prestâsi 99

Upload: ksw-mesir

Post on 11-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PRESTâSI adalah buletin kajian sosial yang berada di bawah naungan KSW (Kelompok Studi Walisongo), Kekeluargaan mahasiswa & masyarakat Jateng - DIY di Mesir. Selalu mengangkat tema-tema sosial seputar Masisir (Masyarakat Indonesia di Mesir), Indonesia, dan Timur Tengah.

TRANSCRIPT

  • Of

    fic

    e :

    7/

    1 A

    hm

    ed

    E1

    Zu

    mr

    St

    . B

    lo

    ck

    21

    Te

    nt

    h D

    ist

    ric

    t N

    as

    r C

    ity

    Ca

    iro

    Eg

    yp

    t

    * Kairo - Mesir * PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP

    Nasionalis yang sejati, yang nasionalismenya bukan timbul semata-

    mata suatu copy atau tiruan dari nasionalisme barat, akan tetapi

    timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan

    - Ir. Soekarno

    Sudahkah Anda Merdeka Hari Ini?

    TerasKeranjang KemerdekaanMerdeka atau Mati(!)

    Opini

    NINGSIH

    Sastra KajianIndonesia Timur;

    Refleksi Kemerdekaan Ke-69

    google.com

  • Edisi 99, September 201402 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Dari Redaksi

    Pelindung: Ketua KSW | Dewan Redaksi: Ronny G. Brahmanto, Landy T. Abdurrahman,

    Muhammad Fardan Satrio Wibowo, Uly Ni'matil Izzah, Nashifuddin Luthfi | Pimpinan

    Umum: Choiriya Dina Safina | Pimppinan Redaksi: Muhammad Fadhilah Rizqi | Pimppinan Usaha: Sopandi |

    Sekretaris Redaksi: Wais Al-Qorny | Redaktur Pelaksa: Muhammad Miftakhuddin Wibowo, Zulfah Nur Alimah,

    Zuhal Qobili, Rizqi Fitrianto | Reporter: Muhammad Nurul Mahdi, Iis Isti'anah, Fathimah Imam Syuhodo |

    Distributor: Azhar Hanif, Mahfud Washim | Layouter: Alaik Fashalli, al-Muzakky | Karikaturis: Rijal Rizkillah |

    Editor: Muhammad Ulul Albab Mushaffa, Annisa Fadlilah, Abdul Wahid Satunggal

    Redaksi menerima tulisan dan

    artikel yang sesuai dengan visi-

    misi buletin.

    Saran dan kritik kirim

    ke facebook kami: Prestsi KSW.

    Dari Redaksi 02

    Editorial 03

    Teras 04

    Analisa Nusantara 06

    Timur Tengah 08

    Opini 10

    Kajian 12

    Lensa KSW 16

    Kata Mereka 18

    Resensi 19

    Oase 21

    Sastra 23

    Serba-Serbi 25

    Catatan Pojok 28

    Daftar IsiAssalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

    Alhamdulillah. Berhubung mendekati akhir dari periode

    kerja kru redaksi PRESTSI 2013/2014, kami semakin cemas,

    keringat dingin, insomnia berkepanjangan, debar-debar tak

    berkesudah menanti komentar-komentar berdatangan.

    Musim ini tak lagi perkasa membuat kami resah kelelahan di

    rongga dehidrasi, musim peralihan yang lebih sangar sudah

    di daun jendela tempat kami mungkin berjatuhan. Maka

    dengan harap-harap cemas, kami lahirkan PRESTSI Edisi 99

    bersama dengan rahim terakhir yang sudah semakin kering,

    mendekati monopause, rahim personifikasi; setiap yang tak

    bernyawa begitu hidup di mata kami. Kami begitu kehabisan

    objek hidup untuk dikritisi dan dirangkai dalam kata. Edisi

    kali ini, dengan bangga akan ketelatan momen, kami

    persembahkan pertanyaan untuk setiap jiwa Indonesia

    Sudahkah Anda Merdeka Hari Ini? sebagai tema besar

    PRESTSI terakhir tahun ini. Pertanyaan akan semangat

    nas ional i sme dar i mas ing-masing k i ta , sekedar

    merefleksikan diri pada peringatan perjuangan para

    pahlawan? Atau pada partisipasi lomba-lomba hari

    kemerdekaan? Atau malah sekedar ikut trend tujuhbelasan?

    Tema kemerdekaan tidaklah kami arahkan pada siapa yang

    hidup, namun pada jiwa yang mungkin sudah lama mati,

    hanya sebab di-qiyas-kan dengan orang-orang lain yang

    masih bisa berjalan mereka tampak hidup. Setiap titik tekan

    pada tiap rubrik dalam buletin ini bertujuan ngurip-nguripke

    (menghidup-hidupkan) lagi apa yang tersisa dari reruntuhan

    kemerdekaan, sebesar apa momen kemerdekaan ini bagi

    bangsanya. Seberapa jauh kemerdekaan menyejahterakan

    rakyatnya, mungkin naif bila kita menafikkan betapa

    besarnya perjuangan para pendahulu dan mengkritisi

    peringatannya dengan agak terlalu dalam. Hanya saja ini

    bukan tentang bagaimana dulu, melainkan bagaimana kita

    sekarang. Apa yang kita peroleh dari mengibarkan bendera

    merah putih dengan bebas pada tanggal 17 Agustus?

    Semoga kemerdekaan sejati yang tak lekang oleh waktu, di

    hati dan raga kita. Kuatlah wahai setiap siapa yang berjiwa

    Indonesia, merdeka!

    Untuk yang terakhir dan yang sudah-sudah, selamat

    membaca!

    PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP

    RESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPPPMedia Silaturahmi, Informasi dan Analisa

  • 17 Agustus merupakan momen spesial bagi

    bangsa Indonesia yang diperingati tiap tahun

    sebagai hari Kemerdekaan Nasional. Tepat

    pada hari itu Indonesia tegas menyatakan diri

    melalui lisan bapak bangsa Ir. Soekarno

    mendeklarasikan kedaulatan nusantara yang

    merdeka. Sejak saat itu Indonesia berhasil

    melepas jerat dan mengusir para kolonial

    penja jah dar i bumi pert iwi . Naskah

    proklamasi kemerdekaan yang disusun

    sebelumnya oleh Soekarno dan Hatta di

    kediaman Laksamana Maeda bersama Ahmad

    Soebardjo itu telah merealisasikan cita-cita

    kemerdekaan Indonesia secara defacto pada

    tanggal 17 Agustus 1945 dan sah menurut

    hukum internasional serta diakui semua

    negara, dimulai oleh Mesir dan India.

    S e i r i n g b e r j a l a n n y a w a k t u , i s t i l a h

    kem erd eka a n kem b a l i m en c u at d a n

    m e n y i s a k a n s e b u a h w a c a n a u n t u k

    dipertanyakan. Tidak sedikit rakyat Indonesia

    merasa semu terhadap realitas kemerdekaan.

    Sebagian besar rakyat Indonesia belum bisa

    mencapai kesejahteraan meski puluhan tahun

    telah mendeklarasikan kemerdekaannya.

    Pasalnya, fakta di lapangan kesenjangan sosial

    di tengah masyarakat makin melebar, ditandai

    dengan meningkatnya angka kemiskinan di

    kota maupun desa. Kesejahteraan dan

    kemakmuran yang di elu-elukan oleh rakyat

    masih jauh dari yang diharapkan. Bila kita

    merujuk pada data BPS (Badan Pusat Survey)

    mengindikasikan bahwa masih banyak rakyat

    kita yang hidup sengsara. Belum lagi

    ditambah dengan pola pemerintah yang

    gemar melakukan praktik oligarki, yang justru

    malah menghambat segala pertumbuhan

    ekonomi, sosial dan politik di Indonesia.

    Keterjajahan politik, ekonomi dan hukum.

    Inilah realita yang membuat sebagian besar

    rakyat Indonesia masih merasa terjajah di

    negeri sendiri. Penderitaan demi penderitaan

    itu semakin tajam dirasakan ketika mereka

    mencoba tetap bertahan hidup ditengah

    kenaikan harga yang tak terkendali, baik

    sembako, kesehatan maupun pendidikan.

    Dana APBN sebanyak 70% yang bersumber

    dari pajak rakyat tidak bisa kembali kepada

    rakyat, pasalnya sebagian besar dialokasikan

    untuk pendanaan kebijakan pemerintah yang

    tidak begitu jelas, sebagian lainnya untuk

    melunasi hutang negara yang bunganya

    mencapai ratusan Trilyun (116,4 T) dan

    sisanya digilas oleh praktik korupsi. Adapun

    kekayaan negara yang berasal dari alam (SDA)

    Indonesia sebagian besar juga dikuasai oleh

    investor asing yang mendapat legalitas dari

    pemerintah, sehingga kekayaan alam dikeruk

    habis dan diekspor ke luar negeri. Seperti PT.

    Freeport, perusahaan tambang milik USA

    yang beroperasi di Papua, PT. Newmont yang

    ada di Nusatenggara dan Sulawesi, dan masih

    banyak perusahaan lain yang menjual SDA

    Indonesia, sementara rakyat di dalam negeri

    kekurangan.

    D u l u p r e s i d e n S o e k a r n o p e r n a h

    membebaskan pajak, sebagai hadiah

    kemerdekaan untuk rakyat Indonesia dan

    sebagai harapan Indonesia masa depan bisa

    merdeka secara total. Begitupula cita-cita Tan

    Malaka yang ingin merealisasikan Indonesia

    merdeka 100 persen. Namun hingga detik ini

    sudahkah kita sebagai komponen bangsa

    merasakan hakikat kemerdekaan yang hakiki?

    Dimana dan kapan kita bisa menemukan

    realita kemerdekaan itu? Dan jika melihat

    kualitas rakyat yang sedang terpuruk saat ini

    apakah harapan merdeka yang hakiki adalah

    poin mustahil bagi kita semua? Semoga tidak!

    Kru Buletin PRESTSI,

    Alaik Fasholli

    03PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Editorial

    Masih Merdeka(?)

    Edisi 99, September 2014

  • 04 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Bangsa Indonesia telah merayakan hari jadinya

    yang ke-69, hari kelahiran sebagai bangsa yang

    merdeka nan utuh. Merah putih telah menjadi

    alas seluruh tanah nusantara, tergelar di

    sepanjang tanah moyang. Upacara bendera

    khidmat digelar di berbagai lapangan dan aula.

    Dan yang tak kalah penting adalah berbagai

    kemeriahan yang lazim dilangsungkan tatkala

    hari besar ini datang; berbagai macam

    perlombaan seni, pertandingan olahraga,

    pesta rakyat, pesta tari hingga pertunjukan

    musik semuanya digelar. Menakjubkan, semua

    orang larut dalam euforia.

    Setelah beberapa tahun tinggal di negeri

    orang, segala bentuk kemeriahan yang saya

    sebutkan sesungguhnya hanya terpikir dalam

    bayangan, tak ikut merasakan. Namun karena

    itulah, sebab tak ikut merasakan, kemudian

    kini saya memikirkan. Segala kemeriahan,

    l a r u t n y a m a s y a r a k a t d a l a m e u f o r i a

    memperingati kebahagiaan dan bukan

    perjuangan, begitukah bagaimana selama ini

    17 Agustus saya peringati?

    Memang tak salah mengisi hari ulang tahun

    dengan segala kemeriahan, karena jika kita

    membiarkannya berlalu tanpa diisi sesuatu

    maka itu tak bisa dibilang lebih baik. Namun

    ada hal yang lebih penting yang seharusnya

    terpatri atau paling tidak terbesit dalam jiwa

    bangsa kita tatkala menyambut hari raya

    kemerdekaan: meresapi dan memaknai arti

    kemerdekaan.

    Dengan terlepasnya bangsa Indonesia dari

    belenggu kolonialisme, kemudian proklamasi

    digaungkan sebagai tanda telah merdeka,

    semenjak itu sudahkah kita telah benar-benar

    merdeka? Merdeka adalah bebas. Kala itu

    Indonesia memang terbebas dari tekanan

    kolonialisme, penjajahan secara fisik. Namun

    secara kejiwaan? Bangsa ini nyatanya bertahan

    hanya beberapa saat hidup dalam denyut

    kemerdekaan yang sesungguhnya.

