sahrul Hidayat

Sedangkan inisiator Irgacure-369 digunakan untuk proses foto polimerisasi menggunakan Third Harmonic

Generation (THG) laser Nd:YAG yang memiliki panjang gelombang 355 nm. Proses pencampuran prekursor polimer hibrid dengan inisiator dibantu dengan pelarut khloroform atau toluen. Khusus untuk aplikasi divais laser, sebelum penambahan inisiator, prekursor polimer hibrid didoping terlebih dahulu dengan dye laser DCM. Proses doping prekursor polimer hibrid dengan dye laser DCM dilakukan dengan melarutkan prekursor dan DCM di dalam khloroform. Konsentrasi dye laser DCM dalam prekursor dibuat dalam beberapa variasi yaitu 0,04%, 0,1% dan 0,2% berat. Khusus untuk aplikasi divais laser, konsentrasi DCM yang digunakan adalah 0,1% berat. Campuran tersebut selanjutnya diaduk dengan

pengaduk magnetik sampai terbentuk larutan yang homogen. Larutan yang dihasilkan disaring dengan mikrofilter ukuran 0,45 m dan selanjutnya dikentalkan. Proses selanjutnya adalah pembuatan film tipis polimer hibrid di atas substrat kaca dengan teknik spincoating. Sebelum digunakan, substrat kaca dibersihkan berturut-turut dengan tepol, aquades, aseton, dan

Polimer Hibrid

99

isopropanol. Semua tahap pembersihan dilakukan di dalam ultrasonic bath, masing-masing selama kurang lebih 20 menit. Pada tahap akhir pembersihan, substrat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC. Sebelum proses foto polimerisasi, film tipis yang dihasilkan diproses prebaking pada suhu 50oC selama 10 menit. Proses tersebut bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang telah digunakan pada saat penambahan inisiator. Selanjutnya dilakukan proses foto polimerisasi di dalam chamber tertutup. Langkah terakhir adalah proses post-baking pada 50oC selama 6 jam. Proses post-baking bertujuan untuk mengeringkan dan memperkuat daya rekat polimer hibrid pada substrat. Proses foto polimerisasi dilakukan di dalam

chamber yang dialiri dengan gas nitrogen. Penggunaan gas nitrogen dimaksudkan untuk menghindari kontak antara permukaan film tipis dengan oksigen yang dapat mengganggu proses polimerisasi. Proses foto polimerisasi dilakukan dengan menggunakan dua sumber cahaya. Pertama untuk keperluan karakterisasi optik polimer hibrid, proses foto polimerisasi dilakukan dengan

100 Sahrul Hidayat

menggunakan sumber lampu UV biasa yang berasal dari laser semikonduktor, seperti tampak pada gambar 3.5. Sedangkan untuk proses pembuatan grating, proses foto polimerisasi dilakukan dengan sumber laser THG

Nd:YAG. Pola berkas cahaya dalam proses pembuatan grating dihasilkan dengan metode interferensi Lloyd Mirror, seperti tampak pada gambar 3.6. Setelah proses foto polimerisasi, selanjutnya

dilakukan karakterisasi yang terdiri dari pengukuran spektrum infra red, foto mikro, spektrum absorpsi UV-Vis, dan spektrum emisi. Sedangkan untuk grating, selanjutnya dilakukan karakterisasi kinerjanya sebagai divais laser.Lampu UV

25 cm

Gas nitrogen Chamber film tipis

Gambar 3.5. Proses foto polimerisasi dengan sumber laser semikonduktor (=417 nm).

Polimer Hibrid 101

Gambar 3.6. Proses foto polimerisasi dengan sumber cahaya laser Nd:YAG (=355nm). ( Pengukuran spektrum infra red bertujuan untuk mengetahui ahui struktur kimia bahan dan mengamati

perubahan struktur kimia selama proses foto polimerisasi. Pengukuran foto mikro bertujuan untuk mengetahui profil permukaan, homogenitas, dan menentukan periodisitas grating. Sedangkan pengukuran spektrum absorpsi dan . da emisi bertujuan untuk mengetahui rentang frekuensi absorpsi dan emisi dari bahan. Alat-alat yang digunakan Alat dalam proses karakterisasi tersebut adalah sebagai berikut.

102 Sahrul Hidayat

Gambar 3.7. Spektrofotometer fourier transform infra red, Merek Bruker tipe Tensor 27.

Gambar 3.8. Atomic force microscopy, Merek Keyence, nano-hybrid

Gambar 3.9. Spektrofotometer absorpsi UV-Vis, Merek Shimadzu, tipe UV-Vis-Near 3150.

Polimer Hibrid 103

Gambar 3.10. Spektrofotometer emisi, Merek Hitachi tipe F 4500. Karakteristik Polimer Hibrid Polimer hibrid dihasilkan dengan cara sintesis dari monomer TMSPMA dengan metode sol-gel. Secara kimia, proses sol-gel terdiri dari reaksi hidrolisis dan kondensasi yang melibatkan bagian anorganik dari monomer

TMSPMA. Selama proses sol-gel, antargugus anorganik terjadi reaksi berantai membentuk rangkaian gugus silikat yang berulang (polimer). Pada gambar 3.3, tampak reaksi kimia proses sol-gel berjalan dengan penambahan H2O dan katalis H+. Penambahan H2O menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, sedangkan penambahan katalis H+ memicu munculnya radikal pada gugus SiO yang diikuti dengan perpanjangan rantai. Pada proses foto polimerisasi, energi radiasi telah menyebabkan terbentuknya radikal pada gugus inisiator.