    Sudah menjadi rahasia yang kasat mata, jika

    Indonesia kini tengah hidup dalam penjajahan

    kedua. Penjajahan ekonomi, penjajahan sosial,

    penjajahan politik, penjajahan budaya hingga

    penjajahan bahasa tengah digempurkan dunia

    untuk melemahkan sendi-sendi bangsa.

    Penjajahan yang mirisnya justru dinikmati oleh

    bangsa ini. Bahkan ditambah menjadi lebih

    parah dengan munculnya penjajahan bangsa

    terhadap bangsa.

    Kebiasaan korupsi para elite pejabat,

    ketimpangan hukum dalam peradilan dan

    membengkaknya angka kesengsaraan, tidak-

    kah itu adalah wajah dari penjajahan bangsa

    terhadap bangsa? Tugas Negara yang menjadi

    cita-cita bangsa agar menjamin kesejahteraan

    rakyat, kecerdasan dan kemakmurannya

    sekarang sudah terbalik, sekarang rakyat-lah

    yang bertugas mencukupi kehidupan harian

    Negara beserta aparaturnya, tanpa mendapat

    imbalan kesejahteraan yang nyata.

    Suatu ketika Bung Karno pernah berkata:

    Perjuanganku lebih mudah karena mengusir

    penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit

    karena melawan bangsamu sendiri. Ingat,

    memproklamirkan bangsa adalah gampang,

    tetapi menyusun Negara, mempertahankan

    Negara, memiliki Negara buat selama-lamanya

    itu adalah sukar. Rupanya, sedikit banyak

    Bung Karno telah memahami sejak jauh hari,

    bagaimana sifat bangsa ini j ika diberi

    kenyamanan kemerdekaan yang diwariskan.

    Karenanya ia berpesan untuk berjuang lebih

    keras lagi, menjaga kemerdekaan yang

    Keranjang Kemerdekaan

    Teras

    Edisi 99, September 2014

  • 05PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    sesungguhnya, kemerdekaan dari segala

    tekanan lawan dan kawan.

    Para pejuang bangsa kita dahulu, memilih mati

    daripada malu karena tak mampu berjuang

    membela Negara. Meskipun Bung Karno

    menyatakan mudah memproklamirkan

    bangsa, akan tetapi kita tahu bagaimana

    perjuangan menuju kata proklamasi, sangat

    tidak mudah.

    Hal itu-lah yang seyogyanya sama-sama kita

    renungkan dalam celah perayaan dan euforia

    yang ada. Bukankah kemerdekaan jua berarti

    mengenang jasa para pahlawan bangsa? Bukan

    h a n y a t e n t a n g b a g a i m a n a m e r e k a

    menggenggam bambu runcing untuk melawan

    pasukan Belanda atau Jepang, karena (berkat

    mereka) sekarang kita sudah tak akan lagi

    dihadapkan pada keadaan seperti itu. Namun

    lebih kepada bagaimana semangat mereka

    untuk menjadikan Indonesia merdeka dan

    bersatu.

    Semangat itu mereka simpan di atas segalanya,

    di atas segala ego, kepentingan dan lain

    sebagainya. Itulah yang membuat mereka

    mampu meraih cita-cita merdeka. Bahkan

    sejenak sebelum proklamasi kita tahu apa yang

    terjadi, kelompok muda dan kelompok tua dari

    panitia penyusun kemerdekaan tak punya

    pendapat yang sama, rasa saling tidak percaya

    mencuat dan berakhir dengan pengasingan

    Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.

    Namun sekali lagi, karena mereka menyimpan

    semangat kemerdekaan dan persatuan di atas

    segalanya, proklamasi akhirnya terlaksana

    tanpa melukai satu sama lain.

    Hal yang sama yang harus kita lakukan saat ini

    dalam melawan penjajahan bentuk kedua,

    dengan menyimpan semangat persatuan dan

    kemerdekaan di atas segalanya. Tidak ada lagi

    p e m e r i n t a h a n y a n g l e m b e k d a l a m

    berkebijakan karena tersandung kepentingan.

    Tidak ada lagi bangsa yang saling curiga karena

    perbedaan suku, ras dan agama. Karena

    Indonesia berarti segalanya dan arena

    kemerdekaan adalah amanat. Amanat harus

    ditunaikan.

    Mengenai amanat kemerdekaan, Bung Karno

    juga pernah menyampaikan pidatonya pada

    hari ulang tahun pertama, 17 Agustus 1946 di

    Jogjakarta: Marilah kita menjadi rakyat yang

    gemblengan! Jangan lembek! Segenap jiwaku,

    segenap rohku, memohon kepada Tuhan,

    supaya bangsa Indonesia menjadi satu, bangsa

    yang menjadi penjaga persaudaraan-

    persaudaraan dunia dan kesejahteraan dunia,

    satu bangsa yang kuat, yang ototnya kawat,

    dan balungnya besi, yang di dalam tubuhnya

    bersarang jiwa yang terbuat dari zat yang sama

    dengan zatnya halilintar dan guntur.

    Dengan menunaikan amanat kemerdekaan

    yang juga diharapkan para pejuang kita, sangat

    mungkin bagi kita untuk meraih kemerdekaan

    yang mutlak, kemerdekaan dari tekanan di

    segala lini kehidupan. Agar kemerdekaan yang

    diraih oleh bangsa Indonesia tak seperti

    kemerdekaan yang kita simpan di keranjang

    yang bolong. Masuk untuk kemudian kembali

    terjatuh ke lantai.[]

    Kru Buletin PRESTSI,

    Iis Istianah

    Edisi 99, September 2014

  • 06 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    17 Agustus 1945, adalah hari kemerdekaan

    Indonesia, tak terasa sudah 69 tahun Indonesia

    m e rd e ka . U s i a ya n g t u a s e h a r u s nya

    menjadikan Indonesia Negara yang berdikari,

    maju, berdaulat, adil dan makmur. Dan

    sekarang Indonesia masih begini-begini saja.

    Kemerdekaan semu, mungkin dua kata inilah

    yang pantas menjadi ide pokok dalam tulisan

    sederhana ini. Bagaimana tidak, landasan

    utama hasil kemerdekaan bangsa yang

    dirumuskan oleh negarawan Indonesia dulu,

    sekarang hanya menjadi berkas yang nilai-

    nilainya sudah tidak dipandang dan menjadi

    sebatas simbol untuk sebuah landasan

    kehidupan bernegara. Dalam keadaan yang

    secara nyata dan fakta Indonesia memang

    sudah merdeka dari penjajah, namun

    kemerdekaan yang sejati belum bisa dirasakan

    Indonesia. Selain kondisi kemerdekaan yang

    semu, tanpa disadari juga kita sudah dijajah

    oleh bangsa kita sendiri. Banyak sekali masalah

    yang sedang terjadi sekarang ini, mulai dari

    pendidikan, ekonomi, budaya, hingga politik.

    Seperti yang kita ketahui bersama pendidikan

    Indonesia tergolong masih di bawah standar.

    Dilihat dari standar Ujian Nasional yang hanya

    lima koma tujuh puluh lima (5,75). Jauh di

    bawah standar negara tetangga, semisal

    Singapura yang mempunyai standar ujian

    nasional sembilan koma nol (9,0). Integritas

    pendidikan yang semakin hilang sebagaimana

    tahun 60-an. Dulu banyak mahasiswa dari luar

    Indonesia yang belajar ke Indonesia, dan

    sekarang justru sebaliknya. Pendidikan moral

    dan karakter juga sudah semakin menipis

    terutama di sekolah yang berbasis umum.

    Nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, dan

    kesopanan enggan sekali ditemui saat

    pembelajaran, sehingga hampir setiap hari di

    sekolah didapati siswa yang terlambat, bolos,

    mencontek, hingga guru yang menganiaya

    muridnya. Mahasiswa pun begitu, mereka

    lebih mengutamakan cara cepat bagaimana

    lulus dari S1, daripada mematangkan kualitas

    sebagai seorang mahasiswa. Dampaknya,

    fungsi dan tujuan pendidikan yang sesuai

    kutipan dari pembukaan undang-undang dasar

    Indonesia tidak tercapai; mencerdaskan

    segenap seluruh tumpah darah Indonesia.

    Dari sudut ekonomi Indonesia juga masih

    tertinggal dengan Negara-negara lain.

    Walaupun akhir-akhir ada isu mengenai

    lunasnya utang Indonesia kepada IMF. Namun

    kemiskinan masih belum bisa teratasi, ketidak-

    adilan sosial dalam ekonomi, pengangguran

    dan pengemis juga banyak ditemui di

    Indonesia. Banyaknya investor asing yang

    masuk ke Indonesia seakan mematikan inovasi

    dari sumber daya manusia kita sendiri. Selain

    itu juga dukungan dari pemerintah terhadap

    p a ra p u t ra b a n g s a ya n g m e m p u nya i

    kemampuan mengembangkan inovas i

    keahliannya juga kurang. Pemerintah terutama

    p e j a b a t D P R l e b i h m e n g u t a m a k a n

    kepentingan pribadi daripada bangsa.

    Sehingga korupsi sudah menjadi keharusan

    bagi para pejabat yang tidak bermoral. Semua

    masalah ini cenderung lamban untuk disikapi,

    bahkan sulit diperbaiki. Yang akhirnya nilai dari

    sila kelima seakan tak berarti lagi. Dan

    perekonomian negara sulit berkembang

    disebabkan penjajahan dari orang-orang dari

    bangsa kita sendiri.

    Masalah lainnya seperti westernisasi di

    I n d o n e s i a m a l a h s u d a h m e n j a m u r.

    Westernisasi merupakan penjajah baru yang

    masuk ke Indonesia, dengan menirukan

    budaya-budaya barat oleh masyarakat kita,

    sehingga budaya kita sendiri dianggap kuno,

    ketinggalan zaman dan akhirnya dilupakan.

    Dampaknya, bisa dilihat dari gaya penampilan

    anak-anak, gaya rambut punk, remaja-remaja

    banyak yang menkonsumsi obat-obatan

    terlarang, pergaulan bebas dan masih banyak

    lagi. Semua ini terjadi sejak munculnya

    teknologi canggih dari barat, seperti tv,

    handphone, internet yang disalahgunakan. Hal

    ini terjadi sebab kurangnya pemberian dan

    pengawasan bekal pendidikan budaya

    Indonesia yang santun. Penjajahan baru ini

    Kemerdekaan; Sebuah Refleksi

    AnalisaNusantara

    Edisi 99, September 2014

  • 07PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *Edisi 99, September 2014

    sangatlah membahayakan, westernisasi

    berhasil mengolah manusia-manusia untuk

    jauh dari identitas bangsa Indonesia yang

    santun, ramah, dan suka membantu. Di era

    seperti ini, menanamkan jiwa nasionalisme

    dan mengenalkan budaya kita sendiri mutlak

    harganya bagi setiap bangsa Indonesia.

    Begitu juga dalam hal politik di Indonesia

    sekarang ini, seyogjanya politik menjadi

    sarana akumulasi dan komunikasi dengan

    rakyat, malah sekarang menjadi kepentingan

    pribadi dan partai politik sendiri, bukan untuk

    negara atas kepentingan rakyat. Politik sudah

    menjadi sebuah barang dagangan dan

    tontonan, bukan menjadi sebuah tuntunan

    seperti halnya yang kita harapkan. Jiwa

    negarawan seakan sudah sirna dari setiap

    orang yang berpolitik. Inilah penjajahan

    bangsa melalui politik oleh sebagian sebagian

    orang kita sendiri.

    Dari semua permasalahan yang sekarang ini

    terjadi, pantaskah kita menyebut Indonesia

    sudah merdeka? Jawabannya belum, karena

    sejatinya merdeka adalah terbebas dari

    penjajahan fisik maupun non fisik. Belum lagi

    penjajah yang berasal dari bangsa kita sendiri,

    mereka sudah merubah sistem demokrasi

    dari rakyat untuk rakyat, menjadi dari rakyat

    untuk pejabat. Para pejabat yang korupsi

    menjadi penjajah yang sangat kejam, dengan

    menikam rakyat kecil dari belakang. Tentunya

    semua permasalahan ini harus di tuntaskan

    dengan cara seksama. Dibutuhkan kesadaran,

    kerjasama dan kerja yang nyata dari setiap

    individu bangsa untuk memerdekakan

    Indonesia secara mutlak.

    Dalam momentum kemerdekaan ini, kita

    berharap agar pemimipin dan bangsa

    Indonesia mampu merefleksikan kembali

    makna dari kemerdekaan itu sendiri.

    Mengingat kembali bagaimana runtutan

    sejarah yang telah dialami bangsa Indonesia

    sendiri. Bagaimana rasanya selama hampir

    400 tahun bangsa kita pernah dijajah mulai

    dari Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang.

    Bagaimana penindasaan, kerja rodi dan kerja

    Romusha (kerja paksa dan tidak mendapat

    upah) itu dirasakan oleh bangsa kita dulu.

    Bagaimana jutaan nyawa bangsa kita dulu

    dipertaruhkan guna untuk mendapatkan

    ke b e b a s a n b a g i a n a k c u c u m e re ka .

    Bagaimana para pahlawan kita melakukan

    gerilya dan perang harta dan nyawa untuk

    kemerdekaan. Sehingga satu pesan yang

    harus kita ingat selalu dari Sang Ploklamator,

    Soekarno; Jas Merah (Jangan sekali-kali

    melupakan sejarah!).

    Mahfud Washim

    Kru Buletin PRESTSI

    google.com

  • Langkah Awal Menuju Kemerdekaan di Timur Tengah

    Perkembangan situasi politik yang terjadi di

    beberapa negara Arab, khususnya Timur

    Tengah menandakan adanya gejolak reformasi

    yang bangkit dari tidur panjangnya. Arab

    Spring, atau yang sering dikenal dengan

    kebangkitan dunia arab, diramaikan dengan

    unjuk rasa dan aksi protes yang terjadi di

    beberapa negara arab tersebut. Terhitung

    sejak Desember 2010 banyak terjadi revolusi di

    beberapa negara di Timur Tengah, misalnya

    Tunisia, Mesir, perang saudara di Libya dan

    Suriah, dan beberapa negara lainnya.

    Pemimpin bergaya diktator di beberapa negara

    Timur Tengah ini sudah tidak lagi bisa dengan

    bebas menikmati kekuasaannya. Masyarakat di

    bawah perintah pemimpin-pemimpin tersebut

    sudah menyadari pentingnya arti kebebasan.

    Walaupun tidak dipungkiri beberapa dari

    pemimpin tersebut juga mengukir prestasi

    yang cukup cemerlang dalam mengelola

    sebuah negara. Hal ini menjadi resiko yang mau

    tidak mau ditanggung oleh negara-negara yang

    baru saja menurunkan pemimpin-pemimpin

    diktator tersebut. Untuk bisa kembali maju dan

    berkembang, banyak dari negara tersebut

    memulainya kembali dari nol, baik dari segi

    kehidupan sosial, adaptasi dengan gaya

    pemerintahan yang berbeda, dan lebih

    menonjol lagi dari segi ekonomi. Bukan tidak

    mungkin, akibat banyaknya unjuk rasa yang

    m e m a k a n w a k t u t i d a k s e d i k i t i t u

    mengakibatkan kerugian ekonomi negara yang

    besar. Sebut saja salah satu pusat perbelanjaan

    di Mesir yaitu Tiba Mall yang tidak bisa

    beroperasi selama unjuk rasa Juni tahun 2013

    yang lalu berlangsung.

    Kerugian-kerugian secara ekonomi yang harus

    dihadapi negara-negara tersebut bukan berarti

    p e r j u a n g a n r e f o r m a s i m e r e k a t a k

    m e m b u a h ka n h a s i l . K i ta s a m a - s a m a

    mengetahui tentang keberhasilan yang

    diperoleh atas revolusi di Tunisia. Menurut

    salah seorang peneliti Oxford University

    Monica Marks mengatakan bahwa sebagai

    tempat lahirnya gerakan kebangkitan arab,

    atau Arab Spring, Tunisia harus menjadi simbol

    yang kuat. Tunisia memiliki peluang terbesar

    untuk berhasil dalam revolusinya j ika

    dibandingkan dengan Negara Mesir, Suriah dan

    Libya yang kondisinya bisa dikatakan lebih

    buruk. Walaupun kondisi perekonomian

    Tunisia sempat terpuruk pasca revolusi, namun

    mereka berhasil memperbaikinya dengan

    meratifikasi konstitusi baru, yaitu sebuah

    konstitusi yang berakar pada prinsip-prinsip

    demokras i -persamaan, kemerdekaan,

    keamanan, kesempatan ekonomi dan aturan

    perundangan.

    Berbeda lagi dengan apa yang terjadi di Mesir,

    Libya dan Suriah yang hingga saat ini

    permasalahan belum juga menemukan titik

    ujungnya. Unjuk rasa di Mesir yang sudah lebih

    dari satu tahun ini belum juga menemukan titik

    terang. Walaupun presiden terpilih As-Sisi

    sudah secara resmi menggantikan jabatan

    presiden Mursi yang digulingkan oleh massa,

    situasi sosial dan politik Mesir tidak juga

    menjadi stabil. Pada tahun 2011, Mesir

    mengikut i per juangan Tun is ia da lam

    penggulingan presiden Ben Ali. Pada tahun

    yang sama, masyarakat Mesir berhasil

    menggulingkan Husni Mubarak yang telah

    berkuasa selama kurang lebih 30 tahun.

    Selanjutnya pada tahun 2013 Muhammad

    Murs i yang be lum genap satu tahun

    menggantikan posisi Husni Mubarak menjadi

    presiden atas pilihan rakyat pun digulingkan

    kembali.

    K e j a d i a n i n i b e r d a m p a k p u l a p a d a

    perekonomian Mesir yang tak kunjung

    08 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Timur Tengah

    Edisi 99, September 2014

  • m e m b a i k . K e s e n j a n g a n s o s i a l y a n g

    mengak ibatkan semakin merebaknya

    kejahatan yang terjadi tak bisa dihindarkan dari

    kondisi Mesir. Kondisi ini disebabkan karena

    harga kebutuhan pangan dan bahan pokok

    yang semakin melonjak naik, padahal mereka

    juga harus bertahan untuk menyambung

    kehidupan. Sebenarnya tak banyak masyarakat

    Mesir yang paham tentang perpolitikan negara

    Mesir sendiri, terutama bagi masyarakat

    pelosok yang kehidupannya jarang terjamah

    oleh pemerintah, mereka merasa bahwa

    siapapun pemimpinnya asalkan hidup mereka

    bisa bahagia dan tercukupi itu tidak akan

    menjadi masalah bagi mereka.

    Selain itu Negara Mesir yang terkenal dengan

    peradaban sejarah dan demokrasi yang

    menjadi sorotan dunia Islam saat ini, belum

    sepenuhnya memberikan hak pendidikan

    kepada masyarakatnya. Terbukti dengan masih

    banyaknya masyarakat Mesir yang buta huruf

    dan tidak memahami bahasa arab fushah yang

    menjadi standar bahasa arab yang digunakan

    oleh seluruh penjuru dunia. Mereka hanya

    memahami bahasa ibu mereka. Banyak teori

    yang mereka ciptakan untuk kemajuan

    negaranya, namun nyatanya mereka belum

    bisa merealisasikannya dengan bukti yang

    nyata. Dalam hal moralitas, tingkat sopan

    santun dan etika masyarakat Mesir masih bisa

    dibilang rendah. Tidak patuhnya sebagian

    masyarakat Mesir terhadap peraturan yang

    t e l a h d i b u a t o l e h p e m e r i n t a h j u g a

    mengakibatkan kondisi yang tidak terkontrol.

    Memang, setelah terpilihnya As-Sisi menjadi

    Presiden Mesir, beberapa penataan kota mulai

    terlihat. Unjuk rasa pun mulai berkurang

    dibanding sebelumnya. Entah ini pertanda

    menuju ke situasi yang stabil atau hanya rehat

    sejenak dari huru-hara.

    Berbeda pula situasi di Libya. Negara yang juga

    merevolusi dirinya tidak lama setelah Mesir

    berevolusi itu, tampaknya hingga saat ini masih

    mengalami pergolakan yang belum terhenti,

    bahkan semakin parah. Libia telah mengalami

    kondisi t idak aman yang kronis sejak

    tergulingnya Khadaffi pada 2011 lalu.

    Pemerintah Libia yang baru tidak mampu

    menghadapi para milisi yang membantu

    menggulingkan Khadafi. Salah seorang warga

    Libia yang tinggal di daerah Tripoli Osama

    Mansour mengatakan, begitu banyak orang

    yang meninggal untuk menjadikan negeri ini

    lebih baik, namun sekarang kami mulai saling

    membunuh dalam perang sipil. Penggulingan

    presiden ini pun malah berujung pada perang

    saudara.

    Dari fenomena di beberapa negara tersebut,

    dapat kita simpulkan bahwa tidak semua

    revolusi serta merta menjadikan negara

    tersebut stabil dan bebas dari kediktatoran

    seorang pemimpin. Memulai membangun

    negara tersebut dari nol memang tidak bisa

    dihindari. Selanjutnya, penggulingan presiden-

    presiden diktator tersebut seyogyanya bukan

    menjadi tujuan akhir perjuangan masyarakat.

    Akan tetapi justru menjadi langkah awal untuk

    bersama menuju negara baru yang lebih

    berpihak kepada masyarakat. Layaknya prinsip

    negara demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan

    untuk rakyat.

    Fatimah Imam Syuhodo,

    Kru Buletin PRESTSI

    09PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *Edisi 99, September 2014

    google.com

  • 10 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Petikan lagu di atas untuk mengawali

    pembahasan mengenai kemerdekaan dalam

    pemahaman modernitas dan kelayakan

    makna merdeka untuk disuarakan dalam

    negara berasaskan demokrasi. Dan sebagai

    pembuka wacana untuk masyarakat

    I n d o n e s i a b e r s a m a - s a m a k e m b a l i

    menghayati makna lagu tersebut, terkhusus

    para pejabat negara, agar tidak menyia-

    yiakan kemerdekaan yang telah diraih dari

    tangan penjajah.

    Merdeka yang diperjuangkan oleh para

    'pejuang 45' dulu, perlahan mulai dilupakan

    perjuangannya di era kekinian. Semangatnya

    untuk menyatukan seluruh pulau dan

    menyejahterakan rakyat, digantikan dengan

    arus bersaing bidang teknologi dan perebutan

    kursi kekuasaan. Undang-undang '45 sebagai

    pegangan untuk bernegara, diganti dengan

    'aturan era globalisasi', asal memberi untung

    semua bisa diterima, meskipun merugikan

    kesejahteraan rakyat.

    Pijakan yang mulai berubah dan cara berpikir

    juga mulai berubah, ini memberikan isyarat,

    bahwa makna awal kemerdekaan yang

    digagas oleh para pejuang bangsa, mulai

    luntur oleh perkembangan zaman. Tujuan

    sebagai negara Bineka Tunggal Ika, berdiri

    sama dalam menikmati kekayaan pribumi,

    tanpa ada beda satu pun di antara masyarakat

    Indonesia di mana pun berada, terjadi

    pembagian kelas antara orang kaya dengan

    orang miskin. Apalagi masuknya jaman arus

    ekonomi global, membuat tekanan baru

    untuk pribumi dalam mengembangkan bisnis

    mereka, karena telah kalah pasar dan pamor,

    serta daya jual. Hal ini membuat merdeka di

    Indonesia mengalami bias pemaknaan.

    Ditambah lagi dengan fakta bahwa daerah

    I n d o n e s i a T i m u r b e l u m m e n ga l a m i

    kemakmuran sebagaimana propinsi di Jawa.

    Membentuk jarak kelas sosial semakin

    menganga. Yang berasal dari kelas kaya,

    semakin kaya dan yang berasal dari kelas

    miskin semakin miskin.