104 Sahrul Hidayat

Gugus radikal tersebut menyerang ikatan lemah C=C sehingga memicu terjadinya reaksi berantai dengan ikatan C=C pada gugus lainnya. Reaksi tersebut menghasilkan jaringan ikatan gugus organik yang diikuti dengan perubahan fasa dari gel menjadi padat. Reaksi foto polimerisasi ditandai juga dengan perubahan warna film dari buram menjadi bening seperti kaca. Perubahan struktur kimia selama reaksi foto polimerisasi diamati secara in-situ dengan pengukuran spektroskopi IR. Hasil pengukuran spektroskopi IR selama foto polimerisasi terjadi ditampilkan pada gambar 3.11. Pada gambar 3.11 tampak penurunan intensitas absorpsi IR pada daerah 1638 cm-1. Tampak sebelum proses foto polimerisasi, absorpsi pada 1638 cm-1 sangat tinggi, ini mengindikasikan jumlah ikatan rangkap C=C dalam molekul tersebut masih banyak. Setelah proses foto polimerisasi selama 4,5 menit, absorpsi pada 1638 cm-1 mengalami penurunan yang cukup tajam. Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi pengurangan ikatan rangkap C=C. Setelah 15 menit proses foto polimerisasi, tampak penurunan puncak absorpsi tidak terlalu tajam, yang mengindikasikan perubahan ikatan C=C setelah foto

Polimer Hibrid 105

polimerisasi 4,5 menit berlangsung lambat. Selama proses foto polimerisasi ikatan rangkap C=C berubah menjadi ikatan tunggal CC. Perubahan ikatan C=C menjadi CC tersebut mengindikasikan terjadinya reaksi polimerisasi pada gugus organik seperti diperlihatkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.11. Spektrum FTIR hasil pengukuran secara insitu selama proses foto polimerisasi. Hasil pengukuran spektroskopi FTIR untuk rentang frekuensi yang lebih lebar diperlihatkan pada gambar 3.12. Pengukuran dilakukan untuk polimer hibrid sebelum dan sesudah proses foto polimerisasi. Pada gambar tersebut tampak munculnya puncak absorpsi pada 1112 cm-1 dan 779 cm-1 yang mengindikasikan keberadaan gugus SiO

106 Sahrul Hidayat

Si simetrik dan asimetrik. Gugus tersebut berasal dari rantai anorganik polimer hibrid. Adanya ikatan anorganik SiOSi menunjukkan bahwa proses sol-gel telah berhasil membentuk rantai polimer pada gugus anorganik.180 160

140

T [a.u]

Prekursor Polimer

120

100

80

60

40

4000

3500

3000

2500

2000-1

1500

1000

500

k [cm ]

Gambar 3.12. Spektrum FTIR untuk prekursor polimer hibrid dan polimer hibrid. Kandungan gugus organik C=C terlihat pada 1635 cm . Pada spektrum tersebut terlihat puncak-puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3465 cm-1 yang menggambarkan kandungan gugus OH. Vibrasi pada bilangan gelombang 2954 cm-1 dan 2889 cm-1 berkaitan dengan gugus CH.-1 -1

Vibrasi pada bilangan gelombang

1714 cm menunjukkan adanya gugus C=O. Hasil pengukuran foto mikro untuk film polimer

Polimer Hibrid 107

hibrid yang tidak didoping dan yang didoping dengan DCM diperlihatkan pada gambar 3.13 dan gambar 3.14.

Gambar 3.13. Profil permukaan film polimer hibrid.

Gambar 3.14. Profil permukaan film polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Pada gambar 3.13 dan 3.14 tampak foto permukaan dari film polimer hibrid yang tanpa dan dengan didoping DCM. Dengan skala pembesaran yang sama, permukaan polimer hibrid yang didoping dengan DCM tampak lebih halus dibandingkan dengan yang tanpa doping. Hal tersebut diduga gugus DCM telah mengisi rongga-rongga

108 Sahrul Hidayat

mikroskopik

pada

polimer

hibrid.

Hal

tersebut

mengakibatkan sebaran molekul-molekul pada proses pembuatan film menjadi lebih merata. Hasil ini

mengindikasikan bahwa dye laser DCM dapat bercampur secara homogen dengan polimer hibrid. Hasil pengukuran spektroskopi absorpsi UV-Vis diperlihatkan pada gambar 3.15. Puncak absorpsi muncul pada panjang gelombang 470 nm baik untuk pengukuran sebelum ataupun sesudah proses foto polimerisasi. Efektivitas penyerapan energi foton terlihat lebih baik ketika sudah menjadi polimer hibrid dibandingkan dalam kondisi prekursornya. Hal tersebut ditandai dengan besarnya intensitas absorpsi sesudah proses foto

polimerisasi. Selain itu, spektrum absorpsi tersebut memberikan informasi mengenai panjang gelombang pemompa yang harus digunakan apabila akan diaplikasikan sebagai divais laser. Berdasarkan kurva tersebut, sumber pemompa yang dapat digunakan berada pada rentang panjang gelombang 400 sampai dengan 550 nm. Rentang panjang gelombang tersebut bersesuaian dengan emisi cahaya biru sampai dengan hijau.