    Fakta ini, membentuk para pemikir untuk

    merumuskan kembali makna Indonesia dan

    kesejahteraan sosial di seluruh propinsi

    Indonesia. Lihat beberapa situs seperti

    e t n o g r a f i . c o m , I n d o n e s i a t i m u r. c o ,

    pergerakan kebangsaan.com, memberikan

    p e n j e l a s a n m e n g e n a i p e r b e d a a n

    kesejahteraan rakyat Indonesia, sangat

    mencolok sekali.

    Ulasan ini, sebagai langkah awal menuju

    p e n g h a y a t a n u l a n g l a g u h a r i r a y a

    kemerdekaan ciptaan W.S Supratman. Setiap

    tanggal 17 Agustus, semua rakyat Indonesia

    menyanyikan lagu itu, tapi setelah perayaan

    selesai, lagu itu, seperti hilang tanpa jejak.

    Maka pantaskah mengatakan negara ini

    sudah merdeka sejak dalam kandungan? Jika

    kesadaran sebagai warga merdeka tidak

    dibangunkan bersama pembangunan

    Merdeka atau Mati(!)

    Opini

    Indonesia tanah airku, Tanah tumpah darahku,

    Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku.

    Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan tanah airku,

    Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.

    Hiduplah tanahku, Hiduplah negriku,

    Bangsaku, Rakyatku, semuanya,

    Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya,

    Untuk Indonesia Raya.

    -Indonesia Raya, W.R Supratman

    Edisi 99, September 2014

  • 11PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    undang-undang dan sistem Pancasila sebagai

    laku hidup, maka kemerdekaan akan menjadi

    sebatas 'istilah' yang menempel pada negara.

    Pembangunan Jiwa, sebagai langkah Awal

    Menuju kemerdekaan Sejati

    Sering kali, terdengar ungkapan dari tokoh

    sastra terkenal, Prameodya Ananta Tour,

    bahwa manusia harus bijak sejak dalam

    pikirannya. Ungkapan ini, menjadi sangat

    bias, jika tidak ada jembatan penghubung

    untuk mencari dialektika pemahaman

    mengenainya. Karena kata bijak sejak dalam

    pikirannya, mengalami polisemi makna,

    apakah makna bi jak di s in i , sebagai

    pemahaman orisinal atau alasan yang

    argumentatif sebagaimana alasan ilmu alam,

    atau bijak sejak dalam pikiran di sini, berarti

    adil dalam menentukan keputusan, berarti

    sebagai laku hidup, atau bijak dalam pikiran di

    sini diartikan objektivitas yang didukung oleh

    sikap tegas terhadap kebijakan yang

    bertentangan dengan nalar kemanusiaan

    atau semacamnya(?)

    Pencarian dialektika pemahaman ini untuk

    menentukan makna bangunlah j iwa,

    bangunlah raganya dalam syair di atas. Jika

    pada syair awal, berisi tentang pendakuan

    manusia terhadap bumi pert iwi dan

    tanahnya, syair selanjutnya adalah cara

    membangun negara haruslah berawal dari

    membangun mental dan jiwa. Karena mental

    dan jiwa ini bentuk kesadaran primordial

    manusia ketika bersentuhan dengan bumi-

    nya. Jika sejak awal, dirinya bisa memahami

    secara utuh bahwa kekayaan alam adalah

    bagian dari haknya dan tanah kelahiran

    adalah rumahnya, tentunya, penjagaan untuk

    kekayaan dan rumahnya mengendap dalam

    pikiran mereka. Sehingga pikiran ini menjadi

    mental berani dalam menghadapi segala

    ancaman untuknya. Pengambilan hak atas

    tanah dan buminya, menjadi penghinaan

    kemanusiaan yang harus ditentang. Maksud

    ini, sesuai dengan pembukaan UUD 1945,

    bahwa sesungguhnya, penjajahan di atas

    bumi ini, harus dihapuskan.

    Setelah adanya pendakuan secara subjektif

    terhadap kepemilikan makna tanah air dan

    bumi pertiwi. Pendakuan ini dibebaskan

    dengan objektifikasi sejarah perjuangan

    proklamasi berdirinya negara Indonesia,

    bahwa lagu tersebut lahir sebagai bakti dan

    ingatan sos ia l terhadap per juangan

    pembebasan dari penjajah. Objektifikasi

    makna ini bisa ditelisik lebih mendalam dalam

    website http://serbasejarah.wordpress.com.

    Di sana terdapat berbagai fakta tentang

    sejarah Indonesia dari pra kermedekaan

    s a m p a i k e m e r d e k a a n y a n g b i s a

    dipertanggungjawabkan kevaliditasnya.

    Dari sini, jelas, objektifikasi yang dihadirkan

    melalui fenomena dan sejarah perjuangan

    bangsa di atas, menyatukan pemahaman

    awal, bahwa artikulasi bangunlah jiwanya dan

    bangunlah badannya bukan hanya tugas

    pendidikan formal atau pun non-formal, tapi

    tugas keseluruhan rakyat Indonesia dalam

    menjaga keutuhan NKRI. Dengan memahami

    tugas sebagai penjaga keutuhan bangsa,

    rakyat menjadi pelaksana mandat untuk

    menjaga keberlangsungan perjuangan

    ke m e r d e k a a n I n d o n e s i a ; t e n t u n y a

    pemerintah sebagai legislator penjaga

    kemerdekaan secara hukum kenegarannya.

    Kemudian penyatuan pemahaman di atas

    membentuk penjalasan makna kemerdekaan

    dengan adanya tindakan oleh rakyat menjaga

    kemerdekaan dari aksi kolonialisme apapun.

    Sehingga lagu Indonesia raya, menjadi

    jembatan ingatan sosial-kemerdekaan yang

    hilang oleh masa menuju kemerdekaan

    sebenar-benarnya, yakni jiwa dan badan

    terbebas dari kolonialisme, penjajahan

    materi maupun ruhani.

    Terbebasnya nalar kolonialisme ini dari

    endapan kesadaran masyarakat, menguatkan

    sisi psikologi dan kepercayaan diri dalam

    lubuk jiwa rakyat. Hingga kepentingan apapun

    yang sedang menunggu di depan, bisa

    diletakkan secara bijaksana untuk menjaga

    kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan

    kehidupan berbangsa....

    (Bersambung ke halaman 25)

    - Nashifudin Luthfi

    Pegiat Kajian Walisongo Study Club

    Edisi 99, September 2014

  • Prolog

    Pada 17 Agustus 2014, kemerdekaan

    Indonesia genap berumur 69 tahun sejak

    ditetapkan dan diproklamasikan presiden

    Soekarno dan wakilnya Muh. Hatta pada 17

    agustus 1945. Tanggal ini sebagai penanda hari

    merdeka Indonesia selepas bangsa dan negara

    Indonesia terjajah selama 350 tahun oleh

    Belanda, dan 3,5 tahun oleh Jepang. Lebih dari

    3 abad lamanya, bangsa Indonesia terjajah,

    hidup dalam kesengsaraan dan diperbudak

    oleh penjajah, menjadikan 17 Agustus

    menjadi hari sakral dan bersejarah. Tak ayal,

    ada beberapa peringatan semisal, upacara

    bendera dan beberapa perlomban yang turut

    serta meramaikan setiap tahunnya sebagai

    pengingat warganya atas perjuangan para

    pahlawan negara.

    Dalam masa pasca-kemerdekaan in i ,

    beberapa musyawarah perumusan dasar

    negara, ideologi dan ketetapan konstitusi

    dilakukan oleh para pemimpin negara kala itu.

    Tak terhindarkan, perdebatan antar mereka

    dan penghapusan beberapa perumusan yang

    tidak disetujui oleh Presiden menjadi akut.

    Sehingga terjadi perubahan kabinet dan

    sistem pemerintahan sampai mundurnya

    Muhammad Hatta dari jabatan wakil presiden

    pada 31 Desember 1956 atas kekecewaannya

    terhadap presiden Soekarno yang tak pernah

    menyelesaikan revolusi sosialnya, turut

    mewarnai kisaran lima belas tahun awal

    Indonesia melangkah. Sampai tahun 2014,

    Indonesia tercatat telah mengalami enam kali

    pergantian presiden, mulai dari Ir. Soekarno,

    Soeharto, B.J. Habibie, KH. Abdurahman

    Wahid(Gus Dur), Megawati Soekarno Putri

    dan sampai penghujuang periode 2014 yaitu

    presiden DR. Susilo Bambang Yudoyono.

    Dan pada tahun 2014 di umur kemerdekaan

    menginjak 69 tahun, masih sering kita jumpai

    kurang ada pemerataan kesejahteraan

    ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan

    infrastruktur. Lebih-lebih tatkala kita

    m e n e n g o k I n d o n e s i a b a g i a n T i m u r,

    menyedihkan. Pemerataan kesejahteraan

    menjadi point penting dan perlu terselesaikan

    tanpa ada coming soon, apalagi umur

    Indonesia tak lagi muda. Sehingga perlu

    mendapatkan perhatian utama. Di antara

    problem kesejahteraan tersebut, pertama,

    minimnya pembangunan infra-struktur

    berupa jaringan listrik di Indonesia Timur.

    Kedua, minimnya pemerataan pengobatan

    kusta sehingga Indonesia berada dalam urutan

    ketiga dunia penderita kusta terbanyak

    setelah India dan Brazil dan pasien kusta

    ditemukan cukup tinggi di Jayapura. Dokter

    Arry mengatakan: Kebanyakan masyarakat di

    daerah pedalaman Papua terkena kusta,

    namun belum semua daerah di Papua

    didatangi untuk pengobatan kusta. Ketiga,

    masih kerap terjadi bentrok antar desa atau

    suku. Seperti yang terjadi di NTT, bentrok

    antar dua desa yang diduga disebabkan

    pertikaian batas wilayah desa. Keempat,

    hambatan keamanan untuk sebuah ekspansi

    Indonesia Timur. Hambatan keamanan ini

    disebabkan karena banyak masyarakat

    setempat masih bebas membawa senjata,

    seperti di Papua. Kelima, angka kemiskinan

    yang tinggi. Seperti yang terjadi di Sulawesi

    Tengah, menurut data yang dirilis oleh BPS

    pada Juli 2014, jumlah penduduk miskin di

    Sulteng sebanyak 392.650 jiwa atau 13,93%

    dari jumlah keseluruhan penduduk Sulteng.

    Selanjutnya, hemat penulis, hal mendasar

    yang perlu kita renungkan sebagai warga

    negara Indonesia saat ini adalah mengenai

    cita-cita atas kemerdekaan itu sendiri.

    12 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Kajian

    Indonesia Timur;

    Refleksi Kemerdekaan Ke-69

    Edisi 99, September 2014

    1

    2

    3

    4

    5

    6

  • 13PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Mengingat kita telah merdeka selama 69

    tahun dan mengalami enam kali pergantian

    pemimpin. Sungguh bukan hitungan umur

    muda untuk sebuah bangsa dan negara.

    Memaknai esensi kemerdekaan Indonesia

    dengan tanpa melupakan bahwa negara kita

    Indonesia terbentang dari Sabang sampai

    Merauke, melintasi lebih dari 17. 000 pulau,

    begitu bermacam etnik, suku, budaya dan

    bahasa lokal. Semerta mencoba menilik

    kembali kandungan nilai pancasila sebagai

    dasar negara. Apakah keseluruhan bagian

    Indonesia dapat dikatakan merdeka? Atau

    a d a k a h y a n g b e l u m t e r j a m a h o l e h

    kemerdekaan? Terutama, dalam kajian ini,

    penulis bermaksud menelusuri dan menelaah

    Indonesia Timur dalam timbangan makna

    kemerdekaan sebagai sebuah refleksi kritis

    rakyat Indonesia.

    Makna Kemerdekaan

    Kemerdekaan, kata ber-imbuhan ke- dan -an

    dengan kata dasar merdeka. Merdeka berarti

    bebas dari belenggu penjajah atau kekuasaan

    negara lain atas negaranya. Menurut Kamus

    Besar Bahasa Indonesia, merdeka berarti

    bebas (dari penghambaan dan penjajahan);

    berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari

    tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung

    kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Dan

    arti kemerdekaan dengan imbuhan ke- dan -

    an, mengandung arti keadaan berdiri sendiri,

    bebas dan tidak terjajah lagi.

    Dar i makna kemerdekaan in i , dapat

    dimaksudkan bahwa secara yuridis Indonesia

    telah bebas dari penjajah, menjadi negara

    yang utuh dan berdaulat, dapat leluasa dalam

    menjalankan program pemerintahan baik

    yang bersifat pengembangan sumber daya

    alam maupun sumber daya manusia. Dan

    konteks kemerdekaan dalam 69 tahun ini,

    seyogyanya untuk Indonesia merdeka secara

    keseluruhan, dari sabang sampai merauke

    dengan berbagai elemen kemerdekaannya

    yang meliputi kesejahteraan sosial politik,

    sosial ekonomi, sosial budaya dan pendidikan.

    Namun melihat realitas yang ada, masih ada

    saja wilayah dari Indonesia yang masih belum

    dirasa merdeka sebagaimana yang dicita-cita-

    kan. Berpijak dari pemaknaan di atas-lah,

    kajian Indonesia Timur ini bermula, sebagai

    sebuah sampel cerminan atas kemerdekaan

    Indonesia.

    Indonesia Timur Sebagai Sebuah Refleksi

    Indonesia bagian Timur terdiri dari pulau-

    pulau besar seperti maluku, nusa tenggara,

    sulawesi, Papua dan ratusan pulau kecil

    lainnya yang mengitari. Indonesia bagian

    Timur yang mempunyai beragam suku, ras

    tanah yang subur, hutan yang luas dan

    kekayaan alam yang berlimpah, ternyata

    masih mengalami beberapa kesenjangan. Baik

    dari segi sosial, politik, ekonomi dan

    pendidikan. Bisa dikatakan kesenjangan ini

    menjadi berarti sejak NIT (Negara Indonesia

    Timur) yang tergabung dalam RIS (Republik

    Indonesia Serikat) bergabung dengan NKRI

    (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada 17

    Agustus 1950. Tepatnya beberapa akhir

    dekade ini . Kesenjangan-kesenjangan

    tersebut mulai nampak dan bermunculan di

    kha layak umum. Perkembangan dan

    pertumbuhan daerah yang lambat jadi sebab

    u t a m a . M e r a s a d i a n a k t i r i k a n o l e h

    pemerintah, mereka, warga Indonesia Timur

    berupaya memisahkan diri dari Indonesia.

    D e n ga n m e m b e nt u k ke l o m p o k O P M

    (Organisasi Papua Merdeka) dan RMS

    (Republik Maluku Serikat).

    Pada konteks ini, upaya separatisme adalah

    bukti ketidak-puasan atas bersatunya dengan

    N K R I . Gerakan tersebut lahir karena

    p e m e r i nta h c e n d e r u n g m e m b e r i ka n

    perhatian khusus pada pulau Jawa saja.

    Mengabaikan pulau-pulau besar lainnya. Hal

    ini terjadi dengan dalih: Jakarta sebagai ibu

    kota negara terletak di pulau Jawa yang mana

    menjadi pusat pemerintahan sehingga

    beberapa pembangunan dipusatkan di pulau

    Jawa. Padahal kekayaan sumber daya alam

    justru banyak terdapat di luar pulau Jawa yang

    Edisi 99, September 2014

    7

  • 14 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    perlu menjadi perhatian khusus guna

    peningkatan dan pengolahannya sebagai

    sumber perekonomian masyarakat sekaligus

    income negara.

    Bentuk kesenjangan yang berwujud menjadi

    gerakan separatis atas Indonesia ini berawal

    dari lemahnya sumber daya manusia, kurang

    memadainya transportasi umum, lemahnya

    pembangunan infrastruktur dan minimnya

    lapangan pekerjaan. Padahal, sebenarnya,

    banyak tersedia potensi lapangan pekerjaan di

    negara Indonesia. Hanya saja, daerah strategis

    telah menjadi lahan basah untuk kaum

    kapitalis sehingga hasilnya tidak begitu

    dirasakan merata oleh masyarakat sekitar.

    Seperti masalah transportasi dari satu

    kabupaten menuju kabupaten lainnya yang

    ada di Papua harus ditempuh dengan

    transportasi udara karena belum ada jalan

    darat yang menghubungkan satu daerah

    dengan daerah lain menjadi lahan basa kaum

    kapitalis.

    Dari sini terlihat jelas, ketimpangan yang tinggi

    terjadi antara pulau Jawa dan Papua. Baik dari

    segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan,

    infrasruktur dan kesehatan. Dari kesenjangan

    yang ada mewujud jadi kebencian terhadap

    pulau Jawa dan se-manusia-nya. Benci

    terhadap pemerintah pusat sebagai pelaksana

    kepemerintahan yang berpusat di Jawa,

    mayoritasnya mendapat kursi jabatan di

    pemerintahan pusat. Sehingga sering

    mendahulukan Jawa dalam pembangunan di

    segala bidang dan mengakhirkan Indonesia

    bagian Timur. Apalagi presiden Indonesia,

    seringkali berasal dari Jawa, menambah

    k e c e m b u r u a n p i h a k T i m u r d a l a m

    mendapatkan kelayakan sosial. Sehingga

    mereka berani melakukan protes dengan

    gerakan separtisme untuk merdeka. Hal ini

    perlu sama-sama kita refleksikan kembali

    dalam membangun makna kemerdekaan

    berbangsa dan bernegara, agar kemerdekaan

    ini tidak sia-sia atau kosong maknanya.

    Mental, Titik Pijak Pembenahan

    Dari sisi eksistensi manusia, masyarakat

    Indonesia Timur menghadapi ketimpangan

    dan kesenjangan selama puluhan tahun.

    Mereka hidup dalam lingkungan imperialis

    kaum kapitalis. Tak menjadi tuan di tanah

    sendiri. Hal ini menimbulkan mental inlander

    yang mengendap dalam diri mereka yang

    tentunya berdampak buruk terhadap

    perkembangan bangsa. Inlander sendiri

    berarti pribumi. Inlander adalah sebutan

    penjajah Belanda untuk warga Indonesia. Dan

    istilah mental inlander digunakan untuk

    menggambarkan suatu bangsa yang masih

    terkena imbas dari penjajahan. Imbas ini

    berwujud menjadi sebuah laku keseharian

    bahkan watak personal. Yaitu sebagai kaum

    terjajah yang pada akhirnya masih mengendap

    dalam diri mereka rasa kurang percaya diri

    terhadap kemampuan berkembang dan untuk

    maju menjadi lebih baik. Dan cenderung

    m e n j a d i t i d a k b e rs e m a n ga t t a t ka l a

    menyelesaikan persoalan karena mereka

    cenderung lebih menyandarkan pada liyan

    dalam penyelesaiannya. Maka, menjadi tidak

    mengherankan tatkala beberapa upaya

    p e m e r i n t a h d a l a m m e n g a t a s i

    keterbelakangan ini cenderung lambat dan

    banyak mengalami hambatan karena keputus-

    asaan dan sikap apatis yang kian menyelimuti

    warga timur.

    Selama beberapa tahun belakangan ini,

    Indonesia Timur memang tengah menjadi

    salah satu project besar Pemerintah.

    Pembangunan dan pembenahan mulai

    digalakkan. Dari kemelut keterbelakangan

    yang ada, perlahan dikikis, dibabat oleh

    pemer intah. D i antaranya: dar i seg i

    lingkungan, Pemkab Maluku Utara berencana

    membuka bank sampah untuk mengatasi

    sampah-sampah yang ada. Sampah yang

    masuk dalam bank sampah ini akan didaur

    ulang menjadi barang dengan harga ekonomis.

    Pembangunan infrastuktur broadband di

    kawasan Indonesia Timur ditargetkan selesai

    pada bulan Oktober. Sehingga saudara-

    saudara di sana tidak lagi tertinggal karena

    konekt iv i tas sudah terhubung. Demi

    Edisi 99, September 2014

    8

    9

  • 15PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    meningkatkan minat baca di Sulawesi

    Tenggara, Perpusda Sultra akan gelar

    roadshow pada 14 Oktober 2014 mendatang.

    Dari beberapa ulasan upaya pembangunan

    dan pembenahan yang dilakukan oleh

    pemerintah ini, dapat dikatakan bahwa

    I n d o n e s i a T i m u r s e b e n a r nya b e l u m

    sepenuhnya merdeka yang setara dengan

    umur kemerdekaan negara sekarang ini.

    Indonesia Timur bahkan bisa dikatakan telah

    merdeka, namun masih pada tataran awal

    pembangunan dan pengembangan di

    berbagai bidang. Dan mental inlander yang

    masih saja menyelimuti hangat mereka

    merupakan konstruksi sosial masyarakat yang

    buruk. Maka pada konstruksi sosial yang

    seperti ini, hendaknya pemerintah mengambil

    langkah dengan melakukan beberapa

    p e r u b a h a n s o s i a l . S e l o S o e m a rd j a n

    menyatakan bahwa perubahan sosial adalah

    p e r u b a h a n p a d a l e m b a g a - l e m b a g a

    kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat

    yang mempengaruhi sistem sosialnya,

    termasuk nilai-nilai, sikap dan perilaku di

    a n t a r a k e l o m p o k - k e l o m p o k d a l a m

    masyarakat. Sedangkan Kingsley Davis

    menyatakan bahwa perubahan sosial adalah

    perubahan yang terjadi dalam struktur dan

    fungsi masyarakat. Maka pemerintah

    sebagai pemegang kendali lembaga-lembaga

    kemasyarakatan dan pengelola struktur dan

    fungsi masyarakat tidak lain adalah subyek

    penggerak dalam sebuah perubahan sosial.

    Upaya pembenahan dan pengembangan

    dalam internal kelembagaan kudu kian

    digalakkan. Karena, di samping keberadaan

    sebuah lembaga yang berarti mampu menjadi

    icon eksisnya suatu negara dan bangsa, pelaku

    kepemerintahan, yaitu pejabat juga menjadi

    pusat perhatian masyarakat. Jika pejabat

    p e m e r i n t a h a n m e l a k u k a n t i n d a k a n

    menyimpang, seperti KKN atau beberapa hal

    yang menyimpang norma asusila, maka sikap

    masyarakat tidak respek bahkan cenderung

    apatis dengan berbagai program yang

    dilaksanakan oleh pemerintah. Akibatnya

    keberhasilan progam pemerintah hanya

    menjadi angan saja.

    Warga Indonesia Timur terdiri dari beragam

    suku, etnik dan budaya. Beberapa di antaranya

    masih terbilang primitif. Yakni mempunyai

    kecenderungan eksklusif dan menutup diri.

    Cenderung menolak hal-hal baru yang di luar

    kebiasaan dari konteks komunitasanya.

    Mengingat modernitas dan kemajuan iptek

    sudah tersebar di hampir seluruh penjuru

    Indonesia sekaligus dampak positif dari arus

    globalisasi yang tak terhindarkan. Hal ini juga

    yang sering kali menjadi hambatan langkah

    inovasi pemerintah guna memajukan suatu

    daerah. Kelompok primitif akan tetap menjadi

    p r i m i t i f j i ka h a nya t i n g ga l d i ta n a h

    lingkungannya. Sehingga diperlukan sebuah

    migrasi . Migrasi berart i perpindahan

    penduduk dari satu daerah ke daerah lain

    untuk suatu kehidupan yang lebih baik dan

    layak. Migrasi juga dianalogikan seperti hijrah

    yang dilaksanakan oleh nabi Muhammad Saw.

    dan para sahabatnya. Suatu perpindahan yang

    menciptakan suatu peradaban baru dan

    mengharapkan suatu kelompoknya menjadi

    lebih beradab. Terbukti banyak peradaban

    baru dan suatu kemajuan tercipta karena

    faktor migrasi. Migrasi yang tidak hanya

    diartikan suatu perpindahan regional, namun

    juga perpindahan pemikiran atau mind-set.

    Jadi penting dan diperlukan untuk konteks

    warga Indonesia Timur. Jika ingin maju dan

    menghapuskan keterpurukan yang selama ini

    ada, mereka perlu mentas dari ke-primitif-

    annya dan mental inlander-nya.

    Perjuangan pementasan dan pemerataan

    kesejahteraan sosial ini sesuai dengan dasar

    pancasila sila ke-3, persatuan Indonesia. Butir

    dari dasar tersebut di antaranya: mampu

    menempatkan persatuan, kesatuan, serta

    kepentingan dan keselamatan bangsa dan

    negara sebagai kepentingan bersama di atas

    kepentingan pribadi dan golongan; ....