Polimer Hibrid 109

Gambar 3.15. Spektrum absorpsi UV-Vis polimer hibrid sebelum dan sesudah proses foto polimerisasi. Gambar 3.16 memperlihatkan spektrum emisi dari polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Puncak panjang gelombang emisi untuk kondisi sebelum proses foto polimerisasi adalah 580 nm dan sesudah foto polimerisasi adalah 565 nm. Hal tersebut menunjukkan adanya pergeseran frekuensi emisi ke arah yang lebih tinggi. Untuk kondisi sesudah foto polimerisasi warna yang diemisikan adalah oranye, sedangkan sebelum foto polimerisasi warna yang diemisikan cenderung

kemerahan. Secara fisis, fenomena ini disebabkan oleh adanya perbedaan bandgap optik pada film sebelum dan sesudah foto polimerisasi.

110 Sahrul Hidayat

Gambar 3.16. Spektrum emisi film polimer hibrid yang didoping dengan DCM. Berdasarkan spektrum IR, dapat diketahui bahwa sebelum foto polimerisasi, gugus organik pada rantai polimer banyak mengandung ikatan rangkap C=C. Sedangkan pada kondisi sesudah foto polimerisasi, ikatan C=C berkurang dan berubah menjadi CC. Menurut teori kuantum, bandgap optik untuk gugus yang mengandung C=C akan lebih sempit dibandingkan dengan yang mengandung CC. Jika lebar bandgap optiknya lebih sempit maka panjang gelombang yang diemisikan akan bergeser ke arah yang lebih besar. Fenomena tersebut dapat diamati dari warna yang diemisikan akan berubah dari kemerahan menjadi oranye.

BAB IV LASER POLIMER HIBRID BERBASIS KISI 1D

Kristal fotonik memiliki karakteristik yang sangat menarik untuk aplikasi sebagai divais laser. Kristal fotonik dapat berfungsi sebagai cermin yang memiliki efisiensi refleksi tinggi dan dapat menyeleksi panjang gelombang tertentu dengan prinsip bandgap. Salah satu jenis kristal fotonik yang dapat diaplikasikan sebagai divais laser adalah kristal fotonik satu dimensi (1D) dalam bentuk kisi dengan prinsip umpan balik terdistribusi (UBT). Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab

sebelumnya, bahwa difraksi oleh media yang periodik dapat memodifikasi sifat propagasi cahaya. Berkas gelombang yang masuk ke dalam struktur kisi akan mengalami difraksi. Masing-masing modus difraksi akan mengalami modulasi secara periodik dan akan terpandu

112 Sahrul Hidayat

sepanjang lapisan. Keunikan dari sistem kisi ini adalah, hanya berkas gelombang yang memiliki panjang

gelombang tertentu saja yang akan mengalami pemantulan dan terpandu sepanjang lapisan. Berkas gelombang tersebut adalah yang memenuhi kondisi Bragg, yang secara matematis diungkapkan dengan hubungan seperti pada persamaan (4.1). m 2n (4.1)

dengan m adalah modus perambatan gelombang, adalah panjang gelombang Bragg, nef adalah indeks bias efektif bahan, dan adalah periode kisi. Jika suatu bahan aktif ditambahkan ke dalam sistem kisi Bragg, maka akan dihasilkan divais pandu gelombang dengan sistem umpan balik terdistribusi (UBT). Sistem UBT memiliki pita terlarang di sekitar panjang gelombang Bragg di mana cahaya tidak bisa berpropagasi di dalam media tersebut. Pada tepi pita terlarang, cahaya dapat berpropagasi dan mengalami umpan balik sehingga terjadi penguatan daya. Proses Fabrikasi Divais Laser Berbasis Kisi 1D Fabrikasi divais laser berbasis UBT terdiri dari beberapa tahapan proses. Tahapan pertama adalah

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 113

persiapan bahan yaitu sintesis polimer hibrid yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 3. Tahapan selanjutnya berturut-turut adalah persiapan substrat, pembuatan

lapisan tipis, dan pembuatan kisi Bragg. Tahapan persiapan substrat dan pembuatan lapisan tipis juga telah dibahas pada bab 3, yaitu tahapan sebelum dilakukan karakterisasi. Secara prinsip, persiapan substrat dan pembuatan lapisan tipis untuk divais laser adalah sama dengan untuk keperluan karakterisasi. Oleh sebab itu, yang akan menjadi fokus bahasan selanjutnya pada bab ini adalah teknik pembuatan kisi Bragg untuk divais laser. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, prekursor polimer hibrid yang telah ditambah inisiator memiliki sensitivitas terhadap cahaya UV. Dengan proses foto polimerisasi, prekursor polimer hibrid akan berubah menjadi polimer hibrid dan fasanya berubah dari gel menjadi padat. Dengan prinsip tersebut, jika proses foto polimerisasi berlangsung dengan berkas cahaya UV yang terpola, maka perubahan polimer hibrid pun akan mengikuti pola cahaya tersebut. Dengan kata lain, bagian yang terpolimerisasi atau yang berubah menjadi fasa padat hanya bagian yang terkena cahaya saja.