    (Bersambung ke halaman 25)

    Edisi 99, September 2014

    10

    11

    12

  • 16 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    K S W, sebagai komunitas masyarakat

    Indonesia, yang tidak terbatas hanya untuk

    Jawa saja, berasal dari kumpulan orang-orang

    yang mempunyai semangat belajar ilmu

    agama. Pada awalnya berasal dari nama

    Haditsul ahad, kemudian berubah menjadi

    Kelompok Study Walisongo. Nama ini diambil

    sebagai rasa peng-harapan terhadap para

    pejuang Islam di Indonesia agar mampu

    meniru perjuangan mereka di Indonesia.

    Kelompok pelajar ini, pada awalnya intens

    d a l a m d u n i a k a j i a n , k e m u d i a n

    bermetamorfosa ke dalam bentuk kelompok

    kekeluargaan yang tidak hanya bergerak

    dalam bidang keilmuan saja, tapi juga

    bergerak dalam bidang olahraga, kesenian,

    budaya, sosial dan jurnalistik. Pengembangan

    atau metamorfosa bentuk serta grafik

    dinamikanya ke dalam wujud universal ini,

    membangun 'pemaknaan' tersendir i

    t e r h a d a p K S W s e b a g a i k e l o m p o k

    kekeluargaan yang menampung mahasiswa

    dari jawa tengah. 'Pemaknaan' terbaru ini,

    membuat KSW menjadi beda dengan KSW

    sebelumnya; ketika masih bernama Hadits Al-

    Ahad.

    Meski muncul pemaknaan baru mengenai

    nama KSW ini, tidak membatasi ruang gerak

    KSW dalam menjalin relasi dengan seluruh

    warga Indonesia yang di Mesir. Alasannya,

    adalah karena KSW ingin meletakan rasa

    persamaan untuk seluruh warga Indonesia di

    sini, tanpa harus membedakan satu dengan

    lainnya. Alasan ini juga yang menjadikan

    nama KSW tidak diganti dengan Kekeluargaan

    dari Jawa Tengah, tapi tetap Kelompok Study

    Walisongo, dengan tetap mengusung spirit

    sama dengan hadisul ahad. Hal ini dibuktikan

    dengan giatnya progam Kajian dan latihan

    tulis menulis untuk membangun sumber daya

    manusia yang progesif sesuai dengan

    kebutuhan zaman.

    Dan progam tersebut di era kepimimpinan

    yang baru, tetap dijadikan sebagai pijakan

    utama dalam menjaga tradisi hadits al- ahad

    sebagaimana awalnya KSW berdiri. Dengan

    catatan, tidak menganak-tirikan dengan

    progam-progam lainnya. Karena progam

    lainnya juga sama pentingnya dengan progam

    pendidikan. Hanya saja, progam pendidikan,

    atau pengembangan sumber daya manusia

    dalam bidang pengetahuan yang telah

    dibangun masa lalu, tetap dilestarikan

    sebagai alat pencapaian makna mahasiswa

    dan intelektual. Sehingga mampu meniru cara

    berpikirnya para pendiri bangsa seperti

    Soekarno dan Muhammad Hatta serta para

    tokoh yang merumuskan but i r-but i r

    pancasila, kesemuanya mewakil i dari

    kalangan Intelektual.

    Berangkat dari peniruan 'karakter' para

    pemimpin dan tokoh bangsa ini, sebuah

    bentuk kontruks pribadi bertanggungjawab

    dan nasionalis, menjadi tawaran final para

    pemuda bangsa, agar tidak salah dalam

    memahami arti berbangsa dan bernegara,

    serta tidak salah juga dalam memahami

    hubungan negara dengan agama. Sehingga

    l a b e l i s a s i b a h w a p a d a n g a n a g a m a

    berseberangan dengan negara tidaklah benar.

    Maka dari itu, tawaran mimesis para tokoh

    bangsa adalah hal mutlak yang harus

    dilakukan oleh generasi bangsa Indonesia di

    mana pun berada, tanpa melupakan

    sejarahnya.

    Pa n d a n ga n i nt re ga l p e raya a n h a r i

    kemerdekaan dan menjaga semangat

    p e j u a n g 4 5 d a l a m b e r b a n g s a d a n

    bernegarauntuk para generasi bangsa

    patut diperjuangkan dan dilestarikan. Dengan

    cara, mengartikulasikan ulang padangan

    semangat proklamasi kemederkaan 69. Serta

    menjelaskan K S W sebagai jembatan

    komunitas rakyat Indonesia di Mesir, bahwa

    sejauh apapun badan kita berdiri, akal kita

    tetap terjaga untuk arti Indonesia. Di sinilah,

    KSW dan Perayaan Kemerdekaan

    Edisi 99, September 2014

    Lensa KSW

  • 17PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    usaha untuk menghidupkan kembali potret

    wajah nasionalisme dengan sesederhana

    mungkin, tanpa mengurangi rasa hormat

    pada pendiri bangsa. Dengan arti, bahwa KSW

    tidak pernah melupakan makna ke-Indonesia-

    an dan tidak pernah juga melupakan jiwa

    pribumi meski telah lama hidup di negara

    asing atau telah disibukan dengan ragam jenis

    kepentingan dan keilmuan yang menarik

    perhatian setiap pelajar agama di Mesir.

    Perayaaan; Sebagai Cara menjaga Ingatan

    Sosial dan Artikulasinya

    Telah dijelaskan di atas, bahwa KSW

    entitasnya sebagai mediator untuk para

    generasi bangsa di Mesir untuk bisa saling

    bahu membahu dalam keadaan apapun atau

    kata lain sebagai cara berkomunikasi antar

    generasi bangsa dalam mencari ilmu di negara

    o ra n g l a i n . S e h i n g g a p o t r e t w a j a h

    nasionalisme tidak pudar dalam wajah para

    generasi dan tidak melupakan tradsisi bangsa

    dengan menggatikan tradisi keagamaan yang

    berasal dari negara lain.

    D e n g a n k a t a l a i n s e b a g a i c a r a

    komunikasiini mempunyai 'makna',

    hubungan komunikasi yang dibangun sebagai

    sarana untuk menjaga ingatan sosial tentang

    pribumi Indonesia. Tentang asal muasal

    negara Indonesia, meskipun berasal dari

    berbeda-beda pulau. Hal ini berdasarkan

    fakta bahwa manusia seringkali lupa dengan

    tanahnya ketika sudah tidak lagi menginjakan

    bumi mereka dilahirkan. Apalagi tanah

    menjadi properti menarik di dunia modernis

    seperti saat ini. Alasan mendasar inilah, kultur

    sederhana dan budaya sesederhana apapun,

    tetap menjadi penting untuk dibicarakan

    ketika manusia tidak sedang berada di bumi

    mereka dilahirkan, agar ingatan sosial tentang

    tanahnya tidak hilang.

    Berdasarkan alasan sesederhana ini pula,

    tradsisi perayaan yang sudah menjadi bagian

    nafas kemerdekaan Bangsa Indonesia,

    dihadirkan di tanggal 17 agustus 2014,

    kemarin, sebagai potret refleksi warga negara

    terhadap negaranya. Meski acara bukan

    rangkaian resmi, sebagaimana acara di

    institusi negara, tapi acara ini tidak melupakan

    cara mengibarkan bendera dan cara

    melaksanakan tugas upacara. Memang sih,

    jika dibandingkan dengan acara formal, masih

    kalah tertibnya. Tapi hal yang menarik dari

    a d a n y a a c a r a i n i a d a l a h , m a m p u

    menghadirkan suasa romantisme masa lalu

    ketika sama-sama sedang belajar upacara

    kemerdekaan. Hal positif lainnya adalah lagu

    Indonesia raya, tidak lagi menjadi momok

    mengerikan untuk dinyanyikan, tapi menjadi

    momok posit i f untuk membawa art i

    kemerdekaan sesungguhnya, bahwa ketika

    merdeka itu juga harus dari jiwanya, bukan

    hanya raganya. Sehingga pembangunan

    bangsa dan bernegara utuh dan total dalam

    keseluruhan hidup manusia.

    Penghayatan ini hadir, tentunya bukan

    perkara mudah, karena ingatan sosial

    manusia, seringkali tertibun dengan macam

    kepentingan dan kebosanan rutinitas yang

    menjemukan. Pembuktian dari susahnya

    menghadirkan ingatan sosial yang berelasi

    dengan nasionalisme ini, adalah tiada bentuk

    perayaan hari raya kemederkaan selain di

    KSW. Tanda ini mengindikasikan, bahwa acara

    kemerdekaan hanya sebagai rutinitas yang

    semu di antara rutinitas negara dan tradisi

    bernegara. Hanya orang-orang formal yang

    patut melaksanakannya.

    Penilaian tiada hadirnya acara upacara di

    komunitas lain, bukan berarti menuduh

    mereka kelompok non- K S W tidak

    nasionalis, tapi memaknai aktualitas makna

    peristiwa yang hadir dalam bersamaan di

    waktu bersama dengan tanggal bersejarah

    sebagai upaya menjaga kebersamaan untuk

    persatuan Indonesia. Ini hanyalah pemaknaan

    dari peristiwa untuk menyangkal bahwa

    rutinitas sederhana tidak mempunyai makna

    utuh untuk dikaitkan dengan peristiwa besar...

    (bersambung ke halaman 25)

    - MPA KSW Periode 2014-2015

    Edisi 99, September 2014

  • 18 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Merdeka adalah ketika jiwa dan raga bebas

    dari aturan-aturan dan belenggu dari orang

    lain dan bangsa lain. Setiap orang mampu

    menyuarakan hati nuraninya dengan tanpa

    kekangan, belenggu bahkan aturan-aturan

    dari orang lain. Selama suara hati nurani

    dan fikiran masih dibatasi dan diatur-atur

    s a a t i t u l a h ke m e r d e k a a n b e l u m

    didapatkan. Ketika hati nurani sudah bebas

    menyuarakan isi hati, ide, gagasan, dan

    fikiran jernihnya, maka saat itulah manusia

    bisa dikatakan merdeka. Kita sebagai orang

    yang berbangsa dan bernegara sudah

    sepantasnya mampu berdiri dengan tegak,

    dengan ide dan gagasan kita tanpa ada

    kekangan dari penguasa.

    (A. Ulin Nuha, Ketua KSW periode 2014-2015)

    Di angka yang ke-69 kemerdekaan timbul

    secerca harapan untuk Indonesia kita

    kembali bertaji dan bermartabat di mata

    mancanegara. Indonesia yang dahulu

    digandrungi pelajar manca, kini masih saja

    s i b u k d e n g a n k u r i k u l u m n y a ,

    mengedepankan retorika. Birokrasi

    pemerintahan semakin kocar kacir, rapat

    DPR semakin sepi. Anggota dewan mulai

    tidak sudi untuk setetes keringatnya.

    Berbagai masalah baik di pemerintahan

    maupun di lingkup kehidupan rakyat masih

    tak terselesaikan. Masing-masing saling

    mengkambinghitamkan. Dan siapa yang

    bersalah? Ingat, k i ta semua masih

    menanggung beban para pejuang dahulu.

    Tidakkah kita merasakan beban itu? Yang

    ada marilah kita junjung kembali rasa

    hormat dan bangga pada bumi pertiwi.

    Bumi pertiwi yang sudah semakin termakan

    usia, sampai kapan akan tenang di akhir

    masa kalau bukan kita yang memulai. Mulai

    berguna untuk hal sekecil apapun, itulah

    arti kemerdekaan sejati. Salam guna

    Indonesiaku!!!

    (Wakil Ketua KSW, Supandi)

    Dalam refleksi kemerdekaan ini, mari bersama-sama kita renungkan apakah cita-cita

    kemerdekaan sudah menjadi realitas ataukah masih sebatas angan-angan.

    Saya kira dan banyak orang mengatakan cita-cita tersebut belum sepenuhnya terwujudkan.

    lantas siapakah yang mesti bertanggung jawab? Tanggung jawab tersebut menurut saya ada

    pada pundak seluruh putra bangsa Indonesia. Siapapun dan dalam peran apapun mesti

    berkontribusi sesuai porsinya baik pemerintah dan aparaturnya, mahasiswa, pelaku usaha dan

    lain-lain.

    Dan kita sebagai pelajar dan mahasiswa sudah selayaknya mengambil bagian dengan menjadi

    pelajar dan mahasiswa yang cakap keilmuan, organisasi serta cakap memahami keadaan sosial

    tetapi tetap humor dan caem. Cayo kawa-kawan! (Soesalit)

    Kata Mereka

    Tentang Merdeka,

    dan Kemerdekaan

    Meraih kemerdekaan 69 tahun yang lalu adalah perkara yang pelik

    dan sulit. Lalu sampai kapan kita masih akan mempersulit dan

    membuat jadi pelik usaha mempertahankannya?

    (Seorang Pinggiran)

    Edisi 99, September 2014

    Kata Mereka

  • 19PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    B a n g s a

    yang besar

    a d a l a h

    b a n g s a

    y a n g m a u

    menghargai

    j a s a

    pahlawannya. Salah satu isi pidato Bung

    Karno kepada rakyat Indonesia agar mau

    mengenang, menelaah dan meneladani

    semangat perjuangan mereka, para pahlawan

    kemerdekaan. Sehingga diharapkan akan

    terus terkobar dalam jiwa setiap penerus,

    semangat untuk melanjutkan cita-cita para

    pendahulunya itu. Menjadikan Indonesia

    sebagai negara yang merdeka secara hakiki

    dan mampu menyejahterakan rakyatnya.

    Sebagai proklamator, Sukarno adalah satu

    dari sekian tokoh yang dikagumi oleh banyak

    k a l a n g a n , s e h i n g g a b a n y a k y a n g

    mengabadikan kehidupannya dari berbagai

    sudut pandang. Bung Karno: Penyambung

    Lidah Rakyat (Cindy Adams), Bung Karno:

    Bapakku, Kawanku, Guruku (Guntur

    Sukarno), Jalan ke Pengasingan: Pergerakan

    Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934 (John

    Ingleson), Sukarno: Sebuah Biografi Politik

    (J.D. Legge), Sukarno: Biografi 1901-1950

    (Lambert Giebels) dan buku ini Sukarno:

    Paradoks Rovolusi Indonesia adalah sederet

    n a m a b e b e ra p a ka r ya t u l i s a n ya n g

    menjadikan Sukarno sebagai fokus objek

    telaahnya.

    Buku ini Sukarno: Paradoks Rovolusi

    Indonesia adalah satu dari 4 serial buku

    Tempo edisi khusus tokoh pendiri republik

    Bapak Bangsa, yang disusun atas semangat

    haul 100 tahun umur mereka. Selain Sukarno,

    tiga tokoh Bapak Bangsa lainnya yang digarap

    oleh tim majalah berita mingguan Tempo ini

    adalah Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir dan

    Tan Malaka.

    Dalam buku ini, tim penulis mencoba

    menghadirkan sudut pandang baru yang

    belum pernah terlintas dalam pemikiran

    media atau penulis lain, karena buku, artikel

    dan hasil studi tentangnya sudah sangatlah

    banyak yang dipublikasikan. Secara garis

    besar buku ini mencoba menelaah sosok

    Sukarno dari tiga background. Perjalanan

    asmara Sukarno sebagai sang master

    penakluk wanita, sejarah singkat Sukarno

    sebagai agen proklamasi, dan pengamatan

    tim penulis akan kisah cerita kehidupan

    keluarga Sukarno yang dirangkum dari hasil

    investigasi dan wawancara dengan orang-

    orang yang pernah berhubungan dengannya,

    terutama keluarga.

    Dari s is i perjalanan asmara Sukarno

    digambarkan, sebagai laki-laki seorang

    Sukarno sangatlah pandai mencurahkan

    perhatiannya secara utuh kepada setiap

    wanita yang dihadapinya, sehingga wanita

    tersebut merasa seakan ia adalah satu-

    satunya yang paling dicintai. Mantan presiden

    pertama itu tak segan mengambilkan minum

    untuk seorang tamu wanitanya, membantu

    memegang tangan wanita itu sewaktu turun

    dari mobil, atau sekadar memuji busana dan

    tata rambutnya. Sehingga dar i has i l

    penelusuran investigasi kru majalah Tempo,

    terkuak setidaknya selama hidup Sukarno dia

    telah berhasil menggaet sebelas wanita untuk

    dijadikan istri. Sembilan keturunan dari dalam

    Mengenal Sukarno Lebih Dekat

    Judul Buku : Sukarno: Paradoks Revolusi IndonesiaPengarang : Kru Majalah TEMPOPenerbit : Gramedia, JakartaCetakan : Ke-II, Desember 2010Tebal Buku : x + 124 hlm. 16 x 23 cmISBN : 978-979-91-0266-9

    Resensi

    Edisi 99, September 2014

  • 20 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    negeri dan yang dua berdarah jepang, yang

    beberapa diantaranya belum pernah

    terungkap oleh penulis lain.

    Dalam sejarah proklamasi pun terdapat

    beberapa pernyataan fakta yang agak

    mengejutkan yang diungkap oleh tim penulis

    dalam buku ini. Selaras dengan kata yang

    terdapat pada judul buku, paradoks yang

    mempunyai arti pernyataan yang seolah-

    olah bertentangan (berlawanan) dengan

    pendapat umum atau kebenaran, tetapi

    kenyataannya mengandung kebenaran.

    Dalam bab pertama misalnya, penulis

    m e nyata ka n b a hwa S u ka r n o a d a l a h

    gambaran seorang Bima (salah satu tokoh

    pandawa lima yang gagah berani dan perkasa)

    di satu sisi, namun juga seorang Hamlet

    (seorang pangeran di Negara Denmark yang

    rapuh dan mudah tercabik-cabik dalam

    kebimbangan) di sisi yang lain. Dalam

    pembahasan lain juga dinyatakan, Sukarno

    adalah pecinta kemerdekaan yang tak

    konsekuen, serta seorang yang idealistis

    namun sekaligus pragmatis.

    Sedangkan da lam penelaahan k i sah

    kehidupan keluarga Sukarno, yang ditelusuri

    oleh tim penulis adalah fokus pada sosok

    Dyah Permata Megawati sukarnoputri, anak

    kedua dari istri ketiga Bung Karno, Fatmawati.

    Hal ini dikarenakan dari sekian banyak putra-

    putri Sukarno, 5 putra dan 4 putri tepatnya

    sebagaimana hasil investigasi tim Tempo,

    Megawati adalah satu-satunya keturunan

    S u k a r n o y a n g m a u m e n e r u s k a n

    perjuangannya sebagai negarawan melaui

    jalur politik. Sehingga tim penulis merasa

    sudut ini perlu diperhatikan, karena belum

    pernah tema tersebut diangkat dalam buku-

    buku seputar kehidupan Sukarno yang sudah

    dipublish.

    Tidak monoton dengan pembahasan yang

    analitis, penulis juga menyuguhkan beberapa

    cerita lelucon dan anekdot seputar kehidupan

    Sukarno. Dikisahkan di salah satu anekdotnya,

    dalam sebuah penerbangan dari Jepang ke

    Jakarta pada tahun 1945, Sukarno terpaksa

    naik pesawat pengebom yang sudah uzur,

    ringsek, dan di sana-sini penuh lubang bekas

    peluru. Sebagaimana layaknya pengebom,

    pesawat itu tidak delengkapi tempat duduk

    p e n u m p a n g , s e h i n g ga S u ka r n o d a n

    rombongan terpaksa berdiri sepanjang

    perjalanan. Suatu ketika dalam perjalanan

    tersebut Sukarno hendak buang air kecil. Tapi

    rupanya pesawat itu pun tak punya toilet. Tak

    kurang akal, putra sang fajar itu melangkah ke

    bagian belakang pesawat untuk buang hajat.

    Siapa sangka, begitu ia melaksanakan

    hajatnya angin bertiup kencang melalui

    lubang bekas peluru itu, menerbangkan air

    seninya ke seluruh ruangan. Keruan saja

    semua penumpang termasuk Bung Hatta ikut

    kuyup. Dalam keadaan setengah basah inilah

    Pemimpin Besar Revolusi Indonesia mendarat

    di Jakarta.

    Kemudian dibagian akhir bab dalam buku ini,

    penyusun (t im majalah Tempo) juga

    menyertakan suguhan beberapa tulisan

    k o l o m o r a n g - o r a n g b e s a r s e p u t a r

    pentelaahan sosok Sukarno. Seperti Mochtar

    Pabottingi (pengamat politik), Tufiq Abdullah

    (sejarawan L I P I ), dan Bonnie Triyana

    (sejarawan-cum-wartawan). Juga hasil

    wawancara dengan Lambert Giebels

    memver i f ikas i beberapa pernyataan

    paradoksnya dalam buku Sukarno: Biografi

    1901-1950 hasil karyanya yang dianggap

    paling gemilang.

    Sehingga, buku ini merupakan sumber

    konsumsi wawasan yang cukup bagus bagi

    penggemar sejarah, terutama penggemar

    Sukarno sang Bapak Proklamator sebagai

    bahan penambah rujukan. Atau setidaknya

    bagi setiap orang sebagai bahan teladan dan

    telaah dari kisah individu seseorang yang

    besar, karena disuguhkan dengan bahasa

    renyah yang tidak menyebabkan kejenuhan

    dan dengan hasil riset dan argumentasi yang

    mengagumkan.

    Zuhal Qobili

    Kru Buletin Prestsi

    Edisi 99, September 2014

  • 21PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    Pagi saja tidak cukup redakan riuh rendah

    pesta semalaman, pemasangan umbul-

    umbul, pawai anak-anak sekolah. Bendera-

    bendera merah putih dikibarkan bebas-bebas

    di setiap rumah, di mana saja. Pertanda sudah

    merdeka, ya, bangsa kita sudah merdeka. Kita

    boleh naikan bendera di tiang-tiang tanpa

    cemas dibedil kompeni. Kita sudah tidak

    terjajah. Bendera kita berkibar tertiup angin

    laut tiap tanggal 17 Agustus, sepenuh tiang

    setinggi-tingginya. Dan sore menjelang,

    bendera-bendera itu diturunkan. Hari

    kemerdekaan segera berakhir. Kita kembali

    pada monolog yang sepi, pada kesulitan

    ekonomi, pada usaha yang mati suri, pada

    kacaunya interaksi, pada menyedihkannya

    birokrasi. Kita memang merdeka, atau entah

    siapa yang merdeka pada enam puluh

    sembilan tahun yang lalu, namun kita tidak

    semerta mudah mendapat kesejahtaraan

    s e b a g a i m a n a s e b u a h ke m e r d e k a a n

    menjanjikan hal itu. Kita mungkin akan terus

    mempertanyakan kemerdekaan yang kita

    miliki, dengan kenyataan pahit nasib masing-

    masing orang yang berbeda-beda. Paling

    tidak, refleksi akan perenungan perjuangan

    mati-matian para pahlawan yang tidak perlu

    kita alami sekarang, pengorbanan darah yang

    tidak perlu lagi tertumpah oleh perebutan

    tanah air, hanya luntur sedikit demi sedikit dan

    selalu diingatkan tiap 17 Agustus.