114 Sahrul Hidayat

Untuk proses pembuatan kisi, dapat dilakukan dengan cara membuat pola cahaya berbentuk kisi di atas lapisan prekursor polimer hibrid. Dalam bahasan di sini, teknik pembuatan pola cahaya dilakukan dengan metode interferensi Lloyd Mirror. Di dalam metode Lloyd Mirror sampel ditempatkan tegak lurus terhadap cermin, seperti tampak pada gambar 3.6. Berkas laser melewati pelebar berkas sehingga diameternya membesar dan dalam eksperimen ini diameter laser diset sekitar 1 cm. Interferensi akan terjadi pada sampel dan membentuk pola cahaya gelap terang secara teratur. Jarak antara garis terang yang satu dengan garis terang yang di sebelahnya sesuai dengan hukum interferensi cahaya yang secara matematis diungkapkan seperti pada persamaan (4.2). (4.2)

Di mana adalah periode kisi, c adalah panjang gelombang laser, dan adalah sudut antara berkas datang dengan bidang cermin. Sumber laser yang digunakan adalah Nd:YAG dengan panjang gelombang 355 nm. Daya maksimum laser tersebut sekitar 1 watt dan dapat diset sesuai dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan kisi dengan kualitas bagus harus dilakukan optimasi daya dan lama

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 115

penyinaran. Waktu penyinaran mengatur waktu bukaan shutter.

dapat diset

dengan

Untuk mengecek kualitas kisi yang telah dibuat dilakukan pengukuran AFM (atomic force microscopy). Dengan pengukuran AFM dapat diketahui profil

permukaan kisi dan sekaligus periodisitas kisinya dapat dihitung. Sebagai contoh, telah dilakukan fabrikasi kisi 1D dengan sudut =10o, power laser diset 320 watt dan waktu penyinaran 1 detik. Hasil pengukuran AFM untuk sampel tersebut diperlihatkan pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.

Gambar 4.1. Gambar AFM untuk sampel yang dibuat dengan sudut =10.

116 Sahrul Hidayat

Pada gambar 4.1 tampak pola kisi 1D dengan kualitas permukaan halus. Periode grating yang terukur dari foto AFM tersebut adalah 1064 nm. Gambar yang besar merupakan foto grating dengan sudut penglihatan tegak lurus terhadap permukaan film. Lebar gambar yang diambil sekitar 50x50 m2 dari total lebar sampel film sekitar 0,5 cm2.

Gambar 4.2. Hasil pengukuran kedalaman dan periode grating dengan software AFM-analyser. Berdasarkan sampel foto permukaan tersebut, tampak bahwa film polimer hibrid yang dicampur dengan bahan dye laser dapat terfoto-polimerisasi mengikuti pola berkas cahaya yang mengenainya. Untuk menghilangkan bagian yang tidak terpolimerisasi, dilakukan proses etching menggunakan khloroform. Proses etching akan

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 117

melarutkan sisa-sisa prekursor polimer hibrid yang berfasa gel dari permukaan film. Hasil akhir yang didapatkan adalah film yang permukaan terpola dengan fasa padat seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.2 memperlihatkan hasil analisis dari foto AFM menggunakan software VN-analyser. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui profil 3 dimensi dari permukaan film. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada permukaan film terbentuk kisi yang berpola sinusioda dengan kedalaman sekitar 115 nm. Selain itu, berdasarkan analisis ini dapat diketahui juga periode kisi, yaitu sekitar 1064 nm.

Gambar 4.3 Spektrum absorpsi dan emisi film polimer hibrid yang dicampur DCM

118 Sahrul Hidayat

Gambar 4.3 memperlihatkan hasil pengukuran spektrum absorpsi dan emisi film polimer hibrid yang mengandung DCM. Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa panjang gelombang absorpsi berada pada rentang 420 nm sampai dengan 530 nm dan panjang gelombang emisi berada pada rentang 530 nm sampai dengan 660 nm. Panjang gelombang absorpsi memberikan informasi mengenai daerah frekuensi pemompa efektif apabila diaplikasikan sebagai berkas laser. Di dalam eksperimen ini, berkas pemompa yang digunakan adalah laser SHG (second harmonic generation) Nd:YAG dengan panjang gelombang 532 nm. Sumber cahaya tersebut digunakan dengan alasan memiliki kemudahan dalam perhitungan daya pemompa yang terserap oleh bahan. Jika yang digunakan untuk proses pemompaan bukan berkas laser, maka perhitungan daya yang diserap oleh bahan sulit dilakukan karena daerah frekuensinya lebar. Rentang panjang gelombang emisi diperlukan untuk menghitung periodisitas kisi yang harus dibuat di dalam divais laser. Dalam hal ini, panjang gelombang Bragg harus berada pada daerah emisi bahan. Jika demikian, maka rentang panjang gelombang Bragg adalah 530 nm