    ***

    Sekitar dua minggu lalu, Jumat di Jogja,

    dengan mata agak terlalu berbinar saya

    berkesempatan lagi sembahyang shalat Jumat

    di Masjid Munawwir, Krapyak. Memang baru

    dua tahunan saya meninggalkan Krapyak, tapi

    energi nostlagia yang bergemuruh di benak

    c u k u p b e s a r. S a a t k h u t b a h , K y a i

    menyampaikan tema yang berbeda dari

    biasanya. Biasanya khutbah mengangkat

    tema-tema metafisik Ketuhanan yang

    mengajak pada ketaqwaan, meningkatkan

    keimanan dengan menjelaskan perintah-

    perinah Tuhan dan ajakan-ajakan RasulNya,

    atau juga yang berkaitan dengan syariat islam,

    tatacara menjalankan ibadah dan hukum-

    hukum dalam agama. Namun kali itu, khutbah

    Kyai mengangkat tema fenomena sosial

    berkaitan dengan acara televisi yang semakin

    tidak berkualitas. Kyai menjelaskan dalam

    khutbah beliau, bahwa tayangan televisi

    kebanyakan diisi dengan hiburan-hiburan nihil

    manfaat, joget-joget tidak jelas, talkshow dan

    infotainment penuh gunjingan, dan acara-

    acara lain yang minim edukasi. Apalagi

    sinetron-sinetron tidak bernutrisi, sekedar

    l a wa ka n - l a wa ka n ta k b e r m u t u , d a n

    penggambaran kehidupan yang tidak layak

    dipertontonkan apalagi dipercontohkan

    seperti kedurhakaan seorang anak pada

    orangtuanya atau sebaliknya sikap kejam

    orangtua pada anak-anaknya, perselingkuhan

    dalam rumah tangga, visualisasi situasi

    sekolah yang tidak bersahabat dan sama sekali

    tidak edukatif, murid-muridnya saling

    bertengkar, membuat geng dan membenci

    satu sama lain, berpacaran di sekolah. Sangat

    jarang sekali penggambaran prestasi dan kerja

    keras dalam pendidikan.

    Para penyimak khutbah, saya perhatikan, juga

    tidak seperti biasanya, kepala tertunduk

    terkantuk-kantuk. Bahkan sebagian wajahnya

    tampak berseri dan tersenyum satu sama lain

    pada yang dikenalnya pertanda setuju akan

    e u f o r i a y a n g d i t e r i m a d a r i i s i d a n

    penyampaian khutbah, sangat tidak biasa,

    khutbah adalah suatu penyampaian dan

    penerimaan yang serius dan sakral, serta

    khusyu' seperti halnya shalat. Namun saya

    tidak mempermasalahkan hal itu, dan

    memang tidak ada yang saya permasalahkan.

    Hanya saja ini sesuatu yang menarik, mungkin

    sudah banyak yang mengangkat gagasan

    tentang hal di atas, menarik karena agaknya

    pertama kali disampaikan pada momen

    Bendera Setengah Tiang untuk Indonesia

    Edisi 99, September 2014

    Oase

  • 22 PMedia Silaturahmi, Informasi dan AnalisaRESTSIRESTSIRESTSIRESTSIPPP* Kairo - Mesir *

    sesakral khutbah. Dengan tujuan yang masih

    sama, bahwa agama juga berperan penting

    dalam pembentukan karakter manusia-

    manusia yang berpegang padanya. Akhirnya

    pada kesimpulan, Kyai menegaskan pelurusan

    pola pikir kita sebagai sebuah bangsa yang

    beradab dan berbudaya, menentang

    tayangan-tayangan televisi minim edukasi dan

    prestasi dan jelas jauh dari nilai-nilai agama.

    Kemudian mempertanyakan sejauh mana kita

    sudah merdeka, sekedar kemerdekaan raga

    dari penjajahan dan ancaman bangsa lain

    kah? Lalu bagaimana nasib pemikiran kita

    yang masih terjajah? Belum bisa terbebas dari

    k e k a n g a n k e t e r b e l a k a n g a n y a n g

    mengutamakan kesenangan sesaat.

    Yah, namun bagaimanapun kita adalah

    manusia yang tak berdaya, sifat-sifat

    manusiawi yang dengan naif seringkali kita

    pertanyakan, mungkin akan berubah,

    atauhanya sedikit yang berubah, atau malah

    tidak akan pernah berubah untuk jumlah yang

    dapat menggerakkan sebuah bangsa.

    Membicarakan kemerdekaan, tidak hanya

    kita, banyak bangsa yang masih terbelakang

    terseok-seok berdiri sendiri. Indonesia punya

    kekuatan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain,

    kekuatan untuk bersatu dar i sek ian

    perbedaan yang menyesakkan. Media massa,

    baik di televisi maupun cetak, seringkali main-

    main dengan hal-hal yang berbau kontroversi

    dan provokasi demi meraup keuntungan.

    Semuanya berawal dari memanfaatkan

    perbedaan yang cukup masif di negara kita,

    dan mengedepankannya dalam berita

    kemudian membuat panas beberapa pihak

    tertentu. Seharusnya media menjadi alat

    pemersatu, ikut membangun sedikit demi

    sedikit bangsa yang katanya sudah merdeka

    ini agar tampak benar-benar merdeka di mata

    dunia. Bukan sebaliknya, memecah belah

    kemudian ditinggal begitu saja sembari

    menghitung uang.

    Banyak penyayangan yang bermunculan, rasa

    kecewa, sikap pesimis, pada negeri sendiri

    dari rakyatnya sendiri. Mungkin sebuah

    pemakluman bagi negara berkembang,

    namun kenyataan pahit yang harus ditelan

    tidak terelakkan. Bangsa Indonesia mungkin

    harus bersabar puluhan, atau ratusan tahun

    lagi untuk benar-benar menjadi bangsa yang

    utuh dan dipimpin oleh orang-orang yang

    tidak korup. Maka mengedepankan persatuan

    adalah hal yang utama, kebijaksanaan

    tertinggi dari sebuah bangsa untuk bertahan.

    Pada akhirnya, kita perlu kekuatan berlebih

    dari sekedar refleksi akan perjuangan para

    pahlawan, meski itu tetap saja penting,

    setidaknya semangat kemerdakaan tidak

    hanya teringat di hari H saja. Orang-orang

    perlu memperjuangkan hidupnya masing-

    masing, tanpa bergantung pada negara,

    menyalahkannya atas nasib yang terjadi pada

    dirinya, karna ini bukan tentang apa yang kita

    terima dari negara, namun apa yang kita beri

    padanya. Kita sebagai bagian dari bangsa

    perlu menyadari hal itu dan meninggalkan

    kemalasan, ikut membangun dan memenuhi

    kebutuhan bangsa.

    Jujur saja, dengan pengandaian yang berlebih,

    serta keputusasaan yang tinggi, untuk bahan

    tulisan saya mencari-cari, adakah orang yang

    mengibarkan bendera merah putih setengah

    tiang di hari 17 Agustus, dimana orang-orang

    pada umumnya dengan sadar atau sekedar

    ikut trend mengibarkan merah putih sepenuh

    tiang, sebuah memoar akan kebebasan kita

    mengibarkan bendera sendiri di negara

    sendiri tanpa ancaman dari negara lain. Saya

    ingin meliputnya, menjadikannya kisah

    menarik, orang yang penuh kekecewaan

    mengibarkan bendera setengah tiang,

    pertanda berduka, bukannya hari kelahiran

    Indonesia melainkan hari kematiannya.

    Sungguh ironis kalau itu benar-benar ada,

    namun sebaiknya jangan pernah ditemukan.

    Setidaknya hari kemerdekaan jadi batu

    p i j a ka n t i a p t a h u n ny a , m a sy a ra ka t

    bagaimanapun membutuhkan harapan meski

    tinggal di tengah reruntuhan. Atau saya belum

    benar-benar mencar i? Semoga t idak

    demikian.

    Fadhilah Rizqi

    Kru Buletin Prestsi

    Edisi 99, September 2014

  • Kusnadi setiap hari ke sungai. Setelah mengarit rumput untuk

    kerbau-kerbaunya Pak Carik. Dan di sungai pasti ia bertemu

    ibu-ibu yang menggosip sambil mencuci pakaian. Jumlah

    ibu-ibu itu tak pernah berkurang kadang malah bertambah.

    Kusnadi ingin berlama-lama menikmati jernih dan sejuknya

    air sungai, tapi, setiap hari dia hanya bisa membasahi

    mukanya dan segera pulang ke rumah.

    Sampai rumah dia mengomel. Sang Ibu yang duduk

    menyambutnya membelai rambut anak semata wayangnya

    itu.

    Kenapa ibu-ibu itu terus membicarakan Emak? Apa karena

    Emak janda?

    Sudahlah Nak. Jangan kau ambil pusing omongan mereka.

    Anggap saja angin lalu.

    Tapi telinga Kus panas setip kali dengar ocehan mereka.

    Wajah sang Ibu tampak lemas. Ia melongos ke dapur. Ia tahu

    anaknya tidak mungkin tidak ke sungai. Apalagi mengarit

    rumput di bawah terik matahari membuat badannya basah

    kuyup. Mandi di sungai sudah jadi hobinya sejak kecil. Tapi

    sejak ibu-ibu itu mulai mencuci beramai-ramai di sana, Kus

    merasa terganggu dengan kehadiran mereka.

    Di kampung itu memang cuma Ningsih yang berstatus janda.

    Ada beberapa janda tapi sudah uzur, rata-rata umurnya di atas

    50 , in i t idak masuk perh i tungan ibu- ibu untuk

    menggosipkannya. Hanya Ningsih yang saban hari jadi bahan

    omongan mereka. Kusnadi yang gerah dengan cibiran itu

    mulai menyusun rencana. Sebagai anak laki laki yang

    menurutnya sudah cukup dewasa harus bertindak melihat

    ibunya terus dihina.

    Akh begitulah janda

    Kenapa tidak menikah lagi saja. Biar laki-laki di kampung

    ini tidak kegatelan.

    Justru dia yang gatal

    Dasar. Janda.. jandaa

    Begitula samar-samar celotehan yang terdengar di kuping

    Kusnadi. Semakin membuat telinganya melepuh di bawah

    terik matahari. Apa yang harus dilakukan agar ibu-ibu itu

    berhenti menggunjing ibunya? Memang ada yang salah

    ketika Tuhan mencabut nyawa Ayahnya.

    ***

    Ibu aku mau ke kampung Ayah, aku mau berkunjung ke

    makamnya. Sang Ibu kaget mendengaar pertanyaan aneh itu.

    Mukanya merah, sepiring nasi yang digenggamnya nyaris

    tergelincir.

    Nak. Kampung Ayahmu jauh sekali, lain waktu saja nanti

    kita kesana bersama-sama.

    Tidak Ibu. Aku mau sekarang!

    Memang kenapa? Pasti kamu habis nguping ocehan ibu-ibu

    di sungai itu?

    Iya Ibu mereka menghujat selalu. Itu tidak adil. Apakah

    Ayah masih hidup?

    Hush. Kamu ngomong apa. Ia segera memberinya anduk

    dan menyuruhnya mandi.

    Dalam keheningan Ningsih meratap. Di muka jendal ia

    memandang sebongkah rembulan. Tak terasa buliran bening

    menetes dari kelopak matanya. Angin malam menderu keras.

    Ia ingin penderitaan ini segera berakhir.

    ***

    Pada pagi buta. Kusnadi mendatangi Zainal berniat

    mencurahkan keluh kesahnya. Zaenal seorang pemain gitar di

    sebuah grup dangdut keliling. Usianya sepuluh tahun lebih

    tua dari Kus. Ia baru saja pulang dari ngamennya. Sejak dulu

    dikenal akrab oleh Kus, bahkan ia yang pertama kali

    mengajari Kus berenang di sungai.

    Kus dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang

    pernah jadi tempatnya bermain waktu kecil, ia meraba

    ingatannya, di ruang tamu ada foto Zainal dan kakaknya. Foto

    itu masih terpajang rapih dengan debu yang menempel lebat

    di tepiannya. Dulu di sini ia digendong oleh kakaknya Zainal,

    dicium-cium, dicubit pipinya, dan dininabobokan selayaknya

    bayi yang sedang lucu-lucunya.

    Kemanakah kakakmu Zain? Kapan pulang?

    Zainal tak menyangka Kus masih mengingat memori masa

    balitanya.

    Entahlah Kus, dia itu nelayan. Hidupnya di atas laut. Seperti

    kamu dia lebih suka bermain air.

    Akh, asik sekali, boleh aku ikut.

    Boleh nanti, kalau dia pulang aku kabari kamu. Terus

    sekarang ada apa?

    Kemudian Kus menceritakan perihal masalahnya. Zainal

    menyimak dengan tenang seolah dia sudah tahu

    permasalahan yang sedang menimpanya. Dengan nada penuh

    amarah Kus ingin sekali membungkam mulut mereka. Tapi

    ada sedikit ketakutan yang terselip di rautnya. Zainal

    menenangkan dengan menepuk-nepuk pundaknya. Ia