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 119

sampai dengan 660 nm. Jika nilai indeks bias efektif polimer hibrid diketahui, maka dapat dihitung periodisitas kisi yang bersesuaian dengan rentang panjang gelombang Bragg tersebut menggunakan persamaan (4.3).

mB

2n

(4.3)

Jika diasumsikan nilai indeks bias adalah 1.51, maka dapat diperoleh periodisitas kisi berada pada rentang 351 nm sampai dengan 437 nm. Selanjutnya, dapat ditentukan sudut sebagai parameter untuk pembuatan kisi dengan rentang dilakukan periodisitas dengan tersebut. metode Jika pembuatan kisi

interferensi

cahaya

menggunakan sumber cahaya laser Nd:YAG dengan panjang gelombang 355 nm, maka dapat dihitung rentang sudut menggunakan persamaan (4.4). Dengan

mensubstitusikan rentang periodisitas kisi dan panjang gelombang laser ke dalam persamaan (4.4) dapat diperoleh rentang sudut adalah 23 sampai 30.

(4.4) Berdasarkan parameter pembuatan kisi yang telah

dihitung di atas, selanjutnya dilakukan fabrikasi kisi 1D dengan tiga variasi sudut , yaitu 25, 26, dan 27.

120 Sahrul Hidayat

Pemilihan sudut tersebut didasarkan pada intensitas emisi bahan yang besar berada di daerah tengah kurva emisi teng seperti ditunjukkan pada gambar 4.3. Dengan demikian intensitas laser yang diperoleh diharapkan akan tinggi. Gambar 4.4 memperlihatkan salah satu foto

permukaan kisi yang diperoleh dengan pengukuran AFM. Kisi tersebut difabrikasi dengan sudut =26, power laser sud 320 mWatt, dan waktu penyinaran detik. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa untuk periode kisi yang lebih kecil, profil permukaannya tidak semulus permukaan kisi seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.4 Foto permukaan kis yang difabrikasi dengan kisi sudut 26.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 121

Hal tersebut dapat dipahami karena dalam fabrikasi kisi dengan teknik interferensi, semakin besar sudut maka pola gelap terang semakin rapat sehingga daya pisahnya menjadi kurang bagus. Hal tersebut dapat juga disebabkan adanya hamburan oleh permukaan film atau kaca yang akan menyebabkan pola gelapnya kurang tajam. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui juga periode kisi sekitar 398 nm.

Karakteristik Laser Berbasis Kisi 1DSuatu divais laser dikatakan baik apabila memiliki daya pemompa yang rendah dan frekuensinya tunggal atau rentang panjang gelombangnya sempit. Oleh karena itu, untuk menguji kualitas divais laser yang telah dibuat harus meliputi pengujian kedua parameter tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi divais laser yang meliputi karakteristik emisi laser dan warna yang dipancarkannya, pengukuran daya ambang pemompa, dan perhitungan full wide half maximum (FWHM). Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi divais laser terdiri dari sumber cahaya pemompa, setup optik untuk memfokuskan berkas pemompa, filter optik untuk mengatur daya cahaya

122 Sahrul Hidayat

yang diberikan, dan detektor optik. Sebagai sumber da cahaya pemompa digunakan laser Nd:YAG dengan panjang gelombang 532 nm, Merek Spectra physicsphysics Quanta ray. Alasan digunakannya laser Nd:YAG sebagai sumber pemompa adalah kemudahannya dalam

perhitungan daya yang diberikan terh terhadap sampel dan panjang gelombangnya berada pada daerah serapan bahan DCM. Setup optik akan mengubah berkas cahaya pemompa menjadi berkas berbentuk stip dengan luas area 0,7x0,15 mm2. Untuk mendeteksi berkas cahaya yang dihasilkan oleh divais digunakan photonic multichannel analyser-12 (PMA) merek Hamamatsu. Setup pengujian karakteristik divais laser diperlihatkan pada 4.5.

Gambar 4.5. Setup alat karakterisasi divais laser. laser

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 123

Hasil dari pengukuran ini berupa data intensitas (densitas optik) yang terdeteksi oleh detektor PMA dan selanjutnya diplot menjadi sebuah grafik. Pengujian pertama adalah menentukan karakteristik emisi dari divais laser. Pengujian dilakukan terhadap tiga jenis divais yang memiliki periode kisi berbeda, masing-masing 385 nm, 398, dan 411 nm. Karakteristik emisi masing-masing divais tersebut diperlihatkan pada gambar 4.6.

(a)

124 Sahrul Hidayat

(b)

(c)

Gambar 4.6 Kurva karakteristik emisi laser dengan periode kisi yang berbeda (a) =385 nm (b) =398 nm (c) =411 nm.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 125

Berdasarkan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa ketiga jenis divais mengemisikan berkas laser dengan panjang gelombang emisi yang berbeda yang bergantung pada besarnya periodisitas kisi. Tampak semakin besar daya pemompa yang diberikan intensitas laser yang diemisikan juga semakin besar. Untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm, emisi laser muncul pada panjang gelombang 582 nm, divais dengan periode kisi 398 nm emisi lasernya pada panjang gelombang 602 nm, dan divais dengan periode kisi 411 nm emisi laser muncul pada panjang gelombang 622. Tampak bahwa semakin besar periodisitas kisi, maka emisi laser yang dihasilkan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih tinggi. Pengamatan emisi laser hanya bisa dilakukan sampai densitas optik sekitar 40.000. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dari detektor optik yang digunakan, yaitu jika lebih dari 40.000, sinyal yang ditampilkan akan mengalami saturasi. Gambar 4.7 menampilkan gabungan dari kurva emisi pada gambar 4.6 dengan mengambil data pada satu nilai daya pemompa. Tampak perbandingan intensitas emisi laser untuk ketiga jenis divais yang memiliki

126 Sahrul Hidayat

perioditas kisi berbeda. Dengan memberikan daya pemompa 14 mJ/pulse.cm2, divais dengan periode kisi 411 nm emisi yang dipancarkannya lebih kecil dari divais yang lain. Hal tersebut diperkirakan kualitas film kurang baik sehingga proses pemanduan gelombang mengalami

banyak kehilangan daya.

Gambar 4.7 Kurva perbandingan panjang gelombang emisi laser.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.8 Foto emisi laser untuk periode kisi yang berbeda (a) =385 nm (b) =398 nm (c) =411 nm.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 127

Panjang

gelombang

laser

yang

diemisikan

berpengaruh pada warna cahaya laser yang dihasilkan. Pada gambar 4.8 tampak untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm warna yang diemisikan cenderung dekat ke warna kuning dengan panjang gelombang emisi 582 nm. Untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm, emisinya berwarna oranye dengan panjang gelombang emisi sekitar 602 nm. Sedangkan untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm warna emisinya merah yang berada pada kisaran panjang gelombang 622 nm.

Gambar 4.9 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm.

128 Sahrul Hidayat

Gambar 4.10 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm.

Gambar 4.11 Kurva daya ambang untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm Gambar 4.9 sampai dengan gambar 4.11

memperlihatkan hasil pengukuran daya ambang pemompa masing-masing untuk divais laser dengan periode kisi 385

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 129

nm, 398 nm, dan 411 nm. Besarnya daya ambang dipengaruhi oleh beberapa parameter divais di antaranya adalah jenis bahan dye laser yang digunakan, konsentrasi dye laser di dalam sistem tersebut, kualitas film yang berkaitan dengan proses pemanduan gelombang, dan kualitas kisi sebagai resonator dalam sistem laser. Pada daya pemompa di bawah 5 mJ/pulse.cm2, tampak belum muncul adanya proses lasing, yang muncul baru sebatas amplified spontaneous emission (ASE). Bila daya

pemompa dinaikkan, maka proses lasing mulai muncul. Berdasarkan ketiga kurva pada gambar di atas, tampak bahwa nilai daya ambang pemompanya hampir sama, yaitu sekitar 6 mJ/pulse.cm2. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas ketiga divais secara umum hampir sama. Daya pemompa ini berhubungan dengan daya eksternal yang harus diberikan untuk proses pembangkitan laser. Semakin kecil nilai daya ambang pemompanya, maka semakin baik pula divais laser tersebut. Gambar 4.12 sampai dengan gambar 4.13

menunjukkan hasil perhitungan FWHM untuk ketiga jenis divais laser. FWHM merupakan lebar titik tengah suatu kurva. Nilai tersebut menunjukkan ketajaman kurva, yaitu

130 Sahrul Hidayat

semakin rendah nilai FWHM semakin tajam kurva tersebut. Nilai FWHM dalam hal ini berkorelasi dengan ketajaman frekuensi laser. Semakin rendah nilai FWHM, semakin tajam frekuensi laser yang dihasilkan. Jika dibandingkan dari ketiga gambar tersebut, maka divais laser dengan periode kisi 385, menunjukkan penurunan FWHM yang lebih cepat. Hal ini mengandung arti bahwa berkas laser yang dihasilkannya memiliki rentang frekuensi yang sempit atau lebih koheren. Berdasarkan gambar tersebut lebar frekuensinya sekitar 2 nm. Bila dibandingkan dengan laser komersial, maka nilai tersebut masih terlalu lebar. Laser komersial umumnya memiliki lebar frekuensi kurang dari 1 nm.

Gambar 4.12 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 385 nm.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 131

Gambar 4.13 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 398 nm.

Gambar 4.14 Kurva FWHM untuk divais laser dengan periode kisi 411 nm. Seperti telah diuraikan pada bab 3, bahwa pada proses foto polimerisasi terjadi perubahan pada bagian rantai organik. Sebelum proses foto polimerisasi, rantai

132 Sahrul Hidayat

organiknya belum membentuk polimer dan fasanya masih dalam bentuk gel. Sedangkan setelah foto polimerisasi, bagian rantai organik membentuk polimer dan fasanya berubah menjadi padat. Secara fisis, divais yang telah difoto polimerisasi akan memiliki indeks bias yang berbeda dengan bagian yang belum terfoto polimerisasi. Oleh karena itu, walaupun tanpa proses etching, profil indeks bias sudah terbentuk pada permukaan film. Untuk menguji hal tersebut, maka dilakukan karakterisasi laser sebelum proses etching. Gambar 4.15 memperlihatkan kurva karakteristik emisi divais laser sebelum proses etching. Pada gambar tersebut terlihat bahwa intensitas laser tidak begitu tinggi. Pada saat daya pemompa dinaikkan, berkas ASE mengalami kenaikan cukup tinggi, sementara berkas lasernya tidak mengalami kenaikan yang besar. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kontras indeks bias pada kisi, sehingga proses refleksi dan pemanduan berkas emisi tidak berlangsung sempurna. Berbeda halnya dengan divais yang sudah melalui proses etching, sisa prekursor polimer hibrid akan terbuang bersama pelarutnya. Dengan demikian kontras indeks bias pada kisi cukup tinggi

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 133

karena berlangsung antara polimer hibrid dengan udara. Untuk divais yang sama, karakteristik laser setelah proses etching dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.15 Karakteristik emisi sebelum proses etching. Selain menguji pengaruh proses etching, dalam penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh konsentrasi DCM terhadap karakteristik laser. Pada gambar 4.16 dan gambar 4.17 tampak karakteristik emisi divais laser dengan konsentrasi DCM 0,2% masing-masing untuk periode kisi 378 nm dan 400 nm. Untuk divais laser dengan periode kisi 378 nm, puncak panjang gelombang laser muncul pada 582 nm,

134 Sahrul Hidayat

sedangkan untuk divais dengan periode kisi 400 nm, puncak panjang gelombang laser muncul pada 606 nm. Berdasarkan kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan konsentrasi DCM menjadi 0,2%, dapat menurunkan daya ambang pemompa dari 6 mJ/pulse.cm2 menjadi sekitar 1,5 mJ/pulse.cm2. Peningkatan konsentrasi DCM lebih dari 0,2% tidak dapat dilakukan karena batas kelarutan DCM di dalam pilimer hibrid terbatas. Untuk divais laser dengan konsentrasi DCM 0,2%, pengujian karakteristik emisi tidak dapat dilakukan untuk rentang daya pemompa yang lebih tinggi. Berdasarkan gambar tersebut, tampak mulai daya pemompa 1,181 mJ/pulse.cm2, intensitas emisi sudah mendekati nilai 40.000 atau mendekati saturasi. Jika pengamatan emisi laser ingin dilakukan dalam rentang daya yang lebih tinggi, maka dapat digunakan filter untuk membatasi intensitas cahaya yang masuk ke dalam detektor.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kisi 1D 135

Gambar 4.16 Kurva emisi divais laser dengan periode kisi 378 nm dan konsentrasi DCM 0,2 %.

Gambar 4.17 Kurva emisi divais laser dengan periode kisi 400 nm dan konsentrasi DCM 0,2 %.

136 Sahrul Hidayat

BAB V LASER POLIMER HIBRID BERBASIS KRISTAL FOTONIK 2D

Karakteristik perambatan gelombang di dalam kristal fotonik mengalami perubahan kecepatan group di sekitar modus eigen. Pada daerah tersebut kecepatan group gelombang menurun, sehingga terjadi konsentrasi modus di daerah eigen. Sifat optik seperti di atas dapat dimanfaatkan untuk penguatan amplitudo berkas

gelombang di dalam kristal fotonik. Faktor penguatan amplitudo berbanding terbalik dengan kecepatan group. Semakin kecil kecepatan group gelombang maka faktor penguatan akan semakin besar. Tepat pada pita eigen kecepatan group sama dengan nol. Oleh karena itu, peningkatan daya dari emisi terstimulasi dapat dilakukan di daerah tepi pita fotonik yang merupakan daerah tempat modus propagasi terkonsentrasi.

138 Sahrul Hidayat

Pada bab ketiga telah dijelaskan metode perhitungan untuk mendapatkan kurva hubungan dispersi atau struktur bandgap kristal fotonik 2D. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode ekspansi gelombang bidang. Di dalam bab tersebut telah dijelaskan bagaimana cara menentukan struktur pita kristal fotonik 2D untuk susunan kisi segi empat dan segi enam. Pada bab kelima ini, akan dijelaskan pemanfaatan kristal fotonik 2D tersebut untuk diaplikasikan sebagai resonator di dalam divais laser. Fotonik kristal 2D dibuat dari bahan polimer hibrid yang memiliki indeks bias sekitar 1,51. Jika jari-jari silinder di dalam kristal fotonik 2D adalah 0,25a, maka dapat disimulasikan struktur pita kristal fotonik tersebut. Struktur bandgap kristal fotonik 2D menggunakan bahan polimer hibrid dengan susunan kisi segi empat

diperlihatkan pada gambar 5.1.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 139

Gambar 5.1. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan bahan polimer hibrid dan susunan kisi segi empat. Pada gambar 5.1 tampak ada pertemuan beberapa pita fotonik di daerah titik M dalam zona Brillouin. Pada daerah pertemuan pita tersebut konsentrasi modus propagasi sangat tinggi, sementara di daerah sekitarnya merupakan gap yang tidak ada modus propagasi. Untuk lebih menyederhanakan analisis, dapat diambil kurva hubungan dispersi untuk modus TM saja di mana terdapat pertemuan modus eigen untuk pita kedua dan ketiga, seperti ditunjukkan pada gambar 5.2.

140 Sahrul Hidayat

Gambar 5.2. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi empat untuk modus TM. Di dalam kristal fotonik, gelombang yang merambat pada daerah konsentrasi modus tersebut akan mengalami pemantulan dan beresonansi di sekitar daerah itu. Jika ke dalam kristal fotonik tersebut ditambahkan bahan penguat berkas (dye laser), maka berkas gelombang yang beresonansi akan mengalami penguatan intensitas pada frekuensi modus perambatannya. Dengan demikian sistem tersebut dapat menghasilkan berkas laser dengan frekuensi yang tajam. Pada gambar 5.2 hubungan dispersi kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi empat untuk modus TM.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 141

Pada daerah yang diberi tanda melingkar merupakan pertemuan dua pita eigen yang konsentrasi modus propagasinya sangat besar dibanding daerah lainnya. Nilai tepi pita eigen seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2 adalah 0,663. Nilai tersebut menunjukkan nilai frekuensi eigen dalam a/. Berdasarkan gambar 4.3, dapat diketahui bahwa rentang panjang gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM adalah 530 nm sampai 660 nm. Jika data emisi tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan tepi pita eigen (a/=0,663), maka akan didapat rentang periode kisi kristal fotonik 2D yang sesuai dengan daerah emisi bahan laser. Jika dihitung, maka akan didapat rentang periode kisi antara 351 nm sampai dengan 438 nm. Dengan demikian fabrikasi divais laser yang berbasis kristal fotonik 2D dari bahan polimer hibrid yang didoping dengan DCM, periode kisinya harus berada pada rentang daerah tersebut. Struktur bandgap kristal fotonik 2D untuk kisi segi enam dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan untuk kisi segi empat. Jika digunakan nilai indeks bias efektif 1,5 dan jari-jari silinder 0,25a, maka dapat disimulasikan struktur bandgap kristal fotonik 2D

142 Sahrul Hidayat

dengan sususan kisi segi enam seperti tampak pada gambar 5.3. Berdasarkan gambar tersebut tampak muncul bandgap untuk modus TM pada frekuensi sekitar 0,5 (dalam a/). Selain itu terdapat titik pertemuan dua pita eigen tempat modus propagasi terkonsentrasi, yaitu pertemuan antara pita kedua dan ketiga pada modus TM.

Gambar 5.3. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan bahan polimer hibrid dan susunan kisi segi enam.

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 143

Gambar 5.4. Struktur bandgap kristal fotonik 2D dengan susunan kisi segi enam untuk modus TM. Jika simulasi dilakukan hanya untuk modus TM, maka akan tampak lebih jelas titik pertemuan dua pita eigen tersebut seperti diperlihatkan pada gambar 5.4. Titik pertemuan dua pita eigen berada pada koordinat X=0,5774 dan Y=0,6331. Seperti pada perhitungan untuk kisi segi empat, dengan mensubstitusikan rentang panjang

gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM ke dalam persamaan tepi pita eigen akan didapat rentang periode kisi. Persamaan tepi pita eigen untuk struktur segi enam adalah a/=0,633. Jika panjang

144 Sahrul Hidayat

gelombang emisi polimer hibrid yang didoping dengan DCM adalah 530 nm sampai 660 nm, maka periode kisi yang dibuat harus berada pada rentang antara 335 nm sampai 418 nm. Proses Fabrikasi Divais Laser Berbasis Kristal Fotonik 2D Proses fabrikasi kristal fotonik 2D hampir sama dengan proses fabrikasi kisi 1D seperti telah diuraikan pada bab keempat. Proses fabrikasi menggunakan prinsip interferensi cahaya dengan metode Lloyd Mirror. Jika pada proses fabrikasi kisi 1D penembakan berkas laser hanya dilakukan satu kali, maka untuk fabrikasi kisi 2D penembakan berkas laser dilakukan dua kali. Proses penembakan dilakukan secara berurutan, di mana

penembakan kedua dilakukan dalam posisi sampel yang berbeda. Untuk menghasilkan susunan kisi segi empat, penembakan kedua dilakukan setelah sampel diputar 90 terhadap posisi penembakan pertama, seperti tampak pada gambar 5.5. Sedangkan jika ingin diperoleh susunan kisi segi enam, maka proses penembakan kedua dilakukan

Laser Polimer Hibrid Berbasis Kristal Fotonik 2D 145

setelah sampel diputar 60 terhadap posisi penembakan pertama, seperti tampak pada gambar 5.6. Untuk mempermudah proses pemutaran, sampel film tipis ditempatkan di atas piringan putar (rotating stage) sehingga penentuan sudut putar menjadi lebih presisi.

Penembakan ke-1

Putar 90

Gambar 5.5. Ilustrasi proses foto polimerisasi kisi segi empat.

Penembakan ke-2